65
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi yang menyerang jaringan pendukung gigi merupakan penyakit serius, apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi, hal ini akan berdampak pada fungsi pengunyahan dan penampilan seseorang. Salah satu infeksi jaringan pendukung gigi adalah gingivitis. Gingivitis merupakan suatu kelainan pada jaringan periodontal yang sering ditemukan pada masyarakat umum. Penderita tidak menyadari bahwa dirinya mempunyai suatu kelainan pada gingivanya, disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut serta belum pernah dilaporkan kasus kematian akibat kelainan gingivitis. Penyakit pada jaringan periodontal yang diderita manusia hampir di seluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Menurut hasil survai kesehatan gigi dan mulut di Jatim tahun 1995, penyakit periodontal terjadi pada 459 orang diantara 1000 penduduk . Di Asia dan Afrika prevalensi dan intensitas penyakit periodontal terlihat lebih tinggi daripada di Eropa, Amerika dan Australia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyakit infeksi yang menyerang jaringan pendukung gigi merupakan

penyakit serius, apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat

mengakibatkan kehilangan gigi, hal ini akan berdampak pada fungsi pengunyahan

dan penampilan seseorang. Salah satu infeksi jaringan pendukung gigi adalah

gingivitis.

Gingivitis merupakan suatu kelainan pada jaringan periodontal yang sering

ditemukan pada masyarakat umum. Penderita tidak menyadari bahwa dirinya

mempunyai suatu kelainan pada gingivanya, disebabkan oleh kurangnya

pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut serta belum pernah dilaporkan

kasus kematian akibat kelainan gingivitis.

Penyakit pada jaringan periodontal yang diderita manusia hampir di seluruh

dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Menurut hasil survai

kesehatan gigi dan mulut di Jatim tahun 1995, penyakit periodontal terjadi pada

459 orang diantara 1000 penduduk . Di Asia dan Afrika prevalensi dan intensitas

penyakit periodontal terlihat lebih tinggi daripada di Eropa, Amerika dan Australia.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

2

Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan ke dua utama yang masih

merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2008).

Gingivitis adalah peradangan gingiva, menyebabkan perdarahan disertai

pembengkakan, kemerahan, eksudat, perubahan kontur normal , gingivitis sering

terjadi dan bisa timbul kapan saja setelah timbulnya gigi, gingiva tampak merah.

Peradangan pada gusi dapat terjadi pada satu atau 2 gigi, tetapi juga dapat terjadi

pada seluruh gigi. Gingiva menjadi mudah berdarah karena rangsangan yang kecil

seperti saat menyikat gigi, atau bahkan tanpa rangsangan , pendarahan pada gusi

dapat terjadi kapan saja (Ubertalli,2008).

Penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab utama

penyakit periodontal. Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis, bila tidak

terawat bisa berkembang menjadi periodontitis dimana terjadi kerusakan jaringan

periodontal berupa kerusakan fiber, ligamen periodontal dan tulang alveolar

(Wahyukundari, 2008).

Insidensi penyakit gingivitis di DIY cukup tinggi. Penyakit ini menempati

peringkat atas dalam kelompok penyakit gigi dan mulut, bersama dengan kasus

gigi berlubang (karies). Kendati begitu, kesadaran masyarakat untuk rutin

memeriksakan gigi terbilang relatif masih rendah. Penderita baru ke dokter gigi

setelah merasakan sakit (Syafei, 2010).

Sekarang ini orang mencari alternatif lain yang lebih murah dengan beralih ke

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

3

obat tradisional yang berasal dari alam sekitar. Negara yang beriklim tropis seperti

Indonesia memiliki potensi alam yang sangat besar untuk digali, salah satunya

adalah pemanfaatan flora dan fauna dibidang kesehatan. Masyarakat desa terpencil

tidak tergantung sepenuhnya pada obat modern karena faktor geografis yang tidak

memungkinkan ketersediaan obat-obatan. Mereka mewarisi pengobatan tradisional

secara turun temurun, bahan alam yang dipercaya berkhasiat sebagai bahan

antimikroba salah satunya adalah lendir bekicot (Grahacendikia, 2009).

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki beraneka ragam satwa,

keanekaragaman satwa ini sesungguhnya telah dimanfaatkan oleh masyarakat,

terutama di daerah-daerah tertentu sebagai bahan obat-obatan. Dewasa ini

kecenderungan masyarakat untuk kembali ke alam semakin tinggi, sehingga

pemanfaatan bahan-bahan alamiah cenderung meningkat, termasuk beberapa jenis

tumbuhan dan hewan yang digunakan sebagai obat-obatan tradisional. Pengobatan

tradisional dengan menggunakan beberapa jenis hewan telah lama di kenal, salah

satunya penggunaan lendir bekicot untuk pengobatan rasa sakit pada karies gigi,

yang dilakukan pada siswa SMP hasilnya signifikan mengeliminasi rasa sakit pada

gigi karies dengan diagnosis pulpitis (Agung, et al, 2009).

Saat musim hujan berlangsung, bekicot banyak dijumpai merayap di pohon-

pohon pisang, di dinding-dinding rumah dan di kebun yang rindang dengan

pepohonan. Binatang ini berkembang biak dengan cepat, karena sekali bertelor

jumlahnya sangat banyak. Kesan pertama memang binatang ini kotor dan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

4

menjijikkan, namun di sebagian daerah binatang ini banyak dimanfaatkan sebagai

penutup luka baru bekas senjata tajam dan sejenisnya, bekicot dikeluarkan lalu

dioleskan pada luka, hanya perlu menunggu beberapa saat, luka yang tadinya

mengalirkan darah sudah menutup dan rapat tidak berdarah lagi (Anonim, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bambang Pontjo Priosoeyanto tahun

2005 dari Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran hewan Institut Pertanian

bogor membuktikan bahwa lendir bekicot atau Achatina fulica mampu

menyembuhkan luka dua kali lebih cepat daripada luka yang diberikan larutan

normal saline (Ali, 2010)

Bekicot (Achantina fulica) sebagai salah satu obat tradisional dari bahan

hewan, perlu diteliti dan dikembangkan. Secara tradisional, bekicot digunakan oleh

masyarakat sebagai obat penyembuh luka baru. Secara ilmiah pernah diiakukan

penelitian tentang kemampuan fraksi hasil pemisahan lendir bekicot sebagai anti

mikroba (Ernawati dan Sunari, 1994).

Bekicot termasuk binatang lunak (mollusca), dari division mollusca,

diklasifikasikan ke dalam kelas gastropoda, pada lendir bekicot terdapat peptida

antimikroba yang dapat mempengaruhi viabilitas ultrastruktur bakteri gram negatif

dan gram positif melalui perubahan ultrastruktur sel (Berniyanti, 2007).

Lendir bekicot mempunyai nilai biologis yang tinggi dalam penyembuhan dan

penghambatan proses inflamasi (Ernawati dan Sunari, 1994).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

5

pemberian lendir bekicot secara topikal lebih cepat menyembuhkan gingivitis oleh

karena calculus daripada povidone iodine 10%. Hasil penelitian ini diharapkan

dapat digunakan oleh masyarakat , terutama dalam penggunaan obat tradisional

untuk mempercepat proses penyembuhan gingivitis.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pemberian lendir bekicot (Achatina fulica) secara topikal dapat

menurunkan gingival indeks gingivitis grade 3 oleh karena calculus?.

2. Apakah pemberian Povidone iodine 10% dapat menurunkan gingival

indeks gingivitis grade 3 oleh karena calculus?.

3. Apakah pemberian lendir bekicot (Achatina fulica), secara topikal lebih

cepat menurunkan gingival indeks gingivitis grade 3 karena calculus

daripada Povidone iodine 10% ?.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan umum penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian lendir

bekicot (Achatina fulica) secara topikal lebih cepat menyembuhkan gingivitis

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

6

grade 3 karena calculus daripada Povidone iodine 10% .

1.3.2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pemberian lendir bekicot (Achatina fulica) secara

topikal dapat menurunkan gingival indeks gingivitis grade 3 karena

calculus .

2. Untuk mengetahui pemberian Povidone iodine 10% secara topikal

dapat menurunkan gingival indeks gingivitis grade 3 karena calculus .

3. Untuk mengetahui pemberian lendir bekicot (Achatina fulica) secara

topikal lebih cepat menurunkan Gingival Indeks daripada Povidone

iodine 10% pada gingivitis grade 3 karena calculus.

1.3. 3. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Manfaat akademis

Manfaat akademis adalah untuk memberikan informasi tentang peranan

Bekicot (Achatina fulica) dalam menyembuhkan gingivitis, menambah

khasanah keilmuan peneliti.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

7

2 . Manfaat praktis

Manfaat praktis adalah memberikan informasi pada masyarakat bahwa

ada pengobatan tradisional dengan lendir bekicot (Achatina fulica)

sebagai bahan alternatif terapi untuk mempercepat proses penyembuhan

gingivitis yang murah dan mudah didapatkan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Gingiva

Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan

menutupi linggir (ridge alveolar), yang merupakan bagian dari aparatus

pendukung gigi, periodonsium, dan membentuk hubungan dengan gigi. Gingiva

dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan rongga mulut yang

merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan dan daerah awal masuknya

makanan dalam sistem pencernaan. Jaringan rongga mulut terpapar terhadap

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

8

sejumlah besar stimulus, temperatur dan konsistensi makanan dan minuman,

komposisi kimiawi, asam dan basa sangat bervariasi. Gingiva yang sehat berwarna

merah muda, tepinya seperti pisau seseuai dengan kontur gigi geligi (Manson dan

Eley, 1993).

2.1.1. Bagian bagian gingiva

Menurut Itjiningsih Wangijaya Hashanur (1991), secara klinis dan mikroskopis

gingiva dapat dibagi menjadi :

1. Marginal gingiva / unattached gingiva yaitu bagian dari free gingiva (bagian

dari gingiva yang mengelilingi gigi dan tidak melekat pada gigi) yang terletak

di labial / bukal dan lingual / palatinal gigi, lebarnya kurang dari satu

milimeter.

2. Attached gingiva , yaitu : bagian dari gingiva yang melekat erat dengan

jaringan sementum dan tulang alveolar. Gingiva attachment terletak mulai

lekukan yang disebut free gingiva groove (batas antara marginal gingiva dan

gingiva attachment) sampai pada mukosa alveolar. Lebarnya berkisar antara

satu sampai sembilan millimeter dan tergantung pada letak gigi individu.

Gingival attachment yang melekat pada cement disebut gingival cemental,

sedangkan gingival attachment yang melekat pada processus alveolaris

disebut gingival alveolar.

3 Interdental papilla, yaitu bagian dari gingiva yang mengisi ruang interdental

sampai di bawah titik kontak gigi, terdiri dari unattached dan attached gingival,

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

9

bila ada diastema, interdental papilla melekat erat dengan processus alveolaris

disebut gingival alveolar.

Menurut J.D. Manson dan B.M. Eley (1993) dikatakan bahwa regio interdental

berperan sangat penting karena merupakan daerah stagnasi bakteri yang

paling resisten dan strukturnya menyebabkan daerah ini sangat peka, di

daerah ini biasanya timbul lesi awal gingivitis.

2.1.2. Serabut gingival

1. Serabut dentogingiva atau serabut gingival bebas yang melekeat pada

sementum dan melebar ke luar ke gingiva dan ke atas tepi gingiva untuk

bergabung dengan tepi gingiva untuk bergabung dengan periosteum dari

daerah perlekatan gingiva.

2. alveolar gingival atau serabut puncak tulang alveolar yang keluar

dari puncak tulang alveolar dan berjalan ke coronal ke arah gingival.

3. Serabut sirkular yang mengelilingi gigi.

4. Serabut transeptal yang berjalan dari satu gigi ke gigi lainnya di coronal

ke septum alveolar.

2.1.3. Sulcus gingiva

Menurut Carranza et al (2006), sulcus gingiva terdapat di daerah gingiva bebas

dan berperan penting dalam penyakit periodontal, berbentuk huruf V dan dalam

keadaan normal atau sehat dalamnya berkisar antara nol sampai dua millimeter.

Adapun batas-batasnya adalah sebagai berikut :

1. Bagian lateral oleh ephitelium lining dari gingival margin

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

10

2. Bagian media oleh jaringan gigi

3. Bagian dasarnya terdapat ephithelial attachmen

2.1.4. Epithelial attachment

Menurut Itjiningsih Wangidjaya Harshanur (1991) , epithelial attachment

adalah bagian epithel dari gingival margin yang mengadakan perlekatan dengan

jaringan gigi, terdiri dari beberapa lapis epithel, pada orang muda lapisan ini

sebanyak tiga sampai empat lapis dan pada orang tua lapisan ini makin bertambah.

Panjangnya 0,25 – 0,6 mm. Tempat perlekatan epithelial attachment pada gigi,

sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan gigi, Pertumbuhan gigi yang

berhubungan dengan dengan epithelial attachment berjalan terus menerus selama

hidup. Pertumbuhan ini dibagi atas :

1. Pertumbuhan yang aktif, yaitu pertumbuhan gigi ke jurusan oklusal

2. Pertumbuhan yang pasif, yaitu pergerakan dari epithelial attachment ke

jurusan apex gigi.

Kedua pertumbuhan ini berjalan bersama-sama dan sampai mencapai

antagonis pertumbuhannya berkurang.

2.2. Gingivitis

2.2.1. Pengertian gingivitis

Salah satu kelainan dalam rongga mulut yang prevalensinya paling tinggi

adalah penyakit periodontal yang paling sering dijumpai, yaitu gingivitis.

Gingivitis atau keradangan gingiva merupakan kelainan jaringan penyangga gigi

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

11

yang hampir selalu tampak pada segala bentuk kelainan jaringan penyangga gigi

yang hampir selalu tampak pada segala bentuk kelaianan gingiva (Musaikan, et al,

2003).

Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang disebabkan bakteri dengan

tanda-tanda klinis perubahan warna lebih merah dari normal, gingiva bengkak dan

berdarah pada tekanan ringan. Penderita biasanya tidak merasa sakit pada gingiva.

Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gingiva dapat kembali normal apabila

dilakukan pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur. Periodontitis

menunjukkan peradangan sudah sampai ke jaringan pendukung gigi yang lebih

dalam. Penyakit ini bersifat progresif dan irreversible dan biasanya dijumpai antara

usia 30-40 tahun. Apabila tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi, ini

menunjukkan kegagalan dalam mempertahankan keberadaan gigi di rongga mulut

sampai seumur hidup yang merupakan tujuan dari pemeliharaan kesehatan gigi dan

mulut (Nield, 2003).

2.2.2. Macam-macam gingivitis

2.2.2.1. Gingivitis marginalis

Gingivitis yang paling sering kronis dan tanpa sakit, tapi episode akut, dan

sakit dapat menutupi keadaan kronis tersebut. Keparahannya seringkali dinilai

berdasarkan perubahan-perubahan dalam warna, kontur, konsistensi, adanya

perdarahan. Gingivitis kronis menunjukkan tepi gingiva membengkak merah

dengan interdental menggelembung mempunyai sedikit warna merah ungu.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

12

Stippling hilang ketika jaringan-jaringan tepi membesar. Keadaan tersebut

mempersulit pasien untuk mengontrolnya, karena perdarahan dan rasa sakit akan

timbul oleh tindakan yang paling ringan sekalipun (Langlais dan Miller, 1998).

2.2.2.2. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis

ANUG ditandai oleh demam, limfadenopati, malaise, gusi merah padam, sakit

mulut yang hebat, hipersalivasi, dan bau mulut yang khas. Papilla-papilla

interdental terdorong ke luar, berulcerasi dan tertutup dengan pseudomembran

yang keabu-abuan.

2.2.2.3. Pregnancy Gingivitis

Biasa terjadi pada trimester dua dan tiga masa kehamilan, meningkat pada

bulan kedelapan dan menurun setelah bulan kesembilan. Keadaan ini ditandai

dengan gingiva yang membengkak, merah dan mudah berdarah. Keadaan ini sering

terjadi pada regio molar, terbanyak pada regio anterior dan interproximal

(Susanti, 2003).

2.2.2.4. Gingivitis scorbutic

Terjadi karena defisiensi vitamin c, oral hygiene jelek, peradangan terjadi

menyeluruh dari interdental papill sampai dengan attached gingival, warna merah

terang atau merah menyala atau hiperplasi dan mudah berdarah (Sea, 2000).

2.2.3. Tanda-tanada gingivitis

Menurut Be Kien Nio (1987), gingivitis merupakan tahap awal dari penyakit

periodontal, gingivitis biasanya disertai dengan tanda-tanda sebagai berikut :

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

13

1. Gingiva biasanya berwarna merah muda menjadi merah tua sampai ungu

karena adanya vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi suplay darah

berlebihan pada jaringan yang meradang.

2. Bila menggosok gigi biasanya pada bulu sikat ada noda darah oleh karena

adanya perdarahan pada gingiva di sekitar gigi.

3. Terjadinya perubahan bentuk gingiva karena adanya pembengkakan.

4. Timbulnya bau nafas yang tidak enak.

5. Pada peradangan gingiva yang lebih parah tampak adanya nanah di sekitar

gigi dan gingival.

2.2.4. Penyebab gingivitis

Kelainan yang terjadi dalam rongga mulut disebabkan oleh ketidakseimbangan

faktor-faktor yaitu : host, agent, environment, psikoneuroimunologi. Penyebab

gingivitis sangat bervariasi, mikroorganisme dan produknya berperan sebagai

pencetus awal gingivitis. Gingivitis sering dijumpai karena akumulasi plak supra

gingiva dan tepi gingiva, terdapat hubungan bermakna skor plak dan skor

gingivitis (Musaikan, 2003, Nurmala, 2010).

Lapisan plak pada gingiva menyebabkan gingivitis atau radang gingiva, umur

plak menentukan macam kuman dalam plak, sedangkan macam kuman dalam plak

menentukan penyakit yang ditimbulkan oleh plak. Plak tua adalah plak yang

umurnya tujuh hari mengandung kuman coccus, filament, spiril dan spirochaeta.

Plak tua ini menyebabkan gingivitis (Be, 1987, anonim, 2010).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

14

Plak gigi terbukti dapat memicu dan memperparah inflamasi gingiva. Secara

histologis, beberapa tahapan gingivitis menjadi karakteristik sebelum lesi

berkembang menjadi periodontitis. Secara klinis, gingivitis dapat dikenali (anonim,

2009).

Menurut Sriyono et al, (2005) , faktor-faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya gingivitis adalah sebagai berikut :

2.2.4.1. Faktor internal

Faktor intern yang bertanggung jawab atas terjadinya penyakit gingiva

1. Lapisan karang gigi dan noda atau zat-zat pada gigi

2. Bahan makanan yang terkumpul pada pinggiran gingiva tidak

dibersihkan oleh air liur dan tidak dikeluarkan oleh sikat.

3. Gigi berjejal secara abnormal sehingga makanan yang tertinggal tidak

teridentifikasi, kadang-kadang terbentuk ruangan dikarenakan

pembuangan gigi.

4. Kebiasaan seperti menempatkan peniti, kancing, buah pinang dan kawat

dalam mulut. Bahan ini melukai gusi dan menyebabkan infeksi.

2.2.4.2. Faktor external

Makanan yang salah dan malnutrisi. Pada umumnya seseorang yang kurang

gizi memiliki kelemahan, gejala yang tidak diharap tersebut dikarenakan faktor

sosial ekonomi yang berperan sangat penting.Faktor-faktor yang berperan adalah

latar belakang pendidikan, pendapatan dan budaya. Golongan masyarakat

berpendapatan rendah tidak biasa melakukan pemeriksaan kesehatan yang bersifat

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

15

umum. Diet dengan hanya makan sayuran tanpa unsur serat di dalamnya juga

biasa menjadi faktor penambah.

2.2.5. Proses terjadinya gingivitis

Plak berakumulasi dalam jumlah sangat besar di regio interdental yang

terlindung, inflamasi gingiva cenderung dimulai pada daerah papilla interdental

dan menyebar dari daerah ini ke sekitar leher gigi. Pada lesi awal perubahan

terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah gingiva yang kecil, di sebelah

apikal dari epithelium fungsional khusus yang merupakan perantara hubungan

antara gingiva dan gigi yang terletak pada dasar leher gingiva), tidak terlihat

adanya tanda-tanda klinis dari perubahan jaringan pada tahap ini. Bila deposit plak

masih ada perubahan inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai dengan

meningkatnya aliran cairan gingiva.

Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin jelas terlihat. Papilla

interdental menjadi sedikit lebih merah dan bengkak serta mudah berdarah pada

sondase, dalam waktu dua sampai seminggu akan terbentuk gingivitis yang lebih

parah. Gingiva sekarang berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah (Manson

dan Eley, 1993).

2.2.6. Akibat gingivitis

Menurut Be Kien Nio (1987), Anonim (2010), apabila gingivitis tidak segera

ditangani maka akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

16

Sulcus gingiva akan tampak lebih dalam dari keadaan normal, akibat

pembengkakan gingival ,gingiva mudah berdarah, gingiva berwarna merah, nafas

bau busuk, dan gigi goyang

2.2.7. Pencegahan gingivitis

Menurut Depkes RI. (2002), untuk mencegah terjadinya gingivitis, kita harus

berusaha agar bakteri dan plak pada permukaan gigi tidak diberi kesempatan untuk

bertambah dan harus dihilangkan, sebenarnya setiap orang mampu, tetapi untuk

melakukannya secara teratur dan berkesinambungan diperlukan kedisiplinan

pribadi masing-masing. Caranya :

1. Menjaga kebersihan mulut, yaitu : sikatlah gigi secara teratur setiap

sesudah makan dan sebelum tidur.

2. Mengatur pola makan dan menghindari makan yang merusak gigi, yaitu

makanan yang banyak gula.

3. Periksalah gigi secara teratur ke dokter gigi, Puskesmas setiap enam

bulan sekali.

2.2.8. Perawatan gingivitis

Menurut J.D. Manson dan B.M. Eley (1998), Mediresource clinical team

(2010), perawatan gingivitis terdiri dari tiga komponen yang dapat dilakukan

bersamaan yaitu :

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

17

1. Interaksi kebersihan mulut

2. Menghilangkan plak dan calculus dengan scaling

3. Memperbaiki faktor-faktor retensi plak.

Ketiga macam perawatan ini saling berhubungan. Pembersihan plak dan

calculus tidak dapat dilakukan sebelum faktor-faktor retensi plak diperbaiki.

Membuat mulut bebas plak ternyata tidak memberikan manfaat bila tidak

dilakukan upaya untuk mencegah rekurensi deposit plak atau tidak diupayakan

untuk memastikan pembersihan segera setelah deposit ulang.

2.2.9. Indeks untuk mengukur gingivitis

Gingivitis diukur dengan gingival indeks. Indeks adalah metoda untuk

mengukur kondisi dan keparahan suatu penyakit atau keadaan pada individu atau

populasi. Indeks digunakan pada praktek di klinik untuk menilai status gingiva

pasien dan mengikuti perubahan status gingiva seseorang dari waktu ke waktu,

pada penelitian epidemiologis, gingiva indeks digunakan untuk membandingkan

prevalensi gingivitis pada kelompok populasi, dan untuk menilai efektivitas suatu

pengobatan atau alat. Gingiva indeks pertama kali diusulkan pada tahun 1963

untuk menilai tingkat keparahan dan banyaknya inflamasi gingiva pada seseorang

atau pada subjek dikelompok besar populasi. Menurut metoda ini keempat area

gingiva pada masing-masing gigi (fasial,mesial, distal dan lingual), dinilai tingkat

inflamasinya dan diberi skor dari 0 sampai 4.

Penilaiannya adalah ;

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

18

0 = Gingiva normal, tidak ada keradangan, tidak ada perubahan warna dan

tidak ada perdarahan.

1 = Peradangan ringan : terlihat ada sedikit perubahan warna dan sedikit

edema, tetapi tidak ada perdarahan saat probing.

2 = Peradangan sedang : warna kemerahan, adanya edema, dan terjadi perdarahan

saat probing

3 = Peradangan berat : warna merah terang, atau merah menyala, adanya edema,

ulserasi, kecenderungan adanya perdarahan spontan (Wilkins dan Ester, 2005).

2.3. Calculus

2.3.1. Pengertian Calculus

Calculus merupakan suatu masa yang mengalami kalsifikasi yang terbentuk

dan melekat erat pada permukaan gigi dan objek solid lainnya di dalam mulut.

Calculus mempunyai permukaan yang kasar, sehingga sisa-sisa makanan dan

bakteri mudah melekat dan berkembang biak yang mengakibatkan terjadinya

penebalan dari calculus tersebut. Pengendapan calculus yang banyak biasanya

terjadi pada permukaan gigi yang berlawanan dengan muara kelenjar ludah,

misalnya bagian lingual gigi anterior sel-sel permukaan mukosa rahang bawah dan

bagian bukal gigi molar satu atas. Tetapi dapat juga dijumpai pada setiap gigi geligi

tiruan yang tidak di bersihkan dengan baik (Carranza et al, 2006).

2.3.2. Teori terbentuknya calculus (Daniel, 2004).

2.3.2.1. Teori physicochemical oleh Resobury dan Kirk .

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

19

Menurut Resobury : Calculus terbentuk oleh karena adanya pengendapan

air ludah sedangkan menurut Kirk Lepasnya CO2 dari saliva mengurangi asam

carbonat yang terkandung di dalam saliva sehingga terjadi pengendapan larutan

calcium phospat sebagai calculus.

2.3.2.2. Teori Enzymatic dari Tureskey

Menurut teori ini, calculus dapat terjadi karena adanya aktifitas enzim-enzim

phospat yang berasal dari sel-sel permukaan mukosa yang sedang berdegenerasi.

Umumnya enzim phosphate terbentuk bila ada suatu peradangan.

2.3.2.3.Teori bakteriologis dari Box.

Mikroorganisme tertentu mempunyai peranan penting atas terjadinya

pengendapan garam-garam calcium sehingga terbentuk calculus. Pertumbuhan

mikroorganisme terjadi apabila ada keradangan.

2.3.2.4. Teori sistemik dan diet dari King, Gimson dan Wallace

Menurut teori ini, adanya calculus dan peradangan pada gingiva, secara

sistemis disebabkan kekurangan vitamin A (King dan Gimson), sedangkan menurut

Wallace orang yang banyak makan makanan yang berserat mempunyai lebih

sedikit calculus dan makanan yang kasar dan keras, dapat menghambat

pembentukan calculus.

2.3.3. Komposisi calculus

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

20

Calculus terdiri dari sel-sel darah dan sel-sel epitel lepas radang endapan

bahan-bahan anorganik yang terdiri dari : 20% air, 13% calcium carbonat, 6%

calcium phospat, endapan natrium dan ferum (Ireland, 2006).

2.3.4. Macam-macam calculus (Carranza et al, 2006)

Berdasarkan letak/lokasinya:

1. Supra gingival calculus adalah calculus yang melekat pada permukaan

mahkota gigi mulai dari puncak gingiva margin dan dapat dilihat,

berwarna putih, konsistensinya keras seperti batu clay dan mudah

dilepaskan dari permukaan gigi dengan scaler. Warna calculus dapat

dipengaruhi oleh pigmen sisa makanan atau dari merokok. Calculus

supra gingiva dapat terjadi pada satu gigi, sekelompok gigi atau

seluruh gigi, lebih sering terdapat pada bagian bukal molar rahang atas

yang berhadapan dengan ductus Stensens pada bagian lingual gigi

depan rahang bawah yang berhadapan dengan ductus Whartons selain

itu calculus banyak terdapat pada gigi yang sering digunakan.

2. Sub gingival calculus adalah calculus yang berada di bawah batas

gingival margin, biasanya pada daerah saku gusi dan tak dapat terlihat

pada waktu pemeriksaan. Untuk menentukan lokasi dan perluasannya

harus dilakukan probing dan explorer, biasanya padat dan keras,

warnanya coklat tua atau hijau kehitam-hitaman konsistensinya seperti

kepala korek api dan melekat erat ke permukaan gigi. Bentuk sub

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

21

gingival calculus dapat dibagi menjadi deposit noduler dan spining

yang keras, berbentuk cincin atau ledge yang mengelilingi gigi,

berbentuk seperti jari yang meluas sampai ke dasar saku, bentuk bulat

yang terlokalisir, bentuk gabungan dari bentuk-bentuk di atas. Bila

gingival mengalami resesi maka sub gingival calculus akan terlihat

seperti supra gingival calculus dan akan ditutupi oleh supra gingival

yang asli.

Berdasarkan asalnya :

1. Salivary calculus adalah calculus yang berasal dari saliva, berwarna

kuning, konsistensi lunak, terletak di permukaan gigi

2. Cerumal calculus adalah calculus yang berasal dari serum darah karena

adanya peradangan, berwarna coklat sampai hitam, konsistensi keras,

terletak di permukaan akar.

2.4. Bekicot

2.4.1. Sejarah dan macam-macam bekicot

Bekicot diperkirakan berasal dari Afrika Timur, dan bukan merupakan satwa

asli Indonesia. Bekicot (Achatina fulica), diperkirakan tiba di Indonesia sekitar

tahun 1922, selain jenis bekicot tersebut yang ada di Indonesia adalah Achatina

variegata, yang diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar tahun 1942, yaitu

bersamaan dengan masuknya Jepang ke Indonesia (Santoso, 1989).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

22

Secara biologi bekicot termasuk binatang lunak (Mollusca), dari division

mollusca diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam kelas Gastropoda atau binatang

berkaki perut. Lebih rinci lagi binatang ini termasuk dalam genus Achatina.

Bekicot

apabila dibedakan berdasarkan jenisnya dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu

: Achatina variegate, Achatina fulica, helix pomatia, dan Helix aspersa.

Keempat jenis bekicot tersebut menurut (Santoso, 1989) adalah sebagai

berikut :

1. Achatina variegate yang memiliki cirri-ciri : mempunyai rumah (cangkang)

lebih mencolok berwarna coklat lenggak lenggok, berat badan sekitar 150

sampai 200 gram, dengan ukuran antara 90 sampai 130 mm, jumlah telur

sekitar 100 sampai 300 butir dengan masa bertelur tiga sampai empat kali

setahun.

2. Achatina fulica, yang memiliki cirri-ciri : memiliki cangkang tidak begitu

mencolok dan bentuk cangkang cenderung meruncing, berat badan antara

150 sampai 200 gram dengan ukuran antara 90 sampai 130 mm, jumlah

telur antara 100 sampai 300 butir dengan masa bertelur antara tiga sampai

empat kali setahun.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

23

3. Helix pomatia, yang memiliki cirri-ciri : mempunyai cangkang yang kuat

dengan warna cokelat keputih-putihan, berat badan antara 15 sampai 25

gram dengan ukuran antara 40 sampai 50 mm, jumlah telur antara 30

sampai 50 butir dalam sekali bertelur.

4. Helix aspersa, yang memiliki cirri-ciri : mempunyai cangkang yang lemah

dengan warna cokelat muda sampai kehitam-hitaman dengan garis-garis

tidak teratur, berat badan antara 4 sampai 20 gram dengan ukuran antara 30

sampai 45 mm, jumlah telur antara 50 sampai 170 butir dengan masa

bertelur satu sampai tiga kali dalam satu musim.

2.4.2. Lendir bekicot sebagai obat tradisional penyembuh luka

Menurut Berniyanti (2007), pada lendir bekicot terdapat peptida antimikroba

yang dapat mempengaruhi viabilitas ultrastruktur bakteri gram negatif dan gram

positif melalui perubahan ultrastruktur sel.

Bekicot (Achatina fulica) secara turun temurun digunakan sebagai obat

penyembuh luka ringan, penyakit kuning, penyakit kulit, serta lendirnya digunakan

untuk mengurangi rasa sakit gigi. Lendir bekicot menghilangkan rasa nyeri dengan

menghambat mediator nyeri, sehingga nyeri tidak terjadi, hal ini disebabkan oleh

mediator nyeri terhalangi untuk merangsang reseptor nyeri, sehingga nyeri tidak

diteruskan ke pusat nyeri. Lendir bekicot juga dapat digunakan untuk meredakan

sakit gigi, yaitu dengan menempelkan lendir bekicot pada gigi yang sakit dengan

bantuan kapas (Mutiarawati, 2009).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

24

Lendir bekicot memberikan reaksi positif dan nilai biologis yang tinggi, yaitu

dalam penyembuhan dan penghambatan proses inflamasi (Ernawati dan Sunari,

1994).

Bekicot sebagai salah satu obat tradisional dari bahan hewan, perlu diteliti dan

dikembangkan. Secara tradisional, bekicot digunakan oleh masyarakat sebagai obat

penyembuh luka baru. Secara ilmiah pemah diiakukan penelitian tentang

kemampuan fraksi hasil pemisahan lendir bekicot sebagai antimikroba Eschericia

coli, Streptococcus haemoliticus, Salmonella typii, Pseudomonas aeruginosa, dan

Candida albicans (Ernawati dan Sunari, 1994) dan efek cairan atau lendir, ekstrak

air dan ekstrak etanol daging bekicot terhadap penyembuhan luka terbuka (Ibrahim

dkk,1995).

Hasil penelitian Tripurnomorini et al (2000), lendir bekicot mempunyai

kemampuan sebagai antiinflamasi yang relatif sama dengan daya antiinflamasi

asetosal.

2.5. Povidone iodine 10%

2.5.1. Pengertian Povidone iodine 10%

Povidon-iodine ialah suatu iodovor dengan polivinil pirolidon berwarna coklat

gelap . Povidone-iodine merupakan agent antimikroba yang efektif dalam

desinfeksi dan pembersihan kulit (Ganiswara, 1995).

2.5.2. Mekanisme kerja Povidon iodine

Povidon-iodine bersifat bakteriostatik dan bersifat bakterisid . Povidon-iodine

memiliki toksisitas rendah pada jaringan, tetapi detergen dalam larutan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

25

pembersihnya akan lebih meningkat toksisitasnya . Dalam 10% Povidon iodine

mengandung 1% iodiyum yang mampu membunuh bakteri dalam 1 menit dan

membunuh spora dam waktu 15 menit (Ganiswara, 1995).

2.6. Proses penyembuhan

Tubuh yang sakit mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan

memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah yang rusak, membersihkan sel dan

benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan.

Proses penyembuhan terjadi secara normal, dan beberapa bahan dapat membantu

mendukung proses penyembuhan (Ali et al, 2002).

BAB III

KERANGKA PIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

26

3.1. Kerangka Pikir

Gingivitis merupakan suatu keradangan pada gingiva yang disebabkan oleh

faktor eksterna yaitu sosial ekonomi, pendidikan, malnutrisi, budaya, umur dan

jenis kelamin, sedangkan faktor interna adalah karang gigi, debris, gigi berjejal,

hormonal, strees dan mikroorganisme. Pengobatan gingivitis setelah skaling

biasanya diberikan obat Povidone iodine 10%, tetapi sekarang ini orang mencari

alternatif lain yang lebih murah dengan beralih ke obat tradisional yang berasal

dari alam sekitar. Negara yang beriklim tropis seperti Indonesia memiliki potensi

alam yang sangat besar untuk digali, salah satunya adalah pemanfaatan flora dan

fauna dibidang kesehatan. Masyarakat desa terpencil tidak tergantung sepenuhnya

pada obat modern karena faktor geografis yang tidak memungkinkan ketersediaan

obat-obatan. Mereka mewarisi pengobatan tradisional secara turun temurun, bahan

alam yang dipercaya berkhasiat sebagai bahan antimikroba salah satunya adalah

lendir bekicot yang digunakan sebagai obat gingivitis.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

27

3.2. Kerangka Konsep

Faktor external-Sosial ekonomi-Pendidikan-Malnutrisi-Budaya-Umur,Jenis Kelamin

Faktor internal-Karang gigi,debris-Gigi berjejal-Hormonal-Stress-Mikroorganisme

Gingivitis

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

28

Lendir Bekicot (Achatina fulica) Povidone Iodine 10%

(Penurunan Gingival indeks)

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

29

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

Variabel bebas Variabel yang diteliti

Variabel tergantung Variabel yang diteliti

Variabel antara

Variabel kendali

3.3. Hipotesis

1. Pemberian lendir bekicot (Achatina fulica) secara topikal dapat menurunkan

gingival indeks gingivitis grade 3 karena calculus.

2. Pemberian Povidone iodine 10% secara topikal dapat menurunkan

gingival indeks gingivitis grade 3 karena calculus.

3. Pemberian lendir bekicot secara topikal lebih cepat menurunkan

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

30

gingival indeks gingivitis grade 3 karena calculus daripada Povidone iodine

10%.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

31

BAB IV

RANCANGAN PENELITIAN

4.1 RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

eksperimental dengan : (pre-posttest Control Group Design)

Skema Rancangan Penelitian p1

K

O3 O4

Keterangan gambar :

P : Populasi

C SP R

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

32

C : Consecutive

R : Random

p1 : Kelompok perlakuan dengan lendir bekicot

K : Kelompok perlakuan dengan Povidone iodine 10%

S : Sampel

O1 : Observasi kelompok 1 sebelum perlakuan

O2 : Observasi kelompok 1 sesudah perlakuan dengan lendir bekicot

O3 : Observasi kelompok 2 sebelum perlakuan

O4 : Observasi kelompok 2 sesudah perlakuan dengan Povidone iodine 10%.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Klinik Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes

Kemenkes Denpasar.

Waktu penelitian akan dimulai dari bulan Maret 2011.

4.3 Sumber Data Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

33

1. Populasi target penelitian adalah pasien yang berkunjung ke Klinik JKG

Poltekkes Kemenkes Denpasar selama satu bulan.

2. Populasi terjangkau adalah pasien yang berkunjung ke klinik JKG Poltekkes

Denpasar dengan diagnosis gingivitis dan gingival indeks 3.

4.3.2. Sampel

1. Besar Sampel

Besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 15 orang,

dimana orang tersebut digunakan sebagai kelompok perlakuan dan sebagai

kelompok kontrol. Sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi dan

ekslusi yang telah ditetapkan. Sampel dihitung berdasarkan rumus Pocock

(2008):

Jadi jumlah sampel adalah 13,44 + 10% = 14,7 dibulatkan jadi 15.

Keterangan :

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

34

n = Jumlah sampel

σ : simpangan baku dari

perkiraan literatur.

α : 0,05

β : 0,1

ƒ (α.β) : 10,5

2. Kriteria Inklusi

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Pasien yang datang ke klinik JKG diagnosis gingivitis grade 3

b. Bersedia dijadikan sampel dan mau menandatangani inform consent.

3. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Apabila pasien dalam masa perawatan tidak datang untuk terapi selanjutnya.

b. Pasien sedang mendapatkan pengobatan dengan antibiotika.

4.Teknik Sampling

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

35

Sampel dipilih secara consecutive random sampling. Setiap pengunjung

Poliklinik JKG Poltekkes Kemenkes Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi dipakai sebagai sampel sampai jumlah sampel terpenuhi, sebanyak 15

orang. Sampel yang tidak memenuhi syarat akan dirawat sesuai dengan kasusnya.

5. Alokasi perlakuan

Lokasi perlakuan dipilih secara random dengan menggunakan kertas undian

dibuat 16 undian yang berisi delapan regio kiri-kanan (pemberian lendir

bekicot-pemberian Povidone iodine 10%), sedangkan delapan berikutnya kanan-

kiri (pemberian lendir bekicot-pemberian Povidone iodine 10%), dipilih secara

berurutan sampai ke 16 undian terambil. Hasil undian dibuat dalam daftar

perlakuan sesuai dengan nomor urut undian.

4.4. VARIABEL PENELITIAN

a. Variabel tergantung : Gingivitis dan penurunan gingival indeks

b. Variabel bebas : Lendir bekicot , Povidone iodine 10%.

c. Variabel kendali : Sosial ekonomi, pendidikan, malnutrisi, budaya,

umur, jenis kelamin .

d. Variabel antara : Karang gigi, debris, gigi berjejal, hormonal, stress

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

36

mikroorganisme

4.5. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

1. Gingivitis adalah suatu keradangan pada jaringan gingiva yang disebabkan oleh

calculus, pada pemeriksaan klinis menggunakan alat periodontal probe.

2. Gingival indeks adalah Indeks untuk mengukur kondisi dan keparahan suatu

penyakit yang digunakan pada praktek di klinik untuk menilai status gingiva

pasien dan mengikuti perubahan status gingiva seseorang dari waktu ke waktu.

Kriteria Gingival indeks adalah :

0 = Gingiva normal tidak ada keradangan, tidak ada perubahan warna, tidak ada

perdarahan.

1 = Peradangan ringan : terlihat ada sedikit perubahan warna, dan sedikit edema

tetapi tidak ada perdarahan saat probing.

2 = Peradangan sedang : warna kemerahan, adanya edema, dan terjadi perdarahan

saat probing

3 = peradangan berat : warna merah terang atau merah menyala, adanya edema,

ulcerasi, kecenderungan adanya perdarahan spontan. (Wilkins dan Ester, 2005).

2. Lendir bekicot adalah cairan yang diambil dari bekicot dengan jalan

memecahkan bagian belakang cangkang bekicot yang runcing dan diambil

menggunakan spuit 5 cc.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

37

3. Povidone iodine 10% adalah iodovor dengan polivinil pirolidon berwarna coklat

gelap merupakan agent antimikroba yang efektif dalam desinfeksi dan

pembersihan luka.

4. Kesembuhan gingivitis.

a. Gingivitis dikatakan sembuh apabila terjadi penurunan gingival indeks sampai

mencapai grade 0.

b. Waktu kesembuhan gingivitis adalah jumlah hari mulai dari pemberian

perlakuan sampai terjadi kesembuhan gingivitis dengan gingival indeks 0.

4.6. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Diagnostic set : pinset, kaca mulut, sonde, neerbecken, excavator, dental probe,

scaler, spuit 5cc

b. Form Penelitian dan informed consent

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Povidone Iodine 10%

b. Lendir bekicot

c. cotton pellet

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

38

d. Alkohol 70%

4.7. ALUR PENELITIAN

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

39

Populasi diambil dengan menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi untuk

mendapatkan sampel, sampel ditentukan alokasi perlakuannya, kemudian dihitung

gingival indeksnya, dan diberi perlakuan yaitu aplikasi dengan lendir bekicot di

satu sisi sedang di sisi yang lain dengan povidone iodine 10% , dan dihitung

kembali gingival indeksnya, data yang didapat ditabulasikan kemudian dianalisis.

Populasi

Kriteria eksklusiKriteria Inklusi

Pengambilan sampel

Gingival indeks

Alokasi perlakuan

Aplikasi dengan Povidone iodine10% 101111010110iodine Aplikasi dengan lendir bekicot

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

40

Gambar 2. Alur Penelitian

4.8. Prosedur Penelitian

1. Mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan

2. Penapisan kasus

a. Pengunjung Poliklinik dianamnesis, nama, alamat dan umur , dilakukan

pemeriksaan fisik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi kemudian

sampel dicatat di formulir, dan menandatangani inform consent.

b. Pasien yang tidak memenuhi syarat menjadi sampel akan dilakukan

perawatan sesuai dengan kasusnya.

c. Setelah sampel setuju kemudian dilakukan penilaian gingival indeks,

Gingival Indeks

Tabulasi data

Analisis Data

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

41

hasil pengukuran dicatat di kartu formulir. Pengukuran dilakukan oleh

dokter gigi yang expert dibidang preventive dentistry.

d. Sampel dilakukan scaling dan diberi perlakuan , sesuai dengan alokasi

random, satu sisi aplikasi dengan lendir bekicot di sisi lain dengan

Povidone iodine 10% diulang sampai hari ketiga.

e. Pengukuran gingival indeks kembali dilakukan setelah kunjungan

berikutnya oleh petugas yang bukan memberikan perlakuan.

4.9. Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah langkah sebagai berikut

1. Analisis diskriptif

Karakteristik subjek penelitian adalah umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan

disajikan dalam bentuk tabel, distribusi, frekuensi.

2. Uji normalitas waktu penyembuhan

Uji normalitas akan diuji dengan Shapiro-Wilk tingkat kemaknaan α = 0,05

3. Analisis perbedaan waktu kesembuhan antara kelompok yang diberikan lendir

bekicot dengan kelompok yang diberikan Povidone iodine 10%, bila data

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

42

berdistribusi normal, digunakan uji statistik parametrik, yaitu t-group

(independent sample t-test) dua sisi (two-tail test) pada taraf kemaknaan α =

0,05, dengan uji Mann-Whitney, bila data tidak berdistribusi normal. Perbedaan

waktu kesembuhan juga akan dianalisis dengan menggunakan metoda analisis

kesintasan (survival analysis), dan Kaplan-Meier.

4. Analisis perbedaan Gingival indeks

Pengukuran dilakukan berulang untuk menganalisis perbedaan penurunan

gingival indeks antara kelompok yang diberikan lendir bekicot dengan

kelompok yang diberikan Povidone iodine 10% akan dilakukan dengan

metoda non parametrik uji Friedman dan dilanjutkan dengan post Hock

menggunakan uji Wilcoxon.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

43

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan 16 subyek penelitian sembilan subyek laki-laki

dan tujuh subyek perempuan umur antara 21 sampai 46 tahun, dengan diagnosis

gingivitis grade tiga sebagai sampel. Pada setiap rahang subyek diaplikasikan

dengan Povidone Iodine 10% (PI) pada satu sisi dan sisi yang berlawanan

diaplikasikan lendir bekicot (LB), sesuai dengan undian yang diambil. Pada Bab

ini diuraikan distribusi jenis kelamin dan umur (dalam bentuk tabel frekuensi),

analisis normalitas data, uji komparabilitas dan uji efek perlakuan

5.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Tabel 5.1

Karakteristik Subyek Penelitian

Jenis KelaminUmur (Th)

21-30 31-40 41-50Laki-laki 3 3 3Perempuan 3 1 3Total 6 4 6

Tabel 5.1 terdapat subyek perempuan dengan umur 21-30 tahun sebanyak tiga

orang, umur 31-40 tahun sebanyak 1 subyek, dan umur 41-50 tahun sebanyak 3

orang, sedangkan subyek laki-laki umur 21-30 tahun, 31-40 tahun dan 41-50 tahun

masing-masing berjumlah 3 orang.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

44

5.2 Uji Normalitas Data

Data gingival indeks pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya

dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasil analisis data menunjukkan bahwa

semua data tidak berdistribusi normal hasil disajikan pada Tabel 5.2. di bawah ini.

Tabel 5.2

Hasil Uji Normalitas Data Gingival Indeks masing-masing Kelompok

Kelompok Perlakuan N P Keterangan

Povidone iodine 10% hari 2Povidone iodine 10% hari 3Lendir Bekicot hari 2Kesembuhan Povidone iodine 10%Kesembuhan Lendir Bekicot

1616161616

0,0040,0010,0010,0020,000

Tidak NormalTidak NormalTidak NormalTidak NormalTidak Normal

Berdasarkan hasil pada Tabel 5.2 di atas maka uji lanjutan yang digunakan

untuk mengetahui penurunan gingival indeks pada masing-masing kelompok

perlakuan adalah Uji Friedman Test, sedangkan untuk mengetahui perbedaan antar

kelompok digunakan uji Wilcoxon Sign Rank Tes karena sampel di-matching

berdasarkan pasien.

5.3 Analisis efek Aplikasi dengan Lendir Bekicot

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

45

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan gingival indeks antara sebelum

(hari 1) dengan sesudah diberikan perlakuan (hari 2 dan hari 3). Hasil analisis

kemaknaan dengan uji Friedman Test disajikan pada Tabel 5.3 di bawah ini.

Tabel 5.3

Rerata Gingival Indeks antara Sebelum dengan Sesudah Aplikasi dengan Lendir Bekicot

VariabelLendir bekicot

χ2 PHari 1 Hari 2 Hari 3

Gingival

Indeks 3,00±0,00 0,38±0,72 0,00±0,00 30,15 0,001

Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata gingival indeks hari pertama

adalah 3,00±0,00, rerata hari kedua adalah 0,38±0,72, dan rerata gingival indeks

hari ketiga adalah 0,00±0,00. Analisis kemaknaan dengan uji Friedman Test

menunjukkan bahwa nilai χ2 = 30,15 nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa terjadi penurunan gingival indeks secara bermakna pada kelompok yang diaplikasikan dengan lendir bekicot (p < 0,05). Hasil analisis di atas juga disajikan dalam bentuk grafik garis dibawah ini.

Gambar 5.1 Penurunan Gingival Indeks pada Kelompok Lendir Bekicot

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan gingival indeks pada

kelompok yang diaplikasikan dengan lendir bekicot.Untuk mengetahui kelompok-

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

46

kelompok yang berbeda perlu dilakuan uji lanjut dengan Uji Wilcoxon. Hasil uji

disajikan pada Tabel 5.4 di bawah ini.

Tabel 5.4

Uji Wilcoxon penurunan gingival indeks pada kelompok yang diaplikasikan dengan lendir bekicot

Hari Pemeriksaan Beda Rerata Interpretasi

Hari 1 dan Hari 2

Hari 1dan Hari 3

Hari 2 dan Hari 3

2,62

3

0,38

Berbeda

Berbeda

Tidak Berbeda

Uji lanjutan dengan uji Wilcoxon di atas mendapatkan hasil sebagai berikut.

1. Rerata kelompok hari 1 berbeda bermakna dengan kelompok hari 2 (rerata

kelompok hari 1 lebih tinggi daripada rerata kelompok hari 2).

2. Rerata kelompok hari 1 berbeda bermakna dengan kelompok hari 3 (rerata

kelompok hari 1 lebih tinggi daripada rerata kelompok hari 3).

3. Rerata kelompok hari 2 tidak berbeda dengan kelompok hari 3 (rerata

kelompok hari 2 lebih tinggi daripada rerata kelompok hari 3).

5.4 Analisis efek Aplikasi dengan Povidone Iodine 10%

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan gingival indeks antara sebelum

(hari 1) dengan sesudah diberikan perlakuan (hari 2 dan hari 3). Hasil analisis

kemaknaan dengan uji Friedman Test disajikan pada Tabel 5.5 di bawah ini.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

47

Tabel 5.5

Rerata Gingival Indeks antara Sebelum dengan Sesudah Aplikasi dengan Povidone iodine 10%

VariabelPovidone iodine 10%

χ2 PHari 1 Hari 2 Hari 3

Gingival Indeks 3,00±0,00 1,00±0,82 0,12±0,34 30,14 0,001

Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata gingival indeks hari pertama

adalah 3,00±0,00, rerata hari kedua adalah 1,00±0,82, dan rerata gingival indeks

hari ketiga adalah 0,12±0,34. Analisis kemaknaan dengan uji Friedman Test

menunjukkan bahwa nilai χ2 = 30,14 nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa terjadi penurunan gingival indeks secara bermakna pada kelompok yang diaplikasikan dengan Povidone iodine 10% (p < 0,05). Hasil analisis di atas juga disajikan dalam bentuk grafik garis di bawah ini.

Gambar 5.2 Penurunan Gingival Indeks pada Kelompok Povidone Iodine 10%

Gambar 5.2 menunjukkan bahwa terjadi penurunan gingival indeks pada

kelompok yang diaplikasikan dengan Povidone iodine 10%.

Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda perlu dilakuan uji lanjut

dengan Uji Wilcoxon. Hasil uji disajikan pada Tabel 5.6 di bawah ini.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

48

Tabel 5.6

Uji Wilcoxon penurunan gingival indeks pada kelompok yang diaplikasikan dengan Povidone Iodine 10%

Hari Pemeriksaan Beda Rerata Interpretasi

Hari 1 dan Hari 2

Hari 1dan Hari 3

Hari 2 dan Hari 3

2,00

2,88

0,88

Berbeda

Berbeda

Berbeda

Uji lanjutan dengan uji Wilcoxon di atas mendapatkan hasil sebagai berikut.

1. Rerata kelompok hari 1 berbeda bermakna dengan kelompok hari 2 (rerata

kelompok hari 1 lebih tinggi daripada rerata kelompok hari 2).

2. Rerata kelompok hari 1 berbeda bermakna dengan kelompok hari 3 (rerata

kelompok hari 1 lebih tinggi daripada rerata kelompok hari 3).

3. Rerata kelompok hari 2 berbeda bermakna dengan kelompok hari 3 (rerata

kelompok hari 2 lebih tinggi daripada rerata kelompok hari 3).

5.5 Analisis Gingival Indeks antar Kelompok

5.5.1 Uji Komparabilitas (Hari Pertama)

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

49

Analisis komparabilitas diuji berdasarkan rerata gingival indeks antar

kelompok. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Wilcoxon Sign Rank Test disajikan

pada Tabel 5.7 di bawah ini.

Tabel 5.7

Rerata Gingival Indeks antar Kelompok Perlakuan pada Hari Pertama

Kelompok Subjek NRerata

Gingival Indeks

SB Z P

Lendir bekicot (LB) Povidone iodine 10% (PI)

16

16

3,00

3,00

0,000

0,0000,00 1,00

Tabel 5.7 di atas, menunjukkan bahwa rerata gingival indeks kelompok

Lendir bekicot (LB) adalah 3,00±0,00, rerata kelompok Povidone iodine 10%

(PI) adalah 3,00±0,00. Analisis kemaknaan dengan uji Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai Z = 0,00 nilai p = 1,00. Hal ini berarti bahwa rerata gingival indeks pada kedua kelompok tidak berbeda (p > 0,05).

5.5.2 Analisis efek perlakuan

5.5.2.1 Hari Kedua

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata gingival indeks antar

kelompok pada hari kedua. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Wilcoxon Sign

Rank Test disajikan pada Tabel 5.8 berikut.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

50

Tabel 5.8

Rerata Gingival Indeks antar Kelompok Perlakuan pada Hari Kedua

Kelompok Subjek NRerata Gingival

IndeksSB Z P

Lendir bekicot (LB) Povidone iodine 10%(PI)

16

16

0,38

1,00

0,72

0,822,89 0,004

Tabel 5.8 di atas, menunjukkan bahwa rerata gingival indeks kelompok

Lendir bekicot (LB) adalah 0,38±0,72, rerata kelompok Povidone iodine 10% (PI)

adalah 1,00±0,82 ada perbedaan gingival indeks untuk PI 0,62 lebih tinggi daripada LB. Analisis kemaknaan dengan uji Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai Z = 2,89 nilai p = 0,004. Hal ini berarti bahwa rerata gingival indeks hari kedua pada kedua kelompok berbeda bermakna (p < 0,05). 5.5.2.2 Hari Ketiga

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata gingival indeks antar

kelompok pada hari ketiga. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Wilcoxon Sign

Rank Test disajikan pada Tabel 5.9 di bawah ini.

Tabel 5.9

Rerata Gingival Indeks antar Kelompok Perlakuan pada Hari Ketiga

Kelompok Subjek NRerata Gingival

IndeksSB Z P

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

51

Lendir bekicot (LB) Povidone iodine 10% (PI)

16

16

0,00

0,12

0,00

0,341,41 0,157

Tabel 5.9 di atas, menunjukkan bahwa rerata gingival indeks kelompok

Lendir bekicot (LB) adalah 0,00±0,00, rerata kelompok Povidone iodine 10% (PI)

adalah 0,12±0,34. Analisis kemaknaan dengan uji Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai Z = 1,41 nilai p = 0,157. Hal ini berarti bahwa rerata gingival indeks hari ketiga pada kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna (p >0,05). Hasil analisis antar kelompok yang berdasarkan hari pemeriksaan juga disajikan dalam bentuk grafik garis di bawah ini.

Gambar 5.3 Perbandingan Gingival Indeks Sebelum dan Sesudah Diberikan Perlakuan

Gambar 5.3 menunjukkan bahwa gingival indeks sesudah diberikan

perlakuan antara kelompok yang diaplikasikan dengan lendir bekicot (LB) dengan

kelompok yang diaplikasikan dengan Povidone iodine 10% (PI) berbeda secara

bermakna.

5.5.2.3 Pemeriksaan Tingkat Kesembuhan

Tingkat kesembuhan hari ketiga pada subyek yang diaplikasikan dengan

lendir bekicot (LB) adalah 100%, sedangkan pada Povidone iodine 10% (PI)

87,5%, tingkat kesembuhan PI lebih lambat daripada LB. Analisis efek perlakuan

diuji berdasarkan rerata gingival indeks antar kelompok setelah hari ketiga. Hasil

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

52

analisis kemaknaan dengan uji Wilcoxon Sign Rank Test disajikan pada Tabel 5.10

di bawah ini.

Tabel 5.10

Rerata Waktu kesembuhan antar Kelompok Perlakuan

Kelompok Subjek NRerata Waktu Kesembuhan

SB Z P

Lendir bekicot (LB) Povidone iodine 10%(PI)

16

16

2,25

2,81

0,45

0,663,00 0,003

Tabel 5.10 di atas, menunjukkan bahwa rerata waktu kesembuhan

kelompok Lendir bekicot (LB) adalah 2,25±0,45, rerata kelompok Povidone iodine

10% (PI) adalah 2,81±0,66. Analisis kemaknaan dengan uji Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai Z = 3,00 nilai p = 0,003. Hal ini berarti bahwa rerata waktu kesembuhan setelah hari ketiga pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05). Hasil analisis waktu kesembuhan masing-masing perlakuan juga disajikan dalam bentuk grafik di bawah ini.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

53

Gambar 5.4 Perbandingan Waktu Kesembuhan antar Kelompok

Gambar 5.4 menunjukkan bahwa waktu kesembuhan sesudah diberikan perlakuan

antara kelompok yang diaplikasikan lendir bekicot dengan kelompok Povidone

iodine 10% berbeda secara bermakna.

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

54

BAB VI

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

6.1. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 16 subyek penelitian dengan

diagnosis gingivitis grade tiga. Data gingival indeks baik sebelum perlakuan

maupun sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya

dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa semua data

tidak berdistribusi normal, sehingga digunakan uji nonparametric, yaitu uji

Friedman Test dan Wilcoxon Sign Rank Test.

6.2 Penurunan Gingival Indeks Setelah Aplikasi dengan Lendir Bekicot dan Povidone iodine 10%

Berdasarkan hasil analisis pada kelompok lendir bekicot didapatkan bahwa

rerata gingival indeks hari pertama adalah 3,00±0,00, rerata hari kedua adalah

0,38±0,72, dan rerata gingival indeks hari ketiga adalah 0,00±0,00. Analisis kemaknaan dengan uji Friedman Test menunjukkan bahwa terjadi penurunan gingival indeks secara bermakna pada kelompok yang diaplikasikan dengan lendir bekicot (p < 0,05), sedangkan untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda perlu dilakuan uji lanjut dengan Uji Wilcoxon didapat hasil rerata kelompok hari 1 berbeda bermakna dengan kelompok hari 2 (rerata kelompok hari 1 lebih tinggi daripada rerata kelompok hari 2). rerata kelompok hari 1 berbeda bermakna dengan kelompok hari 3 (rerata kelompok hari 1 lebih tinggi daripada rerata kelompok hari 3).dan rerata kelompok hari 2 tidak berbeda dengan kelompok hari 3 (rerata kelompok hari 2 lebih tinggi daripada rerata kelompok hari 3).

Kelompok Povidone iodine 10% rerata gingival indeks hari pertama adalah

3,00±0,00, rerata hari kedua adalah 1,00±0,82, dan rerata gingival indeks hari

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

55

ketiga adalah 0,12±0,34. Analisis kemaknaan dengan uji Friedman Test

menunjukkan bahwa terjadi penurunan gingival indeks secara bermakna pada

kelompok yang diaplikasikan dengan Povidone iodine 10% (p < 0,05), sedangkan

untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda perlu dilakuan uji lanjut

dengan Uji Wilcoxon didapat hasil rerata kelompok hari 1 berbeda bermakna

dengan kelompok hari 2 (rerata kelompok hari 1 lebih tinggi daripada rerata

kelompok hari 2) rerata kelompok hari 1 berbeda bermakna dengan kelompok hari

3 (rerata kelompok hari 1 lebih tinggi daripada rerata kelompok hari 3)r rerata

kelompok hari 2 berbeda bermakna dengan kelompok hari 3 (rerata kelompok

hari 2 lebih tinggi daripada rerata kelompok hari 3).

Selanjutnya analisis komparabilitas antar kelompok perlakuan diuji

berdasarkan rerata gingival indeks kedua kelompok. Analisis kemaknaan dengan

uji Wilcoxon menunjukkan bahwa rerata gingival indeks pada hari pertama antara

kedua kelompok tidak berbeda, sedangkan rerata gingival indeks pada hari kedua,

hari ketiga, dan tingkat kesembuhan setelah hari ketiga antara kedua kelompok

terdapat perbedaan secara bermakna (p < 0,05).

Terjadinya penurunan gingival indeks setelah diaplikasikan dengan lendir

bekicot disebabkan karena pada lendir bekicot terdapat peptida antimikroba yang

dapat mempengaruhi viabilitas ultrastruktur bakteri gram negatif dan gram positif

melalui perubahan ultrastruktur sel (Berniyanti, 2007). Lendir bekicot mempunyai

nilai biologis yang tinggi dalam penyembuhan dan penghambatan proses inflamasi

Page 56: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

56

(Ernawati dan Sunari, 1994).

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitiannya Bambang Pontjo

Priosoeyanto tahun 2005 yang dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas

Kedokteran hewan Institut Pertanian Bogor, yang menyatakan bahwa lendir

bekicot atau Achatina fulica mampu menyembuhkan luka dua kali lebih cepat

daripada luka yang diberikan larutan normal saline (Ali, 2010). Bekicot

(Achantina fulica) sebagai salah satu obat tradisional dari bahan hewan untuk

penyembuh luka baru. Di samping itu Ernawati dan Sunari (1994), menyatakan

bahwa kemampuan fraksi hasil pemisahan lendir bekicot sebagai anti mikroba.

Bekicot (Achatina fulica) secara turun temurun digunakan sebagai obat penyembuh

luka ringan, penyakit kuning, penyakit kulit, serta lendirnya digunakan untuk

mengurangi rasa sakit gigi. Lendir bekicot menghilangkan rasa nyeri dengan

menghambat mediator nyeri, sehingga nyeri tidak terjadi, hal ini disebabkan oleh

mediator nyeri terhalangi untuk merangsang reseptor nyeri, sehingga nyeri tidak

diteruskan ke pusat nyeri. Lendir bekicot juga dapat digunakan untuk meredakan

sakit gigi, yaitu dengan menempelkan lendir bekicot pada gigi yang sakit dengan

bantuan kapas (Mutiarawati, 2009). Demikian juga hasil penelitiannya Ibrahim dkk

(1995) yang menyatakan bahwa terdapat efek positif lendir bekicot terhadap

penyembuhan luka terbuka.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

57

Hasil penelitian Tripurnomorini et al (2000), lendir bekicot mempunyai

kemampuan sebagai antiinflamasi yang relatif sama dengan daya antiinflamasi

asetosal.

Demikian juga aplikasi dengan Povidon-iodine 10% dapat menurunkan

gingival indeks gingivitis grade 3. Hal ini disebabkan karena Povidon-iodine

bersifat bakteriostatik dan bersifat bakterisid. Povidon-iodine memiliki toksisitas

rendah pada jaringan, tetapi detergen dalam larutan pembersihnya akan lebih

meningkat toksisitasnya . Dalam 10% Povidon iodine mengandung 1% iodiyum

yang mampu membunuh bakteri dalam 1 menit dan membunuh spora dam waktu

15 menit (Ganiswara, 1995).

Lebih lanjut dalam penelitian ini didapatkan bahwa lendir bekicot lebih

cepat menyembuhkan gingivitis dibandingkan dengan Povidon-iodine 10%, hal ini

terlihat dari hasil penelitian pada hari kedua setelah diaplikasikan dengan lendir

bekicot dan Povidon-iodine 10% dimana terjadi perbedaan secara bermakna,

dengan rerata gingival indeks kelompok lendir bekicot lebih rendah daripada

kelompok Povidon-iodine 10%. Tingkat kesembuhan setelah hari ketiga

didapatkan bahwa terjadi perbedaan secara bermakna, pada lendir bekicot tingkat

kesembuhannya adalah 100%, sedangkan pada Povidone iodine 87,5%.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

58

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Page 59: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

59

Berdasarkan hasil penelitian pada penderita gingivitis grade 3 didapatkan

simpulan sebagai berikut:

1. Pemberian lendir bekicot (Achatina fulica) secara topikal dapat

menurunkan gingival indeks gingivitis grade 3 karena calculus.

2. Pemberian Povidone iodine 10% secara topikal dapat menurunkan gingival

indeks gingivitis grade 3 karena calculus.

3. Pemberian lendir bekicot secara topikal lebih cepat menurunkan gingival

indeks gingivitis grade 3 karena calculus daripada Povidone iodine 10%

4. Pemberian lendir bekicot (Achatina fulica) secara topikal dapat

menurunkan gingival indeks gingivitis grade 3 karena calculus setelah

hari pertama, kedua dan ketiga.

5. Pemberian Povidone iodine 10% secara topikal dapat menurunkan gingival

indeks gingivitis grade 3 karena calculus setelah hari pertama, kedua dan

ketiga.

6. Waktu kesembuhan gingivitis grade tiga karena kalkulus setelah pemberian

lendir bekicot secara topikal lebih cepat daripada pemberian Povidone

iodine 10%.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:

Page 60: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

60

Disarankan kepada penderita gingivitis grade 3 untuk mengobatinya dengan

lendir bekicot, disamping harganya murah juga sangat mudah didapatkan,

terutama untuk masyarakat pedesaan yang jauh dari sarana dan prasarana

kesehatan.

Page 61: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

61

DAFTAR PUSTAKA

Agung A.A., Gejir N., Kencana S. 2009. Efektivitas Cairan Bekicot Dalam Mengurangi Rasa Sakit Pada Karies Gigi. Badan PPSDM Depkes RI tahun 2009.

Ali GP. Findrawaty. 2002. Perbedaan Kecepatan Penyembuhan Luka Bersih Antara Penggunaan Lendir Bekicot (Achatina Fulica) Dengan Povidone Iodine Dalam Perawatan Luka Bersih pada Marmut (Cavia Porcellus). Avalable at (online) http://digilib.unimus.ac.id (4 Jan 2010).

Anonim. 2009. Gingivitis, Periodontitis. Available at (online): http://www.totalkesehatananda.com/Gingivitis 1htlm (9 Nov 2009).

Anonim. 2011. Bekicot Sebagai Obat Luka. Available at (online): http://smallcrab.com/jengkol/247 (1 Jan 2011).

Berniyanti. 2007. Analisis Hambatan Achasin Bekicot Galur Jawa Sebagai Faktor Antibakteri Terhadap Viabilitas Eschericia coli dan Streptococcus mutans. Available at (online) : http://adln.lib.unair.ac.id/go.php (3 Mei 2007).

Be, K.N. 1987. Preventive Dentistry. Yayasan Kesehatan Gigi Indonesia, p. 16 Bandung.

Carranza FA. Newman MG. Takei HH. 2006. Clinical Periodontology. 9th ed Philadelpia: WB Saunders Co; p. 74.

Daniel H. 2004. Dental Hygiene, Concepts, Cases, and Competencies. Mosby, Inc,

Page 62: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

62

St Louis.

Depkes RI. 2002. Buku Pegangan materi Kesehatan Gigi dan Mulut untuk Kegiatan KIA di Posyandu (UKGMD). Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Direktorat Kesehatan Gigi p.13 Jakarta.

Ernawati I dan Sunari. 1994. Pemisahan Lendir Bekicot Serta Uji Mikrobiologis Faktor Pemisahan Terhadap Eschericia coli, Streptococcus haemoliticus dan Candida albicans secara invitro. Fakultas Farmasi UGM. Jogyakarta.

Grahacendikia. 2009. Perbedaan Kecepatan Penyembuhan Luka Bersih Antara Penggunaan Lendir bekicot (Achatia fullica) dengan Povidone Iodine 10% dalam Perawatan Luka Bersih pada Marmut (Cavia Porcellus). Universitas Brawijaya Malang.

Hashanur, I.W. 1991. Anatomi Gigi. EGC p. 6, Jakarta.

Ireland R. 2006. Clinical Textbook of Dental Hygiene and Therapy. Blackwell Munksgaard. P.25. UK.

Ibrahim F. 1997. Ekstrak lendir Bekicot dan Ekstrak Daging Bekicot. Kongres Ilmiah Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia XIII.

Langlais R.P. dan Miller C.S. 1998. Kelainan Rongga Mulut p.11, Hipokrates Jakarta.

Manson J.D. dan Eley B.M. 1993. Buku Ajar Periodonti. Edisi kedua p.45,

Page 63: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

63

Hipokrates Jakarta.

MediResource Clinical Team. 2010. Gingivitis. Available at (online): http://jdr.sagepub.com/content/66/5/989.abstract (21 Apr 2010).

Musaikan, W.S. 2002. Gambaran Gingivitis pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Semampir tahun 2002. J. Majalah Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Edisi Khusus Temu Ilmiah Nasional III ISSN 0852-9027. Surabaya.

Mutiarawati, C. 2009. Lendir Bekicot Penghilang Rasa Nyeri. Available at (online): http://jepretanhape,wordpree.com (8 Peb 2010).

Nield, J.S. 2003. DE Foundation of Periodontitis for Dental Hygienist .Philadelpia: Lippincott, Williams and Wilkins.

Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials A Practical Approach. Professor of Medical Statistics and Director of Clinical Trials Research Group London School of Hygine and Tropical Medicine.

Santoso, H.B. 1989. Budidaya Bekicot, Cetakan ke 14 p.9, Kanisius, Jogyakarta.

Sea, F. 2000. Buku Ajar ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. p.5, Poltekkes Kemenkes Denpasar.

Situmorang, N. 2010. Profil Penyakit Periodontal Penduduk di Dua Kecamatan Kota Medan tahun 2004 dibandingkan dengan Kesehatan mulut tahun 2010. Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat.

Page 64: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

64

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatra Utara.

Sriyono, Widayanti N. 2005. Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Cetakan ke 1 p.34, Jogyakarta Medika, Fakultas Kedokteran Gigi, UGM.

Susanti, E. 2003. Pengaruh kehamilan pada Kesehatan Gigi dan mulut serta Modifikasi Perawatan yang Diperlukan. Universitas Mahasaraswati. J. Edisi ISSW 1693-0002, Majalah FKG Universitas Mahasaraswati, Denpasar.

Syafei, A. 2010. Kasus Radang Gusi. Available at (online): http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=2837 (11 Nov. 2010).

Tripurnomorini, D.S., Suhadi, R. Donatus, I. 2010. Anti Kejang bekicot Achantina fullica. Available at (online): http://obtrando.files.wordpress.com/2010/09/pdf (12 Nov. 2010).

Ubertalli, J.T. 2008. Gingivitis, Available at (online): http://www.merck.com/mmpe/sec08/ch095c.htm (21 Agust 2010).

Wahyukundari, M.H. 2008. Perbedaan Kadar Matix Metalloproteinase-8 Setelah Scaling dan Pemberian Tetrasiklin pada Penderita Periodontitis Kronis. Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya-Indonesia.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi yang

65