11
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Banyak kajian menyatakan tentang besarnya suatu bangsa dikarenakan pendidikan. Terdapat kuatnya hubungan antara pendidikan sebagai sarana pengembang sumber daya manusia dengan kualitas dan kemajuan suatu bangsa yang adil dan makmur. Pendidikan yang mengembangkan dan memfasilitasi perubahan yaitu pendidikan yang merata, bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. UU No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional mengatakan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Dari penjelasan di atas jelas bahwa peran pendidikan sangat dibutuhkan manusia sejak ia lahir hingga meninggal (life long education). Selain itu peran pendidikan sangat besar dalam memajukan suatu bangsa untuk mendapatkan sumber daya manusia yang cerdas dan mandiri. Tujuan pendidikan yang mulia tersebut hendaknya dijadikan cita-cita pendidikan yang ideal. Dalam hal ini perlu adanya kerjasama antara stakeholder yang peduli akan pendidikan dengan pemerintah. Pemerintah

bab 1 -NIM 07110241016

Embed Size (px)

DESCRIPTION

awal bagus

Citation preview

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan

    suatu bangsa. Banyak kajian menyatakan tentang besarnya suatu bangsa

    dikarenakan pendidikan. Terdapat kuatnya hubungan antara pendidikan

    sebagai sarana pengembang sumber daya manusia dengan kualitas dan

    kemajuan suatu bangsa yang adil dan makmur. Pendidikan yang

    mengembangkan dan memfasilitasi perubahan yaitu pendidikan yang merata,

    bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.

    UU No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3

    tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional mengatakan bahwa:

    Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

    rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

    mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

    beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

    sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

    demokratis serta bertanggung jawab.

    Dari penjelasan di atas jelas bahwa peran pendidikan sangat dibutuhkan

    manusia sejak ia lahir hingga meninggal (life long education). Selain itu

    peran pendidikan sangat besar dalam memajukan suatu bangsa untuk

    mendapatkan sumber daya manusia yang cerdas dan mandiri.

    Tujuan pendidikan yang mulia tersebut hendaknya dijadikan cita-cita

    pendidikan yang ideal. Dalam hal ini perlu adanya kerjasama antara

    stakeholder yang peduli akan pendidikan dengan pemerintah. Pemerintah

  • 2

    memegang peranan sangat penting dalam pengembangan pendidikan karena

    pemerintah sebagai aktor utama dalam pembuatan kebijakan pendidikan.

    Salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam mengatasi

    pemerataan pendidikan adalah kebijakan tentang program sekolah

    penyelenggara pendidikan inklusif.

    Pendidikan inklusif adalah suatu kebijakan pemerintah dalam

    mengupayakan pendidikan yang bisa dinikmati oleh setiap warga negara agar

    memperoleh pemerataan pendidikan tanpa memandang anak berkebutuhan

    khusus maupun normal agar bisa bersekolah dan memperoleh pendidikan

    yang layak dan berkualitas untuk masa depan kehidupannya. Sekolah inklusi

    berusaha untuk mengatasi masalah pemerataan kesempatan pendidikan untuk

    anak berkebutuhan khusus supaya bisa belajar di sekolah reguler. Sebagai

    pembaharuan pendidikan, pendidikan inklusif lahir karena banyaknya anak

    berkebutuhan khusus yang semakin bertambah dan akses pendidikannya

    terbatas, karena lokasi SLB pada umumnya berada di Ibu Kota Kabupaten.

    Padahal anak-anak berkebutuhan khusus tersebar tidak hanya di Ibu Kota

    Kabupaten tetapi hampir di seluruh daerah (kecamatan/desa). Akibatnya,

    sebagian anak berkebutuhan khusus, karena faktor ekonomi terpaksa tidak

    disekolahkan oleh orang tuanya karena lokasi SLB jauh dari rumah,

    sedangkan SD terdekat tidak bisa menerima karena merasa tidak mampu

    melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di SD

    terdekat, namun kerena ketiadaan pelayanaan khusus bagi mereka, akibatnya

    mereka berpotensi tinggal kelas yang pada akhirnya akan putus sekolah.

  • 3

    Akibat lebih lanjut, program wajib belajar pendidikan dasar akan sulit

    tercapai (Direktorat PLB, 2003: i).

    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 5 Ayat 1 dan 2

    menyebutkan bahwa:

    Ayat satu menyebutkan bahwa, setiap warga negara mempunyai hak

    yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ayat dua

    menyebutkan bahwa, warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,

    mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

    Pasal 11 ayat 1 dan 2 tentang hak dan kewajiban pemerintah dan pemerintah

    daerah sebagai berikut:

    Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang

    bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang

    berusia 7-15 tahun.

    Undang-Undang di atas menunjukkan bahwa semua anak usia sekolah

    harus memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu, serta pendidikan

    untuk semua (education for all). Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari

    bagaimana proses pendidikan yang ada di dalamnya kemudian tertuang dalam

    kebijakan-kebijakan pemerintah yang diambil dalam penyelenggaraan

    pendidikan.

    Salah satunya adalah anak berkebutuhan khusus yang harus mendapat

    perlakuan sama dalam memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu.

    Dalam perkembangannya pendidikan anak berkebutuhan khusus telah

    banyak mengalami perubahan yaitu pada awalnya pendidikan anak

  • 4

    berkebutuhan khusus bersifat segregasi atau terpisah dari masyarakat pada

    umumnya. Dalam pelaksanaan pendidikannya seperti sekolah SLB yang di

    dalamnya terdapat spesialisasi-spesialisasi terhadap anak berkebutuhan

    khusus sesuai dengan hambatanya seperti: SLB-A untuk sekolah anak tuna

    netra, SLB-B untuk sekolah anak tunarungu, SLB-C untuk sekolah anak

    tunagrahita, SLB-D untuk sekolah anak tunadaksa. Selanjutnya menuju pada

    pendidikan integratif, atau dikenal dengan pendekatan terpadu yang

    mengintegrasikan anak luar biasa masuk ke sekolah reguler, namun masih

    terbatas pada anak-anak yang mampu mengikuti kurikulum di sekolah

    tersebut dan kemudian inklusif yaitu konsep pendidikan yang tidak

    membedakan keragaman karakteristik individu.

    Pengertian umum dari sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang

    dikeluarkan oleh Walikota Yogyakarta dalam Peraturan Walikota Yogyakarta

    Nomor. 47 Tahun 2008 adalah: Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

    adalah satuan pendidikan formal, reguler jenjang pendidikan usia dini,

    pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, yang memiliki peserta didik

    tanpa membeda-bedakan latar belakang, kondisi sosial, ekonomi, politik,

    suku, bahasa, jenis kelamin, agama atau kepercayaan, serta perbedaan kondisi

    fisik maupun mental dan telah menyelenggarakan proses pembelajaran yang

    inklusif.

    Menurut Tarmansyah (2007: 12) pendidikan inklusif hadir dengan

    sebuah konsep atau pendekatan pendidikan yang berupaya menjangkau

    semua kondisi psikologis dan fisik anak tanpa terkecuali. Dengan hadirnya

  • 5

    pendidikan inklusif maka hak-hak anak berkebutuhan khusus memperoleh

    pendidikan yang layak dan bermutu senantiasa akan terkabul dan memberikan

    hal positif bagi anak berkebutuhan khusus untuk terus berkembang dan

    tumbuh menjadi dewasa yang mandiri dan cerdas.

    Hal ini juga tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

    nomor 70 tahun 2009 pasal 2 tentang pendidikan inklusif yang bertujuan

    untuk:

    (a) memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau

    memiliki potensi kecardasan dan/atau bakat istimewa untuk

    memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan bakat dan

    kemampuannya. (b) mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai

    keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik

    sebagaimana yang dimaksud pada huruf a.

    Sesuai dengan UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 mengenai wajar 9

    tahun yaitu setiap warga negara usia sekolah berhak memperoleh pemerataan

    pendidikan yang layak dan bermutu, sehingga pemerintah kini lebih bijak

    dengan memberi perhatian bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus agar

    bisa belajar sejajar dengan mereka yang normal dengan menyelenggarakan

    pendidikan inklusif, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

    Indonesia No.70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik

    yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat

    istimewa serta Sekolah ini merupakan sekolah yang menerima anak

    berkebutuhan khusus untuk dapat belajar bersama dengan peserta didik yang

    normal. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor: 47 tahun 2008 Tentang

    Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, dan Keputusan Kepala Dinas

  • 6

    Pendidikan Kota Yogyakarta No. 188/Des/0026 tentang Petunjuk Teknis

    Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kota Yogyakarta.

    Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh

    sumber daya manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah,

    kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa,

    kemampuan dan task commitment (tanggung jawab terhadap tugas) tenaga

    kependidikan yang handal, sarana prasarana yang memadai untuk mendukung

    kegiatan belajar mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai

    dengan fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Apabila salah satu

    hal di atas tidak sesuai dengan yang diharapkan dan/atau tidak berfungsi

    sebagaimana mestinya, maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah

    kurang optimal. Manajemen sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada

    kepala sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan,

    mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen

    pendidikan suatu sekolah yang meliputi input siswa, tenaga kependidikan,

    sarana prasarana, dana, manajemen, lingkungan, dan kegiatan belajar-

    mengajar (Direktorat PLB, 2007: 6).

    Dalam pengambilan keputusan atau kebijakan maka pasti terdapat pro

    dan kontra tentang pelaksanaan kebijakan tersebut tidak terkecuali sekolah

    inklusi. Seperti yang tercantum dalam pedoman umum penyelenggaraan

    pendidikan inklusif (2007: 7-8) tentang pro dan kontra pendidikan inklusif

    menyatakan bahwa meskipun pendidikan inklusif telah diakui di seluruh

    dunia sebagai salah satu upaya mempercepat pemenuhan hak pendidikan bagi

  • 7

    setiap anak, namun perkembangan pendidikan inklusif mengalami kemajuan

    yang berbeda-beda di setiap negara. Sebagai inovasi baru, pro dan kontra

    pendidikan inklusif masih terjadi dengan alasan masing-masing. Sebagai

    negara yang ikut dalam berbagai konvensi dunia, Indonesia harus merespon

    secara proaktif terhadap kecenderungan perkembangan pendidikan inklusif.

    Salah satunya adalah dengan cara memahami secara kritis tentang pro dan

    kontra pendidikan inklusif.

    Pro Pendidikan Inklusif menyatakan bahwa: 1) Belum ada bukti

    empirik yang kuat bahwa SLB merupakan satu-satunya sistem terbaik untuk

    pendidikan anak berkebutuhan khusus; 2) Biaya penyelenggaraan SLB jauh

    lebih mahal dibanding dengan dengan sekolah regular; 3) Banyak anak

    berkebutuhan khusus yang tinggal di daerah-daerah tidak dapat bersekolah di

    SLB karena jauh dan/atau biaya yang tidak terjangkau; 4) SLB (terutama

    yang berasrama) merupakan sekolah yang memisahkan anak dari kehidupan

    sosial yang nyata. Sedangkan sekolah inklusif lebih menyatukan anak

    dengan kehidupan nyata; 5) Banyak bukti di sekolah reguler terdapat anak

    berkebutuhan khusus yang tidak mendapatkan layanan yang sesuai; 6)

    Penyelenggaraan SLB berimplikasi adanya labelisasi anak cacat yang dapat

    menimbulkan stigma sepanjang hayat. Orangtua tidak mau ke SLB; 7)

    Melalui pendidikan inklusif akan terjadi proses edukasi kepada masyarakat

    agar menghargai adanya perbedaan.

  • 8

    Kontra Pendidikan Inklusif menyatakan bahwa: 1) Peraturan

    perundangan memberikan kesempatan pendidikan khusus bagi anak

    berkebutuhan khusus; 2) Hasil penelitian masih menghendaki berbagai

    alternatif pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus; 3) Banyak orangtua

    yang anaknya tidak ingin bersekolah di sekolah reguler; 4) Banyak sekolah

    reguler yang belum siap menyelenggarakan pendidikan inklusif karena

    menyangkut sumberdaya yang terbatas; 5) Sekolah khusus/SLB dianggap

    lebih efektif karena diikuti anak yang sejenis.

    Program kebijakan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta sendiri sudah

    banyak sekolah yang ditunjuk Dinas Pendidikan untuk menyelenggarakan

    pendidikan inklusif seperti: TK ABA Nitikan, SD Tumbuh, SD TD Ibu

    Pawiyatan, SD Tamansari 1, SD Karanganyar, SD Giwangan, SD

    Muhammadiyah Pakel, SD Bangunrejo 2, SD IT Bias, SD Muhammadiyah

    Miliran, SMP Muhammadiyah 5, SMP TD Ibu Pawiyatan, SMK

    Muhammadiyah 3, SMK Muhammadiyah 4, SMK Muhammadiyah 2. Dari

    sekolah-sekolah yang ditunjuk sebagai penyelenggara pendidikan inklusif

    peneliti tertarik pada SDN Giwangan, karena SDN Giwangan pada awalnya

    adalah sebagai uji coba sekolah yang menampung peserta didik dengan

    berkebutuhan khusus atau sekolah terpadu. Pada tahun 1985 SDN Giwangan

    ditunjuk sebagai sekolah terpadu yaitu sekolah yang dapat menampung anak

    berkebutuhan khusus yang dapat belajar bersama dengan kurikulum sama

    dengan anak umumnya namun masih terbatas pada anak-anak yang mampu

    mengikuti kurikulum di sekolah tersebut. Pada tahun 2003 SDN Giwangan

  • 9

    dipercaya sebagai sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif yaitu

    lanjutan dari pendidikan terpadu yang sebelumnya sudah terlaksana.

    Namun dalam pelaksanaannya program sekolah penyelenggaraan

    pendidikan inklusif masih terdapat beberapa masalah di antaranya yaitu

    kurangnya tenaga pendidik, kurangnya partisipasi aktif masyarakat dalam

    pelaksanaan pendidikan inklusif, kurang efektif dalam pelaksanaan sekolah

    inklusi, kurangnya sarana prasarana yang mendukung proses pembelajaran,

    kurangnya perencanaan manajemen dalam pelaksanaan pendidikan inklusif,

    evaluasi dan monitoring yang kurang dilakukan oleh pihak dinas terkait,

    masih rendahnya prestasi belajar siswa, serta metode pembelajaran yang

    belum sesuai dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif.

    Oleh karena itu, peneliti ingin menggali informasi dan meneliti

    efektivitas program sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di SDN

    Giwangan Yogyakarta. Dalam penelitian ini efektivitas dilihat dari tenaga

    pendidik, sarana dan prasarana, kurikulum, monitoring dan evaluasi, yaitu

    untuk melihat efektivitas program sekolah penyelenggara pendidikan inklusif

    di SDN Giwangan.

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka beberapa permasalahan yang

    dapat diidentifikasi dalam penelitian ini, yaitu :

    1. Belum adanya kesadaran orang tua dalam pendidikan inklusif.

    2. Belum sesuainya program sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

  • 10

    3. Kurangnya perencanaan manajemen dalam pelaksanaan pendidikan

    inklusif.

    4. Masih rendahnya prestasi belajar siswa.

    5. Metode pembelajaran yang belum sesuai dengan penyelenggaraan

    pendidikan inklusif.

    C. Batasan Masalah

    Mengingat luasnya bahasan dalam penelitian ini, maka peneliti

    membatasi penelitian ini pada aspek kajian efektivitas program sekolah

    penyelenggara pendidikan inklusif di SDN Giwangan.

    D. Rumusan Masalah

    Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, dapat dirumuskan

    permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian pada penelitian ini yaitu:

    Bagaimana efektivitas program sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di

    SDN Giwangan?

    E. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

    adalah untuk mengetahui efektivitas program sekolah penyelenggara

    pendidikan inklusif di SDN Giwangan yang diantaranya meliputi: tenaga

    pendidik, sarana dan prasarana, kurikulum, monitoring dan evaluasi.

  • 11

    F. Manfaat Penelitian

    1. Bagi Mahasiswa

    Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan terkait dengan efektivitas

    program sekolah penyelenggara pendidikan inklusif untuk memperkaya

    referensi terutama yang terkait dengan penelitian tentang program sekolah

    inklusi.

    2. Bagi Sekolah

    Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan, dan referensi

    dalam meningkatkan pemahaman akan program sekolah penyelenggaraan

    pendidikan inklusif, untuk meningkatkan kualitas pendidikan di

    masyarakat.

    3. Bagi Pemerintah

    Penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam penyelenggaraan

    pendidikan inklusif sesuai dengan tujuan pendidikan nasional khususnya

    pendidikan inklusif di Indonesia.