13
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang sampai kepada kita, bahwa qiyas dalam urusan agama itu dilarang oleh Nabi saw. Qiyas sebagai sumber hukum terletak pada urutan keempat setelah al quran, sunnah, ijma. Ini mengandung pengertian bahwa qiyas baru bisa dipergunakan jika tidak diperoleh ketetapan hukum dalam tigas umber yang mendahuluinya. Dengan kata lain, qiyas dipergunakan dalam keadaan terpaksa. Jadi, ada syarat yang harus dipenuhi sebelum qiyas dijadikan hujjah syariyah. Itupun harus di catat pula, bahwa qiyas sama sekali tidak bisa digunakan dalam masalah ibadah, apalagi ibadah badaniyah atau untuk menetapkan hukum halal-haram. Menggunakan qiyas sebagai sumber hukum dalam masalah-masalah yang bukan ibadah, para ulama berselisih pendapat. Ada yang menerima dan ada yang menolak.bagi ulama yang menerima, sepakat bahwa qiyas baru digunakan jika tidak diperoleh ketetapan hukum dari tiga sumber yang mendahuluinya. B. Rumusanmasalah 1. Apa pengertian qiyas? 2. Apa syarat-syarat hukum? 3. Apa saja rukun qiyas? 4. Apa saja macam qiyas?

BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada

Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang sampai kepada kita,

bahwa qiyas dalam urusan agama itu dilarang oleh Nabi saw. Qiyas sebagai

sumber hukum terletak pada urutan keempat setelah al quran, sunnah, ijma. Ini

mengandung pengertian bahwa qiyas baru bisa dipergunakan jika tidak diperoleh

ketetapan hukum dalam tigas umber yang mendahuluinya. Dengan kata lain,

qiyas dipergunakan dalam keadaan terpaksa. Jadi, ada syarat yang harus dipenuhi

sebelum qiyas dijadikan hujjah syariyah. Itupun harus di catat pula, bahwa qiyas

sama sekali tidak bisa digunakan dalam masalah ibadah, apalagi ibadah badaniyah

atau untuk menetapkan hukum halal-haram.

Menggunakan qiyas sebagai sumber hukum dalam masalah-masalah

yang bukan ibadah, para ulama berselisih pendapat. Ada yang menerima dan ada

yang menolak.bagi ulama yang menerima, sepakat bahwa qiyas baru digunakan

jika tidak diperoleh ketetapan hukum dari tiga sumber yang mendahuluinya.

B. Rumusanmasalah

1. Apa pengertian qiyas?

2. Apa syarat-syarat hukum?

3. Apa saja rukun qiyas?

4. Apa saja macam qiyas?

Page 2: BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Qiyas

Secara harfiyah qiyas bermakna mengukur atau memastikan panjang,

berat atau kualitas sesuatu. Itulah mengapa skala disebut dengan miqyas. Dari

segi teknis qiyas merupakan perluasan nilai syariah yang dalam kasus asal.

Kepada kasus baru karena yang disebut terakhir mempunyai illat yang sama

dengan yang disebut pertama. Kasus asal ditentukan oleh nash yang ada dan

qiyas berusaha memperluas ketentuan tekstual tersebut kepada kasus yang

baru. Dengan adanya kesamaan illat antara kasus asal dan kasus baru, maka

penerapan qiyas mendapat justifikasi.

Pemakaian analogi hanya dibenarkan apabila jalan keluar dari kasus

baru tidak ditemukan dalam al-quran, sunnah atau ijma yang tergolong qhat‟i.

Akan menjadi sia-sia untuk menggunakan qiyas apabila kasus yang baru dapat

terjawab oleh ketentuan yang telah ada. Hukum dapat dideduksi dari salah

satu sumber melalui penerapan qiyas. Menurut istilah, banyak rumusan para

ulama antara lain :1

a. Menurut shadr al-Syari‟ah, qiyas adalah memberlakukan hukum asal

pada hukum cabang disebabkan kesatuan „Illat yang tidak dapat dicapai

melalui pendekatan bahasa saja.

b. Menurut mayoritas ulama syafi‟iyah, qiyas adalah membawa hukum

yang belum diketahui kepada hukum yang diketahui dalam rangka

menetapkan hukum keduanya, atau meniadakan hukum bagi keduanya,

disebabkan sesuatu yang menyatukan keduanya ,baik hukum maupun

sifatnya.

c. Menurut Wahbah al-Zuhaili, qiyas adalah menyamakan kasus yang

belum ada ketetapan hukumnya berdasarkan nash kepada kasus yang

1Suwarjin. Ushul fiqih. Yogyakatra: Teras. 2012. Hlm. 75-76

Page 3: BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

3

sudah ada ketetapan hukumnya berdasarkan nash, disebabkan kesatuan

„illat hukum diantara keduanya.

Dari definisi-definisi di atas, ulama klasik dan kontemporer sepakat

bahwa penetapan hukum melalui Qiyas bukanlah penetapan hukum yang

utama sebagaimana seperti Alquran, melainkan hanya menyingkap dan

menjelaskan hukum saja. Penyingkapan yang dimaksud dilakukan melalui

penelitian terhadap illat yang terdapat pada asal dan cabang. Misalnya, untuk

mengetahui hukum minuman bir, dapat dilakukan melalui penelitian terhadap

kandungannya. Kalau ternyata terdapat zat yang memabukan, maka hukum

meminum khamr, yaitu haram, sebab terdapat kesamaan „illat diantara

keduannya, yaitu memabukan.

B. Syarat- Syarat hukum

Hukum adalah ketentuan seperti perintah dan larangan yang

dikeluarkan oleh al qur‟an sunnah, dan ijma‟ dan qiyas berusaha

memperluasnya kepada kasus yang baru agar menjadi dasar yang sah

dari qiyas hukum harus memenuhi syarat berikut: 2

a. Ia harus merupakan ketentuan syar‟i yang bersifat praktis,

qiyas hanya dapat diusahakan apabila ada hukum dalam

sumber-sumber.

b. Hukum itu harus berlaku, berarti ia tidak dihapus jadi validasi

hukum yang akan diperluas dengan qiyas tidak boleh menjadi

masalah yang diperselisihkan.

c. Hukum itu harus rasional, dalam pengertiannya bahwaakal

manusia mampu memahami alasan atau sebab penerapannya

atau ilatnya telah ditentukan secara jelas didalam nash.

d. Syarat dari hukum bahwa ia tidak dibatasi oleh situasi

keadaaan tertentu.

2 Muhammad Hashim Kamali. Prinsip dan Teori-teori Hukum Islam (Ushul al-fiqh). Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. 1996. Hlm. 262-265.

Page 4: BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

4

e. Hukum nash tidak mMenunjukkan adanya penyimpangan dari

ketentuaan umum qiyas.

C. Rukun Qiyas

Dari pengertian qiyas yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan

bahwa unsure pokok (rukun) qiyas terdiri atas empat unsur, yaitu :3

a. Ashl (pokok), yaitu suatu peristiwa yang sudah ada nash-nya yang

dijadikan tempat mengqiyaskan. Ini berdasarkan pengertian ashl menurut

fuqoha. Sedangkan ashl menurut hukum teologi adalah suatu nashsyara’

yang menunjukan ketentuan hukum, dengan kata lain, suatu nash yang

menjadikan dasar hukum.

b. Far’u (cabang) yaitu peristiwa yang belum ada nashnya. Far’u itulah

yang dikehendaki untuk disamakan hukumnya dengan ashl.

c. Hukum ashl yaitu hukum syara‟ yang ditetapkan oleh suatu nash.

d. Illat’yaitu suatu sifat yang terdapat pada ashl. Dengan adanya sifat itulah,

ashl mempunyai suatu hukum dan dengan sifat itu pula terdapat cabang,

sehingga hukum cabang itu disamakanlah dengan hukum ashl.

D. Macam-macam Qiyas

Pembagian Qiyas dapat dilakukan dengan melihat beberapa aspek

yang terdapat didalamnya, antara lain :4

a. Dari segi kekuatan „illat yang terdapat pada ashl dan cabang, qiyas dibagi

menjadi tiga, yaitu :

1) Qiyas Aulawi, yaitu qiyas dimana illat yang terdapat pada far‟u lebih

kuat disbanding kan illat yang terdapat pada Ashl, seperti

mengqiyaskan keharaman memukul orang tua dengan keharaman

3Rachmat Syafi‟i. Ilmu ushul fiqih. Bandung: CV Pustaka setia. 2010. Hlm. 87-88

4Suwarjin. Ushul fiqih. Yogyakarta: Teras. 2012. hlm 77-78

Page 5: BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

5

berkata „ahh dan membentak‟ kepadanya. Seperti pada surat al-Israa

ayat 23.

.Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan

menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu

bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara

keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam

pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan

kepada keduanya Perkataan "ahh" dan janganlah kamu membentak

mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia”.

Illatnya adalah sama-sama menyakitkan. Tetapi pada kasus memukul

orang tua illat (menyakitkannya) lebih kuat di banding illat

(menyakitkannya) pada kasus berkata „ahh‟.

2) Qiyas Musawi, yaitu qiyas dimana illat hukum yang terdapat pada

far‟u sama kuatnya dengan illat yang terdapat pada ashl. misalnya,

mengqiyaskan keharaman membakar harta anak yatim dengan

keharaman memakan harta anak yatim. Seperti pada surat an-Nisaa

ayat 2.

Page 6: BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

6

Artinya : “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah

balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang

buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu.

Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu,

adalah dosa yang besar”. Illat hukum pada kedua kasus ini sama

jenisnya, yaitu sama-sama memusnahkan harta anak yatim dan sama

kuatnya.

3) Qiyas Adna, yaitu qiyas dimana illat yang terdapat pada far‟u lebih

lemah di bandingkan illat yang terdapat pada ashl. Misalnya, meng-

qiyas-kan apel kepada gandum dalam menetapkan berlakunya riba

fadhli dalam hal tukar menukar barang sejenis. illatnya adalah sama-

sama makanan.

b. Dari segi kejelasan illat, qiyas dibagi menjadi dua, yaitu :

1) Qiyas Jali, yaitu qiyas yang illat hukumnya ditetapkan di dalam nash

bersamaan dengan penetapan hukum pada ashl atau illat tersebut

tidak ditetapkan di dalam nash, namun titik perbedaan antara ashl dan

far‟u dapat dipastikan tidak ada pengaruhnya. Contoh bentuk pertama

seperti mengqiyaskan memukul orang tua dengan perkataan „ahh‟.

Sedangkan bentuk kedua seperti mngqiyasakan perempuan kepada

laki-laki dalam hal kebolehan mengqoshor saat dalam perjalanan.

Karena, meskipun terdapat perbedaan jenis kelamin namun

perbedaan tersebut dapat dikesampingkan. Qiyas Jali meliputi qiyas

Aulawi dan qiyas Musawi.

2) Qiyas Khafi, yaitu qiyas yang illat hukumnya tidak disebutkan di

dalam nash, tetapi di nisbatkan dari hukum ashl yang memungkinkan

kedudukan „illatnya bersifat zhonni. Misalnya, mengqiyaskan

pembunuhan dengan benda berat kepada pembunuhan dengan benda

tajam secara melawan hukum. illat ini lebih jelas kedudukannya pada

Page 7: BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

7

ashl dibandingkan kedudukan pada far‟u. yang termasuk qiyas Khafi

adalah qiyas Adna.

Untuk lebih paham tentang penerapan tentang qiyas tentu harus lebih di

tambah contoh-contoh penerapanya. Berikut contoh qiyas syara‟ dan

qiyas buatan :5

1. Minum khamar adalah suatu peristiwa yang hukumnya telah

ditetapkan dengan nash, yaitu haram. Ditunjukan oleh

firmanAllah Swt dalam surat Al-Maidah ayat 90.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya

(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,

mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan

syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu

mendapat keberuntungan”. Dengan illat memabukkan. Maka

semua hasil perasan (minuman) yang mempunyai illat

memabukan, hukumnya disamakan dengan khamar dan haram

diminum.

2. Pembunuhan ahli waris terhadap yang mewariskan adalah

peristiwa yang hukumnya telah ditetapkan dengan nash, yaitu

5 Abdul Wahhab khallaf. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta : Pustaka Amani. 2003. hlm. 65-67

Page 8: BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

8

terhalangnya si pembunuh untuk mendapatkan hak waris.

Ditunujkan oleh sabda nabi SAW.

يرث القلال

“ seorang pembunuh tidak dapat harta warisan (dari yang

dibunuh), dengan illat bahwa pembunuhan itu memajukan

sesuatu sebelum waktunya, maka tujuan itu ditolak dan dihukum

dengan tidak mendapat bagian waris. Pembunuhan pemberi

wasiat oleh yang menerima wasiat memiliki illat ini, sehingga

hukumnya disamakan dengan pembunuhan yang mewariskan

oleh ahli waris, dan pembunuhan (penerima wasiat) tidak

mendapat bagian yang diwasiatkan dari orang yang bewasiat.

3. Jual beli pada saat adzan hari jum‟at adalah peristiwa yang

hukumnya ditetapkan dengan nash, yaitu makruh. Ditunjukan

oleh firman Allah swt dalam surat Al-jumuah ayat 9.

Artinya : “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk

menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada

mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu

lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. karena ada illat

kesibukan yang melupakan shalat. Sewa menyewa, gadai, atau

akad muamalah apa saja pada saat adzan shalat jum‟at memiliki

illat ini, yaitu kesibukan yang melupakan shalat, maka hukum

Page 9: BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

9

akad-akad tersebut disamakan dengan jual beli dan makruh

dilakukan pada saat adzan shalat.

Page 10: BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

10

Menurut analisis kami, qiyas itu merupakan sumber hukum yang keempat

setelah al-quran sunnah dan ijma. Qiyas ini merupakan salah satu cara penalaran

hukum. Dan kegunaan qiyas disini adalah menerangkan sesuatu hukum yang tidak

ada nashnya dalam al-quran dan hadist dengan cara membandingkan sesuatu hukum

berdasarkan nash.

Dan al-qiyas juga menempati urutan keempat antara hujjah syar‟iyyah apabila

tidak dijumpai hukum atas kejadian berdasarkan nash atau ijma. Kemudian

disamping itu qiyas juga harus memiliki syarat-syarat dan rukun-rukun. Oleh

karenannya qiyas harus memiliki kesamaan illat antara satu peristiwa kejadian

dengan kejadian yang ada nashnya.

Qiyas memiliki empat rukun yang terdiri dari :

a) Al-ashl ialah sesuatu hukumnya yang terdapat dalam nash

b) Al-far‟u ialah hukum yang tidak terdapat didalam nash

c) Hukum al-ashl‟ ialah hukum syara‟ yang terdapat nashnya

menurut asal, cabang lalu kemudian disamakan dengan asal

hukumnya.

Dan dari setiap rukun tersebut memiliki juga syarat-syarat :

a) Ashal dan fara ialah kejadian peristiwa pertama yang memiliki

dasar nash, dan karena itu telah ditetapkan hukumnya.

b) Hukum ashl ialah harus memiliki syarat hukum syara‟ yang

telah ditetapkan hukumnya berdasar nash. Dan hukum ashal

itu adalah illat yang dapat dicapai akal, dan ashal juga

merupakan hukum pengecualian yang berlaku kusus untuk satu

peristiwa dan kejadian tertentu.

c) Illat ialah sifat yang ada pada ashal yang menjadikan dasar

untuk menetapkan hukum asha.

Page 11: BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

11

BAB III

PENUTUP

Page 12: BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

12

A. KESIMPULAN

Setelah pembahasan diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa qiyas

merupakan ukuran dan megetahui ukuran sesuatu, atau sama dengan menyamakan

sesuatu dengan yang lain. Sedangkan qiyas menurut istilah adalah bukanlah

merupakan penetapan hukum dari awal sebagaimana nash, melainkan hanya

menyingkap dan menjelaskan hukum saja. Kemudian terjadi perbedaan pendapat

tentang kebolehan menggunakan qiyas. Hal ini dikarenakan terjadi perbedaan

pendapat diantara para ulama manzab fiqh. Tentu qiyas dapat dijadikan alat untuk

menentuka hukum yang belum diketahui menurut Iman Syafi‟i. Melalui beberapa

langkah sehingga suatu permasalahan dapat ditemukan hukumnya untuk

kemaslahatan umat.

Daftar Pustaka

Page 13: BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang

13

Syafe‟i, Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia.

Kamali, Muhammad Hashim. 1996. Prinsip dan Teori-teori Hukum Islam (Ushul al-

Fiqh). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Khallaf, Abdul Wahhab. 2003. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Pustaka Amani.

Suwarjin. 2012. Ushul Fiqh. Yogyakarta: Teras.