46
7 BAB 2 LANDASAN TEORIdan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepemimpinan Dalam kenyataannya para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, kesulitan kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi.Untuk mencapai semua itu seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam melakukan pengarahan pada bawahannya untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Menurut Rivai (2004, p.2) Kepemimpinan (Leadership) adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut Werren Bennis (2004, p.74) Kepemimpinan adalah kapasitas untuk menerjemahkan visi dalam realita. Dengan kata lain kepemimpinan berarti turut melibatkan orang lain dan lebih mengutamakan visi diatas segalanya, baru kemudian pada langkah pelaksanaannya. Menurut Hughes (2002, p.32) Kepemimpinan berarti mempengaruhi orang- orang lain untuk mengambil tindakan, artinya seorang pemimpin harus berusaha mempengaruhi pengikutnya dengan berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukuman, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan sebuah visi. Dengan demikian, seorang pemimpin dapat dipandang efektif apabila dapat membujuk para pengikutnya untuk meninggalkan kepentingan pribadi mereka demi keberhasilan organisasi. Jadi, kesimpulan yang bisa diambil dari pengertian kepemimpinan itu adalah proses yang mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut – pengikutnya lewat proses

BAB 2 LANDASAN TEORIdan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 …thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00621 -mn bab 2.pdftanggung jawab dalam memadukan seluruh kegiatan dan mencapai tujuan organisasi

  • Upload
    lydang

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 2

LANDASAN TEORIdan KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kepemimpinan

Dalam kenyataannya para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan

kerja, kesulitan kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi.Untuk

mencapai semua itu seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan dan keterampilan

kepemimpinan dalam melakukan pengarahan pada bawahannya untuk mencapai tujuan

suatu organisasi.

Menurut Rivai (2004, p.2) Kepemimpinan (Leadership) adalah proses mempengaruhi

atau memberi contoh kepada pengikut pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya

mencapai tujuan organisasi.

Menurut Werren Bennis (2004, p.74) Kepemimpinan adalah kapasitas untuk

menerjemahkan visi dalam realita. Dengan kata lain kepemimpinan berarti turut melibatkan

orang lain dan lebih mengutamakan visi diatas segalanya, baru kemudian pada langkah

pelaksanaannya.

Menurut Hughes (2002, p.32) Kepemimpinan berarti mempengaruhi orang- orang

lain untuk mengambil tindakan, artinya seorang pemimpin harus berusaha mempengaruhi

pengikutnya dengan berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi,

menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukuman,

restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan sebuah visi. Dengan demikian, seorang

pemimpin dapat dipandang efektif apabila dapat membujuk para pengikutnya untuk

meninggalkan kepentingan pribadi mereka demi keberhasilan organisasi.

Jadi, kesimpulan yang bisa diambil dari pengertian kepemimpinan itu adalah proses

yang mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut – pengikutnya lewat proses

komunikasi serta tindakan dalam upaya mencapai tujuan organisasi, serta dapat

mempengaruhi pengikutnya untuk meninggalkan kepentingan pribadi mereka demi

keberhasilan suatu tujuan tersebut.

2.1.2 Gaya Kepemimpinan

Gaya Kepemimpinan adalah suatu norma perilaku yang digunakan oleh seseorang

pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat

(Thoha, 2003, p.303)

Menurut Hersey dan Blanchard (2004, p.114), Gaya Kepemimpinan terdiri dari

kombinasi perilaku tugas dan perilaku hubungan. Perilaku tugas dimaksudkan sebagai kadar

upaya pemimpin mengorganisasi dan menetapkan peranan anggota kelompok (pengikut),

menjelaskan aktivitas setiap anggota serta kapan, dimana, dan bagaimana cara

menyelesaikannya, dicirikan dengan upaya menetapkan pola organisasi, saluran komunikasi

dan cara penyelesaian pekerjaan secara rinci dan jelas. Sedangkan perilaku hubungan

merupakan kadar upaya pemimpin membina hubungan pribadi diantara mereka sendiri dan

dengan para anggota kelompok mereka (pengikut) dengan membuka saluran komunikasi

dan menyediakan dukungan sosio emosi, psikologis, dan pemudahan perilaku.

Dari penjelasan – penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan

adalah perilaku yang dilakukan dan ditunjukkan oleh seorang pemimpin didalam memberikan

pengarahan dan bimbingan terhadap bawahannya dengan rasa mempercayai bawahan juga

memuat bagaimana cara pemimpin bekerja sama dengan bawahannya dalam mengambil

keputusan, pembagian tugas dan wewenang, bagaimana cara berkomunikasi dan

berinteraksi dan bagaimana hubungan yang tercipta diantara pemimpin dan bawahannya

tersebut.

2.1.2.1 Tanggung Jawab dan Wewenang Kepemimpinan

Tanggung jawab kepemimpinan menurut Ranupandojo dengan mengutip pendapat

Miljus (2001, p.218), menyatakan bahwa tanggung jawab pemimpin :

a. Menetukan tujuan pelaksanaan kerja realitas (dalam arti kuantitas, kualitas,

keamanan, dan sebagainya).

b. Melengkapi para karyawan dengan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan

tugasnya.

c. Mengkomunikasikan pada karyawan tentang apa yang diharapkan oleh mereka.

d. Memberikan susunan imbalan atau hadiah yang sepadan untuk mendorong prestasi.

e. Mendelegasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang partisipasi apabila

memungkinkan.

f. Menghilangkan hambatan untuk pelaksanaan pekerjaan yang efektif.

g. Menilai pelaksanaan pekerja dan mengkomunikasikan hasilnya.

h. Menunjukkan perhatian kepada bawahan, yang penting dalam hal ini adalah

tanggung jawab dalam memadukan seluruh kegiatan dan mencapai tujuan

organisasi tersebut secara harmonis, sehingga tercapainya tujuan organisasi yang

efektif dan efisien.

2.1.2.2 Ciri – Ciri Indikator Kepemimpinan

Menurut Davis yang dikutip oleh Reksohadiprojo dan Handoko (2003, p.290-291), ciri

– ciri utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah :

1. Kecerdasan (Intelligence)

2. Penelitian penelitian pada umunya menunjukkan bahwa seorang pemimpin yang

mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dari pada pengikutnya, tetapi

tidak sangat berbeda.

3. Kedewasaan, sosial dan hubungan sosial yang luas (Social Maturity and Breadht)

10 

4. Pemimpin cenderung, mempunyai emosi yang stabil dan dewasa serta matang,

serta mempunyai kegiatan dan perhatian yang luas.

5. Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi.

6. Pemimpin secara relatif mempunyai motivasi dan dorongan berprestasi yang

tinggi, mereka bekerja keras lebih untuk nilai intrinsik.

7. Sikap – sikap hubungan manusiawi

8. Seorang pemimpin yang sukses akan mengakui harga diri dan martabat pengikut

pengikutnya, mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi pada

bawahannya.

9. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin harus

mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dari pada bawahannya dan

mempunyai motivasi dan dorongan berprestasi yang tinggi pula.

Di samping itu untuk melihat gaya kepemimpinan seorang pemimpin dapat dilihat

melalui indikator tersebut.

Menurut Siagian (2002, p.121), beberapa indikator dapat dilihat sebagai berikut :

- Iklim saling mempercayai

- Penghargaan terhadap ide bawahan

- Memperhitungkan perasaan para bawahan

- Perhatian pada kenyamanan kerja bagi para bawahan

- Perhatian pada kesejahteraan bawahan

- Memperhitungkan faktor kepuasan kerja para bawahan dalam menyelesaikan

tugas - tugas yang dipercayakan kepadanya

- Pengakuan atas status para bawahan secara tepat dan profesional

11 

2.1.2.3 Peranan Kepemimpinan

Menurut pendapat Stodgill, yang dikutip oleh Sugandha (2001, p.99), beberapa

peranan yang harus dimiliki :

1. Integration,yaitu tindakan - tindakan yang mengarah pada peningkatan

koordinasi.

2. Communication, yaitu tindakan – tindakan yang mengarah pada meningkatnya

saling pengertian, penyebaran informasi (Transmission of Information).

3. Product Emphasis, yaitu tindakan – tindakan yang berorientasi pada volume

pekerjaan yang dilakukan.

4. Fraternization, yaitu tindakan – tindakan yang menjadikan pemimpin bagian dari

kelompok.

5. Organization, yaitu tindakan – tindakan yang mengarah pada perbedaan dan

penyesuaian dari pada tugas - tugas.

6. Evaluation, yaitu tindakan – tindakan yang berkenaan dengan pendistribusian

ganjaran- ganjaran atau hukuman - hukuman.

7. Innitation, yaitu tindakan - tindakan yang menghasilkan perubahan - perubahan

pada kegiatan organisasi.

8. Domination, yaitu tindakan – tindakan yang menolak pemikiran pemikiran

seseorang atau anggota kelompok.

2.1.2.4 Tipe Gaya Kepemimpinan

Secara relatif ada 3 macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu Otokratis,

Demokratis, Laissez-Faire.Kebanyakan manager menggunakan ketiganya pada sewaktu –

waktu, tetapi gaya yang paling sering digunakan akan dapat dipakai untuk membedakan

seorang manager sebagai pemimpin yang Otokratis, Demokratis, atau Laissez-Faire. Menurut

12 

White dan Lippid yang dikutip oleh Reksohadiprojo dan Handoko (2001, p.298),

mengemukakan 3 tipe Kepemimpinan, yaitu antara lain :

1. Otokratis

a. Semua penetuan kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin.

b. Teknik – teknik dan langkah – langkah yang diatur oleh atasan setiap waktu,

sehingga langkah – langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkat

yang luas.

c. Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerja bersama setiap

anggota.

d. Pemimpin cenderung menjadi “pribadi” dalam pujian dan kecamannya terhadap

kerja setiap anggota, mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila

menunjukkan keahliannya.

2. Demokratis

a. Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil

dengan dorongan dan bantuan dari kelompok.

b. Kegiatan – kegiatan didiskusikan, langkah – langkah umum untuk tujuan

kelompok dibuat dan bila dibutuhkan petunjuk – petujuk teknis, pemimpin

menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.

c. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian

tugas ditentukan oleh kelompok.

d. Pemimpin adalah objektif atau “Fack- Mainded”. Dalam pujian dan kecamannya

dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat

tanpa melakukan banyak pekerjaan.

3. Laissez- Faire

a. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi

minimal dari pemimpin.

13 

b. Bahan – bahan yang bermacam – macam disediakan oleh pemimpin yang

membuat orang selalu siap bila dia akan memberikan informasi pada saat

ditanya. Tidak mengambil bagian dari diskusi kerja.

c. Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penetuan tugas.

d. Kadang- kadang memberi komentar sponsor terhadap kegiatan anggota atau

pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.

Menurut W.J.Reddin dalam artikelnya What Kind of Manager, dan dikutip oleh

Wahjosumidjo (Dep.P&K, Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai 1982) sebagaimana

dikutip oleh Kartini Kartono (2006, p.34), menetukan watak dan tipe pemimpin atas 2

pola dasar, yaitu :

- Berorientasi pada tugas (Task Orientation)

- Berorientasi hubungan kerja (Relationship Orientation)

2.1.2.5 Syarat- Syarat Kepemimpinan

Seorang pemimpin bukanlah hanya seorang yang dapat memimpin saja, tetapi harus

dikembangkan lagi yaitu kemampuan dan kualitas yang dimiliki oleh seorang pemimpin itu

sendiri, salah satu yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah syarat – syarat

kepemimpinan yang akan dikemukakan oleh Kartono (2002, p.31), bahwa kemampuan

pemimpin dan syarat yang harus dimiliki adalah :

1. Kemandirian, berhasrat untuk melakukan tindakan secara individual

(Individualisme).

2. Besarnya rasa keingintahuan, untuk mengetahui sesuatu yang belum dia

ketahui.

3. Multi terampil atau memiliki kepandaian beraneka ragam.

4. Memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan.

5. Perfeksionis, serta ingin mendapatkan yang sempurna.

14 

6. Mudah menyesuaikan diri, adaptasi tinggi.

7. Sabar namun ulet.

8. Waspada, peka, jujur, optimis, berani, gigih, dan realistis.

9. Komunikatif serta pandai berbicara atau berpidato.

10. Berjiwa wiraswasta.

11. Sehat jasmani, dinamis, sanggup dan suka menerima tugas yang berat, serta

berani mengambil resiko.

12. Tajam firasatnya, tajam dan adil pertimbangannya.

13. Berpengetahuan luas dan haus akan ilmu pengetahuan.

14. Memiliki motivasi tinggi, dan menyadari target atau tujuan hidupnya yang ingin

dicapai, dibimbing idealisme tinggi.

15. Punya imajinasi tinggi, gaya kombinasi dan daya inovasi.

Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin yang ideal adalah

pemimpin yang berpengetahuan luas, adil, jujur, optimis, gigih, ulet, bijaksana, mampu

memotivasi diri sendiri, memiliki hubungan baik dengan bawahan dimana semua ini diperoleh

dari pengembangan kepribadiannya, sehingga seorang pemimpin memiliki nilai tambah

tersendiri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin.

2.1.2.6 Profesional

Pengertian secara sederhana dapat diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan

seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing –

masing.Almasdi (2000, p.100). Selanjutnya Pamuji (2000, p.20-21), mengartikan orang yang

profesional memiliki atau dianggap memiliki keahlian, akan melakukan kegiatan – kegiatan

diantaranya pelayanan publik dengan mempergunakan keahliannya itu, sehingga

menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik mutunya, lebih cepat prosesnya, mungkin

lebih bervariasi yang kesemuanya mendatangkan kepuasan pada masyarakat.

15 

Profesional adalah orang yang terampil, handal, dan sangat bertanggung jawab

dalam menjalankan profesinya.Orang yang tidak mempunyai integritas biasanya tidak

profesional. Profesionalisme pada intinya adalah kompetensi untuk melaksanakan tugas dan

fungsinya secara baik dan benar (MenPAN, 2002, p.25), yang dimaksud dengan profesional

adalah kemampuan, keahlian, atau keterampilan seseorang dalam bidang tertentu yang

ditekuninya sedemikian rupa dalam kurun waktu tertentu yang relatif lama sehingga hasil

kerjanya bernilai tinggi dan diakui serta diterima oleh masyarakat (MenPAN, 2002, p.14).

Pendapat lain dikemukakan oleh Pamungkas (2001, p.206-207), bahwa manusia

profesional dianggap manusia yang berkualitas yang memiliki keahlian serta kemampuan

mengekspresikan keahliannya itu bagi kepuasan orang lain atau masyarakat dengan

memperoleh pujian. Ekspresi keahlian tersebut tampak dalam perilaku analis dan keputusan

– keputusannya. Demikian hasil kerja profesional selalu memuaskan orang lain dan

mempunyai nilai tambah yang tinggi. Profesionalisme selalu dikaitkan dengan efisiensi dan

keberhasilannya, dan menjadi sumber bagi peningkatan produksi, pertumbuhan,

kemakmuran, dan kesejahteraan baik dari individu, pemilik profesi maupun masyarakat

lingkungannya.

Menurut Affandi (2002, p.88-89), ada 4 ciri – ciri yang bisa ditengarai sebagai

petunjuk indikator untuk melihat tingkat profesionalitas seseorang, yaitu :

- Penguasaan ilmu pengetahuan seseorang dibidang tertentu, dan ketekunan

mengikuti perkembangan ilmu yang dikuasai.

- Kemampuan seseorang dalam menerapkan ilmu yang dikuasai, khususnya yang

berguna bagi kepentingan sesama.

- Ketaatan dalam melaksanakan dan menjunjung tinggi etika, keilmuan, serta

kemampuannya untuk memahami dan menghormati nilai – nilai sosial yang berlaku

dilingkungannya.

16 

- Besarnya rasa tanggung jawab terhadap Tuhan, bangsa dan negara, masyarakat,

keluarga, serta diri sendiri atas segala tindak lanjut dan perilaku dalam

mengembangkan tugas berkaitan dengan penugasan dan penerapan bidang ilmu

yang dimiliki.

2.1.2.7 Profesionalisme

Istilah profesionalisme sudah dikenal luas dikalangan masyarakat.Namun menurut

Almasdi (2000, p.99), pengertian yang muncul dalam masyarakat umum seolah – olah hanya

teruntuk bagi personil tingkat manajer, sedangkan sesungguhnya istilah profesional itu

berlaku untuk semua personil dari tingkat atas sampai ketingkat paling bawah.

Muins (2000, p.45), menyatakan bahwa profesionalisme didunia kerja bukan sekedar

ditandai oleh penguasaan IPTEK saja, tetapi juga sangat ditentukan oleh cara memanfaatkan

IPTEK itu serta tujuan yang dicapai dengan pemanfaatannya itu. Seorang profesional harus

dapat :

1. Memberi makna dan menempatkan IPTEK itu dapat memberikan manfaat yang

maksimal bagi dirinya sendiri, maupun organisasi atau perusahaan dimana ia bekerja

serta meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

2. Mencerminkan sikap dan jati diri terhadap profesinya dengan kesungguhan untuk

mendalami, menguasai, menerapkan, dan bertanggung jawab atas profesinya.

3. Memiliki sifat intelektual serta mencari dan mempertahankan kebenaran.

4. Mengutamakan dan mendahulukan pelayanan yang maksimal diatas imbalan jasa,

tetapi tidak berarti bahwa jasa diberikan tanpa imbalan.

Sedangkan Poerwopoespito dan Utomo (2000, p.266), mengatakan bahwa

profesionalisme berarti faham yang menempatkan profesi sebagai titik perhatian utama

dalam hidup seseorang.Orang yang menganut faham profesionalisme selalu menunjukkan

sikap profesional dalam bekerja dan dalam keseharian hidupnya.

17 

Profesionalisme sangat ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam melakukan

suatu pekerjaan menurut bidang tugas dan tingkatannya masing – masing.Hasil dari

pekerjaan itu ditinjau dari segala segi sesuai porsi, objek, bersifat terus – menerus dalam

situasi dan kondisi yang bagaimana pun serta jangka waktu penyelesaian pekerjaan yang

relatif singkat (Suit Almasdi, 2000, p.99).

Hal diatas dipertegas kembali oleh Thoha (2000, p.1), bahwa untuk

mempertahankan kehidupan dan kedinamisan organisasi, setiap organisasi mau tidak mau

harus adaktif terhadap perubahan organisasi.Birokrasi yang mampu bersaing dimasa

mendatang adalah birokrasi yang memiliki sumber daya manusia berbasis pengetahuan

dengan memiliki berbagai ketrampilan dan keahlian.

2.1.2.8 Ciri- Ciri Profesionalisme

Sebagaimana disampaikan oleh Tjiptoherijanto (2000, p.39), yang mengatakan

bahwa profesionalisme terlihat dari kompetensi yang terwujud pada kapasitas yang dimiliki

oleh seseorang yang meliputi dimensi :

1. Keahlian dan Keterampilan (Skill)

2. Pengetahuan (Knowledge), dan

3. Perilaku (Behavior)

Hasil kerja profesional selalu memuaskan orang lain dan mempunyai nilai tambah

yang tinggi. Profesionalisme selalu dikaitkan dengan efisiensi dan keberhasilannya, dan

menjadi sumber bagi peningkatan produksi, pertumbuhan, kemakmuran, dan kesejahteraan

baik dari individu pemilik profesi maupun masyarakat lingkungannya.

Menurut Poerwopoespito dan Utomo (2000, p.266), mengatakan bahwa

profesionalisme berarti faham yang menempatkan profesi sebagai titik perhatian utama

dalam hidup seseorang. Orang yang menganut faham profesionalisme selalu menunjukkan

sikap profesional dalam bekerja dan dalam keseharian hidupnya.

18 

Maister (2000, p.21- 22), mengatakan bahwa ciri – ciri profesionalisme sejati yaitu:

- Bangga pada pekerjaan mereka, dan menunjukkan komitmen pribadi pada kualitas.

- Berusaha meraih tanggung jawab.

- Mengantisipasi, dan tidak menunggu perintah, mereka menunjukkan inisiatif.

- Mengerjakan apa yang perlu dikerjakan untuk merampungkan tugas.

- Melibatkan diri secara aktif dan tidak sekedar bertahan pada peran yang telah

ditetapkan untuk mereka.

- Selalu mencari cara untuk membuat berbagai hal menjadi lebih mudah bagi orang

yang mereka layani.

- Ingin belajar sebanyak mungkin mengenai bisnis orang – orang yang mereka layani.

- Benar – benar mendengarkan kebutuhan orang – orang yang mereka layani.

- Belajar memahami dan berpikir seperti orang – orang yang mereka layani, sehingga

bisa mewakili mereka ketika orang – orang itu tidak ada di tempat.

- Adalah pemain tim.

- Bisa dipercaya memegang rahasia.

- Jujur, bisa dipercaya dan setia.

- Terbuka pada kritik – kritik yang membangun mengenai cara meningkatkan diri.

2.1.2.9 Komunikasi

Komunikasi dalam hubungan kepemimpinan dengan orang – orang yang dipimpin,

komunikasi merupakan salah satu pokok penting dalam organisasi. Seorang pemimpin harus

dapat berkomunikasi dengan bawahannya, dan juga dengan atasannya.Para ahli ilmu jiwa

mengetahui bahwa komunikasi yang baik menolong menciptakan rasa kebersamaan dalam

satu kelompok atau organisasi.Mereka mengatakan bahwa komunikasi yang lancar dapat

mengurangi frustasi dan mencegah timbulnya berbagai macam masalah. Komunikasi yang

19 

tepat guna akan menghilangkan perbedaan persepsi diantara pemimpin dan bawahan atau

diantara para bawahan sendiri.

Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau

informasi dari seseorang ke orang yang lain. Perpindahan pengertian tersebut melibatkan

lebih dari sekedar kata- kata yang digunakan dalam percakapan, tetapi juga ekspresi wajah,

intonasi, titik putus vokal dan sebagainya.Dan perpindahan yang efektif memerlukan tidak

hanya transmisi data, tetapi bahwa seseorang mengirimkan berita dan menerimanya sangat

tergantung pada ketrampilan – ketrampilan tertentu (membaca, menulis, mendengar,

berbicara, dsb) untuk membuat sukses pertukaran informasi.

Dalam setiap organisasi terdapat banyak saluran komunikasi yang dapat digunakan.

Tetapi untuk hal ini akan mengkhususkan pada saluran komunikasi formal dan tidak formal.

Kepemimpinan yang tepat guna adalah pada waktunya dapat menjalankan kedua saluran

komunikasi itu.Saluran informasi formal mempengaruhi efektifitas komunikasi dalam 2

cara.Pertama, liputan saluran formal semakin melebar sesuai perkembangan dan

pertumbuhan organisasi.Sebagai contoh, komunikasi yang efektif biasanya semakin sulit

dicapai dalam organisasi yang besar dengan cabang- cabang yang menyebar.Kedua, saluran

komunikasi formal dapat menghambat aliran informasi antar tingkat- tingkat organisasi.

Sebagai contoh, karyawan lini perakitan hampir selalu akan mengkomunikasikan masalah –

masalah pada penyelia (mandor), mereka dan bukan pada manager pabrik. Keterbatasan ini

mempunyai kebalikan (seperti menghindarkan manager atas dari kebanjiran informasi),

tetapi juga mempunyai kelemahan (seperti menghindarkan manager atas dari informasi yang

seharusnya mereka peroleh).

Komunikasi informal, bagaimanapun juga, adalah bagian penting aliran komunikasi

organisasi. Bentuk komunikasi ini timbul dengan berbagai maksud, yang meliputi antara lain:

1. Pemuasan kebutuhan – kebutuhan manusiawi, seperti kebutuhan untuk

berhubungan dengan orang lain.

20 

2. Perlawanan terhadap pengaruh – pengaruh yang monoton atau membosankan.

3. Pemenuhan keinginan untuk mempengaruhi perilaku orang lain.

4. Pelayanan sebagai sumber informasi hubungan pekerjaan yang tidak disediakan

saluran – saluran informasi.

American Management Association (AMA) telah menyusun sejumlah prinsip- prinsip

komunikasi yang disebut “ The Ten Commandments of Good Communication “.Pedoman –

pedoman ini disusun untuk meningkatkan efektifitas komunikasi organisasi, yang secara

ringkas adalah sebagai berikut :

1. Cari kejelasan dari gagasan – gagasan terlebih dahulu sebelum di komunikasikan.

2. Teliti tujuan sebenarnya setiap komunikasi.

3. Pertimbangkan keadaan fisik dan manusia keseluruhan kapan saja akan dilakukan.

4. Konsultasikan dengan pihak – pihak lain, bila perlu, dalam perencanaan komunikasi.

5. Perhatikan tekanan nada dan ekspresi lainnya sesuai isi dasar berita selama

berkomunikasi.

6. Ambil kesempatan, bila timbul, untuk mendapatkan segala sesuatu yang membantu

atau umpan balik.

7. Ikuti lebih lanjut komunikasi yang telah dilakukan.

8. Perhatikan konsistensi komunikasi.

9. Tindakan atau perbuatan harus mendorong komunikasi.

10. Jadilah pendengar yang baik, berkomunikasi tidak hanya untuk dimengerti tetapi

untuk mengerti.

Prinsip- prinsip komunikasi AMA memberikan kepada para manager atau pemimpin

pedoman untuk meningkatkan efektifitas komunikasi.

21 

2.1.2.10 Delegasi

Delegasi dapat didefinisikan sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

formal pada orang lain untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Empat kegiatan terjadi ketika

delegasi dilakukan :

- Pendelegasi menetapkan dan memberikan tujuan dan tugas kepada bawahan.

- Pendelegasi melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan

atau tugas.

- Menerima delegasi, baik implisit dan eksplisit, menimbulkan kewajiban atau

tanggung jawab.

- Pendelegasi menerima pertanggung jawaban bawahan untuk hasil – hasil yang

dicapai.

Ada beberapa alasan mengapa perlu pendelegasian.Pertama, pendelegasian

memungkinkan manager dapat mencapai lebih dari bila mereka menangani setiap tugas

sendiri.Delegasi memungkinkan bawahan untuk tumbuh dan kembang, bahkan dapat

digunakan sebagai alat untuk belajar dari kesalahan.

Delegasi dibutuhkan karena seorang manager (pemimpin) tidak selalu mempunyai

semua pengetahuan yang dibutuhkan untuk membuat keputusan. Mereka mungkin

menguasai “ The Big Picture “, tetapi tidak cukup mengerti tentang masalah yang lebih

terperinci sehingga, agar organisasi dapat menggunakan sumber daya sumber dayanya lebih

efisien, maka pelaksanaan tugas- tugas tertentu didelegasikan kepada tingkatan organisasi

yang serendah mungkin dimana terdapat cukup kemampuan dan informasi untuk

menyelesaikannya. Pengembangan komunikasi antara seorang pemimpin dengan

bawahannya akan meningkatkan saling pengertian dan membuat delegasi lebih efektif.

Pemimpin yang mengetahui kemampuan bawahnnya dapat lebih realistis dalam menentukan

tugas – tugas mana dapat didelegasikan kepada bawahan tertentu. Bawahan yang didorong

22 

untuk menggunakan kemampuannya dan merasa pemimpin mereka akan memberikan “

dukungan “, akan lebih bersemangat dalam menerima tanggung jawab.

Louis Allen telah mengemukakan beberapa teknik khusus untuk membantu seorang

manager untuk melakukan delegasi dengan efektif :

1. Tetapkan tujuan. Bawahan harus diberitahu maksud dan pentingnya tugas – tugas

yang didelegasikan kepada mereka.

2. Tegaskan tanggung jawab dan wewenang. Bawahan harus diberikan informasi yang

jelas tentang apa yang mereka harus pertanggung jawabkan dan bagian dari sumber

daya organisasi mana yang ditempatkan dibawah wewenangnya.

3. Berikan motivasi pada bawahan. Manager dapat mendorong bawahan melalui

perhatian pada kebutuhan dan tujuan mereka yang sensitif.

4. Meminta penyelesaian kerja. Manager memberikan pedoman, bantuan dan informasi

kepada bawahan, sedangkan para bawahan harus melaksanakan pekerjaan

sesungguhnya yang telah didelegasikan.

5. Berikan latihan. Manager perlu mengarahkan bawahan untuk mengembangkan

pelaksanaan kerjanya.

6. Adakan pengawasan yang memadai. Sistem pengawasan yang terpercaya (seperti

laporan mingguan dibuat agar manager tidak perlu menghabiskan waktunya dengan

pekerjaan bawahan terus- menerus).

2.1.2.11 Desentralisasi

Bila delegasi biasanya berhubungan dengan seberapa jauh manager mendelegasikan

wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan yang secara langsung melapor kepadanya,

desentralisasi adalah konsep yang lebih luas dan berhubungan dengan seberapa jauh

manajemen puncak mendelegasikan wewenang kebawahan, divisi- divisi, cabang – cabang,

atau satuan – satuan organisasi tingkat lebih bawah lainnya. Atau dengan kata

23 

laindesentralisasi adalah pelimpahan atau penyebaran secara meluas kekuasaan dan

pembuatan keputusan ketingkatan – tingkatan organisasi yang lebih rendah.

Keuntungan – keuntungan dari desentralisasi adalah sama dengan keuntungan –

keuntungan delegasi, yaitu mengurangi beban manager puncak, memperbaiki pembuatan

keputusan karena dilakukan dekat dengan permasalahan, meningkatkan latihan, moral, dan

inisiatif manajemen bawah, dan membuat lebih fleksibel dan cepat dalam pembuatan

keputusan.

Desentralisasi mempunyai nilai hanya bila dapat membantu organisasi mencapai

tujuannnya dengan efesien. Penetuan derajat desentralisasi sangat dipengaruhi oleh faktor –

faktor sebagai berikut :

1. Filsafat Manajemen. Banyak manager puncak yang sangat otoriter dan menginginkan

pengawasan pusat yang pesat. Hal ini akan mempengaruhi kesediaan manajemen

untuk mendelegasikan wewenangnya.

2. Ukuran dan tingkat pertumbuhan organisasi. Organisasi tidak mungkin efesien bila

semua wewenang pembuatan keputusan ada pada satu atau beberapa manager

puncak saja. Suatu organisasi yang tumbuh semakin besar dan kompleks, ada

kecendrungan untuk menigkatkan desentralisasi. Begitu juga, tingkat pertumbuhan

yang sangat cepat akan memaksa manajemen meningkatkan delegasi

wewenangnya.

3. Strategi dan lingkungan organisasi. Strategi organisasi akan mempengaruhi tipe

pasar, lingkungan teknologi, dan persaingan yang harus dihadapinya. Faktor – faktor

ini selanjutnya akan mempengaruhi derajat desentralisasi.

4. Penyebaran geografis organisasi. Pada umumnya, semakin menyebar satuan –

satuan organisasi secara geografis, organisasi akan cenderung melakukan

desentralisasi, karena pembuatan keputusan akan lebih sesuai dengan kondisi lokal

masing – masing.

24 

5. Tersedianya peralatan pengawan yang efektif. Organisasi yang kekurangan peralatan

– peralatan efektif untuk melakukan pengawasan satuan – satuan tingkat bawah

akan cenderung melakukan sentralisasi bila manajemen tidak dapat dengan mudah

memonitor pelaksanaan kerja bawahannya.

6. Kualitas manager. Desentralisasi memerlukan lebih banyak manager – manager yang

berkualitas, karena mereka harus membuat keputusan sendiri.

7. Keanekaragaman produk dan jasa. Semakin beraneka ragam produk dan jasa yang

ditawarkan, organisasi cenderung melakukan desentralisasi, dan sebaliknya semakin

tidak beranekaragam lebih cenderung sentralisasi.

8. Karakteristik – karakteristik organisasi lainnya. Seperti biaya dan resiko yang

berhubungan dengan pembuatan keputusan, sejarah pertumbuhan organisasi,

kemampuan Manajemen bawah, dan sebagainya.

2.1.3 Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekrta yaitu “budhayah” yang

merupakan bentuk jamak dari “budhi” (budi atau akal).Dalam bahasa inggris kebudayaan

disebut Culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.Bisa

diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata Culture juga kadang diterjemahkan

dalam bahasa Indonesia sebagai “Kultur”.

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur

kebudayaan, antara lain sebagai berikut :

1. Melville. J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok yaitu :

- Alat – alat Teknologi

- Sistem Ekonomi

- Keluarga

- Kekuasaan Politik

25 

2. Brownishaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi :

- Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara anggota masyarakat

untuk menyesuaikan diri dengan alam yang ada disekelilingnya.

- Organisasi Ekonomi

- Alat – alat dan lembaga – lembaga atau petugas – petugas untuk

pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama).

- Organisasi Politik.

2.1.3.1 Unsur – Unsur Budaya

Budaya organisasi menunjukkan persepsi bersama yang dianut oleh para anggota

organisasi, oleh karena itu ada kesamaan pandangan diantara mereka, hal ini disebut

dengan budaya dominan, budaya adalah mengungkapkan nilai – nilai inti yang dianut

bersama oleh mayoritas anggota organisasi itu. Anggota organisasi terpecah kedalam sub –

sub yang lebih kecil, dimana dalam sub – sub ini dapat terbentuk sub budaya, sub budaya

adalah budaya kecil didalam organisasi yang didefinisikan menurut perancangan departemen

dari pemisahan geografis. Sub budaya ini terdapat didalamnya nilai – nilai inti dari budaya

dominan, nilai – nilai inti adalah nilai produk atau dominan yang di terima oleh seluruh orang

dalam organisasi (Robbins, 2003, p.723).

Lebih jauh lagi menurut Kreitner dan Kinicki (2000: p, 80), nilai adalah keyakinan

yang dipegang teguh dan terampil dalam tingkah laku. Organisasi berusaha untuk

menciptakan nilai yang akan di anut oleh para organisasinya. Nilai ini disebut dengan nilai

yang mendukung (espaused value), yaitu nilai dan norma yang telah dibuat oleh organisasi.

Bila nilai ini dilaksanakan oleh anggota organisasi, maka nilai ini disebut dengan nilai yang

diperankan (enacted value), yaitu nilai dan norma yang dimiliki karyawan.

26 

2.1.3.2 Fungsi Budaya

Budaya sebagai tatanan sistem yang terus dikembangkan tentunya mempunyai

fungsi. Pertama, budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang

lain. Kedua, memberikan identitas bagi anggota – anggota organisasi.Ketiga, budaya

mendorong tumbuhnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri

pribadi seseorang.Keempat, merupakan perekat diantara sesama anggota organisasi

(Robbins, 2003, p.725).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kreitner dan Kinicki (2000, p.83-86), bahwa

budaya berfungsi untuk memberikan identitas kepada anggotanya, memudahkan komitmen

kolektif, mempromosikan stabilitas sistem sosial, dan membentuk perilaku dengan membantu

manager merasakan keberadaannya.

2.1.3.3 Mempertahankan Budaya

Budaya harus dipertahankan, tujuannya adalah agar budaya dapat menjalankan

fungsi – fungsinya. Menurut Robbins (2003, p.729-734) ada beberapa cara dalam

mempertahankan budaya, yaitu :

1. Seleksi

Tujuan eksplisit dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan

individu – individu yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan

melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam organisasi itu.

2. Manajemen Puncak

Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya

organisasi lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku,

eksekutif senior menegakkan norma – norma yang mengalir ke bawah sepanjang

organisasi.

27 

3. Sosialisasi

Pada saat perusahaan membantu proses adaptasi karyawan dengan budaya

organisasi disebut dengan sosialisasi. Terdapat tiga tahap dalam proses sosialisasi

ini, yaitu :

a. Tahap prakedatangan, adalah periode pembelajaran pada proses sosialisasi yang

dilakukan sebelum karyawan baru bergabung kedalam organisasi.

b. Tahap keterlibatan, adalah tahap dalam proses sosialisasi dimana karyawan baru

melihat apa yang sesungguhnya organisasi itu dan persimpangan yang mungkin

dalam kenyataan yang ada.

c. Tahap metamorfosis, adalah tahap dalam proses sosialisasi dimana karyawan

baru berubah dan menyesuaikan diri dengan pekerjaan, kelompok kerja, dan

organisasi.

2.1.3.4 Budaya Kuat dan Formalisasi

Sebuah organisasi tentunya menginginkan setiap anggotanya untuk dapat menyerap

setiap nilai dan norma budaya yang ada dan dikembangkan organisasi. Semakin mendalam

dan dianut secara meluas budaya tersebut, maka budaya tersebut semakin kuat.Budaya

yang kuat dapat berperan untuk menggantikan formalisasi. Formalisasi adalah nilai dan

norma yang tertulis yang menjadi peraturan didalam perusahaan. Formalisasi tinggi dalam

perusahaan menciptakan prediktibilitas, ketertiban, dan konsistensi, demikian halnya dengan

budaya yang kuat (Robbins, 2003, p.724).

Budaya yang kuat akan mendukung standar etis yang tinggi untuk menciptakan

budaya yang kuat yang mendukung standar etis yang tinggi ada beberapa hal yang dapat

dilakukan manajemen, menurut Robbins (2003, p.739), diantaranya :

a. Jadilah model peran yang kelihatan. Karyawan akan melihat perilaku manajemen

puncak sebagai tolak ukur untuk merancang perilaku yang tepat. Bila manajemen

28 

terlihat mengambil jalur cepat yang etis, ia memberikan pesan yang positif untuk

semua karyawan. Artinya pimpinan harus memberikan teladan bagi para

bawahannya.

b. Komunikasikanlah harapan etis. Ambiguitas etis dapat diminimalisir oleh penciptaan

dan penyebaran kode etik organisasi. Kode etik tersebut harus menetapkan nilai –

nilai utama organisasi dan kaidah etis yang diharapkan untuk diikuti oleh karyawan.

Pemimpin atau manajemen juga harus mengkomunikasikan mana yang diinginkan

organisasi dan mana yang tidak, hal ini harus jelas bagi anggota organisasi

c. Berikanlah pelatihan etis. Adakanlah seminar, lokakarya, dan program – program

pelatihan etis yang serupa. Gunakanlah sesi pelatihan ini untuk mendorong standar

perilaku organisasi, untuk mengklarifikasi praktik apa yang boleh dan apa yang tidak

boleh, dan untuk mengajukan dilema etis yang mungkin. Harus ada peristiwa atau

kesempatan khusus dimana anggota organisasi melakukan pembelajaran terhadap

budaya organisasi secara formal, bukan hanya berdasarkan pengalaman belaka.

d. Berikanlah imbalan secara terang- terangan terhadap tindakan etis dan berikan

hukuman terhadap tindakan yang tidak etis. Penilaian kinerja dari manager harus

mencakup evaluasi poin demi poin tentang apakah emang keputusannya sesuai

dengan kode etik organisasi. Penilaian harus mencakup sarana yang diambil untuk

mencapai sasaran dan juga hasil itu sendiri. Perilaku orang yang bertindak etis

hendaknya diberi imbalan secara terang- terangan. Yang tidak kalah penting juga,

tindakan yang tidak etis harus dihukum secara kasat mata. Untuk memperkuat

pemahaman anggota organisasi terhadap budaya organisasi, maka manajemen

harus memberikan reward bagi mereka yang berhasil beradaptasi dengan budaya

perusahaan, dan punishment bagi mereka yang tidak mau mengadaptasi budaya

perusahaan.

29 

e. Sediakanlah mekanisme yang bersifat melindungi. Organisasi perlu menyediakan

mekanisme formal sehingga karyawan dapat membahas dilema etis dan melaporkan

perilaku yang tidak etis tanpa takut ditegur. Ini mungkin mencakup pengadaan

konselor etik, ombudsment, atau pejabat etik. Sediakan badan penyuluhan atau

tempat bagi anggota organisasi yang merasa tidak sesuai atau tidak mampu

beradaptasi dengan budaya perusahaan, carilah solusi yang memberikan keuntungan

bagi kedua belah pihak.

2.1.3.5 Menanamkan Budaya Dalam Organisasi

Sebuah budaya awal organisasi merupakan perkembangan dari filosofi

pendirinya.Budaya asli baik yang ditanamkan maupun yang dimodifikasi untuk menyesuaikan

dengan situasi lingkungan sekarang. Edgar Shein, sarjana perilaku organisasi yang terkenal,

mencatat bahwa menanamkan sebuah budaya melibatkan proses belajar. Karenanya, pada

anggota organisasi mengajarkan satu sama lain mengenai nilai – nilai, keyakinan,

pengharapan, dan perilaku yang dipilih organisasi. Menurut Kreitner dan Kinicki(2005, p.95),

hal ini dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme berikut :

1. Pernyataan filosofi normal, misi, visi, nilai, dan material organisasi yang digunakan

untuk Recruitment, seleksi, dan sosialisasi.

2. Slogan, bahasa, akronim, dan perkataan.

3. Pembentukan peranan secara hati- hati, program pelatihan, pengajaran, dan

pelatihan oleh para manager dan Supervisor.

4. Penghargaan eksplisit, simbol status (misalnya gelar) dan kriteria promosi.

5. Cerita, legenda, dan mitos mengenai suatu peristiwa dan orang- orang penting.

6. Aktivitas, proses, atau hasil organisasi yang juga diperhatikan, diukur, dan

dikendalikan pimpinan. Para karyawan cenderung memberi perhatian pada

30 

penyelesaian pekerjaan yang tepat waktu ketika senior manajemen menggunakan

penyelesaian pekerjaan tepat waktu untuk mengukur kualitas pelayanan pelanggan.

7. Reaksi pimpinan terhadap insiden yang kritis dan kritis organisasi.

8. Stuktur organisasi dan aliran kerja. Struktur hierarkis cenderung menanamkan

orientasi terhadap pengendalian dan otoritas dibandingkan organisasi yang

horizontal.

9. Sistem dan prosedur organisasi. Sebuah organisasi dapat mempromosikan prestasi

dan kompetisi melalui penggunaan kontes penjualan.

10. Tujuan organisasi dan kriteria gabungan yang digunakan untuk recruitment, seleksi,

pengembangan, promosi, pemberhentian, dan pengunduran diri karyawan.

2.1.3.6 Budaya Organisasi

Budaya organisasi yang kuat memberikan pemahaman yang jelas kepada anggota

organisasi mengenai cara menyelesaikan sebuah pekerjaan, budaya juga memberikan

stabilitas kepada organisasi. Budaya organisasi menurut Schein (2006, p.3) “ Culture in a

pattern of basic assumption invented, discovered, or developed by given as it learn to cope

with is problem of external adaptation and internal integration- that has worked well enough

to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to

perceive, think and fill in relation to those problem”. Yang artinya budaya adalah suatu pola

konsumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu

sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal

yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan atau diwariskan kepada

anggota- anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan

merasakan keterkaitan dengan masalah- masalah tersebut.

Budaya organisasi adalah segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah

tanah dan mengubah alam (Gea, 2005, p.325).Menurut Mathis dan Jackson (2000, p.45)

31 

budaya organisasi adalah pola dari nilai – nilai dan kepercayaan yang disepakati bersama

yang memberikan arti kepada anggota dari organisasi tersebut dan aturan- aturan perilaku.

Menurut Robbins yang di terjemahkan oleh Benjamin Molan (2003, p.721), budaya

organisasi adalah sistem makna bersama yang dianggap oleh anggota – anggota yang

membedakan organisasi itu dari organisasi- organisasi lain. Menurut Kreitner dan Kinicki yang

diterjemahkan oleh Erly Suandy (2000, p.78), budaya organisasi adalah nilai dan keyakinan

bersama yang mendasari identitas perusahaan.

Variabel- variabel dari budaya organisasi adalah (Stephen P. Robbins, 2003, p.31):

1. Sosialisasi: Lebih mengarah bagaimana suatu individu dalam perusahaan tersebut

menjalin hubungan atau berinteraksi dengan rekan kerja lainnya, adapun faktor –

faktor yang berpengaruh adalah:

- Interaksi

- Rasa Percaya

2. Bahasa: Mengarah pada penggunaan bahasa yang digunakan pada saat berinteraksi,

sehingga tidak terjadi salah pengertian dalam berkomunikasi yang akan

mengakibatkan terjadinya perselisihan dengan sesama rekan kerja, adapun faktor –

faktor yang berpengaruh adalah:

- Rasa Hormat

- Kesatuan Bangsa

3. Seleksi: Mengarah kepada penyeleksian karyawan yang akan di pekerjakan, sehingga

semua karyawan yang bekerja tepat pada tempatnya dengan kapasitas yang tepat

pula, adapun faktor – faktor yang berpengaruh adalah :

- Pengetahuan

- Keterampilan

32 

2.1.3.7 Hakikat Budaya Sebuah Organisasi

Dalam buku Character Building IV relasi dengan dunia (Gea, 2005, p.318) ditemukan

bahwa ada tujuh dimensi yang secara keseluruhan menangkap hkikat budaya sebuah

organisasi. Dimensi hakikat budaya organisasi meliputi :

1. Inovasi dan mengambil resiko, yaitu tingkat dimana karyawan didorong untuk

bersikap inovatif dan mengambil resiko.

2. Perhatian kepada detail. Tingkat dimana para karyawan diharapkan untuk

menampilkan ketepatan, analisis, dan perhatian terhadap detail.

3. Orientasi hasil. Tingkat dimana para manager memusatkan perhatian pada hasil –

hasil bukannya pada teknik- teknik dan proses – proses yang digunakan untuk

mencapai hasil – hasil itu.

4. Orientasi manusia. Tingkat dimana keputusan – keputusan manajemen

memperhitungkan pengaruh hasil – hasil terhadap manusia dalam organisasi itu.

5. Orientasi Tim. Tingkat dimana kegiatan – kegiatan kerja disusun sekitar tim – tim

bukan individu.

6. Agresifitas. Tingkat dimana orang bersifat agresif dan bersaing bukannya ramah dan

bekerja sama.

7. Stabilitas. Tingkat dimana kegiatan – kegiatan organisasi menekankan usaha

mempertahankan status quo bukan pertumbuhan.

2.1.3.8 Pengukuran Budaya Organisasi

Menurut Taliziduhu (2006, p.114) ada beberapa kriteria dalam mengukur budaya

organisasi yang kuat, yaitu:

1. Kejelasan nilai – nilai dan keyakinan (Clarity of Ordering)

Nilai – nilai dan keyakinan yang di sepakati oleh anggota organisasi dapat ditentukan

secara jelas. Kejelasan nilai – nilai ini di tentukan dalam bentuk filosofi usaha, slogan

33 

atau moto perusahaan, asumsi dasar, tujuan umum perusahaan, dan prinsip –

prinsip yang menjelaskan usaha.Perusahaan yang mempunyai nilai – nilai budaya

yang jelas dapat memberikan pengaruh nyata dan jelas kepada perilaku anggota

organisasi atau perusahaan.

2. Penyebarluasan nilai – nilai dan keyakinan (Extent of Ordering)

Penyebarluasan nilai – nilai terkait dengan beberapa banyak orang atau anggota

organisasi yang menganut nilai – nilai dan keyakinan budaya

organisasi.Penyebarluasan nilai – nilai sangat tergantung pada sistem sosialisasi atau

pewarisan yang diberikan oleh pimpinan organisasi kepada anggota – anggota

organisasi khususnya anggota – anggota baru. Sistem sosialisasi atau pewarisan

dapat dilakukan melalui orientasi yang menyangkut pemberian bimbingan anggota –

anggota organisasi khususnya kepada anggota – anggota baru oleh pejabat –

pejabat organisasi secara berjenjang atau anggota – anggota senior organisasi

kepada anggota – anggota baru. Disamping itu, orientasi juga dapat dilakukan

memalui pelatihan – pelatihan kepada anggota organisasi secara

berkesinambungan.Keberhasilan orientasi (sosialisasi) ini sangat bergantung kepada

beberapa banyak anggota organisasi yang menganut dan sekaligus mempraktekkan

budaya organisasi dalam perilaku sehari – hari.

3. Intensitas pelaksanaan nilai – nilai inti (Core Values Being Intensely Held)

Intensitas dimaksudkan seberapa jauh nilai – nilai budaya organisasi dihayati, dianut,

dan dilaksanakan secara konsisten oleh anggota – anggota organisasi. Adakah nilai –

nilai dan keyakinan budaya organisasi, dianut sepenuhnya oleh anggota organisasi

atau hanya sebagian atau bahkan tidak dilaksanakan sama sekali. Disamping itu,

intensitas juga dimaksudkan bagaimana cara organisasi atau perusahaan

memperlakukan anggota – anggota organisasi (karyawan) yang secara konsekuen

34 

menjalankan nilai – nilai budaya organisasi dan anggota organisasi yang hanya

separuh atau sama sekali tidak menjalankan nilai – nilai budaya.

2.1.4 Motivasi

2.1.4.1 Definisi Motivasi :

Menurut beberapa penulis dapat di peroleh bahwa definisi dari motivasi adalah :

1. Menurut Kreitner dan Kinicki (2008, p.210), Motivasi adalah kumpulan proses

psikologis yang menyebabkan pergerakan, arahan, dan kegigihan dari sikap

sukarela yang mengarah pada tujuan.

2. Menurut Colquitt LePine, dan Wesson (2009, p.178), Motivasi adalah suatu

kumpulan kekuatan yang energik yang mengkoordinasi didalam dan diluar diri

seorang pekerja, yang mendorong usaha kerja, dalam menetukan atah,

intensitas, dan kegigihan.

3. Menurut George and Jones (2005, p.175), Motivasi adalah suatu kekuatan

psikologis didalam diri seseorang yang menetukan arah perilaku seseorang

didalam organisasi, tingkat usaha dan kegigihan didalam menghadapi rintangan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu kumpulan proses

psikologis yang memilki kekuatan didalam diri seseorang yang menyebabkan pergerakan,

arahan, usaha, dan kegigihan dalam menghadapi rintangan untuk mencapai suatu tujuan.

2.1.4.2 Elemen Motivasi

Menurut George and Jones (2005, p.175-176), ada tiga elemen dalam motivasi kerja

dan tiga elemen tersebut adalah: arah perilaku, tingkat usaha, dan tingkat kegigihan.

35 

Tabel 2.1 Elemen Motivasi

Element Definition Example

Arah Perilaku

(Direction of

Behavior)

Perilaku apakah yang dipilih

seseorang untuk ditunjukkan

dalam organisasi?

Apakah seorang Engineer

memberikan waktu dan

usahanya untuk

meyakinkan pimpinan yang

skeptis dengan tujuan

untuk mengubah

spesifikasi desain produk

baru dengan biaya

produksi yang lebih rendah

Tingkat

Usaha (Level

of Effort)

Seberapa keras seseorang

bekerja untuk menunujukkan

perilaku yang dipilihnya?

Apakah seorang Engineer

mempersiapkan laporan

permasalahan dengan

spesifikasi sebenarnya,

atau hanya menyebutkan

permasalahan ketika

berpapasan dengan

seorang pimpinan didalam

lobby dan berharap bahwa

pimpinan tersebut akan

mengikuti nasihatnya

dengan yakin?

Tingkat

Kegigihan

Ketika menghadapi rintangan,

jalan buntu, dan tembok batu,

Ketika pimpinan tidak

setuju dengan engineer-

36 

(Level of

Persistance)

seberapa keras seseorang tetap

mencoba untuk menunjukkan

perilaku baiknya?

nya dan menunjukkan

bahwa perubahan dalam

spesifikasi adalah hanya

menyia – nyiakan waktu,

apakah seorang engineer

tersebut tetap gigih untuk

dapat

mengimplementasikan

perubahan tersebut atau

menyerah walaupun ia

sangat yakin bahwa hal

tersebut membutuhkan

perubahan.

Sumber: George and Jones (2000, p175)

Arah perilaku: perilaku manakah yang dipilih seseorang untuk ditunjukkan? Dalam

pekerjaan manapun, ada banyak perilaku (beberapa tepat, dan beberapa tidak tepat),

dimana seorang pekerja dapat terlibat didalamnya.Arah perilaku mengacu pada perilaku

yang dipilih karyawan untuk ditunjukkan dari banyak potensi, perilaku yang dapat mereka

tunjukkan. Jika seorang pialang dalam perusahaan investment banking secara ilegal

memanipulasi harga saham, jika seorang manager mengangkat karirnya sendiri dengan

membebani bawahannya, atau jika seorang engineer meyakinkan pimpinan yang skeptis

untuk mengubah spesifikasi desain dari sebuah produk baru dengan tujuan untuk

menurunkan biaya produksi semua tindakan tersebut merefleksikan perilaku yang dipilih

karyawan untuk ditunjukkan.

37 

Sebagai contoh, karyawan dapat termotivasi dengan cara berfungsi, yang dapat

menolong perusahaan dalam mencapai tujuannya, atau dengan tidak berfungsi yang

menghalangi perusahaan dalam mencapai tujuannya.Dengan melihat pada motivasi,

manager ingin memastikan bahwa arah perilaku bawahan mereka berfungsi bagi

organisasi.Mereka ingin karyawan untuk termotivasi datang tepat waktu, melakukan tugas

yang diberikan dan dapat dipercaya, datang ide – Ide baru, dan menolong sesamanya.

Manager tidak ingin karyawannya untuk datang terlambat, mengabaikan aturan yang

mengutamakan kesehatan dan keamanan, atau menggantikan kualitas dengan “mulut

manis”.

Tingkat usaha: seberapa keras seseorang bekerja untuk menunjukkan perilaku

yang dipilihnya? Adalah tidak cukup bagi organisasi untuk memotivasi karyawannya untuk

menunjukkan perilaku untuk berfungsi bagi perusahaan, organisasi juga harus memotivasi

mereka untuk bekerja keras dalam perilaku ini. Sebagai contoh, seorang engineer

memutuskan untuk meyakinkan pimpinan yang skeptis untuk perubahan suatu desain, level

motivasi engineer tersebut menetukan seberapa jauh dia akan meyakinkan pimpinannya

apakah engineer tersebut hanya menyebutkan kebutuhan akan perubahan tersebut dalam

percakapan biasa, atau ia akan mempersiapkan laporan detail yang menunjukkan

permasalahan tersebut dengan spesifikasi sebenarnya dan mendeskripsikan spesifikasi

penurunan biaya baru yang dibutuhkan?

Tingkat kegigihan: Ketika menghadapi rintangan, jalan buntu, dan tembok batu,

seberapa keras seseorang tetap mencoba untuk menunjukkan perilaku yang dipilihnya

dengan baik? Seandainya pimpinan seorang engineer menyatakan bahwa perubahan

spesifikasi adalah hanya menyia – nyiakan waktu.Apakah engineer tersebut gigih mencoba

untuk mendapatkan implementasi perubahan tersebut atau menyerah walawpun dia sangat

percaya bahwa hal itu diperlukan? Misalnya, jika mesin pabrik dari salah seorang rusak,

apakah karyawan akan berhenti bekerja dan menunggu seseorang datang untuk

38 

memperbaikinya, atau ia mencoba untuk memperbaiki mesin tersebut atau paling tidak

memberitahu rekan kerjanya tentang permasalahan tersebut.

2.1.4.3 Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

Menurut George and Jones (2005, p.177- 179), perbedaan yang harus diperhatikan

dalam mendiskusikan motivasi adalah perbedaan antara sumber motivasi Intrinsik dan

Ekstrinsik.

Perilaku dengan Motivasi Intrinsik adalah perilaku yang ditunjukkan untuk

kepentingannya sendiri, dengan kata lain sumber motivasi biasa datang dari penunjukan

perilaku itu sendiri. Seorang pemain violin profesional yang menikmati bermain didalam

orkestra tanpa menghiraukan bayaran yang relatif rendah dan seorang CEO yang

menghabiskan 12 jam kerja karena mereka menikmati pekerjaan mereka, dan itu adalah

motivasi Intrinsik.

Perilaku dengan Motivasi Ekstrinsik adalah perilaku yang ditunjukkan untuk

memperoleh materi atau penghargaan sosial atau untuk menghindari hukuman.Perilaku

tersebut ditunjukkan bukan untuk kepentingannya sendiri tetapi lebih kepada

konsekuensinya. Contoh dari motivasi Ekstrinsik termasuk bayaran, pujian, status, dan lain-

lain.

Seorang karyawan dapat termotivasi secara ekstrinsik, termotivasi secara intrinsik,

atau keduanya.Ketika karyawan lebih terutama termotivasi secara ekstrinsik dan melakukan

pekerjaan itu sendiri tidak merupakan sumber motivasi, sangat penting bagi organisasi dan

manager untuk membuat hubungan yang jelas antara perilaku yang diinginkan perusahaan

untuk dilakukan karyawan dan hasil atau penghargaan yang diinginkan karyawan.

Ada hubungan antara motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik dengan nilai kerja Intrinsik

dan Ekstrinsik.Karyawan yang memiliki nilai kerja intrinsik ingin menantang pencapaian,

kesempatan untuk membuat kontribusi dalam pekerjaan mereka dan perusahaan, dan

39 

kesempatan untuk mencapai seluruh potensinya ditempat kerja. Karyawan dengan nilai kerja

ekstrinsik menginginkan beberapa dari konsekuensi kerja, misalnya menghasilkan uang,

mendapatkan status dalam sebuah komunitas, kontak sosial, dan waktu bebas dari pekerjaan

untuk waktu keluarga dan bersantai. Hal ini memberikan alasan bahwa karyawan dengan

nilai kerja intrinsik yang kuat biasanya akan termotivasi secara intrinsik ditempat kerja dan

mereka yang memilki nilai kerja ekstrinsik akan termotivasi secara ekstrinsik.

2.1.4.4 Maslow’s hierarchy of needs (teori kebutuhan hierarki Maslow)

Menurut Hellrigel dan Slocum (2004, p.119), ada beberapa hal yang merupakan

alasan dasar dari hirarki Maslow:

- Sekali suatu kebutuhan terpuaskan, kepentingan peran motivasionalnya

menurun. Bagaimanapun, setelah satu kebutuhan terpuaskan, kebutuhan lain

pada tingkat yang lebih tinggi muncul untuk mengambil alih, jadi orang selalu

memuaskan kebutuhannya.

- Jaringan kebutuhan untuk kebanyakan orang sangat kompleks, dengan

beberapa kebutuhan yang mempengaruhi kebutuhan didalam satu waktu jelas

bahwa, ketika seseorang berhadapan dengan situasi darurat, seperti rasa haus

yang amat sangat, kebutuhan tersebut akan mendominasi sampai terpuaskan.

- Kebutuhan pada level yang lebih rendah harus dipuaskan, sebelum kebutuhan

pada level yang lebih tinggi diaktifkan untuk mempengaruhi perilaku.

- Ada lebih banyak cara untuk memuaskan kebutuhan pada level yang lebih tinggi

daripada level yang lebih rendah.

Menurut George and Jones (2005, p.179- 183), seorang psikolog Abraham Maslow

menyatakan bahwa manusia memiliki 5 kebutuhan universal yang mereka cari untuk

dipuaskan: kebutuhan fisiologi, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan rasa

penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan – kebutuhan ini dan bagaimana

40 

mereka dapat dipuaskan, dijelaskan dalam tabel berikut ini. Maslow menunjukkan bahwa

kebutuhan – kebutuhan ini dapat diatur dalam kepentingan hierarki dengan kebutuhan paling

dasar.Fisiologi dan rasa aman dipaling dasar.Dua kebutuhan ini harus dipuaskan sebelum

individu mencari untuk memuaskan yang lebih tinggi dalam hierarkinya.Maslow juga

menyatakan bahwa setelah suatu kebutuhan terpuaskan, maka tidak lagi adanya sumber

motivasi.

Tabel 2.2 Kebutuhan Hierarki Maslow

Need Level Description Examples of how needs are meet or satiffied

Self actualization (Highest- level needs)

Needs to realize one’s full potensial as a human being

By using one’s skills and abilities to the fullest and striving to achieve all that one can on a job

Esteem needs Needs to feel good about oneself and one’s capabilities, to be respected by others, and to receive recognition and appreciation

By receiving promotions at work and being recognized for accomplishments on the job

Belongness needs

Needs for social interaction, friendship, affection, and love

By having good relations with co- workers and supervisors, being a member of a cohesive work group, and participating in social functions such as company picnics and holiday parties

Safety needs Needs for security, stability, and safe environment

By receiving job security, adequate medical benefits, and safe working conditions

Physiological needs (Lowest- level needs

Basic needs for things such as food, water, and shelter that must be met in order for an individual to survive

By receiving a minimum level of pay that enables a worker to buy food and clothing and have aduquate housing

41 

Berdasarkan teori Maslow kebutuhan yang tidak terpuaskan adalah motivator utama

dari perilaku, dan kebutuhan yang berada pada level terendah dari hierarki akan didahulukan

sebelum level yang lebih tinggi diwaktu tertentu, bagaimanapun, hanya satu jenis kebutuhan

yang memotivasi terjadinya perilaku, dan hal ini tidak mungkin melompati level tertentu.

Setelah seorang individu memuaskan satu jenis kebutuhannya, ia akan mencoba untuk

memuaskan kebutuhan pada level berikutnya dalam hierarki, dan level ini akan menjadi

fokus motivasi.

Dengan menspesifikasi kebutuhan yang berkontribusi pada motivasi, teori Maslow

membantu manager menentukan apa yang akan memotivasi seorang karyawan. Pelajaran

yang sederhana namun penting dari teori Maslow adalah karyawan berbeda – beda dalam

kebutuhannya dan mencoba memuaskannya ditempat kerja, dan apa yang memotivasi

seorang karyawan mungkin tidak memotivasi yang lainnya. Hal yang dapat kita simpulkan

adalah untuk memperoleh pekerja yang termotivasi, manager harus mengidentifikasi

kebutuhan manakah yang sedang dicari untuk dipuaskan seorang karyawan ditempat kerja,

dan setelah kebutuhan – kebutuhan itu dipenuhi, manager harus memastikan bahwa

kebutuhan tersebut tepenuhi jika karyawan tersebut menunjukkan perilaku- perilaku

tersebut.

2.1.4.5 Hubungan Motivasi dan Kinerja

Menurut George and Jones (2005, p. 177), kinerja adalah evaluasi dari hasil perilaku

seseorang, termasuk menetukan seberapa baik atau buruk seseorang menyelesaikan

pekerjaannya. Motivasi adalah salah satu faktor diantara banyak faktor yang berkontribusi

terhadap kinerja karyawan.

Kesimpulannya, karena motivasi hanya satu dari beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kinerja, maka motivasi yang tinggi tidak selalu menghasilkan kinerja yang

tinggi.Sebaliknya, kinerja yang tinggi tidak menunjukkan bahwa motivasi tinggi, karyawan

42 

yang memiliki motivasi rendah dapat menunjukkan kinerja yang tinggi jika mereka memilki

kemampuan yang tinggi pula.Manager harus barhati – hati untuk tidak otomatis

menyimpulkan penyebab kurangnya kinerja karena kurangnya motivasi, atau penyebab

tingginya kinerja karena tingginya motivasi.

2.1.5 Etnosentris

Etnosentrisme adalah kecenderungan yang menilai budaya sendiri lebih baik

daripada budaya lainnyadan hanya melalui sudut pandang budaya sendiri.Berdasarkan

definisi ini etnosentrisme tidak selalu negatif sebagimana umumnya dipahami.Etnosentrisme

dalam hal tertentu juga merupakan sesuatu yang positif.Tidak seperti anggapan umum yang

mengatakan bahwa etnosentrisme merupakan sesuatu yang semata-mata buruk,

etnosentrisme juga merupakan sesuatu yang fungsional karena mendorong kelompok dalam

perjuangan mencari kekuasaan dan kekayaan.Pada saat konflik, etnosentrisme benar-benar

bermanfaat. Dengan adanya etnosentrisme, kelompok yang terlibat konflik dengan kelompok

lain akan saling dukung satu sama lain. Salah satu contoh dari fenomena ini adalah ketika

terjadi pengusiran terhadap etnis Madura di Kalimantan, banyak etnis Madura di lain tempat

mengecam pengusiran itu dan membantu para pengungsi.

2.1.5.1 Tipe Etnosentris

Etnosentrisme memiliki dua tipe yang satu sama lain saling berlawanan. Tipe

pertama adalah etnosentrisme fleksibel. Seseorang yang memiliki etnosentrisme ini dapat

belajar cara-cara meletakkan etnosentrisme dan persepsi mereka secara tepat dan bereaksi

terhadap suatu realitas didasarkan pada cara pandang budaya mereka serta menafsirkan

perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya. Tipe kedua adalah etnosentrisme

infleksibel. Etnosentrisme ini dicirikan dengan ketidakmampuan untuk keluar dari perspektif

yang dimiliki atau hanya bisa memahami sesuatu berdasarkan perspektif yang dimiliki dan

43 

tidak mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya.Lawan

dari etnosentrisme adalah etnorelativisme, yaitu kepercayaan bahwa semua kelompok,

semua budaya dan subkultur pada hakekatnya sama.

Dalam etnorelativisme setiap etnik dinilai memiliki kedudukan yang sama penting

dan sama berharganya. Dalam bahasa filsafat, orang yang mampu mencapai pengertian

demikian adalah orang yang telah mencapai tahapan sebagai manusia sejati, manusia

humanis.Sikap etnosentrik dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya tipe kepribadian, derajat

identifikasi etnik, dan ketergantungan.Semakin tinggi derajat identifikasi etnik umumnya

semakin tinggi pula derajat etnosentrisme yang dimiliki, meski tidak selalu demikian.

2.1.5.2 Pandangan Etnosentrisme

Etnosentrisme jelas bukan sesuatu yang harus dihilangkan sama sekali. Ini patut

dipelihara karena etnosentrisme memang fungsional.Dalam hal ini etnosentrisme fleksibelah

yang harus dikembangkan.Dengan etnosentrisme fleksibel, kehidupan multikultur yang

damai bisa berlangsung dengan baik.Sikap etnosentrik dipengaruhi oleh banyak hal,

diantaranya tipe kepribadian, derajat identifikasi etnik, dan ketergantungan.Semakin tinggi

derajat identifikasi etnik umumnya semakin tinggi pula derajat etnosentrisme yang dimiliki,

meski tidak selalu demikian.

Manusia di seluruh belahan bumi meyakini bahwa cara hidup mereka (in-group)

adalah baik dan bermanfaat.Mereka menganggap bahasa mereka dan pemandangan di

daerah mereka sebagai sesuatu yang indah.Pakaian mereka sopan, makanan mereka enak

dan rumah mereka adalah tempat perlindungan yang baik.Orang asing (out-group) terlihat

jelek, pakaiannya aneh, makanannya tidakenak, bahasanya buruk dan bahkan tempat tinggal

mereka terlihat menakutkan. Ketika terjadi kontak atau hubungan antara satu kelompok

dengan kelompok lain, maka akan muncul beberapa proses spesifik yang biasanya

44 

melibatkan perbedaan antara in-group kelompok dimana individu menjadi anggota dan out–

groupkelompok dimana individu tidak menjadi anggota.

In-group adalah sekelompok orang yang bersama – sama berbagi suatu perasaan

saling memiliki, suatu perasaan identitas bersama. Out-group adalah suatu kelompok yang

dianggap berbeda atau terpisah dari in–group. Dalam hubungan antar kelompok, keadaan in-

group dan out–group dapat menimbulkan in–group bias. In–group bias adalah

pengistimewaan suatu kelompok dimana individu berada. Pengistimewaan seperti itu dapat

terlihat dalam:

1. Rasa suka terhadap in–group, atau

2. Rasa tidak suka terhadap out–group, atau kombinasi keduanya.

Dalam kehidupan sehari-hari, in–group bias dapat dilihat melalui kecenderungan

orang untuk berinteraksi dengan anggota dari kelompok mereka sendiri.Tekanan antara in–

group dan out-group sering memperjelas batasan – batasan mereka dan memberi suatu

perasaan yang jelas tentang identitas sosial. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anggota

in–groupakan membentuk pandangan positif tentang diri dan kelompok mereka dan secara

tidak adil membentuk pandangan negatif terhadap berbagai kelompok out–group. Perasaan

yang berhubungan dengan in–group dan out–group disebut dengan etnosentrisme. Dalam

hubungan antar kelompok, pandangan dari suatu kelompok (in–group) sering kali dijadikan

tolak ukur untuk menilai out-group. Kesimpulan dari peneliti menyatakan bahwa

etnosentrisme adalah sikap yang menilai unsur-unsur kebudayaan lain dengan menggunakan

norma yang ada dalam kebudayaannya, etnosentrisme juga memilikin arti kecenderungan

individu dalam menilai kebudayaan sendiri sebagai yang terbaik dan menggunakan norma

kebudayaannya sebagai tolak ukur.

Etnosentrisme menimbulkan prasangka terhadap kelompok etnis lain. Beberapa

pendapat ahli mengatakan bahwa etnosentrisme adalah suatu keadaan biasa dan merupakan

gejala sosial yang terdapat pada semua golongan, keluarga, geng-geng, klik-klik, dan

45 

kelompok persaudaraan. Etnosentrisme mengacu pada suatu kepercayaan bahwa in–group

lebih baik atau superior daripada out–group. Hal ini dapat mempengaruhi evaluasi yang

dilakukan anggota kelompok tersebut sebagai individu.

Secara informal, etnosentrisme adalah kebiasaan setiap kelompok untuk

menganggap kebudayaan kelompoknya sebagai kebudayaan yang paling baik.

Orang yang etnosentrik akan menganggap sesuatu yang familiar adalah baik dan

yang unfamiliar atau asing adalah buruk. Pada beberapa tingkatan, etnosentrisme sulit

dihindari baik secara formal maupun secara informal.Etnosentrisme dapat berdampak positif

dan negatif.Dampak positif dari etnosentrisme yaitu dapat digunakan untuk mempertebal

kesetiaan seseorang terhadap kelompoknya dan juga untuk meningkatkan moral, patriotisme

dan nasionalisme mereka.Sedangkan dampak negatifnya adalah terhambatnya perubahan –

perubahan didalam masyarakat yang bersifat positif bagi para anggota

masyarakatnya.Karena ide – ide dari luar selalu dicurigai atau dianggap salah maka

persoalan masyarakat yang seharusnya mudah dipecahkan menjadi sulit untuk diselesaikan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa etnosentrisme merupakan konsep

hubungan sosial antara anggota dengan pihak luar kelompok. Hubungan sosial tersebut

biasanya akan lebih banyak dilakukan antar anggota daripada dengan pihak luar. Karena itu,

orang yang mempunyai sikap etnosentrik yang tinggi akan lebih banyak berhubungan

dengan sesama anggota dibanding dengan orang di luar kelompok. Hal itu disebabkan oleh

konsep etnosentrisme yang mengandung dimensi sikap yang positif dan negatif.Sikap positif

adalah unsur kebanggaan terhadap kelompoknya, sedangkan sikap negatif adalah anggapan

bahwa kelompok luar lebih rendah. Definisi sikap etnosentrik dapat disimpulkan sebagai

suatu sikap yang memandang kebudayaan kelompoknya lebih tinggi daripada kebudayaan

kelompok lain sehingga membatasi anggotanya dalam melakukan hubungan sosialnya.

Sikap etnosentrik dapat dilihat melalui kecenderungan tindakan individu dari aspek

bahasa, kerjasama dan pergaulan sehari – hari.Hubungan komposisi kelompok dengan sikap

46 

etnosentrik sikap etnosentrik pada diri individu tidak muncul dengan sendirinya.Pembentukan

sikap pada diri individu dipengaruhi oleh berbagai faktor, faktor yang mempengaruhinya

adalah pembentukan sikap yang dipengaruhi oleh orang tua dan kelompok teman sebaya

(peer group). Sikap individu terhadap berbagai hal berkembang sejalan dengan interaksi

dengan individu lain, termasuk kelompok teman sebaya.

Manusia dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial selalu merupakan bagian dari

kelompok dan selalu berinteraksi dalam kelompok kelompok teman sebaya merupakan salah

satu bentuk kelompok, yang cukup berpengaruh dalam kehidupan individu termasuk

mempengaruhi cara berperilaku, berpikir, perspektif terhadap diri sendiri dan dunia.

Peer group diartikan sebagai sekelompok kecil teman yang sama-sama memiliki

nilai, minat dan kegiatan bersama. Peer group juga mempengaruhi pembentukan sikap

individu.Sejalan dengan perubahan – perubahan dalam masyarakat yang mengakibatkan

peningkatan taraf interdependen antar individu, kelompok, organisasi, komunitas dan

masyarakat.Semakin interdependen masyarakat, maka semakin beragam keanggotaan dalam

kelompok.Keragaman itu dapat muncul dari karakteristik personal atau kemampuan dan

ketrampilan individu.

Hal ini menyebabkan terjadinya homogenitas dan heterogenitas kelompok dimana

semakin beragam anggota dalam suatu kelompok maka kelompok tersebut akan semakin

heterogen.

Homogenitas – heterogenitas kelompok akan mempengaruhi interaksi antar

anggotanya, yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

pada diri individu.

Kecenderungan individu yang menjadi anggota suatu kelompok yang heterogen

untuk dapat berinteraksi dengan individu dari etnis yang berbeda lebih besar dibandingkan

dengan individu yang menjadi anggota suatu kelompok yang homogen. Maka keanggotaan

47 

individu dalam kelompok masyarakat yang berbeda dalam hal homogenitas – heterogenitas

akan mempengaruhi sikap etnosentrik individu.

2.1.6 Keberhasilan Bisnis

2.1.6.1 Konsep Keberhasilan Bisnis

Seperti yang kita ketahui bahwa keberhasilan tidak mungkin diraih dengan begitu

saja, tetapi harus melalui beberapa tahapan. Menurut Suryana (2001:38-39)

mengemukakanbahwa untuk menjadi wirausaha atau pengusaha yang sukses pertama –

tama harus memiliki ide atau visi bisnis (business vision) kemudian ada kemauan dan

keberanian untuk adalah dengan membuat perencanaan usaha, mengorganisasikan dan

menjalankanya.

Menurut Waridah dalam jurnalnya yang diterjemahkan Lindrayanti (2003)

“keberhasilan bisnis yaitu adanya peningkatan kegiatan bisnis yang dicapai oleh para

pengusaha industri kecil, baik dari segi peningkatan laba yang dihasilkan dicapai oleh

pengusaha dalam kurun waktu tertentu”.

MenurutSukere (1983) dalam jurnalnya untuk mengukur keberhasilan industri dapat

dilakukan dengan menggunakan evaluasi yang meliputi :

1. Evaluasi terhadap laporan keuangan, dengan jalan mengukur tingkat likuiditas,

solvabilitas, aktivitas, dan rentabilitas.

2. Pemasaran, dengan objek evaluasi daerah penjualan, volume penjualan,

distribusi, promosi, dan kebijakan harga.

3. Produksi, dengan objek evaluasi mutu produksi, kapasitas mesin, persediaan

bahan baku, barang setengah jadi, dan desain.

4. Administrasi akuntansi, dengan objek evaluasinya adalah catatan – catatan

akuntansi.

5. Manajemen, dengan objek evaluasinya adalah rencana dan struktur organisasi.

48 

6. Kepegawaian, objek penelitiannya adalah penarikan tenaga kerja, pendidikan

dan latihan, penempatan, system upah dan perputaran tenaga kerja.

2.1.6.2 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Keberhasilan Bisnis

Dewasa ini persaingan dan perkembangan dunia usaha semakin kuat dan tajam

sehingga untuk meningkatkan usaha diperlukan penanganan yang serius dari setiap

pengusaha untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain. Dimana untuk meningkatkan

keberhasilan usaha salah satu upaya yang harus dilakukan yaitu dengan meningkatkan

sumber daya internal.Dan diantara sumber daya internal yang paling penting adalah perilaku

kewirausahaan.

Menurut Yuyun Wirasasmita (2003) dalam jurnalnya, “bahwa faktor internal yang

paling penting dalam mempengaruhi keberhasilan usaha adalah kewirausahaan dan

manajerial, keberhasilan usaha atau dunia bisnis sangat tergantung pada kemampuan

manajerial dan kewirausahaan, pemimpin perusahaan tersebut memanfaatkan peluang dan

mengelola semua sumber secara optimal dan produktif”.

Sebab itu perilaku kewirausahaan mutlak dikembangkan melalui pendidikan,

latihan.lokakarya , dan kesempatan – kesempatan memperoleh wawasan yang lebih luas.

Jika seorang pengusaha telah memiliki perilaku kewirausahaan maka pengusaha itu

telah menyakini perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan, ditunjang

dengan kreativitas, keinovasian, dan berani mengambil risiko. Dengan sendirinya tujuan yang

hendak dicapai akan terpenuhi.

Berdasarkan pendapat para ahli dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

perilaku kewirausahaan berpengaruh dalam menentukan keberhasilan usaha.Sehingga para

pengusaha dalam meningkatkan usahanya dituntut untuk memiliki perilaku kewirausahaan.

49 

2.1.6.3 Faktor Penghambat Keberhasilan Bisnis

Adapun faktor yang menghambat keberhasilan bisnis dalam menjalankan usahanya,

diantaranya :

1. Tidak kompeten dalam menajerial. Tidak kompeten atau tidak memiliki kemampuan

dan pengetahuan mengelola usaha merupakan faktor penyebab utama yang

membuat perusahaan kurang berhasil.

2. Kurang berpengalaman baik dalam kemampuan teknik, kemampuan

memvisualisasikan usaha, kemampuan mengkoordinasikan, keterampilan mengelola

sumber daya manusia, maupun kemampuan mengintegrasikan operasi usaha.

3. Kurang dapat mengendalikan keuangan. Agar perusahaan dapat berhasil dengan

baik faktor yang utama dalam keuangan adalah memerihara aliran kas. Mengatur

pengeluaran dan penerimaan secara cermat. Kekeliruan dalam memelihara aliran kas

akan menghambat operesional perusahaan dan mengakibatkan perusahaan tidak

lancar.

4. Gagal dalam perencanaan. Perencanaan merupakan titik awal dari suatu kegiatan,

sekali gagal dalam perencanaan maka akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan.

5. Lokasi yang kurang memadai. Lokasi usaha yang strategis merupakan faktor yang

menentukan keberhasilan usaha. Lokasi yang tidak strategis dapat mengakibatkan

perusahaan sukar beroperasi karena kurang efisien.

6. Kurangnya pengawasan peralatan. Pengawasan erat kaitannya dengan efisiensi dan

efektivitas. Kurang pengawasan dapat mengakibtkan penggunaan alat tidak efisien

dan tidak efektif.

7. Sikap yang kurang sunguh – sungguh dalam berusaha. Sikap yang setengah –

setengah terhadap usaha akan mengakibatkan usaha yang dilakukan menjadi labil

dan gagal. Dengan sikap setengah hati, kemungkinan gagal menjadi basar.

50 

8. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan atau transisi kewirausahaan.

Wirausaha yang kurang siap menghadapi dan melakukan perubahan, tidak akan

menjadi wirausaha yang berhasil. Keberhasilan dalam berwirausaha hanya bisa

diperoleh apabila berani mengadakan perubahan dan mampu membuat peralihan

setiap waktu.

2.1.7 Pengaruh antara Gaya Kepemimpinan terhadap Keberhasilan Bisnis

Berdasarkan jurnal Akbar Ariansyah (2001) yang berjudul “Pengaruh Gaya

Kepemimpinan dan Kultur Organisasi terhadap komunikasi dalam tim audit”, dapat

disimpulkan bahwa Gaya Kepemimpinan dan Kultur Organisasi merupakan dua faktor yang

memiliki pengaruh kuat dalam menentukan keberhasilan bisnis dalam mencapai tujuan.

2.1.8 Pengaruh Budaya terhadap Keberhasilan Bisnis

Berdasarkan Dr. Djokosantoso Moeljono (2005)dalam kutipan bukunya, bahwa,

“Budaya organisasi mungkin akan menjadi suatu faktor yang bahkan lebih penting lagi dalam

menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam suatu perusahaan”. Dapat disimpulkan

bahwa budaya dapat menetukan keberhasilan bisnis

2.1.9 Pengaruh Motivasi terhadap Keberhasilan Bisnis

Berdasarkan Ricky W. Griffin and Ronald (2007) dalam kutipan bukunya bahwa,

“Motivasi karyawan merupakan faktor yang bahkan lebih penting bagi keberhasilan

perusahaan”.Dapat disimpulkan bahwa motivasi dapat menentukan keberhasilan bisnis.

2.1.10 Pengaruh Etnosentris terhadap Keberhasilan Bisnis

Berdasarkan Mc Graw Hill dalam kutipan bukunya, bahwa “Etnosentris termasuk

beberapa hal yang mendukung atau faktor penunjang dalam menentukan keberhasilan

bisnis.Dapat disimpulkan bahwa Etnosentris dapat menetukan keberhasilan bisnis.

51 

2.2 Kerangka Pemikiran

Sumber: Penulis

 

Kepemimpinan

(X1)

 

Budaya

(X2)

 

Motivasi

(X3)

 

Etnosentris

(X4)

 

Keberhasilan Bisnis

(Y)

52 

2.3 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2007,p51), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian. Dikatakan, sementara, karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan pada teori yang relevan, namun belum didasarkan pada fakta – fakta empiris

yang diperoleh melalui pengumpulan data.Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai

jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian.

Hipotesis dari penelitin ini berdasarkan rumusan masalah, yaitu:

1. H1: Gaya Kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap Keberhasilan

Bisnis.

2. H2 : Budaya berpengaruh secara signifikan terhadap Keberhasilan Bisnis.

3. H3 : Motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap Keberhasilan Bisnis.

4. H4 : Etnosentris berpengaruh secara signifikan terhadap Keberhasilan Bisnis.

5. H5 : Gaya Kepemimpinan, Budaya, Motivasi, dan Etnosentris berpengaruh secara

signifikan terhadap Keberhasilan Bisnis.