Upload
fienta-augusta-suherman
View
365
Download
0
Embed Size (px)
ASUHAN KEBIDANAN
Pada Ny.M dengan Typhoid fever
Di Ruang Anyelir RSUD Abdoel Moeloek
Bandar Lampung
Disusun Oleh :
Fienta Augusta S
1109031
AKADEMI KEBIDANAN PANCA BHAKTI
BANDARLAMPUNG
2012
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.M DENGAN TYPHOID FEVER
DI RUANG ANYELIR RSUD ABDOEL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
Oleh :
Fienta Augusta S
1109031
Mengetahui
Koordinator PKPKD Pembimbing
(Rini Deska, S.ST) (Herliana, S.ST)
Direktur Akademi Kebidanan Panca Bhakti
Bandar Lampung
(Elvi Era Liesmayani, M.Keb)
KATA PENGANTAR
Puji syukur Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya penulis dapat
menyelesaikan Asuhan Kebidanan, adapun penugasan ini disusun untuk
menyelesaikan praktek kebidanan dasar.
Dalam menyusun tugas ini tentunya penulis tidak menyelesaikan sendiri, oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua yang telah membantu dukungan moril dan materil.
2. Ibu Elvi Era Liesmayani, M.Keb selaku direktur Akademi Kebidanan
Panca Bhakti Bandarlampung.
3. Ibu Rini Deska, S.ST selaku koordinator PKPKD Akademi Kebidanan
Panca Bhakti Bandarlampung.
4. Ibu Herliana, S.ST selaku dosen pembimbing yang dengan penuh
ketekunan dan kesabaran membimbing penulis dalam pembuatan
asuhan kebidanan ini.
5. Teman-teman yang telah memberikan dorongan dan semangat
sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan Kebidanan ini.
Penulis sadar bahwa dala, pembuatan asuham kebidanan ini masih kurang
sempurna sehingga penulis mengharapkan kritik dan sarannya agar asuhan
kebidanan ini bisa menjadi lebih baik lagi.
Akhirnya penulis tetap berharap semoga asuham kebidanan ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Bandarlampung, 12 Agustus 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Typhoid Fever adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
kuman Salmonella typhi dengan gejala demam lebih dari satu minggu,
gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Sumber
penularan penyakit typhoid fever dapat melalui makanan atau minuman
yang terkontaminasi oleh salmonella typhi. Salmonella typhi dapat
menyebar melalui tangan penderita, lalat dan serangga lain. Infeksi dapat
terjadi secara langsung maupun tidak secara langsung.
Penyakit ini termasuk penyakit menular endemik yang dapat menyerang
banyak orang dan masih merupakan masalah kesehatan di daerah tropis
terutama di negara-negara sedang berkembang. Demam tifoid atau
typhoid fever endemik di Indonesia. Penyakit ini terpencar-pencar disuatu
daerah dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang yang
tinggal dalam satu rumah. Di Indonesia typhoid fever dapat ditemukan
sepanjang tahun dan insiden tertinggi pada daerah endemik terjadi pada
anak-anak. Di daerah endemik pencemaran terjadi melalui air yang
tercemar oleh salmonela typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh
karier merupakan sumber penularan tersering di daerah nonendemik.
Penyakit typhoid fever banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun
(70% – 80%), pada usia 30-40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada
anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%). Angka kesakitan typhoid fever
yang tertinggi terdapat pada golongan umur 3-19 tahun, suatu golongan
masyarakat yang terdiri dari anak-anak usia sekolah.
Penyakit ini termasuk penyakit menular endemik yang dapat menyerang
banyak orang dan masih merupakan masalah kesehatan di daerah tropis
terutama di negara-negara sedang berkembang (Parry et al 2002).
Sedikitnya ada 16 juta kasus baru TF (Typhoid Fever) yang terjadi di
seluruh dunia setiap tahun. Komplikasi TF yang paling mematikan yaitu
perforasi ileum dan pendarahan usus.
II. TUJUAN
1. Agar mahasiswa mampu melakukan pengkajian terhadap pasien
typhoid fever.
2. Agar mahasiswa mampu menganalisa data-data yang diperoleh dan
menentukan diagnosa pada klien dengan typhoid fever.
3. Agar mahasiswa mampu memberikan perencanaan dan evaluasi
terhadap klien dengan typhoid fever.
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. PENGERTIAN
Typhoid fever atau yang dikenal sebagai tifus, merupakan suatu penyakit
yang terjadi mendadak yang disebabkan oleh salmonella typhosa. Kuman
tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak
kemudian dapat menembus dinding usus menuju saluran limfe, masuk ke
pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi
pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke
pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.
II. ETIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram
negatif, berflagel, anaerob dan tidak berspora. Bakteri tersebut memasuki
tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan
sumber utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit saat sedang sakit atau dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup
dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih
rendah sedikit, namun mati pada suhu 70°C maupun oleh antiseptik.
(Soedarto, 1996).
Salmonella typhi memiliki tiga macam antigen yaitu:
- antigen O (somatik) merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik
untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan
juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebar
- antigen H (flagela) terdapat pada flagella dan bersifat termolabil
- antigen Vi berupa bahan termolabil yang diduga sebagai pelapis tipis
dinding seli kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.
(Mansjoer et, al 2008).
Salmonella typhi biasanya ditularkan oleh unggas yang terkontaminasi,
daging merah, telur, dan susu yang tidak dipasteurisasi. Juga ditularkan
melalui kontak dengan hewan peliharaan yang terinfeksi seperti kura-
kura, reptil. (Marlane 2008).
III. EPIDEMIOLOGI
Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi
endemik di Asia, Afrika, Amerika Latin, Karibia dan Oceania, termasuk
Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat
menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada
tahun 2003 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan
kematian. Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada
umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Ada dua
sumber penularan Salmonella typhi yaitu pasien yang menderita demam
tifoid dan yang lebih sering dari carrier yaitu orang yang telah sembuh
dari demam tifoid namun masih mengeksresikan Salmonella typhi dalam
tinja selama lebih dari satu tahun.
IV. PATOFISIOLOGI
Infeksi Salmonella typhi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di
usus halus kemudian melalui pembuluh limfe masuk ke peredaran darah
sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak
dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ
tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil
masuk kembali ke dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh
tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak
pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan
perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin
yang dieksresikan oleh basil Salmonella typhi sedangkan gejala pada
saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.
V. MANIFESTASI KLINIK
a. Masa Inkubasi
Dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12
hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyait tidaklah khas,
berupa:
- Anoreksia
- Rasa melas
- Sakit kepala bagian depan
- Nyeri otot
- Lidah kotor
- Gangguan perut
b. Gambaran klasik demam typhoid (gejala khas)
Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja pun bisa
langsung ditegakkan. Yang termasuk gejala khas demam typhoid
adalah sebagai berikut:
- Minggu pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu
pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain seperti
demam tinggi berkepanjangan yaitu setinggi 39º C hingga 40º C,
sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk,
nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernafasan
semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung
dan merasa tidak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti.
Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah
pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
bergetar atau termor.
Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan
terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode
tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas
yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit
(rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada
abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak roseola
berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola
terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa
makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling
sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah,
kelihatan memucat bila ditekan.
- Minggu kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat
setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian
meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu
kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi
(demam). Suhu badan yang tinggi dengan penurunan sedikit pada
pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.
Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan
suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan
suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan
keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan
pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering dan merah
mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,
sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang
berwarna gelap akibat terjadi perdarahan, pembesaran hati dan
limpa, perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran,
mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan
lain-lain.
- Minggu ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir
minggu. Hal itu terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila
keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur
mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya
kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk,
dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas
berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia
alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi,
juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri
perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi
sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum,
maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus
sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari
nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan.
Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari
terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.
- Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini
dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena
femoralis.
VI. RELAPS
Relaps atau kambuh merupakan keadaan berulangnya gejala penyakit
tifus abdominalis, akan tetapi berlangsung lebih ringan dan lebih singkat.
Biasanya terjadi dalam minggu kedua setelah suhu badan normal kembali.
VII.DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis demam tifoid merupakan hal yang tidak mudah
mengingat gejala dan tanda- tanda yang tidak khas.1 Diagnosis demam
tifoid dapat dibuat dari anamnesis berupa demam, gangguan
gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan
kesadaran. Untuk memastikan diagnosis tersangka demam tifoid maka
perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :1,4
1. Darah tepi
- Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang,
defisiensi Fe, atau perdarahan usus.
- Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/uL.
- Limfositosis relatif dan anaeosinofilia pada permulaan sakit.
- Trombositopeni terutama pada demam tifoid berat.
2. Pemeriksaan serologi
- Serologi Widal : untuk membuat diagnosis yang diperlukan adalah
titer terhadap antigen O dengan kenaikan titer 1/200 atau kenaikan 4
kali titer fase akut ke fase konvalesens.
- Kadar Ig M dan Ig G (Typhi-dot).
3. Biakan Salmonela
- Biakan darah terutama pada minggu I perjalanan penyakit.
- Kultur tinja terutama pada minggu II perjalanan penyakit.
VIII.KOMPLIKASI
1. Komplikasi Intestinal
o Pada usus halus
Umumnya jarang terjadi, tetapi bila terjadi sering fatal.
a. Perdarahan usus
Bila sedikit, hanya dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai
nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi usus
Biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai dengan
peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga
peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara
diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang
dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri
perut yang hebat dan dinding abdomen tegang.
o Komplikasi di luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu
meningitis, koleosistisis, ensefalopati. Terjadi karena infeksi
sekunder, yaitu bronkopneumonia.
2. Komplikasi Ekstra Intestinal
a. Kardiovaskuler:
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, dan tromboflebitis.
b. Darah:
Anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik.
c. Paru:
Pneumoni, empiema, pleuritis.
d. Hepar dan kandung empedu:
Hipertitis dan koleosistisis.
e. Ginjal:
Glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Tulang:
Oetoemielitis, periostisis, epondilitis, dan arthritis.
g. Neuropsikiartik:
Delirium, meningiemus, meningitis, polineuritis, perifer, sindrom
Guillan-Barre, psikosis, dan sindrom katatonia.
h. Pada anak-anak dengan deman paratyphoid, komplikasi lebih
jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan tokremia
berat dan kelemahan umum terutama bila perawatan pasien kurang
sempurna.
(Rahmat Juwono, 1996)
IX. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan umum
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Paasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi
perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus
dilakukan secara bertahap,sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-
ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia hipostatik dan dekubitus.
Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan
penderita, misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan
keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh
tubuh dan kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.
2. Diet
- Pada masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya diberi nasi.
- Penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini,
yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran
dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien
demam tifoid.
- Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi
protein, tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang
maupun menimbulkan banyak gas.
3. Obat
1. Antibiotik
- Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari, oral atau
iv, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari.
- Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, oral selama 10 hari.
- Kotrimoksazol 6 mg/kgBB/hari, oral. Dibagi dalam 2 dosis
selama 10 hari.
- Seftriakson 80 mg/kgBB/hari, iv atau im, sekali sehari selama 5
hari.
- Sefiksim 10 mg/kgBB/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis selama 10
hari.
2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan
kesadaran.
- Deksametason 1-3 mg/kgBB/hari iv, dibagi 3 dosis hingga
kesadaran membaik.
3. Antipiretik seperlunya.
4. Vitamin B kompleks dan vitamin C.
X. PENCEGAHAN
1. Vaksinasi menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan
paratifoid A dan B yang diberikan SC 2 atau 3 kali pemberian dengan
interval 10 hari merupakan tindakan yang praktis untuk mencegah
penularan demam typhoid.
2. Minumlah air yang telah dimasak, masak air sekurang-kurangnya 50
menit. Buat es batu juga harus menggunakan air matang.
3. Gunakan sendok dan garpu bersih untuk mengambil makanan. Buah-
buahan hendaklah dikupas dan dibilas sebelum dimakan.
4. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum dan sesudah
menyediakan/memakan makanan, membuang sampah, atau setelah
buang air besar.
5. Pemberantasan lalat.
6. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
7. Pendidikan kesehatan pada masyarakat hygiene sanitasi, personal
hygiene.
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Nama : Ny. M
Tanggal lahir : 1 Januari 1993
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Suku bangsa : Sunda
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Teluk Bone Kota Karang
Telukbetung Bandarlampung
Tanggal masuk RS : 28 Juni 2012
No. Register : 694836
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. S
Umur : 21 tahun
Hub dengan pasien : Suami
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jl. Teluk Bone Kotakarang
Telukbetung Bandarlampung
3. Anamnesis
Pada tanggal : 4 Juli 2012 Pukul : 16.30 WIB
Oleh : FIENTA AUGUSTA S
a. Keluhan Utama : Hipertermi 40.3º C
b. Riwayat Sekarang
1. Pola Makan : 3x1 dengan menghabiskan ¼ porsi setiap
kali makan.
Nafsu makan: kurang baik
2. Pola Eliminasi : BAB : tidak menentu, BAK : 3-4x/hari
a. BAB = konsistensi: padat
warna : kuning
bau : khas feses
b. BAK = warna : kuning
bau : khas amoniak
3. Pola Aktifitas Sehari-hari
a. Pola istirahat dan tidur
- Tidur siang : 1-2 jam/hari
- Tidur malam : 3-4 jam/hari
b. Pekerjaan
Klien hanya berbaring di tempat tidur, aktifitas dibantu oleh
keluarga.
c. Riwayat Kesehatan Pasien
1. Riwayat penyakit yang pernah diderita:
Klien mengatakan tidak ada alergi terhadap makanan atau obat-
obatan, klien juga tidak menderita penyakit turunan seperti
DM, jantung, asma, dll.
2. Perilaku kesehatan:
Klien mengatakan bahwa ia tidak pernah mengkonsumsi
minuman beralkohol dan tidak pernah merokok.
d. Riwayat Sosial
a. Psikologi
Dalam menyelesaikan suatu masalah, klien selalu
menyelesaikan masalahnya bersama-sama dalam keluarga
sehingga masalah dapat terselesaikan dengan baik.
b. Sosial
Hubungan klien dengan keluarga dan interaksi klien dengan
masyarakat sekitar cukup baik dan ramah.
c. Spiritual
Dalam beribadah, klien selalu dibantu oleh keluarganya karena
pada saat ini kondisi klien masih lemah.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang menderita
penyakit yang sama seperti yang diderita klien (Typhoid fever) dan
penyakit turunan seperti: DM, asma, hepatitis, jantung, dll.
B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : lemah
b. Postur tubuh : baik
c. Sikap tubuh : normal
d. Ekspresi wajah : meringis
e. Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 48 kg
2. Tanda-tanda Vital:
a. TD : 110/70 mmHg
b. Suhu : 40.3º C
c. Nadi : 108x/menit
d. RR : 40x/menit
3. Pemeriksaan Fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.
a. Kulit
Warna kulit merata, tidak terdapat luka, turgor kulit kurang elastis,
tidak ada oedema.
b. Kepala
Bentuk kepala simetris, rambut lurus dan berwarna hitam, terdapat
kerontokan tapi tidak berlebihan, tidak ada luka pada kulit kepala,
kulit kepala kotor, tidak ada benjolan pada kepala.
c. Mata
Bentuk mata simetris kanan dan kiri, konjungtiva anemis, sklera
anikterik, pupil mengecil (miosis) saat diberi cahaya, lapang
pandang baik, tidak ada oedema pada palpebra mata pasien.
d. Hidung
Kedua lubang hidung dipisahkan oleh septum nasal, kebersihan
hidung pasien baik, mukosa hidung lembab, fungsi penciuman
baik, tidak ada benjolan saat di palpasi seperti sinusitis (radang
hidung), dan polip (penyumbatan/benjolan pada hidung).
e. Bibir dan Mulut
Bibir pasien pucat dan kering, tidak terdapat karies dan lubang gigi,
lidah tampak kotor, ujung lidah dan bagian tepi berwarna
kemerahan dan bila lidah dijulurkan tampak tremor, tidak terdapat
stomatitis (sariawan), gusi berwarna merah, tidak ada pembesaran
tonsil.
f. Telinga
Kebersihan telinga baik, bentuk telinga normal, simetris kanan dan
kiri, ukuran telinga normal, kebersihan liang telinga baik, warna
kulit pada telinga merata, terdapat serumen tapi tidak berlebihan,
membran timpani memantulkan refleks cahaya, pendengaran
telinga baik.
g. Leher
Tidak terdapat lesi (perlukaan pada leher), warna leher pada kulit
merata, tidak ada pembesaran pada kelenjar tyroid, tidak ada
pembesaran pada vena jugularis, tidak ada pembesaran pada
kelenjar limfa (getah bening), dan tidak ada kaku kuduk.
h. Wajah
Bentuk wajah ovale, ekspresi wajah lemah, tidak ada jerawat dan
cloasma (bintik hitam pada wajah), tidak terdapat oedema pada
wajah.
i. Thorax dan Payudara
Bentuk dada (payudara) normal, simetris kanan dan kiri, warna
kulit pada dada merata, tidak ada lesi (perlukaan), tidak ada retraksi
pada payudara, tidak ada benjolan pada daerah payudara, dan tidak
ada nyeri tekan pada daerah payudara.
a. Jantung : suara jantung normal (lup dup)
b. Paru-paru : suara nafas pada daerah paru-paru normal.
j. Abdomen
Bentuk perut simetris, tidak ada bekas luka dan bekas operasi,
warna kulit merata, tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen, perut
pasien kembung saat diketuk, terdengar bising usus.
k. Genetalia
Terdapat keputihan tapi tidak berlebihan, tidak berbau, konsistensi
cair, berwarna bening, dan tidak gatal.
l. Rektum
Kebersihan baik, tidak terdapat perdarahan, tidak terdapat
hemorroid.
m. Ekstremitas
Tidak terjadi kelemahan otot, tidak terdapat luka, tidak terjadi
fraktur, jumlah jari tangan dan kaki lengkap, tidak ada varices,
kuku bersih, warna kuku merah muda, refleks patella (+), refleks
babinski (+), tidak ada oedema.
4. Pemeriksaan Penunjang
- Kimia darah (29 Juni 2012)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
SGOT
SGPT
Gula darah sewaktu
Natrium
Kalium
Calsium
Clorida
13
6
82
135
2.9
8.8 mg/dl
109
♀: 6-25 u/l ♂: 6-30 u/l
♀: 6-35 u/l ♂: 6-45 u/l
70-200 mg/dl
135-150 mmo/L
3.5-5.5 mmo/L
Dws: 8.8-10.5 Ank: 8.8-12
9.8-110 mmo/L
- Imunologi dan Serologi (29 Juni 2012)
Tes Widal Hasil Titer
Typhi H Antigen
Typhi O Antigen
Paratyphi A-O Antigen
Paratyphi B-O Antigen
-
+
-
+
(-)
1/80
(-)
1/40
- Hematologi (29 Juni 2012)
Pemeriksaan Hasil Normal/Satuan
Hemoglobin
LED
Leukosit
Basophil
Eusinophil
Batang
Begmen
Limposit
Monosit
9.5
80
18.900
0
2
0
79
11
8
♂: 13.5-18 gr/dl ♀: 12-16 gr/dl
♂: 0-10 mm/jam ♀: 0-20 mm/jam
4500-10.700/ul
0-1%
1-3%
2-6%
50-70%
20-40%
2-8%
Malaria (-) / Belum ditemukan
- Urine lengkap (29 Juni 2012)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat jenis 1015 1005-1030
pH 6 5-8
Leukosit/Lesis + (100/ul) Negatif (10 leuko/ul)
Nitrit + Negatif
Protein - Negatif (<30 mg/dl)
Glukosa - Negatif (<30 mg/dl)
Keton + (1mg) Negatif (<50 mg/dl)
Urobilinogen + (150 mg/dl) Negatif (<1 mg/dl)
Bilirubin - (1mg) Negatif (<2 mg/dl)
Darah Samar + (50/ul) Negatif (<10 Ery/ul)
Sedimen
Leukosit 10-15
10/LPB
Eritrosit 10-20 5/LPB
Epitel
Bakteri
Kristal
Silinder
Lain-lain
+
-
-
-
-
II. IDENTIFIKASI MASALAH, DIAGNOSA dan KEBUTUHAN
Diagnosa : Typhoid fever
Masalah : Hipertermi (suhu badan tinggi) 40.3ºC
Lidah tampak kotor, ujung lidah dan bagian tepi berwarna
kemerahan dan bila lidah dijulurkan tampak tremor.
Kebutuhan :
- Kompres hangat pada daerah kening, ketiak, dan lipatan paha.
Rasional: menyebabkan pori-pori kulit terbuka sehingga panas dalam
tubuh dapat keluar dan keadaan panas dalam tubuh pasien
menghilang.
III. ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL DAN DIAGNOSA LAIN
Tidak ada
IV. IDENTIFIKASI, KOLABORASI dan TINDAKAN SEGERA
Tidak ada
V. PERENCANAAN
1. Mengkaji tanda-tanda vital klien.
Rasional: Untuk mengetahui keadaan klien.
2. Anjurkan klien untuk mengompres daerah kening, ketiak, dan lipatan
paha dengan menggunakan kompres hangat.
Rasional: Menyebabkan pori-pori kulit terbuka sehingga panas dalam
tubuh dapat keluar dan keadaan panas dalam tubuh pasien
menghilang.
3. Anjurkan klien untuk meminum air hangat.
Rasional: Minum yang banyak dapat membantu menurunkan demam
dan menggantikan cairan tubuh yang hilang.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antpiretik dan
antibiotik, dan terapi cairan infus.
Rasional: Antipiretik untuk menurunkan demam, antibiotik untuk
mengatasi infeksi dan cairan infus berguna untuk
memenuhi kebutuhan cairan yang ada di dalam tubuh.
VI. PELAKSANAAN
1. Mengkaji tanda-tanda vital klien seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan
pernapasan.
2. Menganjurkan klien untuk mengompres pada bagian badan, punggung,
kening, ketiak, tengkuk, lipatan paha dan mengganti kompres jika
sudah teraba hangat.
3. Menganjurkan klien untuk meminum air yang cukup.
4. Memberikan antibiotic: tablet paracetamol 500 mg 3x sehari
amoxicillin 500 mg 3x sehari
5. Mengganti cairan infus klien Ringer Laktat 20 tetes/menit
VII.EVALUASI
1. Pemeriksaan tanda-tanda vital telah dilakukan.
a. TD : 120/80
b. Suhu : 38.5º C
c. Nadi : 85x/menit
d. RR : 28x/menit
2. Telah dilakukan pengompresan hangat pada klien.
3. Klien sudah meminum cukup air.
4. Antibiotik telah diberikan yaitu tablet paracetamol dengan dosis 500
mg 3x sehari dan amoxicillin 500 mg 3x sehari.
5. Cairan infus telah diganti dengan Ringer Laktat 20 tetes/menit.
BAB IV
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan
pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Penyakit typhoid fever banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun
(70% – 80%), pada usia 30-40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak
12-13 tahun sebanyak (5%-10%). Angka kesakitan typhoid fever yang
tertinggi terdapat pada golongan umur 3-19 tahun, suatu golongan
masyarakat yang terdiri dari anak-anak usia sekolah.
Gejala yang timbul pada demam typhoid yaitu :
1. panas badan selama 7-10 hari, biasanya mulai demam tang makin hari
makin tinggi sehingga pada minggu kedua panas tinggi terus menerus,
erutama malam hari. Siang hari panas agak turun, tidak pernah
mencapai normal.
2. Pada fase awal timbul gejala lemah, sakit kepala, infeksi tenggorokan,
rasa tidak enak di perut, dan terkadang sulit buang air besar dan lidah
kotor.
3. Pada keadaan yang berat, penderita bertambah sakit dan kesadaran
mulai menurun.
II. SARAN
Diharapkan keluarga yang mendapatkan salah seorang anggota
keluarganya dengan kasus typhoid fever untuk tidak berkecil hati karena
masih ada cara pengobatan yang dapat dilakukan. Pengobatan tersebut
dapat membantu untuk proses penyembuhannya dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Azimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
Salemba Medika
Juwono, Rahmat. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta: FKUI
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius
Marlane, Hurst. 2008. Hurst Review: Pathophysiology Review. McGraw
Hill.
Soeparman. 1997. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
http://puskesmassimpangempat.wordpress.com/2009/06/29/kumpulan-
artikel-tentang-demam-typhoid-atau-tifus/
idmgarut.wordpress.com/2009/01/23/demam-tifoid-thypoid-fever/
paullayaulfa.wordpress.com/2012/05/06/typhoid-fever/