8
Manajemen asma bronkial J Kedokter Trisakti, September-Desember 2000-Vol.19, No.3 125 Perkembangan patogenesis dan pengobatan Asma Bronkial Meiyanti, Julius I. Mulia Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ABSTRACT Asthma bronchiale is a chronic respiratory disease that still considered as a world health problem. Statistic shown that its prevalent rises in this last decade. The pathogenesis of asthma bronchiale indicate that chronic inflammation play a role in the cause of the disease, its involving cells to release various mediators that lead the symptoms. Hence the management of asthma bronchiale consists of drugs to relief and to control the inflammation. Inhalation corticosteroid is one of the drug of choice in asthma bronchiale therapy , its safe to be used in long term therapy.(J Kedokter Trisakti 2000;19(3):125-132) Key words :management, asthma bronchiale, corticosteroid ABSTRAK Asma bronkial merupakan penyakit saluran nafas kronis yang masih menjadi masalah kesehatan dunia. Statistik menunjukkan prevalensi asma meningkat pada dekade terakhir. Patogenesis menunjukkan penyebab utama terjadinya asma bronkial adalah inflamasi kronis, yang melibatkan pelepasan mediator dari sel inflamasi sehingga menimbulkan berbagai gejala. Manajemen asma bronkial terdiri dari obat untuk menghilangkan dan mengendalikan inflamasi. Kortikosteroid inhalasi merupakan salah satu obat pilihan dalam pengobatan asma. Obat ini aman digunakan untuk terapi jangka panjang. Kata kunci: manajemen, asma bronkial, kortokosteroid PENDAHULUAN Asma bronkial merupakan kelainan saluran napas kronik yang merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai usia, baik laki-laki maupun perempuan. (1) Dalam dekade terakhir ini prevalensi asma bronkial cenderung meningkat, sehingga masalah penanggulangan asma menjadi masalah yang menarik. Pada saat ini tersedia banyak jenis obat asma yang dapat diperoleh di Indonesia, tetapi hal ini tidak mengurangi jumlah penderita asma. Beberapa negara melaporkan terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas penderita asma (1) . Hal ini antara lain disebabkan karena kurang tepatnya penata- laksanaan atau kepatuhan penderita. Bertambahnya pengetahuan dalam patogenesis asma mempunyai dampak positip terhadap penatalaksanaan asma. Ketika asma dianggap hanya sebagai suatu penyakit alergi, anti histamin dan kortikosteroid merupakan obat yang selalu digunakan dalam penatalaksanaan asma. Saat ini telah ditemukan konsep baru patogenesis asma bronkial sehingga mempengaruhi pola pengobatan asma. PATOGENESIS ASMA Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang melibatkan beberapa sel. Inflamasi kronis mengakibatkan dilepaskannya beberapa macam mediator yang dapat mengaktivasi sel target di saluran nafas dan Click to buy NOW! P D F - X C h a n g e w w w . d o c u - t r a c k . c o m Click to buy NOW! P D F - X C h a n g e w w w . d o c u - t r a c k . c o m

Asma Patogenesis Terapi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Asma Patogenesis Terapi

Citation preview

Page 1: Asma Patogenesis Terapi

Manajemen asma bronkial

J Kedokter Trisakti, September-Desember 2000-Vol.19, No.3 125

Perkembangan patogenesis dan pengobatan Asma BronkialMeiyanti, Julius I. Mulia

Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

ABSTRACT

Asthma bronchiale is a chronic respiratory disease that still considered as a world healthproblem. Statistic shown that its prevalent rises in this last decade. The pathogenesis of asthmabronchiale indicate that chronic inflammation play a role in the cause of the disease, its involvingcells to release various mediators that lead the symptoms. Hence the management of asthmabronchiale consists of drugs to relief and to control the inflammation. Inhalation corticosteroid is oneof the drug of choice in asthma bronchiale therapy , its safe to be used in long term therapy.(JKedokter Trisakti 2000;19(3):125-132)

Key words :management, asthma bronchiale, corticosteroid

ABSTRAK

Asma bronkial merupakan penyakit saluran nafas kronis yang masih menjadi masalah kesehatandunia. Statistik menunjukkan prevalensi asma meningkat pada dekade terakhir. Patogenesismenunjukkan penyebab utama terjadinya asma bronkial adalah inflamasi kronis, yang melibatkanpelepasan mediator dari sel inflamasi sehingga menimbulkan berbagai gejala. Manajemen asmabronkial terdiri dari obat untuk menghilangkan dan mengendalikan inflamasi. Kortikosteroid inhalasimerupakan salah satu obat pilihan dalam pengobatan asma. Obat ini aman digunakan untuk terapijangka panjang.

Kata kunci: manajemen, asma bronkial, kortokosteroid

PENDAHULUAN

Asma bronkial merupakan kelainansaluran napas kronik yang merupakan salahsatu masalah kesehatan masyarakat di dunia.Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai usia,baik laki-laki maupun perempuan. (1) Dalamdekade terakhir ini prevalensi asma bronkialcenderung meningkat, sehingga masalahpenanggulangan asma menjadi masalah yangmenarik. Pada saat ini tersedia banyak jenis obatasma yang dapat diperoleh di Indonesia, tetapihal ini tidak mengurangi jumlah penderitaasma. Beberapa negara melaporkan terjadinyapeningkatan morbiditas dan mortalitaspenderita asma (1). Hal ini antara laindisebabkan karena kurang tepatnya penata-laksanaan atau kepatuhan penderita.

Bertambahnya pengetahuan dalam patogenesisasma mempunyai dampak positip terhadappenatalaksanaan asma. Ketika asma dianggaphanya sebagai suatu penyakit alergi, antihistamin dan kortikosteroid merupakan obatyang selalu digunakan dalam penatalaksanaanasma. Saat ini telah ditemukan konsep barupatogenesis asma bronkial sehinggamempengaruhi pola pengobatan asma.

PATOGENESIS ASMA

Asma merupakan penyakit inflamasikronis yang melibatkan beberapa sel.Inflamasi kronis mengakibatkan dilepaskannyabeberapa macam mediator yang dapatmengaktivasi sel target di saluran nafas dan

Click t

o buy NOW!

PDF-XChange

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XChange

www.docu-track.com

Page 2: Asma Patogenesis Terapi

Meiyanti, Mulia

126 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3

mengakibatkan bronkokonstriksi, kebocoranmikrovaskuler dan edema, hipersekresi mukus,dan stimulasi refleks saraf . Pada asma terjadimekanisme hiperresponsif bronkus daninflamasi, kerusakan sel epitel, kebocoranmikrovaskuler, dan mekanisme saraf.(2)

Hiperresponsif bronkus adalah responbronkus yang berlebihan akibat berbagairangsangan dan menyebabkan penyempitanbronkus. Peningkatan respons bronkusbiasanya mengikuti paparan alergen, infeksivirus pada saluran nafas atas, atau paparanbahan kimia. Hiperesponsif bronkusdihubungkan dengan proses inflamasi salurannapas. Pemeriksaan histopatologi padapenderita asma didapatkan infiltrasi sel radang,kerusakan epitel bronkus, dan produksi sekretyang sangat kental. Meskipun ada beberapabentuk rangsangan, untuk terjadinya responinflamasi pada asma mempunyai ciri khasyaitu infiltrasi sel eosinofil dan limfosit Tdisertai pelepasan epitel bronkus . Pada saluran napas banyak didapatkan selmast, terutama di epitel bronkus dan dindingalveolus, sel mast mengandung neutraltriptase. Triptase mempunyai bermacamaktivitas proteolitik antara lain aktivasikomplemen, pemecahan fibrinogen danpembentukan kinin. Sel mast mengeluarkanberbagai mediator seperti histamin,prostaglandin-D2 (PGD2), dan Leukotrien-C4(LTC4) yang berperan pada bronkokonstriksi.Sel mast juga mengeluarkan enzim tripaseyang dapat memecah peptida yang disebutvasoactive intestinal peptide (VIP) danheparin. VIP bersifat sebagai bronkodilator .Heparin berperan dalam mekanisme antiinflamasi , heparin mengubah basic proteinyang dikeluarkan oleh eosinofil menjadi tidakaktif. Makrofag terdapat pada lumen salurannafas dalam jumlah banyak, diaktivasi oleh IgE dependent mechanism sehingga makrofagberperan dalam proses inflamasi padapenderita asma. Makrofag melepaskanmediator seperti tromboksan A2,prostaglandin, platelet activating factor,leukotrien-B4 (LTB4), tumor necrosis factor(TNF), interleukin-1 (IL-1), reaksi

komplemen dan radikal bebas oksigen.Berbeda dengan sel mast, pelepasan mediatoroleh makrofag dapat dihambat denganpemberian steroid tetapi tidak oleh golonganagonis beta-2. (3)

Infiltrasi eosinofil di saluran napas,merupakan gambaran khas untuk penderitaasma. Inhalasi alergen menyebabkan pe-ningkatan eosinofil pada cairan bilasanbronkoalveolar pada saat itu dan beberapa saatsesudahnya (reaksi lambat). Terdapathubungan langsung antara jumlah eosinofilpada darah perifer dan pada bilasanbronkoalveolar dengan hiperresponsif bronkus.Eosinofil melepaskan mediator seperti LTC4,platelet activating factor (PAF), radikal bebasoksigen, mayor basic protein (MBP), daneosinofil derived neurotoxin (EDN) yangbersifat sangat toksik untuk saluran napas. (2,3)

Neutrofil banyak dijumpai pada asmayang diakibatkan oleh kerja. Neutrofil didugamenyebabkan kerusakan epitel oleh karenapelepasan metabolit oksigen, protease danbahan kationik. Neutrofil merupakan sumbermediator seperti prostaglandin, tromboxan,leukotrien-B4 (LTB4), dan PAF. Limfosit T diduga mempunyai perananpenting dalam respon inflamasi asma, karenamasuknya antigen ke dalam tubuh melaluiantigen reseptor complemen-D3 (CD3). Secarafungsional CD3 dibagi menjadi 2 yaitu CD4dan CD8. Limfosit T CD4 setelah diaktivasioleh antigen, akan melepaskan mediatorprotein yang disebut limfokin. Limfokin dapatmengumpulkan dan mengaktifkan selgranulosit. Limfosit T CD4 merupakansumber terbesar dari IL-5. Zat IL-5 dapatmerangsang maturasi dan produksi selgranulosit dari sel prekursor, memperpanjangkehidupan sel granulosit dari beberapa harisampai beberapa minggu, bersifat kemotaksisuntuk sel eosinofil, merangsang eosinofiluntuk meningkatkan aktivitas respon efektor,mengaktivasi limfosit B untuk membuatantibodi yang dapat menimbulkan responimun. (1,3)

Kerusakan sel epitel saluran napas dapatdisebabkan oleh karena basic protein yangdilepaskan oleh eosinofil atau pelepasan

Click t

o buy NOW!

PDF-XChange

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XChange

www.docu-track.com

Page 3: Asma Patogenesis Terapi

Meiyanti, Mulia

127 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3

radikal bebas oksigen dari bermacam-macamsel inflamasi dan mengakibatkan edemamukosa . Sel epitel sendiri juga mengeluarkanmediator. Kerusakan pada epitel bronkusmerupakan kunci terjadinya hiperresponsifbronkus, ini mungkin dapat menerangkanberbagai mekanisme hiperresponsif bronkusoleh karena paparan ozon, infeksi virus, danalergen. Pada manusia, epitel bronkus dantrakea dapat membentuk PGE2 dan PGF2 alfaserta 12 dan 15 hydroxyicosotetraenoic (12-HETE dan 15-HETE). 15-HETE bersifatkemotaksis terhadap eosinofil. Kerusakanepitel mempunyai peranan terhadap terjadinyahiperresponsif bronkus melalui cara pelepasanepitel yang menyebabkan hilangnyapertahanan, sehingga bila terinhalasi, bahaniritan akan langsung mengenai submukosayang seharusnya terlindungi. Pelepasan epitelbronkus meningkatkan kepekaan otot polosbronkus terhadap bahan spasmogen.Kerusakan epitel bronkus menyebabkan ujungsaraf perifer langsung terkena paparan atauteraktivasi oleh mediator inflamasi sehinggamengakibatkan terjadinya inflamasi melaluimekanisme akson refleks. Sel epitel mungkindapat memproduksi enzim yang merusakmediator, yaitu neutral actoenzymendopeptidase yang dapat merusak bradikinindan substan-P. (2,4)

Mekanisme kebocoran mikrovaskulerterjadi pada pembuluh darah venula akhirkapiler. Beberapa mediator seperti histamin,bradikinin, dan leukotrin dapat menyebabkankontraksi sel endotel sehingga terjadiekstravasasi makromolekul. Kebocoranmikrovaskuler mengakibatkan edema salurannapas sehingga terjadi pelepasan epitel, diikutipenebalan submukosa. Keadaan ini menye-babkan peningkatan tahanan saluran napas danmerangsang konstraksi otot polos bronkus.Adrenalin dan kortikosteroid dapat meng-urangi kebocoran mikrovaskuler pada salurannapas. Penurunan adrenalin dan kortikosteroidpada malam hari mengakibatkan terjadinyapelepasan mediator dan peningkatankebocoran mikrovaskuler , hal ini berperandalam terjadinya asma pada malam hari. (4)

Pengaruh mekanisme saraf otonom pada

hiperresponsif bronkus dan patogenesis asmamasih belum jelas, hal ini dikarenakanperubahan pada tonus bronkus terjadi sangatcepat. Peranan saraf otonom kolinergik,adrenergik, dan nonadrenergik terhadapsaluran napas telah diidentifikasi. Beberapamediator inflamasi mempunyai efek padapelepasan neurotransmiter dan mengakibatkanterjadinya reaksi reseptor saraf otonom . Sarafotonom mengatur fungsi saluran nafas melaluiberbagai aspek seperti tonus otot polos salurannapas, sekresi mukosa, aliran darah,permeabilitas mikrovaskuler, migrasi, danpelepasan sel inflamasi. Peran saraf kolinergikpaling dominan sebagai penyebabbronkokonstriksi pada saluran napas. Beberapapeneliti melaporkan bahwa rangsangan yangdisebabkan oleh sulfur dioksida, prostaglandin,histamin dan bradikinin akan merangsang sarafaferen dan menyebabkan bronkokonstriksi .Bronkokonstriksi lebih sering disebabkankarena rangsangan reseptor sensorik padasaluran napas (reseptor iritan, C-fibre) olehmediator inflamasi. (2,4)

Mekanisme adrenergik meliputi sarafsimpatis, katekolamin yang beredar dalamdarah, reseptor alfa adrenergik, dan reseptorbeta adrenergik. Pemberian obat agonisadrenergik memperlihatkan perbaikan gejalapada penderita asma, hal ini menunjukkanadanya defek mekanisme adrenergik padapenderita asma. Saraf adrenergik tidakmengendalikan otot polos saluran napas secaralangsung, tetapi melalui katekolamin yangberedar dalam darah. (2,4)

DIAGNOSA DAN KLASIFIKASI ASMABRONKIAL

Diagnosa penyakit asma bronkial perludipikirkan bilamana ada gejala batuk yangdisertai dengan wheezing (mengi) yangkarakteristik dan timbul secara episodik.Gejala batuk terutama terjadi pada malam ataudini hari, dipengaruhi oleh musim, danaktivitas fisik. Adanya riwayat penyakit atopikpada pasien atau keluarganya memperkuatdugaan adanya penyakit asma. Pada anak dandewasa muda gejala asma sering terjadi

Click t

o buy NOW!

PDF-XChange

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XChange

www.docu-track.com

Page 4: Asma Patogenesis Terapi

Meiyanti, Mulia

128 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3

akibat hiperaktivitas bronkus terhadap alergen,banyak diantaranya dimulai dengan adanyaeksim, rinitis, konjungtivitis, atau urtikaria.Penderita asma yang tidak memberikan reaksiterhadap tes kulit maupun uji provokasibronkus, tetapi mendapat serangan asmasesudah infeksi saluran napas, disebut asmaidiosinkrasi. Dermatitis atopik dan alergimakanan merupakan penyakit alergi yangpertama kali muncul pada usia tahun pertamaanak, kemudian dapat berkembang menjadialergi respiratorik. Penyakit penyerta sepertiotitis media, konjungtivitis, rinitis, poliphidung, sinusitis, atau hiperplasia tonsil seringditemukan. Diagnosis asma dapat ditegakkanmelalui gejala klinis, gambaran radiologis parudan test provokasi. Uji faal paru dilakukanuntuk menentukan berat ringannya obstruksisaluran napas, variasi dari fungsi salurannapas, evaluasi hasil terapi, dan beratnyaserangan asma. Variasi nilai arus puncakekspirasi (APE) 20% antara pagi dan sorehari mempunyai nilai diagnostik terhadapasma, dan dapat menentukan derajathiperreaktivitas bronkus. Hal lain yangmendukung diagnosa asma antara lain: adanyavariasi pada arus puncak ekspirasi (APE) 15% pada pagi dan sore hari, kenaikan 15%pada APE atau volume ekspirasi detik 1(VEP1) setelah pemberian bronkodilatorsecara inhalasi, penurunan > 20% VEP1setelah uji provokasi bronkus. (5) Uji kulitdengan alergen dilakukan sebagai pemeriksaandiagnostik pada asma ekstrinsik alergi.Keadaan alergi ini dihubungkan denganadanya produksi antibodi Ig E. Uji provokasi

bronkus dapat menentukan derajat beratnyahiperreaktivitas bronkus. Untuk uji provokasidapat dilakukan inhalasi dengan histamin,metakolin, sulfur dioksis, air dingin, ataudengan latihan fisik. Pemeriksaan radiologis dilakukan hanyauntuk menyingkirkan kemungkinan adanyapenyakit paru lain. Pemeriksaan patologiditemukan adanya hipertrofi otot polosbronkus, peningkatan sekresi mukus dalamlumen bronkus, edema pada mukosa salurannafas, inflamasi pada dinding dan lumensaluran napas dengan infiltrasi sel eosinofildan netrofil. (5,6)

Kay (6) membagi obstruksi bronkus atas 3fase utama yaitu fase cepat (spasmogenik),fase lambat menetap (late,sustained), fasesubakut/kronik. Fase cepat identik denganrespon awal yang terlihat pada uji provokasibronkus. Ciri utamanya adalah pelepasanhistamin sebagai mediator utama yangmengakibatkan spasme otot polos bronkus,reaksi ini terjadi sangat cepat dan berakhirsetelah 1-2 jam. Reaksi dapat menghilangdengan sendirinya atau kemudian diikuti faselambat menetap. Fase lambat menetap ditandaioleh spasme bronkus dan akumulasi sel-selneutrofil, dengan mediator utamanya adalahleukotrin, prostaglandin dan tromboksan.Serangan dapat berlangsung 6-8 jam ataulebih. Pada fase subakut, reaksi inflamasimerupakan ciri utamanya dan terdapat infiltrasieosinofil dan sel mononuklear. Fase lambatmenetap dan fase subakut sangatmempengaruhi terjadinya asma kronis.

Click t

o buy NOW!

PDF-XChange

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XChange

www.docu-track.com

Page 5: Asma Patogenesis Terapi

Meiyanti, Mulia

129 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3

Tabel 1 : Klasifikasi asma menurut derajat penyakit (7)

Derajat asma Gambaran Klinis praterapi Fungsi paru Pengobatan

IntermitenGejala intermiten < 1xperminggu

APE atau VEP 1 80%

Inhalasi agonis B-2 jangkapendek

Eksaserbasi beberapa jam-beberapa Kortikosteroid oral (eksaserbasi)hari Variasi diurnal 20%Gejala asma malam , 2xperbulanAntara eksaserbasi parunormaldan tanpa gejala

Persisten ringanGejala >1xperminggu,<1x/hari

APE atau VEP 1 > 80% Bronkodilator jangka pendek +

Eksaserbasi dapatmengganggu obat anti inflamasi

aktivitas dan tidurVariasi diurnal 20-30%

Gejala asma malam >2x/bulan

Persisten sedangGejala setiap hariAPE atau VEP 1 60-80 %

Setiap hari memakai agonis B-2jangka

Eksaserbasi dapatmengganggu Variasi diurnal >30 %

pendek, bronkodilator jangkapendek+

aktivitas dan tidurkortikosteroid inhalasi+bronkodilator

Gejala asma malam >1x/minggu jangka panjang (asma malam)

Persisten berat Gejala terus menerusAPE atau VEP 1 < 60%

Bronkodilator jangka pendek +kortiko-

Sering eksaserbasisteroid inhalasi dosis tinggi+bronkodi-

Gejala asma malam seringVariasi diurnal > 30%

lator jangka panjang+kortikosteroidoral jangka panjang

PENATALAKSANAAN ASMA BRONKIAL

Tujuan pengobatan asma bronkial adalah agarpenderita dapat hidup normal, bebas dariserangan asma serta memiliki faal parusenormal mungkin, mengurangi reaktifasisaluran napas, sehingga menurunkan angkaperawatan dan angka kematian akibat asma. (8)

Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan asmadalam jangka pendek dapat menyebabkan

kematian , sedangkan jangka panjang dapatmengakibatkan peningkatan serangan atauterjadi obstruksi paru yang menahun. Untukpengobatan asma perlu diketahui jugaperjalanan penyakit, pemilihan obat yang tepat,cara untuk menghindari faktor pencetus.Dalam penanganan pasien asma pentingdiberikan penjelasan tentang cara penggunaan

Click t

o buy NOW!

PDF-XChange

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XChange

www.docu-track.com

Page 6: Asma Patogenesis Terapi

Meiyanti, Mulia

130 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3

obat yang benar, pengenalan dan pengontrolanfaktor alergi. Faktor alergi banyak ditemukandalam rumah seperti tungau debu rumah,alergen dari hewan, jamur, dan alergen diluar rumah seperti zat yang berasal dari tepungsari, jamur, polusi udara. Obat aspirin dan antiinflamasi non steroid dapat menjadi faktorpencetus asma. Olah raga dan peningkatanaktivitas secara bertahap dapat mengurangigejala asma. Psikoterapi dan fisioterapi perludiberikan pada penderita asma.

Obat asma digunakan untukmenghilangkan dan mencegah timbulnyagejala dan obstruksi saluran pernafasan. Padasaat ini obat asma dibedakan dalam duakelompok besar yaitu reliever dan controller.Reliever adalah obat yang cepatmenghilangkan gejala asma yaitu obstruksisaluran napas . Controller adalah obat yangdigunakan untuk mengendalikan asma yangpersisten. Obat yang termasuk golonganreliever adalah agonis beta-2, antikolinergik,teofilin,dan kortikosteroid sistemik. Agonisbeta-2 adalah bronkodilator yang paling kuatpada pengobatan asma. Agonis Beta-2mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkanpermeabilitas kapiler , dan mencegahpelepasan mediator dari sel mast dan basofil.Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisatoryang kuat bagi sel mast, tapi obat golongan initidak dapat mencegah respon lambat maupunmenurunkan hiperresponsif bronkus. Obatagonis beta-2 seperti salbutamol, terbutalin,fenoterol, prokaterol dan isoprenalin,merupakan obat golongan simpatomimetik .Efek samping obat golongan agonis beta-2dapat berupa gangguan kardiovaskuler,peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi,takikardi dan sakit kepala . Pemakaian agonisbeta-2 secara reguler hanya diberikan padapenderita asma kronik berat yang tidak dapatlepas dari bronkodilator. ( 5,8,9 )

Antikolinergik dapat digunakan sebagaibronkodilator, misalnya ipratropium bromiddalam bentuk inhalasi. Ipratropium bromidmempunyai efek menghambat reseptorkolinergik sehingga menekan enzimguanilsiklase dan menghambat pembentukancGMP. Efek samping ipratropium inhalasi

adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan.Mula kerja obat ini lebih cepat dibandingkandengan kerja obat agonis beta- 2 yangdiberikan secara inhalasi. Ipratropium bromiddigunakan sebagai obat tambahan jikapemberian agonis beta-2 belum memberikanefek yang optimal. Penambahan obat initerutama bermanfaat untuk penderita asmadengan hiperaktivitas bronkus yang ekstrematau pada penderita yang disertai denganbronkitis yang kronis. Obat golongan xantin seperti teofilin danaminofilin adalah obat bronkodilator yanglemah, tetapi jenis ini banyak digunakan olehpasien karena efektif, aman , dan harganyamurah . Dosis teofilin peroral 4 mg/kgBB/kali,pada orang dewasa biasanya diberikan 125-200mg/kali. Efek samping yang ditimbulkan padapemberian teofilin peroral terutama mengenaisistem gastrointestinal seperti mual, muntah,rasa kembung dan nafsu makan berkurang.Efek samping yang lain ialah diuresis. Padapemberian teofilin dengan dosis tinggi dapatmenyebabkan terjadinya hipotensi , takikardidan aritmia, stimulasi sistem saraf pusat . ( 5,8,9)

Obat yang termasuk dalam golongancontroller adalah obat anti inflamasi sepertikortikosteroid, natrium kromoglikat, natriumnedokromil , dan antihistamin aksi lambat.Obat agonis beta-2 aksi lambat dan teofilinlepas lambat dapat juga digunakan sebagaicontroller. Natrium kromoglikat dapatmencegah bronkikonstriksi respon cepat ataulambat, dan mengurangi gejala klinis penderitaasma. Natrium kromoglikat lebih seringdigunakan pada anak karena dianggap lebihaman daripada kortikosteroid . Perkembanganterbaru natrium kromoglikat menghasilkannatrium nedoksomil yang lebih poten. Obat inidigunakan sebagai tambahan pada penderitaasma yang sudah mendapat terapikortikosteroid tetapi belum mendapat hasilyang optimal. Antihistamin tidak digunakan sebagaiobat utama untuk mengobati asma., biasanyahanya diberikan pada pasien yang mempunyairiwayat penyakit atopik seperti rinitis alergi.Pemberian antihistamin selama 3 bulan padasebagian penderita asma dengan dasar alergi

Click t

o buy NOW!

PDF-XChange

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XChange

www.docu-track.com

Page 7: Asma Patogenesis Terapi

Meiyanti, Mulia

131 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3

dapat mengurangi gejala asma. Kortikosteroid merupakan anti inflamasiyang paling kuat . Kortikosteroid menekanrespons inflamasi dengan cara mengurangikebocoran mikrovaskuler, menghambatproduksi dan sekresi sitokin, mencegahkemotaksis dan aktivitas sel inflamasi,mengurangi sel inflamasi, dan menghambatsintesis leukotrin. Kortikosteroid dapatmeningkatkan sensitifitas otot pernafasan yangdipengaruhi oleh stimulasi beta-2 melaluipeningkatan reseptor beta adrenergik.Pemberian steroid dianjurkan dengan dosisseminimal mungkin. Pemberian kortikosteroidperoral dapat diberikan secara intermitenbeberapa hari dalam sebulan atau dosis tunggalpagi selang sehari (alternate day), atau dosistunggal pagi hari. (8,9,10) Pemberiankortikosteroid peroral sering menimbulkanefek samping pada saluran cerna sepertigastritis, penurunan daya tahan tubuh,osteoporosis, peningkatan kadar gula darahdan tekanan darah, gangguan psikiatri,hipokalemi, moonface, retensi natrium dancairan, obesitas, cushing syndrom , bullneckdan yang paling ditakutkan adalah terjadinyasupresi kelenjar adrenal. (10) Efek sampingtimbul terutama pada pemberian sistemikdalam jangka lama, maka lebih baik diberikanobat steroid kerja pendek misalnya prednison,hidrokortison, atau metilprednisolon .Prednison diberikan 40-60 mg/hari/oral ,kemudian diturunkan secara bertahap 50%setiap 3-5 hari. Hidrokortison diberikan 4mg/kgBB secara bolus diikuti3mg/kgBB/6jam. Metilprednisolon diberikan50-100 mg/6 jam secara intravena. Sekarangini tersedia kortikosteroid dalam bentukinhalasi seperti budesonide, fluticasone. Dosisbudesonide inhalasi untuk orang dewasabervariasi, dosis awal yang dianjurkan adalah400-1600 mikrogram /hari dibagi dalam 2-4dosis, sedangkan untuk anak dianjurkan 200-400 mikrogram/hari dibagi dalam 2-4 dosis.Pemberian kortikosteroid secara inhalasi lebihbaik dibandingkan pemberian secara sistemik,karena konsentrasi obat yang tinggi padatempat pemberian langsung dibawa melaluipernafasan dan bekerja langsung pada saluran

napas sehingga memberikan efek sampingsistemik yang lebih kecil. (7,11,12) Penelitian dariAgertoft dan Pedersen (13) menunjukkanbahwa pemakaian budesonide tidakmengganggu pertumbuhan anak. Penggunaankortikosteroid inhalasi merupakan pilihanpertama untuk menggantikan steroid sistemikpada penderita asma kronik yang berat. Efeksamping yang sering ditimbulkan dapat berupakandidiasis orofaring, refleks batuk, suaraserak, infeksi paru, dan kerusakan mukosa.Pernah dilaporkan efek samping dispnoe danbronkospasme pada penggunaan kortikosteroidinhalasi. Dalam beberapa penelitian diketahuibahwa penggunaan kortikosteroid secarainhalasi tidak menyebabkan terjadinyaosteoporosis, gangguan pertumbuhan, dangangguan toleransi glukosa. (7,11,13)

Pemberian kortikosteroid sistemik lebihsering menimbulkan efek samping, makasekarang dikembangkan pemberian obat secarainhalasi. Keuntungan pemberian obat inhalasiyaitu mula kerja yang cepat karena obatbekerja langsung pada target organ, diperlukandosis yang kecil secara lokal, dan efeksamping yang minimal. Dengan demikianuntuk mengatasi asma kortikosteroid inhalasimerupakan pilihan yang lebih baik.

PENUTUP

Konsep baru patogenesis asma bronkialmenunjukkan bahwa asma bronkial di-akibatkan oleh inflamasi kronis saluran nafas.Obat anti inflamasi seperti kortikosteroidmerupakan pilihan yang baik dalam peng-obatan asma. Penggunaan kortikosteroidjangaka panjang pada penderita asma dapatmenimbulkan banyak efek samping.Pemberian kortikosteroid secara inhalasitampaknya lebih efektif dan aman daripadapemberian secara sistemik.

Ucapan Terima Kasih

Click t

o buy NOW!

PDF-XChange

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XChange

www.docu-track.com

Page 8: Asma Patogenesis Terapi

Meiyanti, Mulia

132 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3

Kami mengucapkan terima kasih kepada dr.Elly Herwana, M.Biomed, staf FarmakologiFakultas Kedokteran Universitas Trisakti atasbantuan dan saran yang diberikan dalampenyusunan makalah ini.

Daftar Pustaka.

1. Taufik, Yunus F, Nawas A,Mangunnegoro H. Kematian pada asmabronkial. J Respir Indo 1999;19: 119-24.

2. Supartini N, Santoso DI, Kardjito T.Konsep baru patogenesis asma bronkial.J Respir Indo 1995;15:156-62.

3. Jenkins CR. Asthma and the leukotrieneinhibitors. Medical Progress 2000;15:27-32

4. Barnes PJ. New concept in pathogenesisof bronchial hyperesponsiveness andasthma. J Allergy Clin Immunol1989;83:1013-23

5. Rogayah R. Penatalaksanaan asmabronkial prabedah. J Respir Indo1995;15:177-81.

6. Kay AB. Asthma and inflammation. JAllergy Clin Immunol 1991;5:893-910.

7. Park CS. Use of inhaled corticosteroidsin adult with asthma. Medical Progress1999;20:17-20.

8. Surjanto E, Hambali S, Subroto H.Pengobatan jalan untuk asma. J RespirIndo 1988;8:30-5.

9. Alpers JH. The Changing approach to thepharmacotherapy of asthma.

10. Feek MC. Oral corticosteroid use.Medicine Digest Asia 1992;10:17-20.Medical Progress 1995;22:18-25.

11. Brogden RN, Tavish DM. Budesonide itsuse updated. Medical Progress1993;20:19-21.

12. Ikhsan M, Yunus F, Mangunnegoro H.Efek beklometason dipropionat danketotifen terhadap hiperaktivitas bronkuspada penderita asma. J Rerpir Indo1995;15:146-55.

13. Agertoft L, Pedersen S. Effect of longterm treatment with inhaled budesonideon adult height in children with asthma.N Engl J Med 2000;343:1064-9.

Click t

o buy NOW!

PDF-XChange

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XChange

www.docu-track.com