Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gender merupakan suatu konsepsi yang selama ini disebut sebagai
penyebab ketimpangan hubungan antara laki-laki dan perempuan, dimana pihak
perempuan berada pada status sosial yang lebih rendah daripada pihak laki-laki.
Di Indonesia sendiri, kasus keadilan di seputar kesetaraan gender masih menjadi
isu yang hangat bahkan tidak jarang menjadi polemik di masyarakat. Hal tersebut
dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal, contohnya, pada saat Indonesia
menanggapi isu-isu bias gender secara tidak tuntas. Dapat dilihat dari banyaknya
wanita yang menuntut adanya pemberlakuan keadilan di antara mereka yang tidak
setara apabila dibandingkan lawan jenisnya, yakni kaum pria.
Di Indonesia, pendekatan gender telah dilakukan dalam rangka
peningkatan status sosial perempuan melalui peningkatan peran perempuan dalam
pembangunan. Peran perempuan memang menjadi satu topik diskusi yang sangat
menarik untuk dibahas karena selama ini peran perempuan di dalam
pembangunan masih dapat dikategorikan terbelakang bahkan sering dipandang
sebelah mata. Partisipasi politik yang dilakukan oleh kaum Hawa misalnya, di
Indonesia sendiri masih terbilang minim. Bidang ini masih dianggap sebagai
bidang yang hanya cocok dilakukan oleh kaum Adam.
2
Pada kenyataannya hak politik merupakan hak semua warga negara
Indonesia. Hak politik memberikan peluang bagi setiap individu untuk memilih
dan dipilih, maka dari itu hak politik tidak hanya milik golongan tertentu atau
gender tertentu saja, namun termasuk juga kaum perempuan. Kaum perempuan
juga mempunyai hak politik yang sama dengan kaum pria, tanpa terkecuali.
Dikarenakan hal itu, munculah gerakan Feminis yang bertujuan untuk
memperjuangkan hak-hak perempuan agar kaum perempuan lebih didengar yang
nantinya dapat berujung kepada tercapainya kesetaraan gender.
Pergerakan Feminis diakhir 60-an dan sepanjang tahun 1970-an ini
mendapatkan perhatian masyarakat yang luar biasa. Pergerakan ini berhasil
menekan pemerintah untuk membuat undang-undang yang memihak kaum
perempuan dan untuk menyadarkan masyarakat bahwa ketidakadilan yang terjadi
terhadap perempuan muncul dari struktur sosial masyarakat terkonstruksi menjadi
bias gender. Sebagai contoh, adanya kerja yang melahirkan penghargaan sosial
yang berbeda antara suami dan istri, anggapan bahwa memiliki anak laki-laki
lebih menjunjung tingkat sosial keluarga daripada memiliki anak perempuan, dan
lain sebagainya.
Hal tersebut mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik
Indonesia untuk lebih gigih dalam upaya mendorong kesetaraan gender serta
memberdayakan perempuan. Dalam hal ini, Kementerian Pemberdayaan
Perempuan Republik Indonesia tidak bekerja sendiri. Dalam lingkup
internasional, institusi pemerintah RI ini bekerjasama dengan CSW UN (The
Commission on the Status of Women). CSW UN sendiri merupakan komisi
fungsional dari Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-bangsa
3
(ECOSOC). Ini adalah kebijakan utama global yang didedikasikan khusus untuk
menangani kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Setiap tahun, wakil-
wakil dari negara anggota berkumpul di Markas Besar PBB di New York untuk
mengevaluasi kemajuan pada isu kesetaraan gender, mengidentifikasi tantangan,
menetapkan standar global dan merumuskan kebijakan yang konkret dalam
mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di seluruh
dunia. Komisi ini didirikan oleh ECOSOC Resolusi 11 ke-2 pada tanggal 21 Juni
1946 dengan tujuan untuk mempersiapkan rekomendasi dan laporan kepada
Dewan pada mempromosikan hak-hak perempuan dalam politik, ekonomi, bidang
sipil, sosial dan pendidikan. Komisi juga membuat rekomendasi kepada Dewan
mengenai masalah-masalah mendesak yang membutuhkan perhatian segera di
bidang hak-hak perempuan.1
Perkembangan politik di Indonesia saat ini mengarah pada penguatan hak
politik perempuan dan keterwakilan perempuan pada kelembagaan partai politik
dan lembaga politik lainnya. Hal ini terjadi lantaran banyaknya perlakuan
diskriminatif yang didapatkan oleh kaum perempuan selama ini dan adanya
ketimpangan pada jumlah keterwakilan perempuan di jabatan-jabatan politik baik
pusat maupun daerah. Padahal pada Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 tentang partai politik, menyatakan bahwa partai politik berfungsi sebagai
sarana : (a) pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi
warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; (b) penciptaan iklim yang kondusif
bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
1 http://www.un.org/womenwatch/daw/csw/55sess.htm (diakses pada 11 Juli 2011)
4
(c) penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan Negara; (d) partisipasi politik warga
negara; (e) rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokratis dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.2
Pada Pasal 2 ayat (2) dan ayat (5), serta Pasal 20 dari Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008, terlihat jelas bahwa adanya dorongan untuk memperkuat
hak politik perempuan. Pasal-pasal tersebut menyatakan bahwa dalam upaya
mendirikan dan membentuk partai politik dan kepengurusannya (baik di tingkat
pusat maupun daerah) harus menyertakan setidaknya 30 persen keterwakilan
perempuan di dalamnya. Dorongan-dorongan dalam rangka menguatkan hak
politik perempuan juga diberikan khususnya pada lembaga legislatif yang ditandai
dengan keluarnya Undang-Undang No. 10/2008 mengenai Pemilu Anggota DPR,
DPD, dan DPRD. Dari pasal tersebut terlihat jelas bahwa partai politik yang
mengajukan daftar calon anggota DPR dan DPRD setidaknya harus memuat 20
persen keterwakilan perempuan dan pada tiga calon sekurang-kurangnya terdapat
satu calon perempuan.
Walaupun sudah diatur dalam pasal perundang-undangan, partisipasi
politik perempuan pada kenyataannya masih tergolong minim. Untuk itu
dibentuklah suatu Konvensi Internasional yang dapat mengkontekstualisasikan
standar netral hak asasi manusia ke dalam situasi perempuan yaitu Konvensi yang
diberi nama CEDAW (Convention on the Elimination of Discrimination Against
Women) atau Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
2 http://www.kpud-baliprov.go.id/component/content/article/3-liputan/169-sosialisasi-hak-politik-bagi-perempuan-kesetaraan-gender-politik-tanpa-melupakan-peran-fungsi-perempuan-sebagai-seorang-ibuistri.html (diakses pada 11 Juli 2011)
5
Perempuan. CEDAW adalah suatu bentuk perjanjian internasional tentang
perempuan yang paling komprehensif dalam upaya penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan. Konvensi produk majelis umum PBB tahun
1979 ini telah diratifikasi oleh lebih dari 177 negara.
Indonesia telah meratifikasinya sejak tahun 1984 melalui Undang-undang
No.7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Wanita. Konvensi CEDAW memiliki arti penting karena
merupakan suatu instrumen hukum internasional pertama yang menetapkan arti
diskriminasi terhadap perempuan sebagai “Segala pembedaan, pengesampingan,
atau pembatasan apapun yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai
mempunyai pengaruh atau menghapuskan pengakuan, penikmatan, atau
penggunaan Hak-hak Asasi Manusia dan kebebasan pokok di bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang apapun lainnya oleh kaum dan
kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang
apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari apapun status perkawinan
mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan” (CEDAW pasal
(1)).3
Pemerintah suatu negara harus melakukan upaya-upaya penghapusan
berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan sebagai konsekuensi utama dari
diratifikasinya CEDAW. Upaya-upaya melalui CEDAW ini diterapkan
berdasarkan prinsip-prinsip persamaan substantif, non diskriminasi antara laki-
laki dan perempuan, serta prinsip kewajiban negara atau state obligation.
3 http://cwgi.wordpress.com/2007/07/31/press-release-memantau-upaya-penghapusan-diskriminasi-terhadap-perempuan-di-indonesia/ (diakses pada 5 September 2011)
6
Pemerintah masing-masing negara penandatangan konvensi harus menyampaikan
laporannya kepada Komite CEDAW PBB sebagai kewajiban setiap 4 tahun
sekali. Setelah laporan disampaikan pada Sesi Sidang Komite CEDAW,
organisasi-organisasi non pemerintah dapat ikut memantau proses pelaksanaan
laporan dan dapat memberikan laporan alternatif (alternative report) atau shadow
report guna membantu melengkapi informasi yang telah disusun pada laporan
pemerintah.
Menurut Achie Luluhima Sudiarti dalam bukunya yang berjudul
Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita mengatakan bahwa dari perspektif
hak asasi manusia, diskriminasi melanggar HAM. Sedangkan diskriminasi
terhadap perempuan melanggar hak asasi perempuan, sehingga pemberdayaan
perempuan diperlukan agar perempuan dapat memperjuangkan hak-haknya yang
dilanggar.4
Pemberdayaan perempuan dan tercapainya kesetaraan gender merupakan
masalah hak asasi manusia dan ketidakadilan sosial dan salah bila dipersepsikan
sebagai isu perempuan saja, karena masalah dan kondisi sosial tersebut
merupakan persyaratan dalam proses pembangunan masyarakat yang adil dan
kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan. Karena itu, perjuangan hak asasi
perempuan yang merupakan interaksi yang makin erat antara pribadi-pribadi
dengan berbagai latar belakang pendidikan, profesi dan kebangsaan, gerakan
perempuan di tingkat nasional dan internasional, telah banyak didukung oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa selama 50 tahun terakhir, sehingga kebutuhan untuk
4 Sudiarti, Achie Luluhima, S.H., M.A., DRA. Sulistyowati Irianto, M.A., Prof. Dr. Tapi Omas Ihromi, S.H., M.A. 2000. Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Bandung: Penerbit Alumni. halaman 7.
7
kemitraan yang sejajar dengan laki-laki atau kesetaraan gender telah menjadi isu
sentral dalam Konferensi Dunia keempat tentang Perempuan di Beijing, China
(1995).5 Ada semacam konsensus yang semakin kuat bahwa:
1. Mengatasi diskriminasi secara intrinsik berkaitan dengan kekuasaan
2. Perempuan akan tetap bertahan sebagai warga negara kedua bila akses
perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi, politik dan sosial tidak
tercapai dan jabatan-jabatan pengambilan keputusan masih didominasi
oleh laki-laki
3. Perempuan adalah sentral dalam pembangunan bangsa terutama dalam
negara berkembang dan perdamaian tidak bisa dicapai tanpa penghapusan
diskriminasi terhadap perempuan
Konsensus tersebut sekaligus menyerukan pentingnya pengakuan bahwa
keputusan-keputusan yang diambil oleh para penentu kebijakan akan berdampak
berbeda pada perempuan dan laki-laki, karena itu, pertemuan Dunia tentang
perempuan telah menetapkan bahwa pemberdayaan perempuan dan kesetaraan
gender adalah prasyarat untuk mencapai kondisi politik, ekonomi, sosial, budaya
dan lingkungan yang memberi rasa aman (Beijing Platform for Action, 1995).6
Kesetaraan gender sesungguhnya dapat diartikan sebagai kaum perempuan
mendapatkan kesempatan dan hak yang sama dengan kaum lelaki, tentu saja tidak
didasarkan menurut jenis kelaminnya. Kesempatan dan hak yang didapat oleh
kaum perempuan haruslah sama, tidak ada istilah ‘mengkotak-kotakkan’
pekerjaan, kedudukan, maupun perlakuan berdasarkan jenis kelamin. Dengan
5 Ibid 6 Ibid. hal. 8.
8
adanya kesetaraan gender, diharapkan kaum lelaki dan kaum perempuan berhak
menikmati status yang sama serta sama-sama memiliki kesempatan yang luas
untuk memaksimalkan potensinya sebagai hak asasinya. Sehingga para
perempuan dapat ikut andil dalam hal pembangunan politik, ekonomi, sosial,
budaya dan dapat sama-sama menikmati hasil dari pembangunan tersebut. Jadi
masalah kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan adalah isu kemanusiaan
yang harus segera diperjuangkan agar hal-hal yang sekiranya bias gender tidak
menjadi masalah yang berlarut-larut. Makna kesetaraan gender yaitu ada penilaian
yang sama tentang persamaan dan perbedaan gender oleh masyarakat, begitu juga
dengan peran-peran yang diduduki oleh tiap gender.
Pemberdayaan perempuan menuju pengembangan kesetaraan gender
memerlukan kegiatan seperti:7
1. Mempromosikan partisipasi perempuan sebagai agen pembaharu dalam
proses politik, ekonomi dan sosial. Untuk ini perlu partisipasinya dari segi
kuantitas (jumlah) maupun meningkatkan haknya untuk menyuarakan
kebutuhan maupun minatnya.
2. Kemitraan antara perempuan dan laki-laki. Karena pemberdayaan
perempuan untuk mencapai kesetaraan gender berarti terjadinya perubahan
sikap, perilaku serta terjadinya perubahan dalam pengisian peran-peran
laki-laki dan perempuan di dalam rumah, di lingkungan kerja, dan di
dalam masyarakat.
3. Usaha-usaha khusus yang dapat menghapus ketimpangan gender di
berbagai tingkatan. Seperti di tingkat kebijakan (menerapkan sistim kuota 7 Ibid. hal. 9.
9
agar lebih banyak perempuan dapat mengisi jabatan politis); menghapus
peraturan-peraturan yang diskriminatif bagi perempuan (seperti
menghapus pengaturan perpajakan tentang larangan perempuan kawin
yang berusaha mempunyai NPWP sendiri), mengubah kebiasaan, sikap
dan perilaku yang bias gender (seperti cara orang tua menentukan pilihan
pendidikan dan jurusan pendidikan apa yang dianggap pantas bagi
perempuan dan laki-laki).1
CEDAW atau biasa disebut dengan Konvensi Wanita, menekankan pada
kesetaraan dan keadilan antara wanita dan pria (equality and equity), yaitu
persamaan hak dan kesempatan serta perlakuan di segala bidang dan segala
kegiatan. Hal ini terlihat pada Prinsip Non-Diskriminasi yang merupakan salah
satu unsur dalam CEDAW. Seperti sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 Konvensi
Wanita, yang berbunyi “Untuk tujuan Konvensi yang sekarang ini, istilah
“diskriminasi terhadap wanita” berarti setiap pembedaan, pengucilan atau
pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh
atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau
penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh wanita, terlepas
dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita.8
Yang tidak dianggap sebagai diskriminasi ialah:9
1
8 Ibid. hal. 35. 9 Ibid
10
1. Affirmative actions (Pasal 4 Konvensi Wanita), yaitu langkah-langkah
khusus sementara yang dilakukan untuk mencapai persamaan kesempatan
dan perlakuan antara wanita dan pria;
2. Perlindungan kehamilan, dan kehamilan sebagai fungsi sosial (Pasal 5 (2)
Konvensi Wanita).
Untuk itu diperlukan langkah-langkah proaktif dalam rangka
menghapuskan diskriminasi terhadap wanita untuk mencapai persamaan antara
pria dan wanita. Tindakan-tindakan diskriminatif seperti membatasi ruang lingkup
wanita dalam memiliki pekerjaan, harus dihapuskan melalui pemberian ruang
lingkup yang lebih besar terhadap kebebasan kaum perempuan untuk menduduki
jabatan maupun pekerjaan dan merubah atau mengkonstruksi ulang anggapan-
anggapan yang bias gender.
Sebagaimana halnya dalam Pasal 2 Konvensi Wanita mengenai Langkah
Kebijaksanaan untuk Menghapus Diskriminasi yang menyatakan bahwa negara-
negara peserta mengutuk diskriminasi terhadap wanita dalam segala bentuknya
dan menjalankan dengan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda
kebijaksanaan menghapus diskriminasi terhadap wanita. Untuk mencapai tujuan
itu, diperlukan usaha-usaha sebagai berikut:10
1. Mencantumkan asas persamaan antara pria dan wanita dalam undang-
undang dasar nasional dan peraturan perundang-undangan lainnya, dan
menjamin realisasi praktis dari asas itu melalui hukum dan cara-cara lain
yang tepat.
10 Ibid. hal. 41.
11
2. Membuat peraturan-peraturan yang tepat termasuk sanksi-sanksinya di
mana perlu, melarang semua diskriminasi terhadap wanita.
3. Menegakkan perlindungan hukum terhadap hak-hak wanita atas dasar
persamaan dengan pria, menjamin melalui pengadilan nasional yang
kompeten dan badan-badan pemerintah lainnya, perlindungan yang efektif
terhadap setiap tindakan diskriminasi terhadap wanita.
4. Tidak melakukan tindakan atau praktek diskriminasi terhadap wanita, dan
menjamin bahwa pejabat-pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga negara
bertindak sesuai dengan kewajiban itu.
5. Mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghapus perlakuan
diskriminasi terhadap wanita oleh tiap orang, organisasi atau perusahaan.
6. Mengambil langkah-langkah yang tepat, termasuk pembuatan peraturan
perundang-undangan atau mengubah dan mencabut peraturan perundang-
undangan yang ada, serta menghapus kebiasaan dan praktek yang
diskriminatif terhadap wanita.
7. Mencabut semua ketentuan pidana nasional yang diskriminatif terhadap
wanita.
Pasal 3 mengenai Jaminan Hak Asasi
Negara-negara peserta:
Mengambil langkah-langkah yang tepat, termasuk pembuatan peraturan
perundang-undangan, di semua bidang, khususnya di bidang politik, sosial,
ekonomi dan budaya,
12
• Untuk menjamin perkembangan dan kemajuan wanita sepenuhnya dengan
tujuan untuk menjamin agar wanita menikmati hak-hak asasi manusia dan
kebebasan-kebebasan pokok atas dasar persamaan dengan pria.
Pasal 4 mengenai Ketentuan-ketentuan Khusus untuk Mencapai Persamaan
• Pembuatan ketentuan-ketentuan khusus sementara yang ditujukan untuk
mempercepat persamaan “de-facto” antara pria dan wanita tidak dianggap
sebagai diskriminasi, dan sama sekali tidak harus membawa konsekuensi
pemeliharaan norma-norma yang tidak sama atau terpisah. Peraturan-
peraturan itu dicabut apabila tujuan persamaan kesempatan dan perlakuan
telah tercapai.
• Pembuatan ketentuan-ketentuan khusus yang ditujukan untuk melindungi
kehamilan tidak dianggap sebagai diskriminasi.
Pasal 7 mengenai Kehidupan Politik dan Kemasyarakatan
Negara-negara peserta wajib mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
menghapus diskriminasi terhadap wanita dalam kehidupan politik dan kehidupan
kemasyarakatan, khususnya menjamin bagi wanita, atas dasar persamaan dengan
pria, hak:
• Untuk memilih dan dipilih;
• Untuk berpasrtisipasi dalam perumusan kebijaksanaan pemerintah dan
implementasinya;
• Untuk memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan fungsi
pemerintahan di semua tingkat;
13
• Untuk berpartisipasi dalam organisasi dan perkumpulan non-pemerintah,
yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik negara.
Dan yang terakhir adalah Pasal 8 mengenai Partisipasi di Tingkat Internasional
Negara-negara peserta wajib:
• Memberikan jaminan bagi wanita, kesempatan untuk mewakili pemerintah
pada tingkat internasional dan untuk berpartisipasi dalam pekerjaan
organisasi-organisasi internasional, atas dasar persamaan dengan pria
tanpa suatu diskriminasi.11
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas maka dirumuskanlah beberapa masalah yang
akan diidentifikasi dalam skripsi ini, sebagai berikut:
1. Usaha-usaha apa saja yang telah ditempuh CSW UN dengan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan RI melalui CEDAW dalam rangka
meningkatkan isu kesetaraan gender khususnya peningkatan partisipasi
wanita di parlemen periode 2004-2009? Dalam masalah ini akan dibahas
mengenai upaya-upaya yang telah ditempuh oleh CSW UN dengan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI melalui CEDAW periode
2004-2009 secara detail dan mendalam.
2. Seberapa pentingnya pengaruh CEDAW dalam membantu meningkatkan
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan khususnya dalam hal
11 Ibid. hal. 44.
14
partisipasi politik di Indonesia dan taraf global periode 2004-2009?
Pertanyaan ini peneliti gunakan untuk mengidentifikasi seberapa besar
pengaruh dibentuknya CEDAW terhadap peningkatan kesetaraan gender
dan pemberdayaan perempuan dalam bidang politik di Indonesia dan juga
taraf internasional dalam kurun waktu 2004-2009.
3. Apa saja dampak positif yang telah dicapai oleh CSW UN dengan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI melalui CEDAW periode
2004-2009? Mengidentifikasi dampak-dampak positif apa saja yang telah
terjadi berkaitan dengan implementasi CEDAW selama kurun waktu lima
tahun tersebut.
1.3. Tujuan Penelitian
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menghasilkan hipotesa berikut
jawaban yang signifikan dari masalah yang telah dijelaskan sebelumnya.
Beberapa tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi usaha-usaha apa saja yang telah
ditempuh CSW UN dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI
melalui CEDAW dalam meningkatkan isu kesetaraan gender khususnya
dalam hal peningkatan partisipasi wanita di parlemen periode 2004-2009.
2. Untuk mengkaji akan pentingnya pengaruh CEDAW dalam membantu
meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan khususnya
15
dalam hal partisipasi politik di Indonesia dan taraf global periode 2004-
2009.
3. Untuk menjelaskan mengenai dampak positif yang telah dicapai dan
dipenuhi oleh CSW UN dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan
RI melalui CEDAW selama 2004-2009.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut:
Manfaat dari segi ilmiah:
1. Penelitian ini akan memberikan informasi dan juga sebagai media
penambah wawasan para pembaca secara mendalam, mengenai upaya-
upaya apa saja yang telah dilakukan oleh CSW UN dengan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dalam mendorong
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan untuk keterwakilan
perempuan di parlemen periode 2004-2009.
2. Harapan bahwa tidak hanya berfungsi sebagai media informasi kepada para
pembaca, namun juga kepada para aktor negara, akan pentingnya
keterwakilan perempuan parlemen sehingga dapat memberi rona
pemikiran yang beragam di parlemen dunia, khususnya Indonesia.
Manfaat dari segi praktis:
16
1. Memperhitungkan pentingnya porsi lebih besar untuk perempuan di
parlemen, melihat selama ini kedudukan kursi di parlemen banyak yang
bias gender dan selalu mengutamakan kaum Adam daripada kaum Hawa.
Pada kenyataannya dari segi kapabilitas, kedua gender ini dapat bersaing
secara seimbang di parlemen.
2. Pemerintah hingga organisasi internasional serta individu dapat belajar
untuk tidak memandang Indonesia dengan sebelah mata mengenai
kepedulian dan kepekaannya terhadap masalah gender, melihat sudah
banyak upaya yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan
Perempuan Republik Indonesia dalam rangka mendorong kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan, salah satunya melalui CEDAW
dalam kerjasamanya dengan CSW UN.
1.5 Sistematika Penulisan
Data-data yang penulis dapat dari penelitian ini akan disusun secara
sistematis sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan. Adanya kesesuaian alur
dengan sistematika penulisan akan sangat membantu penulis dalam mengkaitkan
konsep demi konsep dan juga menyeragamkannya, sehingga pada akhirnya
tercipta hasil penelitian yang baik dan komprehensif mengenai topik yang diteliti.
Sistematika penulisan yang akan dilakukan dalam melakukan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
17
Dalam bab I yang berisi pendahuluan dan latar belakang dari penelitian
yang akan penulis laksanakan, akan turut dijelaskan mengenai ruang lingkup dari
penelitian. Melihat bab I membahas ruang lingkup dari penelitian, maka isi dari
bab I haruslah merupakan dasar-dasar atau pondasi dari alasan mengapa
dipilihnya topik tertentu sebagai bahan penelitian.
Bab ini dilanjutkan dengan rumusan masalah yang dalam bab-bab
selanjutnya akan dikaji secara lebih mendalam di dalam penelitian ini. Tujuan
akhir dari bab ini adalah mendapat capaian dari rumusan masalah penelitian dan
kegunaan dari dilakukannya penelitian tersebut. Dan yang terakhir dari bab satu
adalah runtutan sistematika penulisan dan penyusunan data dalam penelitian
tersebut.
2. BAB II KERANGKA BERPIKIR
Pada bab 2 berisi landasan teori, teori-teori apa saja yang berkaitan dengan
skripsi yang sedang disusun. Cantumkan hanya teori-teori yang berkaitan dengan
topik skripsi, hindari mencantumkan teori yang tidak ada sangkut pautnya dengan
topik skripsi. Topik skripsi dapat dilihat melalui judul skripsi yang dipilih oleh
penulis.
Didalam kerangka berpikir akan dijelaskan mengenai landasan teori yang
akan digunakan pada penelitian dan juga konsep-konsep yang akan digunakan
yang sekiranya akan melengkapi penelitian tersebut. Penjelasan mengenai teori
dan konsep secara mendalam diharapkan dapat membantu penulis dalam
menganalisa dan menjawab rumusan permasalahan yang menjadi pokok acuan
18
penelitian berdasarkan landasan-landasan teoritis, sehingga hasil penelitian dapat
menghasilkan hipotesia yang didukung oleh sumber data-data yang valid dan
signifikan.
3. BAB III METODE PENELITIAN
Bab III memuat penjelasan mengenai metode penelitian yang didalamnya
mencakup semua hal yang berkaitan dengan proses dan kajian dari penelitian.
Selain itu, Bab III juga membahas mengenai wujud nyata dari penelitian, seperti
penjelasan mengenai definisi operasional dari penelitian, metode apa saja yang
digunakan dalam rangka menunjang penelitian, jenis-jenis data yang dipakai, dan
bagaimana cara menganalisis data yang telah dikumpulkan oleh peneliti.
Penjelasan-penjelasan tersebut diharapkan dapat memberikan pencerahan kepada
pembaca mengenai penelitian tersebut apakah valid atau tidak, yang didasarkan
pada studi kepustakaan dan juga disesuaikan dengan metode penelitian yang telah
dijelaskan sebelumnya.
4. BAB IV – HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab IV membahas mengenai hasil dan pembahasan dari penelitian yang
telah dilakukan dan dikaji sebelumnya. Didalam bab ini, terdapat bagian yang
paling penting dari penelitian yaitu uraian yang bersifat mendalam akan objek dari
fenomena yang diteliti. Bab IV ini juga didalamnya tersaji analisis yang
mendalam mengenai relevansi dari penelitian beserta teori-teori dan konsep yang
dipakai, serta terdapat kajian yang lebih mendalam mengenai fenomena yang
19
diteliti sehingga diharapkan di dalam bab IV ini dihasilkan hipotesia yang sesuai
dari rumusan masalah sedang diangkat pada penelitian tersebut.
5. BAB V PENUTUP
Bab V adalah bagian yang didalamnya dibahas mengenai kesimpulan dari
penelitian serta saran yang berkaitan dengan topik maupun rumusan masalah yang
diteliti. Selain itu, Bab V mengharuskan peneliti untuk menarik kesimpulan yang
telah diambil sebelumnya dari hasil penelitian yang tidak lain adalah jawaban dari
rumusan masalah yang telah dirumuskan sejak awal penelitian. Pada Bab V ini
peneliti juga diharuskan mengikutsertakan saran yang nantinya menjadi masukan
dari objek fenomena kajian yang telah diteliti di penelitian tersebut.
6. DAFTAR PUSTAKA
Bagian ini menjelaskan mengenai kepustakaan atau data data yang
digunakan, baik literatur ataupun primer dalam pelaksanakan dan analisa
penelitian ini.
7. LAMPIRAN-LAMPIRAN
Merupakan penjelasan tambahan, dapat berupa uraian, gambar,
perhitungan-perhitungan, grafik atau tabel, yang merupakan penjelasan rinci dari
apa yang disajikan di bagian-bagian terkait sebelumnya.