17
Efektifitas TAK Stimulasi Persepsi Sesi Menghardik Dengan Sesi Melakukan Aktivitas Terhadap Tingkat Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia di RSJ Provinsi Bali tahun 2013 Sulistiyawati Yanti Ni Nyoman 1 , Sulinasdewi NLK 2 , Candra I Wayan 3 POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM DIV KEPERAWATAN JIWA ABSTRAK. Bentuk psikosis yang sering dijumpai adalah skizofrenia, dengan gejala yang sangat menonjol dan paling sering dijumpai berupa halusinasi. Salah satu terapi keperawatan jiwa yang dapat mendukung psikoterapi suportif pada pasien gangguan jiwa adalah TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas TAK Stimulasi Persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia. Jenis penelitian ini adalah Pra Experiment dengan rancangan pre test and post test group design. Sampel diambil dengan Quota Sampling. Setelah dilakukan pengamatan didapatkan hasil uji statistik Wilcoxon sign rank test didapatkan P= 0,005 < α 0,05, ada perbedaan yang sangat signifikan tingkat halusinasi sebelum dan setelah dilakukan TAK Stimulasi Persepsi sesi menghardik. Hasil uji statistik Wilcoxon sign rank test didapatkan P= 0,004 < α 0,05, ada perbedaan yang sangat signifikan tingkat halusinasi sebelum dan setelah dilakukan TAK Stimulasi Persepsi sesi melakukan aktivitas. Hasil uji Mann-Whitney Test didapatkan p= 0.029 < α 0,05 berarti ada perbedaan yang signifikan efektifitas TAK Stimulasi Persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi. Disarankan agar terapi akitfitas kelompok stimulasi persepsi dilaksanakan secara rutin kepada pasien skizofenia yang mengalami halusinasi agar mutu hasil asuhan keperawatan bisa ditingkatkan Kata Kunci : Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi; Sesi Menghardik; Sesi Melakukan Aktivitas; Tingkat Halusinasi ABSTRACT. Common form of psychosis is schizophrenia, with symptoms that are very prominent and the most common form of hallucination. One of psychiatric nursing therapies that can support supportive psychotherapy in patients with

Artikel

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Artikel

Efektifitas TAK Stimulasi Persepsi Sesi Menghardik Dengan Sesi Melakukan Aktivitas Terhadap Tingkat Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia

di RSJ Provinsi Bali tahun 2013

Sulistiyawati Yanti Ni Nyoman1, Sulinasdewi NLK2, Candra I Wayan3

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM DIV KEPERAWATAN JIWA

ABSTRAK. Bentuk psikosis yang sering dijumpai adalah skizofrenia, dengan gejala yang sangat menonjol dan paling sering dijumpai berupa halusinasi. Salah satu terapi keperawatan jiwa yang dapat mendukung psikoterapi suportif pada pasien gangguan jiwa adalah TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas TAK Stimulasi Persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia. Jenis penelitian ini adalah Pra Experiment dengan rancangan pre test and post test group design. Sampel diambil dengan Quota Sampling. Setelah dilakukan pengamatan didapatkan hasil uji statistik Wilcoxon sign rank test didapatkan P= 0,005 < α 0,05, ada perbedaan yang sangat signifikan tingkat halusinasi sebelum dan setelah dilakukan TAK Stimulasi Persepsi sesi menghardik. Hasil uji statistik Wilcoxon sign rank test didapatkan P= 0,004 < α 0,05, ada perbedaan yang sangat signifikan tingkat halusinasi sebelum dan setelah dilakukan TAK Stimulasi Persepsi sesi melakukan aktivitas. Hasil uji Mann-Whitney Test didapatkan p= 0.029 < α 0,05 berarti ada perbedaan yang signifikan efektifitas TAK Stimulasi Persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi. Disarankan agar terapi akitfitas kelompok stimulasi persepsi dilaksanakan secara rutin kepada pasien skizofenia yang mengalami halusinasi agar mutu hasil asuhan keperawatan bisa ditingkatkan

Kata Kunci : Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi; Sesi Menghardik; Sesi Melakukan Aktivitas; Tingkat Halusinasi

ABSTRACT. Common form of psychosis is schizophrenia, with symptoms that are very prominent and the most common form of hallucination. One of psychiatric nursing therapies that can support supportive psychotherapy in patients with mental disorders is TAK Perception stimulation. This study aims to determine the effectiveness of TAK differences in perception Stimulation rebuked session with session activity on the level of hallucinations in patients with schizophrenia. This type of research is the design of Pre Experiment with pre-test and post-test group design. Samples were taken with Quota Sampling. After observation obtained statistical result obtained Wilcoxon signed rank test P = 0.005 <α 0.05, there are significant differences hallucinatory level before and after the therapy session Perception Stimulation Activity Group rebuke. Statistical test results obtained Wilcoxon signed rank test P = 0.004 <α 0.05, there are significant differences hallucinatory level before and after Stimulation Therapeutic Activity Group Perception session activity. Test results obtained Mann-Whitney test p = 0.029 <α of 0.05 means that there is a significant difference in the effectiveness of TAK Stimulation Perception rebuked session with session activity on the level of hallucinations. It is recommended that Standard Operating Procedures on Perceptions Stimulation Therapy Group Activities Hallucinations can be used as guidelines for nurses in the room in executing Stimulation Therapeutic Activity Group Perception.

Keywords: Perception Stimulation Therapy Group Activities; Session rebuke; Session Conducting Activities; Rate Hallucinations

PENDAHULUAN

Page 2: Artikel

Gangguan kesehatan jiwa merupakan

masalah kesehatan masyarakat dan sosial

di Indonesia dan cenderung meningkat dari

tahun ke tahun, hal ini dapat

mempengaruhi perkembangan seseorang

baik fisik, internal dan emosional untuk

tercapainya kemampuan menyesuaikan diri

dengan diri sendiri, orang lain dan

masyarakat (Sulistyowati, 2007).

Gangguan jiwa (mental disorder)

merupakan salah satu dari empat masalah

kesehatan utama di negara-negara maju,

modern dan industri. Keempat masalah

kesehatan utama tersebut adalah penyakit

degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan

kecelakaan. Gangguan jiwa tidak dianggap

sebagai gangguan yang menyebabkan

kematian secara langsung, namun beratnya

gangguan tersebut dalam arti

ketidakmampuan serta invaliditas baik

secara individu maupun kelompok akan

menghambat pembangunan, karena mereka

tidak produktif dan tidak efisien (Hawari,

2009).

Masalah gangguan jiwa di seluruh

dunia sudah menjadi masalah yang sangat

serius. WHO menyatakan tahun 2009,

paling tidak ada satu dari empat orang di

dunia yang mengalami masalah mental.

WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta

orang didunia yang mengalami gangguan

jiwa. Secara global, dari sekitar 450 juta

orang yang mengalami gangguan jiwa,

sekitar satu juta orang diantaranya

meninggal karena bunuh diri setiap

tahunnya. Daerah Asia Tenggara, hampir

1/3 dari penduduk tahun 2011, pernah

mengalami gangguan neuropsikiatri

dengan tanda-tanda halusinasi dan perilaku

kekerasan, sedangkan di Indonesia dari

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

tahun 2011, diperkirakan sebanyak 264

jiwa dari 1.000 anggota rumah tangga

menderita gangguan jiwa (Depkes RI,

2011). Suryani (2010) masyarakat Bali

mengalami gangguan jiwa setiap tahunnya

cenderung bertambah rata-rata 100-150

orang, dengan rata-rata penderita gangguan

jiwa sekitar 11.675 orang. Berdasarkan

data Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali

selama tiga bulan terakhir, dari bulan

Oktober sampai dengan Desember 2012,

rata-rata jumlah pasien di ruang rawat inap

sebanyak 266 orang, 92% (245 orang)

diantaranya skizofrenia dan dari 245 orang

tersebut, sebanyak 86 orang (35%) dengan

halusinasi, 52 orang (21%) dengan

menarik diri, sebanyak 38 orang (15%)

dengan harga diri rendah dan masalah

lainnya sebesar 29%.

Gangguan jiwa dibagi menjadi dua

bagian besar, yaitu gangguan jiwa ringan

(neurosa) dan gangguan jiwa berat

(psikosis). Psikosis sebagai salah satu

bentuk gangguan jiwa merupakan

ketidakmampuan untuk berkomunikasi

atau mengenali realitas yang menimbulkan

kesukaran dalam kemampuan seseorang

Page 3: Artikel

untuk berperan sebagaimana mestinya

dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk

psikosis yang sering dijumpai adalah

skizofrenia, dengan gejala yang sangat

menonjol dan paling sering dijumpai

berupa halusinasi (Kaplan dan Sadock,

2003). Pasien skizofrenia diperkirakan

lebih dari 90% mengalami halusinasi, yaitu

gangguan persepsi dimana pasien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya

tidak terjadi (Maramis, 2008). Pasien

skizofrenia diperkirakan lebih 70%

mengalami halusinasi auditorik, 20%

halusinasi visual, 10% halusinasi

pengecapan, taktil dan penciuman

(Sulistyowati, 2007).

Halusinasi yang terjadi pada pasien

skizofrenia disebabkan karena

ketidakmampuan pasien dalam

menghadapi stressor dan kurangnya

kemampuan dalam mengenal dan cara

mengontrol halusinasi. Adanya ancaman

terhadap kebutuhan akan menyebabkan

seseorang akan berusaha menanggulangi

ancaman tersebut dengan mengadakan

adaptasi. Kemampuan untuk menghadapi

stressor pada pasien gangguan jiwa sangat

kurang disertai ketidakmampuan untuk

mengadakan adaptasi, maka akan

mengakibatkan terjadinya kekambuhan

(Maramis, 2008).

Berdasarkan survey pendahuluan

yang peneliti lakukan pada bulan

Nopember 2012 sebagian besar pasien

halusinasi mengalami gangguan dalam

berhubungan dengan orang lain. Menurut

Keliat (2010) adanya gangguan dalam

berhubungan dengan orang lain akan

mengakibatkan kurangnya kemampuan

untuk mengungkapkan masalah yang

mereka hadapi kepada orang lain. Pasien

bila ada masalah cenderung akan

memendamnya sendiri dan berusaha

mencari solusi pemecahan dengan caranya

sendiri, karena berperilaku menarik diri

mereka biasanya akan mulai dengan

memikirkan hal-hal yang menyenangkan

bagi dirinya, apabila hal ini terus menerus

berlangsung maka pasien akan mengalami

gangguan dalam mempersepsikan stimulus

yang dialami.

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh

pasien yang mengalami halusinasi adalah

kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa

membahayakan diri sendiri, orang lain

maupun merusak lingkungan, pasien

mengalami panik dan perilakunya

dikendalikan oleh halusinasinya. Pasien

benar-benar kehilangan kemampuan

penilaian realitas terhadap lingkungan

(Hawari, 2009). Dalam situasi ini pasien

dapat melakukan bunuh diri (suicide),

membunuh orang lain (homicide), bahkan

merusak lingkungan. Aktifitas fisik

merefleksi isi halusinasi seperti ; perilaku

kekerasan, agitasi, menarik diri atau

katatonia. Tidak mampu berespon terhadap

perintah yang komplek dan tidak mampu

Page 4: Artikel

berespon lebih dari satu orang (Videbeck,

2008).

Penatalaksanaan pasien dengan

perilaku halusinasi di RSJ Provinsi Bali

selama ini lebih menekankan pada

medikasi antipsikotik berupa pemberian

obat-obat psikofarmaka dalam perbaikan

klinis. Menurut Maramis (2008), medikasi

antipsikotik adalah inti dari pengobatan

skizofrenia dengan gejala penyertanya.

Penelitian Maramis (2008) menemukan

bahwa intervensi psikososial dapat

memperkuat perbaikan klinis, seperti

psikoterapi suportif individual atau

kelompok. Tindakan keperawatan yang

dilakukan pada pasien dengan halusinasi

diantaranya dengan membantu pasien

mengenali halusinasinya, melatih pasien

mengontrol halusinasinya, dengan cara:

menghardik halusinasi, melatih bercakap-

cakap dengan orang lain, melatih pasien

beraktivitas secara terjadwal, dan melatih

pasien menggunakan obat secara teratur

(Keliat, 2010). Tindakan pengobatan

(medis) yang dapat dilakukan kepada

pasien dengan halusinasi yaitu pengobatan

psikofarmaka dan terapi kejang listrik

(Maramis, 2008). Salah satu terapi

keperawatan jiwa yang dapat mendukung

psikoterapi suportif pada pasien gangguan

jiwa adalah Terapi Aktivitas Kelompok

(TAK). TAK untuk mengatasi halusinasi

adalah TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi.

TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi

adalah suatu bentuk terapi yang

mengajarkan dan mempraktikkan kepada

individu atau pasien dengan perilaku

halusinasi agar mampu mengontrol

halusinasinya. TAK stimulasi persepsi

halusinasi, terdiri dari 5 sesi, yaitu sesi 1:

mengenal halusinasi, sesi 2: mengontrol

halusinasi dengan menghardik, sesi 3:

mengontrol halusinasi dengan melakukan

kegiatan, sesi 4: mengontrol halusinasi

dengan bercakap-cakap, dan sesi 5:

mengontrol halusinasi dengan patuh

minum obat (Keliat dan Akemat, 2005).

Menghardik halusinasi adalah upaya

mengendalikan diri terhadap halusinasi

dengan cara menolak halusinasi yang

muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan

tidak terhadap halusinasi yang muncul atau

tidak memedulikan halusinasinya,

sedangkan mengontrol halusinasi dengan

melakukan kegiatan, dengan membimbing

pasien membuat jadwal yang teratur.

Dengan beraktivitas secara terjadwal,

pasien tidak akan mengalami banyak

waktu luang yang sering kali mencetuskan

halusinasi. Untuk itu pasien yang

mengalami halusinasi bisa dibantu untuk

mengatasi halusinasinya dengan cara

beraktivitas secara teratur dari bangun pagi

sampai tidur malam, tujuh hari dalam

seminggu (Keliat, 2010).

TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi

yang dilakukan dengan 5 sesi dan waktu

Page 5: Artikel

yang lama, kadang-kadang menimbulkan

kebosanan dari pasien dalam mengikuti

kegiatan TAK dari awal sampai akhir sesi.

Peneliti ingin mengetahui efektifitas

antaraTAK timulasi persepsi halusinasi

sesi 2: mengontrol halusinasi dengan

menghardik, dan sesi 3: mengontrol

halusinasi dengan melakukan aktivitas

untuk mengetahui efektivitas dari 2 cara

mengontrol halusinasi tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang efektifitas TAK stimulasi persepsi

sesi menghardik dan sesi melakukan

aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada

pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pra

eksperimental. Rancangan dalam

penelitian ini menggunakan studi pre test

and post test group design

Populasi dan penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh pasien skizofrenia dengan masalah

keperawatan halusinasi yang dirawat di

Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali. Sampel

dalam penelitian ini adalah pasien

skizofrenia dengan masalah keperawatan

halusinasi yang di rawat Rumah Sakit Jiwa

Propinsi Bali. Sampel dalam penelitian ini

ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi sebanyak 20 orang dengan tehnik

pengambilan sampel dalam penelitian

adalah non probability sampling jenis

“Quota Sampling”

Metode Pengumpulan Data

Setelah sampel didapatkan

dilanjutkan dengan observasi gejala

halusinasi pada kedua kelompok sampel.

Tehnik pengumpulan data dilakukan

dengan wawancara dan observasi

menggunakan cheklist yang dilakukan oleh

peneliti dan enumerator (perawat) yang

sangat paham dengan kondisi pasien.

Observasi dan wawancara dilakukan

selama 3 hari.

Setelah dilakukan pre test

selanjutnya kedua kelompok sampel

penelitian diberikan perlakuan, satu

kelompok diberikan TAK stimulasi

persepsi sesi menghardik dan satu

kelompok sampel diberikan TAK stimulasi

persepsi sesi melakukan aktivitas. Masing-

masing kelompok sampel diberikan

perlakuan selama 7 hari yaitu kelompok

yang diberikan TAK stimulasi persepsi sesi

menghardik dilakukan setiap hari sebanyak

1 kali selama 7 hari dimana tiap-tiap

pelaksanaan dilakukan selama 45 menit,

demikian juga kelompok yang diberikan

TAK stimulasi persepsi sesi melakukan

aktivitas dilakukan setiap hari sebanyak 1

kali selama 7 hari dimana tiap

pelaksanaan dilakukan selama 45 menit.

Setelah masing-masing kelompok

sampel mendapat perlakuan sebanyak 7

Page 6: Artikel

kali selama 7 hari, kemudian dilakukan

dilakukan post test untuk mengukur gejala

halusinasi. Tehnik pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara dan

observasi menggunakan cheklist yang

dilakukan oleh enumerator (perawat) yang

sangat paham dengan kondisi pasien.

Wawancara dan observasi dilakukan

selama 3 hari. Setelah dilakukan test,

hasilnya dibandingkan dengan pre test dan

dilihat perbedaan gejala halusinasi pada

masing-masing kelompok.

Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpul data yang

digunakan untuk kelompok TAK stimulasi

persepsi sesi menghardik maupun

kelompok TAK stimulasi persepsi sesi

melakukan aktivitas pada tahap pre test

maupun post test berupa lembar observasi

tentang gejala halusinasi

Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini

menggunakan 2 tehnik analisa data yakni

“Wilcoxon Sign Rank Test dan Mann

Whitney Test”.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Karakteristik Responden Berdasarkan

Umur

Karakteristik subyek penelitian

berdasarkan umur pada kelompok sesi

menghardik dan sesi melakukan aktivitas

paling banyak berumur 20-30 tahun,

sedangkan paling sedikit berumur 31-40

tahun.

Karakteristik Responden Berdasarkan

Pendidikan

Karakteristik subyek penelitian

berdasarkan pendidikan pada kelompok

sesi menghardik dan sesi melakukan

aktivitas paling banyak berpendidikan

dasar, sedangkan paling sedikit

berpendidikan menengah.

Karakteristik Responden Berdasarkan

Status perkawinan

Karakteristik subyek penelitian

berdasarkan status perkawinan pada

kelompok sesi menghardik dan sesi

melakukan aktivitas paling banyak tidak

kawin, sedangkan paling sedikit sudah

kawin.

Hasil Analisa Data

Tingkat halusinasi pre test pada

kelompok sesi menghardik paling banyak

dalam kategori sedang sejumlah 8 orang

(80%). Tingkat halusinasi pre test pada

kelompok sesi melakukan aktivitas paling

banyak dalam kategori sedang sejumlah 7

orang (70%).

Tingkat halusinasi post test pada

kelompok sesi menghardik paling banyak

dalam kategori ringan sejumlah 6 orang

(60%). Tingkat halusinasi post test pada

kelompok sesi melakukan aktivitas

semuanya (100%) dalam kategori ringan.

Page 7: Artikel

Hasil penelitian didapatkan p = 0,005

< α = 0,05, berarti hipotesis penelitian

diterima artinya ada perbedaan yang

signifikan tingkat halusinasi sebelum dan

setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi

sesi menghardik.

Hasil penelitian didapatkan p = 0,004

< α = 0,05, berarti hipotesis penelitian

diterima artinya ada perbedaan yang

signifikan tingkat halusinasi sebelum dan

setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi

sesi melakukan aktivitas.

Hasil penelitian didapatkan p = 0,029

< α = 0,05, berarti hipotesis penelitian

diterima artinya ada perbedaan yang

signifikan TAK stimulasi persepsi sesi

menghardik dengan sesi melakukan

aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada

pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali

tahun 2013.

PEMBAHASAN

1. Tingkat halusinasi pada pasien

skizofrenia sebelum dilakukan TAK

stimulasi persepsi sesi menghardik

Hasil penelitian yang didapat

menunjukkan bahwa tingkat halusinasi

pada pasien skizofrenia sebelum diberikan

TAK stimulasi persepsi sesi menghardik

paling banyak dalam kategori sedang

sejumlah 8 orang (80%).

Hasil penelitian yang didapat

didukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Darsana (2010) yang meneliti tentang

pengaruh terapi aktivitas kelompok :

stimulasi persepsi terhadap tingkah laku

klien dengan halusinasi pendengaran di

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Hasil

penelitian didapatkan distribusi tingkah

laku klien halusinasi pendengaran sebelum

TAK hasil yang diperoleh untuk kelompok

perlakuan tingkah laku halusinasi sebagian

besar dalam kategori sedang 18-34

sebanyak 5 orang (55,6%), untuk

kelompok kontrol tingkah laku halusinasi

sebagian besar juga dalam kategori sedang

18-34 sebanyak 5 orang (55,6%). Hasil

penelitian pada kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol hasilnya relatif sama, hal

tersebut terjadi karena semua responden

belum pernah mendapat pengetahuan

tentang pengenalan halusinasi yang

dialami dan cara mengontrol bila

halusinasi muncul. Semua responden

belum pernah mendapatkan contoh model

cara mempersepsikan stimulus tidak nyata

dan respon yang dialami sehingga klien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya

tidak terjadi, tidak mampu membedakan

rangsang internal dan eksternal, tidak dapat

membedakan lamunan dan kenyataan dan

klien tidak mampu memberi respon secara

tepat sehingga tampak prilaku yang sukar

dimengerti dan mungkin menakutkan.

2. Tingkat halusinasi pada pasien

skizofrenia sebelum dilakukan TAK

stimulasi persepsi sesi melakukan

aktivitas

Page 8: Artikel

Hasil penelitian yang didapat

menunjukkan bahwa tingkat halusinasi

pada pasien skizofrenia sebelum diberikan

TAK stimulasi persepsi sesi melakukan

aktivitas paling banyak dalam kategori

sedang sejumlah 7 orang (70%).

Tingkat halusinasi tiap pasien selalu

dipengaruhi keadaan individu yang

mengalami suatu gangguan dalam aktivitas

mental seperti berpikir sadar. orientasi

realitas. pemecahan masalah, penilaian dan

pemahaman yang berhubungan dengan

koping, dengan gejala tidak akuratnya

interpretasi tentang stimulus eksternal dan

internal dari tiap individu yang mengalami

gangguan jiwa maka tingkat halusinasi

juga akan dipengaruhi (Stuart dan

Sundeen, 2007).

3. Mengidentifikasi tingkat halusinasi

pada pasien skizofrenia setelah

dilakukan TAK stimulasi persepsi

sesi menghardik

Hasil penelitian yang didapat

menunjukkan bahwa tingkat halusinasi

pada pasien skizofrenia setelah diberikan

TAK stimulasi persepsi sesi menghardik

paling banyak dalam kategori ringan

sejumlah 6 orang (60%).

Hasil penelitian yang didapat

didukung oleh teori (Keliat, 2010)

menghardik halusinasi adalah upaya

mengendalikan diri terhadap halusinasi

dengan cara menolak halusinasi yang

muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan

tidak terhadap halusinasi yang muncul atau

tidak memedulikan halusinasinya.

Hasil penelitian yang didapat

didukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Darsana (2010) yang meneliti tentang

pengaruh terapi aktivitas kelompok :

stimulasi persepsi terhadap tingkah laku

klien dengan halusinasi pendengaran di

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Hasil

penelitian didapatkan distribusi tingkah

laku klien halusinasi pendengaran setelah

TAK hasil distribusi tingkah laku klien

halusinasi pendengaran setelah TAK, hasil

yang diperoleh untuk kelompok perlakuan

tingkah laku halusinasi sebagian besar

dalam kategori ringan 35-49 sebanyak 6

orang (66,7%). Terjadinya peningkatan

tingkah laku pada kelompok perlakuan

setelah diberikan TAK disebabkan karena

pemberian reinforcement positive pada

tugas-tugas yang telah berhasil klien

selesaikan seperti mampu mengenal

halusinasi, mengusir/menghardik

halusinasi, mengontrol halusinasi dengan

melakukan kegiatan, mengontrol halusinasi

dengan bercakap-cakap dan mengontrol

halusinasi dengan patuh minum obat

sehingga klien merasa dihargai karena

dapat menyelesaikan tugas yang diberikan

perawat.

4. Tingkat halusinasi pada pasien

skizofrenia setelah dilakukan TAK

stimulasi persepsi sesi melakukan

aktivitas

Page 9: Artikel

Hasil penelitian yang didapat

menunjukkan bahwa tingkat halusinasi

pada pasien skizofrenia setelah diberikan

TAK stimulasi persepsi sesi melakukan

aktivitas semuanya (100%) dalam kategori

ringan.

Terjadinya perubahan tingkat

halusinasi setelah diberikan TAK stimulasi

persepsi sesi melakukan aktivitas Selain

itu, pada saat pelaksanaan terapi okupasi

diberikan reinforcement positive atau

penguatan positif yang salah satunya

melalui pujian pada tugas-tugas yang telah

berhasil pasien lakukan seperti pasien

mampu melakukan aktivitas waktu luang

dengan baik. Dengan memberikan

reinforcement positive, responden merasa

dihargai dan keinginan bertambah kuat

untuk mengulangi perilaku tersebut

sehingga terjadi pengalihan halusinasi

dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan

dan disenangi pasien.

Hasil penelitian yang didapat juga

didukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Karmelia (2009) yang meneliti

tentang pengaruh pemberian terapi

aktivitas kelompok : stimulasi persepsi

terhadap kemampuan mengontrol

halusinasi pada klien halusinasi di ruang

Cendrawasih dan Ruang Gelatik RS Jiwa

Prof H.B Sanin Padang Tahun 2012,

adapun hasil penelitian didapatkan hasil

yang cukup signifikan yaitu p<0,01 (p

=0,001) hal tersebut menunjukkan terdapat

pengaruh yang sangat signifikan

pemberian TAK stimulasi persepsi

terhadap kemampuan mengontrol

halusinasi.

5. Tingkat halusinasi pada pasien

skizofrenia sebelum dan setelah

dilakukan TAK stimulasi persepsi

sesi menghardik

Hasil penelitian didapatkan hasil p =

0,005 < α 0,05, berarti hipotesis penelitian

diterima artinya ada perbedaan yang

signifikan tingkat halusinasi sebelum dan

setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi

sesi menghardik.

Hasil penelitian yang didapat

didukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Darsana (2010) yang meneliti tentang

pengaruh terapi aktivitas kelompok :

stimulasi persepsi terhadap tingkah laku

klien dengan halusinasi pendengaran di

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Hasil uji

statistik diketahui bahwa P=0,000 (Mann

Whitney Test) dan P = 0,008 (Wilcoxon

Signed Rank ) < α 0,05 yang berarti ada

pengaruh yang sangat signifikan TAK :

stimulasi persepsi terhadap tingkah laku

klien dengan halusinasi pendengaran.

Hasil penelitian yang didapat

didukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Megayanthi tahun 2009 yang meneliti

tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok

orientasi realita terhadap frekuensi

terjadinya halusinasi pada klien psikosis di

Page 10: Artikel

RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Malang, adapun hasil penelitian didapatkan

hasil yang sangar signifikan yaitu p<0,5 (p

=0,004) hal tersebut menunjukkan

pelaksanaan terapi aktivitas kelompok

orientasi realita berpengaruh terhadap

frekuensi terjadinya halusinasi.

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, S., 2002, Seri Program Statistik. Yogyakarta : UGM

Hawari, 2009, Pendekatan Holistic pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: EGC.

Hidayat A.A., 2007, Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika

Isaacs, 2004, Panduan Belajar : Kesehatan Jiwa & Psikiatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Kaplan dan Sadock, 2003, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri. Alih Bahasa Dr Wijadja Kusuma. Jakarta : Bina Rupa Aksara

Keliat, B. A., & Akemat, 2005, Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.

Keliat, 2010 Model praktek keperawatan professional jiwa. Jakarta: EGC

Maramis, 2008, Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya. Airlangga University Press.

Megayanthi, 2009, Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realita Terhadap Frekuensi Terjadinya Halusinasi Pada Klien Psikosis di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Malang. Malang: Program Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Nursalam, 2011, Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika

Purwaningsih, W. & Karlina, I., 2010, Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Puter, 2012, Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Ihalusinasi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di Ruang Nakula dan Sahadewa RSJ Provinsi Bali. Skripsi tidak diterbitkan. Denpasar: program S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali.

Rawlins, William dan Beck, 1993, Mental Health Psychiatric Nursing : a Holistic Life-Cycles Approach. St Louis : The C.V. Mosby Company

Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali, 2012, Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali. Bangli.

Setiadi, 2007, Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta

Sulistyowati, W., 2007, Gambaran penerapan diagnosis Nanda, NOC dan NIC pada klien Skizofrenia dengan kasus halusinasi, JIK vol 02, no. 02, p. 37-77, PSIK Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.

Suryani, L. K., 2010, Skizofrenia. online. Available: http:// www.gatra . com / 23 Maret 2013

Page 11: Artikel

Stuart & Sundeen, 2005, Principles and practice of psychiatric nursing. (7th edition). St Louis: Mosby.

Townsend, C.M., 2005, Essentials of psychiatric mental health nursing. (3th Ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company.

Videbeck, 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

WHO, 2010, Improving health systems and services for mental health (Mental health policy and service guidance package). Geneva 27, Switzerland : WHO Press.