38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS merupakan salah satu karya fiksi yang ceritanya dapat dinikmati sehingga diri pembaca dapat merasakan senang, terhibur dan memperoleh kepuasan batin, hal ini sependapat dengan Nurgiyantoro (2010: 3) yang mengemukakan bahwa membaca karya fiksi berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir merupakan sebuah karya fiksi yang menawarkan permasalahan kehidupan di dalamnya, juga gambaran nyata sebuah kehidupan tentang perjalanan manusia dengan berbagai problematik yang menyelimutinya yang meliputi berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan. Karya sastra khususnya fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir diciptakan Adinda AS dengan tujuan-tujuan tertentu melalui proses kreativitas dan nilai estetik sehingga membuat Cerbung Ara- ara Cengkar Tanpa Pinggir menjadi lebih hidup dengan menampilkan beberapa tokoh yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Kasnadi dan Sutejo (2010: 13) menyatakan bahwa karya sastra yang dihasilkan sastrawan selalu menampilkan tokoh yang memiliki karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan manusia, walaupun pengarang hanya menampilkan tokoh itu secara fiksi. Berdasarkan hal tersebut, karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan, tidak terkecuali ilmu jiwa atau psikologi. Tokoh-tokoh dalam cerita fiksi berfungsi untuk menyampaikan ide dan 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · menyebabkan Yuyun sangat membenci laki-laki dan sangat dendam terhadap masa lalunya. Baginya semua laki-laki sama, yaitu menilai rendah

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS merupakan

salah satu karya fiksi yang ceritanya dapat dinikmati sehingga diri pembaca dapat

merasakan senang, terhibur dan memperoleh kepuasan batin, hal ini sependapat

dengan Nurgiyantoro (2010: 3) yang mengemukakan bahwa membaca karya fiksi

berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin.

Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir merupakan sebuah karya fiksi yang

menawarkan permasalahan kehidupan di dalamnya, juga gambaran nyata sebuah

kehidupan tentang perjalanan manusia dengan berbagai problematik yang

menyelimutinya yang meliputi berbagai masalah kehidupan manusia dalam

interaksinya dengan lingkungan.

Karya sastra khususnya fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi

kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Cerbung

Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir diciptakan Adinda AS dengan tujuan-tujuan

tertentu melalui proses kreativitas dan nilai estetik sehingga membuat Cerbung Ara-

ara Cengkar Tanpa Pinggir menjadi lebih hidup dengan menampilkan beberapa

tokoh yang memiliki karakter yang berbeda-beda.

Kasnadi dan Sutejo (2010: 13) menyatakan bahwa karya sastra yang

dihasilkan sastrawan selalu menampilkan tokoh yang memiliki karakter sehingga

karya sastra juga menggambarkan kejiwaan manusia, walaupun pengarang hanya

menampilkan tokoh itu secara fiksi. Berdasarkan hal tersebut, karya sastra selalu

terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan, tidak terkecuali ilmu jiwa atau

psikologi. Tokoh-tokoh dalam cerita fiksi berfungsi untuk menyampaikan ide dan

1

2

tema yang sedang diangkat oleh pengarangnya. Semakin berkembang aspek

psikologisnya, maka semakin mengukuhkan kajiannya, yang berkaitan dengan

tokoh dan penokohan dalam cerita fiksi. Hal tersebut menjadi alasan penting akan

peran tokoh-tokoh cerita sebagai yang ditonjolkan pengarang.

Salah satu hasil karya sastra adalah cerita bersambung. Cerita bersambung

atau biasa disingkat 'cerbung' merupakan salah satu hasil dari karya sastra fiksi atau

cerita rekaan yang dimuat sebagian demi sebagian secara berturut-turut dalam surat

kabar atau majalah yang terbagi dalam edisi-edisi (Zaidan, 2004: 48). Cerbung

mempunyai struktur pembangun yang sama dengan karya sastra fiksi lainnya, yaitu

memiliki unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain.

Berdasarkan segi panjangnya cerita, cerbung menyajikan suatu cerita secara

panjang atau banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai

permasalahan yang lebih kompleks yang diperankan oleh tokoh-tokoh baik tokoh

utama maupun tokoh tambahan. Cerbung berbentuk prosa imajinatif dalam

menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan

kehidupan. Karya sastra fiksi ini merupakan sebuah cerita panjang yang terkandung

di dalamnya tujuan estetik, karena pada dasarnya sebuah karya sastra haruslah tetap

menarik, tetap merupakan bangunan struktural yang koheren, dan tetap mempunyai

tujuan estetik (Wellek & Warren dalam Nurgiyantoro, 2005: 3).

Cerita bersambung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir mempunyai peran

penting sebagai salah satu bentuk karya sastra Jawa yang dapat dijadikan objek

penelitian. Cerbung ini berperan sebagai alat untuk menyampaikan gagasan

pengarang, ajaran moral, kritik terhadap realitas sosial di masyarakat dan hiburan.

Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS dimuat dalam majalah

3

berbahasa Jawa, yaitu majalah Djaka Lodang yang terletak di Jalan Patehan Tengah

No. 29 Yogyakarta. Cerbung ini dimuat pada edisi 09 yaitu pada 31 Juli 2010

sampai dengan edisi 25 pada 20 November 2010 sebanyak 16 episode. Terdapat

kesalahan penulisan episode, yakni pada episode 11 (ditulis 9), namun demikian

tidak mempengaruhi jalannya cerita. Rubrik cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa

Pinggir dimuat sebanyak dua halaman dan tiga halaman. Setiap episode dilengkapi

dengan gambar ilustrasi yang menunjukkan sebuah adegan tertentu, sehingga

pembaca lebih memahami jalannya cerita. Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa

Pinggir karya Adinda AS ini akan digunakan peneliti sebagai objek kajian

penelitian atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut.

Adinda AS termasuk pengarang yang sangat produktif. Hasil karya beliau

khususnya karya sastra fiksi dapat menyajikan hal-hal baru yang mampu memberi

inspirasi bagi para pembacanya, sehingga karya-karya sastranya tidak hanya

sebagai hiburan semata, melainkan dapat memberi manfaat dalam kehidupan, baik

diri sendiri maupun kehidupan sosial. Hal ini sesuai dengan fungsi utama karya

sastra menurut Horatius (dalam Budianta, 2006: 178) yaitu 'dulce et utile' yakni

indah dan menghibur (dulce) serta berguna dan mengajarkan sesuatu (utile). Salah

satunya adalah cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir yang digunakan peneliti

sebagai objek penelitian.

Terlihat dengan banyaknya karya Adinda AS yang telah dihasilkan,

dipublikasikan atau dimuat di surat kabar maupun berbagai majalah berbahasa

Jawa, seperti Djaka Lodang, Panjebar Semangat, Femina, Praba, Mekar Sari,

Gunung Mulia, Kartini, dan lain-lain. Karya-karyanya yang berupa fiksi antara lain

Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir, Misteri Tikus Bangkok, Panggugate

4

Anak Karam. Karya sastra lain yang berupa cerkak antara lain, Salira Pinenthang,

Peteng Gawe Tentrem, Tekane kaya Maling, dan sebagainya. Karya sastra yang

berupa geguritan antara lain, Ngulandara, Wengis, Kidung Wengi, Nunjem Dhadha,

dan sebagainya. Masih banyak karya-karya sastra lain yang berupa antologi cerpen,

cerpen, puisi, artikel, dan juga novel.

Pengarang dengan nama asli Ir. Amatus Sunarko lahir di Jepara, 13

September 1947. Beliau tinggal di Sorogenen II/50A. RT 03 RW 01 Purwomartani,

Kalasan, Yogyakarta. Sejak masih SMP beliau sudah sering menulis puisi dan

membuat naskah TTS yang dimuat di koran Tempo Semarang pada HUT Dwi

Windu kemerdekaan RI dan setiap minggunya di koran Suara Merdeka Semarang.

Beliau kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), Fakultas Pertanian dan selesai

tanggal 1 Januari 1975. Karirnya berawal pada tahun 1976 bekerja di PTP XV-XVI

di Pabrik Gula sebagai Sinder kebun dengan golongan III. Tahun 1992 menduduki

jabatan Pemimpin Pabrik Gula (Administratur). Tiga tahun kemudian beliau sudah

mencapai golongan VII B. Tahun 2002 sembilan bulan menjelang pensiun beliau

terkena serangan stroke sampai sekarang, dan bulan Maret 2003 beliau pensiun

(Adinda AS, 2016: 1-3 ).

Beliau setelah pensiun berdomisili di Yogyakarta dengan menggunakan

nama pena Adinda AS untuk karya-karya sastranya, AS merupakan singkatan dari

Amatus Sunarko, nama asli beliau. Beliau juga mempunyai nama pena Kakanda

yang dikhususkan untuk karya cipta lagu. Banyak lagu-lagu rohani Kristiani, pop,

keroncong dan dangdut yang beliau ciptakan, serta beliau juga menyusun tiga buku

teori musik, yaitu Cengkok dalam Pembawaan Lagu Keroncong dan Dangdut,

Panduan Permainan Flute Gaya Keroncong, dan Cara Membuat Song, Multipad

5

dan Style dengan Keyboard Yamaha PSR S910. Masa pasca stroke dengan tangan

dan kaki kiri setengah lumpuh, beliau memusatkan kegiatannya dengan menulis

untuk menghasilkan karya-karya sastra baru (Adinda AS, 2016: 1-3 ).

Berdasarkan isinya, cerbung yang berjudul Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir

ini menggambarkan persoalan kehidupan yang berkaitan dengan masalah psikologi.

Tokoh utama dalam cerbung ini adalah seorang perempuan yang berjuang untuk

hidup meskipun cita-cita dan impiannya telah sirna bersama kesuciannya. Laki-laki

yang diperjuangkan dengan pengorbanan dan ditemani dengan keikhlasan tega

meninggalkannya. Pengkajian cerita dalam cerbung ini terjadi satu kesatuan cerita

yang sangat menarik. Adinda AS mengungkapkan tentang kondisi kejiwaan

manusia melalui tokoh utama cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir.

Yuyun mengalami frustasi akibat masalah dan kondisi kehidupan yang

dialami. Ia frustasi mendengar kekasihnya, Heru Purnomo akan dinikahkan dengan

perempuan lain sebagai bentuk balas budi baik kepada pamannya yang telah

merawatnya semenjak kedua orang tuanya meninggal. Yuyun hidup menjadi sosok

perempuan yang kuat dan keras kepala. Ia mengalami trauma terhadap masa lalunya

yang menyakitkan karena ditinggal kekasihnya dalam keadaan hamil. Itulah yang

menyebabkan Yuyun sangat membenci laki-laki dan sangat dendam terhadap masa

lalunya. Baginya semua laki-laki sama, yaitu menilai rendah perempuan. Melihat

perempuan dari segi materi, cinta bisa dibeli dengan dunia dan jabatan. Perempuan

seperti barang dagangan, cintanya bisa dibeli dengan tingginya pangkat dan

banyaknya uang. Cerbung ini sangat menarik untuk diteliti karena di dalamnya

terdapat berbagai permasalahan tentang kondisi psikologi kepribadian tokoh utama,

Wahyuningsih dan Heru Purnomo.

6

Manusia mempunyai watak, pengalaman, pandangan dan perasaan sendiri

yang berbeda dengan yang lain. Pertemuan antarmanusia yang satu dengan manusia

yang lain tidak jarang menimbulkan konflik, baik konflik antara individu maupun

kelompok. Manusia mengalami konflik kejiwaan sebagai reaksi terhadap situasi

sosial di lingkungannya. Konflik terjadi karena adanya emosi dalam diri individu.

Pelaku dalam karya sastra memainkan realitas kehidupan manusia, salah satunya

realitas emosi yang menimbulkan perubahan-perubahan kejiwaan. Pengarang

menampakkan perilaku kebencian yang terjadi pada tokoh agar pembaca

memperoleh gambaran pikiran dan motif yang mendasari perilaku konflik tersebut.

Sentuhan-sentuhan emosi melalui dialog merupakan gambaran kekalutan dan

kejernihan batin pengarang (Endraswara, 2011: 96).

Manusia dalam menghadapi persoalan hidupnya tidak terlepas dari jiwa

manusia itu sendiri, begitu pula yang terjadi pada tokoh dalam cerbung Ara-ara

Cengkar Tanpa Pinggir. Keinginan manusia dibentuk oleh dorongan-dorongan

jiwa dan pengamatan, setiap keinginan manusia dikendalikan oleh akal. Proses

kejiwaan pada diri manusia membentuk karakter atau kepribadian manusia.

Permasalahan-permasalahan yang menyangkut kejiwaan tokoh utama dalam

cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir memerlukan ilmu bantu yang berkaitan

dengan problem psikologi, yaitu psikologi sastra. Berdasarkan pemaparan di atas

penelitian cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS diteliti karena

beberapa alasan.

Pertama, dari segi isi maupun bentuk, berdasarkan pengecekan peneliti

sendiri ke universitas-universitas yang terjangkau oleh peneliti (misalnya: UGM,

UNDIP, UNNES, UNESA, dan lain-lain) secara online cerbung ini belum pernah

7

diteliti secara akademik. Kedua, secara psikologi, mampu menggambarkan kondisi

psikologi manusia yang mengalami permasalahan dengan dunia luar. Pandangan

rendah kepada diri seseorang dan rasa sakit masa lalu menyebabkan perubahan

kondisi psikologis individu karena mengalami interaksi dengan individu lain.

Berbagai problem muncul menggambarkan watak dan perilaku manusia yang

tercermin melalui tokoh-tokoh dalam cerbung tersebut. Ketiga, dari segi kualitas

pengarang, Adinda AS merupakan pengarang sastra Jawa senior yang produktif.

Karya-karyanya banyak dimuat di berbagai media, yaitu surat kabar dan majalah.

Pendekatan aspek-aspek kejiwaan pada manusia dalam cerbung Ara-ara

Cengkar Tanpa Pinggir dilakukan dengan pendekatan psikologi sastra guna

menganalisis kejiwaan tokoh utama yang mengalami perubahan dan perkembangan

karakter, dari yang awalnya perempuan lugu dan dibutakan oleh cinta berubah

menjadi perempuan yang kuat dan keras kepala karena masa lalunya yang

menyakitkan sehingga membuatnya benci kepada semua laki-laki dan menyimpan

dendam terhadap masa lalunya. Sependapat dengan Hardjana (1985: 60) bahwa

pendekatan psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai

aktivitas kejiwaan. Tokoh-tokoh karya sastra dimanusiakan, diberi jiwa,

mempunyai raga bahkan untuk manusia disebut pengarang mungkin memiliki

penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia lainnya terutama dalam

hal penghayatan mengenai hidup dan kehidupan.

Pendekatan psikologi sastra yang diterapkan dalam penelitian cerbung Ara-

ara Cengkar Tanpa Pinggir ini adalah teori psikologi Albertine Minderop. Konflik-

konflik yang terjadi pada tokoh utama memicu terjadinya defense Mechanism.

Istilah defense Mechanism dipilih karena istilah ini lebih banyak digunakan pada

8

dunia psikologi. Penggunaan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran bahwa

ilmu psikologi dapat diterapkan pada dunia sastra. Hal ini tentu tidak mengurangi

nilai sastra yang terkandung di dalamnya. Istilah ini justru diharapkan mampu

memberikan gambaran bahwa sastra memiliki nilai yang lebih melalui perpaduan

antara ilmu psikologi dan sastra.

Defense mechanism (mekanisme pertahanan) terjadi karena adanya

dorongan atau perasaan beralih untuk mencari objek pengganti (Minderop, 2011:

29). Defense mechanism digunakan untuk mengurangi efek yang menyakitkan dan

konflik melalui respon yang otomatis dan sudah menjadi kebiasaan. Defense

mechanism merupakan karakteristik yang cenderung kuat dalam setiap orang. Ada

9 jenis defense mekanism menurut Minderop, yaitu: (1) Represi, (2) Sublimasi, (3)

Proyeksi, (4) Pengalihan, (5) Rasionalisasi, (6) Reaksi Formasi, (7) Regresi, (8)

Agresi dan Apatis, (9) Fantasi dan Stereotype (Minderop, 2011: 32-39). Penelitian

ini merujuk pada bentuk defense mechanism yang dilakukan oleh tokoh utama,

Wahyuningsih dan Heru Purnomo.

Mengingat bahwa cerbung ini mampu menggambarkan kondisi psikologis

tokoh-tokohnya terutama tokoh utama, serta dapat menggambarkan watak dan

perilaku yang tercermin dalam setiap tokohnya, maka cerbung Ara-ara Cengkar

Tanpa Pinggir karya Adinda AS dianalisis dengan menggunakan tinjauan psikologi

sastra, dengan judul Defense Mechanism Tokoh Utama dalam Cerbung Ara-ara

Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra).

Penelitian yang terkait dengan objek penelitian ini yaitu penelitian dengan

judul:

9

1. Mekanisme Pertahanan Ego pada Anak Jalanan, dalam Jurnal Online

Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, oleh Gely Nurmurey Idzha.

2. Defense Mechanism Tokoh Utama dalam Novel Piwelinge Puranti Karya

Tiwiek SA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra) oleh Diyan Agustina, Program

Studi Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas

Maret Surakarta 2014.

3. Defense Mechanism Tokoh Aku dalam Cerpen Neko to Nezumi Karya Hoshi

Shinichi (Suatu Tinjauan Psikologi) oleh Yulike Rustalistyana, Program

Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Nuswantoro

Semarang 2015.

Manfaat penelitian yakni sesuatu yang bisa dirasakan dan dilaksanakan.

Secara keseluruhan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik

manfaat teoritis maupun manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memperkaya

khazanah ilmu pengetahuan dalam gambaran sebuah model pendekatan terhadap

penelitian karya sastra, khususnya pendekatan struktural dan pendekatan psikologi

sastra yang dapat dipergunakan terhadap objek-objek penelitian karya fiksi lainnya,

sehingga mampu mempertajam nuansa akademis pembacanya.

2. Manfaat Praktis

Manfaat penelitian ini secara praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat

dimanfaatkan sebagai bahan referansi bagi pembaca dan peneliti mengenai

dinamika kehidupan manusia dengan berbagai permasalahannya dan cara

pemecahannya, sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan masyarakat mengenai

10

aspek perjuangan, kegigihan, kesabaran, kemandirian, kepedulian, dan sebagainya

yang dapat menjadi tuntunan bagi pembaca dan masyarakat luas.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah berkaitan dengan apa yang diharapkan sesuai dengan

tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah unsur struktural dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa

Pinggir karya Adinda AS menurut teori struktural Robert Stanton yang

meliputi fakta-fakta cerita (alur, karakter, latar), tema, dan sarana-sarana

sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi)?

2. Bagaimanakah bentuk defense mechanism tokoh utama yang terdapat dalam

cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS berdasarkan

tinjauan psikologi sastra?

3. Bagaimanakah dampak defense mechanism yang ditimbulkan terhadap

kepribadian tokoh utama yang terdapat dalam cerbung Ara-ara Cengkar

Tanpa Pinggir karya Adinda AS?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian bermaksud untuk memberikan arah yang jelas pada suatu

penelitian. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang

hendak dicapai adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan unsur struktural yang membangun cerbung Ara-ara

Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS menurut teori struktural Robert

Stanton yang meliputi fakta-fakta cerita (alur, karakter, latar), tema, dan

11

sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme dan

ironi).

2. Mendeskripsikan bentuk defense mechanism tokoh utama yang terdapat

dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS

berdasarkan tinjauan psikologi sastra.

3. Mendeskripsikan dampak defense mechanism yang ditimbulkan terhadap

kepribadian tokoh utama yang terdapat dalam cerbung Ara-ara Cengkar

Tanpa Pinggir karya Adinda AS.

D. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah bertujuan mengarahkan pada pokok persoalan agar

tidak meluas dari apa yang seharusnya dibicarakan, sehingga penelitian ini menjadi

jelas dan terarah. Penelitian terhadap cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir

karya Adinda AS terlebih dahulu akan dianalisis menggunakan pendekatan

struktural menurut Stanton yang meliputi fakta-fakta cerita (alur, karakter, latar),

tema, dan sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme

dan ironi). Langkah selanjutnya menganalisis psikologi sastra menggunakan teori

psikologi Minderop. Pendekatan psikologi sastra dalam penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis bentuk defense mechanism tokoh utama yang terkandung dalam

cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS, serta menganalisis

dampak defense mechanism yang ditimbulkan terhadap kepribadian tokoh utama

yang terdapat dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS.

12

E. Landasan Teori

1. Pengertian Fiksi Psikologi

Fiksi merupakan cerita rekaan yang tidak berdasarkan pada kejadian yang

sebenarnya (Adi, 2011: 24). Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan

manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama, interaksinya dengan

diri sendiri serta interaksi dengan Tuhan (Nurgiyantoro, 2012: 3). Pengertian ini

tidak berarti bahwa pengarang tidak menggunakan data non fiksi untuk menyusun

cerita fiksinya. Peristiwa-peristiwa yang sebenarnya terjadi telah diubah oleh

pengarang untuk memberikan arti tertentu. Kebenaran dalam karya fiksi tidak harus

sejalan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata, misalnya kebenaran dari

segi hukum, moral agama, dan bahkan logika. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi

dan tidak dianggap benar di dunia nyata, dapat terjadi dan dianggap benar di dunia

fiksi (Nurgiyantoro, 2012: 5).

Menurut Minderop (2011: 53) karya fiksi psikologis merupakan suatu

istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu novel yang bergumul dengan

spiritual, emosional, dan mental para tokoh dengan cara lebih banyak mengkaji

perwatakan daripada alur atau peristiwa. Fiksi psikologis sering menggunakan

teknik bernama arus kesadaran. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan

kepingan-kepingan impresi, gagasan, kenangan dan sensasi yang membentuk

kesadaran manusia (Stanton, 2012: 134).

2. Pengertian Cerita Bersambung

Suatu cerita atau karangan yang dimuat tidak sekali saja pada suatu majalah

atau media masa lainnya, melainkan dimuat beberapa kali. Cerita bersambung

biasanya panjang karena teknik penceritaan yang mendetail antara satu kejadian

13

dengan kejadian selanjutnya dan juga lengkapnya penuturan dari satu bagian ke

bagian lain. Tegangan dan intrik dalam cerbung seakan-akan tidak ada habisnya

dimanfaatkan dalam memenggal cerita (Sudjiman, 1990: 14).

Hutomo (1987: 5) mengemukakan bahwa cerita bersambung merupakan

awal dari perkembangan novel Jawa modern yang dimuat dalam beberapa majalah

maupun media masa lainnya. Menurut Nurgiyantoro (2000: 2) pengarang dalam

menciptakan cerbung Jawa mampu menciptakan dunia imajinasi yang berisi

gambaran kehidupan atau realitas masyarakat yang merupakan kenyataan sosial.

Kemunculan cerita berbahasa Jawa tersebut banyak mendapat dukungan dari

berbagai surat kabar atau majalah yang menjadi wadah tersiarnya jenis sastra ini.

Cerita bersambung sebagai sebuah karya sastra menawarkan banyak permasalahan

kemanusiaan dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan

tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali

melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya.

3. Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian

karya sastra sebelum melakukan pendekatan selanjutnya. Analisis struktural karya

sastra fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan, mengkaji dan

mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik yang bersangkutan.

Analisis struktural pada dasarnya bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin

fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama

menghasilkan keseluruhan unsur.

Pendekatan struktural sering disebut juga dengan pendekatan obyektif, di

mana di dalam mengkaji sebuah karya sastra tidak bisa terlepas dari unsur struktural

14

yang membangun karya sastra tersebut. Sebelum memasuki dunia penokohan lebih

jauh harus melalui pendekatan struktural. Analisis struktural bertujuan hanya untuk

membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin

keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan

makna menyeluruh (Teeuw dalam Sangidu, 2004: 15).

Teori struktural yang digunakan untuk menganalisis cerbung ini adalah teori

struktural Robert Stanton. Stanton membagi unsur intrinsik fiksi menjadi tiga

bagian, yaitu: fakta-fakta cerita, tema, dan sarana-sarana sastra. Unsur fakta-fakta

cerita dibagi menjadi tiga, yaitu alur, karakter, dan latar. Unsur sarana-sarana sastra

terdiri dari judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme serta ironi.

1. Fakta-Fakta Cerita

Alur, karakter dan latar merupakan bagian dari fakta-fakta cerita.

Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah

cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan struktur

faktual atau tingkatan faktual cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek

cerita. Struktur faktual adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang

(Stanton, 2007: 22). Fakta-fakta cerita atau unsur struktur faktual tersebut terdiri

atas tiga komponen yaitu alur, karakter, dan latar.

a. Alur

Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur

biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja.

Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak

dari berbagai peristiwa lain yang tidak dapat diabaikan karena akan bepengaruh

pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang fisik

15

saja, seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap

karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala

yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya (Stanton, 2007: 26).

Alur merupakan tulang punggung cerita. Alur dapat membuktikan

dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis.

Cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman

terhadap peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan saling

pengaruh. Sama halnya dengan elemen lain, alur memiliki hukum sendiri; alur

hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan

dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan sekaligus

mengakhiri ketegangan-ketegangan (Stanton, 2007: 28).

Konflik dan klimaks adalah dua elemen dasar yang membangun alur.

Setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak

jelas) yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter

dengan lingkungannya. Konflik-konflik spesifik ini merupakan subordinasi satu

konflik utama yang bersifat eksternal, internal, atau dua-duanya. Konflik pada

gilirannya akan tumbuh dan berkembang seiring dengan alur yang terus-

menerus mengalir. Konflik akan mencapai klimaks ketika konflik terasa sangat

intens sehingga ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang

mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana

oposisi tersebut dapat terselesaikan (Stanton 2012: 31-32).

b. Karakter

Karakter dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk

pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter

16

merujuk pada berbagai percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan,

emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut. Sebagian besar cerita

dapat ditemukan satu karakter utama yaitu karakter yang terkait/ menjadi pusat

dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Alasan seorang tokoh

untuk bertindak sebagaimana yang dilakukan dinamakan motivasi. Motivasi

dibagi menjadi dua yaitu motivasi spesifik dan motifasi dasar. Motivasi spesifik

seorang karakter adalah alasan atas reaksi spontan yang mungkin juga tidak

disadari, yang ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu. Motivasi dasar

adalah suatu aspek umum dari satu karakter atau dengan kata lain hasrat dan

maksud yang memandu sang karakter dalam melewati keseluruhan cerita. Arah

yang dituju oleh motivasi dasar adalah arah tempat seluruh motivasi spesifik

bermuara. Karakterisasi dapat dilihat dalam bukti-bukti penafsiran nama

karakter, deskripsi eksplisit, komentar pengarang maupun komentar tokoh lain

(karakter minor) (Stanton, 2012: 33-35).

Beberapa tokoh mempunyai wataknya sendiri-sendiri. Tokoh berkaitan

dengan orang atau seseorang sehingga perlu penggambaran yang jelas tentang

tokoh tersebut. Jenis-jenis tokoh dapat dibagi sebagai berikut.

1) Berdasarkan segi peranan dalam cerita, dapat dibedakan menjadi tokoh

utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama merupakan tokoh yang

diutamakan dalam cerita (yang paling banyak diceritakan), sedangkan

tokoh tambahan merupakan tokoh yang permunculannya lebih sedikit.

2) Berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh, dapat dibedakan menjadi

tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis merupakan tokoh hero

yang menampilkan sesuatu sesuai dengan pandangan/ harapan kita

17

(pembaca), sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh penyebab teradinya

konflik.

3) Berdasarkan perkembangan karakter, dapat dibedakan menjadi tokoh

bulat dan pipih/ sederhana. Tokoh bulat adalah tokoh kompeks yang

memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi

kepribadian dan jati dirinya. Tingkah lakunya sering tak terduga dan

memberikan efek kejutan pada pembaca, sedangkan tokoh pipih/

sederhana merupakan tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi

tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Tidak memiliki sifat dan

tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca.

Sifatnya datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu

(Nurgiyantoro, 2005: 176-182).

c. Latar

Latar atau setting merupakan tempat dan waktu terjadinya cerita. Suatu

cerita pada hakikatnya merupakan suatu pelukisan peristiwa atau kejadian yang

dilakukan oleh beberapa tokoh pada suatu waktu di suatu tempat. Latar adalah

lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, dan juga suasana

dalam cerita semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang

berlangsung. Latar dapat berwujud seperti dekor, dapat berwujud seperti waktu-

waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Latar

terkadang berpengaruh pada karakter-karakter. Latar juga terkadang menjadi

tokoh representasi tema. Berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki daya

untuk memunculkan tone dan mode emosional yang melingkupi sang karakter

(Stanton, 2012: 35-36).

18

2. Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam

pengalaman manusia sebagai sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu

diingat. Tema disebut juga gagasan utama dan maksud utama secara fleksibel,

tergantung pada konteks yang ada. Tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek

kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai tertentu yang melingkupi cerita.

Cara paling efektif untuk mengenali tema sebuah karya adalah dengan mengamati

secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya. Kedua hal ini berhubungan sangat

erat dan konflik utama biasanya mengandung sesuatu yang sangat berguna jika

benar-benar diruntut. Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut,

dan berdampak. Bagian awal dan akhir akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan

berkat keberadaan tema (Stanton, 2012: 36-37).

3. Sarana-Sarana Sastra

Sarana-sarana sastra merupakan cara atau metode yang digunakan

pengarang dalam menyeleksi dan menyusun bagian cerita, sehingga akan tercipta

karya sastra yang bermakna. Sarana-sarana sastra ini meliputi judul, sudut pandang,

gaya dan tone, simbolisme, dan ironi (Stanton, 2012: 46).

a. Judul

Judul tidak selalu relevan terhadap karya yang diampunya, sehingga

keduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul

mengacu pada sang karakter utama atau latar tertentu. Akan tetapi penting bagi

kita untuk selalu waspada bila judul tersebut mengacu pada satu detail yang tidak

menonjol. Sebuah judul juga kerap memiliki beberapa tingkatan makna. Banyak

judul karya fiksi yang mengandung alusi. Judul tersebut bisa menjadi petunjuk

19

tentang makna cerita bersangkutan yang ingin disampaikan oleh pengarang

terhadap pembaca (Stanton, 2012: 51).

b. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan pusat kesadaran tempat kita dapat memahami

setiap peristiwa di dalam sebuah cerita. Tempat atau sifat ‘sudut pandang’ tidak

muncul serta-merta. Pengarang harus memilih sudut pandangnya dengan hati-

hati agar cerita yang diutarakannya menimbulkan efek yang pas. Sudut pandang

terbagi menjadi empat tipe utama. Keempat tipe sudut pandang tersebut adalah:

1) Sudut pandang ‘orang pertama-utama’, sang karakter utama bercerita

dengan kata-katanya sendiri.

2) Sudut pandang ‘orang pertama-sampingan’, cerita dituturkan oleh satu

karakter bukan utama (sampingan).

3) Sudut pandang ‘orang ketiga-terbatas’, pengarang mengacu pada semua

karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya

menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu

orang karakter saja.

4) Sudut pandang ‘orang ketiga tak-terbatas’, mengacu pada setiap karakter

dan memosisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat

beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau saat ketika tidak

ada satu karakter pun hadir.

Sudut pandang 'orang ketiga tak-terbatas' memberi arti bahwa pengarang

memiliki kebebasan yang memungkinkan kita untuk tahu apa yang ada di

dalam pikiran pengarang secara simultan. Pengarang menempatkan diri

dalam posisi superior yang serba tahu sehingga pengalaman setiap karakter

20

dapat menghadirkan efek-efek tertentu sesuai keinginannya (Stanton,

2012: 52).

c. Gaya dan Tone

Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski dua

orang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil tulisan

keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada

bahasa yang menyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang

pendek kalimat, detail, humor, kekonkritan dan banyaknya imajinasi dan

metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas dengan kadar tertentu akan

menghasilkan gaya.

Pembaca harus membaca banyak cerita dari berbagai pengarang untuk

meningkatkan pengetahuan tentang gaya. Beberapa pengarang mungkin

memiliki gaya yang unik dan efektif sehingga dapat dengan mudah dikenali

bahkan pada saat pembacaan pertama. Gaya semacam ini juga dapat memancing

ketertarikan pembaca. Gaya juga bisa terkait dengan maksud dan tujuan sebuah

cerita. Seorang pengarang mungkin tidak memilih gaya yang sesuai bagi dirinya

akan tetapi gaya tersebut justru pas dengan tema cerita. Jadi, gaya dan tema

menampilkan pengarang yang sama.

Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah tone. Tone adalah

sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Pada porsi tertentu

tone dimunculkan oleh fakta-fakta; satu cerita yang mengisahkan seorang

pembunuh berkapak akan memunculkan tone 'gila'. Akan tetapi yang terpenting

adalah pilihan detail pengarang ketika menyodorkan fakta-fakta itu dan tentu

saja gaya pengarang sendiri. Tone bisa menampak dalam berbagai wujud, baik

21

yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh

perasaan (Stanton, 2012: 61-64).

d. Simbolisme

Gagasan dan emosi terkadang tampak nyata bagaikan fakta fisis, padahal

sejatinya kedua hal tersebut tidak dapat dilihat dan sulit dilukiskan. Salah satu

cara untuk menampilkan kedua hal tersebut agar tampak nyata adalah melalui

simbol. Simbol berwujud detail-detail konkrit dan faktual serta memiliki

kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca.

Fiksi simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung

pada bagaimana simbol bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah simbol yang

muncul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa

tersebut. Kedua, satu simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan

kita akan beberapa elemen konstan dalam cerita. Ketiga, sebuah simbol yang

muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita menentukan tema

(Stanton, 2012: 65).

e. Ironi

Ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu

berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat ditemukan

dalam hampir semua cerita. Di dalam dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang

dikenal luas, yaitu ironi dramatis dan tone ironis. Ironi dramatis atau ironi alur

dan situasi biasanya muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan

realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau antara

harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi, sedangkan tone ironis atau ironi

22

verbal digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna

dengan cara berkebalikan (Stanton, 2012: 71-74).

Teori struktural Robert Stanton saling kait mengait dan merupakan satu

kesatuan yang utuh. Peneliti menggunakan teori tersebut dengan alasan adanya

keunikan pada sarana-sarana sastra yang terdapat gaya dan tone, simbolisme serta

ironi. Sesuai dengan pendekatan psikologi, pada bagian karakter lebih mendetail

dengan adanya motivasi-motivasi tokoh dalam bertindak. Peneliti menggunakan

teori struktural Robert Stanton sebagai pendekatan dalam analisis terhadap cerbung

yang berjudul Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS.

4. Pendekatan Psikologi Sastra

Psikologi dari segi bahasa berasal dari kata psyche yang berarti 'jiwa' dan

logos yang berarti 'ilmu' atau 'ilmu pengetahuan', oleh karena itu psikologi sering

diartikan atau diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa atau disingkat

ilmu jiwa (Walgito, 1997: 1). Walgito mengemukakan bahwa psikologi merupakan

ilmu yang mempelajari dan menyelidiki aktivitas dan tingkah laku manusia.

Aktivitas dan tingkah laku tersebut dikatakan sebagai manifestasi kehidupan jiwa.

Wahyuningtyas (2011: 8) menambahkan bahwa psikologi tidak boleh

dipandang sebagai ilmu yang sama sekali terlepas dari ilmu-ilmu lainnya. Psikologi

masih mempunyai hubungan dengan disiplin ilmu lain seperti filsafat, biologi,

sosial, budaya (antropologi dan sebagainya), serta mempunyai keterkaitan dengan

ilmu sastra (humaniora).

Menurut Endraswara (2011: 97) psikologi sastra sebagai kajian sastra yang

memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan, yaitu jiwa manusia yang

terpantul melalui tingkah laku atau aktivitas-aktivitasnya sebagai manifestasi

23

kehidupan psikis. Hal yang sama juga disampaikan oleh Minderop (2013: 54) yang

mengatakan bahwa psikologi sastra merupakan telaah karya sastra yang diyakini

yang mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Secara keseluruhan psikologi

sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra sebagai suatu

karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh

tokoh-tokoh didalamnya atau mungkin juga diperankan oleh tokoh faktual

(Sangidu, 2004: 30).

Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan fungsional, yakni sama-sama

berguna untuk sarana mempelajari keadaan jiwa seseorang. Hanya perbedaannya,

gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari

manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam psikologi adalah manusia-manusia

real, namun keduanya saling melengkapi dan saling mengisi untuk memperoleh

pemahaman yang lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia. Titik temu antara

psikologi dan sastra dapat digabung menjadi psikologi sastra (Endraswara, 2011:

97). Intinya dasar pemikiran mengapa sastra harus memanfaatkan psikologi, karena

sastra dianggap sebagai aktivitas dan ekspresi manusia. Karya sastra merekam

gejala kejiwaan yang harus dimunculkan oleh pembaca ataupun peneliti sastra

dengan syarat memiliki teori-teori psikologi yang memadai (Siswantoro, 2004: 34).

Manusia dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor endogen dan

eksogen. Faktor endogen adalah faktor atau sifat yang dibawa individu sejak dalam

kandungan hingga kelahiran, sedangkan faktor eksogen adalah faktor yang datang

dari luar individu, merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitar, pendidikan

dan sebagainya (Walgito, 1997: 48).

24

5. Teori Defense Mechanism

Defense Mechanism bila diuraikan berasal dari kata defense yang berarti

pertahanan dan mechanism yang berarti mekanisme. Defense mechanisme yang

berarti mekanisme pertahanan menurut Arif (2011:19), mengacu pada mekanisme

pertahanan psikis pada individu. Defense mechanism (mekanisme pertahanan)

menurut Clark (1991) dalam komalasari (2011:7), mendefinisikan sebagai

gangguan ketidaksadaran dari realitas yang bertujuan untuk mengurangi efek yang

menyakitkan dan konflik melalui respon yang otomatis dan sudah menjadi

kebiasaan. Defense mechanism menjadi aktif setelah menusia dilahirkan yaitu

menyusul aktifnya insting mati. Defense mechanism terjadi karena adanya

dorongan atau perasaan beralih untuk mencari objek pengganti (Minderop, 2011:

29).

Mekanisme pertahanan merupakan karakteristik yang cenderung kuat dalam

diri setiap orang. Mekanisme pertahanan tidak mencerminkan kepribadian secara

umum, tetapi juga dapat memengaruhi perkembangan kepribadian. Kegagalan

mekanisme pertahanan memenuhi fungsi pertahanannya bisa berakibat pada

kelainan mental (Minderop, 2011: 31). Defense mechanism berkaitan erat pada

pencitraan karya sastra. Menurut Freud, penciptaan karya sastra merupakan hasil

kerja alam bawah sadar. Penciptaan karya sastra dengan wilayah tak sadar ini

memiliki kaitan yang cukup erat. Karya sastra memberikan hiburan dan kelegaan

kepada para pembaca karena apa yang pembaca nikmati termasuk peristiwa

mengerikan, bisa menjadi milik diri pembaca sendiri maupun orang lain (Minderop,

2011: 68). Penggunaan defense mechanism tidaklah terhindarkan dalam upaya

menjaga keseimbangan kepribadian seseorang dalam keberadaannya di dunia.

25

Kepribadian akan mengaktifkan defense mechanism ketika realitas eksternal dirasa

menuntut terlalu banyak melebihi kapasitas diri untuk mengatasinya. Hal ini

menunjukkan bahwa defense mechanism memiliki kaitan yang erat dengan dunia

psikologi (Arif, 2011: 31).

Pokok-pokok yang perlu diperhatikan yang terdapat dalam defense

mechanism yaitu pertama, mekanisme pertahanan merupakan konstruk psikologi

berdasarkan observasi terhadap perilaku individu. Pada umumnya mekanisme

didukung oleh bukti-bukti eksperimen, tetapi ada pula yang tidak berdasarkan

verifikasi ilmiah. Kudua, menyatakan bahwa perilaku seseorang (misalnya,

proyeksi, rationalisasi, atau represi) membutuhkan informasi deskriptif yang bukan

penjelasan tentang perilaku. Hal penting ialah memahami mengapa seseorang

bersandar pada mekanisme ketika ia bergumul pada masalah. Ketiga, semua

mekanisme dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari orang normal. Di

kehidupan modern, manusia berupaya meningkatkan pemuas kehidupan dan oleh

karenanya dibutuhkan penyesuaian diri, apabila mekanisme menjadi keutamaan

dalam penyelesaian masalah maka ada indikasi individu tidak mampu

menyesuaikan diri (Minderop, 2011: 30).

Menurut Gemae (2006) dalam Gely Nurmurey Idzha (2013: 116) faktor

utama digunakannya defense mechanism (mekanisme pertahanan) antara lain,

melindungi seseorang dari situasi yang cenderung membahayakan baginya, untuk

mengatasi batin (perasaan) yang terluka, perasaan marah, sedih dan kecewa yang

dialami seseorang, menghapus kecemasan yang dialami seseorang, membantu

penyesuaian diri yang normal dalam kehidupan sehari-hari. Pokok-pokok yang

perlu diperhatikan dalam defense mechanism antara lain, defense mechanism

26

merupakan konstruk psikologi berdasarkan observasi terhadap perilaku individu,

perilaku seseorang membutuhkan informasi deskriptif. Hal ini penting untuk

memahami mengapa seseorang bersandar pada mekanisme ketika ia bergumul

dengan masalah, semua mekanisme dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari

orang normal. Bila mekanisme menjadi keutamaan dalam penyelesaian masalah

maka ada indikasi si individu tidak dapat menyesuaikan diri (Minderop, 2010: 30).

Defense mechanism merupakan karakteristik yang cenderung kuat dalam

setiap orang. Ada 9 jenis defense mechanism menurut Minderop (2011: 32-39).

1. Represi (Repression)

Represi merupakan mekanisme pertahanan yang paling kuat dan luas. Tugas

represi mendorong keluar implus-implus id yang tidak diterima dari alam sadar

dan kembali ke alam bawah sadar. Represi merupakan fondasi cara kerja semua

mekanisme pertahanan.

2. Sublimasi

Sublimasi terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial

menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi merupakan suatu bentuk

pengalihan.

3. Proyeksi

Mekanisme yang tidak disadari dan melindungi dari pengakuan terhadap

kondisi yang tidak menyenangkan disebut proyeksi. Proyeksi terjadi bila

individu menutupi kekurangannya dan masalah yang dihadapi dilimpahkan

kepada orang lain.

27

4. Pengalihan (Displacement)

Pengalihan adalah pengalihan perasaan tidak senang terhadap suatu objek

ke objek lainnya yang lebih memungkinkan.

5. Rasionalisasi (Rationalization)

Rasionalisasi terjadi bila motif nyata dari perilaku individu tidak dapat

diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif

pengganti dengan tujuan pembenaran. Rasionalisasi memiliki dua tujuan:

pertama, untuk mengurangi kekecewaan ketika gagal mencapai suatu tujuan;

kedua, memberikan motif nyata yang dapat diterima atas perilaku.

6. Reaksi Formasi (Reaction Formation)

Reaksi formasi adalah represi akibat implus anxitas yang kerap kali diikuti

oleh kecenderungan yang berlawanan dan bertolak belakang dengan tendensi

yang ditekan.

7. Regresi

Terdapat dua jenis regresi, yang pertama retrogressive behavior yaitu

perilaku seseorang yang mirip anak kecil, menangis dan sangat manja agar

memperoleh rasa aman dan perhatian orang lain. Kedua, primitivation yaitu

ketika seorang dewasa bersikap tidak berbudaya dan kehilangan kontrol

sehingga tidak sungkan-sungkan berkelahi.

Regresi membuat seseorang mundur dari tahapan emosional atau reaksi

emosional yang lebih sesuai di masa lalu. Bukannya menghadapi kekecewaan

dengan rasional seseorang justru merengek agar mendapatkan yang diinginkan.

(Ryan, 2007: 133).

28

8. Agresi dan Apatis

Agresi dapat berbentuk langsung dan pengalihan. Agresi langsung adalah

agresi yang diungkapkan secara langsung kepada seseorang atau objek yang

merupakan sumber frustasi. Agresi yang dialihkan adalah bila seseorang

mengalami frustasi namun tidak dapat mengungkapkan secara puas kepada

sumber frustasi tersebut karena tidak jelas atau tak tersentuh. Apatis adalah

bentuk lain dari reaksi terhadap frustasi yaitu sikap menarik diri dan bersikap

seakan-akan pasrah.

9. Fantasi dan Stereotype

Fantasi yaitu cara penyelesaian masalah dengan masuk ke dunia khayal,

solusi yang berdasarkan fantasi ketimbang realitas. Stereotype adalah

konsekuensi lain dari frustasi yaitu memperlihatkan perilaku pengulangan terus-

menerus.

Menurut Arif (2011: 32-41) teori defense mechanism pada ilmu psikologi

murni dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Defense mechanism yang tergolong matang (mature), meliputi: sublimasi,

yaitu mengubah atau mentransformasi dorongan primitif menjadi dorongan

yang lebih sesuai dengan budaya dan norma-norma yang berlaku di realitas

eksternal. Kompensasi, yaitu upaya untuk mengatasi suatu inferiority

(kekurangan) dalam suatu bidang dengan cara mengupayakan superiority

(keunggulan) dalam bidang lain. Supresi, adalah upaya meredam kembali

suatu dorongan libidinal yang berpotensi konflik dengan realitas eksternal,

setelah menyadari dorongan teresbut. Humor, adalah mengubah

29

penghayatan akan suatu peristiwa dari tidak menyenangkan menjadi

menyenangkan.

2. Defense mechanism yang tergolong tidak matang (immature), meliputi:

Represi, adalah upaya meredam suatu dorongan libidial yang berpotensi

konflik dengan realitas eksternal tanpa membiarkan sadar terlebih dahulu.

Proyeksi, yaitu suatu defense mechanism dimana seseorang secara psikis

menolak dan mengeluarkan bagian dari dirinya yang tidak dikendakinya.

Introyeksi, adalah suatu defense mechanism dimana seseorang mengambil

alih ciri kepribadian yang ditemuinya pada orang lain menjadi miliknya

sendiri. Reaksi Formasi, yaitu upaya untuk melawan suatu dorongan

libidinal yang dipersepsikan dapat menimbulkan konflik, dengan cara

melakukan kebalikannya. Undoing, adalah upaya simbolik untuk

membatalkan suatu implus yang telah terwujud menjadi tingkah laku.

Displacement, yaitu mengganti objek yang menjadi sasaran. Denial, adalah

menyangkal bahwa suatu peristiwa benar-benar terjadi. Regresi, yaitu

sebagai yang sangat menentukan dalam kemunculan psikopatologi.

3. Defense mechanism yang tergolong primitif (archaic), meliputi: Splitting,

adalah mekanisme yang dilakukan bayi untuk memudahkannya

mengorganisir dan menangani berbagai pengalaman yang dialaminya.

Projective, Identification, yaitu salah satu defense mechanism primitif yang

biasanya ditemui pada kepribadian yang terganggu. Primitive idealization,

dilakukan seseorang untuk mempertahankan harga diri mendasarnya ketika

mengalami ancaman dengan cara mengidealisasi orang lain dan kemudian

mengembangkan fantasi kesatuan dengan orang tersebut.

30

Defense mechanism merupakan inti dari penelitian ini, sehingga teori

defense mechanism sangat diperlukan sebagai penunjang penelitian terhadap

cebung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir. Teori Defense mechanism juga digunakan

untuk memperkuat hasil penelitian yang telah dilakukan. Hal ini dilakukan agar

penelitian ini tidak diragukan kualitasnya.

Dampak defense mechanism yang dikutip dari Semiun (2006) dalam Gely

Nurmurey Idzha (2013: 116) diantaranya yaitu reaksi-reaksi mekanisme pertahanan

ego mungkin sangat konstruktif, tekanan tetap melindungi diri secara psikologis

menyebabkan tidak relaks, usaha pada mekanisme pertahanan ego mempengaruhi

keadaan sekitar (manipulatif), cenderung akan diterapkan lagi bila dirasa

menguntungkan. Dampak defense mechanism yang lain menurut McGill (2008)

dalam Gely Nurmurey Idzha (2013: 116) yang terjadi dalam diri seseorang antara

lain, defense mechanism melibatkan penipuan dan distorsirealitas, ketika

kecemasan ditekan, diwujudkan dengan cara lain, seperti fobia, serangan

kecemasan atau gangguan obsesif-kompulsif, mengurangi kecemasan dan

mempertahankan citra diri yang positif, mengurangi aktifitas fisiologis yang tidak

sehat.

Kepribadian menurut psikologi bila mengacu pada pola karakteristik

perilaku dan pola pikir yang menentukan penilaian seseorang terhadap lingkungan

(Minderop, 2011: 4). Salah satu unsur kepribadian adalah perasaan. Perasaan adalah

suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh pengetahuannya

dinilai sebagai keadaan positif atau negatif. Perasaan dapat menimbulkan kehendak

yaitu keadaan untuk mendapatkan suatu kenikmatan (kehendak positif) atau

31

menghindari hal yang dirasakannya sebagai hal yang akan membawa perasaan tidak

nikmat (kehendak negatif) (Koentjaraningrat, 1986: 106-108).

Metode dasar yang dipakai untuk meneliti perubahan yang sangat banyak

dalam jiwa adalah intropeksi, yaitu suatu observasi teliti dan sistematik yang

dilakukan oleh seseorang terhadap pengalaman diri sendiri. Intropeksi yang tidak

teliti dapat menimbulkan perkiraan bahwa suatu keadaan jiwa seperti hawa nafsu

dapat beelangsung tanpa putus-putus dalam jangka waktu lama (Kifudyartanto,

2003: 12).

F. Sumber Data dan Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan,

selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moleong,

2010: 157). Sumber data dan data terbagi menjadi primer dan sekunder, sebagai

berikut:

1. Sumber Data

Menurut Siswantoro (2004: 140) sumber data primer merupakan sumber

data utama, sedangkan sumber data sekunder merupakan sumber data kedua.

Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerita

bersambung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS yang diterbitkan

oleh majalah berbahasa Jawa Djaka Lodang pada 31 Juli sampai dengan 20

November 2010 sebanyak 16 episode. Sumber data sekunder berasal dari

informan yaitu Adinda AS selaku pengarang dengan proses perekaman

menggunakan handphone.

32

2. Data

Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer dalam penelitian ini adalah teks cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir

karya Adinda AS berdasarkan unsur-unsur struktural menurut Robert Stanton

yang meliputi fakta-fakta cerita (alur, karakter, latar), tema, dan sarana-sarana

sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi), serta aspek-

aspek psikologi menurut Albertine Minderop yang meliputi informasi bentuk

defense mechanism tokoh utama, dan informasi dampak defense mechanism yang

ditimbulkan terhadap kepribadian tokoh utama dalam cerbung Ara-ara Cengkar

Tanpa Pinggir karya Adinda AS. Data sekunder atau data pendukung dalam

penelitian ini berupa hasil wawancara dengan Adinda AS selaku pengarang

cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir.

G. Metode dan Teknik

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif kualitatif. Metode ini menekankan analisisnya pada proses penyimpulan

deduktif dan induktif, serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antara

fenomena yang diamati. H.B. Sutopo (2003: 88) menyatakan metode kualitatif yaitu

kegiatan penelitian untuk memperoleh informasi kualitatif dengan deskriptif yang

lebih berharga dari sekunder angka, yang dimaksudkan sebagai penelitian yang

temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau angka, tetapi pada

prosedur non-matematis.

33

2. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan data yang digunakan maka teknik pengumpulan yang

dilakukan adalah sebagai berikut.

a. Teknik Content Analysis

Content Analysis atau kajian isi merupakan teknik yang digunakan untuk

menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan karakteristik sebuah

pesan, dan dilakukan secara obyektif dan sistematis (Moleong, 2010: 163).

Teknik ini kerjanya berupa analisis isi yang terdapat dalam karya sastra.

Kumpulan-kumpulan data berupa teks isi yang didapatkan dengan cara

membaca, menyimak, mencatat, kemudian mengelompokkan ke dalam dua

kategori.

Kategori pertama didapatkan dengan cara mengungkapkan unsur-unsur

struktur cerita dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda

AS dengan menggunakan teori struktural Robert Stanton, sehingga

mendapatkan data katagoris yang berupa: Fakta-fakta cerita (alur, karakter,

latar), tema dan sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone,

simbolisme, ironi). Kategori kedua adalah psikologi sastra dengan

mengungkapkan isi karya sastra terutama mengenai bentuk defense mechanism

serta dampak adanya defense mechanisme terhadap kepribadian tokoh utama

dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS

menggunakan teori psikologi sastra Albertine Minderop.

b. Teknik Wawancara

Teknik wawancara merupakan teknik yang dipakai untuk memperoleh

informasi melalui kegiatan interaksi sosial antara peneliti dengan yang diteliti.

34

Wawancara juga merupakan cara untuk memperoleh data dengan percakapan,

yaitu antara pewawancara dengan yang diwawancarai (Moleong, 2010: 186).

Wawancara dilakukan pada hari Kamis, 16 Juni 2016 kepada Adinda AS selaku

pengarang cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir yang tinggal di Sorogenen

II/50A. RT 03 RW 01 Purwomartani, Kalasan, Yogyakarta. Wawancara

dilakukan secara terstruktur, artinya penulis menyiapkan pertanyaan berupa

daftar pertanyaan sehingga nantinya akan bisa meluas dan berkembang dengan

sendirinya namun tetap terarah dengan proses perekaman menggunakan

handphone, serta bukti berupa foto bersama Adinda AS selaku pengarang.

Peneliti mengajukan pertanyaan dengan mengacu pada daftar pertanyaan-

pertanyaan yang telah dibuat. Peneliti menggunakan jenis wawancara ini

bertujuan agar wawancara dapat berkembang guna mencari jawaban terhadap

hipotesis kerja.

3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data ini untuk mendukung penelitian kualitatif, digunakan

teknik analisis data interaktif yaitu interaksi tiga komponen utama yang meliputi

reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasinya (Sutopo, 2003:

94).

a. Reduksi data

Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data yang kasar yang muncul dari catatan-

catatan tertulis di lapangan (Andi, 2011: 242). Dari data yang diperoleh maka

dilakukan pemilihan data atau reduksi data yang sesuai. Data dirampingkan

dengan memilih data yang dipandang penting, menyederhanakan dan

35

mengabstrasikannya. Reduksi data ada dua proses, yaitu living in dan living

out. Living in adalah memilih data yang dipandang penting dan mempunyai

potensi dalam rangka analisis data, sedangkan living out yaitu membuang data

atau menyingkirkan data, sebaiknya jangan dibuang atau disingkirkan, tetapi

dapat digunakan dalam penelitian atau karangan lain (Sangidu, 2004: 73).

b. Penyajian data

Sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data nantinya

berupa teks deskriptif (Andi, 2011: 242). Tahapan ini dimulai dengan membaca

dan mengelompokkan data berdasarkan tahap reduksi data, kemudian disajikan

dalam analisis struktural yang membangun cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa

Pinggir karya Adinda AS berdasarkan teori Robert Stanton, meliputi fakta-

fakta cerita (alur, karakter, latar), tema dan sarana-sarana sastra (judul, sudur

pandang, gaya dan tone, simbolisme dan ironi), menyajikan bentuk defense

mechanism tokoh utama berdasarkan teori psikologi Albertine Minderop, serta

menemukan dampak akibat adanya defense mechanism terhadap kepribadian

tokoh utama dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS.

c. Verifikasi atau penarikan kesimpulan

Pencarian arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,

alur sebab akibat dan proposisi. Verifikasi dan kesimpulan adalah mengecek

kembali (diverifikasi) pada catatan yang telah dibuat oleh peneliti dan

selanjutnya membuat kesimpulan sementara (Sangidu, 2004: 178). Penarikan

kesimpulan tidak bisa sekali jadi, jadi besar kemungkinan terjadi pengulangan

proses. Misalnya dalam penelitian terhadap objek kajian cerbung yang berjudul

36

Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS adalah menarik kesimpulan

tentang keterkaitan antarunsur. Menarik kesimpulan harus melihat data-data

struktur berupa tema, alur, penokohan, latar/setting dan sebagainya. Setelah itu,

baru menarik kesimpulan dengan mencari hubungan antar unsur tersebut

apabila hasil proses ini dirasa kurang memuaskan maka bisa dilakukan

pengecekan ulang untuk memantapkan atau sekedar menambah dan

mengurangi kesimpulan sementara.

Skema Interaktif Analisis Data (Sutopo, 2003: 172)

4. Validitas Data

Ada empat macam teknik trianggulasi menurut Patton yang diungkapkan

Sutopo (2003: 78), yaitu (1) trianggulasi data, (2) trianggulasi peneliti, (3)

trianggulasi metode, dan (4) trianggulasi teori. Penelitian terhadap karya sastra

yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data. Teknik

triangulasi merupakan teknik yang didasari oleh pola pikir femenologi yang bersifat

multiperspektif, artinya untuk menarik simpulan yang mantap, diperlukan tidak

hanya satu cara pandang (Sutopo, 2003:78). Karena hal itu berkaitan dengan hasil

yang diperoleh, maka diperlukan beberapa cara pandang untuk menguji keabsahan

Penyajian Data Pengumpulan

Data

Reduksi Penarikan

Simpulan atau

Verifikasi

37

data agar data yang diperoleh benar-benar teruji kebenarannya. Teknik yang

digunakan dalam penelitianan ini adalah teknik triangulasi sumber data. Teknik

triangulasi sumber data dilakukan dengan cara menggali sumber yang berupa

catatan atau arsip dan dokumen yang memuat catatan yang berkaitan dengan data

yang dimaksud dan dapat berupa sumber dari informan atau narasumber.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam sebuah penelitian berfungsi untuk memberikan

gambaran mengenai langkah-langkah suatu penelitian. Adapun sistematika dalam

penulisan ini sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

pembatasan masalah, landasan teori, sumber data dan data, metode dan teknik,

sistematika penulisan.

BAB II: PEMBAHASAN

Meliputi analisis unsur struktural yang membangun cerbung Ara-ara Cengkar

Tanpa Pinggir karya Adinda AS yang terdiri dari fakta-fakta cerita (alur, karakter,

latar), tema, sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme

dan ironi), mendeskripsikan bentuk defense mechanism dan memaparkan dampak

defense mechanism yang ditimbulkan terhadap kepribadian tokoh utama tokoh

utama yang terdapat dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda

AS dalam perspektif pendekatan psikologi sastra.

BAB III: PENUTUP

Meliputi kesimpulan dan saran.

38

DAFTAR PUSTAKA

Meliputi buku-buku referensi sebagai acuan dalam penelitian.

LAMPIRAN

Meliputi sinopsis, riwayat hidup pengarang, bukti wawancara dengan pengarang

disertai foto, daftar karya-karya sastra Adinda AS, surat keterangan wawancara

serta cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS.