Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POLTEKKES KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN NUTRISI PADA
PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II DI RUANG
PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
NURFAJRI MAI YONA SARY
153110218
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN NUTRISI PADA
PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II DI RUANG
PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan ke Program Studi D III Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Padang Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan
NURFAJRI MAI YONA SARY
153110218
PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan
Keperawatan Gangguan Nutrisi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Ruangan
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Diploma III pada Program Studi D III Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes
Padang. Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini,
sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh
karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1) Ibu Ns. Yessi Fadriyanti, S. Kep, M. Kep, selaku pembimbing I dan Ibu
Herwati, SKM, M. Biomed, selaku pembimbing II yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan
Karya Tulis Ilmiah ini;
2) Bapak H. Sunardi, SKM, M. Kes selaku direktur Poltekkes Kemenkes Padang;
3) Bapak Dr. Yusirwan Yusuf, SpB, SpBA(K), MARS selaku Direktur RSUP
Dr. M. Djamil Padang yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh
data yang peneliti perlukan;
4) Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M. Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang;
5) Ibu Ns. Idrawati Bahar, S. Kep, M. Kep selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang;
6) Perawat ruangan Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang yang telah
mengizinkan untuk melakukan studi awal dan melakukan penelitian;
7) Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf yang telah membimbing dan membantu
selama perkuliahan di Jurusan Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes
Padang;
8) Kepada Kedua Orang Tua dan Keluarga peneliti yang telah memberikan
bantuan dukungan material dan moral.
9) Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2015 Keperawatan yang telah banyak
membantu peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Peneliti menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, peneliti dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran dari
pembaca. Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat
khususnya bagi peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti
mendoakan semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan
dari Allah SWT. Amin
Padang, Juni 2018
Peneliti
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2018
Nurfajri Mai Yona Sary
Asuhan Keperawatan Gangguan Nutrisi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe
II di Ruangan Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2018
Isi: xii + 109 halaman + 8 tabel + 11 lampiran
ABSTRAK
Gangguan nutrisi sangat berdampak pada penyakit diabetes melitus yaitu
meningkatnya kadar glukosa darah yang dapat menyebabkan penyakit vaskular
dan terjadinya komplikasi kronik. Prevalensi penderita diabetes melitus di
Indonesia sebesar 2.1 persen. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan asuhan
keperawatan gangguan nutrisi pada pasien diabetes melitus tipe II di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018.
Desain penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian dilakukan
di ruangan penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil dari bulan November 2017
sampai dengan Juni 2018. Instrumen pengumpulan data asuhan keperawatan
mulai dari pengkajian sampai evaluasi keperawatan. Populasi pasien diabetes
melitus tipe II dengan gangguan nutrisi yang berjumlah 11 orang, sampel diambil
sebanyak 2 orang menggunakan teknik simple random sampling. Analisis
dilakukan dengan menganalisa semua temuan tahapan keperawatan yang
dilakukan dengan teori dan penelitian terdahulu.
Hasil penelitian pada kedua partisipan mengeluh tidak nafsu makan, berat badan
menurun, diet yang diberikan tidak habis, lemah, mual serta penglihatan kabur.
Diagnosis pada kedua partisipan yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.
Rencana keperawatan yang dilakukan yaitu manajemen dan monitor nutrisi.
Implementasi keperawatan adalah monitor terjadinya penurunan berat badan,
monitor diet habis/tidak, melakukan pengukuran antropometri. Evaluasi
keperawatan didapatkan diet habis ½ porsi, mukosa pucat, konjungtiva tidak
anemis dan lemah, diagnosa belum teratasi tetapi diberikan rencana tindak lanjut
tentang diet diabetes dengan memperhatikan 3J: jumlah, jadwal dan jenis
makanan.
Melalui Direktur RSUP Dr. M. Djamil diharapkan perawat dapat memberikan
pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang tujuan diet diabetes
melitus dengan memperhatikan 3J, monitor diet yang diberikan habis/tidak,
mengukur antropometri, dan memberikan diet sesuai kebutuhan pasien.
Kata Kunci : Gangguan nutrisi, Diabetes melitus, Asuhan Keperawatan
Daftar Pustaka : 33 (2005-2017)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. .. i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. iii
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………….. .. v
LEMBAR ORISINALITAS ……………………………………………….. .. vi
ABSTRAK………………... ……………………………………………….. . vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… viii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..... x
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………….. .. xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8
A. Konsep Dasar Nutrisi ........................................................................... 8
1. Definisi Nutrisi ................................................................................ 8
2. Anatomi Sistem Pencernaan ............................................................ 9
3. Elemen-Elemen Nutrisi ................................................................... 12
4. Fisiologi Nutrisi dan Metabolisme .................................................. 26
5. Status Nutrisi ................................................................................... 29
6. Masalah Kebutuhan Nutrisi ............................................................. 29
7. Faktor Yang Memengaruhi Kebutuhan Nutrisi ............................... 32
B. Konsep Dasar Diabetes Melitus………………………………………... 34
1. Definisi Diabetes Melitus………………………………………….. 34
2. Macam-Macam Diabetes…………………………………………... 35
3. Klasifikasi Diabetes Melitus ............................................................ 36
4. Patogenesis ...................................................................................... 37
5. Patofisiologi Diabetes Melitus......................................................... 38
6. Faktor Penyebab Diabetes Melitus .................................................. 41
7. Gejala Diabetes Melitus................................................................... 42
8. Faktor Risiko Diabetes Melitus ....................................................... 43
9. Pengobatan Diabetes ....................................................................... 44
10. Komplikasi....................................................................................... 45
11. Penatalaksanaan ............................................................................... 49
C. Konsep Asuhan Keperawatan .............................................................. 57
1. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 57
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul ............................. 62
3. Intervensi Keperawatan ................................................................... 63
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 68
A. Desain Penelitian ................................................................................. 68
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 68
C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 68
D. Alat/Instrumen Pengumpulan Data ...................................................... 69
E. Jenis-Jenis Data .................................................................................... 69
F. Langkah Pengumpulan Data ................................................................ 71
G. Rencana Analisis .................................................................................. 72
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN KASUS ............... 73
A. Deskripsi Tempat ................................................................................. 73
B. Deskripsi Kasus .................................................................................... 73
C. Pembahasan Kasus ............................................................................... 93
a. Pengkajian Keperawatan .......................................................... 93
b. Diagnosa Keperawatan............................................................. 96
c. Intervensi Keperawatan ............................................................ 100
d. Implementasi Keperawatan ...................................................... 101
e. Evaluasi Keperawatan .............................................................. 104
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 107
A. Kesimpulan .......................................................................................... 107
B. Saran ..................................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jenis diet Diabetes Melitus menurut kandungan energi,
protein, lemak dan karbohidrat……………………………….… 52
Tabel 2.2 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring diagnosis Diabetes Melitus……………………….….. 62
Tabel 2.3 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan ………………………… 63
Tabel 4.1 Pengkajian Asuhan Keperawatan……………………….……..... 73
Tabel 4.2 Diagnosa Keperawatan………….………………………………. 82
Tabel 4.3 Intervensi Keperawatan …………………………………...……. 83
Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan ……………………………..……… 88
Tabel 4.5 Evaluasi Keperawatan ………………………………………….. 91
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 WOC
Lampiran 2 Ganchart
Lampiran 3 Surat Izin Melakukan Survei Awal
Lampiran 4 Surat Izin Pengambilan Data dari Institusi Poltekkes Kemenkes
Padang
Lampiran 5 Surat Izin Melakukan Penelitian
Lampiran 6 Lembar Persetujuan Informed Consent
Lampiran 7 Hasil Pengkajian Asuhan Keperawatan Partisipan 1 dan 2
Lampiran 8 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 9 Daftar Hadir Penelitian
Lampiran 10 Surat Tanda Selesai melakukan Penelitian
Lampiran 11 Pernyataan Persetujuan KTI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nurfajri Mai Yona Sary
Tempat/Tanggal Lahir : Padang/19 Mei 1997
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Alamat : Komp. Taruko 3 Balai Baru, Padang
Nama Orang tua
Ayah : Al Muliyadi
Ibu : Yona
Riwayat Pendidikan
No. Pendidikan Tahun Lulus
1. TK Ibnu Khaldun 2002
2. SD Negeri 14 Aru Gunung Sarik 2009
3. SMP Negeri 22 Padang 2012
4. SMA Negeri 12 Padang 2015
5. Poltekkes Kemenkes RI Padang 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebuah teori yang
datanya digunakan perawat untuk memahami hubungan antara kebutuhan
dasar manusia pada saat memberikan perawatan. Hirarki kebutuhan dasar
manusia mengatur kebutuhan dasar dalam lima tingkatan prioritas. Tingkatan
yang pertama meliputi kebutuhan fisiologis, kedua meliputi kebutuhan
keselamatan dan keamanan, ketiga mencakup kebutuhan cinta dan rasa
memiliki, keempat meliputi kebutuhan rasa berharga dan harga diri, kelima
adalah aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi
dalam hirarki Maslow. Seorang individu yang memiliki beberapa kebutuhan
yang tidak terpenuhi secara umum lebih dulu mencari pemenuhan kebutuhan
fisiologis, salah satunya seperti kebutuhan nutrisi (Potter dan Perry, 2005).
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh
tubuh yang bertujuan menghasilkan energi dan dapat digunakan dalam
aktivitas tubuh. Dampak gangguan nutrisi seperti obesitas, anemia, kurang
energi protein (KEP), kolesterol tinggi, kwarshiorkor, marasmus, marasmik-
kwarshiorkor (Mardalena, 2017). Gangguan kebutuhan nutrisi biasanya
terjadi pada pasien diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, kanker, dan
anoreksia nervosa (Hidayat, 2009).
Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit gangguan
metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin (Mardalena, 2017).
Menurut DEPKES RI (2010) dalam Hasdianah tahun 2012, Jumlah penderita
Diabetes Melitus di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini
berkaitan dengan jumlah populasi yang meningkat, life expectancy bertambah
urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola hidup modern,
prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang. Diabetes Melitus
perlu diamati karena sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita
semakin meningkat dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan.
World Health Organization (2016) memperkirakan bahwa secara global 422
juta orang dewasa berusia diatas 18 tahun yang hidup dengan diabetes pada
tahun 2014. Jumlah terbesar diabetes diperkirakan untuk Asia Selatan, Asia
Timur dan Asia Barat.
Menurut data dari Federasi Diabetes Internasional (2013), jumlah penderita
diabetes di Indonesia telah mencapai 8.554.155 orang di tahun 2013. Jumlah
penderita diabetes ini membuat Indonesia menjadi negara dengan populasi
penderita diabetes terbanyak ke-7 di dunia pada tahun 2013, setelah Cina,
India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko.
Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia berdasarkan wawancara yang
terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen. Diabetes Melitus terdiagnosis dokter
atau gejala sebesar 2,1 persen (Riskesdas, 2013).
Prevalensi Diabetes Melitus di Provinsi Sumatera Barat tahun 2013, pada
umur ≥ 15 tahun berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar
1,3 persen, sedangkan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala 1,8 persen
(Riskesdas, 2013).
Menurut Data dari Laporan Tahunan Tahun 2013 Edisi 2014, Diabetes
Melitus berada di posisi ke-4 dengan total 11.769 total kunjungan dan
merupakan penyebab kematian terbanyak di kota Padang setelah hipertensi,
penyakit jantung koroner dan stroke. Kunjungan terbanyak pada golongan
umur 45- 54 tahun, hal ini ditunjang oleh kebiasaan seperti merokok, diet
tidak sehat serta hiperkolesterol (Dinas Kesehatan Kota Padang, 2014).
Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari rekam medik RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 30 November 2017, didapatkan data pasien
dengan Diabetes Melitus tipe I dari tahun 2014 yang rawat inap 19 orang,
tahun 2015 ada 10 orang, 2016 ada 18 orang, serta pada tahun 2017 (Januari-
September) ada 26 orang. Pada Diabetes Melitus tipe II didapatkan data pada
tahun 2014 yang rawat inap 277 orang, tahun 2015 ada 450 orang, 2016 ada
1242 orang, serta pada tahun 2017 (Januari-September) ada 1500 orang. Dari
data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa jumlah pasien dengan diabetes dari
tahun ke tahun semakin meningkat. (Bagian MR RSUP Dr. M. Djamil
Padang, November 2017).
Dampak gangguan nutrisi pada pasien Diabetes Melitus seperti kadar glukosa
darah tinggi atau rendah, berisiko memiliki penyakit vaskular, kekurangan
nutrisi, obesitas, berat badan menurun, terjadinya komplikasi kronik, mual
muntah, nyeri lambung, lemah (Brunner & Suddarth, 2017).
Peran perawat terhadap gangguan nutrisi pada pasien Diabetes Melitus
bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah dan
tekanan darah dalam kisaran normal dan profil lipid dan lipoprotein yang
menurunkan risiko penyakit vaskular, mencegah atau setidaknya
memperlambat munculnya komplikasi kronik, memenuhi kebutuhan nutrisi
individu, dan menjaga kepuasan untuk makan hanya pilihan makanan yang
terbatas ketika bukti ilmiah yang ada mengindikasikan demikian. Rencana
makan harus mempertimbangkan pilihan makanan pasien, gaya hidup, waktu
biasanya pasien makan, dan latar belakang etnis serta budaya pasien. Edukasi
awal membahas pentingnya kebiasaan makan yang konsisten, keterkaitan
antara makanan dan insulin, dan penetapan rencana makan individual.
Selanjutnya edukasi lanjutan berfokus pada keterampilan manajemen, dan
memberikan penyuluhan tentang cara memberikan insulin dengan mandiri
(Brunner & Suddarth, 2017).
Perencanaan diet seimbang adalah penting bagi semua pasien, apakah tidak
atau mempunyai penyakit Diabetes Melitus. Pada klien Diabetes Melitus,
penekanan bahwa perubahan nutrisi dapat membantu untuk menurunkan
kadar glukosa darah, menurunkan kadar lemak, dan menurunkan tekanan
darah, juga tampak meningkatkan sensitivitas insulin dan menormalkan
produksi glukosa hati (Black dan Jane, 2014).
Menurut penelitian Baequny, dkk (2015), Diabetes Melitus dapat menyerang
segala lapisan usia dan sosial ekonomi, namun sebagian besar diabetes
melitus adalah tipe II yang terjadi lebih dari 90% biasanya pada usia diatas 40
tahun. Resiko seseorang menderita Diabetes Melitus tipe II juga meningkat
pada kondisi mengalami obesitas dan kurang aktivitas. Menurut
penelitiannya, kondisi responden mereka sebagian besar (45%) mengalami
obesitas. Peningkatan kadar gula darah yang terjadi pada penderita Diabetes
Melitus tipe II lebih banyak disebabkan karena pola makan yang kurang baik,
obesitas, usia, dan kurangnya pengetahuan dalam mengelola kadar gula
darah.
Menurut Tjekyan (2007), Awad dkk (2013) dalam penelitian Insiyah dan Rini
Tri Hastuti tahun 2016, Tingginya prevalensi Diabetes Melitus, yang
sebagian besar adalah tergolong dalam Diabetes Melitus tipe II disebabkan
oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap
lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang diperkirakan dapat
meningkatkan faktor risiko Diabetes Melitus tipe II adalah perubahan gaya
hidup seseorang, diantaranya adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang
akan menyebabkan obesitas. Selain itu pola makan yang tidak seimbang,
kurangnya aktivitas fisik juga merupakan faktor risiko dalam memicu
terjadinya Diabetes Melitus. Ketidakseimbangan pola makan dapat
disebabkan oleh ketidakcukupan pengetahuan pasien atau ketidakpatuhan
pasien terhadap diet.
Dari survei awal yang dilakukan diruangan penyakit dalam RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 15 November 2017, dilakukan wawancara
langsung terhadap 5 orang pasien, 60% diantaranya mengatakan sering
mengalami peningkatan kadar glukosa darah hingga sampai dirawat di rumah
sakit. Pasien mengatakan hal ini terjadi karena ia tidak mengontrol asupan
nutrisi sesuai diet yang dianjurkan seperti makanan yang mengandung energi,
protein, lemak dan karbohidrat. Pasien juga mengatakan tidak menyukai
makanan yang disediakan oleh rumah sakit tetapi pasien menyukai makanan
dari luar seperti nasi bungkus, sate dan makanan lainnya yang tidak sesuai
dengan diet penyakit Diabetes Melitus karena kandungan energi, lemak,
kalori, dan karbohidrat tentu tidak terkontrol. Dari pengamatan yang peneliti
lakukan terhadap perawat ruangan, asuhan keperawatan yang diberikan oleh
perawat belum komprehensif karena didapatkan tidak ada perawat yang
melakukan pengukuran antropometri seperti berat badan (biasanya pada
pasien Diabetes Melitus cenderung terjadinya penurunan berat badan), tinggi
badan, lingkar lengan atas, lingkar perut dan masih ada perawat yang jarang
memberikan pendidikan kesehatan tentang diet dan aktivitas kepada pasien
yang menderita diabetes melitus sehingga kebutuhan dasar pasien seperti
kebutuhan nutrisi belum terpenuhi. Selain itu dalam proses evaluasi
keperawatan dan pendokumentasian terkadang perawat masih berpatokan
dengan evaluasi keperawatan yang dibuat sebelumnya sehingga bagi pasien
yang sudah membaik ataupun menurun kondisi kesehatannya tidak terpantau
secara komprehensif.
Berdasarkan data dan fenomena yang peneliti uraikan diatas, maka peneliti
telah melakukan penelitian yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan
Nutrisi Pada Pasien Dengan Diabetes Melitus Tipe II”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka
perumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan
Gangguan Nutrisi Pada Pasien Diabetes Melitus tipe II di Ruang Penyakit
Dalam RSUP Dr M Djamil Padang?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian adalah mampu mendeskripsikan Asuhan
Keperawatan Gangguan Nutrisi Pada Pasien Diabetes Melitus tipe II di
Ruang Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Dideskripsikannya hasil pengkajian Gangguan Nutrisi Pada Pasien
Diabetes Melitus tipe II di Ruang Penyakit Dalam RSUP Dr. M.
Djamil Padang
b. Dideskripsikannya rumusan diagnosa keperawatan Gangguan Nutrisi
Pada Pasien Diabetes Melitus tipe II di Ruang Penyakit Dalam RSUP
Dr. M. Djamil Padang.
c. Dideskripsikannya rencana keperawatan Gangguan Nutrisi Pada
Pasien Diabetes Melitus tipe II di Ruang Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang.
d. Dideskripsikannya tindakan keperawatan Gangguan Nutrisi Pada
Pasien Diabetes Melitus tipe II di Ruang Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang.
e. Dideskripsikannya evaluasi keperawatan Gangguan Nutrisi Pada
Pasien Diabetes Melitus tipe II di Ruang Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang.
D. Manfaat
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk :
1. Bagi Peneliti
Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti sebagai
pembelajaran dan pengetahuan serta menambah wawasan dalam
melakukan asuhan yang berkaitan dengan penanganan nutrisi pada pasien
Diabetes Melitus serta melatih dalam kemampuan dalam melakukan
penelitian keperawatan.
2. Bagi Lahan Penelitian / Rumah Sakit
Laporan hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pikiran bagi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan
untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap “Asuhan Keperawatan
Gangguan Nutrisi Pada Pasien Diabetes Melitus tipe II di Ruang Penyakit
Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2018 melalui pengembangan
bentuk intervensi yang sesuai dengan kebutuhan individu, keluarga dan
masyarakat, termasuk perencanaan atau pengembangan program
bimbingan antisipasi dan pemberdayaan pasien.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil pendidikan yang diperoleh dapat memberikan kontribusi laporan
kasus bagi pengembangan praktik keperawatan dan pemecahan masalah
dalam bidang atau profesi keperawatan.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian Karya Tulis Ilmiah yang diperoleh dapat memberikan
masukan bagi penelitian berikutnya untuk menambah wawasan
pengetahuan dan data dasar dalam penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Nutrisi
1. Definisi Nutrisi
Gizi adalah substansi organik dan nonorganik yang ditemukan dalam
makanan dan dibutuhkan oleh tubuh agar dapat berfungsi dengan baik.
Kebutuhan gizi seseorang ditentukan oleh faktor usia, jenis kelamin, jenis
kegiatan dan sebagainya (Ambarwati, 2014).
Nutrisi adalah zat-zat gizi atau zat-zat lain yang berhubungan dengan
kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh
manusia untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan
hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas penting
dalam tubuh serta mengeluarkan sisanya (Tarwoto dan Wartonah, 2011)
Menurut Rock CL (2004) dalam Wahyudi dan Abd. Wahid tahun 2016,
Nutrisi adalah proses di mana tubuh manusia menggunakan makanan
untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan
untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik antara asupan
nutrisi dengan kebutuhan nutrisi.
Nutrisi adalah proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh
yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh.
Nutrien adalah zat gizi yang terdapat dalam makanan. Nutrien merupakan
elemen penting untuk proses dan fungsi tubuh. Enam kategori zat
makanan adalah air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Kebutuhan energi dipenuhi dengan metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak (Hidayat, 2009).
Menurut Ernawati (2012), Nutrisi berfungsi untuk :
a. Membentuk dan memelihara jaringan tubuh
b. Mengatur proses-proses dalam tubuh
c. Sebagai sumber tenaga
d. Melindungi tubuh dari serangan penyakit
Sedangkan 3 fungsi utama dari nutrient adalah :
a. Menyediakan energi untuk proses pergerakan tubuh
b. Menyediakan struktur material untuk jaringan tubuh seperti tulang dan
otot
c. Mengatur proses tubuh
2. Anatomi Sistem Pencernaan
Menurut Wahyudi dan Abd Wahid (2016), Sistem pencernaan manusia
terdiri atas saluran dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan
merupakan saluran yang dilalui bahan makanan. Kelenjar pencernaan
adalah bagian yang mengeluarkan enzim untuk membantu mencerna
makanan. Saluran pencernaan antara lain sebagai berikut :
a. Mulut
Di dalam rongga mulut terdapat gigi, lidah dan kelenjar air liur
(saliva). Gigi terbentuk dari tulang gigi yang disebut dentin.Struktur
gigi terdiri atas mahkota gigi yang terletak di atas gusi, leher yang
dikelilingi oleh gusi dan akar gigi yang tertanam dalam kekuatan-
kekuatan rahang. Mahkota gigi dilapisi email yang berwarna putih.
Kalsium, fluoride dan fosfat merupakan bagian penyusun email. Untuk
perkembangan dan pemeliharaan gigi yang baik, zat-zat tersebut harus
ada di dalam makanan dalam jumlah yang cukup. Akar dilapisi semen
yang melekatkan akar pada gusi.
Ada tiga macam gigi manusia, yaitu gigi seri (insisor) yang berguna
untuk memotong makanan, gigi taring (caninus) untuk mengoyak
makanan, dan gigi geraham (molar) untuk mengunyah makanan. Dan
terdapat pula tiga buah kelenjar saliva pada mulut, yaitu kelenjar
parotis, sublingualis dan submandibularis. Kelenjar saliva
mengeluarkan air liur yang mengandung enzim ptialin atau amilase,
berguna untuk mengubah amilum menjadi maltose. Pencernaan yang
dibantu oleh enzim disebut pencernaan kimiawi. Di dalam rongga
mulut, lidah menempatkan makanan di antara gigi sehingga mudah
dikunyah dan bercampur dengan air liur. Makanan ini kemudian
dibentuk menjadi lembek dan bulat yang disebut bolus. Kemudian
bolus dengan bantuan lidah, didorong menuju faring.
b. Faring dan esofagus
Setelah melalui rongga mulut, makanan yang berbentuk bolus akan
masuk kedalam tekak (faring). Faring adalah saluran yang memanjang
dari bagian belakang rongga mulut sampai ke permukaan
kerongkongan (esofagus). Pada pangkal faring terdapat katup
pernapasan yang disebut epiglotis. Epiglotis berfungsi untuk menutup
ujung saluran pernapasan (laring) agar makanan tidak masuk ke
saluran pernapasan. Setelah melalui faring, bolus menuju ke esofagus,
suatu organ berbentuk tabung lurus, berotot lurik dan berdinding tebal.
Otot kerongkongan berkontraksi sehingga menimbulkan gerakan
meremas yang mendorong bolus ke dalam lambung. Gerakan otot
kerongkongan ini disebut gerakan peristaltik.
c. Lambung
Otot lambung berkontraksi mengaduk-aduk bolus, memecahnya secara
mekanis, dan mencampurnya dengan getah lambung. Getah lambung
mengandung HCl, enzim pepsin, dan renin. HCl berfungsi untuk
membunuh kuman-kuman yang masuk bersama bolus akan
mengaktifkan enzim pepsin. Pepsin berfungsi untuk mengubah protein
menjadi pepton. Renin berfungsi untuk menggumpalkan protein susu.
Setelah melalui pencernaan kimiawi di dalam lambung, bolus menjadi
bahan kekuningan yang disebut kimus (bubur usus). Kimus akan
masuk sedikit demi sedikit ke dalam usus halus.
d. Usus halus
Usus halus memiliki tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
usus tengah (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Suatu lubang
pada dinding duodenum menghubungkan usus duabelas jari dengan
saluran getah pankreas dan saluran empedu. Pankreas menghasilkan
enzim tripsin, amilase, dan lipase yang disalurkan menuju duodenum.
Tripsin menghasilkan merombak protein menjadi asam amino.
Amilase mengubah amilum menjadi maltose. Lipase mengubah lemak
menjadi asam lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Getah empedu
dihasilkan oleh hati dan ditampung dalam kantung empedu. Getah
empedu disalurkan ke duodenum. Getah empedu berfungsi untuk
menguraikan lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Selanjutnya pencernaan makanan dilanjutkan ke jejunum. Pada bagian
ini terjadi pencernaan terakhir sebelum zat-zat makanan diserap. Zat-
zat makanan setelah melalui jejunum menjadi bentuk yang siap
diserap. Penyerapan zat-zat makanan terjadi di ileum. Glukosa,
vitamin yang larut dalam air, asam amino, dan mineral setelah diserap
oleh vili usus halus akan dibawa oleh pembuluh darah dan diedarkan
ke seluruh tubuh. Asam lemak, gliserol, dan vitamin yang larut dalam
lemak setelah diserap oleh vili usus halus, akan dibawa oleh pembuluh
getah bening dan akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah.
e. Usus besar
Bahan makanan yang sudah melalui usus halus akhirnya masuk ke
dalam usus besar. Usus besar terdiri atas usus buntu (apendiks), bagian
yng menaik (ascending colon), bagian yang mendatar (transverse
colon), bagian yang menurun (descending colon) dan berakhir pada
anus. Bahan makanan yang sampai pada usus besar dapat dikatakan
sebagai bahan sisa. Sisa tersebut terdiri atas sejumlah besar air dan
bahan makanan yang tidak dapat tercerna, misalnya selulosa.
Usus besar berfungsi mengatur kadar air pada sisa makanan. Bila
kadar air pada sisa makanan terlalu banyak, maka dinding usus besar
akan menyerap kelebihan air tersebut. Sebaliknya bila sisa makanan
kekurangan air, maka dinding usus besar akan mengeluarkan air dan
mengirimnya ke sisa makanan. Di dalam usus besar terdapat banyak
sekali mikroorganisme yang membantu membusukkan sisa-sisa
makanan tersebut. Sisa makanan yang tidak terpakai oleh tubuh beserta
gas-gas yang berbau disebut tinja (feses) dan dikeluarkan melalui anus.
3. Elemen-Elemen Nutrisi
Menurut Wahyudi dan Abd Wahid (2016), tubuh membutuhkan nutrisi
untuk kelangsungan fungsi-fungsi tubuh. Zat gizi berfungsi sebagai
penghasil energi bagi fungsi organ, untuk pergerakan, serta kerja fisik.
Sebagian zat gizi berperan dalam pembentukan dan perbaikan jaringan
tubuh serta berperan sebagai pelindung dan pengatur.
Elemen nutrisi terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral
dan air.
a. Karbohidrat
1) Jenis karbohidrat
Berdasarkan susunan kimianya, karbohidrat digolongkan menjadi
tiga jenis yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida.
a) Monosakarida
Monosakarida merupakan jenis karbohidrat yang paling
sederhana dan merupakan molekul yang paling kecil. Dalam
bentuk ini karbohidrat dapat diserap oleh pembuluh darah di
usus. Jenis monosakarida adalah glukosa, dektrosa yang
terdapat pada buah-buahan dan sayuran, fruktosa yang banyak
terdapat pada buah-buahan, sayuran dan madu serta galaktosa
yang merupakan pemecahan dari disakarida.
b) Disakarida
Jenis disakarida adalah sukrosa, maltose, dan laktosa. Sukrosa
dan maltose banyak terdapat pada makanan nabati, sedangkan
laktosa merupakan jenis gula dalam air susu baik pada susu ibu
maupun susu hewan.
c) Polisakarida
Merupakan gabungan dari beberapa molekul monosakarida.
Jenis polisakarida adalah zat pati, glikogen dan selulosa.
2) Fungsi karbohidrat
a) Sumber energi yang murah
b) Sumber energi utama bagi otak dan saraf
c) Cadangan untuk tenaga tubuh
d) Pengaturan metabolisme lemak
e) Efisiensi penggunaan protein
f) Memberikan rasa kenyang
3) Sumber karbohidrat
Sumber karbohidrat berasal dari makanan pokok, umumnya berasal
dari tumbuh-tumbuhan seperti beras, jagung, kacang, sagu,
singkong, dan lain-lain. Sedangkan karbohidrat pada hewani
berbentuk glikogen.
4) Pencernaan karbohidrat
Pencernaan karbohidrat dilakukan secara mekanik dan kimia.
Pencernaan secara mekanik melibatkan gerakan otot-otot untuk
mengunyah, merobek, mendorong dan menelan makanan sehingga
menjadi bagian yang lebih kecil atau halus. Pencernaan karbohidrat
secara mekanik terjadi di mulut, lambung, dan usus halus.
Pencernaan karbohidrat secara kimia melalui bantuan enzim
amilase saliva yang diaktifkan oleh HCl, enzim enterokinase yang
dihasilkan oleh usus dengan mengaktifkan maltose, laktosa, dan
sukrosa untuk mengubah menjadi gula sederhana. Enzim lain yang
berperan dalam pencernaan karbohidrat adalah pankreatik alfa
amilase yang dihasilkan oleh pankreas dan berfungsi memecah pati
menjadi maltose yang selanjutnya akan diubah menjadi glukosa.
5) Absorpsi karbohidrat
Karbohidrat belum dapat diabsorpsi oleh usus sebelum dipecah
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau dicerna. Pencernaan
karbohidrat menghasilkan disakarida dan trisakarida dan
selanjutnya akan diubah menjadi monosakarida. Dalam bentuk
monosakarida, karbohidrat dapat diabsorpsi melalui proses difusi
pada usus dan masuk ke kapiler vilus selanjutnya dibawa menuju
hati melalui vena porta hepatika. Di hati, galaktosa dan fruktosa
diubah menjadi glukosa dan sebagian glukosa akan diubah menjadi
glikogen dengan pengaruh insulin.
6) Metabolisme karbohidrat
Metabolisme karbohidrat merupakan sumber energi utama tubuh.
Hampir 80% energi dihasilkan dari karbohidrat. Setiap 1 gram
karbohidrat akan dihasilkan 4 kilokalori (kkal). Glukosa dapat
berasal dari zat tepung dan gula, asam amino, serta gliserol. Di
dalam tubuh, glukosa tersimpan pada plasma darah dalam bentuk
glukosa darah, dan kelebihan glukosa akan disimpan di hati dan
otot dalam bentuk glikogen. Setelah kebutuhan energi tubuh
terpenuhi, kelebihan glukosa akan diubah menjadi lemak dan
disimpan dalam jaringan adipose. Glukosa darah di pertahankan
secara optimal untuk kebutuhan energi seperti otak dan fungsi
organ yang lain.
Untuk dapat dimanfaatkan oleh sel dan jaringan, karbohidrat harus
diubah terlebih dahulu menjadi glukosa. Proses metabolisme
glukosa akan berlangsung melalui 2 mekanisme utama, yaitu
melalui proses aerob dan anaerob. Proses metabolisme aerob
berlangsung dengan menggunakan enzim di dalam mitokondria
dan dengan bantuan oksigen, sedangkan metabolisme anaerob
berlangsung dalam sitoplasma. Glukosa berada dalam sel tubuh
dengan cara difusi yang dibantu oleh hormon insulin. Insulin
merupakan hormon yang berfungsi dalam mempertahankan
glukosa darah. Jika insulin tidak ada atau kadarnya berkurang,
maka glukosa darah akan meningkat. Kelainan yang ekstrem
glukosa darah dapat menimbulkan penurunan kesadaran, koma,
dan meninggal.
Metabolisme karbohidrat terjadi melalui empat proses sebagai
berikut :
a) Glikogenolisis, yaitu perubahan dari katabolisme glikogen
menjadi glukosa, karbondioksida, dan air. Ketika glukosa darah
turun, maka glikogen akan dipecah dengan bantuan enzim
glikogen fosforilase menjadi glukosa 1-fosfat, selanjutnya
menjadi glukosa 6-fosfat yang kemudian dengan bantuan
oksigen diubah menjadi energi.
b) Glikogenesis merupakan proses anabolisme atau pembentukan
glikogen dari glukosa. Ketika glukosa masuk dalam sel
kemudian difosforisasi menjadi glukosa 6-fosfat, kemudian
diubah menjadi glukosa 1-fosfat, selanjutnya melalui bantuan
enzim glikogen sintase akan diubah menjadi glikogen sintase
akan diubah menjadi glikogen. Sintesis dan penyimpanan
glikogen terjadi di hati dan sel otot skeletal.
c) Glukoneogenesis adalah proses pembentukan glukosa dari
protein dan lemak misalnya dari asam amino dan gliserol.
Ketika cadangan energi dari karbohidrat menurun, maka untuk
mempertahankan glukosa darah terjadi pemecahan lemak dan
protein.
d) Glikolisis merupakan proses pemecahan glukosa menjadi
asama piruvat dan molekul ATP. Pada proses glikolisis 1
molekul glukosa yang memiliki 6 atom karbon pada rantainya
(C6H12O6) akan terpecah menjadi 2 molekul piruvat yang
memiliki 3 atom karbon (C3H3O3). Proses glikolisis terjadi di
sitosol sel yang dipercepat oleh enzim spesifik.
b. Protein
Protein merupakan unsur zat gizi yang sangat berperan dalam
penyusunan senyawa-senyawa penting seperti enzim, hormon, dan
antibodi.
1) Jenis protein
Protein adalah senyawa kompleks, tersusun atas asam amino atau
peptide. Pada manusia terkandung 22 jenis asam amino yang
berbeda. Bentuk sederhana dari protein adalah asam amino.
Berdasarkan sumbernya, asam amino dikelompokkan menjadi dua
yaitu asam amino esensial dan asam amino non-esensial. Asam
amino esensial hanya dapat diperoleh dari luar tubuh seperti
makanan karena tidak dapat disintesis dalam tubuh, misalnya lisin,
triptofan, fenilalanin, dan leusin. Sedangkan asam amino non-
esensial merupakan asam amino yang dapat disintesis oleh tubuh
dri senyawa lain, misalnya glutamin, alanin, hidroksisilin dan
piruvat.
Berdasarkan susunan kimianya, protein digolongkan menjadi tiga
golongan, yaitu :
a) Protein sederhana, yaitu jenis protein yang tidak berikatan
dengan senyawa lain seperti albumin dan globulin
b) Protein bersenyawa, protein ini dapat membentuk ikatan
dengan zat lain seperti dengan glikogen membentuk
glikoprotein, dengan hemoglobin membentuk kromoprotein
c) Turunan atau derivat dari protein, termasuk dalam turunan
protein misalnya albuminosa, pepton, dan gelatin.
2) Fungsi protein
a) Dalam bentuk albumin berperan dalam keseimbangan cairan
yaitu dengan meningkatkan tekanan osmotik koloid serta
keseimbangan asam basa
b) Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh
c) Pengaturan metabolisme dalam bentuk bentuk enzim dan
hormon
d) Sumber energi di samping karbohidrat dan lemak
e) Dalam bentuk kromosom, protein berperan sebagai tempat
menyimpan dan meneruskan sifat-sifat keturunan
3) Sumber protein
a) Protein hewani, yaitu protein yang berasal dari hewan seperti
susu, daging, telur, hati, udang, kerang, ayam, dan sebagainya
b) Protein nabati, yaitu protein yang berasal dari tumbuhan seperti
jagung, kedelai, kacang hijau, tepung terigu, dan sebagainya
4) Pencernaan protein
Jika ada makanan yang mengandung protein masuk ke lambung,
maka akan menstimulasi produksi pepsinogen oleh sel utama (chief
cell) lambung. Pepsinogen dengan bantuan HCl diaktifkan dengan
cepat menjadi pepsin pada pH dibawah 5,0 dan akan efektif pada
pH 2,0. Produksi pepsinogen dipengaruhi oleh adanya hormon
asetilkolin, gastrin, dan sekretin selama ada makanan dan kerjanya
dihambat oleh keadaan alkali seperti pada keadaan keasaman
diusus. Pepsin mengubah protein menjadi polipeptida, yaitu
albuminosa dan pepton. Di usus, albuminosa dan pepton akan
diubah menjadi asam amino dengan bantuan enzim tripsin dari
pankreas.
5) Absorpsi protein
Setiap hari sekitar 200 gram asam amino diabsorpsi melalui ileum
dan masuk ke kapiler-kapiler darah vilus melalui proses difusi,
selanjutnya dibawa ke vena porta hepatika. Karena protein dapat
larut dalam air sehingga umumnya penyerapan dapat terjadi secara
sempurna, maka hampir tidak tersisa protein makanan dalam feses.
6) Metabolisme protein
Protein merupakan sumber energi selain karbohidrat dan lemak.
Setiap 1 gram protein akan menghasilkan 4 kkal. Setelah asam
amino diserap diusus dan masuk ke aliran darah menuju ke hati,
selanjutnya akan disebar ke seluruh jaringan tubuh dan
dimanfaatkan untuk mengganti sel-sel yang rusak, pembentukan
protein plasma darah, serta pembentukan enzim dan hormon.
Asam amino yang tidak dapat dipergunakan akan ditransportasikan
kembali ke hati untuk kemudian dilakukan katabolisme dengan
dilepaskan ikatan nitrogennya sehingga terpecah menjadi senyawa
asam organik dan amoniak (NH3). Asam organik seperti keton
akan dimanfaatkan kembali untuk pembentukan asam amino lain,
sedangkan amoniak akan diubah menjadi urea dan dibuang melalui
ginjal. Apabila asam amino dari makanan berlebihan atau melebihi
kebutuhan tubuh, maka kelebihan atau sisanya tidak dapat
ditimbun, tetapi akan diubah menjadi lemak sebagai cadangan
kalori tubuh.
7) Faktor-faktor yang memengaruhi kebutuhan protein adalah berikut
ini :
a) Berat badan seseorang. Semakin besar berat badannya
kebutuhan akan protein juga lebih besar. Hal ini sangat terkait
dengan semakin banyaknya jumlah sel dan jaringan yang harus
dipertahankan dan memperbaiki jaringan yang rusak.
b) Aktivitas. Aktivitas membutuhkan tambahan energi yang
diantaranya berasal dari protein.
c) Keadaan pertumbuhan. Bayi 3 gr/kgBB, anak-anak 1,75-2,5
gr/kgBB dan pada remaja sampai dengan usia lanjut kebutuhan
protein 1,25-1,75 gr/kgBB.
d) Pada wanita hamil ditambah 10 gr/hari.
e) Pada ibu menyusui ditambah 20 gr/hari.
f) Keadaan atau kondisi kesehatan, misalnya sakit atau terjadi
infeksi.
c. Lemak
Lemak atau lipid merupakan sumber energi yang menghasilkan jumlah
kalori lebih besar daripada karbohidrat dan protein.
1) Jenis lemak
Berdasarkan ikatan kimianya lemak dibedakan menjadi :
a) Lemak murni, yaitu lemak yang terdiri atas asam lemak dan
gliserol. Asam lemak bebas dapat dengan mudah menembus
membran sel melalui proses difusi.
b) Lemak yang berikatan dengan unsur lain seperti fosfolipid
merupakan senyawa ikatan lemak dengan garam fosfor,
glikolipid (senyawa ikatan lemak dengan glikogen), serta
lipoprotein (senyawa antara lipid dan protein).
2) Fungsi lemak
a) Sebagai sumber energi, memberikan kalori di mana dalam 1
gram lemak pada peristiwa oksidasi akan menghasilkan kalori
sebanyak 9 kkal.
b) Melarutkan vitamin sehingga dapat diserap oleh usus.
c) Untuk aktivitas enzim seperti fosfolipid.
d) Penyusun hormon seperti biosintesis hormon steroid.
3) Sumber lemak
Sumber lemak berasal dari nabati dan hewani, lemak nabati
mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh seperti pada
kacang-kacangan, kelapa, dan lain-lain. Sedangkan lemak hewani
banyak mengandung asam lemak jenuh dengan rantai panjang
seperti pada daging sapi, kambing, dan lain-lain.
4) Pencernaan lemak
Pencernaan lemak dimulai di mulut dengan bantuan enzim lipase
saliva yang dihasilkan di sublingual, kemudian di lambung dan
duodenum dengan bantuan enzim lipase yang dihasilkan oleh
pankreas. Enzim lipase diaktifkan oleh adanya garam empedu yang
masuk ke duodenum. Lemak dicerna menjadi asam lemak,
monogliserida, dan kolesterol dengan bantuan garam-garam
empedu dan lipase lalu diserap ke darah menuju hati.
5) Absorpsi lemak
Sekitar 80 gram per hari lemak diabsorpsi dalam usus khususnya di
duodenum melalui mekanisme difusi pasif. Asam lemak dengan
rantai pendek (terdiri atas 10-12 atom karbon) masuk ke jaringan
kapiler dan selanjutnya dibawa ke vena porta hepatika sebagai
asam lemak bebas. Sedangkan asam lemak dengan rantai panjang
(lebih dari 12 atom karbon) disintesis kembali menjadi trigliserida,
kemudian bergabung bersama lipoprotein, kolesterol dan fosfolipid
membentuk silomikron selanjutnya akan diabsorpsi oleh lakteal
dari vili. Dari lakteal kemudian masuk ke sirkulasi limfatik dan
selanjutnya masuk ke sirkulasi darah.
6) Metabolisme lemak
Metabolisme lemak terjadi di hati, ketika lemak diabsorpsi di usus
halus atau dilepaskan dari jaringan adipose, gliserol yang
merupakan bagian dari lemak dipecah menjadi piruvat, asam
lemak, dan komponen lemak lainnya. Ketika terjadi penurunan
gula darah, dimana cadangan karbohidrat dan protein menurun,
maka lemak diubah menjadi glukosa. Pada kondisi tertentu
oksidasi lemak menjadi tidak sempurna dan menghasilkan keton
dan dilepaskan dalam darah. Jika terjadi penumpukan keton dalam
darah lebih cepat dari yang dibutuhkan sel untuk sumber energi
maka terjadi ketosis. Karena keton berupa asam, maka dapat
mengakibatkan asidosis metabolik dimana pH darah menjadi turun.
Pada kondisi ini, pernapasan pasien menjadi cepat untuk
membuang lebih banyak ion hidrogen. Kondisi ketosis merupakan
keadaan kegawatan, dimana orang akan mengalami keracunan dan
menurunnya kesadaran sehingga dapat mengalami kematian.
Jika dalam makanan terdapat kelebihan lemak, maka dalam tubuh
lemak akan disimpan dan akan dipergunakan sebagai :
a) Cadangan energi atau tenaga
b) Bantalan bagi alat-alat tubuh seperti ginjal dan bola mata
c) Mempertahankan panas tubuh karena lemak sebagai
penghambat panas (konduktor yang buruk)
d) Perlindungan tubuh terhadap trauma dan zat kimia yang
berbahaya
e) Pembentuk postur tubuh seperti orang terlihat gemuk atau
kurus karena adanya lemak
d. Vitamin
Vitamin merupakan komponen organik yang dibutuhkan tubuh dalam
jumlah kecil dan tidak dapat diproduksi dalam tubuh. Vitamin sangat
berperan dalam proses metabolisme karena fungsinya sebagai
katalisator.
1) Jenis vitamin
a) Vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B kompleks, B1
(tiamin), B2 (riboflavin), B3 (Niasin), B5 (asam pantotenat),
B6 (piridoksin), B12 (kobalamin), asam folat, dan vitamin C.
jenis vitamin ini dapat larut dalam air sehingga kelebihannya
akan di buang melalui urin.
b) Vitamin yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak
seperti vitamin A,D,E, dan K
2) Sumber dan fungsi vitamin
a) Vitamin B1, banyak terdapat pada biji-bijin tumbuhan seperti
padi, kacang tanah, kacang hijau, gandum, roti, sereal, jaringan
tubuh hewani, ginjal, hati dan ikan. Fungsinya adalah
mencegah terjadinya penyakit beri-beri, neuropati perifer,
gangguan konduksi sistem saraf, dan ensefalopati wernicke
b) Vitamin B2, banyak terdapat pada ragi, hati, ginjal, susu, keju,
kacang almond, dan yogurt. Fungsinya adalah memperbaiki
kulit, mata serta mencegah terjadinya hiperbilirubinemia pada
bayi baru lahir yang mendapatkan fototerapi
c) Vitamin B3, banyak terdapat pada berbagai jenis makanan dari
hewani dan nabati seperti sereal, beras dan kacang-kacangan.
Fungsi vitamin ini adalah menetralisasi zat racun, berperan
dalam sintesis lemak, memperbaiki kulit dan saraf, serta
sebagai koenzim pada banyak enzim dehidrogenase yang
terdapat dalam sitosol dan mitokondria
d) Vitamin B5, sumber vitamin ini melimpah di berbgai jenis
makanan, baik di tumbuhan dan hewani, sehingga jarang terjadi
kekurangan vitamin B5. Fungsinya sebagai katalisator reaksi
kimia dalam pembentukan koenzim A yang berperan dalam
pembentukan energi (ATP)
e) Vitamin B6, vitamin ini banyak terdapat pada hati, ikan,
daging, telur, pisang, sayuran, fungsinya berperan dalam proses
metabolisme asam amino, proses glikogenolisis, pembentukan
antibodi, serta regenerasi sel darah merah. Kekurangan vitamin
ini dapat mengakibatkan dermatitis, bibir pecah-pecah,
sariawan, anemia dan kejang
f) Vitamin B12, vitamin ini banyak terdapat pada daging, ikan,
kepiting, telur, susu dan tempe. Fungsinya membantu
pembentukan sel darah merah, mencegah kerusakan sel saraf,
dan membantu matabolisme protein
g) Vitamin C, sumbernya banyak pada sayuran dan buah, seperti
jeruk, mangga, tomat, stroberi, asparagus, kol, susu, mentega,
ikan dan hati. Fungsinya membantu pembentukan tulang, otot,
dan kulit, membantu penyembuhan luka, meningkatkan daya
tahan tubuh, membantu penyerapan zat besi, serta melindungi
tubuh dari radikal bebas
h) Asam folat, sumbernya terdapat pada hati, daging, sayuran
hijau, kacang-kacangan, fungsinya dalam membantu
metabolisme, khususnya asam amino, pematangan sel darah
merah, serta mencegah terjadinya penyakit jantung bawaan.
Kekurangan vitamin ini dapat mengakibatkan anemia
megaloblastik
i) Vitamin D, sumber vitamin ini adalah ikan, daging, telur, susu,
keju, tahu, dan tempe. Fungsinya adalah meningkatkan
penyerapan kalsium, fosfor untuk kekuatan tulang dan gigi,
pengaturan produksi hormon, serta pengaturan kadar kalsium
darah
j) Vitamin A, banyak terdapat pada ikan, daging, hati, susu,
wortel, labu dan bayam. Fungsinya membangun sel-sel kulit,
melindungi sel-sel retina dari kerusakan. Kekurangan vitamin
ini dapat mengakibatkan gangguan penglihatan pada senja hari
(rabun senja)
k) Vitamin E, sumbernya banyak terdapat pada minyak sayur,
alpukat, kacang-kacangan, sayuran, daging, telur, susu, ikan.
Manfaat vitamin ini adalah sebagai antioksidan dengan cara
memutuskan berbagai reaksi rantai radikal bebas
l) Vitamin K, vitamin ini banyak terdapat pada jaringan tanaman,
sayuran, dan hewan sebagai bahan makanan, produksi oleh
bakteri usus. Fungsinya adalah membantu dalam proses
pembekuan darah dan jika terjadi kekurangan dapat
mengakibatkan penyakit perdarahan.
3) Absorpsi vitamin
Vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B dan vitmin C
mudah diabsorpsi dalam epitelium mukosa usus melalui proses
difusi, kecuali vitamin B12 yang hanya dapat diabsorpsi dengan
bantuan intrinsik faktor yang dihasilkan oleh sel parietal lambung.
Vitamin B12 diabsorpsi pada ileum terminal. Sedangkan vitamin
yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K akan di
absorpsi dengan bantuan garam-garam empedu dan lipase. Vitamin
A, D, E, K dan B12 yang di absorpsi dari darah disimpan dalam
hati dan kemudian dipergunakan kembali jika dibutuhkan.
e. Mineral
Mineral adalah ion anorganik esensial untuk tubuh karena peranannya
sebagai katalis dalam reaksi biokimia. Mineral dan vitamin tidak
menghasilkan energi, tetapi merupakan elemen kimia yang berperan
dalam mempertahankan proses tubuh.
1) Jenis mineral
Berdasarkan kebutuhannya dalam tubuh, mineral dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
a) Makromineral, yaitu jumlah kebutuhan mineral tubuh lebih dari
100 mg/hari seperti natrium (Na), kalsium (Ca), fosfor (P),
kalium (K), klorida (Cl), dan magnesium (Mg).
b) Mikromineral, yaitu jumlah kebutuhan mineral kurang dari 100
mg/hari, seperti zat besi (Fe), seng (Zn), kromium (Cr),
mangan (Mn), tembaga (Cu), fluor (F), dan yodium (I).
2) Fungsi mineral
Mineral berperan dalam tiga proses yaitu :
a) Penentuan konsentrasi osmotik cairan tubuh, misalnya natrium
dan klorida yang berperan dalam mempertahankan cairan
ekstra sel. Kalium sangat penting dalam mempertahankan
konsentrasi osmotik intrasel
b) Proses fisiologis, variasi kombinasi dari ion-ion berperan dalam
berbagai proses fisiologis seperti mempertahankan
transmembran potensial, pembentukan dan mempertahankan
tulang, kontraksi otot, pembentukan neurotransmitter,
pembentukan hormon, pembekuan darah, transpor gas, dan
sistem penyangga (buffer)
c) Sebagai kofaktor esensial berbagai reaksi enzimatik, seperti
pada kalsium-dependen ATPase pada tulang yang
membutuhkan ion magnesium. ATPase untuk mengubah
glukosa menjadi asam piruvat membutuhkan ion kalium dan
magnesium
3) Absorpsi mineral
Absorpsi mineral seperti magnesium natrium terjadi melalui proses
difusi dan melalui transpor aktif. Meningkatnya absorpsi sodium
dipengaruhi oleh intake makanan yang tinggi natrium dan
pengaruh hormon aldosteron. Ion kalsium diabsorpsi melalui
transpor aktif pada permukaan epitel. Peningkatan absorpsi
kalsium dipengaruhi oleh hormon paratiroid. Ion klorida, yodium,
bikarbonat, dan nitrat di absorpsi melalui proses difusi, sedangkan
sulfat dan fosfat masuk ke epitel usus hanya dengan transpor aktif.
f. Air
Merupakan media transpor nutrisi dan sangat penting dalam kehidupan
sel-sel tubuh. Setiap hari sekitar 2 liter air masuk ke tubuh kita melalui
minum, sedangkan cairan digestif yang diproduksi oleh berbagai organ
saluran pencernaan sekitar 8-9 liter, sehingga sekitar 10-11 liter cairan
beredar dalam tubuh. Namun demikian, dari 10-11 liter cairan yang
masuk, hanya 50-200 ml yang dikeluarkan melalui feses, selebihnya
direabsorpsi.
Absorpsi air terjadi pada usus halus dan usus besar (kolon) dan terjadi
melalui proses difusi.
- Jejunum : 5-6 liter/hari
- Ileum : 2 liter/hari
- Kolon : 1,5 liter/hari
4. Fisiologi Nutrisi dan Metabolisme
Menurut Wahyudi dan Abd.Wahid (2016), Tubuh memerlukan bahan
bakar untuk menyediakan energi untuk fungsi organ dan pergerakan
badan, untuk menyediakan material mentah, untuk fungsi enzim,
pertumbuhan, penempatan kembali dan perbaikan sel. Metabolisme
mengacu pada semua reaksi biokimia dalam tubuh. Proses metabolik dapat
menjadi anabolik (membangun) atau katabolik (merusak). Energi adalah
kekuatan untuk bekerja, manusia membutuhkan energi untuk terus-
menerus berhubungan dengan lingkungannya.
a. Pemasukan energi
Pemasukan energi merupakan energi yang dihasilkan selama oksidasi
makanan. Makanan merupakan sumber utama energi manusia.
Besarnya energi yang dihasilkan dengan satuan kalori. 1 kalori juga
disebut 1 kalori besar (K) atau kkal adalah jumlah panas yang
dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 kg air sebesar 10c. 1 kkal = 1 K
atau sama dengan 1000 kalori.
Terdapat 3 bentuk pemberian kalori yaitu :
1) Karbohidrat : karbohidrat merupakan sumber energi yang penting.
Setiap gram karbohidrat menghasilkan kurang lebih 4 kalori.
Asupan karbohidrat di dalam diit sebaiknya berkisar 50%-60% dari
kebutuhan kalori
2) Lemak : komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi
enteral maupun parenteral sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak
dapat mencapai 20%-40% dari total kebutuhan. Satu gram lemak
menghasilkan 9 kalori.
3) Protein (asam amino) : kebutuhan protein adalah 0,8 gr/KgBB/hari
atau kurang lebih 10% dari total kebutuhan kalori.
b. Pengeluaran energi
Pengeluaran energi adalah energi yang digunakan oleh tubuh untuk
mensupport jaringan dan fungsi-fungsi organ tubuh. Cadangan energi
tubuh berbentuk senyawa fospat seperti ATP. Kebutuhan energi
seseorang di tentukan oleh BMR dan aktivitas fisik.
c. Basal Metabolisme Rate (BMR)
Basal Metabolisme Rate adalah energi yang digunakan tubuh pada saat
istirahat yaitu untuk kegiatan fungsi tubuh seperti pergerakan jantung,
pernapasan, peristaltik usus, kegiatan kelenjar-kelenjar tubuh.
1) Pencernaan
Pencernaan dimulai dari mulut, tempat makanan dipecah secara
mekanik dengan mengunyah. Protein dan lemak dipecahkan secara
fisik tetapi tidak berubah secara kimia karena enzim dalam mulut
tidak bereaksi dengan nutrisi ini. Makanan yang telah ditelan
memasuki esofagus dan bergerak sepanjangnya dan dengan
kontraksi otot seperti gelombang (peristaltik). Massa makanan
yang berada pada kardiak spinkter, berlokasi pada permukaan atas
lambung, menyebabkan spinkter relaksasi dan memungkinkan
makanan masuk lambung. Di dalam lambung, pepsinogen
disekresikan dan diaktifkan oleh asam hidrokolik menjadi pepsin,
enzim pemecah protein. Lambung juga mengeluarkan sejumlah
kecil lipase dan amilase untuk mencerna lemak dan zat tepung
secara berturut-turut. Lambung juga bertindak sebagai
penyimpanan dan makanan menetap di dalam perut kira-kira 3 jam,
dengan rentang dari 1-7 jam. Makanan meninggalkan lambung
pada spinkter pilorik sebagai asam, massa cair yang disebut kimus.
Kimus mengalir ke duodenum dan bercampur cepat dengan
empedu, getah intestinal, sekresi pankreas. Peristaltik terjadi terus-
menerus dalam usus kecil, mencampur sekresi dengan kimus.
a) Absorbs
Usus kecil merupakan tempat penyerapan utama nutrien.
Sepanjang daerah ini terdapat penonjolan seperti jari yang
disebut vili, untuk meningkatkan area permukaan absorbsi.
Nutrien di absorbsi oleh difusi pasif dan osmosis, transpor aktif
dan pinositosis.
b) Metabolisme
Nutrien diabsorbsi dalam intestinal, termasuk air yang
ditransportasikan melalui sistem sirkulasi ke jaringan tubuh.
Melalui perubahan kimia dari metabolisme, nutrien diubah ke
jumlah substansi yang diperlukan oleh tubuh. Dua tipe dasar
metabolisme adalah anabolisme dan katabolisme. Anabolisme
merupakan produksi dan substansi kimia yang lebih kompleks
dengan sintesis nutrien. Katabolime merupakan pemecahan
substansi kimia menjadi substansi yang lebih sederhana.
c) Penyimpanan
Beberapa, tapi tidak semua nutrien yang diperlukan tubuh
disimpan dalam jaringan tubuh. Bentuk pokok tubuh dari
energi yang disimpan adalah lemak, yang disimpan sebagai
jaringan adiposa. Glikogen disimpan dalam cadangan kecil di
hati dan jaringan otot dan protein disimpan dalam massa otot.
Ketika keperluan energi tubuh melebihi persediaan energi dari
nutrien yang dimakan, maka energi yang disimpan digunakan.
Sebaliknya energi yang tidak digunakan harus disimpan
terutama lemak.
5. Status Nutrisi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), Karakteristik status nutrisi
ditentukan melalui adanya indeks massa tubuh (body mass index-BMI)
dan berat tubuh ideal (ideal body weight-IBW).
a. Body Mass Index (BMI)
Merupakan ukuran dari gambaran berat badan seseorang dengan tinggi
badan. BMI dihubungkan dengan total lemak dalam tubuh dan sebagai
panduan untuk mengkaji kelebihan berat badan (overweight) dan
obesitas.
Rumus BMI diperhitungkan :
BB (kg) atau BB (pon) x 704,5
TB (M) TB (inchi)2
b. Ideal Body Weight (IBW)
Merupakan perhitungan berat badan optimal dalam fungsi tubuh yang
sehat.Berat badan ideal adalah jumlah tinggi badan dalam sentimeter
dikurangi 100 dan dikurangi atau ditambah 10% dari jumlah tersebut.
Rumus IBW diperhitungkan :
(TB-100) + 10%
6. Masalah Kebutuhan Nutrisi
Menurut Hidayat (2009) dan Ernawati (2012), masalah kebutuhan nutrisi
terdiri atas :
a. Kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang dalam
keadaan tidak berpuasa (normal) atau risiko penurunan berat badan
akibat ketidakcukupan asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme.
Tanda klinis :
1) Berat badan 10-20% dibawah normal
2) Tinggi badan di bawah ideal
3) Lingkar kulit trisep lengan tengah kurang dari 60% ukuran standar
4) Adanya kelemahan dan nyeri tekan pada otot
5) Adanya penurunan albumin serum
6) Adanya penurunan transferin
Kemungkinan penyebab :
1) Meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna
kalori akibat penyakit infeksi atau kanker
2) Disfagia karena adanya kelainan persarafan
3) Penurunan absorbsi nutrisi akibat penyakit crohn atau intoleransi
laktosa.
4) Nafsu makan menurun
b. Kelebihan nutrisi
Kelebihan nutrisi merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang
yang mempunyai risiko peningkatan berat badan akibat asupan
kebutuhan metabolisme secara berlebih.
Tanda klinis :
1) Berat badan lebih dari 10% berat ideal
2) Obesitas (lebih dari 20% berat ideal)
3) Lipatan kulit trisep lebih dari 15 mm pada pria dan 25 mm pada
wanita
4) Adanya jumlah asupan yang berlebihan
5) Aktivitas menurun atau monoton
Kemungkinan penyebab :
1) Perubahan pola makan
2) Penurunan fungsi pengecapan dan penciuman
c. Obesitas
Obesitas merupakan masalah peningkatan berat badan yang mencapai
lebih dari 20% berat badan normal. Status nutrisinya adalah melebihi
kebutuhan metabolisme karena kelebihan asupan kalori dan penurunan
dalam penggunaan kalori.
d. Malnutrisi
Malnutrisi merupakan masalah yang berhubungan dengan kekurangan
zat gizi pada tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai masalah
asupan zat gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. Gejala
umumnya adalah berat badan rendah dengan asupan makanan yang
cukup atau asupan kurang dari kebutuhan tubuh, adanya kelemahan
otot dan penurunan energi, pucat pada kulit, membran mukosa,
konjungtiva dan lain-lain.
e. Diabetes melitus
Diabetes melitus merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang ditandai
dengan adanya gangguan metabolisme karbohidrat akibat kekurangan
insulin atau penggunaan karbohidrat secara berlebihan.
f. Hipertensi
Hipertensi merupakan gangguan nutrisi yang juga disebabkan oleh
berbagi masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi seperti penyebab dari
adanya obesitas, serta asupan kalsium, natrium dan gaya hidup yang
berlebihan.
g. Penyakit jantung koroner
Penyakit jantung koroner merupakan gangguan nutrisi yang sering
disebabkan oleh adanya peningkatan kolesterol darah dan merokok.
Saat ini, gangguan ini sering dialami karena adanya perilaku atau gaya
hidup yang tidak sehat, obesitas dan lain-lain.
h. Kanker
Kanker merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang disebabkan oleh
pengonsumsian lemak secara berlebihan.
i. Anoreksia nervosa
Anoreksia nervosa merupakan penurunan berat badan secara
mendadak dan berkepanjangan ditandai dengan adanya konstipasi,
pembengkakan badan, nyeri abdomen, kedinginan, letargi, dan
kelebihan energi.
7. Faktor Yang Memengaruhi Kebutuhan Nutrisi
Faktor yang memengaruhi kebutuhan nutrisi antara lain :
a. Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat
memengaruhi pola konsumsi makan. Hal tersebut dapat disebabkan
oleh kurangnya informasi sehingga dapat terjadi kesalahan dalam
memahami kebutuhan gizi (Hidayat, 2009).
b. Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makan bergizi tinggi
dapat memengaruhi status gizi seseorang. Misalnya, di beberapa
daerah, tempe yang merupakan sumber protein yang paling murah,
tidak dijadikan bahan makanan yang layak untuk dimakan karena
masyarakat menganggap bahwa mengonsumsi makanan tersebut dapat
merendahkan derajat mereka (Hidayat, 2009).
c. Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan
tertentu juga dapat memengaruhi status gizi. Misalnya, di beberapa
daerah, terdapat larangan makan pisang dan papaya bagi para gadis
remaja. Padahal, makanan tersebut merupakan sumber vitamin yang
sangat baik. Ada pula larangan makan ikan bagi anak-anak karena ikan
dianggap dapat mengakibatkan cacingan. Padahal ikan merupakan
sumber protein yang sangat baik bagi anak-anak (Hidayat, 2009).
d. Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat
mengakibatkan kurangnya variasi makanan, sehingga tubuh tidak
memperoleh zat-zat yang dibutuhkan secara cukup. Saat ini, para
remaja di kota-kota besar di negara kita memiliki kecenderungan
menyenangi makanan tertentu secara berlebihan, seperti makanan
cepat saji (junkfood), bakso, dan lain-lainnya (Hidayat, 2009).
e. Ekonomi
Status ekonomi dapat memengaruhi perubahan status gizi karena
penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak
sedikit. Oleh karena itu, masyarakat dengan kondisi perekonomian
yang tinggi biasanya mampu mencukupi kebutuhan gizi keluarganya
dibandingkan masyarakat dengan kondisi perekonomian rendah
(Hidayat, 2009).
f. Usia
Pada usia 0-10 tahun kebutuhan metabolisme basa bertambah dengan
cepat, hal ini sehubungan dengan faktor pertumbuhan dan
perkembangan yang cepat pada usia tersebut. Setelah usia 20 tahun
energi basal relatif konstan (Wahyudi dan Abd Wahid, 2016).
g. Jenis kelamin
Kebutuhan metabolisme basal pada laki-laki lebih besar dibandingkan
dengan wanita pada laki-laki kebutuhan BMR 1.0 kkal/kgBB/jam dan
pada wanita 0,9 kkal/kgBB/jam (Wahyudi dan Abd Wahid, 2016).
h. Tinggi dan berat badan
Tinggi dan berat badan berpengaruh terhadap luas permukaan tubuh,
semakin luas permukaan tubuh maka semakin besar pengeluaran panas
sehingga kebutuhan metabolisme basal tubuh juga menjadi lebih besar
(Wahyudi dan Abd Wahid, 2016).
i. Status kesehatan
Nafsu makan yang baik adalah tanda yang sehat. Anoreksia (kurang
nafsu makan) biasanya gejala penyakit atau karena efek samping obat
(Wahyudi dan Abd Wahid, 2016).
j. Faktor psikologis seperti stress dan ketegangan
Motivasi individu untuk makan makanan yang seimbang dan persepsi
individu tentang diet dan merupakan pengaruh yang kuat. Makanan
mempunyai nilai simbolik yang kuat bagi banyak orang (mis, susu
menyimbolkan kelemahan dan daging menyimbolkan kekuatan)
(Wahyudi dan Abd Wahid, 2016).
k. Alkohol dan obat
Penggunaan alkohol dan obat yang berlebihan memberi kontribusi
pada defisiensi nutrisi karena uang mungkin dibelanjakan untuk
alkohol daripada makanan. Alkohol yang berlebihan juga
mempengaruhi organ gastrointestinal. Obat-obatan yang menekan
nafsu makan dapat menurunkan asupan zat gizi esensial. Obat-obatan
juga menghabiskan zat gizi yang tersimpan dan mengurangi absorbsi
zat gizi di dalam intestin (Wahyudi dan Abd Wahid, 2016).
B. Konsep Dasar Diabetes Melitus
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa
darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif. Tingkat kadar glukosa darah
menentukan apakah seseorang menderita Diabetes Melitus atau tidak
(Hasdianah, 2012).
Menurut Hasdianah (2012), jenis diabetes melitus dikelompokkan menurut
sifatnya :
1. Diabetes melitus tergantung insulin
2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin, terdiri penderita gemuk dan
kurus
3. Diabetes melitus terkait malnutrisi
4. Diabetes melitus yang terkait keadaan atau gejala tertentu, seperti
penyakit pankreas, penyakit hormonal, obat-obatan/bahan kimia,
kelainan insulin/reseptornya, sindrom genetik dll.
2. Macam-Macam Diabetes
Menurut Tandra (2017), diabetes dibagi menjadi :
a. Diabetes tipe I
Diabetes tipe I muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak
dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya insulin
tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Gula menjadi menumpuk
dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel.
Diabetes tipe I juga disebut insulin-dependen diabetes karena si pasien
sangat tergantung pada insulin. Ia memerlukan injeksi insulin setiap
hari untuk mencukupi kebutuhan insulin dalam tubuh. Diabetes tipe I
biasanya adalah penyakit autoimun, yaitu penyakit yang disebabkan
oleh gangguan sistem imun atau kekebalan tubuh pasien dan
mengakibatkan rusaknya sel pankreas.
b. Diabetes tipe II
Diabetes tipe II biasanya terjadi pada usia di atas 40 tahun, tetapi bisa
pula timbul pada usia diatas 20 tahun. Sekitar 90-95% penderita
diabetes adalah tipe II. Pada diabetes tipe II, pankreas masih bisa
membuat insulin, tetapi kualitas insulinnya buruk, tidak dapat
berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan gula ke dalam
sel. Akibatnya, gula dalam darah meningkat.
c. Diabetes pada kehamilan
Diabetes yang muncul hanya pada saat hamil disebut diabetes gestasi.
Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormon pada ibu
hamil yang menyebabkan resistensi insulin. Catatan IDF tahun 2015
ada 20,9 juta orang yang terkena diabetes gestasi, atau 16,2% dari ibu
hamil dengan persalinan hidup. Diabetes ini biasanya baru diketahui
setelah kehamilan bulan keempat ke atas, kebanyakan pada trimester
ketiga. Setelah persalinan pada umumnya gula darah akan kembali
normal.
d. Diabetes lain
Diabetes sekunder atau akibat dari penyakit lain, yang mengganggu
produsi insulin atau memengaruhi kerja insulin. Penyebabnya adalah :
1) Radang pankreas (pankreatitis)
2) Gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis
3) Penggunaan hormon kortikosteroid
4) Pemakaian beberapa obat antihipertensi atau antikolesterol
5) Malnutrisi
6) Infeksi
3. Klasifikasi Diabetes Melitus
a. Berdasarkan etiologi :
1) Diabetes melitus tipe I (insulin dependen)
Diabetes melitus tipe I disebut juga dengan insulin dependen
(tergantung insulin) adalah mereka yang menggunakan insulin oleh
karena tubuh tidak dapat menghasilkan insulin. Pada diabetes
melitus tipe I, badan kurang atau tidak menghasilkan insulin,
terjadi karena masalah genetik, virus atau penyakit autoimun.
Injeksi insulin diperlukan setiap hari untuk pasien diabetes melitus
tipe I. Diabetes tipe I disebabkan oleh faktor genetika (keturunan),
faktor imunologik dan faktor lingkungan (Hasdianah, 2012).
2) Diabetes melitus tipe II (insulin requirement)
Diabetes melitus tipe II atau disebut juga dengan insulin
requirement (membutuhkan insulin) adalah mereka yang
membutuhkan insulin sementara atau seterusnya. Pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin agar kadar gula darah normal, oleh
karena badan tidak dapat respon terhadap insulin. Penyebabnya
tidak hanya satu yaitu akibat resistensi insulin yaitu banyaknya
jumlah insulin tapi tidak berfungsi. Bisa juga karena kekurangan
insulin atau karena gangguan sekresi atau produksi insulin.
Diabetes melitus tipe II menjadi semakin umum oleh karena faktor
resikonya yaitu obesitas dan kekurangan olahraga. Faktor yang
mempengaruhi timbulnya diabetes melitus yaitu usia lebih dari 65
tahun, obesitas, riwayat keluarga (Hasdianah, 2012)
b. Berdasarkan perawatan dan simtoma
1) Diabetes tipe I, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga
rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau
menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes
melitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau
defisiensi mitokondria, tidak termasuk dalam penggolongan ini.
2) Diabetes tipe II, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin,
seringkali disertai dengan sindrom resistensi insulin.
3) Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose
tolerance, GGIT dan gestational diabetes melitus, GDM
(Hasdianah, 2012).
4. Patogenesis
Menurut Hasdianah (2012), diabetes melitus merupakan penyakit yang
disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun absolut.
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu rusaknya sel sel β
pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll).
Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
Desensitasi/kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan
perifer. Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka dapat
mengakibatkan menurunnya transpor glukosa melalui membran sel,
keadaan ini mengakibatkan sel-sel kekurangan makanan sehingga
meningkatkan metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasi yang muncul
adalah penderita diabetes melitus selalu merasa lapar atau nafsu makan
meningkat “polipagia”.
Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan
otot terganggu. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan
glukoneogenesis, karena proses ini disertai nafsu makan meningkat atau
polipagia sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hiperglikemia. Kadar
gula darah tinggi mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi mengabsorbsi
dan glukosa keluar bersama urin, keadaan ini yang disebut glukosuria.
Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering berkemih atau poliuria dan
selalu merasa haus atau polidipsia.
5. Patofisiologi Diabetes Melitus
Menurut Tarwoto,. dkk (2012), Diabetes Melitus merupakan kumpulan
gejala yang kronik dan bersifat sistemik dengan karakteristik peningkatan
gula darah/glukosa atau hiperglikemia yang disebabkan menurunnya
sekresi atau aktivitas dari insulin sehingga mengakibatkan terhambatnya
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah dan
sangat dibutuhkan untuk kebutuhan sel dan jaringan. Glukosa dibentuk
dihati dari makanan yang dikonsumsi. Makanan yang masuk sebagian
digunakan untuk kebutuhan energi dan sebagian lagi disimpan dalam
bentuk glikogen dihati dan jaringan lainnya dengan bantuan insulin.
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau langerhans
pankreas yang kemudian meningkat jika terdapat makanan yang masuk.
Pada orang dewasa rata-rata diproduksi 40-50 unit, untuk
mempertahankan gula darah tetap stabil antara 70-120 mg/dl.
Insulin disekresi oleh sel beta, satu diantara empat sel pulau langerhans
pankreas. Insulin merupakan hormon anabolik, hormon yang dapat
membantu memindahkan glukosa dari darah ke otot, hati dan sel lemak.
Pada diabetes terjadi berkurangnya insulin atau tidak adanya insulin
berakibat pada gangguan tiga metabolisme yaitu menurunnya penggunaan
glukosa, meningkatnya mobilisasi lemak dan meningkat penggunaan
protein.
Pada DM tipe II masalah utama adalah berhubungan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin menunjukkan penurunan
sensitifitas jaringan pada insulin. Normalnya insulin mengikat reseptor
khusus pada permukaan sel dan mengawali rangkaian reaksi meliputi
metabolisme glukosa. Pada DM tipe II, reaksi intraseluler dikurangi,
sehingga menyebabkan efektifitas insulin menurun dalam menstimulasi
penyerapan glukosa oleh jaringan dan pada pengaturan pembebasan oleh
hati. Mekanisme pasti yang menjadi penyebab utama resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada DM tipe II tidak diketahui, mekipun faktor
genetik berperan utama.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah penumpukan glukosa
dalam darah, peningkatan sejumlah insulin harus disekresi dalam
mengatur kadar glukosa darah dalam batas normal atau sedikit lebih tinggi
kadarnya. Namun, jika sel beta tidak dapat menjaga dengan meningkatkan
kebutuhan insulin, mengakibatkan kadar glukosa meningkat, dan DM tipe
II berkembang.
a. Menurunnya penggunaan glukosa
Pada diabetes sel-sel membutuhkan insulin untuk membawa glukosa
hanya sekitar 25% untuk energi. Kecuali jaringan saraf, eritrosit dan
sel-sel usus, hati dan tubulus ginjal tidak membutuhkan insulin untuk
transpor glukosa. Sel-sel lain seperti jaringan adipose, otot jantung
membutuhkan insulin untuk transpor glukosa. Tanpa adekuatnya
jumlah insulin, banyak glukosa tidak dapat digunakan. Dengan tidak
adekuatnya insulin maka gula darah menjadi tinggi (hiperglikemia),
karena hati tidak dapat menyimpan glukosa menjadi glikogen. Supaya
terjadi keseimbangan agar gula darah kembali menjadi normal maka
tubuh mengeluarkan glukosa melalui ginjal, sehingga banyak glukosa
berada dalam urin (glukosuria), disisi lain pengeluaran glukosa melalui
urin menyebabkan diuretik osmotik dan meningkatnya jumlah air yang
dikeluarkan, hal ini beresiko terjadi defisit volume cairan.
b. Meningkatnya mobilisasi lemak
Pada diabetes tipe I lebih berat dibandingkan pada tipe II, mobilisasi
lemak yang dipecah untuk energi terjadi jika cadangan glukosa tidak
ada. Hasil metabolisme lemak adalah keton. Keton akan terkumpul
dalam darah, dikeluarkan lewat ginjal dan paru. Derajat keton dapat
diukur dari darah dan urin. Jika kadarnya tinggi, indikasi diabetes tidak
terkontrol.
Keton mengganggu keseimbangan asam basa tubuh dengan
memproduksi ion hidrogen sehingga pH menjadi turun dan asidosis
metabolik dapat terjadi. Pada saat keton dikeluarkan, sodium juga ikut
keluar sehingga sodium menjadi rendah dan berkembang mejadi
asidosis. Sekresi keton juga mengakibatkan tekanan osmotik sehingga
meningkatkan kehilangan cairan. Jika lemak sebagai sumber energi
utama, maka lipid tubuh dapat meningkat, risiko aterosklerosis juga
meningkat.
Meskipun gangguan sekresi insulin dikarakteristikan pada Diabetes
Melitus tipe II, terdapat sediaan insulin yang cukup untuk mencegah
terpecahnya lemak dan terkumpulnya produksi keton tubuh. Karena itu
tipe DKA (Diabetik Ketoasidosis) tidak terjadi pada Diabetes Melitus
tipe II. Tidak terkontrolnya Diabetes Melitus tipe II dapat saja, terjadi
menyebabkan masalah akut seperti HHNS (Hyperglycemic
Hyperosmolar Nonketotic Syndrome).
c. Meningkatnya penggunaan protein
Kurangnya insulin berpengaruh pada pembuangan protein. Pada
keadaan normal insulin berfungsi menstimulasi sintesis protein, jika
terjadi ketidakseimbangan, asam amino dikonversi menjadi glukosa di
hati sehingga kadar glukosa menjadi tinggi.
6. Faktor Penyebab Diabetes Melitus
Umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau
sebagian besar dari sel-sel beta dari pulau-pulau Langerhans pada pankreas
yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan
insulin. Disamping itu, diabetes melitus juga dapat terjadi karena
gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa ke dalam sel.
Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang belum
diketahui (Hasdianah, 2012).
Menurut Hasdianah (2012), Faktor pemicu diabetes melitus :
a. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus.
Konsumsi makanan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan
sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar
gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes
melitus.
b. Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki
peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes melitus. Sembilan
dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes melitus.
c. Faktor genetis
Diabetes melitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen
penyebab diabetes melitus akan dibawa oleh anak jika orangtuanya
menderita diabetes melitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke
cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.
d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi
pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk
proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat
yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.
e. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat
menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan
fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti
kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan risiko terkena
diabetes melitus.
f. Pola hidup
Pola hidup juga mempengaruhi faktor penyebab diabetes melitus. Jika
orang malas berolahraga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena
penyakit diabetes melitus karena olahraga berfungsi untuk membakar
kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam
tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes melitus selain
disfungsi pankreas.
g. Kadar kortikosteroid yang tinggi
h. Kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan
i. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas
j. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin
7. Gejala Diabetes Melitus
Menurut Hasdianah (2012), Gejala diabetes melitus yaitu antara lain :
a. Gejala akut
Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (poli),
yaitu :
1) Banyak makan (Polipagia)
2) Banyak minum (Polidipsia)
3) Banyak kencing (Poliuria)
Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala :
1) Banyak minum
2) Banyak kencing
3) Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat
(turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu)
4) Mudah lelah
5) Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita
akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.
b. Gejala kronik
1. Kesemutan
2. Kulit terasa panas
3. Rasa tebal di kulit
4. Kram
5. Capai
6. Mudah mengantuk
7. Mata kabur
8. Gatal disekitar kemaluan
9. Gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun
bahkan impotensi
10. Para ibu hamil sering merasa keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.
8. Faktor Risiko Diabetes Melitus
Menurut Hasdianah (2012), faktor risiko diabetes melitus yaitu :
a. Faktor risiko mayor
1) Riwayat keluarga dengan diabetes melitus
2) Obesitas
3) Kurang aktivitas fisik
4) Ras/etnik
5) Sebelum teridentifikasi sebagai glukosa puasa terganggu
6) Hipertensi
7) Kolesterol tidak terkontrol
8) Riwayat DM pada kehamilan
9) Berat badan lebih (IMT >23 kg/m2)
b. Faktor risiko lainnya
1) Faktor nutrisi
2) Konsumsi alkohol
3) Kebiasaan mendengkur
4) Faktor stress
5) Kebiasaan merokok
6) Jenis kelamin
7) Lama tidur
8) Intake zat besi
9) Konsumsi kopi dan kafein
10) Paritas
11) Intake zat besi
9. Pengobatan Diabetes
Menurut Hasdianah (2012), Pengobatan diabetes melitus yang secara
langsung terhadap kerusakan pulau-pulau Langerhans di pankreas belum
ada. Oleh karena itu pengobatan untuk penderita DM berupa kegiatan
pengelolaan dengan tujuan menghilangkan keluhan dan gejala akibat
defisiensi insulin (gejala DM), mencegah komplikasi kronis yang dapat
menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki dll.
Pengobatan Diabetes
Menurut Hasdianah (2012), Sarana pengendalian secara farmakologis pada
diabetes melitus dapat berupa :
a. Pemberian insulin
b. Pemberian obat hipoglikemik oral (OHO)
c. Golongan sulfonylurea
d. Golongan biguanid
e. Golongan inhibitor alfa glukosidase
f. Golongan insulin sensitizing
g. Klorpropamid
h. Tolbutamid
i. Glibenklamid
j. Glipizid
k. Glikazid
l. Glikuidon
10. Komplikasi
Menurut Hasdianah (2012), Komplikasi jangka lama termasuk penyakit
kardiovaskuler (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama
dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta
kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan ganggren dengan
risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol
kadar gula darah buruk.
Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Komplikasi metabolik akut
Terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.
Hiperglikemia dapat berupa, ketoasidosis diabetik (KAD),
hiperosmolar non ketotik (HNK) dan asidosis laktat (AL).
Hiperglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih dari 250 mg% dan
gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi pernapasan kussmaul, mual
muntah, penurunan kesadaran sampai koma. KAD menempati
peringkat pertama komplikasi akut disusul oleh hipoglikemia.
Komplikasi akut ini masih merupakan masalah utama, karena angka
kematiannya cukup tinggi. Kematian akibat KAD pada penderita DM
tahun 2003 di Negara maju berkisar 9-10%. Komplikasi kronik pada
dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh bagian tubuh
(angiopati diabetik). Angiopati diabetik untuk memudahkan dibagi
menjadi dua yaitu makroangiopati (makrovaskuler) dan
mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak berarti bahwa satu sama
lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan.
Komplikasi kronik DM yang sering terjadi adalah sebagai berikut :
1) Mikrovaskuler :
- Ginjal
- Mata
2) Makrovaskuler :
- Penyakit jantung koroner
- Pembuluh darah kaki
- Pembuluh darah otak
3) Neuropati : mikro dan makrovaskuler
b. Ketoasidosis diabetikum
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan
bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut
dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah
tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula
tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang
lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan
senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam
(ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa
haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut.
Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk
memperbaiki keasaman darah. Bau napas penderita tercium seperti bau
aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang
menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan
setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa
mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan
insulin atau mengalami stress akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit
yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala
selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka
timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang terjadi
ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari
1.000 mg/dl, biasanya terjadi akibat stress-misalnya infeksi atau obat-
obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa
menyebabkan kebingungan mental, pusing kejang dan suatu keadaan
yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
c. Hipoglikemi
Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut diabetes melitus.
Hipoglikemia adalah menurunya kadar gula dalam darah.
Hipoglikemia murni adalah menurunnya kadar gula dalam darah
<60mg/dl. Reaksi hipoglikemia adalah glukosa darah turun mendadak,
meskipun glukosa darah masih >100 mg/dl. Hipoglikemi yaitu apabila
kadar gula darah lebih rendah dari 60 mg% dan gejala yang muncul
yaitu palpitasi, takikardi, mual muntah, lemah, lapar dan dapat terjadi
penurunan kesadaran sampai koma. Koma hipoglikemia adalah koma
atau penurunan kesadaran karena glukosa darah <30 mg/dl.
Hipoglikemi reaktif adalah gejala hipoglikemia yang terjadi 3-5 jam
sesudah makan. Biasanya pada anggota keluarga DM atau orang
dengan bakat DM, setiap terjadi penurunan kesadaran pada penderita
DM harus dipikirkan kemungkinan mengalami hipoglikemia.
Hipoglikemia pada pasien DM biasanya disebabkan oleh pemakaian
Obat Anti Diabetes (OAD) oral terutama golongan sulfonylurea dan
insulin. Kelebihan pemakaian dosis obat, ketidakteraturan penderita
dalam hal mengkonsumsi makanan sehabis memakai obat, faktor usia
lanjut dan adanya penyakit gagal ginjal kronik bisa merupakan faktor
risiko terjadinya hipoglikemia. Gejala hipoglikemi : berdebar-debar,
banyak berkeringat (biasanya berkeringat dingin), gemetar, terasa
lapar. Juga penderita merasa pusing, gelisah, kesadaran menurun
hingga koma.
Terapi hipoglikemi : segera mengkonsumsi pisang atau roti atau
karbohidrat kompleks lainnya. Bisa juga menggunakan teh gula, air
gula kental atau madu yang dimasukkan dibawah lidah. Jika penderita
tidak sadar, injeksi glukosa 40% IV 25 ml (encerkan 2x dengan aqua
injeksi), juga infuse glukosa 10% atau dextrose 10%. Bila belum sadar
dapat diulang 25 cc glukosa 40% setiap 30 menit. Dapat diulang
sampai 6x sampai penderita sadar. 1 flakon D40% 24 meq dapat
menaikkan kadar gula darah 25-50 mg/dl. Periksa gula darah sewaktu
30 menit setelah intravena berakhir. Injeksi efedrin 25-50 mg (bila
tidak ada kontraindikasi jantung pada jantung) atau obat glucagon 1
mg intra muskuler. Sementara obat anti diabetes dihentikan dulu.
d. Kardiopati diabetik
Kardiopati diabetik adalah gangguan jantung akibat diabetes. Glukosa
darah yang tinggi dalam jangka waktu panjang akan menaikkan kadar
kolesterol dan trigliserida darah. Lama kelamaan akan terjadi
aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah. Maka bagi penderita
diabetes perlu pemeriksaan kadar kolesterol dan trigliserida darah
secara rutin.
e. Ganggren dan impotensi
Penderita diabetes yang kadar glukosanya tidak terkontrol respon
imunnya menurun. Akibatnya, penderita rentan terhadap infeksi,
seperti infeksi saluran kencing, infeksi paru dan infeksi kaki. Banyak
hal yang menyebabkan kaki penderita diabetes mudah kena infeksi
seperti kena knalpot, lecet akibat sepatu, luka kecil. Infeksi kaki
mudah timbul pada penderita diabetes kronis dan dikenal sebagai
penyulit ganggren atau ulkus.
f. Nefropati diabetik
Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran
selaput penyaring darah.
g. Retinopati diabetik
Retinopati diabetik dapat menimbulkan gangguan pada mata yang
disebabkan rusaknya pembuluh darah yang memberi makan retina.
Bentuk kerusakan bisa bocor dan keluar cairan atau darah yang
membuat retina bengkak atau timbul endapan lemak yang disebut
eksudat. Selain itu terjadi cabang-cabang abnormal pembuluh darah
yang rapuh menerjang daerah yang sehat.
11. Penatalaksanaan
Menurut Padila (2012), Tujuan utama terapi diabetes melitus adalah
mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam
upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah
normal.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), perencanaan penatalaksanaan
Diabetes Melitus bersifat individual artinya dipertimbangkan kebutuhan
terhadap umur pasien, gaya hidup, kebutuhan nutrisi, kematangan, tingkat
aktivitas, pekerjaan dan kemampuan pasien dalam mengontrol gula darah
secara mandiri.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Menurut Hasdianah (2012), penderita diabetes melitus didalam
melaksanakan diet harus memperhatikan (3J), yaitu : jumlah kalori
yang dibutuhkan, jadwal makan yang harus diikuti dan jenis makanan
yang harus diperhatikan.
Menurut Almatsier (2010), diet untuk penyakit diabetes melitus yaitu :
1) Tujuan diet
Tujuan diet diabetes melitus adalah membantu pasien memperbaiki
kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan kontrol
metabolik yang lebih baik, dengan cara :
a) Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati
normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan
insulin (endogenous atau exogenous) dengan obat penurun
glukosa oral dan aktivitas fisik
b) Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal
c) Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai
berat badan normal
d) Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang
menggunakan insulin seperti hipoglikemia, komplikasi jangka
pendek, dan jangka lama serta masalah yang berhubungan
dengan latihan jasmani
e) Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui
gizi yang optimal
2) Syarat diet
Syarat diet untuk diabetes melitus yaitu :
a) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat
badan normal. Kebutuhan energi ditentukan dengan
memperhitungkan kebutuhan untuk metabolisme basal sebesar
25-30 kkal/kg BB normal, ditambah kebutuhan untuk aktivitas
fisik dan keadaan khusus, misalnya kehamilan atau laktasi serta
ada tidaknya komplikasi. Makanan dibagi dalam 3 porsi besar,
yaitu makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-
3 porsi kecil untuk makanan selingan (masing-masing 10-
15%).
b) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi
total
c) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi
total, dalam bentuk <10% dari kebutuhan energi total berasal
dari lemak jenuh, 10% dari lemak tidak jenuh ganda,
sedangkan sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal. Asupan
kolesterol makanan dibatasi, yaitu ≤ 300 mg hari
d) Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total,
yaitu 60-70%
e) Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak
diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu. Bila
kadar glukosa darah sudah terkendali, diperbolehkan
mengkonsumsi gula murni sampai 5% dari kebutuhan energi
total
f) Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas. Gula
alternatif adalah bahan pemanis selain sakarosa. Ada dua jenis
gula alternatif yaitu yang bergizi dan yang tidak bergizi. Gula
alternatif bergizi adalah fruktosa, gula alkohol berupa sorbitol,
manitol, dan silitol, sedangkan gula alternatif tak bergizi adalah
aspartam dan sakarin. Penggunaan gula alternatif hendaknya
dalam jumlah terbatas. Fruktosa dalam jumlah 20% dari
kebutuhan energi total dapat meningkatkan kolesterol dan
LDL, sedangkan gula alkohol dalam jumlah berlebihan
mempunyai pengaruh laksatif.
g) Asupan serat dianjurkan 25 g/hari dengan menggunakan serat
larut air yang terdapat di dalam sayur dan buah. Menu
seimbang rata-rata memenuhi kebutuhan serat sehari.
h) Pasien DM dengan tekanan darah normal diperbolehkan
mengkonsumsi natrium dalam bentuk garam dapur seperti
orang sehat, yaitu 3000 mg/hari. Apabila mengalami hipertensi,
asupan garam harus dikurangi
i) Cukup vitamin dan mineral. Apabila asupan makanan cukup,
penambahan vitamin dan mineral dalam bentuk suplemen tidak
diperlukan.
3) Jenis diet dan indikasi pemberian
Diet yang digunakan sebagai bagian dari penatalaksanaan Diabetes
Melitus dikontrol berdasarkan kandungan energi, protein, lemak,
dan karbohidrat. Penetapan diet ditentukan oleh keadaan pasien,
jenis Diabetes Melitus, dan program pengobatan secara
keseluruhan.
Tabel 2.1
Jenis diet Diabetes Melitus menurut kandungan energi, protein,
lemak dan karbohidrat
Jenis diet Energi
Kkal
Protein
g
Lemak
g
Karbohidrat
g
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
1100
1300
1500
1700
1900
2100
2300
2500
43
45
51,5
55,5
60
62
73
80
30
35
36,5
36,5
48
53
59
62
172
192
235
275
299
319
369
396
Sumber: Almatsier (2010)
4) Bahan makanan yang dianjurkan
a) Sumber karbohidrat kompleks : seperti nasi, roti, mi, kentang,
singkong, ubi dan sagu
b) Sumber protein rendah lemak : seperti ikan, ayam tanpa kulit,
susu skim, tempe, tahu, dan kacang-kacangan
c) Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan
yang mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara
dipanggang, dikukus, disetup, direbus dan dibakar
5) Bahan makanan yang tidak dianjurkan (dibatasi/dihindari)
a) Mengandung banyak gula sederhana, seperti :
i. Gula pasir, gula jawa
ii. Sirop, jam, jeli, buah-buahan yang diawetkan dengan gula,
susu kental manis, minuman botol ringan dan es krim
iii. Kue-kue manis, dodol, cake, dan tarcis
b) Mengandung banyak lemak, seperti : cake, makan siap saji
(fast food), goreng-gorengan
c) Mengandung banyak natrium, seperti : ikan asin, telur asin,
makanan yang diawetkan.
b. Latihan
Menurut Tarwoto., dkk (2012), Latihan fisik bagi penderita Diabetes
Melitus sangat dibutuhkan, karena pada saat latihan fisik energi yang
dipakai adalah glukosa dan asam lemak bebas. Latihan fisik bertujuan
untuk :
1) Menurunkan gula darah dengan meningkatkan metabolisme
karbohidrat
2) Menurunkan berat badan dan mempertahankan berat badan normal
3) Meningkatkan sensitifitas insulin
4) Meningkatkan kadar HDL (high density lipoprotein) dan
menurunkan kadar trigliserida
5) Menurunkan tekanan darah
Jenis latihan fisik diantaranya adalah olahraga seperti latihan aerobik,
jalan, lari, bersepeda, berenang. Yang perlu diperhatikan dalam latihan
fisik pasien Diabetes Melitus adalah frekuensi, intensitas, durasi waktu
dan jenis latihan. Misalnya pada olahraga sebaiknya secara teratur
3x/minggu, dengan intensitas 60-70% dari heart rate maximum (220-
umur), lamanya 20-45 menit.
c. Pemantauan
Menurut Tarwoto., dkk (2012), Pasien dengan Diabetes Melitus perlu
dikenalkan tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia serta yang
paling penting adalah bagaimana memonitor glukosa darah secara
mandiri. Pemeriksaan glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri
dengan menggunakan glukometer. Pemeriksaan ini penting untuk
memastikan glukosa darah dalam keadaan stabil.
Cara pengukuran glukosa darah secara mandiri yaitu :
1) Siapkan alat glukometer, sesuaikan antara glukometer dengan kode
strip pereaksi khusus
2) Pastikan kode pada glukometer sama dengan kode strip pereaksi
khusus
3) Lakukan pengambilan darah dengan cara menusukkan stik pada
ujung jari sehingga darah akan keluar
4) Tempelkan darah yang sudah ada pada ujung jari pada strip yang
sudah siap pada glukometer
5) Biarkan darah dalam strip selama 45-60 detik sesuai dengan
ketentuan pabrik glukometer
6) Hasil gula darah dapat dilihat pada layar monitor glukometer
Pengukuran glukosa darah dapat dilakukan pada sewaktu-waktu
atau pengukuran gula sewaktu yaitu pasien tanpa melakukan puasa,
pengukuran 2 jam setelah makan dan pengukuran pada saat puasa.
d. Terapi (jika diperlukan)
Menurut Tarwoto., dkk (2012), terapi Diabetes Melitus diantaranya :
1) Obat antidiabetik oral atau Oral Hipoglikemik Agent (OHA)
efektif pada Diabetes Melitus tipe II, jika managemen nutrisi dan
latihan gagal.
Jenis obat-obatan antidiabetik oral diantaranya :
a) Sulfonylurea : bekerja dengan merangsang beta sel pankreas
untuk melepaskan cadangan insulinnya. Yang termasuk obat
jenis ini adalah Glibenklamid, Tolbutamid, Klorpropamid.
b) Biguanida : bekerja dengan menghambat penyerapan glukosa
di usus, misalnya mitformin, glukophage.
2) Pemberian hormon insulin
Pasien dengan Diabetes Melitus tipe I tidak mampu memproduksi
pemberian insulin. Berbeda dengan Diabetes Melitus tipe II yang
tidak tergantung pada insulin, tetapi memerlukannya sebagai
pendukung untuk menurunkan glukosa darah dalam
mempertahankan kehidupan.
Tujuan pemberian insulin adalah meningkatkan transpor glukosa
ke dalam sel dan menghambat konversi glikogen dan asam amino
menjadi glukosa.
Berdasarkan daya kerjanya insulin dibedakan menjadi :
a) Insulin dengan masa kerja pendek (2-4 jam) seperti regular
insulin, actrapid
b) Insulin dengan masa kerja menengah (6-12 jam) seperti NPH
(Neutral Protamine Hagedorn) insulin, Lente insulin
c) Insulin dengan masa kerja panjang (18-24 jam) seperti
Protamine zinc insulin dan ultralente insulin
d) Insulin campuran yaitu kerja cepat dan menengah, misalnya
70% NPH, 30% regular
Absorpsi dan durasi dari insulin bervariasi tergantung pada tempat
penyuntikan, misalnya injeksi pada abdomen diabsorpsi lebih cepat
sehingga durasinya lebih pendek dibandingkan pada lengan atau
bokong.
Dosis insulin ditentukan berdasarkan pada :
a) Kebutuhan pasien. Kebutuhan insulin meningkat pada keadaan
sakit yang serius/parah, infeksi, menjalani operasi dan masa
pubertas
b) Respon pasien terhadap injeksi insulin. Pemberian insulin
biasanya dimulai antara 0.5 dan 1 unit/Kg BB/hari.
Komplikasi pemberian insulin
Pemberian terapi insulin dapat menyebabkan satu atau lebih
komplikasi diantaranya :
a) Hipoglikemia
Terjadi apabila kadar glukosa darah di bawah 60 mg/100 ml,
karena kelebihan dosis insulin atau terlambat makan sementara
pasien sudah diberikan insulin, aktivitas yang berlebihan.
Kelebihan pemberian dosis biasanya terjadi akibat kesalahan
menggunakan alat suntik insulin dengan ukuran 40 U/ml atau
100 U/ml. Pada keadaan hipoglikemia pasien biasanya
mengalami gangguan kesadaran, takikardi, keringat dingin,
berkunang-kunang, lemas.
b) Hipertropi atau atropi jaringan
Hipertropi jaringan meliputi penebalan dari jaringan subkutan
pada tempat injeksi. Jaringan atropi terjadi dengan hilangnya
lemak pada area injeksi
c) Alergi insulin baik reaksi alergi setempat maupun reaksi alergi
sistemik. Reaksi alergi setempat biasanya terjadi pada tahap
permulaan pemberian terapi insulin 1-2 jam setelah pemberian.
Reaksi setempat ditandai adanya kemerahan, pembengkakan,
nyeri tekan pada durasi 2-4 cm di lokasi penyuntikan. Reaksi
alergi sistemik jarang terjadi, merupakan reaksi anapilaktik
yang merupakan keadaan emergensi.
d) Resistensi insulin, merupakan keadaan dimana pasien
membutuhkan insulin lebih dari 100 unit per hari. Keadaan ini
disebabkan antibodi yang menangkap molekul insulin tidak
aktif.
e. Pendidikan kesehatan
Menurut Tarwoto,. dkk (2012), Hal penting yang harus dilakukan pada
pasien dengan Diabetes Melitus adalah pendidikan kesehatan.
Beberapa hal penting yang perlu disampaikan pada pasien Diabetes
Melitus adalah :
1) Penyakit Diabetes Melitus yang meliputi pengertian, tanda dan
gejala, penyebab, patofisiologi, dan test diagnosis
2) Diet dan managemen diet pada pasien Diabetes Melitus
3) Aktivitas sehari-hari termasuk latihan dan olahraga
4) Pencegahan terhadap komplikasi Diabetes Melitus diantaranya
penatalaksanaan hipoglikemia, pencegahan terjadi ganggren pada
kaki dengan latihan senam kaki
5) Pemberian obat-obatan Diabetes Melitus dan cara injeksi insulin
6) Cara monitoring dan pengukuran glukosa darah secara mandiri
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Biasanya terdiri dari nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
pendidikan, agama, pekerjaaan, status perkawinan, alamat, tanggal
masuk RS, penanggungjawab dan diagnosa medis
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya yang dirasakan oleh pasien DM adalah poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan. Pasien yang
mengalami ketoasidosis terdapat mual, muntah, dan nyeri
abdomen. Pasien yang mengalami HHNK terdapat hipotensi,
dehidrasi berat (membran mukosa kering, turgor kulit jelek),
takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi (perubahan
sensori, kejang, hemiparise). Pasien yang mengalami hipoglikemia
terdapat badan gemetar, berkeringat, takikardia dan kecemasan
(Price & Wilson, 2012).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada pasien diabetes tipe I, mengalami poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, dan ketoasidosis, semuanya
terjadi akibat gangguan metabolik. Pasien dengan diabetes tipe II
juga dapat mengalami poliuria, polidipsia, polifagia tetapi
umumnya asimptomatik.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat obesitas, Diabetes Melitus, penyakit pankreas,
penyakit hormonal, konsumsi obat-obatan (aspirin, antibiotik,
antasida, anti depresan, agens anti neoplastik, digitalis, laksatif,
diuretik, natrium klorida, dan vitamin atau preparat nutrien lain)
yang dapat menurunkan sekresi insulin, malnutrisi (kekurangan
penyakit kronik) (Ambarwati, 2014).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya keadaan kesehatan keluarga dengan penyakit yang
berhubungan dengan diabetes melitus, riwayat keluarga dengan
Diabetes Melitus dan adanya riwayat obesitas.
5) Pola Aktivitas sehari-hari (ADL)
a) Pola Nutrisi
Riwayat keperawatan Diet
- Anggaran makan, makanan kesukaan, waktu makan
- Apakah ada diet yang dilakukan secara khusus ?
- Apakah penurunan dan peningkatan berat badan dan berapa
lama periode waktunya ?
- Adakah status fisik pasien yang dapat meningkatkan diet
seperti luka bakar dan demam ?
- Adakah toleransi makan dan minum tertentu ?
Faktor yang memengaruhi diet
- Status kesehatan
- Kultur dan kepercayaan
- Status sosial ekonomi
- Faktor psikologis
- Informasi yang salah tentang makanan dan cara berdiet
(Tarwoto dan Wartonah, 2011)
b) Pola eliminasi
Perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria), diare
c) Aktivitas / istirahat
Letih, lemah, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun
d) Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, perubahan
tekanan darah
e) Integritas ego
Stress dan ansietas
f) Nyeri
Abdomen tegang, nyeri
(Padila, 2012)
6) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Biasanya pasien datang dengan mengeluh lemah, pusing, nafsu
makan menurun, berat badan berkurang, mudah lelah, apatis,
lesu, obesitas atau kurus, tonus otot lemah, tidak mampu
bekerja
b) Tanda-Tanda Vital
Biasanya tekanan darah rendah atau tinggi dengan nadi lebih
dari 100 x/menit, suhu hipertermi atau hipotermi, pernafasan
cepat atau lambat
c) Pemeriksaan Antropometri
- Berat badan ideal : (TB – 100) ± 10%
- Lingkar pergelangan tangan
- Lingkar lengan atas (MAC) :
Nilai normal
Wanita : 28,5 cm
Pria : 28,3 cm
(Tarwoto dan Wartonah, 2011)
d) Pemeriksaan Head To Toe
- Kepala dan rambut
Biasanya bentuk kepala pasien normal, rambut tidak
rontok, kusam, kering, kemerahan, tipis, pecah-pecah atau
patah-patah
- Mata
Biasanya konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
eksoftalmus, tanda-tanda infeksi
- Hidung
Biasanya tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada
gangguan penciuman
- Telinga
Biasanya telinga simetris, tidak ada gangguan pendengaran
- Mulut
Biasanya mukosa bibir kering, pecah-pecah, bengkak, lesi,
stomatitis, membran mukosa pucat, adanya karies gigi,
perdarahan gusi
- Wajah
Biasanya keadaan wajah pasien tampak lelah, pucat
- Leher
Biasanya tidak ada pembesaran vena jugularis
- Thorax
Paru-paru :I : biasanya tidak ada retraksi dinding dada
P : Biasanya fremitus kiri dan kanan
P : Biasanya sonor
A: Suara nafas vesikuler
Jantung : I : Iktus kordis tidak terlihat di apeks
P : Iktus kordis tidak teraba
P : Pekak
A : Irama jantung reguler
- Abdomen :
I: biasanya tampak tidak membuncit
A : Biasanya bising usus terdengar
P : biasanya ada nyeri tekan, hepar tidak teraba
P : Timpani
- Genitalia
Warnanya sama dengan kulit, tidak adanya cairan abnormal
pada genitalia klien
- Ekstremitas
Atas : biasanya lemah dan tidak bertenaga, ada edema,
CRT < 2 detik
Bawah: biasanya lemah dan tidak bertenaga, ada edema,
CRT < 2 detik
e) Pemeriksaan diagnostik
1) Albumin (N : 4-5,5 mg/100 ml)
2) Transferin (N : 170-25 mg/100 ml)
3) Hb (N : 12 mg%)
4) BUN (N : 10-20 mg/ 100 ml)
5) Eksresi kreatinin untuk 24 jam (N laki-laki : 0,6-1,3 mg/
100 ml, N wanita : 0,5- 1,0 mg/100 ml)
6) Periksa gula darah sewaktu
7) Periksa gula darah puasa
8) Tes toleransi aktivitas
Tabel 2.2
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan
DM
Belum
pasti DM DM
Kadar glukosa darah
sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah
puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler
<100
<80
<110
<90
100-200
80-200
110-120
90-110
>200
<200
>126
>110
Sumber: Padila (2012)
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11.1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7.8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gram karbohidrat (2 jam kemudian post prandial
(pp) >200 mg/dl) (Padila, 2012)
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien diabetes melitus
menurut Herdman, T. Heather (2015), dalam buku North American
Nursing Diagnosis Assosiation (NANDA) Internasional (2015-2017),
sebagai berikut :
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi
3) Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sensasi
(diabetes melitus)
5) Ansietas berhubungan dengan perubahan besar (mis, status ekonomi,
lingkungan, status kesehatan, fungsi peran, status peran).
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau
mengurangi masalah-masalah pasien. Dalam menentukan tahap
perencanaan bagi perawat diperlukan berbagai pengetahuan dan
keterampilan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan
pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan praktek keperawatan, peran
dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah,
mengambil keputusan, menulis tujuan, serta memilih dan membuat strategi
keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis instruksi
keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerjasama dengan
tingkat kesehatan lain. Kegiatan perencanaan ini meliputi memprioritaskan
masalah, merumuskan tujuan, kriteria hasil serta tindakan (Hidayat, 2009).
Tabel 2.3
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan NOC
NIC
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Batasan
karakteristik :
1. Berat badan 20%
atau lebih
dibawah rentang
BB ideal
2. Bising usus hiperaktif
3. Ketidakmampuan
memakan
makanan
4. Nyeri abdomen
1. Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan
Status nutrisi :
asupan makanan
dan cairan normal
dengan kriteria
hasil :
a. Asupan
makanan
b. Asupan cairan
2. Tingkat
ketidaknyamanan
a. Nyeri
b. Cemas
1. Manajemen nutrisi
a. Tentukan status gizi
pasien dan
kemampuan pasien
untuk memenuhi
kebutuhan gizi
b. Ciptakan lingkungan
yang optimal pada
saat mengkonsumsi
makanan
c. Monitor kalori dan asupan makanan
d. Monitor
kecenderungan
terjadinya
penurunan dan
5. Kurang minat
pada makanan
6. Penurunan BB
dengan asupan
makan adekuat
c. Stress
d. Tidak dapat
beristirahat
e. Meringis
f. Ketegangan
wajah
g. Kehilangan
nafsu makan
h. Mual
kenaikan berat
badan
2. Manajemen cairan
a. Jaga intake/asupan
yang akurat dan
catat output pasien
b. Monitor status
hidrasi
c. Monitor tanda-tanda
vital pasien
d. Berikan terapi IV
e. Berikan cairan
dengan tepat
f. Tingkatkan asupan
oral
g. Distribusikan
asupan cairan
selama 24 jam
h. Dukung pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian makanan
dengan baik
3. Monitor cairan
a. Monitor berat badan
b. Monitor asupan dan
pengeluaran
c. monitor membrn
mukosa, turgor kulit,
dan respon haus
d. berikan cairan
dengan tepat
4. Monitor tanda-tanda
vital
a. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan status
pernapasan dengan
tepat
Kekurangan volume
cairan
Batasan
karakteristik :
1. Haus
1. Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan,
kebutuhan cairan
pasien seimbang
dengan kriteria
1. Manajemen cairan
a. Jaga intake/asupan
yang akurat dan
catat output (pasien)
b. Monitor status
hidrasi
2. Kelemahan
3. Membran mukosa
kering
4. Penurunan BB
tiba-tiba
5. Penurunan turgor
kulit
6. Penurunan
haluaran urine
hasil :
a. Keseimbangan
intake dan
output dalam 24
jam
b. Berat badan
stabil
c. Kelembaban
membran
mukosa
d. Kehausan
2. Hidrasi
a. Haus
b. Warna urin
keruh
3. Nafsu makan
a. Hasrat/keinginan
untuk makan
b. Intake nutrisi
c. Intake cairan
d. Rangsangan
utnuk makan
c. Monitor hasil
laboratorium yang
relevan dengan
retensi cairan
d. Monitor tanda-tanda
vital pasien
e. Monitor
makanan/cairan
yang dikonsumsi
dan hitung asupan
kalori harian
f. Berikan cairan
dengan tepat
g. Tingkatkan asupan
oral
h. Distribusikan
asupan cairan
selama 24 jam
2. Monitor cairan
a. Tentukan jumlah
dsn jenis
intake/asupan cairan
serta kebiasaan
eliminasi
b. Tentukan faktor-
faktor risiko yang
mungkin
menyebabkan
ketidakseimbangan
cairan
c. Tentukan apakah
pasien mengalami
kehausan atau gejala
perubahan cairan
d. Monitor berat badan
e. Monitor asupan dan
pengeluaran
f. Monitor membran
mukosa, turgor kulit,
dan respon haus
g. Monitor warna,
kuantitas dan berat jenis urin
h. Berikan cairan
dengan tepat
i. Batasi dan
alokasikan asupan
cairan
Risiko
ketidakstabilan
kadar glukosa
darah
Faktor risiko :
1. Asupan diet tidak
cukup
2. Gangguan status
kesehatan fisik
3. Kurang
kepatuhan pada
rencana
manajemen
diabetes
4. Manajemen
diabetes tidak
tepat
5. Pemantauan
glukosa darah
tidak adekuat
6. Penambahan
berat badan
berlebihan
7. Penururnan berat
badan berlebihan
8. Stress berlebihan
1. Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan kadar
glukosa darah
stabil dengan
kriteria hasil :
a. Glukosa darah
dalam rentang
normal
b. Urin glukosa
normal
2. Status nutrisi :
asupan makanan
dan cairan
a. Asupan
makanan
b. Asupan cairan
1. Manajemen
hiperglikemia
a. Monitor kadar
glukosa darah,
sesuai indikasi
b. Monitor tanda dan
gejala hiperglikemia
: poliuria, polidipsi,
polifagi, kelemahan,
letargi, malaise,
pandangan kabur,
atau sakit kepala
c. Berikan insulin
sesuai resep
d. Dorong asupan
cairan oral
e. Monitor status
cairan (termasuk
intake dan output),
sesuai kebutuhan
f. Berikan cairan IV,
sesuai kebutuhan
g. Identifikasi
kemungkinan
penyebab
hiperglikemia
h. Antisipasi situasi
dimana akan nada
kebutuhan
peningkatan insulin
(misalnya, penyakit
penyerta)
i. Instruksikan pasien
dan keluarga
mengenai
pencegahan,
pengenalan tanda-
tanda hiperglikemia
dan manajemen
hiperglikemia
j. Dorong pemantauan
sendiri kadar
glukosa darah
2. Manajemen
hipoglikemia
a. Identifikasi pasien
yang berisiko
mengalami
hipoglikemia
b. Kenali tanda dan
gejala hipoglikemia
c. Monitor kadar
glukosa darah sesuai
dengan indikasi
d. Monitor tanda dan
gejala hipoglikemia
e. Berikan glukosa
secara intravena,
sesuai indikasi
f. Kaji ulang kejadian
sebelum terjadinya
hipoglikemia untuk
mengetahui
penyebab
g. Instruksikan pasien
untuk selalu patuh
terhadap dietnya,
terapi insulinnya,
dan melakukan
olahraga
h. Dorong pasien untuk
selalu memonitor
kadar glukosa
darahnya
Sumber: Herdman, T. Heather (2015), Bulecheck, Gloria., dkk (2016), Moorhead,
Sue., dkk (2016)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan desain studi kasus.
Hasil yang didapatkan peneliti adalah melihat asuhan keperawatan gangguan
nutrisi pada pasien diabetes melitus tipe II di ruang penyakit dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP.Dr. M. Djamil Padang khususnya di ruang
Penyakit Dalam Wanita. Waktu penelitian mulai dari bulan November 2017
sampai dengan Juni 2018. Waktu studi kasus dilakukan selama 5 hari mulai
dari tanggal 16-20 maret 2018.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua pasien diabetes melitus tipe II yang
dirawat di ruang penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Pada 9
bulan terakhir (Januari-September 2017) jumlah pasien diabetes melitus
tipe II sebanyak 1500 orang. Populasi saat dilakukan penelitian terdapat 11
orang pasien dengan diabetes melitus tipe II.
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah pasien diabetes melitus di ruangan penyakit
dalam dengan jumlah sampel 2 orang. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini yaitu simple random sampling. Dari 11 orang populasi
didapatkan 6 orang yang memenuhi kriteria inklusi, dari 6 orang tersebut
memiliki peluang untuk menjadi sampel kemudian diambil 2 orang untuk
dijadikan sampel penelitian dengan cara undian. Setelah didapatkan 2
orang sampel, kemudian penelitian dimulai tanggal 16 Maret 2018.
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:
a. Kriteria Inklusi
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini antara lain :
1) Pasien bersedia menjadi responden
2) Pasien diabetes melitus tipe II yang mengalami gangguan nutrisi
3) Pasien yang kooperatif dan bisa berkomunikasi verbal dengan baik
b. Kriteria Eksklusi
Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini antara lain :
1) Pasien yang tidak bersedia menjadi responden
2) Pasien diabetes melitus yang tidak mengalami gangguan nutrisi
3) Pasien yang tidak kooperatif
4) Pasien pulang atau meninggal
D. Alat atau Instrumen Pengumpulan Data
Alat atau instrumen pengumpulan data berupa format tahapan proses
keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi dalam hal ini terlampir.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan, evaluasi keperawatan. Alat yang digunakan saat melakukan
pemeriksaan fisik berupa nursing kit yang terdiri dari tensimeter, termometer,
stetoskop, sentimeter, jam tangan dan lain-lain.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik,
observasi langsung dan studi dokumentasi.
E. Jenis-jenis Data
1. Data primer
Data yang dikumpulkan langsung dari pasien. Data primer yang di
dapatkan dengan wawancara dan anamnesa langsung terhadap pasien
meliputi identitas pasien : pada partisipan 1 Ny. N (53 th), agama islam,
pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Air Bangis, Pasaman Barat. Pada
partisipan 2 Ny. S (59 th), status kawin, agama islam, pendidikan terakhir
SMU, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Pauh Padang. Pada riwayat
kesehatan pasien : pada partisipan 1 saat dilakukan pengkajian pada hari
selasa tanggal 16 maret 2018 ditemukan keluhan pada pasien yaitu sesak
nafas, mual, nyeri di bagian perut, perut teraba keras, nafsu makan
menurun, jika makan perut terasa sakit, lemah dan penglihatan kabur, pada
partisipan 2 saat dilakukan pengkajian pada tanggal 17 maret 2018
ditemukan keluhan pada pasien yaitu terasa lemah dan letih, tidak nafsu
makan, berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pada pasien
ditemukan pada partisipan 1 yaitu tingkat kesadaran CMC, tinggi badan
158 cm, berat badan 60 kg, GCS 15 (E4M6V5), tekanan darah 150/90
mmHg, HR 84 x/i, RR 28 x/i, suhu 36.7 0C, Lila 31 cm (N : 28.5 cm),
Lingkar perut 106 cm, berat badan ideal (BBI) = 52.2 kg, Indeks Massa
Tubuh (IMT) = 24 kg/m2, dan pada partisipan 2 yaitu tingkat kesadaran
CMC, tinggi badan 150 cm, berat badan 35 kg, GCS 15 (E4M6V5),
tekanan darah 160/80 mmHg, HR 87 x/i, RR 21 x/i, suhu 36.5 0C, Lila 19
cm (N: 28.5), Lingkar perut 73 cm, berat badan ideal 45 kg, Indeks Massa
Tubuh (IMT) = 15.5 kg/m2
2. Data sekunder
Data yang diperoleh dari RSUP. Dr. M. Djamil Padang yang berhubungan
dengan penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari catatan medis pasien
dan data diagnostik penunjang seperti hasil laboratorium yaitu partisipan 1
dengan hasil gula darah sewaktu 102 mg/dl, kreatinin darah 6.4 mg/dl,
total protein 6.1 g/dl, albumin 1.9 g/dl, globulin 4.2 g/dl, hasil
pemeriksaan urin warna kuning kehijauan, kekeruhan positif, lekosit 70-
75/LPB, eritrosit 5-10/LPB. Pada partisipan 2 yang ditemukan adalah Hb
6.3 g/dl, leukosit 4240/mm3, trombosit 148.000/mm
3, hematokrit 21%,
gula darah sewaktu 136 mg/dl, ureum darah 80 mg/dl, kreatinin 6.6 mg/dl,
total protein 7.6 g/dl, globulin 3.4 g/dl. Hasil pemeriksaan USG ginjal
pada partisipan 1 yaitu ditemukan bentuk tidak normal, tepi irreguler, echo
dentitas meningkat, cortek dan medula tidak dapat dinilai, sistem pelviolik
tidak ada, batu kista tidak ada.
F. Langkah Pengumpulan Data
Langkah pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai
berikut :
1. Wawancara dan anamnesa
Peneliti melakukan wawancara kepada kedua partisipan melalui
pertanyaan yang diajukan secara langsung. Wawancara dilakukan secara
tatap muka. Wawancara yang dilakukan meliputi perkenalan diri,
menjelaskan tujuan, inform consent, pengkajian yaitu menanyakan
keluhan yang dirasakan pasien sehingga dibawa kerumah sakit, keluhan
yang dirasakan pada saat sekarang ini, riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan keluarga pasien, dan aktivitas sehari-hari pasien.
2. Observasi
Peneliti melakukan pengamatan secara langsung kepada kedua partisipan
untuk mencari perubahan atau perkembangan yang dialami kedua
partisipan, seperti mengobservasi diet yang diberikan habis/tidak,
memonitor keluhan yang dirasakan sudah mulai berkurang atau masih
dirasakan.
3. Pengukuran
Peneliti melakukan cek tekanan darah pada partisipan 1 ditemukan TD
150/90 mmHg, pada partisipan 2 yaitu 160/80 mmHg, pemeriksaan fisik
head to toe, mengukur LILA pada partisipan 1 yaitu 31 cm, pada
partisipan 2 yaitu 19 cm, mengukur lingkar perut pada partisipan 1 yaitu
106 cm, pada partisipan 2 yaitu 73 cm, dan mengukur IMT pada partisipan
1 yaitu 24 kg/m2, pada partisipan 2 yaitu 15.5 kg/m
2, berat badan ideal
pada partisipan 1 yaitu 52.2 kg, pada partisipan 2 yaitu 45 kg.
4. Dokumentasi
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dokumentasi dari rumah sakit
untuk menunjang penelitian yang dilakukan seperti data laboratorium,
pemeriksaan diagnostik, dan terapi pengobatan.
G. Rencana Analisis
Setelah semua data dikumpulkan dari hasil pengkajian, maka peneliti
melakukan analisis data dengan cara mengelompokkan data berdasarkan data
subjektif dan data objektif, serta membandingkan teori dengan penemuaan
pada pasien.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi Tempat
Penelitian ini dilakukan di ruang penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tanggal 16-20 Maret 2018.
B. Deskripsi Kasus
Hasil penelitian ini membahas tentang proses asuhan keperawatan pada Ny. N
umur 53 Tahun dengan DM tipe II + Cronic Kidney Disease (CKD)/gagal
ginjal kronik stage 5 sebagai partisipan 1 dan Ny. S umur 58 tahun dengan
DM tipe II + CKD stage 5 sebagai partisipan 2 yang dilakukan pada tanggal
16 Maret 2018 sampai tanggal 20 Maret 2018 di Ruang Penyakit Dalam
Wanita RSUP Dr. M Djamil Padang. Prinsip dari hasil penelitian ini dibuat
dengan memperhatikan teori dan proses keperawatan yang terdiri dari tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan,
implementasi keperawatan, serta evaluasi keperawatan. Deskripsi dari dua
kasus ini akan diuraikan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan wawancara langsung kepada pasien dan
keluarga dan melakukan pemeriksaan fisik kepada pasien dengan teknik
head to toe dan pemeriksaan khusus.
Tabel 4.1
Pengkajian Keperawatan
Asuhan Keperawatan Partisipan I Partisipan II
Pengkajian
Keperawatan
Identitas
pasien
Ny. N umur 52 tahun
dengan nomor MR
847625, masuk RSUP
Dr. M. Djamil Padang
pada tanggal 14 Maret
2018 pukul 20.17 WIB
dengan diagnosa medis Diabetes Melitus Tipe
II + CKD stage V.
Ny. S umur 58 tahun
dengan nomor MR
865121, masuk RSUP
Dr. M. Djamil Padang
pada tanggal 16 Maret
2018 pukul 09.14 WIB
dengan diagnosa medis Diabetes
Melitus Tipe II +
CKD stage V.
Riwayat
Kesehatan
Keluhan
utama
Ny. N dirujuk dari
RSUD Pasaman Barat
Ny. S datang ke IGD
RSUP Dr. M. Djamil
ke IGD RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada
tanggal 14 Maret 2018
pukul 20.17 WIB
dengan keluhan sesak
nafas meningkat sejak
2 hari sebelum masuk
rumah sakit, sesak
tidak dipengaruhi
aktifitas, cuaca dan
makanan, batuk sejak 1
minggu sebelum masuk
rumah sakit, batuk
tidak berdahak, buang
air kecil sedikit ±100
cc, nafsu makan
menurun
Padang pada tanggal
16 Maret 2018 pukul
09.14 WIB dengan
keluhan terasa lemah
dan letih meningkat
sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit,
buang air kecil sedikit.
Keluhan
saat dikaji
Saat dilakukan
pengkajian pada
tanggal 16 Maret 2018
sekitar pukul 14.00
WIB, Ny. N mengeluh
nyeri di bagian perut,
perut teraba keras,
nafsu makan menurun,
mual, jika makan perut
terasa sakit, lemah dan
penglihatan kabur.
Saat dilakukan
pengkajian pada
tanggal 17 Maret 2018
sekitar pukul 11.00
WIB, Ny. S mengeluh
terasa lemah dan letih,
tidak nafsu makan,
berat badan menurun.
Riwayat
Kesehatan
Dahulu
Ny. N memiliki riwayat
DM Tipe II sejak 5
tahun yang lalu tetapi
tidak pernah dikontrol,
riwayat amputasi digiti
1 pedis 3 tahun yang
lalu karena ulkus,
riwayat hipertensi
diketahui sejak 1 tahun
yang lalu
Ny. S memiliki
riwayat DM sejak 4
tahun yang lalu tetapi
tidak pernah kontrol,
riwayat hipertensi
sejak 3 tahun yang
lalu, dan diketahui
CKD stage 5 sejak 3
tahun yang lalu dan
mulai cuci darah sejak
3 tahun yang lalu
Riwayat
Kesehatan
Keluarga
Ayah kandung dari Ny.
N mempunyai riwayat
penyakit DM tipe II
yang sama dengan Ny.
N
Ayah kandung dari
Ny. S mempunyai
riwayat penyakit DM
tipe II yang sama
dengan Ny. S
Activity
Daily Live
(ADL)
Makan /
Minum
Selama sehat Ny. N
makan 3 kali sehari
dengan nasi, lauk pauk,
dan jarang
Selama sehat Ny. N
makan 3 kali sehari
dengan nasi, lauk
pauk, dan jarang
mengkonsumsi
sayuran. Minum selama
sehat ±1500 cc setiap
harinya.
Selama sakit nafsu
makan Ny. N menurun,
diet ML DD 1500 kkal
yang diberikan tidak
pernah habis, minum ±
300 cc setiap harinya
makan buah dan sayur.
Minum selama sehat
±1300 cc setiap
harinya.
Selama sakit nafsu
makan Ny. S
menurun, diet ML DD
1700 kkal yang
diberikan tidak pernah
habis, minum ±250 cc
setiap harinya.
Istirahat /
tidur
Selama sehat Ny. N
tidur siang ± 2 jam
sehari, tidur malam ±
7-8 jam sehari. Ny. N
mengatakan tidurnya
nyenyak.
Selama sakit Ny. N
tidur siang ± 1 jam
sehari, tidur malam ±
4-5 jam sehari. Ny. N
mengatakan tidurnya
tidak nyeyak dan sering
terbangun karena nyeri
di perut
Selama sehat Ny. S
tidur siang ± 1 jam
sehari, tidur malam 6-
7 jam sehari. Ny. S
mengatakan tidurnya
nyenyak.
Selama sakit Ny. S
tidur siang ± 1 jam
sehari, tidur malam ±
6-7 jam sehari. Ny. S
mengatakan tidurnya
nyenyak.
Eliminasi Selama sehat Ny. N
BAB ± 2 kali sehari
dengan konsistensi
lembek, Ny. N
mengatakan BAK ± 4-5
kali sehari. Ny. N
mengatakan bisa BAB
dan BAK ke wc
sendiri.
Selama sakit Ny. N
BAB ± 1 kali sehari
dengan konsistensi
lembek terkadang
keras, Ny. N terpasang
kateter, BAK ± 200 cc
setiap harinya.
Selama sehat Ny. S
BAB ± 1 kali sehari
dengan konsistensi
lembek, Ny. N
mengatakan BAK ± 4-
5 kali sehari. Ny. S
mengatakan bisa BAB
dan BAK ke wc
sendiri.
Selama sakit Ny. S
BAB ± 1 kali sehari
dengan konsistensi
lembek, BAK ± 200
cc setiap harinya.
Aktivitas Selama sehat Ny. N
bisa beraktivitas
sendiri, Ny. N
mengatakan jarang
berolahraga.
Selama sakit Ny. N
beraktivitas dibantu,
Selama sehat Ny. S
bisa beraktivitas
sendiri. Ny. S
mengatakan jarang
berolahraga.
Selama sakit Ny. S
bisa beraktivitas
Ny. N mengatakan
sejak kakinya ada ulkus
dan digiti 1 pedis
diamputasi. Ny. N
beraktivitas dibantu.
sendiri.
Pemeriksaan fisik Saat dilakukan
pemeriksaan fisik
didapatkan tingkat
ksadaran CMC, tinggi
badan 158 cm, berat
badan 60 kg, GCS 15
(E4M6V5), tekanan
darah 150/90 mmHg,
HR 84 x/i, RR 24 x/i,
suhu 36.7 0C, Lila 31
cm (N : 28.5 cm),
Lingkar perut 106 cm,
berat badan ideal (BBI)
: 52.2 kg, Indeks Massa
Tubuh (IMT) = 24
kg/m2
Saat dilakukan
pemeriksaan fisik
didapatkan tingkat
ksadaran CMC, tinggi
badan 150 cm, berat
badan 35 kg, GCS 15
(E4M6V5), tekanan
darah 160/80 mmHg,
HR 87 x/i, RR 21 x/i,
suhu 36.5 0C, Lila 19
cm (N: 28.5), Lingkar
perut 73 cm, berat
badan ideal (BBI) =
45 kg, Indeks Massa
Tubuh (IMT) = 15.5
kg/m2
Kepala dan wajah
tidak ada benjolan,
rambut kusam, wajah
tampak pucat.
Mata simetris kiri dan
kanan, konjungtiva
tidak anemis, sklera
tidak ikterik,
penglihatan baik, reflek
pupil baik.
Hidung simetris, tidak
ada pernapasan cuping
hidung, penciuman
baik bisa membedakan
bau.
Bibir simetris, mukosa
bibir kering dan pucat.
Telinga simetris kiri
dan kanan, tidak ada
serumen, pendengaran
baik.
Leher tidak ada pembengkakan kelenjer
getah bening.
Paru-paru :
I : simetris kiri dan
kanan
Kepala dan wajah
tidak ada benjolan,
rambut tidak rontok,
rambut kering, wajah
tampak pucat.
Mata simetris kiri dan
kanan, konjungtiva
anemis, sklera tidak
ikterik, penglihatan
baik, reflek pupil baik.
Hidung simetris, tidak
ada pernapasan cuping
hidung, penciuman
baik bisa membedakan
bau.
Bibir simetris,
mukosa bibir kering
dan pucat.
Telinga simetris kiri
dan kanan, tidak ada
serumen, pendengaran
baik. Leher tidak ada
pembengkakan
kelenjer getah bening.
Paru-paru :
I : simetris kiri dan
P : fremitus kiri dan
kanan
P : sonor
A : vesikuler, tidak
terdapat ronkhi dan
wheezing
Jantung :
I : iktus kordis tidak
terlihat
P : iktus teraba di RIC
5
P : batas jantung kanan
RIC II, batas jantung
kiri RIC V mid
klavikula
A : irama jantung
reguler
Abdomen :
I : tampak membuncit
A : bising usus 18
kali/menit
P : ada nyeri tekan,
hepar tidak teraba,
abdomen teraba keras
P : redup
Ekstremitas :
Atas : kulit teraba
kering, CRT < 2 detik,
turgor kembali cepat,
akral hangat, edema,
terpasang IVFD Eas
primer 7 tetes/menit di
tangan kanan.
Bawah : kulit teraba
kering, CRT < 2 detik,
akral hangat, edema.
Kekuatan otot :
444 444
333 333
kanan
P : fremitus kiri dan
kanan
P : sonor
A : vesikuler, tidak
ada ronkhi, tidak ada
wheezing
Jantung :
I : iktus kordis tidak
terlihat
P : iktus teraba di RIC
5
P : batas jantung
kanan RIC II, batas
jantung kiri RIC V
mid klavikula
A : irama jantung
reguler
Abdomen :
I : simetris
A : bising usus 14
kali/menit
P : tidak ada nyeri
tekan, hepar tidak
teraba,
P : timpani
Ekstremitas :
Atas : kulit teraba
kering, CRT > 2 detik,
turgor kembali sedikit
lambat, akral dingin,
edema, terpasang
IVFD Eas primer 7
tetes/menit di tangan
kanan.
Bawah : kulit teraba
kering, CRT > 2 detik,
akral dingin, edema.
Kekuatan otot :
555 555
555 555
Data penunjang Hasil pemeriksaan
hematologi tanggal 14
Maret 2018 didapatkan
hemoglobin 11.0 g/dl
(N: 12-16), leukosit
11.720/mm3 (N: 5.000-
10.000), trombosit
Hasil pemeriksaan
hematologi tanggal
14 Maret 2018
didapatkan
hemoglobin 6.3 g/dl
(N: 12-16), leukosit
4240/mm3 (N: 5000-
230.000/mm3
(N:150.000-400.000),
hematokrit 35% (N: 37-
43), MCV 77 fL (N:
82-92), MCH 24 pg (N:
27-31), MCHC 32%
(N: 32-36), PT 13.1
detik (N:9.9-13.1),
APTT 49.0 detik (N:
29.9-40.1).
Kesimpulan :
leukositosis, APTT
diatas nilai rujukan.
Hasil pemeriksaan
kimia klinik tanggal
14 Maret 2018 didapatkan gula darah
sewaktu 202 mg/dl (N:
<200), ureum darah
149 mg/dl (N: 10.0-
50.0), kreatinin darah
6.4 mg/dl (N: 0.6-1.2),
kalsium 7.8 mg/dl (N:
8.1-10.4), natrium 136
Mmol/L (N: 136-145),
kalium 5.9 Mmol/L (N:
3.5-5.1), klorida serum
111 Mmol/L (97-111),
total protein 6.1 g/dl
(N: 6.6-8.7), albumin
1.9 g/dl (N: 3.8-5.0),
globulin 4.2 g/dl (N:
1.3-2.7), AGD : pH
7.343, pCO2 29.4
mmHg, pO2 94.0
mmHg, HCO3- 16.1
mmol/L, BEb -7.7
mmol/L.
Kesimpulan : ureum
meningkat, kreatinin
meningkat, kalsium
total rendah, kalium
meningkat, total protein rendah, albumin
rendah, globulin
meningkat.
Hasil pemeriksaan
urin tanggal 14 Maret
10.000), trombosit
148.000/mm3
(150.000-400.000),
hematokrit 21% (N:
37-43), basofil 0% (N:
0-1.0), eosinofil 2%
(N: 1.0-3.0), N.
Batang 3% (N: 2.0-
6.0), N. Segmen 72%
(50-70), limfosit 15%
(N: 20-40), monosit
7% (N: 2.0-8.0), sel
patologis
metamielosit=1.
Kesimpulan : anemia
berat, leukopenia,
trombositopenia.
Hasil pemeriksaan
kimia klinik tanggal
17 Maret 2018
didapatkan gula darah
sewaktu 136 mg/dl (N:
<200), ureum darah 80
mg/dl (N: 10.0-50.0),
kreatinin 6.6 mg/dl (N:
0.6-1.2), kalsium 9.8
mg/dl (N: 8.1-10.4),
natrium 141 Mmol/L
(N: 136-145), kalium
4.8 Mmol/L (N: 3.5-
5.1), klorida serum
105 Mmol/L (N: 97-
111),total protein 7.6
g/dl (N: 6.6-8.7),
albumin 4.2 g/dl (N:
3.8-5.0), globulin 3.4
g/dl (1.3-2.7),
AGD : pH 7.45, pCO2
41 mmHg, pO2 61
mmHg, HCO3- 28.5
mmol/L, BEb 4.1
mmol/L.
Kesimpulan : ureum meningkat, kreatinin
meningkat, globulin
meningkat.
Hasil pemeriksaan
hematologi tanggal
2018 didapatkan warna
kuning kehijauan (N:
kuning-coklat),
kekeruhan positif (N:
negatif), BJ 1.020 (N:
1.003-1.030), pH 7.0
(N: 4.6-8.0), lekosit 70-
75/LPB (N: <5),
eritrosit 5-10/LPB (N:
negatif), silinder
negatif/LPK (N:
negatif), Kristal
negatif/LPK (N:
negatif), yeast negatif
(N: negatif), bakteri
positif (N: negatif),
protein positif tiga (N:
negatif), glukosa
negatif (N: negatif),
bilirubin negatif (N:
negatif), urobilinogen
positif (N: positif).
Kesimpulan :
leukosituria, hematuria,
proteinuria, bakteriuria.
Hasil pemeriksaan
urin pada tanggal 15
Maret 2018
didapatkanwarna
kuning (N: kuning-
coklat), kekeruhan
positif (N: negatif), BJ
1.025 (N: 1.003-1.030),
pH 6.5 (N: 4.6-8.0),
lekosit 150-200/LPB
(N: <5), eritrosit 18-
20/LPB (N: negatif),
silinder negatif/LPK
(N: negatif), Kristal
negatif/LPK (N:
negatif), epitel
gepung+/LPK (N:
positif), bakteri positif (N: negatif), protein
positif tiga (N: negatif),
glukosa negatif (N:
negatif), bilirubin
negatif (N: negatif),
17 Maret 2018 didapatkan
hemoglobin 6.4 g/dl
(N: 12-16), leukosit
3450/mm3 (N: 5.000-
10.000), trombosit
141.000/mm3
150.000-400.000),
hematokrit 22% (N:
37-43).
Kesimpulan : anemia
berat, leucopenia,
trombositopenia.
urobilinogen positif (N:
positif)
Kesimpulan :
leukosituria, hematuria,
bakteriuria, proteinuria
Hasil pemeriksaan
USG ginjal pada
tanggal 16 Maret 2018 ditemukan
bentuk/ukuran tidak
normal, tepi irregular,
echo dentitas
meningkat, cortek dan
medula tidak dapat
didifferensiasi,
piramida tidak dapat
dinilai, sistim
pelviokalik tidak ada,
batu, kista tidak ada.
Vesika urinaria, bentuk
normal, mukosa
regular, massa tidak
ada.
Kesimpulan : sonogram
pada kedua ginjal,
menunjukkan proses
akut pada penyakit
ginjal kronik.
Hasil pemeriksaan
kimia klinik pada
tanggal 15 maret 2018 didapatkan gula darah
puasa 93 mg/dl (N: 70-
125), gula darah 2 jam
PP 108 mg/dl (N:
<200), total kolesterol
245 mg/dl (N: <200),
HDL kolesterol 19
mg/dl (N: >66), LDL
kolesterol 186 mg/dl
(N: <150), trigliserida
202 mg/dl (N: <150),
asam urat 15.7 mg/dl (N: 2.4-5.7), HbA 1C
reagen habis (N: 4.8 s.d
6.839 %).
Kesimpulan :
dislipidemia, asam urat
meningkat.
Hasil pemeriksaan
hematologi tanggal 15
Maret 2018 didapatkan
LED 30 mm (N: 0-15).
Kesimpulan: LED
meningkat.
Hasil pemeriksaan
imunologi-serologi
tanggal 15 Maret 2018 didapatkan HBSAg non
reaktif (N: negatif), anti
HCV non reaktif (<1).
Kesimpulan : HBSAg
dan anti HCV non
reaktif.
Program pengobatan Ny. N mendapatkan
diet ML 1500 kkal,
IVFD easprimer
500cc/24 jam,
novarapid 3x6 unit,
asam folat 1x5 mg,
bicnat 3x500 mg,
amlodipin 1x5 mg,
candesartan 1x8 mg,
ciprofloxacin 2x200
mg (IV), kalitake 3x1
sach, alupuronil 1x100
mg, IVFD NaCl 0.9% 6
jam/kolf, komp. NaCl
0.9% 3x15 menit,
metilprednisolon 2x8
mg, ranitidine 2x 150
mg.
Ny. S mendapatkan
diet ML 1700 kkal,
IVFD easprimer
500cc/24 jam,
amlodipine 1x10 mg,
candesartan 1x16 mg,
asam folat 1x5 mg,
bicnat 3x500 mg, CPG
1x75 mg, lansoprazole
1x30 mg, sukralfat
3x2 cth, transfusi PRC
2 unit.
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian keperawatan didapatkan beberapa diagnosa
yang disesuaikan dengan keadaan masing-masing partisipan dan sesuai
dengan keluhan dan riwayat masing-masing partisipan.
Tabel 4.2
Diagnosa Keperawatan
Partisipan I Partisipan II
1. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan
mencerna makan
Data Subjektif yang
didapatkan yaitu pasien
mengatakan tidak nafsu
makan, diet hanya habis 3-4
sendok, pasien mengatakan
jika makan perut terasa
nyeri.
Data Objektif yang
didapatkan yaitu pasien
tampak tidak nafsu makan,
diet yang diberikan hanya
habis 3-4 sendok, mukosa
mulut tampak pucat, LILA
31 cm, lingkar perut 106
cm, IMT 24 kg/m2
2. Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan kegagalan
mekanisme regulasi
Data Subjektif yang
didapatkan yaitu Ny. S
mengatakan minumnya
dibatasi, minum hanya
±300 cc setiap harinya,
BAK sedikit ±200 cc setiap
harinya
Data Objektif yang
didapatkan yaitu pasien
tampak minumnya sedikit
±300 cc setiap harinya,
BAK sedikit ±200 cc setiap
harinya, mukosa bibir
kering
3. Risiko ketidakstabilan
kadar glukosa darah Data Subjektif : Ny. N
mengatakan tidak pernah
1. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna
makanan
Data Subjektif yang
didapatkan yaitu Ny. S
mengatakan tidak nafsu
makan, diet hanya habis ½
porsi, Ny. S mengatakan terasa
lemah dan letih
Data Objektif yang
didapatkan yaitu pasien
tampak tidak nafsu makan,
diet yang diberikan hanya
habis ½ porsi, mukosa mulut
tampak pucat, LILA 19 cm,
lingkar perut 73 cm, IMT 15.5
kg/m2
2. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan
kegagalan mekanisme
regulasi
Data Subjektif yang
didapatkan yaitu Ny. S
mengatakan minumnya
dibatasi, minum hanya ±300
cc setiap harinya, BAK
sedikit ±250 cc setiap harinya
Data Objektif yang
didapatkan yaitu pasien
tampak minumnya sedikit
±300 cc setiap harinya, BAK
sedikit ±250 cc setiap
harinya, mukosa bibir kering
3. Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
berhubungan dengan
kurang pengetahuan
tentang proses penyakit
Data Subjektif yang
kontrol kadar glukosa
darah, diet yang diberikan
tidak habis, nafsu makan
berkurang, berat badan
menurun
Data Objektif : pasien
tampak tidak terkontrol
cek gula darah, pasien
juga tampak sering
mengkonsumsi makanan
dari luar seerti kue bolu,
GDS 202 mg/dl, gula
darah puasa 93 mg/dl, gula
darah 2 jam PP 108 mg/dl.
didapatkan yaitu Ny. S
mengatakan badannya terasa
lemah dan letih
Data Objektif yang
didapatkan yaitu pasien
tampak pucat, CRT > 2 detik,
akral dingin, edema di kaki
dan tangan, turgor kulit
kembali sedikit lambat, kulit
kering, suhu 36.50C, Hb 6.4
g/dl, leukosit 3.450/mm3,
trombosit 141.000/mm3,
hematokrit 22%.
3. Intervensi Keperawatan
Setelah dirumuskan diagnosa keperawatan selanjutnya disusun rencana
tindakan keperawatan sesuai dengan kondisi pasien.
Tabel 4.3
Intervensi Keperawatan
Partisipan I Partisipan II
1. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
NOC :
Status nutrisi : asupan
makanan dan cairan a. Asupan makanan
secara oral
b. Asupan cairan secara
oral
c. Asupan cairan
intravena
NIC :
Manajemen nutrisi
a. Identifikasi adanya
alergi atau intoleransi
makanan yang dimiliki pasien
b. Tentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
1. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
NOC :
Status nutrisi : asupan
makanan dan cairan
a. Asupan makanan secara
oral
b. Asupan cairan secara oral
c. Asupan cairan intravena
NIC :
Manajemen nutrisi
a. Identifikasi adanya alergi
atau intoleransi makanan
yang dimiliki pasien
b. Tentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
gizi
c. Ciptakan lingkungan yang
optimal pada saat
gizi
c. Ciptakan lingkungan
yang optimal pada saat
mengkonsumsi makan
d. Bantu pasien
membuka kemasan
makanan, memotong
makanan dan makan,
jika diperlukan
e. Anjurkan pasien
terkait dengan
kebutuhan diet untuk
kondisi sakit (yaitu:
untuk pasien dengan
penyakit ginjal,
pembatasan natrium,
kalium, protein, dan
cairan)
f. Monitor kalori dan
asupan makanan
g. Monitor
kecenderungan
terjadinya penurunan
dan kenaikan berat
badan
Monitor nutrisi
a. Timbang berat badan
pasien
b. Lakukan pengukuran
antropometrikpada
komposisi tubuh
c. Identifikasi perubahan
berat badan terakhir
d. Monitor turgor kulit
dan mobilitas
e. Identifikasi
abnormalitas kulit
f. Monitor adanya mual
muntah
g. Monitor diet dan
asupan kalori
h. Identifikasi perubahan nafsu makan dan
aktifitas akhir-akhir ini
i. Monitor adanya
(warna) pucat,
kemerahan dan
mengkonsumsi makan
d. Bantu pasien membuka
kemasan makanan,
memotong makanan dan
makan, jika diperlukan
e. Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan diet
untuk kondisi sakit (yaitu:
untuk pasien dengan
penyakit ginjal,
pembatasan natrium,
kalium, protein, dan
cairan)
f. Monitor kalori dan asupan
makanan
g. Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan dan
kenaikan berat badan
Monitor nutrisi
a. Timbang berat badan
pasien
b. Lakukan pengukuran
antropometrik pada
komposisi tubuh
c. Identifikasi perubahan
berat badan terakhir
d. Monitor turgor kulit dan
mobilitas
e. Identifikasi abnormalitas
kulit
f. Monitor adanya mual
muntah
g. Monitor diet dan asupan
kalori
h. Identifikasi perubahan
nafsu makan dan aktifitas
akhir-akhir ini
i. Monitor adanya (warna)
pucat, kemerahan dan
jaringan konjungtiva yang
kering
jaringan konjungtiva
yang kering
2. Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan kegagalan
mekanisme regulasi
NOC :
Keseimbangan cairan
a. Keseimbangan intake
dan output dalam 24
jam
b. Berat badan stabil
c. Turgor kulit baik
d. Kelembaban membran
mukosa
e. Asites
f. Kehausan
g. Kram otot
h. Pusing
NIC :
Manajemen cairan
a. Timbang berat badan
setiap hari dan monitor
status pasien
b. Jaga intake/ asupan
yang akurat dan catat
output pasien
c. Monitor status hidrasi
d. Monitot tanda-tanda
vital
e. Berikan cairan dengan
tepat
f. Tingkatkan asupan oral
g. Distribusi asupan
cairan selama 24 jam
h. Dukung pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian makan
dengan baik
Monitor cairan a. Tentukan jumlah dan
jenis intake/asupan
2. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan
kegagalan mekanisme
regulasi
NOC :
Keseimbangan cairan
a. Keseimbangan intake dan
output dalam 24 jam
b. Berat badan stabil
c. Turgor kulit baik
d. Kelembaban membran
mukosa
e. Asites
f. Kehausan
g. Kram otot
h. Pusing
NIC :
Manajemen cairan
a. Timbang berat badan
setiap hari dan monitor
status pasien
b. Jaga intake/ asupan yang
akurat dan catat output
pasien
c. Monitor status hidrasi
d. Monitor tanda-tanda vital
e. Berikan cairan dengan
tepat
f. Tingkatkan asupan oral
g. Distribusi asupan cairan
selama 24 jam
h. Dukung pasien dan
keluarga untuk membantu
dalam pemberian makan
dengan baik
Monitor cairan
a. Tentukan jumlah dan
jenis intake/asupan cairan
serta kebiasaan eliminasi
cairan serta kebiasaan
eliminasi
b. Tentukan faktor-faktor
risiko yang mungkin
menyebabkan
ketidakseimbangan
cairan
c. Tentukan apakah
pasien mengalami
kehausan atau gejala
perubahan cairan
d. Monitor berat badan
e. Monitor asupan dan
pengeluaran
f. Monitor membran
mukosa, turgor kulit,
dan respon haus
g. Monitor warna,
kuantitas dan berat
jenis urin
h. Monitor tanda dan
gejala asites
i. Batasi dan alokasikan
asupan cairan
b. Tentukan faktor-faktor
risiko yang mungkin
menyebabkan
ketidakseimbangan
cairan
c. Tentukan apakah pasien
mengalami kehausan atau
gejala perubahan cairan
d. Monitor berat badan
e. Monitor asupan dan
pengeluaran
f. Monitor membran
mukosa, turgor kulit, dan
respon haus
g. Monitor warna, kuantitas
dan berat jenis urin
h. Monitor tanda dan gejala
asites
i. Batasi dan alokasikan
asupan cairan
3. Risiko ketidakstabilan
kadar glukosa darah
NOC :
Kadar glukosa darah
a. Glukosa darah dalam
rentang normal
b. Urin glukosa normal
Status nutrisi : asupan
makanan dan cairan a. Asupan makanan
b. Asupan cairan
NIC :
Manajemen
hiperglikemia
a. Monitor kadar glukosa
darah, sesuai indikasi
b. Monitor tanda dan gejala
hiperglikemia : poliuria,
polidipsi, polifagi,
kelemahan, letargi,
malaise, pandangan
3. Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
NOC :
Perfusi jaringan : perifer
a. Pengisian kapiler jari
b. Suhu kulit ujung kaki dan
tangan
c. Tekanan darah sistolik
d. Tekanan darah diastolik
e. Edema perifer
f. Muka pucat
g. Kelemahan otot
h. Kram otot
i. Parestesia
NIC :
Manajemen sensasi perifer a. monitor sensasi tumpul
atau tajam dan panas dan
dingin yang dirasakan
pasien
b. monitor adanya parastesia
dengan tepat (misalnya,
kabur, atau sakit kepala
c. Berikan insulin sesuai
resep
d. Dorong asupan cairan oral
e. Monitor status cairan
(termasuk intake dan
output), sesuai kebutuhan
f. Berikan cairan IV, sesuai
kebutuhan
g. Identifikasi kemungkinan
penyebab hiperglikemia
h. Antisipasi situasi dimana
akan nada kebutuhan
peningkatan insulin
(misalnya, penyakit
penyerta)
i. Instruksikan pasien dan
keluarga mengenai
pencegahan, pengenalan
tanda-tanda hiperglikemia
dan manajemen
hiperglikemia
j. Dorong pemantauan
sendiri kadar glukosa
darah
Manajemen hipoglikemia a. Identifikasi pasien
yang berisiko
mengalami
hipoglikemia
b. Kenali tanda dan gejala
hipoglikemia
c. Monitor kadar glukosa
darah sesuai dengan
indikasi
d. Monitor tanda dan
gejala hipoglikemia
e. Kaji ulang kejadian
sebelum terjadinya
hipoglikemia untuk
mengetahui penyebab
f. Instruksikan pasien untuk selalu patuh
terhadap dietnya, terapi
insulinnya, dan
melakukan olahraga
g. Dorong pasien untuk
mati rasa, tingling,
hipertesia, hipotesia, dan
tingkat nyeri)
c. lindungi tubuh terhadap
perubahan suhu yang
ekstrim
d. monitor kemampuan untuk
BAB dan BAK
Pengecekan kulit
a. periksa kulit dan selaput
lender terkait dengan
adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim,
edema, atau drainase
b. amati warna, kehangatan,
bengkak, pulsasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada
ekstremitas
c. monitor warna dan suhu
kulit
d. monitor kulit untuk adanya
ruam dan lecet
e. monitor kulit untuk adanya
kekeringan yang
berlebihan dan
kelembaban
f. dokumentasikan
perubahan membran
mukosa
selalu memonitor kadar
glukosa darahnya
4. Implementasi Keperawatan
Setelah disusun rencana tindakan keperawatan selanjutnya melakukan
implementasi keperawatan. Implementasi Keperawatan dilakukan selama
5 hari dan disesuaikan dengan kondisi pasien saat ini.
Tabel 4.4
Implementasi Keperawatan
Partisipan I Partisipan II
a. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan
mencerna makanan Tindakan yang dilakukan
yaitu :
a. Mengidentifikasi adanya
alergi yang dimiliki
pasien
b. Berkolaborasi dengan
ahli gizi jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan : diet ML DD
1500 kkal
c. Memonitor apakah diet
yang didapatkan
habis/tidak oleh pasien
d. Membantu pasien makan
e. Melakukan pengukuran
antropometrik pada
komposisi tubuh
f. Mengidentifikasi
perubahan berat badan
terakhir
g. Memonitor turgor kulit
j. Memonitor adanya mual
muntah
k. Mengidentifikasi
perubahan nafsu makan
l. Memonitor adanya
(warna) pucat,
kemerahan dan jaringan
konjungtiva yang kering
i. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna
makanan
Tindakan yang dilakukan
yaitu :
a. Mengidentifikasi adanya
alergi atau intoleransi
makanan yang dimiliki
pasien
b. Berkolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi
persyaratan gizi : diet ML
DD 1700 kkal
c. Menciptakan lingkungan
yang optimal pada saat
mengkonsumsi makan
d. Membantu pasien makan
e. Memonitor kalori dan
asupan makanan
f. Memonitor
kecenderungan terjadinya
penurunan berat badan
g. Memonitor diet yang
didapatkan pasien habis
atau tidak
h. Melakukan pengukuran
antropometrik pada
komposisi tubuh
b. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan
kegagalan mekanisme
regulasi
Tindakan yang dilakukan
yaitu :
a. Memonitor intake/asupan
yang akurat dan catat
output pasien
b. Memonitor tanda-tanda
vital
c. Memberikan cairan
dengan tepat
d. Mendukung pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian makan
dengan baik
e. Menentukan faktor-
faktor risiko yang
mungkin menyebabkan
ketidakseimbangan
cairan
f. Menentukan apakah
pasien mengalami
kehausan atau gejala
perubahan cairan
g. Memonitor asupan dan
pengeluaran
h. Memonitor membran
mukosa, turgor kulit, dan
respon haus
i. Memonitor warna,
kuantitas dan berat jenis
urin
8. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan
kegagalan mekanisme
regulasi
Tindakan yang dilakukan
yaitu :
a. Jaga intake/ asupan yang
akurat dan catat output
pasien
b. Monitor status hidrasi
c. Monitor tanda-tanda vital
d. Berikan cairan dengan
tepat
e. Dukung pasien dan
keluarga untuk membantu
dalam pemberian makan
dengan baik
f. Tentukan apakah pasien
mengalami kehausan atau
gejala perubahan cairan
g. Monitor asupan dan
pengeluaran
h. Monitor membran
mukosa, turgor kulit, dan
respon haus
j. Monitor warna, kuantitas
dan berat jenis urin
k. Monitor tanda dan gejala
asites
9. Risiko ketidakstabilan
kadar glukosa darah
Tindakan yang dilakukan
yaitu :
a. Memonitor kadar
glukosa darah
b. Memonitor tanda dan
gejala hiperglikemia :
poliuria, polidipsi,
polifagi, kelemahan,
letargi, malaise,
c. Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Tindakan yang dilakukan
yaitu :
a. Memonitor sensasi panas
dan dingin yang
dirasakan pasien
b. Memonitor adanya
parastesia dengan tepat
(misalnya, mati rasa,
tingling, hipertesia,
hipotesia, dan tingkat
pandangan kabur, atau
sakit kepala
c. Memberikan insulin
sesuai resep
d. Mengantisipasi situasi
dimana akan ada
kebutuhan peningkatan
insulin (misalnya,
penyakit penyerta)
Menginstruksikan pasien
dan keluarga mengenai
pencegahan, pengenalan
tanda-tanda hiperglikemi
dan manajemen
hiperglikemia
nyeri)
c. Melindungi tubuh
terhadap perubahan suhu
yang ekstrim
d. Memonitor kemampuan
untuk BAB dan BAK
e. Memeriksa kulit terkait
dengan adanya
kemerahan, kehangatan
ekstrim, edema, atau
drainase
f. Mengamati warna,
kehangatan, bengkak,
edema pada ekstremitas
g. Memonitor warna dan
suhu kulit
h. Memonitor kulit untuk
adanya ruam dan lecet
i. Memonitor kulit untuk
adanya kekeringan yang
berlebihan dan
kelembaban
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan selama asuhan keperawatan sesuai dengan rencana
tindakan dan kriteria hasil dalam Nursing Outcome Classification (NOC).
Tabel 4.5
Evaluasi Keperawatan
Partisipan I Partisipan II
1. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan
implementasi selama 5
hari masalah nutrisi belum
terpenuhi ditandai dengan
pasien mengatakan
dietnya hanya habis ½
porsi makanan, TB 158
cm, BB 60 kg, LILA 31 cm, lingkar perut 106 cm,
BBI 52.2 kg, IMT 24
kg/m2, diet pasien tampak
tidak habis, membran
i. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan
implementasi selama 4 hari
masalah
ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh belum terpenuhi
ditandai dengan pasien
mengatakan dietnya hanya habis ½ porsi makanan, TB
158 cm, BB 60 kg, LILA
19 cm, lingkar perut 73 cm,
BBI 45 kg, IMT 15.5
mukosa bibir pucat dan
kering, pasien tampak
lemah, konjungtiva tidak
anemis, Hb 11.0 g/dl (N:
12-16), leukosit
11.720/mm3 (N: 5.000-
10.000), trombosit
230.000/mm3 (N:
150.000-400.000),
hematokrit 35% (N: 37-
43), total protein 6.1 g/dl
(N: 6.6-8.7), albumin 1.9
g/dl (N: 3.8-5.0).
Masalah keperawatan
gangguan nutrisi belum
terpenuhi, pasien pulang
paksa pada hari ke 5,
maka dilakukan rencana
tindak lanjut dengan
menjelaskan diet diabetes
sehari-hari mengikuti
pedoman 3J yaitu :
a. J I : jumlah kalori
yang diberikan harus
habis, jangan
dikurangi atau
ditambahkan
b. J II : jadwal diet
harus yang harus
diikuti
c. J III : jenis makanan
yang manis harus
dihindari
kg/m2, diet pasien tampak
tidak habis, membran
mukosa bibir pucat dan
kering, pasien tampak
lemah, konjungtiva anemis,
Hb 6.4 g/dl (N: 12-16),
leukosit 3.450/mm3 (N:
5.000-10.000), trombosit
141.000/mm3 (N: 150.000-
400.000), hematokrit 22%
(N: 37-43), total protein 7.6
g/dl (N: 6.6-8.7), albumin
4.2 g/dl (N: 3.8-5.0).
Masalah keperawatan
gangguan nutrisi belum
terpenuhi, pasien pulang
paksa pada hari ke 4, maka
dilakukan rencana tindak
lanjut dengan menjelaskan
diet diabetes sehari-hari
mengikuti pedoman 3J
yaitu :
a. J I : jumlah kalori
yang diberikan harus
habis, jangan
dikurangi atau
ditambahkan
b. J II : jadwal diet harus
diikuti
c. J III : jenis makanan
yang manis harus
dihindari
ii. Kekurangan volume
cairan
Setelah dilakukan
implementasi selama 5
hari masalah kekurangan
volume cairan belum
terpenuhi ditandai dengan
pasien mengatakan
minumnya dibatasi,
minum hanya ±250 cc
setiap harinya, BAK
sedikit ±250 cc setiap
harinya, pasien tampak
lemah, lesu dan letih,
pasien tampak minumnya
2. Kekurangan volume
cairan
Setelah dilakukan
implementasi selama 4 hari
masalah kekurangan
volume cairan m terpenuhi
ditandai dengan pasien
mengatakan minumnya
dibatasi, minum hanya
±300 cc setiap harinya,
BAK sedikit ±250 cc setiap
harinya, pasien tampak
lemah, lesu dan letih,
pasien tampak minumnya
sedikit ±350 cc setiap
sedikit ±250 cc setiap
harinya, BAK sedikit
±250 cc setiap harinya,
BAK warna kuning
kecoklatan.
Masalah kekurangan
volume cairan belum
teratasi, intervensi
dihentikan karena pasien
pulang paksa
harinya, BAK sedikit ±250
cc setiap harinya, BAK
warna kuning kecoklatan.
Masalah kekurangan
volume cairan belum
teratasi, intervensi
dihentikan karena pasien
pulang paksa
3. Risiko ketidakstabilan
kadar glukosa darah
Setelah dilakukan
imlementasi selama 5 hari
masalah risiko
ketidakstabilan kadar
glukosa darah belum
teratasi yang ditandai
dengan pasien
mengatakan tidak nafsu
makan dan minum sedikit,
minum dibatasi, BAK
sedikit, badan terasa
lemah, pandangan kabur,
sakit kepala, pasien
tampak lemah dan tidak
bersemangat, pasien
tampak sering memegangi
kepalanya.
Masalah keperawatan
belum teratasi, pasien
pulang paksa pada hari ke
5
3. Ketidakefektiktifan perfusi
jaringan perifer
Setelah dilakukan
implementasi selama 4 hari
masalah ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer
belum teratasi yang ditandai
dengan pasien mengatakan
badan masih terasa lemah
dan letih, pasien tampak
lelah, letih, lesu, pasien
tampak kurang
berkonsentrasi, diet pasien
tidak dihabiskan, kurang
bertenaga, akral dingin,
konjungtiva anemis, Hb 6.4
g/dl (N: 12-16), leukosit
3.450/mm3 (N: 5.000-
10.000), trombosit
141.000/mm3 (N: 150.000-
400.000), Ht 22% (N: 37-
43), total protein 7.6 g/dl
(N: 6.6-8.7), albumin 4.2
g/dl (N: 3.8-5.0).
Masalah keperawatan belum
teratasi, pasien pulang paksa
pada hari ke 4
C. Pembahasan Kasus
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan yang dilakukan meliputi dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan dan evaluasi keperawatan akan diuraikan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian terkait masalah gangguan nutrisi ditemukan
data bahwa kedua partisipan mempunyai perbedaan umur, partisipan 1
berusia 53 tahun sedangkan partisipan 2 berumur 58 tahun. Menurut
Tandra (2017), diabetes melitus tipe II biasanya terjadi pada usia di atas 40
tahun. Penyebab yang melatarbelakangi penyakit pada partisipan 1 dan
partisipan 2 menunjukkan adanya kesesuaian antara fakta dengan teori
yang ada. Berdasarkan analisa peneliti, risiko diabetes melitus semakin
meningkat dengan bertambahnya usia, terutama usia diatas 40 tahun.
Hasil pengkajian keluhan utama dan keluhan saat dikaji pada partisipan 1
terjadi mual, nyeri di bagian perut, perut teraba keras, nafsu makan
menurun, jika makan perut terasa sakit, lemah dan penglihatan kabur,
sedangkan keluhan utama pada partisipan 2 terjadi terasa lemah dan letih,
tidak nafsu makan, berat badan menurun dan sering haus. Teori Menurut
Hasdianah (2012), gejala yang ditunjukkan oleh penderita diabetes melitus
biasanya terjadi polipagia, polidipsia, poliuria, nafsu makan berkurang,
berat badan menurun, mudah lelah, mual, kesemutan, rasa tebal dikulit,
capai dan mata kabur. Menurut penelitian Insiyah (2016), tanda dan gejala
diabetes melitus yang ditunjukkan oleh respondennya yaitu poliuria,
polidipsia, polifagia, cepat lelah, tubuh terasa lemas, kesemutan,
pandangan kabur, dan penurunan berat badan. Gejala yang dirasakan oleh
kedua partisipan tersebut menunjukkan tidak ada kesenjangan antara fakta
dan teori dengan kedua partisipan. Berdasarkan analisa peneliti, penderita
diabetes melitus akan merasakan tanda dan gejala seperti poliuria,
polidipsi, polifagia, cepat lelah, lemah, pandangan kabur, penurunan berat
badan dan jika dibiarkan akan membuat kondisi ini lebih parah atau akan
menyebabkan timbulnya komplikasi.
Hasil pengkajian riwayat kesehatan didapatkan pada kedua partisipan,
didapatkan partisipan 1 memiliki riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu,
kontrol tidak teratur, kurang aktivitas fisik, dan memiliki pola hidup yang
kurang sehat karena partisipan jarang mengkonsumsi buah dan sayur dan
partisipan mempunyai berat badan 60 kg dengan tinggi 158 cm, partisipan
1 mendapatkan penyakit DM karena ada riwayat keturunan dari keluarga
yaitu ayah kandung dari partisipan itu sendiri, sedangkan pada partisipan 2
memiliki riwayat penyakit DM sejak 4 tahun yang lalu, kontrol tidak
teratur, kurang aktivitas fisik seperti jarang berolahraga, pasien juga
mempunyai pola hidup yang kurang sehat, karena partisipan jarang
mengonsumsi buah dan sayur, partisipan 2 mendapatkan penyakit DM
karena ada riwayat keturunan dari keluarga yaitu ayah kandung dari
partisipan 2. Menurut Hasdianah (2012), faktor penyebab diabetes
diantaranya yaitu pola makan, obesitas (kegemukan), faktor genetis
(keturunan), dan pola hidup. Menurut penelitian Rondonuwu, dkk (2016),
terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku olahraga terhadap
pengendalian kadar gula darah secara statistik dimana aktivitas sedang
yang teratur dapat menormalkan kadar gula darah. Berdasarkan teori
Wirato (2013) dalam penelitian Rondonuwu (2016), bahwa melakukan
olahraga yang baik dan teratur dapat menurunkan kadar gula dan begitu
sebaliknya perilaku olahraga yang buruk dan tidak teratur menyebabkan
kadar gula darah tidak terkontrol. Menurut penelitian Baequny (2015),
faktor-faktor yang mempengaruhi kadar gula darah yaitu kelainan genetik,
usia, gaya hidup, pola makan, dan pengetahuan. Pada penelitiannya
peningkatan kadar gula darah yang terjadi pada penderita DM tipe II lebih
banyak disebabkan karena pola makan yang kurang baik, kondisi tubuh
yang kelebihan berat badan/obesitas, usia dan kurangnya pengetahuan
responden dalam mengelola kadar gula darahnya. Riwayat kesehatan dari
kedua partisipan tidak ada kesenjangan antara fakta dan teori dengan
kedua partisipan. Berdasarkan analisa peneliti, obesitas, pola makan, hidup
serta kurangnya olahraga dapat menyebabkan diabetes melitus.
Hasil pengkajian saat melakukan pemeriksaan fisik ditemukan pada
partisipan 1 yaitu tekanan darah 150/90 mmHg, Lila 31 cm (N : 28.5 cm),
Lingkar perut 106 cm, berat badan ideal (BBI) 52.2 kg, Indeks Massa
Tubuh (IMT) = 24 kg/m2. Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada
partisipan II yaitu tekanan darah 160/80 mmHg, Lila 19 cm (N: 28.5),
Lingkar perut 73 cm, berat badan ideal = 45 kg, Indeks Massa Tubuh
(IMT) =15.5 kg/m2. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), rumus berat
badan ideal =(TB-100) ± 10%, LILA normal 28.5 cm untuk wanita, rumus
IMT =TB(kg)/BB(m2), menurut Tarwoto (2012), IMT normal adalah 18.5-
22.9. Berdasarkan analisa peneliti, pada pemeriksaan fisik didapatkan data
yang menunjukkan tanda dan gejala pasien diabetes melitus dengan
gangguan nutrisi, seperti ukuran LILA dibawah normal, nilai IMT yang
tidak normal. Tanda dan gejala tersebut tidak ada kesenjangan antara teori
dan fakta dengan kedua partisipan.
2. Diagnosa Keperawatan
Sesuai dengan hasil pengkajian, peneliti menemukan 3 diagnosa yang
muncul pada kedua partisipan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada
partisipan 1 adalah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan,
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi, Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.
Diagnosa yang muncul pada partisipan 2 adalah Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan, Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi, Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
proses penyakit.
Pada diagnosa pertama pada kedua partisipan yaitu ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Diagnosa ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh peneliti tegakkan karena ditemukan data
subjektif pada partisipan 1 yaitu partisipan mengatakan tidak nafsu makan,
diet hanya habis 3-4 sendok, pasien mengatakan jika makan perut terasa
nyeri dan pada partisipan 2 yaitu partisipan mengatakan tidak nafsu
makan, diet hanya habis ½ porsi, partisipan mengatakan terasa lemah dan
letih dan data objektif yang ditemukan yaitu pada partisipan 1 yaitu
partisipan tampak tidak nafsu makan, diet yang diberikan hanya habis 3-4
sendok, mukosa mulut tampak pucat, GDS 202 mg/dl, GD puasa 93 mg/dl,
GD 2 jam PP 108 mg/dl dan pada partisipan 2 yaitu partisipan tampak
tidak nafsu makan, diet yang diberikan hanya habis ½ porsi, mukosa mulut
tampak pucat. Diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh belum dapat teratasi dengan belum tercapainya outcome pada NOC
(2016) yaitu asupan makanan secara oral, asupan cairan secara oral,
asupan cairan intravena. Diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh muncul karena terjadinya peningkatan gula darah
sehingga terjadi peningkatan glukoneogenesis (proses sintesis atau
pembentukan glukosa dari sumber bukan karbohidrat) yang menyebabkan
produksi lemak subkutan menurun sehingga terjadi penurunan berat badan
dan menurunnya motilitas lambung akibat saraf otonom yang
menyebabkan keterlambatan pengosongan lambung sehingga bisa
menyebabkan terjadinya mual, anoreksia sehingga menyebabkan kurang
asupan makanan yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh (Nugroho, 2011). Berdasarkan analisa
peneliti, ketidakseimbangan nutrisi terjadi pada kedua partisipan karena
adanya keluhan tidak nafsu makan, mual, serta adanya penurunan berat
badan.
Pada diagnosa kedua pada kedua partisipan yaitu Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi. Diagnosa
Kekurangan volume cairan peneliti tegakkan karena ditemukan data
subjektif pada partisipan 1 yaitu partisipan mengatakan minumnya
dibatasi, minum hanya ±250 cc setiap harinya, BAK sedikit ±250 cc setiap
harinya dan data objektif yang ditemukan pada partisipan 1 yaitu
partisipan tampak minumnya sedikit ±250 cc setiap harinya, BAK sedikit
±250 cc setiap harinya, mukosa bibir kering, pada partisipan 2 ditemukan
data subjektif yaitu partisipan mengatakan minumnya dibatasi, minum
hanya ±300 cc setiap harinya, BAK sedikit ±250 cc setiap harinya dan data
objektif yang ditemukan pada partisipan 2 yaitu partisipan tampak
minumnya sedikit ±300 cc setiap harinya, BAK sedikit ±250 cc setiap
harinya, mukosa bibir kering. Diagnosa belum dapat teratasi dengan belum
tercapainya outcome pada NOC (2016) yaitu keseimbangan intake dan
output dalam 24 jam, berat badan stabil, turgor kulit baik, kelembaban
membran mukosa, kehausan. Kekurangan volume cairan muncul karena
terjadi penurunan penggunaan glukosa karena tidak adekuatnya insulin
sehingga hati tidak dapat menyimpan glukosa menjadi glikogen. Untuk
menormalkan gula darah kembali maka tubuh mengeluarkan glukosa
melalui ginjal, sehingga banyak glukosa berada dalam urin, disisi lain
pengeluaran glukosa melalui urin menyebabkan diuretik osmotik dan
meningkatnya jumlah air yang dikeluarkan, hal ini beresiko terjadinya
kekurangan volume cairan (Tarwoto,. dkk, 2012). Hal ini sesuai dengan
teori karena data yang muncul pada diagnosa kekurangan volume cairan
memiliki batasan karakteristik haus, kelemahan, kulit kering, membran
mukosa kering, penurunan berat badan tiba-tiba, penurunan haluaran urin.
Berdasarkan analisa peneliti, kekurangan volume cairan terjadi karena
partisipan dibatasi untuk mengkonsumsi minum yang berlebihan sehingga
dapat menyebabkan kekurangan volume cairan.
Pada diagnosa ketiga pada partisipan 1 yaitu risiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah. Diagnosa Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
peneliti tegakkan karena ditemukan data subjektif yaitu partisipan
mengatakan tidak pernah kontrol kadar glukosa darah, diet yang diberikan
tidak habis, nafsu makan berkurang, berat badan menurun dan data
objektif yang ditemukan yaitu pasien tampak tidak terkontrol cek gula
darah, pasien juga tampak sering mengkonsumsi makanan dari luar seperti
kue bolu, GDS 202 mg/dl, gula darah puasa 93 mg/dl, gula darah 2 jam PP
108 mg/dl. Diagnosa Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum dapat
teratasi dengan belum tercapainya outcome pada NOC (2016) yaitu asupan
makanan dan asupan cairan belum adekuat. Risiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah muncul karena produksi insulin menurun sehingga glukosa
tidak dapat diproses oleh sel dan menyebabkan gula darah meningkat
sehingga terjadi ketidakstabilan kadar glukosa darah (Tarwoto,. dkk,
2012). Hal ini sesuai dengan teori karena data yang muncul pada diagnosa
memiliki faktor risiko yaitu asupan diet tidak cukup, gangguan status
kesehatan fisik, kurang kepatuhan pada rencana manajemen diabetes,
manajemen diabetes tidak tepat, pemantauan glukosa darah tidak adekuat,
penambahan berat badan berlebihan, penurunan berat badan berlebihan,
stress berlebihan. Berdasarkan analisa peneliti, risiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah terjadi karena pasien tidak pernah kontrol gula darah dengan
teratur, pola makan yang kurang baik, jarang melakukan aktivitas seperti
berolahraga yang dapat menyebabkan ketidakstabilan kadar glukosa darah.
Pada diagnosa ketiga pada partisipan 2 yaitu Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer. Diagnosa Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
peneliti tegakkan karena ditemukan data subjektif yaitu partisipan
mengatakan badannya terasa lemah dan letih dan data objektif yang
ditemukan yaitu partisipan tampak pucat, CRT > 2 detik, akral dingin,
edema di kaki dan tangan, turgor kulit kembali sedikit lambat, kulit kering,
suhu 36.50C, Hb 6.4 g/dl, leukosit 3.450/mm
3, trombosit 141.000/mm
3,
hematokrit 22%. Diagnosa Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum
dapat teratasi dengan belum tercapainya outcome pada NOC (2016) yaitu
pengisian kapiler jari, suhu kulit ujung kaki dan tangan normal, tekanan
darah sistolik dalam rentang normal, tekanan darah diastolik dalam
rentang normal, tidak ada edema perifer, muka tidak pucat, tidak ada
kelemahan otot. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer muncul karena
produksi insulin menurun sehingga glukosa tidak dapat diproses oleh sel
dan menyebabkan gula darah meningkat, untuk menormalkan gula darah
maka tubuh mengeluarkan glukosa melalui ginjal sehingga banyak
glukosa berada dalam urin, disisi lain pengeluaran glukosa melalui urin
menyebabkan diuretik osmotik dan meningkatnya jumlah air yang
dikeluarkan (cairan dan elektrolit) sehingga mengakibatkan
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (Tarwoto,. dkk, 2012). Hal ini
sesuai dengan teori karena data yang muncul pada diagnosa memiliki
batasan karakteristik perubahan karakteristik kulit, waktu pengisian kapiler
>3 detik. Berdasarkan analisa peneliti, ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer terjadi karena awalnya penderita tidak mampu menghabiskan diet
sehingga produksi darah dalam tubuh berkurang, sedangkan darah
membawa nutrisi dan oksigen ke seluruh tubuh, karena produksi darah
berkurang dapat menyebabkan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.
3. Intervensi Keperawatan
Kegiatan perencanaan ini meliputi memprioritaskan masalah, merumuskan
tujuan, kriteria hasil serta tindakan. Rencana keperawatan disusun
berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus. Rencana
keperawatan tersebut terdiri dari NIC dan NOC.
Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa pertama
pada kedua partisipan yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan diharapkan ketidakseimbangan nutrisi pada pasien dapat teratasi
dengan kriteria hasil asupan makanan secara oral adekuat, asupan cairan
secara oral adekuat, dan asupan cairan secara intravena adekuat dengan
rencana keperawatan yang dilakukan yaitu mengidentifikasi adanya alergi
makanan, monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan
berat badan, lakukan pengukuran antropometri pada komposisi tubuh,
identifikasi perubahan berat badan terakhir, monitor adanya mual muntah,
identifikasi perubahan nafsu makan, monitor adanya pucat, kemerahan dan
konjungtiva.
Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa kedua pada
kedua partisipan yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kegagalan mekanisme regulasi diharapkan keseimbangan cairan adekuat
dengan kriteria hasil keseimbangan intake dan output dalam 24 jam, berat
badan stabil, turgor kulit baik, kelembaban membran mukosa baik, tidak
asites dengan rencana keperawatan yang dilakukan monitor status hidrasi,
monitor tanda-tanda vital, monitor asupan dan pengeluaran, monitor
membran mukosa, turgor kulit, monitor tanda dan gejala asites.
Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ketiga pada
partisipan 1 yaitu ketidakstabilan kadar glukosa darah diharapkan kadar
glukosa darah dalam rentang normal dan status nutrisi adekuat dengan
kriteria hasil glukosa darah dalam rentang normal, asupan makanan dan
cairan adekuat dengan rencana keperawatan yang dilakukan yaitu
memonitor kadar glukosa darah, memonitor tanda dan gejala
hiperglikemia : poliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan, letargi, malaise,
pandangan kabur, atau sakit kepala, memberikan insulin sesuai resep,
mengantisipasi situasi dimana akan ada kebutuhan peningkatan insulin
(misalnya, penyakit penyerta), menginstruksikan pasien dan keluarga
mengenai pencegahan, pengenalan tanda-tanda hiperglikemi dan
manajemen hiperglikemia.
Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ketiga pada
partisipan 2 yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit diharapkan perfusi
jaringan perifer normal dengan kriteria hasil pengisian kapiler jari adekuat,
suhu kulit ujung kaki dan tangan normal, tidak pucat dengan rencana
keperawatan yang dilakukan yaitu monitor adanya parastesia seperti mati
rasa, periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan,
kehangatan, edema, drainase, amati warna, kehangatan, monitor warna dan
suhu kulit, monitor kulit adanya ruam dan lecet.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada kedua partisipan dimulai
pada tanggal 16-20 Maret 2018. Peneliti melakukan tindakan keperawatan
sesuai dengan rencana yang telah disusun dalam perencanaan keperawatan
menurut NIC-NOC 2016.
Implementasi keperawatan untuk diagnosa pertama pada kedua partisipan
yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan, peneliti melakukan rencana
tindakan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan
keadaan kedua partisipan. Implementasi yang dilakukan adalah
menanyakan pada pasien adanya alergi makanan, menentukan status gizi
menggunakan IMT, mengukur LILA, berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien, memonitor
diet yang didapatkan pasien habis/tidak, memonitor lingkungan selama
makan, memonitor kekeringan, memonitor kadar albumin, total protein,
Hb dan Ht. Menurut Padila (2012), Tujuan utama terapi diabetes melitus
adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa
darah normal. Menurut Hasdianah (2012), penderita diabetes melitus
didalam melaksanakan diet harus memperhatikan (3J), yaitu : jumlah
kalori yang dibutuhkan, jadwal makan yang harus diikuti dan jenis
makanan yang harus diperhatikan. Tindakan yang dilakukan perawat
ruangan untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh jarang dilakukan seperti menentukan status gizi menggunakan IMT,
mengukur LILA, berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien, memonitor diet yang didapatkan
pasien habis/tidak, memonitor lingkungan selama makan. Pada pasien
dengan DM biasanya perlu untuk melakukan pengukuran antropometri
seperti mengukur LILA, IMT karena biasanya pada pasien DM sering
terjadinya penurunan berat badan, dan jarang memonitor diet yang
diberikan habis atau tidak karena pada pasien DM perlu dijelaskan diet
diabetes dengan mengikuti pedoman 3J yaitu jumlah kalori yang
dibutuhkan, jadwal diet yang harus diikuti dan jenis makanan manis yang
harus dihindari.
Berdasarkan analisa peneliti, untuk meningkatkan nutrisi pasien dapat
dilakukan yaitu memonitor diet yang diberikan pasien habis/tidak, diet
penting bagi penderita diabetes melitus karena penderita diabetes melitus
harus memperhatikan jumlah kalori, jadwal makan dan jenis makanan agar
dapat mencapai kadar glukosa darah normal.
Implementasi keperawatan untuk diagnosa kedua pada kedua partisipan
yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan
mekanisme regulasi, implementasi yang dilakukan adalah memonitor
intake/asupan yang akurat dan catat output pasien, memonitor status
hidrasi, memonitor tanda-tanda vital, memberikan cairan dengan tepat,
mendukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian makan
dengan baik, menentukan faktor-faktor risiko yang mungkin menyebabkan
ketidakseimbangan cairan, menentukan apakah pasien mengalami
kehausan atau gejala perubahan cairan, memonitor asupan dan
pengeluaran, memonitor membran mukosa, turgor kulit, dan respon haus,
memonitor warna, kuantitas dan berat jenis urin, membatasi dan
alokasikan asupan cairan, dalam melakukan intervensi pada pasien dengan
kekurangan volume cairan harus dimonitor apakah pasien mengalami
kehausan, apakah turgor, warna dan suhu kulit normal, apakah membran
mukosa pasien baik, apakah pasien mengalami tanda-tanda kekurangan
cairan.
Implementasi keperawatan untuk diagnosa ketiga pada partisipan 1 yaitu
risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah, implementasi yang dilakukan
adalah memonitor kadar glukosa darah, memonitor tanda dan gejala
hiperglikemia : poliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan, letargi, malaise,
pandangan kabur, atau sakit kepala, memberikan insulin sesuai resep,
mengantisipasi situasi dimana akan ada kebutuhan peningkatan insulin
(misalnya, penyakit penyerta), menginstruksikan pasien dan keluarga
mengenai pencegahan, pengenalan tanda-tanda hiperglikemi dan
manajemen hiperglikemia.
Berdasarkan analisa peneliti, tindakan memonitor kadar glukosa darah,
memonitor tanda dan gejala hiperglikemia penting karena berdasarkan
dengan memonitor tersebut dapat menunjukkan bagaimana keadaan
pasien.
Implementasi keperawatan untuk diagnosa ketiga pada partisipan 2 yaitu
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang proses penyakit, implementasi yang dilakukan adalah
memberikan transfusi PRC 2 unit, memonitor sensasi panas dan dingin
yang dirasakan pasien, memonitor adanya parastesia dengan tepat
(misalnya, mati rasa, tingling, hipertesia, hipotesia, dan tingkat nyeri),
melindungi tubuh terhadap perubahan suhu yang ekstrim, memonitor
kemampuan untuk BAB dan BAK, memeriksa kulit terkait dengan adanya
kemerahan, kehangatan ekstrim, edema, atau drainase, mengamati warna,
kehangatan, bengkak, edema pada ekstremitas, memonitor warna dan suhu
kulit, memonitor kulit untuk adanya ruam dan lecet, memonitor kulit untuk
adanya kekeringan yang berlebihan dan kelembaban, dalam melakukan
intervensi pada pasien dengan kekurangan volume cairan harus dimonitor
apakah pasien mengalami kehausan, apakah turgor, warna dan suhu kulit
normal, apakah membran mukosa pasien baik, apakah pasien mengalami
tanda-tanda kekurangan cairan.
Berdasarkan analisa peneliti, tindakan memeriksa kulit terkait dengan
adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, edema, atau drainase erlu
dilakukan untuk mengetahui apakah ada kemerahan, edema yang dapat
memperburuk keadaan kulit, Tindakan mengamati warna, kehangatan,
bengkak, edema pada ekstremitas perlu dilakukan untuk mengetahui
warna dan kehangatan kulit, atau kelainan ada ekstremitas. Tindakan
memonitor untuk adanya ruam dan lecet karena pada beberapa pasien DM
luka atau lecet sulit sembuh bahkan kadang luka tersebut dapat meluas
dari sebelumnya.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan
untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan bekerja dengan
meninjau respon pasien. Evaluasi ini dilakukan dengan mengacu kepada
NOC, berdasarkan kriteria hasil yang telah ditentukan.
Hasil evaluasi yang didapatkan pada masalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan pada kedua partisipan yaitu pada partisipan 1 setelah
dilakukan implementasi selama 5 hari masalah nutrisi belum terpenuhi
ditandai dengan S: pasien mengatakan dietnya hanya habis ½ porsi
makanan, O: TB 158 cm, BB 60 kg, LILA 31 cm, lingkar perut 106 cm,
BBI 52.2 kg, IMT 24 kg/m2, diet pasien tampak tidak habis, membran
mukosa bibir pucat dan kering, pasien tampak lemah, konjungtiva tidak
anemis. A: Masalah keperawatan gangguan nutrisi belum terpenuhi
dengan kriteria hasil status nutrisi adekuat, pasien pulang paksa pada hari
ke 5, P: intervensi dihentikan. Pada partisipan 2 ditemukan setelah
dilakukan implementasi selama 4 hari masalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh belum terpenuhi ditandai dengan S: pasien
mengatakan dietnya hanya habis ½ porsi makanan, O: TB 158 cm, BB 60
kg, LILA 19 cm, lingkar perut 73 cm, BBI 45 kg, IMT 15.5 kg/m2, diet
pasien tampak tidak habis, membran mukosa bibir pucat dan kering,
pasien tampak lemah, konjungtiva anemis, Hb 6.4 g/dl (N: 12-16). A:
Masalah keperawatan gangguan nutrisi belum terpenuhi dengan kriteria
hasil status nutrisi adekuat, pasien pulang paksa pada hari ke 5, P:
intervensi dihentikan. Pada kedua partisipan diberikan rencana tindak
lanjut dengan menjelaskan diet diabetes sehari-hari mengikuti pedoman 3J
yaitu : J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambahkan, J II : jadwal diet harus yang harus diikuti, J III : jenis
makanan yang manis harus dihindari.
Hasil evaluasi yang didapatkan pada masalah kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi pada partisipan 1
yaitu setelah dilakukan implementasi selama 5 hari masalah kekurangan
volume cairan belum terpenuhi ditandai dengan S : pasien mengatakan
minumnya dibatasi, minum hanya ±300 cc setiap harinya, BAK sedikit
±250 cc setiap harinya, O : pasien tampak lemah, lesu dan letih, pasien
tampak minumnya sedikit ±300 cc setiap harinya, BAK sedikit ±250 cc
setiap harinya, membran mukosa pucat, BAK warna kuning kecoklatan, A
: masalah belum teratasi, P : intervensi dihentikan karena pasien pulang
paksa. Pada partisipan 2 yaitu setelah dilakukan implementasi selama 4
hari masalah kekurangan volume cairan belum terpenuhi ditandai dengan
S: pasien mengatakan minumnya dibatasi, minum hanya ±300 cc setiap
harinya, BAK sedikit ±250 cc setiap harinya, O: pasien tampak lemah,
lesu dan letih, pasien tampak minumnya sedikit ±350 cc setiap harinya,
BAK sedikit ±250 cc setiap harinya, BAK warna kuning kecoklatan. A:
Masalah kekurangan volume cairan belum teratasi, P: intervensi
dihentikan karena pasien pulang paksa.
Hasil evaluasi yang didapatkan pada masalah risiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah pada partisipan 1 yaitu setelah dilakukan implementasi
selama 5 hari masalah risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah belum
teratasi yang ditandai dengan S: pasien mengatakan tidak nafsu makan dan
minum sedikit, minum dibatasi, BAK sedikit, badan terasa lemah,
pandangan kabur, sakit kepala, O: pasien tampak lemah dan tidak
bersemangat, pasien tampak sering memegangi kepalanya, pasien tampak
tidak ada diperiksa kadar glukosa darahnya, A: masalah belum teratasi, P:
intervensi dihentikan karena pasien pulang paksa.
Hasil evaluasi yang didapatkan pada masalah ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses
penyakit pada partisipan 2 yaitu setelah dilakukan implementasi selama 4
hari masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi yang
ditandai dengan S: pasien mengatakan badan masih terasa lemah dan letih,
O: pasien tampak lelah, letih, lesu, pasien tampak kurang berkonsentrasi,
diet pasien tidak dihabiskan, kurang bertenaga, akral dingin, konjungtiva
anemis, Hb 6.4 g/dl (N: 12-16), leukosit 3.450/mm3 (N: 5.000-10.000),
trombosit 141.000/mm3 (N: 150.000-400.000), Ht 22% (N: 37-43), total
protein 7.6 g/dl (N: 6.6-8.7), albumin 4.2 g/dl (N: 3.8-5.0). A: Masalah
keperawatan belum teratasi, pasien pulang paksa pada hari ke 4, P:
intervensi dihentikan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap asuhan keperawatan pada kedua
partisipan diabetes melitus tipe II dengan gangguan nutrisi di ruang penyakit
dalam wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018, peneliti
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian pada kedua partisipan adalah tidak nafsu makan, mual,
penurunan berat badan, lemah, konjungtiva anemis, nyeri di perut,
penglihatan kabur, gula darah 202 mg/dl pada partisipan 1 dan 132 mg/dl
pada partisipan 2. Tanda dan gejala yang dialami kedua partisipan sesuai
dengan teori diabetes melitus dengan gangguan nutrisi.
2. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan 5 masalah keperawatan yaitu
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan, kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi, risiko ketidakstabilan
kadar glukosa darah, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit.
3. Hasil yang diperoleh dalam intervensi keperawatan yang dilakukan oleh
peneliti maupun dalam intervensi yang dilakukan oleh rumah sakit sudah
cukup baik dalam hal penatalaksanaan diet pasien diabetes melitus dengan
masalah gangguan nutrisi seperti menentukan status gizi pasien,
berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet pasien, cek gula
darah dan melihat hasil laboratorium, tetapi perawat ruangan tidak ada
melakukan penimbangan berat badan, mengukur LILA, tidak ada
memberikan penkes pada pasien dan keluarga tentang manfaat diet DM,
tidak memantau diet yang diberikan habis atau tidak.
4. Dalam proses implementasi yang dilakukan peneliti dari tanggal 16-20
Maret 2018, peneliti menemukan kesenjangan antara praktik terutama
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada
diruangan seperti tidak memantau diet pasien habis atau tidak, tidak
memberikan penkes pada pasien dan keluarga tentang manfaat diet DM
dan aktivitas/olahraga untuk pasien DM, diet yang diberikan tidak sesuai
dengan kebutuhan pasien.
5. Hasil evaluasi yang dilakukan selama 5 hari untuk partisipan 1 dilakukan
dari tanggal 16-20 Maret 2018 dan selama 4 hari pada partisipan 2 dimulai
pada tanggal 17-20 Maret 2018 mengacu pada NOC yaitu berdasarkan
kepada kriteria hasil. Evaluasi tersebut dilakukan pada setiap masing-
masing masalah keperawatan yang muncul. Diagnosa ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh untuk kedua partisipan didapatkan
kriteria hasil pada kedua partisipan belum tercapai dan intervensi
dihentikan karena kedua partisipan pulang paksa pada penelitian hari
kelima untuk partisipan 1 dan hari keempat untuk partisipan 2. Peneliti
memberikan rencana tindak lanjut dengan menjelaskan diet diabetes
dengan mengikuti pedoman 3J : J I yaitu jumlah kalori yang diberikan
harus habis, jangan dikurangi atau ditambahkan, J II yaitu jadwal diet yang
harus diikuti, J III yaitu jenis makanan yang harus dihindari. Diagnosa
kekurangan volume cairan untuk kedua partisipan didapatkan kriteria hasil
pada kedua partisipan belum tercapai dan intervensi dihentikan karena
pasien pulang paksa pada penelitian hari kelima dan keempat. Diagnosa
risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah pada partisipan 1 didapatkan
kriteria hasil belum tercapai dan intervensi dihentikan karena pasien
pulang paksa pada hari kelima. Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer untuk partisipan II didapatkan kriteria belum tercapai dan
intervensi dihentikan karena pasien pulang paksa pada penelitian hari
keempat.
B. Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran sebagai
berikut :
1. Bagi Direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang
Melalui Direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang diharapkan perawat yang
dinas diruangan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan
keluarga tentang manfaat diet DM, memantau diet yang diberikan
habis/tidak, memberikan diet yang sesuai dengan penyakit pasien,
melakukan penimbangan berat badan, mengukur LILA, karena
penyembuhan dan perkembangan pasien dengan penyakit diabetes melitus
lebih tergantung pada kebutuhan nutrisinya.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian yang peneliti dapatkan diharapkan dapat menjadi acuan
atau bahan pembanding untuk peneliti selanjutnya dalam melakukan
penelitian pada pasien yang mengalami gangguan nutrisi khususnya pada
pasien diabetes melitus.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama
Ambarwati, Fitri Resati. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta :
DUA SATRIA OFFSET
Baequny, Ahmad,. dkk. 2015. Pengaruh Pola Makan Tinggi Kalori terhadap
Peningkatan Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2.
Jurnal Riset Kesehatan Vol.4 No.1. diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/128986-ID-pengaruh-pola-
makan-tinggi-kalori-terhad.pdf. Diakses pada tanggal 14 November 2017
Black, Joyce M dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah
Ed 8 Buku 2. Singapura : Elsevier
Brunner & Suddarth. 2017. Keperawatan Medikal Bedah Ed 12. Jakarta : EGC
Bulecheck, Gloria., dkk. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC) edisi
keenam. Singapura : Elsevier
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2014. Laporan Tahunan Tahun 2013. Diakses dari
https://dinkeskotapadang1.files.wordpress.com/2014/09/lap_tahunan_2013
_dkk_oce.pdf. Diakses pada tanggal 5 Desember 2017
Ernawati. 2012. Buku Ajar Konsep dan Aplikasi Keperawatan dalam Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : TIM
Federasi Diabetes Internasional (2013). Diakses dari http://sehat.link/data-
prevalensi-penderita-diabetes-di-indonesia.info. Diakses pada tanggal 5
Desember 2017
Hasdianah. 2012. Mengenal Diabetes Melitus : Pada Orang Dewasa dan Anak-
Anak dengan Solusi Herbal. Yogyakarta : Nuha Medika
Herdman, T. Heather. 2015. Nanda international Inc. diagnosis keperawatan:
definisi & klasifikasi 2015-2017 Ed 10. Jakarta : EGC
Hidayat, A Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Insiyah dan Rini Tri Hastuti. 2016. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan Vol 5 No 1 :
Tingkat Pengetahuan dan Kepatuhan tentang Diit Diabetes Melitus Pada
Pasien Diabetes Mellitus Di Puskesmas Sibela Kota Surakarta. Surakarta.
Diakses dari
http://jurnal.poltekkessolo.ac.id/index.php/Int/article/viewFile/165/147.
Diakses pada tanggal 9 November 2017
Kartika, I.I. 2017. Buku Ajar Dasar-Dasar Riset Keperawatan dan Pengolahan
Data Statistik. Jakarta: CV. Trans Info Media
Moorhead, Sue., dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi
kelima. Singapura : Elsevier
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan : Maternitas, Anak, Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: pendekatan praktis
edisi 4. Jakarta: Salemba Medika
Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha
Medika
Potter, Patricia A dan Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan : konsep, proses dan praktik Ed. 4 Vol. 1. Jakarta : EGC
. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan : konsep, proses dan praktik Ed. 4 Vol. 2. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine Mecarty. 2012. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Ed 6. Jakarta : EGC
Riskesdas. 2013. Diakses dari
file:///D:/Semester%205/KTI/jurnal%20DM/Hasil%20Riskesdas%202013.
pdf Diakses pada tanggal 14 November 2017
Rondonuwu, Regita Gebrila. Dkk. 2016. Hubungan Antara Perilaku Olahraga
dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes melitus di Wilayah Kerja
Puskesmas Wolang Kecamatan langowan Timur. Diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/110128-ID-hubungan-antara-
perilaku-olahraga-dengan.pdf. Diakses pada tanggal 24 Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2017. Laporan Catatan Rekam Medik (RM) :
Diabetes Melitus
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta
Saryono dan Mekar Dwi Anggraini. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif dalam Bidang kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Tandra, Hans. 2017. Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang Diabetes :
panduan lengkap mengenal dan mengatasi diabetes dengan cepat dan
mudah Ed.2. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses
Keperawatan Ed 4. Jakarta : Salemba Medika
Tarwoto., dkk. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta :TIM
Wahyudi, Andri Setiya dan Abd Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar. Jakarta : Mitra Wacana Media
WHO. 2016. Diakses dari http://www.who.int/en/ pada tanggal 19 Desember
2017
FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN DASAR
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi Klien
1) Nama : Ny. N
2) Tanggal Lahir : 10 Oktober 1965
3) Jenis Kelamin : Perempuan
4) Status Kawin : Kawin
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SMU
7) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
8) Alamat : Air Bangis, Pasaman Barat
9) Diagnosa Medis : Diabetes Melitus Tipe II + CKD stage 5
10) No. MR : 84.76.25
b. Identifikasi Penanggung Jawab
1) Nama : Tn. T
2) Pekerjaan : Pensiunan PNS
3) Alamat : Air Bangis, Pasaman Barat
4) Hubungan : Suami
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Keluhan Utama : Ny. N dirujuk dari RSUD Pasaman
Barat ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 14 Maret
2018 pukul 20.17 WIB dengan keluhan sesak nafas meningkat
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak tidak dipengaruhi
aktifitas, cuaca dan makanan, batuk sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit, batuk tidak berdahak, buang air kecil sedikit
±100 cc, nafsu makan menurun
b) Keluhan Saat Dikaji : Saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 16 Maret 2018 sekitar pukul 14.00 WIB, Ny. N
mengatakan nyeri di bagian perut, perut teraba keras, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, jika makan perut terasa
sakit, minum sedikit, minum dibatasi.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu : Ny. N memiliki riwayat DM Tipe II
sejak 5 tahun yang lalu tetapi tidak pernah dikontrol, riwayat
amputasi digiti 1 pedis 3 tahun yang lalu karena ulkus, riwayat
hipertensi diketahui sejak 1 tahun yang lalu
3) Riwayat Kesehatan Keluarga : Ayah kandung dari Ny. N
mempunyai riwayat penyakit DM tipe II yang sama dengan Ny. N
d. Pola Aktivitas sehari-hari (ADL)
1) Pola Nutrisi
Sehat : Selama sehat Ny. N makan 3 kali sehari dengan nasi, lauk
pauk, dan sayuran. Minum selama sehat ±1500 cc setiap harinya.
Sakit : Selama sakit nafsu makan Ny. N menurun, diet ML DD 1500
kkal yang diberikan tidak pernah habis, minum ± 300 cc setiap
harinya
2) Pola Eliminasi
Sehat : Selama sehat Ny. N BAB ± 2 kali sehari dengan konsistensi
lembek, Ny. N mengatakan BAK ± 4-5 kali sehari. Ny. N
mengatakan bisa BAB dan BAK ke wc sendiri.
Sakit : Selama sakit Ny. N BAB ± 1 kali sehari dengan konsistensi
lembek terkadang keras, Ny. N terpasang kateter, BAK ± 200 cc
setiap harinya.
3) Pola Tidur dan Istirahat
Sehat : Selama sehat Ny. N tidur siang ± 2 jam sehari, tidur malam ±
7-8 jam sehari. Ny. N mengatakan tidurnya nyenyak.
Sakit : Selama sakit Ny. N tidur siang ± 1 jam sehari, tidur malam ±
4-5 jam sehari. Ny. N mengatakan tidurnya tidak nyeyak dan sering
terbangun karena nyeri di perut
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Sehat : Selama sehat Ny. N bisa beraktivitas sendiri, Ny. N
mengatakan jarang berolahraga.
Sakit : Selama sakit Ny. N beraktivitas dibantu, Ny. N mengatakan
sejak kakinya ada ulkus dan digiti 1 pedis diamputasi. Ny. N
beraktivitas dibantu.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
- TB/BB : 158 cm/60 kg
- Kesadaran : Composmentis (E4M6V5)
- Tanda-tanda vital : TD 150/90 mmHg, HR 84 x/i, RR 24 x/i,
Suhu 36.7 0C
2) Pemeriksaan Kepala dan Muka : tidak ada benjolan, rambut kusam,
wajah tampak pucat.
3) Pemeriksaan Mata : simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, penglihatan baik, reflek pupil baik.
4) Pemeriksaan Telinga : simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen,
pendengaran baik.
5) Pemeriksaan Hidung : simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung,
penciuman baik bisa membedakan bau.
6) Pemeriksaan Mulut : simetris, mukosa bibir kering dan pucat.
7) Pemeriksaan Leher : tidak ada pembengkakan kelenjer getah bening.
8) Pemeriksaan Thorak
Paru-paru :
I : simetris kiri dan kanan
P : fremitus kiri dan kanan
P : sonor
A : vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing
Jantung :
I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus teraba di RIC 5
P : batas jantung kanan RIC II, batas jantung kiri RIC V mid
klavikula
A : irama jantung reguler
9) Pemeriksaan Abdomen
I : tampak membuncit
A : bising usus 18 kali/menit
P : ada nyeri tekan, hepar tidak teraba, abdomen teraba keras
P : redup
10) Pemeriksaan Ekstremitas
Atas : kulit teraba kering, CRT < 2 detik, turgor kembali cepat, akral
hangat, edema, terpasang IVFD Eas primer 7 tetes/menit di tangan
kanan.
Bawah : kulit teraba kering, CRT < 2 detik, akral hangat, edema.
f. Data Psikologis
1) Status Emosional : Ny. N baik, Ny. N merasa cemas dengan
penyakitnya
2) Kecemasan : Ny. N merasa cemas dengan penyakitnya dan
ingin cepat sembuh
3) Pola Koping : Cukup baik, yaitu dengan cara berdoa agar
cepat sembuh
4) Gaya Komunikasi : terarah dan jelas
5) Konsep Diri : baik, yaitu pasien menerima dan menyadari
penyakit yang dialaminya adalah cobaan dari Allah SWT
g. Data Sosial : Ny. N bekerja sebagai ibu rumah tangga. Untuk biaya
sehari-hari keluarga Ny. N berasal dari pensiunan suaminya yang bekerja
sebagai PNS. Ny. N dirawat di RSUP Dr. M. Djamil padang dengan
jaminan BPJS kelas 2.
h. Data Spiritual : Dalam keadaan sakit Ny. N tidak beribadah, Ny. N
hanya berdoa sambil tidur di atas tempat tidurnya. Ny. N selalu berdoa
agar cepat sembuh dari penyakitnya
i. Data Penunjang :
Hasil pemeriksaan hematologi tanggal 14 Maret 2018 didapatkan
hemoglobin 11.0 g/dl (N: 12-16), leukosit 11.720/mm3 (N: 5.000-
10.000), trombosit 230.000/mm3 (N:150.000-400.000), hematokrit 35%
(N: 37-43), MCV 77 fL (N: 82-92), MCH 24 pg (N: 27-31), MCHC 32%
(N: 32-36), PT 13.1 detik (N:9.9-13.1), APTT 49.0 detik (N: 29.9-40.1).
Kesimpulan : leukositosis, APTT diatas nilai rujukan.
Hasil pemeriksaan kimia klinik tanggal 14 Maret 2018 didapatkan
gula darah sewaktu 202 mg/dl (N: <200), ureum darah 149 mg/dl (N:
10.0-50.0), kreatinin darah 6.4 mg/dl (N: 0.6-1.2), kalsium 7.8 mg/dl (N:
8.1-10.4), natrium 136 Mmol/L (N: 136-145), kalium 5.9 Mmol/L (N:
3.5-5.1), klorida serum 111 Mmol/L (97-111), total protein 6.1 g/dl (N:
6.6-8.7), albumin 1.9 g/dl (N: 3.8-5.0), globulin 4.2 g/dl (N: 1.3-2.7),
AGD : pH 7.343, pCO2 29.4 mmHg, pO2 94.0 mmHg, HCO3- 16.1
mmol/L, BEb -7.7 mmol/L.
Kesimpulan : ureum meningkat, kreatinin meningkat, kalsium total
rendah, kalium meningkat, total protein rendah, albumin rendah, globulin
meningkat.
Hasil pemeriksaan urin tanggal 14 Maret 2018 didapatkan warna
kuning kehijauan (N: kuning-coklat), kekeruhan positif (N: negatif), BJ
1.020 (N: 1.003-1.030), pH 7.0 (N: 4.6-8.0), lekosit 70-75/LPB (N: <5),
eritrosit 5-10/LPB (N: negatif), silinder negatif/LPK (N: negatif), Kristal
negatif/LPK (N: negatif), yeast negatif (N: negatif), bakteri positif (N:
negatif), protein positif tiga +++ (N: negatif), glukosa negatif (N:
negatif), bilirubin negatif (N: negatif), urobilinogen positif (N: positif).
Kesimpulan : leukosituria, hematuria, proteinuria, bakteriuria.
Hasil pemeriksaan urin pada tanggal 15 Maret 2018 didapatkan
warna kuning (N: kuning-coklat), kekeruhan positif (N: negatif), BJ
1.025 (N: 1.003-1.030), pH 6.5 (N: 4.6-8.0), lekosit 150-200/LPB (N:
<5), eritrosit 18-20/LPB (N: negatif), silinder negatif/LPK (N: negatif),
Kristal negatif/LPK (N: negatif), epitel gepung+/LPK (N: positif), bakteri
positif (N: negatif), protein positif tiga +++ (N: negatif), glukosa negatif
(N: negatif), bilirubin negatif (N: negatif), urobilinogen positif (N:
positif)
Kesimpulan : leukosituria, hematuria, bakteriuria, proteinuria
Hasil pemeriksaan USG ginjal pada tanggal 16 Maret 2018
ditemukan bentuk/ukuran tidak normal, tepi irregular, echo dentitas
meningkat, cortek dan medulla tidak dapat didifferensiasi, piramida tidak
dapat dinilai, sistim pelviokalik tidak ada, batu, kista tidak ada. Vesika
urinaria, bentuk normal, mukosa regular, massa tidak ada.
Kesimpulan : sonogram pada kedua ginjal, menunjukkan proses akut
pada penyakit ginjal kronik.
Hasil pemeriksaan kimia klinik pada tanggal 15 maret 2018
didapatkan gula darah puasa 93 mg/dl (N: 70-125), gula darah 2 jam PP
108 mg/dl (N: <200), total kolesterol 245 mg/dl (N: <200), HDL
kolesterol 19 mg/dl (N: >66), LDL kolesterol 186 mg/dl (N: <150),
trigliserida 202 mg/dl (N: <150), asam urat 15.7 mg/dl (N: 2.4-5.7), HbA
1C reagen habis (N: 4.8 s.d 6.839 %).
Kesimpulan : dislipidemia, asam urat meningkat.
Hasil pemeriksaan hematologi tanggal 15 Maret 2018 didapatkan
LED 30 mm (N:0-15).
Kesimpulan: LED meningkat.
Hasil pemeriksaan imunologi-serologi tanggal 15 Maret 2018
didapatkan HBSAg non reaktif (N: negatif), anti HCV non reaktif (<1).
Kesimpulan : HBSAg dan anti HCV non reaktif
j. Program dan Rencana Pengobatan :
Ny. N mendapatkan diet ML 1500 kkal, IVFD easprimer 500cc/24 jam,
novarapid 3x6 unit, asam folat 1x5 mg, bicnat 3x500 mg, amlodipin 1x5
mg, candesartan 1x8 mg, ciprofloxacin 2x200 mg (IV), kalitake 3x1
sach, alupuronil 1x100 mg, IVFD NaCl 0.9% 6 jam/kolf, komp. NaCl
0.9% 3x15 menit, metilprednisolon 2x8 mg, ranitidine 2x 150 mg.
2. ANALISA DATA
Data Masalah Penyebab
DS : pasien
mengatakan tidak
nafsu makan, diet
hanya habis 3-4
sendok, pasien
mengatakan jika
makan perut terasa
nyeri.
DO : pasien tampak
tidak nafsu makan,
diet yang diberikan
hanya habis 3-4
sendok, mukosa mulut
tampak pucat.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
ketidakmampuan
mencerna makanan
DS : Ny. S
mengatakan
minumnya dibatasi,
minum hanya ±300 cc
setiap harinya, BAK
sedikit ±250 cc setiap
harinya
DO : pasien tampak
minumnya sedikit
±300 cc setiap
harinya, BAK sedikit
±250 cc setiap
harinya, mukosa bibir
kering
Kekurangan volume
cairan
kegagalan
mekanisme regulasi
DS : Ny. N
mengatakan tidak
pernah kontrol kadar
glukosa darah, diet
yang diberikan tidak
habis, nafsu makan
berkurang, berat
badan menurun
DO : pasien tampak
tidak terkontrol cek
gula darah, pasien
juga tampak sering
mengkonsumsi
makanan dari luar
seerti kue bolu, GDS
202 mg/dl, gula darah
puasa 93 mg/dl, gula
Risiko
ketidakstabilan
kadar glukosa darah
Faktor risiko :
1. Asupan diet tidak
cukup
2. Gangguan status
kesehatan fisik
3. Manajemen
diabetes tidak
tepat
4. Pemantauan
glukosa darah
tidak adekuat
5. Penurunan berat
badan berlebihan
darah 2 jam PP 108
mg/dl.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan
Ditemukan
Masalah
Dipecahkan
Masalah
Tgl Paraf Tgl Paraf
1. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan
mencerna makanan
16
Maret
2018
2. Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan kegagalan
mekanisme regulasi
16
Maret
2018
3. Risiko ketidakstabilan
kadar glukosa darah
16
Maret
2018
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
N
O
Diagnosa
Keperawatan
Intervensi
NOC NIC
1. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan
mencerna makanan
Definisi :
Asupan nutrisi tidak
cukup untuk
memenuhi kebutuhan
metabolik
Batasan
karakteristik :
a. Bising usus
Status nutrisi :
asupan makanan
dan cairan
a. Asupan
makanan secara
oral
b. Asupan cairan
secara oral
c. Asupan cairan
intravena
Manajemen nutrisi
a. Identifikasi adanya
alergi atau
intoleransi makanan
yang dimiliki pasien
b. Tentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi
persyaratan gizi
c. Ciptakan lingkungan
yang optimal pada
saat mengkonsumsi
makan
d. Bantu pasien
hiperaktif
b. Ketidakmampuan
memakan
makanan
c. Kram abdomen
d. Membran mukosa
pucat
e. Nyeri abdomen
Faktor yang
berhubungan :
a. Ketidakmampuan
makan
b. Ketidakmampuan
mencerna
makanan
c. Ketidakmampuan
mengabsorpsi
nutrien
d. Kurang asupan
makanan
membuka kemasan
makanan, memotong
makanan dan makan,
jika diperlukan
e. Anjurkan pasien
terkait dengan
kebutuhan diet untuk
kondisi sakit (yaitu:
untuk pasien dengan
penyakit ginjal,
pembatasan natrium,
kalium, protein, dan
cairan)
f. Monitor kalori dan
asupan makanan
g. Monitor
kecenderungan
terjadinya penurunan
dan kenaikan berat
badan
Monitor nutrisi
a. Timbang berat badan
pasien
b. Lakukan pengukuran
antropometrikpada
komposisi tubuh
c. Identifikasi
perubahan berat
badan terakhir
d. Monitor turgor kulit
dan mobilitas
e. Identifikasi
abnormalitas kulit
f. Monitor adanya
mual muntah
g. Monitor diet dan
asupan kalori
h. Identifikasi
perubahan nafsu
makan dan aktifitas
akhir-akhir ini
i. Monitor adanya
(warna) pucat, kemerahan dan
jaringan konjungtiva
yang kering
2. Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan kegagalan
mekanisme regulasi
Defenisi :
Penurunan cairan
intravaskular,
interstisial, dan/atau
intraselular. Ini
mengacu pada
dehidrasi, kehilangan
cairan saja tanpa
perubahan kadar
natrium.
Batasan
Karakteristik :
a. Haus
b. Kelemahan
c. Kulit kering
d. Membran mukosa
kering
e. Penurunan berat
badan tiba-tiba
f. Penurunan
haluaran urin
Faktor yang
berhubungan :
a. Kegagalan
mekanisme
regulasi
b. Kehilangan cairan
aktif
Keseimbangan
cairan
a. Keseimbangan
intake dan
output dalam
24 jam
b. Berat badan
stabil
c. Turgor kulit
baik
d. Kelembaban
membran
mukosa
e. Asites
f. Kehausan
g. Kram otot
h. Pusing
Manajemen cairan
a. Timbang berat badan
setiap hari dan
monitor status pasien
b. Jaga intake/ asupan
yang akurat dan catat
output pasien
c. Monitor status
hidrasi
d. Monitot tanda-tanda
vital
e. Berikan cairan
dengan tepat
f. Tingkatkan asupan
oral
g. Distribusi asupan
cairan selama 24 jam
h. Dukung pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian makan
dengan baik
Monitor cairan
a. Tentukan jumlah dan
jenis intake/asupan
cairan serta
kebiasaan eliminasi
b. Tentukan faktor-
faktor risiko yang
mungkin
menyebabkan
ketidakseimbangan
cairan
c. Tentukan apakah
pasien mengalami
kehausan atau gejala
perubahan cairan
d. Monitor berat badan
e. Monitor asupan dan
pengeluaran
f. Monitor membran
mukosa, turgor kulit,
dan respon haus g. Monitor warna,
kuantitas dan berat
jenis urin
h. Monitor tanda dan
gejala asites
l. Batasi dan
alokasikan asupan
cairan
3. Risiko
ketidakstabilan
kadar glukosa darah
Faktor risiko :
1. Asupan diet tidak
cukup
2. Gangguan status
kesehatan fisik
3. Kurang kepatuhan
pada rencana
manajemen
diabetes
4. Manajemen
diabetes tidak
tepat
5. Pemantauan
glukosa darah
tidak adekuat
6. Penambahan berat
badan berlebihan
7. Penurunan berat
badan berlebihan
8. Stress berlebihan
Kadar glukosa
darah
a. Glukosa darah
dalam rentang
normal
b. Urin glukosa
normal
Status nutrisi :
asupan makanan
dan cairan
a. Asupan
makanan
b. Asupan cairan
Manajemen
hiperglikemia
a. Monitor kadar
glukosa darah, sesuai
indikasi
b. Monitor tanda dan
gejala hiperglikemia :
poliuria, polidipsi,
polifagi, kelemahan,
letargi, malaise,
pandangan kabur,
atau sakit kepala
c. Berikan insulin sesuai
resep
d. Dorong asupan cairan
oral
e. Monitor status cairan
(termasuk intake dan
output), sesuai
kebutuhan
f. Berikan cairan IV,
sesuai kebutuhan
g. Identifikasi
kemungkinan
penyebab
hiperglikemia
h. Antisipasi situasi
dimana akan nada
kebutuhan
peningkatan insulin
(misalnya, penyakit
penyerta)
i. Instruksikan pasien
dan keluarga
mengenai
pencegahan,
pengenalan tanda-
tanda hiperglikemia
dan manajemen
hiperglikemia
j. Dorong pemantauan
sendiri kadar glukosa
darah
Manajemen
hipoglikemia
a. Identifikasi pasien
yang berisiko
mengalami
hipoglikemia
b. Kenali tanda dan
gejala hipoglikemia
c. Monitor kadar
glukosa darah sesuai
dengan indikasi
d. Monitor tanda dan
gejala hipoglikemia
e. Berikan glukosa
secara intravena,
sesuai indikasi
f. Kaji ulang kejadian
sebelum terjadinya
hipoglikemia untuk
mengetahui
penyebab
g. Instruksikan pasien
untuk selalu patuh
terhadap dietnya,
terapi insulinnya,
dan melakukan
olahraga
h. Dorong pasien untuk
selalu memonitor
kadar glukosa
darahnya
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Tang
gal
Diagnosa
Keperawatan
Tindakan
Keperawatan
Evaluasi
Keperawatan Paraf
16
maret
2018
Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmam
puan
a. Mengidentifikasi
adanya alergi
yang dimiliki
pasien
b. Berkolaborasi
dengan ahli gizi
jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan
c. Memonitor
Pukul 18.30 WIB
S : pasien
mengatakan tidak
nafsu makan,
pasien mengatakan
diet yang diberikan
hanya habis 3-4
sendok makan,tidak
ada alergi makanan
O : pasien tampak
mencerna
makanan
apakah diet yang
didapatkan
habis/tidak oleh
pasien
d. Membantu pasien
makan
e. Melakukan
pengukuran
antropometrik
pada komposisi
tubuh
f. Mengidentifikasi
perubahan berat
badan terakhir
g. Memonitor turgor
kulit
j. Memonitor
adanya mual
muntah
k. Mengidentifikasi
perubahan nafsu
makan
l. Memonitor
adanya (warna)
pucat, kemerahan
dan jaringan
konjungtiva yang
kering
diet yang diberikan
tidak habis, hanya
habis 3-4 sendok
makan, pasien
tampak lemah dan
lesu, membran
mukosa tampak
pucat dan kering,
LILA 31 cm,
lingkar perut 106
cm, IMT 24 kg/m2,
TB/BB 158 cm/60
kg, Hb 11.0 g/dl,
leukosit
11.720/mm3,
trombosit
230.000/mm3, Ht
35%, total protein
6.1 g/dl, albumin
1.9 g/dl, globulin
4.2 g/dl, GDS 202
mg/dl, diet ML DD
1500 kkal
A : masalah belum
teratasi
- Asupan
makanan
secara oral
- Asupan cairan
secara oral
P : intervensi
dilanjutkan
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan
dengan
kegagalan
mekanisme
regulasi
a. Memonitor
intake/asupan
yang akurat dan
catat output
pasien
b. Memonitor
tanda-tanda vital
c. Memberikan
cairan dengan
tepat
d. Mendukung
pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian
makan dengan
Pukul 18.30 WIB
S : pasien
mengatakan
minumnya dibatasi,
minum hanya ±300
cc setiap harinya,
BAK sedikit ±200
cc setiap harinya
O : pasien tampak
lemah, lesu dan
letih, pasien tampak
minumnya sedikit
±300 cc setiap
harinya, BAK
sedikit ±150 cc
setiap harinya,
baik
e. Menentukan
faktor-faktor
risiko yang
mungkin
menyebabkan
ketidakseimbang
an cairan
f. Menentukan
apakah pasien
mengalami
kehausan atau
gejala perubahan
cairan
g. Memonitor
asupan dan
pengeluaran
h. Memonitor
membran
mukosa, turgor
kulit, dan respon
haus
i. Memonitor
warna, kuantitas
dan berat jenis
urin
membran mukosa
pucat, BAK warna
kuning kecoklatan,
ureum darah 149
mg/dl, kreatinin
darah 6.4 mg/dl,
albumin 1.9 g/dl
A : masalah belum
teratasi
- Keseimbanga
n intake dan
output dalam
24 jam
- Berat badan
stabil
- Kelembaban
membran
mukosa
P : intervensi
dilanjutkan
Risiko
ketidakstabil
an kadar
glukosa
darah
a. Memonitor kadar
glukosa darah
b. Memonitor tanda
dan gejala
hiperglikemia :
poliuria, polidipsi,
polifagi,
kelemahan,
letargi, malaise,
pandangan kabur,
atau sakit kepala
c. Memberikan
insulin sesuai
resep
d. Mengantisipasi
situasi dimana
akan ada
kebutuhan
peningkatan
insulin (misalnya,
penyakit
penyerta)
Pukul 18.30 WIB
S : pasien
mengatakan tidak
pernah kontrol
teratur gula darah
sebelumnya, pasien
mengatakan sering
haus, dan lapar,
BAK sedikit, badan
terasa lemah,
pandangan kabur.
O : pasien tampak
lemah, GDS 202
mg/dl, GD puasa 93
mg/dl, pasien
tampak gelisah
A : masalah belum
teratasi
- Glukosa darah
dalam belum
normal
- Asupan
e. Menginstruksikan
pasien dan
keluarga
mengenai
pencegahan,
pengenalan tanda-
tanda
hiperglikemi dan
manajemen
hiperglikemia
makanan
belum adekuat
- Asupan cairan
belum adekuat
P : intervensi
dilanjutkan
17
maret
2018
Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmam
puan
mencerna
makanan
a. Memonitor
apakah diet yang
didapatkan
habis/tidak oleh
pasien
b. Membantu
pasien makan
c. Memonitor
turgor kulit
d. Memonitor
adanya mual
muntah
e. Mengidentifikasi
perubahan nafsu
makan
a. Memonitor
adanya (warna)
pucat, kemerahan
dan jaringan
konjungtiva yang
kering
Pukul 15.30 WIB
S : pasien
mengatakan tidak
nafsu makan,
pasien mengatakan
diet yang diberikan
hanya habis 6-7
sendok makan
O : pasien tampak
diet yang diberikan
tidak habis, hanya
habis 6-7 sendok
makan, pasien
tampak lemah dan
lesu, membran
mukosa tampak
pucat, konjungtiva
anemis
A : masalah belum
teratasi
- Asupan
makanan
secara oral
- Asupan cairan
secara oral
P : intervensi
dilanjutkan
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan
dengan
kegagalan
mekanisme
regulasi
a. Memonitor
intake/asupan
yang akurat dan
catat output
pasien
b. Memonitor tanda-tanda vital
c. Mendukung
pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
Pukul 15.30 WIB
S : pasien
mengatakan
minumnya dibatasi,
minum hanya ±250
cc setiap harinya, BAK sedikit ±250
cc setiap harinya
O : pasien tampak
lemah, lesu dan
letih, pasien tampak
pemberian makan
dengan baik
d. Memonitor
asupan dan
pengeluaran
e. Memonitor
membran mukosa,
turgor kulit, dan
respon haus
f. Memonitor
warna, kuantitas
dan berat jenis
urin
minumnya sedikit
±250 cc setiap
harinya, BAK
sedikit ±250 cc
setiap harinya,
membran mukosa
pucat, BAK warna
kuning kecoklatan,
A : masalah belum
teratasi
- Keseimbangan
intake dan
output dalam
24 jam
- Berat badan
stabil
- Kelembaban
membran
mukosa
P : intervensi
dilanjutkan
Risiko
ketidakstabil
an kadar
glukosa
darah
a. Memonitor kadar
glukosa darah
b. Memonitor tanda
dan gejala
hiperglikemia :
poliuria, polidipsi,
polifagi,
kelemahan,
letargi, malaise,
pandangan kabur,
atau sakit kepala
c. Menginstruksikan
pasien dan
keluarga
mengenai
pencegahan,
pengenalan tanda-
tanda
hiperglikemi dan
manajemen
hiperglikemia
Pukul 15.30 WIB
S : pasien
mengatakan tidak
nafsu makan,
pasien mengatakan
sering haus, dan
lapar, pasien
mengatakan sudah
makan kue bolu 1
potong, BAK
sedikit, badan
terasa lemah,
pandangan kabur.
O : pasien tampak
lemah, pasien
tampak gelisah,
pasien tampak tidak
menghabiskan
dietnya, tetapi
pasien tampak
makan kue bolu dan
habis 1 potong
A : masalah belum
teratasi
- Glukosa darah
dalam belum
normal
- Asupan
makanan
belum adekuat
- Asupan cairan
belum adekuat
P : intervensi
dilanjutkan
18
maret
2018
Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmam
puan
mencerna
makanan
a. Menciptakan
lingkungan yang
optimal pada saat
mengkonsumsi
makan
b. Memonitor
apakah diet yang
didapatkan
dihabiskan oleh
pasien
c. Memonitor
turgor kulit
d. Memonitor
adanya mual
muntah
e. Mengidentifikasi
perubahan nafsu
makan
f. Memonitor
adanya (warna)
pucat, kemerahan
dan jaringan
konjungtiva yang
kering
Pukul 15.30 WIB
S : pasien
mengatakan masih
tidak nafsu makan,
pasien mengatakan
diet yang diberikan
hanya ½ porsi
O : pasien tampak
diet yang diberikan
tidak habis, hanya
habis ½ porsi,
pasien tampak lesu,
membran mukosa
tampak pucat, GDS
180 mg/dl
A : masalah belum
teratasi
- Asupan
makanan
secara oral
- Asupan cairan
secara oral
P : intervensi
dilanjutkan
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan
dengan
kegagalan
mekanisme
regulasi
a. Memonitor
intake/asupan
yang akurat dan
catat output
pasien
b. Memonitor tanda-
tanda vital
c. Memberikan
cairan dengan
tepat
d. Mendukung pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian makan
dengan baik
Pukul 15.30 WIB
S : pasien
mengatakan
minumnya dibatasi,
minum hanya ±200
cc setiap harinya,
BAK sedikit ±250
cc setiap harinya
O : pasien tampak
lemah, lesu dan
letih, pasien tampak minumnya sedikit
±200 cc setiap
harinya, BAK
sedikit ±250 cc
setiap harinya,
e. Menentukan
apakah pasien
mengalami
kehausan atau
gejala perubahan
cairan
f. Memonitor
asupan dan
pengeluaran
g. Memonitor
membran mukosa,
turgor kulit, dan
respon haus
h. Memonitor
warna, kuantitas
dan berat jenis
urin
membran mukosa
pucat, BAK warna
kuning kecoklatan
A : masalah belum
teratasi
- Keseimbangan
intake dan
output dalam
24 jam
- Berat badan
stabil
- Kelembaban
membran
mukosa
P : intervensi
dilanjutkan
Risiko
ketidakstabil
an kadar
glukosa
darah
a. Memonitor kadar
glukosa darah
b. Memonitor tanda
dan gejala
hiperglikemia
:poliuria,
polidipsi, polifagi,
kelemahan,
letargi, malaise,
pandangan kabur,
atau sakit kepala
c. Menginstruksikan
pasien dan
keluarga
mengenai
pencegahan,
pengenalan tanda-
tanda
hiperglikemi dan
manajemen
hiperglikemia
Pukul 15.30 WIB
S : pasien
mengatakan pasien
mengatakan sering
haus, dan lapar
tetapi minum
dibatasi dan tidak
nafsu makan, BAK
sedikit, badan
terasa lemah,
pandangan kabur.
O : pasien tampak
lemah dan mukosa
mulut kering,
pasien tampak
gelisah, pasien
tampak tidak
diperiksa kadar
glukosa darahnya
A : masalah belum
teratasi
- Glukosa darah
dalam belum
normal
- Asupan
makanan
belum adekuat
- Asupan cairan
belum adekuat
P : intervensi
dilanjutkan
19
maret
2018
Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmam
puan
mencerna
makanan
a. Menciptakan
lingkungan yang
optimal pada saat
mengkonsumsi
makan
b. Memonitor
apakah diet yang
didapatkan
dihabiskan oleh
pasien
c. Memonitor
turgor kulit
d. Memonitor
adanya mual
muntah
e. Mengidentifikasi
perubahan nafsu
makan
f. Memonitor
adanya (warna)
pucat, kemerahan
dan jaringan
konjungtiva yang
kering
Pukul 15.30 WIB
S : pasien
mengatakan masih
tidak nafsu makan,
pasien mengatakan
diet yang diberikan
hanya habis ½ porsi
O : pasien tampak
diet yang diberikan
tidak habis, hanya
habis ½ porsi,
pasien tampak
lemah, membran
mukosa tampak
pucat, pasien
tampak mual
A : masalah belum
teratasi
- Asupan
makanan
secara oral
- Asupan cairan
secara oral
P : intervensi
dilanjutkan
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan
dengan
kegagalan
mekanisme
regulasi
a. Memonitor
intake/asupan
yang akurat dan
catat output
pasien
b. Memonitor tanda-
tanda vital
c. Memberikan
cairan dengan
tepat
d. Mendukung
pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian makan
dengan baik
e. Memonitor
asupan dan
pengeluaran
f. Memonitor
membran mukosa,
turgor kulit, dan
respon haus
Pukul 15.30 WIB
S : pasien
mengatakan
minumnya dibatasi,
minum hanya ±300
cc setiap harinya,
BAK sedikit ±250
cc setiap harinya
O : pasien tampak
lemah, lesu dan
letih, pasien tampak
minumnya sedikit
±300 cc setiap
harinya, BAK
sedikit ±250 cc
setiap harinya,
membran mukosa
pucat, BAK warna
kuning kecoklatan
A : masalah belum
teratasi
- Keseimbanga
n intake dan
g. Memonitor
warna, kuantitas
dan berat jenis
urin
output dalam
24 jam
- Berat badan
stabil
- Kelembaban
membran
mukosa
P : intervensi
dilanjutkan
Risiko
ketidakstabil
an kadar
glukosa
darah
a. Memonitor kadar
glukosa darah
b. Memonitor tanda
dan gejala
hiperglikemia
:poliuria,
polidipsi, polifagi,
kelemahan,
letargi, malaise,
pandangan kabur,
atau sakit kepala
c. Mengantisipasi
situasi dimana
akan ada
kebutuhan
peningkatan
insulin (misalnya,
penyakit
penyerta)
d. Menginstruksikan
pasien dan
keluarga
mengenai
pencegahan,
pengenalan tanda-
tanda
hiperglikemi dan
manajemen
hiperglikemia
Pukul 15.30 WIB
S : pasien
mengatakan tidak
nafsu makan dan
minum sedikit,
BAK sedikit, badan
terasa lemah,
pandangan kabur,
sakit kepala.
O : pasien tampak
lemah dan tidak
bersemangat, pasien
tampak sering
memegangi
kepalanya, minum
pasien hanya 300
cc/ hari, BAK 250
cc/hari, pasien
tampak tidak
dilakukan
pemeriksaan kadar
glukosa darahnya
A : masalah belum
teratasi
- Asupan
makanan
belum adekuat
- Asupan cairan
belum adekuat
P : intervensi
dilanjutkan
20
maret
2018
Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
a. Menciptakan
lingkungan yang optimal pada saat
mengkonsumsi
makan
b. Memonitor
apakah diet yang
Pukul 15.30 WIB
S : pasien mengatakan masih
tidak nafsu makan,
pasien mengatakan
diet yang diberikan
hanya habis 5-6
dengan
ketidakmam
puan
mencerna
makanan
didapatkan
dihabiskan oleh
pasien
c. Memonitor
turgor kulit
d. Memonitor
adanya mual
muntah
a. Memonitor
adanya (warna)
pucat, kemerahan
dan jaringan
konjungtiva yang
kering
sendok makan
O : pasien tampak
diet yang diberikan
tidak habis, hanya
habis 5-6 sendok
makan, pasien
tampak lemah dan
lesu, membran
mukosa tampak
pucat
A : masalah belum
teratasi
- Asupan
makanan
secara oral
- Asupan cairan
secara oral
P : intervensi
dihentikan dengan
rencana tindak
lanjut, pasien
pulang paksa
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan
dengan
kegagalan
mekanisme
regulasi
a. Memonitor
intake/asupan
yang akurat dan
catat output
pasien
b. Memonitor
tanda-tanda vital
c. Memberikan
cairan dengan
tepat
d. Mendukung
pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian
makan dengan
baik
e. Memonitor
membran
mukosa, turgor
kulit, dan respon
haus
f. Memonitor
warna, kuantitas
dan berat jenis
urin
Pukul 15.30 WIB
S : pasien
mengatakan
minumnya dibatasi,
minum hanya ±300
cc setiap harinya,
BAK sedikit ±250
cc setiap harinya
O : pasien tampak
lemah, lesu dan
letih, pasien tampak
minumnya sedikit
±300 cc setiap
harinya, BAK
sedikit ±250 cc
setiap harinya,
membran mukosa
pucat, BAK warna
kuning kecoklatan
A : masalah belum
teratasi
- Keseimbanga
n intake dan
output dalam
24 jam
- Berat badan
stabil
- Kelembaban
membran
mukosa
P : intervensi
dihentikan
Risiko
ketidakstabil
an kadar
glukosa
darah
a. Memonitor tanda
dan gejala
hiperglikemia
:poliuria,
polidipsi, polifagi,
kelemahan,
letargi, malaise,
pandangan kabur,
atau sakit kepala
b. Mengantisipasi
situasi dimana
akan ada
kebutuhan
peningkatan
insulin (misalnya,
penyakit
penyerta)
Pukul 15.30 WIB
S : pasien
mengatakan tidak
nafsu makan dan
minum sedikit,
minum dibatasi,
BAK sedikit, badan
terasa lemah,
pandangan kabur,
sakit kepala.
O : pasien tampak
lemah dan tidak
bersemangat, pasien
tampak sering
memegangi
kepalanya, pasien
tampak tidak ada
diperiksa kadar
glukosa darahnya
A : masalah belum
teratasi
- Asupan
makanan
belum adekuat
- Asupan cairan
belum adekuat
P : intervensi
dihentikan
FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN DASAR
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi Klien
1) Nama : Ny. S
2) Tanggal Lahir : 6 Mei 1959
3) Jenis Kelamin : Perempuan
4) Status Kawin : Kawin
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SMU
7) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
8) Alamat : Pauh, Padang
9) Diagnosa Medis : Diabetes Melitus Tipe II + CKD stage V
10) No. MR : 86.51.21
b. Identifikasi Penanggung Jawab
1) Nama : Ny. Y
2) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3) Alamat : Pauh, Padang
4) Hubungan : Adik
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Keluhan Utama : Ny. S datang ke IGD RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 16 Maret 2018 pukul 09.14 WIB
dengan keluhan terasa lemah dan letih meningkat sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit, buang air kecil sedikit.
b) Keluhan Saat Dikaji : Saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 17 Maret 2018 sekitar pukul 11.00 WIB, Ny. S mengeluh
terasa lemah dan letih, tidak nafsu makan, berat badan menurun.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu : Ny. S memiliki riwayat DM sejak 4
tahun yang lalu tetapi tidak pernah kontrol, riwayat hipertensi sejak 3
tahun yang lalu, dan diketahui CKD stage 5 sejak 3 tahun yang lalu
dan mulai cuci darah sejak 3 tahun yang lalu
3) Riwayat Kesehatan Keluarga : Ayah kandung dari Ny. S mempunyai
riwayat penyakit DM tipe II yang sama dengan Ny. S
d. Pola Aktivitas sehari-hari (ADL)
1) Pola Nutrisi
Sehat : Selama sehat Ny. N makan 3 kali sehari dengan nasi, lauk
pauk, dan jarang makan buah dan sayur. Minum selama sehat ±1300
cc setiap harinya.
Sakit : Selama sakit nafsu makan Ny. S menurun, diet ML DD 1700
kkal yang diberikan tidak pernah habis, minum ±250 cc setiap
harinya
2) Pola Eliminasi
Sehat : Selama sehat Ny. S BAB ± 1 kali sehari dengan konsistensi
lembek, Ny. N mengatakan BAK ± 4-5 kali sehari. Ny. S
mengatakan bisa BAB dan BAK ke wc sendiri.
Sakit : Selama sakit Ny. S BAB ± 1 kali sehari dengan konsistensi
lembek, BAK ± 200 cc setiap harinya.
3) Pola Tidur dan Istirahat
Sehat : Selama sehat Ny. S tidur siang ± 1 jam sehari, tidur malam 6-
7 jam sehari. Ny. S mengatakan tidurnya nyenyak.
Sakit : Selama sakit Ny. S tidur siang ± 1 jam sehari, tidur malam ±
6-7 jam sehari. Ny. S mengatakan tidurnya nyenyak.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Sehat : Selama sehat Ny. S bisa beraktivitas sendiri. Ny. S
mengatakan jarang berolahraga.
Sakit : Selama sakit Ny. S bisa beraktivitas sendiri.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
- TB/BB : 150 cm/35 kg
- Kesadaran : Composmentis (E4M6V5)
- Tanda-tanda vital : TD 160/80 mmHg, HR 87 x/i, RR 21 x/i,
Suhu 36.5 0C
a) Pemeriksaan Kepala dan Muka : tidak ada benjolan, rambut tidak
rontok, rambut kering, wajah tampak pucat.
b) Pemeriksaan Mata : simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis,
sklera tidak ikterik, penglihatan baik, reflek pupil baik.
c) Pemeriksaan Telinga : simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen,
pendengaran baik.
d) Pemeriksaan Hidung : simetris, tidak ada pernapasan cuping
hidung, penciuman baik bisa membedakan bau.
e) Pemeriksaan Mulut : simetris, mukosa bibir kering dan pucat.
f) Pemeriksaan Leher : tidak ada pembengkakan kelenjer getah
bening.
g) Pemeriksaan Thorak
Paru-paru :
I : simetris kiri dan kanan
P : fremitus kiri dan kanan
P : sonor
A : vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
Jantung :
I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus teraba di RIC 5
P : batas jantung kanan RIC II, batas jantung kiri RIC V mid
klavikula
A : irama jantung reguler
h) Pemeriksaan Abdomen
I : simetris
A : bising usus 14 kali/menit
P : tidak ada nyeri tekan, hepar tidak teraba,
P : timpani
i) Pemeriksaan Ekstremitas
Atas : kulit teraba kering, CRT > 2 detik, turgor kembali sedikit
lambat, akral dingin, edema, terpasang IVFD Eas primer 7
tetes/menit di tangan kanan.
Bawah : kulit teraba kering, CRT > 2 detik, akral dingin, edema.
f) Data Psikologis
1) Status Emosional : Ny. S baik, Ny. S merasa cemas dengan
penyakitnya
2) Kecemasan : Ny. S merasa cemas dengan penyakitnya dan
ingin cepat sembuh
3) Pola Koping : cukup baik, yaitu dengan cara berdoa agar
cepat sembuh
4) Gaya Komunikasi : terarah dan jelas
5) Konsep Diri : baik, yaitu pasien menerima dan menyadari
penyakit yang dialaminya adalah cobaan dari Allah SWT
g) Data Sosial : Ny. S bekerja sebagai ibu rumah tangga, untuk
kebutuhan sehari-hari didapatkan dari penghasilan suaminya yang
bekerja sebagai swasta. Ny. S dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang
dengan jaminan kelas 2.
h) Data Spiritual : Dalam keadaan sakit Ny. S masih taat beribadah,
pasien beribadah diatas tempat tidurnya dan berdoa agar cepat sembuh
dari penyakitnya
i) Data Penunjang
Hasil pemeriksaan hematologi tanggal 14 Maret 2018 didapatkan
hemoglobin 6.3 g/dl (N: 12-16), leukosit 4240/mm3 (N: 5000-10.000),
trombosit 148.000/mm3 (150.000-400.000), hematokrit 21% (N: 37-43),
basofil 0% (N: 0-1.0), eosinofil 2% (N: 1.0-3.0), N. Batang 3% (N: 2.0-
6.0), N. Segmen 72% (50-70), limfosit 15% (N: 20-40), monosit 7% (N:
2.0-8.0), sel patologis metamielosit=1.
Kesimpulan : anemia berat, leukopenia, trombositopenia.
Hasil pemeriksaan kimia klinik tanggal 17 Maret 2018 didapatkan
gula darah sewaktu 136 mg/dl (N: <200), ureum darah 80 mg/dl (N:
10.0-50.0), kreatinin 6.6 mg/dl (N: 0.6-1.2), kalsium 9.8 mg/dl (N: 8.1-
10.4), natrium 141 Mmol/L (N: 136-145), kalium 4.8 Mmol/L (N: 3.5-
5.1), klorida serum 105 Mmol/L (N: 97-111), total protein 7.6 g/dl (N:
6.6-8.7), albumin 4.2 g/dl (N: 3.8-5.0), globulin 3.4 g/dl (1.3-2.7),
AGD : pH 7.45, pCO2 41 mmHg, pO2 61 mmHg, HCO3- 28.5 mmol/L,
BEb 4.1 mmol/L.
Kesimpulan : ureum meningkat, kreatinin meningkat, globulin
meningkat.
Hasil pemeriksaan hematologi tanggal 17 Maret 2018 didapatkan
hemoglobin 6.4 g/dl (N: 12-16), leukosit 3.450/mm3 (N: 5.000-10.000),
trombosit 141.000/mm3 150.000-400.000), hematokrit 22% (N: 37-43).
Kesimpulan : anemia berat, leukopenia, trombositopenia.
j) Program dan Rencana Pengobatan :
Ny. S mendapatkan diet ML 1700 kkal, IVFD easprimer 500cc/24 jam,
amlodipine 1x10 mg, candesartan 1x16 mg, asam folat 1x5 mg, bicnat
3x500 mg, CPG 1x75 mg, lansoprazole 1x30 mg, sukralfat 3x2 cth,
transfusi PRC 2 unit.
2. ANALISA DATA
Data Masalah Penyebab
DS : Ny. S
mengatakan tidak
nafsu makan, diet
hanya habis ½ porsi,
Ny. S mengatakan
terasa lemah dan letih
DO : pasien tampak
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
ketidakmampuan
mencerna makanan
tidak nafsu makan,
diet yang diberikan
hanya habis ½ porsi,
mukosa mulut tampak
pucat.
DS : Ny. S
mengatakan
minumnya dibatasi,
minum hanya ±300 cc
setiap harinya, BAK
sedikit ±250 cc setiap
harinya
DO : pasien tampak
minumnya sedikit
±300 cc setiap
harinya, BAK sedikit
±250 cc setiap
harinya, mukosa bibir
kering
Kekurangan volume
cairan
kegagalan
mekanisme regulasi
DS : Ny. S
mengatakan badannya
terasa lemah dan letih
DO : pasien tampak
pucat, CRT > 2 detik,
akral dingin, edema di
kaki dan tangan,
turgor kulit kembali
sedikit lambat, kulit
kering, suhu 36.50C,
Hb 6.4 g/dl, leukosit
3.450/mm3, trombosit
141.000/mm3,
hematokrit 22%.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
kurang pengetahuan
tentang proses
penyakit
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan
Ditemukan
Masalah
Dipecahkan
Masalah
Tgl Paraf Tgl Paraf
1. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan
mencerna makanan
17
maret
2018
2. Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan kegagalan
mekanisme regulasi
17
maret
2018
3. Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
berhubungan dengan
kurang pengetahuan
tentang proses penyakit
17
maret
2018
4. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
N
O
Diagnosa
Keperawatan
Intervensi
NOC NIC
1. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan
mencerna makanan
Definisi :Asupan
nutrisi tidak cukup
untuk memenuhi
kebutuhan metabolik
Batasan
karakteristik :
a. Bising usus
hiperaktif
Status nutrisi :
asupan makanan dan
cairan
a. Asupan makanan
secara oral
b. Asupan cairan
secara oral
c. Asupan cairan
intravena
Manajemen nutrisi
a. Identifikasi
adanya alergi
atau intoleransi
makanan yang
dimiliki pasien
b. Tentukan
jumlah kalori
dan jenis nutrisi
yang
dibutuhkan
untuk
memenuhi
persyaratan gizi
c. Ciptakan
lingkungan
yang optimal
b. Ketidakmampuan
memakan
makanan
c. Membran mukosa
pucat
d. Nyeri abdomen
Faktor yang
berhubungan :
a. Ketidakmampuan
makan
b. Ketidakmampuan
mencerna
makanan
c. Ketidakmampuan
mengabsorpsi
nutrien
d. Kurang asupan
makanan
pada saat
mengkonsumsi
makan
d. Bantu pasien
membuka
kemasan
makanan,
memotong
makanan dan
makan, jika
diperlukan
e. Anjurkan pasien
terkait dengan
kebutuhan diet
untuk kondisi
sakit (yaitu:
untuk pasien
dengan penyakit
ginjal,
pembatasan
natrium, kalium,
protein, dan
cairan)
f. Monitor kalori
dan asupan
makanan
g. Monitor
kecenderungan
terjadinya
penurunan dan
kenaikan berat
badan
Monitor nutrisi
a. Timbang berat
badan pasien
b. Lakukan
pengukuran
antropometrik
pada komposisi
tubuh
c. Identifikasi
perubahan berat
badan terakhir d. Monitor turgor
kulit dan
mobilitas
e. Identifikasi
abnormalitas
kulit
f. Monitor adanya
mual muntah
g. Monitor diet
dan asupan
kalori
h. Identifikasi
perubahan nafsu
makan dan
aktifitas akhir-
akhir ini
i. Monitor adanya
(warna) pucat,
kemerahan dan
jaringan
konjungtiva
yang kering
2. Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan kegagalan
mekanisme regulasi
Defenisi :
Penurunan cairan
intravascular,
interstisial, dan/atau
intraselular. Ini
mengacu pada
dehidrasi, kehilangan
cairan saja tanpa
perubahan kadar
natrium.
Batasan
Karakteristik :
a. Haus
b. Kelemahan
c. Kulit kering
d. Membran mukosa
kering
e. Penurunan berat
badan tiba-tiba
f. Penurunan
haluaran urin
Keseimbangan
cairan
a. Keseimbangan
intake dan output
dalam 24 jam
b. Berat badan stabil
c. Turgor kulit baik
d. Kelembaban
membran mukosa
e. Asites
f. Kehausan
g. Kram otot
h. Pusing
Manajemen cairan
a. Timbang berat
badan setiap hari
dan monitor
status pasien
b. Jaga intake/
asupan yang
akurat dan catat
output pasien
c. Monitor status
hidrasi
d. Monitot tanda-
tanda vital
e. Berikan cairan
dengan tepat
f. Tingkatkan
asupan oral
g. Distribusi asupan
cairan selama 24
jam
h. Dukung pasien
dan keluarga
untuk membantu
dalam pemberian
makan dengan
baik
Faktor yang
berhubungan :
a. Kegagalan
mekanisme
regulasi
b. Kehilangan cairan
aktif
Monitor cairan
a. Tentukan jumlah
dan jenis
intake/asupan
cairan serta
kebiasaan
eliminasi
b. Tentukan faktor-
faktor risiko
yang mungkin
menyebabkan
ketidakseimbang
an cairan
c. Tentukan apakah
pasien
mengalami
kehausan atau
gejala perubahan
cairan
d. Monitor berat
badan
e. Monitor asupan
dan pengeluaran
f. Monitor
membran
mukosa, turgor
kulit, dan respon
haus
g. Monitor warna,
kuantitas dan
berat jenis urin
h. Monitor tanda
dan gejala asites
i. Batasi dan
alokasikan
asupan cairan
3. Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer berhubungan
dengan kurang
pengetahuan tentang
proses penyakit
Defenisi :
Penurunan sirkulasi
darah ke perifer yang
dapat mengganggu
kesehatan.
Perfusi jaringan :
perifer
a. Pengisian kapiler
jari
b. Suhu kulit ujung
kaki dan tangan
c. Tekanan darah
sistolik
d. Tekanan darah
diastolik
e. Edema perifer
Manajemen sensasi
perifer
a. monitor sensasi
tumpul atau
tajam dan panas
dan dingin yang
dirasakan pasien
b. monitor adanya
parastesia
dengan tepat
(misalnya, mati
Batasan
Karakteristik :
a. Edema
b. Perubahan
karakteristik
kulit
c. Waktu
pengisian
kapiler >3
detik
Faktor yang
berhubungan :
a. Diabetes
melitus
b. Gaya hidup
kurang gerak
c. Kurang
pengetahuan
tentang faktor
pemberat
d. Kurang
pengetahuan
tentang proses
penyakit
f. Muka pucat
g. Kelemahan otot
h. Kram otot
i. Parestesia
rasa, tingling,
hipertesia,
hipotesia, dan
tingkat nyeri)
c. lindungi tubuh
terhadap
perubahan suhu
yang ekstrim
d. monitor
kemampuan
untuk BAB dan
BAK
Pengecekan kulit
a. periksa kulit dan
selaput lender
terkait dengan
adanya
kemerahan,
kehangatan
ekstrim, edema,
atau drainase
b. amati warna,
kehangatan,
bengkak, pulsasi,
tekstur, edema,
dan ulserasi pada
ekstremitas
c. monitor warna
dan suhu kulit
d. monitor kulit
untuk adanya
ruam dan lecet
e. monitor kulit
untuk adanya
kekeringan yang
berlebihan dan
kelembaban
f. dokumentasikan
perubahan
membran
mukosa
5. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Tang
gal
Diagnosa
Keperawatan
Tindakan
Keperawatan
Evaluasi
Keperawatan Paraf
17
maret
2018
Ketidakseimb
angan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmamp
uan mencerna
makanan
a. Mengidentifika
si adanya alergi
makanan yang
dimiliki pasien
b. Berkolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan
untuk
memenuhi
persyaratan
gizi
c. Menciptakan
lingkungan
yang optimal
pada saat
mengkonsumsi
makan
d. Memonitor
kalori dan
asupan
makanan
e. Memonitor
kecenderungan
terjadinya
penurunan dan
kenaikan berat
badan
f. Memonitor diet
yang
didapatkan
pasien habis
atau tidak
g. Melakukan
pengukuran
antropometrik
pada komposisi
tubuh
Pukul 16.00 WIB
S : pasien
mengatakan tidak
nafsu makan, diet
yang diberikan
hanya habis ½ porsi,
pasien mengatakan
BB turun
O : pasien tampak
tidak nafsu makan,
diet yang diberikan
tidak habis, hanya
habis ½ porsi, LILA
19 cm, lingkar perut
73 cm, IMT 15.5
kg/m2, mukosa bibir
pucat, badan tampak
lemah
A : masalah belum
teratasi
- Asupan
makanan
secara oral
- Asupan cairan
secara oral
P : intervensi
dilanjutkan
Kekurangan
volume cairan
a. Memonitor
intake/asupan Pukul 16.00 WIB
S : pasien
berhubungan
dengan
kegagalan
mekanisme
regulasi
yang akurat
dan catat
output pasien
b. Memonitor
tanda-tanda
vital
c. Memberikan
cairan dengan
tepat
d. Mendukung
pasien dan
keluarga untuk
membantu
dalam
pemberian
makan dengan
baik
e. Menentukan
jumlah dan
jenis
intake/asupan
cairan serta
kebiasaan
eliminasi
f. Memonitor
asupan dan
pengeluaran
g. Memonitor
membran
mukosa, turgor
kulit, dan
respon haus
h. Memonitor
warna,
kuantitas dan
berat jenis urin
mengatakan
minumnya dibatasi,
minum hanya ±300
cc setiap harinya,
BAK sedikit ±250 cc
setiap harinya
O : pasien tampak
lemah, lesu dan
letih, pasien tampak
minumnya sedikit
±200 cc setiap
harinya, BAK
sedikit ±150 cc
setiap harinya,
membran mukosa
pucat, BAK warna
kuning kecoklatan,
ureum darah 80
mg/dl, kreatinin
darah 6.6 mg/dl,
albumin 4.2 g/dl
A : masalah belum
teratasi
- Keseimbangan
intake dan
output dalam
24 jam
- Berat badan
stabil
- Kelembaban
membran
mukosa
P : intervensi
dilanjutkan
Ketidakefektif
an perfusi
jaringan
perifer
berhubungan
dengan
kurang
pengetahuan
tentang proses
penyakit
a. Memonitor
sensasi panas
dan dingin
yang dirasakan
pasien
b. Memonitor
adanya
parastesia
dengan tepat
(misalnya,
mati rasa,
tingling,
Pukul 16.00 WIB
S : pasien
mengatakan badan
masih terasa lemah
dan letih
O : pasien diberikan
transfusi PRC 1 unit,
pasien tampak lelah,
letih, lesu, pasien
tampak kurang
berkonsentrasi,
kurang bertenaga,
hipertesia,
hipotesia, dan
tingkat nyeri)
c. Melindungi
tubuh terhadap
perubahan
suhu yang
ekstrim
d. Memonitor
kemampuan
untuk BAB
dan BAK
e. Memeriksa
kulit terkait
dengan adanya
kemerahan,
kehangatan
ekstrim,
edema, atau
drainase
f. Mengamati
warna,
kehangatan,
bengkak,
edema pada
ekstremitas
g. Memonitor
warna dan
suhu kulit
h. Memonitor
kulit untuk
adanya ruam
dan lecet
i. Memonitor
kulit untuk
adanya
kekeringan
yang
berlebihan dan
kelembaban
akral dingin,
konjungtiva anemis,
CRT >2 detik, Hb
6.4 g/dl (N: 12-16),
leukosit 3.450/mm3
(N: 5.000-10.000),
trombosit
141.000/mm3 (N:
150.000-400.000),
Ht 22% (N: 37-43)
A : Masalah belum
teratasi
- Pengisian
kapiler jari
- Suhu kulit
ujung kaki dan
tangan
- Muka pucat
P : Intervensi
dilanjutkan
18
maret
2018
Ketidakseimb
angan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmamp
a. Menciptakan
lingkungan
yang optimal
pada saat
mengkonsumsi
makan
b. Memonitor
kalori dan
Pukul 16.00 WIB
S : pasien
mengatakan tidak
nafsu makan, diet
yang diberikan
hanya habis ½ porsi,
badan terasa lemah
O : pasien tampak
uan mencerna
makanan,
ketidakmamp
uan
mengabsorpsi
nutrien
asupan
makanan
c. Memonitor
diet yang
didapatkan
pasien habis
atau tidak
tidak nafsu makan,
diet yang diberikan
tidak habis, hanya
habis ½ porsi,
mukosa bibir pucat,
badan tampak lemah
dan lesu
A : masalah belum
teratasi
- Asupan
makanan
secara oral
- Asupan cairan
secara oral
P : intervensi
dilanjutkan
Kekurangan
volume cairan
berhubungan
dengan
kegagalan
mekanisme
regulasi
a. Memonitor
intake/asupan
yang akurat
dan catat
output pasien
b. Memonitor
tanda-tanda
vital
c. Memonitor
asupan dan
pengeluaran
d. Memonitor
membran
mukosa, turgor
kulit, dan
respon haus
Pukul 16.00 WIB
S : pasien
mengatakan
minumnya dibatasi,
minum hanya ±200
cc setiap harinya,
BAK sedikit ±200 cc
setiap harinya
O : pasien tampak
lemah, lesu dan
letih, pasien tampak
minumnya sedikit
±200 cc setiap
harinya, BAK
sedikit ±200 cc
setiap harinya, BAK
warna kuning
kecoklatan
A : masalah belum
teratasi
- Keseimbangan
intake dan
output dalam
24 jam
- Berat badan
stabil
- Kelembaban
membran
mukosa
P : intervensi
dilanjutkan
Ketidakefektif
an perfusi
jaringan
perifer
berhubungan
dengan
kurang
pengetahuan
tentang proses
penyakit
a. Memeriksa
kulit terkait
dengan adanya
kemerahan,
kehangatan
ekstrim,
edema
b. Mengamati
warna,
kehangatan,
bengkak,
edema pada
ekstremitas
c. Memonitor
warna dan
suhu kulit
d. Memonitor
kulit untuk
adanya ruam
dan lecet
Pukul 16.00 WIB
S : pasien
mengatakan badan
masih terasa lemah
dan letih
O : pasien tampak
lemah, letih, lesu,
pasien tampak
kurang
berkonsentrasi, diet
pasien tidak
dihabiskan, diet
hanya habis ½ porsi,
kurang bertenaga,
akral dingin,
konjungtiva anemis,
CRT > 2 detik
A : Masalah belum
teratasi
- Pengisian
kapiler jari
- Suhu kulit
ujung kaki dan
tangan
- Muka pucat
P : Intervensi
dilanjutkan
19
maret
2018
Ketidakseimb
angan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmamp
uan mencerna
makanan,
ketidakmamp
uan
mengabsorpsi
nutrien
a. Menciptakan
lingkungan
yang optimal
pada saat
mengkonsumsi
makan
b. Memonitor
kalori dan
asupan
makanan
c. Memonitor
diet yang
didapatkan
pasien habis
atau tidak
Pukul 16.00 WIB
S : pasien
mengatakan tidak
nafsu makan, diet
yang diberikan
hanya habis ½ porsi,
pasien mengatakan
badan terasa lelah
dan lemah
O : pasien tampak
tidak nafsu makan,
diet yang diberikan
tidak habis, hanya
habis ½ porsi,
mukosa bibir pucat,
pasien tampak lemah
dan lesu, tidak
bertenaga
A : masalah belum
teratasi
- Asupan
makanan
secara oral
- Asupan cairan
secara oral
P : intervensi
dilanjutkan
Kekurangan
volume cairan
berhubungan
dengan
kegagalan
mekanisme
regulasi
a. Memonitor
intake/ asupan
yang akurat
dan catat
output pasien
b. Memonitor
status hidrasi
c. Memonitor
tanda-tanda
vital
d. Memonitor
asupan dan
pengeluaran
e. Memonitor
membran
mukosa, turgor
kulit, dan
respon haus
f. Memonitor
warna,
kuantitas dan
berat jenis urin
Pukul 16.00 WIB
S : pasien
mengatakan
minumnya dibatasi,
minum hanya ±240
cc setiap harinya,
BAK sedikit ±200 cc
setiap harinya
O : pasien tampak
lemah, lesu, pasien
tampak minumnya
sedikit ±240 cc
setiap harinya, BAK
sedikit ±200 cc
setiap harinya, BAK
warna kuning
kecoklatan
A : masalah belum
teratasi
- Keseimbangan
intake dan
output dalam
24 jam
- Berat badan
stabil
- Kelembaban
membran
mukosa
P : intervensi
dilanjutkan
Ketidakefektif
an perfusi
jaringan
perifer
berhubungan
dengan
kurang
pengetahuan
tentang proses
penyakit
a. Memeriksa
kulit terkait
dengan adanya
kemerahan,
kehangatan
ekstrim,
edema b. Mengamati
warna,
kehangatan,
bengkak,
edema pada
Pukul 16.00 WIB
S : pasien
mengatakan badan
masih terasa lemah
dan letih
O : pasien tampak
diberikan transfusi PRC 1 unit, pasien
tampak lelah, letih,
lesu, pasien tampak
kurang
berkonsentrasi, diet
ekstremitas
c. Memonitor
warna dan
suhu kulit
pasien tidak
dihabiskan, diet
hanya habis ½ porsi,
kurang bertenaga,
akral teraba dingin,
konjungtiva anemis,
mukosa bibir pucat,
CRT > 2 detik
A : Masalah belum
teratasi
- Pengisian
kapiler jari
- Suhu kulit
ujung kaki dan
tangan
- Muka pucat
P : Intervensi
dilanjutkan
20
maret
2018
Ketidakseimb
angan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmamp
uan mencerna
makanan
a. Menciptakan
lingkungan
yang optimal
pada saat
mengkonsumsi
makan
b. Memonitor
kalori dan
asupan
makanan
c. Memonitor
diet yang
didapatkan
pasien habis
atau tidak
Pukul 16.00 WIB
S : pasien
mengatakan tidak
nafsu makan, diet
yang diberikan
hanya habis ½ porsi,
pasien mengatakan
badan terasa lelah
dan lemah
O : pasien tampak
tidak nafsu makan,
diet yang diberikan
tidak habis, hanya
habis ½ porsi,
mukosa bibir pucat,
pasien tampak lemah
dan lesu, tidak
bertenaga
A : masalah belum
teratasi
- Asupan
makanan
secara oral
- Asupan cairan
secara oral
P : intervensi
dihentikan, pasien
pulang paksa
Kekurangan
volume cairan
berhubungan
dengan
kegagalan
mekanisme
regulasi
a. Memonitor
intake/ asupan
yang akurat
dan catat
output pasien
b. Memonitor
status hidrasi
c. Memonitor
tanda-tanda
vital
d. Memonitor
asupan dan
pengeluaran
e. Memonitor
membran
mukosa, turgor
kulit, dan
respon haus
Pukul 16.00 WIB
S : pasien
mengatakan
minumnya dibatasi,
minum hanya ±300
cc setiap harinya,
BAK sedikit ±250 cc
setiap harinya
O : pasien tampak
lemah, lesu dan
letih, pasien tampak
minumnya sedikit
±350 cc setiap
harinya, BAK
sedikit ±250 cc
setiap harinya, BAK
warna kuning
kecoklatan
A : masalah belum
teratasi
- Keseimbangan
intake dan
output dalam
24 jam
- Berat badan
stabil
- Kelembaban
membran
mukosa
P : intervensi
dihentikan, pasien
pulang paksa
Ketidakefektif
an perfusi
jaringan
perifer
berhubungan
dengan
kurang
pengetahuan
tentang proses
penyakit
a. Memonitor
sensasi panas
dan dingin
yang
dirasakan
pasien
b. Memeriksa
kulit terkait
dengan adanya
kemerahan,
kehangatan
ekstrim,
edema
c. Mengamati
warna,
Pukul 16.00 WIB
S : pasien
mengatakan badan
masih terasa lemah
dan letih
O : pasien tampak
lelah, letih, lesu,
pasien tampak
kurang
berkonsentrasi, diet
pasien tidak
dihabiskan, diet
hanya habis ½ porsi,
kurang bertenaga,
akral dingin,
kehangatan,
bengkak,
edema pada
ekstremitas
d. Memonitor
warna dan
suhu kulit
konjungtiva anemis,
CRT > 2 detik
A : Masalah belum
teratasi
- Pengisian
kapiler jari
- Suhu kulit
ujung kaki dan
tangan
- Muka pucat
P : Intervensi
dihentikan, pasien
pulang paksa