39
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan, pengujian, analisa, dan mengkomunikasikan data tentang klien. Tujuan pengkajian untuk membuat data dasar tentang tingkat kesehatan klien, praktik kesehatan, penyakit terdahulu, dsn pengalaman yang berhubungan, dan tujuan perawatan kesehatan. Data dasar diturunkan dari riwayat keperawatan kesehatan, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan laborat dan diagnostic. Informasi yang terkandung dalam data dasar adalah dasar untuk rencana asuhan keperawatan individu yang dikembangkan melalui proses keperawatan. Sistem musculoskeletal tersusun dari otot, tendon, ligament, tulang, kartilago, persendian, dan bursa. Semua struktur ini bekerja bersama-sama untuk menghasilkan gerakan skelet. Ada tiga jenis otot utama pada tubuh manusia, yaitu otot dalam (otot polos), otot skelet (otot lurik), dan otot jantung. Otot akan berkembang bila serabut-serabut otot mengalami pembesaran. Kekuatan dan ukuran otot dipengaruhi oleh aktivitas, gizi, jenis kelamin, dan genetika. 1

BAB 2.doc

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan, pengujian, analisa, dan mengkomunikasikan data tentang klien. Tujuan pengkajian untuk membuat data dasar tentang tingkat kesehatan klien, praktik kesehatan, penyakit terdahulu, dsn pengalaman yang berhubungan, dan tujuan perawatan kesehatan. Data dasar diturunkan dari riwayat keperawatan kesehatan, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan laborat dan diagnostic. Informasi yang terkandung dalam data dasar adalah dasar untuk rencana asuhan keperawatan individu yang dikembangkan melalui proses keperawatan.Sistem musculoskeletal tersusun dari otot, tendon, ligament, tulang, kartilago, persendian, dan bursa. Semua struktur ini bekerja bersama-sama untuk menghasilkan gerakan skelet. Ada tiga jenis otot utama pada tubuh manusia, yaitu otot dalam (otot polos), otot skelet (otot lurik), dan otot jantung. Otot akan berkembang bila serabut-serabut otot mengalami pembesaran. Kekuatan dan ukuran otot dipengaruhi oleh aktivitas, gizi, jenis kelamin, dan genetika.Pengkajian musculoskeletal dapat dilakukan sebagai pengkajian terpisah atau pengkajian yang terintegrasi dengan pengkajian fisik menyeluruh. Perawat dapat mengintregasikan pengkajian ini dengan asuhan keperawatan saat klien mulai atau melaksanakan jenis aktivitas fisik. Pengkajian musculoskeletal terdiri dari otot, tulang, dan persendian. Kelengkapan pengkajian sistem ini bergantung pada kebutuhan pasien atau masalah kesehatannya. Sebelum mengkaji otot, tulang, dan persendian, secara umum pengkajian dimulai dengan mengamati ketegapan, gaya jalan, postur, serta posisi tubuh pasien. Sebagian besar pengkajian sistem musculoskeletal tidak dilakukan secara tersendiri, tetapi bersama-sama sewaktu mengkaji bagian tubuh yang lain, misalnya pengkajian rentang gerak persendian leher dilakukan sewaktu pengkajian leher.Oleh sebab perawat menggunakan pemeriksaan fisik muskuloskeletaal secara umum di dalam pengkajian untuk menentukan dan menguatkan diagnosa keperawatan. Hal ini juga mendukung perencanaan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada pasien.1.2 Rumusan MasalahBagaimanakah pengkajian secara umum pada sistem musculoskeletal ?1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan UmumMakalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca lainnya sebagai bahan bacaan dan referensi keilmuan kedepannya mengenai pengkajian sistem musculoskeletal.1.3.2 Tujuan KhususMengetahui secara menyeluruh tentang pengkajian sistem musculoskeletal, diantaranya :1. Mengetahui anamnesa pada pengkajian sistem musculoskeletal.2. Mengetahui pengkajian masing-masing persistem pada pengkajian sistem musculoskeletal.

3. Mengetahui pemeriksaan fisik pada pengkajian sistem musculoskeletal.

4. Mengetahui pemeriksaan diagnostic pada pengkajian sistem musculoskeletal.

1.4 ManfaatPembaca khususnya mahasiswa keperawatan, dapat mengetahui apa saja yang perlu dikaji, diperiksa, serta penyebab penyakit pada sistem musculoskeletal pada tubuh sehingga dapat memberikan informasi bagi upaya pencegahan.BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGKAJIAN UMUM SISTEM MUSKULOSKELETALPengkajian musculoskeletal terdiri dari otot, tulang, dan persendian. Kelengkapan pengkajian sistem ini bergantung pada kebutuhan pasien atau masalah kesehatannya. Sebelum mengkaji otot, tulang, dan persendian, secara umum pengkajian dimulai dengan mengamati ketegapan, gaya jalan, postur, serta posisi tubuh pasien.

Sistem musculoskeletal tersusun dari otot, tendon, ligament, tulang, kartilago, persendian, dan bursa. Semua struktur ini bekerja bersama-sama untuk menghasilkan gerakan skelet. Ada tiga jenis otot utama pada tubuh manusia, yaitu otot dalam (otot polos), otot skelet (otot lurik), dan otot jantung.

Perawat menggunakan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik untuk memperoleh data tentang pola pergerakan yang biasa dilakukan seseorang. Data tersebut dikoordinasikan dengan riwayat perkembangan dan informasi tentang latar belakang social dan psikologi pasien.Riwayat kesehatan meliputi informasi tentang aktivitas hidup sehari-hari, pola ambulasi, alat bantu yang digunakan (misalnya kursi roda, tongkat, walker), dan nyeri (jika ada nyeri tetapkan lokasi, lama, dan factor pencetus) kram atau kelemahan.

Pengkajian perlu dilakukan secara sistemis, teliti, dan terarah. Data yang dikumpulkan meliputi data subyektif dan obyektif dengan cara melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.2.1.1 Anamnesis

1. Data demografi.

Data ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal, jenis transportasi yang digunakan, dan orang yang terdekat dengan klien.2. Riwayat perkembangan

Data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan pada neonates, bayi, prasekolah, remaja, dewasa, dan tua.

3. Riwayat socialData ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Seseorang yang terpapar terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaannya, status kesehatannya dapat dipengaruhi.4. Riwayat penyakit keturunan.

Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk menentukan hubungan genetic yang perlu diidentifikasi (misalnya penyakit diabetes mellitus yang merupakan predisposisi penyakit sendi degenerative, TBC, arthritis, riketsia, osteomielitis, dll).

5. Riwayat diet (nutrisi).

Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini dapat mengakibatkan stress pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi terjadinya instabilitas ligament, khusunya pada punggung bagian bawah. Kurangnya asupan kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya dekalsifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-hari dan konsumsi vitamin A, D, kalsium, serta protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi musculoskeletal.6. Aktivitas kegiatan sehari-hari

Identifikasi pekerjaan pasien dan aktivitasnya sehari-hari. Kebiasaan membawa benda-benda berat yang dapat menimbulkan regangan otot dan trauma lainnya. Kurangnya melakukan aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur atau trauma dapat timbul pada olahraga sepabola dan hoki, sedangkan nyeri sendi tangan dapat timbul akibat olahraga tenis. Pemakaian hak sepatu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kontraksi pada tendon achiles dan dapat terjadi dislokasi. Perlu dikaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi apakah ada nyeri pada sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi roda, tongkat, walker).7. Riwayat kesehatan masa lalu

Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap musculoskeletal, misalnya riwayat trauma atau kerusakan tulang rawan, riwayat arthritis, dan osteomielitis.

8. Riwayat kesehatan sekarang

Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan. Timbul untuk pertama kalinya atau berulang. Perlu ditanyakan pula tentang ada-tidaknya gangguan pada sistem lainnya. Kaji klien untuk mengungkapkan alasan klien memeriksakan diri atau mengunjungi fasilitas kesehatan. Keluhan utama pasien dengan gangguan musculoskeletal meliputi :

a. Nyeri.

Identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh darah, sendi, fasia, atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri apakah sakit yang menusuk atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang. Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas/gerakan. Nyeri saat bergerak merupakan satu tanda masalah persendian. Degenerative panggul menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada sendi tersebut. Degenarasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan. Nyeri pada osteoarthritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan kapan nyeri makin meningkat, apakah pagi atu malam hari. Inflamasi pada bursa atau tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan apakah nyeri hilang saat istirahat. Apakah nyerinya dapat diatasi dengan obat tertentu.b. Kekeuatan sendi

Tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya kekakuan tersebut, dan apakah selalu terjadi kekakuan. Beberapa kondisi seperti spondilitas ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa kali sehari. Pada penyakit degenerasi sendi sering terjadi kekakuan yang meningkat pada pagi hari setelah bangun tidur (inaktivitas). Bagaimana dengan perubahan suhu dan aktivitas. Suhu dingin dan kurang aktivitas biasanya meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas biasanya menurunkan spasme otot.c. Bengkak

Tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera otot. Prnyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkat pada awal serangan, tetapi mundul setelah beberapa minggu terjadi nyeri. Dengan istirahat dan meninggikan bagian tubuh, ada yang dipasang gips. Identifikasi apakah ada panas atau kemerahan karena tanda tersebut menunjukkan adanya inflamasi, infeksi, atau cedera.d. Deformitas dan imobilitas

Tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba atau bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin memburuk dengan aktivitas, apakah dengan posisi tertentu makin memburuk. Apakah klien menggunakan alat bantu (kruk, tongkat, dll)

e. Perubahan sensori

Tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh tertentu. Apakah menurunnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan dengan nyeri. Penekanan pada saraf dan pembuluh darah akibat bengkak, tumor atau fraktur dapat menyebabkan menurunnya sensari.

2.1.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis untuk menghindari kesalahan. Jika mungkin, gunakan ruangan yang cukup luas sehingga pasien dapat bergerak bebas saat pemeriksaan gerakan atau berjalan. Pengkajian keperawatan merupakan evaluasi fungsional. Teknik speksi dan palpasi dilakukan untuk mengevaluasi integritas tulang, postur tubuh, fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan dan kemampuan pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

Dasar pengkajian adalah perbandingan simetris bagian tubuh.kedalaman pengkajian bergantung pada keluhan fisik pasien dan riwayat kesehatan dan semua petunjuk fisik yang ditemukan. Pemeriksa harus melakukan eksplorasi lebih jauh. Hasil pemeriksaan fisik harus didokumentasikan dengan cermat dan informasi tersebut diberitahukan kepada dokter yang akan menentukan diagnosis dan penatalaksanaan lebih lanjut.1. Pengkajian skeletal tubuh

Hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh, yaitu:

1. Adanya deformitas dan ketidaksejajaran yang dapat disebabkan oleh penyakit sendi

2. Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor tulang

3. Pemendekan ekstermitas, amputasi, dan bagian tubuh yang tidak sejajar secara anatomis

4. Angulasi abnormal pada tulang panjang, gerakan pada titik bukan sendi, teraba krepitus pada titik gerakan abnormal, menunjukan adanya patah tulang

2. Pengkajian tulang belakang

Deformitas tulang belakang yang sering terjadi perlu diperhatikan, yaitu:

1. Skoliosis (deviasi kurva lateral tulang belakang)

a. Bahu tidak sama tinggi

b. Garis pinggang yang tidak simetris

c. Scapula yang menonjol

Skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), kelamin kongenital, atau akibat kerusakan otot para-spinal, seperti poliomyelitis.

2. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada). Sering terjadi pada lansia dengan osteoporosis atau penyakit neuromuscular.

3. Lordosis (membebek, kurvatura tulang bagian pinggang yang berlebihan). Lordisis dijumpai pada wanita hamil.

Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepas untuk melihat seluruh punggung, bokong, dan tungkai. Pemeriksaan kurvatura tulang belakang dan simetrisitas batang tubuh dilakukan dari pandangan anterior, posterior, dan lateral. Dengan berdiri dibelakang pasien, perhatikan setiap perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris. Simetrisitas bahu, pinggul, dan kelurusan tulang belakanh diperiksa dalam posisi pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan.3. Pengkajian system persendian

Pengkajian system persendian dengan pemeriksaan luas gerakan sendi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas dan adanya benjolan.Penyebab deformitas sendi:

a. Kontraktur (pemendekan struktur sekitar sendi)

b. Dislokasi (lepasnya permukaan sendi)

c. Subluksasi (lepasnya bagian permukaan sendi)

d. Disrupsi struktur sekitar sendiPemeriksaan sendi menggunakan alat goniometer, yaitu busur derjat yang dirancang khusus untuk evaluasi gerak sendi.

1. Jika sendi di ekstensi maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas gerakan ini dianggap terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh deformitas skeletal, patologik sendi, kontraktur otot dan tendon sekitarnya.

2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus diperiksakan adanya kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi), pembengkaan , dan inflamasi. Tempat yang paling sering terjadi efusi adalah pada lutut.

Palpasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberikan formasi mengenai integritas sendi. Suara gemelutuk dapat menunjuka adanya ligament yang tergelincir di antara tonjolan tulang. Adanya krepitus karena permukaan sendi yang tidak rata ditemukan pada pasien artriris. Jaringan sekitar sendi terdaat benjolan yang khas ditemukan pada pasien:

1. Artritis rheumatoid, benjolan lunak di dalam dan sepanjang tendon.

2. Gout, benjolan keras di dalam dan di sebelah sendi

3. Osteoartitis, benjolan keras dan tidak nyeri merupakan pertumbuhan tulang baru akibat destruksi permukaan kartilago pada tulang dalam kapsul sendi, biasanya ditemukan pada lansia.

Kadang-kadang ukuran sendi menonjol akibat atrofi otot di proksimal dan distal sendi sering terlihat pada artritis rheumatoid sendi lutut.

4. Pengkajian sistem ototPengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah posisi, kekuatan, dan koordinasi otot, serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot menunjukkan berbagai kondisi seperti polineuropati, gangguan elektrolit, miastenia grafis, poliomyelitis, dan distrofis otot.

Palpasi otot dilakukan ketika ekstremitas rileks dan digerakkan secara pasif, perawat akan merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat diukur dengan meminta pasien menggerakkan ekstremitas dengan atau tanpa tahanan. Misalnya, otot bisep yang diuji dengan meminta klien meluruskan lengan sepenuhnya, kemudian fleksikan lengan melawan tahanan yang diberikan oleh perawat.Klonus otot (kontraksi ritmik otot) dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki dengan dorso-fleksi kaki mendadak dan kuat atau tangan dengan ekstensi pergelangan tangan.

Lingkar ekstremitas harus diukur untuk memantau pertambahan ukuran akibat edema atau perdarahan, penurunan ukuran akibat atrofi, dan dibandingkan ekstremitas yang sehat. Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar ekstremitas, pada lokasi yang sama, pada posisi yang sama dan otot dalam keadaan istirahat.

Gradasi ukuran kekuatan otot.

0 (zero)Tidak ada kontraksi saat palpasi, paralisis

1 (trace)Terasa adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan

2 (poor)Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan gerakan sendi (range of motion, ROM) secara penuh

3 (fair)Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dengan melawan gravitasi, tetapi tidak dapat melawan tahanan

4 (good)Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat melawan tahanan yang sedang

5 (normal)Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan dapat melawan gravitasi dan tahanan

5. Pengkajian cara berjalanPada pengkajian ini, pasien diminta berjalan. Perhatikan hal berikut.

1. Kehalusan dan irama berjalan, gerakan teratur atau tidak.

2. Pincang dapat disebabkan oleh nyeri atau salah satu ekstremitas pendek.3. Keterbatasan gerak sendi dapat memengaruhi cara berjalan.

4. Abnormalitas neurologis yang berhubungan dengan cara berjalan. Misalnya, pasien hemiparesis-stroke menunjukkan cara berjalan spesifik, pasien dengan penyakit Parkinson menunjukkan cara berjalan bergetar.Siklus Gaya BerjalanFase Berdiri

Fase berdiri yang merupakan 60% dari siklus (tepatnya 62%), dibagi dalam beberapa segmen berikut:

1. Heel strike

Tumit menyentuh tanah. Pada titik ini fase berdiri dimulai.

2. Foot-flat

Ketika badan maju ke depan, mid foot dan forefoot menyentuh tanah. Foot-flat terjadi ketika seluruh permukaan telapak kaki bersentuhan dengan tanah, namun sebelum berat badan langsung menumpu pada kaki.

3. Mid stance

Ketika tubuh terus bergerak ke anterior, garis beban melintas langsung diatas kaki pada mid stance.

a. Double stance

Kedua kaki terletak pada tanah, menanggung beban durasi double stance meliputi sekitar 20% periode waktu fase berdiri.

4. Pushoff

Terjadi ketika tungkai menanggung beban bergerak ke depan dan diangkat dari tanah. Ada dua komponen pushoff yaitu:

Heel-off (tumit terangkat dari tanah)

Toe-off (setelah tumit terangkat, jari kaki kemudian terangkat dari tanah).

Fase Mengayun

Fase mengayun merupakan 40% dari siklus (tepatnya 38%) dibagi dalam beberapa segmen berikut:

1. Akselerasi

Fase ayunan dimulai pada akhir pushoff ketika jari kaki tidak lagi kontak dengan tanah. Komponen pertama fase mengayun adalah akselerasi. Selama akselerasi tubuh terletak di sebelah anterior tungkai. Gravitasi membantu ekstremitas untuk berayun ke depan.

2. Mid-swing

Pada mid-swing tungkai tepat di bawah tubuh dan bergerak ke depan oleh momentum.

3. Deselarasi

Ketika tungkai mencapai akhir lengkung gerakan, deselarasi tungkai distal mencegah terjadinya penghentian mendadak ekstremitas dan memposisikan ekstremitas untuk menerima beban saat mendekati heel strike, sehingga menyempurnakan siklus berjalan.Aktivitas selama fase mengayun memungkinkan tungkai maju dan meninggalkan tanah dengan pemendekan dan pemanjangan tungkai. Bila fleksi normal dan gerakan pelvis tidak memungkinkan perubahan panjang tungkai fungsional, maka akan terjadi mekanisme kompensasi seperti sirkumduksi (abduksi, fleksi, kemudian adduksi tungkai saat akan bergerak maju), hip-hiking (mengangkat salah satu sisi pelvis sehingga tungkai dapat meninggalkan lantai) atau vaulting (mengangkat badan dengan fleksi plantar tumit).

Klasifikasi lain gaya berjalan terkadang memberikan keunggulan yaitu secara simultan dapat menggambarkan fungsi dan daya otot ekstremitas bawah bilateral pada titik yang berbeda dalam siklus gaya berjalan.

Parameter gaya berjalan

1. Sudut langkah

Sudut langkah normal adalah 6-7o diukur dari bidang sagital. Awalnya sudut langkah akan mengalami penurunan setelah fraktur ekstremitas bawah untuk mengontrol torsi pada tempat fraktur. Hal ini terutama penting setelah fraktur panggul.

2. Lebar langkah

Lebar langkah atau jarak antara batas medial kaki, normalnya 2 sampai 4 inci, yang akan melebar sampai tahap lanjut rehabilitasi untuk memperbesar dasar penyokong dan stabilitas setelah fraktur.

3. Panjang langkah

Panjang langkah normalnya berkisar 15 sampai 20 inci, adalah jarak yang diukur dari jejak tumit salah satu kaki ke jejak tumit kaki yang lain. Setelah fraktur, panjang langkah akan memendek. Mungkin diakibatkan percobaan gaya berjalan dan kekhawatiran atau gaya berjalan tipe antalgic. Panjang langkah lebih panjang pada tungkai yang fraktur dan lebih pendek pada tungkai yang sehat.

4. Panjang stride

Panjang stride adalah jarak yang diukur dari jejak tumit ke jejak tumit kaki yang sama. Dua langkah sama dengan satu stride.

5. Ritme

Ritme, frekuensi berjalan, kira-kira 120 langkah per menit. Frekuensi dapat berkurang akibat nyeri, takut jatuh, atau perasaan tidak stabil yang biasanya terjadi pada tahap awal dan pertengahan rehabilitasi.

6. Kecepatan

Kecepatan berjalan normal sekitar 2.5 mil/jam. Kecepatan melambat bila ada penurunan ritme atau penurunan panjang langkah atau stride.

Perubahan parameter gaya berjalan (panjang langkah, panjang stride, lebar langkah, ritme, kecepatan dan sudut langkah) biasa terjadi karena ketakutan pasien akan ketidakstabilan, refraktur atau gangguan pada tempat fraktur. Setelah fraktur perubahan fungsional normal panjang ekstremitas bawah biasanya terganggu, mengakibatkan gaya berjalan tidak normal yang tidak efisien serta boros energi. Parameter gaya berjalan harus dinormalkan untuk mengembalikan kosmetik, efisiensi energy dan ambulasi.

ParameterNilai normal

Sudut langkah6 sampai 7 derajat rotasi eksternal

Lebar langkah3 sampai 4 inci

Panjang langkah15 sampai 20 inci

Panjang stride30 sampai 40 inci

Ritme120 langkah/menit

Kecepatan 2,5 sampai 3 mil/jam

2.1.3 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan laboratoriumUntuk pemeriksaan laboratorium ini, perhatikan.a. Pemeriksaan sinar X

Pemeriksaan sinar x penting untuk mengevaluasi kelainan musculoskeletal. Sinar X menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan hubungan tulang. Sinar X multiple diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang diperiksa. Sinar X korteks tulang dapat menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan, dan tanda iregularitas. Sinar X sendi dapat menunjukkan adanya cairan, iregularitas, penyempitan, dan perubahan struktur sendi. Pemeriksaan sinar X tulang tidak memerlukan persiapan khusus bagi pasien, tetapi perawat perlu menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan kepada pasien.Pemeriksaan laboratorium pada pengkajian musculoskeletal.

Uji Nilai Normal DewasaAbnormalitas

Kasium serum8-10,5 mg/dl atau 4,5-5,5 mg/dlHiperkalsemia: metastase kanker pada tulang, stadium penyembuhan fraktur.

Hipokalsemia: osteoporosis, osteomalasia.

Fosfor 2,5-4,0 mg/dl dalam serumHiperfosfatemia: fase penyembuhan fraktur, tumor tulang, akromegali.Hipofosfatemia: osteomalasia

Alkalin fosfatase30-90 IU/lMeningkat: metastase kanker pada tulang, osteomalasia, penyakit paget.

Laju endap darah (LED)WestergenPria: 0-15 mm/jam

Wanita: 0-20 mm/jam

Wintrobe

Pria: 0-9 mm/jam

Wanita: 0-15 mm/jamMeningkat: infeksi/peradangan karsinoma, kerusakan pada sel.

Enzim otot (creatine phosphokinase, CPK)15-150 IU/lMeningkat: trauma otot, distrofi otot progresif, efek elektromiografi.

LDH (lactate dehidrogenase)60-150 IU/lMeningkat: nekrosis otot skeletal, karsinoma, distrofi otot progresif

SGOT (serum glutamic oxalotransaminase)10-15 mu/mlMeningkat: trauma otot skeletal, distrofi otot progresif

Aldolase 1,3-8,2 U/alMeningkat: poliomyelitis dan dermatomiositis, distrofi otot.

b. Mielografi

Pemeriksaan mielografi dilakukan dengan penyuntikan zat kontras ke dalam rongga subaraknoid spinal lumbal. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya:

Herniasi diskus

Stenosis spinal (penyempitan kanalis spinalis)

Adanya tumor

Persiapan pasien sebelum pemeriksaan:

Mulai malam sampai pagi sebelum pemeriksaan, perawat meningkatkan kebutuhan cairan secara oral atau intravena untuk mempertahankan hidrasi. Jika setelah pemeriksaan pasien muntah, dibutuhkan cairan kurang lebih 3000 cc untuk mencegah dehidrasi.

Fenotiazin dan obat-obat depresan atau stimulant tidak boleh diberikan 48 jam sebelum pemeriksaan dilakukan.

Kaji adanya riwayat alergi terhadap iodine atau makanan laut karena dapat menimbulkan anafilaksis. Riwayat gangguan hepar atau ginjal juga perlu dikaji karena metabolism dan ekskresi zat kontras bergantung pada fungsi hati dan ginjal. Jelaskan prosedur selama dan setelah pemeriksaan.

Perawatan setelah pemeriksaan, meliputi:

1. Posisi tidur pasien lurus telentang 8-24 jam

2. Monitor status neurologis selama 24 jam (tiap 4 jam).

c. Computed tomography (CT scan)

Prosedur ini menunjukkan rincian bidang tertentu dari tulang yang sakit dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit dievaluasi, misalnya asetabulum. Pemeriksaan dilakukan dengan atau tanpa zat kontras dan berlangsung sekitar 1 jam. Pasien perlu diberi penjelasan bahwa akan terdengar suara mesin CT scan, dan bunyi ini tidak berbahaya sehingga pasien tidak merasa takut saat pemeriksaan dilakukan.d. Biopsy

Specimen pada biopsy tulang diambil secara mikroskopik. Ada dua teknik, yaitu tertutup menggunakan jarum dan terbuka dengan insisi. Biopsy dilakukan untuk menentukan struktur dan komposis tulang, otot, sinovium untuk membantu menetukan penyakit tertentu. Persiapan pasien meliputi pemberian penjelasan tentang prosedur yang dilakukan.

Perawatan setelah pemeriksaan:

1. Observasi perdarahan dan edema. Jika terjadi perdarahan dan edema, beri kompres es.

2. Pemberian analgesic untuk mengurangi rasa nyeri atau tidak nyaman.

3. Observasi tanda-tanda vital tiap 4-24 jam.

4. Ganti balutan tiap hari, sekaligus observasi tanda infeksi.

e. Elektromiografi (EMG)

Pemeriksaan ini member informasi mengenai potensi listrik otot dan sarafnya. Tujuan prosedur ini adalah menentukan setiap abnormalitas fungsi unit. Pasien perlu dijelaskan bahwa prosedur ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman karena jarum electrode masuk ke otot.Perawatan setelah pemeriksaan:

1. Beri kompres hangat, dapat membantu mengatasi rasa nyeri.

2. Jika terjadi hematoma pada bekas tusukan jarum, beri kompres dingin.f. Artroskopi

Artroskopi merupakan prosedur endoskopis yang memungkinkan pandangan langsung ke dalam sendi. Prosedur ini dilakukan di kamar operasi dalam kondisi steril dan perlu injeksi anestesi local . atau anestesi umum. Jarum dengan lubang besar dimasukkan dan sendi diregangkan dengan memasukkan cairan salin. Artroskop kemudian dimasukkan. Struktur sendi, sinovium dan permukaan sendi dapat dilihat melalui artroskop. Setelah prosedur dilakukan, luka ditutup dengan balutan steril. Sendi dibalut dengan balutan tekan untuk menghindari terjadinya pembengkakan. Jika perlu, kompres dengan es untuk mengurangi edema dan rasa tidak nyaman. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi, hemartrosis, tromboflebitis, bengkak sendi, dan penyembuhan luka yang sama.g. Magnetic resonance imaging (MRI)

MRI adalah teknik pencitraan khusus yang non-invasif, menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk melihat abnormalitas berupa tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak, seperti otot, tendon, dan tulang rawan. Oleh karena yang digunakan electromagnet, pasien yang mengenakan implant logam, brace, atau pacemaker tidak dapat menjalani pemeriksaan ini. Perhiasan harus dilepas. Pasien yang menderita klaustrofobia biasanya tidak mampu menghadapi ruangan tertutup pada peralatan MRI tanpa penerangan.h. Ultrasonografi (USG)

Prosedur USG dilakukan untuk mendeteksi gangguan pada jaringan lunak (adanya massa, dll). Pemeriksaan USG menggunakan sistem gelombang suara yang menghasilkan gambaran jaringan yang diperiksa. Kulit di atas jaringan yang akan diperiksa diolesi gel untuk memudahkan gerakan alat. USG tidak memerlukan persiapan khusus dan perawatan khusus setelah pemeriksaan.

i. Angiografi

Angiografi pemeriksaan struktur vascular. Arteriografi adalah pemeriksaan sistem arteri. Suatu bahan kontras radioopaque diinjeksikan ke dalam arteri tertentu, dan alirannya di foto dengan sinar X. Prosedur ini sangat bermanfaat untuk mengkaji perfusi arteri dan untuk tingkat amputasi yang dilakukan. Setelah dilakukan prosedur ini, pasien dibiarkan berbaring selama 12-24 jam untuk mencegah perdarahan pada tempat penusukan arteri. Perawat memantau tanda vital, tempat penusukan (adanya pembengkakan, perdarahan, dan hematoma), dan ekstremitas bagian distal untuk menilai apakah sirkulasinya adekuat.

j. Artrografi

Penyuntikan bahan radioopaque atau udara ke dalam rongga sendi untuk melihat struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diletakkan dalam kisaran pergerakannya sambil diambil gambar sinar X serial. Artrogram sangat berguna untuk mengidentifikasi adanya robekan akut atau kronis kapsul sendi atau ligament penyangga lutut, bahu, tumit, pinggul, dan pergelangan tangan. Jika terdapat robekan, bahan kontras akan mengalami kebocoran keluar dari sendi dan akan terlihat melalui sinar X. setelah dilakukan artrogram, sendi diimobilisasi selama 12-24 jam dan diberi balutan tekan elastic.k. Artrosentesis (aspirasi sendi)

Prosedur ini dilakukan untuk memperoleh cairan synovial untuk keperluan pemeriksaan atau untuk menghilangkan nyeri akibat efusi. Dengan menggunakan teknik asepsis, dokter memasukkan jarum ke dalam sendi dan melakukan aspirasi cairan. Selanjutnya, dipasang balutan steril setelah dilakukan aspirasi.

Normalnya, cairan synovial jernih, pucat berwarna seperti jerami, dan volumenya sedikit. Cairan tersebut lalu diperiksa secara makroskopis mengenai volume, warna, kejernihan, dan adanya bekuan musin. Selanjutnya, diperiksa secara mikroskopis unruk memeriksa jumlah sel, mengidentifikasi sel, pewarnaan gram, dan elemen penyusunnya. Pemeriksaan cairan synovial sangat berguna untuk mendiagnosis arthritis rheumatoid, atrofi, inflamasi lain, dan adanya hemartrosis.BAB 3SKENARIO

Pasien datang ke poli Ortopedi RSAL dengan keluhan pada pergelangan tangan terdapat benjolan dan sering kali terasa nyeri.

Pasien:

selamat pagi sus?

Perawat: selamat pagi buk, dengan ibuk siapa?

Pasien: nama saya prasdiana

Perawat: umur ibuk berapa?

Pasien: umur saya 35 tahun sus

Perawat: ibuk datang dengan keluhan apa?Pasien: ini sus ada benjolan dipergelangan tangan saya dan kadang merasa

nyeri

Perawat: sudah berapa lama buk?

Pasien: 1 bulan sus, tapi akhir-akhir ini nyerinya bertambah

Perawat: sehari-hari ibuk bekerja sebagai apa?

Pasien: saya bekerja sebagai PRT di tetangga sus

Perawat: apakah ibuk pernah jatuh?

Pasien: belom sus, tapi jangan sampai hehePerawat: nyerinya terasa saat dibuat aktivitas apa buk?

Pasien: tidak tentu sus waktunya, tetapi nyerinya bertambah pada saat setelah mengangkat beban berat (seperti mengangkat galon)

Perawat: nyerinya seperti apa buk? Apakah seperti ditusuk jarum atau

bagaimana buk?

Pasien: iya sus, nyerinya seperti ditusuk-tusuk jarum sus

Perawat: nyerinya dibagian mana buk?

Pasien: nyerinya dibagian pergelangan tangan sus tp kalo saya capek biasanya lengan kiri saya terasa nyeri semua

Perawat: kalo seumpama ada angka (1-10) nyerinya dinomer berpa pak? 1 ringan dan 10 sangat berat

Pasien: kalo sekarang kira-kira 5 sus, soalnya tadi kesini nyetir motor sendiri

sus.Perawat: nyerinya hilang timbul atau terus menerus sus? Kalo nyeri durasinya berpa lama?

Pasien: hilang timbul sus. Untuk durasinya sekitar 1 menitan susPerawat: yaudah sus, sekarang saya akan melakukan pemeriksaan fisik pada bapak

Pasien:

iya sus silahkanPerawat melakukan fleksi, ekstensi, aduksi dan abduksi serta rotasi pada pergelangan tangan Ny. P

Perawat: saya akan memeriksa ibuk, nanti jika ibuk merasa sakit tolong bilang

ya buk...

Pasien: iya sus!

--perawat memeriksa

Pasien: iya sus, sakit ini..!Selanjutnya perawat melakukan palpasi pada benjolan tengah kiri pasien

Perawat: benjolan tangan ibuk ini akan saya tekan, nanti kalau merasa sakit tolong bilang ya buk?

Pasien: iya sus..

Pasien: aduh, sus sakit ini..Dari pemeriksaan ini yang dilakukan perawat pada ny. P ternyata pasien mengeluh nyeri dan perawat memberikan rencana keperawatan

Pasien: saya sakit apa sus?

Perawat: ini ganglion buk atau bisa juga disebut benjolan pada permukaan sendi yang berisi cairan seperti agar-agar yang lengket dan transparan

Pasien: terus apa yang bisa saya lakukan?

Perawat: ibuk tidak boleh memijat pada benjolan karena apabila pecah akan mengakibatkan masalah yang lebih besar, selanjutnya ibuk sementara ini jangan mengangkat beban terlalu berat, menghindari makanan yang megandung karsinogenik contohnya: ayam panggang (pokoknya makanan yang di panggang), jangan di apa-apain ya buk benjolan ini akan hilang dengan sendirinya dan selanjutnya istirahat yang cukup karena apabila ibuk kecapekan akan memicu pembesaran pada benjolan

Pasien: trimkasih sus

Perawat: iya buk sama-sama kalo ada keluhan lagi datang lagi ya buk.

Pasien: oke susKesimpulannya pada ny. P menderita penyakit ganglion, ganglion adalah benjolan pada permukaan sendi yang berisi cairan seperti agar-agar yang lengket dan transparan dan untuk rencana keperawatannya tidak boleh memijat pada benjolan karena apabila pecah akan mengakibatkan masalah yang lebih besar, selanjutnya sementara ini jangan mengangkat beban terlalu berat, menghindari makanan yang megandung karsinogenik contohnya: ayam panggang (pokoknya makanan yang di panggang), jangan di apa-apain benjolan ini akan hilang dengan sendirinya dan selanjutnya istirahat yang cukup karena apabila kecapekan akan memicu pembesaran pada benjolan.

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan, pengujian, analisa, dan mengkomunikasikan data tentang klien. Tujuan pengkajian untuk membuat data dasar tentang tingkat kesehatan klien, praktik kesehatan, penyakit terdahulu, dsn pengalaman yang berhubungan, dan tujuan perawatan kesehatan. Data dasar pengkajian diturunkan dari riwayat keperawatan kesehatan, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan laborat dan diagnostic. Informasi yang terkandung dalam data dasar adalah dasar untuk rencana asuhan keperawatan individu yang dikembangkan melalui proses keperawatan.Pengkajian musculoskeletal terdiri dari otot, tulang, dan persendian. Sebelum mengkaji otot, tulang, dan persendian, secara umum pengkajian dimulai dengan mengamati ketegapan, gaya jalan, postur, serta posisi tubuh pasien.

Sistem musculoskeletal tersusun dari otot, tendon, ligament, tulang, kartilago, persendian, dan bursa. Semua struktur ini bekerja bersama-sama untuk menghasilkan gerakan skelet. Ada tiga jenis otot utama pada tubuh manusia, yaitu otot dalam (otot polos), otot skelet (otot lurik), dan otot jantung.

4.2 SaranKita sebagai perawat harus mampu mengkaji dan dapat mengenal masalah yang terjadi serta memberikan asuhan keperawatan yang tepat.kemudian mengajarkan metode atau terapi sederhana yang mungkin bisa membantu untuk pasien.DAFTAR PUSTAKA

Suratun. Heryati. Manurung, Santa. & Raenah, Een. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC

Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGCBurnside, John W. 1995. Adams Diagnosis Fisik Edisi 17. Jakarta : EGC

Potter, Patricia A. 1996. Pengkajian Kesehatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Hoppenfeld, Stanley & Murthy, Vasantha L. 2011. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Jakarta : EGC

Lukman & Ningsih, Nurna. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika

24