52
Penatalaksanaan Fisioterapi pada Pasien Bell`s Palsy BAB 3 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASIEN BELL`S PALSY 3.1 Definisi Fisioterapi Menurut Kepmenkes RI No. 1363/MENKES/SK/2001, Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), peralatan fungsi, komunikasi. Fisioterapi secara khusus memandang tubuh dan kebutuhan potensi gerak merupakan pusat penetuan diagnosis dan strategi intervensi dan konsisten dengan bentuk apapun dimana praktek fisioterapi dilakukan. Bentuk pelayanan fisioterapi akan sangat bervariasi dalam hubungannya dengan tempat fisioterapi Program Studi D3 Fisioterapi FK UA 21

BAB 3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

57

BAB 3

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPIPADA PASIEN BELL`S PALSY

3.1 Definisi FisioterapiMenurut Kepmenkes RI No. 1363/MENKES/SK/2001, Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), peralatan fungsi, komunikasi.Fisioterapi secara khusus memandang tubuh dan kebutuhan potensi gerak merupakan pusat penetuan diagnosis dan strategi intervensi dan konsisten dengan bentuk apapun dimana praktek fisioterapi dilakukan. Bentuk pelayanan fisioterapi akan sangat bervariasi dalam hubungannya dengan tempat fisioterapi bekerja maupun berkenaan dengan promosi, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan kesehatan.Sebagai profesi, maka fisioterapis memiliki otonom mandiri yaitu kebebasan dalam melakukan keputusan-keputusan profesional (profesional judgement) dalam melakukan upaya promotif, preventif dan penyembuhan serta pemulihan dalam batas pengetahuan yang didapat sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.Lingkup pelayanan fisioterapi diterapkan pada dimensi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dengan cakupan pelayanan sepanjang rentang kehidupan manusia sejak praseminasi sampai ajal. Promotif adalah mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan bagi individu dan masyarakat umum. Sedangkan preventif adalah upaya pencegahan terhadap gangguan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan individu yang berpotensi untuk mengalami gangguan gerak dan fungsi tubuh akibat faktor kesehatan/sosial ekonomi dan gaya hidup. Kuratif dan rehabilitatif adalah memberikan intervensi pemulihan integritas sistem tubuh yang diperlukan untuk pemulihan gerak, memaksimalkan fungsi, meminimalkan ketidakmampuan dan meningkatkan kualitas hidup individu dan kelompok yang mengalami gangguan gerak akibat keterbatasan fungsi dan kecacatan.

3.2 Peranan FisioterapiFisioterapi adalah salah satu tim utama dalam merehabilitasi penderita bell`s palsy. Didalam menangani pasiennya, dibawah pengawasan dokter yang merawatnya atau dokter tim Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Menggunakan physical agent seperti : panas, sinar, ultrasound, electricity, air, dan latihan terapeutik dalam pengobatan atau penyembuhannya. Peran fisioterapi, antara lain : 1. Memberikan dukungan psikologi bagi pasien dalam depresi; 2. Membantu dalam perawatan kondisi psikosomatik; 3. Menolong dalam perawatan keterbatasan dan membuat kemandirian fungsional; 4. Berperan utama dalam perawatan gangguan neuro-muscular; dan 5. Mengurangi nyeri, spasme, dan lain-lain.Dalam kasus Bell`s Palsy, fisioterapi berperan dalam perawatan keterbatasan aktivitas fungsional pada wajah dan mengurangi nyeri. Sedangkan prinsip terapinya ialah untuk mengurangi nyeri, menurunkan kekakuan, dan meningkatkan kekuatan otot.

3.3 Penatalaksanaan Fisioterapi pada Bell`s PalsyDisebutkan dalam KEPMENKES RI No. 1363/MENKES/SK/2001 Pasal 12,Fisioterapi dalam melaksanakan praktik fisioterapi berwenang untuk melakukan :1. Assesmen fisioterapi yang meliputi pemeriksaan dan evaluasi2. Diagnosa fisioterapi3. Perencaan fisioterapi4. Intervensi fisioterapi5. Evaluasi/re-evaluasi/re-asesmen.3.3.1 AssesmenAssesmen termasuk pemeriksaan dan evaluasi pada perorangan atau kelompok, nyata atau yang berpotensi untuk terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau kondisi kesehatan lain dengan cara pengambilan perjalanan penyakit (histori taking), screening, test khusus, pengukuran dan evaluasi dari ahsil pemeriksaan melalui analisis dan sintesa dalam sebuah proses pertimbangan klinis.Assesmen (Pemeriksaan) Fisioterapi meliputi :a. AnamnesaAnamnesis merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab kepada pasien secara langsung (auto anamnesis) ataupun keluarganya (hetero anamnesis) mengenai kondisi / keadaan penyakit pasien. Dengan melakukan anamnesis ini akan diperoleh informasi - informasi penting untuk membuat diagnosis. Anamnesis dikelompokkan menjadi dua yaitu anamnesis umum dan anamnesis khusus.a.a Anamnesis umum1) Identitas pasienDalam identitas pasien biasanya berisi nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan, dan hobi.a.b. Anamnesis khusus1) Keluhan utamaKeluhan utama adalah satu atau lebih gejala dominan yang dikeluhkan, sehingga mendorong pasien untuk berupaya menyembuhkan penyakitnya dengan mencari pertolongan medis. 2) Riwayat penyakit sekarangRiwayat penyakit sekarang adalah perjalanan penyakit dari pasien dari awal mula sakit sampai bertemu dengan dokter atau tenaga medis lain. 3) Riwayat penyakit dahuluMerupakan riwayat penyakit yang pernah diderita pasien sebelum terjadinya penyakit yang dialami sekarang.4) Riwayat penyakit penyerta.Merupakan riwayat penyakit yang diderita oleh pasien selain penyakit utama yang dikeluhkan.5) Riwayat pribadi.Riwayat pribadi adalah hal-hal atau kegiatan sehari-hari yang dilakukan pasien menyangkut hobi atau kebiasaan.6) Riwayat keluargaRiwayat keluarga adalah penyakit - penyakit yang bersifat menurun dari orang tua atau keluarga yang lain.b. PemeriksaanPemeriksaan yang dilakukan dibagi menjadi dua, antara lain :b.a. Pemeriksaan fisik1) Tanda-tanda vitalPemeriksaan tanda vital meliputi : kesadaran, tekanan darah, denyut nadi, suhu badan, tinggi badan, berat badan, serta frekuensi pernapasan.2) InspeksiMerupakan pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati keadaan fisik pasien baik pada saat diam maupun bergerak. Pemeriksaan inspeksi ini ada dua macam, yaitu inspeksi statis dan dinamis.3) PalpasiPalpasi adalah pemeriksaan dengan cara meraba, memegang, dan menekan pada bagian tubuh yang akan diperiksa atau yang dikeluhkan pasien.4) Perkusi Perkusi dilakukan dengan ketukan jari atau tangan pada permukaan tubuh.5) AuskultasiAuskultasi adalah tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi yang terbentuk di dalam organ tubuh. 6) Pemeriksaan gerakPemeriksaan gerak dibagi menjadi dua yakni pemeriksaan gerak aktif dan gerak pasifb.b Pemeriksaan khusus1) Manual muscle testing (MMT) otot - otot wajahUntuk menilai kekuatan otot fasialis yang mengalami paralisis digunakan skala Daniel-Worthinghams Manual Muscle Testing (Daniel and Worthinghams, 2008), yaitu :- Nilai 0 ( zero ): tidak ada kontraksi yang tampak- Nilai 1 ( trace): kontraksi minimal- Nilai 3 (fair): kontraksi sampai dengan simetris sisi normal dengan usaha maksimal- Nilai 5 (normal): kontraksi penuh, terkontrol dan simetris.2) Ugo fisch scaleSkala ugo fisch bertujuan untuk pemeriksaan fungsi motorik dan mengevaluasi kemajuan motorik otot wajah pada penderita bells palsy. Penilaian dilakukan pada 5 posisi, yaitu saat istirahat, mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, dan bersiul. Pada posisi tersebut dinilai simetris atau tidaknya antara sisi sakit dengan sisi yang sehat. Ada 4 penilaian dalam % untuk posisi tersebut (Mardiman, dkk, 1994), antara lain : - 0 % (zero) : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter sama sekali.- 30 % (poor): simetris ringan, kesembuhan cenderung ke asimetris, ada gerakan volunter.- 70 % (fair) : simetris sedang, kesembuhan cenderung normal.- 100 % (normal) : simetris komplit ( normal ).Kemudian angka porsentase masing-masing posisi harus dirubah menjadi score dengan kriteria sebagai berikut :- Saat istirahat : 20 point- Mengerutkan dahi : 10 point- Menutup mata : 30 point- Tersenyum : 30 point- Bersiul : 10 pointPada keadaan normal untuk jumlah kelima posisi wajah adalah 100 point. Hasil penilaian itu diperoleh dari penilaian angka prosentase dikalikan dengan masing masing point. Nilai akhirnya adalah jumlah dari 5 aspek penilaian tersebut. 3) Pemeriksaan rasa pada 2/3 anterior lidahMenurut Gilory dan Meyer yang dikutip oleh Sukardi dan Nara (1993), menganjurkan pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asin, dan rasa pahit. Bila terjadi gangguan rasa kecap pada bells palsy menunjukan lesi n. fasialis setinggi khorda timpani atau proksimalnya. Pada pemeriksaan rasa ini pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya, kemudian kita taruh pada lidahnya bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam (hal ini dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat). Bila bubuk ditaruh, penderita tidak boleh menarik lidahnya kedalam mulut, sebab bila lidah ditarik ke dalam mulut, bubuk akan tersebar melalui ludah ke bagian lainnya, yaitu kesisi lidah lainnya atau bagian belakang lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin dan 4 untuk rasa asam. (Lumbantobing, 2006). 4) Pemeriksaan derajat nyeri Disini penulis menggunakan verbale diskriptive scale (VDS) yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh nilai yaitu : nilai 1 tidak nyeri, nilai 2 nyeri sangat ringan, nilai 3 nyeri ringan, nilai 4 nyeri tidak begitu berat, nilai 5 nyeri cukup berat, nilai 6 nyeri berat, nilai 7 nyeri tak tertahankan.

3.3.2 DiagnosisDiagnosis ditegakkan dari pemeriksaan dan evaluasi serta menyatakan hasil dari proses pertimbangan /pemeriksaan klinis, dapat berupa pernyataan keadaan disfungsi gerak, dapat meliputi/mancakup kategori kelemahan, limitasi fungsi, kemampuan atau ketidakmampuan.Diagnosis menunjukkan/mengekspresikan adanya disfungsi gerak dan dapat mencakup : Gangguan/kelemahan (impairment). Keterbatasan fungsi (functional limitations). Ketidakmampuan (disabilitas). Sindroma (syndromes).3.3.3 PerencanaanPerencanaan dimulai dengan pertimbangan kebutuhan intervensi dan biasanya menuntun kepada pengembangan rencana intervensi, termasuk hasil sesuai dengan tujuan yang terukur yang disetujui pasien/klien, keluarga atau pelayanan kesehatan lainnya. Dapat menjadi pemikiran perencanaan alternative untuk dirujuk kepada pihak lain bila dipandang kasusnya tidak tepat untuk terapi.3.3.4 IntervensiIntervensi diimplementasikan dan dimodifikasi untuk mencapai tujuan yang disepakati dan dapat termasuk penanganan secara manual; peningkatan gerakan; peralatan fisis, peralatan elektroterapeutis dan peralatan mekanis; peralatan fungsional; penentuan bantuan dan peralatan bantu; instruksi dan konseling; dokumentasi dan koordinasi, komunikasi.Intervensi dapat juga ditujukan pada pencegeahan ketidaknormalan (kelemahan), keterbatasan fungsi, ketidakmampuan dan cedera, termasuk juga peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, kualitas hidup, kebugaran segala umur, dan segala lapisan masyarakat. Teknik intervensi fisioterapi yang dapat dilakukan pada kasus bell`s palsy adalah :1. Terapi Panasa. Infra Red (IR)Infra red adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 7700 4 juta A. Klasifikasi infrared berdasarkan panjang gelombang : (1) Gelombang panjang (non penetrating) adalah panjang gelombang diatas 12.000 A sampai dengan 150.000 A. Daya penetrasi sinar ini hanya sampai pada lapisan superfisial epidermis, yaitu sekitar 0,5 mm.(2) Gelombang pendek (penetrating) adalah gelombang yang dengan panjang gelombang antar 7.700 12.000 A. Daya penetrasi lebih dalam dari yang gelombang panjang, yaitu sampai jaringan subkutan kira-kira dapat mempengaruhi secara langsung terhadap pembuluh darah kapiler, pembuluh lymphe, ujung-ujung saraf dan jaringan lain dibawah kulit.Pada dasarnya generator infra red dibagi menjadi dua jenis yaitu generator non luminous dan luminous. Perbedaan antara kedua jenis generator tersebut terletak pada jenis sinar yang terkandung pada tiap generator. Perbedaan kandungan sinar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) generator non luminous, yaitu generator yang hanya terdiri dari sinar infra red saja sehingga pengobatan menggunakan jenis ini sering disebut infra red radiation dan (2) generator luminous, yaitu generator yang disamping mengandung infra red, generator ini juga terdiri dari sinar ultra violet, pengobatan dengan menggunakan generator jenis ini sering disebut sebagai radiant heating.(Sujatno, dkk, 2002)a.a. Metode aplikasi IRPada dasarnya metode pemasangan IR dapat diatur sedemikian rupa sehingga sinar yang berasal dari lampu jatuh tegak lurus terhadap daerah yang di terapi, hal ini berlaku untuk penggunaan lampu baik jenis luminous maupun non luminous. Pada kondisi Bells palsy, IR dapat diaplikasikan pada wajah sisi yang sakit dan region sekitar foramen stilomastoideus selama 15 menit. Jarak pemasangan pada lampu luminous antara 35-45 cm sedangkan untuk pemasangan jenis non luminous antara 45-60 cm. Namun jarak ini bukan merupakan jarak yang mutlak diberikan karena jarak pemasangan lampu masih dipengaruhi oleh toleransi pasien dan besarnya watt lampu (Sujatno, dkk, 2002).a.b. Efek fisiologis pemberian IREfek-efek fisiologis yang dihasilkan oleh IR secara umum antara lain: 1). Meningkatkan proses metabolismeSeperti telah dikemukakan oleh hukum Vantt Hoff bahwa suatu reaksi kimia dapat dipercepat dengan adanya panas atau kenaikan temperatur akibat pemanasan sehingga proses metabolisme menjadi lebih baik. 2). Vasodilatasi pembuluh darah Dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah maka sirkulasi darah menjadi meningkat, sehingga pemberian nutrisi dan oksigen kepada jaringan akan ditingkatkan, dengan demikian kadar sel darah putih dan antibodi didalam jaringan tersebut akan meningkat. Dengan demikian pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap agen penyebab proses radang juga semakin baik. 3). Mempengaruhi jaringan ototAdanya kenaikan temperatur disamping membantu terjadinya rileksasi juga akan meningkatkan kemampuan otot untuk berkontraksi. 4). Dapat menyebabkan destruksi jaringanIni bisa terjadi apabila penyinaran yang diberikan menimbulkan kenaikan temperatur jaringan yang cukup tinggi dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga diluar toleransi pasien.5). Menaikkan temperatur tubuhPenyinaran yang luas yang berlangsung dalam waktu cukup lama dapat mengakibatkan kenaikan temperatur tubuh.6). Mengaktifkan kerja kelenjar keringatPengaruh rangsangan panas yang di bawa ujung-ujung saraf sensoris dapat mengaktifkan kerja kelenjar keringat di daerah jaringan yang diberikan penyinaran atau pemanasan. Pengeluaran keringat ini kalau berlebihan bisa menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit tubuh.a.c. Efek terapeutikEfek terapeutik yang dihasilkan dari pemberian IR antara lain : (1) mengurangi atau menghilangkan nyeri, (2) rileksasi otot, (3) meningkatkan suplai darah dan, (4) menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme. (Sujatno, dkk, 2002)a.d. Indikasiinfra red dapat diberikan pada kondisi-kondisi sebagai berikut : (1) kondisi peradangan setelah sub akut, (2) arthritis, (3) gangguan sirkulasi darah, (4) penyakit kulit, (5) persiapan exercise dan massage.a.e. Kontra indikasiBeberapa kondisi yang merupakan kontra indikasi pemberian IR adalah : (1) jaringan yang mengalami insufisiensi pada darah, (2) gangguan sensibilitas kulit dan, (3) adanya kecenderungan terjadi perdarahan. (Sujatno, dkk, 2002).b. Short Wave Diathermy (SWD)SWD merupakan suatu bentuk terapi yang menggunakan energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang dibolehkan pada pemakaian SWD adalah 13,56 MHz ; 27,12 MHz ; dan 40,98 MHz. Penggunaan modalitas panas dalam seperti SWD mempunyai tujuan sama dengan terapi panas secara umum, yaitu mengurangi rasa nyeri, relaksasi dari spasme otot-otot superfisial dan meningkatkan peredaran darah superfisial. Pada kasus bell`s palsy, biasanya penempatan elektroda diletakkan di daerah foramen stylomastoideus. Dengan menggunakan gelombang elektromagnetik frekuensi 27,12 MHz.2. MassageMassage adalah manipulasi secara teratur dan ilmiah pada jaringan lunak tubuh. Pengertian massage adalah teknik yang diaplikasikan dengan menggunakan tangan, untuk menghasilkan efek fisiologis, mekanik dan psikologis untuk jenis pengobatan (Tappan, 1988).Pada kondisi Bells palsy otot-otot wajah pada umumnya terulur kearah sisi yang sehat, keadaan ini dapat menyebabkan rasa kaku pada wajah sisi yang sakit. Sehingga dengan pemberian massage pada kasus Bells palsy bertujuan untuk merangsang reseptor sensorik dan jaringan subcutaneous pada kulit sehingga memberikan efek rileksasi dan dapat mengurangi rasa kaku pada wajah (Tappan, 1988).a. Teknik-teknik massage pada wajah Teknik-teknik massage yang biasa digunakan pada kasus Bells palsy antara lain Stroking, effleurage, finger kneading dan tapotement. 1. Stroking adalah manipulasi gosokan yang ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan tangan yang bertujuan untuk meratakan pelicin keseluruh wajah pasien. Teknik stroking yang dipilih dalam penanganan kasus bell`s palsy adalah superficial stroking, dimana tekanan yang diberikan sangat ringan yang mempunyai efek relaksasi dan dapat mengurangi rasa nyeri pada jaringan yang dangkal. 2. Effleurage adalah gerakan ringan yang berirama, yaitu melakukan gerakan ataupun gosokan yang dilakukan dengan menggunakan tiga jari tangan diberikan sesuai letak serabut otot-otot wajah menuju ke telinga.3. Finger kneading adalah pijatan jari-jari tangan yang dilakukan dengan cara melingkar dan disertai dengan tekanan pada kulit dan jaringan-jaringan lunak subcutan. Pijatan ini diberikan pada seluruh otot-otot wajah dengan arah gerakan menuju ke telinga. 4. Tapotement adalah manipulasi dengan memberikan tepukan-tepukan yang berirama yang dapat diberikan secara manual ataupun dengan menggunakan bantuan alat. Pada kasus Bells palsy salah satu teknik tapotement yang diberikan adalah slapping. Slapping merupakan sapuan dari ujung-ujung jari yang dilakukan secara tepat dan berirama (Tappan, 1988).b. Aplikasi massage pada wajah Aplikasi massage dapat diberikan sejak awal terjadinya Bells palsy. Masssage dapat dimulai dengan pemberian gentle massage yang berupa stroking dan effleurage. Untuk effleurage pada otot-otot wajah tekanan yang diberikan tidak boleh terlalu kuat karena keadaan serabut otot-otot wajah lebih halus bila dibandingkan dengan serabut otot-otot skeletal, selanjutnya massage dapat dilanjutkan pemberian finger kneading terutama pada wajah sisi sehat, massage dapat diakhiri dengan memberikan tapotement yang berupa slapping pada wajah sisi lesi (Tappan, 1988).Massage dilakukan selama 5-10 menit, 2-3 kali sehari. Massage ini berguna untuk menjaga tonus otot pada otot-otot yang sisi lesi maupun sisi sehat. Massage dilakukan dengan perlahan-lahan ke arah atas dan kesamping (kearah telinga) pada otot-otot yang terkena (Chusid, 1990) c. Efek mekanis pemberian massage Pada pasien Bells palsy adanya tekanan yang diberikan secara melingkar pada kulit dan jaringan subcutan dapat menimbulkan efek sebagai berikut: membantu meningkatkan aliran darah dan dapat mencegah terjadinya perlengketan jaringan (Rahim, 2002).d. Efek fisiologis pemberian massageEfek fisiologis yang dimaksud disini adalah efek yang ditimbulkan oleh massage terhadap fungsi dari proses yang terjadi pada tubuh. Efek-efek fisiologis pemberian massage tersebut antara lain : (1) memperbaiki kualitas kulit, (2) mempercepat proses regenerasi sel, (3) meningkatkan aktivitas sirkulasi darah limfa dan (4) mempengaruhi fungsi sekretor eksternal dan internal dari kulit. Namun dari semua efek diatas, efek fisiologis terpenting yang bisa kita dapatkan dari aplikasi massage pada kondisi Bells palsy adalah bahwa massage secara perlahan atau gentle akan mengaktifkan sirkulasi dan nutrisi dalam jaringan sehingga mempertahankan fleksibilitas jaringan tersebut dan juga akan meningkatkan elastisistas jaringan, selain itu pemberian massage dengan menggunakan teknik slapping yang berirama cepat akan meningkatkan tonus otot sehingga baik diberikan sebagai pre-liminary atau persiapan sebelum melakukan terapi latihan (Rahim, 2002). e. Indikasi pemberian massage Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian massage menurut Meyer (2000), antara lain: (1) spasme otot, (2) nyeri, (3) kasus-kasus oedema, (4) kasus-kasus perlengketan jaringan dan (5) kasus- kasus kontraktur .f. Kontra indikasi pemberian massageMasssage tidak selalu dapat diberikan pada semua kasus, ada beberapa kondisi yang menurut Meyer (2000), merupakan kontra indikasi pemberian massage, yaitu : (1) daerah yang mengalami infeksi, (2) penyakit-penyakit dengan ganguan sirkulasi, seperti: tromboplebitis, arteriosclerosis berat, (3) adanya tumor ganas, (4) daerah peradangan akut dan (5) daerah-daerah yang mengalami gangguan insufisiensi darah.3. Electrical Stimulation (ES)a. Metode aplikasi ESTerdapat dua metode yang digunakan dalam penempatan elektrode, yaitu :1. Metode stimulasi motor poinYaitu suatu stimulasi elektris yang ditujukan pada individual otot sesuai dengan anatomi melalui motor point (titik terdekat dari saraf motorik yang terletak di superficial kulit). Cara penempatan elektroda anoda sebagai elektroda pasif diletakkan pada regio leher, kemudian elektroda katoda sebagai elektroda aktif diletakkan pada motor point tiap-tiap otot wajah yang akan di stimulasi. Keuntungan metode ini ialah bahwa masing-masing otot berkontraksi sendiri-sendiri dan kontraksinya optimal. Kerugiannya ialah kalau banyak otot yang harus dirangsang sulit untuk mendapatkan jumlah kontraksi yang cukup untuk masing-masing otot.2. Metode stimulasi secara grupPada metode ini semua otot dari suatu grup otot berkontraksi bersama dengan menggunakan 2 elektrode. Satu elektrode dipasang pada daerah origo atau daerah belakang leher sedangkan yang satunya dipasang pada daerah motor point atau ujung dari muscle belly. Semua otot dari grup otot berkontraksi bersama sehingga sangat efektif untuk mendidik otot yang bekerjanya secara grup. Metode ini juga memungkinkan otot untuk berkontraksi lebih banyak dibanding pada metode motor point dan juga dapat digunakan untuk otot-otot yang besar yang banyak persyarafannya. Kerugiannya dalam metode ini ialah apabila ada beberapa otot dari grup itu tidak berkontraksi dengan baik, misalnya lebih lemah atau lebih dalam letaknya, berarti metode ini kurang sesuai (Sujatno, dkk, 1993).Pada kondisi Bells palsy teknik aplikasi ES yang sesuai adalah dengan menggunakan metode individual (motor point). Metode individual merupakan suatu stimulasi elektrik yang ditujukan pada individual otot sesuai dengan fungsinya melalui motor point. Motor point sendiri adalah titik peka rangsang yang terletak di superficial kulit. Tujuan dari penggunaan metode ini adalah untuk mendidik fungsi otot secara individual baik yang letaknya superficial maupun dalam (deep).b. Efek fisiologis pemberian ES1. Reaksi elektrokimiawiPada saat penggunaan ES akan terjadi ionisasi dan elektrolisis di dalam tubuh terutama pada jaringan dibawah katode. Dibawah katode akan terjadi konsentrasi NaOH, sedang dibawah anode akan terjadi konsentrasi HCL. Apabila konsentrasi NaOH dibawah katode tinggi , maka akan menimbulkan rangsangan yang bersifat nociseptif yang dapat menyebabkan jaringan nekrotik. Sehingga penggunaan intensitas tinggi sering diikuti rasa nyeri, terutama dibawah katode.2. Permeabilitas membranMembran dibawah katode akan terjadi hipopolarisasi , artinya muatan diluar membran bersifat lebih negatif sehingga akan membuka ion. Karena katoda menimbulkan hipopolarisasi, sehingga akan mengubah sifat ambang ransang menjadi lebih rendah. Dengan demikian katoda lebih efektif digunakan sebagai elektroda aktif, karena dengan intensitas kecil mampu menimbulkan aksi potensial. Sedangkan anode lebih bersifat hiperpolariasasi artinya meningkatkan kepadatan ion positif diluar membran sehingga tress hold akan naik. Pada aplikasi ES anode lebih disebut sebagai elektroda pasif.3. Syaraf motorisa. Kontraksi otot skeletalInterrupted Dirrect Current yang diberikan pada saraf motoris akan menimbulkan potensial aksi pada serabut saraf.b. Peningkatan kekuatan ototOtot yang bekontraksi berulang-ulang secara volunter akan meningkat kekuatannya.c. Perbaikan system vaskularisasi Otot yang berkontraksi secara terus menerus akan memacu terjadinya muscle pumping contraction sehingga metabolisme lebih lancar, termasuk pembuangan sisa asam laktat, disatu sisi muscle pumping contraction akan menimbulkan pumping action pada pembuluh balik vena.4. Saraf sensorisSeperti diketahui bahwa fungsi otot skelet yang utama adalah untuk memelihara sikap dan untuk mengadakan gerakan. Kedua fungsi tersebut selalu didampingi oleh rangsang pada propiosensorik yang secara timbal balik saling menunjang. Dengan demikian peningkatan kekuatan otot yang berarti adanya peningkatan gerak sendi dan penambahan aktivitas stabilitas aktif, akan diperoleh peningkatan propiosensorik.c. Efek terapeutik1. Memberikan fasilitasi kontraksi ototPada kondisi kelainan saraf tepi sering menimbulkan gejala klinis berupa atrofi otot yang disertai kelayuhan atau parese, maka untuk membantu menimbulkan kontraksi maka diberikan stimulasi elektris agar memfasilitasi sel-sel motoris, sehingga kontrasi terjadi.2. Mendidik kerja ototPada otot yang kerjanya secara individual, apabila terjadi kelainan harus distimulasi secara individual pula, supaya berkontraksi secara fungsional berdasarkan kerja otot tersebut.3. Mendidik fungsi atau kerja otot baruPada kondisi tendon transverse pelaksanaan ES sering dilakukan untuk mensubtitusi otot yang paralysis.d. Indikasi Stimulasi elektris berupa interrupted direct current bisa digunakan dalam kondisi nyeri, spasme, dan kelemahan otot. e. Kontra indikasi Pemberian stimulasi elektris berupa ES tidak direkomendasikan pada kondisi sebagai berikut: adanya kecenderungan perdarahan pada daerah yang diterapi, keganasan pada daerah yang diterapi, luka bakar yang sangat lebar, infeksi, pasien yang mengalami hambatan komunikasi, kelainan dermatologi pada area yang diterapi, dan hilangnya sensasi sentuh dan tusuk pada area yang diterapi.4. Terapi latihan dengan menggunakan cermin (Mirror Exercise)Mirror exercise merupakan salah satu bentuk terapi latihan yang menggunakan cermin, yang pelaksanaannya menggunakan latihan gerakan pada wajah, baik secara aktif maupun pasif. Pada kondisi Bells palsy, latihan yang dilakukan didepan cermin akan memberikan biofeedback. Yang dimaksud dengan biofeedback adalah disini adalah mekanisme kontrol suatu sistem biologis dengan memasukkan kembali keluaran yang dihasilkan dari system biologis tersebut, dengan tujuan akhir untuk memperoleh keluaran baru yang lebih menguntungkan system tersebut (Widowati, 1993). Selain itu dengan latihan didepan cermin pasien dapat dengan mudah mengontrol dan mengkoreksi gerakan yang dilakukan. Latihan yang dapat diberikan pada pasien antara lain mengangkat alis, mengkerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, dan bersiul.Masing-masing gerakan dilakukan secara aktif assisted kemudian ditahan dalam posisi akhir gerakan selama 3 detik dan diulang hingga tiga sesi dalam satu hari. Masing-masing sesi berkisar antara 10-12 kali repetisi, atau dapat dihentikan setelah terapis merasa ada penurunan kekuatan atau pasien sudah merasa lelah.5. Teknik Propioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF) pada Wajah PNF adalah fasilitasi pada sistem neuromuskuler dengan merangsang propioseptif. PNF terdiri atas dasar konsep, bahwa gerakan pada tubuh adalah sederetan reaksi atas sederetan rangsangan-rangsangan yang diterimanya. Manusia dengan cara yang demikian akan dapat mencapai bermacam-macam kemampuan motorik. Bila ada gangguan terhadap mekanisme neuromuskuler tersebut berarti seseorang tidak dalam kondisi untuk siap bereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang akan datang sehingga dia tidak mampu untuk bereaksi ke arah yang tepat seperti yang dia kehendaki. Metode ini berusaha memberikan rangsangan-rangsangan yang sesuai dengan reaksi yang dikehendaki, yang pada akhirnya akan dicapai kemampuan atau gerakan yang terkoordinasi. (Kabat,1940)Prosedur dasar PNF merupakan bekal yang dipunyai terapis untuk membantu pasien dalam meningkatkan efisiensi fungsi motorik dan menambah dan memperbaiki motor kontrol. Adapun prosedur dasar PNF antara lain :1. Resistance Kekuatan kontraksi otot tergantung jumlah motor unit yang terangsang. Oleh karena motor unit mengikuti hukum all or none , maka kontraksi otot tergantung pada besarnya eksitasi motor neuron oleh SSP. Salah satu cara yang efektif untuk menaikkan eksitasi SSP adalah dengan memberikan tahanan pada gerakan aktif. Dengan tahanan maka impuls-impuls proprioseptik akan lebih besar, sehingga eksitasi motor unit pada SSP menjadi lebih besar pula. Semakin besar tahanan yang diberikan semakin besar pula eksitasi SSP. Sedemikian besarnya eksitasi SSP ini sehingga yang terjadi bukan hanya kontraksi pada satu otot saja, tetapi akan menyebar ke otot yang lain (overflow reaction ). Tujuan dari resistent antara lain memfasilitasi kemampuan otot untuk berkontraksi, meningkatkan motor control dan motor learning, membantu pasien dalam meningkatkan kewaspadaan gerak beserta arah gerakannya, menambah kekuatan otot, membantu pasien untuk relaksasi (reciprocal inhibition). (Susan, 2008) 2. Manual contact. Cara pegangan yang benar dengan tujuan untuk menstimulasi reseptor pada kulit dan reseptor tekanan yang lain. Pegangan ini akan memberikan informasi kepada pasien tentang bagaimana gerakan yang benar. Pegangan terapis harus berlawanan dengan gerakan yang akan dilakukan oleh pasien, sedangkan anggota gerak lain yang tidak diterapi harus dalam posisi netral. Dilaksanakan dengan pegangan lumbrical grip. Normalnya satu tangan terapis memegang bagian distal pada ekstrimitas pasien dan satu tangan yang lain memegang bagian proksimal ekstrimitas pasien. Jika terdapat kemungkinan pegangan lain untuk mengatasi masalah pasien, maka terapis dapat mengubah ke pegangan normal. Tujuan dari manual contact ini adalah membantu otot dalam berkontraksi karena tekanan yang dihasilkan oleh pegangan terapis, memberikan rasa aman dan percaya diri kepada pasien, untuk meunculkan persepsi taktil-kinestetik (Susan, 2008)

Gambar 3.1 Pegangan lumbrical (Susan, 2008)3. Verbal stimulation ( commando ). Perintah secara verbal menginformasikan pasien apa yang harus dilakukan dan kapan melakukan. Terapis harus selalu memberikan arahan atau perintah dengan jelas dan singkat tanpa kata yang tidak diperlukan kepada pasien. Dapat juga dikombinasikan dengan gerakan pasif untuk membantu pasien dapat mengerti dengan cepat apa yang kita instruksikan. 4. Visual feed back. Kontak visual sebagai wujud komunikasi fisioterapis dan pasien sehingga pasien mampu mengikuti, mengontrol dan mengoreksi gerakannya. (Bambang, 2008)5. Body position & body mechanics. Body position: Fisioterapis pada lintas gerak sedekat mungkin dengan pasien sehingga memungkinkan terjadi kontak visual sehingga menimulkan rasa nyaman pada fisioterapis ataupun pasien. (Bambang, 2008) Body mechanics: Tahanan fisioterapis menggunakan berat badan bukan kekuatan lengan. Lingkup gerak yang luas, diikuti dengan gerakan fisioterapis berupa melangkah ke depan / belakang. (Bambang, 2008)6. Traction & approximation. Traction: Menjauhkan jarak antar permukaan sendi, didapatkan dalam posisi elongated state, sehingga kapsuloligamenter teregang. Meregangnya kapsuloligamenter akan merangsang proprioseptor pada sendi. (Susan, 2008) Approximation: Mendekatkan antar permukaan sendi (kompressi). Untuk menstimuli stabilitas dan respon otot melalui kontraksi isometrik. Quick approximation: kompresi secara cepat untuk membangkitkan reflek tegak dipakai untuk memperbaiki sikap. Slow approximation: Kompressi yang dipertahankan untuk beberapa waktu pada berbagai posisi dipakai untuk memperbaiki stabilitas. (Susan, 2008)7. Irradiation overflow dan reinforcement Proses penyebaran impuls ke sekitarnya sehingga didapatkan respon yang semakin kuat akibat semakin banyaknya motor unit yang teraktifkan. Dalam tehnik PNF irradiasi ini dipergunakan untuk memberikan kemudahan kepada otot yang lemah dengan mempergunakan otot-otot yang lebih kuat yang terletak dalam pola gerak. Proses irradiasi ini dapat berjalan ke distal maupun ke proksimal. Reinforcement merupakan penguatan bagian ektremitas (body segment ) yang lemah menggunakan bagian lain yang lebih kuat. Reinforcement dapat melalui : Irradiasi dalam satu pola, dalam pola masal, dan pola bilateral, pusat reflek. (Susan, 2008)8. StretchTujuan dari pemberian stimulus stretch adalah untuk memfasilitasi kontraksi otot, fasilitasi kontraksi otot-otot sinergis. Respon untuk stretch rantai otot yang diberikan oleh terapis dapat diawali untuk dilakukan stretch reflex atau hanya untuk menstimulasi otot yang dituju. 9. Timing (Rangkaian gerak)Gerakan normal dirangkai oleh aktivitas dan gerakan koordinasi yang tepat waktu. Gerakan fungsional dan koordinasi bergerak secara terus-menerus sampai ke gerakan yang diinginkan tercapai. Terdapat 2 cara bagi terapis untuk mengubah gerakan untuk tujuan terapi, yaitu dengan menahan semua gerakan dari pola gerak kecuali satu gerakan yang ditujukan untuk terapi dan memberikan tahanan isometrik atau kontraksi statik pada otot yang lebih lemah. Tahanan ke statik kontraksi terkunci pada daerah yang diterapi jadi tahanan dari kontraksi ini disebut locking it in. (Susan, 2008)10. Pattern ( pola gerak ). Beberapa filosofi tentang gerak: Symphony of movement: gerakan yang baik merupakan resultan dari aktifitas otot yang terukur dan terkoordinir dengan baik. Hughlin Jackson menyatakan pusat saraf tidak mengenal otot, yang dikenal hanya gerakan. John Hunter menyatakan tak mungkin otot bekerja secara individu tanpa berefek pada otot yang lain. Dasar dari aktifitas motorik yang dikembangkan adalah gerakan dengan pola spesifik yang mana aktifitas otot secara sinergis berlangsung dari distal ke proksimal. (Kabat, 1940)Teknik-teknik PNF, mempunyai maksud; (1) mengajarkan gerakan, (2) menambah kekuatan otot, (3) relaksasi, (4) memperbaiki koordinasi, (5) mengurangi sakit, (6) menambah LGS, (7) menambah stabilitasi, (8) mengajarkan kembali gerakan, (9) memperbaiki sikap. (Susan 2008)Teknik PNF digunakan untuk edukasi kembali otot-otot yang mengalami parese atau paralisis. Peregangan cepat (quick stretch) dapat diterapkan untuk dapat membesarkan alis mata dan gerakan sudut bibir. Fisioterapis dapat memberikan gerakan pasif dan kemudian mencoba untuk menggerakannya. Goresan dengan es, menyikat, menekan, atau membelai cepat dapat diterapkan sepanjang otot-otot. Latihan mandiri dirumah : ekspresi terkejut kemudian cemberut, menutup mata erat-erat kemudian membuka lebar-lebar, tersenyum, menyeringai, dan berkata o, mengatakan e,i,o,u, menyedot dan meniup sedotan, meniup peluit, bersiul, bisa juga meniup lilin.PNF Otot-otot wajah :1.Musculus FrontalisGerakanmengangkatalis mata.Terapis: tahanan diberikan pada dahi dengan arah ke medio distal.

Gambar 3.2 Fasilitasi m.frontalis

2. Musculus CorrugatorGerakan menarik alis kebawah.Terapis: Tahanan diberikan kearah Cranio Lateral.

Gambar 3.3 Fasilitasi M.Corrugator

3.Musculus Orbicularis OculiGerakan menutup mata.Terapis: Tahanan diberikan dibawah dan diatas mata

Gambar 3.4 Fasilitasi M.Orbicularis Oculi

4.Musculus Levator Palperra SuperiorGerakan membuka mata.Terapis: tahanan diberikan di palpebra tepat diatas bulu mata.

Gambar 3.5 Fasilitasi M.Levator Palpebra Superior

5.Musculus ProsserrusGerakan menarik hidung keatas.Terapis: tahanan diberikan disamping hidung medio distal.

Gambar 3.6 Fasilitasi M. Procerrus

6.Musculus Rissorius Dan Zygomaticus MajorGerakan sudut mulut kesamping( gerakan tersenyum )Terapis: Tahanan diberikan pada sudut mulut kearah medial dan sedikitkebawah.

Gambar 3.7 Fasilitasi M. Rissorius Dan Zygomaticus Major7.Musculus Orbicularis OrisGerakan bersiulTerapis: Tahanan doberikan diatas dan dibawah bibir kearah lateral.

Gambar 3.8 Fasilitasi M. Orbicularis Oris8.Musculus Levator Labii SuperiorGerakan menarik lubang hidung dan bibir atas keatas / memperlihatkan gigi .Terapis: Tahanan diberikan pada bibir atas dengan arah medio distal

Gambar 3.9 Fasilitasi Musculus Levator Labii Superior9.Musculus MentalisGerakan menarik bibir bawah dan kulit dagu kebawah.Terapis: Tahanan diberikan pada kulit dagu bawah kearah bawah.

Gambar 3.10 Fasilitasi Musculus Mentalis

10.Musculus Depressor Labii Inferior.Gerakan menarik bibir bawah kebawah( memperlihatkan gigi bawah )Terapis: Tahanan diberikan pada bibir bawah kearah atas.

11.Musculus Levator Angulis OrisGerakan menarik sudut mulut keatasTerapis: Tahanan diberikan pada sudut mulut ke arah bawah.

Gambar 3.11 Fasilitasi Musculus Levator Angulis Oris

12.Musculus Depresor Angulis OrisGerakan menarik sudut mulut kebawah.Terapis: Tahanan diberikan pada sudut mulut kearah atas.

Gambar 3.12 Fasilitasi Musculus Depresor Angulis Oris

13.Musculus BuccinatorGerakan menghisapTerapis: Tahanan diberikan pada bagian dalam pipi dengan menggunakan jari-jariatau Tong Spatels.

Gambar 3.13 Fasilitasi M. Buccinator

14.Musculus MasseterGerakan menutup mulut / menggigit ( merapatkan gigi)Terapis: Tahanan menutup pada rahang kea rah bawah.

Gambar 3.14 Fasilitasi Musculus Masseter 15.Musculus PlatismaGerakan menarik dagu dan sudut mulut kebawahTerapis: Tahanan diberikan dibawah rahang melawan opening dari mulut.

Gambar 3.15 Fasilitasi Musculus Platisma

6. EdukasiEdukasi yang diberikan pada pasien Bells palsy dapat berupa penjelasan secara umum mengenai penyakit yang dialami oleh pasien dan apa saja yang sebaiknya dilakukan dan dihindari oleh pasien, hal ini penting dilakukan karena proses penyembuhan Bells palsy juga dapat dipengaruhi oleh perilaku ataupun kebiasaan pasien seperti tidur dengan menggunakan kipas angin yang dihadapkan secara langsung ke wajah, dan tidur lansung dilantai tanpa menggunakan alas atau kasur dengan posisi wajah menempel pada lantai. Edukasi lain yang dapat diberikan berupa pencegahan terhadap terjadinya iritasi pada mata pasien. Edukasi tersebut dapat berupa anjuran untuk menutup mata pada sisi yang sakit pada saat tidur dengan menggunakan tisu atau penutup mata yang lain dan pasien dianjurkan untuk menggunakan obat tetes mata setelah seharian beraktivitas (Griffith,1994). Serta pasien dianjurkan untuk mengkompres pada sisi lesinya dan pada bagian belakang telinga dengan menggunakan air hangat dan handuk kecil.

Program Studi D3 Fisioterapi FK UA21

Program Studi D3 Fisioterapi FK UA