Askep Depresi,Delirium,Halusinasi

Embed Size (px)

Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DELIRIUM

I. KONSEP DASARA. Pendahuluan Psikosa secara sederhana dapat didefinisikan sebai suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Keadaa ini dapat digambarkan bahwa psikosa ialah gangguan jiwa yang serius, yang timbuk karena penyebab organik ataupun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan ganggua kemampuan berpikir, bereakasi secara emosional, mengingat, berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu, sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangat terganggu. Psikosa ditandai oleh perilaku yang regresif, hiudp perasaan tidak sesuai , berkurangnya pengawasan terhadap impuls-impuls serta waham dan halusinasi. Menninger telah menyebutkan lima sindroma klasik yang menyertai sebagian besar pola psikotik : 1. Perasan sedik, bersalah dan tidak mampu yang mendalam 2. keadaan terangsang yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, disertai pembicaraan dan motorilk yang berlebihan 3. regresi ke otisme manerisme pembicaran dan perilaku, isi pikiran yanng berlawanan, acuh tak acuh terhadap harapan sosial. 4. preokupasi yang berwaham, disertai kecurigaan, kecendrungan membela diri atau rasa kebesaran 5. keadaan bingung dan delirium dengan disorientasi dan halusinasi. B. Pengertian Delirium adalah sindroma otak organik karena fungsi atau metabolisme otak secara umum atau karena keracunan yan menghambat mnetabolisme otak. C. Gejala Gejala utama ialah kesadaran menurun. Kesadaran yang menurun ialah suatu keadaan dengan kemampuan persepsi perhatian dan pemikiran yan berkurang secara keseluruhan (secara kuantitatif). Gejala-gejala lainnya penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi dengan baik, ada yang bingung atau cemas, gelisah

dan panik, adanya klien yan terutama halusinasi dan ada yang hanya berbicara komat-kamit dan inkohern. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya. D. Psikopatologi Delirium biasanya hilang bila penyakit badaniah yang menyebabkan sudah sembuh, mungkin sampai kira-kira 1 bulan sesudahnya. Gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah ootak, tumur otak dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan sebagainya). Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya. Jika disebabkan oleh proses yang langsung menyerang otak , bila proses itu sembuh maka gejala-gejalanya tergantung pada besarnya kerusakan yang ditinggalkan gejala-gejala neurologik dan atau gangguan mental dengan gejala utama gangguan intelegensi. Bisa juga didapatkan adanya febris. Terdapat gejala psikiatrik bila sangat mengganggu dapat diberikan neroleptika, terutama yang mempunyai dosis efektif tinggi. E. Penatalaksanaan 1. Pengobatan etiologik harus sedini mungkin dan di samping faal otak dibantu agar tidak terjadi kerusakan otak yang menetap. 2. Peredaran darah harus diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan darah), bila perlu diberi stimulansia. 3. Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi. Hati-hati dengan sedativa dan narkotika (barbiturat, morfin) sebab kadang-kadang tidak menolong, tetapi dapat menimbulkan efek paradoksal, yaitu klien tidak menjadi tenang, tetapi bertambah gelisah. 4. Klien harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab berbahaya untuk dirinya sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya) ataupun untuk orang lain. 5. Dicoba menenangkan klien dengan kata-kata (biarpun kesadarannya menurun) atau dengan kompres es. Klien mungkin lebih tenang bila ia dapat melihat orang atau barang

yang ia kenal dari rumah. Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap , klien tidak tahan terlalu diisolasi. 6. Terdapat gejala psikiatrik bila sangat mengganggu dapat diberikan neroleptika, terutama yang mempunyai dosis efektif tinggi.

II. ASUHAN KEPERAWATANA. Pengkajian 1. Identitas Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat. 2. Keluhan utama Keluhan utama atau sebab utama yang menyebbkan klien datang berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun. 3. Faktor predisposisi Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta menentukan tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang terdapat. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah ootak, tumur otak dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan sebagainya). 4. Pemeriksaan fisik Kesadran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau makan. 5. Psikososial

a. Genogram Dari hasil penelitian ditemukan kembar monozigot memberi pengaruh lebih tinggi dari kembar dizigot . b. Konsep diri

Ganbaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri karena proses patologik penyakit. Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu. Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu diman aindividu tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran berlebihan sementara tidak mempunyai kemmapuan dan sumber yang cukup. Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan yang ada. Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.

c. Hubungan sosial Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Konsep diri dibentuk oleh pola hubungan sosial khususnya dengan orang yang penting dalam kehidupan individu. Jika hubungan ini tidak sehat maka individu dalam kekosongan internal. Perkembangan hubungan sosial yang tidak adeguat menyebabkan kegagalan individu untuk belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien cenderung memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Keadaa ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung. d. Spiritual Keyakina klien terhadapa agama dan keyakinannya masih kuat.a tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksnakan ibadatnmya sesuai dengan agama dan kepercayaannya. 6. Status mental a. Penampila klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat dirinya sendiri. b. Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.

c. Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis, steriotipi. d. Alam perasaan Klien nampak ketakutan dan putus asa. e. Afek dan emosi. Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu karena jika langsung mengalami perasaa tersebut dapat menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang digunakan klien untukj melindungi dirinya, karena afek yang telah berubahn memampukan kien mengingkari dampak emosional yang menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen. f. Interaksi selama wawancara Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak mata kurang. g. Persepsi Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau kebiuh panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah halusinasi. h. Proses berpikir Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern, tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum diterima. Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau kejadian yang tidak logis.(Pemikiran autistik). Klien tidak menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikian primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi (waham), perubahan linguistik (memperlihatkan gangguan pola pikir abstrak sehingga tampak

klien regresi dan pola pikir yang sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme. i. Tingkat kesadaran Kesadran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu, tempat dan orang. j. Memori Gangguan daya ingat yang baru saja terjadi )kejadian pada beberapa jam atau hari yang lampau) dan yang sudah lama berselang terjadi (kejadian beberapa tahun yang lalu). k. Tingkat konsentrasi Klien tidak mampu berkonsentrasi l. Kemampuan penilaian Gangguan ringan dalam penilaian atau keputusan. 7. Kebutuhan klien sehari-hari a. Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur kemabali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari. b. Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan. c. Eliminasi Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan. 8. Mekanisme koping Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Ketidak mampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor penyebab primer terbentuknya pola tiungkah laku patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.

9. Dampak masalah a. Individu

Perilaku, klien muningkin mengbaikan atau mendapat kesulitan dalam melakukan kegiatas sehari-hari seperti kebersihan diri misalnya tidak mau mandi, tidak mau menyisir atau mengganti pakaian. Kesejahateraan dan konsep diri, klien merasa kehilangan harga diri, harga diri rendah, merasa tidak berarti, tidak berguna dan putus asa sehingga klien perlu diisolasi. Kemadirian , klien kehilangan kemandirian adan hidup ketergantungan pada keluarga atau oorang yang merawat cukup tinggi, sehingga menimbulkan stres fisik.

10. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko terhadap penyiksaan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan berespon pada pikiran delusi dan halusinasi. 2. Koping individu yang tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan cara mengekspresikan secara konstruktif. 3. Perubahahn proses berpikir berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mempercayai orang 4. Risiko terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, status emoosional yang meningkat. 5. Kesukaran komunikasi verbal berhubungan dengan pola komunikasi yang tak logis atau inkohern dan efek samping obat-obatan, tekanan bicara dan hiperaktivitas. 6. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem penbdukung yang tidak adequat. 7. Kurangnya perawatan diri berhubugan dengan kemauan yang menurun 8. Perubahan pola tidur berhubungan dengan hiperaktivitas, respon tubuh pada halusinasi. 9. Ketidaktahuan keluarga dan klien tentang efek samping obat antipsikotik berhubungan dengan kurangnya informasi.

B. Rencana Tindakan 1. Risiko terhadap penyiksaan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan berespon pada pikiran delusi dan halusinasi. Batasan kriteria :

Sasaran jangka pendek : Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan kegelisahan dan melaprkan pada perwat agasr dapat diberikan intervensi sesuai kebutuhan. Sasaran jangka panjang : Klien tidak akan membahayakan diri, orang lain dan lingkungan selama di rumah sakit. INTERVENSI1. Pertahankan agar lingkungan klien pada tingkat stimulaus yang rendah (penyinaran rendah, sedikit orang, dekorasi yang sederhana dan tingakat kebisingan yang rendah) 2. Ciptakan lingkungan psikososial : sikap perawat yang bersahabat, penuh perhatian, lembuh dan hangat) Bina hubungan saling percaya (menyapa klien dengan rama memanggil nama klien, jujur , tepat janji, empati dan menghargai. Tunjukkan perwat yang bertanggung jawab

RASIONAL1. Tingkat ansietas atau gelisah akan meningkat dalam lingkungan yang penuh stimulus. 2. Lingkungan psikososial yang terapeutik akan menstimulasi kemampuan perasaan kenyataan. 3. Observasi ketat merupakan hal yang penting, karena dengan demikian intervensi yang tepat dapat diberikan segera dan untuk selalu memastikan bahwa kien berada dalam keadaan aman 4. Klien perlu dikembangkan kemampuannya untuk menilai realita secara adequat agar klien dapat beradaptasi dengan lingkungan.Klien yang berada dalam keadaan gelisah, bingung, klien tidak menggunakan benda-benda tersebut untuk membahayakan diri sendiri maupun orang lain. 5. Klien halusinasi pada faase berat tidak dapat mengontrol perilakunya. Lingkungan yang aman dan pengawasan yang tepat dapat mencegah cedera. 6. Klien yang sudah dapat mengontrol halusinasinya perlu sokongan keluarga untuk mempertahnkannya. 7. Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-tanda agitasi.

3. Observasi secara ketat perilaku klien (setiap 15 menit) 4. Kembangkan orientasi kenyataan : Bantu kien untuk mengenal persepsinya Beri umpan balik tentang perilaku klien tanpa menyokong atau membantah kondoisinya Beri kesempatan untuk mengungkapkan persepsi an daya orientasi

5. Lindungi klien dan keluarga dari bahaya halusinasi : Kajiu halusinasi klien Lakukan tindakan pengawasan ketat, upayakan

tidak melakukan pengikatan. 6. Tingkatkan peran serta keluarga pada tiap tahap perawatan dan jelaskan prinsip-prinsip tindakan pada halusinasi. 7. Berikan obat-obatan antipsikotik sesuai dengan program terapi (pantau keefektifan dan efek samping obat).

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, status emosional yang meningkat. Batasan kriteria : Penurunan berat badan, konjunctiva dan membran mukosa pucat, turgor kulit jelek, ketidakseimbangan elktrolit dan kelemahan) Sasaran jangka pendek : Klien dapat mencapai pertambahan 0,9 kg t hari kemudian Hasil laboratorium elektrolit sserum klien akan kembali dalam batas normal dalam 1 minggu Sasaran jangka panjang : Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda /gejala malnutrisi saat pulang. INTERVENSI1. Monitor masukan, haluaran dan jumlah kalori sesuai kebutuhan. 2. timbang berat badan setiap pagi sebelum bangun 3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup bagi kesehatan dan proses penyembuhan. 4. Kolaborasi

RASIONAL1. Informasi ini penting untuk membuat pengkajian nutrisi yang akurat dan mempertahankan keamanan klien. 2. Kehilangan berat badan merupakan informasi penting untuk mengethui perkembangan status nutrisi klien. Klien mungkin tidak memiliki pengetahuan yang cukup atau akurat berkenaan dengan kontribusi nutrisi yang baik untuk kesehatan. 4. Kolaborasi : Klien lebih suka menghabiskan

1.o Dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dalam porsi yang cukup sesuai

o o

dengan kebutuhan Pemberian cairan perparenteral (IV-line) Pantau hasil laboraotirum (serum elektrolit)

makan yang disukai oleh klien. Cairan infus diberikan pada klien yang tidak, kurang dalam mengintake makanan. Serrum elektrolit yang normal menunjukkan adanya homestasis dalam tubuh.

5. Sertakan keluarga dalam memnuhi kebutuhan sehari-hari (makan dan kebutuhan fisiologis lainnya)

5. Perawat bersama keluarga harus memperhatikan pemenuhan kebutuhan secara adequat.

1. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem penbdukung yang tidak adequat. Batasan kriteria : Kurang rasa percaya pada orang lain, sukar berinteraksi dengan orang lain, komnuikasi yang tidak realistik, kontak mata kurang, berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri, afek emosi yang dangkal. Sasaran jangka pendek : Klien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani oleh seorang perawat yang dipercayai dalam 1 minggu. Sasaran jangka panjang : Klien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama klien lainnya dan perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap. INTERVENSI1. Ciptakan lingkungan terapeutik : - bina hubungan saling percaya ((menyapa klien dengan rama memanggil nama klien, jujur , tepat janji, empati dan menghargai). - tunjukkan perawat yang bertanggung jawab - tingkatkan kontak klien dengan lingkungan sosial secara bertahap 2. Perlihatkan penguatan positif pada klien. Temani klien untuk memperlihatkan

RASIONAL1. Lingkungan fisik dan psikososial yang terapeutik akan menstimulasi kemmapuan klien terhadap kenyataan. 2. hal ini akan membuat klien merasa menjado orang yang berguna. 3. kesadran diri yang meningkat dalam hubungannya dengan lingkungan waktu, tempat dan orang. 4. Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-tanda agitasi

dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin mnerupakan hal yang sukar bagi klien. 3. Orientasikan klien pada waktu, tempat dan orang. 4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan program terapi.

1. Kurangnya perawatan diri berhubugan dengan kemauan yang menurun Batasan kriteria : Kemauan yang kurang untuk membersihkan tubuh, defekasi, be3rkemih dan kurang minat dalam berpakaian yang rapi. Sasaran jangka pendek : Klien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dalam 1 minggu Sasaran jangka panjang : Klien ampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan mendemosntrasikan suatu keinginan untuk melakukannya. INTERVENSI1. Dukung klien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai dengan tingkat kemampuan kien. 2. Dukung kemandirina klien, tetapi beri bantuan kien saat kurang mampu melakukan beberapa kegiatan. 3. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuan mandiri. 4. Perlihatkan secara konkrit, bagaimana melakukan kegiatan yang menurut kien sulit untuk dilakukaknya.

RASIONAL1. Keberhasilan menampilkan kemandirian dalam melakukan suatu aktivitas akan meningkatkan harga diri. 2. Kenyamanan dan keamanan klien merupakan priotoritas dalam keperawatan. 3. Penguatan positif akan menignkatakan harga diri dan mendukung terjadinya pengulangan perilaku yang diharapkan. 4. Karena berlaku pikiran yang konkrit, penjelasan harus diberikan sesuai tingkat pengetian yang nyata.

1. Ketidaktahuan keluarga dan klien tentang efek samping obat antipsikotik berhubungan dengan kurangnya informasi. Batasan kriteria : Adanya pertanyaan kurangnya pengetahuan, permintaaan untuk mendaptkan informasi dan mengastakan adanya permaslah yang dialami kien. Sasaran jangka pendek : Klien dapat mengatakan efek terhadap tubuh yang diikuti dengan implemetasi rencana pengjaran. Sasaran jangka panjang : Klien dapat mengatan pentingnya mengetahui dan kerja sama dalam memantau gejala dan tanda efek samping obat. INTERVENSI1. Pantau tanda-tanda vital 2. Tetaplah bersama klien ketika minum obat antipsikotik 3. Amati klien akan adanya EPS, 4. Pantau keluaran urine,dan glukosa urine 4. Beritahu klien bahwa dapat terjadi perubahan yang berkaitandengan fungsi seksual dan menstruasi.

RASIONAL1. Hipotensi ortostatik mungikn terjadi pada pemakain obat antipsikotik, Pemeriksaan tekanan darah dalam posisi berbaring, dudujk dan berdiri. 2. Beberapa klien mungkin menyembusnyikan oabt-obat tersebut. 3. distonia akut (spame lidah, wajah, leher dan punggung), akatisia (gelisah, tidak dapat duduk dengantenag, mengetuknegetukan kaki,pseudoparkinsonisme (tremor otot, rifgiditas, berjalan dengan menyeret kaki) dan diskinesia tardif (mengecapkan bibir, menjulurkan lidah dan gerakan mengunyah yang konstan). 4. Wanita dapat mempunyai periode menstruasi yang tidak teratus atau amenorhea dan pria mungkin mengalmi impotens atau ginekomastik.

Tidak ada Komentar http://kemenanganhati.wordpress.com/2008/08/31/asuhan-keperawatan-pada-kliendengan-delirium/

ASKEP HALUSINASI DENGAR Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Pengertian Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007). Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004). Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian mengenai halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli: Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001). Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007). Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun (Maramis, 2005).

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suarasuara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. Etiologi Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah: Faktor predisposisi 1). Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitianpenelitian yang berikut: a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia. c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem). 2). Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. 3). Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. Faktor Presipitasi Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: 1). Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan

ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. 2). Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. 3). Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor. Gejala Halusinasi Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut: Bicara sendiri. Senyum sendiri. Ketawa sendiri. Menggerakkan bibir tanpa suara. Pergerakan mata yang cepat Respon verbal yang lambat Menarik diri dari orang lain. Berusaha untuk menghindari orang lain. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori. Sulit berhubungan dengan orang lain. Ekspresi muka tegang. Mudah tersinggung, jengkel dan marah. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat. Tampak tremor dan berkeringat. Perilaku panik. Agitasi dan kataton. Curiga dan bermusuhan. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan. Ketakutan. Tidak dapat mengurus diri. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang. Menurut Stuart dan Sundeen (199 yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu: Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara. Gerakan mata abnormal. Respon verbal yang lambat. Diam. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.

Dipenuhi dengan pengalaman sensori. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Berkeringat banyak. Tremor. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk. Perilaku menyerang teror seperti panik. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi. Menarik diri atau katatonik. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang. Jenis-Jenis Halusinasi Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis. Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi terdapat pada tabel 1. Jenis Halusinasi Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster. Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia. Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

Cenestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine. Kinistetik Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak. Tahapan halusinasi Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu: Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita. Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan. Rentang respon halusinasi. Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut digambarkan pada gambar 2 di bawah ini. Rentang respon neurobiologi pada gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut: Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.

Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma norma social atau budaya umum yang berlaku. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi. Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Konsep Dasar Keperawatan Menurut Carpenito (1996) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian menentukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi. Pengkajian Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa faktor antara lain: Identitas klien dan penanggung Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan, dan alamat. Alasan masuk rumah sakit Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak

mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Faktor predisposisi 1). Faktor perkembangan terlambat a). Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman. b). Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi. c ). Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan. 2). Faktor komunikasi dalam keluarga a). Komunikasi peran ganda. b). Tidak ada komunikasi. c). Tidak ada kehangatan. d). Komunikasi dengan emosi berlebihan. e) . Komunikasi tertutup. f). Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua. 3). Faktor sosial budaya Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi. 4). Faktor psikologis Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif. 5). Faktor biologis Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik. 6). Faktor genetik Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %. Faktor presipitasi Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi: 1).Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak. 2).Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal). 3). Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel 2 di dibawah ini: Tabel 2. Faktor pemicu gejala respon neurobiologis halusinasi (Stuart, 2007). Faktor pemicu Respon neurobiologis Kesehatan Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan. Lingkungan Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan. Sikap Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala. 3). Perilaku Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi: a). Isi halusinasi Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan. b). Waktu dan frekuensi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi. c). Situasi pencetus halusinasi. Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang

munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien. d). Respon Klien Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya. a.Pemeriksaan fisik Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien. Status Mental Pengkajian pada status mental meliputi: 1).Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian. 2). Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit. 3).Aktivitas motorik: meningkat atau menurun. 4).Alam perasaan: suasana hati dan emosi. 5).Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen 6).Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal. 7).Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan informasi. 8).Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir. 9).Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis. 10).Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang. 11). Memori a). Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu. b). Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji. 12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana. 13). Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat. 14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri. Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan. Mekanisme koping 1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari. 2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain. 3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman. Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik. Masalah Keperawatan

Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi adalah: Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran. Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan. Isolasi sosial : menarik diri. Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Intoleransi aktifitas. Defisit perawatan diri. Pohon masalah Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006). Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dapat disusun pohon masalah sebagai berikut: Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006). Rumusan diagnosis menurut Keliat (2006) dapat berupa: Problem (masalah): nama atau label diagnosa. Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari pengkajian. Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan. Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu: Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas. Perencanaan Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan

keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut: Diagnosa 1: Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. Tujuan umum: Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Tujuan khusus: TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat. Intervensi: 1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya. Rasional: Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien. 1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya. Rasional: Mengetahui masalah yang dialami oleh klien. 1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati. Rasional: Agar klien merasa diperhatikan. TUK 2: Klien dapat mengenal halusinasinya. 2.1Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata. Intervensi: 2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat. Rasional: Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi. 2.1.2 Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi. Rasional: Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif 2.1.3 Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat. Rasional: Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien. 2.2Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi. 2.2.1 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi. Rasional: Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.

2.2.2Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi. Rasional : Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi. TUK 3: Klien dapat mengontrol halusinasi. 3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya timbul. Intervensi: Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul. Rasional: Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya. 3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi. 3.2.1Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya. Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi. 3.2.2.Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi. Rasional: hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan. 3.2.3.Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasinya. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. TUK 4: Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya. 4.1Klien mau minum obat dengan teratur. Intervensi : 4.1.1Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya. Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat secara teratur. TUK 5: Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya. 5.1Klien mendapat sistem pendukung keluarga. Intervensi: 5.1.1Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila halusinasinya timbul. Rasional : Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien. 5.1.2Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan. Rasional: Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien. a.Diagnosa 2: perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri. 1).Tujuan umum:

Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi. Tujuan khusus: TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya. 1.1Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat. Intervensi: 1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya. Rasional: Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien. 1.1.2Dorong klien mengungkapkan perasaannya. Rasional: Mengetahui masalah yang dialami oleh klien. 1.1.3Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati Rasional : Agar klien merasa diperhatikan. TUK 2: Klien dapat mengenal penyebab menarik diri. 2.1 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya. Intervensi: 2.1.1Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri. Rasional: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri. 2.1.2Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri. Rasional: Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi selanjutnya. 2.1.3Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab menarik diri. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. TUK 3: Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain. 3.1Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain. Intervensi: Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain. Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. 3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain. Rasional: Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan. 3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain. Rasional:

Meningkatkan harga diri klien. TUK 4: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap. 4.1Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap. Intervensi: 4.1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain. Rasional: Mencegah timbulnya halusinasi. 4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap. Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan orang lain. 4.1.3 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. TUK 5 : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain. 5..1Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain. Intervensi : 5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain. Rasional: Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain. 5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. Rasional: Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. 5.1.3 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan orang lain. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. TUK 6: Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga. 6.1 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri. Intervensi: 6.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga. Rasional: Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat. 6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik diri dab cara keluarga menghadapi klien. Rasional: Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya. 6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x seminggu). Rasional: Agar klien merasa diperhatikan. b.Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. 1) Tujuan umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.

2). Tujuan khusus: TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya. 1.2Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat. Intervensi: 1.2.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya. Rasional: Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien. 1.2.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya. Rasional: Mengetahui masalah yang dialami oleh klien. 1.2.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati. Rasional: Agar klien merasa diperhatikan. TUK 2 : Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki. 2.1 Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya. Intervensi: 2.1.1Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang nanti dan apa yg menjadi cita-citanya. Rasional: Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien. 2.1.2Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang dimilikinya. Rasional: Membantu klien membentuk harapan yang realitas. TUK 3: Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya. 3.1 Klien dapat mengevaluasi dirinya. Intervensi: Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya. Rasional: Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal. 3.2 Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya 3.2.1 Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya. Rasional: Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien. 3.2.2 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialaminya. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. TUK 4: Klien dapat membuat rencana yang realistis. 4.1 Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai.

Intervensi: 4.1.1 Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin di capai. Rasional: Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimilikinya. 4.2 Klien dapat membuat keputusan dalam mencapai tujuan. 4.2.1 Motivasi klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih. Rasional: Menghargai keputusan yang dipilih oleh klien. 4.2.2 Berikan pujian atas keberhasilan yang telah dilakukan. Rasional: Meningkatkan harga diri. TUK 5: Klien dapat memanfaatkan system pendukung keluarga. 5.1 Keluarga memberi dukungan dan ujian. Intervensi: 5.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga diri rendah. Rasional: Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah. 5.1.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat. Rasional : Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat penyembuhan klien. 5.2 Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien. 5.2.1 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah. Rasional: Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah. 5.2.2 Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah. Rasional: Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien di rumah. 5.2.3 Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. c.Diagnosa 4: defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas. 1). Tujuan umum: Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri. 2). Tujuan khusus: TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya. 1.1.Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat. Intervensi: 1.1.1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.

Rasional: Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien. 1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya. Rasional: Mengetahui masalah yang dialami oleh klien. 1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati. Rasional: Agar klien merasa diperhatikan. TUK 2 : Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri. 2.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut rapi, bersih dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek. Intervensi: 2.1.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang aarti bersih dan tanda-tanda bersih. Rasional: Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri. 2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri. Rasional: Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan diri. 2.1.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. 2.2 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi rasa segar, mencegah penyakit mulut dan memberikan rasa nyaman. 2.2.1 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan perawatan diri. Rasional: Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri. 2.2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan perawatan diri. Rasional: Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan. 2.2.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat perawatan diri. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. 2.3 Klien dapat menjelaskan cara merawat diri yaitu mandi 2 x sehari, pakai sabun , gosok gigi minimal 2 x sehari , cuci rambut 2- 3 x sehari dan ganti pakaian 1 x sehari. TUK 3: Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat. 3.1 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri. Intervensi: 3.1.1 Motivasi dan bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri. Rasional: Agar klien melaksanakan kebersihan diri. 3.1.2 Anjurkan untuk mengganti baju. Rasional:

Memberikan kesegaran. TUK 4: Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri. 4.1 Klien selalu rapi dan bersih. Intervensi: 4.1.1 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri. Rasional: Meningkatkan harga diri sendiri. TUK 5: Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri 5.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri. Intervensi: 5.1.1 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri. Rasional: Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya kebersihan pada klien. 5.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan. Rasional: Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu dilakukan oleh klien. Implementasi Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Evaluasi Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai berikut: S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang benar?.

O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan. A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat berupa: a.Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah. b.Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan. c.Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama diberikan. Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah: a.Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan. b.Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya. c.Meminta bantuan atau partisipasi keluarga. d.Mampu berhubungan dengan orang lain. e.Menggunakan obat dengan benar. f.Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi. g.Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien. Sumber: 1.Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2.Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3.Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 4.Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 5.Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University Press. 6.Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care. Edisi 3. Philadelphia: F. A. Davis Company 7.Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis: Mosby Year Book. http://augusfarly.wordpress.com/2008/08/21/askep-halusinasi/

ASKEP DEPRESI MASALAH UTAMA Gangguan alam perasaan: depresi. PROSES TERJADINYA MASALAH Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa -dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun. Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan dimanifestasikan dengan gangguan fungsi social dan fungsi fisik yang hebat, lama dan menetap pada individu yang bersangkutan. Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetik, faktor konstitusi, faktor kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagainya. Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras. Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI Gangguan alam perasaan: depresi Data subyektif: Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri abdomen dan dada, anoreksia, sakit punggung,pusing. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri. Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi. Data obyektif: Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis. Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat

berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor. Koping maladaptif DS : Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan. DO : Nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls. Mekanisme koping yang digunakan adalah denial dan supresi yang berlebihan . DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi. Gangguan lam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri. Tujuan khusus Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan: Perkenalkan diri dengan klien dengan cara menyapa klien dengan ramah, baik verbal dan non verbal, selalu kontak mata selama interaksi dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan. Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginannya Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain. Klien dapat menggunakan koping adaptif

Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien. Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping. Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri Tindakan: Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri. Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci. Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien. Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh peramat/petugas. 4. Klien dapat meningkatkan harga diri Tindakan: 4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya. 4.2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu. 4.3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, k eyakinan, hal-hal untuk diselesaikan). 5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial Tindakan: 5.1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut). 5.2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).

5.3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama). Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat Tindakan: 6.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat). 6.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu). 6.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan. 6.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar Make a Comment

Make A Comment: ( None so far )Your Comment

Name (required) Submit Comment 58

Mail (required) (hidden) Website

blockquote and a tags work here.

AboutJust Have Fun In www.augusfarly.wordpress.com

RSSo o

Complete Feed Comments

Subscribe Via RSSo o

o o o o o

Meta Topicso o o o

Asuhan Keperawatan friendster teknologi Uncategorized

Archiveso

Agustus 2008

Liked it here? Why not try sites on the blogroll...

Blog