Upload
truongtuyen
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin bertambahnya jumlah penduduk di dunia ini dan semakin terbatasnya
sumber daya alam yang tersedia membuat persaingan di dunia ini semakin ketat. Banyak
perusahaan-perusahaan di dunia ini saling bersaing satu dengan lainnya. Hal ini
membuat perusahaan-perusahaan di masa kini harus waspada terhadap lingkungan
sekitarnya, serta dapat mengambil langkah yang tepat dalam mengatur strategi agar tidak
menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Untuk dapat menyusun strategi yang baik, para
pelaku bisnis dan eksekutif harus memiliki wawasan yang luas akan dunia bisnis dan
ekonomi. Salah satu konsep yang sedang berkembang pesat di dunia bisnis saat ini
adalah konsep mengenai Corporate Social Responsibility.
Corporate Social Responsibility atau yang biasa kita kenal dengan CSR memiliki
definisi dan arti yang luas. CSR pertama kali digunakan sebagai “Social Responsibility
of Businessmen” (H. Bowen, 1953). Tanpa disadari, CSR telah berkembang terus dan
telah diimplementasikan di berbagai tempat dengan peraturan-peraturan tertentu
ditempat CSR tersebut diterapkan. Meskipun CSR memiliki banyak definisi, salah satu
pengertian CSR secara lengkap adalah suatu konsep dimana perusahaan atau entitas
berlaku secara etis terhadap karyawan-karyawannya sebagai bagian dari CSR dalam
(internal CSR), dan kepada para pemangku kepentingan baik di dalam maupun di luar
2
perusahaan atau entitas tersebut yang mana masih memberikan kontribusi secara
langsung ataupun tidak langsung terhadap perusahaan atau entitas itu. Para pemangku
kepentingan yang dimaksud dapat meliputi: suplier, pemerintah, komunitas sosial,
lingkungan sekitar, dan lain sebagainya yang baik secara langsung maupun tidak
langsung memberikan kontribusi kepada perusahaan atau entitas. Apabila diterapkan
dengan baik, CSR dapat meningkatkan nilai perusahaan dan menghasilkan standar
kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat sekitar.
Dalam beberapa dekade belakangan ini, CSR tengah menjadi perbincangan yang
hangat di berbagai daerah di seluruh dunia. Hal ini dipicu oleh pemahaman dari para
pelaku bisnis dan juga eksekutif akan pentingnya menerapkan CSR di dalam suatu
perusahaan atau entitas. Menurut UN Global Compact – Accenture CEO Study (2010),
93% dari 766 partisipan yang mana adalah CEO dari seluruh dunia telah menyatakan
bahwa CSR merupakan faktor yang penting dan sangat penting bagi kesuksesan
perusahaan di masa yang akan datang. Adapun, survei yang dilakukan oleh Edelman
terhadap 5.000 orang konsumen menyatakan bahwa 2/3 dari mereka setuju akan
pentingnya transparansi dan bisnis yang jujur dalam membangun reputasi perusahaan.
Berkembangnya pemahaman akan pentingnya CSR ini dikarenakan sering munculnya
skandal-skandal di berbagai perusahaan di seluruh dunia pada tahun-tahun belakangan
ini yang mana berdampak pada kelangsungan hidup perusahaan dan aspek-aspek lainnya
seperti: kesulitan mendapatkan dana, keuntungan yang menurun, pelanggan berkurang,
dan lain sebagainya.
Di Indonesia sendiri, CSR telah menjadi topik yang sering dibicarakan di
kalangan para pelaku bisnis dan eksekutif. Pentingnya CSR di Indonesia telah
3
dibuktikan dengan disahkannya Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) nomor 40
tahun 2007. Pelanggaran terhadap CSR dapat menimbulkan efek yang sangat negatif
bagi perusahaan, yakni protes keras dari berbagai kalangan dan pemangku kepentingan
yang mana pada akhirnya dapat berdampak pada ancaman bagi kelangsungan hidup
perusahaan. Sebagai contoh, kasus yang baru-baru ini terjadi, dimana diberitakan bahwa
PT Silva Inhutani melakukan pelanggaran terhadap CSR yang meliputi: pembiaran
pembuangan limbah di hutan, tidak melakukan kewajiban penanaman 5% tanaman
kehidupan dengan pola kemitraan, dan tidak menjalankan program untuk CSR. Hal ini
menyebabkan adanya protes keras dari berbagai kalangan sosial dan juga pemangku
kepentingan dari PT Silva Inhutani yang mana dapat mengancam kelangsungan hidup
perusahaan dimana perusahaan akan menderita kerugian yang sangat besar karenanya.
Dengan adanya UUPT nomor 40 tahun 2007, CSR kini telah banyak
dipraktikkan di banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia terutama pada perusahaan-
perusahaan terbuka. Pada umumnya, orang-orang berpikir bahwa praktik CSR yang
dilakukan oleh banyak perusahaan tersebut bertujuan untuk menjaga kelangsungan
hidup perusahaan. Hal ini terkadang membuat para pelaku bisnis dan eksekutif bertanya-
tanya, apakah potensi CSR hanya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan.
Banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang muncul akan seberapa pentingnya CSR
membuat banyak peneliti telah melakukan penelitian untuk meneliti tentang CSR.
Menariknya topik tentang CSR ini membuat banyak orang rela mendedikasikan hidup
mereka untuk CSR. Hal ini pun telah dilakukan di Indonesia dimana hasil-hasil karya
dari para peneliti CSR di Indonesia dapat diakses melalui internet dengan nama CSR
Indonesia. Salah satu contoh dari hasil pengembangan CSR di Indonesia adalah hasil
4
karya dari Hendeberg Simon dan Lindgren Fredrik (2009) yang meneliti tentang fungsi
CSR sebagai alat manajerial bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Adapun, berdasarakan hasil-hasil penelitian tentang CSR sebelumnya telah
menjawab bahwa fungsi dari CSR tidaklah hanya untuk menjaga kelangsungan hidup
perusahaan, melainkan ada banyak pengaruh lainnya yang dapat dihasilkan dari
pelaksanaan CSR bagi perusahaan atau entitas. Hasil-hasil dari penelitianpun beragam
dimana beberapa diantaranya berpendapat bahwa CSR adalah kewajiban bagi setiap
entitas bisnis dan beberapa lagi berpendapat bahwa penggunaan CSR itu tidak
diwajibkan dan porsinya tergantung dari masing-masing entitas. Beberapa peneliti juga
mengatakan bahwa CSR sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan dan
memaksimalkan profit. Meskipun demikian, penelitian tidak berhenti hanya pada untuk
mengetahui hubungan antara CSR dengan kelangsungan hidup perusahaan dan
profitabilitas. beberapa penelitian kini telah dikembangkan dimana para peneliti telah
mencoba meneliti dampak-dampak dari penerapan CSR terhadap aspek-aspek tertentu
yang berperan penting bagi perusahaan, seperti: penciptaan nilai, pertumbuhan
berkelanjutan, investasi, biaya modal, dan lain sebagainya yang memberikan dampak
penting bagi perusahaan atau entitas. Salah satu aspek yang sangat penting adalah aspek
investasi. Aspek ini penting karena dapat mempengaruhi kinerja dan pertumbuhan
perusahaan. Untuk melakukan investasi, perlu adanya dana. Dengan adanya dana yang
cukup, perusahaan dapat menginvestasikan dananya tersebut untuk keperluan
pengembangan perusahaan, dan cenderung tidak akan menyia-nyiakan kesempatan
investasi yang menguntungkan dikarenakan tidak adanya dana yang cukup.
5
Adanya keterbatasan dana pada umumnya disebabkan karena kurangnya profit
dimana biaya yang dikeluarkan tidak efisien, dan kesulitan memperoleh dana dari pihak
luar seperti: pinjaman dan hasil menjual saham. Terbatasnya dana membuat perusahaan
atau entitas tidak dapat mendanai kesempatan-kesempatan investasi yang ada.
Pentingnya ketersediaan dana bagi suatu perusahaan membuat para peneliti di bidang
CSR melakukan penelitian untuk mencari hubungan antara CSR dengan akses
pendanaan. Hasilnya, mereka menemukan bahwa ada hubungan yang kuat antara CSR
dengan akses pendanaan. Tidak hanya itu, mereka juga menemukan adanya dampak
terhadap penurunan biaya modal saham (cost of equity) yang dimana juga berpengaruh
terhadap akses untuk pendanaan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, akan dibuat penelitian dengan judul ANALISIS
PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP BIAYA ATAS
MODAL SAHAM DAN DAMPAKNYA TERHADAP KETERBATASAN MODAL.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam beberapa dekade belakangan ini, orang-orang di seluruh dunia telah
mempelajari dan mendiskusikan kegunaan CSR dengan tujuan utama yang sama, yaitu:
untuk menemukan jawaban yang dapat diterima oleh masyarakat luas. Dari banyak
aspek dan pengaruh dari CSR, thesis ini secara khusus akan mendiskusikan pengaruh
CSR terhadap akses pendanaan di dalam entitas atau perusahaan. Untuk memperoleh
akses pendanaan yang baik, suatu perusahaan harus memiliki keterbatasan modal yang
rendah.
6
Dalam penelitian ini, variabel CSR dibagi ke dalam dua sub variabel, yaitu:
ikatan para pemangku kepentingan (stakeholders engagement) dan pengungkapan CSR
(CSR disclosure). Ikatan para pemangku kepentingan akan dikaitkan dengan biaya agen
(agency cost) dan pengungkapan CSR akan dikaitkan dengan ketidaksamaan informasi
(information asymmetry). Cakupan yang dibahas di dalam penelitian ini adalah:
mengenai pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap keterbatasan modal
(capital constraint) dan biaya atas modal saham (cost of equity), serta pengaruh dari
biaya atas modal saham terhadap keterbatasan modal itu sendiri. Dengan demikian,
biaya atas modal saham harus diuji terlebih dahulu apakah dapat menjadi variabel
mediasi (intervening). Berikut ini adalah rumusan masalah pada penelitian ini:
1. Apakah ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh terhadap biaya atas
modal saham,
2. Apakah pengungkapan CSR berpengaruh terhadap biaya atas modal saham,
3. Bagaimana ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR
berpengaruh terhadap biaya atas modal saham secara bersama-sama.
4. Apakah biaya atas modal saham merupakan variabel mediasi (intervening)
antara ikatan para pemangku kepentingan terhadap keterbatasan modal dan
pengungkapan CSR terhadap keterbatasan modal,
5. Apakah ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh terhadap
keterbatasaan modal,
6. Apakah pengungkapan CSR berpengaruh terhadap keterbatasaan modal,
7. Apakah biaya atas modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal,
7
8. Bagaimana ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan
biaya atas modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara
bersama-sama,
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada rumusan masalah sebelumnya, maka yang menjadi
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari CSR yang dilihat dari
dua sub variabel, yaitu: ikatan para pemangku kepentingan (stakeholders engagement)
dan pengungkapan CSR (CSR disclosure) terhadap akses pendanaan yang dilihat dari
sub variable keterbatasan modal dan biaya atas modal saham, serta pengaruh dari biaya
atas modal saham terhadap keterbatasan modal itu sendiri.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis
maupun praktis, yang mana adalah sebagai berikut:
- Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi
maupun masyarakat umum lainnya. Secara umum, penelitian ini menghasilkan
8
pandangan baru terhadap CSR dan juga memberi manfaat guna menambah pengetahuan
ilmu manajemen di Indonesia khususnya di bidang CSR.
Bagi penulis, hasil dari penelitian ini dapat memuaskan keinginan untuk
menjawab pertanyaan apakah CSR mempunyai pengaruh terhadap akses pendanaan.
- Manfaat praktis
Dari sisi perusahaan, hasil dari disertasi ini dapat membantu mengurangi risiko
kesempatan (opportunity risk) yang dikarenakan kurangnya dana untuk melakukan
investasi. Perusahaan diharapkan dapat menjalankan CSR dengan baik sehingga dapat
menghasilkan laporan CSR yang baik juga guna memperkecil risiko kesempatan.
Penelitian ini memberikan pengetahuan bagi para pelaku bisnis dan pemangku
kepentingan di dalam suatu perusahaan untuk dapat mengetahui bahwa CSR yang
dijalankan dengan baik dapat mempererat hubungan di antara para pemegang saham
perusahaan (shareholders) dengan pemangku-pemangku kepentingan (stakeholders) nya,
dimana secara tidak langsung, hasil dari hubungan yang erat tersebut dapat
meningkatkan ketersediaan dana bagi perusahaan.
Para pelaku bisnis dan juga pemangku kepentingan dari suatu perusahaan atau
entitas dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai informasi tambahan untuk
memahami pengaruh CSR terhadap akses pendanaan dan biaya atas modal sahamnya.
Mereka dapat belajar dari hasil penelitian ini dan mengerti akan pentingnya CSR serta
pengaruh-pengaruh yang dihasilkannya bagi ketersediaan dana perusahaan.
Bagi para pihak-pihak yang tergabung di dalam manajemen suatu perusahaan
atau entitas dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dalam mengambil
10
BAB II
TELAAH KEPUSTAKAAN
2.1 Keterbatasan Modal
Berkembangnya persaingan yang semakin ketat di dunia ini membuat
perusahaan-perusahaan di masa kini seringkali mengalami keterbatasan modal (capital
constraint). Seiring banyaknya isu mengenai keterbatasan modal, perlu ada definisi yang
jelas mengenai apa yang dimaksud dengan keterbatasan modal. Berikut ini adalah
definisi keterbatasan modal menurut Riskin Hidayat: “capital constraints adalah
keterbatasan perusahaan dalam mendapatkan modal dari sumber-sumber pendanaan
yang tersedia untuk berinvestasi” (Riskin Hidayat, 2010:460). Adapun, keterbatasan
modal meliputi: ketidakmampuan untuk berutang, ketidakmampuan untuk mengisu
saham, ketergantungan terhadap pinjaman bank, dan aktiva yang tidak likuid. (Lamont
et al., 2001).
Pada umumnya, perusahaan-perusahaan selalu membuat strategi investasi
dengan tujuan untuk memperoleh kinerja yang unggul (superior performance).
Kemampuan untuk mendanai investasi-investasi dari strategi tersebut berkaitan dengan
keterbatasan-keterbatasan modal (capital constraints) yang dihadapi oleh masing-
masing perusahaan.
11
Mankiw dalam buku Macroeconomicsnya mengatakan, “In neoclassical
economics, the investment function is derived from the firm's profit-maximizing
optimization and postulates that investment depends on the marginal productivity of
capital, interest rate, and tax rules” (Mankiw, 2009). Teori ini menunjukkan bahwa
produktivitas marginal dari modal (marginal productivity of capital) merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap investasi. Teori tersebut menunjukkan bahwa
keterbatasan modal sangat penting bagi akses pendanaan. Bukti lain yang menunjukkan
bahwa keterbatasan modal mempunyai pengaruh terhadap akses pendanaan investasi
adalah hasil penelitian dari Sri Sofyaningsih (2011) yang menyatakan bahwa
implementasi keputusan investasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dana perusahaan
yang berasal dari sumber pendanaan internal (internal financing) dan sumber pendanaan
eksternal (external financing). Hubbard dalam Journal of Economic Literature juga
mengatakan bahwa Perusahaan-perusahaan yang mengalami keterbatasan modal
cenderung untuk menghilangkan investasi dari aktivitas-aktivitas strategis (Hubbard,
1998 dalam Campello et al., 2010), termasuk investasi dalam persediaan barang dagang
(Carpenter et al., 1998), dan inventasi dalam aktivitas research and development
(Himmelberg dan Petersen, 1994; Hall dan Lerner, 2010).
Dari teori-teori mengenai hubungan antara keterbatasan modal dengan
kemampuan investasi dapat disimpulkan bahwa keterbatasan modal dapat memperkecil
bahkan menghilangkan kesempatan untuk melakukan investasi. Oleh karena itu,
alangkah baiknya jika suatu perusahaan dapat mengatasi masalah keterbatasan modal.
Beberapa peneliti baru-baru ini banyak meneliti untuk mencari tahu bagaimana
cara mengatasi masalah keterbatasan modal. Salah satu dari berbagai konsep yang
12
dihasilkan mengacu pada CSR. CSR dikatakan dapat mengatasi masalah keterbatasan
modal. Hal ini dibuktikan dalam beberapa hasil penelitian dimana salah satunya adalah
hasil penelitian dari Beiting Cheng et al. (2011) yang berjudul Corporate Social
Responsibility and Access To Finance. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa
pelaksanaan CSR dengan dua sub variabelnya, yaitu: ikatan para pemangku kepentingan
dan pengungkapan CSR dapat memperkecil keterbatasan modal.
Menurut hasil penelitian dari Kaplan dan Zingales (1997), keterbatasan modal
dapat dihitung dari rasio cash flow, dividen, Tobin’s Q, cash holding, dan leverage
(Lamont et al., 2001).
Rasio cash flow dan cash holding yang tinggi mengisyaratkan bahwa perusahaan
tersebut memiliki keterbatasan modal yang rendah karena adanya ketersediaan dana
yang lebih untuk mendanai proyek-proyek baru (Baker et.al, 2003). Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa cash flow dan cash holding berpengaruh negatif terhadap
keterbatasan modal
Tobin’s Q adalah rasio harga pasar perusahaan terhadap ekuitas, yang mana juga
sering disebut market to book value. Perusahaan yang memiliki rasio dividen yang tinggi
dan market to book value yang rendah mengisyaratkan bahwa perusahaan tersebut tidak
memiliki banyak kesempatan untuk melakukan pengembangan dan investasi lagi, yang
mana berarti perusahaan tersebut tidak memerlukan banyak dana (Lamont et al., 2001).
Rasio market to book yang rendah menunjukkan bahwa market value (nilai di pasar)
lebih rendah dari book value (nilai buku perusahaan). Apabila market value lebih kecil
dari book value suatu perusahaan, harga saham dari perusahaan itu akan undervalued
13
(murah). Dalam keadaan undervalued, para investor akan cenderung membeli saham
tersebut (Sukamulja, 2005). Tingkat pembayaran dividen yang tinggi mengisyaratkan
pendapatan perusahaan yang tinggi juga (Chan et al., 1996). Oleh karena itu, perusahaan
yang mempunyai rasio market to book value rendah dan tingkat pembayaran dividen
yang tinggi cenderung memiliki banyak dana. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa Tobin’s Q berpengaruh positif terhadap keterbatasan modal dan pembayaran
dividen berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal.
Leverage adalah tingkat penggunaan utang, yang mana biasa dihitung dengan
rumus debt to total capital (utang dibagi modal). Adapun, perusahaan yang memiliki
debt to total capital yang tinggi cenderung mengalami kesulitan untuk memperoleh
utang karena kemungkinan untuk tidak melunasi utangnya tinggi (Baker et al., 2003).
Hal ini menyebabkan akses pendanaan menjadi terbatas. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap keterbatasan modal.
Owen Lamont dan kawan-kawannya melakukan penelitian yang berjudul
“Financial Constraints and Stock Returns” pada tahun 2001 dan berhasil menemukan
persamaan untuk mengukur keterbatasan modal bedasarkan teori yang dikemukakan
oleh Kaplan dan Zingales (1997). Persamaan tersebut diberi nama KZ Index.
Persamaan yang dikemukakan oleh Lamont dan kawan-kawannya sesuai dengan
teori-teori keterbatasan modal lainnya yang mana mengatakan bahwa cash flow, cash
holding, dan Tobin’s Q berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal. Dapat terlihat
dalam persamaan KZ Index yang dikemukakan oleh Lamont, indikator cash flow, cash
holding, dan Tobin’s Q mempunyai tanda negatif. Sedangkan untuk leverage dan
14
dividen, pengaruhnya positif terhadap keterbatasan modal. Dapat dilihat dalam
persamaan KZ Index, indikator leverage dan dividen mempunyai tanda positif.
2.2 Biaya Atas Modal Saham
Berbicara mengenai aktivitas pendanaan di suatu perusahaan pastinya tidak lepas
dari adanya biaya modal. Biaya modal pertama kali dikemukakan oleh Modigliani dan
Miler dimana mereka menjelaskan biaya modal sebagai biaya yang dikeluarkan untuk
membiayai sumber pendanaan (source of financing) (Modigliani dan Miler, 1958 dalam
Berlingeri, 2006). Menurut Sartono (2000), biaya modal adalah tingkat pengembalian
yang disyaratkan (required rate of return) oleh penggunaan modal untuk suatu investasi.
Biaya modal sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu: biaya modal atas utang (cost of
debt) dan biaya modal atas saham (cost of equity). Adapun, biaya atas modal saham
memiliki definisi sama seperti biaya modal yang mana sumber dananya lebih di
khususkan dari saham saja. Menurut Damodaran (2006), biaya atas modal saham
merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh para investor terhadap dana
yang mereka investasikan di suatu perusahaan. Salah satu pendekatan yang banyak
dipergunakan untuk melakukan estimasi cost of equity adalah dengan menggunakan
CAPM (Capital Asset Pricing Model).
Pada umumnya, perusahaan cenderung menginginkan biaya modal yang rendah.
Dalam kaitannya dengan biaya modal yang rendah, pelaksanaan CSR dapat membantu
mengurangi biaya atas modal saham (Dhaliwal et al., 2011). Botosan (1997) dalam
literaturnya pernah mengemukakan bahwa pengurangan biaya atas modal saham dapat
15
terjadi karena adanya pengurangan pada masalah keagenan (agency cost) dan informasi
(information asymmetry). Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ghoul et al. (2011)
memperjelas bahwa CSR mempunyai pengaruh terhadap biaya atas modal saham
dimana pelaksanaan CSR yang baik dapat memperkecil biaya atas modal saham.
2.3 Corporate Social Responsibility
Corporate Social Responsibility (CSR) sudah dikenal masyarakat sejak lama.
Meskipun saat itu namanya belum dikenal dengan sebutan CSR, namun masyarakat
sudah mulai mengenal akan pentingnya tanggung jawab social perusahaan. Rachel
Carson (1962) dalam bukunya “The Silent Spring”, memaparkan kepada dunia tentang
kerusakan lingkungan dan kehidupan yang diakibatkan oleh racun peptisida yang
mematikan. Paparan yang disampaikan Rachel dalam bukunya tersebut menggugah
kesadaran banyak pihak bahwa tingkah laku korporasi harus diluruskan sebelum menuju
kehancuran bersama (Carson, 2000). Dari sinilah, CSR pun mulai diagungkan.
Di era 1970-an, CSR mulai berkembang. Banyak ahli dan profesor mulai menulis
buku tentang pentingnya tanggung jawab social perusahaan di samping kegiatan-
kegiatan yang hanya bertujuan untuk mengeruk ketuntungan. Salah satu tulisan
terkemuka tentang CSR adalah hasil karya Milton Friedman tentang bentuk tunggal
tanggung jawab social dari kegiatan bisnis. Dari sini, konsep CSR terus berkembang dan
semakin diperjelas oleh James Collins dan Jerry Porras (1994). Dalam bukunya yang
berjudul “Built to Last: Successful Habits of Visionary Companies”, mereka
menyampaikan bukti bahwa perusahaan yang terus hidup adalah yang tidak semata
16
mencetak limpahan uang saja, tetapi perusahaan yang sangat peduli dengan lingkungan
social dan turut andil dalam menjaga keberlangsungan lingkungan hidup.
Banyaknya penelitian tentang CSR yang semakin berkembang membuat CSR
banyak diaplikasikan ke dalam berbagai konsep. Salah satu konsep CSR yang sangat
populer adalah konsep yang dipaparkan oleh John Elkington (1997) lewat bukunya yang
berjudul “Cannibals with Fork, the Triple Botom Line of Twentieth Century Business”.
Dalam bukunya ini, Elkington mengatakan bahwa perusahaan harus memperhatikan 3P
agar dapat terus berkembang di masa yang akan datang. 3P tersebut terdiri dari:
- Keuntungan (profit)
Profit merupakan unsur yang penting yang kerap kali menjadi tujuan utama dari
perusahaan. Dalam kaitannya dengan CSR, arti profit lebih dari sekedar
keuntungan. Profit di sini berarti menciptakan perdagangan yang adil (fair trade)
dan perdagangan yang beretika (ethical trade) dalam berbisnis.
- Masyarakat (people)
Suatu entitas harus dapat menyadari bahwa masyarakat sekitar merupakan
pemangku kepentingan yang penting. Kelangsungan hidup dan perkembangan
suatu entitas sering kali tidak lepas dari pengaruh masyarakat sekitarnya. Oleh
karena itu, sangat penting bagi suatu entitas untuk dapat menyertakan tanggung
jawab akan masyarakat sekitarnya dalam beroperasi.
- Lingkungan (planet)
Sering kali, suatu entitas kurang memperhatikan lingkungan sekitarnya karena
tidak ada manfaatnya secara langsung. Namun, pada kenyataannya ada terdapat
hubungan sebab akibat antara suatu individu atau entitas dengan lingkungannya.
17
Jika kita merawat lingkungan, maka lingkungan akan memberikan manfaat bagi
kita. Dengan demikian, jika suatu entitas peduli terhadap peningkatan labanya,
maka entitas tersebut harus memperhatikan lingkungan sekitarnya.
Definisi CSR menurut World Council of Sustainable Development dalam Kodrat
(2008) adalah komitmen berkelanjutan perusahaan untuk berperilaku secara etis dan
memberikan kontribusi pada pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup
di tempat kerja, keluarga, komunitas lokal, dan masyarakat yang lebih luas. ISO 26000
mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-
dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatan pada masyarakat dan
lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan
dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat (Suharto, 2008).
Chih Hung Chen (2011) dalam penelitiannya baru-baru ini yang berjudul “The
Major Components of Corporate Social Responsibility” juga menambahkan bahwa ada
empat komponen utama dari CSR, yang mana adalah: akuntabilitas, transparansi,
kompetitif, dan tanggung jawab. Apabila suatu perusahaan telah memenuhi empat
komponen utama dari CSR yang tersebut sebelumnya, berarti perusahaan tersebut telah
menjalankan CSR dengan baik. Perusahaan dengan performa CSR yang baik pasti
memiliki akuntabilitas dan tanggung jawab yang baik juga. Kedua hal tersebut dapat
dilihat dari ikatan para pemangku kepentingannya (stakeholders engagement).
Pelaksanaan CSR yang baik identik dengan ikatan para pemangku kepentingan yang
kuat, dimana didasari oleh kepercayaan untuk saling menguntungkan dan saling bekerja
18
sama (Jones, 1995). Menurut European Commission dalam Suharto (2008), CSR adalah
sebuah konsep dimana suatu entitas mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan
lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku
kepentingan berdasarkan prinsip kesukarelaan.
Adapun, sehubungan dengan transparansi yang menjadi salah satu dari empat
komponen utama CSR, Dhaliwal dan rekan (Dhaliwal et al., 2011) dalam penelitiannya
baru-baru ini mengemukakan bahwa perusahaan dengan performa CSR yang baik
cenderung untuk menyingkapkan kegiatan-kegiatan CSR-nya (CSR disclosure) kepada
publik dengan mengisu laporan-laporan sustainabilitas perusahaan tersebut sehubungan
dengan transparansi yang menjadi salah satu dari empat komponen utama CSR.
Menurut Wibisono, ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu
perusahaan yang menjalankan CSR, diantaranya adalah:
- Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan
Perbuatan destruktif dapat menghancurkan atau menurunkan reputasi
perusahaan. Sebaliknya, kontribusi positif dapat mendongkrak reputasi dan
image positif perusahaan.
- Layak mendapatkan social license to operate
Masyarakat sekitar berperan penting bagi perusahaan. Ketika mereka
mendapatkan benefit dari keberadaan perusahaan, maka pasti dengan
sendirinya mereka akan merasa bahwa mereka adalah bagian dari
perusahaan. Sebagai imbalan dari masyarakat, pastinya ada keleluasaan bagi
perusahaan untuk menjalankan roda bisnisnya di wilayah tersebut.
19
- Mereduksi risiko bisnis perusahaan
Dalam mengelola bisnisnya, perusahaan dihadapkan pada satu kewajiban
untuk memenuhi ekspektasi pemangku kepentingannya. Bila perusahaan
gagal memenuhi kewajiban tersebut, maka ada kecenderungan terjadi
ketidakharmonisan diantara perusahaan dengan para pemangku
kepentingannya. Hal tersebut dapat menurunkan kinerja perusahaan. Oleh
karena itu perlu menempuh langkah pencegahan dan antisipasi dengan
menerapkan CSR.
- Melebarkan akses sumber daya
Pada umumnya, apabila suatu perusahaan sudah dikenal akan pelaksanaan
CSR-nya yang baik, pastinya perusahaan tersebut akan selalu menemukan
jalan yang mulus menuju sumber daya yang diperlukan.
- Membentangkan akses menuju pasar (market)
Sudah banyak bukti bahwa masyarakat sudah semakin peduli akan isu sosial
dan lingkungan. Perusahaan yang sudah dikenal melaksanakan CSR dengan
baik, pasti produk-produknya akan disukai oleh para konsumen. Sebaliknya,
para konsumen cenderung tidak suka menggunakan produk dari perusahaan
yang tidak mematuhi aturan dan tidak tanggap terhadap isu sosial dan
lingkungan.
- Mereduksi biaya
CSR secara tidak langsung juga dapat mereduksi biaya. Sebagai contoh,
apabila suatu perusahaan manufaktur memperhatikan pembuangan
limbahnya dengan baik, maka secara tidak langsung perusahaan tersebut
20
telah mencegah timbulnya biaya-biaya seperti ganti rugi yang diminta
masyarakat atas sakit dan lingkungan tempat tinggalnya yang kotor.
- Memperbaiki hubungan dengan para pemangku kepentingan
Implementasi program CSR yang semakin erat kaitannya dengan para
pemangku kepentingan pastinya akan menambah frekuensi komunikasi
antara perusahaan dengan para pemangku kepentingannya. Kondisi seperti
itu dapat meningkatkan kepercayaan (trust) dari para pemangku kepentingan
kepada perusahaannya yang mana dapat meningkatkan kinjera perusahaan
tersebut.
- Memperbaiki hubungan dengan regulator
Perusahaan yang menjalankan CSR dengan baik pada dasarnya telah
meringankan beban dari regulator (pengatur / pembuat peraturan) yang dalam
kaitannya dalam suatu negara adalah pemerintah. Tujuan utama pemerintah
secara tidak langsung adalah sama dengan tujuan CSR, yaitu
mensejahterakan masyarakat dan melestarikan lingkungan.
- Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan
Kesejahteraan dari hasil pelaksanaan CSR pada umumnya sudah jauh
melebihi standar normatif kewajiban perusahaan. Oleh karenanya, wajar bila
karyawan menjadi terpicu untuk meningkatkan kinerjanya.
- Peluang mendapatkan penghargaan
Pada masa-masa ini, semakin banyak masyarakat secara global yang
memperhatikan pelaksanaan CSR. Oleh karena itu, banyak penghargaan baik
dari internasional, nasional, maupun daerah yang ditawarkan bagi pelaksana
CSR.
21
Dari keuntungan-keuntungan pelaksanaan CSR, dapat dilihat bahwa sebenarnya
CSR berpotensi untuk meningkatkan reputasi perusahaan. Perusahaan dengan reputasi
yang baik cenderung lebih mudah untuk mendapatkan dana dan biaya atas dana yang
diperlukan juga cenderung lebih kecil karena banyak investor yang percaya. Adapun,
pelaksanaan CSR juga dapat melebarkan akses perusahaan untuk mendapatkan sumber
daya, serta membuka lebih banyak peluang untuk berinvestasi. Dengan adanya dana
yang cukup dan peluang investasi yang banyak, maka perusahaan akan menjadi lebih
sejahtera. Keuntungan-keuntungan lainnya seperti pengurangan risiko bisnis, perluasan
pangsa pasar, dan peningkatan produktivitas juga dapat membantu meningkatkan
kesejahteraan perusahaan. Demikian, pelaksanaan CSR pada dasarnya bertujuan untuk
mensejahterakan perusahaan yang melaksanakannya, serta membuat perusahaan tersebut
menjadi berkelanjutan (going concern).
2.3.1 Ikatan Para Pemangku Kepentingan
Pengertian pemangku kepentingan (stakeholder) menurut Freeman (1984:46)
dalam Sadorsky (1996) adalah sebagai individu atau kelompok yang dapat
mempengaruhi atau sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan suatu organisasi.
George Steiner dan John Steiner (2003), menambahkan terhadap pengertian pemangku
kepentingan adalah kelompok orang yang memperoleh manfaat atau beban atau yang
disusahkan karena kegiatan perusahaan, lebih lanjut Ann (1998) dalam Word Business
Council for Sustainable Development (2002) yang dikutip oleh Budimanta dari
Indonesia Centre for Sustainable Development (ICSD), pemangku kepentingan adalah
22
kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh aktivitas
korporat.
Dalam kaitannya dengan perusahaan, para pemangku kepentingan dari suatu
perusahaan pasti mempunyai ikatan dengan perusahaannya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Definisi ikatan para pemangku kepentingan (stakeholders
engagement) adalah gambaran hubungan perusahaan dengan lingkungannya dimana
individu atau kelompok yang memiliki kepentingan dapat mempengaruhi atau sangat
mempengaruhi terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Menurut Andriof dan Waddock
(2002) ikatan para pemangku kepentingan diartikan sebagai suatu kolaborasi berbasis
kepercayaan antara para individu dan/atau institusi sosial dengan objektif-objektif
berbeda yang hanya dapat diraih dengan kebersamaan. Dengan demikian, organisasi
perlu untuk mengetahui permintaan dari para pemangku kepentingannya yang mana
dapat dilakukan dengan mencari tahu tentang apakah ada perbedaan kepentingan,
kepedulian, dan ekspektasi dari bermacam-macam kelompok para pemangku
kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan organisasi. Dalam kaitannya
dengan hal-hal tersebut, ikatan para pemangku kepentingan dapat memfasilitasi
organisasi untuk mengenal permintaan-permintaan/keinginan-keinginan dari pada
pemangku kepentingannya (Isenmann dan Kim, 2006). Ikatan (engagement) sendiri juga
berarti pertanggungjawaban organisasi terhadap para pemangku kepentingan dan
memastikan bahwa keputusan-keputusan organisasi didasari oleh pengertian yang penuh
dan akurat dari asprirasi-aspirasi dan kebutuhan-kebutuhan para pemangku
kepentingannya (ISEA, 1999). Oleh karena itu, hubungan atau ikatan di antara
perusahaan dengan para pemangku kepentingannya sangatlah penting.
23
Ikatan para pemangku kepentingan merupakan prasyarat dasar dalam
mengimplementasi CSR (Clement, 2005). Adapun, ikatan para pemangku kepentingan
dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk melibatkan pemangku
kepentingan dalam hal-hal positif (Greenwood, 2007). Ikatan para pemangku
kepentingan dapat dilakukan dengan menjalankan hal-hal sebagai berikut:
- Mencari tahu apa yang dibutuhkan oleh pemangku-pemangku kepentingan yang
memiliki peran besar bagi perusahaan,
- Memasukkan mereka dalam membuat strategi perusahaan, dan
- Memperhatikan tingkat kepuasan mereka.
(Blowfield, 2005)
2.3.2 Pengungkapan CSR
Henriksen dan Van Breda (2000) mengemukakan pengungkapan (disclousure)
diartikan sebagai penjelasan atas suatu laporan keuangan yang dihasilkan dari suatu
proses akuntansi sebagai alat akuntabilitas dalam bentuk informasi, secara lebih luas
adalah peyampaian informasi keuangan yang dapat bersifat wajib (mandatory) atau
yang bersifat sukarela (Voluntary). Mathew dalam Vintila (2013) mendefinisikan
pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan pengungkapan informasi sukarela, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif yang dibuat oleh organisasi untuk
menginformasikan aktivitasnya dimana pengungkapan kuantitatif berupa informasi
keuangan dan non keuangan.
24
Prinsip full disclousure dalam pengungkapan laporan keuangan dengan
menyajikan ringkasan transaksi keuangan perlu diperhatikan oleh perusahaan seperti
yang dinyatakan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 paragraf
09 :
“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai laporan
lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi
industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi
industri yang menganggap pegawai sebagai pengguna laporan yang memegang peranan
penting.”
2.3.3 Praktik CSR di Indonesia
Di Indonesia, CSR telah menjadi suatu kegiatan wajib yang harus dilakukan oleh
perusahaan pada umumnya perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
yang berkaitan dengan sumber daya alam wajib seperti yang tertuang dalam Undang
Undang Perseroan Terbatas (UUPT) nomor 40 pasal 74 tahun 2007.
Kalla (2006) menuliskan bahwa isu CSR di Indonesia baru ditekankan pada
aspek keamanan dan kenyaman operasional. Pelaporan CSR pun masih bersikap
sukarela, karena untuk mewajibkan penyusunan laporan CSR masih perlu waktu
terutama kesiapan dalam sistem pendukung seperti adanya standar pelaporan yang
berterima umum dan ketersediaan tenaga yang berkompeten untuk menyusun laporan
tersebut, termasuk tenaga yang melakukan fungsi assurance (Darwin, 2006).
25
Walaupun begitu, Indonesia masih terus melakukan usaha pengembangan dan
perbaikan implementasi CSR dari waktu ke waktu, seperti mengadopsi G3 GRI sebagai
standar CSR reporting dan pembuatan UU Perseroan Terbatas (UUPT). Selain itu,
banyak penghargaan dari berbagai organisasi yang peduli akan CSR seperti Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) terus bermunculan.
2.4 Pengaruh CSR Terhadap Akses Pendanaan
2.4.1 Ikatan para Pemangku Kepentingan dan Hubungannya Dengan
Keterbatasan Modal
Seperti yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, CSR identik dengan ikatan
para pemangku kepentingan (stakeholders engagement). Dalam kaitannya dengan arus
dana perusahaan, Foo (2007) mengemukakan bahwa ikatan para pemangku kepentingan
dapat menurunkan biaya keagenan (agency cost). Pengertian dari agency cost menurut
Abdul Halim (2007) adalah: biaya yang timbul agar manajer bertindak selaras dengan
tujuan pemilik. Agency cost meliputi hal-hal berikut:
- Biaya audit untuk mengawasi wewenang manajer.
- Berbagai perjanjian atau kontrak yang menyatakan bahwa manajer tidak
menyalahgunakan wewenangnya.
- Pengeluaran insentif sebagai kompensasi untuk manajer atas prestasinya.
- Kontrak antara perusahaan dengan pihak ketiga, di mana pihak ketiga
akan membayar perusahaan jika manajer tersebut bertindak merugikan
perusahaan.
26
- Kontrak antara manajer dengan pemilik perusahaan, di mana pemilik
perusahaan menjamin bahwa manajer akan mendapat kompensasi
sejumlah tertentu.
(Halim, 2007)
Adapun, agency cost juga bisa timbul karena adanya perbedaan kepentingan
antara manajer dengan pemilik yang mana dapat menyebabkan manajer cenderung
menggunakan utang yang tinggi bukan atas dasar memaksimalkan nilai perusahaan,
tetapi untuk kepentingan oportunistik (Christianti, 2006). Pada umumnya, apabila
tingkat penggunaan utang semakin tinggi, maka kemungkinan terjadinya kesulitan
keuangan akan semakin besar. Hal ini dikarenakan biaya bunga yang semakin besar
yang disertai dengan asumsi pendapatan tetap. Perusahaan dapat terancam bankrut
apabila tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang timbul akibat dari penggunaan
utang tersebut.
Apabila agency cost dapat berkurang, maka efisiensi untuk menghasilkan profit
pun akan meningkat. Jadi, secara tidak langsung, ikatan para pemangku kepentingan
juga dapat meningkatkan profitabilitas. Menurut Choi dan Wang (2009), ikatan para
pemangku kepentingan yang kuat dapat meningkatkan pendapatan dan profit. Tingkat
keuntungan yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk memperoleh pendanaan dari
laba ditahan (Lukas, 2003).
Teori-teori dalam sub bab ini menjelaskan bahwa ikatan para pemangku
kepentingan dapat memperkecil keterbatasan modal (capital constraint) dikarenakan
27
adanya penurunan biaya keagenan dan peningkatan profit sebagai dampak dari ikatan
tersebut.
2.4.2 Ikatan para Pemangku Kepentingan dan Hubungannya Dengan Biaya
Modal Atas Saham
Dalam sub bab sebelumnya telah dibahas bahwa ikatan para pemangku
kepentingan dapat menurunkan biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenan pada
umumnya timbul karena perbedaan kepentingan di antara pihak menajemen dengan
pihak pemegang saham perusahaan. Biasanya perbedaan terjadi karena manajer
mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai hal
tersebut karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi
perusahaan sehingga menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan dividen yang
akan diterima pemegang saham. Pengaruh dari biaya keagenan ini dapat menyebabkan
menurunnya nilai perusahaan (Rozeff, 1982).
Menurunnya nilai perusahaan akan menyebabkan para investor cenderung untuk
menawar harga saham perusahaan dengan harga yang lebih rendah. Penurunan harga
saham ini berakibat pada kenaikan biaya modal atas saham (cost of equity) (Sutapa,
2006). Penurunan harga saham menyiratkan peningkatan biaya modal ekuitas
perusahaan dan mendorong manajer untuk mengungkapkan lebih banyak informasi
(Dhaliwal et al., 2011), Dengan kata lain, apabila biaya keagenan dapat diperkecil, maka
biaya modal atas saham pun juga akan menjadi lebih rendah.
28
Dengan demikian, CSR yang identik dengan ikatan para pemangku kepentingan
dapat menurunkan biaya keagenan, dan biaya keagenan yang menurun tersebut dapat
juga memperkecil biaya modal atas saham.
2.4.3 Pengungkapan CSR dan Hubungannya Dengan Keterbatasan Modal
Pada umumnya, perusahaan-perusahaan yang memiliki performa CSR yang baik
cenderung untuk menyingkapkan CSR mereka, yang mana dilakukan dengan mengisu
laporan sustainabilitas (Dhaliwal et al., 2011). Adapun, pengungkapan CSR yang
dilakukan oleh suatu perusahaan dapat mengurangi asimetri informasi (informational
asymmetry) (Hubbard, 1998).
Asimetri informasi adalah kondisi dimana satu pihak mempunyai lebih banyak
informasi. Pihak-pihak yang biasa dibandingkan dalam hal ini adalah pihak manajemen
dengan pihak investor (Lukas, 2003). Dalam kaitannya dengan keterbatasan modal,
asimetri informasi akan mempengaruhi struktur modal perusahaan dengan cara
membatasi akses pada sumber pendanaan dari luar. Myers dan Majluf (1984) dalam
Leary dan Roberts (2008) menunjukkan bahwa dengan adanya asimetri informasi, para
investor biasanya akan menginterpretasikan sebagai berita buruk apabila perusahaan
mendanai investasinya dengan menerbitkan ekuitas. Pada umumnya, investor-investor
beranggapan bahwa penerbitan ekuitas baru akan dilakukan oleh para manajer di saat
saham perusahaan dinilai lebih tinggi. Hal ini menyebabkan para investor enggan
membeli saham tersebut. Selain itu, asimetri informasi juga membuat para investor
terkadang merasa ragu apakah perusahaan dimana mereka akan membeli sahamnya
29
tersebut mempunyai sustainabilitas yang baik atau tidak. Dengan demikian, para
investor cenderung tidak akan membeli saham dari perusahaan-perusahaan yang
mempunyai asimetri informasi.
Teori-teori dalam sub bab ini menjelaskan bahwa pengungkapan CSR dapat
mengurangi asimetri informasi atas suatu perusahaan, yang mana berdampak pada
meningkatnya minat investor untuk membeli saham dari perusahaan tersebut, yang mana
tentu saja dapat memperkecil keterbatasan modal perusahaan tersebut.
2.4.4 Pengungkapan CSR dan Hubungannya Dengan Biaya Modal Atas Saham
Telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya bahwa pengungkapan CSR dapat
mengurangi asimetri informasi. Asimetri informasi menyebabkan pihak investor tidak
mendapatkan informasi yang lengkap tentang perusahaan dimana investor tersebut akan
melakukan investasi. Hal ini menyebabkan pihak investor cenderung untuk
menginterpretasikan hal-hal yang negatif.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Merton (1987:489), ia mengemukakan
bahwa seorang investor hanya akan menginvestasikan dananya untuk saham perusahaan
k apabila investor tersebut telah mengetahui tentang saham perusahaan k tersebut.
Merton juga menambahkan bahwa untuk mentransfer informasi dari perusahaan k
kepada investor, beberapa biaya perlu dikeluarkan. Biaya semacam ini termasuk dalam
biaya atas modal saham (cost of equity). Lundholm (1996) mengemukakan bahwa
adanya pengurangan asimetri informasi menunjukkan dampak terhadap pengurangan
biaya atas modal saham. Botosan (1997) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa
30
semakin besar tingkat pengungkapan akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan,
semakin rendah biaya atas modal sahamnya. Pengungkapan akuntansi mencakup
keseluruhan informasi, baik informasi keuangan maupun non keuangan. Salah satu
informasi yang penting untuk diungkapkan adalah informasi tentang CSR.
Adapun, dalam sub bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa biaya atas modal
saham berbicara tentang tingkat pengembalian atas dana yang diperoleh dari saham.
Heinkel et al., (2001) dalam literatur model ekuilibrium pasar modalnya mengemukakan
bahwa para investor cenderung untuk meminta tingkat pengembalian yang diharapkan
(expeted rate of return) yang lebih tinggi atas saham-saham dari perusahaan yang
mencemari lingkungan. Hong dan Kacperczyk (2009) dalam penelitiannya mengenai
saham dosa (sin stock) mengemukakan bahwa perusahaan-perusahaan yang bergerak di
bidang alkohol, tembakau, dan sejenisnya cenderung mengalami keterbatasan investor.
Kalaupun ada beberapa investor yang mau membeli saham dari perusahaan-perusahaan
tersebut, pasti mereka akan meminta tingkat pengembalian yang tinggi. Jadi, pada
dasarnya, para investor lebih senang untuk membeli saham dari perusahaan-perusahaan
yang memiliki tanggung jawab sosial yang baik. Dalam kaitannya dengan konsep high
risk high return, para investor cenderung untuk tidak terlalu mengharapkan tingkat
pengembalian yang terlalu besar dari perusahaan yang mempunyai risiko yang rendah.
Pelaksanaan CSR cenderung dapat meminimalisasi risiko perusahaan.
Teori-teori dalam sub bab ini menjelaskan bahwa pengungkapan CSR dapat
memberikan informasi yang jelas kepada para investor, serta memberikan kesan yang
baik tentang perusahaan kepada para investor, yang mana berdampak pada kesediaan
para investor untuk menginvestasikan dananya pada saham perusahaan tersebut dengan
31
harga yang sesuai dan tingkat pengembalian yang wajar atau rendah. Dengan demikian,
pengungkapan CSR dapat menurunkan biaya atas modal saham.
2.4.5 Biaya Atas Modal Saham dan Hubungannya Dengan Keterbatasan Modal
Biaya modal yang tinggi dapat menurunkan profitabilitas perusahaan,
sebaliknya, biaya modal yang rendah dapat meningkatkan profitabilitas. Kartini dan
Arianto (2008) menyatakan bahwa biaya modal yang tinggi dapat berakibat pada
rendahnya profitabilitas perusahaan. Menurut Susilawati (2004), “Hubungan biaya
modal terhadap profitabilitas menunjukkan hubungan yang negatif, yaitu ketika biaya
modal naik, maka profitabilitas akan turun, dan demikian sebaliknya”.
Dalam hubungannya dengan keterbatasan modal, Lukas (2003) mengatakan
bahwa tingkat keuntungan yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk memperoleh
pendanaan dari laba ditahan. Adapun, laba ditahan diperoleh dari profit. Hal ini
menunjukkan bahwa berarti biaya modal memiliki pengaruh terhadap keterbatasan
modal. Selain itu, dari sub-sub bab sebelumnya telah dikemukakan oleh beberapa
peneliti bahwa biaya modal yang rendah dari suatu perusahaan mengisyaratkan bahwa
para investor tidak mengharapkan tingkat pengembalian yang tinggi, yang mana berarti
para investor akan membeli saham perusahaan tersebut pada harga berapapun. Dengan
demikian, akses untuk memperoleh dana menjadi lebih besar, yang mana berarti
keterbatasan modal menjadi lebih kecil.
32
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian untuk mencari hubungan antara CSR dengan keterbatasan modal dan
biaya atas modal saham ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumya. Beberapa
hasil penelitian yang telah dilakukan menjadi acuan dalam membuat thesis ini.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cheng et al. (2011), terdapat pengaruh
positif antara CSR dengan keterbatasan modal yang mana hipotesis dari teori-teori
sebelumnya telah dibuktikan pada hasil penelitiannya, dimana ikatan para pemangku
kepentingan dan pengungkapan CSR yang menjadi sub variabel dalam penelitiannya
telah dibuktikan memiliki hubungan positif untuk memperkecil keterbatasan modal.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ghoul et al. (2011), terdapat pengaruh
negatif antara CSR dengan biaya atas modal saham yang mana hipotesis dari teori-teori
sebelumnya telah dibuktikan pada hasil penelitiannya, dimana ikatan para pemangku
kepentingan dan pengungkapan CSR yang menjadi sub variabel dalam penelitiannya
telah dibuktikan memiliki hubungan negatif untuk memperkecil biaya atas modal saham.
2.6 Paradigma Penelitian
Berdasarkan atas teori-teori yang telah dibahas sebelumnya, dapat dibuat
paradigma sebagai berikut:
33
Keterangan:
- SE = Stakeholders Engagement (ikatan para pemangku
kepentingan)
- CD = CSR Disclosure (pengungkapan CSR)
- CE = Cost of Equity (biaya atas modal saham)
- CC = Capital Constraint (keterbatasan modal)
2.7 Pengukuran Variabel
Untuk mengukur variabel, ada banyak cara yang dapat digunakan. Dalam
penelitian ini, ada 4 variabel yang harus diukur. Variabel-variabel tersebut meliputi:
variabel keterbatasan modal, variabel biaya atas modal saham, variabel ikatan para
pemangku kepentingan, dan variabel pengungkapan CSR.
Pada variabel keterbatasan modal, pengukuran dilakukan dengan menggunakan
KZ Index dari hasil penelitian Kaplan dan Zingales yang kemudian diperbaharui menjadi
sebuah rumusan baku oleh Lamont dan kawan-kawan (Lamont et al., 2001).
SE
CE CC
CD
34
Pengukuran variabel biaya atas modal saham dapat dilakukan dengan berbagai
cara, seperti: model Claus dan Thomas, model Gebhardt, model Ohlson dan Juettner,
model Eatson, model Gordon, model CAPM, dan model-model lainnya. Dalam
penelitian ini, dipilih model CAPM untuk mengukur variabel biaya atas modal saham
karena data-data yang dibutuhkan lebih tersedia. Selain itu, CAPM juga lebih umum
digunakan dan dikenal oleh masyarakat di dunia ini. Penelitian dari Welch menunjukkan
bahwa ada sekitar 75% profesor-profesor keuangan merekomendasi CAPM untuk
mengestimasi biaya modal (Welch dalam Da et al., 2012). Hasil survei kepada para
Chief Financial Officer (CFO) yang dilakukan oleh Graham dan Harvey menunjukkan
bahwa 73.5% dari para CFO tersebut menggunakan CAPM (Graham dan Harvey dalam
Da et al., 2012).
Untuk mengukur variabel ikatan para pemangku kepentingan, ada beberapa cara
yang dapat dilakukan, diantaranya adalah dengan menggunakan indeks dari peneliti
Beiting Cheng et al. Indeks ini dibentuk dari penggabungan beberapa aturan mengenai
lingkungan, sosial, dan tata kelola yang digunakan di perusahaan-perusahaan. Adapun,
beberapa cara lainnya untuk mengukur variabel ikatan para pemangku kepentingan
adalah dengan menggunakan indeks stakeholders engagement dari Global Reporting
Initiative (GRI) dan indeks stakeholders engagement dari The Environment Council
(TEC). Pada penelitian ini, indeks dari Beiting Cheng et al. tidak dapat digunakan
karena indeks tersebut tidak dapat diperoleh sepenuhnya. Indeks dari GRI juga tidak
dapat digunakan karena jumlahnya terlalu banyak yang mana kurang baik digunakan
untuk meneliti di negara berkembang seperti Indonesia dengan tingkat pelaksanaan
ikatan para pemangku kepentingan yang diprediksi masih minim. Dengan demikian,
35
indeks yang dipilih untuk mengukur ikatan para pemangku kepentingan dalam penelitian
ini adalah indeks dari TEC. TEC adalah sebuah yayasan di Inggris yang telah
mengembangkan kriteria-kriteria ikatan para pemangku kepentingan dalam praktik agar
dapat digunakan untuk mengevaluasi dan membandingkan (Kaur and Lodhia, 2013)
Pengukuran variabel pengungkapan CSR dalam penelitian ini menggunakan
indeks Environment, Social, and Governance (ESG) dari Thomson Reuters. Adapun,
Thomson Reuters adalah sebuah perusahaan di Swiss yang mengembangkan informasi
lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan untuk dijadikan alat analisis investasi
professional (Cheng et al., 2011).
2.8 Hipotesis
Dari teori-teori yang telah dibahas dan paradigma yang telah digambarkan
sebelumnya, dapat dikemukakan hipotesis-hipotesis atas teori-teori yang tersebut.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ikatan para pemangku kepentingan
cenderung memperkecil biaya keagenan. Adanya biaya keagenan mengisyaratkan
adanya perbedaan kepentingan antara pemilik dan pihak manajemen yang mana
menyebabkan penurunan nilai perusahaan. Penurunan nilai perusahaan ini menyebabkan
meningkatnya harga saham dari harga yang seharusnya. Hal ini menyebabkan adanya
peningkatan pada biaya atas modal saham. Selain itu, adanya perbedaan kepentingan
antara pemilik dan pihak manajemen cenderung membuat pihak manajemen melakukan
hal-hal yang ditujukan untuk kepentingan pribadi yang mana juga dapat membuat pihak
manajemen menyebarkan informasi yang tidak baik mengenai perusahaan yang mana
36
dapat menyebabkan meningkatnya biaya atas modal saham. Dari teori-teori tersebut
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif terhadap biaya
atas modal saham.
Dalam teori-teori yang telah dibahas sebelumnya menyatakan bahwa
pengungkapan CSR dapat memperkecil asimetri informasi. Adanya asimetri informasi
dari suatu perusahaan dapat menyebabkan investor cenderung ragu-ragu untuk membeli
saham dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan cenderung mengeluarkan
biaya lagi untuk mentransfer informasi kepada investor. Hipotesis yang dapat
dirumuskan dari teori-teori tersebut adalah:
H2 : Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap biaya atas modal
saham.
Berdasarkan atas hipotesis lima (H1) dan enam (H2), perlu juga diketahui apakah
ada pengaruh secara bersama-sama antara kedua hipotesis tersebut terhadap biaya atas
modal saham. Oleh karena itu, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR berpengaruh
terhadap biaya atas modal saham secara bersama-sama.
Ikatan para pemangku kepentingan yang merupakan sub variabel dari CSR yang
kuat dinyatakan dalam berbagai teori-teori dan penelitian-penelitian sebelumnya dapat
memperkecil biaya keagenan. Biaya keagenan ini terdiri atas berbagai macam biaya
yang mana dapat memperkecil profit apabila jumlahnya meningkat. Biaya keagenanpun
37
juga dapat menggambarkan adanya perbedaan kepentingan antara pemilik dengan pihak
manajemen yang mana cenderung menyebabkan pihak manajemen menggunakan utang
untuk kepentingan pribadi. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan meningkatnya tingkat
kesulitan keuangan. Dari hasil penjelasan teori-teori tersebut, hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah:
H5 : Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif terhadap
keterbatasan modal.
Pengungkapan CSR cenderung dilakukan oleh perusahaan-perusahaan apabila
mereka melaksanakan kegiatan CSR yang baik guna menunjukkan kepada masyarakat
dan investor agar perusahaan-perusahaaan tersebut dapat memiliki kelangsungan hidup
yang terjamin. Dalam berbagai teori, dinyatakan bahwa pengungkapan CSR yang
dilakukan oleh suatu perusahaan dapat memperkecil asimetri informasi yang mana
membuat para investor cenderung untuk membeli saham perusahaan tersebut. Dengan
demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah:
H6 : Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal.
Menurut teori, biaya atas modal saham dapat menurunkan profit yang dimana
secara tidak langsung juga dapat menurunkan laba ditahan. Menurunnya laba ditahan
membuat ketersediaan dana perusahaan berkurang. Oleh karena itu, dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H7 : Biaya atas modal saham berpengaruh positif terhadap keterbatasan
modal.
38
. Berdasarkan atas hipotesis satu (H4), dua (H5), dan tiga (H6), perlu juga
diketahui apakah ada pengaruh secara bersama-sama antara kedua hipotesis tersebut
terhadap keterbatasan modal. Oleh karena itu, dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H8 : Ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas
modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara bersama-sama.
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Obyek dan Subyek Penelitian
Thesis ini bertujuan untuk mencari pengaruh dari CSR terhadap akses pendanaan
pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Dalam penelitian ini, yang
menjadi obyek adalah ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, biaya
atas modal saham, dan keterbatasan modal. Adapun, subyek dari ini adalah perusahaan-
perusahaan manufaktur di Indonesia, yang mana dalam hal ini dilakukan observasi
terhadap laporan tahunannya untuk memperoleh data-data yang diperlukan dan
dibutuhkan untuk keperluan penelitian.
3.2 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian
deskriptif dan analisis verifikatif. Metode desain penelitian deskriptif adalah suatu
penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data sesuai dengan keadaan yang
sebenenarnya, memberikan gambaran dan analisis mengenai masalah yang ada, dan
pada akhirnya nanti akan ditarik kesimpulan (Nazir, 2003). Melalui penelitian ini, maka
akan diperoleh deskripsi mengenai:
40
- Gambaran ikatan para pemangku kepentingan dari perusahaan-
perusahaan manufaktur di Indonesia, dan
- Gambaran pengungkapan CSR dari perusahaan-perusahaan manufaktur
di Indonesia,
Sedangkan analisis verifikatif pada dasarnya digunakan untuk menguji kebenaran dari
suatu hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan (Arikunto,
2006:8).
Desain penelitian deskriptif pada penelitian ini lebih dispesifikasikan pada
penelitian cross sectional study, yaitu penelitian dilakukan hanya dengan meneliti
laporan tahunan perusahaan-perusahaan terkait untuk periode tahun 2010 dan 2011
dalam periode waktu yang bersamaan.
3.3 Operasionalisasi Variabel
Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang
dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep konsep
yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang
dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain”
(Koentjarangningrat, 1991:23). Penekanan pengertian definisi operasional ialah pada
kata dapat diobservasi.
Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel dependen yang akan diteliti, yaitu:
biaya atas modal saham (Y1) dan keterbatasan modal (Y2). Variabel-variabel dependen
41
tersebut akan diteliti seberapa besar pengaruhnya dari efek CSR yang mana merupakan
variabel independen di dalam penelitian ini. Variabel CSR terbagi ke dalam dua sub
variabel, yang mana adalah: ikatan para pemangku kepentingan (X1) dan pengungkapan
CSR (X2). Gambaran operasionalisasi variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
No Nama Variabel Penjelasan Variabel Alat Ukur
1. Keterbatasan Modal
(Variabel Dependen)
Keterbatasan perusahaan
dalam mendapatkan
modal dari sumber-
sumber pendanaan yang
tersedia untuk
berinvestasi, yang
meliputi:
ketidakmampuan untuk
berutang,
ketidakmampuan untuk
mengisu saham,
ketergantungan terhadap
pinjaman bank, dan aktiva
yang tidak likuid.
KZ Index
2. Biaya Atas Modal Saham
(Variabel Dependen)
Tingkat pengembalian
yang diharapkan oleh
para investor terhadap
dana yang mereka
investasikan di suatu
perusahaan.
CAPM (Capital Asset
Pricing Model)
42
3. Ikatan Para Pemangku
Kepentingan
(Variabel Independen)
Hubungan perusahaan
dengan lingkungannya
dimana individu atau
kelompok yang memiliki
kepentingan dapat
mempengaruhi atau
sangat mempengaruhi
terhadap pencapaian
tujuan perusahaan.
Kriteria-kriteria ikatan
para pemangku
kepentingan dari The
Environmental Council
4. Pengungkapan CSR
(Variabel Independen)
Pengungkapan informasi
sukarela, baik secara
kualitatif maupun
kuantitatif yang dibuat
oleh organisasi untuk
menginformasikan
aktivitasnya CSRnya.
Indikator-indikator
lingkungan, sosial, dan
tata kelola dari Thomson
Reuters ASSET4
3.3.1 Variabel Dependen
Keterbatasan Modal
Agar terus dapat berkembang dengan baik dan tidak menyia-nyiakan kesempatan
yang ada, perusahaan harus memiliki ketersediaan dana yang cukup. Perusahaan-
perusahaan yang mengalami keterbatasan modal cenderung untuk menghilangkan
investasi dari aktivitas-aktivitas strategis. Keterbatasan modal sangat berperan penting
43
dalam pengambilan keputusan investasi. Guna dapat mengambil keputusan investasi
yang tepat, perusahaan harus ditunjang dengan ketersediaan dana yang cukup.
Sesuai dengan penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan KZ (Kaplan and
Zingales) Index untuk menghitung keterbatasan modal, dimana keterbatasan modal
dapat dihitung berdasarkan persamaan linear berikut:
KZ Index = –1.001909 x Cash Flows / K + 0.2826389 x Q + 3.139193 x
Leverage – 39.3678 x Dividends / K – 1.314759 x Cash / K
(Lamont et al., 2001)
Keterangan:
- Cash Flows = Laba bersih sebelum akun-akun luar biasa + Total
depresiasi dan amortisasi
- K = PP&Et-1 (Property, Plant, and Equipment tahun sebelumnya)
- Q (Tobin’s Q) = (Market capitalization + Jumlah Saham Preferen –
Deferred Tax Asset) / Total Ekuitas
- Leverage = (Liabilitas jangka panjang + Pinjaman jangka panjang dalam
waktu kurang dari 1 tahun + Wesel bayar) / Total Aktiva
- Dividends = Total Dividen (biasa dan preferen)
- Cash = Kas dan Investasi Jangka Pendek
Perusahaan yang memiliki rasio cash flow to total capital dan cash holdings to
total capital yang tinggi mengisyaratkan bahwa perusahaan tersebut memiliki
keterbatasan modal yang rendah karena adanya ketersediaan dana yang lebih untuk
44
mendanai proyek-proyek baru (Baker et.al, 2003). Perusahaan yang memiliki rasio
dividend to total capital yang tinggi dan market to book value yang rendah
mengisyaratkan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki banyak kesempatan untuk
melakukan pengembangan dan investasi lagi, yang mana berarti perusahaan tersebut
tidak memerlukan banyak dana (Lamont et al., 2001). Adapun, perusahaan yang
memiliki debt to total capital yang tinggi cenderung mengalami kesulitan untuk
memperoleh utang karena kemungkinan untuk tidak melunasi utangnya tinggi. Hal ini
menyebabkan akses pendanaan menjadi terbatas. Dengan demikian, perusahaan yang
memiliki keterbatasan modal rendah berarti perusahaan tersebut memiliki rasio cash
flow to total capital, cash holdings to total capital, dan dividend to total capital yang
tinggi, serta rasio market to book value dan debt to debt to total capital yang rendah.
Biaya Atas Modal Saham
Suatu perusahaan pada umumnya tidak dapat terluput dari biaya modal. Biaya
modal terbebankan ketika suatu perusahaan mendapatkan dana dari pihak eksternal yang
mana dana tersebut digunakan oleh perusahaan tersebut untuk keperluan pengembangan
dan investasi. Pada umumnya, perusahaan menginginkan biaya modal yang rendah guna
meningkatkan keuntungan. Berdasarkan prinsip cost and benefit yang banyak dianut
oleh perusahaan-perusahaan, mereka cenderung ingin selalu mendapatkan keuntungan
yang besar dengan biaya yang rendah. Untuk itu, banyak perusahaan melakukan
perhitungan pada biaya modal ketika ingin memperoleh dana untuk keperluan
pengembangan dan investasi agar keuntungan yang diperoleh dapat lebih besar.
45
Salah satu jenis dari biaya modal adalah biaya modal atas saham, yang mana
terbebankan ketika suatu perusahaan mendapatkan dana dari hasil penjualan saham.
Pada penelitian ini, biaya modal atas saham dihitung dengan pendekatan Capital Asset
Pricing Model (CAPM). Rumus dari CAPM tersebut adalah:
R = Rf + β (Rm - Rf)
Keterangan:
- R = Expected return on a given risky security (tingkat
pengembalian dari saham bersama dengan risikonya).
- Rf = Risk free rate (tingkat pengembalian yang diinginkan oleh
investor dari sebuah investasi bebas risiko). Rf diambil dari tingkat
pengembalian Sertifikat Bank Indonesia (SBI) selama periode yang
digunakan dalam penelitian ini.
- Rm = Expected return on the stock market as a whole (tingkat
pengembalian pada pasar modal secara keseluruhan). Perhitungan Rm
dilakukan dengan nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari t
dikurangi dengan nilai IHSG hari t-1, kemudian dibagi dengan nilai
IHSG hari t-1, dan seterusnya sampai akhir periode data yang digunakan
untuk penelitian ini, lalu dirata-ratakan.
- Β = Ukuran dari hubungan paralel dari sebuah saham biasa
dengan seluruh tren dalam pasar saham. β dihitung dengan regresi nilai
Ri dengan Rm, yang kemudian diambil nilai koefisiennya. Koefisien dari
46
nilai Ri terhadap Rm menunjukkan tingkat hubungan antara Ri dengan
Rm.
β > 1.00 artinya saham cenderung naik dan turun lebih tinggi daripada
pasar, β < 1.00 artinya saham cenderung naik dan turun lebih rendah
daripada indek pasar secara umum (general market index).
Ri = Tingkat pengembalian atas saham individu. Ri dihitung
dengan harga pasar saham individu t dikurangi dengan harga pasar saham
individu t-1, kemudian dibagi dengan harga pasar saham individu hari t-
1, dan seterusnya sampai akhir periode data yang digunakan untuk
penelitian ini, lalu dirata-ratakan.
Adapun, biaya atas modal saham juga merupakan variabel independen dalam penelitian
ini, yang mana berarti biaya atas modal saham ini adalah variabel intervening.
3.3.2 Variabel Independen
Ikatan para Pemangku Kepentingan
Ikatan para pemangku kepentingan adalah salah satu dari sub-sub variabel CSR.
Pada umumnya, kegiatan-kegiatan positif CSR didasari pada adanya ikatan para
pemangku kepentingan yang baik. Dalam teori-teori yang telah dibahas sebelumnya
menyatakan bahwa kegiatan CSR identik dengan ikatan para pemangku kepentingan.
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ikatan para
pemangku kepentingan didasarkan pada kriteria dari The Environment Council (TEC).
Kriteria-kriteria tersebut pernah digunakan oleh ACCA Australia untuk menyingkapkan
47
ikatan para pemangku kepentingan di 50 perusahaan terbaik di Australia melalui data
dari Australia Stock Exchange (ASX). Kriteria-kriteria tersebut meliputi:
1. Identifikasi Pemangku Kepentingan (Stakeholder identification)
- Apakah perusahaan ada mendefinisikan/menerangkan tentang para
pemangku kepentingannya,
- Apakah perusahaan mempunyai daftar para pemangku kepentingannya,
- Apakah perusahaan menyingkapkan adanya atribut-atribut penting dari
setiap kelompok para pemangku kepentingan, dan
- Apakah perusahaan dapat mengetahui dan menyingkapkan ketika ada
terdapat hubungan dengan para pemangku kepentingannya.
2. Dasar untuk identifikasi dan seleksi pemangku kepentingan (Basis for
stakeholder identification and selection)
- Apakah perusahaan dapat membedakan antara para pemangku
kepentingan yang memegang peranan penting dan tidak,
- Apakah perusahaan memiliki cara untuk mengidentifikasi dan menyeleksi
para pemangku kepentingannya, dan
- Apakah para pemangku kepentingan di perusahaan mempunyai keinginan
untuk menjalin ikatan/hubungan dengan perusahaan dan para pemangku
kepentingan lainnya.
3. Pendekatan / media yang digunakan untuk ikatan pemangku kepentingan
(Approaches / media used for stakeholder engagement)
48
- Apakah ada media-media atau cara-cara pendekatan tertentu yang sering
dijadikan sebagai alat untuk membangun ikatan para pemangku
kepentingan,
- Apakah dalam merencanakan dan menjalankan kegiatan-kegiatan penting
perusahaan, banyak pemangku kepentingan di perusahaan yang terlibat,
dan
- Apakah para pemangku kepentingan perusahaan sering terlibat dalam
kegiatan-kegiatan perusahaan.
4. Kepedulian-kepedulian dan Isu-isu yang muncul akibat ikatan pemangku
kepentingan (Key concerns and issues raised through stakeholder engagement)
- Apakah ada terdapat/terdengar hal-hal atau isu-isu yang muncul akibat
ikatan/hubungan antar para pemangku kepentingan di perusahaan dengan
perusahaan,
- Apakah ada terdapat komentar, saran, atau pertanyaan dari hasil ikatan
para pemangku kepentingan di perusahaan untuk kemajuan perusahaan,
dan
- Apakah komentar, saran dan pertanyaan dari hasil ikatan para pemangku
kepentingan di perusahaan disampaikan dengan baik dan tepat.
5. Bukti ikatan pemangku kepentingan (Evidence of stakeholder engagement)
- Apakah ada yang pernah membuat kasus mengenai ikatan para pemangku
kepentingan dari perusahaan,
- Apakah ada foto-foto atau gambar-gambar yang pernah diambil dari
kegiatan-kegiatan untuk mempererat para pemangku kepentingan, dan
49
- Apakah ada terdapat sertifikat yang menyatakan bahwa perusahaan
mempunyai ikatan para pemangku kepentingan yang baik.
6. Target ikatan pemangku kepentingan di masa yang akan datang (Future targets
for stakeholder engagement)
- Apakah perusahaan mempunyai rencana ke depan untuk mempererat
ikatan dengan para pemangku kepentingannya, dan
- Apakah di perusahaan ada terdapat laporan atas pencapaian target untuk
memperat ikatan dengan para pemangku kepentingan dari tahun-tahun
sebelumnya.
7. Kesempatan untuk memberikan umpan balik (Opportunities for feedback)
- Apakah perusahaan terbuka untuk saran-saran dari para pemangku
kepentingannya,
- Apakah di perusahaan ada terdapat formulir khusus untuk pemberian
saran dari para pemangku kepentingannya,
- Apakah perusahaan menyediakan kontak-kontak yang dapat dihubungi
seperti: nomor handphone, email, atau website, dan
- Apakah perusahaan ada memberikan keterangan atau penjelasan atas
saran-saran yang pernah digunakan.
(Kaur and Lodhia, 2013)
Ikatan para pemangku kepentingan dihitung berdasarkan indikator-indikator ESG
dari TEC yang telah dibahas sebelumnya dengan total indikator berjumlah 7. Observasi
akan dilakukan pada laporan tahunan masing-masing perusahaan yang akan diteliti
untuk mencari tahu apakah 7 indikator-indikator dari TEC tersebut telah diadopsi oleh
50
masing-masing perusahaan atau tidak. Batasan untuk masing-masing dimensi adalah
nilai 0 sampai 1, yang berarti diungkapkan atau tidak. Rumus penghitungan ikatan para
pemangku kepentingannya adalah sebagai berikut:
SEI j =
Σxi j
n j
Keterangan:
SEI j : Stakeholder Engagement Index (Indeks ikatan para pemangku kepentingan)
perusahaan j
n j : jumlah item untuk perusahaan j, nj = 7
Xi j : 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan.
Dengan demikian, 0 < SEI j < 1
Pengungkapan CSR
Pengungkapan CSR terjadi apabila suatu perusahaan mengungkapkan CSRnya
kepada publik. Dalam penelitian ini, pengungkapan CSR diukur berdasarkan
diungkapkan atau tidaknya kegiatan-kegiatan CSR di dalam laporan tahunan
perusahaan.
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur variabel pengungkapan
CSR didasarkan pada kategori ESG (Environmental Social Governance) performance
51
score (nilai performa ESG) yang digunakan oleh Thomson Reuters. Thomson adalah
sebuah perusahaan berbasis di Swiss yang mempunyai spesiaisasi dalam menghasilkan
informasi ESG dan analisis investasi yang objektif, relevan, teraudit, dan sistematis.
Adapun, indikator-indikator dari ikatan para pemangku kepentingan tersebut adalah:
A. Kategori performa lingkungan (environmental performance), dengan dimensi-dimensi
sebagai berikut:
1. Pengurangan Sumber Daya (Resource Reduction) kapasitas perusahaan dalam
mengurangi penggunaan material, energi, dan air, serta peningkatan supply chain
management (manajemen rantai suplai).
2. Pengurangan Emisi (Emission Reduction) kapasitas perusahaan dalam
mengurangi polusi udara
3. Inovasi Produk (Product Innovation) kapasitas perusahaan dalam menciptakan
produk-produk yang ramah lingkungan dengan penggunaan material yang lebih
sedikit dengan durabilitas yang besar.
B. Kategori performa sosial (social performance), dengan dimensi-dimensi sebagai berikut:
4. Kualitas Kerja (Employment Quality) kapasitas perusahaan dalam meningkatkan
kesetiaan dan produktivitas para karyawannya melalui pemberian reward
(penghargaan) dan benefit (keuntungan) yang adil, serta adanya fokus terhadap
pertumbuhan karyawan-karyawan untuk jangka panjang.
5. Kesehatan dan Keselamatan (Health and Safety) kapasitas perusahaan dalam
memperhatikan kesehatan fisik dan mental para karyawan-karyawannya.
52
6. Pelatihan dan Pengembangan (Training and Development) kapasitas perusahaan
dalam meningkatkan intellectual capital (modal intelektual) dan kemampuan kerja
dari para karyawan-karyawannya melalui pemberian pelatihan dan edukasi.
7. Keragaman dan Kesempatan (Diversity and Opportunity) kapasitas perusahaan
dalam menciptakan kehidupan kerja yang seimbang dan bersifat kekelurgaan dimana
tidak ada perbedaan jenis kelamin, umur, ras, dan agama.
8. Hak Asasi (Human Rights) kapasitas perusahaan dalam memberikan jaminan
kebebasan berasosiasi dan jaminan tidak adanya buruh-buruh anak.
9. Komunitas (Community) kapasitas perusahaan dalam mempertahankan
reputasinya di dalam komunitas (global, nasional, ataupun lokal) melalui
perlindungan kesehatan umum, menghormati etika bisnis (menghindari sogok,
korupsi, dan sebagainya).
10. Pelanggan / Responsibilitas Produk (Customer / Product Responsibility)
kapasitas perusahaan dalam memberikan jaminan kualitas produk dan jasa yang
baik, kesehatan dan keselamatan pelanggan, serta adanya pemeliharaan integritasnya
melalui penggunaan informasi dan label produk yang akurat.
C. Kategori kepemimpinan perusahaan (corporate governance), dengan dimensi-dimensi
sebagai berikut:
11. Board Structure kapasitas perusahaan dalam memastikan adanya pertukaran ide
dan proses pembuatan keputuan secara independen diantara pihak-pihak di dalam
manajemen.
53
12. Compensation Policy kapasitas perusahaan dalam memprediksi target-target
keuangannya atas kompensasi-kompensasi yang diberikan kepada para eksekutifnya
yang memiliki keahlian.
13. Board Functions kapasitas perusahaan dalam menghasilkan efektifitas
manajemen dengan pengalokasian tugas dan tanggung jawab yang baik.
14. Shareholder Rights kapasitas perusahaan dalam memberikan kepastian akan
adanya hak-hak yang adil kepada para pemegang saham minoritas.
15. Vision and Strategy kapasitas perusahaan dalam menunjukkan bahwa perusahaan
menggunakan dimensi-dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam proses
pengambilan keputusan.
(Thomson Reuters ASSET4 Categories)
Adapun, pengungkapan CSR dihitung berdasarkan indikator-indikator ESG dari
Thomson Reuters tersebut yang mencakup 15 indikator. Observasi akan dilakukan pada
laporan tahunan masing-masing perusahaan yang akan diteliti untuk mencari tahu
apakah 15 indikator-indikator ESG tersebut telah diadopsi oleh masing-masing
perusahaan atau tidak. Batasan untuk masing-masing dimensi adalah nilai 0 sampai 1,
yang berarti diungkapkan atau tidak. Rumus penghitungan pengungkapan CSRnya
adalah sebagai berikut:
CSRI j =
Σxi j
n j
Keterangan:
54
CSRI j : CSR Index (Indeks CSR) perusahaan j
n j : jumlah item untuk perusahaan j, nj = 15
Xi j : 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan.
Dengan demikian, 0 < CSRI j < 1
ada atau tidaknya informasi tentang CSR yang diungkapkan oleh masing-masing
perusahaan dalam masing-masing laporan tahunannya, yang mana juga berarti
batasannya adalah nilai 0 sampai 1.
3.4 Prosedur Pengumpulan Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder perusahaan-
perusahaan manufaktur yang terdaftar (listed) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Data-data
dapat diperoleh dari Bursa Efek Indonesia baik melalui website BEI (www.idx.co.id)
maupun pengambilan data langsung dari gedung BEI. Data-data yang dibutuhkan adalah
laporan tahunan (annual report) perusahaan dengan sampel tahun 2010 dan 2011.
Pada dasarnya, laporan tahunan perusahaan sudah mencakup data-data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini. Meskipun demikian, beberapa data lain di luar laporan
tahunan perusahaan juga akan mungkin diambil apabila kebutuhan penelitian belum
terpenuhi.
55
3.5 Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Bursa Efek
Indonesia (BEI). Data yang digunakan adalah data dari laporan tahunan perusahaan-
perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di BEI. Populasi dalam penelitian ini
adalah 129 perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2009
sampai dengan 2011.
Dalam melakukan pengambilan sampel pada penelitian ini, ada beberapa teori
yang digunakan sebagai acuan. Menurut Gary dan Diehl (1992), sampel minimum untuk
penelitian deskriptif adalah sebesar 10% dari populasi. Roscoe (1975) mengemukakan
bahwa ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan
penelitian. Malhotra (1993) memberikan panduan ukuran sampel yang diambil dapat
ditentukan dengan cara mengalikan jumlah variabel dengan 5, yang mana dalam
penelitian ini berarti 4 x 5 = 20 sampel. Arikunto Suharsimi (2005) menambahkan
bahwa jika peneliti memiliki beberapa ratus subjek dalam populasi, sampel yang baik
adalah 20 – 30% dari jumlah tersebut. Menyeuaikan dengan teori-teori sampling
tersebut, sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 sampel. Untuk
menghindari adanya outliers, sampel ditambahkan menjadi 33 sampel.
Penggunaan perusahaan manufaktur sebagai sampel penelitian dikarenakan
perusahaan manufaktur dalam menjalankan usahanya bersinggungan langsung terhadap
faktor lingkungan dan sosial oleh karenanya perusahaan manufaktur dinilai peneliti
sebagai perusahaan yang lebih bertanggung jawab terhadap faktor lingkungan dan sosial
dibandingkan perusahaan-perusahaan lainnya. Selain itu, perusahaan manufaktur sebagai
56
salah satu perusahaan yang berkaitan dengan sumber daya alam diwajibkan dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) nomor 40 tahun 2007 untuk melakukan
tanggung jawab sosial.
Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
purposive judgement sampling, yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang
informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu. Kriteria-kriteria
yang digunakan dalam penentuan sampel penelitian ini adalah:
- Sampel merupakan listed company (perusahaan terbuka untuk publik)
yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 sampai dengan 2011,
- Sampel laporan tahunan atau dokumen lain yang dibutuhkan bagi
penelitian ini tersedia secara lengkap, baik secara hard copy (data fisik)
maupun soft copy (data komputer).
Tabel 3.2
Sampel Penelitian
(Perusahaan-perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Tahun 2009 -2011)
NO. KODE NAMA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI
1. SMCB Holcim Indonesia Tbk Semen
2. UNVR Mulia Industrindo Tbk Kosmetik dan Barang RT
3. HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk Rokok
4. KLBF Kalbe Farma Tbk Farmasi
5. BRPT Mulia Industrindo Tbk Keramik, Porselen, dan Kaca
6. AMFG Asahimas Flat Glass Tbk Keramik, Porselen, dan Kaca
57
7. NIKL Pelat Timah Nusantara Tbk Logam dan Sejenisnya
8. FASW Fajar Surya Wisesa Tbk Pulp an Kertas
9. MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk Makanan dan Minuman
10. IMAS Indomobil Sukses International Tbk Otomotif dan Komponen
11. ASII Astra International Tbk Otomotif dan Komponen
12. GDYR Goodyear Indonesia Tbk Otomotif dan Komponen
13. GGRM Gudang Garam Tbk Rokok
14. INAF Indofarma Tbk Farmasi
15. KAEF Kimia Farma Tbk Farmasi
16. KBLM Kabelindo Murni Tbk Kabel
17. KBRI Kertas Basuki Rachmat Tbk Pulp dan Kertas
18. RMBA Bentoel International Tbk Rokok
19. ULTJ Ultrajaya Milk Industry Tbk Makanan dan Minuman
20. VOKS Voksel Electric Tbk Kabel
21. APLI Asiaplast Industries Tbk Plastik dan Kemasan
22. BATA Sepatu Bata Tbk Alas Kaki
23. BRNA Berlina Tbk Plastik dan Kemasan
24. BTON Beton Jaya Manunggal Tbk Logam dan Sejenisnya
25. ERTX Eratex Djaya Tbk Tekstil dan Garment
26. ETWA Eterindo Wahanatama Tbk Kimia
27. INTP Indocement Tunggal Prakasa Tbk Semen
28. MERK Merck Indonesia Tbk Farmasi
29. SMGR Semen Indonesia Tbk Semen
58
30. TCID Mandom Indonesia Tbk Kosmetik
31. PBRX Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk Pulp dan Kertas
32. TKIM Pan Brothers Tbk Tekstil dan Garment
33. PRAS Prima Alloy Steel Universal Tbk Logam dan Sejenisnya
3.6 Metode Analisis
Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 sampai menjadi data
yang siap dianalisis. Program yang digunakan untuk analisis data pada penelitian ini
adalah SPSS 20.0.
3.6.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang
dibentuk dari variabel dependen dan independen mempunyai distribusi normal,
(Gujarati, 2003). Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal.
Untuk melihat seberapa besar kecenderungan populasi dari suatu data sampel
mendekati distribusi normal, dapat dianalisis menggunakan uji Kolmogorov Smirnov.
Konsep dasar uji normalitas dengan metode Kolmogorov Smirnov adalah dengan
membandingkan distribusi data dengan distribusi yang dipilih. Data yang berdistribusi
normal memiliki asymp.sig.(2-tailed) > 0.05 (Nugroho, 2011:33).
3.6.2 Uji Asumsi Klasik
3.6.2.1 Uji Multikolinearitas
59
Multikolinearitas berarti adanya hhubungan linear yang sempurna di antara
beberapa atau semua variabel bebas dalam suatu model OLS (Ordinary Least Square).
Pelanggaran terhadap asumsi ini berakibat hasil estimasi tidak mencerminkan pengaruh
suatu variabel itu sendiri, melainkan ada pengaruh lain yang terkorelasi (Gujarati,
2003:319). Uji multikorelasi digunakan untuk menguji apakah adanya hubungan linear
antar variabel independen dalam model regresi. Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas.
Untuk mendeteksi apakah model regresi linier mengalami multikolinearitas, akan
diuji dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing
variabel independen, yaitu jika suatu variabel independen mempunyai nilai VIF > 10
berarti telah terjadi multikolinearitas, sedangkan apabila VIF kurang dari 10 dapat
dikatakan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model adalah dapat
dipercaya dan objektif (Ghozali, 2001).
3.6.2.2 Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari metode yang
diamati tidak memiliki varian yang konstan dari suatu observasi ke observasi lainnya
(Hanke dan Reitsch, 1998:259). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas, harus diuji terlebih
dahulu. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
60
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik
adalah yang homoskedartisitas.
Uji heteroskedastisitas akan dilakukan dengan melihat grafik Flot antara nilai
prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola
tertentu pada grafik scatterplot. Namun, cara ini menjadi fatal karena pengambilan
keputusan apakah suatu model terbebas dari masalah heteroskedastisitas atau tidak
hanya berpatok pada pengamatan gambar saja tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Dalam penelitian ini, akan digunakan uji Spearman’s rho (Santoso, 2010)
untuk menguji apakah ada heteroskedastisitas atau tidak.
3.6.3 Model Statistik
Menurut Indriantoro dan Supomo (2002), metode regresi linear berganda adalah
metode yang digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen
terhadap variabel dependen dengan skala pengukur atau rasio dalam suatu persamaan
linier.
Variabel-variabel pada penelitian ini diambil dari paradigma dari teori-teori yang
telah ada. Adapun, variabel-variabel dependen dalam penelitian ini adalah keterbatasan
modal dan biaya atas modal saham. Sedangkan variabel-variabel independennya adalah
ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR. Adapun, variabel biaya atas
modal saham adalah variabel intervening, yang mana adalah variabel yang dapat
61
berfungsi untuk membantu menjelaskan pengaruh variabel-variabel independen terhadap
variabel dependennya. Berikut adalah persamaan-persamaan untuk menguji hipotesis
secara keseluruhan pada penelitian ini:
Persamaan 1:
CE it+1 = β01 + β1 SE it + β2 CD it + e it
Persamaan 2:
CC it+1 = β02 + β3 SE it + β4 CD it + β5 CÊ it+1 + e it
Keterangan
- CE it+1 = Cost of Equity (biaya atas modal saham)
untuk periode satu tahun ke depan
- CC it+1 = Capital Constraint (keterbatasan modal)
untuk periode satu tahun ke depan
- SE it = Stakeholders Engagement (ikatan para
pemangku kepentingan) index berdasarkan indikator-indikator Thomson
Reuters ASSET4
- CD = CSR Disclosure (pengungkapan CSR)
index berdasarkan indikator-indikator dari The Environment Council
(TEC)
- β01, β02, β1,…, β5 = Koefisien regresi
62
- e it = Error term
- i = Banyaknya observasi (1, 2,…,n)
- t = Periode dalam satu tahun (1,2,…,n)
3.6.4 Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, digunakan metode regresi linear
berganda. Hipotesis-hipotesis dari teori-teori yang ada akan diuji dengan: uji signifikansi
simultan (F-test), dan uji signifikansi parameter individu (t-test).
3.6.4.1 Uji Hubungan Antar Variabel
Pada sub bab 2.6 dapat dilihat bahwa ikatan para pemangku kepentingan dapat
berpengaruh langsung terhadap keterbatasan modal, tetapi dapat juga berpengaruh tidak
langsung melalui variabel biaya atas modal saham lebih dahulu baru ke variabel
keterbatasan modal. Hubungan langsung terjadi jika satu variabel mempengaruhi
variabel lainnya tanpa ada variabel ketiga yang memediasi (intervening) hubungan
kedua variabel tadi. Hubungan tidak langsung adalah jika ada variabel ketiga yang
memediasi hubungan kedua variabel tersebut. Kemudian pada setiap variabel dependen
(endogen variabel) akan ada anak panah yang menuju ke variabel ini dan berfungsi
untuk menjelaskan jumlah variance yang tidak dapat dijelaskan (unexplained variance)
oleh variabel itu (Ardini, 2006).
63
Menurut Trihendradi (2012), untuk mengetahui apakah suatu variabel dapat
menjadi mediasi untuk variabel lainnya perlu diuji korelasinya terlebih dahulu, yang
mana dapat dilakukan dengan uji Pearson. Apabila dari hasil uji Pearson diperoleh hasil
bahwa variabel CE (biaya atas modal saham) yang pada paradigma penelitian memediasi
variabel SE (ikatan para pemangku kepentingan) dan CD (pengungkapan CSR) terhadap
keterbatasan modal mempunyai korelasi dengan semua variabel yang dimediasi, maka
model paradigma penelitian pada sub bab 2.6 adalah benar dan akan diuji dengan uji
Two Stage Least Square. Apabila dari hasil uji Pearson diperoleh hasil bahwa variabel
CE (biaya atas modal saham) hanya memediasi salah satu dari variabel SE (ikatan para
pemangku kepentingan) atau CD (pengungkapan CSR) terhadap keterbatasan modal,
maka model penelitian akan menjadi:
Persamaan penelitian:
1. CE it+1 = β01 + β1 SE it + e it
2. CC it+1 = β02 + β2 SE it + β3 CD it + β4 CÊ it+1 + e it
SE
CE CC
CD
64
atau
Persamaan penelitian:
1. CE it+1 = β01 + β1 CD it + e it
2. CC it+1 = β02 + β2 SE it + β3 CD it + β4 CÊ it+1 + e it
Untuk menguji pengaruh pada paradigma ini digunakan metode analisis jalur
(path analysis). Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis regresi linear berganda.
Analisis jalur menggunakan analisis regresi untuk menaksir hubungan kausalitas antar
variabel (model kausal) yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori. Analisis
jalur sendiri tidak dapat menentukan hubungan sebab-akibat dan juga tidak dapat
digunakan sebagai substitusi bagi peneliti untuk melihat hubungan kausalitas antar
variabel. Hubungan kausalitas antar variabel telah dibentuk dengan model berdasarkan
landasan teoritis. Apa yang dapat dilakukan oleh analisis jalur adalah menentukan pola
hubungan antara tiga atau lebih variabel dan tidak dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi atau menolak hipotesis kausalitas imajiner.
SE
CE CC
CD
65
Koefisien jalur dihitung dengan membuat 2 persamaan struktural yaitu
persamaan regresi yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan. Koefisien jalur
adalah standardized coefficient regresi, yang mana berarti nilai (β) yang digunakan
dalam analisis jalur adalah bukan unstandardized coefficient, melainkan standardized
coefficient. Jadi, pengaruh langsung variabel SE (ikatan para pemangku kepentingan)
dan CD (pengungkapan CSR) terhadap keterbatasan modal (CC) adalah sebesar β3 dan
β4, dimana seperti yang disebutkan sebelumnya, nilai (β) adalah nilai standardized
coefficient. Sedangkan pengaruh tidak langsung variabel SE (ikatan para pemangku
kepentingan) dan CD (pengungkapan CSR) terhadap CC (keterbatasan modal) adalah
sebesar β1 x β5 dan β2 x β5 (Trihendradi, 2012).
Apabila hasil uji Pearson menunjukkan bahwa variabel CE (biaya atas modal
saham) tidak memiliki korelasi dengan semua variabel pada paradigma penelitian di sub
bab 2.6, berarti variabel CE (biaya atas modal saham) tidak dapat menjadi variabel
mediasi untuk variabel SE (ikatan para pemangku kepentingan) ataupun CD
(pengungkapan CSR) terhadap keterbatasan modal. Maka model penelitian akan dipecah
menjadi:
Model 1:
SE
CE
CD
66
Model 2:
Persamaan penelitian:
1. CE it+1 = β01 + β1 SE it +β2 CD it + e it
2. CC it+1 = β02 + β3 SE it + β4 CD it + β5 CE it+1 + e it
3.6.4.2 Uji Signifikansi Parameter Individu (t-test)
Uji statistik t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dalam
penelitian ini, uji t dilakukan dengan melihat nilai signifikansi t dari masing-masing
variabel pada output hasil regresi menggunakan SPSS dengan significance level 0,05 (
= 5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari maka hipotesis ditolak (koefisien regresi
tidak signifikan). Hal tersebut berarti variabel independen tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap variabel dependen secara individual. Jika nilai signifikansi
lebih kecil dari , maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Hal tersebut
berarti variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen secara individual.
SE
CE CC
CD
67
3.6.4.3 Uji Signifikansi Simultan (F-test)
Uji F dilakukan untuk menguji apakah model regresi yang digunakan fit. Dalam
penelitian ini, uji F dilakukan dengan melihat nilai signifikansi F pada output hasil
regresi menggunakan SPSS dengan significance level 0,05 (= 5%). Jika nilai
signifikansi lebih besar dari , maka hipotesis ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa
model regresi tidak fit. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari , maka hipotesis diterima.
Hal tersebut menunjukkan bahwa model regresi fit.
3.6.4.4 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2 / R kuadrat) pada intinya digunakan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap
jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu
variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, banyak
peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi
68
mana model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai Adjusted R
2 dapat naik atau turun
apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model.
69
BAB IV
ANALISIS DAN BAHASAN TEMUAN
4.1 Gambaran Umum Penelitian
Sampel penelitian diambil dari 33 perusahaan industri manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia. Kriteria perusahaan yang harus dipenuhi adalah perusahaan
harus telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2009 dan mempublikasikan
secara lengkap laporan tahunan dan laporan keuangannya dari periode 1 Januari 2009
sampai dengan 31 Desember 2011. Kriteria lainnya adalah perusahaan tidak berubah
industri selama kurun waktu 2009 – 2011. Data- data yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah:
- Data primer untuk variabel ikatan para pemangku kepentingan.
- Data sekunder untuk variabel pengungkapan CSR, biaya atas modal
saham, dan keterbatasan modal.
Seluruh data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat diperoleh
dengan lengkap. Namun, data primer yang dibutuhkan untuk mengukur variabel ikatan
para pemangku kepentingan tidak dapat diperoleh dikarenakan langkanya lembaga
survei di Indonesia.
Pencarian data primer yang dapat dilakukan di Indonesia adalah dengan
melakukan survei sendiri di perusahaan-perusahaan yang menjadi populasi penelitian
70
ini. Survei dilakukan dengan mengirim kuesioner yang berisikan 21 pertanyaan untuk 7
indikator ikatan para pemangku kepentingan melalui email kepada perusahaan-
perusahaan yang menjadi populasi penelitian ini, yaitu 129 perusahaan manufaktur
Indonesia yang terdaftar di BEI periode 2009 – 2011. Dari seluruh kuesioner yang
dikirimkan, hanya 3 perusahaan yang memberikan respon. Jumlah yang sangat minim
tersebut tidak valid untuk membuktikan kebenaran hipotesis-hipotesis yang berkenaan
dengan ikatan para pemangku kepentingan dalam penelitian ini. Adapun, berdasarkan
teori-teori yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya, jumlah sampel yang cocok
untuk penelitian ini adalah sebanyak 33 sampel. Untuk mengatasi masalah ini, data
primer diubah menjadi data sekunder, yaitu data dari laporan tahunan perusahaan.
Kelemahan dari data sekunder untuk variabel ikatan para pemangku kepentingan ini
adalah berita mengenai ikatan para pemangku kepentingan yang diungkapkan dalam
laporan tahunan perusahaan di Indonesia pada umumnya tidak maksimal.
Data-data sekunder yang diperlukan dalam penelitian adalah data dari masing-
masing perusahaan yang telah ditetapkan menjadi sampel penelitian pada sub-bab
sebelumnya. Data-data sekunder tersebut meliputi:
Tabel 4.1
Data-data Sekunder Penelitian
Variabel Data Sekunder
Ikatan para pemangku kepentingan Laporan tahunan (annual report) periode
2009 dan 2010
Pengungkapan CSR Laporan tahunan (annual report) periode
71
2009 dan 2010
Biaya atas modal saham Harga penutupan (closing price) per
lembar saham harian periode 2010 dan
2011
Keterbatasan modal Laporan keuangan (financial report)
periode 2010 dan 2011
4.2 Analisis Outliers
Outliers digunakan untuk mengeliminasi data-data observasi yang ekstrim.
Berdasarkan analisis outliers yang dilakukan untuk penelitian ini, ditemukan terdapat 3
sampel outliers. Sampel-sampel tersebut dinyatakan outliers karena variabel cost of
equity-nya negatif dimana pada umumnya variabel cost of equity adalah posiif. Adapun,
karena variabel cost of equity merupakan variabel intervening, maka ketiga data outliers
tersebut tidak dapat digunakan baik dalam model regresi pertama maupun kedua. Data-
data outliers yang dimaksud adalah: IMAS, KBLM, dan BATA. Dengan demikian,
jumlah sampel yang digunakan untuk penelitian adalah sebanyak 30 sampel.
4.3 Analisis Variabel
4.3.1 Analisis Keterbatasan Modal
Penelitian terhadap keterbatasan modal dilakukan dengan menggunakan KZ
Index. Data penelitian diambil dari laporan keuangan masing-masing perusahaanyan
72
kemudian diolah dengan menggunakan rumus-rumus yang ada. Adapun, gambaran
indikator-indikator rasio yang digunakan dalam KZ Index untuk masing-masing
perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Cash Flow
Diagram Analisis Rasio Cash Flow
Gambar 4.1
Dapat terlihat dalam grafik cash flow bahwa rasio arus kas tertinggi ada pada PT. Pelat
Timah Nusantara, Tbk (NIKL) pada tahun 2010 yang mana kemudian menurun drastis
pada tahun 2011 dikarenakan perusahaan merugi. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan seperi Pelat Timah Nusantara adalah perusahaan yang menjual dalam jumlah
yang langsung banyak pada periode-periode tertentu. Rasio arus kas dengan kategori
rendah ada pada perusahaan-perusahaan seperti PT. Barito Pacific, Tbk (BRPT), PT.
Asahimas Flat Glass, Tbk (AMFG), Holcim (SMCB), PT. Fajar Surya Wisesa, Tbk
(FASW), dan bahkan PT Eratex, Tbk (ERTX) yang mencapai minus di tahun 2010. Ini
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
SMC
BU
NV
RH
MSP
KLB
FB
RP
TA
MFG
NIK
LFA
SWM
LBI
IMA
SA
SII
GD
YRG
GR
MIN
AF
KA
EFK
BLM
KB
RI
RM
BA
ULT
JV
OK
SA
PLI
BA
TAB
RN
AB
TON
ERTX
ETW
AIN
TPM
ERK
SMG
RTC
IDP
BR
XTK
IMP
RA
S
Cash Flow 2011
Cash Flow 2010
73
berarti perusahaan-perusahaan tersebut kurang mampu mengoptimalkan aset-asetnya
untuk memperoleh laba. Dengan demikian, keterbatasan modal dari perusahaan-
perusahaan tersebut cenderung tinggi. Adapun, perusahaan-perusahaan besar seperti PT.
Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP), Unilever (UNVR), Kalbe Farma (KLBF),
PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI), PT Indomobil Sukses Internasional, Tbk
(IMAS), PT Beton Jaya Manunggal, Tbk (BTON), Merck Indonesia (MERK), dan PT
Eratex, Tbk (ERTX) pada tahun 2011 memiliki rasio arus kas yang termasuk dalam
kategori tinggi. Rasio arus kas tinggi menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tingkat
keterbatasan modal yang rendah karena ada banyaknya dana yang masuk dari laba.
Dilihat dari indikator cash flow, PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP),
Unilever (UNVR), Kalbe Farma (KLBF), PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI), dan
PT Indomobil Sukses Internasional, Tbk (IMAS) memiliki keterbatasan modal yang
rendah.
2. Q atau Tobin’s Q
Diagram Analisis Rasio Tobin’s Q
74
Gambar 4.2
Dari grafik Q dapat terlihat kalau Tobin’s Q dari Unilever sangat tinggi dibandingkan
dengan perusahaan-perusahaan manufaktur lainnya. Ini menunjukkan bahwa harga
saham Unilever di pasar dihargai tinggi. Perusahaan-perusahaan lain yang terlihat
memiliki Tobin’s Q tinggi adalah PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI) dan PT.
Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP). Perusahaan yang memiliki Tobin’s Q yang
tinggi cenderung untuk memiliki harga saham yang overvalued (mahal) dimana para
investor akan cenderung untuk menjual saham dari perusahaan-perusahaan tersebut yang
mana membuat keterbatasan modal meningkat. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan yang
memiliki Tobin’s Q yang rendah seperti PT. Barito Pacific, Tbk (BRPT), PT. Asahimas
Flat Glass, Tbk (AMFG), Holcim (SMCB), dan PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL)
cenderung membuat para investor membeli saham dari perusahaan-perusahaan tersebut.
Dengan demikian, apabila dilihat dari indikator Tobin’s Q, PT. Barito Pacific, Tbk
(BRPT), PT. Asahimas Flat Glass, Tbk (AMFG), Holcim (SMCB), PT. Pelat Timah
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
SMC
B
UN
VR
HM
SP
KLB
F
BR
PT
AM
FG
NIK
L
FASW
MLB
I
IMA
S
ASI
I
GD
YR
GG
RM
INA
F
KA
EF
KB
LM
KB
RI
RM
BA
ULT
J
VO
KS
AP
LI
BA
TA
BR
NA
BTO
N
ERTX
ETW
A
INTP
MER
K
SMG
R
TCID
PB
RX
TKIM
PR
AS
Q 2011
Q 2010
75
Nusantara, Tbk (NIKL), PT Beton Jaya Manunggal, Tbk (BTON), dan PT Eratex, Tbk
(ERTX) memiliki tingkat keterbatasan modal yang rendah.
3. Leverage
Diagram Analisis Rasio Leverage
Gambar 4.3
Dapat terlihat dari grafik leverage kalau rasio leverage tertinggi ada pada PT. Eratex
Djaya, Tbk (ERTX). Tingginya leverage pada ERTX disebabkan karena jumlah
penggunaan utangnya yang jauh lebih besar dari modalnya. Pada PT. Fajar Surya
Wisesa, Tbk (FASW), tingginya leverage pada tahun 2010 disebabkan oleh peningkatan
jumlah utang yang mencapai angka + 2 triliun rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa PT.
Fajar Surya Wisesa, Tbk (FASW) memiliki tingkat penggunaan utang yang tinggi
dimana terdapat kemungkinan adanya kesulitan untuk memperoleh utang lagi. Dengan
demikian, keterbatasan modal pun akan meningkat. Adapun, perusahaan-perusahaan lain
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
SMC
BU
NV
RH
MSP
KLB
FB
RP
TA
MFG
NIK
LFA
SWM
LBI
IMA
SA
SII
GD
YRG
GR
MIN
AF
KA
EFK
BLM
KB
RI
RM
BA
ULT
JV
OK
SA
PLI
BA
TAB
RN
AB
TON
ERTX
ETW
AIN
TPM
ERK
SMG
RTC
IDP
BR
XTK
IMP
RA
S
Leverage 2011
Leverage 2010
76
yang juga memiliki leverage tinggi seperti PT. Barito Pacific, Tbk (BRPT), Holcim
(SMCB), PT Indomobil Sukses Internasional, Tbk (IMAS), dan Kalbe Farma (KLBF)
berarti juga memiliki keterbatasan modal yang tinggi. Sebaliknya, perusahaan-
perusahaan seperti PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP), Unilever (UNVR),
Kalbe Farma (KLBF), PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI), PT Voksel Electric,
Tbk (VOKS), dan PT Eterindo, Tbk (ETWA) yang memiliki leverage yang rendah
berarti memiliki tingkat keterbatasan modal yang rendah.
4. Dividend
Diagram Analisis Rasio Dividend
Gambar 4.4
Dari grafik dividend dapat terlihat kalau PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP)
memiliki rasio dividen tertinggi yang mana berarti bahwa perusahaan ini membayar
dividen yang sangat besar. Tingkat pembayaran dividen yang tinggi setelah PT. Hanjaya
0
0.5
1
1.5
2
2.5
SMC
BU
NV
RH
MSP
KLB
FB
RP
TA
MFG
NIK
LFA
SWM
LBI
IMA
SA
SII
GD
YRG
GR
MIN
AF
KA
EFK
BLM
KB
RI
RM
BA
ULT
JV
OK
SA
PLI
BA
TAB
RN
AB
TON
ERTX
ETW
AIN
TPM
ERK
SMG
RTC
IDP
BR
XTK
IMP
RA
S
Dividend 2011
Dividend 2010
77
Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP) diikuti oleh Unilever (UNVR) dan PT Indomobil
Sukses Internasional, Tbk (IMAS). Perusahaan yang dapat membayar dividen tinggi
berarti pendapatan perusahaannya juga cenderung besar. Dilihat dari indikator dividend,
PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP), Unilever (UNVR), dan PT Indomobil
Sukses Internasional, Tbk (IMAS) memiliki keterbatasan modal yang rendah.
Sebaliknya, perusahaan-perusahaan lainnya yang terlihat dalam grafik tidak
membagikan dividen cenderung memiliki keterbatasan modal yang tinggi.
5. Cash
Diagram Analisis Rasio Cash
Gambar 4.5
Dari grafik cash, dapat terlihat kalau NIKL memiliki jumlah kas yang besar, yang mana
juga berarti bahwa PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL) memiliki ketersediaan dana
yang besar juga. Seperti yang telah dibahas pada bagian cash flow, ada kemungkinan
0
2
4
6
8
10
12
SMC
B
UN
VR
HM
SP
KLB
F
BR
PT
AM
FG
NIK
L
FASW
MLB
I
IMA
S
ASI
I
GD
YR
GG
RM
INA
F
KA
EF
KB
LM
KB
RI
RM
BA
ULT
J
VO
KS
AP
LI
BA
TA
BR
NA
BTO
N
ERTX
ETW
A
INTP
MER
K
SMG
R
TCID
PB
RX
TKIM
PR
AS
Cash2011
Cash 2010
78
perusahaan tersebut menjual produk-produknya langsung dalam kuantitas yang besar
dalam periode-periode tertentu. Dilihat dari jumlah kasnya, perusahaan-perusahaan
seperti PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL), PT Indomobil Sukses Internasional,
Tbk (IMAS), Kalbe Farma (KLBF), PT Kertas Basuki Rachmat, Tbk (KBRI), Bentoel
International (RMBA), PT Eratex Djaya, Tbk (ERTX), dan PT Eterindo, Tbk (ETWA)
cenderung untuk memiliki keterbatasan modal yang rendah.
Adapun, indikator-indikator KZ Index yang meliputi cash flow, Tobin’s Q,
leverage, dividend, dan cash dari perusahaan-perusahaan sampel disatukan ke dalam
persamaan KZ Index yang telah dibuat oleh Lamont dan kawan-kawan (2001) untuk
mengetahui tingkat keterbatasan modal dari perusahaan-perusahaan sampel tersebut.
Grafik persamaan KZ Index-nya adalah sebagai berikut:
Diagram Analisis Keterbatasan Modal
Gambar 4.6
-80
-70
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
SMC
B
UN
VR
HM
SP
KLB
F
BR
PT
AM
FG
NIK
L
FASW
MLB
I
IMA
S
ASI
I
GD
YR
GG
RM
INA
F
KA
EF
KB
LM
KB
RI
RM
BA
ULT
J
VO
KS
AP
LI
BA
TA
BR
NA
BTO
N
ERTX
ETW
A
INTP
MER
K
SMG
R
TCID
PB
RX
TKIM
PR
AS
KZ Index 2011
KZ Index 2010
79
Semakin negatif KZ Index, semakin rendah keterbatasan modalnya, berarti semakin baik.
Dari grafik KZ Index dapat terlihat bahwa keterbatasan modal paling rendah dari seluruh
perusahaan sampel dimiliki oleh PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP) dengan
jumlah KZ Index sebesar -61.82 pada tahun 2010 dan -75.63 pada tahun 2011, yang
kemudian diikuti oleh Merck Indonesia (MERK), PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk
(NIKL), Unilever (UNVR), PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI), dan Kalbe Farma
(KLBF). Perhitungan KZ Index ini didasari oleh 5 indikator yang telah dibahas
sebelumnya dimana dapat terlihat bahwa perusahaan-perusahaan yang tersebut
sebelumnya memiliki keterbatasan modal rendah berdasarkan masing-masing indikator
juga memiliki keterbatasan modal rendah secara keseluruhan melalui persamaan KZ
Index yang dibuat oleh Lamont dan kawan-kawan (2001). Adapun, seperti yang dapat
dilihat pada grafik KZ Index, keterbatasan modal pada perusahaan-perusahaan listed
cenderung tidak tinggi. Sebesar-besarnya keterbatasan modal yang dialami tidak jauh
dari angka 0, kecuali pada Eratex (ERTX) yang dimana tengah mengalami defisiensi
modal.
4.3.2 Analisis Biaya Atas Modal Saham
Biaya atas modal saham dalam penelitian ini dihitung dengan pendekatan Capital
Asset Pricing Model (CAPM). Rumus dari CAPM tersebut adalah:
R = Rf + β (Rm - Rf)
Hasil dari CAPM untuk masing-masing perusahaan sampel adalah sebagai berikut:
80
Diagram Analisis Biaya Atas Modal Saham
Gambar 4.7
Dari grafik cost of equity terlihat bahwa biaya atas modal saham di tahun 2010 jauh
lebih besar dibandingkan dengan tahun 2011. Hal ini diakibatkan oleh tingginya nilai
beta dari sebagian besar perusahaan sampel pada tahun 2010. Tingginya nilai beta ini
diakibatkan oleh perubahan harga saham dari masing-masing perusahaan sampel yang
tidak diimbangi dengan perubahan harga saham gabungan (IHSG). Dapat dilihat pada
bar PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk (INTP) yang mana memiliki biaya atas
modal saham tertinggi, yaitu 93.67% pada tahun 2010. Besarnya biaya atas modal saham
pada PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL) ini dikarenakan betanya mencapai 1.67.
Tingginya beta pada PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL) dipicu oleh gejolak harga
saham dari perusahaan ini yang naik turun secara drastis, seperti pada bulan Maret 2010
ke bulan April 2010, yang mana peningkatan harga sahamnya adalah 76.43%. Beta yang
tinggi menandakan risiko yang tinggi juga. Karena risikonya tinggi, tingkat
pengembalian yang diharapkan dari para investor juga akan tinggi. Oleh sebab itu, biaya
-20.00%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
SMC
B
UN
VR
HM
SP
KLB
F
BR
PT
AM
FG
NIK
L
FASW
MLB
I
IMA
S
ASI
I
GD
YR
GG
RM
INA
F
KA
EF
KB
LM
KB
RI
RM
BA
ULT
J
VO
KS
AP
LI
BA
TA
BR
NA
BTO
N
ERTX
ETW
A
INTP
MER
K
SMG
R
TCID
PB
RX
TKIM
PR
AS
Cost ofEquity2011
Cost ofEquity2010
81
atas modal saham dari PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk (INTP) pada tahun 2010
juga tinggi. Kejadian serupa juga dialami oleh sebagian besar perusahaan-perusahaan
sampel lainnya pada tahun 2010.
Pada tahun 2011, biaya atas modal saham dari masing-masing perusahaan
sampel terlihat mengecil. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya beta dari perusahaan-
perusahaan sampel pada tahun 2011. Rendahnya beta ini diakibatkan oleh perubahan
harga saham dari masing-masing perusahaan sampel yang juga tidak berbeda jauh
dengan perubahan harga saham gabungan (IHSG). Beta yang rendah menunjukkan
bahwa risikonya juga rendah, yang mana berarti tingkat pengembalian yang diharapkan
dari para investor juga rendah. Oleh sebab itu, masing perusahaan sampel pada tahun
2011 memiliki biaya atas modal saham yang rendah.
Melihat perbedaan biaya atas modal saham yang sangat jauh dari tahun 2010 dan
2011, tidak menutup kemungkinan bahwa pada tahun-tahun sebelum dan sesudahnya
juga akan gonjang-ganjing. Dengan demikian, dapat diprediksikan bahwa pengaruh
variabel independen terhadap biaya atas modal saham pada perusahaan-perusahaan
listed di Indonesia akan cenderung memperlihatkan hasil yang tidak signifikan.
4.3.3 Analisis Ikatan para Pemangku Kepentingan
Data mengenai ikatan para pemangku kepentingan diambil dari laporan tahunan
dengan menggunakan indikator-indikator dari The Environment Council (TEC). Hasil
dari data yang diperoleh berdasarkan indikator-indikator ikatan para pemangku
kepentingan tersebut adalah:
82
Diagram Analisis Ikatan Para Pemangku Kepentingan
Gambar 4.8
Dari grafik stakeholder engagement, dapat terlihat bahwa indikator ikatan para
pemangku kepentingan yang paling banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
adalah pengungkapan stakeholder identification. Jika dicermati lebih lagi, indikator ini
diungkapkan di seluruh perusahaan sampel, karena pada kenyataannya seluruh
perusahaan mengidentifikasi para pemangku kepentingannya pada laporan tahunan
mereka. Indikator yang paling banyak dilakukan setelah stakeholder engagement adalah
media and approaches. Media and approaches yang dimaksud ini adalah media-media
atau pendekatan-pendekatan yang digunakan perusahaan untuk membangun ikatan para
pemangku kepentingan seperti: pertemuan-pertemuan untuk memberi nasihat, kelompok
fokus, dan forum komunitas. Banyak perusahaan sampel yang mengadakan kegiatan-
kegiatan tersebut untuk membina ikatan para pemangku kepentingan. Perusahaan-
perusahaan di Indonesia sudah semakin sadar akan perlunya ikatan para pemangku
kepentingan, walaupun belum seluruhnya menyadari hal ini. Seperti yang dapat dilihat
0
5
10
15
20
25
30
Tahun 2010
Tahun 2009
83
dari grafik, hanya setengah dari seluruh perusahaan sampel yang melakukan kegiatan
pertemuan-pertemuan ini.
Indikator ikatan para pemangku kepentingan yang paling jarang diungkapkan
adalah key concern and issues dan future targets. Indikator key concern and issues
jarang dilakukan oleh perusahaan karena indikator ini mencakup isu-isu yang mencuat
akibat adanya ikatan para pemangku kepentingan, yang mana pada kenyataannya isu-isu
seperti ini masih jarang diberitakan. Indikator future targets mencakup target-target di
masa yang akan datang untuk pengembangan ikatan para pemangku kepentingan. Hanya
segelintir perusahaan saja yang memasang target-target untuk ikatan para pemangku
kepentingan. Sebagian besar perusahaan lebih mengutamakan dalam memasang target-
target untuk mengoptimalkan laba.
Berdasarkan hasil yang dapat dilihat dari grafik stakeholder engagement, dapat
disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia masih kurang
peduli dengan ikatan para pemangku kepentingan.
4.3.4 Analisis Pengungkapan CSR
Data untuk meneliti pengungkapan CSR diperoleh dari laporan tahunan
perusahaan. Hasil dari data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Diagram Analisis Pengungkapan CSR
84
Gambar 4.9
Dari grafik CSR disclosure, terlihat bahwa indikator social performance adalah yang
paling banyak dilakukan pada perusahaan-perusahaan sampel. Angka tertinggi dicapai
pada tahun 2010, yaitu sebanyak 116 pengungkapan yang terdiri dari: 16 perusahaan
mengungkapkan adanya tindakan peningkatan kualitas kerja, 19 perusahaan
mengungkapkan adanya tindakan memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja, 29
perusahaan mengungkapkan adanya pemberian pelatihan untuk karyawan, 8 perusahaan
mengungkapkan adanya keadilan untuk mendapatkan hak yang sama bagi setiap
karyawannya, 4 perusahaan mengungkapkan adanya penghargaan atas hak asasi, 13
perusahaan mengungkapkan adanya tindakan untuk membangun hubungan dengan
komunitas-komunitas sekitar, dan 27 perusahaan mengungkapkan adanya
pertanggungjawaban terhadap pelanggan atas produk-produk yang dijualnya.. Adapun,
kegiatan-kegiatan seperti ini mulai banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
manufaktur di Indonesia, yang mana perusahaan-perusahaan tersebut mulai menyadari
0
20
40
60
80
100
120
EnvironmentalPerformance
Social Performance Governance
Tahun 2010
Tahun 2009
85
kegunaannya, yaitu disamping untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan,
juga dapat untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk.
Setelah social performance, indikator governance-lah yang juga banyak
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Walaupun masih jauh
dibawah social performance, namun perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia
mulai menyadari pentingnya tata kelola perusahaan yang baik yang mana juga dapat
berfungsi untuk meningkatkan kinerja perusahaannya. Pada umumnya, perusahaan-
perusahaan manufaktur lebih memperhatikan produktivitas karyawan-karyawannya
dalam menghasilkan produk-produk berkualitas. Tata kelola perusahaan tidaklah
menjadi perhatian utama.
Indikator environmental performance adalah yang paling jarang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan manufaktur. Hal ini mungkin disebabkan karena perusahaan-
perusahaan manufaktur lebih mengutamakan kecepatan produksi dan kualitas produknya
yang mana menyebabkan mereka tidak terlalu peduli dengan pengurangan polusi, emisi,
dan apakah produk-produk mereka dapat di daur ulang setelah dikonsumsi.
4.4 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan ringkasan statistik dari data-data yang digunakan
dalam penelitian. Data-data statistik deskriptif dapat berguna sebagai dasar dalam proses
pengambilan keputusan / inferensi statistik. Dalam penelitian ini, statistik deskriptif
dilakukan dengan cara eksak, yaitu dengan langsung menggunakan tampilan ringkasan
berisi angka. Statistik deskriptif untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
86
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif
Statistics
SE CD CE CC
N Valid 60 60 60 60
Missing 0 0 0 0
Mean .3738 .4900 .2584 -9.1580
Std. Error of Mean .02962 .02484 .03077 2.22653
Median .2857 .4667 .0901 -2.1734
Std. Deviation .22943 .19245 .23832 17.24659
Variance .053 .037 .057 297.445
Skewness .912 .538 1.102 -2.400
Std. Error of Skewness .309 .309 .309 .309
Kurtosis .349 -.580 .178 5.353
Std. Error of Kurtosis .608 .608 .608 .608
Range .86 .73 .87 81.14
Minimum .14 .20 .07 -75.74
Maximum 1.00 .93 .94 5.40
Percentiles 10 .1429 .2667 .0743 -33.2281
90 .7000 .8000 .6394 1.2140
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa terdapat 4 variabel penelitian, yaitu: SE, CD,
CE, dan CC. Jumlah data valid yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60
data untuk masing-masing variabel, dan tidak ada data yang hilang (missing). Penjelasan
dari hasil statistik deskriptif menurut Ghozali (2001) untuk masing-masing variabel dari
tabel 4.1 adalah sebagai berikut:
- SE
Pada tabel 4.1 terlihat mean dari variabel SE adalah sebesar 0.3738. Hal
ini menunjukkan bahwa rata-rata pelaksanaan ikatan para pemangku
kepentingan pada perusahaan manufaktur di Indonesia ini masih
tergolong minim. Standar error of mean sebesar 0.02962 menunjukkan
87
bahwa rata-rata pelaksanaan ikatan para pemangku kepentingan dari
seluruh populasi diprediksikan berada di antara 0.3146 dan 0.4330 (mean
+ 2 x standard error of mean) yang mana juga masih tergolong minim.
Median sebesar 0.2857 menunjukkan bahwa 50% dari data sampel SE
mempunyai nilai diatas 0.2857 dan sebaliknya. Standard deviation
sebesar 0.22943 dapat digunakan untuk melihat dispersi rata-rata dari
sampel yang mana diprediksikan berada di antara -0.08506 dan 0.83266
(mean + 2 x standard deviation). Kedua batas angka tersebut berbeda
tipis dengan nilai minimum dan maksimum, yang mana berarti sebaran
data adalah baik. Rasio skewness dari variabel SE dapat dihitung dengan
membagi nilai skewness dengan standard error of skewness yang mana
hasilnya adalah sebesar 2.9515. Hasil tersebut tidak berada di antara -2
dan +2, yang mana berarti ada kecenderungan bahwa data tidak
berdistribusi normal. Dengan confidence level 95%, dapat dihitung rasio
kurtosis dengan rumus nilai kurtosis + 1.96 x standard error of kurtosis.
Hasil rasio kurtosis yang diperoleh dari variabel SE ini berada di antara -
0.9307 dan 1.4527 dimana terdapat nilai 0 di antara rasio kurtosis
tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa distribusi data tidak
memiliki kurtosis dan memenuhi syarat untuk data yang berdistribusi
normal. Untuk lebih meyakinkan apakah data-data dari variabel SE ini
berdistribusi normal untuk digunakan dalam model-model statistik pada
penelitian ini, akan dilakukan uji normalitas. Nilai minimum dari variabel
SE ini adalah 0 dan nilai maksimumnya adalah 1 dengan range sebesar 1.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai variabel SE dari sampel berada diantara
88
0 dan 1 dengan tingkat persentase 10% di bawah 0.1429 dan 90% di
bawah 0.7.
- CD
Pada tabel 4.1 terlihat mean dari variabel CD adalah sebesar 0.49. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata pelaksanaan pengungkapan CSR pada
perusahaan manufaktur di Indonesia ini sudah berada dalam tingkat
cukup. Standar error of mean sebesar 0.02484 menunjukkan bahwa rata-
rata pengungkapan CSR dari seluruh populasi diprediksikan berada di
antara 0.44032 dan 0.5397 (mean + 2 x standard error of mean) yang
mana juga berarti sudah berada dalam tingkat cukup. Median sebesar
0.4667 menunjukkan bahwa 50% dari data sampel CD mempunyai nilai
diatas 0.4667 dan sebaliknya. Standard deviation sebesar 0.19245 dapat
digunakan untuk melihat dispersi rata-rata dari sampel yang mana
diprediksikan berada di antara 0.1051 dan 0.8749 (mean + 2 x standard
deviation). Kedua batas angka tersebut berbeda tipis dengan nilai
minimum dan maksimum, yang mana berarti sebaran data adalah baik.
Rasio skewness dari variabel CD dapat dihitung dengan membagi nilai
skewness dengan standard error of skewness yang mana hasilnya adalah
sebesar 1.7411. Hasil tersebut tidak berada di antara -2 dan +2, yang
mana berarti data berdistribusi normal. Dengan confidence level 95%,
dapat dihitung rasio kurtosis dengan rumus nilai kurtosis + 1.96 x
standard error of kurtosis. Hasil rasio kurtosis yang diperoleh dari
variabel CD ini berada di antara -0.58 dan 1.1917 dimana terdapat nilai 0
89
di antara rasio kurtosis tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa distribusi data tidak memiliki kurtosis dan memenuhi syarat untuk
data yang berdistribusi normal. Nilai minimum dari variabel CD ini
adalah 0.2 dan nilai maksimumnya adalah 0.93 dengan range sebesar
0.73. Hal ini menunjukkan bahwa nilai variabel CD dari sampel berada
diantara 0.2 dan 0.93 dengan tingkat persentase 10% di bawah 0.2667
dan 90% di bawah 0.8.
- CE
Pada tabel 4.1 terlihat mean dari variabel CE adalah sebesar 0.2584. Hal
ini menunjukkan bahwa biaya atas modal saham pada perusahaan
manufaktur di Indonesia pada umumnya berada dalam tingkat 25.84%.
Standar error of mean sebesar 0.03077 menunjukkan bahwa rata-rata
biaya atas modal saham dari seluruh populasi diprediksikan berada di
antara 0.3199 dan 0.1969 (mean + 2 x standard error of mean). Median
sebesar 0.0901 menunjukkan bahwa 50% dari data sampel CE
mempunyai nilai diatas 9.01% dan sebaliknya. Standard deviation sebesar
0.23832 dapat digunakan untuk melihat dispersi rata-rata dari sampel
yang mana diprediksikan berada di antara 0.21824 dan 0.73504 (mean +
2 x standard deviation). Kedua batas angka tersebut berbeda sedikit lebih
besar dengan nilai minimum dan maksimum dibandingkan dengan
variabel lainnya, yang mana berarti sebaran data adalah sedikit kurang
begitu baik. Hal ini disebabkan karena goncangan harga saham pada
perusahaan-perusahaan listed di Indonesia ini masih tidak stabil. Rasio
90
skewness dari variabel CE dapat dihitung dengan membagi nilai skewness
dengan standard error of skewness yang mana hasilnya adalah sebesar
3.5702. Hasil tersebut tidak berada di antara -2 dan +2, yang mana berarti
ada kecenderungan bahwa data tidak berdistribusi normal. Dengan
confidence level 95%, dapat dihitung rasio kurtosis dengan rumus nilai
kurtosis + 1.96 x standard error of kurtosis. Hasil rasio kurtosis yang
diperoleh dari variabel CE ini berada di antara -1.0137 dan 1.3697
dimana terdapat nilai 0 di antara rasio kurtosis tersebut. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa distribusi data tidak memiliki kurtosis
dan memenuhi syarat untuk data yang berdistribusi normal. Untuk lebih
meyakinkan apakah data-data dari variabel CE ini berdistribusi normal
untuk digunakan dalam model-model statistik pada penelitian ini, akan
dilakukan uji normalitas. Nilai minimum dari variabel CE ini adalah 0.07
dan nilai maksimumnya adalah 0.94 dengan range sebesar 0.87. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai variabel CE dari sampel berada diantara 7%
dan 94% dengan tingkat persentase 10% di bawah 7.43% dan 90% di
bawah 63.94%.
- CC
Pada tabel 4.1 terlihat mean dari variabel CC adalah sebesar -9.1580. Hal
ini menunjukkan bahwa rata-rata keterbatasan modal pada perusahaan
manufaktur di Indonesia ini tergolong cukup rendah. Standar error of
mean sebesar 2.22653 menunjukkan bahwa rata-rata keterbatasan modal
dari seluruh populasi diprediksikan berada di antara -13.6111 dan -4.7049
91
(mean + 2 x standard error of mean) yang mana juga berarti tergolong
cukup rendah. Median sebesar -2.1734 menunjukkan bahwa 50% dari
data sampel CC mempunyai nilai diatas -2.1734 dan sebaliknya. Standard
deviation sebesar 17.24659 dapat digunakan untuk melihat dispersi rata-
rata dari sampel yang mana diprediksikan berada di antara -43.6512 dan
25.33518 (mean + 2 x standard deviation). Kedua batas angka tersebut
berbeda cukup signifikan dengan nilai minimum dan maksimum, yang
mana berarti sebaran data tidak baik. Hal ini disebabkan karena memang
pada kenyataannya tingkat keterbatasan modal antar perusahaan juga
memiliki perbedaan yang drastis. Oleh sebab itu, sebaran data pada
variabel CC dalam penelitian ini dianggap normal. Rasio skewness dari
variabel CC dapat dihitung dengan membagi nilai skewness dengan
standard error of skewness yang mana hasilnya adalah sebesar -7.7670.
Hasil tersebut tidak berada di antara -2 dan +2, yang mana berarti ada
kecenderungan bahwa data tidak berdistribusi normal. Dengan
confidence level 95%, dapat dihitung rasio kurtosis dengan rumus nilai
kurtosis + 1.96 x standard error of kurtosis. Hasil rasio kurtosis yang
diperoleh dari variabel CC ini berada di antara 4.16132 dan 6.54468
dimana tidak terdapat nilai 0 di antara rasio kurtosis tersebut. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa distribusi data memiliki kurtosis dan
tidak memenuhi syarat untuk data yang berdistribusi normal. Meskipun
demikian, untuk mengetahui lebih pasti apakah data-data dari variabel
CC ini berdistribusi normal untuk digunakan dalam model-model statistik
pada penelitian ini, akan dilakukan uji normalitas. Nilai minimum dari
92
variabel CC ini adalah -75.74 dan nilai maksimumnya adalah 5.4 dengan
range sebesar 81.14. Hal ini menunjukkan bahwa nilai variabel CC dari
sampel berada diantara -75.74 dan 5.4 dengan tingkat persentase 10% di
bawah -33.2281 dan 90% di bawah 1.2140, yang mana berarti tingkat
keterbatasan modal pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia
tergolong rendah.
4.5 Hasil Uji Asumsi Klasik
4.5.1 Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang
dibentuk dari variabel dependen dan independen mempunyai distribusi normal. Model
regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal.
Hipotesis yang diajukan adalah:
Ho : Data berasal dari populasi berdistribusi normal
Ha : Data berasal dari populasi tidak berdistribusi normal
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas Model Pertama
93
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardize
d Residual
N 60
Normal Parameters(a,b) Mean .0000000
Std. Deviation .23334944
Most Extreme Differences
Absolute .254
Positive .254
Negative -.110
Kolmogorov-Smirnov Z 1.970
Asymp. Sig. (2-tailed) .001
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Berdasarkan hasil output diketahui bahwa Asymp.Sig.(2-tailed) memiliki nilai
0,001, yang mana lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga diputuskan bahwa
data residual memiliki distribusi yang tidak normal atau Ha diterima dan Ho ditolak.
Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas Model Kedua
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardize
d Residual
N 60
Normal Parameters(a,b) Mean .0000000
Std. Deviation 10.25230191
Most Extreme Differences
Absolute .114
Positive .078
Negative -.114
Kolmogorov-Smirnov Z .882
Asymp. Sig. (2-tailed) .418
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
94
Berdasarkan hasil output diketahui bahwa Asymp.Sig.(2-tailed) memiliki nilai
0,418, yang mana lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga diputuskan bahwa
data residual memiliki distribusi yang normal atau Ho diterima dan menolak Ha.
4.5.2 Hasil Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah ada korelasi antar variabel
bebas (SE, CD, CE) dalam model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi di antara variabel bebas. Untuk mendeteksi apakah ada multikolinearitas
dapat melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF)nya. Indikator multikorelasi dapat
dilihat dari VIF lebih besar dari 10.
Tabel 4.5
Hasil Uji Multikolinearitas Model Pertama
Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .195 .086 2.273 .027
SE .246 .207 .236 1.183 .242 .421 2.373
CD -.058 .247 -.047 -.233 .817 .421 2.373
a Dependent Variable: CE
Rincian VIF dari hasil uji model pertama adalah sebsagai berikut:
- VIF SE = 2.373 < 10
- VIF CD = 2.373 < 10
95
Tabel 4.6
Hasil Uji Multikolinearitas Model Kedua
Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 17.438 3.968 4.395 .000
SE -43.469 9.310 -.578 -4.669 .000 .411 2.431
CD -25.728 10.971 -.287 -2.345 .023 .421 2.375
CE 8.748 5.871 .121 1.490 .142 .959 1.043
a Dependent Variable: CC
Rincian VIF dari hasil uji model kedua adalah sebagai berikut:
- VIF SE = 2.431 < 10
- VIF CD = 2.375 < 10
- VIF CE = 1.043 < 10
Dari hasil uji multikolinearitas yang telah dilakukan, diketahui bahwa VIF
seluruh variabel bebas lebih kecil dari 10. Dengan demikian, tidak terjadi multikorelasi
pada kedua model penelitian.
4.5.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari metode yang
diamati tidak memiliki varian yang konstan dari suatu observasi ke observasi lainnya.
Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.
Tabel 4.7
96
Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Pertama
Correlations
Unstandardize
d Residual SE CD
Unstandardized Residual Pearson Correlation 1 .000 .000
Sig. (2-tailed) 1.000 1.000
N 60 60 60
SE Pearson Correlation .000 1 .761(**)
Sig. (2-tailed) 1.000 .000
N 60 60 60
CD Pearson Correlation .000 .761(**) 1
Sig. (2-tailed) 1.000 .000
N 60 60 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil uji model pertama dengan uji Spearman’s rho menunjukkan tidak ada
gangguan heteroskedastisitas yang terjadi dalam proses estimasi parameter model
penduga, dimana tingkat signifikansi (sig) dari seluruh variabel lebih dari 0,05 (p>0,05).
Tabel 4.8
Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Kedua
Correlations
Unstandardize
d Residual SE CD CE
Unstandardized Residual Pearson Correlation 1 .000 .000 .000
Sig. (2-tailed) 1.000 1.000 1.000
N 60 60 60 60
SE Pearson Correlation .000 1 .761(**) .201
Sig. (2-tailed) 1.000 .000 .124
N 60 60 60 60
CD Pearson Correlation .000 .761(**) 1 .133
Sig. (2-tailed) 1.000 .000 .310
N 60 60 60 60
CE Pearson Correlation .000 .201 .133 1
Sig. (2-tailed) 1.000 .124 .310
N 60 60 60 60
97
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil uji model kedua dengan uji Spearman’s Rho menunjukkan tidak ada
gangguan heteroskedastisitas yang terjadi dalam proses estimasi parameter model
penduga, dimana seluruh variabel memiliki nilai t hitung yang signifikan dengan tingkat
signifikansi (sig) dari seluruh variabel independen adalah lebih dari 0,05 (p>0,05).
4.6 Hasil Pengujian Hipotesis
4.6.1 Hasil Uji Hubungan Antar Variabel
Untuk melihat gambaran hubungan antar variabel kausal, digunakan analisis korelasi
menggunakan uji Pearson. Hasil dari uji Pearson adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9
Hasil Uji Hubungan Antar Variabel
Correlations
rsa SE CD CE CC
SE Pearson Correlation 1 .761(**) .201 -.772(**)
Sig. (2-tailed) .000 .124 .000
N 60 60 60 60
CD Pearson Correlation .761(**) 1 .133 -.711(**)
Sig. (2-tailed) .000 .310 .000
N 60 60 60 60
CE Pearson Correlation .201 .133 1 -.034
Sig. (2-tailed) .124 .310 .799
N 60 60 60 60
CC Pearson Co…rrelation
-.772(**) -.711(**) -.034 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .799
N 60 60 60 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
98
Dari hasil analisis korelasi, dapat diketahui hubungan antar variabel dengan melihat Sig
(2-tailed)-nya. Seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.9, Sig (2-tailed) setiap variabel
mempunyai nilai lebih kecil dari nilai alpha 5% kecuali pada variabel CE (biaya atas
modal saham). Oleh karena itu, variabel biaya atas modal saham tidak dapat dijadikan
variabel mediasi (intervening) baik antara ikatan para pemangku kepentingan terhadap
keterbatasan modal, maupun pengungkapan CSR terhadap keterbatasan modal, karena
tidak memiliki korelasi dengan variabel-variabel lainnya. Dengan demikian, H4 tidak
dapat diterima dan baik regresi Two Stage Least Square maupun analisis jalur tidak
dapat digunakan dalam penelitian ini karena model paradigma penelitian harus dipecah
dengan tidak menjadikan biaya atas modal saham sebagai variabel mediasi (intervening).
Adapun, model paradigma penelitian dipecah menjadi:
Model 1:
Model 2:
SE
CE
CD
SE
CE CC
CD
99
Setelah pemecahan, terdapat 2 model yang mana pengaruhnya dapat diuji dengan
menggunakan regresi linear berganda dimana nilai (β) nya kembali menggunakan
unstandardized coefficient. Dengan melihat tidak adanya korelasi antara variabel biaya
atas modal saham dengan variabel lainnya, maka dapat diprediksikan bahwa tidak
terdapat pengaruh baik dari variabel ikatan para pemangku kepentingan dan
pengungkapan CSR terhadap biaya atas modal saham maupun dari variabel biaya atas
modal saham terhadap keterbatasan modal. Agar lebih akurat, kedua model tersebut
akan diuji dengan regresi linear berganda.
4.6.2 Regresi Linear Berganda
Metode regresi linear berganda digunakan di dalam penelitian ini untuk mencari
kebenaran hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya. Adapun, hasil regresi dari
penelitian ini adalah:
Tabel 4.10
Hasil Regresi t Model Pertama
Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .195 .086 2.273 .027
SE .246 .207 .236 1.183 .242
CD -.058 .247 -.047 -.233 .817
a Dependent Variable: CE
100
Dari tabel 4.8 dapat diperoleh persamaan regresi model pertama, yang mana adalah:
CE it+1 = 0.195 + 0.246 SE it – 0.058 CD it
Tabel 4.11
Hasil Regresi t Model Kedua
Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 17.438 3.968 4.395 .000
SE -43.469 9.310 -.578 -4.669 .000
CD -25.728 10.971 -.287 -2.345 .023
CE 8.748 5.871 .121 1.490 .142
a Dependent Variable: CC
Dari tabel 4.7 dapat diperoleh persamaan regresi model kedua, yang mana adalah:
CC it+1 = 17.438 – 43.469 SE it – 25.728 CD it + 8.748 CE it+1
4.6.3 Hasil Uji Signifikansi Parameter Individu (t-test)
Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi 5% atau 0.05 untuk
menentukan apakah hubungan antar variabel independen dengan variabel dependennya
signifikan atau tidak.
Hasil regresi model pertama menunjukkan bahwa variabel SE dan CD
mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0.242 dan 0.817. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa hubungan diantara variabel tidak signifikan karena p value dari masing-masing
variabel < 5%. Dengan demikian, Ho tidak ditolak, yang mana berarti belum ada cukup
101
bukti bahwa ada hubungan antara ikatan para pemangku kepentingan ataupun
pengungkapan CSR terhadap biaya atas modal saham.
Hasil regresi pada model kedua menunjukkan bahwa variabel SE dan CD
mempunyai nilai koefisien masing-masing sebesar -43.469 dan -25.728 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0.000 dan 0.023. Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa hubungan
antara ikatan para pemangku kepentingan terhadap keterbatasan modal dan
pengungkapan CSR terhadap keterbatasan modal bersifat signifikan. Hasil uji t
menunjukkan bahwa Ho ditolak, H4 dan H5 diterima, yang mana berarti:
- H5 : Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif
terhadap keterbatasan modal.
- H6 : Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap
keterbatasan modal.
Arti dari hasil regresi tersebut adalah apabila ikatan para pemangku kepentingan
meningkat sebesar 1 satuan, maka keterbatasan modal akan menurun sebesar 43.469
satuan. Begitupun dengan pengungkapan CSR, apabila pengungkapan CSR meningkat
sebesar 1 satuan, maka keterbatasan modal akan menurun sebesar 25.728 satuan.
Pada hasil regresi model kedua, dapat terlihat juga bahwa variabel CE dengan
nilai koefisien sebesar + 8.748 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.142, yang mana
berarti biaya atas modal saham berpengaruh postif terhadap keterbatasan modal. Namun,
hasil tersebut tidak signifikan karena p value < 5%. Dengan demikian, Ho tidak ditolak,
yang mana berarti belum ada cukup bukti bahwa ada hubungan antara biaya atas modal
102
saham terhadap keterbatasan modal. Akan tetapi, dengan confidence level sebesar
85.8%, H6 dapat diterima, yang mana berarti:
- H7 : Biaya atas modal saham berpengaruh positif terhadap
keterbatasan modal
4.6.4 Hasil Uji Signifikansi Simultan (F-test)
Uji signifikansi simultan (F-test) digunakan untuk mencari tahu apakah ada
hubungan secara bersama-sama antara seluruh variabel independen dalam model
penelitian dengan variabel dependennya. Hasil regresi F dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.12
Hasil Regresi F Model Pertama
ANOVA(b)
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .138 2 .069 1.228 .300(a)
Residual 3.213 57 .056
Total 3.351 59
a Predictors: (Constant), CD, SE b Dependent Variable: CE
Dari hasil regresi F untuk model pertama, dapat terlihat p value (0.300) > 0.05,
yang mana berarti Ho tidak ditolak. Dengan demikian, tidak terdapat hubungan antara
ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR terhadap biaya atas modal
saham secara bersama-sama.
103
Tabel 4.13
Hasil Regresi F Model Kedua
ANOVA(b)
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 11347.785 3 3782.595 34.157 .000(a)
Residual 6201.472 56 110.741
Total 17549.257 59
a Predictors: (Constant), CE, CD, SE b Dependent Variable: CC
Dari hasil regresi F untuk model kedua, dapat terlihat kalau p value = 0.000 lebih
kecil dari batas tingkat signifinasi 0,05, yang mana berarti terdapat hubungan yang
signifikan antara ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas
modal saham terhadap keterbatasan modal secara bersama-sama. Dengan demikian, Ho
ditolak, dan H4 diterima, yang mana berarti:
H8 : Ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas
modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara bersama-sama.
4.6.5 Hasil Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2 / R kuadrat) pada intinya digunakan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hasil
regresi dari penelitian ini yang menunjukkan koefisien determinasi adalah sebagai
berikut:
104
Tabel 4.14
Hasil Regresi Koefisien Determinasi Model Pertama
Model Summary(b)
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .203(a) .041 .008 .23741
a Predictors: (Constant), CD, SE b Dependent Variable: CE
Dari hasil regresi, dapat dilihat bahwa R2 = 0.041. Angka tersebut menunjukkan
bahwa 4% fluktuasi biaya atas modal saham dijelaskan oleh ikatan para pemangku
kepentingan dan pengungkapan CSR, dan 95.9% selebihnya dijelaskan oleh faktor-
faktor lain yang tidak tercakup di dalam penelitian ini.
Tabel 4.15
Hasil Regresi Koefisien Determinasi Model Kedua
Model Summary(b)
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .804(a) .647 .628 10.52333
a Predictors: (Constant), CE, CD, SE b Dependent Variable: CC
Dari hasil regresi, dapat dilihat bahwa R2 = 0.647. Angka tersebut menunjukkan
bahwa 64.7% fluktuasi keterbatasan modal dijelaskan oleh ikatan para pemangku
kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas modal saham, dan 25.3% selebihnya
dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak tercakup di dalam penelitian ini. Ikatan para
105
pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas modal saham merupakan
variabel penjelas yang baik bagi keterbatasan modal.
4.7 Pembahasan
Pada dasarnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebenaran dari
hipotesis-hipotesis yang telah dibuat berdasarkan teori-teori dan penelitian-penelitian
sebelumnya apakah dapat diterapkan pada perusahaan-perusahaan manufaktur di
Indonesia.
Dari hasil uji hipotesis model persamaan pertama dalam penelitian ini, terlihat
bahwa data-data yang digunakan tidak berdistribusi normal dan terdapat
heteroskedastisitas. Hal tersebut menunjukkan bahwa data model persamaan pertama
tidak dapat digunakan untuk menganalisis hipotesis. Adapun, dari hasil pengujian
hipotesis yang telah dilakukan, terbukti juga bahwa hasilnya tidak signifikan dan R2-nya
hanya sebesar 0.038. Dengan demikian, hipotesis 1, 2, dan 3 tidak berlaku di
perusahaan-perusahaan manufaktur Indonesia. Hipotesis-hipotesis yang ditolak tersebut
adalah adanya pengaruh negatif dari ikatan para pemangku kepentingan dan
pengungkapan CSR terhadap biaya atas modal saham. Hal ini disebabkan karena gejolak
harga saham di Indonesia ini bergantung pada faktor-faktor lain di luar ikatan para
pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR. Dari data yang diperoleh, terlihat
bahwa perbedaan beta saham masing-masing perusahaan sampel antara tahun 2010
dengan tahun 2011 sangat signifikan. Perbedaan ini pastinya tidak dipengaruhi oleh
ikatan para pemangku kepentingan maupun pengungkapan CSR dari perusahaan-
106
perusahaan manufaktur Indonesia yang cenderung tidak berbeda jauh dari tahun ke
tahun. Di samping itu, ada juga kemungkinan bahwa ikatan para pemangku kepentingan
dan pengungkapan CSR kurang dipedulikan di Indonesia ini.
Berdasarkan uji hipotesis model kedua yang telah dilakukan, hipotesis-hipotesis
yang sebelumnya diperoleh dari teori-teori yang sudah ada, dapat diterima.
Hipotesis-hipotesis yang diterima:
- H5 : Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif
terhadap keterbatasan modal.
- H6 : Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap
keterbatasan modal.
- H8 : Ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR,
dan biaya atas modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal
secara bersama-sama.
Dari hipotesis-hipotesis yang diterima ini, dapat diketahui bahwa teori-teori yang
membentuk hipotesis-hipotesis tersebut dapat berlaku di perusahaan-perusahaan
manufaktur Indonesia. Adapun, telah terbukti bahwa ikatan para pemangku kepentingan
dan pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal di
perusahaan-perusahaan manufaktur Indonesia. Jadi, apabila ikatan para pemangku
kepentingan dan pengungkapan CSR meningkat, maka keterbatasan modal akan
berkurang. Meskipun pengaruh biaya atas modal saham terhadap keterbatasan modal
tidak signifikan dengan confidence level 95%, namun dengan confidence level 85.8%
dapat dibuktikan bahwa teori yang menyatakan bahwa biaya atas modal saham
107
berpengaruh positif terhadap keterbatasan modal dapat diterima. Adapun, secara
bersama-sama, ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas
modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara signifikan.
4.8 Temuan Penelitian
Setelah seluruh proses penelitian dilakukan, ada beberapa temuan yang diperoleh
dari penelitian ini. Temuan-temuan tersebut meliputi:
- Berdasarkan kegiatan penyebaran kuesioner yang telah dilakukan untuk
mendukung penelitian ini, ditemukan bahwa ada kesulitan untuk
mendapatkan data ikatan para pemangku kepentingan secara kualitatif.
Hal ini dibuktikan dengan hanya 3 responden yang memberikan jawaban.
- Berdasarkan hasil analisis laporan tahunan dan statistik deskriptif,
ditemukan bahwa pelaksanaan ikatan para pemangku kepentingan pada
perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia masih tergolong minim.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah indikator yang paling sering muncul di
setiap perusahaan adalah 1 dari 7 indikator. Pembuktian berdasarkan hasil
statistik deskriptif dapat dilihat dari mean variabel ikatan para pemangku
kepentingan yang hanya sebesar 0.3738.
- Berdasarkan hasil statistik deskriptif, ditemukan bahwa pelaksanaan
pengungkapan CSR pada perusahaan-perusahaan manufaktur di
Indonesia sudah tergolong cukup. Hal ini dibuktikan dengan mean dari
variabel pengungkapan CSR sebesar 0.49.
108
- Berdasarkan hasil analisis operasionalisasi variabel biaya atas modal
saham, ditemukan bahwa gejolak harga saham dari perusahaan-
perusahaan manufaktur di Indonesia sangat besar. Dari hasil
operasionalisasi variabel, dapat terlihat bahwa data harga saham tahun
2010 berbeda cukup signifikan dengan tahun 2011.
- Berdasarkan hasil analisis operasionalisasi variabel keterbatasan modal
dan statistik deskriptif, ditemukan bahwa terdapat perbedaan keterbatasan
modal yang drastis di antara perusahaan-perusahaan manufaktur di
Indonesia. Dari hasil analisis operasionalisasi variabel, dapat terlihat
adanya perbedaan keterbatasan modal yang cukup signifikan antara satu
perusahaan dengan perusahaan lainnya. Salah satu contohnya dapat
dilihat melalui hasil perhitungan KZ Index tahun 2011 dari Unilever yang
mencapai nilai sebesar -33.3202. Nilai tersebut berbeda cukup signifikan
dengan perusahaan lainnya seperti Indomobil yang hanya mencapai nilai
sebesar -2.6137. Adapun, dari hasil statistik deskriptif juga dapat terlihat
bahwa nilai standar deviasi dari variabel keterbatasan modal sangat besar,
yaitu sebesar 17.2466. Standar deviasi yang besar menggambarkan
besarnya volatilitas data.
- Berdasarkan hasil analisis operasionalisasi variabel pengungkapan CSR,
ditemukan bahwa pengungkapan akan performa sosial, seperti
keselamatan kerja karyawan, pelatihan karyawan, dan
pertanggungjawaban produk kepada konsumen sudah cukup diungkapkan
pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia, yaitu dengan
jumlah rata-rata sebesar 17 perusahaan dari 33 perusahaan sampel.
109
Sebaliknya, pengungkapan akan performa lingkungan, seperti
pengurangan bahan-bahan yang tak habis dikonsumsi dan mampu
mencemari lingkungan, pengurangan emisi, serta inovasi produk belum
banyak diungkapkan pada perusahaan-perusahaan manufaktur di
Indonesia, yaitu dengan jumlah rata-rata sebesar 6 perusahaan dari 33
perusahaan sampel.
- Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, ditemukan bahwa ada hubungan
positif antara biaya atas modal saham dengan keterbatasan modal dengan
tingkat confidence level sebesar 85.8% yang mana sebelumnya belum
pernah ada penelitian atau
110
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil uji model pertama dari penelitian ini, diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Ikatan para pemangku kepentingan tidak berpengaruh terhadap biaya atas
modal saham.
2. Pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap biaya atas modal saham.
3. Ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR tidak
berpengaruh terhadap biaya atas modal saham secara bersama-sama.
Dari hasil uji model kedua dari penelitian ini, diperoleh hasil sebagai berikut:
4. Biaya atas modal saham bukan merupakan variabel mediasi (intervening)
baik antara ikatan para pemangku kepentingan terhadap keterbatasan modal
maupun pengungkapan CSR terhadap keterbatasan modal.
5. Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif terhadap
keterbatasan modal.
6. Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal.
7. Biaya atas modal saham tidak berpengaruh terhadap keterbatasan modal.
8. Ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas
modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara bersama-
sama.
111
Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa semua perusahaan sampel yang masuk
dalam kategori perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di BEI untuk periode 2009
– 2011 sudah melakukan ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pelaksanaan ikatan para pemangku
kepentingan di perusahaan-perusahaan listed di Indonesia tidak terlalu kuat. Hal ini
dapat dilihat dari hasil penelitian yang ditunjukkan oleh grafik stakeholder identification
sebelumnya dengan rata-rata perusahaan yang menggunakannya masih dibawah
setengah, kecuali indikator identifikasi para pemangku kepentingan.
Adapun, walaupun pada penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
CSR berpengaruh negatif terhadap biaya atas modal saham, namun melalui hasil
penelitian ini dapat dibuktikan bahwa CSR tidak selalu berpengaruh terhadap biaya atas
modal saham karena tidak tertutup kemungkinan pada negara-negara tertentu seperti
Indonesia ini memiliki perusahaan-perusahaan yang tidak stabil, sehingga risiko
sistematik dari tahun ke tahunnya dapat berbeda cukup signifikan. Sebaliknya, dari
penelitian ini telah dibuktikan bahwa CSR berpengaruh positif terhadap keterbatasan
modal. Dengan demikian, semakin baik pelaksanaan CSR dari suatu perusahaan, maka
akses pendanaannya akan semakin baik juga.
5.2 Saran
Akan menjadi lebih baik bagi perkembangan ekonomi bangsa apabila
perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat terus mengembangkan CSR terutama pada
peningkatan ikatan para pemangku kepentingan yang masih sangat minim di Indonesia
ini. Pelaksanaan CSR sangatlah berguna, yang mana selain dapat meningkatkan
112
kelangsungan hidup perusahaan, juga dapat meningkatkan akses pendanan perusahaan
agar perusahaan dapat selalu siap untuk mengambil kesempatan-kesempatan investasi
yang menguntungkan setiap saat kesempatan-kesempatan tersebut datang. Berdasarkan
hasil penelitian, ada beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan-perusahaan di
Indonesia untuk mengembangkan CSR, yang mana meliputi:
- Meningkatkan pelaksanaan CSR di bidang lingkungan (environment)
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan CSR di bidang
lingkungan adalah dengan memperhatikan pengurangan bahan-bahan
yang tidak dapat di daur ulang, pengurangan emisi, dan inovasi
produk. Sebagai pedoman, dapat dicontoh dari Kalbe Farma Tbk
dimana pelaksanaan CSR di bidang lingkungannya sudah sangat baik.
Beberapa tindakan yang dilakukan oleh Kalbe Farma dalam
pelaksanaan CSR di bidang lingkungan meliputi pengolahan air
limbah sehingga dapat digunakan kembali untuk fungsi lainnya,
substitusi bahan bakar solar dengan gas yang lebih ramah lingkungan,
pemilihan air sebagai bahan dasar formula lebih diprioritaskan
dibandingkan dengan pelarut organik, dan pendirian Kalbe Green
Data Center untuk meriset penghematan energy.
- Meningkatkan ikatan para pemangku kepentingan (stakeholder
engagement)
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ikatan para
pemangku kepentingan adalah dengan membuat kegiatan-kegiatan
kebersamaan, diskusikan isu-isu mengenai ikatan para pemangku
113
kepentingan, berikan target-target ikatan para pemangku kepentingan
untuk masa yang akan datang, dan berikan kesempatan lebih bagi
para pemangku kepentingan untuk dapat memberikan umpan balik
(feedback). Sebagai pedoman, dapat dicontoh Merck Indonesia Tbk
yang telah melaksanakan ikatan para pemangku kepentingan dengan
baik. Dalam pelaksanaan kegiatan ikatan para pemangku kepentingan,
Merck membuat program Klik Hati dan Youth Takes Action (YTA).
Program Klik Hati bertujuan untuk memberikan inspirasi pada
banyak orang yang merupakan pemangku kepentingan eksternal
(external stakeholders) untuk melakukan aksi sosial bersama dengan
Merck dengan memanfaatkan jaringan media sosial untuk
menciptakan dampak yang besar. Sedangkan YTA dibentuk untuk
memberikan pelatihan bagi pemuda sekitar lokasi perseroan agar
mereka dapat mengerti tentang pentingnya kerja sama tim,
pengembangan proposal, dan komitmen yang mana tentunya
bertujuan untuk meningkatkan ikatan diantara mereka dengan Merck.
Dengan karyawan internal-pun, Merck telah banyak melaksanakan
kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan ikatan para pemangku
kepentingan yang meliputi persiapan Systems Application and
Products (SAP) yang melibatkan banyak karyawan internal, program-
program seperti penanaman pohon yang melibatkan seluruh karyawan
perusahaan, pemberian penyuluhan mengenai nilai perseroan kepada
seluruh karyawan, dan pemberian survei kepuasan karyawan sebagai
sarana umpan balik bagi karyawan.
114
5.3 Keterbatasan-keterbatasan
Beberapa keterbatasan dari penelitian ini adalah:
- Jumlah sampel dari penelitian ini hanya terbatas pada satu industri saja
sehingga hasil penelitian ini hanya dapat digunakan untuk perusahaan
yang berada dalam industri manufaktur saja.
- Di dalam penelitian ini, ikatan para pemangku kepentingan tidak dinilai
langsung dari pelaksanaannya, melainkan hanya melalui laporan tahunan,
yang mana berarti ada kemungkinan tidak seluruhnya diungkapkan.
115
DAFTAR PUSTAKA
Andriof, J & Waddock, S., 2002. Unfolding stakeholder thinking: Theory, responsibility
and engagement, Greenleaf Publishing, Sheffield, UK, pp. 19-42.
Ardini, L., 2009. Analisis Perbandingan Pengaruh Langsung dan Tak Langsung Faktor
Budaya Organisasi dan Komitmen Terhadap Kinerja Karyawan Pada UPTD
Parkir Kota Surabaya. Jurnal Ekuitas, 13(2): 238-258.
Arikunto, S., 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Baker, M., Stein, J.C., and Wurgler, J., 2003. When does the market matter? Stock
prices and the investment of equity-dependent firms. The Quarterly Journal of
Economics 118: 969-1005.
Berlingeri, H. O., 2006. Yes, After All, In an MM World, Dividends are Irrelevant.
Working Paper, Pontificia Universidad Católica Argentina.
Blowfield, M., 2005. Corporate Social Responsibility: reinventing the meaning of
development? International Affairs, 81(3): 515-524.
Botosan, C., 1997. Disclosure Level and the Cost of Equity Capital. The Accounting
Review, 72: 323-349.
116
Budimanta. Arif., 2004, Corporate Social Responsilbility, Jawaban Bagi Model
Pembangunan Indonesia Masa Kini, Indonesia Center Sustainable Development,
Jakarta.
Campello, M., Graham, J.R., and Harvey, C.R., 2010. The real effects of financial
constraints: Evidence from a financial crisis. Journal of Financial Economics,
97(3): 470-487.
Carpenter, R.E., Fazzari, S.M., and Petersen, B.C., 1998. Financing constraints and
inventory investment: A comparative study with high-frequency panel data.
Review of Economics and Statistics, 80: 513-519.
Carson, R., 2000. Silent Spring (New Edition). London: Penguin Modern Classics.
Chan, L., Jegadeesh, N., Lakonishok, J., 1996. Momentum strategies. Journal of
Finance, 51: 1681–1713.
Chen, C. H., 2011. The Major Components of Corporate Social Responsibility. Journal
of Global Responsibility, 5(1): 85-99.
Cheng, B, Ioannis, I, and Serafeim, G., 2011. Corporate Social Responsibility and
Access to Finance. Working Paper, Harvard Business School.
117
Choi, J., and Wang, H., 2009. Stakeholder relations and the persistence of corporate
financial performance. Strategic Management Journal, 30: 895-907.
Christianti, A., 2008. Pengujian POT: Pengaruh Leverage terhadap Pendanaan Surplus
dan Defisit Pada Industri Manufaktur Di BEI. The 2nd National Conference,
UKWMS.
Clement, M., & Tse, S.Y., 2005. Financial Analyst Characteristics and Herding
Behavior in forecasting. The Journal of Finance, 60: 307-341.
Collins, J. and Porras, J. I. Built to Last – Successful Habits of Visionary Companies.
Century, 1994.
Damodaran, A., 2006. Damodaran on Valuation 2nd edition: Security Analysis For
Investment And Corporate Finance. New jersey: John Wiley & Sons.
Darwin, A. (2006). Akuntabilitas, kebutuhan, pelaporan dan pengungkapan CSR bagi
perusahaan di Indonesia. Economics Business Accounting Review, 3, 83-95.
Da, Z., Guo, R. J., and Jagannathan, R., 2012. CAPM for estimating the cost of equity
capital: Interpreting the empirical evidence. Journal of Financial Economics,
103: 204-220.
118
Dhaliwal, D., Li, O.Z., Tsang, A.H., and Yang, Y.G., 2011. Voluntary non-financial
disclosure and the cost of equity capital: The case of corporate social
responsibility reporting. The Accounting Review, 86(1): 59-100.
El Ghoul, S., Guedhami, O., Kwok, C.C.Y., and Mishra, D.R., 2011. Does corporate
social responsibility affect the cost of capital? Journal of Banking and Finance,
35 (9): 2388-2406.
Elkington, J., 1997. Cannibal With Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century.
Oxford.
Foo, L.M., 2007. Stakeholder engagement in emerging economies: considering the
strategic benefits of stakeholder engagement in a cross-cultural and geopolitical
context. Corporate Governance, 7(4):379-387.
Gay, L.R. dan Diehl, P.L., 1992. Research Methods for Business and. Management,
MacMillan Publishing Company, New York.
Vintila, G., 2013. A Study of the Relationship between Corporate Social Responsibility -
Financial Performance - Firm Size. Revista Română de Statistică. Trim I, 62–67.
Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis dengan Program SPSS, Undip: Semarang.
119
Greenwood, P. M., 2007. Functional plasticity in cognitive aging: Review and
hypothesis. Neuropsychology, 21, 657–673.
Gujarati, D, 2003. Ekonometri Dasar, Terjemahan: Sumarno Zain, Jakarta: Erlangga.
Halim, A., 2007. Pengelolaan Keuangan Daerah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hall, B.H., and Lerner, J., 2010. The Financing of R&D and Innovation. In: Hall, B.H.,
and Rosenberg, N. (eds.), Handbook of The Economics of Innovation. Elsevier,
Chap 14.
Heinkel, R., Kraus, A., Zechner, J., 2001. The effect of green investment on corporate
behavior. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 36: 431-449.
Hendriksen, Eldon S., Michael F., and Breda, V.,2002. Teori akunting Terjemahan oleh
Herman Wibowo. Buku 2 Jakarta: Interaksara.
Henriques, I, and P. Sadorsky (1996) The Determinants of an Environmentally
Responsive Firm An Empirical Approach, Journal of Environmental Economics
and Management, 30 (3), May, 381-395.
Hidayat, R, 2010. Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris Pada
Bursa Efek Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April, 457-480.
120
Himmelberg, C.P., and Petersen, B.C., 1994. R&D and Internal Finance: A Panel Study
of Small Firms in High-Tech Industries. Review of Economics and Statistics,
76(1): 38-51.
Hong, H., Kacperczyk, M., 2009. The price of sin: The effects of social norms on
markets.Journal of Financial Economics, 93:15-36.
Hubbard, R.G., 1998. Capital-market imperfections and investment. Journal of
Economic Literature, 36: 193-225.
ISEA 1999, AccountAbility 1000 (AA1000) framework - Standard, guidelines and
professional qualification, London.
Isenmann, R & Kim, K-C., 2006, Interactive sustainability Accounting: Developing
Clear Target Group Tailoring and Stimulating Stakeholder Dialogue, in
Schaltegger, S, Bennett, M & Burritt, R (eds), Sustainability Accounting and
Reporting, Springer, pp. 533-555.
Jones, T. M., 1995. Instrumental Stakeholder Theory: A Synthesis of Ethics and
Economics. The Academy of Management Review, 20(2): 404-437.
Kaur, A and Lodhia, S., 2013. The state of disclosures on stakeholder engagement in
sustainability reporting in Australian local councils. Pacific Accounting Review:
Special issue on Sustainability Accounting and Reporting.
121
Kaplan, Steven, Zingales, L., 1997. Do Financing Constraints Explain Why Investment:
Evidence From Japanese Panel Data. Quarterly Journal of Economics. 106: 33-
60.
Kartini, dan Arianto, T., 2008, Struktur Kepemilikan, Profitabilitas, Pertumbuhan Aktiva
dan Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur.
Jurnal Keuangan dan Perbankan, 12(1): 11-21.
Kodrat, D.S., 2008. Studi penerapan corporate social responsibility untuk menciptakan
sustainable growth di Indonesia. Paper dipresentasikan pada The 2nd National
Conference UKWMS.
Lamont, O., Polk, C., and Saa-Requejo, J., 2001. Financial constraints and stock returns.
Review of Financial Studies 14(2): 529-554.
Leary, M.T., and Roberts, M. R., 2008. The Pecking Order, Debt Capacity, and
Information Asymmetry. Journal of Financial Economics, 40: 429-458.
Lukas, A, S., 2003. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Andi Offset.
Lundholm, R, J., 1996. Corporate Disclosure Policy and Analyst Behavior. Accounting
Review, 71(4): 467-492.
122
Malhotra K. Naresh., 1993. Marketing Research An Applied Orientation, second edition,
Prentice Hall International Inc, New Jersey.
Merton, R.C., 1987. A simple model of capital market equilibrium with incomplete
information. Journal of Finance, 42,:483–510.
Mankiw, N. G., 2009. Macroeconomics. Worth Publishers, chap. 17.
Roscoe dikutip dari Uma Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba
Empat.
Rozeff , M.S., 1982. Growth, Beta and Agency Costs as Determinants of Dividend
Payout Ratios. The Journal of Financial Research, 5(3): 249-259.
Santoso, S., 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Plus Aplikasi Program SPSS, Cetakan
Pertama, Ponorogo:P2-FE.
Sartono, A., 2000. Manajemen Keuangan, Edisi 3, Yogyakarta: BPFE.
Sofyaningsih, S, 2011. Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividen, Kebijakan Utang dan
Nilai Perusahaan. Dinamika Keuangan dan Perbankan, Mei, 68-87.
123
Steiner, G., Steiner, J., 2003, Business, Government and society, A Manajerial
Perspective Texs and Cases, Tenth Edition, Mc Graw-Hill Irwin.
Suharto, E., 2008. Menggagas standar audit program CSR. Paper dipresentasikan pada
6th Round Table Discussion Menggagas Standar Audit Program CSR:
Implementasi UU Perseroan Terbatas, Asosiasi Auditor Internal (AAI), Financial
Club Jakarta, 27 Maret 2008.
Sukamulja, S., 2005, Analisis Fundamental, Teknikal, dan Program Metastock. Finance
Club Training.
Supomo, B., 2002, Metodologi Penelitian Bisnis, Cetakan Kedua, Yogyakara: Penerbit
BFEE UGM.
Susilawati, 2004. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pendanaan
Perusahaan Manufaktur. Working Paper, Universitas Sumatera Utara.
Sutapa, 2006, Analisis Faktor Penentu Struktur Modal: Studi Empiris pada Emiten
Syariah di Bursa Efek Jakarta 2001-2004. Jurnal Akuntansi Keuangan, 5(2):
203-215.
Trihendradi, C., 2012. Step by Step SPSS 20 Analisis Data Statistik. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
124
Wibisono, Y., 2007. Membedah konsep dan aplikasi CSR. Gresik : Fascho Publishing.
www.globalreporting.co.id
125
LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil Perhitungan Indikator-indikator KZ Index
2011
Cash Flow Q Leverage Dividend Cash
0.213488333 2.167795247 0.183045689 0.044814234 0.14284127
1.090785528 38.16753571 0.031174516 1.092422877 0.081022171
2.105960407 16.34790966 0.028947155 1.973098383 0.506472183
1.071703272 0.188157604 0.197095081 0.448245149 1.427386966
0.041941187 0.55758402 0.003470226 0.005965503 0.133239732
0.47448263 1.291451846 0.078890729 0.033471093 0.565741488
0.201904545 1.447769431 0.049168663 0.3635749 1.225811704
0.101187669 6.023383346 0.520480173 0.042995868 0.013716413
1.168170791 13.70094441 0.025124241 0.84962534 0.390609194
1.332614576 0.829469265 0.281917867 0 1.823915205
0.908941023 0.343954031 0.346148084 0.28145502 0.450348642
0.217695834 0.832091354 0.100572932 0.018473304 0.195048672
0.787916559 4.790627947 0.025671303 0.233230165 0.147826299
0.519001865 0.78150159 0.042141576 0 1.376324151
0.506521498 1.462185126 0.045728731 0.065015054 0.467252207
0.130510818 0.513653125 0.019971761 0.009614214 0.05533885
0.024526662 0.640637622 0.018695939 0 0.025595074
0.25167795 2.517008509 0.04065847 0.109863429 0.051557138
0.227048302 2.207404979 0.11662215 0 0.257742835
0.632203343 1.323562836 0.015540733 0 0.629824511
0.197704932 0.508170252 0.039181354 0.169883373 0.195726607
0.458208428 1.933265064 0.025832709 0.200448711 0.069281763
0.355824082 0.024534881 0.217264953 0.06854477 0.160088892
2.837837123 0.627761052 0.015977272 0 0.018726009
2.775974347 0.297088862 0.81516898 0 0.074207389
0.978786204 1.105943914 0.02281878 0 0.096765262
0.553803891 3.929320486 0.054308028 0.125690239 0.891181614
3.142359516 5.692954776 0.042396984 1.297467295 3.292293365
0.590113581 4.52652413 0.113681382 0.193833443 0.447501373
0.522545173 1.447924859 0.047075287 0.172304085 0.226492738
0.564058233 0.482534075 0.054583935 0 0.877704474
0.130312143 0.117500796 0.558839066 0.001998002 0.148290754
0.160231515 0.475417882 0.280558823 0 0.065106056
126
2010
Cash Flow Q Leverage Dividend Cash
0.167966108 2.425899026 0.247710484 0 0.133078314
1.213742809 29.51334417 0.028670439 1.002784992 0.104666633
1.608891154 5.579106401 0.035414696 1.551836182 0.702882283
1.102087918 0.129251396 0.25011421 0.1888882 1.360298866
0.004664239 1.037324365 0.338708231 0.001586274 0.176172668
0.447973943 1.321080912 0.085928139 0.015175542 0.473013586
2.96746768 2.155357307 0.043128305 0.566514012 9.816518923
0.160570871 3.875271143 0.288475861 0.022345619 0.066606529
1.273629961 11.23519774 0.029626711 0.182733615 0.590235801
0.829050517 1.113366743 0.334376217 0 0.674313262
0.870539319 0.333826621 0.280186431 0.258275472 0.282778944
0.274502376 1.099792501 0.161530221 0.014180223 0.179771143
0.714802298 3.477881981 0.03056014 0.18247191 0.177969287
0.380723558 0.709674515 0.065515101 0 1.1973166
0.426033566 0.728782683 0.04431012 0.045382883 0.642419259
0.055845861 0.52392701 0.03230829 0 0.060150072
0.449109798 2.413489702 0.040519106 0 0.026529236
0.217511096 2.581673795 0.316521835 0 0.056824999
0.230760522 2.665717028 0.189404087 0 0.473629253
0.178046599 0.934477637 0.020577138 0 0.174988291
0.201600726 0.538329666 0.061841323 0 0.360569236
0.508283654 2.447494595 0.022705404 0.197793959 0.029912404
0.334236814 0.016268241 0.256984991 0.065843962 0.193741297
1.402931239 0.80135205 0.080029136 0 4.127442045
1.307167485 0.015950956 1.316378378 0 0.027726242
0.905241784 0.709621196 0.015201295 0 0.067848577
0.494787206 4.42502752 0.060616913 0.10655439 0.602689033
1.68566104 5.427941257 0.044099139 1.429438788 1.402621718
1.029600319 4.401916763 0.063121659 0.45902007 0.943953777
0.479738065 1.405525701 0.039715927 0.160911166 0.322877408
0.332176646 0.234319969 0.235596546 0 0.132036319
0.109806818 0.177974347 0.59685014 0.001237346 0.120266471
0.215707668 0.284248644 0.394178929 0 0.120680227
127
Lampiran 2
Hasil Perhitungan Beta
β 2011 2010
SMCB 0.873963 1.105547
UNVR 0.619704 1.527441
HMSP 0.49571 1.107952
KLBF 1.244246 0.89552
BRPT 1.02375 1.162295
AMFG 0.748002 0.989269
NIKL 1.233799 0.901165
FASW 0.590364 0.239299
MLBI 0.044906 0.033881
IMAS 0.336352 -0.40106
ASII 1.206909 1.361684
GDYR 0.439866 0.671205
GGRM 0.949816 0.785387
INAF 0.764761 0.584414
KAEF 0.842711 0.818968
KBLM 0.147702 -0.14715
KBRI 0.635475 0.066289
RMBA 0.998321 0.839993
ULTJ 0.847888 0.608945
VOKS 0.275096 0.123307
APLI 1.012421 0.463763
BATA 0.067422 -0.17318
BRNA 0.737879 0.722944
BTON 0.59892 0.55146
ERTX 0.278024 0.415128
ETWA 1.123273 0.697846
INTP 1.507152 1.671163
MERK 0.003328 0.049046
SMGR 1.005897 1.062888
TCID 0.203383 0.152824
PBRX 0.510092 0.451017
TKIM 0.954561 0.655265
PRAS 0.618809 0.660465
128
Lampiran 3
Hasil Perhitungan Ikatan Para Pemangku Kepentingan
Keterangan:
A = Stakeholder identification
B = Basis for stakeholder identification and selection
C = Media and approaches used for stakeholder engagement
D = Key concerns and issues raised through stakeholder engagement
E = Evidence of stakeholder engagement
F = Future targets for stakeholder engagement
G = Opportunities for feedback
Th 2011 SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII
A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
B
1 1 1 1
1
C 1 1
1
1
1
D
1 1 1
1
E 1 1 1
1 F
1 1
1
G 1 1 1
1 0.57 0.86 0.86 0.43 0.57 0.14 0.57 0.14 0.29 0.14 0.57
129
Th 2011 GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA
A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
B
1 1 C
1 1
D E
1
F G
1
1 1
0.14 0.43 0.43 0.29 0.14 0.14 0.14 0.14 0.14 0.29 0.43
Th 2011 BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS
A 1 1 1
1 1 1 1 1
B
1
1 1 1
1
C
1 1 1 1
1 1
D
1 1
1 E
1
1
1
F
1 G
1
1 1
0.14 0.57 0.14 0.14 0.57 1.00 0.43 0.43 0.14 0.29 0.29
130
Th 2010 SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII
A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
B
1
1
1
C 1
1 1 1
1
1
1
D
1
1
1
E
1 1 1
1
1 F
1
1
G
1
1
1
0.29 0.57 0.71 0.57 0.43 0.14 0.57 0.14 0.57 0.14 0.71
Th 2010 GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA
A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
B
1 1
1 C
1 1 1
D E
1
F
1 G
1
1 1
0.14 0.57 0.43 0.43 0.14 0.14 0.29 0.14 0.14 0.29 0.43
131
Th 2010 BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS
A 1 1 1
1 1
1 1
B 1 1
1
1
1
C
1 1
1
1 1
D
1 1
1 1
1 E
1
1
F
1 1 G
1
0.29 0.43 0.29 0.14 0.43 1.00 0.14 0.43 0.14 0.29 0.29
132
Lampiran 4
Hasil Perhitungan Pengungkapan CSR
Th 2010 SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII
Environmental Performance Resource Reduction 1
1
1
1
Emission Reduction
1 1 1
1
1
Product Innovation
1
1 1
1
Social Performance Employment Quality
1 1 1
1
1 1 1
Health and Safety 1 1 1
1 1 1 1 1
1
Training and Development 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
Diversity and Opportunity
1
1
1
Human Rights
1 Community 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1
Customer / Product Responsibility 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Governance Board Structure 1 1 1 1
1 1 1
Compensation Policy
1 1
1
Board Functions 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Shareholder Rights
1
1
1
Vision and Strategy
1 1
1
1
1
0.47 0.73 0.87 0.60 0.40 0.40 0.53 0.33 0.53 0.40 0.93
133
Th 2010 GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA
Environmental Performance Resource Reduction 1 1 1 1 1
1
Emission Reduction
1 Product Innovation 1
1 1
1 1
1 1
Social Performance Employment Quality 1 1
1
1 1 1
Health and Safety 1 1 1 1
1
1 Training and Development
1 1
1 1 1 1 1 1 1
Diversity and Opportunity
1
1 Human Rights
1
Community
1 Customer / Product Responsibility
1 1 1 1
1
1 1 1
Governance Board Structure
1
1
1 Compensation Policy 1
1
1
Board Functions
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Shareholder Rights
1
1
Vision and Strategy
1 1
1 1 1 1 1 1 1
0.33 0.73 0.47 0.53 0.33 0.27 0.53 0.27 0.33 0.60 0.53
134
Th 2010 BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS
Environmental Performance Resource Reduction
1
1
1 1 Emission Reduction
1
1 1 1 1
Product Innovation 1
1
1 1 1 1
Social Performance Employment Quality 1
1
1
Health and Safety
1
1 1 1 Training and Development 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Diversity and Opportunity
1 1
1 Human Rights
1
1
Community 1 1 Customer / Product Responsibility 1 1
1 1 1 1 1
1
Governance Board Structure 1 1 1 1 1 1
1 1
1
Compensation Policy
1 1 Board Functions 1
1
1
1 1 1 1
Shareholder Rights
1 1 1 Vision and Strategy
1
1 1 1
1 1 1
0.47 0.40 0.33 0.33 0.53 0.87 0.53 0.67 0.33 0.20 0.33
135
Th 2009 SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII
Environmental Performance Resource Reduction
1
1 1 1
1
Emission Reduction 1 1
1
1 1
1
Product Innovation
1
Social Performance Employment Quality
1 1 1
1 1
1
Health and Safety 1 1 1
1 1 1
1
Training and Development 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Diversity and Opportunity
1 Human Rights
1
Community
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Customer / Product Responsibility 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
Governance Board Structure
1 1 1
1
1 1
Compensation Policy
1 1
1
1
1
Board Functions 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Shareholder Rights
1 1
1
1
Vision and Strategy
1 1 1 1
1
1
1
0.33 0.73 0.80 0.60 0.33 0.47 0.73 0.47 0.40 0.33 0.87
136
Th 2009 GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA
Environmental Performance Resource Reduction 1 1 1 1 1
Emission Reduction 1 1 Product Innovation 1
1 1
1 1
Social Performance Employment Quality 1 1
1
1
Health and Safety 1 1 1 1
1
1 1 Training and Development
1 1 1 1 1 1
1 1 1
Diversity and Opportunity
1 Human Rights
Community
1
1 Customer / Product Responsibility 1 1 1
1
1
Governance Board Structure 1 1
1
1
Compensation Policy
1
1
1
Board Functions 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Shareholder Rights 1 1
1
Vision and Strategy
1 1
1 1 1 1 1 1 1
0.60 0.80 0.47 0.47 0.33 0.27 0.27 0.20 0.33 0.40 0.53
137
Th 2009 BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS
Environmental Performance Resource Reduction
1
1
1 Emission Reduction
1 1 1 1
Product Innovation 1
1
1 1
Social Performance Employment Quality 1 1
1 1 1
Health and Safety 1 1
1 1 1 1 Training and Development 1 1
1 1 1 1 1 1 1
Diversity and Opportunity
1 1
1 Human Rights
1
Community
1 Customer / Product Responsibility 1 1
1 1 1 1 1
1
Governance Board Structure 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
Compensation Policy
1 1 Board Functions
1 1
1 1 1 1 1 1
Shareholder Rights
1
1 Vision and Strategy 1 1
1 1 1
1 1 1 1
0.47 0.53 0.20 0.40 0.53 0.87 0.67 0.60 0.27 0.20 0.27
138
Lampiran 5
Data Hasil Olahan Untuk Regresi
No Nama
Perusahaan Tahun SE CD CE (t+1) CC (t+1)
1 SMCB 2011 0.285714286 0.466666667 0.082514409 0.978616533
2010 0.571428571 0.333333333 0.641651633 1.120011783
2 UNVR 2011 0.571428571 0.733333333 0.077651624 33.32018468
2010 0.857142857 0.733333333 0.86171113 32.39948909
3 HMSP 2011 0.714285714 0.866666667 0.075280199 75.74098617
2010 0.857142857 0.8 0.642906373 61.94041371
4 KLBF 2011 0.571428571 0.6 0.089596202 19.92494423
2010 0.428571429 0.6 0.532101902 9.507081608
5 BRPT 2011 0.428571429 0.4 0.085379132 0.283559461
2010 0.571428571 0.333333333 0.671251248 1.067059135
6 AMFG 2011 0.142857143 0.4 0.080105376 1.924217677
2010 0.142857143 0.466666667 0.581001461 -1.02502181
7 NIKL 2011 0.571428571 0.533333333 0.089396397 15.15895505
2010 0.571428571 0.733333333 0.535046463 37.43732361
8 FASW 2011 0.142857143 0.333333333 0.077090493 1.524262797
2010 0.142857143 0.466666667 0.189818276 0.872736966
9 MLBI 2011 0.571428571 0.533333333 0.066658434 31.18054853
2010 0.285714286 0.4 0.082672247 5.977391653
10 IMAS 2011 0.142857143 0.4 0.072232429 2.613732592
2010 0.142857143 0.333333333 0.144192763 0.352840375
11 ASII 2011 0.714285714 0.933333333 0.088882109 11.39920063
2010 0.571428571 0.866666667 0.775252431 10.43781281
12 GDYR 2011 0.142857143 0.333333333 0.074212164 0.650907515
2010 0.142857143 0.6 0.415099608 0.251707646
13 GGRM 2011 0.571428571 0.733333333 0.083965128 8.730930132
2010 0.428571429 0.8 0.474656977 7.054752304
14 INAF 2011 0.428571429 0.466666667 0.080425899 1.976353912
2010 0.428571429 0.466666667 0.369829417 1.549386963
15 KAEF 2011 0.428571429 0.533333333 0.081916711 3.124490422
2010 0.285714286 0.466666667 0.492172823 2.713017279
16 KBLM 2011 0.142857143 0.333333333 0.068624437 -0.3741341
2010 0.142857143 0.333333333 0.011752784 0.114468795
139
No Nama
Perusahaan Tahun SE (t-1) CD (t-1) CE CC
17 KBRI 2011 0.142857143 0.266666667 0.077953251 0.230681405
2010 0.142857143 0.266666667 0.099576031 1.224430965
18 RMBA 2011 0.285714286 0.533333333 0.084892807 3.805985832
2010 0.142857143 0.266666667 0.503139166 1.430667067
19 ULTJ 2011 0.142857143 0.266666667 0.082015725 0.423646503
2010 0.142857143 0.2 0.382625078 0.494101946
20 VOKS 2011 0.142857143 0.333333333 0.071060894 1.038601959
2010 0.142857143 0.333333333 0.129316551 0.079738582
21 APLI 2011 0.285714286 0.6 0.085162471 6.876723799
2010 0.285714286 0.4 0.306898286 0.329762477
22 BATA 2011 0.428571429 0.533333333 0.067089064 7.813886966
2010 0.428571429 0.533333333 0.025330333 7.572260747
23 BRNA 2011 0.285714286 0.466666667 0.079911758 2.576467343
2010 0.142857143 0.466666667 0.442086593 2.370406375
24 BTON 2011 0.428571429 0.4 0.07725414 2.640289309
2010 0.571428571 0.533333333 0.352640678 6.354480845
25 ERTX 2011 0.285714286 0.333333333 0.071116897 0.403834629
2010 0.142857143 0.2 0.281530363 5.401066972
26 ETWA 2011 0.142857143 0.333333333 0.08728254 0.723662381
2010 0.142857143 0.4 0.428995581 0.747888066
27 INTP 2011 0.428571429 0.533333333 0.094624364 5.393636127
2010 0.571428571 0.533333333 0.936676514 4.041961388
28 MERK 2011 1 0.866666667 0.065863249 56.81322078
2010 1 0.866666667 0.090582475 58.13426576
29 SMGR 2011 0.142857143 0.533333333 0.085037691 7.174153203
2010 0.428571429 0.666666667 0.619401134 18.90094388
30 TCID 2011 0.428571429 0.666666667 0.069689359 -7.04754054
2010 0.428571429 0.6 0.144713042 6.717946254
31 PBRX 2011 0.14 0.33 7.56% 1.411372469
2010 0.14 0.27 30.02% 0.299404255
32 TKIM 2011 0.29 0.20 8.41% 1.383329524
2010 0.29 0.20 40.68% 1.607080796
33 PRAS 2011 0.29 0.33 7.76% 0.768963711
2010 0.29 0.27 40.95% 0.94295859
Data-data yang merupakan outliers terdiri dari: IMAS, KBLM, dan BATA.
140
Lampiran 6
Kuesioner Ikatan Para Pemangku Kepentingan
Kuesioner Penelitian
Kepada YTH.
Manajer Umum
Perusahaan Terbuka di Indonesia
diajukan oleh
Wendy Tandiawan
Mahasiswa Program Pascasarjana
Universitas Tarumanagara
Jakarta
Jakarta
2012
141
Kepada Yth.
Manajer Umum/Sumber Daya Manusia
Perusahaan Terbuka di Indonesia
Saya adalah mahasiswa Program Magister Pascasarjana Universitas Tarumanagara yang sedang
melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tesis. Penelitian yang akan dilakukan adalah
untuk menganalisis hubungan pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan (corporate
social responsibility) terhadap akses pendanaan. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat
bagi dunia praktik karena dapat memberikan masukan tentang aktivitas tanggung jawab sosial
terhadap para pemangku kepentingan yang sebaiknya dilaksanakan oleh manajemen perusahaan
sebagai langkah perencanaan strategis sehingga akan dapat membantu mengurangi keterbatasan
dana.
Saya berharap Bapak/Ibu bersedia menjadi responden dengan mengisi daftar pertanyaan
berikut sesuai dengan kondisi yang Bapak/Ibu hadapi. Kuesioner telah disusun agar
memudahkan pengisian dan hanya membutuhkan waktu paling lama 8 menit. Jawaban yang
Bapak/Ibu berikan akan kami jaga kerahasiaannya dan semata-mata hanya untuk kepentingan
akademis. Data yang akan kami analisis bersifat agregat/menyeluruh, tidak mencerminkan data
individu perusahaan Bapak/Ibu.
Saya sangat menghargai waktu yang Bapak/Ibu luangkan untuk mengisi kuesioner ini.
Keberhasilan penelitian ini sangat bergantung pada partisipasi Bapak/Ibu dalam memberikan
jawaban. Atas perhatian dan dukungan yang diberikan saya ucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya.
Hormat saya,
Wendy Tandiawan
Peneliti
142
DAFTAR PERTANYAAN
Mohon Bapak/Ibu menjawab pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda silang (X) pada
salah satu pilihan antara “Ya” atau “Tidak”. Skala tersebut menunjukan tingkat ikatan para
pemangku kepentingan perusahaan. Mohon dipilih yang paling sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya di perusahaan Bapak/Ibu. Pertanyaannya adalah sebagai berikut:
PERTANYAAN YA TIDAK
1. Apakah perusahaan anda ada
mendefinisikan/menerangkan tentang para pemangku
kepentingannya?
2. Apakah perusahaan anda mempunyai daftar para
pemangku kepentingannya?
3. Apakah perusahaan anda menyingkapkan adanya atribut-
atribut penting dari setiap kelompok para pemangku
kepentingan?
4. Apakah perusahaan anda dapat mengetahui dan
menyingkapkan ketika ada terdapat hubungan dengan
para pemangku kepentingannya?
5. Apakah perusahaan anda dapat membedakan antara para
pemangku kepentingan yang memegang peranan penting
dan tidak?
6. Apakah perusahaan anda memiliki cara untuk
mengidentifikasi dan menyeleksi para pemangku
kepentingannya?
7. Apakah para pemangku kepentingan di perusahaan anda
mempunyai keinginan untuk menjalin ikatan/hubungan
dengan perusahaan dan para pemangku kepentingan
lainnya?
8. Apakah dalam merencanakan dan menjalankan kegiatan-
143
kegiatan penting perusahaan, banyak pemangku
kepentingan di perusahaan anda yang terlibat?
9. Apakah para pemangku kepentingan perusahaan anda
sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan perusahaan?
10. Apakah ada terdapat/terdengar hal-hal atau isu-isu yang
muncul akibat ikatan/hubungan antar para pemangku
kepentingan di perusahaan anda dengan perusahaan?
11. Apakah ada terdapat komentar, saran, atau pertanyaan
dari hasil ikatan para pemangku kepentingan di
perusahaan anda untuk kemajuan perusahaan?
12. Apakah komentar, saran dan pertanyaan dari hasil ikatan
para pemangku kepentingan di perusahaan anda
disampaikan dengan baik dan tepat?
13. Apakah ada yang pernah membuat kasus mengenai ikatan
para pemangku kepentingan dari perusahaan anda?
14. Apakah ada foto-foto atau gambar-gambar yang pernah
diambil dari kegiatan-kegiatan untuk mempererat para
pemangku kepentingan?
15. Apakah ada terdapat sertifikat yang menyatakan bahwa
perusahaan anda mempunyai ikatan para pemangku
kepentingan yang baik?
16. Apakah perusahaan anda mempunyai rencana ke depan
untuk mempererat ikatan dengan para pemangku
kepentingannya?
17. Apakah di perusahaan anda ada terdapat laporan atas
pencapaian target untuk memperat ikatan dengan para
pemangku kepentingan dari tahun-tahun sebelumnya?
18. Apakah perusahaan anda terbuka untuk saran-saran dari
para pemangku kepentingannya?
19. Apakah di perusahaan anda ada terdapat formulir khusus
untuk pemberian saran dari para pemangku
144
kepentingannya?
20. Apakah perusahaan anda menyediakan kontak-kontak
yang dapat dihubungi seperti: nomor handphone, email,
atau website?
21. Apakah perusahaan anda ada memberikan keterangan
atau penjelasan atas saran-saran yang pernah digunakan?
***Pertanyaan diajukan berdasarkan Stakeholder Engagement Index dari The Environment Council (TEC) yang berbasis di United Kingdom (UK).