17
ISSN 2087 – 314X Jurnal Terob III Nomor 5 2012 Terbang Gending Sebuah Bentuk Pendekatan Musikal Terhadap Budaya Islam Oleh Suyadi, M.Sn. ABSTRAC Terbang gending is a combination form between Terbang music instrument, a form of an Islamic music instrument and Gending, a name of song in gamelan show which was spread in Java Island. Generally, Terbang music instrument used in Islamic songs, meanwhile, gending is a part of a karawitan performance with gamelan as its media. Those two combinations is a kind of strategic to give an understanding to the people who has thought that gamelan is forbidden. Terbang used by gamelan’s lovers community as a musical media approach to Islamic cultural especially in Probolinggo. With this terbang instrument which is harmonized with the Javanese music instrument the people can expressed their art. The use of terbang is an opening approach to misunderstanding in facing cultural development . In its development, Terbang Gending become a genius local owned by Probolinggo community. Terbang Gending is different from the other Terbangs for it was not used to performed Islamic songs but it was used to performed local songs in Madura’s etnic. Key Word: Art, Terbang Gending, Folkor Pendahuluan Wilayah Jawa Timur memeliki kelompok etnis yang beragam demikian juga halnya dengan berbagai corak kesenian yang berkembang ###################### Karawitan merupakan kesenian adi luhung yang berasal dari kalangan Istana sebagai kelangenan para raja atau bangsawan yang berkembang di wilayah Pulau Jawa. Melalui perjalanan sejarah yang panjang akhirnya karawitanpun menjadi milik semua lapisan masyarakat bahkan saat ini karawitan sudah dikatakan mendunia. Karawitan mengilhami beberapa perkembangan atau kemunculan kesenian rakyat yang hidup di kalangan minoritas masyarakat kecil

Artikel Terob Vol III n0 5 Okt.2012

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ISSN 2087 – 314XJurnal Terob III Nomor 5 2012Terbang Gending Sebuah Bentuk Pendekatan Musikal Terhadap Budaya IslamOleh Suyadi, M.Sn.

Citation preview

  • ISSN 2087 314X Jurnal Terob III Nomor 5 2012

    Terbang Gending Sebuah Bentuk Pendekatan Musikal

    Terhadap Budaya Islam

    Oleh Suyadi, M.Sn.

    ABSTRAC

    Terbang gending is a combination form between Terbang music instrument, a form of an Islamic music instrument and Gending, a name of song in gamelan show which was spread in Java Island. Generally, Terbang music instrument used in Islamic songs, meanwhile, gending is a part of a karawitan performance with gamelan as its media. Those two combinations is a kind of strategic to give an understanding to the people who has thought that gamelan is forbidden. Terbang used by gamelans lovers community as a musical media approach to Islamic cultural especially in Probolinggo. With this terbang instrument which is harmonized with the Javanese music instrument the people can expressed their art. The use of terbang is an opening approach to misunderstanding in facing cultural development . In its development, Terbang Gending become a genius local owned by Probolinggo community. Terbang Gending is different from the other Terbangs for it was not used to performed Islamic songs but it was used to performed local songs in Maduras etnic.

    Key Word: Art, Terbang Gending, Folkor Pendahuluan Wilayah Jawa Timur memeliki kelompok etnis yang beragam demikian juga halnya dengan berbagai corak kesenian yang berkembang

    ######################

    Karawitan merupakan kesenian adi luhung yang berasal dari kalangan

    Istana sebagai kelangenan para raja atau bangsawan yang berkembang di

    wilayah Pulau Jawa. Melalui perjalanan sejarah yang panjang akhirnya

    karawitanpun menjadi milik semua lapisan masyarakat bahkan saat ini karawitan

    sudah dikatakan mendunia. Karawitan mengilhami beberapa perkembangan atau

    kemunculan kesenian rakyat yang hidup di kalangan minoritas masyarakat kecil

  • 2

    sesuai dengan lingkungan kehidupannya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

    kesenian rakyat yang berada di wilayah Jawa Timur yang rata-rata menggunakan

    laras slendro sebagaimana laras yang terdapat dalam karawitan. Di samping

    gamelan yang berkembang di masyarakat juga berkembang kesenian rakyat

    yang kemunculannya banyak dilatarbelakangi oleh kepentingan masyarakat

    sebagai bentuk aktivitas keseharian. Dari perangkat kerja tradisional kita jumpai

    permainan lesung sebagai alat penumbuk padi yang selanjutnya dikenal dengan

    nama Kothekan (Jawa). Para petugas ronda memainkan kenthongan dengan

    berbagai irama pukulan sehingga menimbulkan orkes-kentongan. Di Wilayah

    Jawa Timur fenomena perkembangan alat tradisional menjadi alat musik tradisi

    sebagai huburan dan kepentingan ritual yang diangkat dari perangkat alat kerja

    sehari-hari seperti: Gowangan, Tudung-punduk, Caping-buyuk dan sebagainya.

    Lahirnya Terbang Gending dilatarbelakangi oleh kehidupan sosial budaya

    masyarakat Islam yang mempunyai anggapan gamelan atau karawitan itu

    sesuatu yang tabu untuk dibunyikan. Apa yang menyebabkan haram atau tabu

    masih banyak menimbulkan banyak pemikiran, apakah yang menjadikan tabu itu

    penggunaannya atau implementasinya yang tidak sesuai dengan norma-norma

    ajaran Islam atau karena faktor lainnya.

    Dikembangkannya seni Terbang Gending sebgai perwujudan rasa

    kecintaannya terhadap suara gamelan dan mengapa sebagaian masyarakat

    Islam yang menganggap bahwa memainkan gamelan atau mendengar suara

    gamelan itu satu hal yang tabu atau haram. Sementara Ki Soeparmo mempunyai

    keyakinan bahwa tidak ada istilah seni itu haram menurut pandangan agama

    atau kepercayaan apapun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sidi Gazalba yang

    dikutip oleh Sumaryati dalam skripsi bahwa:

    Islam sesuai dengan fitrah manusia. Dan seni adalah fitrah manusia. Dengan sendirinya seni masuk dalam ajaran Islam. Kebudayaan adalah kehidupan. Kehidupan itu Tuhanlah yang memberikannya. Kesenian adalah kebudayaan, jadi bidang kehidupan. Karena itu fitrah kesenian juga berasal dari tuhan. Tidak mungkin sekali-kali kesenian itu bersifat haram hukumnya, (Gazalba,1986:21).

    Untuk menghilangkan rasa pertentangan dengan masyarakat Islam di

    sekitarnya Ki Soeparmo (seorang penggerak) memiliki inisiatif dengan media

    terbang sebagaimana khas musik Islam untuk memainkan gending-gending

  • 3

    sebagai kelangenannya. Sebgaimana perkembangan orkestra bermediakan

    terbang yang banyak berkembang di wilayah Probolinggo antara lain; Terbang

    Laro, Terbang Rodat, Terbang Bandung dan sebagainya yang kesemuanya

    bernuansakan Islami. Perbedaan dengan ensambel terbang yang lainnya

    Terbang Gending untuk memainkan gending-gending sebagaimana dalam seni

    karawitan. Kreativitas ini dikembangkan melalui kelompok keluarga yang

    memang anggota keluarga dan beberapa teman yang mencintai karawitan dan

    seprofesi.

    Istilah Terbang Gending secara etimologinya merupakan perpaduan dua

    kata yaitu terbang dan gendhing pengertian secara umum terbang itu merupakan

    alat musik yang mencirikan dari musik Islami sedangkan gending dikaji melalui

    musikologi karawitan merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebut

    komposisi musikal gamelan atau juga sering disamakan dengan istilah lagu.

    Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan pada

    penggunaannya (secara musikalaitas) maka dapat dikatakan bahwa terbang

    tersebut difungsikan untuk memainkan gending-gending sebagaimana dalam

    seni karawitan. Baik secara teknik atau penyajiannya Terbang Gending mengacu

    pada Karawitan. Satu keunikannya adalah bagaimana satu terbang yang hanya

    memiliki satu muka (tebokan) itu dapat dimainkan dan difungsikan selayaknya

    kendang.

    Laras yang dipergunakan dalam Terbang Gending secara umum dapat

    dikatakan berlaraskan slendro meskipun terdapat pula unsur pelog. Kesan

    membaurnya kedua laras tersebut memberikan warna yang khas bagi etbis

    Madura atau sering disebut dengan laras Pelog Timor. Urutan nada dalam

    terbang gending terdiri dari 1, (ji) 2 (ro), 3 (lu) , 5 (lima) nada lima (khusus laras

    pelog), 6 (nem), i (Ji barang alit). Syair vokal yang dipergunakan lebih

    didominasi parikan-parikan yang tidak beraturan karena banyak sifatnya spontan

    dari pemain. Cengkok yang digunakan berlaras pelog tetapi iringan berlaras

    slendro inilah salah satu dari keunikannya.

    Sedangkan instrumentasinya terdiri dari 7 (tujuh terbang), 1 jidor, 1 cek-

    cek dan satu terompet. Dalam aktivitas kehidupan masyarakat Probollinggo

    Terbang Gending memiliki nilai fungsi sebagai iringan arak-arakan penganten

    sunat, untuk hiburan kuda kencak dan kepentingan sosial yang lainnya.

  • 4

    Terbang Gending berlatar belakang pada budaya etnis Madura namun

    instrumentalitasnya dari budaya Islam, ini mengandung maksud bahwa tanpa

    adanya perlawanan terhadap budaya Islam tetapi kehadiran gending dalam

    budaya Islam dapat diterima. Sehingga anggapan tabu terhadap gamelan itu

    tidak menutup untuk berkreativitas dalam berkesenian yang pada akhirnya

    secara rasionalitas sedikit demi sedikit kehadiran gamelan (karawitan) secara

    utuh dapat diterima di tengah-tengah kehidupan masyarakat Probolinggo tanpa

    adanya suatu resistensi atau konflik budaya.

    METODE PENELITIAN Metode dalam penelitian Terbang Gending adalah

    1. Penentuan Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian menempatkan wilayah kabupaten Probolinggo

    tepatnya di dusun Pendil, Kecamatan Banyuanyar. Pemilihan lokasi ini telah

    dipertimbangkan aktivitas dan nilai serta disesuaikan dengan kelahiran dari

    Terbang Gending meliputi awal proses penciptaannya sekaligus para

    pendukungnya. Berawal dari sebuah keluarga dan dari lingkungan yang kecil

    inilah lambat laun Terbang Gending diterima oleh masyarakat sebagai salah

    satu aktivitas kesenian yang tidak lagi dipersoalkan eksistensinya.

    2. Penentuan Sampel dan Infroman

    Tujuan pemilihan sample tidak untuk mendapatkan kesimpulan data

    tetapi untuk menghasilkan keunikan-keunikan. Sample dalam hal ini diambil

    berupa peristiwa, manusia, situasi dan sebagainya.

    Untuk menentukan iforman penulis menerapkan konsep Spradeley bahwa

    calon informan memiliki minimalnya lima kriteria yaitu:

    a). Enkulturasi penuh, informan mengetahui budayanya sendiri dengan baik

    secara alami

    b). Keterlibatan langsung, informan selalu melaksanakan (berkesenian)

    secara berulang-ulang dan selalau mengingat garis besar apa yang

    pernah dilakukan.

    c). Suasana budaya yang tidak dikenal, informan bukan daerah seasal

    dengan peneliti. Daerah di luar peneliti yang tetap mengerti objek

    kesenian, dengan kata lain informan ditentukan di luar wilayah peneliti.

  • 5

    d). Waktu yang cukup, memprioritaskan informan yang tidak terlalu sibuk dan

    mudah diwawancarai.

    e). Non-analitis, informan tidak menganalisis menurut bahasanya sendiri.

    Untuk mencari informan selanjutnya peneliti mencari informan

    relawan yang ditemui di lapangan, yaitu orang-orang yang mampu diajak

    berbicara dan dari mereka diharapkan perolehan data. Peneliti tidak akan

    membatasi informan dan tujuan yang ingin dicapai adalah mencapai

    informasi maksimal sampai pada tingkatan data jenuh yaitu tidak akan

    ditemukan lagi informasi baru dari penelitian lapangan. Informan yang lain

    ditentukan secara snowballing effect, informasi berantai dari para pelaku

    kesenian yang ada di wilayah Probolinggo (masyarakat pendukung). Tokoh

    masyarakat yang mempunyai keterlibatan langsung atau beberapa objek

    yang diteliti.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan

    kualitatif. Dengan mengumpulkan data dan sample untuk dicermati dan

    dianalisis. Dalam pengumpulan data menggunakan teknik wawancara

    dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan

    dari beberapa responden. Tindakan yang dilakukan peneliti dalam

    pengumpulan data yang juga merujuk pada teori yang dikemukakan Spradely

    adalah: (1). menyimpan informan; (2). membuat penjelasan berulang; (3).

    menegaskan kembali apa yang telah dinyatakan oleh informan; dan tidak

    menanyakan makna tetapi kegunaannya (Spradely,1977:106).

    Tahap awal untuk memulai percakapan, peneliti menyampaikan

    beberapa pertanyaan deskriptif dan informan diberikan kebebasan untuk

    berbicara banyak dan untuk menjalin hubungan yang baik dengan informan

    peneliti mengambil teknik berpartisipasi yaitu ikut terlibat dalam melakukan

    atau memainkan kesenian (Insider) sesuai dengan kemampuan peneliti. Hal

    ini dimaksudkan untuk lebih mudah melakukan pendekatan kepada sasaran

    yang diteliti dengan menjalin keakraban, mengingat para pelaku ini dalam

    kesehariannya sebagai petani dan kalau dilakukan wawancara secara formal

    justru akan mengalami banyak kendala dan yang diharapkan dari peneliti

    tidak akan terpenuhi. Strategi selain sebagai pemain juga kebiasaan apa

  • 6

    yang dilakukan oleh para pendukung sebagaimana yang dilakukan oleh

    penulis kadang ngobrol santai dengan kopi, atau juga ketika sedang di sawah

    atau mencari rumput, suasana yang nampak adalah keakraban sembari

    peneliti mengatur strategti dialog yang mengarah pada pencapain data

    maksimal.

    Proses pencatatan data yang dihasilkan dari wawancara peneliti

    menggunakan konsep : (1). pencatatan langsung; (2). pencatatan dari

    ingatan; (3). pencatatan dari recording, hal ini disesuaikan dengan metode

    yang digunakan dalam penelitian kualitatif terutama bagaimana strategi

    peneliti dalam pengumpulan data.

    Untuk mendapatkan data yang lain juga dilakukan melalui studi

    kepustakaan dan penelitian lapangan dengan memanfaatkan beberapa

    literatur yang memiliki relevansi dengan fokus penelitian

    4. Teknik Analisis Data

    Seperti telah disampaikan di depan bahwa penelitian ini

    menggunakan pendekatan metode kualitatif yang berupa deskripsi yang

    mendalam terhadap fenomena Terbang Gending. Konsep yang diterapkan

    dalam analisis data adalah dengan cara mengatur, mengurutkan,

    mengelompokkan dan mengkatagorikan data dan evaluasi. Untuk

    mengungkap eksistensi Terbang Gending dalam masyarakat Probolinggo

    baik secara tekstual ataupun kontekstualnya maka yang akan banyak

    berbicara adalah bank data yang diperoleh selama melakukan studi

    lapangan. Oleh karenanya penelitian dalam tahap pengumpulan data

    dilakukan secara berulang-ulang dan selalu dilakukan pengulangan.

    Pembahasan Bagi masyarakat Probolinggo Islam menjadi sumber dalam setiapm aktivitas

    kehidupan sehari-hari hal ini tidak mengehrankan karena mayoritas penduduk

    beragama Islam dan aktivitas religiusnya cukup tinggi. Sebagai mana ungkapan

    berikut: bahwa pada suatu daerah yang mayoritas penduduknya beragama Islam

    pada umunya memiliki peranan yang sangat besar dalam segala aspek

    kehidupan budaya. Sebagaimana pernyataan Gasalba, bahwa bentuk budaya

    Islam terpancar dari, cita, laku, dari perbuatan yang berdasarkan ajaran agama

    Islam (Gasalba, 1962: 17).

  • 7

    Keterikatan manusia dengan al-Islam terbentuk kewajiban yang menuntut

    sutau keikhlasan untuk menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari dalam

    bentuk Iman, yaitu: meyakini ajaran Islam, ilmu yaitu mempelajari ajaran Islam

    dan dakwah/jihad dengan menyebarluaskan serta membela Islam. Hal tersebut

    merupakan pendangan hidup ummat Islam yang harus dipegang dan dipatuhi

    serta diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari (Nasution, 1985).

    Islam sebagai pandangan hidup akan menjiwai dan mewarnai segala

    bentuk tingkah laku dalam setiap lapangan kehidupan. Seperti disampaikan oleh

    Ismail:

    Islam merupakan dasar, asas pengendali, pemberi arah sekaligus merupakan sumber-sumber nilai budaya dalam pengembangan dan perkembangan kultural. Agama Islam menjadi pengawal, pembimbing, dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak budaya sehingga akan menjadi kebudayaan yang bercorak dan beridentitas Islam ( Ismail, 1982: 57-58).

    Masyarakat dalam meyakini agama Islam menyiratkan suatu bentuk keterikatan

    antara manusia dengan Al-Islam, hal ini semakin meyakinkan masyarakat

    pendukungnya bahwa dengan berkesenian (bernafas Islan) secara langsung

    telah terpenuhi suatu kewajiban manusia dengan Al Islam.

    Agama yang menjadi faktor dominan dalam lingkungan tersebut tidak

    hanya sebagai kepercayaan dan keyakinan yang dihayati dan diamalkan dalam

    bentuk ibadah sholat saja, tetapi diwujudkan dalam berbagai bentuk perilaku

    budayanya. Agama sebagai faktor dominan mengikat terhadap penganutnya

    dengan kewajiban manusia terhadap Al-Islam yaitu Iman, amal, Ilmu dan

    dakwah/jihad.

    Kekuatan nilai di dalam seni Islam akan menjadi dasar yang menentukan

    pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Sirojuddin berpendapat bahwa

    nilai seni Islam merupakan suatu penerjemahan simbolis terhadap kepercayaan

    dan pemahaman pada Allah yang tercermin dalam formula tauhid dan dzikir.

    Tauhid adalah sang pencipta, sedangkan dzikir sebagai konskuensi tauhid

    adalah mengingat Allah (dan mengulang-ulang terus), (Sirojuddin AR. 1970:.35).

    Kedua hal tersebut mendasari pandangan dan sikap hidup ummat Islam.

    Dengan demikian ingat akan Allah merupakan faktor penting bagi kesempurnaan

    individual sekaligus merupakan dasar yang dapat membentuk kehidupan sosial

  • 8

    dan perkembangan seni dalam kehidupan berbudaya. Hal ini sangat lekat sekali

    apa yang terjadi dalam budaya masyarakat Probolinggo yang dalam kehidupan

    keseharaian dan dalam bentuk budayanya mencerminkan dari sisi-sisi ajaran Al-

    Islam.

    Terbang Gending dalam Kajian Tekstual

    Terbang Gending

    MASYARAKAT ISLAM

    Kelompok Kesenian Islam: Terbang Laro, Terbang Bandung, Hadrah, Samroh

    1. Instrument

    Perangkat alat musik dalam seni Terbang Gending mayoritas terdiri dari

    alat musik terbang yang berjumlah 7 (tujuh) buah dengan kelompok ukuran

    besar, sedang dan kecil. Instrumen lainnya terdiri dari, 1 (satu) buah jidor,

    trompet, cer-cer atau kecrek. Satu keunikan tersendiri dalam perangkat Terbang

    Gending yaitu terbang yang difungsikan selayaknya kendang pada karawitan

    Jawa. Kalau pada kendang itu memiliki dua muka (tebokan) sementara pada

    terbang hanya terdiri dari satu muka (tebokan) sehingga semua sumber atau

    wilayah nada hanya ada pada satu tebokan. Inilah yang merupakan keunikan

    bagaimana seorang pemain terbang kendang harus benar-benar trampil dan

    paham terhadap wilayah nadanya. Keplakan untukmendapatkan suara kendang

    hanya dilakukan oleh tangan kanan sementara tangan kiri memberikan

    penekanan pada bunyi-bunyi tertentu.

    Berdasarkan pada fungsinya Terbang Gending dapat dikelompokkan

    menjadi lima kelompok hal ini ditulis menurut penjelasan dari beberapa pemain

    terbang gending yang diwawancarai. Untuk memudahkan dalam pembagian

    tugas pada pendeskripsian ini menggunakan istilah pada karawitan Jawa tetapi

    tetap tanpa mengurangi esensi yang sebenarnya.

  • 9

    Berikut keterangan pada beberapa alat musik yang dipergunakan dalam

    perangkat seni terbang Gending di Kabupaten Probolinggo.

    Gambar: Seperangkat Terbang Gending Foto: Dokumen Suyadi.

    Jenis Instrumen lain adalah Trompet yang terdiri dari dua bentuk yaitu

    terompet yang berbentuk naga dan terompet khas dari terompet Glipang.

    Keduanya memiliki karakter yang berbeda, karakter trompet Glipang lebih kalem

    dan cocok untuk lagu-lagu yang bersenandung. Seangkan terompet yang

    berbentuk naga lebih berkarakter suara yang keras. Teropet naga banyak dimiliki

    oleh kesenian kesenian lain. Yang nampak menjadi ciri khas trompet pada

    Glipang atau terbang Gending tidak dimiliki oleh grup-grup yang lain. Instrumen

    Cer-cer atau Kecrek tidak memiliki fungsi yang dominan dalam penyajian

    Terbang gending, kecrek di sini labih banyak digunakan dalam penyajian Glipang

    atau Kuda Kencak.

    Instrumen Jidor lebih dominan digunakan sebagai pemberi aksen pada

    tiap-tiap akhir gatra atau kalimat pada setiap lagunya. Tidak memiliki fungsi

    dalam penjalinan melodi lebih terkesan sebagai pinatut artinya mengisi pada

    sela-sela melodi yang lebih mengarah pada pertengahan atau akhir setiap

    kalimat lagu.

  • 10

    Gambar : Kelompok Instrumen Jidor, Sepasang Terbang Ageng Foto : Dokumen Suyadi

    Gambar: Instrumen Terompet Khas Glipang Probolinggo Foto : Dokumen Suyadi

    Terompet ini mempunyai fungsi selain sebagai pengisi melodi dalam

    instrumentalia juga bermain melodi secara bergantian pada saat ada

    penyanyi atau vokal). Di samping itu juga mempunyai tugas untuk

    memberikan instroduksi pada awal-awal sajian gending sekaligus untuk

    menentukan sebagai penuntun nada dasar untuk vokal.

  • 11

    2. Bentuk Gending

    Bentuk gending yang ada dalam terbang Gending mengadopsi dari bentuk

    gending yang ada di dalam istilah karawitan Jawa khususnya karawitan gaya

    Jawa Timuran seperti misalnya, Sampak, Ayak, Lancaran dan sebagainya.

    Dalam setiap penyajian terbang kendang berfungsi sebagai pamurba irama

    artinya sebagai penentu perjalanan irama ataupun berhentinya suatu sajian

    gending.

    3. Laras

    Pengertian laras adalah urut-urutan suara mulai yang paling rendah sampai

    yang tertinggi, yang tetap serta teratur swarantaranya (Dewantara, KH.,

    1967:217). Istilah laras dalam etnis Madura secara umum dikenal adanya

    laras Pelog Timor pengertian laras demikian ini merupakan akibat dari

    akulturasi dua budaya yaitu laras dalam karawitan jawa yang terdiri dari laras

    slendro dan pelog dengan budaya etnis Madura yang akhirnya timbul laras

    Pelog Timor. Ditinjau dengan kacamata musikologi karawitan bahwa pelog

    Timur ini merupakan perpaduan dua laras seperti halnya dalam laras tebang

    gending menurut hasil pengamatan urutan nadanya terdiri dari 1, (ji) 2,(ro) 3

    (lu) , 5 (ma) ,6 (nem) dan 1 (ji alit). Nada 1, (ji) 2,(ro) 3 (lu) , 6 (nem)

    berlaraskan slendro sedangkan nada 5 berlaras pelog. Ketika bermain

    bersama nampak warna slendro dan pelognya apalagi dengan vokal, yang

    terkadang vokalnya terkesan laras pelog mislnya pada jenis kejungan.

    Sementara untuk laras yang ada pada vokal lebih dominan pada

    warna laras pelog. Dan dalam penyajian antara instrumen yang telah

    dipadukan akan terbentuk dua laras yang dilakukan secara bersama yaitu

    gendingnya berlaras slendro dan untuk vokalnya (khususnya kejungan)

    berlaraskan pelog. Inilah satu keunikan khas warna lagu-lagu etnis Madura

    yang membedakan dengan seni musik di daerah lain. Maka untuk

    mempermudah penulis dalam mengamati kesenian etnis madura

    menggunakan pendekatan pada laras slendro dan pelog yang ada pada

  • 12

    karawitan Jawa. dengan menyesuaiakan orisinal nada yang ada pada laras

    slendro di daerah Madura.

    Pada setiap pergelaran ada seorang yang bertugas khusus

    menyetem atau melaras terbang yaitu ki Suma selain sebagai pemaian

    terbang juga sebagai pelaras. Secara teori memang ki Sumo tidak bisa

    menjelaskan laras yang ada pada Terbang gending hal yang dilakukan

    berdasar pada kebiasaan yang telah turun temurun.

    Hasil perpaduan antara vokal berlaras pelog dan instrumen yang

    berlaras slendro memberikan inspirasi bahwa kesenian ini multifungsi yang

    dapat untuk memainkan jenis-jenis lagu-lagu atau gending jenis apapun.

    Berangkat dari inilah sebenarnya kesenian terbang gending

    untukdikembangkan agar dapat menarik selera dari masyarakat tanpa

    memandang dari latar belakang budayanya.

    4. Penyajian

    Penyajian Terbang Gending dapat dilakukan pada waktu siang

    ataupun malam hari, panjang pendeknya sajian tergantung dari kebutuhan

    aktivitas. Pada kebiasaannya Terbang Gending disajikan semalam suntuk

    baik secara mandiri ataupun untuk mengiringi Tarian Kuda Kencak.

    Sebagaimana pengrawit pada umumnya bahwa pelaku terbang gending

    mampu untuk berbagai gending sehingga apabila ada permintaan gending

    atau lagu dapat melayaninya sebagaimana dalam sajian tayub. Peranan

    kendang dalam hal ini memperlihatkan suatu ketrampilan dan keunikan

    tersendiri sebab biasanya kendang dimainkan dengan dua sumber saura

    tetapi karena terbang hanya memiliki satu tebokan maka sumber suara atau

  • 13

    nada hanya dari satu tebokan tersebut inilah yang disebut bagiandari

    keunikan.

    5. Jenis Lagu

    Pada prinsipnya kesenian terbang gending dapat menyajikan gending-gending

    dalam berbagai jenis antara lain:

    a. Gending-gending dalam karawitan Jawa atau yang biasa dimainkan oleh

    gamelan, baik dengan vokal ataupun tanpa vokal. Termasuk di dalamnya

    sebagai iringan dalam berbagai bentuk seni pertunjukan. Dalam

    gegendhingan bentuk vokal lebih mengarah pada kejungan yang berisikan

    pada syair-syair dalam bentuk parikan semacam pantun yang banyak

    mengandung petuah atau nasihat.

    b. Jenis lagu daerah atau lagu-lagu rakyat yang berasal dari daerah madura

    atau yang lain

    c. Lagu-lagu yang bernafaskan Agama Islam baik untuk kepentingan upacara

    keagamaan atau untuk hiburan pada saat peringatan hari besar agama.

    d. Lagu bebas artinya semua bentuk lagu yang memiliki laras atau melofi dapat

    diiringi oleh musik ini, lagu pop, lagu anak-anak dan sebagainya.

    Kesimpulan

    Dari hasil pengamatan selama mengikuti pementasan dan pendokumentasian

    seni Terbang Gending dari Kabupaten Probolinggo maka dapat disimpulkan

    sebagai berikut:

    1. Seni Terbang Gending lahir dilatarbelakangi oleh adanya budaya Islam yang

    menganggap tabu atau haram adanya gamelan, sehingga kreativitas

    seniman tradisi dalam mensikapi adanya anggapan tersebut dengan

  • 14

    menciptakan kelompok ensambel musik yang dipergunakan selayaknya

    memainkan gamelan. Dengan maksud tanpa mengadakan penolakan

    anggapan tersebut tetapi lebih mensikapi dengan penciptaan karya seni

    berangkat dari kearifan lokal.

    2. Alternatif penggunaan instrumen terbang sebagai proses pendekatan

    musikal terhadap budaya Islam yang punya anggapan haram terhadap

    sajian gamelan. Terbang bagi masyarakat tersebut diyakini sebagai musik

    Islam yang lebih diutamakan untuk kepentingan ajaran ke-Islam-an.

    Dengan penggunaan dan teknik-teknik tabuhan instrumen terbang sudah

    tidak lagi menjadi kendala dalam mengekspresikan sebuah emosi seniman

    karawitan.

    3. Sistem yang digunakan untuk sosialisasi terbang gending ke masyarakat

    melalui pendekatan pada saat kepentingan sosial antara lain; Upacara

    kirab penganten Sunat, perayaan hajatan dan hari besar agama dan

    Nasional.

    4. Terciptanya Terbang Gending merupakan kreativitas seniman tradisi yang

    perlu mendapatkan penghargaan yang tinggi. Di samping untuk

    mengekspresikan rasa kecintaannya terhadap gamelan (karawitan) tetapi

    juga sekaligus untuk menyadarkan pada masyarakat bahwa adanya

    anggapan atau pandangan yang keliru tentang haramnya kesenian

    karawitan.

    5. Terbang Gending merupakan salah satu aset budaya yang dimiliki oleh

    masyarakat Probolinggo namun pada akhirnya harus mengalami situasi

    yang kurang menggembirakan karena tidak ada proses regenerasi. Melihat

    bahwa rata-rata pemain yang ada pada saat ini telah berusia di atas 50

  • 15

    (lima puluh Tahun). Sementara untuk belajar memainkan terbang gending

    tingkat kesulitannya cukup tinggi dan membutuhkan waktu yang panjang.

    6. Faktor tidak adanya regenerasi, sudah tidak selaras dengan selera anak

    muda, tingkat kesulitan cukup tinggi, remaja tidak tertarik dengan seni-seni

    tradisi.

    Saran

    Melihat realita yang ada bahwa lahirnya Terbang Gending merupakan

    perjuangan yang panjang bagi seniman kreatornya maka perlu diperhatikan

    keberlanjutannya, sangat disayangkan kalau kesenian ini nantinya mengalami

    kepunahan. Maka di samping telah adanya pendeskripsian sebagai bentuk

    dokumentasi seni tradisi, perlu adanya tindak lanjut dari berbagai pihak yang

    memiliki kepedulian terhadap seni tradisi kita antara lain:

    1. Paling utama bagaimana agar Terbang Gending ini dapat upayakan proses

    regenerasi agar terjadi proses pewarisan budaya.

    2. Pihak Pariwisata Seni dan Budaya di Kabupaten mengagendakan secara

    khusus agar Terbang Gending lebih sering dipentaskan pada lokasi wisata Di

    Bentar.

    3. Mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak untuk mengemas kembali

    terbang Gending sebagai seni kemasan tanpa meninggalkan esensinya agar

    dapat menarik simpatik dari generasi muda.

  • 16

    DAFTAR PUSTAKA

    Dewantara, KH. 1967. Bagian II A: Kebudajaan, Madjelis Luhur Tamansiswa,

    Yogyakarta. Drijarkara, SJ., 1961 Kesenian dan Religi, diucapkan pada Upacara Dies

    Natalis XII Akademi Seni Rupa Indonesia di Yogyakarta, tanggal 16 Desember 1961.

    Gasalba, Sibi, 1962. Pengantar Budaya Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna. Herusatoto, Budiono, 2003. Simbolisme Dalam Budaya Jawa, Joko Suryanto

    (ed.) Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. Inayat Khan, Hazrat. 2002. dimensi Mistik dan Bunyi, Pustaka Sufi, Yogyakarta. Ismail, Faisal, 1982. Agama dan Kebudayaan, Bandung: Pustaka. Jaka Widagdo, 2002. Sikap Religius Pandangan Dunia Jawa dalam Islam dan

    Kebudayaan Jawa. Darori Amin (ed.), Yogyakarta: Gama Media. Kaplan David dan Robert A. Manners. 2002. Teori Budaya, Pustaka Pelajar,

    Yogyakarta. Koentjaraningrat, Kebudayaan Daerah, Kebudayaan nasional dan Globalisasi,

    dalam Harian Kompas, Jakarta : Harian Kompas tanggal 17 juli 1992. Koentjaraningrat. 1985. Javanese Culture, Institute of Southeast Asian Studies

    Oxford University Press, Singapore. Marzam, 2002. Basirampak: Sebuah Transformasi Aktivitas Ritual Magis Menuju

    Seni Pertunjukan. Yogyakarta: Kepel, Press.

  • 17

    Merriam, P.Alan, 1964. The Anthropology of Music, Northwestern: University Press.

    Nasikum, 1984. Pokok-Pokok Agama Islam: Tinjauan Selintas.Yogyakarta: CV.

    Bina Usaha. Nasr. Sayyed Hossein, 1993. Spiritual dan Seni Islam. Jakarta: Mizan, Nasution, Harun, 1985. Islam Ditinjau DariBeberapa Aspek, Yogyakarta: UI

    Press. Read, Herbert, 2000. Seni: arti dan Problematikanya, terjemahan Soedarso, Sp.

    Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sirojuddin AR. D. 1970. Kaligrafi Islam: Tinjauan Tentang Seni Islam, Jakarta:

    Pustaka Firdaus. Soedarsono, RM. 1985. Metodologi Penelitian SeniPertunjukan dan Seni Rupa,

    Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Soejanto Poespowardjojo dan Bartens K,. 1978. Sekitar Manusia, Bunga Rampai

    Tentang Filsafat Manusia, Jakarta: Gramedia. Sumaryati, 1986. Kiprah Glipang Suatu Tinjauan Seni Tradisi Dalam

    Hubungannya Dengan Phisikologi Pemuda, dalam Skripsi, pada Jurusan Tari STKW Surabaya.

    Tafsir,2002. Islam dan Kebudayaan Jawa. Darori Amin (ed.), Yogyakarta: Grama

    Media.

    Terbang Gending dalam Kajian Tekstual1. Instrument2. Bentuk GendingKesimpulanSaran