Upload
silmi-noor-rachni
View
88
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
P a g e | 1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Di Negara-negara berkembang osteomielitis masih merupakan masalah
dalam bidang orthopedi. Sebelum ditemukannya antibiotik, osteomielitis masih
merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak. Keberhasilan
pengobatan osteomielitis ditentukan oleh fakor-faktor diagnosis yang dini dan
penatalaksanaan pengobatan berupa pemberian antibiotik atau tindakan
pembedahan. Osteomielitis merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada tulang
dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik.
Pada dasarnya, semua jenis organism, termasuk virus, parasit, jamur dan bakteri,
dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh bakteri
piogenik tertentu dan mikrobakteri. Penyebab osteomielitis piogenik adalah
kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan
Klebsiella. Pada periode neonatal, Haemophilus influenza dan Streptococcus
group B seringkali bersifat pathogen. Infeksi muskuloskeletal merupakan
penyakit yang umum terjadi; dapat melibatkan seluruh struktur dari sistem
muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya bahkan
membahayakan jiwa. Diagnosis perlu ditegakkan sedini mungkin, terutama pada
anak-anak sehingga pengobatan dapat segera dimulai dan perawatan pembedahan
yang sesuai dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi dan kerusakan
yang lebih lanjut pada tulang. Dalam dua puluh tahun terakhir ini telah banyak
dikembangkan tentang bagaimana cara penatalaksanaan penyakit ini dengan tepat.
Seringkali usaha ini berupa suatu tim yang terdiri dari ahli bedah ortopedi, ahli
bedah plastik, ahli penyakit infeksi, ahli penyakit dalam, ahli nutrisi, dan ahli
fisioterapi yang berkolaborasi untuk menghasilkan perawatan multidisiplin yang
optimal bagi penderita. Infeksi dalam suatu sistem muskuloskeletal dapat
berkembang melalui dua cara, baik melalui peredaran darah maupun akibat kontak
P a g e | 2
dengan lingkungan luar tubuh. Referat ini berusaha merangkum mengenai
patogenesis, diagnosis, dan tatalaksana dari infeksi muskuloskeletal tersebut.
I.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dijadikan bahasan utama makalah ini antara lain :
1. Apakah pengertian osteomielitis?
2. Apa penyebab osteomielitis?
3. Bagaimana insidensi osteomielitis?
4. Bagaimana patogenesis osteomielitis?
5. Apakah manifekstasi klinis dari osteomielitis?
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis osteomielitis?
7. Apa saja diagnosis banding pada keadaan osteomielitis?
8. Apa saja terapi atau tindakan yang dilakukan untuk menangani kondisi
osteomielitis?
9. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada pasien osteomielitis?
10. Bagaimana prognosis dari osteomielitis?
I.3. Tujuan
Sehubungan dengan masalah tersebut di atas, penelitian ini bertujuan :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan referat ini adalah untuk memberikan
pengetahuan mengenai osteomielitis kepada tenaga medis khususnya dokter
dan calon dokter
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian osteomielitis
b. Mengetahui penyebab terjadinya osteomielitis
c. Mengetahui insidensi osteomielitis
d. Mengetahui patogenesis osteomielitis
e. Mengetahui manifestasi klinis osteomielitis serta menentukan derajat
osteomielitis
P a g e | 3
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosa osteomielitis
g. Mengetahui macam-macam diagnosa banding osteomielitis
h. Mengetahui terapi atau tindakan yang dilakukan pada pasien
osteomielitis
i. Mengetahui komplikasi osteomielitis
j. Mengetahui prognosis osteomielitis
I.4. Manfaat
Menambah ilmu pengetahuan dan sebagai sumber informasi mengenai
osteomielitis, khususnya untuk mengenali patogenesis, manifestasi klinik pada
pasien osteomielitis serta cara penanganan dan prognosis yang mungkin terjadi
akibat penyakit osteomielitis tersebut.
P a g e | 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Embriologi Tulang
Pembentukan dan perkembangan tulang merupakan suatu proses
morfologik yang unik serta melibatkan perubahan biokimia. Tulang rawan
(kartilago) lempeng epifisis tidak sama dengan tulang rawan hialin dan tulang
rawan artikuler oleh karena tulang rawan lempeng epifisis mempunyai struktur
pembuluh darah, zona-zona dan susunan biokimia sehingga memberikan
gambaran matriks yang unik.2,5
Pada fase awal perkembangan tulang embrio (minggu ke-3 dan ke-4),
terbentuk tiga lapisan germinal yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm. Lapisan
ini merupakan jaringan yang bersifat multipotensial serta akan membentuk
mesenkim yang kemudian berdiferensiasi membentuk jaringan tulang rawan. Pada
minggu kelima perkembangan embrio, terbentuk tonjolan anggota gerak (limb
bud) yang di dalamnya terdapat juga sel mesoderm yang kemudan akan berubah
menjadi mesenkim yang merupakan bakal terbentuknya tulang dan tulang rawan. 2,5
II.2. Anatomi Histologi Tulang Manusia
Gambar 2.1 Tahap Pertumbuhan Tulang
P a g e | 5
Kerangka terdiri dari berbagai tulang dan tulang rawan. Tulang adalah
jaringan ikat yang bersifat kaku dan membentuk bagian terbesar kerangka serta
merupakan jaringan penunjang utama pada tubuh. Tulang rawan (cartilago) adalah
sejenis jaringan ikat yang bersifat lentur dan membentuk bagian kerangka tertentu.
Perbandingan antara tulang dan tulang rawan dalam kerangka berubah seiring
dengan pertumbuhan tubuh, makin muda usia seseorang, makin besar bagian
kerangka yang berupa tulang rawan.3
Observasi umum potongan melintang tulang memperlihatkan daerah-
daerah padat tanpa rongga – yang sesuai dengan tulang kompakta (padat) – dan
daerah-daerah dengan banyak rongga yang saling berhubungan – yang sesuai
dengan tulang berongga (spons).2 Perbedaan antara kedua jenis tulang tadi
ditentukan oleh banyaknya bahan padat dan jumlah serta ukuran ruangan yang ada
di dalamnya. Semua tulang memiliki kulit luar dan lapisan substantia compacta
yang meliputi massa substantia spongiosa di sebelah dalam, kecuali bila massa
substantia spongiosa diubah menjadi cavitas medullaris (rongga sumsum). 3
Pada tulang panjang, ujung yang membulat – yang disebut epifisis – terdiri
atas tulang berongga yang ditutupi selapis tipis tulang kompakta. Bagian silindris
– yaitu diafisis – hampir seluruhnya terdiri dari tulang kompakta, dengan sedikit
tulang spons pada permukaan dalamnya di sekitar rongga sumsum tulang.2
Tulang pendek umumnya memiliki pusat yang terdiri atas tulang berongga
dan seluruhnya dikelilingi oleh tulang kompakta. Tulang pipih yang membentuk
Gambar 2.2 Anatomi Tulang
P a g e | 6
calvaria memiliki 2 lapis tulang kompakta yang disebut lempeng, yang dipisahkan
oleh selapis tulang berongga yang disebut diploë. 2,5
Tulang dapat dibentuk dengan 2 cara, yaitu mineralisasi langsung dari
matirks yang disekresi osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau oleh deposisi
matriks tulang pada matriks tulang rawan yang sudah ada (osifikasi endokondral).
Pada kedua proses, jaringan tulang mula-mula tampak sebagai tulang primer atau
tulang anyaman. Tulang primer merupakan jaringan temporer dan segera diganti
oleh tulang berlamela definitif atau sekunder. Selama pertumbuhan tulang, daerah
tulang primer, daerah resorpsi dan daerah tulang sekunder terlihat berdampingan.
Kombinasi sintesis tulang dan penghancurannya (remodelling), tidak hanya terjadi
pada tulang yang tumbuh, namun juga berlangsung seumur hidup, meskipun
kecepatan perubahannya pada orang dewasa sudah sangat menurun. 2,5
Osifikasi endokondral tulang panjang meliputi urutan kejadian berikut ini :
Mula-mula, jaringan tulang pertama tampak berupa tabung tulang berongga yang
mengelilingi bagian tengah model tulang rawan. Struktur ini, yaitu leher tulang,
Gambar 2.3. Tulang panjang manusia
P a g e | 7
dihasilkan melalui osifikasi intramembranosa di dalam perikondrium setempat.
Pada tahap berikut, tulang rawan setempat mengalami proses degeneratif
kematian sel, dengan pembesaran sel dan kalsifikasi matriks, yang menghasilkan
struktur 3 dimensi yang terdiri atas sisa-sisa matriks tulang rawan yang mengapur.
Proses ini dimulai di bagian pusat model tulang rawan (diafisis), tempat masuknya
pembuluh darah melalui leher tulang yang sebelumnya telah dilubangi oleh
osteoklas, yang membawa masuk sel-sel osteoprogenitor ke daerah tersebut.
Berikutnya, osteoblas melekat pada matriks tulang yang telah mengapur dan
menghasilkan lapisan tulang primer yang mengelilingi sisa matriks tulang rawan.
Pada tahap ini, tulang rawan berkapur tampak basofilik dan tulang primer terlihat
eosinofilik. Dengan cara ini terbentuk pusat osifikasi primer, kemudian muncul
pusat osifikasi sekunder di bagian ujung yang membesar di model tulang rawan
(epifisis). Selama perluasan dan remodelling berlangsung, pusat osifikasi primer
dan sekunder membentuk rongga yang secara berangsur diisi dan dipenuhi oleh
sumsum tulang. 2,5
Di pusat osifikasi sekunder, tulang rawan tetap ada pada 2 daerah : tulang
rawan sendi, yang tetap ada seumur hidup dan tidak ikut dalam pertumbuhan
memanjang tulang dan tulang rawan epifisis, yang juga disebut lempeng epifisis,
yang menghubungkan epifisis dengan diafisis. Tulang-tulang epifisis bertanggung
jawab atas pertumbuhan memanjang tulang dan tidak terdapat lagi pada orang
dewasa, yang menjadi sebab terhentinya pertumbuhan tulang pada saat dewasa. 2,5
Gambar 1.4 Histologi Tulang
P a g e | 8
Gambar 2.4. Pertumbuhan Tulang
P a g e | 9
II.3. Osteomielitis
II.3.1. Definisi
Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang
dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman kuman piogenik.
Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah radang tulang
yang disebabkan oleh organisme piogenik, walaupun berbagai agen infeksi
lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat
tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan
periosteum. 1,5,6,7,8
II.3.2. Etiologi
Biasanya mikroorganisme dapat menginfeksi tulang melalui tiga cara yaitu
melalui pembuluh darah, langsung melalui area lokal infeksi (seperti selulitis)
atau melalui trauma, termasuk iatrogenik seperti dislokasi sendi atau fiksasi
internal. Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur
dan bakterI, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan
oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri.1,5
Pada balita, infeksi dapat menyebar ke sendi dan menyebabkan arthritis.
Pada anak-anak yang biasanya terinfeksi adalah tulang panjang. Abses
subperiosteal dapat terbentuk karena periosteum melekat longgar di
permukaan tulang, sedangkan pada orang dewasa tulang yang paling sering
terinfeksi adalah tulang belakang dan tulang panggul.1,5
Tibia bagian distal, femur bagian distal, humerus, radius dan ulna bagian
proksimal dan distal, vertebra, maksila, dan mandibula merupakan tulang yang
paling beresiko untuk terkena osteomielitis karena merupakan tulang yang
banyak vaskularisasinya. Bagaimanapun, abses pada tulang dapat dipicu oleh
trauma di daerah infeksi. Infeksi dapat disebabkan oleh Staphylococcus aureus
(80-90%), yang merupakan flora normal yang dapat ditemukan di kulit dan
mukosa membran.1,5,7,8
Umur Organisme
P a g e | 10
Neonatus (kurang dari 4 bulan) S.aureus, Enterobacter, Streptococcus
α dan β
Anak-anak (4 bulan – 4 tahun) S.aureus, Streptococcus α dan β,
Haemophilus influenza, Enterobacter
Anak-anak, remaja (4 tahun-
dewasa)
S.aureus (80%), Streptococcus α,
Haemophilus influenza, Enterobacter
Orang dewasa S.aureus, kadang-kadang Enterobacter
dan Streptococcus
Selain bakteri, jamur dan virus juga dapat menginfeksi langsung melalui
fraktur terbuka, operasi tulang atau terkena benda yang terkontaminasi.
Osteomielitis kadang dapat merupakan komplikasi sekunder dari tuberkulosis
paru. Pada keadaan ini, bakteri biasa menyebar ke tulang melalui sistem
sirkulasi, pertama yang terinfeksi adalah sinovium (karena kadar oksigen
yang tinggi) sebelum menginfeksi tulang. Pada osteomielitis tuberkulosis,
tulang panjang dan tulang belakang merupakan satu-satunya tulang yang
terinfeksi.1,5,7,8
Osteomielitis dapat juga disebabkan potongan besi yang mengenai tulang
pada saat pembedahan untuk memperbaiki fraktur. Spora bakteri dan jamur
dapat juga mengenai sendi tulang yang terlibat. Osteomielitis juga dapat
terjadi akibat penyebaran infeksi jaringan lunak. Infeksi tersebut meyebar ke
tulang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Tipe penyebaran ini
biasa terjadi pada orang yang lebih tua. Infeksi dapat dimulai dari kerusakan
akibat trauma, terapi radiasi, kanker, atau pada kulit yang luka yang
disebabkan sedikitnya sedikit sirkulasi darah pada tulang atau pada penyakit
diabetes. Infeksi sinus, gusi atau gigi dapat meyebar ke tulang-tulang kepala.
Penyebab osteomielitis biasanya adalah Staphylococcus aureus, bakteri gram
positif seperti Streptococcus pyogenes atau S. Pneumoniae. Pada anak
dibawah 4 tahun bakteri gram negatif Haemophilus influenzae (insiden
bervariasi dari 5-50%). Bakteri gram negatif lainnya : Escherichia coli,
Tabel 2.1. Etiologi osteomielitis
P a g e | 11
Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis dan Bacteroides fragilis
anaerobik biasanya menyebabkan infeksi tulang akut.1,5,7,8
Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus
aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%),
Salmonella typhii dan Eschericia coli (1-2%). Pada anak infeksi melalui
aliran darah berasal dari abrasi kecil pada kulit, bisul, infeksi pada gigi atau
pada saat lahir dari infeksi tali pusat. Pada dewasa sumber infeksi berasal dari
kateter ureter, jarum dan semprit arteri yang tidak pada tempatnya atau kotor.
Organisme lain ditemukan pada pecandu heroin dan kelainan oportunistik
pada pasien dengan mekanisme immune defence compromised . Pasien
dengan sickle-cell disease mudah terinfeksi Salmonella.1,5
II.3.3. Epidemiologi
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatus
adalah sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien
dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah
trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien dengan DM). insidensi
osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk.
Osteomielitis hematogen akut banyak ditemukan pada anak-anak, anak laki-
laki lebih sering terkena dibanding perempuan (3:1). Tulang yang sering
terkena adalah tulang panjang dan tersering adalah femur, tibia, humerus,
radius, ulna, fibula. Pada dewasa infeksi hematogen biasanya paling banyak
pada tulang vertebra dibandingkan tulang panjang.1,5,7
Orang dewasa terkena karena menurunnya pertahanan tubuh karena
kelemahan, penyakit ataupun obat-obatan. Diabetes juga berhubungan dengan
osteomielitis, imunosupresi sementara baik yang didapat ataupun di induksi
meningkatkan faktor predisposisi, trauma menentukan tempat infeksi,
kemungkinan disebabkan oleh hematom kecil atau terkumpulnya cairan di
tulang.1,5,7
Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal
ke jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis,
dengan rasa nyeri dan kecacatan; amputasi ekstremitas yang terlibat; infeksi
umum; atau sepsis. Sebanyak 10-15% pasien dengan osteomielitis vertebral
P a g e | 12
mengembangkan temuan neurologis atau kompresi corda spinalis. Sebanyak
30% dari pasien anak dengan osteomielitis tulang panjang dapat berkembang
menjadi trombosis vena dalam (DVT). Perkembangan DVT juga dapat
menjadi penanda adanya penyebarluasan infeksi.1,5,7
Komplikasi vaskular tampaknya lebih umum dijumpai dengan
Staphylococcus aureus yang resiten terhadap methacilin yang didapat dari
komunitas (Community-Acquired Methicillin-Resistant Staphylococcus
Aureus / CA-MRSA) dari yang sebelumnya diakui.1,5,7
1. Mortalitas
Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis atau
keberadaan kondisi medis berat yang mendasari.
2. Ras
Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan ras.
3. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa
kanak-kanak, memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada
orang dewasa.
4. Usia
Secara umum, osteomielitis memiliki distribusi usia bimodal.
Osteomielitis akut hematogenous merupakan suatu penyakit primer pada
anak. Trauma langsung dan fokus osteomielitis berdekatan lebih sering
terjadi pada orang dewasa dan remaja dari pada anak. Osteomielitis
vertebral lebih sering pada orang tua dari 45 tahun.
P a g e | 13
II.3.4. Patogenesis
Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa
cara. Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung,
melalui penyebaran hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari
struktur lain yang jauh, atau selama pembedahan dimana jaringan tubuh
terpapar dengan lingkungan sekitarnya.1,5,6,7
Osteomielitis hematogen adalah penyakit masa kanak-kanak yang
biasanya timbul antara usia 5 dan 15 tahun. Ujung metafisis tulang panjang
Gambar 2.5. Etiologi dan prevalensi osteomielitis
P a g e | 14
merupakan tempat predileksi untuk osteomielitis hematogen. Diperkirakan
bahwa end-artery dari pembuluh darah yang menutrisinya bermuara pada
vena-vena sinusoidal yang berukuran jauh lebih besar, sehingga
menyebabkan terjadinya aliran darah yang lambat dan berturbulensi pada
tempat ini. Kondisi ini mempredisposisikan bakteri untuk bermigrasi melalu
celah pada endotel dan melekat pada matriks tulang. Selain itu, rendahnya
tekanan oksigen pada daerah ini juga akan menurunkan aktivitas fagositik
dari sel darah putih. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan
ciri aliran darah yang lamban tidak ada lagi. Sehingga osteomielitis
hematogen pada orang dewasa merupakn suatu kejadian yang jarang terjadi. 1,4,5,6,7
Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh
darah lokal yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular
yang kemudian berkembang menjadi abses. Akumulasi pus dan peningkatan
tekanan lokal akan menyebarkan pus hingga ke korteks melalui sistem Havers
dan kanal Volkmann hingga terkumpul dibawah periosteum menimbulkan
rasa nyeri lokalisata di atas daerah infeksi. Abses subperiosteal kemudian
akan menstimulasi pembentukan involukrum periosteal (fase kronis). Apabila
pus keluar dari korteks, pus tersebut akan dapat menembus soft tissues
disekitarnya hingga ke permukaan kulit, membentuk suatu sinus drainase.1,5,6,7
Faktor-faktor sistemik yang dapat mempengaruhi perjalanan klinis
osteomielitis termasuk diabetes mellitus, immunosupresan, penyakit
imundefisiensi, malnutrisi, gangguan fungsi hati dan ginjal, hipoksia kronik,
dan usia tua. Sedangkan faktor-faktor lokal adalah penyakit vaskular perifer,
penyakit stasis vena, limfedema kronik, arteritis, neuropati, dan penggunaan
rokok.1,5,6,7
P a g e | 15
Gambar 2.6. Patogenesis osteomielitis
P a g e | 16
II.3.5. Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan
ostemielitis. Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari
timbulnya gejala : akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi
dengan adanya onset penyakit dalam 7-14 hari. Infeksi akut umumnya
berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun, pada dewasa juga
dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah pemasangan
prosthesa dan sebagainya.1,5
Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan.
Sedangkan osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan
klinisnya terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya
nekrosis tulang pada episentral yang disebut sekuester yang dibungkus
involukrum.1,5
Sistem klasifikasi lainnya dikembangkan oleh Waldvogel yang
mengkategorisasikan infeksi muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan
kronisitasnya : hematogen, penyebaran kontinyu (dengan atau tanpa penyakit
vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi hematogen dan kontinyu dapat
bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan adanya
trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya seperti
ulkus diabetikum.1,5
Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis
yang diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan
status fisiologis dari penderitanya. Stadium 1 – medular, stadium 2 – korteks
superfisial, stadium 3 – medular dan kortikal yang terlokalisasi, dan stadium
4 – medular dan kortikal difus.1,5
II.3.6. Manifestasi Klinis
1. Osteomielitis hematogenik akut
Osteomielitis akut hematogen merupakan infeksi serius yang
biasanya terjadi pada tulang yang sedang tumbuh. Penyakit ini disebut
P a g e | 17
sebagai osteomielitis primer karena kuman penyebab infeksi masuk ke
tubuh secara langsung dari infeksi lokal di daerah orofaring, telinga, gigi,
atau kulit secara hematogen. Berbeda dengan osteomielitis primer, infeksi
osteomielitis sekunder berasal dari infeksi kronik jaringan yang lebih
superfisial seperti ulkus dekubitum, ulkus morbus hensen ulkus tropikum,
akibat fraktur terbuka yang mengalami infeksi berkepanjangan, atau dari
infeksi akibat pemasangan protesis sendi.1,4,5
Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis
tulang panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses
inflamasi akan menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus yang
menghalangi aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut
mengalami iskemi dan nekrosis. Bila terapi tidak memadai, osteolisis akan
terus berlangsung sehingga kuman dapat menyebar keluar ke sendi dan
sirkulasi sistemik dan menyebabkan sepsis. Penyebaran ke arah dalam
akan menyebabkan infeksi medula dan dapat terjadi abses yang akan
mencari jalan keluar sehingga membentuk fistel. Bagian tulang yang mati
akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut sebagai sekuester.
Sekuester meninggalkan rongga yang secara perlahan membentuk dinding
tulang baru yang terus menguat untuk mempertahankan biomekanika
tulang. Rongga ditengah tulang ini disebut involukrum.1,5
Penderita kebanyakan adalah anak laki-laki. Lokasi infeksi
tersering adalah di daerah metafisis tulang panjang femur, tibia, humerus,
radius, ulna dan fibula. Daerah metafisis menjadi daerah sasaran infeksi
diperkirakan karena : 1) daerah metafisis merupakan daerah pertumbuhan
sehingga sel-sel mudanya rawan terjangkit infeksi; 2) dan metafisis kaya
akan rongga darah sehingga risiko penyebaran infeksi secara hematogen
juga meningkat; 3) pembuluh darah di metafisis memiliki struktur yang
unik dan aliran darah di daerah ini melambat sehingga kuman akan
berhenti di sini dan berproliferasi.1,5
Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi
akut, diiawali dengan nyeri lokal hebat yang terasa berdenyut. Nyeri
biasanya terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di
P a g e | 18
dekatnya. Sebagai contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut,
maka sendi panggul juga harus dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita
biasanya akan menghindari menggunakan bagian tubuh yang terkena
infeksi.1,5
Pada pemeriksaan biasanya ditemukan nyeri tekan lokal dan
pergerakan sendi yang terbatas, namun edema dan kemerahan jarang
ditemukan. Dapat pula disertai gejala sistemik seperti demam, menggigil,
letargi, dan nafsu makan menurun pada anak. Nyeri terus menghebat dan
disertai pembengkakakn. Setelah beberapa hari, infeksi yang keluar dari
tulang dan mencapai subkutan akan menimbulkan selulitis sehingga kulit
akan menjadi kemerahan. Oleh karenanya, setiap selulitis pada bayi
sebaiknya dicurigai dan diterapi sebagai osteomielitis sampai terbukti
sebaliknya.1,5,8
Pada pemeriksaan laboratorium darah, dijumpai leukositosis
dengan predominasi sel-sel PMN, peningkatan LED dan protein reaktif-C
(CRP). Aspirasi dengan jarum khusus untuk membor dilakukan untuk
memperoleh pus dari subkutan, subperiosteum, atau fokus infeksi di
metafisis. Foto polos pada awal gejala didapatkan hasil yang negatif.
Seminggu setelah itu dapat ditemukan adanya lesi radiolusen dan elevasi
periosteal. Sklerosis reaktif tidak ditemukan karena hanya terjadi pada
infeksi kronis. Presentasi radiologi dari Osteomielitis hematogen akut
mirip dengan gambaran neoplasma seperti Leukimia limfositik akut,
Ewing’s sarkoma, dan histiositosis Langerhans’. Karena itu, dibutuhkan
biopsi untuk menentukan diagnosis pasti. Kelainan tulang baru tampak
Gambar 2.7. Osteomielitis hematogen akut
P a g e | 19
pada foto rongent akan tampak 2-3 minggu. Pada awalnya tampak reaksi
periosteum yang diikuti dengan gambaran radiolusen ini baru akan tampak
setelah tulang kehilangan 40-50% masa tulang. MRI cukup efektif dalam
mendeteksi osteomielitis dini, sensitivitasnya 90-100%. Skintigrafi tulang
tiga fase dengan teknisium dapat menemukan kelainan tulang pada
osteomielitis akut, skintigrafi tulang khusus juga dapat dibuat dengan
menggunakan leukosit yang di beri label galium dan indium.1,5,8
Osteomielitis akut harus diterapi secara agresif agar tidak menjadi
osteomielitis kronik. Diberikan antibiotik parenteral berspektrum luas
berdosis tinggi selama 4-6 minggu. Selain obat-obatan simtomatik untuk
nyeri, pasien sebaiknya tirah baring dengan memperhatikan kelurusan
tungkai yang sakit dengan mengenakan bidai atau traksi guna mengurangi
nyeri, mencegah kontraktur, serta penyebaran kuman lebih lanjut. Bila
setelah terapi intensif 24 jam tidak ada perbaikan, dilakukan pengeboran
tulang yang sakit di beberapa tempat untuk mengurangi tekanan
intraoseus. Cairan yang keluar dapat dikultur untuk menentukan antibiotik
yang lebih tepat.1,5,8
Diagnosis banding pada masa akut yaitu demam reumatik, dan
selulitis biasa. Setelah minggu pertama, terapi antibiotik dan analgetik
sudah diberikan sehingga gejala osteomielitis akut memudar. Gambaran
rongent pada masa ini berupa daerah hipodens di daerah metafisis dan
reaksi pembentukan tulang subperiosteal. Gambaran rongent dan klinis
yang menyerupai granuloma eosinofilik, tumor Ewing, dan osteosarkoma.
Komplikasi dini osteomielitis akut yaitu berupa abses, atritis septik,
hingga sepsis, sedangkan komplikasi lanjutnya yaitu osteomielitis kronik,
kontraktur sendi, dan gangguan pertumbuhan tulang.1,5,8
2. Osteomielitis Subakut
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik.
Infeksi ini biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah
dan tidak memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran
radiologis yang merupakan kombinasi dari gambaran akut dan kronis.
Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi
P a g e | 20
periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona
sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila osteomielitis subakut
mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit membedakannya
dengan Histiositosis Langerhans atau Ewing’s Sarcoma.1,5,8
Brodie Abses
Lesi ini, awalnya ditemukan oleh Brodie pada tahun 1832,
merupakan bentuk lokal osteomielitis subakut, dan sering disebabkan
oleh Staphylococcus aureus. Insiden tertinggi (sekitar 40%) pada
dekade kedua. Lebih dari 75% kasus terjadi pada pasien laki-laki.
Onset ini sering membahayakan, dan untuk manifestasi sistemik pada
umumnya ringan atau tidak ada. Abses, biasanya terlokalisasi di
metaphysis dari tibia atau tulang paha, dan dikelilingi oleh sclerosis
reaktif. Sesuai teori tidak terdapatnya sekuester, namun gambaran
radiolusen mungkin akan terlihat dari lesi ke lempeng epifisis. Abses
tulang mungkin menyebrang ke lempeng epifisis namun jarang
terlokalisir.1,5,8
3. Osteomielitis Kronik
Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan
subakut yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen,
iatrogenik, atau akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali
berhubungan dengan implan logam ortopedi yang digunakan untuk
mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan
Gambar 2.8. Osteomielitis subakut
P a g e | 21
hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat
perkembangan bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit
dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan tulang mati tersebut
harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi. Gejala klinisnya
dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase pus atau
fistel, malaise, dan fatigue. Penderita osteomielitis kronik mengeluhkan
nyeri lokal yang hilang timbul disertai demam dan adanya cairan yang
keluar dari suatu luka pascaoperasi atau bekas fraktur. Pemeriksaan
rontgen memperlihatkan gambaran sekuester dan penulangan baru.1,5,8
Penangan osteomielitis kronik yaitu debridemant untuk
mengeluarkan jaringan nekrotik dalam ruang sekuester, dan penyaliran
nanah. Pasien juga diberikan antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur.
Involukrum belum cukup kuat untuk menggantikan tulang asli yang telah
hancur menjadi sekuester sehingga ekstrimitas yang sakit harus dilindungi
oleh gips untuk mencegah patah tulang patologik, dan debridement serta
sekuesterektomi ditunda sampai involukrum menjadi kuat.1,5,8
Chronic Recuiment Multifocal Osteomielitis
Pada dasarnya hal ini sudah menjadi pembahasan umum bahwa
orang yang sudah terkena penyakit osteomielitis akan sulit untuk sembuh.
Walaupun sudah diberikan antibiotik yang bagus. Hal ini dikaitkan dari
pathogenesis osteomielitis itu sendiri. Kuman yang masuk ke dalam tubuh
melalui hematogen menyebabkan suatu kondisi untuk mempredisposisikan
bakteri bermigras melalui celah endotel dan melekat pada matriks tulang.
Selain itu rendahnya tekanan oksigen pada daerah ini juga akan
menurunkan aktivitas fagositik dari sel darah putih. Infeksi hematogen ini
akan menyebabkan terjadinya thrombosis pembuluh darah local yang pada
akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang kemudian akan
menjadi abses. Pada awalnya terjadi inflamasi kecil di daerah metafisis
tulang panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses
inflamasi akan menyebabkan peningkatan intraoseus yang menghalangi
aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami
nekrosis dan iskemi. Sehingga akan terbentuknya sekuster. Sekuester yang
P a g e | 22
berada di lingkungan yang avaskular dan nekrotik akan menjadi tempat
yang menguntungkan untuk berkembangbiak bakteri. Dimana tempat
avaskular tersebut tidak mampu dijangkau oleh antibiotik dan sel-sel
fagositik. Setelah fase akut terlewati, tidak menutup kemungkinan untuk
muncul sequelae infeksi di tulang dari sequestrumnya yang belum tuntas.
Karena orang yang terkena penyakit osteomielitis biasanya pada orang-
orang yang memiliki immunokompremise.1
II.3.7. Pemeriksaan Penunjang
II.3.7.1. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya
pergeseran ke kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit
polimorfonuklear. Tingkat C-reaktif protein biasanya tinggi dan
nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih berguna daripada laju
endapan darah (LED) karena menunjukan adanya peningkatan LED
pada permulaan. LED biasanya meningkat (90%), namun, temuan ini
secara klinis tidak spesifik. CRP dan LED memiliki peran terbatas
dalam menentukan osteomielitis kronis seringkali didapatkan hasil yang
normal.1,5,8
Gambar 2.9. Osteomielitis kronik
P a g e | 23
2. Kultur
Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak
berkorelasi dengan bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan
memiliki penggunaan yang terbatas. Darah hasil kultur, positif pada
sekitar 50% pasien dengan osteomielitis hematogen. Bagaimanapun,
kultur darah positif mungkin menghalangi kebutuhan untuk prosedur
invasif lebih lanjut untuk mengisolasi organisme. Kultur tulang dari
biopsi atau aspirasi memiliki hasil diagnostik sekitar 77% pada semua
studi.1,5,8
II.3.7.2. Pemeriksaan Radiologis
1. Foto polos
Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan radiograf. 3-5 hari setelah terinfeksi terdapat adanya
edema jaringan lunak. Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area
osteopeni, yang mengawali destruksi cancellous bone. Seiring
berkembangnya infeksi, reaksi periosteal akan tampak, dan area
destruksi pada korteks tulang tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik
diidentifikasi dengan adanya detruksi tulang yang masif dan adanya
involukrum, yang membungkus fokus sklerotik dari tulang yang
nekrotik yaitu sequestrum. Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat
dilihat pada radiograf kecuali apabila terdapat edema. Pengecualian
lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang menghasilkan udara yang
menyebabkan terjadinya ‘gas gangrene’. Udara pada jaringan lumak ini
dapat dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan udara usus pada
foto abdomen. Dengan 28 harim 90 % pasien menunjukkan beberapa
kelainan. Sekitar 40-50% kehilangan fokus tulang yang menyebabkan
terdeteksinya lusensi pada film biasa.1,5,8
P a g e | 24
Gambar 2.10. Lesi destruksi dan reaksi periosteal pada osteomielitis akut
Gambar 2.11. Osteomielitis pada tulang metacarpal digiti 2
2. Ultrasound
Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan
untuk mengevaluasi pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul.
Teknik sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak
dengan osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan perubahan
sejak 1-2 hari setelah timbulnya gejala. Kelainan termasuk abses jaringan
lunak atau kumpulan cairan dan elevasi periosteal. Ultrasonografi
memungkinkan untuk petunjuk ultrasound aspirasi. Tidak memungkinkan
untuk evaluasi korteks tulang.1,5,8
P a g e | 25
3. Radionuklir
Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini
sangat sensitif namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang.
Umumnya, infeksi tidak bisa dibedakan dari neoplasma, infark, trauma,
gout, stress fracture, infeksi jaringan lunak, dan artritis. Namun,
radionuklir dapat membantu untuk mendeteksi adanya proses infeksi
sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan.1,5,8
1.
Gambar 2.12. Gambaran akumulasi radioaktif pada ankle kanan,
karakteristik pada osteomielitis
4. CT Scan
CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal, pergeseran
dan kelainan intracortical. Hal ini tidak direkomendasikan untuk
penggunaan rutin untuk mendiagnosis osteomielitis tetapi sering menjadi
pilihan pencitraan ketika MRI tidak tersedia.1,5,8
CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk
mengidentifikasi sequestra pada osteomielitis kronik. Sequestra akan
tampak lebih radiodense dibanding involukrum disekelilingnya.1,5,8
Gambar 2.13. CT-scan osteomielitis kaput femoralis kanan.
P a g e | 26
5. MRI
MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis.
Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan
radiografi polos, CT, dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai
pencitraan pilihan. Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi
positron (PET) scanning memiliki akurasi yang mirip dengan MRI.1,5,8
II.3.8. Diagnosis Banding
Osteomielitis mudah didiagnosis secara klinis, pemeriksaan radiologis dan
tambahan seperti CT dan MRI jarang diperlukan. Namum demikian,
seringkali osteomielitis memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan yang
lain. Khususnya dalam keadaan akut, gejala klinis yang muncul sama seperti
pada histiocytosis sel Langerhans atau sarcoma Ewing. Perbedaan pada setiap
masing-masing kondisi dari jaringan lunak. Pada osteomielitis, jaringan lunak
Gambar 2.14. MRI osteomielitis
P a g e | 27
terjadi pembengkakan yang difus. Sedangkan pada sel langerhan histiocytosis
tidak terlihat secara signifikan pembengkakan jaringan lunak atau massa.
Sedangkan pada ewing sarkoma pada jaringan lunaknya terlihat sebuah
massa. Durasi gejala pada pasien juga memainkan peranan penting untuk
diagnostik. Untuk sarkoma ewing dibutuhkan 4-6 bulan untuk
menghancurkan tulang sedangkan osteomielitis 4-6 minggu dan histiocytosis
sel langerhans hanya 7-10 hari.1,5,8
II.3.9. Penatalaksanaan
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan
pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan.
Karena Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka
antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan
darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi
intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring,
keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila
demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis biasanya
terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan
perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.1,5,6,8
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu
untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan
CRP yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan
mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-
Reactive Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh
hati sebagai respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan.
Inflamasi merupakan proses dimana tubuh memberikan respon terhadap
injury. Jumlah CRP akan meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya
inflamasi dan selama proses inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga
pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan petanda untuk mendeteksi
adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian, pemeriksaan Hs-CRP
dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat dibandingkan pemeriksaan
P a g e | 28
Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anak-anak yang sulit untuk
mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk pemeriksaan LED.1,5,6,8
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk
darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur
dengan memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam.
Makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-
nya. Tinggi ringannya nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh
keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada
keadaan seperti kehamilan (35 mm/jam), menstruasi, TBC paru-paru (65
mm/jam) dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan kerusakan
jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih termasuk pemeriksaan penunjang
yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila dilakukan secara berulang laju
endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti
tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat
menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan
sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang
menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.1,4,5,6,8
Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:
Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat
Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat
baik dan penting untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara
cepat (6-7 jam setelah inflamasi)
Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika
terjadi perbaikan sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan
menurun secara lambat sesuai dengan waktu paruhnya.
Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan
menilai efikasi terapi antibiotika.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang
yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik
diangkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin
fisiologis steril. Terapi antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik,
antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridement bedah. Dilakukan
P a g e | 29
sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah
dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang
untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal
(saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat
supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen. Pada beberapa kasus,
infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik
adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah
dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan.
Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang
terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat
mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. Indikasi dilakukannya
pembedahan ialah:1,5,6,8
1. Adanaya sequester
2. Adanya abses
3. Rasa sakit yang hebat
4. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma
Epidermoid).
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan
grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk
mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan
salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan
pemberian irigasi ini.1,5,6,8
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan
darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi
infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk
menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang,
kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau
P a g e | 30
alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang
terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah
cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.1,5,6,8
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh :
1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme
penyebabnya
2. Dosis yang tidak adekuat
3. Lama pemberian tidak cukup
4. Timbulnya resistensi
5. Kesalahan hasil biakan
6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
7. Kesalahan diagnostic
8. Pada pasien yang imunokempromaise
II.3.10. Komplikasi1,5
Komplikasi dari osteomielitis antara lain:
1. Kematian tulang (osteonekrosis)
2. Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang,
menyebabkan kematian tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas,
kemungkinan harus diamputasi untuk mencegah terjadinya penyebaran
infeksi.
3. Arthritis septik
4. Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias menyebar ke dalam
sendi di dekatnya.
5. Gangguan pertumbuhan
Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada
daerah yang lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung tulang
panjang pada lengan dan kaki. Pertumbuhan normal dapat terganggu pada
tulang yang terinfeksi.
6. Kanker kulit
P a g e | 31
Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang
menyebabkan keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko tinggi
terkena karsinoma sel skuamosa.
7. Abses tulang
8. Bakteremia
9. Fraktur
10. Selulitis
II.3.11. Prognosis
Setelah mendapatkan terapi, umumnya osteomielitis akut menunjukkan
hasil yang memuaskan. Prognosis osteomielitis kronik umumnya buruk
walaupun dengan pembedahan, abses dapat terjadi sampai beberapa minggu,
bulan atau tahun setelahnya. Amputasi mungkin dibutuhkan, khususnya pada
pasien dengan diabetes atau berkurangnya sirkulasi darah. Pada penderita yang
mendapatkan infeksi dengan penggunaan alat bantu prostetik perlu dilakukan
monitoring lebih lanjut. Mereka perlu mendapatkan terapi antibiotik profilaksis
sebelum dilakukan operasi karena memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
mendapatkan osteomielitis.1,5
P a g e | 32
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Osteomielitis merupakan infeksi tulang ataupun sumsum tulang, biasanya
disebabkan oleh bakteri piogenik atau mikobakteri. Osteomielitis bisa
mengenai semua usia tetapi umumnya mengenai anak-anak dan orang tua.
Oteomielitis umumnya disebabkan oleh bakteri, diantaranya dari species
staphylococcus dan stertococcus. Selain bakteri, jamur dan virus juga dapat
menginfeksi langsung melalui fraktur terbuka. Tibia bagian distal, femur
bagian distal, humerus, radius dan ulna bagian proksimal dan distal, vertebra,
maksila, dan mandibula merupakan tulang yang paling beresiko untuk terkena
osteomielitis karena merupakan tulang yang banyak vaskularisasinya.
Berdasarkan lama infeksi, osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu:
osteomielitis akut, sub akut dan kronis. Gambaran klinis terlihat daerah diatas
tulang bisa mengalami luka dan membengkak, dan pergerakan akan
menimbulkan nyeri. Osteomielitis menahun sering menyebabkan nyeri tulang,
infeksi jaringan lunak diatas tulang yang berulang dan pengeluaran nanah yang
menetap atau hilang timbul dari kulit. Pengeluaran nanah terjadi jika nanah dari
tulang yang terinfeksi menembus permukaan kulit dan suatu saluran (saluran
sinus) terbentuk dari tulang menuju kulit.
Oteomielitis didiagnosis banding dengan osteosarkoma dan Ewing
sarkoma sebab memiliki gambaran radiologik yang mirip. Gambaran
radiologik osteomielitis baru terlihat setelah 10-14 hari setelah infeksi, yang
akan memperlihatkan reaksi periosteal, sklerosis, sekuestrum dan involikrum.
Penatalaksanaan osteomielitis harus secara komprehensif meliputi
pemberian antibiotika selama 2-4 minggu, pembedahan, dan konstruksi
jaringan lunak, kulit, dan tulang. Prognosis osteomielitis bergantung pada lama
perjalanan penyakitnya, untuk yang akut prognosisnya umumnya baik, tetapi
yang kronis umumnya buruk. Tingkat mortalitas osteomielitis adalah rendah,
kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari.
P a g e | 33
III.2. Saran
Dengan adanya referat yang berjudul osteomielitis ini, diharapkan kepada
para calon dokter, dokter dan tenaga medis lainnya untuk dapat lebih mengenali
mengenai osteomielitis baik mengenai tanda dan gejala dari osteomielitis maupun
penanganan yang dilakukan untuk mengatasi keadaan tersebut sesuai dengan
kriteria klinis yang tepat dan sesuai pada pasien tersebut, hal ini sangat penting
dilakukan mengingat risiko perburukan keadaan yang sangat cepat pada penderita
dengan osteomielitis serta penentuan dalam penanganan yang membutuhkan
tindakan yang cepat dan tepat.
P a g e | 34
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumar, Cotran Robins. 2005. Patologi Anatomi, Edisi 2.. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
2. Junqueira L., Carneiro J., 2007, Histologi Dasar Teks & Atlas, Edisi 10.
Pernerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta
3. Moore K., Agur A., 2002, Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta
4. Nugroho E., 1995, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, ED. 7, hal
281-282, WidyaMedika, Indonesia
5. Rasjad C., 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. PT. Yarsif Watampone.
Jakarta
6. Carek, J Peter. 2001. Diagnosis and Management of Osteomyelitis. Available
from : http://www.aafp.org/afp/2001/0615/p2413.html [Accessed : 2013, 12
October]
7. Roy, Mayank. Jeremy S. 2012. Pathophysiology and Pathogenesis of
Osteomyelitis. Available from: http://www.intechopen.com/books/
osteomyelitis/pathophysiology-and-pathogenesis [Accessed : 2013, 12
October]
8. Osteomyelitis: Detection and treatment. Available from:
http://reference.medscape.com/features/slideshow/ osteomyelitis [Accessed :
2013, 12 October]