15
ISSN 1693 - 3261 ARTIKEL BENDE EDISI 31 Mei 2006 RELIGIOSITAS DALAM PENCIPTAAN SENI Oleh : Suyadi * Abstrak Perwujudan rasa syukur manusia pada Tuhan sebagai Sang Pencipta, diekspresikan melalui berbagai cara baik secara agama atau pada aliran kepercayaan. Tidak lepas juga dalam hal berkesenian para kreator mengekspresikannya dalam berbagai media melalui syair pada musik, gerak pada tari atau coretan kanvas pada seni rupa dan sebagainya. Sikap tersebut menunjukkan kesadaran manusia bahwa ada kekuatan adi kodrtati di luar manusia. Nilai religius sebagai perwujudan sifat kesolehan mampu memberikan inspirasi dari para pelaku seni untuk berekspresi tentu saja hal ini juga sebagai perwujudan dalam sikap kehidupan sehari-harinya. Dalam media visual pada saat ini banyak dihiasi dengan drama-drama religius yang menunjukkan betapa besar kesadaran manusia akan kebaikan yang selalu mampu melumpuhkan pada tindakan kejahatan. Gambaran ini sebagai pesan verbal (art verbal) untuk dijadikan pandangan bagaimana manusia berperilaku untuk hidup bersama dalam kelompok sosial. Kata kunci: Religi, Cipta dan Seni Pendahuluan Sebelum banyak berbicara pada persoalan nilai religiositas dalam berkesenian ada baiknya perlu disampaikan arti dari kata kunci (key words) dalam tulisan ini. Religiositas berasal dari kata religi yang mempunyai arti kepercayaan terhadap Tuhan, yaitu kepercayaan akan adanya kekuatan adi kodrati di atas manusia. Sedangkan religiositas mempunyai maksud menunjukkan sifat kesolehan atau pengabdian terhadap agama (Hasan,2001:943-944). Pengertian agama merupakan suatu ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang * Dosen STKW Surabaya

Artikel Bende 31 Mei 2006

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ISSN 1693 - 3261ARTIKEL BENDE EDISI 31Mei 2006RELIGIOSITAS DALAM PENCIPTAAN SENIOleh : Suyadi*

Citation preview

  • ISSN 1693 - 3261 ARTIKEL BENDE EDISI 31

    Mei 2006

    RELIGIOSITAS DALAM PENCIPTAAN SENI Oleh : Suyadi*

    Abstrak

    Perwujudan rasa syukur manusia pada Tuhan sebagai Sang Pencipta, diekspresikan melalui berbagai cara baik secara agama atau pada aliran kepercayaan. Tidak lepas juga dalam hal berkesenian para kreator mengekspresikannya dalam berbagai media melalui syair pada musik, gerak pada tari atau coretan kanvas pada seni rupa dan sebagainya. Sikap tersebut menunjukkan kesadaran manusia bahwa ada kekuatan adi kodrtati di luar manusia. Nilai religius sebagai perwujudan sifat kesolehan mampu memberikan inspirasi dari para pelaku seni untuk berekspresi tentu saja hal ini juga sebagai perwujudan dalam sikap kehidupan sehari-harinya. Dalam media visual pada saat ini banyak dihiasi dengan drama-drama religius yang menunjukkan betapa besar kesadaran manusia akan kebaikan yang selalu mampu melumpuhkan pada tindakan kejahatan. Gambaran ini sebagai pesan verbal (art verbal) untuk dijadikan pandangan bagaimana manusia berperilaku untuk hidup bersama dalam kelompok sosial.

    Kata kunci: Religi, Cipta dan Seni

    Pendahuluan

    Sebelum banyak berbicara pada persoalan nilai religiositas dalam

    berkesenian ada baiknya perlu disampaikan arti dari kata kunci (key words) dalam

    tulisan ini. Religiositas berasal dari kata religi yang mempunyai arti kepercayaan

    terhadap Tuhan, yaitu kepercayaan akan adanya kekuatan adi kodrati di atas

    manusia. Sedangkan religiositas mempunyai maksud menunjukkan sifat kesolehan

    atau pengabdian terhadap agama (Hasan,2001:943-944). Pengertian agama

    merupakan suatu ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan)

    dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang

    * Dosen STKW Surabaya

  • berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta lingkungannya

    (Hasan, 2001:12). Istilah penciptaan berasal dari kata cipta yang mempunyai arti

    suatu kemampuan pikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru, atau angan-angan

    kreatif, dan penciptaan merupakan bentuk dari proses perbuatan menciptakan. Kata

    kunci yang ketiga yaitu seni, dalam hal ini penulis mengambil definisi dari Susanne

    K. Langer, Philosophical Sketches, 1964, p. 74., yang dikutip oleh The Liang Gie

    (1996:14) adalah sebagai berikut:

    Any activity thus designedn to transform natural material into objects are useful or beautiful, or both, is arts. The product of this orderly intervention of the human hand and spirit is a work of art. (Sesuatu kegiatan yang demikian dirancang untuk mengubah bahan alami menjadi benda-benda yang berguna atau indah, ataupun kedua-duanya, adalah seni. Hasil campur tangan manusia dan roh manusia yang teratur ini adalah karya seni).

    Definisi ini menunjukkan dua pengertian yang tidak terpisahkan yaitu seni dan karya

    manusia artinya seni merupakan suatu bentuk kegiatan yang bersumber pada bahan

    alami yang diproses menjadi benda-benda yang dapat berfungsi atau indah

    (menyenangkan) sedangkan yang dimaksud dengan karya seni adalah hasil dari

    proses campur tangan dan roh manusia yang teratur. Pemaknaan dari sebuah karya

    seni yang bersumberkan pada benda-benda bersifat alami akan tergantung dari

    pengalaman estetik dari si pengamat (interpetatifi). Ketika seorang rupawan

    memandang seonggok batu karang di tepi laut dan hamparan pasir yang luas akan

    memberikan makna sesuai dengan pengalamannya. Penari atau pemusik akan lain

    lagi dalam gaya mengekpresikannya, mereka saling menunjukkan karakternya

    sebagai ciri-ciri tertentu yang dimilikinya. Mereka akan mengeksplorasi, menghayati

    dan merespon sesuai dengan pengalaman estetiknya sendiri-sendiri.

    Mengacu pada ungkapan Soedarso, Sp (1990:5) dalam kesimpulan

    sementara tentang pengertian seni (kesimpulan berdasarkan dari beberapa definisi

    seni yang telah ada), yaitu:

  • Seni adalah hasil karya manusia yang mengkomunikasikan pengalaman-pengalaman batinnya, pengalaman batin tersebut disajikan secara indah dan menarik sehingga memberikan atau merangsang timbulnya pengalaman batin pula kepada manusia lain yang menghayatinya. Kelahirannya tidak didorong oleh hasrat untuk memenuhi kebutuhan yang pokok, melainkan merupakan usaha untuk melengkapi dan menyempurnakan derajat kemanusiannya, memenuhi yang spiritual sifatnya.

    Berdasar kesimpulan di atas bagaimana seorang seniman (kreator) dalam

    mengekspresikan pengalaman batinnya kedalam sebuah karya seni dan

    bagaimanakah aspek rangsangan yang timbul menurut pengalaman batin bagi

    orang yang menikmatinya. Selanjutnya pengertian seni yang kelahirannya bukan

    sebagai benda untuk memenuhi kebutuhan pokok, menimbulkan persepsi bahwa

    seni adalah sesuatu yang tidak penting.

    Dalam kehidupan kelompok manusia primitif seluruh aktifitas hidupnya

    semata-mata cenderung untuk memenuhi kebutuhan pokok. Makin jauh mereka

    terbebas dari usaha mempertahankan hidupnya, semakin terasakan kebutuhan

    mereka akan seni. Sedangkan manusia modern tidak lepas dari seni, demi derajat

    kemanusiaan yang lebih berbudaya.

    Keterkaitan definisi tersebut dengan tema penulisan ini adalah menunjukkan

    bahwa dalam penciptaan karya seni seorang seniman mempunyai sumber inspirasi

    dari situasi alam dan lingkungan. Di mana lingkungan mempunyai peran dalam

    membangun inspirasi untuk mengembangkan kreatifitas bagi seniman (kreator

    seni). Utamanya pada lingkungan yang mempengaruhi sikap dan perilaku manusia

    hubungannya dengan nilai religi. Jadi pembicaraan ini lebih memfokuskan pada

    persoalan penciptaan karya seni yang bersumber pada sifat religius (bersifat

    keagamaan atau yang bersangkutan dengan persoalan religi).

    Antara Seni dan Religi

    Seni dan religi merupakan dua permasalahan yang selalu berdampingan

    barangkali susah untuk dipisahkan, bahkan telah berabad-abad lamanya

    menunjukkan betapa kuatnya hubungan erat antara seni dan religi (Read, 2003:39).

    Pandangan Read antara seni dan religi itu muncul secara bersama-sama dan

    timbulnya jurang pemisah di antara keduanya setelah masa Renaisance dengan

  • ditemukannya seni yang bebas merdeka dan bersifat individualistis dan seni lebih

    diutamakan untuk mengekspresikan pribadi si seniman. Akan tetapi Read (2000:40)

    memberikan pernyataan bahwa:

    Di saat lain terasa sebagai seolah-olah tidak ada seni sama sekali, dan akhirnya kita mulai berpikir bahwa tidak ada seni yang besar atau periode seni yang besar tanpa adanya hubungan yang rapat antara seni dan religi. Bahkan pada saat seniman-seniman besar telah menciptakan seninya yang jelas terlepas dari kepercayaan religius manapun juga, makin teliti kita mengamati kehidupan mereka, makin terasa bahwa kita menangkap kehadiran apa yang dapat kita sebut sebagai kesadaran religius.

    Hubungan seni dan religi secara sederhana nampak pada perilaku

    kehidupan manusia yang sadar akan lingkungannyaa di mana manusia itu berada

    akan menyesuaikan dirinya sesuai dengan alam yang mereka tempati. Sesuai sifat

    manusia sebagai manusia ciptaan Tuhan, hidup bersama dengan makhluk yang

    lainnya serta lingkungannya. Untuk melacak hubungan yang demikian ini seperti

    dikatakan Drijarkara (1961) kita diarahkan untuk melihat kembali pada beberapa

    peninggalan dari nenek moyang yang berupa barang-barang seni, seperti candi-

    candi, wayang dan seni sastra. Dari beberapa peninggalan tersebut banyak

    mengisyaratkan kita akan adanya proses manusia terhadap alam, demikian juga

    dengan Sang Pencipta alam sehingga manusia mengekspresikannya dalam perilaku

    kehidupan sehari-hari.

    Perilaku suku-suku primitif ketika akan melakukan aktivitas berburu misalnya

    diawali dengan mengadakan upacara ritual untuk keselamatan dan mendapatkan

    buruannya hal ini dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

    Permohonan keselamatan tentunya ditujukan kepada dewa sebagai penguasa alam,

    hal ini menyadari bahwa ada kekuatan di atas kekuatan manusia itu sendiri. Prosesi

    penyembuhan ketika ada anggota keluarganya yang sakit, meskipun telah meramu

    dedauan sebagai obat namun dalam proses pengobatannya masih diperlukan

    perilaku ritual dengan harapan para dewa berkenan menyembuhkannya. Lantuan

    nyanyian yang berupa syair-syair merupakan media komunikasi dengan para Dewa

    sebagai sesuatu yang dianggap mempunyai kekuatan dan mampu menghantarkan

  • pada keinginannya. Demikian juga kebiasan dalam kehidupan petani, mereka

    mempercayai apa yang akan dilakukan ketika menghadapi musim pengerjaan

    sawah mulai dari awal sampai musim panen tiba bahkan sesudah panen. Tahap

    demi tahap dalam poengerjaan sawah disertai dengan perilaku ritual yang tujuannya

    untuk mendapatkan hasil yang baik serta keselamatan. Mulai dari membajak sawah,

    menanam benih padi telah diperhitungkan hari yang tepat dengan menghindari hari

    naas yaitu hari kematian bagi orang tuanya karena hari yang demikian ini dianggap

    hari yang kurang membawa keuntungan. Banyak hal yang dilakukan untuk

    mendapatkan hasil panen yang memuaskan. Kehadiran dewi Sri (dalam ceritera

    legenda) yang menjadi dewi padi diharapkan turun melalui upacara ritual

    membawa berkah senantiasa mendatangkan kesuburan bagi masyarakat petani.

    Dengan mewarisi kebiasaan-kebiasaan dari para pendahulunya, yang terkadang

    secara logika sangat sulit untuk diyakini tetapi itulah suatu keyakinan yang sudah

    melekat secara turun temurun. Meskipun lambat laun pemahan demikian ini akan

    mengalami pergeseran-pergeseran karena perkembangan pola pikir manusia yang

    telah juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran realistis. Selain itu telah

    munculnya hasil teknologi membawa dampak pada pemikiran praktis dan

    dimungkinkan untuk meninggalkan metode yang lama.

    Tradisi pelaksanaan upacara pada masyarakat digolongkan berdasarkan

    tujuannya, yaitu: 1) untuk menghormati nenek moyang, menghormati kematian,

    memperingati peristiwa tertentu; 2) untuk bersyukur; 3) untuk pengharapan suatu

    tertentu (terutama keselamatan dan keharmonisan kosmos) (Hermin, 1997:28).

    System yang berujud tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktian terhadap

    Tuhan, dewa-dewa, roh nenek moyang (makhluk halus), dan dalam usahanya

    berkomunikasi dengan subyek kebaktiannya selalu dikombinasikan dengan

    beberapa tindakan, seperti berdoa, bersesaji, berkorban, menari dan menyanyi,

    berseni drama suci, berpuasa, bersemedi, makan bersama, berprosesi dan

    sebagainya. Proses ritual biasanya berlangsung berulang-ulang, serta diadakan

    pada tempat-tempat yang memenuhi persyaratan. Peralatan seperti bunyi-bunyian

    diharapkan menjadi media komunikasi sakral dan pelaku upacara menggunakan

    busana yang memenuhi persyaratan pula (Koentjaraningrat, 1985:44).

  • Kehadiran kesenian itu tidak terlepas dari kehidupan manusia, di mana seni

    itu lahir karena manusia, seni tumbuh karena manusia, seni berkembang karena

    manusia dan bahkan seni itu mati karena manusia, sehingga kesenian itu melekat

    pada setiap kehidupan manusia. Seni menjadi kebutuhan untuk mengekspresikan

    pengalaman batinnya, sehingga dikatakan di mana ada manusia di situ ada

    kesenian (Drijarkara, 1998:8). Untuk melihat hubungan yang erat antara manusia

    dengan keindahan dapat melihat definisi seni yang dikutip The Liang Gie (1996:13)

    dari tulisan S. Graham Brade-Birks, Concise Encyclopedia of General Knowledge,

    1965, pp. 49-50, yaitu:

    Art, in wide sense, is the exercise of the mind to produce work pleasant to the spirit of man. It includes graphic amaginative expression of object (and thought about object) as in sculpture, painting and drawing. But imagination also find expression in the arts of music, drama, dancing, poerty and archiecture, and the list of subjects could extended. (Seni, dalam suatu makna luas, adalah penggunaan budi pikiran untuk menghasilakn karya yang menyenangkan bagi roh manusia. Ini meliputi pengungkapan khayali yang jelas mengenai benda-benda (atau pikiran tentang benda-benda) seperti dalam pahatan, lukisan dan gambar. Tetapi khayalan juga memperoleh pengungkapan dalam seni-seni musik, drama, tari, sajak dan arsitektur, dan daftar hal itu dapat diperpanjang).

    Brade-Birks melihat bahwa dalam membuat karya untuk menghasilkan

    produk keindahan lebih cenderung menggunakan budi pikiran. Kecenderungan

    karya ini lebih bersifat kerohanian untuk menyenangkan manusia, bentuk ungkapan

    ini terakomodir dalam benda-benda atau pikiran tentang benda-benda. Tetapi juga

    dalam bentuk lain yaitu dalam seni musik, drama, tari sajak dan arsitektur dan

    sebagainya.

    Kesenian dan religi mempunyai pengertian yang berbeda, kesenian lebih

    berbicara pada masalah pengalaman keindahan yang merupakan penjelmaan dari

    nilai estetik, ia ingin mewujudkan estetiknya dalam bentuk suara, arca, dan

    bahasa, (Drijarkara, 1985:5) dan sebagainya. Sehingga manusia terdorong untuk

    mempertahankannya dalam mencapai kebahagiaan seperti diungkapkan Drijarkara

    sebagai berikut:

  • Manusia ingin terus menikmati saat estetik itu, dia ingin terus menerus hidup dalam keluluhan dengan keindahan. Akan tetapi moment tetap moment, djadi melandjut, melampau. Akan tetapi manusia tidak mau melepaskanja. Maka dia mentjoba mempertahankannja untuk merasa bahagia. Sedangkan yang membedakan dengan religi atau agama dalam kehidupan

    manusia adalah terletak pada moral atau kesusilaan sebagai pandangan hidup

    manusia itu sendiri untuk menuju ke arah kesempurnaan yang diibaratkan seperti

    kuncup harus menjadi bunga. Seperti telah disampaikan di depan bahwa inti dari

    agama adalah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan

    kepada Tuhan serta tata kaidah yang berhubungan pergaulan manusia dengan

    manusia serta dengan lingkungannya. Agama apapun juga memberikan ajaran

    bagaimana manusia sesama manusia dapat hidup berdampingan secara harmonis,

    juga kepada makhluk lain demikian juga kecintaannya pada alam sekitarnya.

    Untuk menjaga keseimbangan antara estetik dan religi diperlukan adanya

    pendidikan baik pendidikan estetik ataupun pendidikan religi, karena dengan

    mengembangkan kepekaan estetik dikembangkan pula kepekaan terhadap gejala-

    gejala yang mengisyaratkan kehadiran Tuhan. Dalam mengungkapkan pengalaman

    religius manusia menangkap atau menggunakan lambang-lambang, misalnya

    bahasa dalam melantunkan kitab suci, sikap dan perilaku ketika menjalankan doa,

    bentuk dan dekorasi tempat ibadah dan sebagainya. Setiap orang yang peka

    terhadap bahasa lambang, maka setiap pengalaman dalam hidup sehari-hari dapat

    bermuara menjadi pengalaman religius, setip profan dapat menjadi peristiwa sakral

    (Hartoko, 1982:52). Kesadaran religius bagi setiap umat beragama nampak pada

    perilaku dalam menjalankan kehidupannya misalkan bagaimana rutinitas seorang

    Kristiani selalu pergi ke gereja, umat Islam ke Masjid dan bagaimana perilaku umat

    Hindhu yang selalu datang ke kuil dan sebagainya.

    Kesadaran Religius dalam Penciptaan Karya Seni Begitu lekatnya antara hubungan religi dan seni maka dalam proses

    penciptaan seni tidak mengherankan apabila religiositas sangat berpengaruh pada

  • proses berkesenian. Penciptaan seni merupakan perbuatan dalam menghasilkan

    karya seni melalui proses.

    Penulis sependapat dengan pernyataan read (2000:42) untuk meyakinkan

    manakah kesenian yang religius dengan individualistis ataupun non religius. Sebab

    lambat atau cepat masyarakat akan menghakimi seni, oleh karenanya tergantung

    sejauh mana para seniman mampu merangsang perasaan orang banyak. Bagi yang

    ingin memisahkan antara seni dan religi tentu saja seniman dalam karyanya harus

    mampu merangsang perasaan masyarakat sehingga memberikan keyakinan tentang

    penilaian pada seni non-religius.

    Penciptaan karya seni merupakan proses seniman atau masyarakat kreator

    dalam menciptakan kekaryaannya sebagai ungkapan perasaan estetiknya.

    Dorongan proses kekaryaan ini bisa datangnya dari diri sendiri (hati nurani) atau

    mungkin karena orang lain. Dorongan karya seni yang datangnya dari luar

    (pesanan) seniman tidak lagi mampu berekspresi secara total karena harus

    mempertimbangkan dari kepentingan orang lain (pemesan) misalnya untuk iringan

    tari, wayang, teater, prosesi upacara, festival dan sebagianya. Pemesan itu bisa

    datang dari perseorangan, instansi, kelompok masyarakat atau yang lainnya. Dalam

    hal ini seniman bisa berangkat karena profid bukan karena naluri kesenimanannya.

    Bagi seseorang yang khusuk dalam menjalankan ibadahnya atau sesuai

    dengan kehidupan sehari-harinya maka agama akan selalu melatarbelakangi setiap

    kekaryaannya. Dalam proses mencipta seniman dapat berangkat dari barang yang

    sudah ada misalnya dengan revitalisasi yaitu sesuatu usaha untuk menghidupkan

    kembali sesuatu yang eksistensinya masih berarti dalam kehidupan masyarakatnya

    untuk dijaga dan dikembangkan (Soedarso Sp. 2002:3). Kepentingan semacam ini

    lebih sering dimanfaatkan atau dikaitkan pada kepentingan-kepentingan tertentu

    misalnya peningkatan sektor pariwisata, pengembangan potensi seni daerah atau

    dalam rangka ... dan sebagainya yang hubungannya dengan performent arts.

    Bentuk pengembangan seni pertunjukan dikemas sedemikian rupa sebagai suatu

    pertunjukan yang singkat padat dan penuh variasi (Soedarsono, 1986:9) yang

    kemudian dikenal dengan budaya miniatur.

  • Sebagai karya seni yang lain yaitu adanya proses pemadatan atau ringkasan

    pada seni pertunjukan hal ini dilakukan dengan menghilangkan pada sebagian

    komposisi tanpa mengubah makna dalam seni pertunjukan tersebut. Upaya

    pengemasan ini juga disebut sebagai upaya untuk pemadatan atau peringkasan,

    terutama yang berkaitan dengan rasionalisasi bentuk seni pertunjukan, dengan

    menghilangkan pada bagian isi yang dirasa tidak menambah kekuatan ungkap tetapi

    bertujuan untuk memenuhi kebutuhan publik yang tidak mempunyai banyak waktu

    (Mardimin Johanes, 1994:104). Dalam kekaryaan seniman memberikan makna

    melalui nama atau judul karya seni, pada seni karawitan banyak nama-nama

    gending yang mempunyai makna dari gending (nama sebuah komposisi lagu pada

    karawitan), selain nama gending makna juga dapat terkandung dalam syair lagu.

    Dalam bentuk pergelaran ataupun latihan pada seni karawitan selalu diawali dengan

    membunyikan gending ladrang Sriwilujeng ada yang menyebut ladrang Slamet,

    kedua-duanya secara harafiah mempunyai arti keselamatan. Gending tersebut

    bukan hanya sebagai peristiwa musikal tetapi juga sebagai media dalam

    mentransformasikan gending menjadi ucapan selamat datang kepada para tamu

    ataupun pada teman sesama pemain dan juga pengganti doa (Santosa, 2003:127)

    kepada Tuhan, agar selama pergelaran atau latihan selalu mendapatkan

    keselamatan.

    Pandangan bagi masyarakat Jawa khususnya petani menurut

    Koentjaraningrat dalam bukunya Javanese Culture, Institute of Southeast Asia

    Sudies Oxford University Press, 1985 yang dikutip oleh Santosa, kesadaran akan

    adanya Tuhan sangat kuat, dalam setiap akan memulai suatu pekerjaan mereka

    mengucapkan bismillah (atas nama Allah). Pengrawit yang juga mempunyai

    pandangan tersebut karena didorong oleh kebiasaan yang didapat dari

    komunitasnya juga melakukan tindakan serupa sebelum melakukan pertunjukan.

    Ladrang Wilujeng yang digunakan sebagai pembuka dalam pertunjukan merupakan

    ungkapan estetis sebagai awal dalam melakukan aktivitasnya.

    Demikian juga ketika selesai pertunjukan mereka menutup sajian dengan

    gending Ayak Pamungkas (artinya sebagai gending penutup). Disajikannya gending

    ini untuk menutup dari keseluruhan penyajian dari awal sampai akhir. Makna yang

  • terkandung dalam gending Ayak Pamungkas dapat dilihat dari ungkapan syair yang

    ada pada gending tersebut seperti di bawah ini:

    Dhuh Allah mugi-mugi keparenga paring rahmat, Dhuh Allah lestaria, Indonesia merdeka, Wasana wosing pangidung. Tarlen amung memuji, Mugi bangsa Indonesia sepuh anem, kakung putri Tansah manunggal gumolong gelenging kapti

    Artinya kurang lebih demikian:

    Ya, Allah, semoga berkenan memberikan rahmat-Nya Ya, Allah, lestarilah Indonesia tetap merdeka, Akhirnya inti dari nyanyian tidak lupa hanya berdoa Semoga bangsa Indonesia, tua muda laki perempuan Selalu bersatu pada dalam mewujudkan persatuan dan menyatukan kehendak.

    Makna yang tersurat dalam sair tersebut selain menunjukkan hubungan yang

    kuat dengan Tuhan tetapi juga bagaimana hubungannya dengan sesama manusia

    dan negaranya. Melalui ungkapan estetikn dalam seni karawitan selalu

    mendekatkan dirinya dengan Tuhan dan melalui sajian gending, penonton atau

    pendengar setidaknya telah dibawa untuk mendapatkan makna dan

    mengaktualisasikan imaginasinya ke sebuah perilaku kehidupan manusia. Ketika

    penonton paham nama gending maka mereka bisa menghubungkan makna nama

    dengan elemen gending, pengalaman sosial dan religius sehingga mereka

    mendapatkan makna yang nyata (Santosa, 2003:133).

    Bentuk kesenian yang lain juga tidak terlepas dari nuansa religius yaitu seni

    Dolalak yang hidup dan berkembang di wilayah Jawa Tengah tepatnya di Kabupaten

    Purwarejo. Kesenian ini merupakan ciptaan seniman dalam bentuk seni tari

    kelompok yang bernafaskan agama Islam. Pada awalnya kesenian Dolalak

    merupakan cerminan dari masyarakat pendukungnya sebagai hiburan yang

    disajikan berupa syukur kepada Sang Pencipta semesta, sedangkan eventnya

    disesuaikan dengan siklus kehidupan manusia seperti kelahiran, khitanan dan

    perkawinan. Juga berfungsi sebagai hiburan pada acara-acara ritual bersih desa

    atau saat upacara penyembuhan penyakit. Secara musikal menampakan nafas

  • Islam terletak pada tekstur lagui yang dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu lagu

    upacara dan lagu hiburan. Pada lagu upacara diawali dengan lagu pembuka yang

    khusus vokal tanpa iringan dan dinyanyikan oleh pemusik dan penari secara

    bersama-sama. Lagu puncak disebut dengan srokal yang berasal dari kata asrokal

    badru alaina artinya telah lama muncul purnama bagi kita dan yang dimaksud

    purnama adalah Nabi Muhamad SAW., (Nanik, 2003: 78-79).

    Contoh syair untuk lagu upacara dengan menggunakan bahasa Arab yang diambil

    dari kitab Barjanji.

    Syair lagu pambuka: Asslam mungala, Assalam mungalim Laekaya zainal ambiya Artinya: keselamatan atasmu hai penghias Nabi. Syair lagu pada pertengahan pertunjukan (Srokal abu Besar) Allah aleku besar Salam ngalika, Ya Rosul salam ngalika, Alaika abubesar Syair lagu penutup (koliyal Dale) Koliyal dale lam kaherobil, Lam kahe robil Allah ya Maulana. Untuk lagu-lagu hiburan contoh (dalam bahasa Arab): Bangilun hean 2x Angub angub ilatun 2x Alimustofa, Hea an ala mursalim Dalam bahasa Indonesia dan jawa: Ikan cucut jalan dilaut 2x Kena ombak bergoyang buntut2x Andeng-andeng di atas mulut2x Jangan mandeng nanti kepencut 2x (Nanik, 2003:78-79).

  • Bentuk kesenian yang bernuansa Islam lainnya adalah bentuk kesenian

    Kobra Siswa artinya kobra dari bahasa Arab artinya besar (Khobirun yang

    mengandung arti kebesaran Tuhan), siswa berarti murid selanjutnya Kobrasiswa

    diartikan murid-murid Tuhan. Syair dari lagu-lagu Kobrasiswa bersumber pada ayat-

    ayat suci Al Quran juga pada Hadis Nabi yang penciptaannya berisikan nilai-nilai

    ajaran bagi umat Islam. Kelahiran kobrasiswa merupakan pengembangan dari

    Sholawatan, dan yang membedakannya adalah pada isi syairnya. Dalam

    Kobrasiswa berisikan ajaran-ajaran umat Islam sedangkan dalam Sholawatan

    mengkisahkan riwayat kelahiran Nabi Muhamad SAW.

    Penulis menyadari bahwa masih banyak lagi bentuk kesenian di berbagai

    daerah yang ide penciptaannya bersumber pada kekuatan religius. Apabila kita

    akan membuat karya baru yang berangkat dari kekuatan religius tergantung sejauh

    mana kita bisa memberikan rangsangan kepada masyarakat untuk memberikan

    penilaian. Seperti apa yang dikatakan Netll nahwa nilai kepercayaan serta

    keagamaan merupakan sumber imajinasi atau gagasan untuk menciptakan suatu

    bentuk kesenian. Lahirnya seni musik semula berfungsi sebagai bahasa khas juga

    berfungsi sebagai alat komunikasi dengan alam supernatural (Netll, 1956:7).

    Kesimpulan Hubungan seni dan religi merupakan satu kesatuan dari dua unsur yang

    susah untuk dicari jurang pemisahnya. Meskipun pada masa renaisance telah

    muncul gejala pemisahan namun kesadaran religius selalu tetap mewarnai dalam

    kehidupan manusia. Sebab manusia mempunyai kesadaran akan adi kodrati yang

    tidak dapat dielakkan. Kesenian yang bersifat religi itu akan muncul tergantung dari

    diri seniman itu berada dan seberapa kekuatan atau pengalaman religi yang ada

    pada seniman atau masyarakat kreator itu sendiri.

    Barangkali seorang ulama akan berkarya seni secara spontan akan didasari

    oleh sifat agama yang dianutnya, demikian juga kesenian yang lahir dari pondok

    pesantren akan juga memperlihatkan ciri-ciri ke Islam- annya. Hal ini juga dapat

    berlaku dalam setiap kelompok masyarakat apapun. Lingkungan msyarakatlah yang

    akan membentuk dan mewarnai dari budaya lokal sebagai kekuatan estetik.

  • Sifat religius merupakan sikap penyerahan diri kepada Tuhan yang

    menciptakan alam seisinya, namun religius dapat dijadikan inspirasi dalam

    kekaryaan. Karya seni yang bersifat religi akan lebih mengutamakan bentuk nilai

    estetiknya sebagai perwujudan dari rasa penyerahan diri pada Tuhan.

    Daftar Pustaka

    Djelantik, A.A.M. 1990 Pengantar Dasar Ilmu Estetika: Estetika Instrumental.

    Denpasar : Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar

    _________________ 2001 Estetika : Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni

    Pertunjukan Indonesia

    Hartoko, Dick 1984 Manusia dan Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius

    Drijarkara, S.J.,

    1961 Kesenian dan Religi, diucapkan pada Upacara Dies Natalis XII Akademi Seni Rupa Indonesia di yogyakarta, tanggal 16 Desember 1961.

    _____________,

    1989 Dreijarkara Tentang Kebudayaan. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

    Hasan, ALwi., et.al., 2001 Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa

    Departemen Pendidikan Nasional, balai Pustaka.

    Hermin Kusmayati, A.M., 1997 Aspek dan Makna Seni Pertunjukan Dalam Berbagai Rokat

    di bangkalan Madura laporan Penelitian untuk Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Bandung: MSPI.

    Koentjaraningrat, (ed.),

    1985 Ritus Peralihan di Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

    Mardimin, Johanes (ed)., 1994 Jangan Tangisi Tradisi: Transformasi Budaya Nebuju

    Masyarakat Modern. Yogyakarta: Kanisius.

  • Nanik Sri Prihantini

    2003 Dolalak: Kesenian Rakyat Unggulan Kabupaten Purwarejo, Jawa Tengah, STSI Denpasar: dalam jurnal Seni Budaya Mudara Volume 11 No. 1 Januari 2003.

    Netll, Bruno.

    1956 Music in Primitif Culture. Cambridge: Harvard University Press.

    Read, Herbert. 2000 Seni: Arti dan Problematika. Terjemahan Soedarso, Sp.,

    Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Santosa

    2003 Even, dan Imaginasi Dalam Pertunjukan Gamelan, STSI Denpasar: dalam jurnal Seni Budaya Mudara Volume 11 No. 1 Januari 2003.

    Soedarso, Sp., 1990 Tijauan Seni:sebuah Pengantar Untuk Apresiasi Seni.

    Yogyakarta: Saku Dayar Sana

    _________________ 2002 Merivitalisasi Seni Kriya Tradisi Menuju aspirasi dan

    Kebutuhan Masyarakat Maa Kini dengan Prioritas Daerah Beyond The Sea makalah disampaikan pada Seminar International Seni Rupa, di Kampus PPs ISI Yogyakarta, 21-22 September 2002.

    Soedarsono 1986 Dampal Pariwisata terhadap Perkembangan Seni di

    Indonesia, pidato ilmiah pada Dies Natalis II ISI Yogyakarata 26 Juli 1986, BP ISI Yogyakarta.

    The Liang Gie 1986 Filsafat Seni: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: PUBIB

  • Biodata Penulis: Suyadi, M.Sn. Lahir di Bantul, Yogyakarta 25 Agustus 1965 menyelesaikan studi SI di ISI Yogyakarta 1993 pada program studi Etnomusikologi, S2 Program Pascasarjana ISI Yogyakarta selesai tahun 2004 dengan Minat utama Pengkajian Musik Nusantara. Mulai tahun 1994 sebagai pengajar pada Jurusan Karawitan di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya. Aktif mengikuti seminar bertaraf Nasional dan Internasional dan banyak terlibat dalam penelitian bidang seni.