45
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pidana Penjara merupakan pidana yang paling banyak dimuat dalam kitab undang-undang hukum pidana dan ketentuan pidana yang lainnya. Pidana penjara adalah pidana berupa pembatasan kemerdekaan bagi pelaku tindak pidana ke dalam suatu rumah penjara. Diharapkan, dengan adanya perampasan kemerdekaan si terpidana akan menjadi tidak bebas untuk mengulangi tindak pidana dan selama waktu dirampasnya kemerdekaan itu, si terpidana juga diharapkan melakukan perenungan untuk menyadari kesalahan yang telah dibuatnya. 1 Sistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan menggunakan titik tolak pandangannya terhadap narapidananya sebagai individu semata-mata dipandang sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pandangan “hukum sebagai sistem” adalah pandangan yang cukup tua, meski arti sistem dalam berbagai teori yang berpandangan demikian itu tidak selalu jelas dan tidak juga selalu seragam 2 . Bagi bangsa Indonesia pemikiran-pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak sekedar pada 1 Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 140 2 Widia Edorita, “Menciptakan Sebuah Sistem Hukum yang Efektif: dimana harus dimulai”, Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Riau, Edisi I Agustus 2010, hlm. 83.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pidana Penjara merupakan pidana yang paling banyak dimuat dalam kitab

undang-undang hukum pidana dan ketentuan pidana yang lainnya. Pidana penjara

adalah pidana berupa pembatasan kemerdekaan bagi pelaku tindak pidana ke

dalam suatu rumah penjara. Diharapkan, dengan adanya perampasan

kemerdekaan si terpidana akan menjadi tidak bebas untuk mengulangi tindak

pidana dan selama waktu dirampasnya kemerdekaan itu, si terpidana juga

diharapkan melakukan perenungan untuk menyadari kesalahan yang telah

dibuatnya.1

Sistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan

menggunakan titik tolak pandangannya terhadap narapidananya sebagai individu

semata-mata dipandang sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia

yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Pandangan “hukum sebagai sistem” adalah pandangan

yang cukup tua, meski arti sistem dalam berbagai teori yang berpandangan

demikian itu tidak selalu jelas dan tidak juga selalu seragam2. Bagi bangsa

Indonesia pemikiran-pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak sekedar pada

1 Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 1402Widia Edorita, “Menciptakan Sebuah Sistem Hukum yang Efektif: dimana harus dimulai”, JurnalIlmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Riau, Edisi I Agustus 2010, hlm. 83.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

2

aspek penjaraan belaka, tetapi juga merupakan suatu rehabilitasi dan reintegrasi

sosial telah melahirkan suatu sistem pembinaan terhadap pelanggar hukum yang

dikenal sebagai sistem pemasyarakatan.3

Penjatuhan pidana dan pemidanaan bukan semata-mata sebagai

pembalasan dendam. Yang paling penting adalah pemberian bimbingan dan

pengayoman. Pengayoman sekaligus kepada masyarakat dan kepada terpidana

sendiri agar menjadi insaf dan dapat menjadi anggota masyarakat yang baik.

demikianlah konsepsi baru fungsi pemidanaan yang bukan lagi sebagai penjaraan

belaka, namun juga sebagai upaya rehabilitas dan reintergrasi sosial Konsepsi itu

di Indonesia disebut sebagai sistem Pemasyarakatan.4

Salah satu tujuan negara Indonesia secara konstitusional adalah

terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata

materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena itu kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal

pembangunan nasional perlu ditingkatkan secara terus menerus termasuk derajat

kesehatannya. Peningkatan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia

dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya

peningkatan di segala bidang ekonomi, kesehatan dan hukum. Adapun yang

dimaksud antara lain tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan

berkesinambungan sehingga mencapai kesejahteraan; terciptanya peningkatan

3Dwidja Priyatno,Sistem Pelaksanaan Penjara di Indonesia, Refika Aditama, Bandung,2006, hlm. 34Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, hlm

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

3

upaya kesehatan, sarana, dan prasarana, pembiayaan kesehatan, sumber daya

manusia kesehatan, pembinaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian disertai

oleh peningkatan kemandirian masyarakat melalui upaya provokatif dan preventif

dalam peningkatan kualitas lingkungan, perilaku hidup bersih sehat dan

pelayanan kesehatan; serta terciptanya supremasi hukum serta tertatanya sistem

hukum daerah yang mencerminkan kebenaran, keadilan, akomodatif, dan

aspiratif.5

Pada awalnya tidak dikenal sistem kepenjaraan di Indonesia. Sistem pidana

penjara baru dikenal pada zaman penjajahan. Sejak tanggal 1 Januari 1981

Reglemen Penjara Baru Stbl. 1971 No. 708, yang bertujuan mengganti sistem

kepenjaraan kepada sistem kemasyarakatan atau sering disebut Lembaga

Pemasyarakatan (Lapas).6 Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat untuk

melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di

Indonesia7

Lembaga Pemasyarakatan sebagai Lembaga Pembinaan, posisinya sangat

strategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari sistem peradilan pidana yaitu

rehabilitasi dan resosialisasi pelanggar hukum.8Tujuan diselenggarakannya

Sistem Pemasyarakatan adalah dalam rangka membentuk Warga Binaan

Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan

5Http://www.bappeda.bogorcity.net/index.php. Diunduh pada tanggal 17 Juli 2017. Jam 22.47 WIB.6Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, 2008,hlm. 48.7Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan8Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan dalam PerspektifSistem Peradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hal 65.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

4

memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima

kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan

dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggungjawab.9Fungsi sistem pemasyarakatan adalah menyiapkan warga

binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat,

sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan

bertanggung jawab.10Namun, sepertinya tujuan dan fungsi lembaga

pemasyarakatan ini tidak tercapai terbukti dengan adanya kasus peredaran

narkotika di dalam Lapas kelas II.A Pekanbaru.11

Perkembangan penyalahgunaan narkotika dari waktu ke waktu menunjukan

angka yang semakin meningkat, bahkan kasus yang terungkap oleh BNN

hanyalah fenomena gunung es, yang hanya sebagian kecil saja yang tampak di

permukaan sedangkan kedalamannya tidak terukur. Disadari pula masalah

penyalahgunaan narkotika merupakan maslah nasional dan internasional karena

dampak negatif yang dapat merusak serta mengancam berbagai aspek kehidupan

masyarakat, bangsa dan negara serta dapat menghambat proses pembangunan

nasional 12Fenomena peredaran narkotika dalam hal ini merupakan permasalahan

internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan

obat-obatan terlarang di seluruh dunia tidak pernah kunjung berkurang. Secara

9Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan10Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan11http://pekanbaru.tribunnews.com/2016/03/22/newsvideo-sabu-3-kg-yang-diamankan-bnn-riau-ternyata-dikendalikan-dari-lapas di akses pada tanggal 17 juli 2017 jam 9;2312A. Hamzah dan RM. Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, Jakarta;Sinar Grafika,1994,hal 6

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

5

umum permasalahan obat-obatan terlarang dapat dibagi menjadi tiga bagian yang

saling terkait, yakni adanya produksi narkoba secara gelap (illicit drug

production), adanya perdagangan gelap narkotika (drug abuse). Ketiga hal itulah

sesungguhnya menjadi target sasaran yang ingin diperangi oleh masyarakat

international dengan Gerakan Anti Mandate Sedunia.13

Penyalahgunaan dan peredaraan gelap narkotika di Indonesia telah

merambah ke seluruh wilayah tanah air dan telah tersebar ke berbagai lingkungan

kehidupan, baik lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, dan lingkungan

pemukiman, dan lingkungan penegak hukum. Salah satu institusi penegak hukum

yang juga tidak bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika adalah

Lembaga Pemasyarakatan. Lapas adalah tempat melaksanakan pembinaan

terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan berdasarkan sistem

Pemasyarakatan. Lapas ditempatkan semua narapidana termasuk juga narapidana

kasus narkotika baik korban maupun pengedar. Dalam Undang-undang Nomor 12

Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan telah diatur berbagai ketentuan mengenai

bagaimana cara memperlakukan narapidana serta tugas dan wewenang petugas

pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Pembina

narapidana. Penyalahgunaan dan Peredaran narkotika di Lapas merupakan

masalah serius dan fakta yang tidak dapat dipungkiri. Oleh karena itu diperlukan

upaya untuk pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran

narkotika di Lapas. Selain dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

13 Dharana Lastarya.Narkoba, perlukah mengenalnya. Pakarkarya. Jakarta. 2006. Hlm.15.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

6

Tentang Narkotika, aparat penegak hukum di harapkan dapat bekerjasama untuk

mencegah dan menanggulangi kejahatan tersebut hususnya di Lapas. Ada

kebijakan penal yang penting dalam ketentuan pada Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu :

a. Untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalhgunaan Narkotika dan

mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, diatur mengenai

Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau

bahan pemula atau bahan kimia yang dapat di gunakan dalam pembuatan

Narkotika. Dalam Undang-undang ini di lampirkan mengenai Prekursor

Narkotika dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis

Prekursor Narkotika.

b. Diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaaan Prekursor

Narkotika untuk pembuatan narkotika. Untuk menimbulkan efek jera

terhadap pelaku penyalagunaan dan peredaran gelap Narkotika dan

Prekursor Narkotika , diatur mengenai pemberantasan sanksi pidana, baik

dalam bentuk pidana minuman khusus, pidana penjara 20(dua puluh)

tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan

pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis,

ukuran, dan jumlah Narkotika.

c. Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

7

diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu Badan

Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan

Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional,

Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. Dalam

Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga

pemerintah nonkementrian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk

melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah

Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga

mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan BNN kabupaten/kota.

d. Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh

harta kefkayaan atau harta benda yang merupakan hasill tindak pidana

Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan

digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor

Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial.

e. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operasinya semakin

canggih, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai perluasan

teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelian

terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

8

(controlled delivery), serta teknik penyidikan lainnya guna melacak dan

mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan

Prekursor Narkotika.

f. Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan

peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan

secara terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas melampaui batas

negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik

bilateral, regional, maupun internasional.

g. Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam

usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan

Prekursor Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota

masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

h. Pemberantasan dan penyalahgunaan narkotika secara komprehensif

tataran dari berbagai perspektif ilmu tersebut di atas, juga ditunjang

dengan pemberantasan penyalahgunaan narkotika dapat dilakukan sesuai

dengan kajian epidemiologi dan etiologi. Kajian epidemiologi dan

etiologi mengenai penyalahgunaan narkotika menunjukkan bahwa

penyalahgunaan narkotika terjadi akibat interaksi dari beberapa faktor :

individu, kepribadian dan sosial.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

9

Di antara aparat penegak hukum yang juga mempunyai peran penting

terhadap penanganan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika adalah

Badan Narkotika Nasional (BNN).Salah satu bagian aparat penegak hukum yang

juga memepunyai peranan penting terhadap adanya kasus penyalahgunaan

narkotika ialah “Penyidik” dalam hal ini penyidik BNN, dimana penyidik di

harapkan mampu membantu proses penyelesaian terhadap kasus pelanggaran

Narkotika. Dengan di keluarkanya Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang

Narkotika yang mengatur sanksi hukumnya, serta hal-hal yang diperbolehkan

dengan dikeluarkannnya Undang-Undang tersebut, maka penyidik di harapkan

mampu membantu proses penyelesaian perkara terhadap seseorang atau lebih

yang telah melakukan penyalahgunaan Narkotika.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.14 Di satu sisi narkotika

merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan

kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, di sisi lain dapat

menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa

adanya pengendalian serta pengawasan yang ketat dan seksama. Pada dasarnya

peredaran narkotika di Indonesia apabila ditinjau dari aspek yuridis adalah sah

keberadaannya. Undang-Undang Narkotika hanya melarang penggunaan

14 Lihat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

10

narkotika tanpa izin oleh undang-undang yang dimaksud. Keadaan yang demikian

ini dalam tataran empirisnya, penggunaan narkotika sering disalahgunakan bukan

untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi jauh dari pada

itu, dijadikan ajang bisnis yang menjanjikan dan berkembang pesat, yang mana

kegiatan ini berimbas pada rusaknya fisik maupun psikis mental pemakai

narkotika khususnya generasi muda.

Terungkapnya kasus peredaran narkotika di Lapas Klas IIA Pekanbaru

dikarenakan adanya penggeledahan yang dilakukan oleh Badan Narkotika

Nasional kedalam Lapas Kelas II.A Pekanbaru pada tanggal 07 Maret 2016. Dari

hasil penggeledahan polisi dan BNN ditemukan bungkusan plastik sabu,senjata

tajam,gunting,narkoba, mancis dan serta tes urine ada sekitar 70% warga binaan

positif narkoba. Hal ini tentunya ada indikasi terjadinya bisnis narkoba dari dalam

Lapas. Peredaran gelap narkoba di Lapas dan Rutan semakin mengkhawatirkan.

Secara nasional, Presiden Joko Widodo menyatakan Indonesia sudah sampai ke

tahap darurat narkoba. Geografis Indonesia Terbuka menyebabkan narkoba

mudah masuk dan menyebar di indonesia termasuk wilayah Provinsi Riau yang

mana geografis provinsi Riau terdapat 12 Kabupaten kota yang berbatasan dengan

Malaysia disamping itu juga berbatasan dengan provinsi Sumatra utara dari aceh

masuk ke medan dan medan langsung ke Riau. Dan Malaysia Masuk mulai dari

Rokan Hilir sampai ke Indragiri Hilir. 300 Kg tertangkap masuk dari Medan dan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

11

salah satu nya membawa narkoba yaitu anggota Polri.15Oleh karena itu,

penegakan hukum menjadi sangat penting dalam upaya pemberantasan peredaran

narkoba, khususnya di Lapas dan Rutan.

Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999 Tentang Badan Kordinasi

Narkotika Nasional (BKNN) Masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkotika bukan saja merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian bagi

negara Indonesia, melainkan juga bagi dunia Internasional16. Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menjadi dasar hukum dalam

penanganan masalah narkotika di Indonesia. Kejahatan narkotika dan obat-obatan

terlarang pada masa sekarang telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan

modus operandi yang tinggi dan teknologi yang canggih, aparat penegak hukum

diharapkan mampu mencegah dan menanggulangi kejahatan tersebut guna

meningkatkan moralitas dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia,

khususnya bagi generasi penerus bangsa. Oleh karena itu dalam Pasal 64 ayat 1

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, disebutkan “Dalam

rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini dibentuk Badan

Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN”. Kemudian Pasal 64 ayat 2

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, “BNN merupakan

15Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau, dalam acara Sosialisasi Program Rehabilitas &Pasca Rehabilitas Tanggal 18 Agustus 2017.16Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Press,Malang, 2009, hlm. 30

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

12

lembaga pemerintah non kementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan

bertanggung jawab kepada Presiden”.

Kemudian dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika,

mengatur tentang tugas BNN sebagaimana tercantum dalam Pasal 70 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yaitu antara lain Menyusun

dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Dalam

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika BNN diberikan

kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana

narkotika dan prekursor narkotika, sebagaimana tercamtum dalam Pasal 71

Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika “Dalam melaksanakan

tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan

prekursor narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan prekursor narkotika”. Untuk

melaksanakan ketentuan Pasal 67 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika.17 Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor

23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional. Peraturan Presiden tersebut

yang pada intinya menegaskan tentang kedudukan, tugas, fungsi dan wewenang

BNN serta susunan organisasi BNN. Pelaksanaan Penanganan Narkotika Di

Lembaga Pemasyarakatan Penyalahgunaan dan Peredaran gelap narkotika oleh

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) tentunya sagat di sayangkan.

17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

13

Tak jarang, distribusinya malah melibatkan oknum petugas yang seharusnya

menjadi garda terdepan pengawal di Lembaga Permasyarakatan. Dengan adanya

narkotika di Lapas, BNN kemudian mendatangi Lapas di mana narapidana yang

terindikasi terlibat narkotika tersebut sedang menjalani pidananya.18Untuk

melaksanakan kewenangan dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan

terhadap narapidana tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 75 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.Dalam Pelaksanaan ketentuan Pasal 75

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika terhadap narapidana di

dalam Lapas, memang tidak sama seperti pelaksanaan di tempat lain.19

Menurut Kabag Dit Resnarkoba Polda Riau AKBP Syamsul Anwardalam

Razia gabungan nya bersama pihak BNN maka di temukan salah satu Narapidana

yang ditahan di dalam Lapas sendiri mengendalikan narkoba di dalam Lapas dan

yang mengedarkan istri dari Narapidana itu sendiri maka apabila narapidana

menjadi pengedar maka kasus dan perkara bisa naik kembali20 Untuk Perkara

Tindak Pidana Narkotika yang sedang di Pekanbaru dengan terdakwa jufri

Tanjung tidak ada sedikitpun Upaya pencegahan dari BNNP maupun instansi di

Lembaga pemerintahan, Hal ini terlihat dari tertangkapnya Jufri Tanjung saat

sidak yang dilakukuan Oleh Wamenkumhan bersama BNN beberapa waktu lalu.

18Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang PeradilanTata Usaha Negara,Pustaka SinarHarapan, Jakarta, 2003. Hlm 2419Lydia Harlina Martono & Satya Joewana, Membantu Pemulihan Pecandu Narkotika danKeluarganya, Balai Pustaka, Jakarta, 2006. Hlm 1220Wawancara dengan Bapak AKBP Syamsul AnwarKabag Wasidik Dit Resnarkoba Polda Riau. Padahari selasa tanggal 4 september 2017, pukul. 10.30 wib, bertempat di Kantor Reserese narkoba poldaRiau.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

14

Jufri tanjung positif mengonsumsi Narkotika jenis Ganja yang dengan mudah ia

dapatkan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui sejauh mana peranan dari Badan Narkotika Nasional dalam penegakan

hukum terhadap tindak pidana narkotika serta hambatan-hambatan yang ditemui di

dalam pemberantasan tindak pidana narkotika, dengan judul: “Upaya BNNP

Provinsi Riau Dalam Mencegah dan Memberantas Terjadinya Penyalahgunaan

Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pekanbaru”

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

15

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa

masalah yaitu :

1. Bagaimana Upaya BNNP Dalam Mencegah dan Memberantas Terjadinya

Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA

Pekanbaru ?

2. Apa saja hambatan BNNP Riau dalam Mencegah dan Memberrantas

teradinyai Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas

IIA Pekanabaru ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan didalam penelitian ini, maka yang

menjadi tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui Upaya BNNP Dalam Mencegah dan Memberantas

Terjadinya Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan

Klas IIA Pekanbaru

b. Untuk mengetahui apa saja hambatan BNNP dalam Mencegah dan

Memberantas Terjadinya Penyalahgunaan Narkotikadi Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIA Pekanbaru

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

16

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain

adalah:

a. Meningkatkan kualitas pengetahuan penulis tentang hukum acara

pidana secara umum dan hukum pidana khusus secara khusus serta

memperdalam pemahaman mengenai tindak pidanan narkotika di

dalam Lapas dan Sebagai bahan masukan dan sumber pemikiran Bagi

badan Narkotika Negara mengenai menanggulangi tindak pidana

Narkotika di Lapas.

b. Menambah bahan Hukum, informasi, dan diharapkan dapat menjadi

referensi bagi peneliti lainnya dalam orientasi dan ruang lingkup

penelitian yang sama.

D. Kerangka Teori

1. Teori penanggulangan kejahatan

Penanggulangan kejahatan merupakan upaya menanggulangi kejahatan

yaitu suatu reaksi yang diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana

pidana (penal) maupun non hukum pidana (non penal), yang dapat

diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk

menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana,

yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

17

yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa

yang akan datang.21

Penanggulan kejahatan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari

upaya perlindungan masyarakat dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat

oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari

politik kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan

masyarakat. dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kriminal pada hakekatnya

juga merupakan bagian integrakatal dari politik sosial . usaha panggulangan

kejahatan, dapat dijabarkan :

1. Pencegahan penanggulangan kejahatan harus menunjang tujuan goal,

social wafer, dan sosial defence. Dimana aspek social walfare dan

social defence yang sangat penting adalah aspek kesejahteraan/

perlindungan masyarakat yang bersifat imamaterial , terutama nilai

kepercayaan, kebenaran, kejujuran/keadilan

2. Pencegahan Penanggulangan kejahatan dilakukan dengan ‘pendekatan

integral. Ada keseimbangan sarana ‘penal dan non penal

3. Pencegahaan penanggulangan kejahatan sarana penal atau penal-law

enforcement policy’ yang fungsional /oprasionalnya melalui berberapa

tahap (1) formulasi (kebijakan legisltaif (2) aplikasi kebijakan

yudikatif (3) eksekutif

21 Sudarto. Kapita selekta hukum pidana. Alumni. Bandung. 1986. Hlm. 7

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

18

Penggunaan hukum pidana merupakan penanggulangan suatu gejala dan

bukan suatu penyelesaian dengan menghilangkan sebab-sebabnya dengan

ihanya sekedar pengobatan simptomatik. Upaya penanggulangan kejahatan

(politik kriminal) dapat menggunakan dua sarana:

a. Kebijakan pidana dengan Sarana Penal

Sarana penal adalah penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum

pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu perbuatan apa yang

seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan

atau dikenakan pada pelanggar.

b. Kebijakan pidana dengan sarana Non Penal

Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi

penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu,

namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya

kejahatan.22

Dalam usaha untuk menanggulangi kejahatan mempunyai dua cara

yaitu preventif (mencegah sebelum terjadinya kejahatan) dan tindakan

represif (usaha sesudah terjadinya kejahatan). Berikut ini diuraikan pula

masing-masing usaha tersebut :

1) Tindakan Preventif

22 Barda Nawawi Arif, Kebijakan Hukum Pidana. Pt citra aditya bakti. Bandung. 2004. hlm.12

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

19

Tindakan preventif adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah

atau menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan.

Menurut A. Qirom Samsudin M, dalam kaitannya untuk melakukan

tindakan preventif adalah mencegah kejahatan lebih baik daripada

mendidik penjahat menjadi baik kembali, sebab bukan saja

diperhitungkan segi biaya, tapi usaha ini lebih mudah dan akan

mendapat hasil yang memuaskan atau mencapai tujuan.

Selanjutnya Bonger berpendapat cara menanggulangi kejahatan yang

terpenting adalah :23

a) Preventif kejahatan dalam arti luas, meliputi reformasi dan

prevensi dalam arti sempit;

b) Prevensi kejahatan dalam arti sempit meliputi :

a. Moralistik yaitu menyebarluaskan sarana-sarana yang dapat

memperteguhkan moral seseorang agar dapat terhindar dari

nafsu berbuat jahat.

b. Abalionistik yaitu berusaha mencegah tumbuhnya keinginan

kejahatan dan meniadakan faktor-faktor yang terkenal

sebagai penyebab timbulnya kejahatan, Misalnya

memperbaiki ekonmi (pengangguran, kelaparan,

mempertinggi peradapan, dan lain-lain);

23A. Qirom Samsudin M, Sumaryo E., Kejahatan Anak Suatu Tinjauan Dari Segi Psikologis danHukum, Liberti, Yogyakarta, 1985, hal. 46

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

20

c) Berusaha melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap

kejahatan .

2) Tindakan Represif

Tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur

penegak hukum sesudah terjadinya tindakan pidana. Tindakan

respresif lebih dititikberatkan terhadap orang yang melakukan tindak

pidana, yaitu antara lain dengan memberikan hukum (pidana) yang

setimpal atas perbuatannya.Tindakan ini sebenarnya dapat juga

dipandang sebagai pencegahan untuk masa yang akan datang.

Tindakan ini meliputi cara aparat penegak hukum dalam melakukan

penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan pidana, pemeriksaan di

pengadilan, eksekusi dan seterusnya sampai pembinaan

narapidana.Penangulangan kejahatan secara represif ini dilakukan juga

dengan tekhnik rehabilitas, menurut Cressey terdapat dua konsepsi

mengenai cara atau tekhnik rehabilitasi, yaitu :

a) Menciptakan sistem program yang bertujuan untuk menghukum

penjahat, sistem ini bersifat memperbaiki antara lain hukuman

bersyarat dan hukuman kurungan.

b) Lebih ditekankan pada usaha agar penjahat dapat berubah

menjadi orang biasa, selama menjalankan hukuman dicarikan

pekerjaan bagi terhukum dan konsultasi psikologis, diberikan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

21

kursus keterampilan agar kelak menyesuaikan diri dengan

masyarakat

Tindakan represif juga disebutkan sebagai pencegahan khusus, yaitu

suatu usaha untuk menekankan jumlah kejahatan dengan memberikan

hukuman (pidana) terhadap pelaku kejahatan dan berusaha pula

melakukan perbuatan denganjalan memperbaiki si pelaku yang

berbuat kejahatan. Jadi lembaga permasyarakatan bukan hanya tempat

untuk mendidik narapidana untuk tidak lagi menjadi jahat atau

melakukan kejahatan yang pernah dilakukan.

Kemudian upaya penanggulangan kejahatan yang sebaik-baiknya

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(1) Sistem dan operasi Kepolisian yang baik.

(2) Peradilan yang efektif.

(3) Hukum dan perundang-undangan yang berwibawa.

(4) Koodinasi antar penegak hukum dan aparatur pemerintah yang

serasi.

(5) Partisipasi masyarakat dalam penangulangan kejahatan.

(6) Pengawasan dan kesiagaan terhadpa kemungkinan timbulnya

kejahatan.

(7) Pembinaan organisasi kemasyarakatan.24

24 Simanjuntak B dan Chairil Ali, Cakrawala Baru Kriminologi, Trasito, Bandung, 1980, hal. 399

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

22

Pokok-pokok usaha penanggulangan kejahatan sebagaimana tersebut

diatas merupakan serangkaian upaya atau kegiatan yagn dilakukan oleh Polisi

dalam rangka menanggulangi kejahatan, termasuk tindak pidana perjudian.

2. Teori Peranan

Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila

seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya

dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan kedudukan

dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak

dapat dipisahkan karena yang satu tergantung dengan yang lain dan

sebagainya.25 Peran diartikan sebagai perangkat tingkah yang diharapkan

dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Kedudukan dalam hal

ini diharapkan sebagai posisi tertentu di dalam masyarakat yang mungkin

tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan adalah suatu wadah yang

isinya adalah hak dan kewajiban tertentu, sedangkan hak dan kewajiban

tersebut dapat dikatakan sebagai peran. Oleh karena itu, maka seseorang yang

mempunyai kedudukan tertentu dapat dikatakan sebagai pemegang pemegang

peran (role accupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk

berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beben atau

tugas.26Secara sosiologis peranan adalah aspek dinamis yang berupa tindakan

atau perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati atau

25 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm.212.26R. Suyoto Bakir, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Tangerang: Karisma Publishing Group, 2009,hlm. 348.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

23

memangku suatu posisi dan melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuaian

dengan kedudukannya. Jika seseorang menjalankan peran tersebut dengan baik,

dengan sendirinya akan berharap bahwa apa yang dijalankan sesuai dengan

keinginan diri lingkungannya. Peranan secara umum adalah kehadiran di dalam

menentukan suatu proses keberlangsungan.27 Peranan merupakan dinamisasi

dari statis ataupun penggunaan dari pihak dan kewajiban atau disebut subyektif.

Peran dimaknai sebagai tugas atau pemberian tugas kepada seseorang atau

sekumpulan orang. Peranan Mencakup tiga hal, antara lain:

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

kehidupan bermasyarakat.

b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting

bagi struktur sosial masyarakat.28

Soerjono Soekanto menyatakan suatu peranan tertentu dapat dijabarkan

kedalam dasar dasar sebagai berikut:

1. Peranan yang ideal (ideal role).

2. Peranan yang seharusnya (expected role).

27Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Press, 2002, hlm. 242.28Ibid, hlm.213.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

24

3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role).

4. Perana yang sebenarnya dilakukan (actual role)

Peranan diartikan sebagai seperangkat tingkah laku yang diharapkan

dimiliki olehorang yang berkedudukan di masyarakat. Kedudukan dalam hal ini

sebagai posisitertentu di dalam masyarakat yang mungkin tinggi, sedang-

sedang saja ataurendah. Kedudukan adalah suatu wadah yang isinya adalah hak

dan kewajiban tertentu, sedangkan hak dan kewajiban tersebut dapat dikatakan

sebagai peranan. Oleh karena itu, maka seseorang yang mempunyai kedudukan

tertentu dapat dikatakan sebagai pemegang peranan (role accupant). Suatu hak

sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan

kewajiban adalah beban atau tugas. Secara sosiologis peranan adalah aspek

dinamis yang berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang

yang menempati atau memangku suatu posisi dan melaksanakan hak-hak dan

kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Jika seseorang menjalankan peranan

tersebut dengan baik, dengan sendirinya akan berharap bahwa apa yang

dijalankan sesuai dengan keinginan dari lingkungannya. Peranan secara umum

adalah kehadiran di dalam menentukan suatu proses keberlangsungan.29

Peranan merupakan dinamisasi dari statis ataupun penggunaan dari pihak dan

kewajiban atau disebut subyektif. Peranan dimaknai sebagai tugas atau

pemberian tugas kepada seseorang atau sekumpulan orang. Peranan memiliki

aspek-aspek sebagai berikut:

29Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar, Press. Jakarta: Rajawali, 2002.hlm.242

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

25

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat

seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian

peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu

dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.30

Jenis-jenis peranan sebagai berikut:

a. Peranan Normatif adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau

lembagayang didasarkan pada seperangkat norma atau hukum yang berlaku

dalamkehidupan masyarakat.

b. Peranan Ideal adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau

lembagayang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya

dilakukan sesuaidengan kedudukannya di dalam suatu sistem.

c. Peranan Faktual adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau

lembagayang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau

kehidupansosial yang terjadi secara nyata31.

Berkaitan dengan penegakan hukum, peranan ideal dan peranan

yangseharusnya adalah memang peranan yang dikehendaki dan diharapkan

olehhukum dan telah di tetapkan oleh undang-undang. Sedangkan peran

30Ibid. hlm.24231Ibid. hlm.243

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

26

yangdianggap oleh diri sendiri dan peran yang sebenarnya dilakukan adalah

peranyang telah mempertimbangkan antara kehendak hukum yang tertulis

dengankenyataan-kenyataan, dalam kehendak ini kehendak hukum

harusmenentukankemampuannya berdasarkan kenyataan yang ada.

Berdasarkan teori tersebut Sunarto mengambil suatu pengertian

bahwa:32

1. Peranan yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peranan normatif,

dalam penegakan hukum mempunyai arti penegakan hukum secara total,

yaitu penegakan hukum yang bersumber pada subtansi (substantive of

criminal law).

2. Peranan ideal dapat diterjemahkan sebagai peranan yang diharapkan

dilakukan oleh pemegang peranan tersebut. Kepolisian sebagai suatu

organisasi formal tertentu diharapkan berfungsi dalam penegakan hukum

dapat bertindak sebagai pengayom bagi masyarakat dalam rangka

mewujudkan ketertiban dan keamanan yang mempunyai tujuan akhir untuk

kesejahterahan.

3. Interaksi kedua peranan yang telah diuraikan di atas, akan membentuk

peranan faktual yang dimiliki kepolisian.

3. Teori Penegakan Hukum

32Kamanto Sunarto. Sosiologi Kelompok. Jakarta, 1992. Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu SosialUniversitas Indonesia. hlm 23

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

27

Menurut Barda Nawawi Arief dalam Heni Siswanto33, pada hakikatnya

kebijakan hukum pidana (penal policy), baik dalam penegakan hukum in

abstractio dan in concreto, merupakan bagian dari keseluruhan kebijakan

sistem ( penegakan ) hukum nasional dan merupakan bagian dari upaya

menunjang kebijakan pembangunan nasional ( national development). Sistem

“penegakan hukum” pada dasarnya merupakan “sistem kekuasaan/kewenangan

menegakan hukum”. Kekuasaan/kewenanangan menegakkan hukum ini dapat

diidentikan pula dengan istilah “kekuasaan kehakiman”. Oleh karena itu sistem

peradilanpidana atau sistem penegakan hukum pidana pada hakekatnya juga

identik dengan“sistem kekuasaan kehakiman dalam bidang hukum pidana”34.

Sistem peradilan pidana yang pada hakekatnya merupakan “sistem kekuasaan

penegakan hukum pidana” atau “sistem kekuasaan kehakiman dalam bidang

hukum pidana”diwujudkan atau diimplementasikan dalam empat subsistem

yaitu :

a. Kekuasaan “penyidikan” (oleh badan/lemabaga penyidikan)

b. Kekuasaan “penuntutan” (oleh badan/lemabaga penuntut umum)

c. Kekuasaaan “mengadaili dan menjatuhkan putusan/pidana”(oleh

badan/lembaga pengadilan); dan

33Heni Siswanto, Rekonstruksi Sistem Penegakan Hukum Pidana Mengahadapi KejahatanPerdagangan Orang, Penerbit Pustaka Magister, Semarang, 2013, hlm 85-8634 Barda Nawawi Aarief, Beberapa Aspek KebijakanPenegakan dan Pengembangan Hukum Pidana,Citra Aditiya Bakti, Bandung, 2005, hlm 39-40

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

28

d. Kekuasaan “pelaksanaan putusan/pidana”

(olehbadan/aparatpelaksana/eksekusi)35.Hukum pidana positif di Indonesia

saat ini bersumber/berinduk pada KUHP buatan Belanda ( WvS), tetapi dalam

penegakan hukum harusnya berbeda dengan penegakan hukum pidana seperti

zaman Belanda. Hal ini wajar karena kondisi lingkungan atau kerangka

hukum nasional ( national legal framework) sebagai tempat

dioperasionalkannya WvS (tempat dijalankannya mobil) sudah berubah.

Penegakan hukum menurut Mardjono Reksodiputro36dapat menjamin

kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi

dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan

hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara

moralitas sipil yang didasarkan oleh niai-nilai aktual didalam masyarakat

beradab.

Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk

masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan adalah keharusan untuk melihat

penegakan hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana.Hukum merupakan

tumpuan harapan dan kenyataan masyarakat untuk mengatur pergaulan hidup

bersama. Selain itu hukum juga merupakan perwujudan atau manifestasi dari

nilai kepercayaan. Oleh karena itu, wajar apabila penegak hukum yang

diharapkan adalah sebagai orang yang sepatutnya dipercaya, dan menegakkan

35Ibid, hlm 40.36 Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, (melihat kejahatan dan penegakanhukum dalam batas-batas toleransi), Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994 , hlm 76

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

29

wibawa hukum pada hakikatnya berarti menegakkan nilai kepercayaan di dalam

masyarakat.37

Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan

penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan secara ketat yang

diatur dalam kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian

sendiri.38Suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana pada

dasarnya merupakan perbuatan yang dicela dan dilarang untuk dilakukan sebab

dapat merugikan kepentingan orang lain maupun kepentingan umum. Menurut

Simons, perbuatan tindak pidana (strafbaar feit) adalah :“Suatu tindakan atau

perbuatan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak

sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya

tersebut oleh undang-undang yang telah dinyatakan sebagai tindakan yang

dapat dihukum.39

Dengan demikian suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak

pidana adalah apabila perbuatan tersebut dilarang oleh peraturan perundang-

undangan dan diancam dengan hukuman baik pidana maupun denda. Terhadap

perbuatan yang berkaitan dengan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan

hidup yang dengan tegas telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan

37 Aziz Syamsudin, Tindak Pidana Khusus,Sinar Grafika, Jakarta: 2011, hlm. 55.38 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana,PT Citra Aditya Bakti, Bandung: 2005,hlm. 29.39 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung: 1997, hlm.185.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

30

diancam dengan hukuman pidana bagi pelanggarnya juga merupakan suatu

perbuatan tindak pidana.

Hukum pidana dalam ilmu hukum di bagi menjadi hukum pidana umum

dan hukum pidana khusus, pembagian ini sebagaimana ditegaskan di dalam

Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa

“Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi

perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lain diancam

dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”.Tindak pidana

umum adalah semua tindak pidana yang tercantum di dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana, sedangkan tindak pidana khusus adalah semua tindak

pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di luar KUHP yang

beserta semua peraturan perundang-undangan pelengkapnya baik peraturan

perundang-undangan pidana maupun bukan pidana tetapi bersanksi

pidana.40Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan

oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan

hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum

siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang

berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti

sempit, dari segi subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai

upaya aparatur penegak hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan

40 Andi Hamzah,Asas-Asas Hukum Pidana,Rineka Cipta, Jakarta: 2008, hlm. 13.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

31

tegaknya hukum itu, apabila diperlukan aparatur penegak hukum itu

diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.41 Lawrence M. Friedman

mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum

tergantung tiga unsur sistem yakni struktur hukum (structure of law), substansi

hukum (substance of the law), dan budaya hukum (legal culture). Struktur

hukum menyangkut penegak hukum, subtansi hukum meliputi perangkat

undang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup dan dianut

oleh masyarakat. Tentang struktur hukum (structure of law) , Friedman

menjelaska:“Untuk mulai dengan sistem legal memiliki struktur sistem hukum

yang terdiri unsur dari jenis: jumlah dan ukuran pengadilan; merekayurisdiksi

struktur juga berarti bagaimana legislatif diatur prosedur apa yang diikuti oleh

departemen kepolisian dan sebagainya. Struktur, di satu sisi, adalah semacam

penampang sistem hukum atau semacam foto yang masih ada, yang

menghilangkan tindakannya.Struktur hukum (Structure of law) terdiri jumlah

(jenjang) pengadilan dan ukuran (yuridiksi) dari pengadilan, bagaimana

lembaga pembentuk undang-undang dilaksanakan, prosedur apa yang harus

diikuti dan dijalankan oleh kepolisian dan sebagainya. Di Indonesia misalnya

jika kita berbicara tentang struktur sistem hukum Indonesia, maka termasuk

didalamnya struktur institusi-institusi penegak hukum seperti kepolisian,

41http://www.Solusihukum.com //Penegakan Hukum,diakses Pada Tanggal 15Oktober 2015 Pukul19:56 WIB.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

32

kejaksaan, dan pengadilan.42Substansi hukum (substance of law) menurut

Friedman adalah : Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya. Dengan

ini berarti aturan aktual, norma dan pola perilaku orang-orang di dalam sistem

di sini adalah tentang hukum hidup, tidak ada peraturan hanya di buku-buku

hukum " Yang dimaksud subtansi adalah aturan, norma dan pola prilaku nyata

manusia yang berada dalam satu sistem itu. Jadi substansi hukum (legal

substance) menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak

hukum. Intinya ialah bukan saja aturan yang tertulis dalam bentuk peraturan

perundang-undangan tetapi juga hukum yang hidup di masyarakat.

Jadi struktur hukum terdiri dari lembaga yang dimaksudkan untuk

menjalankan perangkat hukum yang ada. Di Indonesia misalnya jika kita

berbicara tentang struktur sistem hukum Indonesia, maka termasuk didalamnya

struktur institusi-institusi penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan

pengadilan.43 Budaya hukum (Legal Culture) yanag merupakan sikap manusia

termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya terhadap hukum dan sistem

hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan

hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang

dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang terlibat dalam sistem

hukum dan masyarakat penegak hukm tidak akan berjalan secara efektif.Ketiga

42 Ahmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Ghalia Indonesia, jakarta, 2002, hal 843Ibid hal 8

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

33

unsur ini sangat berpengaruh dalam penegakan hukum. Jika salah satu saja

unsur tidak berfungsi dengan baik maka dapat dipastikan penegak hukum

dimasyarakat menjadi lemah. Penegak hukum yang dilakukan harus berada

dalam suatu sistem yakni sistem peradilan pidana (SPP) yang terdiri dari 4

komponen (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, daan lembaga

pemasyarakatan).Berkenan dengan hal tersebut diatas, muladi mengatakan

bahwa dalam Sistem Peradilan Pidana juga diperlukan adanya sinkronisasi

struktural (structural syncronization), sinkronisasi substansial (substansial

syncronization), dan sinkronisasi kultural (cultural syncronization).44Istilah

penegakan hukum dapat dipergunakan terjemahan dari “rechtshendaving” yang

dimaksud disini adalah hukum yang “berkuasa” dan “ditaati” melalui

sistemperadilan pidana yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadalian dan

lembaga pemasyarakatan.45Koesnadi Hardjasoemantri mengemukakan bahwa

ada suatu pendapat yang keliru yang cukup meluas diberbagai kalangan, yaitu

bahwa penegakan hukum hanya melalui proses pengadilan.Ada pula pendapat

yang keliru, seolah-olah bahwa penegakan hukum adalah semata-mata

tanggung jawab aparat penegak hukum. Penegakan hukum adalah kewajiban

dari seluruh masyarakat dan untuk itu pemahaman tentang hak dan kewajiban

menjadi syarat mutlak. Masyarakat bukan penonton bagaimana hukum

44 Muladi, Kapita Selekta Hukum Pidana, UNDIP, Semarang, 1995 hlm 1-245 Mardjono Reksodiputro, Hak asasi manusia dalam sistem peradilan pidana,Kumpulan karangan Buku Ketiga, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum (d/h Lembaga Kriminologi)Universitas Indonesia, Jakarta, hlm 78-79.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

34

ditegakkan akan tetapi masyarakat berperan dalam penegakan hukum.

Masyarakat yang tidak membuang sampah di suangai sudah ikut menegakkan

hukum, karena membuang sampah disungai adalah pelanggaran.46Menyangkut

istilah penegakan hukum, Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa pengertian

penegakan hukum merupakan pelaksanaan hukum secara konkret dalam

kehidupan masyarakat sehari-hari. Di samping istilah-istilah penegakan hukum

, terdapat istilah penerapan hukum tetapi tampaknya istilah penegakan hukum

paling sering digunakan 47Selanjutnya, Andi Hamzah menyebutkan bahwa

istilah penegakan hukum dalam Bahasa Indonesia, selalu diasosiasikan dengan

force, sehingga ada yang berpendapat bahwa penegakan hukum hanya

bersangkutan dengan hukum pidana saja. Pikiran seperti ini diperkuat dengan

kebiasaan masyarakat dengan kebiasaan menyebut penegak hukum itu adalah

polisi, jaksa dan hakim, tidak disebutkan pejabat administrasi yang sesuai

dengan mengingat ruang lingkup yang lebihluas.48Faktor penegak hukum dalam

hal ini menempati titik sentral, karena undangundang disusun oleh penegak

hukum, penerapannya dilakukan oleh penegak hukum, dan penegak hukum

dianggap sebagai golongan panutan hukum olehmasyarakat. Penegakan hukum

yang baik ialah apabila sistem peradilan pidana bekerja secara obyektif dan

tidak bersifat memihak serta memperhatikan dan mempertimbangkan secara

46 Koenadi Hardjasoemantri, Hukum Perlindungan Lingkungan, Konservasi Sumber Daya AlamHayatidan Ekosistemnya, Cet II Edisi I, Gajah Mada Universiti Press, Yogyakarta, hlm 375-376.47 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditiya Bakti, jakarta,1996, hlm 18148 Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Arikha Media cipta, Jakarta, 1995, hlm 61.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

35

seksama nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai

tersebut tampak dalam wujud reaksi masyarakat terhadap setiap kebijakan

kriminal yang telah dilaksanakan oleh aparatur penegak hukum.

Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan

dapat ditegakkannya hukum dalam hal terjadinya peristiwa yang konkrit.

Bagaimana hukumnya, itulah yang harus berlaku, pada dasarnya tidak boleh

menyimpang. Sejalan dengan perkembangan masyarakat bertambah banyak

pula peraturan-peraturan yang disusun untuk menata kehidupan modern.

Sehingga persoalan penegakan hukum atau masalah Rule Of Law dan Law

Enforcement menjadi penting.49

Menurut Wayne La-Favre, penegakan hukum sebagai suatu proses, yang

pada hakekatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat

keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hokum akan tetapi

mempunyai penelitian pribadi. La-Favre telah mengutip pendapat Roscoe

Pound, yang menyatakan bahwa pada hakikatnya diskresi berada diantara

hukum dan moral (etika dalam arti sempit). Ketidakserasian antara nilai, kaidah

dan pola tingkah laku akan mengakibatkan gangguan terhadap penegakan

hukum. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penegakan hukum bukanlah

semata-mata berarti pelaksanaan Perundang-Undangan saja.50

49 Asri Muhammad Saleh, Menegakkan Hukum atau Mendirikan Hukum, Bina Mandiri Press,Pekanbaru : 2003, hlm. 29-30.50Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempemgaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 1983, hlm.7.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

36

Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut obyeknya,

yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna

yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pada

nilai-nilai kehidupan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi dalam arti sempit,

penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan

tertulis saja.Secara obyektif, norma hukum yang hendak ditegakkan mencakup

pengertian hukum formal dan hukum materil. Hukum formal hanya

bersangkutan dengan peraturan Perundang-Undangan yang tertulis, sedangkan

hukum materil mencakup pula pengertian nilai-nilai keadilan yang hidup dalam

masyarakat.Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-

faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti

yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-

faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:51

1) Faktor Hukumnya Sendiri

Yang dimaksud dalam hal ini adalah segi peraturan Perundang-

Undangannya. Artinya peraturan Perundang-Undangan yang tidak jelas,

kurang lengkap,maka akan ada kesulitan dalam mencari pedoman dan

dasar peraturan Perundang-Undangan dalam penyelesaian masalah yang

terdapat dalam masyarakat.

2) Faktor Penegak Hukum

51Ibid. hlm 8.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

37

Faktor penegak hukum yang dimaksud disini adalah pihak-pihak yang

membentuk maupun menerapkan hukum.Dalam masalah pelanggaran

rambu lalu lintas misalnya, pihak Kepolisian, Kejaksaan, Hakim, Advokat

(Penasihat Hukum) dan pihak-pihak lainnya berperan penting dalam

penyelesaian masalah pelanggaran rambu lalu lintas.

3) Faktor Sarana atau Fasilitas

Artinya, tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin

penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar.

4) Faktor Masyarakat

Yang dimaksud dengan masyarakat disini adalah lingkungan dimana

hukum tersebut berlaku atau diterapkan.Yaitu, mengenai partisipasi atau

peran serta masyarakat.

5) Faktor Kebudayaan

Yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa

manusia di dalam pergaulan hidup. Artinya, kebudayaan hukum yang

pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasar dari pada hukum yang

berlaku, yaitu berupa apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap

buruk.

Sedangkan menurut Amir Syamsuddin, ia berpandangan bahwa jikalau

proses penegakan hukum menjadi acuan utama dalam hal keadilan, maka kita

tidak akan terlepas berbicara tentang kondisi bangsa dan negara secara

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

38

keseluruhan. Ada empat fakta yang menandai gagalnya proses penegakan

hukum, yaitu :52

a) Ketidakmandirian hukum;

b) Integritas penegak hukum;

c) Kondisi masyarakat yang rapuh dan sedang mengalami masa transisi;

d) Pertumbuhan hukum yang mandek.

Secara konkretnya, kegagalan proses penegakan hukum bersumber pada

substansi peraturan Perundang-Undangan yang tidak berkeadilan, aparat

penegak hukum yang korup dan “tebang pilih”, dan budaya masyarakat yang

buruk, serta lemahnya kelembagaan yang mandiri dan berwibawa.53

E. Konsep Oprasional

1. Upaya adalah untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan,

mencari jalan keluar, dan sebagainya

2. Badan Narkotika Nasional adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non

Kementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan

tugas pemerintahan di bidang pencegahan, pemberantasan

penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan

adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol BNN

dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung

52Amir Syamsuddin, Integritas Penegak Hukum: Hakim, Jaksa, Polisi, dan Pengacara, PT. KompasMedia Nusantara, Jakarta: 2008, hlm.2.53Ibid.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

39

kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

3. Mencegah adalah proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan

agar sesuatu tidak terjadi. Dengan demikian, pencegahan merupakan

tindakan. Pencegahan identik dengan perilaku

4. Memberantas adalah Membasmi, Memusnahkan,Membinasakan54

5. Penyalahgunaan adalah Penggunaan salah satu atau berberapa jenis

narkoba secara berkala atau teratur diluar indikasi medis sehingga

menimbulkan gangguan kesehatan fisik,pisikis dan gangguan fungsi

sosial.

6. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh

manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena,

dan lain sebagainya.

7. Lapas merupakan singkatan dari Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat

untukmelaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan.55

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

54 https://www.artikata.com/arti-383791-memberantas.html55 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

40

Menggunakan jenis penelitian sosiologis yaitu penelitian terhadap

efektivitas hukum yang sedang berlaku.56 Penelitian ini dilakukan dengan

jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis sosiologis (penelitian hukum

empiris) yaitu studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai

proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum dalam masyarakat.

Penulis dalam hal ini melakukan penelitian terhadap upaya badan narkotika

dalam mencegah dan memberantasperedaran narkotika di lembaga

pemasyarakatan Klas IIA pekanbaru .

2. Obyek Penelitian

Adapun yang menjadi objek penelitian Penulis yaitu mengenaiupaya

badan narkotika dalam mencegah dan memberantas Penyalahgunaan

Narkoba di lembaga pemasyarakatan Klas IIA pekanbaru .

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Badan Narkotika Provinsi Riau

serta dalam Lapas Kelas II.A Pekanbaru. Alasan penulis tertarik melakukan

penelitian ini di karenakan banyaknya peredaran narkotika yang terjadi

beberapa tahun terakhir ini di dalam Lapas tersebut dan Badan Narkotika

Nasional Provinsi Riau sedang berupaya untuk menangulangi masalah

peredaran narkotika ini.

4. Populasi dan Responden

56Amirudin Zainal Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta: 2004, hlm. 32.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

41

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri

yang sama. Populasi dapat berupa himpunan orang, benda (hidup atau

mati), kejadian, kasus-kasus, waktu atau tempat dengan sifat atau ciri

yang sama.57Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah,

Kepala Binadik Lapas Kelas II.A Pekanbaru dan Kepala Badan

Narkotika Provinsi Riau serta Reserse Narkoba Polda Riau,Kabag

Pemberantasan BNN Pekanbaru.

b. Responden

Responden adalah keseluruhan dalam atau dari sesuatu

penelitian. Setiap responden penelitian otomatis menjadi anggota

populasi responden penelitian58

Tabel 1.1

Jumlah Populasi Dan Sampel

57Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 118.58 https://vbt249.wordpress.com/2014/03/06/mengenal-obyek-subyek-populasi-sampel-dan-responden-dalam-penelitian/

No Responden Jumlah Jumlah

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

42

Dari isi tabel diatas penulis menambahkan Narapidana menjadi Populasi untuk

penambahan data. Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pekanbaru ada 1014

Narapidana yang terlibat kasus Narkoba.Sementara dari tahun 2015 Hingga 2017 Ada

sekita 70% warga binaan positif narkoba. Jadi di ambil Populasi dari 70% adalah 700

Populasi Responden

1. Kepala Badan Narkotika Nasional

Provinsi Riau

1 1

2.Kabid Pemberantasan BNNP Riau

1 1

4.Kasubag Pemeberantasan BNN Riau

1 1

5

Bidang Pencegahan dan

Pemberdayaan Masyarakat BNN

Provinsi Riau

10 2

6

Wasidik reserse polda Riau 1 1

7 Narapidana 70 7

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

43

dan di ambil menajdi responden sekitar 7 Orang Untuk diberikan Kusioner sebagai

Faktor pendukung Data .

5. Sumber Data

Penelitian hukum ini peneliti menggunakan beberapa sumber data

yaitu :59

a. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh oleh peneliti

melalui responden atau sample.Dan ini dapat saja berasal dari

masyarakat, pegawai instansi pemerintah, dan wawancara langsung

dengan responden oleh penulis dengan melakukan penelitian di

lapangan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari berbagai

studi kepustakaan serta peraturan perundang-undangan, buku-buku,

literatur serta pendapat ahli yang berkaitan dengan penelitian ini. Data

sekunder terdiri dari :

1. Meliputi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

masalah penelitian yaitu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

59Amirudin Zainal Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2004, hlm.32.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

44

Pemasyarakatan, Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2009 tentang

Badan Narkotika Nasional dan Peraturan Kepala Badan Narkotika

Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Kabupaten.

2. Meliputi bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan

hukum primer, seperti bahan-bahan kepustakaan, dokumen, arsip,

artikel, makalah, literatur, majalah serta surat kabar, dan data-data

dari internet yang berkaitan dengan penelitian yang sedang penulis

teliti.

6. Teknik Pengumpulan Data

a. Kuisoner

Kusioner, yaitu alat pengumpulan data yang di lakukan dengan

cara peneliti membuat daftar pertanyaan secara tertutup atau terbuka

kepada responden. Kuisioner di berikan terhadap Narapidana yang

perkara Narkoba di Lapas guna mendukung suatu karya Ilmiah.

b. Wawancara

Wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh

keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu.60Metode ini

dipakai untuk mengetahui dan memperdalam pengertian yang telah

didapat dari data primer dan data sekunder. Hal ini dilakukan guna

memperoleh informasi sebagai keterangan pendukung yang bertujuan

untuk melengkapi dan memperkuat data yang telah diperoleh.

60Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm.95

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/256/1/bab1.pdfSistem kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan ... peningkatan di segala bidang ekonomi,

45

c. Kajian Kepustakaan

Kajiaan kepustakaan adalah pengumpulan data sekunder

dilakukan dengan studi kepustakaan yang meliputi sumber sekunder

yang terdiri dari makalah, literatur-literatur, majalah-majalah, serta hasil

kuliah dengan membaca, mempelajari serta mencatat segala yang ada

hubungannya dengan topik penelitian.

7. Analisa Data

Penelitian hukum empiris, data yang diperoleh dalam penelitian ini

akan dianalisis dengan cara kualitatif, yaitu mengurai data yang telah

diperoleh dalam bentuk kalimat yang teratur, logis dan efektif sehingga

dapat memberikan penjelasan atas rumusan masalah yang penulis angkat,

sedangkan metode berpikir yang penulis gunakan dalam penarikan

kesimpulan adalah metode deduktif. Metode deduktif ialah cara berpikir yang

menarik kesimpulan dari suatu pernyataan yang bersifat umum menjadi

suatu pernyataan yang bersifat khusus.61

8. Metode Penarikan Kesimpulan

Adapun cara penulis dalam mengambil kesimpulan dalam penelitian ini

adalah berpedoman pada cara Induktif, yaitu penyimpulan dari hal-hal yang

bersifat khusus kepada hal hal yang umum. Sedangkan yang dimaksud

dengan cara Deduktif adalah cara berfikir dimana dari pernyataan yang

bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

61Ibid, hlm.100.