14
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat telah memanfaatkan teknologi sebagai bagian utama dalam menjalankan roda kehidupan mereka baik dalam melakukan usaha, bekerja, sekolah, bahkan menjadi gaya hidup bagi sebagian elemen masyarakat. Pemanfaatan Teknologi Informasi juga berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. 1 Untuk menunjang kemajuan teknologi itu maka di buatlah hukum telematika, sebagai pedoman dan dasar hukum bagi setiap perbuatan hukum masyarakat yang berkaitan dengan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penggunaan teknologi yang marak saat ini menyulitkan pemisahan antara teknologi informasi dan telekomunikasi. Hal ini disebabkan karena hukum telematika merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat telah mendorong terjadinya perubahan 1 Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, huruf C.

BAB I PENDAHULUAN...Perlu juga diketahui mengenai rumusan tindak pidana dan perbuatan melawan hukum dalam ketiga peraturan mengenai ITE, sebagai bahan hukum dari penelitian ini. Dalam

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Permasalahan

    Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat telah memanfaatkan teknologi

    sebagai bagian utama dalam menjalankan roda kehidupan mereka baik dalam

    melakukan usaha, bekerja, sekolah, bahkan menjadi gaya hidup bagi sebagian elemen

    masyarakat. Pemanfaatan Teknologi Informasi juga berperan penting dalam

    perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional dalam mewujudkan

    kesejahteraan masyarakat. Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi

    menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang

    secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.1

    Untuk menunjang kemajuan teknologi itu maka di buatlah hukum telematika, sebagai

    pedoman dan dasar hukum bagi setiap perbuatan hukum masyarakat yang berkaitan

    dengan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

    Penggunaan teknologi yang marak saat ini menyulitkan pemisahan antara

    teknologi informasi dan telekomunikasi. Hal ini disebabkan karena hukum telematika

    merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan

    hukum informatika. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi

    telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat telah mendorong terjadinya perubahan

    1 Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

    Elektronik, huruf C.

  • 2

    mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara

    pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi.2

    Globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari

    masyarakat informasi dunia. Oleh sebab itu Indonesia yang wajib membentuk

    pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik di tingkat

    nasional. Tujuannya agar pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara

    optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Hukum yang mengatur

    jaringan informasi diperlukan oleh masyarakat untuk mengakses dan

    mendistribusikan informasi, baik di dalam negeri maupun global.3

    Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah

    merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor swasta

    dalam penyelenggaraan telekomunikasi, penguasaan teknologi telekomunikasi, dan

    keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.4

    Indonesia merupakan negara yang turut aktif dalam perkembangan hukum ITE

    di dunia internasional. Oleh karena itu perkembangan hukum teknologi informasi di

    Indonesia juga tetap memperhatikan perkembangan hukum ITE di dunia

    internasional. Antaralain, Singapura yang proses perkembangan hukum tersebut

    menjadi latar belakang disusunnya skripsi ini dengan judul Pembuktian Dalam

    Transaksi Elektonik di Indonesia dan Singapura. Adapun masalah (legal issue) yang

    akan dikaji dalam proposal ini antaralain kaidah dan asas-asas tentang pembuktian

    2 Penjelasan UU Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999, Paragraf ke 2. 3 Hinca P, L.H. Pranoto, M. D. A. Siregar. Irfan Fahmi, Membangun Cyber Law Indonesia

    yang Demokratis, Jakarta, 2005, hal.,17. 4 Ibid.

  • 3

    yang berlaku di UU ITE dan UU Telekomunikasi Indonesia serta beberapa putusan

    pengadilan mengenai ITE perlu dibandingkan dengan ETA 2010 Singapura dan

    yurisprudensi tentang ITE.

    Kehadiran teknologi informasi telah merubah paradigma dalam kehidupan

    manusia. Dalam aspek hukum perubahan paradigma ini berkaitan dengan penggunaan

    komputer sebagai media untuk melakukan kegiatan di dunia ITE khususnya

    kejahatan, memiliki tingkat kesulitan tersendiri dalam pembuktiannya. Meskipun

    secara substansi pasal-pasal dalam KUHP dan KUHAP dapat saja diupayakan untuk

    mengakomodasikan modus kejahatan ITE.5 Namun dalam hukum pidana terjadi

    perdebatan mengenai apakah masih relevan model pembuktian konvensional

    dihadapkan pada kejahatan di dunia maya.6

    Pembuktian sebagai issue dalam perbandingan ini memegang peranan penting

    dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dalam kasus ITE dan Telekomunikasi

    pembuktian dalam persidangan menjadi sedikit berbeda, pembuktian yang berkaitan

    dengan dunia maya menggunakan sarana internet.

    Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang relevan

    dengan apa yang akan dibuktikan. Alat bukti yang relevan adalah suatu alat bukti di

    mana penggunaan alat bukti tersebut dalam proses pengadilan lebih besar

    kemungkinan akan dapat membuat fakta yang akan dibuktikan menjadi lebih jelas

    5 Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime), Kencana, Makassar, 2012, hal., 18. 6 Abdul Wahid, Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), Refika Aditama,

    Malang, 2005, hal., 104.

  • 4

    daripada jika alat bukti tersebut tidak digunakan.7 Dengan demikian relevansi alat

    bukti tidak hanya diukur dari ada tidaknya hubungan antara alat bukti dengan fakta,

    melainkan berkaitan apakah alat bukti ini dapat mengungkap fakta menjadi lebih

    jelas.

    Seperti yang sudah diketahui bersama jika menggunakan sarana internet maka

    data-data jaringan internet atau komputer relatif sulit dan berbeda caranya untuk

    ditemukan oleh aparat penegak hukum. Aparat relatif kesulitan dalam mengumpulkan

    bukti-bukti untuk menjerat pelaku tindak pidana. Oleh karena itu UU ITE 2008

    mengatur secara khusus mengenai alat bukti dalam Pasal 5. Dalam pasal 5 UU ITE

    Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

    merupakan alat bukti yang sah. Kemudian dalam UU Telekomunikasi dalam Pasal 42

    (2), rekaman informasi yang dikirim dan atau diterima oleh jasa penyelenggara

    telekomunikasi dapat diberikan kepada penyidik untuk keperluan proses peradilan

    pidana. Berdasarkan aturan dalam Pasal 5 UU ITE 2008 maka alat bukti konvensional

    yang telah diatur dalam KUHAP dan KUHPerdata mengalami perubahan

    (penambahan). Sedangkan dalam Pasal 6 ETA 2010 Singapura, alat bukti yang sah

    dalam kasus transaksi elektonik adalah setiap informasi yang dibuat dalam bentuk

    catatan elektronik.

    Selain alat bukti, hal yang juga penting diperhatikan adalah beban

    pembuktikan. Beban pembuktian (onus) terdapat dalam Pasal 7 UU ITE 2008 dan

    Pasal 15 (1) UU Telekomunikasi. Dalam pasal 7 UU ITE 2008, setiap orang yang

    7 Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, Citra Adytia Bakti, 2012,

    hal., 27.

  • 5

    dalam kaitannya dengan informasi/dokumen elektronik menolak hak orang lain, maka

    ia wajib membuktikan atau memastikan bahwa informasi/dokumen elektronik yang

    dimaksud dapat digunakan sebagai alasan timbulnya hak.8 Untuk beban pembuktian

    UU Telekomunikasi dalam 15 (1) dijelaskan bahwa pihak-pihak yang dirugikan

    akibat kesalahan atau kelalaian dari penyelenggara telekomunikasi berhak

    mengajukan tuntutan ganti rugi. Apabila dibandingkan dengan ETA 2010 Singapura,

    pengaturan mengenai beban pembuktian terdapat dalam Pasal 19. Dirumuskan dalam

    Pasal 19 ETA 2010, setiap proses yang melibatkan catatan elektronik harus dianggap

    ada kecuali dibuktian sebaliknya pada waktu tertentu catatan elektronik tersebut telah

    diubah.

    Perlu juga diketahui mengenai rumusan tindak pidana dan perbuatan melawan

    hukum dalam ketiga peraturan mengenai ITE, sebagai bahan hukum dari penelitian

    ini. Dalam UU Telekomunikasi 1999 rumusan tindak pidana dan perbuatan melawan

    hukum adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang mengakibatkan kerugian serta

    praktek monopoli, persaingan usaha, menimbulkan gangguan fisik dan

    elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi, dan kegiatan penyadapan

    atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun

    kecuali untuk keperluan pembuktian.

    Kemudian rumusan tindak pidana dan perbuatan melawan hukum dalam UU

    ITE 2008 yaitu tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak yang

    menimbulkan kerugian dan dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik

    dan/atau Dokumen Elektronik. Sedangkan tindak pidana dan perbuatan melawan

    8 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektonik, Pasal 7.

  • 6

    hukum menurut ETA 2010 Singapura adalah mengakses informasi pribadi dan

    memberitahukan informasi tersebut tanpa adanya persetujuan dari si pemilik

    informasi dan mengintersepsi jaringan dengan tujuan untuk mengakses informasi

    pribdi seseorang.

    Matrix 1: Perbandingan Hukum ITE Indonesia dan Singapura

    No

    Pumpunan

    Indonesia

    Singapura

    UU Telekomunikasi

    1999

    UU ITE 2008

    ETA 2010

    1 Pembuktian:

    Alat Bukti Pasal 42 (2): Rekaman informasi

    yang dikirim dan

    atau diterima oleh

    penyelenggara jasa

    telekomunikasi serta

    dapat memberikan

    informasi yang

    diperlukan untuk

    proses peradilan

    pidana.

    Pasal 5:

    Informasi Elektronik

    dan/atau Dokumen

    Elektronik dan/atau

    hasil cetaknya

    merupakan alat bukti

    hukum yang sah.

    Pasal 6:

    For the avoidance of

    doubt, it is declared

    that information

    shall not be denied

    legal effect, validity

    or enforceability

    solely on the ground

    that it is in the form

    of an electronic

    record.

    2 Pembuktian:

    Beban

    Pembuktian

    Pasal 15 (1):

    Atas kesalahan dan

    atau kelalaian

    penyelenggara

    Telekomunikasi

    yang

    menimbulkan

    kerugian, maka

    pihak-pihak yang

    dirugikan berhak

    mengajukan tuntutan

    ganti rugi kepada

    penyelenggara

    telekomunikasi.

    Pasal 7:

    Setiap Orang yang

    menyatakan hak,

    memperkuat hak

    yang telah ada, atau

    menolak hak Orang

    lain harus

    memastikan bahwa

    Informasi Elektronik

    dan/atau Dokumen

    Elektronik berasal

    dari Sistem

    Elektronik dan

    memenuhi syarat

    Berdasarkan

    Peraturan

    Perundang-

    undangan.

    Pasal 19:

    In any proceedings

    involving a secure

    electronic record, it

    shall be presumed,

    unless evidence to

    the contrary is

    adduced, that the

    secure electronic

    record has not been

    altered since the

    specific point in time

    to which the secure

    status relates.

    Sumber Tabel: diolah dari tiga UndangUndang; (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang

    Informasi dan Transaksi Elektronik, (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,

    (3) Electronik Transaction Act 2010 Singapura.

  • 7

    Variabel pembanding pertama adalah alat bukti. Alat bukti elektronik secara

    jelas telah diatur dalam UU Telekomunikasi 1999, UU ITE 2008, dan ETA 2010.

    Dalam ke tiga peraturan ini menyatakan bahwa pengadilan tidak dapat menolak suatu

    alat bukti dengan alasan bahwa alat bukti tersebut adalah alat bukti elektronik.

    Variabel pembanding kedua adalah beban pembuktian. Pengaturan tentang

    beban pembuktian di Indonesia dan di Singapura menyatakan bahwa setiap orang

    yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak orang lain

    harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik berasal

    dari Sistem Elektronik dan memenuhi syarat Berdasarkan Peraturan Perundang-

    undangan.

    Matrix 2: Perbandingan Hukum ITE Indonesia dan Singapura

    No

    Pumpunan

    Indonesia

    Singapura

    UU Telekomunikasi

    1999

    UU ITE 2008

    ETA 2010

    1 Penyidik Pasal 44 (1): Penyidik Pejabat Polisi

    Negara Republik

    Indonesia, Pejabat

    Pegawai Negeri Sipil

    tertentu di lingkungan

    Departemen yang

    lingkup tugas dan

    tanggung jawabnya di

    bidang

    telekomunikasi, diberi

    wewenang khusus

    sebagai penyidik yang

    diatur dalam Undang-

    Undang Hukum Acara

    Pidana untuk

    Pasal 43 (1): Penyidik Pejabat Polisi

    Negara Republik

    Indonesia, Pejabat

    Pegawai Negeri Sipil

    tertentu di lingkungan

    Pemerintah yang

    lingkup tugas dan

    tanggung jawabnya di

    bidang Teknologi

    Informasi dan

    Transaksi Elektronik

    diberi wewenang

    khusus sebagai

    penyidik

    sebagaimana dimaksud

    Pasal 27: The Controller

    shall, subject to

    any general or

    special directions

    of the Minister,

    perform such

    duties as are

    imposed and may

    exercise such

    powers as are

    conferred upon

    him by this Act or

    any other written

    law.

  • 8

    melakukan penyidikan

    tindak pidana di

    bidang

    telekomunikasi.

    dalam Undang-Undang

    tentang Hukum Acara

    Pidana untuk

    melakukan penyidikan

    tindak pidana di

    bidang ITE. Sumber Tabel: diolah dari tiga UndangUndang; (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang

    Informasi dan Transaksi Elektronik, (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,

    (3) Electronik Transaction Act 2010 Singapura.

    Variabel pembanding ketiga adalah penyidikan. UU Telekomunikasi 1999 dan

    UU ITE 2008 mengatur tentang penyidik kasus ITE adalah penyidik POLRI,

    penyidik khusus yaitu Pegawai Negeri Sipil yang tugas dan tanggung jawabnya di

    bidang telekomunikasi dan transaksi elektronik. Sedangkan dalam ETA 2010,

    penyidik kasus transaksi elektronik adalah seseorang yang di tunjuk Menteri yang

    dianggap mampu membantu melaksanakan tujuan ETA 2010.

    Matrix 3: Perbandingan Hukum ITE Indonesia dan Singapura

    No

    Pumpunan

    Indonesia

    Singapura

    UU Telekomunikasi

    1999

    UU ITE 2008

    ETA 2010

    1 Waktu

    berlakunya

    kontrak

    PP 82 2012 Pasal 50

    (3):

    Kesepakatan kontrak

    dapat dilakukan

    dengan cara

    penerimaan yang

    menyatakan

    persetujuan dan

    penerimaan dan/atau

    pemakaian objek oleh

    Pengguna Sitem

    Elektronik.

    Pasal 20:

    Transaksi elektronik

    pada saat penawaran

    yang dikirim oleh

    pengirim telah di

    terima dan di setujui

    oleh penerima dengan

    cara memberikan

    pernyataan penerimaan

    secara elektronik.

    Pasal 13 (2):

    The time of receipt

    of an electronic

    communication is

    the time when the

    electronic

    communication

    becomes capable

    of being retrieved

    by the addressee at

    an electronic

    address designated

    by the addressee. Sumber Tabel: diolah dari tiga UndangUndang; (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang

    Informasi dan Transaksi Elektronik, (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,

    (3) Electronik Transaction Act 2010 Singapura.

  • 9

    Variabel pembanding keempat adalah waktu berlakunya kontrak elektronik.

    Dalam ETA 2010 suatu kontrak elektronik dinyatakan mulai berlaku sejak kontrak

    tersebut telah dikirim dan dapat di unduh oleh penerima melalui alamat elektronik

    penerima. Sedangkan waktu berlakunya kontrak menurut UU Telekomunikasi 1999

    dan UU ITE 2008 adalah ketika kontrak telah diterima dan penerima harus

    memberikan pernyataan penerimaan kepada pengirim kontrak.

    Alasan dipilihnya keempat variable tersebut sebagai variabel dalam penelitian

    ini karena variabel yang telah diuraikan adalah elemen-elemen penting, setiap kali

    orang hendak membicarakan mengenai hukum pembuktian. Demikian pula dengan

    yang dilakukan dalam skripsi ini. Keempat variabel tersebut dibandingkan dalam dua

    hukum pembuktian dari dua sistem hukum yang berbeda.

    1.2. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana pengaturan hukum Pembuktian Informasi dan Transaksi

    Elektronik di Indonesia?

    2. Bagaimana pengaturan hukum Pembuktian Informasi dan Transaksi

    Elektronik di Singapura?

    3. Bagaimana perbandingan aspek-aspek hukum Pembuktian yang mengatur

    Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia dan Singapura?

  • 10

    1.3. Tujuan Penelitian

    1. Ingin mengetahui dan menganalisis tentang pengaturan hukum Pembuktian

    Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia

    2. Ingin mengetahui dan menganalisis tentang pengaturan hukum Pembuktian

    Informasi dan Transaksi Elektronik di Singapura

    3. Ingin membandingkan hukum Pembuktian Informasi dan Transaksi Elektonik

    di Indonesia dan Singapura.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat Teoritis dan Manfaat Praktis:

    Dengan penelitian ini dapat digambarkan aspek-aspek dari konsep pengatutan

    transaksi elektonik dan telekomunikasi dan diharapkan dapat memberikan kontribusi

    bagi pembelajaran ITE di Indonesia.

    Ingin menemukan hal-hal baru dalam pengaturan ITE dan Telekomunikasi

    sehingga dapat dipergunakan dalam pembaruan hukum yang mengatur ITE dan

    Telekomunikasi di Indonesia.

    1.5 Keaslian Penelitian

    Penelitian ini adalah suatu penelitian orisinil. Belum pernah ada penelitian

    sejenis yang dilakukan sebelumnya. Sebagai gambaran mengenai hal itu, dibawah ini

    disajikan beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya:

  • 11

    Matrix 5: Perbandingan Skripsi-Skripsi yang Pernah Ditulis Sebelumnya

    No Nama

    Penulis

    Judul Skripsi Rumusan Masalah Kesimpulan

    1 Henry

    Nugraha

    Pembuktian

    Tindak Pidana

    Siber Dalam

    Perspektif

    Undang-Undang

    No. 11 Tahun

    2008 Tentang

    Informasi dan

    Transaksi

    Elektronik.

    1. Bagaimana sistem

    pembuktian tindak

    pidana siber (Cyber

    Crime) ?

    2. Siapakah yang

    berwenang (yang

    memiliki kapasitas

    dan kekuasaan)

    untuk melakukan

    penyidikan

    terhadap dugaan

    adanya tindak

    pidana siber?

    Dalam

    perspektif UU ITE ada

    penambahan alat bukti

    yaitu perluasan dari

    alat bukti yang diatur

    dalam Pasal 184

    KUHP,ditambah

    dengan Pasal 5 UU

    ITE.

    Pihak yang

    berwenang melakukan

    penyidikan tindak

    pidana siber dalam

    perspektif UU ITE:

    yang berwenang

    melakukan penyidikan

    dalam perspektif UU

    ITE terdiri dari dua

    peyidik, pertama

    penyidik POLRI

    kedua penyidik PPNS.

    Sumber: Diolah dari skripsi-skripsi yang pernah ditulis

    Skripsi yang pertama ditulis oleh Henry Nugraha dengan judul “Pembuktian

    Tindak Pidan Siber Dalam Perspektif Undang-Undang No. 11 Tahun 2008

    Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”. Rumusan masalah yang dibahas

    dalam skripsi ini adalah pembuktian tindak pidana siber (CyberCrime) dan pihak

    yang berwenang menangani tindak pidana siber.

  • 12

    Matrix 6: Perbandingan Skripsi-Skripsi yang Pernah Ditulis Sebelumnya

    No Nama

    Penulis

    Judul Skripsi Rumusan Masalah Kesimpulan

    1 Aryo

    Hendrawan

    Pengaturan Alat

    Bukti Elektronik

    Dalam Pembuktian

    Kejahatan Dunia

    Maya (Cyber

    Crime)

    1. Bagaimana pengaturan

    alat bukti

    elektronik

    dalam

    pembuktian

    kejahatan

    dunia maya

    (cyber crime)?

    2. Kesulitan-kesuliatan di

    dalam

    penggunaan

    alat bukti

    elektronik.

    Pengaturan alat bukti

    elektronik yang sah

    diatur dalam UU ITE

    Tahun 2008 Pasal 5.

    Alat bukti elektronik

    khususnya yang

    berkaitan dengan

    rekaman/salinan data

    yang dapat diperoleh

    dari sebuah sistem

    jaringan komputer

    yang aman dan dapat

    di percaya serta dapat

    diterima untuk

    membuktikan

    kejahatan di dunia

    maya dan di jadikan

    Real Evidence Sumber: Diolah dari skripsi-skripsi yang pernah ditulis

    Skripsi yang pertama ditulis oleh Henry Nugraha dengan judul “Pembuktian

    Tindak Pidan Siber Dalam Perspektif Undang-Undang No. 11 Tahun 2008

    Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”. Rumusan masalah yang dibahas

    dalam skripsi ini adalah pembuktian tindak pidana siber (CyberCrime) dan pihak

    yang berwenang menangani tindak pidana siber.

    Matrix 7: Perbandingan Skripsi-Skripsi yang Pernah Ditulis Sebelumnya

    No Nama

    Penulis

    Judul Skripsi Rumusan Masalah Kesimpulan

    1 Joko

    Kusuma

    Pengaturan KUHP

    dalam

    Menanggulangi

    1. Apakah KUHP dapat di

    gunakan

    KUHP bisa di

    gunakan dalam

    menanggulangi cyber

  • 13

    Cyber Crime sebagai

    perangkat

    hukum dalam

    menanggulangi

    cyber crime?

    crime. Pasal-pasal

    yang dapat diterapkan

    dalam kasus cyber

    crime yaitu Pasal 263

    KUHP, Pasal 362

    KUHP, Pasal 378

    KUHP, dan Pasal 407

    KUHP. Sumber: Diolah dari skripsi-skripsi yang pernah ditulis.

    Skripsi yang ketiga ditulis oleh Joko Kusuma dengan judul “Pengaturan

    KUHP dalam menanggulangi Cyber Crime”. Skripsi ini menganalisi tentang

    apakah KUHP dapat di gunakan sebagai dasar hukum jika terjadi cyber crime. Dari

    hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa KUHP dapat digunakan untuk

    menanggulangi cyber crime.

    Jika di bandingkan dengan skripsi-skripsi yang sudah pernah di tulis

    sebelumnya, penelitian ini menjadi berbeda karena selain akan membahas pengaturan

    hukum ITE di Indonesia, juga akan menganalisis pengaturan hukum ITE di

    Singapura. Walaupun Indonesia dan Singapura telah memberlakukan undang-undang

    tentang transaksi elektronik, namun pada kenyataannya Singapura berada jauh di atas

    Indonesia dalam hal penggunaan kecanggihan teknologi serta peraturan yang

    menunjang kegiatan-kegiatan di bidang transaksi elektronik. Oleh karena itu,

    penelitian ini juga akan membandingakan aspek-aspek hukum yang mengatur hukum

    ITE di Singapura dan Indonesia.

    1.6 Metode Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

    hukum. Untuk membandingkan pengaturan tentang pembuktian Informasi dan

  • 14

    Transaksi Elektronik di Indonesia dan Singapura serta perbandingannya. Pendekatan

    yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hukum Komparatif (Comparative Law).

    Pendekatan Hukum Komparatif bertujuan memaparkan persamaan dan perbedaan

    sistem hukum asing dengan maksud untuk membandingkannya. Kemudian dengan

    Pendekatan Undang-undang (Statute Approach).9 Pendekatan peraturan perundang-

    undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Dan

    dengan Pendekatan Analitis (Analitycal Approach), yaitu menganalisis pengertian

    hukum, asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis.10

    9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

    2007, hal., 96. 10 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia

    Publishing, 2006, hal., 45.