30
BAB I STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. W Umur : 34 tahun Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu rumah tangga No RM : 508871 Tanggal MRS : 27 februari 2012 Pemeriksaan : 28 februari 2012 AUTOANAMNESA Keluhan Utama : Buang Air Besar berdarah sejak 3 bulan SMRS Riwayat Pemyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD dengan keluhan buang air besar berdarah sejak 3 bulan SMRS. Darah yang keluar saat BAB berwarna merah segar, darah keluar terus menerus saat BAB, darah keluar sebelum feses keluar dan setelah feses keluar, BAB berlendir, saat BAB dirasakan perih dan panas disekitar anus. Pasien mengeluh kadang-kadang keluar gumpalan darah saat BAB. Sebelumnya setiap BAB pasien harus mengejan dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengeluarkan fesesnya. Feses yang keluar bentuknya kecil-kecil dan sedikit-sedikit seperti

BAB I Karsinoma Rekti

Embed Size (px)

DESCRIPTION

word

Citation preview

Page 1: BAB I Karsinoma Rekti

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. W

Umur : 34 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

No RM : 508871

Tanggal MRS : 27 februari 2012

Pemeriksaan : 28 februari 2012

AUTOANAMNESA

Keluhan Utama :

Buang Air Besar berdarah sejak 3 bulan SMRS

Riwayat Pemyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSUD dengan keluhan buang air besar berdarah sejak 3 bulan

SMRS. Darah yang keluar saat BAB berwarna merah segar, darah keluar terus menerus saat

BAB, darah keluar sebelum feses keluar dan setelah feses keluar, BAB berlendir, saat BAB

dirasakan perih dan panas disekitar anus. Pasien mengeluh kadang-kadang keluar gumpalan

darah saat BAB. Sebelumnya setiap BAB pasien harus mengejan dan membutuhkan waktu

yang lama untuk mengeluarkan fesesnya. Feses yang keluar bentuknya kecil-kecil dan

sedikit-sedikit seperti kotoran kambing, terasa nyeri dan terasa panas disekitar anus, merasa

tidak tuntas BAB. Mengeluh mual, muntah disangkal, nafsu makan menurun,berat badan

menurun dan badan terasa lemas. BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah merasakan gejala yang sama sebelumnya.

Page 2: BAB I Karsinoma Rekti

Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluarga tidak ada yang mengeluh dengan gejala yang sama seperti pasien

Riwayat Pengobatan :

Belum pernah berobat sebelumnya

Riwayat Psikososial :

Pasien jarang mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Berat Badan : 50 Kg (sebelum sakit 55 kg)

Vital Sign

TD : 110/80 mmHg

HR : 80 x/menit, kualitas kuat angkat, isi cukup

RR : 20 x/menit

Suhu : 36o C

Status Generalis

Kepala : Normochepal

Mata : Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-, Refleks cahaya +/+, isokor

Telinga : Normotia, tidak ada deformitas, sekret (-), darah (-)

Hidung : Normotia, sekret (-), darah (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-)

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : Normochest, pergerakan dada simetris, tidak ada luka bekas operasi

Palpasi : Tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, nyeri tekan (-), vokal

fremitus sama simetris dekstra sinistra.

Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : Vesikular (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-), stridor (-/-)

Page 3: BAB I Karsinoma Rekti

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis

Palpasi : Tidak teraba ictus cordis di ICS V linea mid clavicula sinistra

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Abdomen datar

Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan 4 kuadran abdomen (+),

tidak teraba pembesaran hepar, ginjal dan splen

Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas:

Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

PEMERIKSAAN REKTAL TOUCH

Inspeksi

Tidak tampak adanya tanda-tanda peradangan atau luka bekas operasi pada perineum dan

perianal

Palpasi

- Tonus spingter ani baik

- Dinding ampula recti licin

- Teraba massa di ± 5 cm dari anal

- Permukaan berbenjol-benjol

- Konsistensi keras

- Terfiksir

- Nyeri

Handscoon : feses (+) berwarna kehitaman, darah (+), lendir (+)

RESUME

Pasien datang ke RSUD dengan keluhan buang air besar berdarah sejak 3 bulan

SMRS. Darah yang keluar saat BAB berwarna merah segar, darah keluar terus menerus saat

Page 4: BAB I Karsinoma Rekti

BAB, darah keluar sebelum feses keluar dan setelah feses keluar, BAB berlendir, saat BAB

dirasakan perih dan panas disekitar anus. Pasien mengeluh kadang-kadang keluar gumpalan

darah saat BAB. Sebelumnya setiap BAB pasien harus mengejan dan membutuhkan waktu

yang lama untuk mengeluarkan fesesnya. Feses yang keluar bentuknya kecil-kecil dan

sedikit-sedikit seperti kotoran kambing, terasa nyeri dan terasa panas disekitar anus, merasa

tidak tuntas BAB. Mengeluh mual, muntah disangkal, nafsu makan menurun,berat badan

menurun dan badan terasa lemas. BAK tidak ada keluhan.

Pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran composmentis,

tanda-tanda vital, TD 110/80 mmHg, HR 80 x/menit, RR 20 x/menit, Suhu 36o C. Pada

pemeriksaan status generalis, mata : konjungtiva anemis +/+. Pada pemeriksaan rectal touche

ditemukan pada saat inspeksi : tidak ada tanda-tanda peradangan atau luka bekas operasi,

palpasi : Tonus spingter ani baik, dinding ampula recti licin, teraba massa di ± 5 cm dari anal,

permukaan berbenjol-benjol, konsistensi keras, terfiksir, nyeri, pada handscoon terdapat feses

(+), lendir (+), dan darah (+)

DIAGNOSIS BANDING

Karsinoma Rekti 1/3 distal

Haemorroid

DIAGNOSIS KERJA

Karsinoma recti 1/3 distal

RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

Foto Thorax

Colonoscopy

Biopsi jaringan

PENATALAKSANAAN

IVFD RL

Page 5: BAB I Karsinoma Rekti

Cefitaxim 2x1 gr IV

Ranitidin 3x1 ampul IV

Pro operasi : colonoscotomy

PROGNOSIS

Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo Ad Fungsionam : Dubia ad bonam

Quo Ad Sanationam : Dubia ad bonam

Page 6: BAB I Karsinoma Rekti

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI REKTUM

Secara anatomis panjang rektum sekitar 12 sampai 15 cm yang memanjang dari

rektosigmoid junction dan ditandai oleh fusi dari tenia ke anal canal, ditandai oleh aliran

usus ke dalam otot dasar panggul. Rektum terbentuk atau berjalan di dalam sakrum dan

bentuknya terdiri dari 3 lekukan, membentuk celah endoskopi yang dikenal dengan nama

katup houston. Lekukan bagian proksimal dan distal convex (cembung/cekung) ke kiri

dan di bagian tengah lekukan convex ke kanan. Lekukan bagian tengah ditandai oleh

refleksi peritoneal anterior. Transisi rektum dari intraperitonel ke ekstraperitoneal 6-8

cm dari anus. Rektum dijaga secara tetap pada bagian posterior-lateral dan atau yang

disebut dengan fascia waldeyer’s. Pada rektum bagian posterior dan lateral di lapisi oleh

fasia Waldeyer’s, rektum bagian lateral dibatasi oleh ligamentum lateral, dan bagian

anterior rektum menempel pada fasia Denonvillier's. Canalis ani panjangnya sekitar 4 cm

dan berjalan ke bawah dan belakang dari ampulla recti ke anus. Kecuali defekasi,

dinding lateralnya tetap teraposisi oleh m.levator ani dan sphincter ani. Canalis ani

dibatasi pada bagian posterior oleh corpus anococcygeale, yang merupakan massa

jaringan fibrosa yang terletak antara canalis ani dan os coccygis. Di lateral di batasi oleh

fossa ischiorectalis yang terisi lemak. Pada pria, di anterior dibatasi oleh corpus

perineale, diafragma urogenitalis, urethra pars membranacea, dan bulbus penis. Pada

wanita, di anterior dibatasi oleh corpus perineale, diafragma urogenitalis dan bagian

bawah vagina

Page 7: BAB I Karsinoma Rekti

Aliran arteri dari Rektum dan Canal Anal

Pada arteri rektalis superior (hemoroid) adalah kelanjutan dari arteri mesenterika

inferior dan turun ke rektum posterior, di mana berfungsi untuk memasok rektum dan

bagian atas dari anal kanal. Tengah dubur (hemoroid) muncul dari arteri iliaka interna di

setiap sisi dan masuk pada bagian bawah rektum anterolaterally pada titik-titik variabel

tetapi biasanya di sepertiga bagian bawah rektum. Arteri rektal tengah tidak konsisten

dan tidak dapat diandalkan setelah ligasi arteri rektalis superior. Arteri rektalis inferior

(hemoroid) muncul dari arteri pudenda interna, cabang dari arteri iliaka interna, dan

melintasi fossa ischioanal di setiap sisi untuk memasok otot-otot sfingter anus. Meskipun

tidak ada anastomosis antara arteri rektalis superior, tengah, dan inferior, arteriografi

menunjukkan anastomosis intramural berlimpah, sehingga iskemia rektal adalah sebuah

peristiwa yang sangat langka bahkan setelah terjadindevascularisasi substansial.

Aliran vena dari rektum dan canal anal

Kembalinya darah dari rektum dan anal kanal terjadi oleh dua systemsâ portal dan

sistemik. Pada vena rektalis superior (hemoroid) mengalir bagian rektum dan bagian atas

kanalis anus ke dalam sistem portal melalui vena mesenterika inferior. Vena rektum

tengah meninggalkan bagian bawah rektum dan bagian atas dari anal kanal, mereka

bersama dengan arteri rektum media dan berhenti dalam vena iliaka internal. Pembuluh

darah rektalis inferior, berikut arteri yang sesuai, tiriskan bagian bawah kanalis analis

dengan cara pembuluh darah pudenda interna, yang bermuara di vena iliaka internal.

Page 8: BAB I Karsinoma Rekti

Aliran Limfatik

Aliran limfatik dari rektum bagian atas dan tengah masuk ke dalam nodus

mesenterika inferior. Aliran limfe bagian bawah bisa juga mengalir ke dalam sistem

mesenterika inferior tapi tidak mengalir ke sistem sepanjang bagian tengah dan inferior

arteri rektal, dibagian posterior sepanjang arteri sacral bagian tengah dan dibagian

anterior sepanjang celah di septum retrovesikal dan rektovaginal. Aliran diatas menuju

nodus iliaca dan berakhir di nodus periaorta. Limfatik dari anal kanal diatas garis dentage

mengalir melalui aliran limfa rektal superior ke nodus limfatik mesenterika inferior dan

bagian lateral ke nodus iliaca interna. Dibawah garis dentage aliran utama menuju nodus

inguinal tetapi bisa juga menuju nodus limfa rektal inferior atau superior.

2.2 DEFINISI KARSINOMA REKTI

Karsinoma rekti merupakan suatu keganasan pada kolon dan rektum yang khususnya menyerang rektum terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat Ca rekti merupakan kanker yang paling sering terjadi dan

penyebab kematian di negara berkembang. Tahun 2005 diperkirakan ada 145.290 kasus

baru karsinoma kolorectal di USA, 104.950 kasus terjadi dikolon dan 40. 340 kasus

terjadi di rektal. Pada 56.300 kasus dilaporkan angka kematian sebanyak 47.700 kasus

Ca kolon dan 8.600 Ca rektal. Ca rektal merupakan 11% dari kejadian kematian dari

Page 9: BAB I Karsinoma Rekti

semua jenis kanker. Dari seluruh pasien kanker rectal, 90% berusia lebih dari 50 tahun.

Hanya 5% yang berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki-laki memiliki insiden

terbanyak mengidap kanker rektal dibandingkan wanita dengan rasio bervariasi dari 8:7

– 9:5.

2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

a. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko karsinoma rekti, jika pada salah

satu keluarga atau saudara kandung ada yang mengidap karsinoma rekti maka faktor

risikonya lebih tinggi sekitar 2 kali lipat sampai 4x kali lipat dibandingkan dengan

orang yang tidak memiliki riwayat penyakit kanker di keluarga

Gen umum yang diubah pada kanker colorektal

Gen Kromosom Gen klass Fungsi Penjelasan

APC 5q Tumor suppressor Adhesi dan

komunikasi

antar sel

Mutasi pada FAP,

gardner’s, sindrom

turcot’s

DCC 18q Oncogen Adhesi dan

interaksi sel-sel

Tumor growth,

invasi dan

metastasis

P53 17p Tumor supressor Transkripsi

faktor gen yang

menghambat

pertumbuhan

tumor

> 50% kanker

rektum memiliki

mutasi p53

K-ras 12p Oncogen Sinyal

transduksi

50% kanker

rektum memiliki

aktivitas K-ras

hMSH2,

hMlh1,

hPMSI,

Hpms2

2p Ketidaksesuaian

perbaikan

Mengoreksi

kesalahan

replikasi DNA

HNPCC

Page 10: BAB I Karsinoma Rekti

b. Polip

Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk menjadi kanker

kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap,

dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma formation,

perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif kanker.

Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal deletion

memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan

displasia dan invasif karsinoma.

c. Diet

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat (buah-

buahan, sayur-sayuran, dan padi-padian) berkemungkinan besar untuk menderita

kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang

tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua

hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker

kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk

asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal.

Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan

perkembangan resistensi insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida

dan asam lemak tak jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel

kolon untuk menstimulus proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen

reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan

kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang

secara signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari

pengamatan tersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi

pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah

akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal,

karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif

dengan lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis

dapat meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini

dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon;

(b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut, misalnya

resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan fokal epitel

Page 11: BAB I Karsinoma Rekti

yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan antara diet dan resiko kanker

kolorektal.

d. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease

Ulseratif Kolitis

Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon sekitar 1%

dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko perkembangan

kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan berbanding

lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah

2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun. Pendekatan yang

direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi dari kanker kolorektal pada

ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan

total proktokolektomi pada pasien dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun.

Strategi yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi

sebelum terbentuknya invasif kanker. Sebuah studi prospektif menyimpulkan bahwa

kolektomi yang dilakukan dengan segera sangat esensial untuk semua pasien yang

didiagnosa dengan displasia yang berhubungan dengan massa atau lesi, yang paling

penting dari analisa mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia tidak

menyingkirkan adanya invasif kanker. Diagnosis dari displasia mempunyai masalah

tersendiri pada pengumpulan sampling spesimen dan variasi perbedaan pendapat

antara para ahli patologi anatomi.

Penyakit Crohn’s

Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk menderita

kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan ulseratif kolitis.

Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohn’s sekitar 20%.

Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari adenokarsinoma

pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma meningkat pada tempat

strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari dinding intestinal harus dilakukan pada

saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa squamous sel kanker dan

adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien dengan crohn’s disease.

Page 12: BAB I Karsinoma Rekti

e. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali

untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan

merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk

menderita adenoma yang berukuran besar. Diperkirakan 5000-7000 kematian karena

kanker kolorektal di Amerika dihubungkan dengan pemakaian rokok. Pemakaian

alkohol juga menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.

Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas, obesitas dan

asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap hewan, pembatasan

asupan energi telah menurunkan perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas

dan aktifitas fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal,

yang berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study

telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik dengan

terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik akan

meningkatkan risiko terjadinya adenoma.

f. Usia

Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan wanita

adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7 kali (2158

per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per

100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda

(30-64 thn). Sekitar setengah dari kanker yang terdiagnosa pada pria yang berusia

lanjut adalah kanker prostat (451 per 100.000), kanker paru-paru (118 per 100.000)

dan kanker kolon (176 per 100.000). Sekitar 48% kanker yang terdiagnosa pada

wanita yang berusia lanjut adalah kanker payudara (248 per 100.000), kanker kolon

(133 per 100.000), kanker paru paru (118 per 100.000) dan kanker lambung (75 per

100.000).Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker

kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal meningkat

bersamaan dengan usia.

2.5 GEJALA KLINIS

Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :

Page 13: BAB I Karsinoma Rekti

Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik darah segar

maupun darah yang berwarna kehitaman.

Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saatBAB

Feses yang lebih kecil dari biasanya

Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada

perut atau nyeri

Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya

Mual dan muntah

Rasa letih dan lesu

Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah

gluteus

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis karsinoma rekti ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan rectal touche, dan pemeriksaan penunjang. Pasien yang diduga mengidap

kanker rekti dapat dilakukan prosedur diagnostik dari anamnesis dan dilanjutkan

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan dilakukan biopsi.

Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu :

1. Jumlah sel-sel darah yang untuk mengevaluasi anemia

2. Tes guaiac pada feses untuk mendeteksi bekuan darah didalam feses, karena pada

kanker rekti mengalami perdarahan yang intermitten

3. CEA (carcinoembriogenic antigen) adalah temukannya glikoprotein di membran sel

pada banyak jaringan termasuk kanker rekti. Antigen ini dapat dideteksi oleh

radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Tes ini

digunakan untuk prediktor prognosis postoperasi dan untuk deteksi kekambuhan

4. Dapat pula dengan Barium Enema. yaitu Cairan yang mengandung barium

dimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri fotox-rays pada traktus

gastrointestinal bawah. Tetapi cara ini tidak nyata dalam menentukan kanker rekti

5. Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan

sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope

dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat

diambil untuk biopsi

6. Colonoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid

apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope dimasukkan

Page 14: BAB I Karsinoma Rekti

melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil

untuk biopsi

7. Biopsi. Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus

dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling

sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah

karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan

undifferentiated tumors

8. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi,

indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein,

kalsium, dan kreatinin

9. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru

2.7 STAGING

Ketika diagnosis kanker rektal telah ditegakkan, maka dilakukan prosedur untuk

menetukan stadium tumor. Tujuan ini dilakukan untuk mengetahui perluasan dan lokasi

tumor sehingga dapat dilakukan terapi secara tepat dan menentukan prognosis. The

American Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan dalam 4 stadium yaitu

stadium I – IV.

a. Stadium 0

Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum yaitu

pada mukosa saja, disebut dengan carcinoma in situ

b. Stadium I

Pada stadium I, kanker menyebar ke mukosa sampai lapisan muskularis dan

melibatkan bagian dalam dinding rektum tetapi juga tidak menyebar ke bagian terluar

dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut Dukes A rectal cancer

c. Stadium II

Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum dan meluas ke jaringan

terdekat namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer

d. Stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tetapi tidak menyebar ke

bagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer

e. Stadium IV

Pada stadium IV, kanker telah menyebar ke organ tubuh lain seperti hepar, paru dan

ovarium. Disebut juga Dukes D rectal

Page 15: BAB I Karsinoma Rekti

Klasifikasi TNM

T ( Klasifikasi)

TX Tumor tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti tumor primer

Tis Melanoma in situ : intaepitel atau invasi lamina propria

T1 Tumor invasi submucosa

T2 Tumor invasi muscularis propria

T3 Tumor invasi muskularis propria ke dalam subserosa atau menjadi non-

peritonealized atau jaringan pericolic atau perirectal

T4 Tumor mengivasi organ lain

N ( daerah kelenjar getah bening)

NX Tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening

N1 Metastasis 1 sampai 3 kelenjar getah bening

N2 Metastasis 4 atau lebih kelenjar getah bening

Page 16: BAB I Karsinoma Rekti

M ( Metastasis Jauh)

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Metastatis jauh

Stage

Stages

0 Tis N0 M0

I T1, T2

IIA

IIB

III A

T3 N0 M0

T4 N0 M0

T1, T2 N1 M0

III B

IIIC

T3, T4 N1 M0

T apapun N2 M0

IV T apapun N apapun M1

2.8 PENATALAKSANAAN

Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai

penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah

obstruksi, perforasi dan perdarahan.Tujuan ideal penanganan karsinoma adalah eradikasi

keganasan dengan preservasi fungsi anatomi dan fisologi. Kriteria untuk menetukan

jenis tindakan adalah letak tumor, jenis kelamin dan kondisi penderita.

1. Tumor yang berjarak <5cm dari anal verge dilakukan eksisi abdomino perineal.

2. Tumor yang berjarak 5-10 cm dari anal verge tindakan yang dapat dilakukan:

abdomino anal pull through resection

abdomino sacral resection

Page 17: BAB I Karsinoma Rekti

anterior resection dengan menggunakan sirkular stapler untuk anastomose

3. Tumor yang berjarak 10-16,5 cm dari anal verge dilakukan reseksi anterior standar.

Pada tumor yang kecil dan masih terlokalisir, reseksi sudah mencukupi untuk

kuratif. Pertimbangan untuk melakukan reseksi atau tidak pada karsinoma rektal tidak

hanya kuratif tetapi juga paliatif seperti elektro koagulasi dan eksisi lokal, fulgurasi,

endokaviti irradiasi atau braki terapi. Beberapa pilihan pada penderita berisiko tinggi

operasi dapat dilakukan laparoskopi, eksternal beam radiation, elektrokoagulasi, contact

radiotherapy, ablasi laser, eksisi lokal dan stent endoskopi. Sebelum melakukan tindakan

operasi harus terlebih dahulu dinilai keadaan umum dan toleransi operasi serta ekstensi

dan penyebaran tumor. Pada eksisi radikal rektum harus diusahakan pengangkatan

mesorektum dan kelenjar limfa sekitarnya.

Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker kolorektal. Satu-satunya

kemungkinan terapi kuratif adalah tindak bedah. Tujuan utama tindak bedah ialah

memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun non kuratif. Beberapa adalah

terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Terapi standar untuk

kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :

1. Pembedahan

Pemotongan bedah pada tumor, kolon yang berdekatan, dan kelenjar getah

bening yang berdekatan adalah penanganan pilihan untuk kanker kolorektal.

Penanganan pembedahan bervariasi dari pengrusakan tumor oleh laser

photokoagulasi selama endoskopi sampai pemotongan abdominoperineal (APR =

abdominoperineal resection) dengan colostomy permanen. Bila memungkinkan,

spingkter anal dipertahankan dan hidari kolostomy.

Laser photokoagulasi digunakan sangat kecil, usus diberi sorotan sinar untuk

pemanasan langsung jaringan didalamnya. Panas oleh laser umumnya dapat

digunakan untuk merusak tumor kecil. Juga digunakan untuk bedah palliatif atau

tumor lanjut untuk mengangkat sumbatan. Laser photokoagulasi dapat dibentuk

berupa endoskopik dan digunakan untuk klien yang tidak mampu / tidak toleransi

untuk dilakukan bedah mayor.

Penanganan bedah lain untuk yang kecil, lokalisasi tumor termasuk

pemotongan lokal dan fulguration. Prosedur ini juga dapat dilakukan selama

endoskopi, dengan mengeluarkan jarum untuk bedah abdomen. Eksisi local dapat

digunakan untuk mengangkat pengerasan di rectum berisi tumor kecil, yang

differensiasi baik, lesi polipoid yang mobile / bergerak bebas. Fulguration atau

Page 18: BAB I Karsinoma Rekti

elektrokoagulasi digunakan untuk mengurangi ukuran tumor yang besar bagi klien

yang risiko pembedahan jelek. Prosedur ini umumnya dilakukan anesthesia umum

dan dapat dilakukan bertahap.

Banyak klien dengan kanker kolorektal dilakukan pemotongan bedah dari

kolon dengan anastomosis dari sisa usus sebagai prosedur pengobatan. Penyebaran

ke kelenjar getah bening regional dibedakan untuk dipotong bila berisi lesi

metastasis. Sering tumor di bagian asending, transverse, desending, dan colon

sigmoid dapat dipotong. Tumor pada rektum biasanya ditangani dengan

pemotongan abdominoperineal dimana kolon sigmoid, rektum, dan anus diangkat

melalui insisi abdominal dan insisi perineal. Kolostomy sigmoid permanen

dilakukan untuk memfasilitasi pengeluaran feses.

Pemotongan bedah usus dapat dikombinasi dengan kolostomy untuk

pengeluaran isi usus / feses. Kolostomy adalah membuat ostomi di kolon. Dibentuk

bila usus tersumbat oleh tumor, sebagai pemeriksaan sementara untuk mendukung

penyembuhan dari anastomoses, atau sebagai pengeluaran feces permanen bila kolon

bagian distal dan rektum diangkat / dibuang. Kolostomy diberi nama berdasarkan :

asending kolostomi, trasverse kolostomi, desending kolostomi, dan sigmoid

kolostomi.

Kolostomi sigmoid sering permanen, sebagian dilakukan untuk kanker

rektum. Biasanya dilakukan selama reseksi / pemotongan abdominoperineal.

Prosedur ini meliputi pengangkatan kolon sigmoid, rektum, dan anus melalui insisi

perineal dan abdominal. Saluran anal ditutup, dan stoma dibentuk dari kolon

sigmoid proximal. Stoma berlokasi di bagian bawah kuandran kiri abdomen. Bila

colostomi double barrel, dibentuk dua stoma yang berpisah. Colon bagian distal

tidak diangkat, tetapi dibuat saluran bebas / bypass. Stoma proximal yang

fungsional, mengalirkan feces ke dinding abdomen. Stoma distal berlokasi dekat

dengan stoma ptoximal, atau di akhir dari bagian tengah insisi. Disebut juga mukus

fistula, stoma distal mengeluarkan mukus dari colon distal. Dapat dibalut dengan

balutan kasa 4 X 4 inci. Colostomi double barrel dapat diindikasikan untuk kasus

trauma, tumor, atau peradangan, dan dapat sementara atau permanen.

Dalam prosedur emergensi digunakan untuk mengatasi sumbatan usus atau

perforasi yang disebut colostomi “transverse loop”. Selama prosedur, loop dari colon

transverse dibawa keluar dari dinding abdominal dan didigantungkan diatas tangkai

atau jembatan plastik, yang mencegah loop terlepas dari belakang ke dalam rongga

Page 19: BAB I Karsinoma Rekti

abdomen. Stoma loop dapat dibuka pada saat bedah atau beberapa hari kemudian

cukup di tempat tidur pasien. Jembatan dapat di buka dalam 1 – 2 minggu.

Kolostomi loop transverse biasanya sementara / tidak permanen.

Pada prosedur Hartmann, prosedur colostomi sementara, bagian distal dari

colon ditempatkan di kiri dan diawasi untuk ditutup kembali. Kolostomi sementara

dapat dibentuk bila usus istirahat atau dibutuhkan penyembuhan, seperti pemotongan

tumor atau peradangan pada usus. Juga dibentuk akibat injuri traumatik pada colon,

seperti luka tembak. Bedah penyambungan kembali atau anastomosa dari bagian

kolon tidak dilakukan segera karena kolonisasi bakteri berat dari luka kolon tidak

diikuti penyembuhan sempurna dari anastomosa. Berkisar 3 – 6 bulan diikuti

kolostomi sementara, kolostomi ditutup dan dibentuk anastomosa colon (Harahap,

2004).

2. Radioterapi

Terapi radiasi sering digunakan sebagai tambahan dari pengangkatan bedah

dari tumor usus. Bagi kanker rektal yang kecil, intrakavitari, eksternal, atau implantasi

radiasi dapat dengan atau tanpa eksisi bedah dari tumor. Radiasi preoperative

diberikan bagi klien dengan tumor besar sampai lengkap pengangkatan. Bila terapi

radiasi megavoltase digunakan, kemungkinan dalam kombinasi dengan kemoterapi,

karsinoma rektal berkurang ukurannya, sel-sel jaringan limpatik regional dibunuh, dan

kekambuhan lamban atau tidak kambuh sama sekali (Berkow & Fletcher, 1992; way,

1994). Terapi radiasi megavoltase juga dapat digunakan postoperatif untuk

mengurangi risiko kekambuhan dan untuk mengurangi nyeri. Lesi yang terfiksir luas

tidak diangkat dapat ditangani dengan mengurangi pemisah / hambatan dan

memperlambat berkembangnya kanker.

3. Kemoterapi

Agen-agen kemoterapi, seperti levamisole oral dan intravenous fluorouracil

(5-FU), juga digunakan postoperatif sebagai terapi ajuvan untuk kanker kolorektal.

Bila dikombinasi dengan terapi radiasi, kontrol pemberian kemoterapi lokal dan

survive bagi klien dengan stadium II dan III dengan tumor rektum. Keunggulan bagi

kanker kolon adalah bersih, tetapi kemoterapi dapat digunakan untuk menolong

mengurangi penyebaran ke hepar dan mencegah kekambuhan. Leucovorin dapat juga

diberikan dengan 5-FU untuk meningkatkan efek antitumor (Harahap, 2004).

4. Terapi Terkini

Page 20: BAB I Karsinoma Rekti

Metode pengobatan yang sedang dikembangkan pada dekade terakhir ini

adalah:

a. Target Terapi: memblokade pertumbuhan pembuluh darah ke daerah tumor

b. Terapi Gen

c. Modifikasi biologi dan kemoterapi: thymidy-late synthasedan 5 fluoro urasil

d. Extra corporal transcutaneuse aplication: ultrasonografi intensitas tinggi

Imunoterapi: Interleukin Limfokin-2 dan Alpa Interferon.

2.9 PROGNOSIS

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai

berikut :

Stadium I - 72%

Stadium II - 54%

Stadium III - 39%

Stadium IV - 7%

50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan

lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi. Penyakit kambuh

pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor – faktor yang

mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor,

lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.

Tumor poorly differentiated mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan

dengan well differentiated. Bila dijumpai gambaran agresif berupa ”signet ring cell” dan

karsinoma musinus prognosis juga buruk.

Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32% penderita.

Beberapa faktor seperti letak tumor, penetrasi dinding usus, keterlibatan kelenjar limfa,

perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi tumor diduga sebagai faktor yang

mempengaruhi rekurensi lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Page 21: BAB I Karsinoma Rekti