Upload
haque
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sejarah Semenanjung Korea berawal dari mitologi yang
menjelaskan tentang penghuni pertama di Semenanjung Korea, kemudian
dilanjutkan dengan muncul dan berkembangnya masa 3 kerajaan, masa
penjajahan yang dilakukan oleh Jepang serta terjadi pemisahan
semenanjung ini menjadi dua bagian yakni Korea Utara dan Korea
Selatan.1 Perkembangan peradaban di Semenanjung Korea mengalami
pasang surut. Hal ini disebabkan karena ketidaksiapan masyarakat di
Semenanjung Korea dalam menghadapi perubahan jaman. Keruntuhan
peradaban di Semenanjung Korea inilah yang memberikan jalan masuk
bagi Jepang.
Pada tahun 1910, Jepang masuk ke Semenanjung Korea dan
membentuk sebuah pemerintah kolonial yang dikhususkan untuk
melakukan penjajahan di sana. Jepang mengeluarkan kebijakan resmi
asimilasi yang melarang pendidikan bahasa Korea di sekolah-sekolah yang
ada di Korea.2 Jepang bahkan melarang orang Korea untuk menggunakan
bahasa Korea asli yakni Hangeul3 dalam melakukan komunikasi mereka
1 Sejarah, dalam http://world.kbs.co.kr/indonesian/korea/korea_abouthistory.htm diakses
pada 27 Pebruari 2014 pukul 13.25 WIB 2 Pendudukan Jepang dan Gerakan Kemerdekaan, dalam
http://idn.mofa.go.kr/worldlanguage/asia/idn/about/sejarah/pen/index.jsp diakses pada 27 Pebruari 2014 pukul 15.35 WIB
3Hangeul merupakan bahasa atau huruf asli Korea yang diciptakan oleh raja Sejong pada tahun 1443 pada masa Dinasti Joseon
2
sehari-hari.4 Hal ini dilakukan Jepang untuk mendoktrin masyarakat Korea
agar mereka mengikuti kebudayaan Jepang. Namun, masyarakat Korea
tidak tinggal diam. Mereka akhirnya melawan penjajah Jepang.
Perlawanan tersebut dikenal dengan Pergerakan 1 Maret yang
dilaksanakan pada tahun 1919.5 Pergerakan 1 Maret ini merupakan puncak
dari kemarahan masyarakat Korea, terutama para kaum-kaum terdidiknya.6
Namun, pergerakan ini gagal dan pemerintah Jepang masih menjajah
Korea. Kegagalan ini disebabkan tentara Jepang yang bertindak sangat
tidak manusiawi pada para masyarakat Korea yang melakukan
demonstrasi, sampai membunuh ribuan jiwa. Namun, pada tahun 1945
Korea pun terlepas dari masa penjajahan dan meraih kemerdekaan.7
Pasca kemerdekaan yang diraih oleh Korea Selatan, Amerika dan
Uni Soviet mulai melebarkan sayap ke semenanjung ini. Amerika dan Uni
Soviet kemudian membelah semenanjung ini menjadi dua bagian, yakni
dengan cara menduduki semenanjung ini di daerah Selatan dan di daerah
Utara.8 Tidak hanya itu, setelah membelah semenanjung ini menjadi dua
bagian, pada tahun 1948 Amerika dan Uni Soviet juga melahirkan ideologi
pemerintahan yang dianut masing-masing oleh kedua negara yang terbelah
4 Sejarah, Op.Cit 5 Sejarah Korea Selatan : Macan Asia Timur, dalam
http://www.anneahira.com/sejarah.htm diakses pada 27 Pebruari 2014 pukul 15.23 WIB 6 Pendudukan Jepang dan Gerakan Kemerdekaan, Loc.Cit 7Ibid 8Sejarah di Balik Ketegangan Korea Utara dan Korea Selatan: Kilas Balik, dalam
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-04-05/sejarah-di-balik-ketegangan-korea-utara-dan-korea-selatan-kilas-balik/1112046 (05/04/2013, 18.14 WIB) diakses pada 27 Pebruari 2014 pukul 16.13 WIB
3
ini.9 Amerika melahirkan ideologi pemerintahan demokratik bagi Korea
Selatan dan Uni Soviet melahirkan ideologi pemerintahan komunis bagi
Korea Utara.
Pembelahan yang terjadi di Semenanjung ini menyulut api
ketegangan yang terjadi antar kedua negara. Hingga dua tahun berikutnya,
ketegangan yang terjadi semakin meningkat.10 Pada tanggal 25 Juni 1950,
militer dari Korea Utara menyeberangi perbatasan dan melakukan invasi
atas Korea Selatan. Tindakan ini merupakan awal terjadinya perang antara
Korea Utara dan Korea Selatan. Perang ini berlangsung selama tiga tahun
dan memakan korban sekitar dua juta nyawa. Gencatan senjata baru terjadi
pada tahun 1953.11
Setelah melewati masa tegang, kedua negara ini kemudian mulai
menata kembali kehidupan politik serta perekonomiannya. Pada proses
penataan kembali kehidupan politik serta ekonominya, kedua negara ini
saling terkait satu dan lainnya.12 Namun, meskipun kedua negara ini saling
terkait satu sama lain dalam bidang politik dan bidang ekonomi, mereka
juga masih terkait perang secara “resmi”.13 Seperti yang telah dijelaskan
bahwa hal ini disebabkan karena dari kedua pihak masih belum mau
menandatangani perjanjian perdamaian antara kedua negara ini.
9 Sejarah Korea Selatan : Macan Asia Timur, Loc.Cit 10 Sejarah di Balik Ketegangan Korea Utara dan Korea Selatan: Kilas Balik, Loc.Cit 11Ibid 12Tentang Korea Selatan, dalam http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/2013-01-21-
22-49-05/berita-terkini/26-indonesian/tentang-korea/54-tentang-korea-selatan diakses pada 27 Pebruari 2014 pukul 16.39 WIB
13 Sejarah di Balik Ketegangan Korea Utara dan Korea Selatan: Kilas Balik, Loc.Cit
4
Meskipun begitu, usaha untuk mendamaikan kedua negara ini terus
berlanjut. Hal ini bukan hanya untuk kelangsungan kehidupan kedua
negara ini, tetapi juga untuk menjaga keamanan negara-negara di sekitar
mereka. Karena jika konflik terus berlanjut dan Korea Utara tetap
melakukan poliferasi nuklir, maka stabilitas dan keamanan regional akan
terganggu dan bisa membahayakan.14 Tidak hanya pada tatanan regional
saja yang diancam kedamaiannya, namun juga pada tatanan
internasional.15 Hal ini dikarenakan nuklir yang dimiliki oleh Korea Utara
telah menjadi isu internasional yang sangat menarik perhatian. Hal lainnya
berupa keadaan Korea Selatan yang telah di dukung secara penuh oleh
Amerika Serikat dengan kekuatan militer yang sudah tidak diragukan lagi
di mata dunia. Ini menyebabkan mudah sekali untuk meledakkan bom
peperangan yang terjadi di antara kedua negara ini.
Indonesia yang merupakan salah satu negara yang berada dalam
kawasan regional benua Asia juga merasa khawatir terhadap keadaan ini.
Meskipun jika dilihat secara geografis bahwa letak antara Indonesia dan
Semenanjung Korea berada pada jarak yang lumayan jauh dan tidak akan
memberikan dampak signifikan bagi stabilitas keamanan Indonesia sendiri.
14 Airin Aisyah, Diplomasi Konflik Semenanjung Korea, dalam
http://www.academia.edu/3743253/Diplomasi_konflik_Semenanjung_Korea diakses pada 29 Pebruari 2014 pukul 17.57 WIB
15 Mayor Pnb Taufik Nur Cahyanto, ST, Pengaruh Konflik di Semenanjung Korea Terhadap Kondisi Perekonomian, Pertahanan dan Keamanan, dalam http://lembagakeris.net/pengaruh-konflik-di-semenanjung-korea-terhadap-kondisi-perekonomian-pertahanan-dan-keamanan-nkri/ diakses pada 28 Maret 2014 pukul 20.12 WIB
5
Sehingga jika saja perang benar terjadi antara kedua Korea ini, Indonesia
tidak akan mengalami kerusakan bagi wilayahnya sendiri.
Selain itu, dari segi kultural atau kebudayaan pun Indonesia
memiliki perbedaan yang cukup terlihat. Meskipun Indonesia dan Korea
Selatan serta Korea Utara merupakan negara yang tergabung dalam benua
Asia, namun terdapat perbedaan budaya antara negara-negara ini. Berbeda
halnya dengan budaya Indonesia dan negara tetangga seperti Malaysia atau
Singapura. Indonesia jelas memiliki kesamaan budaya dengan negara
tetangga ini, yakni kebudayaan Melayu. Sehingga dapat dikatakan bahwa
Indonesia dan negara tetangganya seperti Malaysia dan Singapura masih
memiliki hubungan kekeluargaan berdasarkan kesamaan budaya tersebut.
Lain halnya dengan negara di Semenanjung Korea ini. Indonesia memiliki
perbedaan yang cukup terlihat, seperti halnya gaya hidup dari masing-
masing masyarakat Indonesia dan negara Korea pada umumnya.16Ini
membutikan bahwa dari segi kebudayaan pun tidak memberikan alasan
bagi Indonesia dalam aksinya untuk menjadi mediator konflik antara
Korea Utara dan Korea Selatan. Maka dapat dikatakan bahwa jika saja
Indonesia berhasil menyelesaikan konflik ini, tidak memberikan dampak
apapun terhadap kelangsungan perkembangan budaya yang terjadi
Indonesia.
Hal ini kemudian menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Karena
jika melihat secara kebudayaan dan letak geografis, Indonesia tidak 16Muthiah Alhasany, 2011, Awas, Gaya Hidup Tak Beragama, dalam
http://m.kompasiana.com/post/read/417138/1/awas-gaya-hidup-tak-beragama.html diakses pada 30 Juni 2014 pukul 20.29 WIB
6
memiliki kepentingan untuk melakukan proses mediasi pada konflik yang
terjadi ini. Jika dikaji secara realis, sebuah negara akan melakukan bantuan
kepada negara lain jika dari bantuan yang diberikan tersebut akan
memberikan keuntungan bagi negara itu sendiri. Tetapi pada
kenyataannya, Indonesia tetap memutuskan untuk menjadi mediator
konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan.17 Meskipun pada dasarnya
konflik ini tidak berdampak langsung pada Indonesia.Oleh karena itu,
dengan atau tidak adanya peran yang dilakukan oleh Indonesia dalam
menyelesaikan konflik ini, Indonesia pun tidak mendapatkan keuntungan
apa-apa.
Dari fakta yang ada inilah akhirnya penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang alasan apa yang menyebabkan Indonesia
berniat untuk menjadi mediator dalam konflik yang terjadi di
Semenanjung Korea. Tujuan akhir dari Indonesia dalam memediasi
konflik yang terjadi antara Korea Selatan dan Korea Utara merupakan
fokus utama penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merujukkan rumusan
masalah yakni, “Mengapa Indonesia menawarkan untuk memediasi
konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan di Semenanjung Korea
pada tahun 2011-2014?” 17Indonesia Siap Jembatani Penyelesaian Konflik Korea, dalam
http://news.liputan6.com/read/310260/indonesia-siap-jembatani-penyelesaian-konflik-korea (07/12/2010, 17.16 WIB) diakses pada 16 Mei 2014 pukul 21.12 WIB
7
1.3 Tujuan Penelitian
Dari penelitian ini, penelitian bertujuan untuk menjelaskan alasan
atau motivasi dari Indonesia dalam penawarannya untuk memediasi
konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan di Semenanjung Korea pada
tahun 2011-2014.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada para
akademisi untuk mengetahui sejauh mana upaya yang dilakukan oleh
sebuah negara untuk membentuk sebuah tatanan dengan tujuan untuk
menerapkan aturan ataupun norma-norma yang sesuai dengan keinginan
negara tersebut. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
informasi lebih bagi para pembaca tentang bagaimana kebijakan luar
negeri suatu Negara dapat memberikan timbal balik yang positif maupun
negatif kepada Negara tersebut. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan wawasan yang dapat membantu atau menjadi salah satu
referensi bagi penelitian serupa di masa mendatang.
1.4.2 Manfaat Praktis
Selain dari pada itu, penelitian ini secara pribadi bagi penulis
merupakan sebuah langkah untuk mengetahui motivasi apa bagi Indonesia
dalam perannya untuk menjadi mediator konflik di Semenanjung Korea
pada tahun 2011-2014.
8
1.5 Kajian Pustaka
1.5.1 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, penulis pertama-tama mempelajari
penelitian-penelitian yang sudah ada, guna menghindari terjadinya
kesamaan dari segi penulisan atau dari sisi penglihatan sebuah
fenomena.
Penelitian pertama adalah penelitian yang diangkat oleh Angga
Aditama dkk, sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Gadjah Mada, 2012.18 Penelitian ini berjudul Konflik
di Semenanjung Korea dan Pengaruhnya Terhadap Keamanan
Internasional. Penelitian ini menjelaskan tentang konflik yang terjadi di
Semenanjung Korea antara Korea Utara dan Korea Selatan memiliki
dampak yang buruk bagi stabilitas keamanan baik di segi domestik
maupun di dunia internasional. Konflik tersebut mempengaruhi
keamanan internasional karena dalam konflik tersebut terdapat
beberapa aktor yang berperan bukan hanya Korea Selatan dan Korea
Utara namun Amerika Serikat sebagai pendukung Korea Selatan dan
USSR-Cina sebagai pendukung Korea Utara, dimana kedua belah
negara pendukung merupakan negara besar dan memiliki kepentingan
tertentu terhadap masing-masing pihak. Hasil dari penelitian ini bahwa
konflik Semenanjung Korea memiliki pengaruh yang cukup masif dan
18 Angga Aditama P., dkk, Universitas Gadjah Mada, 2012, Konflik di Semenanjung
Korea dan Pengaruhnya Terhadap Keamanan Internasional dalam http://rachmat.staff.ugm.ac.id/kuliah/POLINT/Kelompok5.pdf diakses pada 30 Maret 2014 pukul 21.23 WIB
9
esensial terhadap dinamika keamanan internasional. Hal ini dibuktikan
dengan semakin runcingnya konflik yang melibatkan Korea Selatan
dengan Korea Utara, sejak perang Semenanjung Korea tahun 1950-
1953 hingga yang termutakhir ketika insiden penembakan artileri di
Pulau Yeonpyeong sebagai simbol perbatasan kedua negara. Ketika
usaha perdamaian yang belum menemukan titik terang, konflik
kemudian kembali diperuncing dengan pengembangan proyek nuklir
oleh Korea Utara yang kemudian diperkirakan menjadi perlombaan
senjata antara Korea Selatan yang disokong oleh AS dengan Korea
Utara yang ditengarai didukung oleh China.
Penelitian kedua yang penulis pelajari adalah penelitian yang
diangkat oleh saudara Hadza Min Fadhli R. Penelitian ini berjudul
Peluang Indonesia dalam Resolusi Konflik di Semenanjung Korea.19
Penelitian ini menjelaskan tentang awal mula terjadinya perang Korea
secara garis besar dan upaya-upaya apa saja yang seharusnya dilakukan
untuk menyelesaikan konflik di Semenanjung Korea ini. Hasil dari
penelitian ini adalah dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai aktor
yang dapat menyelesaikan kemelut di Semenanjung Korea, pemerintah
Indonesia perlu mengobservasi permasalahan Korea secara
komprehensif. Kemudian, setelah melakukan observasi dan
menginventarisasi masalah, pemerintah Indonesia perlu menggerakkan
19 Hadza Min Fadhli R., Peluang Indonesia dalam Resolusi Konflik di Semenanjung
Korea, dalam http://www.academia.edu/6067825/Peluang_Indonesia_dalam_Resolusi_Konflik_di_Semenanjung_Korea diakses pada 28 Maret 2014 pukul 21.34 WIB
10
elemen-elemen yang berada di legislatif dan eksekutif untuk menyusun
sebuah taktik diplomasi yang total dan komprehensif. Meskipun taktik
tersebut akan menempuh waktu yang panjang, secara perlahan pihak-
pihak yang berseteru akan menemukan kesepakatan untuk menciptakan
Semenanjung Korea yang aman dan stabil.
Penelitian ketiga yang penulis pelajari adalah penelitian yang
diangkat oleh saudara Airin Aisyah. Penelitian ini berjudul Diplomasi
Konflik Semenanjung Korea.20 Penelitian ini menjelaskan bahwa dalam
kasus Semenanjung Korea, diplomasi berperan penting dalam proses
perdamaian dan sebagai penentu masa depan hubungan bilateral antara
kedua Negara. Konflik Semenanjung Korea diawali dengan klaim
kedua belah pihak atas kedaulatan diseluruh wilayah semenanjung
Korea setelah kemerdekaan yang kemudian berujung kepada perng
pada tahun 1950. Perang tersebut berlangsung selama tiga tahun dan
diakhiri dengan pembagian semenanjung Korea, namun tidak
sepenuhnya berakhir kerena perang berhenti akibat gencatan senjata dan
kedua negara tidak pernah secara resmi menandatangani persetujuan
perdamaian. Konflik berlanjut ketika Korea Utara melakukan poliferasi
nuklir di kawasan semenanjung Korea yang mengancam stabilitas
regional dan negara-negara yang berkepentingn di kawasan Asia
Timur.Berbagai diplomasi dilakukan dalam kerangka six party talks
yang merupakan upaya untuk menghentikan poliferasi nuklir Korea
20 Airin Aisyah, Loc.Cit
11
Utara melalui negosiasi secara damai. Hasil dari penelitian ini
menjelaskan bahwa solusi yang tepat dalam proses penyelesaian konflik
ini adalah dengan kembali menyelenggarakan six party talks kerena
merupakan salah satu opsi negosiasi secara damai. Efektivitas perlu
ditingkatkan seperti peningkatan kepercayaan antar negara anggota agar
tidak ada kecurangan yang terjadi dalam kesepakatan ini. Selain itu, AS
dan negara-negara lainnya harus menjamin keamanan nasional Korea
Utara sehingga Korea Utara tidak merasa terancam dan merasa tidak
perlu lagi melakukan poliferasi nuklir selain untuk tujuan perdamaian.
Dalam penelitian-penelitian terdahulu di atas, terdapat
perbedaan serta persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh
penulis. Persamaan antara penelitian penulis dengan penelitian
terdahulu yang tercantum di atas adalah penelitian penulis dan
penelitian terdahulu yang tercantum mengangkat tema yang sama yakni
tentang konflik yang terjadi antara Korea Utara dan Korea Selatan di
Semenanjung Korea. Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian
terdahulu yang tercantum adalah penelitian terdahulu pertama
menjelaskan tentang konflik yang terjadi antara Korea Utara dan Korea
Selatan yang dapat memberikan dampak ancaman bagi kawasan
domestik maupun kawasan internasional.
Penelitian terdahulu kedua menjelaskan tentang peluang bagi
Indonesia dan upaya apa yang harus dilakukan oleh Indonesia dalam
menyelesaikan konflik di Semenanjung Korea. Penelitian terdahulu
12
ketiga menjelaskan upaya penyelesaian konflik di Semenanjung Korea
adalah dengan menyelenggarakan kembali six party talks yang di
dalamnya berisi berbagai diplomasi yang di diskusikan demi
menyelesaikan konflik di Semenanjung Korea ini.
Dari penjelasan tersebut sudah jelas bahwa penelitian yang
dilakukan peneliti berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu yang
telah tercantum. Penelitian ini membahas atau mengkaji tentang
motivasi dibalik langkah Indonesia dalam perannya untuk menjadi
mediator konflik yang terjadi antara Korea Utara dan Korea Selatan.
Tabel di bawah akan menjelaskan beberapa penelitian terdahulu :
Judul dan
Penulis
Teori dan
Konsep
Hasil Penelitian
“Konflik di
Semenanjung
Korea dan
Pengaruhnya
Terhadap
Keamanan
Internasional”
oleh Angga
Aditama P dkk
Securtiy
Dilemma-
Interdependensi
Konflik Semenanjung Korea memiliki
pengaruh yang cukup masif dan
esensial terhadap dinamika keamanan
internasional. Hal ini dibuktikan
dengan semakin runcingnya konflik
yang melibatkan Korea Selatan
dengan Korea Utara, sejak perang
Semenanjung Korea tahun 1950-1953
hingga yang termutakhir ketika
insiden penembakan artileri di Pulau
Yeonpyeong sebagai simbol
perbatasan kedua negara. Ketika
usaha perdamaian yang belum
menemukan titik terang, konflik
kemudian kembali diperuncing
13
dengan pengembangan proyek nuklir
oleh Korea Utara yang kemudian
diperkirakan menjadi perlombaan
senjata antara Korea Selatan yang
disokong oleh AS dengan Korea Utara
yang ditengarai didukung oleh China.
“Peluang
Indonesia
dalam
Resolusi
Konflik di
Semenanjung
Korea” oleh
Hadza Min
Fadhli R
- Dalam upaya mewujudkan Indonesia
sebagai aktor yang dapat
menyelesaikan kemelut di
Semenanjung Korea, pemerintah
Indonesia perlu mengobservasi
permasalahan Korea secara
komprehensif. Kemudian, setelah
melakukan observasi dan
menginventarisasi masalah,
pemerintah Indonesia perlu
menggerakkan elemen-elemen yang
berada di legislatif dan eksekutif
untuk menyusun sebuah taktik
diplomasi yang total dan
komprehensif. Meskipun taktik
tersebut akan menempuh waktu yang
panjang, secara perlahan pihak-pihak
yang berseteru akan menemukan
kesepakatan untuk menciptakan
Semenanjung Korea yang aman dan
stabil.
“Diplomasi
Konflik
Semenanjung
- Solusi yang tepat dalam proses
penyelesaian konflik ini adalah
dengan kembali menyelenggarakan
14
Korea” oleh
Airin Aisyah
six party talks kerena merupakan
salah satu opsi negosiasi secara
damai. Efektivitas perlu ditingkatkan
seperti peningkatan kepercayaan antar
negara anggota agar tidak ada
kecurangan yang terjadi dalam
kesepakatan ini. Selain itu, AS dan
negara-negara lainnya harus
menjamin keamanan nasional Korut
sehingga Korut tidak merasa
terancam dan merasa tidak perlu lagi
melakukan poliferasi nuklir selain
untuk tujuan perdamaian.
“Rasionalitas
Tawaran
Mediasi oleh
Indonesia
terhadap
Konflik di
Semenanjung
Korea tahun
2011-2014”
Rezim
Internasional-
Diplomasi
Preventif-
International
Responsibility
Keputusan Indonesia yang bersedia
untuk menjadi mediator konflik antara
Korea Utara dan Korea Selatan
merupakan pencerminan dari
konstitusi yang dimiliki oleh
Indonesia tentang perdamaian dunia.
Untuk menjadi sebuah negara dengan
misi perdamaian dunia bukanlah
sebuah hal yang mudah. Menjadi
mediator konflik antara Korea Utara
dan Korea Selatan merupakan salah
satu langkah yang diambil oleh
Indonesia, guna meningkatkan
kepercayaan dari negara lain bahwa
Indonesia mampu berperan dalam
menyelesaikan konflik antarnegara.
Hal ini memberikan dampak positif
bagi Indonesia sendiri, karena
15
Indonesia dapat meningkatkan
powernya sehingga Indonesia dapat
menjadi sebuah rezim keamanan
dengan misi perdamaian dunia.
1.5.2 Teori dan Konsep
Untuk menganalisa suatu fenomena terkait “Rasionalitas
Tawaran Mediasi oleh Indonesia terhadap Konflik di Semenanjung
Korea tahun 2011-2014”, dibutuhkan sebuah tatanan teori atau konsep
agar penelitian mengenai fenomena tersebut lebih bersifat ilmiah.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori Rezim Internasional,
konsep Diplomasi Preventif dan konsep International Responsibility.
1.5.2.1 Rezim Internasional
Rezim internasional atau juga dikenal sebagai International
Regime merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Stephen D.
Krasner pada tahun 1982. Krasner mendefenisikan Rezim
Internasional sebagai asas, norma, aturan dan prosedur pengambilan
keputusan oleh aktor, baik implisit ataupun eksplisit.21 Krasner
menyatakan definisi teori ini secara realis adalah asas, norma, aturan
dan prosedur pengambilan keputusan yang mencerminkan
21Eric Brahm, 2005, International Regimes dalam
http://www.beyondintractability.org/essay/international-regimes diakses pada 23 Juni 2014 pukul 10.20 WIB
16
kepentingan dari negara yang sangat kuat dalam sistem.22 Selain
Krasner, terdapat beberapa ahli dalam bidang hubungan
internasional yang memberikan defenisi terhadap teori ini.
Keohane dan Nye mendefenisikan teori rezim internasional
sebagai seperangkat peraturan yang memiliki jaringan aturan-aturan,
norma, dan prosedur yang mengatur secara tetap perilaku warga
negaranya dan mengontrol efek-efeknya. Hedley Bull berpendapat
bahwa rezim selalu melihat pada sebuah aturan dan lembaga-
lembaga dalam suatu masyarakat internasional dimana aturan-aturan
tersebut selalu mengacu pada prinsip-prinsip penting umum yang
mewajibkan negara dan warga negaranya berperilaku seperti yang
telah ditentukan.23
Krasner menyatakan bahwa dalam proses pembuatan rezim
internasional, dibutuhkan lima aspek yang menjadi patokan dalam
pelaksanaan dan perkembangan rezim ini. Aspek pertama yakni
egoistic self-interest, yaitu keinginan untuk memaksimalkan fungsi
kegunaan milik sendiri, dimana fungsi kegunaan milik pihak lain
tidak termasuk. Kedua adalah political power, dimana kekuatan ini
dijadikan oleh suatu kelompok untuk melayani kebaikan bersama.
Tetapi tidak jarang kekuatan ini digunakan untuk mendahulukan
22Peer Schouten. 2012. Theory Talks Perbincangan Pakar Sedunia Tentang Teori
Hubungan Internasional Abad ke-21. Yogyakarta: LP3M UMY & PPSK, hal. 145 23 Nanda P. Putri, Universitas Airlangga, 2013, Whats International Regimes? dalam
http://nandaprasetya-p--fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-73766-Rezim%20Internasional-Whats%20International%20Regimes.html diakses pada 04 Juni 2014 pukul 12.46 WIB
17
kepentingan pribadi atau kelompok dibanding dengan kepentingan
umum. Ketiga adalah norms and principles, dimana dengan
kehadiran norma dan prinsip, maka sebuah rezim dapat terbentuk
karena memiliki landasan dasar yakni norma itu sendiri. Keempat
adalah usage and costum yakni pola perilaku yang berdasar pada
praktek nyata dan kebiasaan jangka panjang, dan kelima adalah
knowledge, karena jika semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki
oleh sebuah kelompok, maka akan semakin besar kesempatan yang
dimiliki oleh kelompok tersebut untuk mencampuri urusan kelompok
lain.24
Dari pemaparan di atas, dapat diasumsikan bahwa motivasi
Indonesia untuk menjadi mediator konflik antara Korea Utara dan
Korea Selatan selain untuk alasan kemanusiaan tetapi juga agar
Indonesia bisa meningkatkan power yang dimiliki oleh Indonesia
sehingga Indonesia bisa mempengaruhi negara lain. Meningkatnya
power yang dimiliki oleh Indonesia berasal dari apresiasi bangsa lain
terhadap apa yang dilakukan oleh Indonesia yakni berperan dalam
menyelesaikan konflik dalam skala internasional. Apresiasi ini
secara tidak langsung akan melahirkan kepercayaan kepada
Indonesia dan akan memberikan dampak yakni meningkatnya
kekuatan yang dimiliki oleh Indonesia, yang kemudian digunakan
untuk mempengaruhi negara lain.
24Ibid
18
Adanya rezim internasional dianggap mempunyai kekuatan
untuk mengkoordinasikan atau mengatur bagaimana sebuah negara
dalam bertindak dan berperilaku. Rezim internasional harus
dipahami sebagai sesuatu yang bahkan lebih dari sekedar “perjanjian
sementara” (temporary agreement) yang setiap kali terjadi
pergerseran dalam kekuatan ataupun kepentingan juga mengalami
hal yang serupa yakni perubahan.25 Dalam mewujudkan sebuah
perdamaian dunia, bukan hanya perjanjian perdamaian saja yang
diperlukan untuk dapat menjamin bahwa konflik dalam skala
internasional tidak akan terjadi lagi. Untuk menjaga agar dunia
benar-benar terbebas dari konflik internasional, maka diperlukan
sebuah sistem yang dapat menjaga perdamaian dunia di atas dari
perjanjian perdamaian itu sendiri. Terbentuknya sebuah rezim
internasional dapat membantu menjaga perdamaian tersebut, karena
kekuatan dari rezim internasional dapat mengatur serta mengontrol
perilaku negara-negara dalam kancah internasional. Hal ini
merupakan pencerminan dari keinginan Indonesia dalam membentuk
rezim internasional itu sendiri. Indonesia menginginkan agar dunia
internasional terlepas dari belenggu konflik yang dapat
membahayakan masyarakat. Oleh karena itu, Indonesia ingin
membentuk rezim internasional guna menjaga perdamaian dunia.
25International Regimes (Rezim Internasional) , dalam
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/465/jbptunikompp-gdl-dewitriwah-23213-10-babx(i-).pdf diakses pada 04 Juni 2014 pukul 12.55 WIB
19
Selain itu, dari beberapa aspek yang telah dijelaskan, penulis
mengambil dua aspek yang membantu penulis dalam menganalisa
tindakan yang dilakukan oleh Indonesia. Kedua aspek tersebut yakni
aspek political power serta aspek norms and principles. Pertama,
penulis melihat bahwa apa yang dilakukan Indonesia untuk menjadi
mediator konflik di Semenanjung Korea merupakan langkah untuk
meningkatkan political power yang dimiliki Indonesia. Peningkatan
aspek ini ditujukan agar Indonesia dapat memiliki kekuatan yang
besar sehingga Indonesia bisa memberikan pengaruh kepada negara
lain dalam rangka untuk melayani kebaikan bersama. Kedua,
tindakan Indonesia ini juga untuk memenuhi norms and principles,
dimana Indonesia ingin menegaskan kepada bangsa lain tentang
norma keadilan serta prinsip-prinsip kemanusiaan yang menjadi
landasan Indonesia untuk melaksanakan perdamaian dunia.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa teori rezim
internasional merupakan asas, norma, aturan serta prosedur
pengambilan keputusan suatu negara yang berfungsi untuk mengatur
dan mengontrol perilaku negara serta masyarakat sesuai dengan
aturan yang telah ditentukan. Hasil akhir dari sekumpulan asas,
norma, aturan dan prosedur ini kemudian mencerminkan
kepentingan dari sebuah negara yang membentuk sistem tersebut.
Peneliti menggunakan teori ini untuk menjelaskan motivasi atau
20
alasan dari Indonesia dalam kepeduliannya terhadap konflik yang
terjadi di Semenanjung Korea.
1.5.2.2 Diplomasi Preventif
Perdamaian dunia merupakan tujuan seluruh negara di dunia
agar tidak terjadi perang atau konflik yang dapat mengganggu
stabilitas dan keamanan internasional. Keinginan untuk hidup
berdamai dan mengubur dalam-dalam tentang menyelesaikan konflik
tanpa harus melakukan kekerasan sudah menjadi tujuan utama
seluruh negara dalam sistem internasional. Itulah mengapa tiga
bentuk perdamaian atau yang dikenal dengan istilah peace making,
peace keeping dan peace building sangat diperlukan dunia demi
kelangsungan hidup masyarakat dunia. Hal ini berdasar pada agenda
yang dikemukakan oleh sekretaris jenderal PBB, yakni Boutros
Ghali.26
Agenda yang disebut sebagai “An Agenda for Peace”
tersebut menjelaskan bahwa untuk menjaga perdamaian dibutuhkan
adanya diplomasi preventif. Diplomasi preventif menjelaskan
tentang upaya-upaya diplomatik yang dilakukan oleh pihak ketiga,
guna meredam amarah dari pihak yang berkonflik agar perang dapat
dihindari. Diplomasi preventif ini merujuk kepada negara-negara
26 Nurul Aini Hijriah, Universitas Airlangga, 2012, Diplomasi Preventif, dalam
http://nurul-a-h-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-49501-NEGOSIAS%10DAN%20DIPLOMASI-DIPLOMASI%20PREVENTIF.html diakses pada 01 April 2014 pukul 10.09 WIB
21
yang berupaya mengambil proses diplomatik untuk sedikit
menjauhkan negara yang memiliki kekuasaan besar, agar negara
yang terlibat dalam konflik dapat menyelesaikan masalah mereka
sendiri. Aktor atau pihak ketiga yang dimaksud berupa Negara
(state) dan Organisasi Internasional juga termasuk National
Government Organization (NGO).27
Diplomasi preventif memiliki dua instrumen dalam
pelaksanaannya.28 Instrumen ini lebih kepada tindakan apa yang
lebih cocok diambil untuk melakukan upaya penyelesaian konflik.
Instrumen tersebut meliputi dua kategori, yakni :
1. Membuat langkah-langkah pencegahan pada masa damai, yang
meliputi :
Early Warning, pencarian fakta konflik. Bertujuan untuk
menganalisis informasi yang didapatkan untuk menjadi acuan
pengambilan keputusan pada masing-masing pihak yang
berkonflik.
Confidence Building, teknik pencegahan konflik dengan cara
membangun hubungan baik dari kedua belah pihak. Pelaksanaan
ini dapat berjalan jika kedua belah pihak menunjukan iktikad atau
niat baik untuk mengurangi terjadinya konflik.
27Ibid 28Dra. Ranny Emilia, Mphil. 2013. Praktek Diplomasi. Jakarta: Baduose Media, hal. 84-
85
22
Institutional Building, pembangunan sistem kerjasama antarnegara
yang menjadi wadah untuk membicarakan persoalan yang terjadi.
2. Membuat langkah-langkah pada masa krisis, yang meliputi :
Fact Finding, pencarian fakta konflik. Bertujuan selain untuk
mencari informasi yang menjadi dasar pengambilan keputusan,
juga untuk mengerem terjadinya konflik. Ketika ketegangan telah
memuncak, dengan mengambil waktu selama pencarian fakta
konflik maka akan menahan konflik agar tidak pecah.
Good Offices, merupakan pengadaan pihak ketiga yang berfungsi
sebagai mediator. Mediator disini berfungsi sebagai penengah dan
fasilitator konflik yang mempersiapkan perundingan.
Crisis Management, ketika konflik sudah benar-benar tidak bisa
dielakkan, maka krisis manajemmen berfungsi untuk mengurangi
aksi-aksi kekerasan yang terjadi pada saar terjadinya konflik
dengan cara menempatkan satuan-satuan tugas perdamaian pada
setiap kawasan konflik dengan tujuan untuk mencegah bentrokan
langsung antar pihak yang berkonflik atau mengatasi situasi yag
bisa menaikan konflik.
Melihat dari penjelasan singkat mengenai diplomasi
preventif, penulis mengambil langkah kedua dalam penyelesaian
konflik yang terjadi di Semenanjung Korea ini. Hal ini didasarkan
oleh dinamika yang terjadi di kawasan konflik tersebut, dimana
agresi-agresi sudah sering dilakukan, sehingga dapat dikatakan
23
bahwa konflik yang terjadi di Semenanjung tersebut sudah
memasuki masa krisis. Langkah tersebut yakni yang lebih merujuk
kepada pihak ketiga sebagai mediator dalam sebuah konflik.
Kembali lagi ke penjelasan awal bahwa negara yang
menjadi mediator adalah negara yang belum memiliki kekuasaan
secara internasional serta negara yang bersikap netral dan tidak
memihak. Indonesia merupakan sebuah negara yang belum
memiliki kekuasaan dalam skala besar serta bersikap netral dan
tidak memihak. Peneliti mengangkat konsep ini untuk membantu
peneliti dalam menjelaskan tindakan-tindakan yang diambil oleh
pemerintah Indonesia.
1.5.2.3 International Responsibility
Konsep International Responsibility merupakan sebuah
konsep yang menjelaskan tentang masyarakat internasional yang
Penyelesaian Konflik Upaya yang dilakukan :
Fact Finding
Good Offices
Crisis Management
Diplomasi Preventif
Tiga aspek dalam Diplomasi Preventif yang dapat menjaga perdamaian :
Peace Keeping Peace Making Peace Building
24
memiliki kewajiban berskala internasional sebagai bentuk dari
perwujudan mereka sebagai bagian dari masyarakat internasional,
yang mana melibatkan hak-hak serta kewajiban-kewajiban seperti
yang tertera dalam hukum internasional. Standar antarnegara ini
menghasilkan ajaran Grotian dalam mengevaluasi kebijakan luar
negerinya yakni, menjadi warga negara yang baik dalam
masyarakat internasional, menyadari bahwa negara lain memiliki
hak internasional dan kepentingan yang bersifat sah yang patut
dihormati, bertindak dengan itikad yang baik, patuh terhadap
hukum internasional dan mematuhi hukum-hukum perang.29
Presiden Franklin Roosevelt menyatakan bahwa
Nothing is more essential to the future peace of the world than continued cooperation of the nations which had to muster the force necessary to defeat the conspiracy of the Axis powers to dominate the world. While the great states have a special responsibility to enforce the peace, their responsibility is based upon the obligations resting upon all states, large and small, not to use force in international relations except in defense of law.
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa tidak hal yang
penting bagi perdamaian dunia di masa depan selain kerjasama
antarnegara yang berkelanjutan yang kemudian mengerahkan
kekuatan yang dibutuhkan untuk mengalahkan kekuatan Poros
Tengah untuk menguasai dunia. Selain itu, saat negara-negara
besar memiliki tanggungjawab untuk menghadirkan perdamaian
29 Robert Jackson and Georg Sorensen, Introduction to International Relations, 1999, OXFORD University Press, hal. 159
25
dunia, tanggungjawab tersebut berdasarkan pada kewajiban setiap
negara besar maupun kecil untuk tidak menggunakan kekerasan
dalam menjalani hubungan internasional kecuali untuk membela
hukum.30
Konsep ini juga menjelaskan bahwa negara tidak
seharusnya terisolasi atau bersifat politik otonom dan hanya
bertanggungjawab atas diri mereka sendiri. Melainkan, negara
harus bersifat saling terkait satu sama lain dan memiliki kedaulatan
eksternal satu sama lain dengan cara pengakuan, praktek diplomasi,
perdagangan dan lainnya. Pada dasarnya, negara memiliki
kewajiban internasional terhadap negara lain di dunia serta
masyarakat internasional yang berada di dalamnya sebagai bentuk
dari hak dan kewajiban keberadaan mereka di dunia. Hal ini
menjadi menjadi kewajiban setiap negara, karena hal ini juga
merupakan bagian dari kewajiban domestik dalam negeri.31
Konflik yang terjadi antara Korea Utara dan Korea Selatan
yang masih belum menemui titik temu dan terus meningkat
mengharuskan Indonesia sebagai salah satu bagian dari dunia
internasional untuk turut campur dalam menczri solusi
penyelesaian konflik tersebut. Penulis menggunakan konsep ini
untuk menjelaskan bentuk dari kewajiban luar negeri yang dimiliki
oleh Indonesia.
30 Ibid 31 Ibid
26
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Variabel Penelitian dan Level Analisa
Penelitian ini meliputi dua variabel, yakni variabel dependen
(unit analisa) yang meliputi tawaran mediasi oleh Indonesia serta
variabel yang kedua yakni variabel independen (unit eksplanasi) yang
meliputi penjelasan tentang konflik di Semenanjung Korea.
Selanjutnya, setelah mendapatkan variabel penelitian penulis
menentukan level analisa untuk memudahkan penelitian mengenai
fenomena yang diangkat. Penelitian ini berada pada level analisa
korelasionis. Hal ini karena unit analisa dan unit eksplanasi berada
pada posisi yang sama, yakni negara dan negara.32 Unit analisa adalah
tawaran mediasi oleh Indonesia yang merupakan tindakan yang
diambil oleh pemerintah serta unit eksplanasi adalah konflik yang
terjadi antara Korea Utara dan Korea Selatan yang merupakan dua
negara yang sedang berkonflik di Semenanjung Korea.
1.6.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian
eksplanatif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Yang mana
didalam prosesnya meliputi pengumpulan data, yang kemudian data
tersebut disusun dan dianalisa yang bertujuan untuk menjeaskan
fenomena yang diangkat dengan jalan yang sistematis.
32 Iva Rachmawati, Memahami Perkembangan Studi Hubungan Internasional (Aswaja Pressindo, 2012), hal. 12
27
1.6.3 Metode Pengumpulan Data
Melihat dari jenis penelitian yang dibuat penulis, maka penulis
menggunakan cara pengumpulan data melalui teknik pengumpulan
study pustaka. Yaitu melalui studi kepustakaan, dimana pengumpulan
data dilakukan dengan cara memahami, mempelajari bahkan sampai
mengutip teori dan konsep yang berasal dari buku, jurnal, serta internet.
1.6.4 Analisa Data
Dalam menganalisis data yang diperoleh, peneliti akan
menggunakan teknik analisis secara kualitatif yakni data yang diperoleh
akan dianalisis dan disajikan dalam bentuk kata-kata lisan maupun
tertulis. Teknik ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis
fakta-fakta dan data-data yang diperoleh, serta hasil-hasil penelitian
baik dari hasil studi lapang maupun studi literatur untuk kemudian
memperjelas gambaran hasil penelitian.
1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian
1.6.4.1 Batasan Materi Penelitian
Agar penelitian ini berfokus pada topik penelitian, penulis
membatasi materi yang akan diangkat hanya pada apa yang menjadi
alasan atau motivasi bagi Indonesia dalam tawarannya untuk
28
memediasi konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan di
Semenanjung Korea.
1.6.4.2 Batasan Waktu Penelitian
Pada penulisan ini, penulis memberikan batasan waktu yakni
dari tahun 2011 sampai pada tahun 2014 dimana pada tahun tersebut
Indonesia mulai memberikan perhatian lebih pada konflik yang
terjadi di Semenanjung Korea tersebut.
1.7 Hipotesa
Keputusan Indonesia yang bersedia untuk menjadi mediator
konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan merupakan pencerminan
dari konstitusi yang dimiliki oleh Indonesia tentang perdamaian dunia.
Untuk menjadi sebuah negara dengan misi perdamaian dunia bukanlah
sebuah hal yang mudah. Menjadi mediator konflik antara Korea Utara dan
Korea Selatan merupakan salah satu langkah yang diambil oleh Indonesia,
guna meningkatkan kepercayaan dari negara lain bahwa Indonesia mampu
berperan dalam menyelesaikan konflik antarnegara. Hal ini memberikan
dampak positif bagi Indonesia sendiri, karena Indonesia dapat
meningkatkan powernya sehingga Indonesia dapat membentuk sebuah
rezim keamanan dengan misi perdamaian dunia.
29
1.8 Struktur Penulisan
BAB I Pendahuluan. Komposisi dari bab ini terdiri atas latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian
pustaka yang terdiri atas penelitian terdahulu dan teori, metodologi
penelitian yang terdiri atas variabel penelitian dan level analisa, jenis
penelitian, metode pengumpulan data, analisa data, ruang lingkup
penelitian, hipotesa dan sistematika penelitian.
BAB II Konflik Semenanjung Korea dan Dampaknya terhadap
Stabilitas Politik Intermasional. Dalam bab ini akan dijelaskan terkait
konflik yang terjadi antara Korea Utara dan Korea Selatan serta dampak
yang diberikan terhadap stabilitas kawasan regional serta lingkungan
internasional.
BAB III Rasionalitas Tawaran Mediasi oleh Indonesia terhadap
Konflik di Semenanjung Korea tahun 2011-2014. Dalam bab ini penulis
akan menganalisa kebijakan Indonesia dalam penawarannya untuk
memediasi konflik yang terjadi di Semenanjung Korea.
BAB IV Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran terhadap tulisan
yang telah dibuat. Kesimpulan membuktikan konsistensi atas pemaparan
kasus awal pada bab I.