61
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman manusia pun membutuhkan industri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pembangunan industri memang telah memberikan dampak positip bagi kekuatan ekonomi nasional yang ditandai dengan semakin berkembangnya berbagai jenis industri dengan beranekaragam jenis produk. Keadaan ini tidak dapat dipungkiri, memberikan lapangan pekerjaan yang semakin luas sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi para pekerja dan keluarganya. Industri yang ada pada saat ini ditinjau dari modal kerja yang digunakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok yaitu industri besar (Industri Dasar), industri menengah (Aneka industri) dan industri kecil dengan teknologi sederhana atau tradisional dan dengan jumlah modal yang relatif terbatas merupakan industry yang banyak bergerak disektor informal. Pekerja pada kelompok ini kebanyakan belum mendapatkan pelayanan kesehatan kerja seperti yang diharapkan. Padahal, setiap aktifitas produksi tersebut disadari atau tidak, dapat menjadi sumber bising yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja tersebut dan mengganggu masyarakat sekitarnya. Era industrialisasi saat ini dan dimasa mendatang memerlukan pelayanan kesehatan kerja untuk mencegah terjadinya dua wabah atau pola penyakit yang paling rentan 1

ASKEP BISING

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ASKEP BISING

Citation preview

Page 1: ASKEP BISING

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman manusia pun membutuhkan industri untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Pembangunan industri memang telah memberikan

dampak positip bagi kekuatan ekonomi nasional yang ditandai dengan semakin

berkembangnya berbagai jenis industri dengan beranekaragam jenis produk. Keadaan ini

tidak dapat dipungkiri, memberikan lapangan pekerjaan yang semakin luas sehingga

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi para pekerja dan keluarganya.

Industri yang ada pada saat ini ditinjau dari modal kerja yang digunakan dapat

dikelompokkan dalam beberapa kelompok yaitu industri besar (Industri Dasar), industri

menengah (Aneka industri) dan industri kecil dengan teknologi sederhana atau tradisional

dan dengan jumlah modal yang relatif terbatas merupakan industry yang banyak bergerak

disektor informal. Pekerja pada kelompok ini kebanyakan belum mendapatkan pelayanan

kesehatan kerja seperti yang diharapkan. Padahal, setiap aktifitas produksi tersebut

disadari atau tidak, dapat menjadi sumber bising yang dapat mempengaruhi kesehatan

pekerja tersebut dan mengganggu masyarakat sekitarnya.

Era industrialisasi saat ini dan dimasa mendatang memerlukan pelayanan

kesehatan kerja untuk mencegah terjadinya dua wabah atau pola penyakit yang paling

rentan ditemui di kelompok kerja industry yaitu penyakit infeksi dan penyakit non infeksi

yang disebabkan oleh "Non-Living Organism" atau "Non-Living Contaminant" seperti

zat-zat kimia, debu, panas, logam-logam berat, tekanan mental, perilaku hidup tak sehat

dan lain-lain. Penyakit-penyakit tersebut antara lain berupa pneumokoniosis, kanker,

gangguan kardiovaskuler, keracunan zat-zat kimia/logam berat, ketulian akibat bising,

kecelakaan akibat kerja dan lain-lain. Sejalan dengan era industrialisasi, penyakit non

infeksi, termasuk penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan penyakit akibat kerja

akan meningkat sehingga perlu upaya antisipasi secara tepat waktu dan dapat mencapai

seluruh sasaran.

Dalam rangka meningkatkan kesehatan kerja khususnya bagi pekerja sektor

informal, Departemen Kesehatan sebagai instansi pemerintah berkewajiban untuk

membina kesehatan masyarakat khususnya pekerja sektor informal, menyusun petunjuk

praktis tentang bagaimana cara bekerja secara baik dan benar menurut kaidah kesehatan

1

Page 2: ASKEP BISING

untuk berbagai jenis pekerjaan pada aneka ragam industri kecil sehingga kesehatan tenaga

kerja dapat terjaga dengan baik.

Kebisingan merupakan sebuah bentuk energi yang bila tidak disalurkan pada

tempatnya akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Upaya

pengawasan dan pengendalian kebisingan  menjadi faktor yang menentukan kualifikasi

suatu perusahaan dalam menangani masalah lingkungan yang muncul.

Kebisingan merupakan salah satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan. Oleh

karena itu disini, kami akan membahas tentang asuhan keperawatan komunitas pada

kelompok kerja dengan kebisingan guna mengetahui dan memahami berbagai dampak

dan tindakan yang bisa diberikan dalam pemberian pelayanan kesehatan kerja pada

kelompok kerja dengan kebisingan.

1.2 Rumusan Masalah

a) Apa pengertian dari kebisingan?.

b) Bagaimana sifat dan sumber dari bising?.

c) Apa saja Jenis-jenis dari bising?.

d) Bagaimana Efek dari kebisingan?.

e) Bagaimana cara mengendalikan bising?.

f) Bagaimana cara mengukuran kebisingan?.

g) Apa standar dari kebisingan?.

h) Apa saja jenis pemeriksaan pendengaran?.

i) Bagaimana upaya keselamatan atau kesehatan kerja?.

j) Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada kelompok kerja dengan

kebisingan?.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari kebisingan, sifat dan sumber dari

bising, jenis-jenis dari bising, efek dari kebisingan, cara mengendalikan bising, cara

mengukuran kebisingan, standar dari kebisingan, jenis pemeriksaan pendengaran, upaya

keselamatan atau kesehatan kerja dan asuhan keperawatan komunitas pada kelompok

kerja dengan kebisingan.

1.4 Manfaat

2

Page 3: ASKEP BISING

a) Bagi Mahasiswa: dapat mengetahui dan memahami secara mendalam mengenai

kesehatan di kelompok kerja yang perlu diketahui, dimengerti, dan dipahami sebagai

salah satu hal wajib dalam penguasaan materi untuk bekal Profesi nantinya dan

pengembangan serta pengelolaan pelayanan kesehatan nantinya.

b) Bagi Instansi Pendidikan: sebagai salah satu metode dalam memberikan pengajaran

atau proses belajar mengajar yang sangat efisien guna mengembangkan potensi dan

kompetensi mahasiswa.

c) Bagi Tenaga Kesehatan Keperawatan: sebagai bekal dalam melakukan tatanan

pelayanan kesehatan khususnya dalam memberikan bimbingan dan meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan kerja yang lebih optimal dan professional.

d) Bagi Tenaga Kerja: sebagai bahan kesadaran akan pentingnya keselamatan atau

kesehatan kerja dan sebagai upaya pencegahan akan timbulnya suatu penyakit di

tempat kerja akibat dari ketidaktahuan diri akan proteksi diri.

3

Page 4: ASKEP BISING

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kebisingan

Pengertian kebisingan menurut beberapa ahli, antara lain:

1. Menurut Doelle (1993): suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan

tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara

fisiologis merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi getaran dari

suatu sumber getar yang sampai ke gendang telinga.

2. Menurut Patrick (1977): kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang

tidak sesuai dengan tempat dan waktunya.

3. Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara yang mengganggu.

4. Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak

dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.

5. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.

KEP-48/MENLH/11/1996 definisi bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dari

usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan

gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan.

Jadi, kebisingan dapat juga diartikan sebagai bentuk suara yang tidak sesuai

dengan tempat dan waktunya sehingga dapat merugikan manusia dan lingkungan. Bising

dikategorikan sebagai polutan lingkungan/buangan yang tidak terlihat, tapi efeknya cukup

besar.

2.2 Sifat dan Sumber Bising

1. Sifat Bising

Sifat dari kebisingan (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003) antara lain :

a) Kadarnya berbeda.

b) Jumlah tingkat bising bertambah, maka gangguan akan bertambah pula.

c) Bising perlu dikendalikan karena sifatnya mengganggu.

2. Sumber Bising

Sumber-sumber bising sangat banyak, namun dikelompokkan menjadi kebisingan

industri, kebisingan kegiatan konstruksi, kebisingan kegiatan olahraga dan seni, dan

4

Page 5: ASKEP BISING

kebisingan lalu lintas. Selanjutnya, emisi kebisingan dipantulkan melalui lantai, atap,

dan alat-alat.

a) Sumber bising secara umum (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):

Indoor   : manusia, alat-alat rumah tangga dan mesin.

Outdoor: lalu lintas, industri dan kegiatan lain.

b) Pembagian sumber bising lain dapat dibedakan menjadi:

1. Sumber terbesar: lalu lintas (darat, laut dan udara)

Tingkat tekanan suara dari lalu lintas dapat diprediksi dari:

Kecepatan lalu lintas.

Kecepatan kendaraan.

Kondisi permukaan jalan.

2. Industri: tergantung kepada jenis industri dan peralatan

Mesin-mesin proses, pemotong, penggerinda, kompresor, kipas dan 

pompa.

Sumber terbesarnya abrasi gas pada kecepatan tinggi, dan katup ketel uap.

3. Bidang jasa gedung.

Ventilasi, pembangkit pendingin ruangan, pompa pemanas, plambing dan

elevator.

4. Bidang domestic.

Kegiatan rumah tangga, vaccum cleaner, mesin cuci, danpemotong rumput.

5. Aktivitas waktu luang: balap mobil, diskotik, ski dan menembak.

2.3 Jenis-Jenis Bising

Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan:

1. Bising terus menerus (continuous noise)

Bising terus menerus dihasilkan oleh mesin yang beroperasi tanpa henti, misalnya

blower, pompa, kipas angin, gergaji sirkuler, dapur pijar, dan peralatan pemprosesan

(Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

2. Bising terus-menerus (Prabu, Putra, 2009) adalah bising dimana fluktuasi dari

intensitasnya tidak lebih dari 6 db dan tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi

menjadi 2 (dua) yaitu:

a) Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini

relatif tetap dalam batas kurang dari 5 db untuk periode 0.5 detik berturut-turut,

seperti suara kipas angin, suara mesin tenun.

5

Page 6: ASKEP BISING

b) Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya

mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji

sirkuler, katup gas.

3. Bising terputus-putus (intermittent noise)

Adalah kebisingan saat tingkat kebisingan naik dan turun dengan cepat, seperti lalu

lintas dan suara kapal terbang di lapangan udara (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar,

2003). Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu bising yang

berlangsung secar tidak terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya

lalu lintas, kendaraan, kapal terbang, kereta api (Prabu,Putra, 2009).

4. Bising tiba-tiba (impulsive noise)

Merupakan kebisingan dengan kejadian yang singkat dan tiba-tiba. Efek awalnya

menyebabkan gangguan yang lebih besar, seperti akibat ledakan, misalnya dari mesin

pemancang, pukulan, tembakan bedil atau meriam, ledakan dan dari suara tembakan

senjata api (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Bising jenis ini memiliki

perubahan intensitas suara melebihi 40 db dalam waktu sangat cepat dan biasanya

mengejutkan pendengarnya seperti suara tembakan suara ledakan mercon, meriam

(Prabu,Putra, 2009).

5. Bising berpola (tones in noise)

Merupakan bising yang disebabkan oleh ketidakseimbangan atau pengulangan yang

ditransmisikan melalui permukaan ke udara. Pola gangguan misalnya disebabkan oleh

putaran bagian mesin seperti motor, kipas, dan pompa. Pola dapat diidentifikasi secara

subjektif dengan mendengarkan atau secara objektif  dengan analisis frekuensi

(Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

6. Bising frekuensi rendah (low frequency noise)

Bising ini memiliki energi akustik yang penting dalam range frekuensi 8-100 Hz.

Bising jenis ini biasanya dihasilkan oleh mesin diesel besar di kereta api, kapal dan

pabrik, dimana bising jenis ini sukar ditutupi dan menyebar dengan mudah ke segala

arah dan dapat didengar sejauh bermil-mil (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

7. Bising impulsif berulang

Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi berulang-ulang, misalnya mesin

tempa (Prabu,Putra, 2009).

6

Page 7: ASKEP BISING

Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi atas (Prabu,Putra, 2009):

1) Bising yang mengganggu (Irritating noise).

Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya

mendengkur.

2) Bising yang menutupi (Masking noise)

Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak

langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga

kerja , karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari

sumber lain.

3) Bising yang merusak (Damaging/Injurious noise)

Merupakan bunyi yang intensitasnya melampui Nilai Ambang Batas. Bunyi

jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

2.4 Efek Kebisingan

Kebisingan mempunyai pengaruh terhadap manusia, yaitu:

1. Gangguan kenyamanan dan stress pada anak-anak (Freddy Hernawan, 2008).

2. Kebisingan pada intensitas tinggi dan pemaparan yang lama dapat

menimbulkan gangguan pada fungsi pendengaran dan juga pada fungsi non

pendengaran yang bersifat subyektif seperti gangguan pada komunikasi, gangguan

tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan perasaan tidak senang/mudah marah (Dian

Anggraeni, 2006).

3. Gangguan pendengaran sebesar 3,85 % untuk kebisingan impulsif dan gangguan

pendengaran sebesar 27,78% untuk kebisingan kontinyu pada pekerja di industri

kompor dan bengkel las Malang (Pasaoran Tamba I, 2001).

4. Gangguan terhadap konsentrasi kerja yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas

dan kuantitas kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

5. Gangguan dalam kenikmatan bekerja terutama pada orang yang sangat rentan

terhadap kebisingan sehingga dapat menimbulkan rasa pusing, gangguan konsentrasi

dan kehilangan semangat kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

6. Menurut (Prabu, Putra, 2009) dampak kebisingan bagi pekerja:

1. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila

terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa

7

Page 8: ASKEP BISING

peningkatan tekanan darah (± 10 mmhg), peningkatan nadi, konstriksi

pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat

menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal

ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam

telinga dalam yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan

mual,susah tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap

sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem

pencernaan dan keseimbangan elektrolit.

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,

susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama

dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres,

kelelahan dan lain-lain.

3. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang

menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara.

Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan

ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan

terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya.

Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan

seseorang.

4. Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa

atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala

pusing (vertigo) atau mual-mual.

5. Efek pada pendengaran

Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera

pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui

dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada

pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah

pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus

di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali,

biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas

8

Page 9: ASKEP BISING

kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya

digunakan untuk percakapan. Penurunan daya dengar dapat dibagi dalam tiga

kategori, yaitu:

Trauma Akustik

Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap

suara yang keras seperti sebuah letusan. Dalam kasus ini energi yang

masuk ke telinga dapat mencapai struktur telinga dalam dan bila

melampaui batas fisiologis dapat menyebabkan rusaknya membran

thympani, putusnya rantai tulang pendengaran atau rusak organ spirale

(Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Trauma akustik adalah

setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran

yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan

dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau

suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat

memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau

saraf sensoris pendengaran (Prabu,Putra, 2009).

Temporary Threshold Shift (TTS)/Tuli Sementara

Tuli sementara merupakan efek jangka pendek dari pemaparan bising

berupa kenaikan ambang pendengaran sementara yang kemudian

setelah berakhirnya pemaparan bising, akan kembali pada kondisi

semula. TTS adalah kelelahan fungsi pada reseptor pendengaran yang

disebabkan oleh energi suara dengan tetap dan tidak melampui batas

tertentu. Maka apabila akhir pemaparan dapat terjadi pemulihan yang

sempurna. Akan tetapi jika kelelahan melampaui batas tertentu dan

pemaparan terus berlangsung setiap hari, maka TTS secara berlahan-

lahan akan berubah menjadi PTS (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar,

2003). TTS diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas

tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang

sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat.

Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya

dengarnya akan pulih kembali (Prabu,Putra, 2009).

Permanent Threshold Shift (PTS)/Tuli Permanen

Tuli permanen adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat

irreversible sehingga tidak mungkin tejadi pemulihan. Gangguan dapat

9

Page 10: ASKEP BISING

terjadi pada syaraf-syaraf pendengaran, alat-alat korti atau dalam otak

sendiri. Ini dapat diakibatkan oleh efek kumulatif paparan terhadap

bising yang berulang-ulang selama bertahun (Goembira, Fadjar, Vera S

Bachtiar, 2003).

Fase-fase perkembangan kurangnya pendengaran akibat bising tetap menurut

Parmeggiani (dikutip dalam Rozita E.,Wahyuni T, 2005) adalah:

1) Fase I

Terjadi pada 10-20 hari pertama pemaparan bising. Pada saat sudah bekerja,

telinga penderita terasa penuh, mendenging, sakit kepala ringan, pusing, dan

merasa lelah.

2) Fase II

Terjadi pada jangka waktu pemaparan beberapa bulan sampai beberapa tahun.

Pada fase ini semua gejala subjektif hilang, kecuali telinga yang mendenging

secara intermitten. Gejala lain tergantung dari sifat bising, lama waktu

pemaparan, dan prediposisi individual.

3) Fase III

Terjadi sebagai lanjutan fase II. Pada kondisi ini penderita merasa

pendengarannya tidak normal lagi. Penderita tidak dapat lagi mendengar

pembicaraan-pembicaraan terutama jika terdapat bising latar belakang.

4) Fase IV

Pada fase ini, diikuti oleh tinnitus yang tetap (terus menerus) yang

menunjukan bahwa terjadi kerusakan pada struktur syaraf dari cochlea. Hal ini

tidak hanya mengganggu pendengaran, tetapi juga mengganggu istirahat,

tidur, dan sebagainya.

10

Page 11: ASKEP BISING

Pengaruh yang ditimbulkan pada setiap tingkat bising dapat dilihat pada Tabel berikut :

Pengaruh Bunyi terhadap Fisiologis dan Psikologis Manusia

Bunyi (dba) Pengaruh terhadap Manusia

39-40 Tidak mengganggu

55-65Penyempitan pembuluh darah dan peningkatan frekuensi denyut

jantung

70 Kontinu akan berdampak penyakit jantung

80 Kelelahan mental dan fisik, psikomatis dan perasaan jengkel

90 Kerusakan alat pendengaran dan penurunan daya pendengaran

100Kontinu dapat kehilangan pendengaran secara permanen dan pada

waktu singkat dapat mengurangi daya dengar

120 Rasa nyeri dan sakit

150 Kehilangan pendengaran pada saat itu juga

       Sumber: Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003

2.5 Pengendalian Bising

Permasalahan kebisingan bisa diuraikan menjadi tiga komponen, (Goembira, Fadjar, Vera

S Bachtiar, 2003), yaitu:

1. Sumber radiasi

2. Jalur tempuh radiasi

3. Penerima (telinga)

Antisipasi kebisingan dapat dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga komponen ini.

Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu pengendalian bising aktif

(active noise control) dan pengendalian bising pasif (passive noise control).

1) Active Noise Control

a) Kontrol Sumber

Pengontrolan kebisingan pada sumber dapat dilakukan dengan modifikasi

sumber, yaitu penggantian komponen atau mendisain ulang alat atau mesin

supaya kebisingan yang ditimbulkan bisa dikurangi. Program maintenance yang

baik supaya mesin tetap terpelihara, dan penggantian proses. Misalnya

mengurangi faktor gesekan dan kebocoran suara, memperkecil dan mengisolasi

11

Page 12: ASKEP BISING

elemen getar, melengkapi peredam pada mesin, serta pemeliharaan rutin

terhadap mesin. Tetapi cara ini memerlukan penelitian intensif dan umumnya

juga butuh biaya yang sangat tinggi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

Beberapa upaya untuk mengurangi kebisingan di sumber antara lain (Tambunan,

2005):

b) Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan  tingkat kebisingan

yang lebih rendah

c) Mengganti “jenis proses” mesin (dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah)

dengan fungsi proses yang sama, contohnya pengelasan digunakan sebagai

penggantian proses riveting.

d) Modifikasi “tempat” mesin, spt pemberian dudukan mesin dengan material-

material yang memiliki koefisien redaman getaran lebih tinggi

e) Pemasangan peredam akustik (acoustic barrier) dalam ruang kerja

f) Antisipasi kebisingan dengan kontrol sumber ternyata 10 kali lebih murah (unit

harga terhadap reduksi db) daripada antisipasi pada propagasi atau kontrol

lingkungan. Pada area kerja dengan kebisingan > 100 db A, kontrol sumber

berupa kontrol rekayasa mesin adalah hal yang mutlak dilakukan menurut

Standard Basic Requirement OSHA.

a) Cladding

Cladding adalah salah satu jenis pengendali bising untuk mengurangi

pancaran bising dari pipa akibat aliran fluida di dalamnya. Cladding

terdiri atas lapisan penyerap suara dan bahan impermeable. Lapisan ini

ada berbagai jenis dengan tingkat atenuasi yang bervariasi.

b) Silencer, Attenuator, Muffler

Silencer, attenuator, muffler digunakan untuk mereduksi bising fluida

dengan meletakkannya di daerah atau jalur aliran fluida.

g) Kontrol Lingkungan

Rekayasa terhadap kebisingan di industri kurang diterapkan dengan baik.

Beberapa industri menyertakan spesifikasi tingkat kebisingan saat memilih alat

baru, namun terkadang masih mengalami masalah kebisingan. Hal lain yang

dapat dilakukan antara lain yaitu dengan pengendalian pada medium

perambatan. Sebenarnya upaya pengendalian ini memiliki tujuan untuk

menghalangi perambatan suara dari sumber suara yang menuju ke telinga

manusia. Untuk menghalangi perambatan, ditempatkanlah sound barrier antara

12

Page 13: ASKEP BISING

sumber suara dan telingan. Pemblokiran rambatan ini hanya akan berhasil jika

sound barrier tidak ikut bergetar saat tertimpa gelombang yang merambat (tidak

beresonansi). Faktor terpenting yang akan mempengaruhi keberhasilan sound

barrier adalah bahan dimensi. Pengendalian kebisingan pada medium rambat

terpaut pada:

Pemisahan ruangan dengan sekat atau pembatas akustik;

Menggunakan material yang memiliki daya serap suara;

Pembuatan barrier. Barrier digunakan untuk menghalangi paparan bising

dari sumber ke penerima dan dibangun di jalur propagasi antara sumber

dan penerima;

Memasang panel dan penghalang;

Memperluas jarak antar sumber dan melakukan pemagaran.

Proteksi Personal

Proteksi personal yang bisa diterapkan adalah penggunaan earplugs dan

earmuffs. Pemilihan antara kedua proteksi ini disesuaikan dengan

kondisi. Pada kenyataannya, earmuffs bisa mengurangi desibel yang

masuk ke telinga lebih besar dari earplugs. Namun, pengalaman

menunjukkan bahwa over proteksi juga dapat mengurangi efektifitas

proses.

a. Earmuffs

Earmuffs terbuat dari karet dan plastik. Earmuffs bisa digunakan untuk

intensitas tinggi (>95 db), bisa melindungi seluruh telinga, ukurannya

bisa disesuaikan untuk berbagai ukran telinga, mudah diawasi dan

walaupun terjadi infeksi pada telinga alat tetap dapat dipakai.

Kekurangannya, penggunaan earmuffs menimbulkan

ketidaknyamanan, rasa panas dan pusing, harga relatif lebih mahal,

sukar dipasang pada kacamata dan helm, membatasi gerakan kepala

dan kurang praktis karena ukurannya besar. Earmuffs lebih protektif

daripada earplugs jika digunakan dengan tepat, tapi kurang efektif jika

penggunaannya kurang pas dan pekerja menggunakan kaca mata 

b.  Earplugs

Earplugs lebih nyaman dari earmuffs, berlaku untuk tingkat kebisingan

sedang (80-95 db) untuk waktu paparan 8 jam. Jenis earplugs ada

bermacam-macam: padat dan berongga. Bahannya terbuat dari karet

13

Page 14: ASKEP BISING

lunak, karet keras, lilin, plastik atau kombinasi dari bahan-bahan

tersebut. 

Keuntungan dari ear plug adalah: mudah dibawa karen akecil, lebih

nyaman bila digunakan pada tempat yang panas, tidak membatasi

gerakan kepala, lebih murah daripada ear muff, lebih mudah dipakai

bersama dengan kacamata dan helm. Sedangkan kekurangan dari ear

plug yaitu atenuasi lebih kecil, sukar mengontrol atau diawasi, saluran

telingan lebih mudah terkena infeksi dan apabila sakit ear plug tidak

dapat dipakai.

2) Passive Noise Control

Cara ini dilakukan dengan mereduksi sumber bising yang berbeda fase 180o dari

sumber bising. Misalnya suatu sumber bising di satu titik dalam ruang merambat

dengan gelombang p1. Jika dapat dibangkitkan suatu gelombang anti bising p2

dengan komponen amplitudo dan frekuensi yang sama dengan gelombang p1, dan

berbeda fasa 180o, maka super posisi kedua gelombang akan saling meniadakan.

3) Antisipasi Lain

Selain cara-cara pengendalian di atas, harus dilakukan antisipasi terhadap pekerja.

Salah satu tekniknya adalah dengan tes audiometric berkala terhadap pekerja,

pendidikan/pelatihan dan penghitungan fraksi dosis kebisingan. Tes audiometric

biasanya dilakukan oleh ahli THT secara medis.

2.6 Pengukuran Kebisingan

Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara

kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk

mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel

(db). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel

berarti kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 db,

volume suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat. Kebisingan bisa menggangu karena

frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara berfrekuensi tinggi lebih menggangu

dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka

perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat:

1. Noise Level Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparan;

2. Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk

menganalisis dampak paparan pada pekerja.

14

Page 15: ASKEP BISING

Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey

meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain.

Untuk permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer

sudah cukup banyak memberikan informasi.

1) Sound Level Meter (SLM)

SLM (gambar 2.5) adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran

kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk

attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga

jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk

memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total.

Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan

intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi

pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan

respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi

untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.

2) Octave Band Analyzer (OBA)

Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda,

oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai

tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang

rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran

dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari

satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah

37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz.

2.7 Standar Kebisingan

Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah

kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria

kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak.

1. Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai

ambang batas kebisingan. Lihat Tabel 2.3 untuk lebih jelas.

2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No.SE

01/MEN/1978

15

Page 16: ASKEP BISING

2.8 Jenis Pemeriksaan Pendengaran

A. Tes Garpu Tala

Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran

individu secara kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala

frekuensi rendah sampai tinggi 128 HZ-2048 Hz. Satu perangkat garpu tala

memberikan skala pendengaran dari frekuensi rendah hingga tinggi akan

memudahkan survei kepekaan pendengaran. Cara menggunakan garpu tala yaitu

garpu tala di pegang pada tangkainya, dan salah satu tangan garpu tala dipukul pada

permukaan yang berpegas seperti punggung tangan atau siku. Perhatikan jangan

memukulkan garpu tala pada ujung meja atau benda keras lainnya karena akan

menghasilkan nada berlebihan, yang adakalanya kedengaran dari jarak yang cukup

jauh dari garpu tala dan bahkan dapat menyebabkan perubahan menetap pada pola

getar garpu tala. Ada 6 jenis tes garpu tala , yaitu:

1. Tes batas atas dan batas bawah

a) Tujuan : menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita

melewati hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas ambang normal.

b) Cara Pemeriksaan : Semua garpu tala (dapat dimulai dari frekuensi terendah

berurutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya) dibunyikan satu persatu,

dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan

dengan lunak (dipetik dengan ujung jari kuku, didengarkan terlebih dahulu

oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapa intensitas bunyi

yang terendah bagi orang normal/nilai ambang normal), kemudian

diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat MAE

pada jarak 1-2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang

menghubungkan MAE kanan dan kiri.

c) Interpretasi :

Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi

Tuli Konduksi : batas bawah naik (frekunsi rendah tak terdengar)

Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak terdengar)

Kesalahan terjadi bila garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat

mendeteksi pada frekuensi mana penderita tak mendengar.

2. Tes Rinne

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang

dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne , yaitu :

16

Page 17: ASKEP BISING

a. Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya

tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus

eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita

pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika

pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien

tidak dapat mendengarnya

b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya

secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala

didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah

bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada

dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika

pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya

tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus

lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :

a) Normal : tes rinne positif

b) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih

lama)

c) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :

Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.

Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)

Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada

posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-

mula timbul.

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari

pemeriksa maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala

tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala

mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid

pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat

bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala

di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti

saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.

3. Tes Weber

a. Tujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.

17

Page 18: ASKEP BISING

b. Cara Pemeriksaan :

a) Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan

tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu

atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal.

Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang tidak mendengar

atau mendengar lebih keras . Bila mendengar pada satu telinga disebut

laterisasi ke sisi telinga tersebut. Bila kedua telinga tak mendengar atau

sama-sama mendengar berarti tak ada laterisasi.

b) Interpretasi :

Normal : Tidak ada lateralisasi

Tuli konduksi : Mendengar lebih keras di telinga yang sakit

Tuli sensorineural : Mendengar lebih keras pada telinga yang sehat

Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat

lebih dari satu. Contoh : lateralisasi ke kanan, telinga kiri normal, dapat

diinterpretasikan :

Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal

Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih berat

Tuli sensorineural kiri, telinga kanan normal

Tuli sensorineural kanan dcan kiri, tetapi kiri lebih berat

Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri. 14

4. Tes Schwabach

a. Tujuan : membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan

pemeriksa

b. Cara pemeriksaan : garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian

tangkainya diletakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa, bila

pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke

mastoid penderita. Bila penderita masih mendengar maka schwabach

memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat 2 kemungkinan

yaitu Schwabah memendek atau normal. Untuk membedakan kedua

kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu baru ke

pemeriksa. Garpu tala 512 dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada

mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka secepatnya

garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tidak

18

Page 19: ASKEP BISING

mendengar berarti sam-sama normal, bila pemeriksa masih masih mendengar

berarti schwabach penderita memendek.

c. Interpretasi :

Normal : Schwabach normal

Tuli konduksi : Schwabach memanjang

Tuli sensorineural : Schwabach memendek

d. Kesalahan terjadi bila :

Garpu tala tidak di letakkan dengan benar, kakinya tersentuh sehingga

bunyi menghilang

Isyarat hilangnya bunyi tidak segera diberikan oleh penderita

5. Tes Bing

Tes Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, dimana garpu

tala terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup.

a. Cara pemeriksaan : tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup

liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Garpu tala

digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber).

b. Interpretasi :

Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut

normal

Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga

tersebut menderita tuli konduktif

6. Tes Stenger

Tes ini digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli).

a. Cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang

yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah garpu tala yang identik

digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan,

dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Garpu tala pertama

digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas

terdengar. Kemudian garpu tala yang kedua digetarkan lebih keras dan

diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli).

b. Interpretasi : apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga

kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi.

Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.

Tes-tes ini memiliki tujuan khusus yang berbeda dan saling melengkapi.

19

Page 20: ASKEP BISING

2.9 Upaya Keselamatan atau Kesehatan Kerja

Upaya keselamatan atau kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas kerja, beban

kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa

membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan agar diperoleh produktifitas kerja

yang optimal. Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara

pekerja dengan pekerja dan lingkungan kerjanya baik secara fisik maupun psikis dalam

hal cara/metoda kerja, proses kerja dan kondisi kerja yang bertujuan untuk :

a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua

lapangan pekerjaan yang setinggi-tingginya baik secara fisik, mental maupun

kesejahteraan sosialnya.

b. Mencegah gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh

keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.

c. Memberikan perlindungan bagi pekerja didalam pekerjaannya dari kemungkinan

bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.

d. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaannya yang sesuai

dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.

Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama

dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen

tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Kapasitas kerja yang

baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang

prima diperlukan agar seseorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya secara baik.

Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu

berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja

menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja (misalnya

panas, bising, debu, zat kimia, dll) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja.

Beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat

menimbulkan gangguan atau penyakit akibatnya. Gangguan kesehatan pada pekerja dapat

disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak

berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status

kesehatan kerja dari masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya-bahaya

kesehatan ditempat kerja dan kingkungan kerja tetapi juga faktor-faktor pelayanan

kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor-faktor lainnya. Penyakit akibat kerja dan atau

penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh pemaparan terhadap

lingkungan kerja. Dewasa ini terhadap kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang

20

Page 21: ASKEP BISING

bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk mencegahnya. Juga

masih terdapat pendapat yang sesat bahwa dengan mendiagnosis secara benar penyakit-

penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja,

sudah membuat sutuasi terkendalikan. Walaupun merupakan langkah yang penting

namun hal ini bukan memecahkan masalah yang sebenarnya. Pendekatan tersebut tetap

membiarkan lingkungan kerja yang tidak sehat tetap tidak berubah, dengan demikian

potensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak diinginkan juga tidak

berubah. Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya-bahaya

dilingkungan kerja yang diperkirakan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja utamanya

terhadap para pekerja, ditempuh 3 langkah utama yaitu: pengenalan lingkungan kerja,

evaluasi lingkungan kerja dan pengendalian lingkungan dari berbagai bahaya dan resiko

kerja.

Pengenalan dari berbagai bahaya dan resiko kesehatan dilingkungan kerja biasanya

pada waktu survai pendahuluan dengan cara melihat dan mengenal ("walk-through

survey"), yang salah satu langkah dasar yang pertama-tama harus dilakukan dalam upaya

program kesehatan kerja. Beberapa diantara bahaya dan resiko tersebut dapat dengan

mudah dikenali, seperti masalah kebisingan disuatu tempat, bilamana sebuah percakapan

sulit untuk didengar, atau masalah panas disekitar tungku pembakaran atau peleburan

yang dengan segara dapat kita rasakan. Beberapa hal lainnya yang tidak jelas atau sulit

untuk dikenali seperti zat-zat kimia yang berbentuk dari suatu rangkaian proses produksi

tanpa adanya tanda-tanda sebelumnya. Untuk dapat mengenal bahaya dan resiko

lingkungan kerja dengan baik dan tepat, sebelum dilakukan survai pendahuluan perlu

didapatkan segala informasi mengenai proses dan cara kerja yang digunakan, bahan baku

dan bahan tambahan lainnya, hasil antara hasil akhir hasil sampingan serta limbah yang

dihasilkan. Kemungkinan-kemungkinan terbentuknya zat-zat kimia yang berbahaya

secara tak terduga perlu pula dipertimbangkan. Hal-hal lain yang harus diperhatikan pula

yaitu efek-efek terhadap kesehatan dari semua bahaya-bahaya dilingkungan kerja

termasuk pula jumlah pekerja yang potensial terpapar, sehingga langkah yang ditempuh,

evaluasi serta pengandaliannya dapat dilakukan sesuai dengan prioritas kenyataan yang

ada. Tingkat pemajanan dari zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja yang

terkendali selama survai pendahuluan harus ditentukan secara kualitatif dan atau

kuantitatif, melalui berbagai teknik misalnya pengukuran kebisingan, penentuan indeks

tekanan panas, pengumpulan dan analisis dari sampel udara untuk zat-zat kimia dan

partikelpartikel (termasuk ukuran partikel) dan lain-lain. Hanya setelah didapatkan

21

Page 22: ASKEP BISING

gambaran yang lengkap dan menyeluruh dari proses pemajanan kemudian dapat

dibandingkan dengan standar kesehatan kerja yang berlaku, maka penilaian dari bahaya

atau resiko yang sebenarnya terdapat dilingkungan kerja yang telah tercapai.

Pengendalian lingkungan kerja dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan

pemajanan terhadap zat atau bahan yang berbahaya dilingkungan kerja. Pada dasarnya

pengendalian terhadap bahaya-bahaya lingkungan kerja dapat dikelompokkan kedalam 2

kategori yaitu pengendalian Lingkungan dan pengendalian Perorangan. Pengendalian

Lingkungan meliputi perubahan dari proses kerja dan atau lingkungan kerja dengan

maksud untuk pengendalian dari pada bahaya-bahaya kesehatan baik dengan meniadakan

zat/bahan tersebut sampai tingkat tidak membahayakan kesehatan, serta mencegah kontak

antara zat/ bahan dengan para pekerja. Salah satu cara yang digunakan adalah

penghapusan atau pengurangan zat/bahan berbahaya pada sumbernya. Suatu proses yang

diduga menghasilkan atau membentuk zat-zat yang berbahaya dapat dipertimbangkan

untuk dihentikan. Pengantian bahan-bahan yang lebih beracun (pelarut, bahan bakar,

bahan baku, bahan-bahan lainnya) dapat merupakan cara yang efektif untuk pengendalian

pemajanan bahan-bahan berbahaya. Misalnya Trichloroethylene dapat mengantikan

carbon tetrachoride (CC14) dalam penggunaanya sebagai bahan pelarut. Cara Isolasi

dapat digunakan terhadap zat-zat yang berbahaya untuk mencegah kontak dengan

pekerja. Berbagai cara isolasi yang dapat digunakan antara lain : sistem tertutup untuk

bahan-bahan kimia beracun, adanya dinding pemisah antara daerah yang berbahaya dan

tidak, penutup terhadap seluruh atau sebagaian dari proses-proses untuk mencegah

kontaminasi terhadap udara ruang kerja. Ventilasi ditempat kerja dapat digunakan antara

lain untuk menjamin suhu yang nyaman, sirkulasi udara segara diruang kerja sehingga

dapat melarutkan zat-zat pencemar ketingkat yang diperkenakan, serta mencegah zat-zat

pencemar diudara mencapai pernafasan para pekerja. Cara basah, digunakan untuk

mengendalaikan dispersi debu yang mengotori lingkungan kerja dengan menggunakan air

atau bahan-bahan basah lainnya. Cara ini banyak digunakan didalam industri-industri

kecil misalnya pada industry kayu, peleburan logam, asbes.

Penggunaan alat pelindung perorangan merupakan alternatif lain untuk melindungi

pekerja dari bahaya-bahaya kesehatan. Namun perlu diperhatikan bahwa alat pelindung

perorangan harus sesuai dan adekuat untuk bahaya-bahaya tertentu, resisten terhadap

kontaminan-kontaminan udara, mudah dibersihkan dan dipelihara dengan baik, serta

sesuai untuk para pekerja yang memakainya. Untuk alat-alat tertentu seperti alat

pelindung pernafasan, sumbat/tutup telinga, pakaian kerja kedap air dan lain-lain

22

Page 23: ASKEP BISING

mungkin tidak nyaman untuk dipakai terutama dicuaca yang panas. Jadi mungkin

diperlukan pengurangan jam kerja paling tidak pada waktu-waktu yang memerlukan

pemakaian alat pelindung tersebut. Pembatasan waktu selama pekerja terpapar terhadap

zat tetentu yang berbahaya dapat menurunkan resiko terkenanya bahaya-bahaya

kesehatan dilingkungan kerja. Hal ini dapat dicapai melalui penerapan cara-cara kerja,

rotasi pekerja atau pengendalian administratif. Pengendalian administratif merupakan

prosedur yang memungkinkan dilakukan penyusuaian jadwal kerja untuk mengurangi

pemajanan Kebersihan perorangan yang meliputi kebersihan diri dan pakaian, merupakan

hal yang penting terutama untuk para pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan

dengan bahan-bahan kimia serta partikel-partikel lain.

Pelayanan program kesehatan kerja yang dianjurkan adalah program pelayanan

paripurna, terdiri dari pelayanan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif yang

kesemuanya dilaksanakan secara bersama-sama dalam suatu sistem yang terpadu.

Pelayanan ini diberikan sebagai perlindungan pada tenaga kerja sebelum adanya

proses gangguan akibat kerja. Kegiatannya antara lain meliputi :

a. Pemeriksaan kesehatan, terdiri dari pemeriksaan: sebelum kerja, berkala, khusus

b. Kesehatan Lingkungan Kerja

c. Perlindungan diri terhadap bahaya-bahaya dari pekerja

d. Penyelarasian manusia dengan mesin dan alat-alat kerja

e. Pengendalian bahaya lingkungan kerja agar ada dalam keadaan aman (pengenalan,

pengukuran dan evaluasi).

Pelayanan promotif kesehatan kerja diberikan kepada tenaga kerja yang sehat dengan

tujuan untuk meningkatkan kegairahan kerja, mempertinggi efesiensi dan daya

produktifitas tenaga kerja. Kegiatannya antara lain meliputi :

a. Pendidikan dan penerangan tentang kesehatan kerja.

b. Pemeliharaan berat badan ideal.

c. Perbaikan gizi : menu seimbang dan pemilihan makanan yang aman.

d. Pemeliharaan tempat, cara dan lingkungan kerja yang sehat.

e. Konsultasi (counseling) untuk perkembangan kejiwaan yang sehat nasehat

perkawinan dan keluarga berencana.

f. Olah raga dan rekreasi.

Pelayanan kuratif diberikan kepada tenaga kerja yang sudah memperhatikan

gangguan kesehatan/gejala dini dengan mengobati penyakitnya supaya cepat sembuh

dan mencegah komplikasi atau penularan terhadap keluarganya ataupun teman

23

Page 24: ASKEP BISING

sekerjanya. Pada tenaga kerja yang sudah menderita sakit, pelayanan ini diberikan

untuk menghentikan proses penyakit sehingga dapat sembuh, mempercepat masa

istirahat kerja dan mencegah terjadinya cacat atau kematian. Pelayanan yang

diberikan meliputi pengobatan terhadap penyakit umum maupun penyakit dan

kecelakaan akibat kerja.

Pelayanan rehabilitative diberikan kepada pekerja yang karena penyakit parah

atau kecelakaan parah telah mengakibatkan cacat sehingga menyebabkan ketidak

mampuan bekerja secara permanen baik sebagian atau seluruh kemampuan bekerjanya

yang biasanya mampu dilakukan sehari-hari kegiatan ini meliputi antara lain :

a. Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannya

yang masih ada secara maksimal.

b. Penempatan kembali tenaga kerja yang cacat secara selektif sesuai

kemampuannya.

c. Penyuluhan kepada masyarakat dan pengusaha agar mau menerima /

menggunakan tenaga kerja yang cacat.

Perilaku dan sikap para pekerja yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip

kesehatan dapat mempengaruhi status kesehatan pekerja yang bersangkutan. Beberapa

contoh perilaku dan sikap tersebut adalah :

a. Merokok, terlebih lagi bekerja sambil merokok.

b. Pola makan yang tidak terartur dan tidak seimbang.

c. Ceroboh dan tidak mengindahkan aturan kerja yang berlaku misalnya menolak

anjuran menggunakan alat pelindung diri, bercanda dengan teman sekerja pada

waktu bekerja.

d. Menggunakan obat-obat terlarang atau minum-minuman keras (bir atau sejenis

minuman beralkohol lainnya).

Untuk mengurangi bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kegiatan

berbagai jenis perajin, maka beberapa cara pencegahan dan penanggulangan yang

dapat dilakukan adalah didasarkan pada proses kegiatan yang ada serta bahaya

potensial yang dapat ditimbulkan pada setiap tahap kegiatan tersebut. Berbagai

cara pencegahan dan penanggulangan dari bahaya-bahaya potensial yang mungkin

timbul dapat dilihat pada uraian berikut ini.

a. Panas

Memperbaiki sistim penghawaan, dengan sistim ventilasi silang atas

ventilasi mekanis.

24

Page 25: ASKEP BISING

Jarak antara pekerja dengan sumber panas tidak terlalu dekat.

Posisi pekerja menghadap searah dengan arah angin.

Menggunakan pakaian dan alat pelindungan pada waktu kerja ( sarung

tangan, kaca mata dll).

Pengatur waktu kerja , agar pekerja tidak terlalu lama terpapar dengan

panas.

Pekerja harus cukup minum selama bekerja dilingkungan panas.

Pemindahan pekerja dari lingkungan yang panas ke tempat yang sejuk

secara berkala.

Bila timbul gejala-gejala gangguan kesehatan akibat panas, misalnya

kelelahan kejang otot atau gangguan

kesadaran, segera rujuk kesarana kesehatan terdekat.

b. Kebisingan

Mengurangi kebisingan pada sumbernya dengan cara :

Memberi sekat (dari bahan kain, gabus atau karet pada landasan mesin,

penempaan atau lainnya).

Penanaman pohon disekitar tempat kerja.

Penempaan dilakukan pada ruangan tersendiri atau ruang kedap suara.

Mengatur lama waktu kerja agar tidak melebihi dari ambang batas

kebisingan yang diperkenankan, misalnya: 85 db ( A) untuk 8 Jam

pemajanan, 90 db ( A) untuk 4 jam pemajanan, 95 db ( A ) untuk 2 Jam

pemajanan dan seterusnya.

Menggunakan sumbat telinga (ear plugs) atau tutup telinga (ear muffs)

pada waktu bekerja ditempat bising, karena alat tersebut mampu

mengurangi intensitas bising sampai sekitar 25 – 40 db.

Sikap kerja yang tidak benar (tidak ergonomis).

Menyesuaikan alat kerja dengan postur tubuh pekerja sesuai dengan jenis

dan sifat pekerjaan masing-masing, sehingga pekerjaan dapat dilakukan

dengan posisi duduk atau berdiri, misalnya: duduk dikursi dan

menggunakan meja yang sesuai, berdiri tegak, dengan peralatan kerja

diatas meja yang sesuai fungsinya.

Pekerja tidak membungkuk, jongkok atau duduk dilantai dan memaksakan

posisi tubuh pada keadaan alami.

Usahakan istirahat atau mengganti posisi kerja secara berkala.

25

Page 26: ASKEP BISING

Melakukan latihan pada otot yang mengalami gangguan.

c. Uap Logam / Zat-zat kimia

Posisi kerja menghadap searah dengan arah angin.

Menggunakan masker penutup mulut dan hidung

Tidak merokok sewaktu kerja

Penghawaan yang baik ditempat kerja dan menggunakan cerobong asap

diatas tungku

Pengaturan waktu kerja agar pekerja tidak terlalu terpapar oleh uap logam

atau zat-zat kimia

Bila timbul gejala gangguan saluran pernafasan segera ke sarana

kesehatan.

Menggunakan sarung tangan

Tidak makan dan tidak merokok waktu bekerja

Segera cuci tangan atau mandi setelah selesai bekerja

Bila timbul gangguan pada kulit , segera berobat kesarana kesehatan.

d. Gangguan Penglihatan

Penerangan yang cukup dan tidak silau

Menggunakan pelindung mata pada saat mengerjakan pengelasan atau

pekerjaan-pekerjaan lain yang membahayakan mata

Bila terdapat gangguan penglihatan , segera berobat kesarana kesehatan.

e. Kecelakaan

Melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur kerja

Pencahayaan yang cukup sesuai dengan sifat dan jenis pekerjaan.

Penempatan alat-alat kerja pada tempat yang sama.

Pemberian label yang jelas pada wadah bahan kimia yang digunakan .

Menggunakan alat pelindung perorangan yang sesuai dengan sifat dan

jenis pekerjaan.

f. Pencahayaan

Pengaturan pencahayaan ditempat kerja yang memenuhi persyaratan

sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaannya.

Hindari kesilauan yang berlebihan dengan menggunakan kaca mata

penahan sinar.

g. Cara kerja yang kurang hati-hati

Memeriksa alat yang akan sebelum bekerja.

26

Page 27: ASKEP BISING

Menggunakan ruangan yang cukup leluasa untuk melakukan pekerjaan.

Bekerja secara ergonomis

Kondisi badan dalam keadaan layak kerja.

Melakukan pertolongan pertama pada luka ringan, bila tidak berhasil

dirujuk kesarana kesehatan.

27

Page 28: ASKEP BISING

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KELOMPOK KERJA

DENGAN KEBISINGAN (TUKANG LAS)

3.1 Pengkajian

1) Identitas Pemilik

1. Nama : Tn. J

2. Umur : 55 th

3. Agama : Islam

4. Pendidikan : SMP

5. Pekerjaan : Wiraswasta ( Pengrajin pagar dan kaca rumah )

6. Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

7. Lama mendirikan usaha : 20 tahun

2) Identitas Karyawan

1. Nama Karyawan 1 : Tn. S

a. Umur : -

b. Agama : Islam

c. Pendidikan : SMP

d. Pekerjaan : karyawan las

e. Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

f. Lama bekerja : 18 tahun

2. Nama karyawan 2 : Tn. M

a. Umur : -

b. Agama : Islam

c. Pendidikan : SMP

d. Pekerjaan : karyawan las

e. Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

f. Lama bekerja : 15 tahun

3. Nama karyawan 3 : Tn. A

a. Umur : -

b. Agama : Islam

c. Pendidikan : SD

d. Pekerjaan : karyawan las

e. Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

f. Lama bekerja : 6 tahun

28

Page 29: ASKEP BISING

4. Nama karyawan 4 : Tn. B

a. Umur : -

b. Agama : Islam

c. Pendidikan : SMA

d. Pekerjaan : karyawan las

e. Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

f. Lama bekerja : 2 tahun

3) Status kesehatan dahulu dan sekarang

Tn. J dan Para karyawan mengatakan sebelum menjalani pekerjaan ini mereka tidak

merasakan keluhan apapun namun setelah menjalani pekerjaan ini beberapa tahun

kemudian mereka mengeluh sering merasakan telinganya berdengung dan itu sering

terjadi ketika mereka sedang tidak beraktivitas juga terjadinya penurunan

pendengaran

4) Pola persepsi pemeliharaan kesehatan

Tn J dan para karyawan mengatakan tidak pernah memeriksakan kesehatannya

secara berkala

5) Pola aktivitas dan latihan

Tn.J dan para karyawan mengatakan aktivitas sehari-harinya melakukan pekerjaan

sebagai pembuat pagar rumah maupun kaca jendela mulai dari jam 07.00 – 16.00

6) Pola nutrisi

Tn.J dan para karyawan mengatakan pola makannya teratur (3x/hari) dan nutrisi

yang di konsumsi tergolong sudah memenuhi gizi

7) Pola eliminasi

BAK : BAB :

Warna : kuning keruh Warna : Kuning kecoklatan

Bau : Khas Bau : Khas

Jumlah : 500cc Frekuensi : 2 x /hari

8) Pola istirahat

Siang : Istirahat kerja 1 jam Malam : tidur 5 jam/hari

9) Pola kognitif persepsual

Tn J dan para karyawan mengatakan telinganya sering mendengung dan mengalami

penurunan pendengaran

10) Pola toleransi stress/koping

Mekanisme koping adaptif

29

Page 30: ASKEP BISING

11) Penampilan umum

Dari segi fisik Tn.J dan para karyawan tampak sehat

12) Perilaku selama wawancara

Tn J dan para karyawan sangat kooperatif

13) Pola komunikasi

Bisa diajak berinteraktif dengan baik walaupun dengan suara tinggi

3.2 Data Sosial dan Ekonomi

A. Penghasilan rata-rata perbulan:

( ) kurang dari Rp 500.000

( ) Rp 500.000- 1000.000

(√ ) Lebih dari 1000.000

3.3 Data Lingkungan Fisik

1. Tempat Kerja

a. Kepemilikan : ( ) Sewa ( ) Numpang ( √ ) Milik Sendiri

b. Jenis : ( √ ) Permanen ( ) Semi ( ) Tidak Permanet

c. Lantai : ( ) Tanah ( ) Papan ( √ ) Tegel/Semen

d. Ventilasi : ( ) Baik (√ ) Kurang

e. Apakah jendela dibuka setiap hari : (√ ) Ya ( ) Tidak

f. Penerangan : ( ) Baik (√ ) Cukup ( ) Kurang

g. Berapa luas tempat kerja : 250 M2.

2. Sumber Air

a. Penyediaan air bersih :

( ) PDAM, (√ ) Sumur Pompa, ( ) Sumur Gali,

( ) Mata Air, ( ) Sungai, ( ) Beli

b. Penyediaan air minum :

( ) PDAM (√ ) Sumur Pompa, ( ) Sumur Gali

( ) Mata Air ( ) Sungai ( ) Beli

c. Pengelolaan air minum : ( √ ) Dimasak ( ) Tidak Dimasak

3. Tempat Penampungan Air :

a. Jenis tempat penampungan air : (√ ) Bak ( ) Gentong ( ) Ember

b. Kondisi : ( ) Tertutup (√ ) Terbuka.

c. Pengurasan : (√ ) Ya ( ) Tidak.

30

Page 31: ASKEP BISING

d. Bila Ya, berapa kali dalam seminggu :

(√ ) 2kali ( ) 3kali ( ) Lebih 3 Kali.

e. Kondisi airnya :

( ) Berbau ( ) Berwarna ( ) Berasa

(√ ) Tidak Berbau, Tidak Berasa Dan Tidak Berwarna.

4. Pembuangan Sampah dan Limbah

a. Cara pembuangan sampah :

( ) Ditimbun ( ) Dibakar (√ ) Tempat Sampah Umum

( ) Sungai ( ) Sembarang Tempat ( ) Diangkut Petugas.

b. Tempat pembuangan sampah : (√ ) Ada ( ) Tidak.

c. Bila ada : ( ) Tertutup (√ ) Terbuka

d. Pembuangan air limbah :

(√ ) Got ( ) Sungai ( ) Sembarang Tempat

( ) Penampungan ( ) Lain-Lain Sebutkan.

e. Kondisi saluran limbah :

( ) Terbuka ( ) Tertutup (√ ) Lancer ( ) Tergenang

f. Binatang yang banyak berkeliaran disekitar tempat sampah :

(√) Lalat ( ) Kecoa ( ) Tikus ( ) Kucing

( ) Anjing (√ ) Nyamuk ( ) Lain-Lain, Sebutkan;

g. Apakah lingkungan ini sering terjadi banjir : ( ) Ya (√ ) Tidak

3.4 Data Status Kesehatan

1. Sarana kesehatan

a. Sarana kesehatan terdekat :

( ) Rumah Sakit ( ) Puskesmas ( ) Balai Pengobatan,

( ) Posyandu (√) Dokter Praktek ( ) Perawat ( ) Bidan

b. Pemanfaatan sarana kesehatan : (√ ) Ya ( ) Tidak

c. Bila Tidak, alasannya : ( ) Sulit Dijangkau ( ) Biaya

( ) Lain-lain, Sebutkan __________________

2. Masalah kesakitan :

a. Apakah ada anggota keluarga dan karyawan yeng menderita penyakit (1 tahun

terakhir) : (√ ) Ya, Bila Ya berapa orang 2 dan sebutkan Hipertensi

dan ISPA ( ) Tidak

31

Page 32: ASKEP BISING

b. Sebelum dibawa ke pusat kesehatan, tindakan apakah biasanya yang dilakukan keluarga :

(√) Beli Obat Bebas ( ) Minum Jamu ( ) Lainya, Sebutkan :

c. Bagaimana upaya keluarga menolong anggota keluarga yang sakit :

( ) Ke Rumah Sakit ( ) Ke Puskesmas (√) Ke Dokter Praktek

( ) Keperawat/Bidan Praktek ( ) Kedukun

( ) Lain-lain, Sebutkan.____________

d. Sarana transportasi yang mudah untuk menuju pusat kesehatan :

( ) Bemo ( ) Becak ( ) Jalan Kaki

( ) Mobil Pribadi (√ ) Sepeda Motor

3.5 Pemeriksaan Fisik

1. Persyarafan (B 3 : Brain)

a. Tingkat kesadaran : Compos Mentis, GCS : 456

b. Persepsi Sensori :

Pendengaran Tuli konduksi dan tuli sensori

Telinganya berdengung

Penciuman Penurunan penciuman

Pengecapan Tidak ada kelainan

Penglihatan Tidak ada kelainan

Perabaan Tidak ada kelainan

32

Page 33: ASKEP BISING

3.6 Analisa Data

No Data Fokus Penyebab Masalah

1 a. Tn. J dan Para karyawan mengatakan sebelum menjalani

pekerjaan ini mereka tidak merasakan keluhan apapun

namun setelah menjalani pekerjaan ini beberapa tahun

kemudian mereka mengeluh sering merasakan telinganya

berdengung dan itu sering terjadi ketika mereka sedang

tidak beraktivitas juga terjadinya penurunan pendengaran.

b. Pola komunikasi, bisa diajak berinteraktif dengan baik

walaupun dengan suara tinggi.

c. 4 dari 9 pekerja mengalami tuli konduksi (frekunsi rendah

tak terdengar)

d. 3 dari 9 pekerja mengalami tuli sensori neural (frekuensi

tinggi tak terdengar)

Ketidakmampuan dalam

memodivikasi perlindungan

diri dari kebisingan

Penurunan pendengaran

2 a. Ventilasinya kurang

b. Penerangan di tempat kerja cukup terang

c. Proteksi diri kurang

d. Waktu bekerja lama mulai dari jam 07.00 – 16.00

e. Istirahat kurang

f. Mesin yang masih tradisional

Kurangnya pengetahuan

tentang perlindungan diri dan

kesehatan

Resiko terjadi cedera

33

Page 34: ASKEP BISING

No. Masalah

Kriteria Penapisan

JumlahSe

suai

den

gan

pera

n pe

raw

at

kom

unita

s

Res

iko

terja

di

Res

iko

para

h

Pote

nsi u

ntuk

pe

ndid

ikan

ke

seha

tan

Inte

res

kom

unita

s

Kem

ungk

inan

di

atas

i

Rel

evan

den

gan

prog

ram

Ters

edia

sum

ber

tem

pat

Ters

edia

sum

ber

wak

tu

Ters

edia

sum

ber

dana

Ters

edia

sum

ber

fasi

litas

1. Penurunan pendengaran 4 5 5 5 5 5 5 5 3 4 3 44

2. Resiko terjadi cedera 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 2 48

34

Page 35: ASKEP BISING

3.7 Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Implementasi

1) Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul

1. Penurunan pendengaran b.d kebisingan suara mesin (ngelas)

2. Resiko terjadi cedera b.d kelalaian dalam bekerja

2) Intervensi keperawatan

1. Diagnosa 1 : Penurunan pendengaran b.d kebisingan suara mesin (ngelas)

Berikan tutup telinga selama melakukan pengelasan

Lakukan health education pada para pekerja agar sering melakukan

istirahat 2 jam sekali terutama pada pekerja yang berada pada mesin

pengelasan

Modifikasi ruangan mesin

Anjurkan untuk mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan 

tingkat kebisingan yang lebih rendah

2. Diagnosa 2 : Resiko terjadi cedera b.d kelalaian dalam bekerja

Berikan alat perlindungan diri

Anjurkan pada para pekerja untuk tetap berkonsentrasi

Anjurkan pada para pekerja untuk selalu melakukan pengecekan berkala

pada mesin – mesin yang akan di gunakan

3) Implementasi keperawatan

Diagnosa 1 : Penurunan pendengaran b.d kebisingan suara mesin (ngelas)

a. Memberikan tutup telinga selama melakukan penggelasan

b. Melakukan health education pada para pekerja agar sering melakukan istirahat

2 jam sekali terutama pada pekerja yang berada pada mesin pengelasan.

c. Memodifikasi ruangan (untuk mesin penggilingan lebih baik di berikan

ventilasi atau pada ruangan terbuka, seperti pemberian dudukan mesin dengan

material-material yang memiliki koefisien redaman getaran lebih tinggi).

d. Menganjurkan untuk mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan 

tingkat kebisingan yang lebih rendah

Diagnosa 2 : Penurunan pendengaran b.d kebisingan suara mesin (ngelas).

a. Memberikan sarung tangan, masker, penutup telinga dan sepatu boat.

b. Menganjurkan pada para pekerja untuk tetap berkonsentrasi dalam

pekerjaanya.

c. Menganjurkan pada para pekerja untuk selalu melakukan pengecekan berkala

pada mesin – mesin yang akan di gunakan minimal 1 bulan sekali

Page 36: ASKEP BISING

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bising merupakan suatu polusi lingkungan yang tidak terlihat namun efeknya

cukup besar. Kerusakan yang diakibatkan oleh bising kebanyakan merupakan kerusakan

setempat dan sporadis. Selain berpengaruh pada fisiologis dan psikologis manusia,

bising juga berpengaruh terhadap auditori manusia. Komponen utama timbulnya bising

adalah sumber bising, media penghantar dan objek pendengar atau manusia.

Pengendaliannya dapat dilakukan terhadap salah satu bagian maupun keseluruhan dari

komponen tersebut.

Pendengaran merupakan salah satu panca indera manusia yang terpenting di

samping penglihatan. Gangguan pendengaran bagi seseorang dapat sangat merugikan

karena menghambat komunikasi individu dengan sekelilingnya. Peranan tes

pendengaran saat ini makin penting, terutama dalam menentukan diagnosis dan

prognosis penyakit pada telinga. Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi

fungsi pendengaran individu secara kualitatif.

Upaya keselamatan atau kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas kerja,

beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa

membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan agar diperoleh produktifitas kerja

yang optimal. Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian

antara pekerja dengan pekerja dan lingkungan kerjanya baik secara fisik maupun psikis

dalam hal cara/metoda kerja, proses kerja dan kondisi kerja.

Penggunaan alat pelindung perorangan merupakan alternatif lain untuk

melindungi pekerja dari bahaya-bahaya kesehatan. Namun perlu diperhatikan bahwa alat

pelindung perorangan harus sesuai dan adekuat.

Upaya keselamatan atau kesehatan kerja di lingkungan kebisingan yaitu dengan

mengurangi kebisingan pada sumbernya melalui cara :

a. Memberi sekat (dari bahan kain, gabus atau karet pada landasan mesin,

penempaan atau lainnya).

b. Penanaman pohon disekitar tempat kerja.

c. Penempaan dilakukan pada ruangan tersendiri atau ruang kedap suara.

Page 37: ASKEP BISING

d. Mengatur lama waktu kerja agar tidak melebihi dari ambang batas kebisingan

yang diperkenankan, misalnya: 85 db ( A) untuk 8 Jam pemajanan, 90 db ( A)

untuk 4 jam pemajanan, 95 db ( A ) untuk 2 Jam pemajanan dan seterusnya.

e. Menggunakan sumbat telinga (ear plugs) atau tutup telinga (ear muffs) pada

waktu bekerja ditempat bising, karena alat tersebut mampu mengurangi

intensitas bising sampai sekitar 25 – 40 db.

f. Sikap kerja yang tidak benar (tidak ergonomis). Menyesuaikan alat kerja

dengan postur tubuh pekerja sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaan masing-

masing, sehingga pekerjaan dapat dilakukan dengan posisi duduk atau berdiri,

misalnya: duduk dikursi dan menggunakan meja yang sesuai, berdiri tegak,

dengan peralatan kerja diatas meja yang sesuai fungsinya.

g. Pekerja tidak membungkuk, jongkok atau duduk dilantai dan memaksakan

posisi tubuh pada keadaan alami. Usahakan istirahat atau mengganti posisi

kerja secara berkala dan melakukan latihan pada otot yang mengalami

gangguan.

4.2 Saran

1. Sebaiknya kita harus mengetahui batasan kebisingan yang normal ditempat kerja.

2. Sebaiknya kita mengetahui komponen utama yang menyebabkan kebisingan agar

mampu mengidentifikasi masalah yang muncul nantinya.

3. Sebaiknya selalu melindungi diri di tempat kerja melalui pengunaan-penggunaan

alat pelindung diri untuk keamanan diri dari kecelakaan kerja maupun dari

timbulnya masalah kesehatan akibat dari lingkungan kerja yang kurang sehat.

4. Sebaiknya rutin melakukan pemeriksaan kesehatan saat cuti kerja untuk menjaga

kesehatan dan mengetahui perkembangan kesehatan pada diri.

5. Sebaiknya dalam bekerja disesuaikan dengan kemampuan diri, diseimbangkan

dengan diri akan beban kerja dan tanggung jawab kerja sehingga kesehatan diri

akan terjaga secara optimal.

Page 38: ASKEP BISING

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Dian. 2006. Hubungan Antara Lama Pemaparan Kebisingan Menurut Masa

Kerja Dengan Keluhan Subyektif Tenaga Kerja Bagian Produksi PT. Sinar Sosro

Ungaran Semarang. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.

Jawa Tengah.

Mubarak, Wahid Iqbal, Chayatin, Nurul. 2009. “Ilmu Keperawatan Komunitas/Pengantar

dan Teori/Buku 1”. Jakarta : Salemba Medika.

Effendi Nasrul. 1998. “Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat/Edisi 2”. Jakarta :

EGC.

Http://unnung.wordpress.com/2013/12/3/tes-garpu-tala/.

Http://wikipedia.com/2013/10/3/kebisingan/.

Http://wordpress.com/2013/10/3/kebisingan/.

Http://blogspot.com/2013/12/3/pemeriksaan-pendengaran/.