23
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stunting Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif (KEMENKES, 2018). Stunting diidentifikasi dengan membandingkan tinggi badan mereka dengan referensi yang sesuai usia dan jenis kelamin (Andrew & Jean, 2014). Tabel 2.1 Indeks TB/U Menurut Standart Baku WHO 2005 Indeks Ambang Batas Status gizi TB/U >+2SD -2SD s/d + 2SD -3SD s/d <-2SD <-3SD Perawakan tinggi Normal Peawakan Pendek Perawakan Sangat pendek (WHO, 2005) Secara global, sekitar 1 dari 4 balita mengalami stunting menurut UNICEF tahun 2013. Di Indonesia, berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, terdapat 37,2% balita yang mengalami stunting. Diketahui dari jumlah presentase tersebut, 19,2% anak pendek dan 18,0% sangat pendek. Prevalensi stunting ini mengalami peningkatan dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2010 yaitu sebesar 35,6%.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stunting

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh

kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan

gangguan pertumbuhan pada anak bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya

saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana tentu akan

sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan

kreativitas di usia-usia produktif (KEMENKES, 2018). Stunting diidentifikasi

dengan membandingkan tinggi badan mereka dengan referensi yang sesuai usia

dan jenis kelamin (Andrew & Jean, 2014).

Tabel 2.1 Indeks TB/U Menurut Standart Baku WHO 2005

Indeks Ambang Batas Status gizi

TB/U >+2SD

-2SD s/d + 2SD

-3SD s/d <-2SD

<-3SD

Perawakan tinggi

Normal

Peawakan Pendek

Perawakan Sangat pendek

(WHO, 2005)

Secara global, sekitar 1 dari 4 balita mengalami stunting menurut

UNICEF tahun 2013. Di Indonesia, berdasarkan hasil riset kesehatan dasar

(Riskesdas) tahun 2013, terdapat 37,2% balita yang mengalami stunting.

Diketahui dari jumlah presentase tersebut, 19,2% anak pendek dan 18,0%

sangat pendek. Prevalensi stunting ini mengalami peningkatan dibandingkan

hasil Riskesdas tahun 2010 yaitu sebesar 35,6%.

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

7

Stunting pada anak balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor

yang sering dikaitkan dengan lima faktor utama penyebab stunting yaitu

kemiskinan, sosial serta budaya, peningkatan paparan terhadap penyakit

infeksi, kerawanan pangan dan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

(KEMENKES, 2016). Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja,

tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling

berhubungan satu dengan yang lainnya (Irviani & Ibrahim, 2015). Masa balita

merupakan periode yang sangat peka terhadap lingkungan sehingga diperlukan

perhatian lebih terutama kecukupan gizinya (Khoirun & Siti, 2015).

2.1.2 Penyebab Stunting

a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

BBLR, yaitu berat bayi lahir kurang dari 2.500 gram akan membawa

risiko kematian, gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak,

termasuk dapat berisiko menjadi pendek jika tidak tertangani dengan

baik (KEMENKES, 2016). Dampak dari bayi yang memiliki berat

lahir rendah akan berlangsung dari generasi ke generasi, anak dengan

BBLR akan memiliki ukuran antropometri yang kurang pada

perkembangannya (Yulidasari, 2015). Besarnya prevalensi BBLR

dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko. Hasil penelitan Ernawati

et al, menemukan 9,5% bayi dengan berat badan lahir rendah dan 22%

di antaranya mengalami stunting

Penelitian menemukan bahwa pada bayi BBLR kecil masa

kehamilan, setelah berusia 2 bulan mengalami gagal tumbuh (growth

falthering) yang menunjukkan risiko untuk mengalami gagal tumbuh

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

8

pada periode berikutnya. Usia 12 bulan bayi BBLR kecil masa

kehamilan tidak mencapai panjang badan yang dicapai oleh anak

normal. Kejar tumbuh pada anak yang lahir BBLR berlangsung hingga

usia dua tahun. Gagal tumbuh dan kejar tumbuh yang tidak memadai

merupakan suatu keadaan patologis yang menyebabkan kejadian

stunting pada balita (Darwin, et al., 2014).

Balita BBLR memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap

penyakit infeksi, seperti diare dan infeksi saluran pernafasan bawah

serta peningkatan risiko komplikasi termasuk sleep apnea, ikterus,

anemia, gangguan paru-paru kronis, kelelahan, dan hilangnya nafsu

makan dibandingkan dengan anak-anak dengan berat badan lahir yang

normal sehingga mengakibatkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal

(Rahman, et al., 2016).

b. ASI Eksklusif

Pada bayi, ASI sangat berperan dalam pemenuhan nutrisinya.

Konsumsi ASI juga meningkatkan kekebalan tubuh bayi sehingga

menurunkan risiko penyakit infeksi (Johan, et al., 2015). Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012, ASI eksklusif adalah ASI

yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa

menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain

(kecuali obat, vitamin dan mineral)

Pemberian MPASI dimulai ketika ASI sudah tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhannya mulai dari usia 6 bulan dalam jumlah dan

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

9

frekuensi yang cukup sehingga gizi balita terpenuhi (IDAI,2018).

Pemberian ASI pada bayi umur 0-6 bulan sangat penting untuk

pertumbuhan dan status gizi anak (Rahayu & Khairiyati, 2014). Usia 2–

5 tahun merupakan usia rawan terjadinya kurang gizi karena pada usia

ini ASI sudah tidak diberikan sehingga zat gizi yang diterima oleh balita

hanya berasal dari diet saja (Retty, et al., 2016).

Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap

baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan bayi.

Pemberian MP-ASI yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting

untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang

sangat pesat pada periode ini, tetapi sangat diperlukan higiene dan

sanitasi dalam pemberian MP-ASI tersebut. MP-ASI hendaknya

bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar

dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu banyak jumlahnya

akan mengganggu proses pencernaan dan penyerapan zat-zat gizi

(Mufida, et al., 2015).

c. Pendidikan Ibu yang Rendah

Pengetahuan gizi ibu berperan dalam penentuan pertumbuhan

dan perkembangan anak yang terlihat dari status gizi anak. Kurang

seimbangnya masukan zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi

mengakibatkan terlambatnya pertumbuhan (Rahayu & Khairiyati,

2014). Seorang ibu yang memiliki pengetahuan dan sikap gizi yang

kurang akan sangat berpengaruh terhadap status gizi anakya dan akan

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

10

sukar untuk memilih makanan yang bergizi untuk anak dan keluarganya

(Edwin, et al., 2017).

Ibu dengan pendidikan tinggi mempunyai pengetahuan yang lebih

luas tentang praktik perawatan anak serta mampu menjaga dan merawat

lingkungannya agar tetap bersih (Cholifatun & Lailatul, 2015). Orang

tua terutama ibu yang mendapatkan pendidikan lebih tinggi dapat

melakukan perawatan anak dengan lebih baik daripada orang tua

dengan pendidikan rendah. Tingkat pendidikan ibu turut menentukan

mudah tidaknya seorang ibu dalam menyerap dan memahami

pengetahuan gizi yang didapatkan (Khoirun & Siti, 2015).

Departemen Kesehatan, telah melakukan upaya pemberdayaan

masyarakat dengan melakukan sosialisasi mengenai pentingnya PHBS

pada tingkatan rumah tangga. PHBS di rumah tangga dilakukan untuk

mencapai rumah tangga sehat. Rumah tangga sehat adalah rumah

tangga yang melakukan 10 PHBS di rumah tangga yaitu: 1) persalinan

ditolong oleh tenaga kesehatan; 2) memberi ASI ekslusif; 3)

menimbang bayi dan balita; 4) menggunakan air bersih; 5) mencuci

tangan dengan air bersih dan sabun; 6) menggunakan jamban sehat; 7)

memberantas jentik di rumah; 8) makan buah dan sayur setiap hari; 9)

melakukan aktivitas fisik setiap hari; 10) tidak merokok di dalam rumah

(Astuti, et al., 2011)

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

11

d. Ekonomi Rendah

Sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang

menentukan jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga sehingga

turut menentukkan status gizi keluarga tersebut, termasuk ikut

mempengaruhi pertumbuhan anak (Irviani & Ibrahim, 2015). Status

sosial ekonomi juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan

keluarga, apabila akses pangan ditingkat rumah tangga terganggu,

terutama akibat kemiskinan, maka penyakit kurang gizi (malnutrisi)

salah satunya stunting pasti akan muncul (Ngasiyah, 2015). Anak

pada keluarga dengan status ekonomi rendah cenderung

mengkonsumsi makanan dalam segi kuantitas, kualitas, serta variasi

yang kurang (Setiawan, et al., 2018). Ketidakcukupan gizi dalam

jangka waktu panjang terutama karena kurang energi dan protein

serta beberapa zat mikro lainnya dapat mempengaruhi masalah

stunting (Harahap et al, 2015).

e. Higiene, Sanitasi dan Kualitas Air Buruk

Higiene dan sanitasi merupakan hal yang penting dalam

menentukan kualitas makanan dimana Escherichia coli sebagai

salah satu indikator terjadinya pencemaran makanan yang dapat

menyebabkan penyakit akibat makanan (food borne diseases).

Makanan yang telah dicemari oleh bakteri setelah dikonsumsi

biasanya menimbulkan gejala-gejala seperti muntah-muntah,

demam, sakit perut, gejala terjadi 4-12 jam yang memberi kesan

langsung pada lapisan usus dan menyebabkan peradangan (Yunus,

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

12

et al., 2015). Akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang

buruk dapat meningkatkan kejadian penyakit infeksi yang dapat

membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan

tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan

terhambatnya pertumbuhan (KEMENKES, 2016).

2.1.3 Pencegahan Stunting

Gagal tumbuh pada periode ini akan mempengaruhi status gizi dan

kesehatan pada usia dewasa. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-

upaya penanggulangan masalah stunting ini mengingat tingginya

prevalensi stunting di Indonesia. Hasil kajian terhadap jenis intervensi

dalam rangka upaya pencegahan stunting pada anak batita diperoleh

sebanyak 16 artikel. Ada 4 jenis intervensi dalam upaya

penanggulangan masalah stunting pada anak batita, yaitu zat gizi

tunggal, kombinasi 2–3 zat gizi, multi-zat-gzi- mikron dan zat gizi plus

penambahan energi. Namun, dari bahan intervensi yang paling banyak

digunakan untuk peningkatan pertambahan panjang linier adalah

mineral seng (Zn), zat besi (Fe), serta kombinasi keduanya, seperti

halnya vitamin A (Rosmalina, et al., 2018)

Setiap puskesmas hanya ada satu orang yang menangani gizi baik

dari tenaga pelaksana gizi atau bidan yang ditugaskan. Pencegahan

stunting terutama pada 1000 HPK bukan hanya menjadi tanggung

jawab program gizi tetapi juga program KIA. Program KIA di

puksemas menjadi tanggung jawab bidan desa. Belum adanya paket

intervensi kelanjutan perawatan kesehatan dan gizi dari konsepsi

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

13

sampai usia dua tahun sehingga ada kendala dalam pelaksanaan

program gerakan nasional sadar gizi (GERNAS) termasuk pencegahan

stunting (Usumawati, et al,. 2016).

2.2 Short Stature

Perawakan pendek atau short stature adalah istilah yang diterapkan

pada anak yang tingginya 2 standar deviasi (SD) atau lebih di bawah median

untuk anak-anak dari jenis kelamin dan usia kronologis (Rogol, 2018).

Seorang anak dikatakan pendek apabila tinggi badannya berada kurang

dari -2SD dari rerata untuk usia, jenis kelamin dan etniknya. Dengan definisi

tersebut jelas sekali bahwa pendek merupakan suatu definisi statistik, sehingga

setiap etnik (bangsa) harus mempunyai norma tinggi badan tersendiri untuk

mendapatkan keabsahan dan ketepatan dalam menegakkan kriteria atau

diagnosis perawakan pendek. (Soetjinignish, 2016)

2.2.1 Etiologi

Ferry R.J membagi penyebab perawakan pendek menjadi 3 kategori

1. Penyebab non endokrin

a. Perawakan pendek keturunan

b. Pertumbuhan dan pubertas lambat

c. Penyakit infeksi/ kronik

2. Kelainan endokrin

3. Kelainan genetik

Dilaporkan oleh Onenli-Munga (2004) dalam buku tumbuh

kembang anak menyebutkan bahwa keadaan depresi berat pada anak

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

14

dapat menurunkan hormon pertumbuhan (GH), mengakbatkan

perawakan pendek

Pada anak yang menderita penyakit kronis terdapat gangguan

pertumbuhan akibat dari penyakitnya sendiri maupun karena nafsu

makan yang turun (Soetjinignish, 2016)

2.2.2 Diagnosis

Dalam buku tumbuh kembang anak karangan

Prof.Soetjiningsih pada umumnya diagnosis perawakan pendek

didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, analisis kurva

pertumbuhan, analisis umur tulang kalo diperlukan , pemeriksaan

laboratorium.

Untuk membuat dignosis pendek diperlukan

1. Anamnesis yang teliti tentang berat badan wkatu lahir dan umur

kehamilan, TB ibu dan ayah, penyakit kronis, anamnesis

makanan, perlakuan salah terhadap anak dan sebagainya

2. Pemeriksaan fisik

a. Posisi penderita : terlentang atau berdiri dengan pakaian

seminimal mungkin

b. Bentuk muka

c. Disporposi perawakan

d. Status gizi

e. Anomali tulang

f. Frekuensi pernfasan

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

15

g. Kulit

3. Pengukuran

a. Tinggi badan (TB)

- Segmen bawah (SB) dari simfisis smapai ujung kaki

- Segmen atas (SA) : TB-SB

- Rasio normal SA/SB :

a. Lahir 1,7

b. 3 tahun 1,3

c. 8 tahun lebih 1,0

Bila rasio SA/SB lebih tinggi berarti ekstremitas bawah

pendek misalnya dispalsia tulang, hipertiroid. Bila rasio

SA/SB lebih rendah berarti tubuh pendek (skoliosis) ata leher

pendek (Sindrom klippel Feil)

b. Rentang Lengan (RL)

1. Nila normal RL-TB adalah

- Lahir s/d 7 tahun -3cm

- 8 tahun s.d 12 tahun 0

- 1 tahun + 1cm pada wanita / 4 cm pada pria

2. Rentang lengan pendek terhadap displasia tulang

3. Lingkar kepala

4. Berat badan

5. Bandingkan dengan acuan baku

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

16

6. Hitung kenaikan TB/tahun

7. Minta parameter anak waktu lahir, umur orang tua saat

pubertas dan TB orangtua

4. Pemeriksaan penunjang

a. Urinalisis

b. Darah

- Darah rutin

- Gula darah

- Tes fungsi hati

- Tes fungsi tiroid

c. Imagine

- Umur tulang dan analisis tulang

Tabel 2.2 Pemeriksaan Penunjang Pada Kasus Perawakan Pendek Jenis Pemeriksaan Rasionalisasi

Usia tulang Prediksi tinggi akhir, kelainan genetik (Mahdelung

deformity pada mutasi gen SHOX)

Darah tepi lengkap Anemia akibat penyakit kronik

Laju Endap Darah Proses inflamasi

Kimia Fungsi ginjal, hati, kelainan elektroiit akibat kelainan

tubulus ginjal, kaslium & fosfor (gangguan

metabolisme tulang) dan petanda kelainan metabolik

(atas indikasi)

Fungsi Tiroid Fungsi Tiroid

IGF dan atau GH Growth-hormone deficiency

Gonadotropin Gangguan pubertas

Kromosom Pada setiap anak perempuan pendek patologis

(Soetjinignish, 2016)

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

17

2.3 Pemeriksaan Denver Test

DST merupakan Denver Development Screening Test (DDST)

dirancang untuk memberikan metode penyaringan yang sederhana sebagai

bukti perkembangan lambat pada bayi dan anak-anak. Tes ini mencakup empat

aspek yaitu, aspek sosial, motorik halus, bahasa dan motoric kasar. Tes ini telah

distandarisasi pada 1036 anak normal berusia dua minggu sampai enam tahun.

Defenisi perkembangan atau pertumbuhan pada anak adalah bertambahnya

kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dengan

pola yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan (Anastasya, 2019).

2.3.1 Skoring

1. Passed atau lulus (P/L). Anak melakukan uji coba dengan baik, atau

ibu /pengasuh anak memberi laporan (tepat / dapat dipercaya bahwa

anak dapat melakukannya).

2. Failure atau gagal (F/G). Anak tidak dapat melakukan uji coba dengan

baik atau ibu / pengasuh anak memberi laporan (tepat) bahwa anak

tidak dapat melakukannya dengan baik.

3. Refuse atau menolak (R/M). Anak menolak untuk melakukan uji

coba. Penolakan dapat dikurangi dengan mengatakan kepada anak

“apa yang harus dilakukan”, jika tidak menanyakan kepada anak

apakah dapat melakukannya (uji coba yang dilaporkan oleh ibu

/ pengasuh anak tidak diskor sebagai penolakan).

4. By report berarti no opportunity (tidak ada kesempatan). Anak tidak

mempunyai kesempatan untuk melakukan uji coba karena ada

hambatan. Skorini hanya boleh dipakai pada uji coba dengan tanda R

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

18

2.3.2 Interpretasi Penilaian Individu

1. Lebih (advanced). Bilamana seorang anak lewat pada uji coba yang

terletak di kanan garis umur,dinyatakan perkembangan anak lebih

pada uji coba tersebut.

2. Normal. Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan tugas

perkembangan disebelah kanan garis umur dikategorikan sebagai

normal. Demikian juga bila anak lulus (P), gagal (F) atau menolak (R)

pada tugas perkembangan dimana garis umur terletak antara persentil

25 dan 75, maka dikategorokan sebagai normal.

3. Caution / peringatanl. Bila seorang anak gagal (F) atau menolak tugas

perkembangan, dimana garis umur terletak pada atau anatara persentil

75 dan 90.

4. Delay / keterlambatan. Bila seorang anak gagal (F) atau menolak (R)

melakukan uji coba yang terletak lengkap disebelah kiri garis umur

5. No opportunity / tidak ada kesempatan. Pada tugas perkembangan

yangberdasarkan laporan, orang tua melaporkan bahwa anaknya tidak

adakesempatan untuk melakukan tugas perkembangan tersebut. Hasil

ini tidak dimasukkan dalam mengambil kesimpulan.

2.3.3 Kesimpulan

1. Normal : Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu

caution. Lakukan ulangan pada kontrol berikutnya.

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

19

2. Suspect / di duga : Bila didapatkan ≥2 caution dan / atau ≥ 1

keterlambatan. Lakukan uji ulang dalam 1 – 2 minggu untuk

menghilangkan factor sesaat seperti rasa takut, keadaan sakit atau

kelelahan.

3. Untestable / tidak dapat diuji: Bila ada skor menolak pada ≥ 1 uji

coba tertelak disebelah kiri garis umuratau menolak pada > 1 uji

coba yang ditembus garis umur pada daerah75–90%. Lakukan uji

ulang dalam 1 – 2 minggu

Gambar 2.1

Denver Development Screening Test

2.4 Pemeriksaan Antropometri

Antropometri berasal dari kata “anthropos” (tubuh) dan “metros”

(ukuran) sehingga antropometri secara umum artinya ukuran tubuh manusia.

Dimensi tubuh yang diukur, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan,

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

20

lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal

lemak di bawah kulit. Dimensi tubuh yang dibutuhkan pada penelitian ini yaitu

umur dan tinggi badan, guna memperoleh indeks antropometri tinggi badan

berdasar umur (TB/U) (Kusudaryati, 2015).

2.4.1 Umur

Umur adalah suatu angka yang mewakili lamanya kehidupan

seseorang. Usia dihitung saat pengumpulan data, berdasarkan tanggal

kelahiran. Apabila lebih hingga 14 hari maka dibulatkan ke bawah,

sebaliknya jika lebih 15 hari maka dibulatkan ke atas. (Mediana, 2016)

2.4.2 Tinggi badan

Tinggi atau panjang badan ialah indikator umum dalam mengukur

tubuh dan panjang tulang. Alat yang biasa dipakai disebut stadiometer.

Anak dengan keterbatasan fisik seperti kontraktur dan tidak

memungkinkan dilakukan pengukuran tinggi seperti di atas, terdapat cara

pengukuran alternatif. Indeks lain yang dapat dipercaya dan sahih untuk

mengukur tinggi badan ialah: rentang lengan (arm span), panjang lengan

atas (upper arm length), dan panjang 15 tungkai bawah (knee height).

Semua pengukuran di atas dilakukan sampai ketelitian 0,1 cm (Mediana,

2016).

2.4.3 Indeks Antopometri TB/U

Tinggi badan berhubungan dengan antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Indikator tinggi badan

memberikan gambaran ukuran dari pertumbuhan linier yang dicapai dan

dapat digunakan sebagai indeks status gizi atau kesehatan masa lampau.

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

21

Rendahnya tinggi badan menurut umur didefinisikan sebagai stunting

(Lestari, Kristiana, dan Paramita, 2018). Penilaian status gizi dengan

indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) memberikan indikasi

masalah gizi yang bersifat kronis karena akibat dari keadaan yang

berlangsung lama (Izwardy, 2017).

Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator TB/U:

Normal : Zscore -2 s/d 2 SD

Pendek : Zscore -2 s/d -3 SD

Sangat pendek : Zscore <-3,0

(WHO Child Growth Standards)

Gambar 2.2

Grafik Pertumbuhan WHO (TB/U)

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

22

(WHO Child Growth Standards)

Gambar 2.3

Grafik Pertumbuhan WHO (TB/U)

2.5 Higiene

Penyelenggaraan makanan yang menerapkan higiene dan sanitasi

sesuai ketentuan yang berlaku. Salah satu faktor yang mendukung prinsip

higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan adalah faktor kebersihan

penjamah makanan atau higiene perorangan (Miranti & Adi, 2016). Penyakit

yang ditularkan melalui makanan dapat menyebabkan penyakit yang ringan

dan berat bahkan berakibat kematian diantaranya diakibatkan oleh belum

baiknya penerapan higiene makanan dan sanitasi lingkungan (Yunus, et al.,

2015).

2.5.1 Higiene Perorangan

Higiene perorangan (personal hygiene) penjamah makanan

merupakan perilaku hidup bersih dan sehat penjamah makanan selama

penyelenggaraan makanan untuk mencegah terjadinya kontaminasi

pada makanan mulai dari persiapan bahan makanan sampai penyajian

makanan (Miranti & Adi, 2016)

Sasaran Higiene perorangan menurut Nurul Rakhmawati dan

Wisnu Hadi (2010) meliputi :

1. Rambut dipotong rapi. Untuk laki-laki tidak boleh berambut

panjang. Untuk perempuan apabila panjang diikat rapi. Agar tidak

menganggu pada saat bekerja, dan tidak jatuh pada makanan.

Hindari kebiasaan menyentuh rambut selama memasak.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

23

2. Jangan menyentuh hidung atau memasukkan jari tangan kelubang

hidung selama bekerja di dapur.

3. Jangan bersin pada sembarang tempat lebih-lebih didekat makanan

atau peralatan pengolahan makanan.

4. Jangan merokok pada saat memasak.

5. Jangan mengusap-usap mulut atau bibir pada saat bekerja.

6. Bersihkan gigi dan mulut secara teratur untuk menjaga kesehatan

mulut dan gigi, dan mencegah bakteri berkembang biak, dan

menghilangkan bau mulut.

7. Jangan menyentuh telinga atau memasukkan jari ke telinga selama

bekerja di dapur. Bersihkan telinga secara rutin untuk menjaga

kesehatan telinga.

8. Kuku dipotong pendek, dan bersih.

9. Biasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai makan

2.5.2 Higiene makanan

Menurut Nurul Rakhmawati dan Wisnu Hadi (2010) higiene makanan

meliputi :

1. Menyortir bahan makanan sebelum disimpan

2. Membuang makanan yang basi atau tidak layak makan.

3. Menyimpan makanan dengan stainless container bertutup.

4. Menyimpan makanan secara terpisah-pisah agar tidak

terkontaminasi dengan bahan makanan lain.

5. Menyimpan makanan sesuai dengan prosedur dari masing-masing

makanan itu.

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

24

6. Memasak makanan dengan cepat, dan tepat, dan tidak terlalu lama

jaraknya saat diberikan kepada tamu

2.5.3 Higiene Peralatan

Dalam higiene peralatan ini, yang menjadi sasaran meliputi :

1. Peralatan yang digunakan dalam keadaan bersih

2. Kondisi fisik masih baik, tidak berkarat, tidak bocor

3. Simpan makanan menurut jenis dan ukurannya

4. Kembalikan peralatan pada tempatnya setelah digunakan

5. Simpan pealatan dalam keadaan bersih dan kering

2.6 Sanitasi Lingkungan

Sanitasi menurut WHO adalah suatu usaha yang mengawasi beberapa

faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap

hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan

kelangsungan hidup. Sanitasi makanan adalah meliputi kegiatan usaha yang

ditunjukkan kepada kebersihan dan kemurnian makanan agar tidak

menimbulkan penyakit.

Menurut (Yulia, 2016) sanitasi makanan minuman yang baik perlu

ditunjang oleh kondisi lingkungan dan sarana sanitasi yang baik pula. Sarana

tersebut antara lain:

1.Tersedianya air bersih yang mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun

kualitas

2. Pembuangan air limbah yang tertata dengan baik agar tidak menjadi sumber

pencemar

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

25

3. Tempat pembuangan sampah yang terbuat dari bahan kedap air, mudah

dibersihkan, dan mempunyai tutup

4.Adanya kloset leher angsa atau plengsengan dengan tutup dan juga adanya

saluran pembuangan akhir tinja (septic tank)

2.7 Kualitas Air

Sebagai kebutuhan dasar dalam kehidupan, air selalu diperlukan

manusia untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia menggunakan

air untuk keperluan sehari-hari seperti untuk minum, mandi, cuci, kakus, dan

sebagainya. Oleh sebab itu, air merupakan benda yang harus selalu ada bagi

manusia. Bagi manusia, air diperlukan untuk menunjang kehidupan, antara lain

dalam kondisi yang layak diminum tanpa mengganggu kesehatan (Gafur, et al.,

2017). Masih terdapat 20 provinsi yang di bawah persentase nasional. Sumber

air minum layak yang dimaksud adalah air minum yang terlindung meliputi air

ledeng (keran), keran umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air

hujan (PAH) atau mata air dan sumur terlindung, sumur bor atau pompa, yang

jaraknya minimal 10 meter dari pembuangan kotoran, penampungan limbah,

dan pembuangan sampah. Tidak termasuk air kemasan, air dari penjual

keliling, air yang dijual melalui tangki, air sumur dan mata air tidak terlindung

(KEMENKES, 2018).

Sumber air bersih yang digunakan untuk minum dikategorikan menjadi

air terlindung (PDAM, air mineral dalam kemasan/air isi ulang) dan air tidak

terlindung (sungai, sumur, penampungan air hujan). Kualitas fisik air minum

dikategorikan menjadi dua yaitu memenuhi syarat (tidak keruh, tidak berwarna,

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

26

tidak berbau dan tidak berasa) dan tidak memenuhi syarat (keruh, berwarna,

berbau dan berasa) menurut penampakan fisik air minum (Sinatarya,2019).

2.7.1 Standar Kualitas Air Minum

Standart kualitas air minum sendiri diatur di3 Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 492 / Menkes / Per / IV / 2010 yang berisi parameter

wajib air bisa dikonsumsi yang terdiri dari parameter fisika, mikrobiologi

dan kimia.

Tabel 2.7 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 / Menkes / Per / IV / 2010 Tanggal 19

April 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum

No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum

yang diperbolehkan

1 Parameter yang berhubungan

langsung dengan kesehatan

a. Parameter Mikrobiologi

1 ) E. Coli Jumlah per 100

ml sampel

0

2 ) Total Bakteri Koliform Jumlah per 100

ml sampel

0

b. Kimia an – organik

1 ) Arsen mg / l 0,01

2 ) Flourida mg / l 1,5

3 ) Total Kromium mg / l 0,05

4 ) Kadmium mg / l 0,003

5 ) Nitrit, ( sebagai NO2- ) mg / l 3

6 ) Nitrat, ( sebagai NO3- ) mg / l 50

7 ) Sianida mg / l 0,07

8 ) Selenium mg / l 0,1

2 Parameter yang tidak langsung

berhubungan dengan kesehatan

a. Parameter Fisik

1 ) Bau Tidak berbau

2 ) Warna TCU 15

3 ) Total Zat Padat Terlarut (TDS) mg / l 500

4 ) Kekeruhan NTU 5

5 ) Rasa Tidak berasa

6) Suhu 0C

Suhu udara ± 3

b. Parameter Kimiawi

1 ) Aluminium mg / l 0,2

2 ) Besi mg / l 0,3

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

27

3 ) Kesadahan mg / l 500

4 ) Khlorida mg / l 250

5 ) Mangan mg / l 0,4

6 ) Ph 6,5 – 8,5

2.7.2 Standart Kualitas Air Minum Secara Fisik Menurut WHO

Menurut ketentuan dari badan dunia (WHO) layak atau tidaknya

suatu air untuk kehidupan manusia ditentukan menurut persyaratan

kualitas secara fisik, secara kimia dan secara biologis yang akan

dijelaskan sebagai berikut. Persyaratan Fisik :

a. Kekeruhan Air

Kekeruhan merupakan efek optis yang terjadi apabila sinar

membentuk material yang tersuspensi di dalam air. Kekeruhan air

dapat disebabkan karena adanya bahan – bahan organik maupun

anorganik seperti lumpur dan buangan dari permukaan tertentu

yang akan mengakibatkan air sungai berwarna keruh. Kekeruhan

ini akan berakibat pada warna air yang akan menjadi lebih tua dari

semestinya.

b. Bau Air

Bau dari air dapat disebabkan karena benda atau unsur asing

yang masuk ke dalam air seperti bangkai binatang, bahan buangan,

ataupun disebabkan karena proses karena bakteri yang menguraikan

senyawa organik. Pada peristiwa penguraian senyawa organik yang

disebabkan karena bakteri tersebut menghasilkan gas – gas yang

berbau menyengat dan bahkan dapat bersifat sebagai racun.

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58829/4/BAB II.pdf · bersifat padat gizi, kandungan serat kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

28

c. Rasa Air

Rasa dapat dipengaruhi karena adanya organisme seperti

mikroalgae dan bakteri, adanya limbah padat dan limbah cair

seperti hasil dari pembuangan rumah tangga dan kemungkinan

adanya klor atau sisa – sisa bahan yang digunakan untuk disinfeksi.

5. Warna Air

Warna air hanya terdiri dari warna asli dan warna tampak.

Warna asli atau true color merupakan warna yang diakibatkan karena

adanya substansi yang terlarut. Sedangkan warna yang tampak atau

apprent color adalah mencakup warna substansi yang terlarut beserta

dengan zat yang tersuspensi pada air tersebut.

6. Temperatur atau suhu air

Kenaikan temperatur atau suhu yang dialami air, dapat

mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut (DO = Disvolved

Oxygen), kadar DO yang terlalu rendah akan mengakibatkan bau

yang tidak sedap karena adanya penguraian bahan – bahan organik

maupun anorganik di dalam air secara anaerobik atau yang biasa

disebut dengan degradasi