46
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga type sel darah diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oxygen kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah). Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel darah putih me-reproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau ada tempat bagi sel darah itu sendiri. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep medis dari Leukimia dari difinisi leukimia, klasifikasi, anatomi fisiologi sistem hematologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala (manifestasi klinis), pemeriksaan penunjang, komplikasi dan penatalaksanaan medis ? 2. Bagaimana asuhan keperawatan secara teoritis pada pasien dengan Leukimia ? 1 | Askep Leukimia

ASKEP LEUKEMIA

  • Upload
    nuri-

  • View
    21

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LEUKEMIA ASKEP

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah

putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini

dalam tubuh manusia memproduksi tiga type sel darah diantaranya sel darah putih (berfungsi

sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oxygen

kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah).

Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum tulang

tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang berkembang

tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel darah putih me-reproduksi ulang bila tubuh

memerlukannya atau ada tempat bagi sel darah itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana konsep medis dari Leukimia dari difinisi leukimia, klasifikasi, anatomi

fisiologi sistem hematologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala (manifestasi klinis),

pemeriksaan penunjang, komplikasi dan penatalaksanaan medis ?

2. Bagaimana asuhan keperawatan secara teoritis pada pasien dengan Leukimia ?

1.3 TUJUAN1. Tujuan Umum

1. Mahasiswa mampu mengetahui konsep medis dari Leukimia

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran umum tentang asuhan keperawatan yang berhubungan

dengan penyakit leukemia

b. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan Leukimia

1.4 MANFAAT

Mahasiswa dapat mengetahui konsep medis, asuhan keperawatan teoritis dari Leukimia, dan

mampu menyusun sendiri asuhan keperawatan pada pasien Leukimia.

1

1 | A s k e p L e u k i m i a

BAB II

KONSEP MEDIS

2.1 PENGERTIAN

Leukima adalah poliferasi sel lekosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit

yang lain dari pada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia,

trombisitopeni dan diakhiri dengan kematian. (NANDA, NIC-NOC, 2012 : 267)

Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sum-sum tulang, yang

menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain (J.

Corwin, 2006).

Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk

darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).

Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum

tulang menggantikan elemen sumsum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 : 248).

Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio patologis

sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam membentuk sel

darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).

Leukemia adalah suatu penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari

sel-sel hematopoeitik.

Dari beberapa pengertian diatas maka penulis berpendapat bahwa leukemia adalah suatu

penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan

terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.

2

2 | A s k e p L e u k i m i a

2.2 KLASIFIKASI LEUKEMIA

Ada 4 jenis Leukemia, yakni sebagai berikut :

a. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)

Leukemia Mielogenus Akut (LMA) atau leukemia mielositik akut atau dapat juga

disebut leukemia granulositik akut (LGA), mengenai sel stem hematopetik yang kelak

berdiferensiasi ke semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil),

eritrosit, dan trombosit. Dikarakteristikan oleh produksi berlebihan dari mieloblast.

Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya

usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.

b. Leukemia Mielogenus Kronis (LMK)

Leukemia Mielogenus Kronis (LMK) atau leukemia mielositik kronis atau leukemia

granulositik kronis (LGK), juga dimasukan dalam keganasan sel stem mieloid.

Namun, lebih banyak terdapat sel normal di banding pada bentuk akut, sehingga

penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetika yang dinamakan kromosom

Philadelpia ditemukan 90% sampai 95% pasien dengan LMK. LMK jarang menyerang

individu di bawah 20 tahun, namun insidensinya meningkat sesuai pertambahan usia.

Gambaran menonjol adalah :

- adanya kromosom Philadelphia pada sel – sel darah. Ini adalah

kromosom abnormal yang ditemukan pada sel – sel sumsum tulang.

- Krisis Blast. Fase yang dikarakteristik oleh proliferasi tiba-tiba dari jumlah

besar mieloblast. Temuan ini menandakan pengubahan LMK menjadi LMA.

Kematian sering terjadi dalam beberapa bulan saat sel –sel leukemia menjadi

resisten terhadap kemoterapi selama krisis blast.

c. Leukemia Limfositik Akut (LLA)

Leukemia Limfositik Akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas.

Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak dibanding

perempuan,dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15 tahun , LLA

jarang terjadi.

3

3 | A s k e p L e u k i m i a

d. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)

Leukemia Limfositik Kronis (LLK) cenderung merupakan kelainan ringan yang

terutama mengenai individu antara usia 50 sampai 70 tahun. Negara-negara barat

melaporkan penyakit ini sebagai leukemia yang umum terjadi. LLK dikarakteristikan

oleh proliferasi dari diferensiasi limfosit yang baik (mudah dikenali sel-sel yang

menunjukkan jaringan asal).

Sedangkan berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut

terbagi menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous Leukemia

(AML). ALL sendiri terbagi menjadi 3, yakni :

1. L1

Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak menyerang

anak-anak.

2. L2

Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan L1. ALL

jenis ini sering diderita oleh orang dewasa.

3. L3

Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkitt. Terjadi

baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk.

AML terbagi menjadi 8 tipe, yakni :

1. Mo (Acute Undifferentiated Leukemia)

Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML

dengan diferensiasi minimal.

4

4 | A s k e p L e u k i m i a

2. M1 (Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi)

Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus

AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods.

Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan

granula, dimana tipe 1 dominan di M1.

3. M2 (Akut Myeloid Leukemia)

Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi berbeda,

dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit matang

berjumlah lebih dari 10 %. Jumlah sel leukemik antara 30–90 %. Tapi lebih dari 50 %

dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit.

4. M3 (Acute Promyelocitic Leukemia)

Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat, stain

mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran,

kadang-kadang berlobul. Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa

promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu. Adanya Disseminated

Intravaskular Coagulation (DIC) dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini.

5. M4 (Acute Myelomonocytic Leukemia)

Terlihat 2 (dua) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel leukemik lebih

dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan cara

20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan

maturasi yang berbeda-beda.

Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah

peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang

bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan AML

type M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.

5

5 | A s k e p L e u k i m i a

6. M5 (Acute Monocytic Leukemia)

Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas,

promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan

adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang

terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.

7. M6 (Erythroleukemia)

Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari gambaran

morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal berupa

bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan

maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6 disebut

Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang

bukan eritroit. M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi

standar.

8. M7 (Acute Megakaryocytic Leukemia)

Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit (Yoshida, 1998;

Wetzler dan Bloomfield, 1998).

6 | A s k e p L e u k i m i a

6

2.3 ANATOMI FISIOLOGI SISTEM HEMATOLOGI

Darah terdiri dari sekitar 45% komponen sel dan 55% plasma. Komponen sel tersebut

terdiri atas sel darah merah (eritrosit) yang berjumlah sekitar 99% dari total komponen sel , sel

darah putih (leukosit) , dan keping darah (trombosit) yang ke duanya berjumlah 1%. Plasma

terdiri dari air 90% dan sisanya protein plasma, elektrolit, gas terlarut, dan berbagai produk

sampah metabolisme, nutrien, vitamin dan kolesterol sekitar 10%. Protein plasma terdiri dari

albumin, globulin dan fibrinogen.

Albumin berfungsi untuk membantu mempertahankan tekanan osmotik plasma dan

volume darah. Globulin berfungsi mengikat hormon yang tidak larut dan sisa plasma lainnya

agar dapat larut, contohnya seperti hormon tiroid, besi, fosfolipid, bilirubin, hormon steroid dan

kolesterol. Protein globulin lainnya adalah imunuglobulin, yaitu yang ada dalam darah untuk

melawan infeksi. Fibrinogen sendiri berfungsi dalam proses pembekuan darah.

Sel-sel darah dibentuk di hati dan limpa pada janin, dan di dalam sumsum tulang setelah

lahir. Proses pembentukan sel darah disebut dengan hematopioesis.

1) Sel Darah Putih

Berbicara tentang leukemia sama halnya berbicara tentang anatomi dan fisiologi dari sel

darah putih itu sendiri. Sel darah putih di bentuk di sumsum tulang dari sel-sel progenitor.

Sel-sel progenitor itu di diferensiasi menjadi 2 golongan yaitu yang tidak bergranula

seperti limfosit T dan B, monosit, dan makrofag. Sedangkan yang bergranula seperti

neutrofil, basofil, dan eosinofil. Sel darah putih berperan untuk mengenali dan melawan

mikroorganisme pada reaksi imun dan untuk membantu proses peradangan dan

penyembuhan.

2) Jenis - Jenis Sel Darah Putih

a. Limfosit B

Di bentuk di dalam sumsum tulang kemudian bersirkulasi dalam darah sampai

menjumpai antigen yang telah di program untuk mengenali antigen tersebut. Limfosit

7 | A s k e p L e u k i m i a

B mengalami pematangan lebih lanjut dan menjadi sel plasma serta menghasilkan

antibodi.

7

b. Limfosit T

Berkembang di timus. Sel-sel ini bersirkulasi dalam darah atau di simpan dalam

jaringan limfatik sampai bertemu dengan antigen yang di kenalinya. Setelah di

rangsan oleh antigen, sel-sel ini menghasilkan zat kimia yang menghancurkan

mikroorganisme dan memberi informasi ke sel darah putih lainnya bahwa telah

terjadi infeksi.

c. Monosit

Di bentuk di sumsum tulang dan masuk dalam sirkulasi darah dalam bentuk immatur.

Di area terjadinya cedera atau infeksi, monosit meninggalkan darah dan mengalami

proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan.

d. Neutrofil

Termasuk sel darah putih yang bergranula. Sel darah putih ini berfungsi utnuk

membantu dalam respon peradangan, dan juga berfungsi sebagai fagosit.

e. Eusinofil

Sel darah putih yang bergranula yang juga berfungsi sebagai fagosit, yaitu sel yang

mencerna dan menghancurkan mikroorganisme dan sel debris yang berakumulasi.

f. Basofil

Fungsinya belum jelas, namun basofil bekerja seperti sel mast yang mengeluarkan

peptida vasoaktif yang menstimulasi respon inflamasi.

8 | A s k e p L e u k i m i a

8

Gambar Jenis-jenis Leukosit (www.google.com)

9 | A s k e p L e u k i m i a

9

2.4 ETIOLOGI

Penyebab leukemia sampai sekarang belum jelas, tapi beberapa faktor diduga menjadi

penyebab, antara lain :

1. Genetik

a. Keturunan

(i) Adanya Penyimpangan Kromosom

Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya

pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-

Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome,

sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985; Wilson,

1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan

informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola

kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.

(ii) Saudara Kandung

Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana

kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku

juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).

b. Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom

dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan

insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik,1985;

Wilson, 1991).

2. Virus

Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan

leukemia pada hewan termasuk primata.

10 | A s k e p L e u k i m i a

10

Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-

sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus

tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik,

1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah

Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell

Leukemia. Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk (Kumala, 1999).

3. Bahan Kimia dan Obat-obatan

a. Bahan Kimia

Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan

insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen

(Wiernik,1985; Wilson, 1991).

Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML,

antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan

ladang elektromagnetik (Fauci, et. al, 1998).

b. Obat-obatan

Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat

mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol,

fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum

tulang yang lambat laun menjadi AML (Fauci, et. al, 1998).

4. Radiasi

Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-pasien

anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti

peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom

atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi

11 | A s k e p L e u k i m i a

radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para

radiologis.

11

5. Leukemia Sekunder

Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary

Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit

Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-

obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat

menyebabkan kerusakan DNA.

12 | A s k e p L e u k i m i a

12

2.5 PATOFISIOLOGI

Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau sel

darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh dari sel

batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam

lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel

yang terbagis epanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi

di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal

epifisis pada tulang-tulang yang panjang.

ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan

pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai tinmgkat

pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah

hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untk

menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda

limfoblas dan biasanya ada leukositosis (%), kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit

neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan

sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B

dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia,

sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten,

berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan

menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.

Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga

anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga

13 | A s k e p L e u k i m i a

sering dijumpai. Jugaa timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-

muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.

13

Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur/abnormal dalam jumlah yang berlebihan.

Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan

unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan

perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis

normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.

Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati,

sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan

anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis,

perdarahan gusi, epistaksis dll). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial

yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami

infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan.

(Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden,

2002).

Secara ringkas patofisiologinya adalah sebagai berikut ini :

a. Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast.

Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan

menimbulkan anemia dan trombositipenia.

b. Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem

pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.

c. Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ,

sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang

yangt akan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan

peningkatan tekanan jaringan.

14 | A s k e p L e u k i m i a

d. Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe,

nodus limfe, dan nyeri persendian (Suriadi, & Yuliani R, 2001: hal. 175).

14

2.6 PATHWAY

15 | A s k e p L e u k i m i a

15

2.7 MANIFESTASI KLINIS

1. Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malaise, kelelahan otot.

2. Sirkulasi : palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membran mukosa pucat.

3. Eliminsi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang, feses hitam, penurunan

haluaran urin.

4. Integritas ego : perasaan tidak berdaya, menarik diri, takut, mudah terangsang, ansietas.

5. Makanan/cairan : anoreksia, muntah, perubahan rasa, faringitis, penurunan BB dan

disfagia.

6. Neurosensori : penurunan koordinasi, disorientasi, pusing kesemutan, parestesia,

aktivitas kejang, otot mudah terangsang.

7. Nyeri : nyeri abomen, sakit kepala, nyeri sendi, perilaku hati-hati gelisah.

8. Pernafasan : nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu, ronkhi, gemericik, penurunan

bunyi nafas.

9. Seksualitas : perubahan libido, perubahan menstruasi, impotensi, menoragia.

10. Keamanan : gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak terkontrol, demam,

infeksi, kemerahan, purpura, pembesaran nodus limfe.

16 | A s k e p L e u k i m i a

16

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml.

2. Retikulosit : jumlah biasaya rendah

3. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)

4. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur

5. PTT : memanjang

6. LDH : mungkin meningkat

7. Asam urat serum : mungkin meningkat

8. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik

9. Copper serum : meningkat

10. Zink serum : menurun

11. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan

12. Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC kurang dari

10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah lekosit

lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur,

menunjukkan normositik, anemia normositik.

13. Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat

14. Foto toraks untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum.

15. Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.

16. Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.

17. Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik.

18. Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan.

17 | A s k e p L e u k i m i a

17

2.9 KOMPLIKASI

1. Infeksi beberapa sistem ( pernafasan, pencernaan )

2. Perdarahan

3. Relaps

4. Efek samping dari kemoterapi/radiasi : kardiomiopati, alopesia

2.10 PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Pelaksanaan kemoterapi

Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :

a. Fase induksi

Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi

kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan

behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang

ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.

b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat

Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui

intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial

dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.

c. Konsolidasi

Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan remisis dan

mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,

mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon

18 | A s k e p L e u k i m i a

sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka

pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.

18

2. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada

trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan

bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.

3. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai

remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

4. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau

MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin),

rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau

CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi

bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat

samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis.

Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.

5. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci

hama).

6. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan

jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan

yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae

bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan

tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah

diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel

leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita

leukemia dapat sembuh sempurna.

7. Cara pengobatan

Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya

pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang

19 | A s k e p L e u k i m i a

lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar

pengobatan sebagai berikut:

19

a. Induksi

Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut

di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang

kurang dari 5%.

b. Konsolidasi

Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.

c. Rumat (maintenance)

Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama.

Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.

d. Reinduksi

Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan

dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.

e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.

Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah

leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk mencegah

leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.

f. Pengobatan imunologik

Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan

demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.

20 | A s k e p L e u k i m i a

20

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Proses asuhan keperawatan pada klien dengan leukemia di awali dengan pengkajian,

diagnosis, dan intervensi keperawatan.

I. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan leukemia adalah sebagai berikut:

1. Riwayat pemajanan pada faktor-faktor pencetus, seperti pemajanan pada dosis

besar radiasi, obata-obat tertentu secara kronis dan riwayat infeksi virus kronis.

2. Pemeriksaan fisik dapat menunjukan manifestasi:

Pembesaran sumsum tulang dengan sel-sel leukemia yang selanjutnya menekan

fungsi sumsum tulang, sehingga menyebabkan beberapa gejala di bawah ini :

a. Anemia penurunan berat badan, kelelaha, pucat, malaise, kelemahan,

dan, anoreksia.

b. Trombositopenia perdarahan gusi, mudah memar, petekie, dan

ekimosis.

c. Netropenia demam tanpa adanya infeksi , berkeringat malam hari.

3. Pemerikasaan Diagnostik

21 | A s k e p L e u k i m i a

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan leukimia adalah sebagai

berikut:

a. Darah lengkap menunjukan adanya penurunan hemoglobin, hematokrit,

jumlah sel darah merah dan trombosit. Jumlah sel darah putih meningkat

pada leukimia kronis, tetapi juga dapat turun, normal, atau tinggi pada

leukimia akut.

21

b. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi memberikan data diagnostik definitif.

c. Asam urat serum meningkat karena pelepasan oksipurin setelah keluar

masuknya sel-sel leukimia cepat dan penggunaan obat sitotoksik.

d. Sinar X dada untuk mengetahui luasnya penyakit.

e. Profil kimia, EKG, dan kultur spesiemen untuk menyingkirkan masalah

atau penyakit lain yang timbul.

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien dengan leukemia adalah sebagai

berikut:

1. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan

anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau

stomatitis.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh.

4. Intoleransi aktivitas berhubugan dengan kelemahan akibat anemia.

22 | A s k e p L e u k i m i a

III. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

I Nyeri yang

berubungan dengan

infiltrasi leukosit

jaringan sistemik.

Pasien tidak

mengalami nyeri

atau nyeri menurun

sampai tingkat yang

dapat diterima

pasien dan setelah

dilakukan tindakan

keperawatan nyeri

akan berkurang.

Mandiri

1. Kaji karakteristik nyeri :

Lokasi, kualitas,

frekuensi, dan durasi

2. Tenangkan klien bahwa

Anda mengetahui nyeri

yang dirasakannya

adalah nyata dan bahwa

Anda akan membantu

klien dalam mengurangi

nyeri tersebut.

3. Kaji faktor lain yang

menunjang nyeri,

keletihan, dan marah

klien.

4. Berikan analgetik untuk

meningkatkan peredaran

Mandiri

1. Memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada tingkat neyri dan mengevaluasi intervensi.

2. Rasa takut bahwa nyerinya tidak dianggap nyata dapat meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri.

3. Memberikan data tentang faktor-faktor yang menurunkan kemampuan klien untuk menoleransi nyeri dan meningkatkan tongkat nyeri klien.

4. Analgetik cenderung

23 | A s k e p L e u k i m i a

nyeri optimal dalam

batas resep dokter.

5. Kaji respon perilaku

klien terhadap nyeri dan

pengalaman nyeri.

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan

klien, dokter, dan tim

kesehatan lain ketika

mengubah

penatalaksanaan nyeri

diperlukan.

Edukasi

1. Ajarkan Klien strategi

baru untuk meredakan

nyeri: distraksi

imajinasi, relaksasi, dan

stimulasi kutan

lebih efektif ketika diberikan secara dini pada siklus nyeri.

5. Memberikan informasi tambahan tentang nyeri klien.

Kolaborasi

1. Metode baru pemberian analgetik harus dapat diterima klien, dokter, dan tim perawatan kesehatan lain agar dapat efektif, partisipasi klien menurunkan rasa ketidakberdayaan klien.

Edukasi

1. Meningkatakan jumlah pilihan dan strategi yang tersedia bagi klien.

24 | A s k e p L e u k i m i a

II Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

yang berhubungan

dengan anoreksia,

malaise, mual dan

muntah, efek

samping kemoterapi

dan atau stomatitis.

Mengurangi mual,

muntah sebelum,

selama, dan sesudah

pemberian

kemoterapi, dan

pasien mendapatkan

nutrisi yang adekuat.

.

Mandiri

1. Sesuaikan diet sebelum

dan sesudah pemberian

obat sesuai dengan

kesukaan dan toleransi

klien.

2. Cegah pandangan, bau,

dan bunyi-bunyi yang

tidak menyenangkan di

lingkungan.

3. Gunakan distraksi,

relaksasi, dan imajinasi

sebelum dan sesudah

kemoterapi.

4. Pastikan hidrasi cairan

yang adekuat sebelum,

selama, dan sesudah

pemberian obat. Kaji

intake dan output cairan.

5. Berikan tindakan pereda

nyeri jika diperlukan.

Mandiri

1. Setiap klien

berespons secara

berbeda terhadap

makanan setelah

kemoterapi, makanan

kesukaan dapat

meredakan mual dan

muntah klien.

2. Sensasi tidak

menyenangkan dapat

menstimulasi pusat

mual dan muntah.

3. Menurunkan ansietas

yang dapat

menunjang mual

muntah.

4. Volume cairan yang

adekuat akan

mengencerkan kadar

obat, mengurangi

stimulasi reseptor

muntah.

5. Meningkatkan rasa

nyaman akan

meningkatkan toleransi

fisik terhadap gejala

yang dirasakan.

25 | A s k e p L e u k i m i a

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan

dokter dengan

pemeberian antiemetic,

sedative, dan

kortikosteroid sesuai

dengan resep.

2. Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan nutrisi

yang di butuhkan klien.

Edukasi

1. Ajarkan pada klien

bagaimana cara

membuat catatan

makanan harian

Kolaborasi

1. Kombinasi terapi

obat berupaya untuk

mengurangi mual

muntah melalui

control barbagai

factor pencetus.

2. Agar kebutuhan

nutrisi klien dapat

terpenuhi sesuai

dengan kebutuhan

klien.

Edukasi

1. Agar klien dapat

dengan mudah

menentukan

makanannya sendiri.

III. Resiko infeksi

berhubungan dengan

menurunnya sistem

pertahanan tubuh.

Mandiri

1. Pertahankan teknik isolasi

2. Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk

Mandiri

1. Untuk meminimalkan

terpaparnya klien dari

sumber infeksi.

26 | A s k e p L e u k i m i a

Setelah dilakukan

tindakan daya tahan

tubuh mengalami

peningkatan dan

klien bebas dari

tanda dan gejala

infeksi

:

menggunakan teknik mencuci tangan

3. Batasi pengunjung bila perlu

4. Tingkatkan intake nutrisi.

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan dokter untuk permberian terapi antibiotik bila perlu.

Edukasi

1. Ajarkan pada klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

2. Ajarkan bagaimana cara menghindari infeksi.

2. Untuk meminimalkan

pajanan pada

organisme infektif

3. Untuk memberikan

kenyaman pada klien.

4. Mendukung

pertahanan alami

tubuh

Kolaborasi

1. Diberikan sebagai

profilaktik atau

mengobati infeksi

khusus

Edukasi

1. Agar klien dan

keluarga mengetahui

tanda dan gejala

sehingga dapat

melaporkannya pada

petugas kesehatan

2. Untuk menjaga klien

dari resiko infeksi.

IV. Intoleransi aktivitas

berhubugan dengan

kelemahan akibat

anemia.

Mandiri

1. Berikan dorongan untuk

istirahat beberapa

periode selama siang

hari, terutama sebelum

dan sesudah latihan

Mandiri

1. Selama istirahat, energi

dihemat dan tingkat

energi diperbarui.

Beberapa kali periode

istirahat singkat

27 | A s k e p L e u k i m i a

Setelah dilakukan

tindakan terjadi

penurunan tingkat

keletihan, dan terjadi

peningkatan

toleransi aktivitas

fisik.

2. Tingkatkan jam tidur

total pada malam hari.

3. Atur kembali jadwal

setiap hari dan atur

aktivitas untuk

menghemat pemakaian

energi.

4. Berikan masukan

protein dan kalori yang

adekuat.

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian

produk darah sesuai

yang diresepkan.

mungkin lebih

bermanfaat

dibandingkan satu kali

periode istirahat yang

panjang.

2. Tidur membantu untuk

memulihkan tingkat

energi.

3. Pengaturan kembali

aktivitas dapat

mengurangi kehilangan

energi dan mengurangi

stressor.

4. Penipisan kalori dan

protein menurunkan

toleransi aktivitas.

Kolaborasi

1. Penurunan

hemoglobin akan

mencetuskan klien

pada keletihan akibat

penurunan

ketersediaan oksigen.

28 | A s k e p L e u k i m i a

Edukasi

1. Ajarkan pada klien

untuk teknik relaksasi

imajinasi.

Edukasi

1. Peningkatan relaksasi

dan istirahat

psikologis dapat

menurunkan

keletihan fisik.

BAB IV

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Leukemia adalah suatu jenis kanker darah. Gangguan ini disebabkan oleh sel darah putih

yang diproduksi melebihi jumlah yang seharusnya ada. Leukemia akut pada anak adalah suatu

kelainan atau mutasi pembentukan sel darah putih oleh sumsum tulang anak maupun

29 | A s k e p L e u k i m i a

gangguan pematangan sel-sel tersebut selanjutnya. Gangguan ini sekitar 25-30% jumlahnya

dari seluruh keadaan keganasan yang didapat pada klien.

Leukemia ada 4 jenis berdasarkan asal dan kecepatan perkembangan sel kanker yaitu

Leukemia Mieloblastik Akut (LMA), Leukemia Mielositik Kronik (LMK), Leukemia

Limfoblastik Akut (LLA), dan Leukemia Limfositik Kronik (LLK) (Medicastore, 2009).

Gejala – gejala yang dirasakan antara lain anemia,wajah pucat, sesak nafas, pendarahan

gusi, mimisan, mudah memar, penurunanberat badan, nyeri tulang dan nyeri sendi.

Penyebab utama penyakit kelainan darah ini sampai sekarang belum diketahui secara

pasti, dan masih terus diteliti. Namun, faktor genetik berperan cukup penting pada beberapa

penelitian yang dilakukan. Dengan kata lain, adahu bungannya dengan faktor keturunan, selain

tentunya banyak faktor penyebab lain yang bervariasi sesuai kasus per kasus dan jenis subtipe

yang didapat.

Terapi yang diberikan pada penderita leukemia akut bertujuan untuk menghancurkan sel-

sel leukemia dan mengembalikan sel-sel darah yang normal. Terapi yang dipakai biasanya

adalah kemoterapi (pemberian obat melalui infus),obat-obatan, ataupun terapi radiasi. Untuk

kasus-kasus tertentu, dapat juga dilakukan transplantasi sumsum tulang belakang. Mengenai

kemungkinan keberhasilan terapi, sangat tergantung waktu penemuan pertama penyakit si

penderita. Apakah dalam stadium awal atau sudah lanjut, subtipe penyakit, teratur tidaknya

jadwal terapi yang dilakukan, timbul Relapse (kambuh) atau tidak selama terapi maupun

kemungkinan penyebab yang bisa diperkirakan.

DAFTAR PUSTAKA

NANDA, NIC-NOC. (2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan . Edisi Revisi. Yogyakarta: Media

Hardy.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).

Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

30 | A s k e p L e u k i m i a

Corwin J.E.2009. Buku saku patofisiologi. Jakarta,EGC

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit

buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,

(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan

Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001

iii

31 | A s k e p L e u k i m i a