16
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korea Selatan adalah sebuah negara republik yang terletak di Semenanjung Korea. Sejak kemerdekaannya pada tanggal 15 Agustus 1945, Korea Selatan telah berkembang menjadi salah satu negara maju di Asia. Saat ini, masyarakat modern Korea Selatan tidak terlepas dari berbagai masalah sosial, seperti tingginya tingkat pengangguran, rendahnya angka kelahiran, serta bullying. Penelitian ini mengambil salah satu masalah sosial yang berkembang diantara generasi muda di Korea Selatan, yaitu bullying. Bullying tidak hanya terjadi di Korea Selatan, tetapi juga di berbagai penjuru dunia. Bullying di Korea Selatan antara lain disebabkan oleh tingkat persaingan yang tinggi antarsiswa, persesuaian (conformity), jam sekolah yang panjang, serta lemahnya pengawasan dari orang dewasa. Pengertian Bullying adalah perilaku agresif yang tidak diinginkan yang terjadi pada anak usia sekolah yang melibatkan ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban (https://www.stopbullying.gov). Jenis bullying yang paling sering terjadi di Korea Selatan adalah bullying relasional (pengucilan) atau yang umum dikenal dengan istilah wangtta (hangeul : 왕따). Di Korea Selatan, tidak jarang kasus bullying yang berakhir dengan tindakan bunuh diri oleh korban. Bunuh diri adalah penyebab kematian tertinggi diantara

BAB I PENDAHULUAN 1 - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107582/potongan/S1-2017... · lembaga-lembaga, dan proses-proses sosial. Pendapat lainnya tentang

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korea Selatan adalah sebuah negara republik yang terletak di Semenanjung

Korea. Sejak kemerdekaannya pada tanggal 15 Agustus 1945, Korea Selatan telah

berkembang menjadi salah satu negara maju di Asia. Saat ini, masyarakat modern

Korea Selatan tidak terlepas dari berbagai masalah sosial, seperti tingginya tingkat

pengangguran, rendahnya angka kelahiran, serta bullying. Penelitian ini

mengambil salah satu masalah sosial yang berkembang diantara generasi muda di

Korea Selatan, yaitu bullying.

Bullying tidak hanya terjadi di Korea Selatan, tetapi juga di berbagai penjuru

dunia. Bullying di Korea Selatan antara lain disebabkan oleh tingkat persaingan

yang tinggi antarsiswa, persesuaian (conformity), jam sekolah yang panjang, serta

lemahnya pengawasan dari orang dewasa.

Pengertian Bullying adalah perilaku agresif yang tidak diinginkan yang terjadi

pada anak usia sekolah yang melibatkan ketidakseimbangan kekuatan antara

pelaku dan korban (https://www.stopbullying.gov). Jenis bullying yang paling

sering terjadi di Korea Selatan adalah bullying relasional (pengucilan) atau yang

umum dikenal dengan istilah wangtta (hangeul : 왕따).

Di Korea Selatan, tidak jarang kasus bullying yang berakhir dengan tindakan

bunuh diri oleh korban. Bunuh diri adalah penyebab kematian tertinggi diantara

2

individu usia 15-24 tahun. Peneliti yakin bahwa tingginya kasus bunuh diri di

Korea Selatan berkaitan dengan persaingan ketat di bidang akademis serta

dampak dari tindakan bullying yang berkembang di Korea Selatan

(http://chicagopolicyreview.org/).

Salah satu film yang menggambarkan tindakan bullying adalah film

Uahan Geojitmal. Film Uahan Geojitmal menceritakan gadis berusia 14 tahun,

Cheon-ji yang memilih bunuh diri sebagai jalan keluar dari tindakan bullying

yang dialaminya. Film Uahan Geojitmal adalah film asal Korea Selatan yang

dirilis tahun 2014. Film ini ditulis oleh Lee Sook-yeon dan Lee Han, serta

disutradarai oleh Lee Han. Film Uahan Geojitmal adalah film kelima yang

disutradarai oleh Lee Han. Sebelumnya, sutradara Lee Han mendapat

penghargaan sebagai sutradara terbaik untuk film Punch pada tahun 2011. Sama

seperti film karya sutradara Lee Han terdahulu Punch, film Uahan Geojitmal

menjadi salah satu film box office pada tahun 2014 dengan penjualan lebih dari

satu juta tiket.

Alasan pemilihan film Uahan Geojitmal sebagai objek penelitian ini adalah

adanya tindakan bullying yang berujung pada kematian korban yang tergambar

dalam film. Bullying adalah salah satu masalah sosial yang berkembang diantara

generasi muda Korea Selatan dewasa ini. Bullying yang berujung pada bunuh diri

korban mendapat perhatian dari pemerintah Korea Selatan, dimana dalam

pidatonya pada tahun 2012, mantan presiden Korea Selatan Lee Myung-bak

menyoroti tindakan bullying di sekolah dengan mengatakan bahwa bullying telah

menjadi masalah sosial yang serius, serta bullying tidak hanya memengaruhi

3

korban tetapi juga memberi pengaruh kepada remaja dan masyarakat sebagai

keseluruhan.

Film menurut Boggs dalam Sani (1992:23) adalah media yang unik, dengan

kelengkapan dan kekhususan yang membedakannya dengan bentuk-bentuk

kesenian lain seperti seni lukis, seni pahat, fiksi, dan drama. Film juga dalam

bentuknya yang paling populer dan paling kuat merupakan sebuah media untuk

bercerita yang memiliki unsur-unsur sama dengan cerita pendek dan novel.

Film sebagai karya sastra tentu tidak muncul begitu saja, melainkan ada

hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang

memasalahkan hubungan timbal balik antara ketiga unsur tersebut, seperti

“Apakah latar belakang sosial pengarang menentukan isi karangannya?” atau

“Seberapa jauhkah karya sastra mencerminkan keadaan zamannya?” dapat

dijawab melalui pendekatan sosiologi sastra.

Sastra adalah institusi sosial yang menggunakan media bahasa (Wellek dan

Warren, 1990:109). Damono (2003:1) mengatakan bahwa sastra menampilkan

gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial.

Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat,

antarmasyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang

terjadi dalam batin seseorang.

Jdanov dalam Escarpit (2005:8) berpendapat bahwa sastra harus dipandang

dalam hubungan yang tak terpisahkan dengan kehidupan masyarakat, latar

belakang unsur sejarah serta unsur sosial yang memengaruhi pengarang. Dengan

kata lain, suatu karya sastra tidak lahir dari kekosongan sosial dan karya sastra

4

adalah tempat pengarang untuk menjawab berbagai fenomena yang terjadi di

sekitarnya termasuk fenomena sosial.

Van Luxemburg (1984:23-24) juga memiliki pendapat serupa, yaitu bahwa

sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial dan sastra yang ditulis pada

suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat

istiadat suatu zaman. Hubungan antara aspek-aspek teks sastra dan susunan

masyarakat dapat diteliti untuk mengetahui sistem masyarakat serta perubahannya

yang tercermin dalam sastra.

Pandangan bahwa sastra mencerminkan kehidupan juga dikemukakan oleh

kelompok New Critics yang menuduh ilmu dan teknologi menghilangkan nilai

perikemanusiaan dari masyarakat dan menjadikannya berat sebelah. Menurut

mereka, ilmu (sains) tidak memadai dalam mencerminkan kehidupan manusia,

sedangkan sastra terutama puisi dapat mengungkapkan situasi kehidupan manusia

dengan lebih sempurna (Van Luxemburg, 1984:52).

Swingewood dalam Wiyatmi (2013:6) mendefinisikan sosiologi sebagai studi

yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai

lembaga-lembaga, dan proses-proses sosial. Pendapat lainnya tentang sosiologi

adalah menurut Damono dalam Wahyuningtyas dan Santoso (2011:20) yaitu ilmu

pengetahuan yang mempelajari masyarakat dalam keseluruhannya, bukan suatu

segi khusus masyarakat terutama yang berhubungan dengan aspek-aspek

masyarakat yang menyangkut interaksi dan interelasi (hubungan satu sama lain)

antarmanusia, syarat-syaratnya dan akibat-akibatnya.

Sosiologi sastra didefinisikan sebagai salah satu pendekatan dalam kajian

5

sastra yang memahami dan menilai karya sastra dengan memandang segi-segi

kemasyarakatan (Damono, 1979:2). Sosiologi sastra berasal dari teori mimesis

Plato yang menganggap sastra sebagai tiruan dari kenyataan. Dikutip dari Watt

(dalam Damono, 1979:4) sosiologi karya sastra mengkaji sastra sebagai cermin

masyarakat, yang dimaksud dengan sastra sebagai cermin masyarakat adalah apa

yang tersirat dalam karya sastra dianggap mencerminkan atau menggambarkan

kembali realitas yang terdapat dalam masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah dalam sebuah karya ilmiah adalah sesuatu yang harus diselesaikan

atau dipecahkan dalam sebuah penelitian (Dewojati, 2012:57). Berdasarkan latar

belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah bentuk-bentuk bullying dalam film Uahan Geojitmal?

b. Bagaimanakah representasi dan kritik terhadap tindakan bullying dalam

masyarakat Korea melalui film Uahan Geojitmal?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh penulis (Dewojati, 2012:57).

Tujuan penelitian berisi upaya pokok yang akan dikerjakan dan garis besar hasil

yang hendak dicapai (Indrastuti dan Wahyuningsih, 2012:43). Tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah :

6

a. Mengetahui bentuk-bentuk bullying dalam film Uahan Geojitmal.

b. Mengetahui bentuk representasi dan kritik terhadapa tindakan bullying

dalam masyarakat Korea Selatan melalui film Uahan Geojitmal.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya pustaka referensi penelitian

sastra. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberi penjelasan dan

jawaban dari pertanyaan mengenai bullying serta representasi dan kritik

tindakan bullying dalam masyarakat Korea melalui film Uahan Geojitmal.

Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman mahasiswa maupun umum dalam sosiologi sastra.

1.5 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan bagian penting dari sebuah penelitian. Fungsi

tinjauan pustaka adalah mengetahui penelitian atau tulisan terdahulu yang

berhubungan dengan topik yang akan ditulis. Selain itu, tinjauan pustaka juga

berfungsi untuk mengetahui posisi penelitian yang akan ditulis. Yang dimaksud

dengan hal ini adalah letak perbedaan dan kebaruan (orisinalitas) karya ilmiah

yang akan ditulis (Indrastuti dan Wahyuningsih, 2012:43-44). Berdasarkan

tinjauan pustaka yang dilakukan, penulis menemukan penelitian terdahulu yang

membahas objek penelitian menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

7

Pertama, penelitian oleh Anis Farida Pratamasari (2015) berjudul “Masalah-

masalah Sosial dalam Novel MAJUTSU WA SASAYAKU Karya Miyabe Miyuki :

Analisis Sosiologi Sastra”. Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan

realitas sosial historis yang tergambar dalam novel, serta menjelaskan respon

pengarang dalam menyikapi masalah sosial. Persamaan penelitian Pratamasari

dengan penulis terletak pada teori yang digunakan yaitu teori sastra sebagai

cermin masyarakat dan tujuan yang dituju yaitu untuk menelaah kehidupan

masyarakat pada zaman tertentu, sedangkan perbedaannya terletak pada objek

karya sastra.

Kedua, penelitian oleh Herlinda Yuniastuti (2015) berjudul “Diskriminasi dan

Eksploitasi terhadap Difabel dalam Novel DUGEUN-DUGEUN NAE INSAENG

Karya Kim Aeran : Kajian Sosiologi Sastra. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kehidupan difabel, diskriminasi, dan eksploitasi yang tercermin dalam

novel, khususnya di Korea Selatan. Persamaan penelitian Yuniastuti dengan

penulis terletak pada teori yang digunakan yaitu teori sastra sebagai cermin

masyarakat dan tujuan yang dituju yaitu untuk menelaah kehidupan masyarakat

pada zaman tertentu, sedangkan perbedaannya terletak pada objek karya sastra.

Ketiga, penelitian oleh Nurrochmah Septin K (2014) berjudul “Representasi

dan Dampak Hallyu Pada Kehidupan Masyarakat Korea dalam Drama Reply

1997 (응답하라 1997) : Kajian Sosiologi Sastra”. Penelitian ini bertujuan untuk

menemukan dan mengemukakan bentuk dan dampak dari fenomena hallyu dalam

drama Reply 1997. Persamaan penelitian Septin dengan penulis terletak pada teori

yang digunakan yaitu teori sosiologi sastra sebagai cermin masyarakat, sedangkan

8

perbedaannya terletak pada rumusan masalah dan objek penelitian.

1.6 Landasan Teori

Teori merupakan aturan (tuntunan kerja) untuk melakukan sesuatu (Moeliono

dalam Sangidu, 2004:13). Pemilihan teori diarahkan oleh masalah yang akan

dijawab dan tujuan yang akan dicapai melalui penelitian. Sosiologi adalah telaah

yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah (kajian)

tentang lembaga dan proses sosial. Seperti halnya sosiologi, sastra berurusan

dengan manusia dalam masyarakat, usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan

usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Perbedaan antara keduanya adalah

sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan sastra menembus

permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati

masyarakat dengan perasaannya (Damono, 2002:8-10).

Herder dalam Damono (1979:19) berpendapat bahwa setiap karya sastra

berakar pada suatu lingkungan sosial dan geografis tertentu. Faktor lingkungan

sosial dan geografis yang berhubungan dengan karya sastra, menurut Herder

adalah iklim, lanskap, ras, adat istiadat, dan kondisi politik. Hubungan antara

karya sastra dengan iklim, geografi, lingkungan sosial, bahkan sifat-sifat suatu

bangsa seperti yang dikemukakan oleh Herder menunjukkan bahwa keberadaan,

ciri-ciri, dan perkembangan sastra tidak dapat dilepaskan dari subjek pencipta dan

masyarakat pembaca yang menikmatinya yang dibentuk oleh kondisi alam dan

lingkungan sosial-budayanya.

Grebstein dalam Damono (1979:4) mengatakan bahwa karya sastra tidak

9

dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari kebudayaan

atau peradaban yang telah menghasilkan. Pendapat ahli lain yang memperkuat

pendapat bahwa sastra dapat dinilai melalui pendekatan sosiologi adalah menurut

Roolvink dalam Damono (2002:21-22) yang mengatakan bahwa sastra pada

umumnya janganlah hanya dihargai dari sudut beletri (sastra indah), tetapi dapat

juga diamati sebagai pengukur barang apa yang hidup dalam jiwa suatu bangsa

dan pengukur watak masyarakatnya. Dengan kata lain, Roovlink menekankan

pentingnya pendekatan yang dicakup oleh sosiologi sastra dan menganggap

bahwa karya sastra sebagai dokumen sosial. Roovlink berpendapat bahwa tidak

selamanya suatu karya sastra hanya dilihat dari sisi keindahannya namun juga

dapat dianalisis berdasarkan hubungannya dengan masyarakat.

Swingewood dalam Faruk (2012:47) mencoba membangun pertalian antara

karya sastra dengan dunia sosial jauh ke belakang, hingga ke teori mimesis Plato.

Menurut Plato, dunia dalam karya sastra merupakan tiruan terhadap dunia

kenyataan yang sebenarnya juga merupakan tiruan terhadap dunia ide. Dengan

demikian, apabila dunia dalam karya sastra membentuk diri sebagai sebuah dunia

sosial, dunia tersebut merupakan tiruan terhadap dunia sosial yang ada dalam

kenyataan seperti yang dipelajari dalam sosiologi.

Sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap sastra yang

mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Sastra dapat dipandang sebagai

suatu gejala sosial. Jakob Seomardjo dalam Wahyuningtyas dan Santoso (2011:25)

mengatakan sifat dan persoalan suatu zaman dapat dibaca dalam karya-karya

sastranya. Begitu pula harapan-harapan, penderitaan-penderitaan, aspirasi-aspirasi

10

masyarakat menjadi bagian pribadi pengarang-pengarangnya.

Ian Watt melalui esainya Litetarure an Society dalam Damono (1979:3)

membedakan pendekatan sosiologi sastra menjadi tiga, yaitu sosiologi sastra yang

mengkaji konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat, dan fungsi

sosial sastra. Wellek dan Warren (1990:111) juga mengungkapkan hal senada

tentang penggolongan pendekatan hubungan antara sastra dengan masyarakat

(sosiologi sastra), yaitu :

a. Sosiologi pengarang, profesi pengarang dan institusi sastra. Masalah yang

berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang

sosial, status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari

berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra.

b. Isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra

itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial.

c. Permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra.

Dikarenakan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk bullying

serta bentuk representasi dan kritik terhadap tindakan bullying dalam masyarakat

Korea melalui film Uahan Geojitmal, maka teori yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teori sosiologi sastra dengan pendekatan kedua, yaitu

sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri atau sastra

sebagai cermin masyarakat.

Bullying (bahasa Indonesia : penindasan) adalah sebuah hasrat untuk

11

menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi yang menyebabkan seseorang

menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seorang atau sekelompok yang

lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan

perasaan senang (Rigby dalam Astuti, 2008:3).

Bullying sering kali terlihat sebagai perilaku pemaksaan atau usaha

menyakiti secara fisik ataupun psikologis terhadap orang atau kelompok yang

dianggap lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang yang menganggap

dirinya lebih “kuat”. Perbuatan pemaksaan atau menyakiti ini terjadi dalam

sebuah kelompok, seperti kelompok teman sebaya di lingkungan sekolah.

Perbuatan bullying dapat berbentuk tindakan memukul, mendorong,

mengejek, mengancam, memaksa, memalak (meminta secara paksa) uang,

melecehkan, menjuluki, meneror, memfitnah, menyebarkan desas-desus,

mendiskriminasi, dan sebagainya. Persentase terbesar kejadian bullying berada

pada lingkungan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama (Gunawan dalam

Saripah, 2010).

Karakteristik bullying menurut Rigby dalam Astuti (2008:8) adalah :

a. Ada perilaku agresi (penyerangan) yang menyenangkan pelaku untuk

menyakiti korbannya,

b. Tindakan itu dilakukan secara tidak seimbang sehingga menimbulkan

perasaan tertekan pada korban,

c. Perilaku tersebut dilakukan secara berulang.

12

Saat ini, bullying tidak hanya dapat dilakukan dengan bertatap muka

secara langsung, tetapi bisa melalui fasilitas internet seperti surat elektronik,

media sosial, ruang obrolan, dan lain-lain. Barbara Coloroso (2006:47-50)

mengkategorikan bullying menjadi empat jenis, yaitu :

Bullying verbal; perilaku ini dapat berupa pemberian julukan yang bersifat

merendahkan, mencela, memfitnah, menghina, memberi pernyataan-

pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror,

surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, gosip

(pergunjjingan), dan sebagainya. Bullying verbal adalah jenis bullying

yang paling mudah dilakukan serta dapat menjadi langkah awal dari

perilaku bullying lainnya,

Bullying fisik; yang termasuk dalam jenis bullying ini adalah tindakan

memukul, menendang, menampar, mencekik, menggigit, mencakar,

meludahi, merusak dan menghancurkan barang-barang milik korban, serta

tindakan lain yang menyakiti fisik korban. Meskipun jenis bullying ini

adalah yang paling menonjol dan mudah untuk diidentifikasi, namun

tindakan bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain.

Remaja yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk fisik kerap

merupakan remaja bermasalah dan cenderung akan beralih pada tindakan-

tindakan kriminal lebih lanjut,

Bullying relasional adalah pelemahan harga diri korban secara sistematis

melalui pengabaian, pengucilan, atau penghindaran. Perilaku ini dapat

mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan agresif, lirikan

13

mata, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang

mengejek. Bullying relasional merupakan jenis perilaku bullying yang

paling sulit dideteksi dari luar. Bullying secara relasional mencapai

puncak kekuatannya diawal masa remaja, karena saat itu tejadi perubahan

fisik, mental, dan seksual remaja.

Bullying elektronik adalah bentuk perilaku bullying yang dilakukan

melalui sarana elektronik seperti komputer, telepon genggam, internet,

situs web, ruang obrolan, surat elektronik, pesan singkat, dan sebagainya.

Bullying elektronik biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan

menggunakan tulisan, animasi, gambar, dan rekaman video atau film yang

sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan.

Penyebab terjadinya bullying menurut National Youth Violence Prevention

Resource Center (dalam Saripah, 2010) adalah iklim sekolah yang tidak kondusif,

kurangnya pengawasan orang dewasa atau guru saat jam istirahat, ketidakpedulian

guru dan siswa terhadap perilaku bullying, serta penerapan peraturan anti-bullying

yang tidak konsisten.

Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak melakukan bullying fisik

sementara anak perempuan lebih banyak melakukan bullying secara relasional,

namun keduanya sama-sama melakukan bullying verbal. Perbedaan ini berkaitan

dengan pola sosialisasi yang terjadi antara anak laki-laki dan perempuan

(Coloroso, 2006:51).

Alasan pemilihan bullying sebagai objek dari penelitian ini bersumber

kepada teori sastra sebagai cerminan masyarakat. Tindakan bullying yang

14

digambarkan dalam film dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui lebih

lanjut mengenai bentuk-bentuk bullying serta bentuk representasi dan kritik

terhadap tindakan bullying dalam masyarakat Korea Selatan.

1.7 Metode Penelitian

Metode berasal dari bahasa Yunani methodos yang secara harfiah berarti cara

atau jalan. Dengan kata lain, metode adalah cara kerja yang bersistem untuk

memulai pelaksanaan suatu kegiatan penelitian guna mencapai tujuan yang telah

ditentukan (Sangidu, 2004:13). Ratna (2013:34) mengatakan metode berfungsi

untuk menyederhanakan permasalahan sehingga lebih mudah untuk dipecahkan

dan dipahami. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pengumpulan

data dan tahap analisis data.

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

Tahap pertama metode penelitian adalah pengumpulan data yang akan

dianalisis. Adapun data dalam penelitian ini adalah semua dialog dan adegan yang

terdapat dalam film Uahan Geojitmal. Berikut adalah langkah-langkah metode

pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini :

a. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah film berjudul Uahan

Geojitmal berdurasi 117 menit. Pengumpulan data dilakukan dengan cara

menonton film tersebut, kemudian menentukan data-data yang diperlukan

sesuai dengan rumusan masalah dan teori yang digunakan serta

menerjemahkan dialog ke dalam bahasa Indonesia.

15

b. Studi pustaka, yaitu mengumpulkan informasi dari sumber kepustakaan

(buku dan hasil penelitian terdahulu) yang berhubungan dengan rumusan

masalah dalam penelitian ini.

c. Penelusuran internet digunakan untuk menambah informasi dan referensi

yang dibutuhkan dalam penelitian.

1.7.2 Metode Analisis Data

Tahap selanjutnya adalah metode analisis data. Setelah data-data yang

diperlukan terkumpul melalui metode pengumpulan data, penelitian dilanjutkan

ke tahap analisis data. Fungsi dari tahap analisis adalah mencari hubungan

antardata yang tidak akan pernah dinyatakan sendiri oleh data-data yang

bersangkutan (Faruk, 2012:25). Analisis data dilakukan menggunakan metode

deskriptif analisis, yaitu dengan mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian

disusul dengan analisis (Ratna, 2013:53).

Fokus penelitian ini adalah meneliti bentuk-bentuk bullying dalam film

Uahan Geojitmal serta bentuk representasi dan kritik tindakan bullying dalam

masyarakat Korea Selatan melalui film Uahan Geojitmal. Langkah-langkah

analisis data dalam penelitian dapat dilihat dalam bagan di bawah ini.

16

1.8 Sistematika Penyajian

Penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari

Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika

Penyajian. Bab II membahas bentuk-bentuk bullying dalam film Uahan Geojitmal.

Bab III berisi analisis masalah mengenai bullying dalam film Uahan Geojitmal

dan hubungannya sebagai representasi dan kritik terhadap tindakan bullying

dalam masyarakat Korea Selatan, dan bab IV merupakan kesimpulan dan saran

dari penelitian yang telah dilakukan.

Menentukan objek material penelitian :

film Uahan Geojitmal

Menerjemahkan dialog ke dalam bahasa Indonesia

Menganalisis bentuk bullying serta bentuk representasi dan kritik

terhadap tindakan bullying dalam masyarakat Korea Selatan

melalui film Uahan Geojitmal

Menonton film Uahan Geojitmal

Mendeskripsikan bentuk bullying serta bentuk representasi dan

kritik terhadap tindakan bullying dalam masyarakat

Korea Selatan melalui film Uahan Geojitmal