9
KARAKTERISTIK HEMATOLOGI PRA-TRANSFUSI PADA PENDERITA TALASEMIA β MAYOR SEBELUM TRANSFUSI DI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSMH PALEMBANG Achmad Fitrah Khalid Program Studi Pendidikan Dokter Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Latar Belakang: Sumatera Selatan tercatat sebagai provinsi ketiga di Indonesia untuk penderita talasemia terbanyak. Parameter hematologi, terutama Hb, merupakan hal yang perlu dilakukan sebelum proses transfusi, baik untuk diagnosis ataupun tatalaksana. Tujuan: Mendapatkan karakteristik hematologi pra-transfusi pada penderita talasemia β mayor yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Januari 2012 – 31 Desember 2012. Metode: Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif desain potong lintang. Hasil: Pada penelitian ini tercatat 73 pasien yang melakukan pemeriksaan hematologi pra-transfusi. Kelompok usia 6-10 tahun memiliki frekuensi terbanyak yaitu 28 orang (38.3%). Tercatat 37 orang (50.7%) pasien berjenis kelamin perempuan. Pada pemeriksaan hematologi pra-transfusi, rerata kadar hemoglobin adalah 6.23 ± 1.54 g/dL. Kadar hematokrit rendah dengan kisaran 7.5 – 29.7% dengan nilai tengah 20.0%. Rerata hitung RBC adalah 2.59 ± 0.58 x 10 6 /mm 3 . Nilai MCV berkisar antara 58-93 fL dengan nilai tengah 76 fL. Nilai MCH berkisar antara 16-29 dengan nilai tengah 24 pg. Nilai MCHC berkisar antara 23-42.7 g/dL dengan nilai tengah 32 g/dL. Kadar RDW tidak dapat dianalisis akibat kekurangan data. Kesimpulan: Pada pemeriksaan hematologi pra-transfusi, ditemukan hasil yang rendah untuk semua hasil pemeriksaan. Kata Kunci: Talasemia β mayor, karakteristik hematologi, pra-transfusi 1. Pendahuluan Haemoglobinopati dan talasemia merupakan kelainan gen tunggal (single gene disorder) paling banyak jenis dan

Artikel

  • Upload
    snowers

  • View
    42

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penelitian

Citation preview

Page 1: Artikel

KARAKTERISTIK HEMATOLOGI PRA-TRANSFUSI PADA PENDERITA TALASEMIA β MAYOR SEBELUM TRANSFUSI DI

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSMH PALEMBANG

Achmad Fitrah Khalid

Program Studi Pendidikan Dokter Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Latar Belakang: Sumatera Selatan tercatat sebagai provinsi ketiga di Indonesia untuk penderita talasemia terbanyak. Parameter hematologi, terutama Hb, merupakan hal yang perlu dilakukan sebelum proses transfusi, baik untuk diagnosis ataupun tatalaksana.Tujuan: Mendapatkan karakteristik hematologi pra-transfusi pada penderita talasemia β mayor yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Januari 2012 – 31 Desember 2012.Metode: Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif desain potong lintang.Hasil: Pada penelitian ini tercatat 73 pasien yang melakukan pemeriksaan hematologi pra-transfusi. Kelompok usia 6-10 tahun memiliki frekuensi terbanyak yaitu 28 orang (38.3%). Tercatat 37 orang (50.7%) pasien berjenis kelamin perempuan. Pada pemeriksaan hematologi pra-transfusi, rerata kadar hemoglobin adalah 6.23 ± 1.54 g/dL. Kadar hematokrit rendah dengan kisaran 7.5 – 29.7% dengan nilai tengah 20.0%. Rerata hitung RBC adalah 2.59 ± 0.58 x 106 /mm3. Nilai MCV berkisar antara 58-93 fL dengan nilai tengah 76 fL. Nilai MCH berkisar antara 16-29 dengan nilai tengah 24 pg. Nilai MCHC berkisar antara 23-42.7 g/dL dengan nilai tengah 32 g/dL. Kadar RDW tidak dapat dianalisis akibat kekurangan data.Kesimpulan: Pada pemeriksaan hematologi pra-transfusi, ditemukan hasil yang rendah untuk semua hasil pemeriksaan.

Kata Kunci: Talasemia β mayor, karakteristik hematologi, pra-transfusi

1. Pendahuluan

Haemoglobinopati dan talasemia merupakan kelainan gen tunggal (single gene disorder) paling banyak jenis dan frekuensinya di dunia. Penyebaran penyakit ini dimulai dari mediterania, Timur Tengah, Anak Benua (sub-continent) India dan Burma, serta di daerah sepanjang garis antara Cina bagian selatan, Thailand, semenanjung Malaysia, kepulauan Pasifik dan Indonesia.1 Tercatat 2,515% prevalensi talasemia pada daerah tersebut dengan lebih dari 60 sindrom talasemia yang berbeda.2,3 World Health Organization (WHO) pada tahun 1994 menyatakan bahwa tidak kurang dari 250 juta penduduk dunia atau sekitar 4,5% dari total penduduk dunia merupakan pembawa sifat (bentuk heterozigot), dan meningkat menjadi 7% pada tahun 2001.4 Tercatat 80-90 juta orang dari data

tersebut adalah pembawa sifat talasemia-, sisanya adalah pembawa sifat talasemia dan pembawa sifat hemoglobin varian seperti HbE, HbS, dan lain-lain.

Di Indonesia, talasemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak ditemukan. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) pada tahun 2007, tercatat prevalensi nasional talasemia adalah 0,1 %. Daerah-daerah yang memiliki prevalensi tinggi talasemia adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (13,4%), DKI Jakarta (12,3%), Sumatera Selatan (5,4%), Gorontalo (3,1%), dan Kepulauan Riau (3%).5 Angka pembawa sifat talasemia- di Indonesia mencapai 3-10%, thalasemia- 1,2-11% dan HbE mencapai 1,5-36%.6 Berdasarkan data tersebut dan memperhitungkan angka kelahiran serta jumlah penduduk Indonesia saat ini, diperkirakan

Page 2: Artikel

akan lahir sekitar 2.500 anak dengan talasemia mayor setiap tahun.7

Talasemia β merupakan penyakit yang diakibatkan oleh rusak atau hilangnya rantai β globin akibat defek genetik pada kromosom 16. Berkurangnya sintesis dari globin berakibat pada formasi dari HbA yang tidak adekuat, mengakibatkan konsentrasi Hb (MCHC) per sel menurun, dan sel terlihat hypocromic atau pucat. Efek yang paling membahayakan dari kurangnya sintesis globin adalah jumlah rantai yang berlebih. Rantai yang tidak berpasangan dengan rantai akan berpresipitasi di dalam sel darah merah. Hal tersebut dapat memberikan kerusakan pada dinding sel, menurunkan plasitisitas dari sel darah merah, dan membuat sel darah merah mudah dihancurkan oleh sistem imun. Terjadi penghancuran sel erithroblast di dalam sumsum tulang akibat dari tidak stabilnya dinding sel. Destruksi sel darah merah intramedullar (ineffective erythropoesis) dapat menyebabkan penyerapan besi meningkat yang berujung pada peningkatan kadar besi dalam tubuh penderita.8

Pemeriksaan hematologi merupakan hal penting untuk mendiagnosis talasemia. Pada kadar Hb biasanya ditemukan rendah bahkan bisa mencapai 3 atau 4 g/dL. Eritrosit hipokrom, sangat poikilositosis, termasuk sel target, sel teardrop, dan eliptosit. Pada darah tepi ditemukan banyak sel eritrosit berinti. Nilai MCV cenderung rendah antara 50-60 fL. Hitung retikulosit berkisar antara 1%-8%, Elektroforesis Hb menunjukkan peningkatan HbF, sedikit peningkatan HbA2, dan menurun atau tidak ditemukannya HbA.9 Penatalaksanaan untuk talasemia mayor yang paling penting adalah transfusi darah yang teratur sebanyak 2-3 unit Packed Red Cell (PRC) tiap 4-6 minggu. Transfusi dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin diatas 10 g/dL setiap saat, mencegah pembesaran hati dan limpa, dan mencegah hiperplasia sumsum tulang.

Parameter hematologi, terutama Hb, bisa menentukan jumlah atau volume darah yang akan ditransfusikan. Hal itu perlu dilakukan karena jika volume darah yang ditransfusikan melebihi dosis masksimal, maka bisa terjadi penumpukan besi yang berlebih dan dapat berbahaya. Sebuah studi dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menunjukkan bahwa kadar Hb pra-transfusi berkisar antara 4,4–8,6 g/dL dengan rata-rata 6,2 g/dL membutuhkan jumlah darah 357,2 mL/kgBB/tahun dengan frekuensi transfusi darah rata-rata 15 kali per tahun dengan kisaran 6–24 kali per tahun.10

2. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Waktu dan tempat penelitian ini berlangsung dimulai dari bulan Juni 2013 – November 2013 di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH. Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah pasien penderita talasemia β mayor yang melakukan pemeriksaan hematologi pra-transfusi periode 1 Januari 2013 – 31 Desember 2013 yang memenuhi kriteria, yaitu sebanyak 73 orang. Data yang akan diambil mencakup karakteristik demografi (usia dan jenis kelamin) dan karakteristik hematologi (Hb, Ht, RBC, MCV, MCH, MCHC, RDW).

3. Hasil

3.1. Usia

Tabel 4.1. Distribusi Pasien Talasemia β Mayor yang Menjalani Transfusi Berdasarkan Kelompok Umur (n=73)

Usia (Tahun) Jumlah Persentase (%)0-5 Tahun 23 31.56-10 Tahun 28 38.311-15 Tahun 14 19.216-20 Tahun 5 6.9>20 Tahun 3 4.1

Usia penderita talasemia β mayor yang melakukan transfusi di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Januari 2012-31 Desember 2012 berkisar dari 4 bulan- 26 tahun, mayoritas pasien menderita anemia sejak usia <1 tahun. Jumlah pasien terbanyak berada di kelompok umur 6-10 tahun sebanyak 28 orang (38.3%).

3.2. Jenis Kelamin

Tabel 4.2. Distribusi Pasien Talasemia β yang Menjalani Transfusi Berdasarkan Jenis Kelamin (n= 73)

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)Laki-Laki 36 49.3Perempuan 37 50.7

Page 3: Artikel

Pada penelitian ini tercatat jumlah pasien berjenis

kelamin perempuan adalah 37 orang (50.7%), sedikit

lebih banyak dari pasien berjenis kelamin laki-laki

yaitu sebanyak 36 orang (49.3%).

3.3. Karakteristik Hematologi

Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Hematologi Pasien Sebelum Transfusi pada Penderita Talasemia β Mayor

Pemeriksaan Hematologi HasilHemoglobin (Hb) 6.23 ± 1.54 g/dL*Hematokrit (Ht) 20.0 (7.5 – 29.7) %**

RBC 2.59 ± 0.58 x 106 /mm3 *MCV 76 (58 – 93) fL**MCH 24 (16 – 29) pg**

MCHC 32 (23 – 42.7) g/dL**RDW Tidak dapat dianalisis

*Data terdistribusi normal (Mean ± SD)**Data tidak terdistribusi normal [Median (Minimum-Maximum)]

Pada pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, dan hitung RBC, tercatat seluruh pasien (73 orang) memiliki hasil yang rendah. Kadar hemoglobin yang didapat berkisar antara 3.2 – 9.0 g/dL. Kadar hematokrit berkisar antara 7.5% - 29.7%. Hitung RBC berkisar antara 1.21 – 4.25 x 106 /mm3.Pada hasil pemeriksaan MCV, tercatat 57 orang (78.1%) mempunyai eritrosit mikrositik, sedangkan 16 orang (21.9%) lainnya memiliki nilai MCV yang normal. Pada pemeriksaan MCH, tercatat 50 orang (68.5%) memiliki nilai MCH yang rendah, sedangkan 23 orang (31.5%) memiliki nilai MCH normal. Hasil yang berbeda ditemukan pada pemeriksaan MCHC, tercatat 38 orang (52%) memiliki nilai MCHC yang normal, sedangkan 35 orang (48%) lainnya memiliki nilai MCHC yang rendah.

Pada penelitian ini, nilai RDW tidak dapat dianalisis karena kurangnya data mengenai variabel tersebut, tercatat hanya 2 dari 73 data yang bisa didapat.

4. Pembahasan dan Kesimpulan

4.1. Usia

Berdasarkan data yang didapat, tercatat jumlah pasien yang melakukan transfusi paling banyak ada di kelompok usia 6-10 tahun sebanyak 28 orang

(38.3%), diikuti oleh kelompok usia 0-5 tahun sebanyak 23 orang (31.5%). Usia pasien yang paling muda adalah 4 bulan dan mayoritas pasien sudah menderita anemia sejak usia dibawah 1 tahun. Hasil ini memperkuat hasil penelitian Danjou yang menyatakan bahwa pasien dengan talasemia mayor akan mendatangi pusat kesehatan dalam dua tahun pertama setelah kelahiran.11 Pada penderita talasemia β, terdapat defek pada produksi rantai β. Menurunnya produksi rantai β menyebabkan rantai α yang tidak berpasangan berpresitipasi. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala-gejala anemia. Gejala anemia pada penderita talasemia β mayor terjadi pada usia dibawah 1 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia 3-6 bulan, terjadi pergantian produksi dari rantai γ ke rantai β. Untuk mempertahankan nilai hemoglobin, diperlukan proses transfusi. 12

Hasil tersebut serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mehdi yang mendapatkan rerata usia 6.8 ± 3.7 tahun dari 450 pasien anak yang menderita talasemia.13

4.2. Jenis Kelamin

Berdasarkan data yang didapat, tercatat 37 pasien (50.7%) berjenis kelamin perempuan, dan 36 pasien (49.3%) berjenis kelamin laki-laki. Hampir tidak ada perbedaan dari jenis kelamin. Hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Dipal yang menemukan bahwa 5.385 orang (57%) dari 9.447 pasien talasemia berjenis kelamin laki-laki.14

Perbedaan hasil bisa terjadi akibat perbedaan jumlah sampel yang cukup besar, dan mengingat bahwa talasemia merupakan penyakit genetik yang tidak terikat jenis kelamin, maka perbedaan pada hasil ini sering ditemukan. Penelitian oleh Kamal juga menemukan bahwa dari 26 pasien yang melakukan transfusi secara rutin, 14 orang berjenis kelamin laki-laki dan 12 orang berjenis kelamin perempuan.36

4.3. Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin yang berhasil didapat berkisar 6.23 ± 1.54 g/dL. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Mehdi yang mendapatkan kisaran 6.69 ± 0.64 g/dL pada 59 orang pasien anak penderita talasemia β mayor.13 Hal tersebut terjadi karena berkurangnya sintesis rantai β yang menyebabkan sel darah merah menjadi lebih rapuh dan mudah rusak akibat presipitasi dari rantai α yang tidak berpasangan.8

Page 4: Artikel

Hasil yang tidak jauh berbeda didapat pada penelitian di RSCM Jakarta yang dilakukan oleh Wirawan yang mendapatkan kadar Hb pada kisaran 4.2 – 9.6 g/dL.16

4.4. Kadar Hematokrit (Ht)

Berdasarkan hasil yang didapat, tercatat kadar hematokrit rendah dengan kisaran 7.5 – 29.7 % dengan nilai tengah sebesar 20.0%. Hal tersebut terjadi karena pada pasien talasemia β mayor terjadi pemecahan sel-sel darah merah yang menyebabkan anemia. Pemecahan sel darah merah yang terus menerus akan menyebabkan persentase volume eritrosit dalam tubuh menurun. Hal tersebutlah yang akan menyebabkan turunnya nilai hematokrit pada pasien talasemia mayor.

Hasil yang serupa didapat pada penelitian yang dilakukan oleh Wirawan yang menemukan bahwa kadar Ht pada penderita talasemia mayor rendah. Penelitiannya mendapatkan kadar Ht berada pada kisaran 11 – 28%.16

4.5. Hitung RBC

Berdasarkan data yang didapat, tercatat hitung RBC yang rendah berkisar antara 2.59 ± 0.58 x 106/mm3. Hasil yang serupa didapat pada penelitian yang dilakukan oleh Wirawan di RSCM Jakarta yang mendapatkan rerata hitung RBC pada penderita pasien talasemia di bagian anak berkisar antara 1.54 – 3.95 x 106 /mm3. Hasil tersebut jauh lebih rendah dari penelitian Mehdi yang menemukan hitung RBC berada di kisaran 3.91 ± 0.9 x 106 /mm3 pada 59 anak yang menderita talasemia β mayor. Pada penelitiannya juga disebutkan bahwa pada talasemia mayor ditemukan hitung RBC yang paling rendah jika dibandingkan dengan talasemia minor.13

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa hitung RBC yang menurun disebabkan oleh pemecahan sel darah merah secara masif pada kasus talasemia β mayor akibat terganggunya sintesis rantai β yang menyebabkan sel darah merah menjadi lebih rapuh dan mudah rusak akibat presipitasi dari rantai α yang tidak berpasangan.

4.6. Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV)

Berdasarkan data yang didapat, tercatat 57 orang (78.1%) memiliki nilai MCV rendah (mikrositik), sedangkan 16 orang (21.9%) memiliki nilai MCV yang terhitung normal. Nilai MCV yang didapat pada

penelitian ini berkisar antara 58 – 93 fL dengan nilai tengah sebesar 76 fL. Hasil yang serupa didapat pada penelitian yang dilakukan oleh Mehdi yang mendapatkan kisaran nilai MCV sebesar 80.21 ± 5.11 fL dari 59 anak yang menderita talasemia mayor.13

Hasil tersebut telah membuktikan bahwa mikrositosis merupakan salah satu ciri khas dari talasemia mayor. Keadaan mikrositosis terjadi karena kekurangan elemen yang esensial pada proses sintesis hemoglobin yaitu rantai β akibat mutasi pada gen.37

Walaupun memiliki perbedaan jumlah sampel yang besar. Persentase hasil data yang serupa ditemukan pada penelitian Dipal yang menemukan bahwa dari 1.155 pasien penderita talasemia di India yang bersuku Dhodia Patel, 925 pasien (80%) memiliki nilai MCV yang rendah yakni berada di kisaran 69.8 ± 8.35 fL, sedangkan 228 pasien (19.7%) memiliki nilai MCV normal.14 Penelitian yang dilakukan Wirawan mendapatkan hasil serupa, dari 115 pasien yang menjadi sampel, tercatat rerata MCV berada di kisaran 62 – 88 fL.16

4.7. Nilai Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

Berdasarkan data yang didapat, tercatat 50 orang (68.5%) memiliki nilai MCH yang rendah, sedangkan 23 orang (31.5%) memiliki nilai MCH yang normal. Rerata nilai MCH yang didapat pada penelitian ini adalah 16-29 pg dengan nilai tengah sebesar 24 pg. Hasil penelitian memiliki perbedaan persentase yang cukup besar dengan penelitian Dipal yang menemukan bahwa dari 1.155 pasien penderita talasemia yang bersuku Dhodia Patel di India, 938 pasien (80.3%) memiliki nilai MCH yang rendah, sedangkan 208 orang (18.0%) memiliki nilai MCH yang normal.14 Perbedaan tersebut bisa terjadi mengingat kedua penelitian memiliki perbedaan jumlah sampel yang besar. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa rendahnya kandungan hemoglobin (Hb) dalam sel darah merah yang disebabkan menurunnya proses sintesis dari rantai globin akibat mutasi gen, yang berujung pada rendahnya nilai MCH pada penderita talasemia.

Hasil yang serupa didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Mehdi yang mendapatkan hasil pemeriksaan MCH pada 59 pasien talasemia β mayor anak berada di kisaran normal-rendah yakni 26.31 ± 2.19 pg.13 Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Wirawan yang mendapatkan hasil pemeriksaan MCH pada penelitiannya berkisar antara 19-33 pg.16

Page 5: Artikel

4.8. Nilai Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)

Berdasarkan data yang didapat, tercatat 38 orang (52%) memiliki nilai MCHC yang normal, sedangkan 35 orang (48%) memiliki nilai MCHC yang rendah. Nilai MCHC yang didapat pada penelitian ini berkisar antara 23 – 42.7 g/dL dengan nilai tengah sebesar 32 g/dL. Hasil yang serupa ditemukan pada penelitian Mehdi mencatat nilai MCHC yang tergolong normal-rendah yakni 30.45 ± 4.16 g/dL dari 59 anak penderita talasemia β mayor.13 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dipal menemukan hal yang berbeda. Dalam penelitiannya yang melibatkan 71 penderita talasemia pada suku Kachiya Patel di India, tercatat nilai MCHC yang tergolong rendah berada pada kisaran 29.18 ± 1.61 g/dL.14 Hasil pemeriksaan MCHC pada penelitian ini memiliki nilai yang tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan Wirawan yang mencatat nilai MCHC pada penderita talasemia β mayor adalah 26 – 39 g/dL.

Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pasien talasemia β mayor memiliki nilai MCHC yang rendah.8 Namun, teori lain mengatakan bahwa MCHC merupakan pemeriksaan yang bisa diandalkan dalam mendiagnosis talasemia, tetapi terkadang hasil MCHC tidak selaras dengan hasil yang terlihat pada apusan darah tepi.17 Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.

Daftar Acuan

1. Kementrian Kesehatan RI. Pencegahan Thalassemia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2010:4-5.

2. Rathod DA, Kaur A, Patel V, Patel K, Kabrawala R, Patel M, Shah P. Usefulness of Cell Counter-Based Parameters and Formulas in Detection of -thalassemia trait in Areas of High Prevalence. American Journal of Clinical Pathology.2007;128(4):585-9 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17875509)

3. Fucharoen S, Winichaagoon P. Haemoglobinopathies in Southeast Asia. Indian Journal of Medical Research. 2011; 134(4): 498–506 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3237250/)

4. World Health Organization/Thalassaemia International Federation. Prosiding. Joint meeting on the prevention and control of

haemoglobinopathies. Nicosia-Cyprus: World Health Organization/Thalassaemia International Federation;1994:20

5. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 2007:117.

6. Wahidiyat PA. Komplikasi pada Talasemia Mayor. Denpasar: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FK Unud/RSUP Sanglah; 2010:119-132

7. Arimbawa M, Ariawati K. Profil Pertumbuhan, Hemoglobin Pre Transfusi, Kadar Ferritin, dan Usia Tulang Anak pada Thalasemia Mayor. Sari Pediatri. 2007;13(4):299-304 (http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/13-4-12.pdf)

8. Aster J. The Hematopoietic and Lymphoid Systems. Dalam: Vinar K, Cotran RS, Robbins SL. Basic Pathology. Philadelphia: Elsevier; 2004:403

9. Atmakusuma D. Thalassemia: Manifestasi Klinis, Pendekatan Diagnosis, dan Thalassemia Intermedia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta; Internapublishing; 2009:1388

10. Andriastuti M., Sari TT, Wahidiyat PA, Putriasih SA. Kebutuhan Transfusi Darah Pasca-Splenektomi pada Thalassemia Mayor. Sari Pediatri. 2011;13(4):244-9 (http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/13-4-3.pdf)

11. Danjou F, Annie F, Galanello R. Beta thalassemia: From Genotype to Fenotype. Haematologica. 2011; 96(11): 1573-1575 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3208672/)

12. Harrison CR. Hemolytic Anemias: Intracorpuscular Defects. Dalam: Harmening, D.M. (Editor). Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. 4th Edition. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2001:193

13. Mehdi S, Dahmash B. A Comparative Study of Hematological Parameters of α and β Thalassemias in High Prevalence Zone : Saudi Arabia. Indian Journal Human Genetics. 2011; 17(3): 207–211 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3276991/)

14. Dipal S, Sorathiya S, Patel A, Gupte S. Prevalence of Hematological Profile of β thalassemia and Sickle Cell Anemia in Four

Page 6: Artikel

Communities in Surat City. Indian Journal of Human Genetics. 2012; 18(2): 167–171. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3491288/)

15. Kamal M., Talal A. Lipid Profile in Jordanian Children with β Thalassemia major. International Journal of Hematology and Oncology. 2008;18(2): 93-98

16. Wirawan R, Setiawan S, Gatot D. Peripheral Blood and Haemoglobin Electrophoresis Pattern in Beta Thalassemia Major Patient Repeated Blood Transfusion. Medical Journal Indonesia. 2004; 13:8-16.

17. Ciesla BE, Simpson P. Evaluation of Cell Morphology and Introduction to Platelet and White Cell Morphology. Dalam: Harmening, DM (Editor). Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. 4thEedition. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2001:86-87