Upload
anggi-anggraini
View
227
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tt
Citation preview
RESUME SKENARIO 3BLOK 4NYERI
Oleh:Kelompok D
1. 092010101034 Fitria Intan B.
2. 122010101001 Jasmine Fachrunnisa
3. 122010101003 Rizka Nuzula W.
4. 122010101005 Rizki Wardatul M. S.
5. 122010101007 Zahrina Amalia E. N.
6. 122010101009 Ayu Dilia Novita S.
7. 122010101026 Wildan Triana
8. 122010101027 Muhammad Avin Zamroni
9. 122010101030 Erdito Muro Suyono
10. 122010101058 Gilang Vigorous A.
11. 122010101088 Diastri Nur S.D.
12. 122010101092 Dear Farah Sielma
13. 122010101094 Yessie Elin S.
14. 122010101096 Rizki Nur Fitria
15. 122010101098 Putri Erlinda Kusumaningarum
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER
2013
SKENARIO 3
Rani, seorang siswi SMU, tiba-tiba berteriak di ruang praktik sekolah: “Aduuh..” saat jarinya tertusuk jarum sewaktu menjahit seragam sekolah hasil karyanya. Tidak berhenti disitu saja, setelah melihat darah yang keluar dari ujung jari telunjuknya, Rani sontak menangis histeris, tak sengaja kepalanya terbentur dinding ruang kelas dan terlihat memar sehingga membuat seisi ruang kelas gaduh. Bu Ina, sang guru ketrampilan segera membawa Rani ke ruang UKS, dia memberi bebat pada ujung jari muridnya itu dan memberi obat pereda nyeri untuk segera diminumkan.
2
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Nyeri
Nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. (International Association for Study of Pain (IASP))
2. MemarMemar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan yang terjadi dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul yang menyebabkan darah terkumpul di daerah interstisial.
3. BebatBebat adalah penutupan suatu bagian tubuh yang cedera dengan bahan tertentu dan dengan tujuan tertentu. Pembebatan mempunyai peran penting dalam membantu mengurangi bengkak, kontaminasi oleh mikroorganisme dan membantu mengurangi ketegangan jaringan luka.
3
ANALISIS MASALAH
1. Anatomi SST1.1 Fungsional
1.1.1 Aferen1.1.2 Eferen
1.2 Sistem1.2.1 Saraf Cranial1.2.2 Saraf Spinal
2. Fisiologi SST2.1 Refleks2.2 Nyeri2.3 Inflamasi
3. Histologi SST3.1 Sel Glia3.2 Ganglion
3.2.1 Ganglion Spinalis3.2.2 Ganglion Otonom
3.3 Jaringan Ikat Pembungkus4. Farmakologi
4.1 Obat Anti Inflamasi4.1.1 NSAID4.1.2 Obat Anti Inflamasi Steroid
4.2 Obat Otonom4.3 Analgesia Opioid
4
ANALISIS MASALAH
1. Anatomi1.1 Fungsional
Secara fungsional sistem saraf tepi dibagi menjadi system eferen dan
system aferen.
1.1.1 Eferen
Eferen ( motorik ) berfungsi untuk mentransmisi informasi dari
system saraf pusat ke otot dan kelenjar. Sistem eferen ini memiliki
dua subdivisi:
a. Somatik
Somatik merupakan saraf sadar yang dapat dikontrol sesuai
kesadaran kita. Saraf ini menginervasi otot rangka melalui jalur
eferen lewat neuron motoris. Badan sel saraf somatik terdapat
dalam tanduk ventral korda spinalis. Aksonnya terjulur dari korda
spinalis sampai otot rangka. Terminal aksonnya menghasilkan
neurotransmitter berupa asetil kolin yang berfungsi dalam eksitasi
serabut otot. Aktivitas motorik otot rangka dalam otak terdapat
pada nukleus basal, cerebellum, daerah motoris otak dan batang
otak.
Saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang
saraf spinal. Fungsi utamanya adalah menghantarkan informasi
antara kulit, sistem saraf pusat dan otot rangka serta mengatur
interaksi tubuh dengan lingkungan luar. Saraf somatik terdiri dari 2
divisi yaitu :
Saraf Somatomotorik
Neuron yang mencetuskan impuls somatomotorik adalah sel –
sel di lamina V atau lamina ganglionaris dalam korteks serebri
yang biasa disebut sel piramidal. Mengendalikan gerak tubuh
manusia melalui pengaturan kerja otot rangka, meliputi sistem
UMN (Upper Motor Neuron) dan LMN (Lower Motor
5
Neuron). Saraf ini memiliki 2 lintasan yaitu lintasan piramidal
yang meliputi traktus kortikobularis dan traktus kortikospinalis
serta lintasan ekstrapiramidal.
Saraf Somatosensorik
Saraf-saraf spesifik somatosensorik ialah reseptor kulit, otot
dan persendian. Jenis reseptor somatosensorik ada 2 yaitu
reseptor somatosensorik umum tak berkapsul dan reseptor
somatosensorik umum yang berkapsul.
Dalam saraf somatosensorik terdapat 3 bagian sensasi yaitu :
Sistem eksterosptik
Sensasi yang timbul akibat impuls yang berasal dari reseptor
bagian luar tubuh. Misalnya rasa tekan, sentuh, suhu,
penglihatan, pendengaran, penciuman, dll.
Sistem interoseptik
Sensasi yang timbul akibat impuls yang berasal dari reseptor
bagian dalam tubuh. Misalnya rasa lapar, haus, lelah, sakit, dll.
Sistem propioseptik
Sensasi yang memberikan informasi tentang posisi dan
pergerakan anggota tubuh. Misalnya duduk, berdiri, berlari.
b. Otonom
Otonom (involunter) mengendalikan seluruh respons
involunter pada otot polos, otot jantung, dan kelenjar dengan cara
mentransmisi impuls saraf melalui dua jalur:
Saraf simpatis
Berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis.
Dimulai dari medula spinalis bersama nervus spinalis
diantara segmen medulla T1 dan L2 dan berjalan dari
rantai simpatis dan berakhir di jaringan atau organ.
Badan sel neuron preganglion terletak di kornu
intermediolateral medula spinalis dan serabutnya berjalan
6
melewati radix anterior menuju saraf spinal terkait dan
menuju ramus putih dari ganglia simpatis
Neuron postganglion berasal dari salah satu ganglia rantai
simpatis / ganglia perifer menuju organ
Serabut simpatis merupakan serabut tipe C yang sangat
kecil dan menggunakan saraf skeletal menyebar ke seluruh
bagian tubuh
Pembagian segmental :
T1 melewati rantai simpatis naik menuju daerah kepala
T2 daerah leher
T3-T6 daerah toraks
T7-T11 daerah abdomen
T2, L1, L2 daerah tungkai
Neuron preganglion menyekresikan ACH, sedangkan
postganglion menyekresikan norepinefrin/epinefrin
Sifat : fight or flight respon (mendominasi saat keadaan
bahaya atau aktivitas berat)
Saraf parasimpatis
Karakteristik Sistem Parasimpatis
Asal serat Praganglion Otak dan daerah sacral korda spinalis
Asal serat pascaganglion Ganglion terminal (di dalam atau di dekat
organ efektor)
Panjang dan jenis serat Serat praganglion kolinergik panjang
Serat pascaganglion kolinergek pendek
Organ efektor yang dipersarafi Otot jantung, otot polos, sebagian besar
kelenjar eksokrin dan endokrin
Jenis reseptor untuk neotransmiter Nikotinik, muskarinik
Dominasi Mendominasi dalam situasi yang tenang,
rileks; mendorong aktifitas “rumah tangganya”
sendiri
7
Jenis lepas muatan Biasanya lebih melibatkan organ-organ
tersendiri dan jarang melepaskan muatan
secara missal
Serabut-serabut parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat
melalui saraf cranial III, VII, IX, dan X.
Serabut saraf lainnya meninggalkan dari bagian paling bawah
medula spinalis melalui saraf sakral 2 dan 3, kadang 1 dan 4.
75% serabut saraf parasimpatis terdapat pada nervus vagus
yang menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke
jantung, paru-paru, esofagus, lambung, seluruh usus halus,
setengah bagian proksimal kolon, hati, kandung empedu,
pankreas, ginjal dan bagian atas ureter.
Saraf cranial III menyediakan serabut-serabut saraf
parasimpatis ke sfingter pupil dan otot siliaris mata.
Saraf cranial VII menyediakan serabut-serabut saraf
parasimpatis ke kelenjar lakrimalis, nasalis dan
submandibularis.
Saraf cranial IX menyediakan serabut-serabut saraf
parasimpatis ke kelenjar paroti
Serat-serat praganglion simpatis dan parasimpatis
menghasilkan neurotransmitter yang sama yaitu asetilkolin,
sementara ujung-ujung pascaganglion berbeda, ujung
pascaganglion saraf simpatis menghasilkan norepinefrin yang
disebut serat-serat adrenergic, sementara ujung pascaganglion
parasimpatis menghasilkan asetilkolin, disebut serat kolinergik.
Keseluruhan organ visceral involunter dipengaruhi oleh
saraf otonom simpatis dan parasimpatis bersama-sama, bukan
bekerja secara sel satu per satu. Pengecualian:
8
1. Pembuluh darah yang dipersarafi (arteriol dan vena
dipersarafi, arteri dan kapiler tidak) hanya menerima
saraf-saraf simpatis.
2. Kelenjar keringat dipersarafi saraf otonom simpatis.
3. Kelenjar liur dipersarafi oleh saraf simpatis dan
parasimpatis tetapi bekerja tidak secara antagonistic,
sama-sama merangsang sekresi air liur hanya komposisi
dan bentuk yang berbeda tergantung cabang otonom
mana yang dominan.
Macam reseptor:
1. Reseptor kolinergik: dibagi menjadi reseptor muskarinik dan
reseptor nikotinik
a) Reseptor nikotinik terdapat di ganglion otonom, neuromuskular
junction, dan medulla adrenal. Diaktifkan oleh asetil kolin atau
nikotin. Untuk eksitasi. Mekanisme kerja: asetil kolin terikat
dengan subunit α dari reseptor asetil kolin nikotinik untuk
membuka saluran Na+ dan K+.
Sifat khusus medulla adrenal:
Serabut saraf preganglion saraf simpatis berjalan
tanpa mengadakan sinaps. Jalurnya :
Melalui jalan sel kornu intermediolateral – melalui
rantai simpatis – melewati nervus spalnknikus –
berahir di medulla adrenal – langsung ke sel-sel
neuron khusus yang mensekresi epinefrin dan
norepinefrin ke dalam darah.
b) Reseptor muskarinik terdapat di jantung (M2), otot polos (M3),
dan kelenjar (M3). Bersifat inhibisi pada jantung dan eksitasi di
otot polos dan kelenjar. Mekanisme kerja: nodus SA jantung
inhibisi enzim adenilat siklase yang menimbulkan pembukaan
9
saluran K+, perlambatan laju depolarisasi spontan fase 4 dan
penurunan frekuensi jantung. Otot polos dan kelenjar stimulasi
fosfolipase C dan meningkatkan kadar IP3 serta Ca2+
intraseluler
2. Reseptor adrenergik: dibagi menjadi reseptor α (α1 dan α2 )
serta reseptor β (β1 dan β2)
Sumber : Guyton and Hall edisi 11 hal 791
Reseptor α1 terletak di otot polos vaskular kulit dan regio
splanknik, gastrointestinal, sfingter vesica urinaria, otot radialis
iris. Memproduksi kontraksi atau konstriksi
Reseptor α2 terletak di terminal saraf simpatik postganglionik,
trombosit, sel lemak, dan dinding traktus gastrointestinal.
Memproduksi inhibisi (relaksasi atau dilatasi).
Reseptor β1 terletak di nodus sinoatrial, nodus atrioventrikular,
dan otot ventrikel jantung. Untuk eksitasi ( peningkatan
frekuensi jantung, kecepatan konduksi, kontraktilitas)
Reseptor β2 terletak di otot polos vaskular otot skelet, otot
polos bronkial, dinding traktus gastrointestinal dan vesica
urinaria. Untuk relaksasi (dilatasi dan relaksasi)
1.1.2 AferenSistem saraf aferen terdiri dari neuron aferen, yang bentuknya
berbeda dari neuron eferen dan antarneuron. Di ujung perifernya,
sebuah neuron aferen memiliki reseptor sensorik yang
menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap rangsangan
spesifik. Badan sel neuron aferen, yang tidak memiliki dendrite
dan masukan prasinaps, terletak dekat dengan korda spinalis.
Terdapat sebuah akson perifer panjang, sering disebut serat aferen,
berjalan dari reseptor ke badan sel, dan sebuah akson sentral
pendek berjalan dari badan sel ke dalam korda spinalis. Potensial
aksi dimulai di ujung reseptor akson perifer sebagai respon
terhadap rangsangan dan menjalar di sepanjang akson perifer dan
10
akson sentral ke arah korda spinalis. Terminal-terminal akson
sentral mengalami divergensi dan bersinaps dengan neuron-neuron
lain di dalam korda spinalis, dengan cara ini, akson terminal
menyebarkan informasi mengenai stimulus. Dengan demikian,
neuron-neuron aferen terutama terletak di dalam system saraf
perifer. Hanya sebagian kecil dari ujung-ujung akson sentral
menonjol ke dalam korda spinalis untuk menyalurkan sinyal
perifer.
Neuron aferen juga berada terutama di system saraf perifer.
Badan sel neuron eferen berada di SSP, tempat banyak masukan
prasinaps yang berlokasi sentral berkonvergensi pada neuron
tersebut untuk mempengaruhi keluaran ke organ efektor. Akson-
akson eferen (serat eferen) meninggalkan SSP untuk berjalan
menuju ke otot dan kelenjar yang mereka persarafi, menyampaikan
keluaran terintegrasi agar melaksanakan perintah yang diinginkan.
11
1.2 Sistem1.2.1 Saraf Kranial
Kedua belas pasang saraf cranial meninggalkan otak dan kelua melalui foramina pada cranium. Semua saraf ini didistribusikan ke kepla dan leher, kecuali yang kesepuluh, yang mempersarafi juga struktur-struktur di dalam thorax an abdomen. Saraf saraf cranial diberi nama sebagai berikut :
I. N. olfactoriusII. N. opticus
III. N . okulomotoriusIV. N . trochlearisV. N. trigeminus
VI. N. abducensVII. N. facialis
VIII. N. vestibulecochlearisIX. N.glossopharyngeusX. N. vagus
XI. N. accessoriesXII. N. hypoglossus
12
N. olfactorius, N. opticus, dan N. vestibulecochlearis bersifat sensoris murni, sedangkan N . okulomotorius, N . trochlearis, N. abducens, N. accessories, dan N. hypoglossus bersifat motorik murni, dan saraf cranial lainnya bersifat campuran.
No.
Saraf Kranial
Asal / Nervi Jalan ke basis cranii
Daerah persarafan
1. N. olfactorius (I)
Sel-sel penghidu di region olfactoria
Pars cribiformis os ethmoidali
Mukosa di bagian paling atas dari cavum nasi, concha nasalis superior dan bagian paling cranial septum nasi
2. N. opticus (II)
Ganglion opticus di retina
Canalis opticus Retina
3. N. oculomotorius (III)
Nucleus nervi oculomotorii (dua nucleus utama dan satu tambahan ) (ESU)
Nucleus accessories oculomotorii (EVU) = ganglion ciliare
Fissura orbitalis superior (bagian medial, di Anulus tendineus)
Motorik : M. levator palpebrae superior, Mm. recti superior, medialis, dan inferior, M. obliquus inferior
Parasimpatik : M. ciliaris, M. sphincter papillae (via Ganglion ciliare)
4. N. trochlearis (IV)
Nuclei nervi trochlearis (ESU)
Fissura orbitalis superior (bagian lateral)
Motorik : M. obliquus superior
5. N. trigeminus (V) N.
ophtalmic
Nucleus mesencephalicus nervi trigemini (ASU dan AVU)
Nucleus spinalis
N. ophtalmicus : fissure orbitalis superior
N. ophtalmicus : daerah kulit muka di atas mata
N. maxilaris :
13
us (V/1) N.
maxilaris (V/2)
N. mandibularis (V/3)
nervi trigemini (ASU dan AVU)
Nucleus motorius nervi trigemini (EVS)
N. maxilaris : foramen rotundum
N. mandibularis : foramen ovale
daerah kulit di bawah mata sampai di atas bibir
N. mandibularis : daerah wajah di bawah bibir, mulut, dan gigi bawah
6. N. abducens (VI)
Nucleus nervi abducentis (ESU)
Fissura orbitalis superior (bagian medial, di Anulus tendineus)
Motorik : M. rectus lateralis
7. N. facialis (VII)
Nucleus nervi facialis (EVS)
Nucleus salivatorius superior (EVU)
Nucleus solitaries (AVS)
Meatus acusticus internus
Motorik : otot ekspresi wajah
Sensorik : 2/3 anterior lidah
Parasimpatik : glandula lacrimalis, glandula nasales, glandula palatinae, glandula submandibularis, glandula sublingualis
8. N. vestibulocochlearis (VIII)
Nuclei cochleares anterior dan posterior (ASS)
Nuclei vestibulares medialis, lateralis, superior, dan inferior (ASS)
Meatus acusticus internus
Sensorik :- N. cochlearis :
organ pendengaran (organ corti)
- N. vestibularis : organ keseimbangan
9. N. glossopharyngeus (IX)
Nucleus ambiguus (EVS)
Nucleus spinalis
Foramen jugularis
Motorik : otot faring (bagian cranial), M.
14
nervi trigemini (AVU)
Nucleus solitarius (AVS)
Nucleus salivatorius inferior (EVU)
levator veli palatini, M. palatoglosus, M. palatopharyngeus, M. stylopharyngeus
Sensibel : mukosa faring, tonsilla palatine, 1/3 posterior lidah, plexus tympanicus, membrane tympani, sinus caroticus
Sensorik : 1/3 posterior lidah
Parasimpatik : glandula parotidea, glandulae linguales
10. N. vagus (X) Nucleus ambiguus (EVS)
Nucleus spinalis nervi vagi (AVU)
Nucleus solitarius (AVS)
Nucleus dorsalis nervi vagi (EVU)
Foramen jugularis
Motorik : otot faring (bagian kaudal), M. levator veli palatine, M. uvulae, otot laring
Sensibel : Dura mater fossa cranii posterior, bagian dalam Meatus acusticus internus
Sensorik : akar
15
lidah Parasimpatik :
organ di leher, thorax, dan abdomen
11. N. accessories (XI)
Nucleus ambiguus (EVS)
Nucleus nervi accessorii (EVS)
Foramen jugularis
Motor : M. sternocleidomastoideus, M. trapezius
12. N. hypoglossus (XII)
Nucleus nervi hypoglossi
Canalis hypoglossus
Motorik : otot dalam lidah, M. styloglossus, M. hyoglossus, M. genioglossus
Keterangan.
1. ASK : aferen somatik khusus2. ASU : aferen somatik umum3. AVK : aferen visceral khusu4. AVU : aferen visceral umum5. ESK : eferen somatik khusus6. ESU : eferen somatik umum7. EVK : eferen visceral khusus8. EVU : eferen visceral umum
N. olfactorius
N. olfactorius berasal dari sel sel reseptor olfactorium pada mucosa olfactorius. Mucosa ini terletak pada bagian atas cavum nasi di atas concha nasalis superior. Berkas serabut serabut N. olfactorius ini berjalan melalui lubang lubang pada lamina criboethmoidalis untuk masuk ke daklam bulbus olfactoriumdi dalam rongga cranium. Bulbus olfactorius dihubungkan dengan area olfactorius cortex cerebri oleh tractus olfactorius
N. opticus
N. opticus merupakan kumpulan axon sel sel lapisan ganglionik retina, n. opticus mencul dari belakang bola mata dan meninggalkan rongga orbita melalui canalis opticus untuk masuk ke dalam rongga cranium. Selanjutnya menyatu dengan n. opticus sisi lainnya membentuk chiasma
16
opticum. Pada chiasma opticum, serabut serabut dari belahan medial masing masing retina menyilang garis tengan dan masuk ke tractus opticus sisi kontralateral, sedangkan serabut serabut belahan lateral retina berjalan posterior di dalam tractus opticus sisi yang sama. Hampir seluruh serabut serabut berakhir dengan bersinaps pada sel sel saraf di dalam corpus geniculatum laterale, dan sebagiqan kecil di berjalan ke nucleus pretectalis dan colliculus superior serta berperan pada reflex cahaya. Axon sel sel saraf dari corpus geniculatum laterale berjalan ke posterior sebagai radiation optica dan berakhir pada cortex visual hemispherium cerebri.
N . okulomotorius
N . okulomotorius keluar dari permukaan anterior mesencephalon, saraf ini berjalan ke depan di antara a. cerebri posterior dan a.cerebelli superior. Kemudian berjalan erus ke depan di dalam fossa crania anterior pada dinding lateral sinus cavernosus. Disini saraf bercabang menjadi dua menjadi ramus superior dan ramus inferior, yang masuk ke rongga orbita melalui fissura orbitalis superior. Ramus superior mempersarafi otot otot ekstrinsik mata berikut ini: m. levator palpebrae superioris, m. rectus superioris, m. rectus medialis, m. rectus inferior, dan m. obliquus inferior. N. okulomoris juga mempersarafi dua kelompok otot intrinsic, yaitu m. sphincter papillae dan m. ciliaris. Dengan demikian saraf ini berfungsi untuk membuka mata, memutar bola mata ke atas, bawah, dan medial, mengecilkan pupil, dan memungkinkan akomodasi mata.
N . trochlearis
N . trochlearis adalah saraf cranial yang paling langsing yang keluar dari permukaan posterior mesencephalon dan segera menyilang dengan saraf lainnya. N . trochlearis berjalan ke depan melalui fossa cranii media pada dinding leteral sinus cavernosus . Setelah masuk ke dalam rongga orbita melalui fissure orbitalis superior, saraf ini mempersarafi m.obliquus superior bola mata. Jadi saraf ini membantu memutar bola mata ke bawah dan lateral.
N. trigeminus
N. trigeminus merupakan saraf cranial terbesar, meninggalkan aspek anterior pons sebagai radix motorik yang kecil dan radix sensorik yang besar. Saraf ini berjalan ke depan dan fossa crania posterior untuk mencapi apex pars petrosa assis temporalis di dalam fossa crania media. Disini radix sensorik membesar membentuk ganglion trigeminus. Radix motorik
17
N. trigeminus terletak di bawah ganglion sensorik dan tidak mempunyai hubungan satu dengan yang lain. N. opthalmicus (V/I), n. maxillaries (V/II), n. mandibularis (V/III) berasal dari pinggir anterior ganglion.
N. opthalmicus bersifat sensorik murni. Saraf ini berjalan ke depan pada dinding lateral sinus cavernosus di dalam fosaa crania media dan bercabang tiga, n.lacrimalis, n.frontalis. dan n. nasociliaris, yang masuk ke dalam rongga orbita meluli fissure orbitalis superior. Saraf saraf ini didistribusikan ke cornea, kulit dahi dan kepala, kelopak mata, mucosa sinus paranasales, dan cavitas nasi. Sarf ini mempersarafi juga hidung sampai ke puncak hidung
N. maxillaries bersifat sensorik murni, sarf ini meninggalkan tengkorang melalui foramen rotundum kemudian didistribusikan ke kulit wajah di daerah maxilla, gigi rahang atas, mucosa hidung, sinus maxillaries, dan palatum.
N. mandibularis bersifat motorik dan sensorik. Radix sensorik meninggalkan ganglion trigeminus dan keluar dari tengkorak melalui foramen ovale. Radix motorik juga keluar dari tengkorang melalui foramen yang sama dan bergabung dengan radix sensorik membentuk tractus n.mandibularis. Serabut sensorik mempersarafi kulit pipi, kulit di atas mandibula, bibir bawah dan sisi kepala, sedangkan radix motorik membentuk dasar mulut , otot otot pengunyah dan palatum molle.
N. abducens
Saraf kecil ini muncul dari permukaan anterior rhombencephalon di antara pons dan medulla oblongata, dan berjalan ke depan bersama a.carotis interna melalui sinus cavernosus di dalam fossa crania media dan masuk orbita melalui fissure orbitalis superior. N. abducens mempersarafi m.rectus lateralis dank arena itu berfungsi memutar bola mata ke lateral.
N. facialis
Nervus facialis sebenarnya terdiri dari serabut motorik, tetapi dalam perjalananya ke tepi nervus intermedius menggabungkan padanya. Nervus intermedius tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandulasalivatorius dan serabut yang menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian deran lidah. Nervus facialis merupakan saraf cranial yang mempersarafi otot ekspressi wajah dan menerima sensorik dari lidah, dalam perjalanannya bekerja sama dengan nervus karnialis yang lain, karena itu dimasukkan ke dalam mix cranial nerve. Nervus Facialis mempunyai empat buah inti yaitu : • Nukleus Facialis untuk saraf Somatomotoris
18
• Nukleus Salivatorius Superior untuk saraf Viseromotoris • Nukleus Solitarius Untuk saraf Viserosensoris • Nukleus Sensoris Trigeminus untuk saraf Somatosensoris
N. vestibulocochlearis
Nervus ini terdiri dari 2 komponen fungsional yang berbeda yaitu 1) nervus Vestibularis, yang membawa impuls keseimbangan dan orientasi ruang tiga dimensi dari apparatus vertibular dan 2) nervus Cochlearis, yang membawa impuls pendengaran yang berasal dari organon corti di dalam cochlea. Apparatus vestibular dan organon corti terletak didalam pars petrosa os temporalis. Kedua komponen nervus Vestibulochlearis ini terdiri dari serabut-serabut somatosensorik khusus. Nervus Vestibulocochlearis memasuki batang otak tepat dibelakang nervus facialis (VII) pada suatu daerah berbentuk segitiga yang dibatasi oleh pons, flocculus dan medulla oblongata, keduanya kemudian terpisah dan mempunyai hubungan ke pusat yang berbeda. Nervus Vestibularis dan Cochlearis biasanya bersatu yang kemudian memasuki meatus acustikus internus, disebelah bawah akar motorik nervus VII.
N. glossopharyngeus
N. Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen jugulare, N. glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
N. vagus
N. Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen ugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.
N. accecorius
N. accesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. N. aksesoris adalah saraf motorik yang
19
mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
N. hypoglossus
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
1.2.2 Saraf Spinal
31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen.
Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna bertebra tempat munculnya saraf tersebut.
♣ Saraf serviks ; 8 pasang, C1 – C8
♣ Saraf toraks ; 12 pasang, T1 – T12
♣ Saraf lumbal ; 5 pasang, L1 – L5
♣ Saraf sacral ; 5 pasang, S1 – S5.
♣ Saraf koksigis, 1 pasang.
Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen intervertebral, saraf kemudian bercabang menjadi empat divisi yaitu : cabang meningeal, ramus dorsal, cabang ventral dan cabang viseral.
Pleksus adalah jarring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral seluruh saraf spinal, kecuali TI dan TII yang merupakan awal saraf interkostal.
20
Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal dari arah dorsal, sehingga sifatnya sensorik. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang yang berjumlah 31 dibedakan menjadi:
a) 8 pasang saraf leher (saraf cervical)
Meliputi : C menunjukkan sekmen T,L,S,Co
(1) Pleksus servikal berasal dari ramus anterior saraf spinal C1 – C4
(2) Pleksus brakial C5 – T1 / T2 mempersarafi anggota bagian atas, saraf
yang mempersarafi anggota bawah L2 – S3.
b) 12 pasang saraf punggung (saraf thorax)
c) 5 pasang saraf pinggang (saraf lumbar)
d) 5 pasang saraf pinggul (saraf sacral)
e) 1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal)
Otot – otot representative dan segmen – segmen spinal yang bersangkutan serta
persarafannya:
1. Otot bisep lengan C5 – C6
2. Otot trisep C6 – C8
3. Ototbrakial C6 – C7
4. Otot intrinsic tangan C8 – T1
5. Susunan otot dada T1 – T8
6. Otot abdomen T6 – T12
7. Otot quadrisep paha L2 – L4
8. Otot gastrok nemius reflek untuk ektensi kaki L5 – S2
Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan atau
gabungan (pleksus) membentuk jaringan urat saraf. Pleksus terbagi menjadi 3
macam,yaitu:
1) Plexus cervicalis (gabungan urat saraf leher )
2) Plexus branchialis (gabungan urat saraf lengan)
3) Plexus lumbo sakralis (gabungan urat saraf punggung dan pinggang)
Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang belakang dengan dua buah
akar, yaitu akar depan (anterior) dan akar belakang (posterior). Setiap akar
21
anterior dibentuk oleh beberapa benang akar yang meninggalkan sumsum tulang
belakang pada satu alur membujur dan teratur dalam satu baris. Tempat alaur
tersebut sesuai dengan tempat tanduk depan terletak paling dekat di bawah
permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang akar dari satu segmen
berhimpun untuk membentuk satu akar depan. Akar posterior pun terdiri atas
benang-benang akar serupa, yang mencapai sumsum tulang belakang pada satu
alur di permukaan belakang sumsum tulang belakang. Setiap akar belakang
mempunyai sebuah kumpulan sel saraf yang dinamakan simpul saraf spinal. Akar
anterior dan posterior bertaut satu sama lain membentuk saraf spinal yang
meninggalkan terusan tulang belakang melalui sebuah lubang antar ruas tulang
belakang dan kemudian segera bercabang menjadi sebuah cabang belakang,
cabang depan, dan cabang penghubung.
Cabang-cabang belakang saraf spinal mempersarafi otot-otot punggung
sejati dan sebagian kecil kulit punggung. Cabang-cabang depan mempersarafi
semua otot kerangka batang badan dan anggota-anggota gerak serta kulit tubuh
kecuali kulit punggung. Cabang-cabang depan untuk persarafan lengan
membentuk suatu anyaman (plexus), yaitu anyaman lengan (plexus brachialis).
Dari anyaman inilah dilepaskan beberapa cabang pendek ke arah bahu dan ketiak,
dan beberapa cabang panjang untuk lengan dan tangan. Demikian pula dibentuk
oleh cabang-cabang depan untuk anggota-anggota gerak bawah dan untuk panggul
sebuah anyaman yang disebut plexus lumbosakralis, yang juga mengirimkan
beberapa cabang pendek ke arah pangkal paha dan bokong, serta beberapa cabang
panjang untuk tungkai atas dan tungkai bawah. Yang terbesar adalah saraf tulang
duduk. Saraf ini terletak di bidang posterior tulang paha.
2. Fisiologi2.1 Refleks
Gerak refleks adalah suatu gerakan spontan yang berlangsung secara otomatis sebagai tanggapan terhadap suatu rangsangan
Mekanisme gerak refleks
22
Impuls ganglion radix posterior cornu posterior medulla spinalis interneuron cornu anteriorsel saraf motorik organ motorik
Refleks adalah respons otomatis terhadap stimulus tertentu yang menjalar pada rute yang disebut lengkung refleks. Kerja dari refleks sebagian besar adalah proses tubuh yang involunter (misalnya, denyut jantung, pernapasan, aktivitas pencernaan, dan pengaturan suhu) dan respon otomatis (misalnya sentakan akibat suatu stimulus nyeri atau sentakan pada lutut).
Semua lengkung (jalur) refleks terdiri atas komponen:
1. Reseptor adalah ujung distal dendrite, yang menerima stimulus
2. Jalur aferen melintas di sepanjang ssebuah neuron sensorik sampai ke otak atau medulla spinalis
3. Bagian pusat adalah sisi sinaps yang berlangsung dalam substansi abu-abu. Impuls dapat di transmisi dan diulang rutenya, atau dihambat pada bagian ini.
4. Jalur eferen melintas di sepanjang akson neuron motorik sampai ke efektor, yang akan merespon impuls eferen sehingga menghasilkan aksi yang khas
5. Efektor dapat berupa otot rangka, otot jantung, otot polos atau kelenjar yang merespons
Jenis refleks
Refleks paling simpel adalah lengkung reflex ipsilateral monosinaptik atau dua neuron, disebut juga refleks peregangan.
Ipsilateral artinya kedua neuron berterminasi di sisi yang sama pada tubuh.
Monosinaptik artinya hanya ada 1 sinaps yang terjadi antara neuron sensorik dan neuron motorik.
Reflex patellar atau knee-jerk merupakan salah satu contoh reflex peregangan yang dipakai dalam pemeriksaan neurologis.
Refleks polisinaptik atau reflex multisinaptik
23
Refleks polisinaptik paling sedikit ada tiga neuron, dua sinaps dengan satu interneuron
Refleks sentakan / reflex fleksor
Terjadi akibat stimulus nyeri, bersifat melindungi dan berlangsung dalam tubuh sama banyaknya dengan refleks peregangan.
Refleks ekstensor bersilangan
Berkaitan erat dengan refleks fleksor, merupakan ekstensi lengan secarakontralateral yang terjadi akibat fleksi lengan pada sisi ipsilateral.
Jenis sambungan dan kompleksitas membedakan dua bentuk sirkuit refleks: refleks monosinaptik dan polisinaptik. Pusat-pusat supraspinal bisa memodifikasi refleks-refleks polisinaptik. Sisi kiri gambar: sirkuit reflek milik refleks monosinaptik, bineoural, propioseptif (refleks regang khas seperti refleks sentakan lutut [(patellar)], dll., secara
24
Gambar 1. Contoh Refleks
bersama-sama dinamakan refleks tendon dalam atau miotaktik). Sisi kanan gambar: sirkuit refleks kompleks milik refleks polineuronal (refleks withdrawal atau fleksor khas dicetuskan oleh reseptor-reseptor kulit dan mencakup refleks abdomen, cremaster, refleks telapak kaki, dll.)
2.2 Nyeri
Nyeri adalah bentuk gangguan sensorik. Perangsangan yang menghasilkan nyeri bersifat destruktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf pengantar impuls nyeri. Jaringan tersebut dinamakan jaringan peka nyeri. Sedangkan jaringan yang tidak dilengkapi serabut nyeri tidak menghasilakn nyeri bila dirangsang disebut jaringan tak peka nyeri.
Berikut ini adalah jaringan yang peka nyeri atau tak peka nyeri terhadap suatu stimulus :
a. Jaringan subkutan asdalah jaringan peka nyeri terhadap tekanan dan zat kimia iritatif.
b. Otot adalah jaringan peka nyeri terhadap tekanan, sayatan, dan zat kimia iritatif.
c. Fasia dan tendon adalah peka nyeri terhadap tusukan dengan jarum, tekanan, dan zat kimia iritatif. Demikian juga periosteom. Tetapi tulang kompakta adalah kurang peka nyeri.
d. Kartilago persendian tak peka nyeri, tetapi selaput sinovianya adalah sangat peka nyeri terhadap rangsang mekanik dan kimiawi
e. Enamel gigi tak peka nyeri, tetapi dentin serta pulpanya peka nyeri terhadap perubahan suhu dan osmolalita.
f. Pembuluh darah adalah peka nyeri terhadap perangsangan mekanik dn kimiawi iritatif. Arteri lebih peka nyeri daripada vena.
g. Otak dan leptomeningan tak peka nyeri terhadap stimulus listrik, akuterisasi, atau penyayatan.
h. Serabut saraf sensorik atau campuran sensorik motorik adalah peka nyeri terhadap tusukan jarum, penyayatan, pemanasan, dan zat kimia.
i. Pleura parietal, peritoneum parietal, dan bagian-bagian perikardium parietak yang dipersarafi oleh serabut somatosensorik adalah peka nyeri terhadap tusukan jarum, pergesekan, dan zat kimia iritatif. Sebaliknya, pleura viseral, peritoneum viseral, dan epikardium viseral adalah tak peka nyeri.
j. Miokardium adalah peka nyeri terhadap zat kimia iritatif. Tarikan pada arteri koroner mengahasilkan nyeri.
k. Esofagus tak peka nyeri. Usus sehat tak peka nyeri terhadap pemotongan, kauterisasi, penjepitan, tetapi bereaksi terhadap
25
pengenbumgan. Kolon dan apendiks adalah peka nyeri terhadap penjepitan atau pun penekanan mekanik apapun.
l. Pelvis renalis, ureter, basis kandung kemih, dan uretra peka nyeri terhadap pemotongan, penjepitan, kauterisasi dan bahan kimia iritatif.
m. Testis sangat peka nyeri terhadap penekanan, .n. Korpus uteri tak peka nyeri, tetapi serviksnya bereaksi terhadap
stimulasi listrik dan karena distensi.
26
Jenis Nyeri
Nyeri berdasarkan Intensitas :
a) Insidental : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang.
b) Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama
c) Paroxysmal : nyeri dirasakan berintesitas tinggi dan kuat sekali,
biasanya menetap 10-15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul
lagi
d) Inteactable pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi
Nyeri berdasarkan sumbernya:
a) Cutaneus/ superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan
subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). Contohnya
terkena ujung pisau atau gunting.
b) Deep somaic, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah
tendon dan syaraf, nyeri menyebar dan lebih lama daripada cutaneus.
Contohnya sprain sendi.
c) Visceral, stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen, cranium, dan
thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan.
Nyeri berdasarkan penyebab :
1. Nyeri nosiseptifi
Timbul akibat nosiseptor, khususnya nosiseptor mekanik. Dibedakan
menjadi :
a. Nyeri somatic : timbul pada organ nonviseral, misalnya nyeri tulang.
b. Nyeri viseral : nyeri yang berasal dari dinding parietal organ viseral.
Jaras nyeri ini berasal dari saraf spinal setempat, jadi orang yang
mengalami akan merasakan sensasi tepat di atas (superficial) daerah
yang menimbulkan nyeri.
2. Nyeri non-nosiseptifi
Timbul bukan dari nosiseptifi. Dibedakan menjadi :
a. Nyeri neuropatik : akibat iritasi atau trauma saraf
b. Nyeri psikogenik : kelainan psikomatik.
27
Nyeri berdasarkan penyebabnya :
a)Fisik : terjadi karena stimulus fisik. Contoh: fraktur femur
b)Psycogenik : terjadi karena sebab yang kurang jelas atau sudah
didentifikasi, bersumber dari emosi atau psikis yang biasanya tidak
disadari. Contoh : orang yang marah-marah
Nyeri berdasarkan letak :
a) Referred pain (nyeri alih),
Definisi : nyeri yang letaknya jauh dari jaringan yang menyebabkan
rasa nyeri. Mekanisme : Cabang serabut nyeri viseral bersinaps dengan
serabut nyeri kulit, jika ada sinyal dari visera maka akan menjalar ke
kulit. Jadi orang tersebut akan merasakan sensasi yang benar-benar
berasal dari kulit. Nyeri viseral juga menjalar sesuai / sepanjang
dermatom.
28
b) Radiating pain, yaitu nyeri yang menyebar dari sumber nyeri ke
jaringan di dekatnya
c) Intractable, adalah yang sangat susah dihilangkan (nyeri kabker
maligna)
d) Phantom pain, yaitu sensasi nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh
yang hilang (amputasi) atau bagian yang lumpuh karena injuri medula
spinalis.
Nyeri berdasarkan durasinya :
1. Nyeri akut
adalah nyeri yang mereda setelah dilakukan intervensi/penyembuhan.
Lama nyeri ini kurang dari enam bulan. Durasi nyeri akut berkaitan
dengan faktor penyebab dan umumnya dapat diperkirakan (nyeri akan
hilang bila faktor internal/eksternal yang merangsang reseptor nyeri
dihilangkan).
2. Nyeri kronis
adalah nyeri yang berlanjut walaupun diberikan intervensi/pengobatan
akibat kausa keganasan dan non keganasan.Lama nyeri ini lebih dari
enam bulan Nyeri kronik sering memengaruhi semua aspek kehidupan
pengidapnya sehingga menimbulkan stress dan kegalauan emosi serta
mengganggu fungsi fisik dan sosial.
Mekanisme Nyeri
A. Transduksi
Transduksi adalah proses perubahan stimulus nyeri menjadi aktivitas
listrik. Mekanisme transduksi:
Kerusakan sel pembebasan kalium intrasel dan sintesis
prostaglandin dan bradikinin prostaglandin menyebabkan
peningkatan sensitivitas reseptor terhadap bradikinin stimulus
sampai ke reseptor
B. Transmisi
29
Transmisi merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor
saraf perifer melewati kornu dorsalis, dari medula spinalis menuju
korteks serebri. Mekanisme transmisi:
Transduksi serat A-δ (nyeri cepat) dan serat C (nyeri lambat)
medula spinalis di akar dorsal memisah di kornu dorsalis
medula spinalis substansi gelatinosa (lamina II dan III)
modulasi traktus spinotalamikus.
Traktus spinotalamikus
Traktus neospinotalamikus Traktus paleospinotalamikus
- Untuk nyeri cepat - Untuk nyeri lambat
- Nosiseptor A- δ - Nosiseptor C
Talamus
Otak
Persepsi
C. Modulasi
1) Proses peningkatan atau pengurangan penerusan impuls nyeri
2) Proses pengurangan impuls nyeri melalui sistem analgesia
endogen yang melibatkan bermacam-macam neurotransmiter
antara lain endorfin yang dikeluarkan sel otak dan neuron di
medula spinalis.
3) Menghambat transmisi di tingkat medula spinalis.
Ada 2 jalur:
a. Ascenden
30
Transduksi transmisi modulasi persepsi
Dari medula spinalis ke otak
b. Descenden
Dari korteks serebrum ke medula spinalis. Gunanya untuk
menghambat atau memodifikasi rangsangan nyeri dengan
bantuan neurotransmiter seperti endorfin.
D. Persepsi
Penafsiran oleh system saraf pusat yang diberikan oleh saraf sensorik
(aferen). Penafsiran ini merupakan hasil interaksi system saraf
sensorik, informasi kognitif pada korteks serebri dan pengalaman
emosional dan persepsi menentukan berat ringannya nyeri yang
dirasakan.
Terapi Nyeri
1. Kompres Dingin Dan Hangat
Es dapat menurunkan prostaglandin dan panas meningkatkan aliran
darah ke suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri
2. Stimulasi saraf elektris transkutan
a. Menggunakan unit yang dijalankan baterai dengan elektroda
yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi
kesemutan , menggetar pada area nyeri
b. Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri
ringan sampai sedang. Distraksi visual (melihat tv), distraksi
audio (mendengar musik), distraksi sentuhan (massase,
memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle,
main catur)
3. Teknik relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri
4. Imajenasi terbimbing/Guided Imagery
Berimajenasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan
31
5. Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi
tentang respon nyeri fisiologi dan cara untuk melatih control terhadap
respon tersebut.
6. Diet
Untuk mengurangi berat badan pada penderita nyeri rheumatic yang
kelebihan berat badan sangat membantu mengendalikan rasa nyeri
7. Anticipatory Guidence
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri.
Contoh: tindakan sebelum pasien menjalani prosedur pembedahan,
perawat memeberikan penjelasan pada pasien tentang gambarannya.
8. Pijat
Pijat merupakan bentuk stimulasi fisik. Dasar stimulasi fisik adalah
teori pengendalian gerbang pada transmisi nyeri. Stimulasi kulit akan
merangsang serat-serat non-nosiseptif yang berdiameter besar untuk
“menutup gerbang” bagi serat-serat berdiameter kecil yang
menghantarkan nyeri sehingga nyeri dapat dikurangi. Stimulasi kulit
juga dapat menyebabkan tubuh mengeluarkan endorphin dan
neutransmitter lain untuk menghambat nyeri
9. Terapi Musik
Dalam dunia kedokteran, terapi musik disebut sebagai terapi
tambahan.
Terapi music diartikan sebagai teknik yang digunakan untuk
penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau
irama tertentu.
Musik baik untuk kesehatan, baik untuk kesehatan fisik maupun
mental, beberapa penyakit yang dapat ditamgamni dengan music
antara lain : kanker, stroke, nyeri, gangguan kemampuan belajar
dan bayi premature.
Musik bisa dikatakan sebagai terapi dengan mempengaruhi
presepsi orang yang sakit tersebut dengan cara :
32
1. Distraksi, yaitu pengalihan pikiran dari nyeri, music dapat
mengalihkan konsentrasi seseorang yang merasa nyeri kepada
hal-hal yang menyenangkan.
2. Relaksasi, music menyebabkan pernafasan menjadi lebih
rileks dan menurunkan denyut jantung, karena orang yang
mengalami nyeri denyut jantungnya meningkat.
3. Musik menciptakan rasa nyaman, pasien yang berada pada
ruang perawatan.
4. Musik dapat menuurnkan kadar kortisol yang meningkat saat
stress.
5. Musik dapat merangsang pelapasan hormone endorfin,
hormone tubuh yang memberikan perasaan senang yang
berperan dalam penurunan nyeri.
6. Musik yang dipilih pada umumnya musil lembut dan teratur
seperti instrumentalia/music klasik Mozart.
Reseptor Nyeri
Reseptor mekanik, peka terhadap kerusakan mekanik
Thermal, peka terhadap temperature ekstrem
Reseptor polimodal, yaitu reseptor yang merespon semua jenis
stimulus yang merugikantermasuk iritasi kimia dari jaringan
yang terluka
Reseptor nyeri tidak melakukan adaptasi karena nyeri penting
untuk survive. Eksitasi dari serabut rasa nyeri semakin bertambah
secara progresif terutama pada rasa nyeri mual-menusuk-lambat,
karena stimulus nyeri berlangsung terus-menerus. Fungsi dari tidak
adanya system adaptasi pada serabut ini adalah untuk
memungkinkan rasa nyeri memberi tahu seseorang secara terus-
menerus mengenai adanya stimulus yang merusak jaringan selama
rasa nyeri itu ada.
33
Respon Nyeri
1. Respon perilaku/motorik
Menghindar Dari Stimulus
Meringis Atau Menangis
Diam Menahan
Melindungi Tempat Yang Nyeri
a. Respon fisiologik
Respon Simpatik (pada nyeri akut atau superficial dan merupakan
respon homeostatis)
- Peningkatan Tekanan Darah
- Peningkatan Denyut Nadi Dan Pernafasan
- Dilatasi Pupil
- Ketegangan Otot Dan Kaku
- Dingin Pada Perifer
- Sering Buang Air Kecil
- Kadar Gula Darah Meningkat
Respon Parasimpatik (pada nyeri berat dan menunjukkan bahwa
tidak mampu lagi melakukan hemeostatis)
- Mual Dan Muntah
- Penurunan Kesadaran
- Penurunan Tekanan Darah
- Pernafasan Cepat Dan Tidak Teratur
- Lemah
2. Respon Afektif
Diam Tidak Berdaya
Depresi
Marah
Takut
Tidak Punya Harapan
Tidak Punya Kekuatan
34
Teori Nyeri
1. Teori Spesifisitas
Ide ini dikemukakan oleh Rane Descartes (1984) nyeri
berjalan dari reseptor – reseptor nyeri spesifik melalui jalur
neuroanatomik tertentu ke pusat nyeri di otak dan bahwa hubungan
antara stimulus dan respons nyeri bersifat langsung dan invariabel.
Pesan nyeri disampaikan oleh jenis serabut saraf yaitu serabut saraf
A delta bermielin meneruskan nyeri mendadak dan tajam dan
serabut saraf C tidak bermielin sehingga membuka pertahanan
tersebut dan klien mempersepsikan sensori nyeri (Brunner,
Suddart, 2001).
2. Teori Pola dan Penjumlahan
Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Gotdscheider (1999)
menjelaskan penjumlahan input sensorik kulit di sel – sel tanduk
daksal menimbulkan pola khusus impuls saraf yang memicu nyeri.
Nyeri dihasilkan oleh stimulasi intens dari reseptor – reseptor
nonspesifik dan penjumlahan impuls – impuls itulah yang
dirasakan sebagai nyeri. Konsep penjumlahan sentral adalah bahwa
dapat terbentuk sirkuit – sirkuit serar saraf dalam kelompok –
kelompok interneuron spinal (suatu reverberoting circuit) setelah
suatu cidera, sehingga nyeri dapat berlanjut tanpa stimulasi (Sylvia
A Pric, 2005).
3. Teori Gate Kontrol
Menurut teori ini, Nyeri tergantung dari kerja serat saraf
besar dan kecil. Keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis.
Rangsangan pada serat besar akan meningkatkan aktifitas
substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu
mekanisme sehingga aktifitas sel T terhambat dan menyebabkan
35
hantaran rangsangan terhambat. Rangsangan serat besar dapat
langsung merangsang ke korteks seresbri. Hasil persepsi ini akan
di kembalikan kedalam medulla spinalis melalui serat aferen dan
reaksinya mempengaruhi aktifitas sel T. rangsangan pada serat
kecil akan menghambat aktifitas substansia gelatinosa dan
membuka pintu mekanisme, Sehingga merangsang aktifitas sel T
yng selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri
(Musrifatul, Uliyah, 2006)
4. Teori transmisi dan Inhibisi Stimulus pada Nociceptor
Teori transmisi dan Inhibisi Stimulus pada Nociceptor
memulai transmisi impuls - impuls saraf, sehinggs transmisi
impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik.
Inhibisi impuls nyerei menjadi efektif dan impuls – impuls pada
serabut lamban dan endogen opiate sistem supresif (Barbara C
Long, 1996).
Skala Nyeri
Skala Penilaian Nyeri berdasarkan Skala Numerik
Skala yang dirasakan (dalam skala 0-10)
o 0 - Tidak ada nyeri
Ringan, dalam intensitas rendah (1-3)
o 1 - Seperti Gatal
o 2 - Nyeri seperti melilit atau terpukul
o 3 - Nyeri seperti mules
Sedang, Menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
(4-6)
o 4 - Nyeri seperti kram/kaku
o 5 - seperti tertekan / bergerak
o 6 - seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
Berat, dalam intensitas tinggi (7-10)
36
o 7,8,9 - Sangat nyeri tapi masih bisa dikontrol oleh klien
dengan melakukan aktifitas yang bias dilakukan.
o 10 - Sangat dan tidak dapat dikonrol oleh klien
Skala Wajah
Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda ,
menampilkan wajah bahagis hingga wajah sedih, juga di
gunakan untuk "mengekspresikan" rasa nyeri. Skala ini dapat
dipergunakan mulai anak usia 3 (tiga) tahun.
Skala wajah untuk nyeri
Skala keterangan
10 Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien.
9, 8, 7 Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien
dengan aktifitas yang bisa dilakukan.
6 Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
5 Nyeri seperti tertekan atau bergerak.
4 Nyeri seperti kram atau kaku.
3 Nyeri seperti perih atau mules.
2 Nyeri seperti meliiti atau terpukul.
1 Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan
0 Tidak ada nyeri
Penyebab Nyeri
37
1. Secara Fisik : misalnya panyakit nyeri karena trauma,
neoplasma dan peradangan.
a. Trauma mekanik : menimbulkan nyeri karena
kerusakan jaringan akibat benturan, gesekan dan
luka.
b. Trauma termis : ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan panas dan dingin.
c. Trauma kimiawi : karena tersentuh zat asam/basa
yang kuat.
d. Trauma elektrik : karena pengaruh aliran listrik
yang mengenai reseptor nyeri.
e. Neoplasma : menyebabkan nyeri karena terjadinya
tekanan/ kerusakan jaringan yang mengandung
reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan.
f. Peradangan : terjadi karena kerusakan ujung-ujung
saraf reseptor akibat adanya peradangan.
2. Faktor psikologis : karena trauma psikologis.
3. Iskemia : Bila aliran darah yang menuju jaringan
terhambat dalam waktu beberapa menit saja jaringan
sering merasa nyeri sekali. Bila metabolisme jaringan
makin cepat rasa nyeri yang timbul semakin cepat pula.
4. Spasme Otot : Disebabkan karena pengaruh spasme otot
yang menekan pembuluh darah dan menyebabkan
iskemia. Spasme otot juga meningkatkan kecepatan
metabolism dalam jaringan otot, sehingga relative
memperberat keadaan iskemia.
2.3 InflamasiInflamasi adalah reaksi jaringan hidup terhadap jejas yang mempunyai tujuan untuk menghilangkan penyebab jejas. Inflamasi dapat mempunyai pengaruh yang menguntungkan.
38
Klasifikasi radang
a. Radang akut
- Jangka watu pendek
- Merupakan reaksi pertahanan tubuh terhadap jejas.
- Penyebab utama
o Infeksi microbial : virus menyebabkan kematian sel dengan
cara multiplikasi intraseluler.
Contoh : bakteri pathogen, virus
o Reaksi hipersensitivitas : terjadi bila perubahan kondisi respon
imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.
Contoh : parasite, basil tubercolusis
o Agen fisik : kerusakan jaringan yang terjadi pada proses
radang, terjadi melalui trauna fisik, ultraviolet, terbakar / dingin yang berlebihan.
Contoh : trauma, panas, dingin
o Kimia : akan merusak jaringan sehingga terjadi radang. Agen
penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimia spesifik yang mengiritasi dan langsung mengakibatkan radang.
Contoh : korosif, asam, basa, toksin bakteri
o Nekrosis jaringan :aliran dalam darah tidak cukup sehingga
pasokan Oksigen dan makanan menurun, menyebabkan kematian sel.
Contoh : infark iskemik
- Gejala klinis :
Local :
o Calor (heat)
o Rubor (redness)
39
o Dolor (pain)
o Tumor (swelling)
o Functiolaesa (loss of function)
Sistemik :
o Febris > pirogen
o Lekositosis
o Reaksi system RES
- Tahapan leukosit mencapai jaringan
o Vascular
Pembuluh darah dilatasi, sehingga terjadi eksudasi plasma.
Dalam sirkulasi normal sel ada di tengah aliran pembuluh darah. Pada saat hilangnya cairan intravascular dan meningkatnya viskositas serta aliran darah lambat. Eritrosit statis dan leukosit menepi. Peristiwa ini disebut Marginasi
o Cellular
Perpindahan fagositik leukosit ke area yang terluka.
Pavementing : penempelan leukosit pada endotel
Emigrasi : emigrasi dengan gerak amoeboid melewati dinding endotel. Celah ini nantinya akan menutup dengan sendirinya dan endotel tidak megalami kerusakan.
Lalu leukosit bergerak secara kemotaksis (bergerak kea rah substansi kimia tertentu dalam cairan) dan memakan bakteri yang masuk (fagositik) yang diperantarai leukosit dan makrofag.
Prodak dari fagositosis, plasma, dan sel darah membentuk eksudat, dan menimbulkan gejala dolor dan tumor.
Inflamasi akut merupakan proses imun dan perbaikan jaringan
b. Radang kronis
40
Adalah radang akut persisten atau radang akut yang sembuh lalu kambuh
Dari asal kronik :
- Kuman intraseluler
- Bahan insoluble
- Reaki imunologik
3. Histologi3.1 Sel Glia
Sel glia yang terdapat pada syaraf perifer membentuk selubung mielin yang berfungsi memberi nutrisi pada sel syaraf. Merupakan pendukung struktur dan fungsi neuron, namun tidak terlibat dalam fungsi penjalaran impuls. Jumlah sel glia sangat banyak, dengan perbandingan 10:1 dengan sel syaraf. Sel glia menjadmin kondisi ionic sekitar neuron agar selalu stabil, juga membuang zat sisa sekitar neuron.
Sel schwann adalah salah satu jenis sel glial yang ditemukan ilmuan Jerman, Theodor Schwann. Sel schwann pada sistem syaraf tepi memungkinkan terjadinya penghantaran dari dendrit menuju terminal akson dengan melilitkan membran plasmanya secara konsentrik sepanjang akson (seperti yang dijelaskan di atas, yaitu selubung mielin). Dalam hal ini, sel schwann membantu dalam mempercepat hantaran impuls karena impuls melompati mielin.
Sel satelit adalah jenis sel glial lainnya dengan fungsi memisahkan badan sel syaraf dari jaringan ikat di ganglia (kumpulan badan sel di luar sistem syaraf). Sel satelit membentuk kapsul yang mengelilingi badan sel syaraf.
3.2 Ganglion3.2.1 Ganglion spinalis
- Terdapat di dekat medula spinalis
- Terdiriatas sel: ganglion spinalis dan sabut-sabut saraf yang terutama bermyelin
- Sel ganliom spinalis mempunyai sifat:
Neuron Pseudo-unipoler
41
Besar sel tidak sama
Dikelilingi oleh sel amfisit (set satelit) yang berupa selapis sel pipih analog dengan neuroglia, dengan jumlah lebih banyak daripada di ganglion otonom.
3.2.2 Ganglion otonom
Tampak sebagai pelebaran membulat pada saraf otonom.
Beberapa diantaranya terletak di dalam organ tertentu terutama di dalam dinding saluran cerna.
Memiliki neuron multipolar.
Pembanding Ganglion Spinal Ganglion Otonom
Tipe neuron Pseudounipolar Multipolar
Besar sel Besar-kecil Hampir sama
Sel satelit Banyak Sedikit/ tidak ada
Akson Bermielin Tidak bermielin
Ganglion Spinal
42
Ganglion Otonom
3.3 Jaringan Ikat PembungkusJaringan ikat pembungkus saraf ada 3 yaitu, endoneurium, perineurium, epineurium.
1. Endoneurium
Endoneurium merupakan lapisan terdalam yang mengelilingi satu akson. Lapisan ini tersusun atas lapisan jaringan ikat longgar, sedikit
43
fibroblast dan serat kolagen. Di daerah distal akson, endoneurium hampir tidak ada lagi, hanya menyisakan sedikit serat retikuler yang menyertai basal lamina sel Schwann. Endoneurium berhubungan erat dengan neurolema, walaupun ia dipisahkan oleh lamina basal yang mengelilingi sel neurolema.
2. Perineurium
Perineurium merupakan selaput pembungkus satu fasikulus yang tersusun atas jaringan ikat padat kolagen yang tersusun secara konsentris, serta sel-sel fibroblast. Di bagian dalam perineurium terdapat pula lapisan sel-sel epiteloid yang direkatkan melalui zonula okludens; serta dikelilingi oleh lamina basal yang menjadikan suatu barrier (sawar) materi bagi fasikulus.
Di dalam epineurium serat-serat saraf tergabung membentuk fasikulus.
Bila ditelusuri ke sentral, perineurium merupakan lanjutan membrane araknoid-pia dari susunan saraf pusat.
Fungsi dari perineurium itu sendiri sebagai sawar terhadap keluar masuknya materi dari fasikulus saraf.
3. Epineurium
Menyelimuti beberapa fasikulus yang bersatu membentuk saraf
Tersusun dari fibrolas dan serat kolagen yang terutama tersusun secara longitudinal dan sedikit serat elastis
Berisi pembuluh darah utama (besar) untuk saraf
Ketebalan epineurium bervariasi, paling tebal di daerah dura yang dekat dengan SSP, makin tipis hingga percabangan saraf-saraf ke arah distal.
4. Farmakologi4.1 Obat Anti Inflamasi
Pengertian
44
Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang
yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala
inflamasi dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak,
nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan
mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit
ke jaringan radang, dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit,
fungsinya terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain histamin,
bradikinin, leukotrin, Prostaglandin dan PAF. Obat-obat anti inflamasi
adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi
peradangan. Obat ini terbagi atas-dua golongan, yaitu golongan anti
inflamasi non steroid (AINS) dan anti inflamasi steroid (AIS). Kedua
golongan obat ini selain berguna untuk mengobati juga memiliki efek
samping yang dapat menimbulkan reaksi toksisitas kronis bagi tubuh
(Katzung, 1992).
4.1.1 NSAIDPengertian
NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti
inflamasi non steroid (AINS) adalah suatu kelompok obat yang berfungsi
sebagai anti inflamasi, analgetik dan antipiretik. Obat golongan NSAID
dinyatakan sebagai obat anti inflamasi non steroid, karena ada obat
golongan steroid yang juga berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat
golongan steroid bekerja di sistem yang lebih tinggi dibanding NSAID.
Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini
sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin like drugs). Contoh
obatnya antara lain: aspirin, parasetamol, ibuprofen, ketoprofen,
naproksen, asam mefenamat, piroksikam, diklofenak, indometasin.
Farmakologi NSAID
Obat analgesic antipiretik serta anti imflamasi nonsteroid merupakan
suatu kelompok obat yang heterogen, secara kimia. Obat-obat ini ternyata
45
memiliki banyak persamaan dalam efek terapimaupun efek samping.
Sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas
penghambatan biosistesis prostaglandin (PG). Prototip obat golongan ini
adalah aspirin
Klasifikasi kimiawi NSAID, ada NSAID dari subgolongan yang sama
memiliki sifagt yang berbeda, sebaliknya ada obat NSAID yang berbeda
subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa. Klasifikasi yang lebih
bermanfaat untuk diterapkan di klinik ialah berdasarkan selektifitasnya
terhadap siklooksigenase (COX). Berdasarkan sifak selektifnya terhadap
enzim siklooksigenase, NSAID dibagi menjadi:
NSAID
46
COX 1- non selektif
- Aspirin
- Indometasin
- Piroksikam
- Ibuprofen
- Naproksen
- Asam mefenamat
COX 2 Preferensial
- Nimesulid
- Meloksikam
- Nabumeton
- Diklofenak
- Etodolak
COX 2 selektif*Generasi 1
- selekoksib- rofekoksib- valdekoksib- parekoksib- eterikoksib
*Generasi 2
lamirakoksib
COX 3
parasetamol
Mekanisme kerja berhubungan dengan system biosistesis PG
memperlihatkan secara in vitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin
menghambat produksi enzimatik PG. Produsksi PG akan meningkat bilamana sel
mengalami kerusakan. Walaupun in vitro obat NSAID diketahui menghambat
berbagai reaksi biokimiawi lainnya, hubungannya dengan efek analgesic,
antipiretik dan anti inflamasinya belum jelas. Selain itu obat NSAID secara
umum tidak menghambat biosintesis leukotrien. Golongan obat ini menghambat
enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2
terganggu.
Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan
COX-2. Kedua isoform tersebut di kode oleh gen yang berbeda. Secara garis
besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal
di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit. Di mukosa
lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif.
Siklooksigenase semuladiduga diinduksi berbagai stimulus inflamatur, termasuk
sitokin, endotoksin dan factor pertumbuhan. Ternyata COX -2 juga mempunyai
fungsi fisiologis yaitu di gijal, jaringan vascular dan pada proses perbaikan
jaringan. Tromboksan A2, yang disitesis trombosit oleh COX-1, menyebabkan
agregasi trombosit, vasokonstriksi dan poliferasi otot polos. Sebaliknya
prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular
melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit,
vasodilatasi dan efek anti proliferatif.
Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat COX-1 daripada COX-2.
Penghambat COX-2 dikembangkan dalam mencari penghambat COX untuk
pengobatan inflamasi dan nyeri yang kurang menyebabkan toksisitas saluran
cerna dan pendarahan.
Anti inflamasi nonsteroid yang tidak selektif dinamakan NSAID
tradisional. Khusus parasetamol, hambatan biositesis PG hanya terjadi bila
lingkungannya rendah kadar peroksid yaitu di hipotalamus. Parasetamol diduga
menghambat isoenzim COX-3, suatu variant dari COX-1. COX-3 ini hanya ada
di otak. Aspirin sendiri menghambat dengan mengesetilasi gugus aktif serin 530
48
dari COX-1. Dosis tunggal aspirin 40 mg sehari cukup untuk menghambat
siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit, yaitu 8-11 hari.
Ini berarti pembentukan trombosit kira-kira 10% sehari. Untuk fungsi
pembekuan darah 20% aktivitas siklooksigenase mencukupi sehingga
pembekuan darah tetap dapat berlangsung.
Pada Nyeri: PG hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau inflamasi. Bahwa PG yang menyebabkan sensitisasi
reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi PG menimbulkan
keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan
histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata.
Jenis NSAID
NSAID dibagi lagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
1. golongan salisilat (diantaranya aspirin/asam asetilsalisilat, metil salisilat,
magnesium salisilat, salisil salisilat, dan salisilamid),
2. golongan asam arilalkanoat (diantaranya diklofenak, indometasin,
proglumetasin, dan oksametasin),
3. golongan profen/asam 2-arilpropionat (diantaranya ibuprofen,
alminoprofen, fenbufen, indoprofen, naproxen, dan ketorolac),
4. golongan asam fenamat/asam N-arilantranilat (diantaranya asam
mefenamat, asam flufenamat, dan asam tolfenamat),
5. golongan turunan pirazolidin (diantaranya fenilbutazon, ampiron,
metamizol, dan fenazon),
6. golongan oksikam (diantaranya piroksikam, dan meloksikam),
7. golongan penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib),
8. golongan sulfonanilida (nimesulide), serta
9. golongan lain (licofelone dan asam lemak omega 3).
Menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi:
49
a) AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam
flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam
tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen, dan
ketoprofen.
b) AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan
piroprofen.
c) AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan
naproksen.
d) AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan
tenoksikam.
e) AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu
fenilbutazon dan oksifenbutazon.
Efek Farmakodinamik
Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik dan anti inflamasi, dengan
derajat yang berbeda-beda. Misalya parasetamol bersifat anti piretik dan analgesik
tetapi sifat anti inflamasinya sangat rendah.
Efek analgesik
Obat ini hanya efektif terhdap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang
seperti sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari integumen,
juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgesiknya
jauh lebih lemah daripada efek analgesik opiat, tetapi bedanya NSAID tidak
menimbulkan efek ketagihan dan tidak menimbulkan efek sentral yang
merugikan.
Efek Antipiretik
Obat ini hanya menurunkan suhu badan hanya pada saaat demam. Tidak
semuanya bersifat sebagai anti piretik karena bersifat toksik bila digunakan secara
rutin atau terlalu lama. Fenilbutazon dan anti reumatik lainnya tidak dibenarkan
digunakan sebagai antipiretik.
50
Efek Anti inflamasi
NSAID terutama yang baru, lebih banyak dimanfaatkan sebagai anti inflamasi
pada pengobatan kelainan muskuloskeletal, seperti artritis reumatoid, osteoartritis
dan spondilitis ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat ini hanya meringankan
gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik,
tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada
kelainan muskuloskeletal ini.
Efek Samping
Efek samping yag paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau
tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan
saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat. Dua
mekanisme terjadinya iritasi lambung adalah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang
menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan
kerusakan jaringan; (2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik
melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua prostaglandin ini banyak
ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung
dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif. Mekanisme
kedua ini terjadi pada pemberian parenteral.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan
biosintesis tromboksan A2 dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan. Efek
ini dimanfaatkan untuk terapi profilaksis trombo-emboli. Penghambatan
biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, berperan dalam gangguan
homeostasis ginjal. Pada orang normal tidak banyak mempengaruhi fungsi ginjal.
Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas. Mekanisme ini
bukan suatu reaksi imunologik tetapi akibat tergesernya metabolisme asam
arakhidonat ke arah jalur lipoksigenase yang menghasilkan leukotrien. Kelebihan
leukotrien inilah yang mendasari terjadinya gejala tersebut
4.1.2 Obat Anti Inflamasi Steroid
51
Pengertian
Steroid atau lengkapnya disebut kortikosteroid adalah jenis hormon yang
sangat berperan pada berbagai proses dalam tubuh kita. Hormon ini secara alami
diproduksi oleh kelenjar adrenal yang terletak di sebelah atas ginjal dan
menghasilkan dua macam steroid yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
Fungsi dari kedua macam kortikosteroid ini berbeda di setiap jaringan
tubuh. Karenanya ia juga memberikan manfaat yang berbeda pula, antara lain
mengatasi radang (antiinflamasi), menekan sistem imun dalam proses alergi,
mengatur metabolisme protein dan karbohidrat, mempengaruhi kadar natrium
dalam darah, dan lain-lain.
Saat ini penggunaan steroid sebagai terapi penyakit semakin meluas. Hormon
ini tidak hanya diberikan pada seseorang yang mengalami kekurangan steroid
alami dalam tubuhnya (misalnya penyakit Addison), tetapi juga pada keluhan
asma, alergi, rheumatoid arthritis, gangguan pencernaan (ulkus), luka radang
(inflamasi) pada mata maupun kulit, hingga mengatasi reaksi autoimun ketika
dilakukan transplantasi jaringan. Oleh karena itu banyak digunakan bentuk steroid
sintesis dalam praktek pengobatan berbagai penyakit seperti prednison,
prednisolon, metilprednisolon, deksametason, betametason, dan triamsinolon.
Jenis
Berdasarkan masa kerjanya golongan kortikosteroid dibagi menjadi :
Kortikosteroid kerja singkat dengan masa paruh < 12 jam, yang termasuk
golongan ini adalah kortisol/hidrokortison, kortison, kortikosteron,
fludrokortison
Kortikosteroid kerja sedang dengan masa paruh 12 – 36 jam, yaitu
metilprednisolon, prednison, prednisolon, dan triamsinolon.
Kortikosteroid kerja lama dengan masa paruh >36 jam, adalah
parametason, betametason dan deksametason.
52
Efek Samping
Kinerja steroid dalam tubuh menghasilkan beragam efek sehingga
penggunaan steroid dari luar (eksogen) selain memiliki efek pengobatan juga
perlu diperhatikan efek sampingnya. Hal ini terjadi terutama bila dipakai dalam
jangka waktu yang lama. Beberapa efek yang umum terjadi saat melakukan
pengobatan dengan steroid eksogen :
1. peningkatan tekanan darah (sehingga perlu diwaspadai pada pasien
hipertensi),
2. menghambat pertumbuhan pada anak,
3. peningkatan berat badan,
4. deposit lemak pada wajah (moon face), dan
5. osteoporosis.
Khusus untuk mengurangi efek samping steroid inhalasi yang digunakan
pada asma, bila sudah mampu anak dianjurkan berkumur dan air kumurannya
dibuang setelah menghirup obat.
Osteoporosis merupakan salah satu efek samping yang perlu diwaspadai
pada pemberian steroid jangka panjang. Risiko osteoporosis dipengaruhi oleh
dosis dan lama pengobatan steroid, namun juga terkait dengan jenis kelamin
dan apakah penderita sudah menopause atau belum.
Penipisan tulang akibat pemberian steroid paling cepat berlangsung pada 6
bulan pertama pengobatan, dengan rata-rata penurunan 5% pada tahun
pertama, kemudian menurun menjadi 1%-2% pada tahun-tahun berikutnya.
Untuk itu bagi pengguna hormon steroid eksogen disarankan menggunakan
dosis pengobatan terendah atau hanya menggunakan hormon steroid sebagai
terapi penunjang di samping terapi utama. Pemberian terapi sulih hormon bagi
wanita yang telah menopause juga diperlukan karena penggunaan steroid
eksogen dapat menurunkan kadar hormon seks dalam tubuh.
53
Beragam efek sekaligus yang dihasilkan oleh pengobatan steroid
membutuhkan pertimbangan langsung dari tenaga medis sebelum melakukan
terapi dengan steroid. Bila terjadi efek samping, pemberian steroid dihentikan
lebih dini, atau jika dilanjutkan, harus memberi manfaat yang lebih besar
dibandingkan kerugian yang ditimbulkannya
4.2 Obat Otonom
Pengertian
Obat otonom yaitu obat-obat yang bekerja pada susunan syaraf
otonom, mulai dari sel syaraf sampai sel efektor. Obat ini berpengaruh secar
spesifik dan bekerja pada dosis kecil. Efek suatu obat otonom dapat
diperkirakan jika respons berbagai organ otonom terhadap impuls syaraf
otonom diketahui.
Mekanisme
Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohormonal dengan cara
menghambat atau mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan
pengaruh obat pada transmisi system kolinergik dan adrenergic, yaitu:
1. Menghambat sintesis atau pelepasan transmitor
2. Menyebabkan penglepasan transmitor.
3. Berikatan dengan reseptor
4. Menghambat destruksi transmitor.
Jenis
Penggolongan Obat Berdasarkan Efek Utamanya
A. Kolinergik atau Parasimpatomimetik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas
susunan saraf parasimpatis.
Ada 2 macam reseptor kolinergik:
54
Reseptor muskarinik: merangsang otot polos dan memperlambat
denyut jantung
Reseptor nikotinik/ neuromuskular → mempengaruhi otot rangka
Penggolongan Kolinergik
Ester kolin (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol)
Anti kolinestrase (eserin, prostigmin, dilsopropil fluorofosfat)
Alkaloid tumbuhan (muskarin, pilokarpin, arekolin)
Obat kolinergik lain (metoklopramid, sisaprid)
Farmakodinamik Kolinergik
Meningkatkan TD
Meningkatkan denyut nadi
Meningkatkan kontraksi saluran kemih
Meningkatkan peristaltic
Konstriksi bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus)
Konstriksi pupil mata (miosis)
Antikolinesterase: meningkatkan tonus otot
Efek Samping
Asma bronkial dan ulcus peptikum (kontraindikasi)
Iskemia jantung, fibrilasi atrium
Toksin; antidotum → atropin dan epineprin
Indikasi
Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat),
meteorismus, (kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic ileus,
intoksikasi atropin/ alkaloid beladona, faeokromositoma.
Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik), miotika
(setelah pemberian atropin pd funduskopi), diagnosis dan
55
pengobatan miastemia gravis (defisiensi kolinergik sinap),
penyakit Alzheimer (defisiensi kolinergik sentral)
Alkaloid Tumbuhan: untuk midriasis (pilokarpin)
Obat Kolinergik Lain: digunakan untuk memperlancar jalanya
kontras radiologik, mencegah dan mengurangi muntah
(Metoklopramid)
Intoksikasi
Efek muskarinik: mata hiperemis, miosis kuat, bronkostriksi,
laringospasme, rinitis alergika, salivasi, muntah, diare, keringat
berlebih\
Efek nikotinik: otot rangka lumpuh
Efek kelainan sentral: ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar
bicara, konvulsi, koma, nafas Cheyne Stokes, lumpuh nafas.
Tabel Jenis Obat Kolinergik
Nama-nama obat
kolinergik
Dosis Pemakaian dan pertimbangan
pemakaian
Bekerja langsung
Betanekol
(urecholine)
D: PO: 10-50 mg, b.i.d.-
q.i.d
Untuk meningkatkan urin,
dapat merangsang motilitas
lambung
Karbakol
(carcholine,
miostat)
0,75-3%, 1 tetes Untuk menurunkan tekanan
intraokuler, miosis
Pilokarpin (pilocar) 0,5-4%, 1 tetes Untuk menurunkan tekanan
intraokuler, miosis
Antikolinestrase reversible
56
Fisostigmin
(eserine)
0,25-0,5%, 1 tetes, q.d-
q.i.d
Untuk menurunkan tekanan
intraokuler, miosis, masa kerja
singkat
Neostigmin
(prostigmin)
D: PO: mula-mula 15
mg, t.i.d
Dosis max: 50 mg, t.i.d
Untuk menambah kekuatan otot
pada miastenia gravis, masa
kerja singkat
Ambenonium
(mytelase)
D: PO: 60-120 mg, t.i.d
atau q.i.d
Untuk menambah kekuatan
otot, masa kerja sedang
Antikolinestrase irreversible
Demakarium
(humorsol)
0,125-0,25%, 1 tetes, q
12-48 jam
Untuk menurunkan tekanan
intraocular pada glaucoma,
miotikum, masa kerja panjang
Isofluorofat
(floropryl)
Ointment 0,25%, q 8-72
jam
Untuk mengobati glaucoma.
Kenakan pada sakus
konjungtiva
B. Simpatomimetik atau Adrenergic
Yakni obat-obat yang merangsang system syaraf simpatis, karena obat-
obat ini menyerupai neurotransmitter (norepinafrin dan epinephrine). Obat-
obat ini bekerja pada suatu reseptor adrenergic yang terdapat pada sel-sel otot
polos, seperti pada jantung, dinding bronkiolus saluran gastrointestinal,
kandung kemih dan otot siliaris pada mata. Reseptor adrenergic meliputi
alfa1, alfa2, beta1 dan beta2
Kerja obat adrenergic dapat di bagi dalam 7 jenis:
57
Perangsang perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan
mukosa, dan terhadap kelenjar liur dan keringat.
Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan
pembuluh darah otot rangka.
Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung
dan kekuatan kontraksi.
Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan
kewaspadaan, aktivitas psikomotor dan pengurangan nafsu makan.
Efek metabolic, misalnya peningkatan glikogenesis di hati dan otot,
lipolisis dn pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.
Efek endokrin, misalnya mempengaruhi efek insulin, rennin dan
hormone hipofisis.
Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan
penglepasan neurotransmitter NE dan Ach.
Penggolongan Adrenergik
Katekolamin (Endogen: epineprin, norepineprin dan dopamine;
Sintetik: isoprotenol hidroklorida dan dobutamine)
Non katekolamin (fenileprin, meteprotenol dan albuterol)
Farmakodinamik Adrenergic
Bersifat inotropik
Bronkodilator
Hipertensi
Tremor dan gelisah
Efek Samping
Efek samping sering kali muncul apabila dosis ditingkatkan atau obat
bekerja non selektif (bekerja pada beberapa reseptor). Efek samping yang sering
timbul pada obat-obat adrenergic adalah, hipertensi, takikardi, palpitasi, aritmia,
tremor, pusing, kesulitan berkemih, mual dan muntah.
58
Kontra Indikasi
Tidak boleh di gunakan pada ibu hamil
Sesuaikan dosis pada penderita yang mendapat antidepresi trisiklik
Tidak boleh digunakan pada penderita Stenorsis subaorta, anoreksia,
insomnia dan estenia.
Tabel Jenis Obat Adrenergik
Adrenergic Resptor Dosis Pemakaian dalam
klinik
Epinefrin (adrenalin) Alfa1, beta1,
beta2
Berbeda-beda
D: IV, IM, SK: 0,2-1
ml dari 1:1000
Syok
nonhipovalemik,
henti jantung,
anafilaksis akut,
asma akut.
efadrin Alfa1, beta1,
beta2
D: PO: 25-50 mg,
t.i.d atau q.i.d
D: SK
Keadaan hipotensi,
bronkospasme,
kongesti hidung,
hipotensi ortoristik.
Norepinefrin
(lavarterenol,
levophed)
Alfa1, beta1 D: IV: 4 mg,
dekstrose 5% dalam
250-500 ml
Syok, merupakan
vasokontriktor kuat,
meningkatkan
tekanan darah dan
curah jantung
59
Dopamine (intropin) Beta1 D: IV: mula-mula 1-
5 µg/kg/menit,
naikkan secara
bertahap; ≤ 50
µg/kg/menit
Hipotensi (tidak
menurunkan fungsi
ginjal dalam dosis
<5 µg/kg/menit)
Fenilefrin (neo-
synephrine)
Alfa1 Larutan 0,123-1% Kongesti hidung
(dekongestan)
Pseudoefedrin
(Sudafed, Actifed)
Alfa1, beta1 Obat bebas
(beberapa)
Dekongestan
Fenilpropanolamin
(Dimetapp, contac,
triaminicol,
dexatrim)
Alfa1, beta1 Obat bebas
(beberapa)
Dekongestan
Dobutamin
(dobutrek)
Beta1 D: IV: mula-mula
2,5-10 µg/kg, dapat
dinaikkan secara
bertahap; ≤ 40
µg/kg/menit
Obesitas
Isoprotenol (isoprel) Beta1, beta2 Inhal: 1-2
semprotan, IV: 5-20
µ/menit
Dekompensasi
jantung, payah
jantung kongestif
(meningkatkan
aliran darah
miokardium dan
curah jantung)
Metaprotenol
(alupent, metaprel)
Beta1
(beberapa),
beta2
Inhal: 2-3 semprotan
≤ 12 semprotan/hari
Bronkospasme, blok
jantung akut (hanya
dipakai pada
60
D: PO: 10-20 mg,
t.i.d atau q.i.d
bradikardi yang
refrakter terhadap
atropine)
Albuterol (proventil) Beta2 Inhal: 1-2
semprotan, q 4-6 h
D: PO: 2-4 mg, t.i.d
atau q.i.d
Bronkospasme
Ritodrin (yutopar) Beta1
(beberapa),
beta2
D: PO: 10-20 mg, q
4-6 h, ≤ 120 mg/hari
IV: 50-300 µ/menit
Relaksasi usus
C. Parasimpatolitik atau Antikolinergik
Obat-obat yang menghambat kerja asetilkolin dengan menempati reseptor-
reseptor asetilkolindisebut dengan antikolinergik atau parasimpatolitik. Obat ini
mempengaruhi organ jantung, saluran pernapasan, saluran gastrointestinal,
kandung kemih, mata dan kelenjar eksokrin dengan menghambat saraf
parasimpatis, sehingga system saraf simpatis (adrenergic) menjadi dominan.
Penggolongan Obat Antikolinergik
Antikolinergik klasik (alkaloid belladonna, atropine sulfat dan
skopolamin)
Antikolinergik sintetik (Propantelin)
Antikolinergik-antiparkisonisme (triheksifenidil hidroklorida, prosiklidin,
biperiden dan benztropin)
Farmakodinamik Antikolinergik
Menghambat efek muskarinik
Penurunan salivasi dan sekresi lambung (konstipasi)
61
Mengurangi kontraksi tonus kandung kemih
Dapat bekerja sebagai antidot terhadap toksin
Sebagai obat antispasmodic
Meningkatkan TD
Mengurangi rigriditas dan tremor berhubungan dengan ekstensi
neuromuscular
Efek Samping
Mulut kering
Gangguan penglihatan (terutama penglihatan kabur akibat midriasis)
Konstipasi sekunder
Retensi urine
Takikardia (akibat dosis tinggi
Tabel Obat-obat Antikolinergik
Nama obat Dosis Pemakaian dan pertimbangan
Atropine D: IM: 0,4 mg
IV: 0,5-2 mg
Pembedahan untuk mengurangi
salvias dan sekresi bronchial.
Meningkatkan denyut jantung
dengan dosis ≥ 0,5 mg
Propantelin (bentyl) D: PO: 7,5-15 mg,
t.i.d atau q.i.d
Sebagai antispasmodic untuk
tukak peptic dan irritable bowel
syndrome
Skopolamin
(hyoscine)
D: PO: 0,5-1 mg, t.i.d
atau q.i.d;
IM: 0,3-0,6 mg
Obat preanestesi, irritable bowel
syndrome dan mabuk perjalanan.
62
Isopropamid
(darbid)
D: PO: 5 mg, b.i.d Tukak peptic dan irritable bowel
syndrome
Hematropin (isopto
hematropin)
Larutan 2-5%, 1-2
tetes
Midriasis dan siklopegia
(paralisis otot siliaris sehingga
akomodasi hilang) untuk
pemeriksaan mata
Siklopentolat
(cyclogyl)
Larutan 0,5-2%, 1-2
tetes
Midriasis dan siklopegia untuk
pemeriksaan mata
Benztropin
(cogentin)
D; PO: 0.5-6 mg/hari
dalam dosis terbagi
Penyakit parkison. Untuk
mengobati efek samping
fenotiazin dan agen antipsikotik
lainnya
Biperiden
(akineton)
D: PO: 2 mg, b.i.d -
q.i.d
Penyakit parkison. Untuk
mengobati efek samping
fenotiazin dan agen antipsikotik
lainnya
Trihesifinidil
(artane)
D: PO: 1 mg/hari,
dapat dinaikkan
sampai 5-15 mg/hari
dalam dosis terbagi
Penyakit parkison. Untuk
mengobati efek samping
fenotiazin dan agen antipsikotik
lainnya
D. Simpatolitik atau Antiadrenergik
Obat-obat antiadrenergik umumnya mengahambat efek neurotransmitter
adrenergic dengan menempati reseptor alfa dan beta baik secara langsung maupun
tidak langsung. Berdasar tempat kerjanya, golongan obat ini dibagi atas antagonis
adrenoreseptor (adrenoreseptor bloker) dan penghambat saraf adrenergic.
63
Antagonis reseptor atau adrenoreseptor blocker ialahh obat yang
menduduki adrenoreseptor sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan
obat adrenergic, dengan demikian menghalangi kerja obat adrenergic pada sel
efektornya. Untuk masing-masing adrenoreseptor α dan β memiliki penghambat
yang efektif yakni α-blocker dan β-blocker.
Penghambat saraf adrenergic adalah obat yang mengurangi respon sel
efektor terhadap perangsangan saraf adrenergic, tetapi tidak terhadap obat
adrenergic eksogen.
1. α - Blocker
Penggolongan dan Indikasi Obat α - Blocker
a. α – Blocker Nonselektif
Derivat haloalkilamin (dibenamin dan fenoksibenzamin) : untuk
pengobatan feokromositoma, pengobatan simtomatik hipertofi prostat
benigna dan untuk persiapan operasi,
Derivat imidazolin (fentolamin dan telazolin) : mengatasi hipertensi,
pseudo-obstruksi usus dan impotensi.
Alkaloid ergot (ergonovin, ergotamine dan ergotoksin) :
meningkatkan tekanan darah, untuk stimulasi kontraksi uterus setelah
partus, mengurangi nyeri migren dan untuk pengobatan demensia
senelis.
b. α1 – Blocker Selektif:
Derivat kuinazolin (prazosin, terazosin, doksazosin, trimazosin
danbunazosin) : untuk pengobatan hipertensi, gagal jantung kongesif, penyakit
vaskuler perifer, penyakit raynaud dan hipertofi prostat benigna (BPH)
c. α2 – Blocker Selektif : (Yohimbin) untuk pengobatan impotensi, meningkatkan
TD,
Farmakodinamik
Menimbulkan vasodilatasi dan venodilatasi
64
Menghambat reseptor serotonin
Merangsang sekresi asam lambung, saliva, air mata dan keringat
Kontriksi pupil
Efek Samping
Hipotensi postural
Iskemia miokard dan infark miokard
Takikardi dan aritmia
Hambatan ejakulasi dan espermia yang reversible
Kongesti nasal
Pusing, sakit kepala, ngantuk, palpasi edema perifer dan nausea.
Tekanan darah menurun
2. β - Blocker
Jenisnya adalah propanolol yang menjadi prototype golongan obat ini.
Sehingga sampai sekarang semua β-blocker baru selalu dibandingkan dengan
propanolol.
Farmakodinamik
Mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard
Menurunkan TD dan resistensi perifer
Sebagai antiaritmia
Bronkokontriksi
Mengurangi efek glikemia
Peningkatan asam lemak dalam darah
Menghambat tremor dan sekresi renin
Efek Samping
Gagal jantung dan Bradiaritmia
Bronkospasme
Gangguan sirkulasi perifer
65
Gejala putus obat (serangan angina, infark miokard, aritmia ventrikuler
bahkan kematian)
Hipoglikemia dan hipotensi
Efek sentral (rasa lelah, gangguan tidur dan depresi)
Gangguan saluran cerna (nausea, muntah, diare atau konstipasi)
Gangguan fungsi libido ( penurunan libido dan impotensi)
Alopesia, retensi urine, miopati dan atropati
Indikasi
Pada umumnya obat-obat antiadrenergik di gunakan untuk pengobatan
Angina pectoris, Aritmia, Hipertensi, Infark miokard, Kardiomiopati obstruktif
hipertrofik, Feokromositoma, Tirotoksokosis, Glaucoma, tremor esensial dan
Ansietas
Kontraindikasi
Hati-hati penggunaan β-blocker pada penderita dengan pembesaran
jantung dan gagal jantung
Hati-hati penggunaan pada penderita asma, syok kardiogenik, penyakit
hati dan ginjal.
Tidak boleh digunakan pada penyakit vascular perifer dan penyakit paru
obstruktif menahun (PPOM)
3. Penghambat Saraf Adrenergik
Penghambat saraf adrenergic mengambat aktivitas saraf adrenergic
berdasarkan gangguan sintesis atau penyimpanan dan penglepasan
neurotransmitor di ujung saraf adrenergic.
Penggolongan dan Indikasi Obat Penghambat Saraf Adrenergik
a. Guanetidin dan Guanadrel (ismelin dan hylorel) : sebagai
antihipertensi
66
b. Reserpin : sebagai antihipertensi (lebih efektif bila dikombinasikan
dengan obat diuretic)
c. Metirosin : menghambat enzim tirosin hidroksilase, sebagai adjuvant
dari fenoksibenzamin pada pengobatan feokrositoma maligna.
Farmakodinamik
Menyebabkan respon trifasik terhadap TD
Menyebabkan vasodilatasi, venodilatasi dan penurunan curah jantung.
Retensi air dan garam
Meningkatkan motilitas saluran cerna
Efek Samping
Hipotensi ortostatik dan hipotensi postural
Diare
Hambatan ejakulasi
Retensi urine
Sedasi, ansietas dan tidak mampu berkonsentrasi
Depresi psikotik atau gangguan psikis lainnya
Hidung tersumbat
Odema
Kontraindikasi
Tidak boleh diberikan pada penderita dengan riwayat depresi.
Tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan alcohol.
Tabel Jenis Obat Antiadrenergik
Antiadrenergik Reseptor Dosis Pemakaian dalam
klinis
Tolazolin
(proscoline)
alfa D:IM: IV: 25mg,
q.i.d. bayi baru
Gangguan pembuluh
darah tepi (raynaud),
67
lahir: IV:
1-2mg/kg selama
10 menit
hipertensi
Fentolamin
(regitine)
alfa D: IM: IV: 5
mg A: IM: IV:
1 mg
Gangguan pembuluh
darah perifer,
hipertensi.
Prazosin
(minipress)
alfa D: PO: 1-5 mg,
t.i.d; ≤ 20 mg/hari
Hipertensi
Propanolol
(inderal)
Beta1, beta2 D: PO: 10-20 mg,
t.i.d atau q.i.d;
dosis dapat
disesuaikan
IV: 1-3 mg, dapat
diulang bila perlu
Hipertensi, aritmia,
angina pectoris, pasca
infark miokardium
Nadolol (corgard) Beta1, beta2 D: PO:40-80
mg/hari, ≤ 240
mg/hari
Hipertensi, angina
pektoris
Timolol
(blocarden)
Beta1, beta2 D: PO:10-20 mg,
b.i.d ≤ 60 mg/hari
Hipertensi pasca
infark miokardium
Meetoprolol
(lopressor)
Beta1 D: PO: 100-450
mg, q.i.d; q rata-
rata 50 mg b.i.d
Hipertensi, angina,
pasca infark
miokardium
Atenolol
(temormin)
Beta1 D: PO:50-100
mg/hari
Hipertensi, angina
68
Asebutolol
(spectral)
Beta1 D: PO: 200 mg,
b.i.d
Hipertensi, aritmia
ventrikel
E. Obat Ganglion
Reseptornya dikenal sebagai reseptor nikotinik yang sensitive terhadap
peghambatan oleh heksametonium. Atas dasar fakta yang ditemukan diduga
bahwa Ach yang dilepaskan saraf preganglion berinteraksi dengan suatu neuron
perantara yang di lepaskan katekolamin.
Zat yang menstimulasi kolinoreseptor di ganglion otonom dapat dibagi 2
golongan. Golongan yang pertama terdiri dari nikotin dan lobelin. Golongan
kedua adalah muskarin, metakolin dan sebagian antikolinestrase. Sedangkan zat
penghambat ganglion juga ada 2 golongan,yaitu golongan yang merangsang lalu
menghambat seperti nikotin dan yang langsung mengambat contohnya
heksametonium dan trimetafan.
1.. Obat Yang Merangsang Ganglion.
Nikotin penting bukan karena kegunaannya dalam terapi tapi tempat
kerjanya di ganglion yang dapat menimbulkan ketergantungan dan bersifat toksik.
Farmakodinamik
Takikardi
Merangsang efek bifasik pada medulla adrenalin
Merangsang efek sentral pada SSP
Vasokontriksi
Tonus usus dan peristaltic meningkat
Perangsangan sekresi air dan secret bronkus
Efek Samping
Muntah dan Salivasi
69
Hipertensi
Efek sentral (Tremor dan insomnia)
Efek nikotinik (kelumpuhan atau lemah pada otot rangka)
Intoksikasi
Intoksikasi akut: mual, slivasi, kolik usus, muntah, diare, keringat dingin, sakit
kepala, pusing, pendengaran dan penglihatan terganggu, otot-otot menjadi lemah,
frekuensi napas meninggi, TD naik.
Pengobatan: larutan kalium permanganate 1:10.000
Intoksikasi kronik: kejadian ini biasanya terjadi pada perokok berat antara lain
faringitis, sindrom pernapasann perokok, ekstrasistol, takikardi atrium
paroksismal, nyeri jantung, penyakit buerger, tremor dan insomnia.
2. Obat Penghambat Ganglion
Dalam golongan ini termasuk heksametonium (C6), pentolinium (C5),
tetraetiamonium (TEA), klorisondamin, mekamilamin, trimetafan.
Farmakodinamik
Vasodilatasi
Pengurangan alir balik vena
Temperature kulit meningkat
Penurunan laju filtrasi glomerulus
Sekresi lambung, air liur dan pancreas berkurang
Kelenjar keringat dihambat.
Efek Samping
Midriasis
Hipotensi ortostatik
Sembelit dengan kemungkinan ileus peeristaltik dan retensi urin
Mulut kering
70
Impotensi
Konstipasi
Obstipasi diseling dengan diare, mual, anoreksia dan sinkop.
Kontraindikasi
Gunakan dengan hati-hati pada pasien alergi
Jangan di gunakan pada penderita insufisiensi koroner dan ginjal
4.3 Analgesia Opioid
Opioid saat ini merupakan analgesic yang paling kuat yang tersedia dan digunakan dalam penatalaksanaan nyeri sedang-berat sampai berat. Obat-obat ini merupakan patokan dalam pengobatan nyeri pascaoperasi dan nyeri terkait kanker. Morfin adalah salah satu obat yang paling luas digunakan untuk mengobati nyeri berat dan masih menjadi standar pembanding untuk menilai obat analgesik lain. Morfin menimbulkan efek pada system desendens yang menghambat nyeri. Di tingkat kornu dorsalis neduka spinalis, morfin juga dapat menghambat transmisi impuls nosiseptor yang dating dengan mengikat opioid di substansia gelatinosa.
Obat-obat golongan opiod memiliki pola efek samping yang sangat mirip, termasuk depresi pernapasan, mual dan muntah, sedasi, dan konstipasi. Selian itu, semua opioid berpotensi menimbulkan toleransi, ketergantungan dan ketagihan (adiksi). Toleransi adalah kebutuhan fisiologik untuk dosis yang lebih tinggi untuk mempertahankan efek analgesic obat. Ketergantungan fisik adalah proses fisiologik yang ditandai dengan timbulnya gejala-gejala putus-obat setelah penghentian mendadak suatu obat opioid atau setelah pemberian antagonis. Adiksi adalah sindrom perilaku berupa hilangnya kekhawatiran berkaitan dengan penggunaan dan akuisisi obat, yang menyebabkan perilaku menimbun obat dan peningkatan dosis tanpa pengawasan.
Salah satu metode pemberian opioid alah “pemberian terus-menerus” dan bukan “dosis sesuai keperluan”.pemberian obat secara terus-menerus memiliki keunggulan berupa kadar analgetik dalam darah yang konstan dan mencegah timbulnya nyeri hebat, yang lebih sulit diatasi apabila sudah terjadi.
71