Upload
duongliem
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
31 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITAN
3.1 Desain Penelitian
Desain riset adalah kerangka kerja yang diperlukan secara detail dan
menyeluruh untuk memperoleh informasi guna menjawab masalah riset dan
menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan (Maholtra,
2007).
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Sumber: Maholtra, Naresh K. Marketing Research An Applied Orientation. (2007). New
Jersey: Pearson Education.
Penelitian ini diawali dengan studi literatur terhadap referensi penelitian yang
berkaitan dengan gaya kepemimpinan, motivasi intrinsik individu, pemikiran
kreatif, dan kreativitas karyawan. Selanjutnya, peneliti melakukan studi riset
deskriptif tentang intensitas hubungan gaya kepemimpinan dengan tingkat
kreativitas karyawan yang dimediasi oleh variabel pemikiran kreatif dan motivasi
intrinsik karyawan.
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
32
Maholtra (2007) menjelaskan bahwa penelitian yang bersifat deskriptif
merupakan penelitian yang bertujuan untuk membantu pembuat keputusan dalam
menentukan, mengevaluasi, dan memilih alternatif terbaik dalam memecahkan
masalah. Setelah melakukan studi riset deskriptif, peneliti melakukan identifikasi
variabel dan menyusun pengukurannya. Setelah itu, peneliti melakukan survei
guna mendapatkan data untuk dianalisis dalam penelitian ini. Kemudian, hasil
survey tersebut dapat dianalisis dan diambil kesimpulannya. Penelitian ini
menggunakan riset korelasi, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat
seberapa kuat hubungan antar variabel-variabel yang diteliti.
Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah yang telah dipaparkan,
objek penelitian yang dipilih oleh peneliti ialah karyawan di beberapa perusahaan
media, baik media cetak maupun elektronik di wilayah DKI Jakarta. Penelitian
kuantitatif ini dilakukan satu kali dalam satu periode (cross-sectional design).
Pengumpulan data ini dilakukan melalui teknik survei kuesioner kepada 158
orang responden dari beberapa perusahaan media baik cetak maupun elektronik di
Jakarta.
Data yang diperoleh diuji terlebih dahulu (pre-test) untuk mengetahui
reliabilitas dan validitasnya. Data yang diuji terlebih dahulu ialah data yang
diperoleh dari 30 orang responden. Untuk menguji validitas dan realibilitas pada
semua pernyataan dalam kuesioner pre-test, peneliti menggunakan software SPSS
for windows versi 11.5 untuk mendapatkan nilai KMO Barrlett’s Test sebesar ≥
0.50 yang digunakan sebagai syarat agar pernyataan dalam kuesioner tersebut
dikatakan valid. Peneliti juga menguji setiap pernyataan untuk mendapatkan nilai
Cronbach’s Alpha sebesar ≥ 0.6 yang dijadikan sebagai syarat agar pernyataan
dalam kuesioner tersebut dikatakan realible. Selanjutnya, data akan diolah dengan
metode statistik menggunakan program SEM (Structural Equition Modelling)
Lisrel 8.7 for windows untuk menguji apakah model yang diuji layak untuk
diteliti.
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
33
Metode sampling yang digunakan penulis adalah non-probability sampling
dengan teknik snowball sampling. Jumlah sampel yang dapat diikutsertakan
dalam pengukuran selanjutnya adalah 158 orang sesuai dengan rumus n x 5
metode estimasi Maximum Likehood pada SEM, dari jumlah kuesioner yang
disebarkan berjumlah 205 kuesioner untuk mengantisipasi adanya kuesioner yang
tidak kembali, tidak terjawab lengkap, tidak terbaca, atau tidak lengkap.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Sumber data secara umum terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data asli yang diambil secara langsung
dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab masalah risetnya secara khusus,
sedangkan data sekunder merupakan data yang diambil tidak secara langsung dari
sumbernya atau data yang diperoleh dari pihak lain.
Data sekunder untuk penelitian ini didapatkan melalui studi literatur baik
hard copy maupun soft copy yang peneliti dapatkan dari beberapa situs internet
yang terpercaya kredibilitasnya.
Pada pengambilan data primer melalui penyebaran kuesioner, peneliti
menggunakan bentuk dasar dalam mendesain kuesioner yaitu:
1. Close-ended questions, yaitu bentuk pertanyaan dengan berbagai alternatif
pilihan atau jawaban kepada responden untuk mengetahui karakteristik
responden.
2. Open-ended questions, yaitu bentuk pertanyaan yang memberikan
kebebasan bagi responden dalam cara menjawab dengan bahasa dan cara
tersendiri menurut responden.
3. Scaled response questions, yaitu bentuk pertanyaan yang menggunakan
skala dalam mengukur dan mengetahui sikap responden terhadap
pertanyaan-pertanyaan di kuesioner, dari sudut pandang responden.
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
34
Penelitian ini menggunakan skala Likert yang terbagi atas lima tingkatan.
dengan dua kategori. Pada variabel gaya kepemimpinan yang terbagi menjadi
kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional, penelitian ini
menggunakan skala Likert yang terdiri dari :
1. Tidak Sama Sekali
2. Sekali Waktu
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Selalu
Sedangkan, pada variabel pemikiran kreatif, motivasi intrinsik, dan kreativitas,
skala Likert yang digunakan terdiri dari :
1. Sangat Tidak Setuju
2. Tidak Setuju
3. Netral
4. Setuju
5. Sangat Setuju
3.2.1 Pengukuran Gaya Kepemimpinan
Penelitian mengenai gaya kepemimpinan ini menggunakan kuesioner yang
berasal dari Leadership Questionnaire dari buku Bass (1985) yang berjudul
Leadership and Performance Beyond Expectation. Kuesiner mengenai gaya
kepemimpinan dibagi menjadi dua bagian yakni kepemimpinan transformasional
dan kepemimpinan transaksional. Kuesioner tentang kepemimpinan
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
35
transformasional terdiri dari sembilan item pernyataan, sedangkan kuesioner
tentang kepemimpinan transaksional terdiri dari sepuluh item pernyataan.
3.2.2 Pengukuran Pemikiran Kreatif
Penelitian mengenai pemikiran kreatif ini menggunakan kuesioner yang
dipakai oleh Sukarni Munandar dalam disertasinya (1977) yang berjudul
Creativity and Education Study of Realtionships between Measures of Creative
Thinking and A Number of Educational Variables.
Pemikiran kreatif diukur dengan menggunakan skala Likert yang memiliki
lima pilhan jawaban, mulai dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju.
3.2.3 Pengukuran Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan item-
item pernyataan kuesioner yang digunakan oleh Marisa Purnama Sari dalam
skripsinya (2006) yang berjudul Analisa Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik pada
Mahasiswa FE UI: Pengukuran terhadap Alasan Berkuliah, Motivasi dalam
Kegiatan Perkuliahan, dan Pengaruh Sistem Penilaian terhadap Motivasi
Mahasiswa.
Motivasi intrinsik diukur dengan menggunakan skala Likert yang memiliki
lima pilihan jawaban mulai dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju.
3.2.4 Pengukuran Kreativitas
Kreativitas dapat diukur dengan menggunakan item-item kuesioner yang
tercantum di dalam jurnal hasil penelitian Zhou dan George yang berjudul When
Job Dissatisfaction Leads to Creativity: Encouraging the Expression of Voice
(2001).
Kreativitas diukur dengan menggunakan skala Likert yang memiliki lima
pilihan jawaban mulai dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju.
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
36
3.3 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini ialah
metode non-probability sampling dengan teknik snowball sampling. Untuk
penelitian ini, peneliti memilih karyawan di beberapa perusahaan media cetak
(koran dan majalah) dan media elektronik (radio dan televisi) di Jakarta sebanyak
158 orang sebagai sampel untuk diteliti.
Perusahaan media yang dipilih peneliti mewakili media cetak seperti
majalah dan koran. Sedangkan, perusahaan media yang mewakili media
elektronik ialah stasiun televisi swasta dan radio swasta di wilayah DKI Jakarta,
dengan rentang waktu penelitian antara bulan Februari – Mei 2009.
3.4 Kerangka Penelitian
Gambar 3.2 Model Penelitian
Sumber : Chen, Li, dan Tang. (2007). Transformational Leadership and Creativity: Exploring the Mediatig Effects of Craetive Thinking and Intrinsic Motivation. Department of Business
Administration. Proceedings of the 13th Asia Pacific Management Conference, Melbourne, Australia, 684-694.
Peneliti melakukan modifikasi pada model penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya oleh Chun-Hsi Vivian Chen, Hung-Hui Li, dan Ya-Yun Tang (2007)
pada variabel gaya kepemimpinan. Pada penelitiannya, Chen, Li, dan Tang (2007)
mengunakan variabel kepemimpinan transformasional untuk mengidentifikasi
hubungannya dengan kreativitas pada karyawan. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan variabel gaya kepemimpinan sebagai variabel laten eksogen untuk
Gaya Kepemimpinan
Motivasi Intrinsik
Pemikiran Kreatif
Kreativitas
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
37
menguji hubungannya terhadap kreativitas. Peneliti memodifikasi variabel
tersebut karena peneliti merasa perlu untuk menganalisis hubungan tersebut bukan
hanya dari kepemimpinan transformasional saja melainkan juga dari
kepemimpinan transaksional, dimana keduanya merupakan bagian dari gaya
kepemimpinan. Untuk itu, peneliti menggunakan variabel gaya kepemimpinan
untuk menganalisis secara lebih luas mengenai hubungannya dengan kreativitas.
3.5 Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini ialah variabel laten dan variabel
teramati (observed variable).
3.5.1 Variabel Laten
Variabel laten ialah variabel abstrak yang hanya dapat diamati
secara tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap variabel teramati.
Variabel laten terbagi menjadi dua yaitu eksogen dan endogen. Variabel
laten eksogen merupakan variabel bebas, sedangkan variabel laten
endogen merupakan variabel terikat.
Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis empat variabel laten
yaitu gaya kepemimpinan, pemikiran kreatif, motivasi intrinsik, dan
kreativitas. Keempat variabel laten ini diukur atau diamati melalui
variabel teramati yakni setiap item pernyataan yang digunakan dalam
kuesioner yang diberikan pada responden.
Variabel gaya kepemimpinan merupakan variabel laten eksogen
dalam penelitian ini, dan variabel endogen yang diteliti ialah variabel
pemikiran kreatif, motivasi intrinsik, dan kreativitas.
Berikut adalah penjelasan singkat mengenai variabel laten baik
eksogen maupun endogen yang diukur dalam penelitian ini :
a. Gaya Kepemimpinan
Variabel ini melihat bagaimana gaya pemimpin atau atasan memimpin
para bawahannya, apakah pemimpin menampilkan gaya kepemimpinan
transformasional yang berkharisma, dan berupaya mengembangkan
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
38
kebutuhan para pengikutnya atau pemimpin menampilkan gaya
kepemimpinan transaksional yang fokus pada hubungan imbal balik
antara pemimpin dengan bawahan, yaitu imbalan yang diberikan oleh
pemimpin atau atasan kepada bawahan apabila melakukan pekerjaan
sesuai dengan kinerja yang telah disepakati atau diharapkan.
b. Pemikiran Kreatif
Variabel ini melihat bagaimana karyawan atau bawahan berpikir kreatif
dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam bekerja.
c. Motivasi Intrinsik
Variabel ini melihat bagaimana karyawan termotivasi dari dalam dirinya
untuk berkreasi dalam melakukan pekerjaannya.
d. Kreativitas
Variabel ini melihat apakah karyawan berperilaku kreatif dan
menghasilkan ide atau gagasan baru yang kreatif dalam bekerja.
3.5.2 Variabel Teramati
Variabel teramati merupakan item-item dalam kuesioner penelitian
yang digunakan sebagai indikator setiap variabel laten yang dapat diukur
atau diamati secara langsung.
3.6 Hipotesis Penelitian
Berikut ini adalah hipotesis yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian
ini :
3.6.1 Gaya Kepemimpinan dengan Pemikiran Kreatif
Gaya kepemimpinan menentukan bagaimana cara karyawan berpikir
mengenai suatu masalah dan menemukan solusi pemecahan masalah tersebut.
Pemimpin dapat memberikan inspirasi dan stimulus pada karyawan untuk berpikir
keluar dari areanya (think out of the box) sehingga karyawan berpikir kreatif
dalam menyelesaikan pekerjaannya tanpa merasa takut akan resiko kegagalan
yang mungkin terjadi (Yukl dan Van Fleet, 1982).
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
39
H0 : Tidak ada hubungan positif antara gaya kepemimpinan atasan
dengan pemikiran kreatif karyawan.
H1 : Ada hubungan positif antara gaya kepemimpinan atasan dengan
pemikiran kreatif karyawan.
3.6.2 Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Intrinsik
Wahjosumidjo (1987) dalam Kepemimpinan dan Motivasi menyatakan
bahwa setiap pemimpin memiliki tantangan untuk dapat menggerakkan pengikut
atau karyawannya agar mereka secara sadar berperilaku untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan memiliki kaitan yang
erat dengan motivasi karyawan baik itu secara intrinsik maupun ekstrinsik.
H0 : Tidak ada hubungan positif antara gaya kepemimpinan atasan
dengan motivasi intrinsik karyawan.
H2 : Ada hubungan positif antara gaya kepemimpinan atasan dengan
motivasi intrinsik karyawan.
3.6.3 Pemikiran Kreatif dengan Kreativitas
Amabile (1998) menyatakan bahwa pemikiran kreatif merupakan cara
orang berpikir untuk memecahkan masalah dan menemukan solusi. Pemikiran
kreatif merupakan proses berpikir yang menghasilkan kreativitas.
H0 : Tidak ada hubungan positif antara pemikiran kreatif karyawan
dengan kreativitas karyawan.
H3 : Ada hubungan positif antara pemikiran kreatif karyawan dengan
kreativitas karyawan.
3.6.4 Motivasi Intrinsik dengan Kreativitas
Menurut Amabile (1988), motivasi intrinsik mempengaruhi karyawan
dalam mengambil keputusan dengan cara yang kreatif dan inovatif.
H0 : Tidak ada hubungan positif antara motivasi intrinsik dengan
kreativitas.
H4 : Motivasi intrinsik memiliki hubungan positif terhadap kreativitas.
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
40
3.6.5 Pengaruh Mediasi antara Pemikiran Kreatif dan Motivasi Intrinsik
Dalam jurnalnya, Chen, Li, dan Tang (2007) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan memiliki hubungan positif dengan kreativitas karyawan melalui
perantara atau mediasi dari pemikiran kreatif dan motivasi intrinsik.
H0 : Pemikiran kreatif tidak menghubungkan gaya kepemimpinan
atasan dengan kreativitas karyawan.
H5 : Pemikiran kreatif menghubungkan gaya kepemimpinan atasan
dengan kreativitas karyawan.
H0 : Motivasi intrinsik tidak menghubungkan gaya kepemimpinan
atasan dengan kreativitas karyawan.
H6 : Motivasi intrinsik menghubungkan gaya kepemimpinan atasan
dengan kreativitas karyawan.
3.7 Operasional Variabel Penelitian
Variabel-variabel penelitian dideskripsikan dengan beberapa item
pernyataan dalam kuesioner penelitian. Setiap item pernyataan tersebut diukur
dengan menggunakan lima skala Likert. Penjelasan mengenai operasional variabel
penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.
3.8 Distribusi Frekuensi
Analisis distribusi frekuensi dilakukan untuk melihat jumlah responden
berdasarkan karakter demografisnya, yaitu dengan statistic descriptive untuk
menyajikan hasil survei melalui bentuk distribusi frekuensi dan prosentase dari
profil responden. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan SPSS versi 11.5 for
windows untuk menampilkan data responden berdasarkan jenis kelamin dan usia
dalam bentuk prosentase.
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
41
3.9 Confirmatory Factor Analysis
Wijanto (2007) menyatakan bahwa Confirmatory Factor Analysis
merupakan bentuk model pengukuran yang menunjukkan sebuah variabel laten
diukur oleh satu atau lebih variabel-variabel teramati. CFA didasarkan atas alasan
bahwa variabel-variabel teramati adalah indikator-indikator tidak sempurna dari
variabel laten atau bentuk tertentu yang mendasarinya. Hasil CFA harus diperiksa
terlebih dahulu dari kemungkinan terjadinya offending estimate, kemudian
dilakukan uji validitas, dan reliabilitas. Kemudian, tingkat kedua dilakukan, yaitu
Second Order CFA (2ndCFA) menunjukkan hubungan antara variabel-variabel
laten pada tingkat pertama sebagai indikator dari sebuah variabel laten tingkat
kedua.
Keuntungan menggunakan CFA adalah model dibentuk terlebih dahulu,
jumlah variabel laten ditentukan oleh peneliti, pengaruh suatu variabel laten
terhadap variabel teramati ditentukan lebih dahulu, beberapa efek langsung
variabel laten terhadap variabel teramati dapat ditetapkan sama dengan nol atau
suatu konstanta, kesalahan pengukuran boleh berkolerasi, kovarian variabel-
variabel laten dapat diestimasi atau ditetapkan pada nilai tertentu, dan identifikasi
parameter diperlukan.
3.9.1 Analisis Offending Estimates
Analisis awal ini harus dilakukan untuk memastikan tidak terdapat
offending estimates (nilai-nilai yang melebihi batas yang dapat diterima) dari hasil
estimasi di tingkat pertama CFA. Berikut kriteria analisisnya, yaitu:
1. Offending estimates, terutama adanya negative error variances (dikenal
dengan heywod cases). Jika ada varian kesalahan negatif, maka varian
kesalahan tersebut perlu ditetapkan menjadi 0.005 atau 0.01.
2. Nilai standardized loading factor > 1.
3. Standard errors yang berhubungan dengan koefisien-koefisien yang
diestimasi mempunyai nilai yang besar.
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
42
3.9.2 Uji Validitas dan Realibilitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah
disusun dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur dengan tepat.
Uji ini dilakukan karena kuesioner yang diajukan belum diketahui tingkat
validitasnya. Validitas suatu instrumen akan menggambarkan tingkat kemampuan
alat ukur yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi inti
pengukuran. Dengan demikian, validitas variabel teramati atau indikator akan
menunjukkan pada mampu tidaknya indikator tersebut untuk mengukur variabel
laten yang diamati. Apabila indikator tersebut mampu mengukur apa yang harus
diukur maka indikator tersebut dikatakan valid, dan begitu pula sebaliknya.
Menurut Ridgon dan Ferguson (1991) serta Doll, Xia, dan Torkzadeh
(1994), suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap bentuk
atau variabel lainnya, jika:
a. Tidak terdapat offending estimates, seperti negative error variance dan
tidak terdapat standardized loading factor > 1.0 serta nilai standard
error yang besar.
b. T-value dari standardized factor loadings dari variabel-variabel
teramati lebih besar dari nilai kritis ( > 1.96 ).
c. Muatan faktor standarnya (standardized factor loadings) ≥ 0.70.
Igbaria, et.al. (1997) menambahkan, jika ada nilai muatan faktor
standar < 0.5, tetapi masih ≥ 0.3, maka variabel terkait bisa
dipertimbangkan untuk tidak dihapus. Penggunaan batas kritikal
tersebut sepenuhnya terserah kepada peneliti, dengan
mempertimbangkan teori dan substansi yang mendasari model,
banyaknya variabel teramati yang tersisa setelah penghapusan dan
reliabilitas model pengukuran yang terkait.
Uji realibitas (realibility test) dilakukan untuk mengukur konsistensi dan
realibilitas pernyataan-pernyataan yang ada dalam kuesioner terhadap variabel
utamanya. Maholtra (2004) menyatakan bahwa pernyataan dalam kuesioner sudah
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
43
dianggap realible, konsisten, dan relevan terhadap variabel dalam penelitian
apabila memiliki nilai koefisien Cronbach’s Alpha sebesar 0.6. Akan tetapi, hal
ini dibantah oleh Bollen (1989), yang menyatakan bahwa meskipun teknik
pengujian realibilitas Cronbach’s Alpha merupakan tekik yang banyak digunakan
namun nilai yang dihasilkan merupakan estimasi yang terlalu rendah jika
digunakan untuk menguur realibilitas congeneric measure. Instrumen realibilitas
menggambarkan kemantapan dan keajegan alat ukur yang digunakan. Dengan
demikian, alat ukur tersebut akan memberikan hasil pengukuran yang tetap
meskipun digunakan berkali-kali oleh peneliti yang sama ataupun peneliti yang
berbeda.
Hair et. al., (1995) menyatakan bahwa dalam SEM, pengukuran realibilitas
variabel teramati dalam model pengukuran dalap dilakukan dengan Variance
Extracted Measure, dimana ekstrak varian ini menunjukkan jumlah varian
keseluruhan dalam indikator yang dijelaskan oleh construct latent. Construct
Realibility dikatakan baik, jika nilainya ≥ 0.70 dan nilai variance extracted yang
dimilikinya ≥ 0.50.
Nilai CR (construct reliability) maupun VE (variance extracted) dapat diketahui
melalui rumus sebagai berikut:
Persamaan 3.1
Persamaan 3.2
Keterangan :
Σ = jumlah keseluruhan
Std.loading = standardized loading factors (muatan faktor standar)
ej = kesalahan (error)
Hair (1998) menyatakan bahwa meskipun syarat nilai Construct Realibility
(CR) yang baik adalah ≥ 0.70 akan tetapi apabila nilai CR berada di kisaran
angka 0.60 dan 0.70, maka reliabilitas masih termasuk dalam kategori baik. Hair
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
44
(1998) juga menyatakan bahwa nilai VE ≥ 0.50 merupakan ukuran yang baik
dalam mengukur reliabilitas, tetapi VE ini biasanya berupa pilihan (optional)
dalam penelitian, namun akan lebih baik apabila diikutsertakan.
Salah satu cara untuk mendapatkan data-model yang memiliki validitas
dan realibilitas yang baik ialah dengan melakukan model trimming yakni
menghilangkan variabel-variabel teramati yang tidak memenuhi syarat validitas
dan realibilitas yang baik dari model (Wijanto, 2007).
3.10 Second Order Confirmatory Factor Analysis (2nd CFA)
Setelah tahap pertama menghasilkan model CFA dengan kecocokan data-
model yang memiliki validitas dan realibilitas yang baik, maka tahap kedua bisa
dilaksanakan. Tahap kedua dari two-step approach atau 2nd CFA adalah
menambahkan model struktural aslinya pada model CFA hasil tahap pertama
untuk menghasilkan model hybrid. Model hybrid ini kemudian diestimasi dan
dianalisis untuk melihat kecocokan model secara keseluruhan serta evaluasi
terhadap model strukturalnya.
3.10.1 Analisis Kecocokan Keseluruhan Model
Structural Equation Modeling (SEM) merupakan suatu teknik statistik
yang mampu menganalisis variabel laten, variabel teramati, dan kesalahan
pengukuran secara langsung. SEM mampu menganalisis hubungan antara variabel
laten dengan variabel indikatornya, hubungan antara variabel laten yang satu
dengan variabel laten yang lain, juga mengetahui besarnya kesalahan pengukuran
(Wijanto, 2007). Hal tersebut sejalan dengan pendapat ahli yang mengatakan
SEM tidak seperti analisis multivariate biasa yang tidak bisa menguji regresi
berganda ataupun analisis faktor secara bersama-sama (Bollen, 1993). Disamping
hubungan kausal searah, SEM juga memungkinkan menganalisis hubungan dua
arah.
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
45
Setelah model terbentuk, maka diperlukan analisis dalam uji kecocokan
model, indikator-indikator yang dapat digunakan antara lain (Wijanto, 2007):
1. Chi square /degrees of freedom (χ2/df)
Chi-Square digunakan untuk menguji seberapa dekat kecocokan antara matrik
kovarian sampel dengan matrik kovarian model. Joreskog dan Sorbom (1989)
mengatakan bahwa χ2 seharusnya lebih diperlakukan sebagai ukuran goodness
of fit (atau badness of fit) dan bukan sebagai uji statistik. χ2 dapat disebut juga
sebagai badness of fit karena nilai χ2 yang besar menunjukkan kecocokan
yang tidak baik (bad fit) sedangkan nilai χ2 yang kecil menunjukkan good fit
(kecocokan yang baik).
2. Non-Centrality Parameter (NCP)
NCP merupakan ukuran perbedaan antara matrik kovarian sampel (Σ) dengan
matrik kovarian model (Σ(θ)). NCP juga merupakan ukuran badness of fit
dimana semakin besar perbedaan antara Σ dengan Σ(θ ) semakin besar nilai
NCP. Jadi, kita perlu mencari NCP yang nilainya kecil atau rendah.
3. Goodness of Fit Indices (GFI)
GFI dapat diklasifikasikan sebagai uji kecocokan absolut, karena pada
dasarnya GFI membandingkan model yang dihipotesiskan dengan tidak ada
model sama sekali. Nilai GFI harus berkisar antara 0 (poor fit) sampai 1
(perfect fit), dan nilai GFI ≥ 0.90 merupakan good fit (kecocokan yang baik),
sedangkan 0.80 ≤ GFI < 0.90 sering disebut marginal fit.
4. Root Mean Square Residual (RMR)
RMR mewakili nilai rerata residual yang diperoleh dari mencocokkan matrik
varian-kovarian dari model yang dihipotesiskan dengan matrik varian-
kovarian dari data sampel. Standardized RMR mewakili nilai rerata seluruh
standardized residuals, dan mempunyai rentang dari 0 ke 1. Model yang
mempunyai kecocokan yang baik (good fit) akan mempunyai nilai
Standardized RMR < 0.05.
5. Root Mean Square Error of Approximation
RMSEA merupakan salah satu indeks yang informatif dalam SEM. Nilai
RMSEA ≤ 0.05 menandakan close fit, sedangkan 0.05 < RMSEA ≤ 0.08
menunjukkan good fit (Brown dan Cudek, 1993). McCallum (1996)
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
46
menambahkan bahwa nilai RMSEA antara 0.08 sampai 0.10 menunjukkan
mediocore (marginal fit), serta nilai RMSEA > 0.10 menunjukkan poor fit.
6. Expected Cross-Validation Index (ECVI)
ECVI diusulkan sebagai sarana untuk menilai, dalam sampel tunggal,
likelihood bahwa model divalidasi silang (cross-validated) dengan sampel-
sampel dengan ukuran yang sama dari populasi yang sama (Browne dan
Cudeck, 1989). ECVI digunakan untuk perbandingan model dan semakin
kecil nilai ECVI sebuah model semakin baik tingkat kecocokannya.
7. Adjusted Goodness-of-Fit Index (AGFI)
AGFI adalah perluasan dari GFI yang disesuaikan dengan rasio antara degree
of freedom dari null/independence/baseline model dengan degree of freedom
dari model yang dihipotesiskan atau diestimasi. Seperti halnya GFI, nilai
AGFI berkisar antara 0 sampai 1. Nilai AGFI ≥ 0.90 menunjukkan good fit,
sedangkan 0.80 ≤ AGFI < 0.90 sering disebut sebagai marginal fit.
8. Normed Fit Index (NFI)
NFI mempunyai nilai yang berkisar antara 0 sampai 1. Nilai NFI ≥ 0.90
menunjukkan good fit, sedangkan 0,80 ≤ NFI < 0.90 sering disebut sebagai
marginal fit.
9. Relative Fit Index (RFI)
Nilai RFI akan berkisar antara 0 sampai 1. Nilai RFI ≥ 0.90 menunjukkan
good fit, sedangkan 0,80 ≤ NFI < 0.90 sering disebut sebagai marginal fit.
10. Incremental Fit Index (IFI)
Nilai IFI akan berkisar antara 0 sampai 1. Nilai IFI ≥ 0.90 menunjukkan good
fit, sedangkan 0.80 ≤ IFI < 0.90 sering disebut sebagai marginal fit.
11. Comparative Fit Index (CFI)
Nilai CFI berkisar antara 0 sampai 1. Nilai CFI ≥ 0.90 menunjukkan good fit,
sedangkan 0,80 ≤ CFI < 0.90 sering disebut sebagai marginal fit.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan program Lisrel 8.7 sebagai
sarana pengolahan data. Program ini mengharuskan peneliti menulis perintah
syntax (perintah persamaan) dan hasilnya adalah path diagram dan printed output
yang dapat memberikan informasi mengenai loading factor, t-value, serta error
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
Universitas Indonesia
47
variance dari indikator-indikator dalam variabel laten, serta hubungan kausal
antara variabel laten eksogen dengan variabel laten endogen.
3.10.2 Analisis Model Struktural
Analisis model struktural berhubungan dengan evaluasi terhadap koefisen-
koefisien yang menunjukkan hubungan antara satu variabel laten dengan variabel
laten yang lain. Pada umumnya, hubungan-hubungan inilah yang dihipotesiskan
dalam suatu penelitian. Pengujian ini akan menganalisis tingkat signifikansi
koefisien-koefisien yang diestimasi terhadap model struktural. Tingkat
signifikansi dapat dilihat dari t-value yang harus memenuhi syarat yaitu ≥ 1.96.
Selain itu, juga dilakukan evaluasi terhadap solusi standar dimana semua kofisien
mempunyai varian yang sama dan nilai maksimumnya adalah 1 (Wijanto, 2007).
Nilai koefisien yang mendekati nol menandakan pengaruh yang semakin kecil.
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009