33
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak zaman kerajaan sampai pada masa kemerdekaan, Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dengan kekayaan alam dan hasil pertanian yang melimpah. Sebagian besar penduduk Indonesia, terutama di daerah pedesaan bekerja sebagai petani. Idealnya, petani adalah pemilik lahan. Lahan pertanian merupakan sarana pokok dan paling mendasar yang harus ada. Bila tidak memiliki lahan atau tidak ada lahan yang digarap, petani tidak akan bisa bekerja dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu masalah kepemilikan tanah untuk lahan pertanian menjadi begitu penting dan menjadi masalah yang sensitif bagi petani, karena berpengaruh langsung terhadap hajat hidupnya dan keluarganya. Di sisi lain, ciri umum banyak negara bekembang adalah masalah kelebihan penduduk agraris yaitu terdapatnya surplus tenaga kerja manusia dibanding dengan tersedianya tanah pertanian 1 . Sandang, papan dan pangan merupakan hak dasar manusia. Sebagai warga Negara berhak mendapatkan perlindungan oleh negara termasuk hak memperoleh tanah untuk tempat tinggal dan lahan pertanian sebagai sumber penghasilan. Pada masa pemerintahan Orde Lama setelah Indonesia merdeka, pemerintah di bawah 1. William L. Collier. Dua Abad Penguasaan Tanah (Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa), (Jakarta ; PT Gramedia, 1984), hal 145

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

1  

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak zaman kerajaan sampai pada masa kemerdekaan, Indonesia dikenal

sebagai negara agraris, dengan kekayaan alam dan hasil pertanian yang melimpah.

Sebagian besar penduduk Indonesia, terutama di daerah pedesaan bekerja sebagai

petani. Idealnya, petani adalah pemilik lahan. Lahan pertanian merupakan sarana

pokok dan paling mendasar yang harus ada. Bila tidak memiliki lahan atau tidak

ada lahan yang digarap, petani tidak akan bisa bekerja dan tidak dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu masalah kepemilikan tanah untuk lahan

pertanian menjadi begitu penting dan menjadi masalah yang sensitif bagi petani,

karena berpengaruh langsung terhadap hajat hidupnya dan keluarganya. Di sisi

lain, ciri umum banyak negara bekembang adalah masalah kelebihan penduduk

agraris yaitu terdapatnya surplus tenaga kerja manusia dibanding dengan

tersedianya tanah pertanian1.

Sandang, papan dan pangan merupakan hak dasar manusia. Sebagai warga

Negara berhak mendapatkan perlindungan oleh negara termasuk hak memperoleh

tanah untuk tempat tinggal dan lahan pertanian sebagai sumber penghasilan. Pada

masa pemerintahan Orde Lama setelah Indonesia merdeka, pemerintah di bawah

                                                            1. William L. Collier. Dua Abad Penguasaan Tanah (Pola Penguasaan

Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa), (Jakarta ; PT Gramedia, 1984), hal 145

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

2  

  

presiden Soekarno telah menasionalisasi perusahaan – perusahaan milik asing dan

mendistribusikan tanah garapan kepada masyarakat sebagai lahan pertanian untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan dikeluarkannya Undang – Undang

Pokok Agraria pada tahun 1960, yang diikuti dengan reforma agraria, lahan-lahan

perkebunan Hindia Belanda yang ada di Indonesia diserahkan kepada rakyat

untuk dibagi secara merata dan dijadikan lahan pertanian oleh rakyat.

Undang – Undang Pokok Aagraria 1960 merupakan salah satu kebijakan

yang cukup kontroversial pada masa Orde Lama. Undang – undang ini dipelopori

oleh wakil – wakil Partai Komunis Indonesia di parlemen. Pada saat itu, Partai

Komunis Indonesia melakukan kongres Nasional Barisan Tani Indonesia di

Yogyakarta pada bulan November 1954. Tujuan kongres itu ialah untuk

mempromosikan kepentingan kaum tani. Dalam kesempatan itulah Barisan Tani

Indonesia ditumbuhkan, kemudian sebuah program nasional disusun. Program

tersebut meliputi empat pokok, yaitu modernisasi pertanian, menetapkan harga

sewa tanah, melaksanakan landreform, dan melatih kader – kader tani untuk

propaganda komunisme2. Setelah pemilu 1955 dan 1957, Partai Komunis

Indonesia menjadi salah satu partai besar dan memiliki cukup banyak perwakilan

di parlemen. Dari sinilah hasil Kongres Barisan Tani Indonesia Yogyakarta terus

didesakkan. Pada tahun 1960 dengan kompromi yang begitu panjang di dalam

parlemen, ditetapkan UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria), di mana poin

penting dari UUPA itu adalah pelaksanaan landreform atau distribusi tanah.

                                                            2 Kuntowijoyo, Radikalisasi Petani, (Yogjakarta : Yayasan Bintang

Budaya, 2002), hal 15

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

3  

  

Dengan dasar Undang – Undang Pokok Agraria tahun 1960 ini, maka pada

akhir pemerintahan Orde Lama sekitar tahun 1963 – 1964 dilakukan distribusi

tanah kepada petani yang tidak memiliki lahan. Tanah yang didistribusikan

kepada petani kebanyakan adalah bekas perkebunan Hindia – Belanda. Demikian

halnya dengan Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen, di daerah ini ada lebih

dari 664 hektar lahan pertanian yang didistribusikan kepada rakyat, sebagai

bentuk reforma agraria yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Lama.

Masyarakat Sambirejo mendapatkan lahan pertanian tersebut dengan disertai surat

kepemilikan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Presiden Soekarno. Meskipun

tidak berupa sertifikat tanah, surat ini sudah menjadi dasar hukum yang kuat.

Dalam kurun waktu beberapa tahun, lahan ini telah digarap oleh masyarakat

Sambirejo. Namun, pada saat peristiwa “65 meletus dan Orde Baru berkuasa

muncul permasalahan terkait tanah ini. Tanah yang telah didistribusikan oleh

pemerintahan Orde Lama kepada masyarakat Sambirejo, diambil alih oleh

pemerintah Orde Baru melalui PT Perkebunan Nusantara IX Persero ( PTPN IX ).

Secara sepihak, PTPN IX yang merupakan perusahaan perkebunan, mengambil

alih tanah warga untuk dijadikan perkebunan karet dengan persetujuan pemerintah

Presiden Soeharto melalui HGU ( Hak Guna Usaha ).

Sengketa agraria merupakan salah satu bentuk dari konflik agraria.

Menurut Gunawan Wiradi (2000), konflik agraria adalah suatu situasi proses,

yaitu proses interaksi antara dua (atau lebih) orang atau kelompok yang masing –

masing memperjuangkan kepentingan atas objek yang sama, yaitu tanah dan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

4  

  

benda – benda lain yang berkaitan dengan tanah, seperti air, tanaman, tambang

dan juga udara yang berada di atas tanah yang bersangkutan.3 Dari sinilah muncul

konflik antara warga Sambirejo dengan pihak PTPN IX. PT Perkebunan

Nusantara IX bergerak dibidang perkebunan dengan dua devisi tanaman budidaya,

yaitu devisi tanaman keras dan devisi tanaman musiman. Sedangkan yang ada di

Kecamatan Sambirejo adalah PTPN XI unit Batujamus/Kerjoarum, afdeling

Kepoh/Sambirejo dengan sub devisi tanaman keras yaitu Karet. Sengketa agraria

antara masyarakat Sambirejo dengan PTPN IX, merupakan sengketa kepentingan

yang berlatar belakang landreform. Mustain (2007), juga menjelaskan bahwa latar

belakang konflik di pedesaan adalah perebutan tanah antara perkebunan dan

petani. Akar persoalan perkebunan disatu sisi didapat dari sejarah lahirnya HGU

pada tanah perkebunan. Dalam prakteknya, pengelolaan HGU sering terjadi

penyimpangan peruntukan, penguasaan dan pengasingan terhadap masyarakat

sekitar.4

Tanah yang disengketakan, dulu adalah bekas tanah perkebunan pada

masa kolonial atau tanah droog culture/DC, yang menjadi objek distribusi tanah

dari program pemerintah Orde Lama (landreform). Dalam prosesnya, tanah ini

dibagikan kepada 530 persil atau penerima distribusi,5 dengan mendapatkan Surat

Keputusan (SK) pembagian tanah antara tahun 1963-1964 atas lahan seluas 664

                                                            3 Gunawan Wiradi, Reformasi Agraria, ( Jakarta:INSIST, KPA dan

Pustaka Pelajar, 2000), hal 84. 4 Mustain, Petani Vs Negar, ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007 ),

hal 16. 5 Kutipan Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria Djawa tengah No :

SK. 389/X/173/72/DC/64, hal 1.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

5  

  

hektar dari tanah Tarik Ngarum seluas 672,3190 Hektar.6 SK pembagian tanah

sebagai bukti kepemilikan tanah tersebut berupa SK yang dikeluarkan oleh kepala

Inspeksi Agraria ( SK KINAD ) Jawa Tengah pada tanggal 4 Januari 1964.

Pada awalnya, PTPN IX yang sebelumnya bernama PTP XVIII,

menawarkan sistem sewa tanah kepada petani, sebagai objek perluasan

perkebunan dengan harga sewa Rp 2.500,- perbagian (sekitar 2000 m2) atau Rp

10.000,-/Hektar selama 25 tahun namun petani menolak. Pada tahun 1965 meletus

peristiwa G 30 S, dan tak lama setelah itu Soeharto menjadi Presiden melalui

Supersemar. Kemudian Soeharto mengeluarkan Tri Tura dengan salah satu isinya

yaitu Bubarkan PKI dan ormas – ormasnya. Dengan dasar ini, setiap pelanggaran

atau ketidak patuhan kepada pemerintah dianggap sebagai antek PKI. Situasi ini

dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk

menguasai tanah Sambirejo.7

Masyarakat Sambirejo dipaksa untuk meninggalkan dan meyerahkan tanah

dan lahan yang mereka miliki untuk diberikan kepada PTPN IX untuk dijadikan

perkebunan karet. Di sisi lain surat kepemilikan tanah dari pemerintah Orde Lama

tidak diakui. Setelah peristiwa G 30 S warga Sambirejo yang tidak mau

meninggalkan tanah dan menyerahkan lahannya dicap sebagai antek PKI.8 Pada

masa itu anggota dan simpatisan PKI ditangkap dan dijebloskan ke penjara oleh

                                                            6 Yayasan ATMA, Laporan Kegiatan advokasi Petani Sambirejo dalam

acara dengar pendapat di pansus pertanahan DPR RI. Jakarta 15 Juni 2003. 7 ATMA dan FPKKS, Reclaiming Tanah Karet Sambirejo Kabupaten

Sragen Jawa Tengah, ATMA, 2006, Monco kaki/ saksi sejarah 8 http://atma-solo.blogspot.com/2006/11/perjuangan-warga-sambirejo.html

(diakses pada tanggal 24 april 2015 pukul 11.00)

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

6  

  

pemerintahan Soeharto. Tentu saja ini menjadikan warga panik dan ketakutan,

yang pada akhirnya harus menyerahkan tanah mereka.

Pada tahun 60an sampai 70an inilah peristiwa tragis dialami oleh

masyarakat Sambirejo. Warga negara harus berhadapan dengan pemerintahnya

untuk memperebutkan lahan pertanian. Pemerintah yang seharusnya

mensejahterakan dan melindungi rakyatnya malah menindas rakyatnya sendiri

dengan merampas sumber penghidupan rakyatnya. Pada saat itu tentu saja

masyarakat Sambirejo melakukan perlawanan. Tidak sedikit masyarakat

Sambirejo yang kehilangan tanahnya melakukan perlawanan kepada PTP (PTPN

IX) ditangkap dan hilang. Kesadaran akan ketertindasan yang dialami,

perampasan dan kehidupan yang terus terancam akibat perampasan tanah, ini

memunculkan adanya gerakan petani. Sejak dikeluarkannya HGU dengan SK No.

16/HGU/DA/1982 perlawanan petani semakin masif, karena dengan keluarnya

HGU berarti secara legal PTPN IX menguasai lahan petani untuk perkebunan.

Namun dengan dengan dikeluarkannya UU No. 5.1979 tentang Pemerintah Desa

yang menghapus proses politik partisipasi orang desa dan perlibatan militer dalam

pengawasan pembangunan desa9, membuat warga tidak bisa berbuat banyak.

Berbagai tindakan perlawanan telah dilakukan oleh para petani untuk

mendapatkan tanahnya kembali, baik dengan jalan dialog, jalur hukum dan

perlawanan secara radikal. Moore dalam Henry dan Alexandrov (1984)

menjelaskan, bahwa suatu ploretariat desa yang besar yang terdiri dari buruh tani

                                                            9 Mustain, Petani Vs Negar, ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007 ),

hal 16.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

7  

  

tak bertanah merupakan sumber potensial untuk pemberontakan atau revolusi.10

Perjuangan masyarakat Sambirejo tidak berhenti disini. Setelah Orde Baru runtuh

saat reformasi 1998, mereka kembali berjuang dan berani terang – terangan untuk

meminta kembali hak atas tanahnya kepada pemerintah. Pada masa itu, situasi

Sambirejopun kembali memanas. Warga mendapat teror dari preman – preman

yang disewa oleh PTPN IX untuk menakut – nakuti warga Sambirejo. Namun,

petani tidak tinggal diam. Diakhir tahun 2000 sempat terjadi peristiwa

pembakaran lahan dan penebangan pohon karet oleh petani sebagai wujud

perlawanan kepada PTPN IX.

Dalam perjuangannya, masayarakat Sambirejo tidak sendirian. Beberapa

lembaga hukum dan organisasi kemahasiswaan ikut memberikan dukungan bagi

masyarakat Sambirejo untuk mendapatkan kembali tanahnya. Tercatat ada dua

lembaga hukum yang terus mengawal perjuangan petani Sambirejo, yaitu ATMA

dan LPH YAPHI. YAPHI masih tetap konsisten mendampingi petani Sambirejo

sampai sekarang. Ada juga lembaga advokasi ELSAM yang sampai sekarang

masih melakukan pendampingan. Sedangkan organisasi kemahasiswaan yang

diketahui pernah ikut membantu perjuangan petani Sambirejo antara lain PMKRI,

PMII, GMNI dan GMKI. Perjuangan masyarakat Sambirejo tidak sia – sia. Meski

belum seluruhnya tanah kembali ke tangan petani, setidaknya masyarakat

Sambirejo telah mendapatkan kembali 3/4 tanahnya dari PTPN IX meski belum

mendapatkan ketetapan hukum dari pemerintah.

                                                            10 Landsberger, Henry dan Alexandrov, Pergolakan Petani dan Perubahan

Sosial,( Jakarta; Yayasan ilmu-ilmu sosial , CV. Rajawali, 1984), hal ; 21

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

8  

  

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini berupaya untuk mengungkap masalah-masalah yang menjadi

latar belakang historis sengketa tanah yang terjadi dan proses – proses apa saja

yang telah ditempuh petani untuk mendapatkan kembali tanahnya, peristiwa –

peristiwa penting yang terjadi serta untuk mengetahui sejauh mana peran

lembaga hukum dan organisasi kemahasiswaan dalam mendampingi petani

Sambirejo dalam berjuang. Penelitian ini mengambil kurun waktu 1965 – 2010.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di depan, maka masalah

utama yang menjadi fokus penelitian ini adalah sebahgai berikut :

1. Apa yang melatar belakangi sengketa tanah (agraria) antara petani Sambirejo

dengan PT. Perkebunan Nusantara IX unit Batujamus/Kerjoarum, afdeling

Kepoh/Sambirejo?

2. Apa saja bentuk – bentuk perlawanan petani Sambirejo untuk mendapatkan

kembali tanah mereka dari PT. Perkebunan Nusantara IX unit

Batujamus/Kerjoarum, afdeling Kepoh/Sambirejo?

3. Resolusi apa saja yang telah ditempuh dalam proses penyelesaian sengketa

agraria di Sambirejo antara petani dengan PT. Perkebunan Nusantara IX unit

Batujamus/Kerjoarum, afdeling Kepoh/Sambirejo?

Untuk lebih memfokuskan pembahasan penelitian agar lebih mudah

dipahami dan dapat dipertanggungjawabkan, maka dilakukan pembatasan

lingkup temporal / pembatasan waktu. Adapun pembatasan masalah dalam

penelitian ini yaitu : Tahun 1960 – 1973 terkait tentang keluarnya Undang-

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

9  

  

Undang Pokok Agraria, keluarnya SK KINAD dan perampasan tanah oleh PTPN

IX. Tahun 1974 – 1997 tentang keluarnya sertifikat hak milik atas nama warga

dan keluarnya HGU PTPN IX. Tahun 1998 – 2005 terkait peristiwa reformasi,

dibentuknya FPKKS dan aksi – aksi perlawanan oleh masyarakat Sambirejo.

Tahun 2006 – 2010 tentang HGU PTPN IX yang habis, penguasaan lahan oleh

masyarakat dan dikeluarkannya HGU baru.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dengan judul “Sengketa

Agraria dan Resolusi konflik di Sambirejo Sragen Tahun 1960 – 2010” adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui latar belakang sengketa tanah (agraria) antara petani

Sambirejo dengan PT. Perkebunan Nusantara IX unit Batujamus/Kerjoarum,

afdeling Kepoh/Sambirejo.

2. Untuk mengetahui bentuk – bentuk perlawanan baik secara langsung dan

tidak langsung petani Sambirejo untuk mendapatkan kembali tanah mereka

dari PT. Perkebunan Nusantara IX unit Batujamus/Kerjoarum, afdeling

Kepoh/Sambirejo.

3. Untuk mengetahui resolusi apa saja yang ditempuh petani Sambirejo dalam

proses penyelesaian sengketa agraria di Sambirejo antar petani dengan PT.

Perkebunan Nusantara IX unit Batujamus/Kerjoarum, afdeling Kepoh/Sambir

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

10  

  

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini meliputi dua hal, yaitu manfaat akademis dan

manfaat praktis.

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi studi ilmu

sejarah, khususnya sejarah agraria di Indonesia dalam bentuk penelitian

ilmiah berupa dokumen tertulis. Juga sebagai bahan masukan dan panduan

literatur bagi peneliti-peneliti lain yang hendak melakukan penelitian dengan

tema agraria.

2. Manfaat Aplikasi

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan informasi bagi pihak-pihak

terkait dalam masalah sengketa agraria dan pertanahan. Serta dapat memberi

masukan bagi para petani, sebagai inspirasi nyata perjuangan kaum tani untuk

mendaptkan tanah. Bagi pemerintah dan pihak perkebunan agar lebih adil

dalam mengambil kebijakan dan sadar akan kepentingan umum. Indonesia

adalah negara agraris dan tanah adalah kebutuhan mendasar kaum tani yang

harus mereka miliki, dan hak sebagi warga Negara.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini bertemakan sengketa agraria, dimana permasalahan ini

merupakan permasalahan yang cukup pelik dan rumit. Untuk menjelaskan

permasalahan tersebut, penulis mengunakan beberapa buku sebagai referensi dari

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

11  

  

beberapa narasumber. Dalam hal ini dibagi menjadi dua bagian sumber pustaka

yaitu : penelitian terdahulu dan kerangka teori.

1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan sumber referensi yang digunakan peneliti yang

berupa penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain

yang terkait dengan penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian-penelitian

tersebut antara lain :

Pertama, penelitian Heri Priyatmoko, Perusahaan Perkebunan Kopi

Pada Masa Mangkunegara IV (1853-1881). FSSR. UNS. 2009. Skripsi yang

disusun Heri Priyatmoko ini sebagai penelitian terdahulu sangat bermanfaat

dalam memberikan referensi terkait sejarah pertanahan di Sambirejo,

khususnya terkait sejarah tanah perkebunan karet yang menjadi objek sengketa.

Penelitian ini membahas tentang pengelolan perkebunan kopi dan tehnik

budidaya kopi yang dilakukan oleh mangkunegoro IV yang diawali dengan

penarikan tanah apanage. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini

adalah buruh tidak lagi menjadi korban kesewenang-wenangan bekel, demang

dan rangga setelah penarikan tanah apanage. Serta, struktur kelembagan dan

sistem yang dibangun pada saat itu bertujuan untuk kelancaran dan keamanan

produksi kopi.

Relevansi penelitian yang dilakukan terkait dengan sejarah perkebunan di

Mangkunegaran, karena perkebunan serat nanas di Sambierejo yang kini

menjadi perkebunan karet merupakan termasuk tanag apanage pada masa

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

12  

  

Mangkunegaran. Ini memberikan gambaran tentang tanah Sambirejo. Dalam

penelitian ini juga dapat diketahui perkembangan sejarah perkebunan milik

Belanda.

Kedua, penelitian Adhi Agus wijayanto, Dampak Perusahaan Serat

Nanas Mojogedang terhadap perubahan sosial ekonomi Masyarakat Tahun

1922-1937, FSSR. UNS. 2009, menjelaskan tentang sejarah berdirinya serat

nanas Mojogedang. Ini sangat terkait dengan penelitian yang dilakukan, karena

tanah perkebunan yang menjadi sengketa di Sambirejo dulunya adalah bekas

perkebunan serat nanas Belanda.

Penelitian ini berisi tentang dampak perusahaan serat nanas terhadap

perubahan sosial ekonomi masyarakat di tahun 1922-1937. Di dalamnya,

diuraikan tentang peran Mangkunegoro VII dalam mengembangkan

perkebunan serat nanas dan perkembangan produktivitas serat nanas

Mojogedang di tahun 1922-1937.

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini yaitu

bahwa keberadaan perkebunan serat nanas Mojogedang yang dikembangkan

oleh Mangkunegaran, bukan hanya membawa dampak bagi peningkatan

perekonomian Mangkunegaran, tetapi juga memberikan dampak yang

signifikan terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat disekitarnya.

Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan yaitu,

penelitian ini sama-sama mengambil latar belakang perkebunan serat nanas.

Dari penelitian ini pula dapat diperoleh gambaran tentang sejarah perkebunan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

13  

  

serat nanas di wilayah Mangkunegaran, dimana Sambirejo yang berada di

kabupaten Sragen pada masa Mangkunegaran adalah daerah kekuasaan

Mangkunegaran yang dikenal dengan bumi Sukowati. Penelitian ini sangat

membantu dalam melihat sejarah kepemilikan tanah di Sambirejo dan sejarah

tanah perkebuna karet yang dulunya merupakan bekas perkebunan serat nanas

Belanda.

Ketiga penelitian Trisno Martoyo, Penarikan Tanah Apanage Pada

Masa Mangkunegaran IV ( Perubahan Status Pemilikan Tanah Narapraja

dan Sentana Dalem, 1853 – 1881, FSSR UNS 1994. Penelitian ini berisi

tentang proses penghapusan tanah apanage dan penarikan tanah yang telah

disewakan kepada pihak asing, termasuk pemerintahan Hindia Belanda pada

masa Mangkunegaran IV. Dengan penghapusan tanah apanage ini,

Mangkunegaran berencana untuk mengelola tanah tersebut untuk dijadikan

perkebunan dan tidak lagi disewakan. Namun dalam prosesnya, banyak sekali

hambatan – hambatan yang dialami oleh Mangkunegaran IV.

Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan, ditahun 1871

Mangkunegaran IV berencana untuk menghapus dan menarik tanah – tanah

apanage milik Magkunegaran yang disewa oleh orang – orang Eropa. Ini

bertujuan untuk medirikan perkebunan milik Mangkunegaran sendiri dan

ditahun 1877 dilakukan penarikan tanah apanage. Hal ini ditentang oleh

pemerintah Hindia Belanda, tanah apanage yang telah disewa oleh

pemerintahan Hindia Belanda gagal untuk dihapuskan dan tetap disewa oleh

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

14  

  

pemerintah Hindia Belanda. Kemudian Mangkunegara IV berencana untuk

menyewa tanah milik Hindia Belanda, tetapi juga tidak diperbolehkan.

Mangkunegara IV hanya berhasil menarik tanah apanage yang dikuasai oleh

Narapraja dan Santana dalem yang tidak disewakan oleh pihak asing.

Narapraja dan Santana dalem tidak lagi digaji dengan tanah apanage dan

diganti gaji berupa uang.

Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan, yaitu dalam

memahami sejarah tanah perkebunan dan tanah Sambirejo terkait kepemilikan

tanah sebelum dikuasi oleh pemerintahan Hindia Belanda. Sehingga diketahui

sejarah proses peralihan kepemilikan tanah mulai dari Mangkunegaran,

Belanda, pemerintah Indonesia dan masyarakat Sambirejo.

Keempat penelitian Erni Rahmawati, Sengketa Agraria PTP.

Nusantara IX Afdeling Kepoh Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen

Tahun 1982 – 2004, FSSR UNS 2006. Penelitian ini mengambil penelitian

yang sama, objek yang sama dengan rentang tahun yang berbeda. Penelitian ini

berisi tentang sejarah sengketa Agraria yang terjadi di tahun 1982 – 2004.

Yaitu bermula pada keluarnya HGU PTPN IX Afdeling Kerpoh Kerjoarum

pada tahun 1982.

Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sengketa agraria atas

lahan PTPN IX merupakan sengketa yang berlatar pada landreform. Pangkal

permasalahannya adalah tanah yang kini dikuasai oleh PTPN IX, dulunya

adalah tanah Droog Culture/DC yang menjadi objek redistribusi kepada

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

15  

  

masyarakat Sambirejo pada masa pemerintahan Orde Lama di tahun 1964.

Setelah reformasi, muncul gerakan petani di Sambirejo untuk menuntut

reclaiming tanah perkebunan karet yang dikuasai PTPN IX berdasarkan SK

KINAD. Berbaga langkah birokrasi hingga gerakan yang mengarah pada

radikalisasi telah dilakukan warga untuk mendapatkan tanahnya kembali.

Gerakan yang dilakukan petani antara lain pembabatan lahan, sabotase dan

audiensi dengan jajaran pemerintah.

Relevansi penelitin ini dengan penelitian yang dilakukan yaitu sama –

sama mengambil objek sengketa agraria antara petani Sambirejo dengan PTPN

IX Afdeling Kepoh Kerjoarum yang terjadi di Kabupaten Sragen. Hanya saja

pengambilan rentang tahun penelitiannya yang berbeda, dari penelitian

terdahulu ini mengambil tahun 1982 – 2004. Sedangkan penelitian yang

sekarang dilakukan mengambil rentang tahun 1960 – 2006, mulai dari

keluarnya UUPA tahun 60 sampai pada habisnya HGU PTPN IX.

Penelitian dari Erni Rahmawati ini, sangat membantu peneliti dalam

memahami sejarah sengketa agraria, perolehan data – data, peristiwa –

peristiwa yang terjadi dan memudahkan peneliti dalam menentukan sistematika

penelitian. Penelitian terdahulu ini mengambil sudut pandang petani Sambirejo

selaku korban dan pelaku reclaiming tanah perkebunan karet.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

16  

  

2. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan sumber referensi yang bersal dari buku – buku yang

terkait dengan penelitian yang dilakukan. Buku yang dijadikan sumber teori

dalam penulisan adalah sebagai berikut :

a. Masalah Agraria

Buku pertama berjudul Dua Abad Penguasaan Tanah (Pola

penguasaan tanah pertanian di jawa dari masa ke masa), karya William

L Collier (1984). Di jelaskan, dengan rinci di daerah pedesaan Jawa, tanah

menjadi masalah utama dan memberikan landasan bagi pertarungan bukan

saja ekonomi, tetapi juga keagamaan maupun ideologi. Masalah tanah

merupakan konteks utama dimana berbagai konflik dasar menjadi nyata.

William lebih lanjut menjelaskan tentang UUPA 1960, ini merupakan

perombakan total dari sistem agraria warisan penjajahan Belanda. Asas –

asasnya adalah sebagai berikut: Untuk mengubah sistem undang – undang

agraria, dari suatu sistem kolonial ke suatu sistem agraria nasional sesuai

dengan kepentingan negara dan rakyat Indonesia dan khususnya petani –

petani Indonesia.

Dari teori ini menunjukkan pentingnya kepemilikan tanah dalam

masyarakat baik dalam segi ekonomi dan ideologi, dan masalah tanah

sering menjadi dasar terjadinya konflik. Dengan demikian teori ini dapat

dijadikan dasar dalam mengurai latar belakang sengketa tanah di

Sambirejo.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

17  

  

Buku kedua berjudul Sosiologi Agraria (Kumpulan Tulisan

Terpilih), diedit oleh Sediono M.P. Tjondronegoro, 1999. Sediono

menjelaskan, Permasalahan pertanahan merupakan permasalahan yang

sangat kompleks bagi suatu Negara. Masalah tanah di Indonesia sebagai

berikut : Ditinjau dari segi teori ekonomi, sebenarnya masalah pertanahan

di Indonesia pada umumnya dan di Jawa pada khususnya juga masih

tunduk pada hukum ekonomi klasik, David Ricardo dan H. Von Thuenen

(1952) yang menjelaskan bahwa, areal tanah yang paling subur akan

dimanfaatkan oleh penduduk lebih dahulu. Penduduk yang tergolong

pendatang berikutnya terpaksa menggarap tanah yang kurang subur dan

seterusnya sampai tanah kritis dan gersangpun akan dimanfaatkan dan

direklamasi bila penduduk terus bertambah.

Dari teori ini dapat dipahami mengapa masyarakat Sambirejo

berjuang tanpa mengenal lelah untuk melakukan reclaiming tanah

perkebunan karet yang dikuasai PTPN IX. Karena secara ekonomi

memang masyarakat membutuhkan tanah tersebut untuk sumber

kehidupan dan tarbatasnya lahan pertanian yang dimiliki masyarakat.

Buku ketiga berjudul Timbulnya Kepentingan Tanam

Perkebunan di Daerah Mangkunegaran, karya Pringgodigdo (2000).

Reksopustaka Mangkunegaran. Dalam buku ini dijelaskan tentang hukum

hak milik raja, tanah kekuasan Mangkunegaran, perkebunan milik

Mangkunegaran serta tanah dan sistem sewanya (peraturan apanage).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

18  

  

penguasaan tanah di Jawa pada masa Mangkunegaran adalah mutlak milik

raja. Yang kemudian tanah tersebut dijadikan tanah apanage untuk

menggaji para lungguhnya. Dalam sistem ini, lungguh memeiliki hak guna

dan gaduh terhadap tanah apanege dan masyarakat yang tinggal ditanah

tersebut menjadi tanaga kerjanya.

Teori ini sangat membantu penulis dalam memahami dan

menelusuri sejarah tanah perkebunan di Sambirejo sebelum Indonesia

merdeka. Mulai dari masa kerajaan, penjajahan Belanda. Selain itu juga di

jelaskan bentuk – bentuk kepemilikan tanah, dan pengelolaannya serta

sejarah perkebunan Mangkunegaran.

Buku keempat berjudul Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di

Pedesaan Surakarta 1830 – 1920, karya Suhartono (1991). Dalam buku

ini dijelaskan tentang perubahan sosial di pedesaan Surakarta pada masa

Mangkunegaran, serta menjelaskan tentang tanah-tanah apanage / tanah

yang disewakan kepada pihak swasta oleh Mangkunegaran beserta sistem

sewanya.

Sama dengan Pringgodigdo, teori ini sangat membantu penulis

dalam memahami dan menelusuri sejarah tanah perkebunan di Sambirejo

sebelum Indonesia merdeka. Terutama terkait tentang sejarah tanah di

Surakarta khususnya sejarah tanah milik Mangkunegaran.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

19  

  

b. Resistensi Petani

Buku pertama berjudul Senjatanya Orang – orang yang Kalah,

karya James C. Scott (2000) menjelaskan bahwa petani seringkali

melakukan pemberontakan dalam kehidupan sehari – hari baik dengan

atau tanpa organisasi. Perlawanan orang – orang tertindas lebih berupa

perlawanan secara diam – diam dan sembunyi – sembunyi. penyebab

adanya perlawanan buruh tani terhadap tuan tanah di Kedah (Malaysia)

disebabkan oleh kesenjangan sosial yang begitu jauh antara buruh tani dan

tuan tanah. Serta penggantian tenaga manusia dengan mesin oleh para tuan

tanah dalam menggarap lahannya, yang berakibat hilangnya mata

pencaharian para buruh tani.

Sama seperti petani Sambirejo yang telah melakukan berbagai

perlawanan baik bersifat tertutup atau terbuka, dan sebelum maupun

setelah adanya organisasi. Perlawanan petani sebagai kaum tertindas, pada

akhirnya menimbulkan reaksi dari pihak penindas, ini jugalah yang

dilakukan oleh PTPN IX.

Buku kedua berjudul Pergolakan Petani dan Perubahan Sosial,

karya Henry A Landsberger dan Alexsandov (1984) menjelaskan tentang

bentuk – bentuk kepemilikan tanah petani meliputi : milik perorangan

turun – temurun, milik komunal dan tanah bengkok. Lebih lanjut dalam

buku ini dijelaskan bahwa perubahan sosial ekonomi suatu Negara akan

memunculkan pergolakan petani. Perubahan ekonomi dan politik ini

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

20  

  

membawa perubahan-perubahan di sektor lain termasuk bidang pertanian

dan agrarian, perubahan ini menghasilkan ancaman kemerosotan status.

Lebih lanjut longworth dan Jackson dalam Alexandrov menjelaskan

bahwa komersialisasi pertanian yang mengakibatkan pencaplokan tanah

oleh tuan – tuan tanah merupakan sebab mendasar terjadinya

pemberontakan kaum tani. Dalam sejarahnya, pergolakan petani muncul di

Eropa, Amerika dan Asia. Khususnya di Asia.

Teori ini memberikan gambaran tentang sebab – sebab terjadinya

konflik di Sambirejo tidak hanya dari segi ekonomi, tetapi juga dari segi

politik. Sengketa tanah di Sambirejo terjadi tidak terlepas dari kebijakan

politik yang dijalankan pemerintah, baik dimasa pemerintahan Orde Lama,

Orde Baru dan pemerintahan sekarang ini.

Buku ketiga berjudul Radikalisasi Petani, oleh Kuntowijoyo,

2002. Dalam buku ini menjelaskan analisisnya tentang konflik – konflik

sosial, rekayasa politik atau budaya, perubahan kebijakan serta perlawanan

budaya dan politik. Kuntowijoyo juga mengungkap radikalisasi petani di

masyarakat pedesaan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia yang

kurang berhasil, dampak perubahan administrasi kolonial dan upaya

penguasa membangun mitos politik untuk melawan kekuatan alternatif

yang dibangun oleh para ulama di zaman penjajahan. Lebih rinci lagi,

dalam buku ini dijelaskan mengenai kajian tentang keterlibatan petani

dalam politik di Indonesia. Polarisasi masyarakat pedesaan yang terdiri

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

21  

  

atas tuan tanah dan petani penggarap yang memiliki kesenjangan dalam

kehidupan sehari – harinya.

Teori ini digunakan untuk menganalisa kesenjangan yang terjadi

antara petani sambirejo dengan PTPN IX. Imbas stigmanisasi PKI

terhadap proses penguasaan lahan oleh PTPN dan mengurai konflik-

konflik yang terjadi antara petani sambirejo dengan PTPN.

Buku keempat berjudul Sengketa Agraria (Pengusaha

Perkebunan Melawan Petani), Karl J. Pelzer, 1991. Dalam bukunya itu

Pelzer menjelaskan sengketa agraria antara pengusaha perkebunan

melawan petani, tidak bisa tidak harus dilihat sebagai akibat dari kondisi

kompleksitas permasalahannya. Lebih lanjut Pelzer menjelaskan tentang

fenomena sengketa pertanahan yang begitu merebak dari tahun-ketahun

yang selalu mengimplikasikan masalah seperti perubahan yuridis

menyangkut undang – undang, pemilikan tanah, perubahamn teknologi

perkenaan dengan metode pertanian, perubahan ekonomi menyangkut

hubungan kekuasaan, perubahan sosiologis menyangkut struktur

masyarakat dan perubahan kultural yang berkenaan dengan pemahaman

diri. pergolakan petani terjadi karena kebutuhan lahan pertanian, dimana

kebanyakan orang – orang Batak Toba bermukim sebagai penduduk liar di

tanah – tanah perkebunan. Atas dukungan dari kelompok tani yang

beraliran kiri dan berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesai, mereka

menuntut kepemilikan tanah atas tanah-tanah bekas perkebunan Belanda.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

22  

  

Hal ini hampir sama yang terjadi di Sambirejo, dimana tanah yang

disengketakan adalah bekas perkebunan Belanda. Sehingga dapat

dijadikan dasar untuk mengurai masalah yang terjadi di Sambirejo. Selain

itu stigma Komunis juga sempat menimpa masyarakat Sambirejo.

Buku kelima berjudul Petani Vs Negara, Karya Mustain (2007).

Dalam buku ini dibahas tentang sejarah konflik pertanahan, gerakan sosial

petani, konflik yang terjadi di Kalibakar antara petani dengan PTPN XII,

strategi dan problematika gerakan dan implikasi teori gerakan. Mustain

menjelaskan bahwa latar belakang konflik pertanahan di pedesaan

umumnya bersumber dari perebutan tanah antara perkebunan dan petani

yang didasari adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan HGU. Gerakan

sosial radikal adalah gerakan sosial yang menolak secara memyeluruh

tertib sosial yang sedang berlaku yang di tandai oleh kejengkelan moral

kaum yang menentang dan bermusuhan dengan kaum yang berkuasa.

Gerakan radikal mempunyai tiga ciri yaitu, dilakukan oleh sekelompok

tertentu dengan tujuan mengubah tatanan yang dianggap tidak tepat,

adanya kekerasan guna memaksa perubahan yang dikehendaki, dan adanya

ketidak puasan moral yang kuat terhadap pihak yang diuntungkan dari

kebijakan yang ditentang.

Sama halnya dengan teori yang di buat Karl J. Pelzer, dari teori

William sangat membantu untuk mengurai konflik yang terjadi di

Sambirejo. Apalagi dalam bukunya William mencontohkan konlik antara

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

23  

  

petani dengan PTPN. Ini sama dengan yang terjadi di Sambirejo. Sehingga

dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami sejarah konflik

pertanahan secara umum, memahami strategi gerakan petani Sambirejo

dan implikasi teori gerakannya.

c. Resolusi Konflik

Buku pertama berjudul Kewenangan pemerintah Bidang

Pertanahan, karya Arie Sukamti H dan Markus Gunawan (2009). Dalam

buku ini dibahas tentang hukum tanah, dan kebijakan pertanahan Nasional,

serta kewenangan pertanahan dalam konteks otonomi daerah. Amanat

undang-undang (UUPA pasal 6 : semua hak atas tanah mempunyai fungsi

sosial) yang mengutamakan kepentingan rakyat akhirnya harus terkikis

dengan kepentingan-kepentingan investasi dan komersial yang

menguntungkan segelintir kelompok yang mengakibatkan kepentingan

rakyat banyak terbengkalai.

Bentuk resolusi konflik terhadap pertanahan merupakan

kewenangan pemerintah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kewenangan

pemerintah Kabupaten/kota terkait sengketa tanah antara lain : pengkajian

dan penerimaan dugaan sengketa, penelitian terhadap objek dan subjek

sengketa, pencegahan meluasnya dampak sengketa. Sedangkan

penyelesaian sengketa menjadi wewenang pemerintah Provinsi. Terkait

pemberian izin Hak Guna Usaha (HGU) juga berada di pemerintah

Provinsi melalui BPN provinsi. Sedangkan yang berkaitan dengan objek

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

24  

  

redistribusi tanah pemerintah Provinsi memiliki wewenang pembentukan

panitia landreform provinsi, penyelesaian permasalahan penetapan objek

dan subjek tanah kelebihan maksimum, serta pembinaan penetapan subjek

dan objek redistribusi tanah dan ganti kerugian tanah kelebihan

maksimum. Sedangkan di tingkat Kabupaten/kota terkait redistribusi

tanah, pemerintah Kabupaten/kota berwenang membentuk panitia

landreform dan sekretariat panitia, pelaksanaan siding penetapan subjek

dan objek redistribusi, pembuatan hasil siding dalam berita acara,

penetapan tanah kelebihan maksimum, penetapan para penerima

redistribusi tanah kelebihan maksimum, serta penerbitan surat keputusan

subjek dan objek redistribusi tanah serta gantirugi.

Dari buku ini dapat diketahui status tanah secara hukum Negara.

Siapa saja yang berkepentingan terkait pertanahan, proses redistribusi dari

sudut pandang Pemerintah. Sehingga dapat digunakan untuk menganalisa

dan mengurai kedudukan tanah perkebunan yang disengketakan

masyarakat Sambirejo dengan PTPN IX.

Buku kedua berjudul Masalah Pertanahan di Indonesia, karya G.

Kartasapoetra, dkk (1986) menjelaskan tentang pembebasan tanah dan

tatacara pembebasan tanah. Juga dijelaskan macam-macam hak atas tanah,

prosedur terkait permintaan hak atas tanah Negara. Untuk memenuhi

kebutuhan akan tanah dalam usaha pembangunan, baik yang dilakukan

oleh pemerintah maupun swasta. Khususnya untuk keperluan pemerintah

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

25  

  

terkait kepentingannya dalam mensejahterakan rakyat, tidak menumbulkan

gejolak dalam masyarakat perlu adanya ketentuan mengenai pembebasan

tanah dan sekaligus menentukan besarnya gantirugi atas tanah yang

diperlukan.

Dari buku ini dapat di ketahui prosedur – prosedur pembebasan

tanah. Sehingga dapat digunakan untuk menganalisa proses pembebasan

tanah yang dilakukan PTPN pada waktu pengambilalihan tanah yang

dimiliki masyarakat Sambirejo berdasarkan SK KINAD. Dapat di lihat

juga seperti apa peran pemerintah terkait permasalahan ini.

d. Reforma Agraria

Buku pertama berjudul Reformasi Agraria : Perjalanan yang

Belum berakhir, Gunawan Wiradi (2000). Menjelaskan bahwa konflik

agraria adalah suatu situasi, yaitu interaksi antara dua (atau lebih) orang

atau kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingan atas

objek yang sama yaitu tanah atau benda – benda lain yang berkaitan

dengan tanah seperti air, tanaman, tambang, dan juga udara yang berada di

atas yang bersangkutan.

Keadaan ekonomi yang memburuk selama dasawarsa sebelum

1965, polarisasi dan eksploitasi ekonomi meningkat di daerah pedesaan

jawa. Adanya pemecahan tanah milik kedalam persil – persil kecil dan

tanah tertumpuk kepada tuan tanah melalui pembelian dan sistem lintah

darat. Hal ini memberikan tekanan yang kuat bagi kehidupan kaum tani

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

26  

  

dan buruh tani yang tak bertanah. Buruh tani menjadi tergantung pada tuan

tanah dan kehidupannya semakin miskin. Kesenjangan ini menimbulkan

perlawanan buruh tani, untuk menuntut perbaikan ekonomi mereka.

Reformasi agrarian di Indonesia yang dimulai dengan

diterbitkannya Undang – Undang Pokok Agraria tahun 1960, namun

pelaksanaan Undang – undang tersebut sampai sekarang masih banyak

kendala yang ditemui. Terutama terkait redistribusi tanah kepada

masyarakat yang tidak memiliki tanah. Reforma agrarian pada awal

kemerdekaan bertujuan untuk mengambil alih tanah – tanah yang dikuasai

penjajah untuk didistribusikan kepada warga Negara yang tak bertanah.

Dengan munculnya peristiwa G 30 S dan tumbangnya Orde Lama

pelaksanaan reforma agrarian menjadi permasalahan yang tak kunjung

usai karena UUPA dianggap sebagai produk Partai Komunis Indonesia

(PKI).

Teori ini digunakan untuk memahami konflik yang terjadi antara

masyarakat Sambirejo dengan PTPN IX. Dan juga untuk mengetahui

sejarah reformasi agrarian di Indonesia, karena konflik di sambirejo

merupakan imbas dari proses reformasi agrarian.

Buku kedua berjudul Hukum agraria dan Hak – hak Atas Tanah,

karya Urip Santoso (2005) menjelaskan tentang pengertian tentang hukum

agraria dan hukum tanah baik pada masa kolonial maupun setelah

Indonesia berdiri. Selain itu dijelaskan hak atas penguasaan tanah. Urip

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

27  

  

Santoso juga menjelaskan tentang berlakunya Undang – undang No.5

Tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok – pokok agraria (UUPA) dan

peraturan pelaksanaannya.

Dari buku Urip Santoso, dapat diketahui tentang UUPA, baik

sejarah dan poin – poin pentingnya. Selain itu dapat dipahami status

kepemilikan tanah pada masa kolonial Belanda dan status hukum

kepemilikan tanah perkebunan yang disengketakan.

Dengan melihat apa yang telah dilakukan oleh masyarakat Sambirejo,

bentuk – bentuk perlawanan yang mereka lakukan dan lamanya perjuangan

warga untuk mendapatkan tanah mereka kembali. Dengan demikian dalam

penyusunan skripsi ini lebih banyak mengacu pada teori James Scott sebagai

teori pokok. Karena dirasa cocok dengan bentuk perlawanan yang dilakukan

oleh masyarakat Sambirejo. Perjuangan yang telah dilakukan masyarakat

yang begitu lama membentuk pola perlawanan masyarakat, bukan perlawanan

yang frontal dan revolusioner yang berlangsung secara singkat. Melainkan

perlawanan yang dilakukan secara terus – menerus, sedikit demi sedikit

menguasai lahan dan sesekali dengan bentuk perlawanan radikal guna

menunjukkan eksistensi warga, inilah yang dilakukan oleh masyarakat

Sambirejo.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

28  

  

F. Metode Penelitian

Penelitian mengenai “Sengketa Agraria dan Resolusi Konflik di Sambirejo

Sragen tahun 1960 - 2010” ini menggunakan metode penelitian sejarah. Menurut

Louis Gottschalk11 yang dimaksud dengan metode penelitian sejarah adalah

mengumpulkan, menguji dan menganalisa secara kritis rekaman – rekaman,

peninggalan masa lampau serta usaha melakukan sintesa dari data – data masa

lampau tersebut menjadi kajian yang dapat dipercaya. Metode ini dipilih karena

objek penelitian banyak menggunakan data-data historis, dengan dokumen –

dokumen terbitan tahun 1960 – 2010, dengan kurun waktu 50 tahun. Ini

merupakan rentang waktu yang panjang dalam proses sejarah. Dalam metode

penelitian sejarah, ada empat proses yang harus dilalui, yaitu :

1. Heuristik

Tahapan heuristik adalah proses pengumpulan data – data yang akan

menjadi sumber sejarah dari masalah yang akan diteliti. Data – data yang

dikumpulkan berupa dokumen, arsip baik dalam bentuk tulisan maupun

gambar. Data diperoleh melalui studi pustaka, terkait arsip – arsip terkait dan

juga melalui hasil wawancara dari berbagai narasumber.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan, antara lain:

                                                            11 Gottschalk, louis, Mengerti Sejarah. (Jakarta : Universitas Indonesia

Press. 1986)

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

29  

  

a. Studi Dokumen

Pada umumnya data yang tercantum dalam berbagai bahan

dokumenter itu merupakan satu – satunya alat untuk mempelajari

permasalahan tertentu antara lain karena tidak dapat diobservasi lagi, tidak

dapat diingat lagi.12 Langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan sumber data primer. Studi dokumen ini terbagi menjadi dua,

yaitu berupa dokumen tertulis dan artefak. Dokumen tertulis berupa

sumber – sumber data yang berupa Surat Keputusan yang dibuat oleh

pihak – pihak terkait surat kepemilikan tanah. Selain itu juga catatan –

catatan kesaksian dan kronologi peristiwa dari para petani sebagai pelaku,

dan juga data – data lain terkait proses hukum yang telah dilakukan oleh

petani dan pihak PTPN IX.

Dokumen – dokumen ini didapat dari Dokumen milik warga dan

FPKKS, Majalah yang diterbitkan oleh KPA, Dokumen dari ATMA,

dokumen yang diunduh dari internet, dokumen dari organisasi

kemahasiswaan yang pernah melakukan pendampingan, dokumen dari

koran, serta pihak – pihak lain yang terkait. Sedangkan untuk sumber yang

berupa artefak tidak ada.

                                                            12 Sartono Kartodirjo, tanpa tahun, Motode Pendekatan Sejarah dan

Penelitian pendidikan Pasca Sarjana, Fakultas ekonomi, Yogyakarta: UGM, hlm 34

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

30  

  

b. Wawancara

Metode wawancara dilakukan untuk mengetahui dan melacak

peristiwa – peristiwa penting yang akan diungkap. Dalam wawancara ini

pula, dapat bertemu langsung dengan para pelaku, dalam hal ini petani,

dan pihak yang terkait untuk mencari informasi. Dalam penelitian ini,

peneliti melakukan wawancara secara tidak formal guna menggali

informasi. Ini bertujuan agar pihak yang diwawancara lebih merasa

nyaman dan lebih mudah memahami maksut wawancara. Wawancara

dilakukan kepada enam orang petani sambirejo, yang terdiri dari dua orang

saksi hidup, dua orang petani dan anggota FPKKS, serta Ketua dan

sekertaris FPKKS dengan tujuan untuk memahami kronologis sengketa

tanah. Satu orang dari ELSAM, satu orang dari angota organisasi

kemahasiswaan (PMKRI) untuk mengetahui peran – peran lembaga

bantuan hukum dan organisasi kemahasiswaan dalam sengketa tanah di

Sambirejo.

2. Kritik Sumber

Kritik sumber yaitu memilih dan memilah sumber yang akurat dan

menyeleksi sumber – sumber sejarah yang ada untu memperoleh informasi

yang valid. Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, pertama yang

dilakukan adalah mencari sumber primer yang didapat dari hasil wawancara

kepada petani Sambirejo, terutama kepada pelaku sejarah yang sampai

sekarang masih hidup. Ini menjadi sangat penting karena dari pelaku sejarah

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

31  

  

inilah sebab – sebab terjadinya konflik agraria di Sambirejo dapat diketahui

secara pasti. Untuk proses perjuangan dan penyelesaian konflik dipilih dari

ketua dan sekertaris FPKKS yang memeang bertugas untuk memimpin angota

FPKKS untuk melakukan strategi-setrategi perlawanan dan penyelesaian

konflik.

Sedangkan untuk langkah kedua yaitu pemilihan sumber – sumber

dokumen, yang bertujuan untuk mencari dokumen – dokumen terkait

sengketa tanah di Sambirejo, baik bukti – bukti kepemilikan tanah oleh

warga, dokumen proses penyelesaian konflik, dokumen – dokumen yang

disusun oleh lembaga bantuan hukum yang mendampingi, dokumen –

dokumen dari media masa yang meliput segala bentuk peristiwa yang terkait

sengketa tanah Sambirejo. Untuk dokumen – dokumen terkait

Mangkunegaran diambil untuk mengetahui sejarah tanah Sambirejo pada

masa mangkunegaran dan pemerintahan Hindia Belanda.

3. Interpretasi

Tahapan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu analisa dan sintesa.

Analisa adalah menguraikan data dengan memperhatikan aspek kausalitas,

sedangkan sintesa adalah penyatuan keduanya. Analisis yang digunakan

merupakan diskriptif analisis, yaitu analisi yang dilakukan dengan cara

mengumpulkan, mengolah dan menyimpulkan hasil secara diskriptif. Setelah

itu sumber bahan dokumen dan studikepustakaan, tahap selanjutnya adalah

diadakan analisis, diinterpretasikan, dan ditafsirkan lainnya. Data-data yang

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

32  

  

telah diseleksi uji kebenarannya itu adalah fakta – fakta yang akan diuraikan

dan dihubungkan sehingga menjadi satu – kesatuan yang utuh, berupa kisah

sejarah yang dapat dipertangungjawabkan kebenarannya.

4. Historiografi

Tahap terakhir adalah Historiografi yang merupakan hasil dari

penelitian. Historiografi merupakan penulisan sejarah dengan mengkaitkan

fakta – fakta yang telah dicari dan ditemukan dalam arsip – arsip. Data – data

yang telah diseleksi dan diuji kebenarannya adalah fakta – fakta yang

akan diuraikan dan dihubungkan sehingga menjadi satu kesatuan,

hasilnya berupa kisah sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya.

G. SISTEMATIKA PENELITIAN

Untuk memahami alur dan isi dalam penelitian ini dapat dilihat melalui

sitematika penelitian. Adapun sistematika dalam penyusunan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Bab I menjelaskan tentang latar belakang masalah sebagai dasar

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, manfaat penelitian

dan metode yang digunakan dalam penenelitian ini.

Bab II menjelaskan tentang gambaran umum kecamatan Sambirejo,

penyebab konflik agraria di Sambirejo Sragen terkait sejarah perkebunan nanas,

hubungan masyarakat dengan perusahaan nanas dan awal sengketa agrarian.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · 2019-08-01 · dimanfaatkan betul oleh pemerintah Orde Baru dan pihak PTPN IX untuk menguasai tanah Sambirejo.7 Masyarakat Sambirejo

33  

  

Bab III membahas bentuk – bentuk perlawanan masyarakat Sambirejo

terhadap PTPN IX untuk mendapatkan kembali tanah mereka. Hal ini meliputi

aksi – aksi perlawanan secara diam – diam maupun terbuka dan upaya PTPN IX

dalam melawan aksi warga tersebut.

Bab IV menjelaskan tentang resolusi yang ditempuh dalam penyelesaian

sengketa agraria antara masyarakat Sambirejo dengan PTPN IX. Meliputi

pembentukan FPKKS, peran lembaga non pemerintah, peran pemerintah dan

model resolusi konflik yang telah dilakukan, serta kondisi kekinian sengketa tanah

Sambirejo.

Bab V merupakan hasil penelitian yang berupa kesimpulan.