Upload
sandy-rosandy
View
17
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ISSN 2087 – 314XJurnal Terob III Nomor 5 2012Terbang Gending Sebuah Bentuk Pendekatan Musikal Terhadap Budaya IslamOleh Suyadi, M.Sn.
Citation preview
ISSN 2087 314X Jurnal Terob III Nomor 5 2012
Terbang Gending Sebuah Bentuk Pendekatan Musikal
Terhadap Budaya Islam
Oleh Suyadi, M.Sn.
ABSTRAC
Terbang gending is a combination form between Terbang music instrument, a form of an Islamic music instrument and Gending, a name of song in gamelan show which was spread in Java Island. Generally, Terbang music instrument used in Islamic songs, meanwhile, gending is a part of a karawitan performance with gamelan as its media. Those two combinations is a kind of strategic to give an understanding to the people who has thought that gamelan is forbidden. Terbang used by gamelans lovers community as a musical media approach to Islamic cultural especially in Probolinggo. With this terbang instrument which is harmonized with the Javanese music instrument the people can expressed their art. The use of terbang is an opening approach to misunderstanding in facing cultural development . In its development, Terbang Gending become a genius local owned by Probolinggo community. Terbang Gending is different from the other Terbangs for it was not used to performed Islamic songs but it was used to performed local songs in Maduras etnic.
Key Word: Art, Terbang Gending, Folkor Pendahuluan Wilayah Jawa Timur memeliki kelompok etnis yang beragam demikian juga halnya dengan berbagai corak kesenian yang berkembang
######################
Karawitan merupakan kesenian adi luhung yang berasal dari kalangan
Istana sebagai kelangenan para raja atau bangsawan yang berkembang di
wilayah Pulau Jawa. Melalui perjalanan sejarah yang panjang akhirnya
karawitanpun menjadi milik semua lapisan masyarakat bahkan saat ini karawitan
sudah dikatakan mendunia. Karawitan mengilhami beberapa perkembangan atau
kemunculan kesenian rakyat yang hidup di kalangan minoritas masyarakat kecil
2
sesuai dengan lingkungan kehidupannya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
kesenian rakyat yang berada di wilayah Jawa Timur yang rata-rata menggunakan
laras slendro sebagaimana laras yang terdapat dalam karawitan. Di samping
gamelan yang berkembang di masyarakat juga berkembang kesenian rakyat
yang kemunculannya banyak dilatarbelakangi oleh kepentingan masyarakat
sebagai bentuk aktivitas keseharian. Dari perangkat kerja tradisional kita jumpai
permainan lesung sebagai alat penumbuk padi yang selanjutnya dikenal dengan
nama Kothekan (Jawa). Para petugas ronda memainkan kenthongan dengan
berbagai irama pukulan sehingga menimbulkan orkes-kentongan. Di Wilayah
Jawa Timur fenomena perkembangan alat tradisional menjadi alat musik tradisi
sebagai huburan dan kepentingan ritual yang diangkat dari perangkat alat kerja
sehari-hari seperti: Gowangan, Tudung-punduk, Caping-buyuk dan sebagainya.
Lahirnya Terbang Gending dilatarbelakangi oleh kehidupan sosial budaya
masyarakat Islam yang mempunyai anggapan gamelan atau karawitan itu
sesuatu yang tabu untuk dibunyikan. Apa yang menyebabkan haram atau tabu
masih banyak menimbulkan banyak pemikiran, apakah yang menjadikan tabu itu
penggunaannya atau implementasinya yang tidak sesuai dengan norma-norma
ajaran Islam atau karena faktor lainnya.
Dikembangkannya seni Terbang Gending sebgai perwujudan rasa
kecintaannya terhadap suara gamelan dan mengapa sebagaian masyarakat
Islam yang menganggap bahwa memainkan gamelan atau mendengar suara
gamelan itu satu hal yang tabu atau haram. Sementara Ki Soeparmo mempunyai
keyakinan bahwa tidak ada istilah seni itu haram menurut pandangan agama
atau kepercayaan apapun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sidi Gazalba yang
dikutip oleh Sumaryati dalam skripsi bahwa:
Islam sesuai dengan fitrah manusia. Dan seni adalah fitrah manusia. Dengan sendirinya seni masuk dalam ajaran Islam. Kebudayaan adalah kehidupan. Kehidupan itu Tuhanlah yang memberikannya. Kesenian adalah kebudayaan, jadi bidang kehidupan. Karena itu fitrah kesenian juga berasal dari tuhan. Tidak mungkin sekali-kali kesenian itu bersifat haram hukumnya, (Gazalba,1986:21).
Untuk menghilangkan rasa pertentangan dengan masyarakat Islam di
sekitarnya Ki Soeparmo (seorang penggerak) memiliki inisiatif dengan media
terbang sebagaimana khas musik Islam untuk memainkan gending-gending
3
sebagai kelangenannya. Sebgaimana perkembangan orkestra bermediakan
terbang yang banyak berkembang di wilayah Probolinggo antara lain; Terbang
Laro, Terbang Rodat, Terbang Bandung dan sebagainya yang kesemuanya
bernuansakan Islami. Perbedaan dengan ensambel terbang yang lainnya
Terbang Gending untuk memainkan gending-gending sebagaimana dalam seni
karawitan. Kreativitas ini dikembangkan melalui kelompok keluarga yang
memang anggota keluarga dan beberapa teman yang mencintai karawitan dan
seprofesi.
Istilah Terbang Gending secara etimologinya merupakan perpaduan dua
kata yaitu terbang dan gendhing pengertian secara umum terbang itu merupakan
alat musik yang mencirikan dari musik Islami sedangkan gending dikaji melalui
musikologi karawitan merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebut
komposisi musikal gamelan atau juga sering disamakan dengan istilah lagu.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan pada
penggunaannya (secara musikalaitas) maka dapat dikatakan bahwa terbang
tersebut difungsikan untuk memainkan gending-gending sebagaimana dalam
seni karawitan. Baik secara teknik atau penyajiannya Terbang Gending mengacu
pada Karawitan. Satu keunikannya adalah bagaimana satu terbang yang hanya
memiliki satu muka (tebokan) itu dapat dimainkan dan difungsikan selayaknya
kendang.
Laras yang dipergunakan dalam Terbang Gending secara umum dapat
dikatakan berlaraskan slendro meskipun terdapat pula unsur pelog. Kesan
membaurnya kedua laras tersebut memberikan warna yang khas bagi etbis
Madura atau sering disebut dengan laras Pelog Timor. Urutan nada dalam
terbang gending terdiri dari 1, (ji) 2 (ro), 3 (lu) , 5 (lima) nada lima (khusus laras
pelog), 6 (nem), i (Ji barang alit). Syair vokal yang dipergunakan lebih
didominasi parikan-parikan yang tidak beraturan karena banyak sifatnya spontan
dari pemain. Cengkok yang digunakan berlaras pelog tetapi iringan berlaras
slendro inilah salah satu dari keunikannya.
Sedangkan instrumentasinya terdiri dari 7 (tujuh terbang), 1 jidor, 1 cek-
cek dan satu terompet. Dalam aktivitas kehidupan masyarakat Probollinggo
Terbang Gending memiliki nilai fungsi sebagai iringan arak-arakan penganten
sunat, untuk hiburan kuda kencak dan kepentingan sosial yang lainnya.
4
Terbang Gending berlatar belakang pada budaya etnis Madura namun
instrumentalitasnya dari budaya Islam, ini mengandung maksud bahwa tanpa
adanya perlawanan terhadap budaya Islam tetapi kehadiran gending dalam
budaya Islam dapat diterima. Sehingga anggapan tabu terhadap gamelan itu
tidak menutup untuk berkreativitas dalam berkesenian yang pada akhirnya
secara rasionalitas sedikit demi sedikit kehadiran gamelan (karawitan) secara
utuh dapat diterima di tengah-tengah kehidupan masyarakat Probolinggo tanpa
adanya suatu resistensi atau konflik budaya.
METODE PENELITIAN Metode dalam penelitian Terbang Gending adalah
1. Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian menempatkan wilayah kabupaten Probolinggo
tepatnya di dusun Pendil, Kecamatan Banyuanyar. Pemilihan lokasi ini telah
dipertimbangkan aktivitas dan nilai serta disesuaikan dengan kelahiran dari
Terbang Gending meliputi awal proses penciptaannya sekaligus para
pendukungnya. Berawal dari sebuah keluarga dan dari lingkungan yang kecil
inilah lambat laun Terbang Gending diterima oleh masyarakat sebagai salah
satu aktivitas kesenian yang tidak lagi dipersoalkan eksistensinya.
2. Penentuan Sampel dan Infroman
Tujuan pemilihan sample tidak untuk mendapatkan kesimpulan data
tetapi untuk menghasilkan keunikan-keunikan. Sample dalam hal ini diambil
berupa peristiwa, manusia, situasi dan sebagainya.
Untuk menentukan iforman penulis menerapkan konsep Spradeley bahwa
calon informan memiliki minimalnya lima kriteria yaitu:
a). Enkulturasi penuh, informan mengetahui budayanya sendiri dengan baik
secara alami
b). Keterlibatan langsung, informan selalu melaksanakan (berkesenian)
secara berulang-ulang dan selalau mengingat garis besar apa yang
pernah dilakukan.
c). Suasana budaya yang tidak dikenal, informan bukan daerah seasal
dengan peneliti. Daerah di luar peneliti yang tetap mengerti objek
kesenian, dengan kata lain informan ditentukan di luar wilayah peneliti.
5
d). Waktu yang cukup, memprioritaskan informan yang tidak terlalu sibuk dan
mudah diwawancarai.
e). Non-analitis, informan tidak menganalisis menurut bahasanya sendiri.
Untuk mencari informan selanjutnya peneliti mencari informan
relawan yang ditemui di lapangan, yaitu orang-orang yang mampu diajak
berbicara dan dari mereka diharapkan perolehan data. Peneliti tidak akan
membatasi informan dan tujuan yang ingin dicapai adalah mencapai
informasi maksimal sampai pada tingkatan data jenuh yaitu tidak akan
ditemukan lagi informasi baru dari penelitian lapangan. Informan yang lain
ditentukan secara snowballing effect, informasi berantai dari para pelaku
kesenian yang ada di wilayah Probolinggo (masyarakat pendukung). Tokoh
masyarakat yang mempunyai keterlibatan langsung atau beberapa objek
yang diteliti.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Dengan mengumpulkan data dan sample untuk dicermati dan
dianalisis. Dalam pengumpulan data menggunakan teknik wawancara
dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan
dari beberapa responden. Tindakan yang dilakukan peneliti dalam
pengumpulan data yang juga merujuk pada teori yang dikemukakan Spradely
adalah: (1). menyimpan informan; (2). membuat penjelasan berulang; (3).
menegaskan kembali apa yang telah dinyatakan oleh informan; dan tidak
menanyakan makna tetapi kegunaannya (Spradely,1977:106).
Tahap awal untuk memulai percakapan, peneliti menyampaikan
beberapa pertanyaan deskriptif dan informan diberikan kebebasan untuk
berbicara banyak dan untuk menjalin hubungan yang baik dengan informan
peneliti mengambil teknik berpartisipasi yaitu ikut terlibat dalam melakukan
atau memainkan kesenian (Insider) sesuai dengan kemampuan peneliti. Hal
ini dimaksudkan untuk lebih mudah melakukan pendekatan kepada sasaran
yang diteliti dengan menjalin keakraban, mengingat para pelaku ini dalam
kesehariannya sebagai petani dan kalau dilakukan wawancara secara formal
justru akan mengalami banyak kendala dan yang diharapkan dari peneliti
tidak akan terpenuhi. Strategi selain sebagai pemain juga kebiasaan apa
6
yang dilakukan oleh para pendukung sebagaimana yang dilakukan oleh
penulis kadang ngobrol santai dengan kopi, atau juga ketika sedang di sawah
atau mencari rumput, suasana yang nampak adalah keakraban sembari
peneliti mengatur strategti dialog yang mengarah pada pencapain data
maksimal.
Proses pencatatan data yang dihasilkan dari wawancara peneliti
menggunakan konsep : (1). pencatatan langsung; (2). pencatatan dari
ingatan; (3). pencatatan dari recording, hal ini disesuaikan dengan metode
yang digunakan dalam penelitian kualitatif terutama bagaimana strategi
peneliti dalam pengumpulan data.
Untuk mendapatkan data yang lain juga dilakukan melalui studi
kepustakaan dan penelitian lapangan dengan memanfaatkan beberapa
literatur yang memiliki relevansi dengan fokus penelitian
4. Teknik Analisis Data
Seperti telah disampaikan di depan bahwa penelitian ini
menggunakan pendekatan metode kualitatif yang berupa deskripsi yang
mendalam terhadap fenomena Terbang Gending. Konsep yang diterapkan
dalam analisis data adalah dengan cara mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan dan mengkatagorikan data dan evaluasi. Untuk
mengungkap eksistensi Terbang Gending dalam masyarakat Probolinggo
baik secara tekstual ataupun kontekstualnya maka yang akan banyak
berbicara adalah bank data yang diperoleh selama melakukan studi
lapangan. Oleh karenanya penelitian dalam tahap pengumpulan data
dilakukan secara berulang-ulang dan selalu dilakukan pengulangan.
Pembahasan Bagi masyarakat Probolinggo Islam menjadi sumber dalam setiapm aktivitas
kehidupan sehari-hari hal ini tidak mengehrankan karena mayoritas penduduk
beragama Islam dan aktivitas religiusnya cukup tinggi. Sebagai mana ungkapan
berikut: bahwa pada suatu daerah yang mayoritas penduduknya beragama Islam
pada umunya memiliki peranan yang sangat besar dalam segala aspek
kehidupan budaya. Sebagaimana pernyataan Gasalba, bahwa bentuk budaya
Islam terpancar dari, cita, laku, dari perbuatan yang berdasarkan ajaran agama
Islam (Gasalba, 1962: 17).
7
Keterikatan manusia dengan al-Islam terbentuk kewajiban yang menuntut
sutau keikhlasan untuk menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari dalam
bentuk Iman, yaitu: meyakini ajaran Islam, ilmu yaitu mempelajari ajaran Islam
dan dakwah/jihad dengan menyebarluaskan serta membela Islam. Hal tersebut
merupakan pendangan hidup ummat Islam yang harus dipegang dan dipatuhi
serta diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari (Nasution, 1985).
Islam sebagai pandangan hidup akan menjiwai dan mewarnai segala
bentuk tingkah laku dalam setiap lapangan kehidupan. Seperti disampaikan oleh
Ismail:
Islam merupakan dasar, asas pengendali, pemberi arah sekaligus merupakan sumber-sumber nilai budaya dalam pengembangan dan perkembangan kultural. Agama Islam menjadi pengawal, pembimbing, dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak budaya sehingga akan menjadi kebudayaan yang bercorak dan beridentitas Islam ( Ismail, 1982: 57-58).
Masyarakat dalam meyakini agama Islam menyiratkan suatu bentuk keterikatan
antara manusia dengan Al-Islam, hal ini semakin meyakinkan masyarakat
pendukungnya bahwa dengan berkesenian (bernafas Islan) secara langsung
telah terpenuhi suatu kewajiban manusia dengan Al Islam.
Agama yang menjadi faktor dominan dalam lingkungan tersebut tidak
hanya sebagai kepercayaan dan keyakinan yang dihayati dan diamalkan dalam
bentuk ibadah sholat saja, tetapi diwujudkan dalam berbagai bentuk perilaku
budayanya. Agama sebagai faktor dominan mengikat terhadap penganutnya
dengan kewajiban manusia terhadap Al-Islam yaitu Iman, amal, Ilmu dan
dakwah/jihad.
Kekuatan nilai di dalam seni Islam akan menjadi dasar yang menentukan
pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Sirojuddin berpendapat bahwa
nilai seni Islam merupakan suatu penerjemahan simbolis terhadap kepercayaan
dan pemahaman pada Allah yang tercermin dalam formula tauhid dan dzikir.
Tauhid adalah sang pencipta, sedangkan dzikir sebagai konskuensi tauhid
adalah mengingat Allah (dan mengulang-ulang terus), (Sirojuddin AR. 1970:.35).
Kedua hal tersebut mendasari pandangan dan sikap hidup ummat Islam.
Dengan demikian ingat akan Allah merupakan faktor penting bagi kesempurnaan
individual sekaligus merupakan dasar yang dapat membentuk kehidupan sosial
8
dan perkembangan seni dalam kehidupan berbudaya. Hal ini sangat lekat sekali
apa yang terjadi dalam budaya masyarakat Probolinggo yang dalam kehidupan
keseharaian dan dalam bentuk budayanya mencerminkan dari sisi-sisi ajaran Al-
Islam.
Terbang Gending dalam Kajian Tekstual
Terbang Gending
MASYARAKAT ISLAM
Kelompok Kesenian Islam: Terbang Laro, Terbang Bandung, Hadrah, Samroh
1. Instrument
Perangkat alat musik dalam seni Terbang Gending mayoritas terdiri dari
alat musik terbang yang berjumlah 7 (tujuh) buah dengan kelompok ukuran
besar, sedang dan kecil. Instrumen lainnya terdiri dari, 1 (satu) buah jidor,
trompet, cer-cer atau kecrek. Satu keunikan tersendiri dalam perangkat Terbang
Gending yaitu terbang yang difungsikan selayaknya kendang pada karawitan
Jawa. Kalau pada kendang itu memiliki dua muka (tebokan) sementara pada
terbang hanya terdiri dari satu muka (tebokan) sehingga semua sumber atau
wilayah nada hanya ada pada satu tebokan. Inilah yang merupakan keunikan
bagaimana seorang pemain terbang kendang harus benar-benar trampil dan
paham terhadap wilayah nadanya. Keplakan untukmendapatkan suara kendang
hanya dilakukan oleh tangan kanan sementara tangan kiri memberikan
penekanan pada bunyi-bunyi tertentu.
Berdasarkan pada fungsinya Terbang Gending dapat dikelompokkan
menjadi lima kelompok hal ini ditulis menurut penjelasan dari beberapa pemain
terbang gending yang diwawancarai. Untuk memudahkan dalam pembagian
tugas pada pendeskripsian ini menggunakan istilah pada karawitan Jawa tetapi
tetap tanpa mengurangi esensi yang sebenarnya.
9
Berikut keterangan pada beberapa alat musik yang dipergunakan dalam
perangkat seni terbang Gending di Kabupaten Probolinggo.
Gambar: Seperangkat Terbang Gending Foto: Dokumen Suyadi.
Jenis Instrumen lain adalah Trompet yang terdiri dari dua bentuk yaitu
terompet yang berbentuk naga dan terompet khas dari terompet Glipang.
Keduanya memiliki karakter yang berbeda, karakter trompet Glipang lebih kalem
dan cocok untuk lagu-lagu yang bersenandung. Seangkan terompet yang
berbentuk naga lebih berkarakter suara yang keras. Teropet naga banyak dimiliki
oleh kesenian kesenian lain. Yang nampak menjadi ciri khas trompet pada
Glipang atau terbang Gending tidak dimiliki oleh grup-grup yang lain. Instrumen
Cer-cer atau Kecrek tidak memiliki fungsi yang dominan dalam penyajian
Terbang gending, kecrek di sini labih banyak digunakan dalam penyajian Glipang
atau Kuda Kencak.
Instrumen Jidor lebih dominan digunakan sebagai pemberi aksen pada
tiap-tiap akhir gatra atau kalimat pada setiap lagunya. Tidak memiliki fungsi
dalam penjalinan melodi lebih terkesan sebagai pinatut artinya mengisi pada
sela-sela melodi yang lebih mengarah pada pertengahan atau akhir setiap
kalimat lagu.
10
Gambar : Kelompok Instrumen Jidor, Sepasang Terbang Ageng Foto : Dokumen Suyadi
Gambar: Instrumen Terompet Khas Glipang Probolinggo Foto : Dokumen Suyadi
Terompet ini mempunyai fungsi selain sebagai pengisi melodi dalam
instrumentalia juga bermain melodi secara bergantian pada saat ada
penyanyi atau vokal). Di samping itu juga mempunyai tugas untuk
memberikan instroduksi pada awal-awal sajian gending sekaligus untuk
menentukan sebagai penuntun nada dasar untuk vokal.
11
2. Bentuk Gending
Bentuk gending yang ada dalam terbang Gending mengadopsi dari bentuk
gending yang ada di dalam istilah karawitan Jawa khususnya karawitan gaya
Jawa Timuran seperti misalnya, Sampak, Ayak, Lancaran dan sebagainya.
Dalam setiap penyajian terbang kendang berfungsi sebagai pamurba irama
artinya sebagai penentu perjalanan irama ataupun berhentinya suatu sajian
gending.
3. Laras
Pengertian laras adalah urut-urutan suara mulai yang paling rendah sampai
yang tertinggi, yang tetap serta teratur swarantaranya (Dewantara, KH.,
1967:217). Istilah laras dalam etnis Madura secara umum dikenal adanya
laras Pelog Timor pengertian laras demikian ini merupakan akibat dari
akulturasi dua budaya yaitu laras dalam karawitan jawa yang terdiri dari laras
slendro dan pelog dengan budaya etnis Madura yang akhirnya timbul laras
Pelog Timor. Ditinjau dengan kacamata musikologi karawitan bahwa pelog
Timur ini merupakan perpaduan dua laras seperti halnya dalam laras tebang
gending menurut hasil pengamatan urutan nadanya terdiri dari 1, (ji) 2,(ro) 3
(lu) , 5 (ma) ,6 (nem) dan 1 (ji alit). Nada 1, (ji) 2,(ro) 3 (lu) , 6 (nem)
berlaraskan slendro sedangkan nada 5 berlaras pelog. Ketika bermain
bersama nampak warna slendro dan pelognya apalagi dengan vokal, yang
terkadang vokalnya terkesan laras pelog mislnya pada jenis kejungan.
Sementara untuk laras yang ada pada vokal lebih dominan pada
warna laras pelog. Dan dalam penyajian antara instrumen yang telah
dipadukan akan terbentuk dua laras yang dilakukan secara bersama yaitu
gendingnya berlaras slendro dan untuk vokalnya (khususnya kejungan)
berlaraskan pelog. Inilah satu keunikan khas warna lagu-lagu etnis Madura
yang membedakan dengan seni musik di daerah lain. Maka untuk
mempermudah penulis dalam mengamati kesenian etnis madura
menggunakan pendekatan pada laras slendro dan pelog yang ada pada
12
karawitan Jawa. dengan menyesuaiakan orisinal nada yang ada pada laras
slendro di daerah Madura.
Pada setiap pergelaran ada seorang yang bertugas khusus
menyetem atau melaras terbang yaitu ki Suma selain sebagai pemaian
terbang juga sebagai pelaras. Secara teori memang ki Sumo tidak bisa
menjelaskan laras yang ada pada Terbang gending hal yang dilakukan
berdasar pada kebiasaan yang telah turun temurun.
Hasil perpaduan antara vokal berlaras pelog dan instrumen yang
berlaras slendro memberikan inspirasi bahwa kesenian ini multifungsi yang
dapat untuk memainkan jenis-jenis lagu-lagu atau gending jenis apapun.
Berangkat dari inilah sebenarnya kesenian terbang gending
untukdikembangkan agar dapat menarik selera dari masyarakat tanpa
memandang dari latar belakang budayanya.
4. Penyajian
Penyajian Terbang Gending dapat dilakukan pada waktu siang
ataupun malam hari, panjang pendeknya sajian tergantung dari kebutuhan
aktivitas. Pada kebiasaannya Terbang Gending disajikan semalam suntuk
baik secara mandiri ataupun untuk mengiringi Tarian Kuda Kencak.
Sebagaimana pengrawit pada umumnya bahwa pelaku terbang gending
mampu untuk berbagai gending sehingga apabila ada permintaan gending
atau lagu dapat melayaninya sebagaimana dalam sajian tayub. Peranan
kendang dalam hal ini memperlihatkan suatu ketrampilan dan keunikan
tersendiri sebab biasanya kendang dimainkan dengan dua sumber saura
tetapi karena terbang hanya memiliki satu tebokan maka sumber suara atau
13
nada hanya dari satu tebokan tersebut inilah yang disebut bagiandari
keunikan.
5. Jenis Lagu
Pada prinsipnya kesenian terbang gending dapat menyajikan gending-gending
dalam berbagai jenis antara lain:
a. Gending-gending dalam karawitan Jawa atau yang biasa dimainkan oleh
gamelan, baik dengan vokal ataupun tanpa vokal. Termasuk di dalamnya
sebagai iringan dalam berbagai bentuk seni pertunjukan. Dalam
gegendhingan bentuk vokal lebih mengarah pada kejungan yang berisikan
pada syair-syair dalam bentuk parikan semacam pantun yang banyak
mengandung petuah atau nasihat.
b. Jenis lagu daerah atau lagu-lagu rakyat yang berasal dari daerah madura
atau yang lain
c. Lagu-lagu yang bernafaskan Agama Islam baik untuk kepentingan upacara
keagamaan atau untuk hiburan pada saat peringatan hari besar agama.
d. Lagu bebas artinya semua bentuk lagu yang memiliki laras atau melofi dapat
diiringi oleh musik ini, lagu pop, lagu anak-anak dan sebagainya.
Kesimpulan
Dari hasil pengamatan selama mengikuti pementasan dan pendokumentasian
seni Terbang Gending dari Kabupaten Probolinggo maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Seni Terbang Gending lahir dilatarbelakangi oleh adanya budaya Islam yang
menganggap tabu atau haram adanya gamelan, sehingga kreativitas
seniman tradisi dalam mensikapi adanya anggapan tersebut dengan
14
menciptakan kelompok ensambel musik yang dipergunakan selayaknya
memainkan gamelan. Dengan maksud tanpa mengadakan penolakan
anggapan tersebut tetapi lebih mensikapi dengan penciptaan karya seni
berangkat dari kearifan lokal.
2. Alternatif penggunaan instrumen terbang sebagai proses pendekatan
musikal terhadap budaya Islam yang punya anggapan haram terhadap
sajian gamelan. Terbang bagi masyarakat tersebut diyakini sebagai musik
Islam yang lebih diutamakan untuk kepentingan ajaran ke-Islam-an.
Dengan penggunaan dan teknik-teknik tabuhan instrumen terbang sudah
tidak lagi menjadi kendala dalam mengekspresikan sebuah emosi seniman
karawitan.
3. Sistem yang digunakan untuk sosialisasi terbang gending ke masyarakat
melalui pendekatan pada saat kepentingan sosial antara lain; Upacara
kirab penganten Sunat, perayaan hajatan dan hari besar agama dan
Nasional.
4. Terciptanya Terbang Gending merupakan kreativitas seniman tradisi yang
perlu mendapatkan penghargaan yang tinggi. Di samping untuk
mengekspresikan rasa kecintaannya terhadap gamelan (karawitan) tetapi
juga sekaligus untuk menyadarkan pada masyarakat bahwa adanya
anggapan atau pandangan yang keliru tentang haramnya kesenian
karawitan.
5. Terbang Gending merupakan salah satu aset budaya yang dimiliki oleh
masyarakat Probolinggo namun pada akhirnya harus mengalami situasi
yang kurang menggembirakan karena tidak ada proses regenerasi. Melihat
bahwa rata-rata pemain yang ada pada saat ini telah berusia di atas 50
15
(lima puluh Tahun). Sementara untuk belajar memainkan terbang gending
tingkat kesulitannya cukup tinggi dan membutuhkan waktu yang panjang.
6. Faktor tidak adanya regenerasi, sudah tidak selaras dengan selera anak
muda, tingkat kesulitan cukup tinggi, remaja tidak tertarik dengan seni-seni
tradisi.
Saran
Melihat realita yang ada bahwa lahirnya Terbang Gending merupakan
perjuangan yang panjang bagi seniman kreatornya maka perlu diperhatikan
keberlanjutannya, sangat disayangkan kalau kesenian ini nantinya mengalami
kepunahan. Maka di samping telah adanya pendeskripsian sebagai bentuk
dokumentasi seni tradisi, perlu adanya tindak lanjut dari berbagai pihak yang
memiliki kepedulian terhadap seni tradisi kita antara lain:
1. Paling utama bagaimana agar Terbang Gending ini dapat upayakan proses
regenerasi agar terjadi proses pewarisan budaya.
2. Pihak Pariwisata Seni dan Budaya di Kabupaten mengagendakan secara
khusus agar Terbang Gending lebih sering dipentaskan pada lokasi wisata Di
Bentar.
3. Mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak untuk mengemas kembali
terbang Gending sebagai seni kemasan tanpa meninggalkan esensinya agar
dapat menarik simpatik dari generasi muda.
16
DAFTAR PUSTAKA
Dewantara, KH. 1967. Bagian II A: Kebudajaan, Madjelis Luhur Tamansiswa,
Yogyakarta. Drijarkara, SJ., 1961 Kesenian dan Religi, diucapkan pada Upacara Dies
Natalis XII Akademi Seni Rupa Indonesia di Yogyakarta, tanggal 16 Desember 1961.
Gasalba, Sibi, 1962. Pengantar Budaya Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna. Herusatoto, Budiono, 2003. Simbolisme Dalam Budaya Jawa, Joko Suryanto
(ed.) Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. Inayat Khan, Hazrat. 2002. dimensi Mistik dan Bunyi, Pustaka Sufi, Yogyakarta. Ismail, Faisal, 1982. Agama dan Kebudayaan, Bandung: Pustaka. Jaka Widagdo, 2002. Sikap Religius Pandangan Dunia Jawa dalam Islam dan
Kebudayaan Jawa. Darori Amin (ed.), Yogyakarta: Gama Media. Kaplan David dan Robert A. Manners. 2002. Teori Budaya, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta. Koentjaraningrat, Kebudayaan Daerah, Kebudayaan nasional dan Globalisasi,
dalam Harian Kompas, Jakarta : Harian Kompas tanggal 17 juli 1992. Koentjaraningrat. 1985. Javanese Culture, Institute of Southeast Asian Studies
Oxford University Press, Singapore. Marzam, 2002. Basirampak: Sebuah Transformasi Aktivitas Ritual Magis Menuju
Seni Pertunjukan. Yogyakarta: Kepel, Press.
17
Merriam, P.Alan, 1964. The Anthropology of Music, Northwestern: University Press.
Nasikum, 1984. Pokok-Pokok Agama Islam: Tinjauan Selintas.Yogyakarta: CV.
Bina Usaha. Nasr. Sayyed Hossein, 1993. Spiritual dan Seni Islam. Jakarta: Mizan, Nasution, Harun, 1985. Islam Ditinjau DariBeberapa Aspek, Yogyakarta: UI
Press. Read, Herbert, 2000. Seni: arti dan Problematikanya, terjemahan Soedarso, Sp.
Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sirojuddin AR. D. 1970. Kaligrafi Islam: Tinjauan Tentang Seni Islam, Jakarta:
Pustaka Firdaus. Soedarsono, RM. 1985. Metodologi Penelitian SeniPertunjukan dan Seni Rupa,
Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Soejanto Poespowardjojo dan Bartens K,. 1978. Sekitar Manusia, Bunga Rampai
Tentang Filsafat Manusia, Jakarta: Gramedia. Sumaryati, 1986. Kiprah Glipang Suatu Tinjauan Seni Tradisi Dalam
Hubungannya Dengan Phisikologi Pemuda, dalam Skripsi, pada Jurusan Tari STKW Surabaya.
Tafsir,2002. Islam dan Kebudayaan Jawa. Darori Amin (ed.), Yogyakarta: Grama
Media.
Terbang Gending dalam Kajian Tekstual1. Instrument2. Bentuk GendingKesimpulanSaran