66
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi bayi sehat adalah indikator penentu kesehatan nasional di suatu negara. Hal ini dapat ditandai dengan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan usia harapan hidup. Hingga kini Angka Kematian Bayi masih menjadi prioritas masalah pada bidang pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia. Tingginya Angka Kematian Bayi serta lambatnya penurunan angka tersebut menunjukkan bahwa pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak sangat mendesak untuk ditingkatkan. Laporan WHO Tahun 2010 menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi di dunia adalah 49 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2012). Bila dilihat dari tujuan Millenium Development Goals/MDGs pada tahun 2015, AKB di dunia masih berada jauh di atas angka 17 per 1000 kelahiran hidup. Oleh karena itu tinginya AKB masih merupakan suatu permasalahan serius yang perlu tanggulangi bersama. Menurunkan jumlah AKB demi mencapai tujuan MDGs adalah tantangan terbesar bagi negara Indonesia. Sementara Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan bahwa sampai saat ini AKB yang terjadi di Indonesia masih sebanyak 34 per 1000 kelahiran hidup (BKKBN, 2007). Tingginya Angka Kematian Bayi di Indonesia, sebagian besar disebabkan karena ibu melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Hal ini telah ditunjukkan dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 yaitu BBLR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi bayi sehat

Embed Size (px)

Citation preview

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi bayi sehat adalah indikator penentu kesehatan nasional di suatu

negara. Hal ini dapat ditandai dengan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI),

Angka Kematian Bayi (AKB), dan usia harapan hidup. Hingga kini Angka

Kematian Bayi masih menjadi prioritas masalah pada bidang pelayanan

Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia. Tingginya Angka Kematian Bayi serta

lambatnya penurunan angka tersebut menunjukkan bahwa pelayanan Kesehatan

Ibu dan Anak sangat mendesak untuk ditingkatkan.

Laporan WHO Tahun 2010 menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi di

dunia adalah 49 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2012). Bila dilihat dari

tujuan Millenium Development Goals/MDGs pada tahun 2015, AKB di dunia

masih berada jauh di atas angka 17 per 1000 kelahiran hidup. Oleh karena itu

tinginya AKB masih merupakan suatu permasalahan serius yang perlu

tanggulangi bersama. Menurunkan jumlah AKB demi mencapai tujuan MDGs

adalah tantangan terbesar bagi negara Indonesia. Sementara Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan bahwa sampai saat ini

AKB yang terjadi di Indonesia masih sebanyak 34 per 1000 kelahiran hidup

(BKKBN, 2007).

Tingginya Angka Kematian Bayi di Indonesia, sebagian besar disebabkan

karena ibu melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Hal ini telah ditunjukkan

dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 yaitu BBLR

2

2

telah menyebabkan kematian bayi sebanyak 29 per 1000 kelahiran hidup (Depkes,

2005). Bila dilihat dari proporsi bayi berat lahir rendah di dunia diperkirakan dari

seluruh kelahiran bayi di dunia, sebanyak 15% merupakan bayi dengan berat lahir

dibawah 2.500 gram. Kejadian ini lebih sering terjadi pada negara yang sedang

berkembang dengan tingkat sosial ekonomi rendah, dimana salah satunya adalah

negara Indonesia (WHO, 2007).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 prevalensi BBLR di Indonesia

secara keseluruhan adalah 11,1% dari seluruh kelahiran di Indonesia. Salah satu

Provinsi yang sampai saat ini masih memiliki kasus bayi dengan berat lahir

rendah adalah Bali, dimana proporsi kejadiannya sebesar 12,1% dari seluruh

kelahiran di Bali (Riskesdas,2010). Bila dilihat perbandingannya, proporsi BBLR

di Provinsi Bali masih berada diatas angka proporsi BBLR di Indonesia. Oleh

karena itu BBLR merupakan salah satu permasalahan serius yang harus ditangani

oleh Pemerintah Daerah Provinsi Bali.

Dampak buruk BBLR terhadap tumbuh kembang anak adalah dampak

psikis dan fisik. Dampak psikis menyebabkan masa perkembangan dan

pertumbuhan anak menjadi terganggu, sulit berkomunikasi, hiperaktif dan tidak

mampu beraktifitas seperti anak-anak normal lainnya. Sedangkan dampak

fisiknya bayi mengalami penyakit paru kronis, gangguan pengelihatan, gangguan

pendengaran, kelainan kongenital, sindroma down, anemia, pendarahan, gangguan

jantung, gangguan pada otak, kejang, dan bahkan menyebabkan bayi mengalami

kematian (Proverawati, 2012).

Laporan Dinas Kesehatan Propinsi Bali tahun 2011 menunjukkan bahwa

proporsi bayi berat lahir rendah yang terjadi di Bali 29,4 per 1000 kelahiran

3

3

hidup. Sedangkan pada tahun 2012, proporsi BBLR yang terjadi telah mengalami

sedikit penurunan menjadi 24,5 per 1000 kelahiran hidup dan 24 per 1000

kelahiran hidup pada tahun 2013. Meskipun proporsi kejadian bayi berat lahir

rendah telah mengalami sedikit penurunan tiap tahunnya, namun kejadian ini

masih tetap terjadi dan merupakan permasalahan serius yang perlu ditanggulangi.

Kejadian BBLR di Provinsi Bali merupakan penyebab terbanyak kematian bayi di

Provinsi Bali yaitu 41,3% dari 373 kasus kematian bayi (Dinkes Propinsi Bali,

2013). Adapun beberapa Kabupaten di Propinsi Bali dengan proporsi BBLR

tertinggi pada tahun 2013 yaitu Kabupaten Bangli, Klungkung, Karangasem, dan

Gianyar (Dinkes Provinsi Bali, 2013).

Kabupaten Gianyar merupakan salah satu kabupaten tertinggi pada urutan

keempat sebagai kabupaten dengan proporsi BBLR tertinggi di Provinsi Bali

tahun 2013 (Dinkes Provinsi Bali, 2013). Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten

Gianyar tahun 2011 menunjukkan bahwa proporsi BBLR yang terjadi di Gianyar

adalah 33,7 per 1000 kelahiran hidup. Bahkan, pada tahun 2012 proporsi BBLR

di Kabupaten Gianyar mengalami peningkatan menjadi 34 per 1000 kelahiran

hidup. Namun, pada tahun 2013 BBLR mengalami penurunan menjadi 31 per

1000 kelahiran hidup di Kabupaten Gianyar. Meskipun demikian, kejadian BBLR

telah menyebabkan kematian bayi terbanyak yaitu 41,89% dari 74 kasus kematian

bayi di Kabupaten Gianyar (Dinkes Kabupaten Gianyar, 2013) dan merupakan

penyumbang AKB tertinggi di Provinsi Bali (Dinkes Propinsi Bali, 2013).

Faktor risiko terjadinya bayi berat lahir rendah sangat erat kaitannya

dengan masalah kesehatan ibu selama kehamilan dan persalinan. Ibu hamil

dengan tingkat sosial ekonomi rendah umumnya kurang mampu secara ekonomi

4

4

dalam memenuhi kecukupan gizi pada masa kehamilan. Hal ini berdampak pada

kondisi kesehatan ibu dan janin dalam kandungan sehingga mempengaruhi berat

badan bayi saat persalinan (Proverawati, 2009). Adanya perilaku merokok di

dalam rumah tangga mengakibatkan anggaran belanja keperluan rumah tangga

terbagi setiap bulannya untuk biaya keperluan merokok. Kenyataan ini tentu

sangat merugikan karena anggaran belanja untuk memenuhi kebutuhan gizi

terutama gizi ibu hamil di dalam rumah tangga menjadi berkurang.

Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar Tahun 2013

menggambarkan bahwa sesungguhnya pelayanan kesehatan ibu hamil sudah

cukup memadai. Diantaranya adalah pelayanan ANC, pelayanan kesehatan

neonatal, penanganan komplikasi neonatal, dan pertolongan persalinan oleh

tenaga kesehatan. Meskipun relatif mengalami sedikit penurunan, tetapi bayi berat

lahir rendah masih tetap menjadi permasalahan dari tahun ke tahun. Bahkan telah

menyumbang angka kematian terbanyak di Kabupaten Gianyar (Dinkes

Kabupaten Gianyar, 2013).

Permasalahan ini menunjukkan bahwa masih ada faktor lain yang ikut

berperan sebagai penyebab terjadinya BBLR, dimana salah satunya adalah karena

pengaruh dari paparan asap rokok. Paparan asap rokok selama kehamilan sangat

mempengaruhi perkembangan janin, karena kandungan nikotin dan karbon

monoksida di dalam rokok dapat menghambat distribusi nutrisi pada janin. Bila

janin dalam kandungan mengalami kekurangan nutrisi maka berpengaruh

terhadap kondisi pertumbuhan, perkembangan, dan berat badan lahir bayi pada

waktu persalinan (Proverawati, 2009).

5

5

Bila dilihat berdasarkan proporsi perokok di Indonesia, negara Indonesia

merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok terbanyak di dunia, setelah Cina

dan India. Saat ini diperkirakan sebanyak 65 juta orang merokok setiap harinya di

Indonesia (Riskesdas, 2010). Kenyataan ini dipertegas oleh temuan Global Adult

Tobacco Survey bahwa sebanyak 61,4 juta orang dewasa di Indonesia sampai saat

ini memiliki kebiasaan merokok, dimana 67,4% diantaranya adalah laki-laki.

Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat

Indonesia menyatakan bahwa saat ini jumlah perokok Indonesia sudah semakin

meningkat, bahkan 12,7% telah meninggal akibat penyakit yang berhubungan

dengan perilaku merokok (Kartono, 2013).

Berdasarkan proporsi perokok di Indonesia saat ini adalah 16 kali lebih

tinggi pada laki-laki (65,9%) dibandingkan dengan perempuan (4,2%). Secara

nasional rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap perokok setiap hari (52,3% )

adalah 1-10 batang, dimana dua dari lima perokok rata-rata menghisap sebanyak

11-20 batang per harinya. Sedangkan perokok 21-30 batang per hari dan > 30

batang per hari masing-masing sebanyak 2,1% (Riskesdas, 2010). Setiap paparan

asap rokok berasal dari satu batang rokok yang dihisap setiap harinya dapat

mengurangi hak hidup seseorang selama 8 menit lamanya. Hal ini berarti bahwa

semakin banyak batang rokok yang dihisap maka risiko untuk mengurangi hak

hidup orang lain semakin meningkat (Kartono, 2013).

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menunjukkan bahwa proporsi

penduduk di Provinsi Bali umur 15 tahun keatas yang sedang merokok pada saat

survei adalah 31,0%, setelah Sulawesi Tenggara (28,3%), Kalimantan Selatan

(30,5%), dan DKI Jakarta (30,8%) (Riskesdas, 2010). Bila dilihat proporsi

6

6

perokok di dalam rumah, sebanyak 76,6% penduduk Indonesia yang merokok

memiliki kebiasaan merokok di dalam Rumah. Sedangkan di Provinsi Bali

proporsi perokok di dalam rumah adalah 68,1% dari seluruh penduduk yang

merokok (Riskesdas, 2010).

Perilaku merokok di dalam rumah sangat membahayakan kesehatan

anggota keluarga terutama bagi ibu hamil di dalam rumah tangga. Paparan asap

rokok dapat mengganggu perkembangan dan pertumbuhan janin di dalam

kandungan karena zat-zat berbahaya dari asap rokok menghambat asupan gizi dari

ibu untuk janinnya. Keadaan ini berpengaruh pada kondisi dan berat badan lahir

bayi pada waktu persalinan. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka

perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di

rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan maka rumusan masalah yang

diperoleh dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pengaruh paparan asap rokok dari suami perokok pada

ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di

Kabupaten Gianyar?

2. Bagaimanakah pengaruh paparan asap rokok dari anggota keluarga

perokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat

lahir rendah di Kabupaten Gianyar?

7

7

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat

lahir rendah di Kabupaten Gianyar.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Pengaruh paparan asap rokok dari suami perokok pada ibu hamil di

rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten

Gianyar

2. Pengaruh paparan asap rokok dari anggota keluarga perokok pada ibu

hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di

Kabupaten Gianyar

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai masukan dalam upaya pengembangan dan penerapan Ilmu

Kesehatan Masyarakat bidang Kesehatan Ibu dan Anak khususnya tentang

pengaruh faktor risiko dari paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga

terhadap kejadian bayi berat lahir rendah.

8

8

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar dalam

menentukan kebijakan regulasi pembuatan kawasan rumah bebas asap

rokok.

2. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, khususnya

di bidang Kesehatan Ibu dan Anak dalam penyusunan program untuk

pencegahan dan penanggulangan kejaadian bayi berat lahir rendah di

wilayah kerjanya.

3. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar dalam

menentukan kebijakan, khususnya di bidang Kesehatan Ibu dan Anak

untuk mengambil suatu kebijakan menurunkan angka kejadian bayi berat

lahir rendah.

4. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, khususnya

di bidang Kesehatan Ibu dan Anak untuk melakukan advokasi dalam

pembuatan klinik berhenti merokok.

5. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, khususnya

integrasi pada program Kesehatan Ibu dan Anak dengan program Gizi

dalam rangka klinik berhenti merokok yang dibuat.

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman pada masyarakat untuk

mengetahui tentang pengaruh faktor risiko dari bahaya paparan asap rokok pada

ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah.

9

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Bayi Berat Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan dibawah

2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Bayi yang berada di bawah

persentil 10 dinamakan ringan untuk umur kehamilan. Sebelumnya neonatus

dengan berat lahir dibawah 2.500 gram disbut prematur. Namun selanjutnya

WHO menyatakan bahwa semua bayi baru lahir dengan berat lahir dibawah 2.500

gram disebut Low Birt Weight Infant, karena tidak semua bayi berat dibawah

2.500 gram pada waktu lahir adalah prematur (Proverawati, 2012).

Dalam Proverawati (2012) dijelaskan bahwa Kongres European Perinatal

Medicine II yang diadakan di London mendefinisikan tentang maturitas bayi lahir.

Diantaranya adalah kurang bulan yaitu masa kehamilannya sebelum 37 minggu

(259 hari); cukup bulan yaitu masa kehamilannya dimulai dari 37-42 minggu

(259-293 hari); dan lebih bulan yaitu masa kehamilannya mulai 42 minggu atau

lebih (294 hari atau lebih). Sedangkan menurut Manuaba (2012) klasifikasi berat

badan lahir bayi terdiri dari bayi berat lahir normal dimulai dari 2.500-4.000

gram; bayi berat lahir lebih diatas 4.000 gram; bayi berat lahir rendah dibawah

2.500 gram atau 1.500-2.500 gram; bayi berat lahir sangat rendah dibawah 1.500

gram; dan bayi berat lahir ekstrim rendah dibawah 1.000 gram.

Bayi berat lahir rendah dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu bayi

berat lahir sangat rendah (BBLSR) dan bayi berat lahir amat sangat rendah

(BBLASR). Bayi berat lahir sangat rendah adalah bayi dengan berat lahir dari

10

10

1000-1500 gram, sedangkan bayi berat lahir amat sangat rendah adalah bayi

dengan berat lahir dibawah 1000 gram. Keadaan bayi berat lahir rendah

berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur), yaitu

bayi lahir cukup bulan (dismaturitas) tetapi berat badan lahirnya lebih kecil

dibandingkan masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram.

Menurut Manuaba (2012) klasifikasi bayi berat lahir rendah dapat

dibedakan berdasarkan masa gestasi dan dihitung dari hari pertama haid terakhir

sampai saat kelahiran. Diantaranya bayi kurang bulan (preterm) adalah bayi

dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari); bayi cukup bulan

(aterm) adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu

(259-293 hari); dan bayi lebih bulan (posterm) adalah bayi dengan masa

kehamilan lebih dari 42 minggu (294 hari atau lebih).

2.2 Manifestasi Klinis Bayi Berat Lahir Rendah

Secara umum gambaran klinis dari bayi berat lahir rendah yang Kecil

Masa Kehamilannya (KMK) menurut Proverawati (2012) adalah umur bayi yang

kehamilannya cukup bulan tetapi beratnya dibawah 2500 gram, gerakan bayi

aktif, menangis cukup kuat, kulit bayi keriput, lemak bawah kulit tipis. Pada bayi

perempuan bagian labia minora ditutupi oleh bagian labia mayora, sedangkan

pada bayi laki-laki testis menurun dan bayi menghisap cukup kuat.

2.3 Masalah Jangka Pendek dan Jangka Panjang Bayi Berat Lahir Rendah

Pada bayi berat lahir rendah banyak sekali risiko yang dihadapi pada

perkembangan dan kesehatan bayi tersebut kedepannya, hal ini dikarenakan

kondisi tubuh yang tidak stabil. Permasalahan bayi berat lahir rendah ada dua

11

11

yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Masalah jangka pendek yang pertama

adalah gangguan metabolik seperti hipotermia; hipoglekimia; hiperglikemia; dan

masalah pada pemberian ASI. Kedua adalah gangguan imunitas seperti gangguan

imunologik; kejang saat dilahirkan; dan ikterus. Ketiga, gangguan pernapasan

seperti sindroma gangguan pernafasan; asfiksia; apneu periodik; paru yang belum

berkembang; dan retrolental fibroplasia. Keempat adalah gangguan sistem

peredaran darah seperti perdarahan; anemia; gangguan jantung; gangguan pada

otak; bayi berat lahir rendah dengan ikterus; kejang; dan hipoglikemia. Kelima

adalah gangguan cairan dan elektrolit seperti gangguan eliminasi, distensi

abdomen, gangguan pencernaan, dan gangguan elektrolit.

Masalah jangka panjang yang pertama adalah psikis seperti gangguan

perkembangan dan pertumbuhan, gangguan berbicara dan berkomunikasi,

gangguan neurologi dan kognisi, gangguan proses belajar, serta gangguan atensi

dan hiperaktif. Kedua adalah fisik seperti penyakit paru kronis, gangguan

pengelihatan (retinopati) dan pendengaran, kelainan bawaan (kelainan

kongenital), celebral palsy, clubfoot, dislokasi panggul bawaan, hipotiroidisme

kongenital, fibrosis kistik, defek saluran pernafasan, sindroma down,

fenilketonuria, sindroma X yang rapuh, distrofi otot, anemia sel sabit, penyakit

tay-sachs, dan sindroma alcohol pada janin.

2.4 Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Terjadinya Bayi Berat Lahir Rendah

Secara umum penyebab terjadinya bayi berat lahir rendah bersifat

multifactor sehingga tindakan pencegahan seringkali lebih sulit untuk dilakukan.

Semakin muda usia kehamilan ibu maka resiko jangka pendek dan jangka panjang

12

12

yang disebabkan bayi berat lahir rendah semakin besar. Beberapa faktor penyebab

terjadinya bayi berat lahir rendah secara umum (Manuaba, 2012) adalah :

1. Faktor Ibu

a. Umur Ibu

Umur 20-35 tahun adalah umur reproduksi yang optmal bagi seorang

wanita, karena pada umur tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan,

mental sudah matang, sudah mampu merawat bayi dan dirinya sendiri sebagai

seorang ibu (Manuaba, 2012). Sedangkan pada umur dibawah 20 tahun,

organ-organ reproduksi wanita tidak dapat berfungsi dengan sempurna. Bila

rahim dan panggul wanita belum mencapai ukuran dewasa akan

mempermudah terjadinya komplikasi pada masa kehamilan dan persalinan.

Demikian pula pada wanita dengan usia lebih dari 35 tahun, organ

reproduksinya mengalami penurunan kesehatan karena proses degeneratif

sudah mulai bermunculan (Prawirohardjo, 2010).

Salah satu efek dari proses reproduksi adalah sklerosis pembuluh darah

arteri kecil dan arteriole miometrium yang menyebabkan aliran darah ke

endometrium tidak merata dan mempengaruhi penyaluran nutrisi dari ibu ke

janin. Dampaknya adalah terganggunya pertumbuhan janin di dalam rahim

(Prawirohardjo, 2010). Sesuai dengan hasil penelitian Jaya (2009) bahwa ibu

yang berumur dibawah dari 20 tahun atau diatas 35 tahun berisiko 6,924 kali

melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang berumur diatas 20

tahun atau dibawah 35 tahun.

13

13

b. Pendidikan Ibu

Pendidikan yang dimiliki oleh ibu adalah salah satu faktor penentu

terjadinya bayi berat lahir rendah. semakin tinggi tingkat pendidikan yang

dimiliki bu maka semakin mudah memahami kiat-kiat dalam menjaga

kesehatan selama kehamilan (Proverawati, 2012). Salah satu hal penting yang

harus diketahui ibu adalah melakukan kunjungan antenatal pada tenaga

kesehatan yang professional, misalnya di Puskesmas. Sebaliknya bila seorang

ibu pendidikannya rendah akan lebih sulit mengetahui dan memahami kiat-

kiat dalam menjaga kesehatan selama kehamilan.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan tingkat

pendidikan rendah umumnya memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan

bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang memiliki tingkat

pendidikan yang tinggi (Merzalia, 2012). Sesuai dengan penelitian Festy

(2010) bahwa ibu yang berpendidikan rendah memiliki kecenderungan untuk

melahirkan bayi berat lahir rendah 4,346 kali lebih besar dibandingkan dengan

ibu yang berpendidikan tinggi. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rochadi (2005) bahwa pendidikan ibu yang rendah bukan merupakan faktor

risiko terjadinya bayi berat lahir rendah (OR = 0,595).

c. Pekerjaan Ibu

Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk

mencari nafkah (menghasilkan uang). Menurut Notoatmojdo (2007) ibu yang

sibuk bekerja, terutama melakukan pekerjaan fisik memiliki sedikit waktu

untuk memperoleh informasi berkaitan dengan kondisi kesehatan. Selain itu,

ibu hamil yang mengambil pekerjaan berat dan melelahkan dapat mengganggu

14

14

kondisi kesehatan dirinya dan kandungannya. Hal tersebut berdampak pada

perkembangan janin, bahkan menyebabkan lahirnya bayi berat lahir rendah

karena ibu terlalu lelah dengan pekerjaannya (Proverawati, 2012).

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Widiyastuti (2008) bahwa ibu

yang sibuk bekerja berisiko 3,47 kali lebih tinggi melahirkan bayi BBLR

dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Demikian pula pada penelitian yang

dilakukan Oktovina (2011) bahwa pekerjaan ibu ada hunungannya dengan

kejadian bayi berat lahir rendah. ibu yang bekerja berisiko 3,1 kali lebih tinggi

melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak

bekerja.

d. Status Gizi Ibu

Status gizi ibu pada masa kehamilan berkaitan erat dengan terjadinya

bayi berat lahir rendah karena status gizi pada masa kehamilan dapat

mempengaruhi perkembangan janin dalam kandungan (Manuaba, 2012).

Apabila status gizi pada masa kehamilan tidak tercukupi maka dapat

menghambat perkembangan otak pada janin, anemia bayi baru lahir, mudah

terinfeksi penyakit, dan terjadi abortus (Merzalia, 2012). Selain berdampak

pada perkembangan janin, gizi kurang juga memberi dampak buruk bagi

kesehatan ibu, yaitu menyebabkan anemia gizi, anemia zat besi, osteomalasia,

gangguan kesehatan gigi, turunnya daya tahan tubuh, dan penyulit saat

persalinan. Dalam keadaan normal biasanya rata-rata berat badan ibu hamil

mengalami peningkatan sebanyak 12,5 kg, tetapi seringkali terjadi

peningkatan berat badan pada masa kehamilan mencapai 6,5 kg sampai 16 kg

(Merzalia, 2012).

15

15

Untuk mengetahui keadaan status gizi ibu hamil dapat dilakukan

melalui pemeriksaan antropometri yang meliputi penimbangan berat badan,

pengukuran tinggi badan, indeks masa tubuh, dan pengukuran lingkar lengan

atas (LILA). Diantara cara-cara tersebut yang paling efektif digunakan adalah

melalui pengukuran LILA (Proverawati, 2012). Standar LILA yang digunakan

di Indonesia adalah bila pita LILA menunjukkan angka dibawah 23,5 cm

maka ibu hamil tersebut mengalami status gizi kurang. Sebaliknya bila pita

LILA menunjukkan angka diatas 23,5 cm maka ibu hamil tersebut mengalami

status gizi baik (Merzalia, 2012). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Jaya (2009) bahwa ibu yang memiliki status gizi kurang berisiko 9,94 kali

melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang memiliki

status gizi baik.

e. Paritas

Paritas menjelaskan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh ibu.

Paritas merupakan salah satu faktor risiko penting menentukan nasib ibu

selama kehamilan maupun persalinan (Prawirohardjo, 2010). Risiko gangguan

kesehatan ibu dan anak mengalami peningkatan pada persalinan pertama,

kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya (Proverawati, 2012). Kehamilan dan

persalinan pertama dapat meningkatakan resiko gangguan kesehatan

dikarenakan ibu belum pernah mengalami kehamilan sebelumnya. Selain itu,

jalan lahir baru pertama kali dicoba dan dilalui oleh janin. Sebaliknya bila

seorang ibu terlalu sering melakukan persalinan maka kondisi rahim menjadi

semakin melemah karena adanya jaringan parut uterus yang disebabkan hamil

yang berulang-ulang.

16

16

Jaringan parut uterus menyebabkan tidak adekuatnya ketersediaan

darah dari ibu ke plasenta, sehingga aliran darah yang disalurkan melalui

plasenta tidak cukup untuk menyalurkan nutrisi ke janin. Hal ini

mengakibatkan pertumbuhan janin di dalam rahim menjadi terganggu (Depkes

RI, 2005). Sesuai penelitian Suriani (2010) yang menganalisis data hasil

survei SDKI tahun 2007 bahwa ibu yang memiliki paritas lebih dari 4 kali

berisiko 1,24 kali lebih besar untuk melahirkan bayi berat lahir rendah

dibandingkan ibu yang memiliki paritas kurang dari 4 kali.

f. Jarak Kehamilan

Jarak kehamilan sebelum 2 tahun menyebabkan pertumbuhan janin

kurang baik. Persalinan yang berlangsung terlalu lama dan terjadinya

perdarahan diakibatkan karena kondisi rahim belum pulih sepenuhnya

(Proverawati, 2012). Pertumbuhan janin kurang baik diakibatkan karena jarak

kelahiran anak dibawah dua tahun, kondisi rahim lemah, dan kesehatan ibu

yang belum pulih sepenuhnya. Keadaan seperti ini perlu diwaspadai karena

dapat menyebabkan kondisi janin melemah dan bayi yang lahir memiliki berat

badan kurang (Manuaba, 2010). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Sistiarani (2008) bahwa ibu yang memiliki jarak kelahiran dibawah dua tahun

berisiko 5,11 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu

yang memiliki jarak kelahiran diatas dua tahun.

g. Tingkat Sosial Ekonomi

Kejadian bayi berat lahir rendah sering terjadi pada ibu dengan tingkat

sosial ekonomi rendah. Sosial ekonomi masyarakat sering dinyatakan dengan

17

17

pendapatan keluarga yang mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi

ekonomi dalam memenuhi kebutuhan, kesehatan, dan pemenuhan gizi dalam

keluarganya (Proverawati, 2012). Kondisi sosial ekonomi seseorang

mempengaruhi kemampuannya mendapatkan pelayanan kesehatan yang

memadai, misalnya melakukan kunjungan prenatal untuk mengetahui kondisi

kesehatan ibu hamil, kondisi perkembangan janin, ada gangguan pada janin,

komplikasi pada kehamilan, dan memperoleh informasi tentang cara menjaga

kesehatan ibu dan perkembangan janin selama kehamilan.

Wanita pada tingkat sosial ekonomi rendah mempunyai kemungkinan

50% lebih tinggi mengalami kelahiran kurang bulan sehingga menyebabkan

bayi yang lahir memiliki berat badan kurang (Manuaba, 2010). Sesuai dengan

penelitian Amalia (2009) bahwa ibu yang status ekonominya rendah berisiko

4,354 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang

status ekonomi tinggi. Demikian juga pada penelitian Torres (2005) di Kota

Mexico bahwa ibu hamil yang memiliki tingkat sosial ekonomi rendah

berisiko 2,19 kali melahirkan bayi dalam keadaan berat lahir rendah

dibandingan dengan ibu yang memiliki tingkat sosial ekonomi tinggi.

2. Faktor Lingkungan

a. Paparan Asap Rokok

Paparan zat-zat beracun adalah paparan asap yang dihirup berasal dari

rokok maupun udara tercemar oleh gas-gas berbahaya. Ibu hamil yang

terpapar asap rokok memiliki risiko lebih besar melahir bayi berat lahir rendah

dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Kondisi ibu

18

18

yang terpapar asap rokok dapat mempengaruhi perkembangan janin dalam

kandungan karena berbagai senyawa yang terkandung di dalam rokok dapat

mengganggu suplai oksigen dari ibu ke bayinya sehingga sangat berisiko

melahirkan bayi berat lahir rendah. Sesuai dengan penelitian Amalia (2009)

bahwa ibu yang terpapar asap rokok berisiko 5,516 kali melahirkan bayi berat

lahir rendah dibandingkan ibu yang tidak terpapar asap rokok. Demikian juga

penelitian Lewis (2007) di Kota Inggris bahwa ibu yang selama kehamilannya

terpapar asap rokok dalam lingkungan berisiko 1,23 kali melahirkan bayi berat

lahir rendah dibandingkan ibu yang tidak terpapar asap rokok.

Paparan dari udara yang tercemar oleh gas-gas beracun, seperti karbon

monoksida, amonia, aseton, formaldehid, sianida hydrogen, piren dan

vinilklorida sangat berbahaya bagi kesehatan terutama bagi ibu hamil. Bila

gas-gas berbahaya ini dihirup oleh ibu hamil dan beredar ke pembuluh darah

dapat menyebabkan pertumbuhan janin di dalam kandungan menjadi

terganggu. Bahkan, hal ini dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen di dalam

tubuh ibu hamil sehingga menimbulkan kelainan kongenital pada bayi

(Proverawati, 2012).

b. Sosial Budaya

Sosial budaya merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya bayi

berat lahir rendah. Latar belakang budaya mempunyai pengaruh yang penting

terhadap bermacam-macam aspek kehidupan manusia, diantaranya

kepercayaan, tanggapan, emosi, bahasa, agama, bentuk keluarga, pola makan,

diet, pakaian, dan bahasa tubuh. Budaya tentang cara atau pola makan yang

salah dapat mempengaruhi status gizi ibu hamil yang secara langsung ikut

19

19

memberi pengaruh pada janinnya. Kesalahan pola makan yang sering

dijumpai di masyarakat adalah kepercayaan tentang larangan mengkonsumsi

makanan pantangan dan pembagian makanan dalam keluarga yang tidak tepat,

dimana kecukupan gizi suami selalu menjadi yang lebih diutamakan karena

suami dianggap sebagai kepala keluarga.

Ibu yang sedang hamil memerlukan aupan gizi yang lebih

dibandingkan dengan wanita lain pada umumnya. Namun pada kenyataannya

sebagian besar wanita yang telah berumah tangga meskipun dalam keadaan

hamil yang diperhatikan adalah kecukupan gizi anggota keluarga, bukan

kecukupan gizi untuk dirinya. Seharusnya yang mendapatkan perhatian serius

mengenai kecukupan gizi adalah ibu hamil karena asupan gizi yang cukup

bukan hanya diperlukan oleh ibu saja tetapi janin di dalam kandungan juga

ikut memerlukan. Ibu hamil harus teratur mengkonsumsi makanan yang

bergizi demi menjaga kesehatan dirinya maupun menjaga pertumbuhan dan

perkembangan janin yang dikandungan (Proverawati, 2009).

2.5 Asap Rokok dan Kehamilan

Rokok adalah salah satu zat adiktif yang berbahaya bagi kesehatan. Rokok

terbuat dari hasil olahan tembakau Nicotiana Tobacum, Nicotiana Rustica yang

dibungkus dengan cerutu mengandung zat nikotin, tar, karbon monoksida (CO),

dan timah hitam (Pb). Tanaman Nicotiana Tabacum adalah tembakau yang

dipergunakan sebagai bahan untuk membuat sigaret, cerutu, tembakau pipa, dan

rokok. Di Indonesia tembakau, cengkeh, dan bahan-bahan lain diolah sebagai

bahan dasar pembuatan rokok kretek. Tembakau juga bisa digunakan sebagai

20

20

rokok linting, cerutu, rokok putih, rokok pipa, tembakau tanpa asap, dan tembakau

kunyah.

Rokok mengandung beberapa bahan-bahan berbahaya yang dapat merusak

kesehatan tubuh, diantaranya adalah tar, nikotin, karbon monoksida (CO), dan

timah hitam (Pb). Tar adalah bagian partikel rokok yang mengandung zat kimia

karsinogenik yaitu zat pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh manusia. Tar terdiri

dari ribuan zat kimia yang terkumpul dalam komponen padat pada asap rokok. Zat

ini dapat merusak permukaan gigi sehingga gigi berwarna coklat, merusak saluran

pernapasan, merusak paru-paru dan menyebabkan kanker.

Nikotin adalah senyawa alkaloid toksik bersifat adiktif sehingga

menyebabkan ketergantungan bagi penggunanya. Efek dari penggunaan nikotin

dapat merusak sistem syaraf, mempersempit pembuluh darah, dan meningkatkan

tekanan darah. Jumlah nikotin yang masuk ke dalam tubuh tergantung dari jumlah

tembakau yang terkandung di dalam rokok, kualitas rokok, menggunakan filter,

lama dan dalamnya isapan.

Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun yang berpengaruh kuat

terhadap kerja hemoglobin pada darah. Ikatan CO dengan haemoglobin

menyebabkan haemoglobin tidak mampu melepaskan ikatan CO. Akibatnya

adalah fungsi haemoglobin sebagai pengangkut oksigen mulai berkurang,

sehingga hemoglobin yang terbentuk hanya mampu mencapai tingkat tertentu

saja, bahkan bisa menyebabkan kematian.

Timah hitam (Pb) yang terkandung dalam sebatang rokok menghasilkan

polutan sebanyak 0,5 mikro gram, maka dapat diperkirakan bila seseorang

mengkonsumsi satu bungkus (20 batang) rokok dalam satu hari polutan yang

21

21

dihasilkan adalah 10 mikro gram. Batas ukuran timah hitam yang masuk ke dalam

tubuh adalah 20 mikro gram per hari. Bila 40 batang rokok rata-rata dikonsumai

oleh perokok berat setiap harinya, maka jumlah polutan berbahaya yang masuk ke

dalam tubuh adalah dua kali lipat dari 20 batang rokok.

Berdasarkan asap rokok yang dihirup dapat dibedakan menjadi dua

kategori perokok yaitu perokok pasif dan perokok aktif. Perokok pasif adalah

seseorang yang tidak merokok (pasif smoker) tetapi menghirup asap rokok dari

orang lain. Asap rokok tersebut bisa menjadi polutan bagi orang lain disekitarnya.

Asap rokok yang terhirup oleh orang bukan perokok tetapi karena terpapar asap

rokok dari orang yang merokok bisa menimbulkan scone handsmoke (Bustan,

2000). Sedangkan perokok aktif adalah orang yang memiliki kebiasaan merokok

dan menghirup asap rokok yang berasal dari isapan rokoknya. Penelitian yang

dilakukan oleh Rasyid (2012) menunjukkan bahwa keterpaparan asap rokok

selama kehamilan memberi pengaruh sebesar 4,2 kali terhadap kejadian bayi berat

lahir rendah.

Perokok aktif dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu perokok ringan

dan perokok berat. Perokok ringan adalah perokok yang menghisap < 10 batang

perhari dan perokok berat adalah orang yang menghisap ≥ 10 batang perhari

(Nindriani, 2013). Bila dilihat dari riwayat lamanya merokok, perokok aktif dapat

dibagi menjadi dua, yaitu perokok ringan dan perokok berat. Perokok ringan

adalah perokok yang mengkonsumsi rokok < 10 tahun, sedangkan perokok berat

adalah orang yang mengkonsumsi rokok ≥ 10 tahun (Bustan, 2000). Bila dilihat

dari kebiasaan merokok, perokok aktif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

perokok ringan dan perokok berat. Perokok ringan adalah perokok yang merokok

22

22

tidak setiap hari, sedangkan perokok berat adalah orang yang merokok tidak

setiap hari (Riskesdas, 2010).

Bila ada ibu hamil yang berada dekat dengan suami atau keluarga, bahkan

orang lain yang sedang merokok setiap hari (perokok aktif), maka semakin

berisiko mengalami gangguan kesehatan, terutama penyakit yang berhubungan

dengan kehamilan. Paparan asap rokok yang dihirup ibu hamil menyebabkan

terganggunya kesehatan ibu dan pertumbuhan janin di dalam kandungan, sehingga

dapat mempengaruhi kondisi kesehatan dan berat badan bayi pada saat persalinan.

Penelitian Amiruddin (2007) menunjukkan bahwa ibu hamil yang terpapar

asap rokok berisiko 3,7 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan

dengan ibu yang tidak terpapar. Demikian pula pada penelitian yang dilakukan

oleh Jauniaux (2007) di London. Jauniaux menemukan bahwa ibu hamil yang

terpapar asap rokok sejak awal kehamilan dapat menurunkan berat plasenta dan

menyebabkan penurunan berat badan lahir bayi pada saat persalinan.

2.6 Bahaya Asap Rokok Selama Kehamilan

Merokok selama kehamilan adalah perilaku berisiko yang harus dihindari.

Banyak orang kesulitan berhenti dari kebiasaan merokok. Ibu hamil yang terpapar

asap rokok memberi pengaruh buruk pada kondisi janin yang dikandungnya.

Karbon monoksida dari asap rokok yang dihirup ibu hamil akan terbawa ke aliran

darah menuju ke janin. Hal ini mengakibatkan penyaluran oksigen dan nutrisi

untuk bayi menjadi terhambat, sehingga berat plasenta menjadi berkurang.

Pengaruh buruk yang lain dari asap rokok adalah menyebabkan gangguan

pada plasenta. Plasenta memperluas wilayah di dalam rahim untuk memenuhi

23

23

kebutuhan oksigen dan nutrisi pada janin. Hal ini mengakibatkan lapisan plasenta

semakin menipis dan kemungkinan letak plasenta menjadi lebih rendah atau

plasenta previa (plasenta ada pada mulut rahim). Ibu hamil yang terpapar asap

rokok mempunyai kemungkinan 80% mengalami keguguran dibandingkan ibu

hamil yang tidak terpapar asap rokok. Hal ini disebabkan karena berkurangnya

kadar hormon kehamilan akibat terpapar asap rokok, padahal hormon kehamilan

sangat diperlukan untuk menjaga kehamilannya hingga masa persalinan.

Merokok selama kehamilan, baik aktif maupun pasif berpengaruh

langsung pada kondisi perkembangan dan pertumbuhan janin, terutama pada

trimester pertama sampai usia kehamilan cukup bulan. Asap rokok mengandung

lebih dari 4.000 bahan kimia yaitu tar, karbon monoksida, nikotin, sianida, timah

hitam merupakan senyawa pemicu terjadinya kanker (Bustan, 2000). Bila

senyawa kimia ini masuk ke dalam aliran darah ibu hamil dan memasuki sirkulasi

oksigen, maka dapat menghambat asupan gizi pada ibu hamil dan janinnya.

Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Indah (2010) bahwa ibu hamil yang

terpapar asap rokok memiliki risiko 7,36 kali melahirkan bayi BBLR

dibandingkan ibu hamil yang tidak terpapar oleh asap rokok.

Asap rokok mengandung beraneka macam zat kimia berbahaya seperti

karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO), asam sianida (HCN), amonia

(NH4OH), acrolein, acetilen, benzaldehyde, urethane, benzene, methanol,

coumarin, etilkatehol-4, dan ortokresol. Selain komponen gas, ada juga komponen

padat atau disebut partikel yang terdiri dari nikotin dan tar (Bustan, 2000). Bahan-

bahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya berbagai macam kelainan dan

penyakit pada tubuh. Diantaranya adalah penyakit jantung koroner, penyakit paru-

24

24

paru kronis, tumor paru, impotensi, dan gangguan sistem reproduksi, termasuk

gangguan pada kehamilan dan janin (Bustan, 2000).

Penelitian BMA Tobacco Control Resource Centre menggambarkan

bahwa ibu yang terpapar asap rokok selama kehamilan berisiko melahirkan bayi

berat lahir rendah sebesar 1,5 kali hingga 9,9 kali dibandingkan dengan ibu yang

tidak terpapar asap rokok rokok (Kartono, 2013). Kondisi bayi berat lahir rendah

sangatlah merugikan, karena bayi yang memiliki berat lahir rendah sering disertai

dengan komplikasi seperti sindrom gangguan pernapasan idiopatik, pneumonia

aspirasi, dan perdarahan. Bayi yang terlahir dari ibu terpapar asap rokok pada

umumnya memiliki ukuran dan berat badan lahir lebih rendah dibandingkan berat

badan bayi normal lainnya, bahkan sering disertai masalah pada gangguan paru-

paru. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sirajuddin (2011) bahwa ibu hamil

yang terpapar asap rokok berisiko 1,2 kali lebih tinggi melahirkan bayi berat lahir

rendah dibandingan ibu yang tidak terpapar asap rokok selama kehamilannya.

Ibu hamil yang tidak memiliki perilaku merokok harus menghindari diri

dari paparan asap rokok, karena kandungan zat-zat berbahaya dari paparan asap

rokok secara teratur dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin

tersebut di dalam kandungan. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Torres

(2005) di Kota Mexico bahwa paparan asap rokok memberi pengaruh secara

signifikan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Mexico. Ibu hamil yang

terpapar asap rokok berisiko 2,68 kali melahirkan bayi berat lahir rendah

dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok.

Beberapa bahaya yang ditimbulkan akibat perilaku merokok bagi ibu

hamil dan janin adalah menyebabkan keguguran, mengalami kehamilan ektopik,

25

25

bayi lahir prematur, kematian bayi saat dilahirkan, komplikasi kehamilan, risiko

tinggi terkena sindrom, penurunan pada fungsi paru, dan bayi mengalami berat

lahir yang lebih rendah dari rata-rata normal. Penyebab utama bayi berat lahir

rendah adalah terhambatnya aliran darah menuju ke janin sehingga asupan gizi ibu

untuk janin menjadi berkurang. Profesor Peter Hindmarsh ahli endokrin anak dari

University College Hospital di London Inggris menyatakan bahwa pertumbuhan

bayi yang lahir dari ibu perokok berat dapat memepengaruhi berat, panjang, dan

lingkar kepala pada bayi. Bahkan tidak menutup kemungkinan efek dari asap

rokok dapat mempengaruhi fungsi organ tubuh pada bayi seperti hati, jantung,

otak, dan pertumbuhan tulang (Hindmarsh, 2008).

26

26

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1.1 Kerangka Berpikir

Bayi berat lahir rendah adalah neonatus dengan berat badan lahir dibawah

2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Salah satu faktor sebagai

penyebab utama terjadinya BBLR adalah pengaruh paparan asap rokok pada ibu

hamil di rumah tangga. Selain faktor dari paparan asap rokok, masih ada faktor

lain yang ikut berperan menyebabkan terjadinya bayi berat lahir rendah yaitu

karakteristik ibu. Karakteristik ibu diantaranya adalah umur ibu, pendidikan ibu,

pekerjaan ibu, status gizi ibu, paritas, jarak kehamilan, dan tingkat sosial ekonomi.

Rokok adalah salah satu zat adiktif yang berbahaya bagi kesehatan ibu

hamil. Rokok mengandung bahan-bahan berbahaya yang dapat merusak kesehatan

tubuh ibu dan janin di dalam kandungan, diantaranya adalah tar, nikotin, karbon

monoksida, dan timah hitam. Merokok selama kehamilan, baik merokok aktif

maupun pasif memberikan pengaruh secara langsung terhadap kondisi

pertumbuhan dan perkembangan janin, terutama pada trimester pertama sampai

pada usia kehamilan cukup bulan.

Ibu hamil yang terpapar asap rokok menyebabkan terganggunya kesehatan

dan kecukupan gizi pada ibu dan janin. Zat-zat berbahaya di dalam rokok yang

mengalir ke dalam darah dapat mengganggu proses sirkulasi oksigen dan

distribusi makanan dari ibu ke janin, sehingga janin tidak memperoleh nutrisi

yang cukup untuk bertahan hidup. Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan

dan perkembangan janin di dalam kandungan karena kecukupan gizi dari ibu

27

27

untuk janin yang tidak terpenuhinya. Paparan dari asap rokok berisiko sebagai

penyebab lahirnya bayi dengan keadaan berat lahir rendah.

1.2 Konsep Penelitian

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan suatu konsep penelitian

tentang pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap

kejadian bayi berat lahir rendah sebagai berikut :

Gambar 3.1 Konsep Penelitian

PAPARAN ASAP

ROKOK DI RUMAH

TANGGA

- Suami Perokok

- Anggota Keluarga Perokok

BAYI BERAT LAHIR

RENDAH

FAKTOR KARAKTERISTIK IBU

- Umur Ibu

- Pendidikan Ibu

- Pekerjaan Ibu

- Status Gizi Ibu

- Paritas

- Jarak Kehamilan

- Tingkat Sosial Ekonomi

28

28

1.3 Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh paparan asap rokok dari suami perokok pada ibu hamil di

rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten

Gianyar.

2. Ada pengaruh paparan asap rokok dari anggota keluarga perokok pada

ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di

Kabupaten Gianyar.

29

29

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian case control yang

bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil

di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar.

Penelitian case control adalah suatu penelitian yang mempelajari bagaimana

pengaruh faktor risiko (paparan asap rokok) terhadap terjadinya suatu penyakit

(BBLR) yang dilakukan dengan cara membagi sampel menjadi dua kelompok

yaitu kelompok kasus (BBLR) dan kelompok control (tidak BBLR). Selanjutnya

ditelusuri secara retrospektif mengenai status paparan diantara kelompok kasus

(BBLR) dan kontrol (tidak BBLR) (Notoatmodjo, 2010).

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian case control

Terpapar asap rokok (+)

Terpapar asap rokok (-)

Terpapar asap rokok (+)

Terpapar asap rokok (-)

Kasus : BBLR

Kontrol : Tidak BBLR

30

30

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gianyar dengan waktu penelitian

selama 3 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Juli Tahun 2014. Penelitian dimulai

dengan tahap persiapan penelitian hingga tahap pelaporan hasil penelitian.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian epidemiologis analitik pada

bidang gizi yang bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya bayi berat lahir

rendah di Kabupaten Gianyar. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan

wawancara terhadap responden mengenai adanya pengaruh paparan asap rokok

pada ibu hamil di rumah tangga sebagai faktor risiko terjadinya bayi berat lahir

rendah di Kabupaten Gianyar.

4.4 Penentuan Sumber Data

4.4.1 Populasi

1. Populasi Kasus

Populasi kasus pada penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan

bayi dengan berat kurang dari 2.500 gram (BBLR) dan umur kehamilan 37

minggu sampai 42 minggu (cukup bulan /aterm) di seluruh wilayah kerja

puskesmas di Kabupaten Gianyar dari bulan Januari sampai Desember tahun

2013. Jumlah ibu yang melahirkan bayi BBLR dengan masa kehamilan

“aterm” di Kabupaten Gianyar pada bulan Januari sampai Desember tahun

2013 adalah 98 ibu.

31

31

2. Populasi Kontrol

Populasi kontrol dalam penelitian ini adalah semua ibu yang

melahirkan bayi dengan keadaan tidak BBLR di seluruh wilayah kerja

puskesmas di Kabupaten Gianyardari bulan Januari sampai Desember tahun

2013. Jumlah ibu yang melahirkan bayi dengan keadaan tidak BBLR di

Kabupaten Gianyar pada bulan Januari sampai Desember tahun 2013 adalah

6.450 ibu.

4.4.2 Cara Pengambilan Sampel

1. Sampel Kasus

Sampel kasus dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi

kasus yang ada, dimana sampel kasus diambil dari data register kohort ibu

hamil yang melahirkan bayi dengan berat kurang dari 2.500 gram (BBLR)

dan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu (cukup bulan /aterm) di

seluruh wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Gianyar Bulan Januari

sampai Desember Tahun 2013. Cara pengambilan sampel kasus adalah

sistematik random sampling dengan prosedur sebagai berikut :

1. Membuat kerangka sampel yang merupakan daftar anggota populasi

kasus.

2. Menentukan banyaknya sampel yang diperlukan.

3. Menentukan jumlah interval yang ditentukan dengan cara

membangi jumlah populasi dengan jumlah sampel.

4. Memilih sampel pertama secara acak, dimana nomor yang diperoleh

dari pengundian tersebut adalah sampel pertama.

32

32

5. Untuk pemilihan sampel berikutnya, sampel pertama ditambah

dengan interval dan dilakukan secara berulang-ulang hingga jumlah

sampel terpenuhi.

2. Sampel Kontrol

Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi

kontrol yang ada, dimana sampel kontrol diambil dari data register kohort

ibu hamil yang melahirkan bayi dengan keadaan tidak BBLR di seluruh

wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Gianyar pada bulan Januari sampai

Desember tahun 2013. Cara pengambilan sampel kontrol adalah sistematik

random sampling dengan prosedur sebagai berikut :

1. Membuat kerangka sampel yang merupakan daftar anggota populasi

kontrol.

2. Menentukan banyaknya sampel yang diperlukan.

3. Menentukan jumlah interval yang ditentukan dengan cara

membangi jumlah populasi dengan jumlah sampel.

4. Memilih sampel pertama secara acak, dimana nomor yang diperoleh

dari pengundian tersebut adalah sampel pertama.

5. Untuk pemilihan sampel berikutnya, sampel pertama ditambah

dengan interval dan dilakukan secara berulang-ulang hingga jumlah

sampel terpenuhi.

33

33

4.4.3 Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan rumus (WHO, 2000) :

n = {Z1-α/2 √ 2P2 (1-P2) + Z1-β √ (P1 (1- P1) + P2 (1- P2) }2

(P1- P2)2

Keterangan :

n = jumlah sampel

Zα = Tingkat kemaknaan = 1,96 (untuk α = 0,05 adalah 1,96)

Zβ = Tingkat kekuatan (power) yang diinginkan = 0,20 = 80%

c = jumlah kontrol = 1

p = proporsi yang terpapar asap rokok = 66,7% (Ramadhan, 2012)

OR = 4,2 (Rasyid, 2012)

Berdasarkan perhitungan besar sampel dari penelitian diatas maka besar

sampel dalam penelitian ini adalah 58 sampel. Karena perbandingan sampel kasus

dan kontrol yang digunakan adalah 1 : 1, maka perbandingan jumlah sampel kasus

dan kontrol adalah 58 : 58. Total jumlah sampel yang digunakan adalah 58 x 2 =

116 sampel

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini ada tiga yaitu variabel terikat, variabel bebas,

dan variabel confounding. Variabel terikat adalah kejadian bayi berat lahir rendah.

Variabel bebasnya adalah paparan asap rokok dari suami dan anggota keluarga

34

34

perokok di rumah tangga. Sedangkan variabel confoundingnya adalah

karakteristik ibu yaitu umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status gizi ibu,

paritas, jarak kehamilan, dan tingkat sosial ekonomi.

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Operasional

Variabel

Alat

Ukur

Skala

Pengukuran

Skala Dalam

Analisis

Variabel Terikat

BBLR Bayi baru lahir dengan

berat badan lahir

dibawah 2.500 gram,

diukur mmenggunakan

timbangan bayi yang

ada di Puskesmas dan

tercatat di data kohort

bayi bulan Januari-

Desember tahun 2013

Data

Kohort

bayi

Kategorikal 1. BBLR

2. Tidak BBLR

Variabel Bebas

Paparan Asap Rokok di Rumah Tangga

Paparan asap

rokok

Paparan asap rokok

yang menyertai ibu

hamil

Kuesioner Kategorikal 1. Terpapar

2. Tidak

Terpapar

Paparan asap

rokok suami

Paparan asap rokok dari

suami perokok yang

menyertai ibu hamil

Kuesioner Kategorikal 1. Terpapar

2. Tidak

Terpapar

Paparan asap

rokok

anggota

keluarga

Paparan asap rokok dari

anggota keluarga

perokok yang menyertai

ibu hamil

Kuesioner Kategorikal 1. Terpapar

2. Tidak

Terpapar

Kualitas

merokok

Perilaku konsumsi

rokok suami dan

anggota keluarga

Kuesioner Kategorikal 1. Merokok

setiap hari

2. Merokok

35

35

perokok (hari) tidak setiap

hari

Kuantitas

merokok

Banyaknya rokok yang

dikonsumsi suami dan

anggota keluarga

perokok dalam 1 hari

Kuesioner Interval 1. Berat bila

Merokok ≥ 10

batang/hari

2. Ringan bila

Merokok < 20

batang/hari

Durasi/ Lama

merokok

Waktu yang dihabiskan

suami dan anggota

keluarga perokok untuk

mengkonsumsi rokok

(tahun)

Kuesioner Interval 1. Berat bila

merokok ≥ 10

tahun

2. Ringan bila

merokok < 10

tahun

Variabel Confounding

Umur Ibu Umur ibu pada saat ibu

melakukan persalinan

(tahun)

Kuesioner Kategorikal 1. Berisiko bila

umur < 20

tahun atau > 35

tahun

2. Tidak berisiko

bila umur 20-

35 tahun

Pendidikan

Ibu

Pendidikan (formal)

terakhir yang telah

ditamatkan oleh ibu

Kuesioner Kategorikal 1. Tidak Sekolah

2. SD

3. SMP

4. SMA

5. PT

Pekerjaan

Ibu

Kegiatan yang

dilakukan oleh ibu di

luar atau di dalam

rumah yang

menghasilkan uang

untuk menambah

pendapatan keluarga

Kuesioner Kategorikal 1. Bekerja

2. Tidak Bekerja

Status Gizi

Ibu

Status gizi ibu pada

kehamilan Trimester III

yang diukur

menggunakan pita LILA

menurut catatan kohort

ibu hamil yang ada di

Puskesmas pada bulan

Kuesioner Kategorikal 1. Kurang bila

LILA < 23,5

cm

2. Baik bila LILA

≥ 23,5 cm

36

36

Januari-Desember tahun

2013

Paritas Jumlah anak yang hidup

dilahirkan oleh ibu

Kuesioner Interval 1. Berisiko bila

paritas ≥ 4 kali

2. Tidak Berisiko

bila paritas < 4

kali

Jarak

Kehamilan

Jarak antara waktu sejak

ibu hamil sampai terjadi

kehamilan berikutnya

Kuesioner Kategorikal 1. Berisiko bila

jarak

kehamilan < 2

tahun dan > 4

tahun

2. Tidak Berisiko

bila jarak

kehamilan 2-4

tahun

Tingkat

Sosial

Ekonomi

Kemampuan keluarga

dalam memenuhi

kebutuhan ibu hamil

yang dinilai berdasarkan

pendapatan keluarga per

bulan

UMR Interval 1. Rendah bila

pendapatan per

bulan < Rp.

1.405.000

(UMR Kab.

Gianyar)

2. Tinggi bila

pendapatan per

bulan ≥ Rp.

1.405.000

(UMR Kab.

Gianyar)

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner sebagai

pedoman wawancara terhadap responden. Kuesioner telah diujucobakan terlebih

dahulu sebelum peneliti melakukan pengumpulan data kelapangan.

37

37

4.7 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Gianyar bertujuan untuk

mengetahui pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga

terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. Sebelum

penelitian dilakukan, peneliti mengurus ijin penelitian terlebih dahulu sehingga

mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data. Selanjutnya peneliti

melakukan pendekatan melalui tatap muka terhadap responden dan petugas

kesehatan dari masing-masing puskesmas. Melalui tatap muka tersebut peneliti

menyampaikan kepada responden mengenai maksud dan tujuan penelitian,

memberikan lembar persetujuan sebagai responden (inform consent) untuk

ditandatangani jika responden bersedia untuk diwawancarai. Data primer ini

diperoleh dengan melakukan wawancara secara langsung ke masing-masing

rumah responden menggunakan kuesioner sebagai pedoman wawancara.

4.8 Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

4.8.1 Cara Pengumpulan Data

1. Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung terhadap

responden menggunakan kuesioner sesuai dengan variabel yang diteliti.

Adapaun variabel tersebut meliputi paparan asap rokok, umur ibu,

pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan tingkat sosial ekonomi.

2. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar dan

dari data register kohort bayi dan ibu hamil yang tercatat di masing-

masing Puskesmas di Kabupaten Gianyar pada bulan Januari sampai

38

38

Desember tahun 2013 meliputi kejadian BBLR, status gizi ibu, paritas,

dan jarak kehamilan.

4.8.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan ada dua yaitu data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap responden dengan

menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui data register

kohort bayi dan ibu hamil yang tercatat di masing-masing Puskesmas Kabupaten

Gianyar pada bulan Januari sampai Desember tahun 2013.

4.8.3 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah semua data hasil wawancara terhadap

responden terkumpul. Data yang terkumpul selanjutnya diolah melalui beberapa

tahap yaitu tahap editing, coding, scoring, entry data, dan tabulasi data.

4.9 Analisis Data

4.9.1 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat dengan uji statistik sehingga diperoleh nilai p. Bila nilai

p ≤ 0,05 maka berpengaruh signifikan. Selanjutnya dianalisis menggunakan uji

chi-square sehingga diperoleh ukuran asosiasi pengaruh variabel bebas terhadap

variabel terikat yang ditunjukkan dari nilai Crude Odds Ratio (OR), dengan

interpretasi nilai OR sebagai berikut:

39

39

1. Bila nilai OR = 1 maka paparan asap rokok sebagai variabel independent

bukan merupakan faktor risiko terjadinya BBLR

2. Bila nilai OR > 1 maka paparan asap rokok sebagai variabel independent

merupakan faktor risiko terjadinya BBLR

3. Bila OR < 1 maka paparan asap rokok sebagai variabel independent

memberikan efek protektif terhadap terjadinya BBLR

4.9.2 Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh murni dari

variabel bebas terhadap variabel terikat yang menggunakan uji regresi logistic

bila nilai uji p < 0,25. Pada analisis ini diperoleh ukuran asosiasi nilai Adjusted

Odds Ratio (OR), 95% CI, dan nilai p, dengan interpretasi nilai OR sebagai

berikut:

1. Bila nilai OR = 1 maka paparan asap rokok sebagai variabel independent

bukan merupakan faktor risiko terjadinya BBLR

2. Bila nilai OR > 1 maka paparan asap rokok sebagai variabel independent

merupakan faktor risiko terjadinya BBLR

3. Bila OR < 1 maka paparan asap rokok sebagai variabel independent

memberikan efek protektif terhadap terjadinya BBLR

Untuk mengetahui tingkat kemaknaan dari variabel yang diteliti sebagai

faktor risiko terhadap variabel yang terpengaruh dapat dilihat dari nilai p-value

kurang dari α atau p ≤ 0,05.

40

40

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Sosio-Demografi Kabupaten Gianyar

Kabupaten Gianyar merupakan salah satu Kabupaten dari 9 (sembilan)

Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Bali. Kabupaten Gianyar terdiri dari 7

(tujuh) kecamatan, 64 (enam puluh empat) desa, 6 (enam) kelurahan, 504 (lima

ratus empat) Banjar/Dusun, dan 42 (empat puluh dua) Lingkungan. Jumlah

penduduk Kabupaten Gianyar pada tahun 2013 adalah 488.500 jiwa yang terdiri

dari 246.600 penduduk laki-laki dan 241.900 penduduk perempuan. Kabupaten

Gianyar memiliki luas wilayah 368 km2 atau 6,53% dari luas wilayah Propinsi

Bali. Adapun batas-batas wilayah dari Kabupaten Gianyar, yaitu sebelah Utara

adalah Kabupaten Bangli; sebelah Timur adalah Kabupaten Klungkung dan

Kabupaten Bangli; sebelah Selatan adalah Selat Badung dan Samudra Indonesia;

dan Sebelah Barat adalah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.

Berdasarkan situasi derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Gianyar

pada tahun 2013, Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Gianyar tahun 2013

adalah 10,1 per 1000 kelahiran hidup, dimana AKB yang terjadi di Kabupaten

Gianyar telah melebihi AKB di Propinsi Bali yaitu 5,5 per 1000 kelahiran hidup.

Bila dilihat dari Angka kematian Balita (AKABA), pada tahun 2013 AKABA

yang terjadi di Kabupaten Gianyar adalah 11,55 per 1000 kelahiran hidup.

Kejadian ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 11,2 per 1000

kelahiran hidup. Demikian pula dengan Angka Kematian Ibu (AKI) yang terjadi

di Kabupaten Gianyar mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun

41

41

sebelumnya yaitu dari yaitu 60,4 per 1000 kelahiran hidup menjadi 93,0 per 1000

kelahiran hidup pada tahun 2013.

Upaya kesehatan pada ibu hamil yang telah dilakukan di Kabupaten

Gianyar terdiri dari kunjungan ibu hamil (K1 dan K4) dan pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan. Cakupan kunjungan ibu hamil di Kabupaten Gianyar pada

tahun 2013 telah mengalami penurunan yaitu dari 99% dan 91,3% menjadi 94,4%

dan 87,52% pada tahun 2013. Demikian pula pada cakupan pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan telah mengalami penurunan yaitu dari 94,7%

menjadi 93,36%. Dari 13 puskesmas yang ada di Kabupaten Gianyar, puskesmas

yang mencapai cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan tertinggi adalah

Puskesmas Gianyar 1 (108,4%) sedangkan yang terendah adalah Puskesmas

Blahbatuh II (86,2).

Berdasarkan pemantauan status gizi yang telah dilakukan di Kabupaten

Gianyar, beberapa permasalahan gizi yang sering dijumpai pada ibu hamil yaitu

anemia gizi besi dan kekurangan vitamin A. Puskesmas yang mencapai cakupan

tertinggi dalam hal pemberian tablet penambah darah (Fe) pada Ibu hamil di

Kabupaten Gianyar tahun 2013 adalah Puskesmas Gianyar 1 (110,1%), sedangkan

yang terendah adalah Puskesmas Gianyar II (73,5%). Bila dilihat dari cakupan ibu

hamil yang mendapatkan vitamin A pada tahun 2013, cakupan ini masih dibawah

standar yaitu 52,46%, padahal seharusnya capaiannya adalah 80%. Puskesmas

yang mencapai cakupan tertinggi adalah Puskesmas Gianyar II sedangkan yang

terendah adalah Puskesmas tegallalang I.

Dalam melaksanakan berbagai upaya kesehatan, terutama pada ibu hamil

tentu tidak terlepas dari ketersediaan tenaga kesehatan seperti dokter, bidan dan

42

42

perawat. Secara keseluruhan jumlah tenaga kesehatan yang ada di Kabupaten

Gianyar pada tahun 2013 adalah sebanyak 1083 orang yang terdiri dari 210

dokter, 393 bidan, dan 480 tenaga keperawatan. Bila dilihat rasio antara jumlah

dokter dengan jumlah penduduk di Kabupaten Gianyar adalah 1 : 2.326 maka

dapat diketahui bahwa setiap 1 orang dokter bertanggung jawab untuk melayani

sebanyak 2.326 penduduk di Kabupaten Gianyar. Bila dilihat rasio antara jumlah

bidan dengan jumlah penduduk di Kabupaten Gianyar adalah 1 : 1.243 maka

dapat diketahui bahwa setiap 1 orang bidan bertanggung jawab untuk melayani

sebanyak 1.243 penduduk di Kabupaten Gianyar. Bila dilihat rasio antara jumlah

tenaga keperawatan dengan jumlah penduduk di Kabupaten Gianyar adalah 1 :

1.017 maka dapat diketahui bahwa setiap 1 orang tenaga keperawatan

bertanggung jawab untuk melayani sebanyak 1.017 penduduk di Kabupaten

Gianyar.

5.2 Karakteristik Sampel Kasus dan Kontrol

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 116 sampel

yang terdiri dari 58 ibu yang melahirkan bayi BBLR dengan masa kehamilan

cukup bulan (aterm) sebagai sampel kasus dan 58 ibu yang melahirkan bayi tidak

BBLR sebagai sampel kontrol di Kabupaten Gianyar pada tahun 2013. Data

diperoleh dan dikumpulkan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di

rumah responden dan berdasarkan data yang diperoleh dari data kohort ibu hamil

pada masing-masing Puskesmas di Kabupaten Gianyar bulan Januari sampai

Desember Tahun 2013.

43

43

Berikut data karakteristik ibu berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan,

pendapatan keluarga, status gizi, paritas, dan jarak kehamilan, dapat dilihat pada

tabel 5.1 berikut ini :

Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Kasus dan Kontrol

Variabel Kasus (n = 58) Kontrol (n = 58) Nilai

p n % n %

Umur

< 20 tahun atau > 35 tahun 32 55,2 11 19,0 < 0,001

20-35 tahun 26 44,8 47 81,0

Pendidikan

≤ SMP 31 53,4 16 27,6 0,005

> SMP 27 46,6 42 72,4

Pekerjaan

Bekerja 36 62,1 25 43,1 0,041

Tidak bekerja 22 37,9 33 56,9

Pendapatan keluarga

< Rp. 1.405.000 34 58,6 14 24,1 < 0,001

≥ Rp. 1.405.000 24 41,4 44 75,9

Status gizi ibu

LILA < 23,5 cm 39 67,2 11 19,0 < 0,001

LILA ≥ 23,5 cm 19 32,8 47 81,0

Paritas

≥ 4 kali 10 17,2 4 6,9 0,087

< 4 kali 48 82,8 54 93,1

Jarak kehamilan

< 2 tahun dan > 4 tahun 45 77,6 26 44,8 < 0,001

2-4 tahun 13 22,4 32 55,2

Pada tabel 5.1 diatas, dapat dilihat hasil analisis karakteristik sampel kasus

dan kontrol berdasarkan sosio-demografi. Bila dilihat dari variabel umur, sebagian

besar umur ibu pada sampel kasus adalah < 20 atau > 35 tahun (55,2%),

sedangkan umur ibu pada sampel kontrol sebagian besar adalah 20-35 tahun

(81,0%). Bila dilihat berdasarkan variabel pendidikan, sebagian besar pendidikan

ibu pada sampel kasus adalah ≤ SMP (53,4%), sedangkan pendidikan ibu pada

sampel kontrol sebagian besar adalah > SMP (72,4%).

44

44

Berdasarkan variabel pekerjaan, ibu yang bekerja lebih banyak pada

sampel kasus dibandingkan ibu pada sampel kontrol. Ibu pada sampel kasus yang

bekerja adalah sebanyak 62,1% sedangkan ibu pada sampel kontrol lebih banyak

yang tidak bekerja sebanyak 56,9%. Bila dilihat berdasarkan variabel pendapatan

keluarga, ibu dengan pendapatan keluarga < Rp. 1.405.000 lebih banyak pada

sampel kasus dibandingkan ibu pada sampel kontrol. Sebanyak 58,6% ibu pada

sampel kasus memiliki pendapatan keluarga < Rp. 1.405.000 sedangkan ibu pada

sampel kontrol lebih banyak (75,9%) memiliki pendapatan keluarga ≥ Rp.

1.405.000.

Berdasarkan variabel status gizi ibu yang diukur berdasarkan ukuran LILA

ibu pada masa kehamilan. Ibu yang memiliki ukuran LILA < 23,5 cm lebih

banyak pada sampel kasus dibandingkan pada sampel kontrol. Sebanyak 67,2%

ibu pada sampel kasus memiliki ukuran LILA < 23,5 cm sedangkan ibu pada

sampel kontrol lebih banyak (81,0%) memiliki ukuran LILA ≥ 23,5 cm. Bila

dilihat berdasarkan variabel paritas, sebagian besar ibu pada sampel kasus

maupun kontrol memiliki paritas < 4 kali. Proporsinya adalah sebanyak 82,8% ibu

pada sampel kasus dan 93,1% ibu pada sampel kontrol yang sama-sama memiliki

paritas < 4 kali. Bila dilihat berdasarkan jarak kehamilan, ibu yang memiliki jarak

kehamilan < 2 tahun dan > 4 tahun lebih banyak pada sampel kasus dibandingkan

sampel kontrol. Sebanyak 77,6% ibu pada sampel kasus memiliki jarak kehamilan

< 2 tahun dan > 4 tahun sedangkan ibu pada sampel kontrol lebih banyak (55,2%)

memiliki jarak kehamilan 2-4 tahun.

45

45

5.3 Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga

Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Berdasarkan Analisis

Bivariat

Variabel paparan asap rokok dari suami dan paparan asap rokok dari

anggota keluarga pada ibu hamil dianalisis dengan analisis bivariat karena

variabel-variabel ini dianggap sebagai faktor risiko yang mempengaruhi

terjadinya bayi berat lahir rendah. Hasil analisis faktor risiko berdasarkan analisis

bivariat akan ditunjukkan dengan nilai crude OR berdasarkan masing-masing

faktor risiko.yang disajikan pada tabel 5.2 berikut ini:

Tabel 5.2 Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga

Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Berdasarkan

Analisis Bivariat

Faktor risiko Kasus

n (%)

Kontrol

n (%)

Crude

OR

95%CI Nilai

P Paparan asap rokok suami

Terpapar 40 (69,0) 15 (25,9) 6,370 2,836-14,309 < 0,001

Tidak terpapar 18 (31,0) 43 (74,1) Paparan asap rokok anggota

keluarga

Terpapar 38 (65,5) 13 (22,4) 6,577 2,894-14,948 < 0,001

Tidak terpapar 20 (34,5) 45 (77,6)

Berdasarkan hasil dari analisis bivariat pada tabel 5.2 diatas, dapat dilihat

bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok dari suami lebih banyak pada sampel

kasus dibandingkan sampel kontrol. Sebanyak 69% ibu hamil pada sampel kasus

terpapar asap rokok dari suami perokok sedangkan pada sampel kontrol hanya

25,9% ibu hamil yang terpapar asap rokok dari suami perokok. Pada hasil uji

statistik diperoleh nilai OR sebesar 6,370 maka ibu yang terpapar asap rokok dari

suami selama kehamilannya berisiko 6,370 kali melahirkan bayi berat lahir rendah

46

46

dibandingkan ibu yang tidak terpapar asap rokok dari suami selama kehamilannya

dan hubungan ini signifikan secara statistik (OR: 6,370; 95% CI: 2,836-14,309).

Berdasarkan hasil analisis paparan asap rokok anggota keluarga

menunjukkan bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok dari anggota keluarga

lebih banyak pada sampel kasus dibandingkan sampel kontrol. Sebanyak 65,5%

ibu hamil pada sampel kasus terpapar asap rokok dari anggota keluarga merokok

sedangkan pada sampel kontrol hanya 22,4% ibu hamil yang terpapar asap rokok

dari anggota keluarga merokok. Pada hasil uji statistik diperoleh nilai OR sebesar

6,577 maka dapat diketahui bahwa ibu yang terpapar asap rokok dari anggota

keluarga selama kehamilannya berisiko 6,577 kali melahirkan bayi berat lahir

rendah dibandingkan ibu yang tidak terpapar asap rokok dari anggota keluarga

selama kehamilannya (OR: 6,577; 95% CI: 2,894-14,948).

5.4 Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga

Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Berdasarkan Analisis

Multivariat

Pada hasil analisis bivariat terhadap variabel paparan asap rokok suami

dan paparan asap rokok anggota keluarga diperoleh bahwa kedua variabel ini

memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah,

dimana nilai p ≤ 0,05 dan p < 0,25. Selanjutnya kedua variabel bebas ini akan

diuji secara bersamaan menggunakan uji regresi logistic dengan analisis

multivariat dan metode Backward LR. Tujuannya adalah untuk mengetahui

pengaruh murni dari paparan asap rokok suami dan paparan asap rokok anggota

keluarga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Namun sebelum dilakukan

47

47

analisis multivariat terhadap kedua variabel bebas ini maka perlu dilakukan uji

korelasi terlebih dahulu.

Uji korelasi adalah suatu uji analisis yang dilakukan bertujuan untuk

mengetahui adanya efek multikolinearitas antara dua variabel bebas terhadap

variabel terikat. Sedangkan efek multikolinearitas adalah suatu efek yang terjadi

akibat antara dua variabel bebas memiliki korelasi kuat (r ≥ 0,7) terhadap variabel

terikat. Untuk itu sebelum dilakukan analisis multivariat, penting dilakukan uji

korelasi terlebih dahulu terhadap variabel paparan asap rokok suami dengan

variabel paparan asap rokok anggota keluarga. Hasil uji korelasi pada paparan

asap rokok suami dengan paparan asap rokok anggota keluarga dapat dilihat pada

tabel 5.3 berikut ini :

Tabel 5.3 Hasil Uji Korelasi Kendall’s Taw-B Antara Paparan Asap Rokok

Suami dengan Paparan Asap Rokok Anggota keluarga Pada Ibu

Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir

Rendah

Paparan Asap Rokok Nilai r Nilai p

Paparan asap rokok suami

0,724 < 0,001

Paparan asap rokok anggota

keluarga

Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa dari hasil uji korelasi

antara paparan asap rokok suami dengan paparan asap rokok anggota keluarga,

diperoleh nilai koefisien korelasi yaitu nilai r = 0,724 atau nilai r ≥ 0,7 dan p <

0,001. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada hubungan korelasi yang kuat

antara paparan asap rokok suami dengan paparan asap rokok anggota keluarga dan

48

48

hubungan ini bermakna secara statistik. Demikian juga sebaliknya pada hasil uji

korelasi antara paparan asap rokok anggota keluarga dengan paparan asap rokok

suami, diperoleh nilai r = 0,724 atau nilai r ≥ 0,7 dan p < 0,001. Maka dapat

diketahui bahwa antara paparan asap rokok anggota keluarga dengan paparan asap

rokok suami, sama-sama memiliki hubungan korelasi yang kuat dan hubungan ini

bermakna secara statistik.

Melihat adanya hubungan korelasi kuat antara paparan asap rokok suami

dengan paparan asap rokok anggota keluarga, telah menggambarkan bahwa

memang benar antara dua variabel bebas ini terdapat efek multikolinearitas,

dimana diperoleh r ≥ 0,7 dan p < 0,001. Karena adanya efek multikolinearitas

antara paparan asap rokok suami dengan paparan asap rokok anggota keluarga,

maka kedua variabel bebas ini tidak dapat dianalisis bersama-sama ke dalam

analisis multivariat. Tujuannya adalah untuk menghindari adanya pengaruh

dominan dari salah satu variabel bebas terhadap variabel terikat. Pada analisis

multivariat ini variabel karakteristik ibu tetap ikut dianalisis secara bersamaan ke

dalam model sebagai pengontrol adanya pengaruh dari paparan asap rokok suami

dan paparan asap rokok anggota keluarga terhadap kejadian bayi berat lahir

rendah (BBLR). Hasil analisis ini dapat dilihat pada tabel 5.4 dan 5.5 berikut ini :

49

49

Tabel 5.4 Pengaruh Paparan Asap Rokok Suami Pada Ibu Hamil di Rumah

Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah

Berdasarkan Analisis Multivariat

Faktor Risiko BBLR Adjusted

OR

95% CI Nilai p

Lower Upper

Paparan asap rokok suami 7,479 2,058 27,175 0,002

Umur ibu < 20 tahun atau

> 35 tahun

5,538 1,325 23,138 0,019

Ibu yang bekerja 10,892 2,715 43,692 0,001

Status gizi ibu yang kurang

(LILA < 23,5 cm)

7,398 1,938 28,246 0,003

Paritas ibu ≥ 4 kali 5,700 0,775 41,937 0,087

Jarak kehamilan ibu < 2

tahun dan > 4 tahun

7,306 1,847 28,904 0,005

Tingkat sosial ekonomi ibu

yang rendah (pendapatan

per bulan < Rp. 1.405.000)

7,742 2,174 27,569 0,002

Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa dari hasil uji statistik

terhadap variabel paparan asap rokok suami diperoleh nilai OR sebesar 7,479

maka dapat diketahui bahwa paparan asap rokok suami pada ibu hamil

berpengaruh murni terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Ibu yang terpapar

asap rokok suami selama kehamilannya memiliki risiko 7,479 kali melahirkan

bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok

dari suami selama kehamilannya dan hubungan ini signifikan secara statistik (OR:

7,479; 95% CI: 2,058-27,175).

50

50

Tabel 5.5 Pengaruh Paparan Asap Rokok Anggota Keluarga Pada Ibu Hamil

di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah

Berdasarkan Analisis Multivariat

Faktor Risiko BBLR Adjusted

OR

95% CI Nilai p

Lower Upper

Paparan asap rokok anggota

keluarga

9,002

2,434

33,286

0,001

Umur ibu < 20 tahun atau

> 35 tahun

4,222 0,933 19,105 0,061

Ibu yang bekerja 9,321 2,351 36,953 0,001

Status gizi ibu yang kurang

(LILA < 23,5 cm)

9,243 2,322 36,791 0,002

Paritas ibu ≥ 4 kali 8,501 0,987 73,202 0,051

Jarak kehamilan ibu < 2

tahun dan > 4 tahun

9,168 2,245 37,444 0,002

Tingkat sosial ekonomi ibu

yang rendah (pendapatan

per bulan < Rp. 1.405.000)

9,229 2,496 34,130 0,001

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa hasil uji statistik terhadap

variabel paparan asap rokok anggota keluarga, diperoleh nilai OR sebesar 9,002

maka dapat diketahui bahwa paparan asap rokok anggota keluarga pada ibu hamil

berpengaruh murni terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Ibu yang terpapar

asap rokok dari anggota keluarga selama kehamilannya berisiko 9,002 kali

melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar

asap rokok dari anggota keluarga selama kehamilannya (OR: 9,002; 95% CI:

2,434-33,286).

Dari hasil analisis multivariat terhadap variabel paparan asap rokok suami

dan paparan asap rokok anggota keluarga pada tabel 5.4 dan 5.5 diatas, telah

51

51

menggambarkan bahwa paparan asap rokok suami maupun paparan asap rokok

anggota keluarga sama-sama memiliki pengaruh murni terhadap kejadian bayi

berat lahir rendah. Masing-masing besar risiko yang ditimbulkan adalah 7,479 kali

karena terpapar dari asap rokok suami dan 9,002 kali karena terpapar asap rokok

dari anggota keluarga.

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah melakukan analisis

stratifikasi terhadap kedua variabel bebas tersebut. Tujuannya adalah untuk

mengetahui adanya pengaruh dari variabel paparan asap rokok suami pada ibu

hamil terhadap kejadian bayi berat lahir rendah setelah distrata dengan paparan

asap rokok anggota keluarga, demikian juga sebaliknya. Hasil analisis stratifikasi

ini dapat dilihat pada tabel 5.6 dan 6.7 berikut ini :

Tabel 5.6 Hasil Analisis Stratifikasi Pengaruh Paparan Asap Rokok Suami

Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat

Lahir Rendah Berdasarkan Strata Paparan Asap Rokok Anggota

Keluarga

Strata

(Paparan

Asap

Rokok

Anggota

keluarga)

Paparan

Asap

Rokok

Suami

Kelompok

Crude

OR

Adjusted

OR

95% CI

Nilai

p

Kasus

n (%)

Kontrol

n (%)

Terpapar

Terpapar

35 (77,8)

10 (22,2)

2,948

1,000-8,678

0,050

Tidak

terpapar

3 (50,0) 3 (50,0) 3,500

Tidak

Terpapar

Terpapar 5 (50,0) 5 (50,0)

Tidak

terpapar

15 (27,3)

40 (72,7)

2,667

52

52

Berdasarkan tabel 5.6 diatas dapat dilihat nilai Adjusted OR sebesar 2,948

maka dapat diketahui bahwa paparan asap rokok suami pada ibu hamil yang

distrata dengan paparan asap rokok anggota keluarga berisiko 2,948 kali

menyebabkan terjadinya bayi berat lahir rendah. Hasil uji statistik juga telah

menggambarkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok

suami yang distrata dengan paparan asap rokok anggota keluarga terhadap

kejadian bayi berat lahir rendah, namun dengan nilai presisi yang rendah yaitu

mendekati angka satu (OR: 2,948; 95% CI: 1,000-8,678).

Tabel 5.7 Hasil Analisis Stratifikasi Pengaruh Paparan Asap Rokok Anggota

Keluarga Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian

Bayi Berat Lahir Rendah Berdasarkan Strata Paparan Asap

Rokok Suami

Strata

(Paparan

Asap

Rokok

Suami)

Paparan

Asap

Rokok

Anggota

Keluarga

Kelompok

Crude

OR

Adjusted

OR

95% CI

Nilai

p

Kasus

n (%)

Kontrol

n (%)

Terpapar

Terpapar

35 (87,5)

10 (66,7)

3,127

1,049-9,323

0,041

Tidak

terpapar

5 (12,5) 5 (33,3) 3,500

Tidak

Terpapar

Terpapar

3 (16,7)

3 (7,0)

Tidak

terpapar

15 (83,3)

40 (93,0)

2,667

Berdasarkan tabel 5.7 diatas dapat dilihat nilai Adjusted OR sebesar 3,127

maka dapat diketahui bahwa paparan asap rokok anggota keluarga pada ibu hamil

yang distrata dengan paparan asap rokok suami berisiko 3,127 kali menyebabkan

terjadinya bayi berat lahir rendah. Hasil uji statistik juga telah menggambarkan

53

53

bahwa ada hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok anggota keluarga

yang distrata dengan paparan asap rokok suami terhadap kejadian bayi berat lahir

rendah, namun dengan nilai presisi yang rendah yaitu mendekati angka satu (OR:

3,127; 95% CI: 1,049-9,323).

Setelah dilakukan analisis bivariat, uji korelasi, analisis multivariat dan uji

strata diatas maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap

variabel paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga secara keseluruhan.

Tujuannya adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh paparan asap rokok

seluruh anggota keluarga bila dilihat dari banyaknya anggota keluarga yang

merokok di dalam rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Hasil

analisis ini dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini :

Tabel 5.8 Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga

Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah

Paparan Asap

Rokok di Rumah

Tangga

Kelompok

OR

95% CI

Nilai

P Kasus

n (%)

Kontrol

n (%)

Sama sekali tidak

merokok

15 (27,3) 40 (72,7)

Salah satu merokok 8 (50) 8 (50) 6,370 2,643-15,562 < 0,001

Keduanya merokok 35 (77,8) 10 (22,2) 9,333 3,417-26,201 < 0,001

Berdasarkan tabel 5.8 diatas dapat dilihat pengaruh paparan asap rokok

pada ibu hamil di rumah tangga secara keseluruhan. Dari variabel sama sekali

tidak merokok menggambarkan bahwa bila di dalam suatu rumah tangga tidak ada

sama sekali anggota keluarga yang merokok maka tidak berpengaruh

menyebabkan terjadinya bayi berat lahir rendah. Sedangkan bila dilihat dari

54

54

variabel salah satu merokok, diperoleh nilai OR sebesar 6,444 maka bila di dalam

suatu rumah tangga ada salah satu saja anggota keluarga merokok maka risiko

yang ditimbulkan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah adalah 6,370 kali

berisiko dibandingkan dengan tidak ada anggota keluarga yang merokok dan

hubungan ini signifikan secara statistik (OR: 6,370; 95% CI: 2,643-15,562).

Bahkan bila dilihat dari variabel keduanya merokok, diperoleh OR sebesar 9,333

maka risiko yang ditimbulkan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah semakin

meningkat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa semakin banyak anggota

keluarga yang merokok di dalam rumah tangga maka kencenderungan risiko yang

ditimbulkan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah juga semakin meningkat

dan hubungan ini signifikan secara statistik (OR: 9,333; 95% CI: 3,417-26,201).

55

55

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga

Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah

Paparan asap rokok pada ibu hamil merupakan asap rokok yang berasal

dari orang lain yang dihirup oleh ibu hamil. Ibu hamil yang terpapar asap rokok

dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan selama kehamilan, hal ini

dapat menyebabkan bayi yang dilahirkan memiliki berat lahir rendah.

Berdasarkan analisis multivariat pada variabel paparan asap rokok suami pada ibu

hamil di rumah tangga yang dikontrol variabel karakteristik ibu menunjukkan

bahwa paparan asap rokok suami merupakan faktor penyebab terjadinya bayi

berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar (OR: 7,479; 95% CI: 2,058-27,175;).

Hasil uji statistik telah menunjukkan nilai Adjusted OR paparan asap

rokok suami sebesar 7,479 berarti bahwa paparan asap rokok suami pada ibu

hamil memiliki pengaruh murni sebesar 7,479 kali sebagai penyebab lahirnya bayi

berat lahir rendah dan hubungan ini signifikan secara statistik. Sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Indah (2010) bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok

berisiko 7,36 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu

hamil yang tidak terpapar asap rokok. Besarnya pengaruh paparan asap rokok

pada ibu hamil sebagai penyebab terjadinya bayi berat lahir rendah dalam

penelitian ini dipengaruhi oleh jumlah batang rokok yang dihisap, waktu mulai

terpapar, dan lamanya paparan asap rokok dari suami yang dihirup oleh ibu hamil.

56

56

Kebiasaan merokok baik aktif maupun pasif merupakan perilaku berisiko

yang patut dihindari. Rokok dapat membahayakan kesehatan terutama ibu hamil

karena zat-zat berbahaya yang terkandung di dalam rokok seperti tar, nikotin,

karbon monoksida (CO), dan timah hitam (Pb) dapat mengganggu pertumbuhan

janin di dalam kandungan. Dampak dari kebiasaan merokok pada ibu hamil dapat

menyebabkan keguguran, komplikasi kehamilan, penurunan fungsi paru pada

bayi, bayi berat lahir rendah, bahkan kematian bayi pada saat dilahirkan

(Hindmarsh, 2008).

Penelitian Khattar (2011) di India yang menunjukkan bahwa ibu hamil

yang terpapar asap rokok memiliki peluang lebih besar melahirkan bayi berat lahir

rendah dibandingkan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Semakin banyak

jumlah paparan asap rokok dari batang rokok yang dihisap maka semakin tinggi

pula risiko ibu melahirkan bayi berat lahir rendah. Bila ibu hamil terpapar asap

rokok dari suami yang mengkonsumsi rokok antara 11-20 batang setiap hari

berisiko 4,06 kali menyebabkan terjadinya bayi berat lahir rendah dibandingkan

dengan yang tidak sama sekali menghisap rokok, bahkan meningkat 17,62 kali

lebih berisiko bila terpapar terpapar asap rokok dari suami yang mengkonsumsi

rokok > 20 batang setiap harinya.

Kandungan timah hitam (Pb) dalam rokok mampu menghasilkan polutan

sebanyak 0,5 mikro gram, maka dapat diperkirakan bila seseorang mengkonsumsi

satu bungkus (20 batang) rokok dalam satu hari polutan yang dihasilkan adalah 10

mikro gram. Batas ukuran timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20

mikro gram per hari. Bila 40 batang rokok rata-rata dikonsumai oleh perokok

berat setiap harinya, maka jumlah polutan berbahaya yang masuk ke dalam tubuh

57

57

adalah dua kali lipat dari 20 batang rokok. Bila senyawa timah hitam ini dihirup

oleh ibu hamil yang selanjutnya beredar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah

dapat mengganggu proses sirkulasi oksigen dan asupan gizi dari ibu untuk bayi

menjadi terhambat (Manuaba, 2012).

Penelitian Abusalah (2011) di Kota Gaza menunjukkaan bahwa ibu yang

selama kehamilan terpapar asap rokok di dalam lingkungan berisiko 3,4 kali lebih

besar melahirkan bayi dalam keadaan berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu

yang tidak terpapar asap rokok selama kehamilan. Karbon monoksida adalah gas

beracun yang berpengaruh kuat terhadap kerja hemoglobin pada darah. Ikatan

karbon monoksida dengan haemoglobin menyebabkan fungsi haemoglobin

menjadi terganggu. Ibu yang terpapar asap rokok selama kehamilan memiliki

peluang lebih besar melahirkan bayi berat lahir rendah karena kandungan karbon

monoksida dalam rokok dapat mengurangi kerja haemoglobin dalam mengikat

oksigen yang diedarkan ke seluruh tubuh, sehingga janin di dalam kandungan

mengalami kekurangan oksigen dan gizi.

Berdasarkan hasil analisis multivariat pada variabel paparan asap rokok

anggota keluarga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah yang juga dikontrol

variabel karakteristik ibu, menggambarkan bahwa paparan asap rokok anggota

keluarga merupakan faktor risiko yang berpengaruh murni sebagai penyebab

terjadinya bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar (OR: 9,002; 95% CI:

2,434-33,286). Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa paparan asap rokok

suami maupun paparan asap rokok anggota keluarga sama-sama memberi

pengaruh signifikan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten

Gianyar.

58

58

Sejalan dengan penelitian Amalia (2009) bahwa ibu yang terpapar asap

rokok berisiko 5,516 kali lebih besar melahirkan bayi berat lahir rendah

dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok. Asap rokok

mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia, termasuk nikotin di dalamnya (Bustan,

2000). Nikotin adalah senyawa alkaloid toksik bersifat adiktif sehingga

menyebabkan ketergantungan bagi penggunanya. Efek dari penggunaan nikotin

dapat merusak sistem syaraf, mempersempit pembuluh darah, dan meningkatkan

tekanan darah. Jumlah nikotin yang masuk ke dalam tubuh tergantung dari jumlah

tembakau yang terkandung di dalam rokok, kualitas rokok, menggunakan filter,

lama dan dalamnya isapan (Manuaba, 2012). Kandungan nikotin pada rokok

dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pembuluh darah yang berakibat

terhambatnya aliran darah dan suplai makanan ke janin sehingga menyebabkan

terjadinya berat badan lahir rendah.

Penelitian Rasyid (2012) menunjukkan bahwa keterpaparan asap rokok

selama kehamilan berpengaruh signifikan sebesar 4,2 kali lebih berisiko

melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar

asap rokok. Pengaruh buruk dari asap rokok adalah menyebabkan gangguan pada

plasenta. Plasenta memperluas wilayah di dalam rahim untuk memenuhi

kebutuhan oksigen dan nutrisi pada janin. Hal ini mengakibatkan lapisan plasenta

semakin menipis dan kemungkinan letak plasenta menjadi lebih rendah atau

plasenta previa (plasenta ada pada mulut rahim). Ibu hamil yang terpapar asap

rokok mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami keguguran dibandingkan

ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Hal ini disebabkan karena berkurangnya

59

59

kadar hormon kehamilan akibat terpapar asap rokok, padahal hormon kehamilan

sangat diperlukan untuk menjaga kehamilannya hingga masa persalinan.

Penelitian Mumbare (2009) di India menunjukkan bahwa ibu hamil yang

terpapar asap rokok berisiko 4,10 kali melahirkan bayi berat lahir rendah

dibandingkan ibu yang tidak terpapar asap rokok dan hubungan ini signifikan

secara statistik. Kandungan nikotin dari paparan asap rokok pada ibu hamil dapat

mengganggu proses distribusi makanan dari ibu pada janin. Sedangkan karbon

monoksida akan mengikat hemoglobin di dalam darah, akibatnya kerja

hemoglobin untuk menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu dan

menghambat proses penyaluran sari-sari makanan pada janin. Bila distribusi zat

makanan pada janin mengalami hambatan maka dapat mempengaruhi

perkembangan janin di dalam kandungan dan berdampak pada berat badan lahir

bayi pada saat persalinan.

Berdasarkan hasil analisis paparan asap rokok suami dan anggota keluarga

pada ibu hamil di rumah tangga menggambarkan bahwa ada kecenderungan

peningkatan risiko terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Bila di dalam suatu

rumah tangga tidak ada sama sekali anggota keluarga yang merokok maka tidak

ada risiko untuk menyebabkan terjadinya bayi berat lahir rendah. Namun bila di

dalam rumah tangga ada salah satu saja anggota keluarga yang merokok, baik itu

suami maupun anggota keluarga maka risiko yang ditimbulkan untuk kejadian

bayi berat lahir rendah adalah 6,370 kali berisiko dibandingan dengan rumah

tangga yang anggota keluarganya sama sekali tidak ada yang merokok (OR:

6,370; 95% CI: 2,643-15,562).

60

60

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Krstev

(2008) di Kota Serbia yang menemukan bahwa ibu hamil yang secara teratur

terpapar asap rokok berisiko 2,68 kali melahirkan bayi berat lahir rendah

dibandingkan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Ibu hamil yang setiap hari

berada dekat suami, anggota keluarga, dan orang lain yang sedang merokok

menyebabkan risiko untuk mengalami gangguan kesehatan terutama penyakit

yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan semakin meningkat.

Kandungan zat-zat berbahaya pada paparan asap rokok setiap hari secara

signifikan dapat mempengaruhi panjang bayi, lingkar kepala bayi, dan

mengurangi berat badan bayi sehingga bayi yang lahir memiliki berat lebih rendah

dibandingkan berat badan lahir bayi pada umumnya.

Penelitian Amiruddin (2007) menunjukkan bahwa ibu hamil yang terpapar

asap rokok berisiko 3,7 kali lebih besar melahirkan bayi berat lahir rendah

dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Variabel yang

diteliti dalam penelitian ini adalah jumlah rokok yang dihisap, lama merokok, dan

kadar nikotin dalam rokok. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin panjang

waktu yang dihabiskan untuk merokok, dan semakin tinggi kadar nikotin dalam

rokok yang dihisap maka bahaya yang ditimbulkan dari paparan asap rokok pada

ibu hamil semakin meningkat. Kandungan nikotin dalam rokok yang dihirup oleh

ibu hamil dapat meningkatkan tekanan darah dan adrenalin sehingga nafsu makan

dari ibu hamil menjadi menurun. Bila nafsu makan menurun maka asupan

makanan bergizi pada ibu hamil menjadi berkurang, begitu juga untuk bayinya.

Bila asupan gizi untuk bayi tidak tercukupi maka dapat mengganggu pertumbuhan

dan perkembangan bayi di dalam kandungan.

61

61

Risiko yang ditimbulkan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah lebih

meningkat lagi bila dalam suatu rumah tangga semua anggota keluarganya

merokok, baik suami maupun anggota keluarga yang lain. Pada penelitian ini

ditemukan bahwa di dalam rumah tangga yang suami dan anggota keluarganya

merokok meningkatkan risiko ibu hamil untuk melahirkan bayi berat lahir rendah

menjadi 9,333 kali lebih berisiko dibandingkan dengan rumah tangga yang hanya

salah satu anggota keluarganya merokok dan rumah tangga yang sama sekali

anggota keluarganya tidak ada yang merokok (OR: 9,333; 95% CI: 3,417-26,201).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari BMA Tobacco

Control Resource Centre bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok selama

kehamilan berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah sebesar 1,5 kali hingga 9,9

kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok (Kartono,

2013). Hal ini telah menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota

keluarga yang merokok maka semakin banyak paparan asap rokok yang diterima

oleh ibu hamil, sehingga risiko yang ditimbulkan terhadap kejadian bayi berat

lahir rendah juga semakin meningkat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa

ada hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok yang berasal dari jumlah

anggota keluarga perokok di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir

rendah di Kabupaten Gianyar.

Paparan asap rokok di rumah tangga secara tidak langsung dapat

mempengaruhi status gizi ibu hamil yang berdampak pada rendahnya kecukupan

gizi janin di dalam kandungan. Selain kandungan zat-zat berbahaya di dalam

rokok, biaya yang dikeluarkan untuk keperluan merokok juga ikut mempengaruhi

pemenuhan gizi pada ibu hamil. Seringkali kecukupan gizi ibu hamil di dalam

62

62

rumah tangga tidak terpenuhi karena anggaran belanja di dalam rumah tangga

selalu terbagi dengan anggaran belanja rokok pada anggota keluarga. Selain

berdampak pada perkembangan janin, gizi kurang juga dapat memberi dampak

buruk bagi kesehatan ibu, yaitu dapat menyebabkan terjadinya anemia gizi,

anemia zat besi, osteomalasia, gangguan kesehatan gigi, turunnya daya tahan

tubuh, dan penyulit dalam persalinan.

Selain status gizi ibu yang kurang, analisis multivariat telah menunjukkan

bahwa masih ada beberapa variabel dari karekteristik ibu yang ikut memberi

pengaruh signifikan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Variabel tersebut

adalah ibu yang bekerja, status gizi, jarak kehamilan, dan tingkat sosial ekonomi.

Menurut Notoatmojdo (2007) ibu yang sibuk bekerja, terutama melakukan

pekerjaan fisik memiliki sedikit waktu untuk memperoleh informasi berkaitan

dengan kondisi kesehatan. Bahkan ibu hamil yang mengambil pekerjaan berat dan

melelahkan dapat mengganggu kondisi kesehatan dirinya dan kandungannya,

sehingga berdampak pada perkembangan janin yang menyebabkan terjadinya

lahirnya bayi berat lahir rendah (Proverawati, 2012). Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Widiyastuti (2008) bahwa ibu yang sibuk bekerja berisiko 3,47 kali

lebih tinggi melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan ibu yang tidak

bekerja.

Jarak kehamilan juga merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan

kejadian bayi berat lahir rendah di dalam penelitian ini. Jarak kehamilan yang

terlalu dekat menyebabkan kondisi rahim menjadi lemah karena kesehatan ibu

yang belum pulih sepenuhnya. Hal ini menyebabkan terhambatnya pertumbuhan

dan perkembangan janin di dalam kandungan Keadaan seperti ini perlu

63

63

diwaspadai karena dapat menyebabkan kondisi janin melemah dan bayi yang

dilahirkan memiliki berat badan kurang dari rata-rata normal (Manuaba, 2010).

Sejalan dengan penelitian Sistiarani (2008) bahwa ibu yang memiliki jarak

kelahiran dibawah dua tahun berisiko 5,11 kali melahirkan bayi berat lahir rendah

dibandingkan dengan ibu yang memiliki jarak kelahiran diatas dua tahun.

Kejadian bayi berat lahir rendah sering terjadi pada ibu dengan tingkat

sosial ekonomi rendah. Wanita pada tingkat sosial ekonomi rendah mempunyai

kemungkinan 50% lebih tinggi melahirkan bayi berat lahir rendah (Manuaba,

2010). Sejalan dengan penelitian Amalia (2009) bahwa ibu yang status

ekonominya rendah berisiko 4,354 kali melahirkan bayi berat lahir rendah

dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya tinggi. Dalam penelitian ini ibu

yang memiliki tingkat sosial ekonomi rendah lebih banyak pada kasus

dibandingkan kontrol. Selain itu anggaran belanja untuk pemenuhan gizi harus

terbagi dengan anggaran belanja rokok pada anggota keluarga. Hal ini

menyebabkan terganggunya perkembangan dan pertumbuhan janin di dalam

kandungan karena asupan gizi ibu selama kehamilan yang tidak terpenuhi.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang terjadi dalam penelitian ini dapat terjadi karena

keterbatasan dari segi desain, keterbatasan dari perbandingan jumlah sampel kasus

dan kontrol yang sama. Kelemahan dari segi desain berawal dari sampel kasus

dan kontrol serta riwayat paparan asap rokok yang diukur setelah terjadi kasus,

sehingga data yang diperoleh hanya berdasarkan ingatan responden saja dan

pencatatan di Puskesmas. Adanya perbedaan waktu yang cukup lama antara

64

64

riwayat paparan dengan waktu wawancara. Dalam penelitian ini riwayat paparan

asap rokok sebagai penyebab bayi berat lahir rendah diukur melalui wawancara

pada bulan Mei sampai Juli tahun 2014, sementara bayi lahir yang memiliki berat

lahir rendah adalah pada bulan Januari samai Desember tahun 2013. Adanya

perbedaan waktu dalam satu tahun lebih antara riwayat paparan asap rokok

dengan waktu wawancara menyebabkan responden harus mengingat kembali

riwayat yang telah terjadi pada satu tahun sebelumnya. Hai ini dapat

menyebabkan terjadi bias pada hasil penelitian karena kelemahan dalam

pengendalian recall bias.

Perbandingan jumlah sampel kasus dan kontrol yang sama menyebabkan

terjadinya bias pada hasil penelitian karena tidak ada perbedaan antara jumlah

sampel kasus maupun kontrol. Hal ini menyebabkan nilai asosiasi yang

ditimbulkan lebih kecil dan tidak sebanding antara kasus maupun kontrol. Selain

itu beberapa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

berasal dari data kohort bayi dan ibu hamil di Puskesmas, kemungkinan

pencatatan data tersebut ada yang kurang lengkap sehingga dapat mempengaruhi

hasil penelitian yang dilakukan di lapangan.

65

65

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh setelah dilakukannya penelitian

tentang pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap

kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar, yaitu :

1. Paparan asap rokok dari suami perokok pada ibu hamil di rumah tangga

merupakan faktor risiko yang berpengaruh signifikan sebesar 7,479 kali

terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar.

2. Paparan asap rokok dari anggota keluarga perokok pada ibu hamil di rumah

tangga merupakan faktor risiko yang berpengaruh signifikan sebesar 9,002

kali terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar.

3. Paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga secara keseluruhan

merupakan faktor risiko yang berpengaruh signifikan sebesar 9,333 kali

terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar.

7.2 Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian tentang

pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian

bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar, yaitu :

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan

Kabupaten Gianyar dalam menentukan kebijakan melalui advokasi dengan

Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar untuk regulasi pembuatan kawasan

66

66

rumah bebas asap rokok di Kabupaten Gianyar. Pembuatan kawasan rumah

bebas asap rokok ini diharapkan dapat menurunkan angka kejadian bayi

berat lahir rendah, karena sebagian besar kejadian ini disebabkan oleh

adanya pengaruh paparan asap rokok di rumah tangga.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan

Kabupaten Gianyar, khususnya di bidang Kesehatan Ibu dan Anak untuk

melakukan integrasi dengan program Gizi dalam rangka advokasi

pembuatan klinik berhenti merokok pada Pemerintah Daerah Kabupaten

Gianyar dan melaksanakan penyuluhan tentang bahaya merokok setiap

memberikan pelayanan ANC yang sasarannya adalah ibu hamil dan suami.

Pembuatan klinik berhenti merokok dan penyuluhan ini diharapkan dapat

menurunkan angka kejadian bayi berat lahir rendah, karena sebagian besar

kejadian ini disebabkan oleh adanya pengaruh paparan asap rokok di rumah

tangga.