Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar secara sah dan belajar
pada salah satu Fakultas yang diselenggarakan oleh Universitas (Biro
Administrasi Kemahasiswaan UNS, 2012: 46). Mahasiswa merupakan anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan menerapkan kemampuan
tersebut di dalam lingkungan masyarakat. Monks, dkk. (1992: 283) mengatakan
bahwa mahasiswa sebagai remaja akhir yang memasuki dewasa muda, yang
berusia antara 17 sampai 25 tahun, harus mempunyai sikap dan tanggung jawab
sebagai anggota masyarakat. Salah satu tanggung jawab dari seorang mahasiswa
adalah tanggung jawab di lingkungan sosial.
Mahasiswa memiliki peran dan tanggung jawab sebagai social control,
yakni selain pintar di bidang akademik, mahasiswa juga harus pintar dalam
bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat. Maka dari itu, mahasiswa banyak
bersinggungan dengan kehidupan sosial, dan banyak berkontribusi di masyarakat
sehingga mahasiswa dianggap sebagai suatu golongan dalam masyarakat yang
terdidik dan dapat dijadikan contoh yang baik bagi masyarakat.
Selain tanggung jawab, mahasiswa juga harus memiliki sikap sebagai
anggota masyarakat. Sikap merupakan fenomena kejiwaan, yang biasanya
termanifestasi dalam bentuk tindakan atau perilaku (Chaer dan Agustina, 2008:
149). Triandis (dalam Chaer dan Agustina, 2008: 150) mengatakan bahwa sikap
juga kesiapan bereaksi terhadap suatu keadaan atau kejadian yang dihadapi.
Mahasiswa harus memiliki sikap yang baik agar dapat memberi contoh yang baik
2
pula kepada masyarakat. Sikap menurut Anderson (dalam Azhar, dkk. 2011: 37)
dibagi atas dua macam yakni sikap nonkebahasaan dan sikap kebahasaan.
Sikap nonkebahasaan merujuk pada sikap nonverbal. Sikap tersebut
merupakan perwujudan dari tindakan atau respon terhadap fenomena yang terjadi
di masyarakat. Contoh sikap nonkebahasaan antara lain; sikap politik, sikap
sosial, sikap estetis, dan sikap keagamaan (Chaer dan Agustina, 2008: 151).
Sikap nonkebahasaan berkaitan erat dengan sikap kebahasaan. Sikap
kebahasaan merujuk pada sikap verbal atau sikap berbahasa. Sikap ini
berhubungan dengan wujud sikap masyarakat ketika berbahasa dalam suatu
lingkungan sosial. Seperti pemilihan bahasa, penggunaan bahasa dan
pemertahanan bahasa dalam suatu masyarakat tertentu.
Sikap nonkebahasaan dan sikap kebahasaan dapat menyangkut keyakinan
atau kognisi mengenai bahasa. Dengan demikian, sikap bahasa dapat dikatakan
sebagai keyakinan terhadap bahasa dan memberikan kecenderungan terhadap
seseorang untuk menggunakan bahasa yang lebih disenangi dengan cara tertentu
(2008: 151). Begitu juga dengan mahasiswa, sikap bahasa mahasiswa terutama
terhadap bahasa resmi atau nasional dalam berbagai penelitian menunjukkan
bahwa sikap terhadap bahasa resmi menurun atau cenderung negatif.
Hal tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial mahasiswa yang lebih
banyak menghabiskan waktu di kampus bersama teman-temannya. Kemudian
faktor lingkungan rumah juga memengaruhi penggunaan bahasa-bahasa, karena
lingkungan rumah adalah lingkungan yang paling dekat dengan mahasiswa. Jika
penggunaan bahasa resmi lebih sedikit dibandingkan bahasa lainnya maka sikap
terhadap bahasa resmi akan menurun.
3
Fenomena ini juga terjadi di Mesir. Mesir merupakan salah satu negara di
Timur Tengah yang memiliki dua varian bahasa yang saling berdampingan atau
sering disebut dengan diglosia. Menurut Ferguson dalam masyarakat diglosis
terdapat dua variasi dari satu bahasa yaitu variasi pertama yang disebut dengan
dialek tinggi dan yang kedua disebut dengan dialek rendah (Chaer dan Agustina,
2008: 93). Murad (2007: 19) menambahkan bahwa biasanya salah satu varietas
standar, bergengsi, dan formal; sementara yang lain adalah gaul, sehari-hari atau
dialek.
Dialek tinggi atau bahasa formal yang ada di Mesir disebut dengan bahasa
Arab Fuscha (BAF) sedangkan dialek rendah yang ada di Mesir disebut dengan
bahasa Arab Amiyah (BAA).
BAF atau bahasa Arab Standar disebut sebagai bahasa persatuan, bahasa
resmi dan bahasa baku di dunia Arab. Namun, penggunaannya dalam kehidupan
sehari-hari semakin jarang. Masyarakat Arab cenderung lebih banyak
menggunakan BAA atau bahasa nonbaku dibandingkan BAF. Hal ini karena
masyarakat menganggap BAF tidak luwes dan kurang bersahabat dengan anak-
anak (Tohe, 2005: 209). Seperti yang diungkapkan Farihah (dalam Tohe, 2005:
209) bahwa dalam suasana resmi masyarakat Arab menggunakan BAF, sedang
dalam kehidupan sehari-hari mereka menggunakan BAA.
Begitu pula yang terjadi pada mahasiswa di Mesir, mereka cenderung
lebih memilih untuk menggunakan BAA dalam kehidupan sehari-hari
dibandingkan BAF. Meskipun mahasiswa memiliki kemahiran dalam BAF namun
mereka lebih memilih menggunakan BAA untuk berkomunikasi, baik di
4
lingkungan kampus untuk berkomunikasi dengan teman-teman dan dosennya
maupun di lingkungan rumah.
Fenomena ini berarti berhubungan dengan sikap mahasiswa terhadap
bahasa Arab. Yakni sikap terhadap BAF dan sikap terhadap BAA. Sumarsono
menyatakan bahwa hubungan antara sikap bahasa dan pengguna bahasa dapat
positif atau negatif (Wulandari, 2012: 11).
Sikap mahasiswa terhadap bahasa Arab dikatakan positif apabila memiliki
tiga ciri yakni kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa dan kesadaran adanya norma
bahasa (Garvin dan Mathiot dalam Chaer dan Agustina, 2008: 152). Jika ketiga
ciri tersebut tinggi atau ada dalam diri mahasiswa, maka mahasiswa dikatakan
memiliki sikap yang positif. Sebaliknya, jika ketiga ciri tersebut lemah atau
bahkan tidak ada dalam diri mahasiswa, maka dikatakan memiliki sikap yang
negatif. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji mengenai sikap bahasa
mahasiswa yang terjadi di Arab, khususnya di Universitas Canal Suez Mesir yang
merupakan salah satu Universitas di Arab.
Universitas Canal Suez merupakan salah satu Universitas di Mesir yang
berdiri sejak tahun 1976. Universitas ini memiliki 16 fakultas yang didistribusikan
lebih dari enam cabang Universitas yang berlokasi di kota Ismailia, Port Said,
Suez dan El-Arish. Saat ini, terdaftar 49.588 mahasiswa yang belajar di
Universitas Canal Suez di berbagai fakultas yang disediakan (scuegypt.edu.eg).
Penelitian mengenai sikap bahasa telah dilakukan oleh beberapa penelitian
terdahulu dengan kajian dan objek penelitian yang berbeda-beda. Berikut
penelitian yang mengkaji mengenai sikap bahasa.
5
Mizher dan Al-Haq (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Attitudes
towards Using Standard Arabic among Academic Staff at Balqa Applied
University/Center in Jordan: A Sociolinguistic Study menunjukkan bahwa sikap
para staf akademik Universitas Balqa Yordania terhadap bahasa Arab Standar
adalah tinggi, baik sebagai bahasa pengantar maupun pertemuan sosial mereka.
Sikap ini mencerminkan status arabicization yang merupakan bagian dari
perencanaan bahasa dari lembaga pendidikan tinggi di Yordania dalam persaingan
antara kelompok pro-arabicization dan kelompok anti-arabicization. Responden
merupakan staf akademik yang berasal dari empat fakultas, yakni fakultas Teknik,
Pertanian, Humaniora, dan fakultas Perencanaan. Hasil penelitian ini juga
menegaskan adanya semangat untuk bebicara bahasa Arab Standar sebagai bahasa
tinggi. Responden mendorong penggunaan bahasa Arab Standar dalam konteks
akademik pada umumnya dan pertemuan yang diadakan di tingkat lokal dan
nasional. Bahasa Arab Standar juga disukai oleh kalangan akademis Arab dalam
berbagai interaksi.
Wardani dkk. (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Sikap Bahasa
Siswa terhadap Bahasa Indonesia: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja.
Penelitian ini menunjukkan bahwa siswa SMAN 1 Singaraja mencerminkan sikap
bahasa yang negatif. Hal ini dibuktikan dengan tingginya frekuensi penggunaan
bahasa Indonesia ragam nonbaku dalam komunikasi di ranah formal, yang
menuntut penggunaan ragam bahasa Indonesia baku dan gejala interferensi yang
tampak pada tuturan siswa. Namun, dari aspek afektif sikap bahasa siswa SMAN
1 Singaraja berada pada kategori yang positif, karena siswa memiliki sikap yang
positif terhadap status dan kompetensi pembicara yang menggunakan bahasa
6
Indonesia, daya tarik sosial dan integritas pribadi pembicara yang menggunakan
bahasa Indonesia, serta daya tarik kebahasaan pembicara bahasa Indonesia. Dari
aspek kognitif, siswa SMAN 1 Singaraja memiliki sikap yang netral terkait
keyakinan terhadap konsep dan ide mengenai cara-cara yang sesuai dan tidak
sesuai dalam menanggapi bahasa Indonesia.
Wulandari (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Sikap Bahasa Siswa
Kelas VII SMP N 9 Yogyakarta terhadap Bahasa Indonesia menunjukkan bahwa
sikap bahasa siswa kelas VII di SMP N 9 Yogyakarta termasuk kategori baik. Hal
ini dibuktikan dengan penggunaan bahasa Indonesia oleh siswa untuk bertanya
kepada guru, menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, untuk berdiskusi
dengan teman, khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Selain itu,
penelitian ini juga menunjukkan bahwa siswa menyukai dan bangga
menggunakan bahasa Indonesia dalam pembelajaran bahasa Indonesia karena
bahasa Indonesia dianggap lebih sopan dan mudah dipahami untuk digunakan,
sehingga siswa dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik meskipun tidak
sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia mengingat bahasa sehari-hari siswa
adalah bahasa Jawa. Berdasarkan latar belakang masalah sikap bahasa siswa dan
guru tidak negatif, tapi sekedar alih kode dan campur kode.
Budiawan (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Sikap
Bahasa dan Motivasi Belajar Bahasa terhadap Prestasi pada Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris Siswa SMA se-Bandar Lampung
menunjukkan bahwa sikap siswa terhadap bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
adalah rendah. Namun, minat terhadap kedua bahasa tersebut sebagai bahasa yang
dipelajari adalah tinggi. Dibandingkan bahasa Indonesia, minat belajar dan
7
motivasi untuk belajar mereka cenderung lebih memilih belajar bahasa Inggris
daripada bahasa Indonesia.
Murad (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Language Attitudes of
Iraqi Native Speakers of Arabic: A Sociolinguistic Investigation menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan sikap yang signifikan antara mahasiswa dan non
mahasiswa terhadap bahasa Arab Standar dan bahasa Arab Irak. Mahasiswa lebih
bersikap positif terhadap bahasa Arab Standar dibandingkan bahasa Arab Irak,
namun sebaliknya orang Irak nonmahasiswa lebih banyak memilih menggunakan
bahasa Arab Irak dibandingkan bahasa Arab Standar. Hal ini berarti sikap bahasa
orang Irak nonmahasiswa lebih negatif dibandingkan mahasiswa di Irak. Faktor
yang paling memengaruhi munculnya sikap ini adalah level pendidikan berbeda,
sehingga pandangan dan penggunaan variasi bahasa juga sangat berbeda.
Dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan tentang sikap bahasa dapat
disimpulkan bahwa sikap bahasa berhubungan dengan perilaku seseorang
terhadap bahasa. Aspek kognitif, afektif dan konatif menjadi unsur penting dalam
sikap bahasa. Penelitian ini akan membahas mengenai sikap bahasa mahasiswa
Universitas Canal Suez Mesir terhadap bahasa Arab. Oleh karena itu, penelitian-
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sangatlah membantu penelitian ini
terutama penelitian yang dilakukan di negara-negara Arab.
Namun, berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini
menfokuskan pada sikap bahasa yang dilakukan oleh mahasiswa di Universitas
Canal Suez Mesir. Adapun penelitian sebelumnya yang dilakukan di negara Arab,
sejauh pengamatan dan pencarian yang dilakukan, belum ditemukan penelitian
yang mengkaji sikap bahasa di Mesir terutama di Universitas Canal Suez.
8
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis dari penelitian ini yakni dapat
memperkaya kajian tentang sikap bahasa terhadap bahasa Arab dan juga
memperkaya kajian linguistik terutama kajian sosiolinguistik. Adapun manfaat
praktis dari penelitian ini yakni dapat memberi kemudahan dalam
mendeskripsikan dan mengkritisi sikap bahasa terhadap bahasa Arab baik lisan
maupun tulisan, dan memberi kemudahan dalam memahami mengenai sikap
bahasa bagi pembaca serta dapat dijadikan acuan dalam pembelajaran linguistik
Arab.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dihasilkan rumusan masalah penelitian
sebagai berikut :
1. Bagaimana kemahiran berbahasa Arab mahasiswa Universitas Canal Suez
Mesir?
2. Bagaimana pemilihan dan penggunaan bahasa Arab oleh mahasiswa
Universitas Canal Suez Mesir?
3. Bagaimana sikap bahasa mahasiswa Universitas Canal Suez Mesir terhadap
bahasa Arab?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan, penelitian ini
bertujuan sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan kemahiran berbahasa Arab mahasiswa Universitas Canal
Suez Mesir.
9
2. Mendeskripsikan pemilihan dan penggunaan bahasa Arab mahasiswa
Universitas Canal Suez Mesir
3. Mendeskripsikan sikap bahasa mahasiswa Universitas Canal Suez Mesir
terhadap bahasa Arab.
D. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam suatu penelitian perlu dibuat mengingat luasnya
permasalahan yang dapat dikaji dari berbagai aspek serta keterbatasan
kemampuan peneliti. Pembatasan masalah juga dilakukan agar suatu penelitian
dapat terarah dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Penelitian ini
menggunakan tiga hasil kuesioner sebagai data, yang disebarkan kepada 124
(seratus dua puluh empat) mahasiswa Mesir, yakni 41 mahasiswa laki-laki dan 83
mahasiswa perempuan Universitas Canal Suez, Mesir. Kuesioner tersebut berisi 4
pertanyaan kemahiran berbahasa dan 30 situasi pemilihan dan penggunaan bahasa
Arab sehari-hari. Juga 15 butir pernyataan mengenai sikap bahasa mahasiswa
yang dinilai dari tiga komponen yakni kognitif, afektif, dan konatif.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam menganalisis permasalahan yakni
melalui pendekatan sosiolinguistik mengenai sikap bahasa yang mencangkup tiga
komponen yakni kognitif, afektif, dan konatif.
E. Landasan Teori
Landasan teori merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah
penelitian yang menjadi dasar dalam menganalisis data penelitian. Landasan teori
yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
10
1. Sikap
Sikap menurut Fasold (2001: 147) adalah “a state of readiness; an
intervening variable between a stimulus affecting a person and that person’s
response” (suatu keadaan siap, suatu variabel yang berpengaruh terhadap
rangsangan yang mempengaruhi seseorang dan tanggapannya).
Sikap menurut Triandis (dalam Suhardi, 1996: 22) adalah “an idea charged
with emotion which predisposes a class of actions to a particular class of social
situations” (suatu gagasan yang mengandung emosi yang mempengaruhi
sekelompok tindakan terhadap sekelompok situasi sosial tertentu).
La Pierre (dalam Azwar, 2013: 5) mendefinisikan sikap sebagai ‘suatu pola
perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri
dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli
sosial yang telah terkondisikan’ sedangkan Secord & Backman (dalam Azwar,
2013: 5) mendefinisikan sikap sebagai ‘keteraturan tertentu dalam hal perasaan
(afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang
terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya’.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka dapat dilihat bahwa sikap
dipertimbangkan sebagai suatu keadaan internal diri seorang yang timbul karena
adanya stimulus dari tipe tertentu dan menjembatani respon seseorang (Williams
dalam Budiawan, 2008: 27). Sikap menurut kelompok yang berorientasi pada
skema triadik atau disebut juga pendekatan tricomponent mengacu pada tiga
komponen yaitu kognitif, afektif dan kognitif. Sikap seseorang terhadap suatu
objek selalu berperanan sebagai perantara antara responsnya dan objek yang
bersangkutan. Respons diklasifikasikan pula dalam tiga macam, yaitu respons
11
kognitif (respons perseptual dan pernyataan mengenai apa yang diyakini), respons
afektif (respons syaraf simpatetik dan pernyataan afeksi), serta respons perilaku
atau konatif (respon berupa tindakan dan pernyataan mengenai perilaku). Masing-
masing klasifikasi respons ini berhubungan dengan ketiga komponen sikapnya.
2. Komponen Sikap
Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling
menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), dan
komponen konatif (conative) (Azwar, 2013: 23-24).
Lambert (1967: 91-102) mendefinisikan ketiga komponen tersebut sebagai
berikut:
a. Komponen kognitif, menyangkut pengetahuan mengenai alam sekitar dan
gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipakai dalam proses
berpikir;
Variabel
independen
yang dapat
diukur
Variabel
intervening Variabel dependen
yang dapat diukur
STIMULI
(individu, situasi,
isu sosial,
kelompok sosial,
dan objek sikap
lainnya).
SIKAP
AFEK
KOGNISI
PERILAKU
Respons
syaraf simpatetik Pernyataan lisan tentang
afek
Respons Perseptual Pernyataan lisan tentang
keyakinan
Tindakan yang tampak Pernyataan lisan
mengenai perilaku Gambar 1. Konsepsi Skematik
Rosenberg dan Hovland mengenai Sikap
(Azwar, 2013: 8)
12
b. Komponen afektif, menyangkut masalah penilaian baik, suka atau tidak
suka, terhadap sesuatu atau suatu keadaan;
c. Komponen konatif, menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai “putusan
akhir” kesiapan reaktif terhadap suatu keadaan.
Gambar 2. Komponen Sikap
Sears (dalam Widyastuti, 2014: 59-61) menambahkan bahwa :
a. Komponen kognitif dalam suatu sikap terdiri dari keyakinan seseorang
mengenai obyek tersebut bersifat “evaluatif yang melibatkan diberikannya
kualitas disukai atau tidak disukai, diperlukan atau tidak diperlukan, baik
atau buruk terhadap obyek.
Kompleksitas kognitif adalah banyaknya pikiran dan keyakinan yang
dimiliki oleh individu tentang sebuah obyek untuk disikapi. Setiap kognisi
bisa berbeda dalam tingkat kepentingan. Sikap dapat berupa hal yang
cukup rumit dan melibatkan sejumlah kognisi yang mempunyai perbedaan
dalam hubungannya dengan inti masalah dalam komponen penilaiannya.
Gambaran ini merupakan penyederhanaan yang berlebihan dari berbagai
sikap dalam kehidupan nyata. Kesan tentang orang lain cenderung
sederhana secara evaluatif. Tidak peduli sejauhmana mengenalnya secara
Sikap
Kognitif Konatif Afektif
13
umum orang-orang cenderung menyukai atau tidak menyukainya.
Komponen yang relatif sederhana ini merupakan faktor penentu perilaku
yang utama.
b. Komponen afektif (perasaan) dalam suatu sikap berkenaan dengan emosi
yang berkaitan dengan obyek yang dirasakan sebagai hal yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai.
Beban emosional inilah yang memberikan watak tertentu terhadap sikap
yaitu watak mantap, tergerak dan termotivasi.
Sikap memiliki komponen emosional yang tidak dimiliki oleh keyakinan
akan fakta. Sikap bila telah ditentukan jauh lebih sulit berubah
dibandingkan dengan keyakinan akan fakta. Jadi jika sudah pada tahap
komponen ini, penentuan sikap jauh lebih sulit diubah dibandingkan pada
komponen kognitif.
c. Komponen konatif (kecenderungan tindakan) dalam suatu sikap mencakup
semua kesiapan perilaku yang berkaitan dengan sikap. Jika seorang
individu bersikap positif terhadap obyek tertentu, maka ia akan cenderung
membantu atau memuji/mendukung obyek tersebut. jika ia bersikap
negatif maka ia akan cenderung untuk mengganggu/menghukum/merusak
obyek tersebut.
Komponen ini menyangkut kecenderungan berperilaku. Perilaku nyata
sering tidak sesuai dengan sikap dan nampaknya orang dapat hidup cukup
nyaman dengan ketidaksesuaian tersebut. Misalnya, banyak perokok
percaya bahwa merokok itu tidak baik untuk kesehatan dan banyak yang
tidak menyukai rasa nikotin. Tetapi sulit bagi mereka untuk melepaskan
14
diri dari kebiasaan tersebut. Perilaku merokok mereka tidak dikendalikan
oleh kognisi dan penilaian negatif mereka tentang merokok.
Jadi komponen perilaku dari sikap tidak selalu sesuai dengan komponen
kognitif dan afektifnya. Perilaku nyata (overt behavior) dapat mengontrol
komponen afektif dan komponen kognitif sikap. Orang dapat berperilaku
dalam cara tertentu dan sikap mereka mungkin sejalan.
Misalnya, wanita yang gemar merokok namun ketika ia sedang hamil
maka ia memutuskan untuk berhenti merokok demi kesehatan janinnya.
Selama sembilan bulan masa kehamilan maka wanita tersebut akan
berhenti merokok. Secara bertahap mungkin ia akan percaya bahwa
merokok itu berbahaya bagi kesehatan dan ia akan belajar untuk tidak
menyukai bau dan rasa nikotin. Pada waktu bayinya lahir mungkin ia
memiliki sejumlah kognisi mengenai keburukan merokok dan penilaian
negatif tentang merokok (komponen kognitif dan komponen evaluatif).
Jadi hubungan antara komponen kognitif dan afektif sikap di satu pihak
dan perilaku nyata di pihak lain juga dapat berlangsung dalam satu arah.
3. Sikap Sosial dan Sikap Individual
Ada dua macam sikap (attitude) menurut Gerungan (2010: 161-162), yaitu :
a. Sikap sosial adalah sikap yang dinyatakan dengan cara-cara kegiatan yang
sama dan berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial menyebabkan
terjadinya cara-cara tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang terhadap
suatu objek sosial, dan biasanya sikap sosial dinyatakan tidak hanya oleh
seseorang, tetapi juga oleh orang lain yang sekelompok atau semasyarakat.
15
Misalnya, penghormatan yang berkali-kali dinyatakan dengan cara
khidmat oleh sekelompok orang terhadap bendera, menunjukkan adanya
sikap kelompok tersebut terhadap benderanya.
Hal menjadi anggota yang baik atau anggota yang buruk dari sebuah
kelompok bergantung pula kepada terdapatnya sikap-sikap positif atau
negatif orang tersebut terhadap kelompok yang berangkutan.
Sikap sosial menyebabkan terjadinya tingkah laku yang khas dan
berulang-ulang terhadap objek sosial, dan karenanya maka sikap sosial
turut merupakan suatu faktor penggerak dalam pribadi individu untuk
bertingkah laku secara tertentu sehingga sikap sosial dan sikap pada
umumnya bersifat dinamis yaitu merupakan salah satu penggerak internal
di dalam pribadi orang yang mendorongnya berbuat sesuatu dengan cara
tertentu.
b. Sikap individual
Berbeda dengan sikap sosial, sikap individual adalah sikap dimiliki oleh
seorang demi seorang saja dan berkenaan dengan objek-objek yang bukan
merupakan objek perhatian sosial. Sikap individual terdiri atas kesukaan
dan ketidaksukaan pribadi atas objek, orang, binatang, dan hal-hal tertentu.
Seseorang lambat-laun mungkin memperoleh sikap suka atau tidak suka
kepada seorang kawan atau seorang pesaing dan terhadap peristiwa-
peristiwa penting dalam kehidupan orang tersebut. Sikap-sikap individual
itu turut pula dibentuk karena sifat-sifat pribadi orang itu sendiri.
16
4. Ciri-ciri Sikap
Agar dapat membedakan antara sikap, motif, kebiasaan dan lain-lain, faktor
psikis yang turut menyusun pribadi orang telah dirumuskan menjadi lima buah
sifat khas dari sikap, meliputi sikap sosial maupun sikap individual (Gerungan,
2010: 163-164) :
a. Sikap tidak dibawa orang sejak ia dilahirkan, tetapi dibentuk atau
dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan
objeknya. Sifat ini membedakan dengan sifat motif-motif biogenetis
seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat, dan lain-lain penggerak
kegiatan manusia yang menjadi pembawaan baginya dan yang terdapat
padanya sejak dilahirkan.
b. Sikap dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari orang; atau
sebaliknya, sikap-sikap dapat dipelajari sehingga sikap-sikap dapat
berubah pada seseorang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat
tertentu yang mempermudah berubahnya sikap pada orang itu.
c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu
terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap terbentuk dipelajari, atau
berubah senantiasa berkaitan dengan suatu objek tertentu yang dapat
dirumuskan dengan jelas.
d. Objek sikap dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi, sikap dapat berkaitan
dengan satu objek saja tetapi juga berkaitan dengan sederetan objek yang
serupa.
17
e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah
yang membeda-bedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
5. Sikap Bahasa
Sikap bahasa adalah segala macam perilaku tentang bagaimana bahasa
diperlakukan, termasuk sikap-sikap terhadap usaha perencanaan dan pelestarian
bahasa (Fasold, 2001: 148). Pendapat ini didukung oleh pernyataan yang
mengungkapkan bahwa sikap bahasa berkaitan langsung dengan sikap penuturnya
dalam memilih dan menetapkan bahasa (Rahayu dan Ari Listiyorini, 2009: 3).
sikap bahasa ditekankan pada kesadaran diri sendiri dalam menggunakan bahasa
secara tertib (Pateda, 1990: 30).
Menurut Ciscel, dkk. (2000:49) sikap bahasa adalah ”value terhadap
suatu bahasa baik dalam konteks sosio-personal maupun sosio-ekonomi” yang
terbentuk melalui interaksi dalam suatu komunitas bahasa. Konteks sosio-
personal yang dimaksud adalah bahasa yang terkait dengan sentimental
attachment yakni bahasa dikaitkan dengan daya tarik personal seperti identitas diri
maupun identitas bangsa dan juga sebagai warisan budaya sedangkan sosio-
ekonomi terkait dengan instrumental attachment yakni bahasa dijadikan sarana
untuk mendapatkan beragam kemudahan seperti misalnya kemudahan
mendapatkan pekerjaan (karena menguasai bahasa tertentu) sehingga berimbas
pada tingkatan ekonominya (Eastman dalam Wulandari dan Wiwiek, 2012).
18
Sikap bisa positif dan bisa juga negatif, maka sikap terhadap bahasa-pun
demikian. Garvin dan Mathiot (dalam Chaer dan Agustina, 2008: 152)
menyebutkan ciri-ciri sikap positif terhadap bahasa, yaitu:
a. Kesetiaan bahasa (language loyalty) yang mendorong masyarakat
suatu bahasa mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah
adanya pengaruh bahasa lain.
b. Kebanggaan bahasa (language pride) yang mendorong orang
mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang
identitas dan kesatuan masyarakat.
c. Kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm) yang
mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun
Maka sebaliknya, jika ketiga ciri tersebut sudah melemah, hal itu berarti
sikap masyarakat terhadap bahasa negatif. Sikap negatif terhadap suatu bahasa
bisa terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang sudah tidak lagi mempunyai
rasa bangga terhadap bahasanya, serta mengalihkan bahasa lain yang bukan
miliknya. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan hilangnya rasa bangga
terhadap bahasa sendiri, dan menumbuhkan pada bahasa lain, antara lain faktor
politik, ras, etnik, gengsi, dan sebagainya (Chaer dan Agustina, 2008: 152). Sikap
negatif terhadap suatu bahasa dapat terlihat bila di dalam perilakunya, seorang
sama sekali tidak mendukung dan menjaga keberadaan bahasa tersebut. Hal itu
dapat dilihat dari sikap kurang peduli, tidak mau tahu dengan perkembangan
bahasa tersebut, serta tidak akan menggunakannya dalam kesempatan
pembicaraan, walaupun seseorang tersebut sebenarnya mempunyai banyak
kemungkinan untuk menggunakan bahasa tersebut (Karsana, 2009: 78).
19
6. Variasi dan Sikap terhadap Bahasa Arab di Dunia Arab
Variasi dan sikap terhadap bahasa Arab merupakan pembahasan yang menarik
dan telah menerima perhatian khusus dalam kajian psikologi sosial dan
sosiolinguistik terutama pada pertengahan abad ke-20. Variasi ini juga menarik
batas identitas suatu masyarakat, misalnya orang Mesir berbicara dengan bahasa
Arab Mesir, orang Irak berbicara dengan bahasa Arab Irak (Murad, 2007: 16).
Murad juga mengatakan bahwa banyak orang Arab menganggap bahwa
bahasa Arab Standar sebagai penanda identitas orang Arab. Oleh karena itu, ada
keyakinan kuat bahwa seseorang yang berbicara bahasa Arab (standar) ialah orang
Arab. Sebagai hasilnya, bahasa Arab memiliki arti penting bagi orang Arab. Hal
ini telah menjadi faktor penting yang mewakili patriotisme, kekuatan, dan
nasionalisme di dunia Arab (Murad, 2007: 17).
Bahasa Arab menjadi bahasa al-Qur’an, mempertahankan status yang unik dan
luar biasa, yang ditandai dengan hormat, kekaguman, dan apresiasi. Fenomena
linguistik yang ada di dunia Arab adalah koeksistensi bahasa Arab Standar
(fuscha>) bersama dengan dialek nasional yang dalam bahasa Arab disebut dengan
‘a>miyah.
Biasanya, salah satu dari kedua varian bahasa tersebut adalah varietas standar,
bergengsi, dan formal; sementara yang lain adalah bahasa gaul, bahasa sehari-hari
atau dialek. Dalam dunia berbahasa Arab, bahasa Arab Standar digunakan dalam
berbagai domain seperti media cetak, pendidikan, ritual keagamaan, dan
pengaturan formal. Dialek Arab, pada sisi lain, digunakan secara ekstensif dalam
sehari-hari dengan tujuan mencapai tujuan komunikasi. Sebagian besar dari
penutur Arab sangat memuja bahasa Arab Standar karena bahasa Arab Standar
20
berhubungan dengan pengetahuan, agama, dan inspirasi. Dialek, di sisi lain,
dipandang sebagai bentuk terdistorsi rendah dan tidak berpendidikan Arab (Haeri
dalam Murad, 2007: 19). Dialek dipandang sebagai suatu penyimpangan dari
bahasa Arab Standar dan biasanya lebih banyak digunakan oleh masyarakat yang
memiliki pendidikan rendah dalam berkomunikasi.
F. Data dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh
(Arikunto, 2006: 129) sedangkan data adalah bahan jadi penelitian (Sudaryanto,
1995:9).
Jika menyinggung tentang subjek penelitian, maka terdapat dua istilah yang
terkait dengan subjek penelitian, yakni populasi dan sampel.
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel adalah
sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006: 130). Populasi
penelitian ini adalah semua mahasiswa Universitas Canal Suez Mesir yang masih
aktif atau masih menjalankan studi di Universitas Canal Suez Mesir. Kemudian
sampel pada penelitian ini adalah 124 mahasiswa yang merupakan bagian atau
menjadi perwakilan dari populasi tersebut.
Populasi
Sebagian dari
populasi Sampel
diteliti Data dianalisis
Disimpulkan
Kesimpulan
berlaku untuk
populasi
Gambar 3. Hubungan Populasi dan
Sampel dalam Penelitian
(Arikunto, 2006: 132)
21
Dalam analisis, data itulah yang diorakkan. Data itu dijaring dari sampel
penelitian. Sebagai bahan jadi, data itu dapat diterjemahkan sebagai objek plus
konteks. Data, pada hakikatnya adalah objek penelitian beserta dengan
konteksnya (Sudaryanto dalam Kesuma, 2007:25).
Apabila penelitian ini menggunakan kuesioner atau wawancara dalam
pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang
merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, baik pertanyaan
tertulis maupun lisan (Arikunto, 2006: 129). Sumber data pada penelitian ini
adalah 124 responden, yakni mahasiswa Universitas Canal Suez Mesir yang
dipilih secara acak sebagai sampel.
Kuesioner model pertama berisi 15 (lima belas) pernyataan mengenai sikap
bahasa yang disebarkan secara acak kepada 24 (dua puluh empat) responden.
Responden merupakan mahasiswa Universitas Canal Suez Mesir yang terdiri dari
12 (dua belas) mahasiswa laki-laki dan 12 (dua belas) mahasiswa perempuan.
Kuesioner model pertama digunakan sebagai observasi penelitian dan juga
digunakan untuk menjawab rumusan masalah mengenai sikap bahasa mahasiswa
Universitas Canal Suez Mesir yang dilihat dari tiga komponen sikap yaitu
kognitif, afektif, dan konatif.
Kuesioner model kedua berisi 4 (empat) aspek kemahiran berbahasa bahasa
Arab. Kuesioner ini disebarkan secara acak kepada 50 (lima puluh) responden
yang merupakan mahasiswa Universitas Canal Suez Mesir terdiri dari 8 (delapan)
mahasiswa laki-laki dan 42 (empat puluh dua) mahasiswa perempuan.
22
Kemudian, kuesioner model ketiga berisi 4 (empat) aspek kemahiran
berbahasa bahasa Arab dan 30 (empat puluh) pertanyaan tentang pemilihan dan
penggunaan bahasa di lingkungan akademik, interaksi sosial, dan media.
Kuesioner ini disebarkan secara acak kepada 50 (lima puluh) responden yang
merupakan mahasiswa Universitas Canal Suez Mesir terdiri dari 21 (dua puluh
dua) mahasiswa laki-laki dan 29 (dua puluh delapan) mahasiswa perempuan.
Kuesioner kuesioner model ketiga juga digunakan untuk menjawab permasalahan
tentang pemilihan dan penggunaan bahasa Arab dalam ranah akademik, interaksi
sosial dan media oleh mahasiswa Universitas Canal Suez Mesir.
Melalui sumber data tersebut, maka data penelitian ini berupa hasil kuesioner
yang sudah diklasifikasikan berdasarkan skor yang telah ditentukan.
G. Metode dan Teknik Penelitian
Metode dan teknik penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu (1) Penyedian Data
(2) Analisis Data (3) Penyajian Hasil Analisis Data.
1. Penyediaan Data
a. Responden
Responden adalah sampel yang diambil dari populasi. Responden
penelitian ini berasal dari 124 mahasiswa penutur asli bahasa Arab di
Universitas Canal Suez Mesir jurusan/ program studi Bahasa Arab, Bahasa
Inggris, Bahasa Persia, Perhotelan, Bisnis, Akuntansi, Matematika, Sejarah,
Filsafat, Geografi, Kimia, Dokter Gigi, Psikologi, Pendidikan Khusus,
Pendidikan Seni dan Pendidikan IPA, meliputi 41 laki-laki dan 83 perempuan
(usia: 18-49) yang kemudian terbagi menjadi tiga kali pengambilan data (lihat
23
pada subbab sumber data dan data). Pemilihan responden dipilih secara acak,
sesuai kebutuhan penelitian menggunakan teknik sampling random (acak)
yakni teknik yang memungkinkan setiap anggota populasi terpilih menjadi
anggota dengan peluang yang sama (Subana dan Sudrajat, 2001: 117),
sehingga dalam penelitian ini setiap anggota populasi yang terpilih mewakili
populasi penelitian yakni mahasiswa Universitas Canal Suez Mesir.
b. Instrumen dan Prosedur Penelitian
Semua responden diminta untuk mengisi Discourse Completion Test
(DCT) (Blum-Kulka, 1982). Tes ini telah banyak digunakan sejak saat itu
dalam mengumpulkan data (Al-Marani dan Sazalle, 2010: 67). DCT pada
penelitian ini berupa kuesioner yang memodifikasi dari penelitian sebelumnya
Murad (2007). Terdapat tiga model kuesioner yang dihadirkan. Kuesioner
tersebut berisi 4 pertanyaan kemahiran berbahasa, 30 pertanyaan tentang
pemilihan dan penggunaan bahasa Arab dan juga 15 butir pernyataan
mengenai sikap bahasa mahasiswa yang dinilai dari tiga komponen yakni
kognitif, asertif, dan konatif. Hasil kuesioner bervariasi sesuai dengan
sejumlah faktor seperti interaksi sosial, lingkungan akademik dan media. Hasil
kuesioner itulah yang dijadikan sebagai data penelitian yang kemudian
dianalisis.
2. Analisis Data
a. Metode dan Teknik Analisis Data
Para ahli psikologi sosial telah berusaha mengukur sikap dengan berbagai
macam metode dan teknik. Ada dua metode yang digunakan untuk mengukur
24
sikap (Fasold, 1984: 149), yakni (1) langsung (direct measure of attitudes),
dan (2) tidak langsung (indirect measure of attitudes) (Rokhman, 2013: 46).
Penelitian ini menggunakan metode tidak langsung (indirect measure of
attitudes). Metode tidak langsung digunakan untuk memancing jawaban
responden sementara dirinya tidak menyadar bahwa sikapnya sedang diteliti.
Kemudian, teknik yang digunakan (Fasold, 2001: 149) adalah teknik
kuesioner, yakni dilakukan dengan cara memberikan daftar pertanyaan berupa
pertanyaan tertutup. Dalam pertanyaan tertutup terdapat kemungkinan
jawaban yang telah ditentukan. Mereka diminta menjawab pertanyaan dengan
cara memilih jawaban yang terdapat di dalam daftar (Rokhman, 2013: 46-47).
b. Skor
Penelitian ini menggunakan skala Likert sebagai skala untuk mengukur
sikap bahasa. Skala ini paling sering digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi responden terhadap sesuatu objek (Husaini, 2014: 65).
Meliputi empat pilihan jawaban dalam 15 pernyataan yang diberikan, yakni
SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju)
dengan skor atau nilai setiap pernyataan dilakukan secara apriori yakni
pemberian skor secara ditentukan (Subino dalam Dingding, 2003).
Jawaban responden dalam kuesioner sikap bahasa terhadap bahasa Arab
untuk pernyataan positif, SS (Sangat Setuju) diberi bobot 4, S (Setuju) diberi
bobot 3, TS (Tidak Setuju) diberi bobot 2, dan STS (Sangat Tidak Setuju)
diberi bobot 1. Kemudian, untuk pernyataan negatif, SS (Sangat Setuju)
diberi bobot 1, S (Setuju) diberi bobot 2, TS (Tidak Setuju) diberi bobot 3, dan
STS (Sangat Tidak Setuju) diberi bobot 4. Skor ditentukan berdasarkan
25
indikasi-indikasi yang dibuat mengenai sikap bahasa berdasarkan tiga
komponen sikap; kognitif, afektif, dan konatif.
Hasil yang ditampilkan pada pembahasan sikap bahasa ini adalah
persentase jumlah responden pada setiap respon yang dibagi dengan jumlah
seluruh responden sikap bahasa.
𝑓
𝑁 𝑥 100%
f = jumlah pemilih respon
N = jumlah seluruh responden (data)
Kemudian dihadirkan pula rata-rata (mean) setiap pernyataan untuk
melihat kecenderungan pemilihan respon yakni respon positif (SS dan S) atau
respon negatif (TS dan STS).
𝑀𝑒𝑎𝑛 = ∑(𝑓 × 𝑠𝑘𝑜𝑟)
𝑁
Contoh perhitungan rata-rata pada pernyataan positif :
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (14 × 4) + (8 × 3) + (0 × 2) + (2 × 1)
24
=82
24
= 3.42
Hasil tersebut menunjukkan bahwa respon pada pernyataan positif adalah
positif, yakni dengan hasil ≥ 3 (skor S).
3. Penyajian Hasil Analisis Data
Data dalam penelitian ini disajikan dengan metode penyajian formal dan
informal. Metode penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan
lambang-lambang, sedangkan metode penyajian informal adalah perumusan
dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145). Perumusan dengan kata-kata
26
yang dimaksud adalah penyajian data hasil analisis dengan menggunakan
redaksi atau penyusunan kata yang dapat langsung dibaca dan dipahami ketika
dibaca, kemudian penyajian formal disajikan dengan bentuk gambar, tabel dan
diagram guna mendukung penyajian informal.
H. Sistematika Penyajian
Sistematika penulisan pada penelitian ini terdiri dari empat bab :
Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan pembahasan, pembatasan masalah, landasan teori, data
dan sumber data, metode dan teknik penelitian, dan sistematika penyajian. Bab
kedua, ketiga, dan keempat merupakan pembahasan, atau isi dari penelitian.
Pada bab kedua, dibahas mengenai “Kemahiran Berbahasa Arab”. Bab ini
berisi tentang pembahasan empat aspek kemahiran berbahasa bahasa Arab oleh
mahasiswa Universitas Canal Suez Mesir.
Pada bab ketiga, dibahas tentang “Pemilihan dan Penggunaan Bahasa
Arab”. Bab ini berisi tentang pembahasan pemilihan dan penggunaan bahasa Arab
oleh mahasiswa Universitas Canal Suez Mesir pada ranah akademik, interaksi
sosial, dan media.
Pada bab keempat, dibahas tentang “Sikap Bahasa Mahasiswa terhadap
BAF dan BAA”. Bab ini membahas mengenai sikap bahasa mahasiswa
Universitas Canal Suez Mesir terhadap BAF dan BAA yang dilihat dari tiga
komponen sikap yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif.
Bab kelima, adalah penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran dari
keseluruhan hasil penelitian.