Upload
fernando-fredo-h-x-v-i
View
9
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah 2
Citation preview
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Di kota-kota besar terutama di kota Jakarta, tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan
jalan tol dibutuhkan untuk menjamin perjalanan yang cepat, efisien, dan bebas hambatan bagi
para pengguna kendaraan seperti mobil pribadi, truk, dan kendaraan bermuatan lainnya.
Tidak mengherankan jika sebagian besar pengguna kendaraan tersebut memilih untuk
menggunakan jalan bebas hambatan (jalan tol) sebagai jalan alternatif mereka. Jalan tol di
kawasan kota Jakarta adalah yang paling banyak dipadati kendaraan karena merupakan
kawasan sibuk. Pada jalan tol Jakarta-Cikampek misalnya, di tahun 2012 telah tercatat
sebanyak 532.445 unit kendaraan yang melintas per hari (Jasamarga.com). Kepadatan yang
sangat mungkin muncul di jalan tol ini tentu tidak dapat teratasi jika petugas di jalan tol tidak
memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengatasi masalah kepadatan tersebut.
Walaupun pekerjaan petugas penjaga pintu tol terkesan mudah, namun bila dihadapkan
dengan padatnya kendaraan setiap hari, bukan tidak mungkin dapat terjadi kekeliruan dan
kesalahan dalam bekerja.
Pelayanan di jalan tol dilakukan selama 24 jam setiap hari tanpa henti dengan adanya
penerapan sistem transaksi terbuka dan tertutup. Pada sistem terbuka, pengguna jalan tol atau
kendaraan yang melewati jalan tol langsung membayar saat berada di gerbang tol masuk.
Pada sistem tertutup, pengguna jalan tol mengambil tiket terlebih dahulu di gerbang tol
masuk, kemudian membayar setelah sampai di gerbang tol keluar (Jasamarga.com). Pada
penjaga pintu tol yang memakai sistem tertutup dibutuhkan ketelitian dan kecepatan yang
lebih baik lagi dalam hal berhitung. Hal tersebut dikarenakan pintu tol dengan sistem tertutup
memberikan tarif tol yang berbeda-beda sesuai dengan asal gerbang tol yang dilalui
kendaraan sebelumnya dengan sistem manual. Oleh sebab itu, penjaga pintu tol dengan
sistem tertutup diharuskan untuk memiliki kecepatan lebih untuk mengidentifikasi kartu dan
menyesuaikannya dengan tarif yang berlaku dibandingkan dengan penjaga pintu tol dengan
sistem terbuka. Untuk itulah, petugas penjaga pintu tol diharapkan memiliki keterampilan
berhitung agar dapat menunjang performa kerjanya. Semakin baik performa kerja mereka,
maka semakin cepat pula pelayanan yang mereka berikan untuk menghindari kepadatan dan
penumpukan kendaraan di gerbang pintu tol.
Beberapa kompetensi dasar diperlukan ketika bekerja sebagai penjaga tol. Menurut
Penny (2014), kompetensi-kompetensi dasar yang diperlukan untuk dapat bekerja menjadi
penjaga pintu tol adalah kemampuan komunikasi, kemampuan untuk memproses informasi,
numeracy skills, akurasi dan perhatian terhadap detail, problem-solving skills, kemampuan
memberikan pelayanan terbaik, kemampuan untuk bekerja secara mandiri atau independen,
integritas dan kejujuran, dapat dipercaya, serta manual dexterity. Disebutkan sebagai salah
satu syarat yang menentukan diterima atau tidaknya seseorang sebagai kasir, baik itu kasir
yang bekerja di toko, swalayan, dan/atau kasir pada pintu tol, yaitu dari kompetensi numeracy
skills yang baik.
Ditemukan dalam fenomena yang terjadi belakangan ini, di mana beberapa pengguna
jalan tol mengeluhkan kurangnya uang kembalian mereka saat melakukan transaksi di jalan
tol, sementara pengguna yang lain mendapatkan uang kembalian yang berlebih (Waspada
menerima kembalian uang jalan tol, 2013). Berdasarkan fenomena di atas, maka dapat
dikatakan bahwa beberapa keterampilan yang tidak dimiliki oleh petugas penjaga pintu tol
tersebut antara lain adalah akurasi dan perhatian terhadap detail (kurang akurat dan perhatian
dalam memberi kembalian) serta kemampuan memberikan pelayanan terbaik. Pelayanan
terbaik tidak akan didapat jika dalam memberi kembalian saja, para petugas penjaga pintu tol
tidak teliti, dan ketelitian dalam memberikan kembalian kepada pengguna jalan tol tidak akan
dimiliki jika petugas penjaga pintu tol tidak memiliki kemampuan berhitung yang baik. Oleh
karena itu, kami menyimpulkan bahwa penjaga pintu tol yang ada kurang memiliki
kompetensi numeracy skill (kemampuan berhitung) yang baik. Hal tersebut didukung pula
oleh pernyataan Penny (2014), bahwa job description dan kompetensi yang dibutuhkan oleh
seorang kasir salah satunya adalah numeracy skills.
Berdasarkan pada pernyataan sebelumnya, maka diperlukan pengukuran
numeracy skill untuk mengukur kemampuan setiap individu yang menjadi
penjaga pintu tol serta untuk menunjang performa mereka nantinya, dengan
harapan agar dapat mengurangi tingkat kesalahan serta keluhan dari pengguna
jalan tol. Namun pada kenyataannya, berdasarkan pengalaman dan
pengetahuan kami, belum ada tes atau alat ukur yang dipublikasikan dan
ditujukan secara spesifik untuk mengukur kemampuan berhitung pada petugas
penjaga pintu tol. Sebagian besar bentuk tes tersebut lebih mengarah kepada
achievement test untuk pendidikan formal atau bentuk tes kemampuan
berhitung untuk anak sekolah dasar, sehingga bentuk tes ini merupakan tes
yang baru untuk dilakukan, namun juga penting dilaksanakan agar nantinya
diperoleh alat tes yang valid, reliabel, dan baik untuk mengukur kemampuan
berhitung pada penjaga pintu tol.
Jika seorang penjaga pintu tol telah memiliki semua syarat yang diperlukan, maka ia
telah memiliki semua kompetensi dan mampu mengimbangi kepadatan di jalan tol. Oleh
karena itu, penyusunan dan pengukuran numeracy skills terhadap petugas penjaga pintu tol
dirasa penting dan dibutuhkan, sehingga diharapkan semua penjaga pintu tol telah
mempunyai numeracy skill yang baik agar bisa memberikan pelayanan terbaiknya bagi setiap
pengguna jalan tol.