Upload
outsiders-gue
View
290
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Efektifitas TAK Stimulasi Persepsi Sesi Menghardik Dengan Sesi Melakukan Aktivitas Terhadap Tingkat Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia
di RSJ Provinsi Bali tahun 2013
Sulistiyawati Yanti Ni Nyoman1, Sulinasdewi NLK2, Candra I Wayan3
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM DIV KEPERAWATAN JIWA
ABSTRAK. Bentuk psikosis yang sering dijumpai adalah skizofrenia, dengan gejala yang sangat menonjol dan paling sering dijumpai berupa halusinasi. Salah satu terapi keperawatan jiwa yang dapat mendukung psikoterapi suportif pada pasien gangguan jiwa adalah TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas TAK Stimulasi Persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia. Jenis penelitian ini adalah Pra Experiment dengan rancangan pre test and post test group design. Sampel diambil dengan Quota Sampling. Setelah dilakukan pengamatan didapatkan hasil uji statistik Wilcoxon sign rank test didapatkan P= 0,005 < α 0,05, ada perbedaan yang sangat signifikan tingkat halusinasi sebelum dan setelah dilakukan TAK Stimulasi Persepsi sesi menghardik. Hasil uji statistik Wilcoxon sign rank test didapatkan P= 0,004 < α 0,05, ada perbedaan yang sangat signifikan tingkat halusinasi sebelum dan setelah dilakukan TAK Stimulasi Persepsi sesi melakukan aktivitas. Hasil uji Mann-Whitney Test didapatkan p= 0.029 < α 0,05 berarti ada perbedaan yang signifikan efektifitas TAK Stimulasi Persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi. Disarankan agar terapi akitfitas kelompok stimulasi persepsi dilaksanakan secara rutin kepada pasien skizofenia yang mengalami halusinasi agar mutu hasil asuhan keperawatan bisa ditingkatkan
Kata Kunci : Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi; Sesi Menghardik; Sesi Melakukan Aktivitas; Tingkat Halusinasi
ABSTRACT. Common form of psychosis is schizophrenia, with symptoms that are very prominent and the most common form of hallucination. One of psychiatric nursing therapies that can support supportive psychotherapy in patients with mental disorders is TAK Perception stimulation. This study aims to determine the effectiveness of TAK differences in perception Stimulation rebuked session with session activity on the level of hallucinations in patients with schizophrenia. This type of research is the design of Pre Experiment with pre-test and post-test group design. Samples were taken with Quota Sampling. After observation obtained statistical result obtained Wilcoxon signed rank test P = 0.005 <α 0.05, there are significant differences hallucinatory level before and after the therapy session Perception Stimulation Activity Group rebuke. Statistical test results obtained Wilcoxon signed rank test P = 0.004 <α 0.05, there are significant differences hallucinatory level before and after Stimulation Therapeutic Activity Group Perception session activity. Test results obtained Mann-Whitney test p = 0.029 <α of 0.05 means that there is a significant difference in the effectiveness of TAK Stimulation Perception rebuked session with session activity on the level of hallucinations. It is recommended that Standard Operating Procedures on Perceptions Stimulation Therapy Group Activities Hallucinations can be used as guidelines for nurses in the room in executing Stimulation Therapeutic Activity Group Perception.
Keywords: Perception Stimulation Therapy Group Activities; Session rebuke; Session Conducting Activities; Rate Hallucinations
PENDAHULUAN
Gangguan kesehatan jiwa merupakan
masalah kesehatan masyarakat dan sosial
di Indonesia dan cenderung meningkat dari
tahun ke tahun, hal ini dapat
mempengaruhi perkembangan seseorang
baik fisik, internal dan emosional untuk
tercapainya kemampuan menyesuaikan diri
dengan diri sendiri, orang lain dan
masyarakat (Sulistyowati, 2007).
Gangguan jiwa (mental disorder)
merupakan salah satu dari empat masalah
kesehatan utama di negara-negara maju,
modern dan industri. Keempat masalah
kesehatan utama tersebut adalah penyakit
degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan
kecelakaan. Gangguan jiwa tidak dianggap
sebagai gangguan yang menyebabkan
kematian secara langsung, namun beratnya
gangguan tersebut dalam arti
ketidakmampuan serta invaliditas baik
secara individu maupun kelompok akan
menghambat pembangunan, karena mereka
tidak produktif dan tidak efisien (Hawari,
2009).
Masalah gangguan jiwa di seluruh
dunia sudah menjadi masalah yang sangat
serius. WHO menyatakan tahun 2009,
paling tidak ada satu dari empat orang di
dunia yang mengalami masalah mental.
WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta
orang didunia yang mengalami gangguan
jiwa. Secara global, dari sekitar 450 juta
orang yang mengalami gangguan jiwa,
sekitar satu juta orang diantaranya
meninggal karena bunuh diri setiap
tahunnya. Daerah Asia Tenggara, hampir
1/3 dari penduduk tahun 2011, pernah
mengalami gangguan neuropsikiatri
dengan tanda-tanda halusinasi dan perilaku
kekerasan, sedangkan di Indonesia dari
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2011, diperkirakan sebanyak 264
jiwa dari 1.000 anggota rumah tangga
menderita gangguan jiwa (Depkes RI,
2011). Suryani (2010) masyarakat Bali
mengalami gangguan jiwa setiap tahunnya
cenderung bertambah rata-rata 100-150
orang, dengan rata-rata penderita gangguan
jiwa sekitar 11.675 orang. Berdasarkan
data Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali
selama tiga bulan terakhir, dari bulan
Oktober sampai dengan Desember 2012,
rata-rata jumlah pasien di ruang rawat inap
sebanyak 266 orang, 92% (245 orang)
diantaranya skizofrenia dan dari 245 orang
tersebut, sebanyak 86 orang (35%) dengan
halusinasi, 52 orang (21%) dengan
menarik diri, sebanyak 38 orang (15%)
dengan harga diri rendah dan masalah
lainnya sebesar 29%.
Gangguan jiwa dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu gangguan jiwa ringan
(neurosa) dan gangguan jiwa berat
(psikosis). Psikosis sebagai salah satu
bentuk gangguan jiwa merupakan
ketidakmampuan untuk berkomunikasi
atau mengenali realitas yang menimbulkan
kesukaran dalam kemampuan seseorang
untuk berperan sebagaimana mestinya
dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk
psikosis yang sering dijumpai adalah
skizofrenia, dengan gejala yang sangat
menonjol dan paling sering dijumpai
berupa halusinasi (Kaplan dan Sadock,
2003). Pasien skizofrenia diperkirakan
lebih dari 90% mengalami halusinasi, yaitu
gangguan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi (Maramis, 2008). Pasien
skizofrenia diperkirakan lebih 70%
mengalami halusinasi auditorik, 20%
halusinasi visual, 10% halusinasi
pengecapan, taktil dan penciuman
(Sulistyowati, 2007).
Halusinasi yang terjadi pada pasien
skizofrenia disebabkan karena
ketidakmampuan pasien dalam
menghadapi stressor dan kurangnya
kemampuan dalam mengenal dan cara
mengontrol halusinasi. Adanya ancaman
terhadap kebutuhan akan menyebabkan
seseorang akan berusaha menanggulangi
ancaman tersebut dengan mengadakan
adaptasi. Kemampuan untuk menghadapi
stressor pada pasien gangguan jiwa sangat
kurang disertai ketidakmampuan untuk
mengadakan adaptasi, maka akan
mengakibatkan terjadinya kekambuhan
(Maramis, 2008).
Berdasarkan survey pendahuluan
yang peneliti lakukan pada bulan
Nopember 2012 sebagian besar pasien
halusinasi mengalami gangguan dalam
berhubungan dengan orang lain. Menurut
Keliat (2010) adanya gangguan dalam
berhubungan dengan orang lain akan
mengakibatkan kurangnya kemampuan
untuk mengungkapkan masalah yang
mereka hadapi kepada orang lain. Pasien
bila ada masalah cenderung akan
memendamnya sendiri dan berusaha
mencari solusi pemecahan dengan caranya
sendiri, karena berperilaku menarik diri
mereka biasanya akan mulai dengan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan
bagi dirinya, apabila hal ini terus menerus
berlangsung maka pasien akan mengalami
gangguan dalam mempersepsikan stimulus
yang dialami.
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh
pasien yang mengalami halusinasi adalah
kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain
maupun merusak lingkungan, pasien
mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh halusinasinya. Pasien
benar-benar kehilangan kemampuan
penilaian realitas terhadap lingkungan
(Hawari, 2009). Dalam situasi ini pasien
dapat melakukan bunuh diri (suicide),
membunuh orang lain (homicide), bahkan
merusak lingkungan. Aktifitas fisik
merefleksi isi halusinasi seperti ; perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonia. Tidak mampu berespon terhadap
perintah yang komplek dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang (Videbeck,
2008).
Penatalaksanaan pasien dengan
perilaku halusinasi di RSJ Provinsi Bali
selama ini lebih menekankan pada
medikasi antipsikotik berupa pemberian
obat-obat psikofarmaka dalam perbaikan
klinis. Menurut Maramis (2008), medikasi
antipsikotik adalah inti dari pengobatan
skizofrenia dengan gejala penyertanya.
Penelitian Maramis (2008) menemukan
bahwa intervensi psikososial dapat
memperkuat perbaikan klinis, seperti
psikoterapi suportif individual atau
kelompok. Tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien dengan halusinasi
diantaranya dengan membantu pasien
mengenali halusinasinya, melatih pasien
mengontrol halusinasinya, dengan cara:
menghardik halusinasi, melatih bercakap-
cakap dengan orang lain, melatih pasien
beraktivitas secara terjadwal, dan melatih
pasien menggunakan obat secara teratur
(Keliat, 2010). Tindakan pengobatan
(medis) yang dapat dilakukan kepada
pasien dengan halusinasi yaitu pengobatan
psikofarmaka dan terapi kejang listrik
(Maramis, 2008). Salah satu terapi
keperawatan jiwa yang dapat mendukung
psikoterapi suportif pada pasien gangguan
jiwa adalah Terapi Aktivitas Kelompok
(TAK). TAK untuk mengatasi halusinasi
adalah TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi.
TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi
adalah suatu bentuk terapi yang
mengajarkan dan mempraktikkan kepada
individu atau pasien dengan perilaku
halusinasi agar mampu mengontrol
halusinasinya. TAK stimulasi persepsi
halusinasi, terdiri dari 5 sesi, yaitu sesi 1:
mengenal halusinasi, sesi 2: mengontrol
halusinasi dengan menghardik, sesi 3:
mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan, sesi 4: mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap, dan sesi 5:
mengontrol halusinasi dengan patuh
minum obat (Keliat dan Akemat, 2005).
Menghardik halusinasi adalah upaya
mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang
muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan
tidak terhadap halusinasi yang muncul atau
tidak memedulikan halusinasinya,
sedangkan mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan, dengan membimbing
pasien membuat jadwal yang teratur.
Dengan beraktivitas secara terjadwal,
pasien tidak akan mengalami banyak
waktu luang yang sering kali mencetuskan
halusinasi. Untuk itu pasien yang
mengalami halusinasi bisa dibantu untuk
mengatasi halusinasinya dengan cara
beraktivitas secara teratur dari bangun pagi
sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu (Keliat, 2010).
TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi
yang dilakukan dengan 5 sesi dan waktu
yang lama, kadang-kadang menimbulkan
kebosanan dari pasien dalam mengikuti
kegiatan TAK dari awal sampai akhir sesi.
Peneliti ingin mengetahui efektifitas
antaraTAK timulasi persepsi halusinasi
sesi 2: mengontrol halusinasi dengan
menghardik, dan sesi 3: mengontrol
halusinasi dengan melakukan aktivitas
untuk mengetahui efektivitas dari 2 cara
mengontrol halusinasi tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang efektifitas TAK stimulasi persepsi
sesi menghardik dan sesi melakukan
aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada
pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pra
eksperimental. Rancangan dalam
penelitian ini menggunakan studi pre test
and post test group design
Populasi dan penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien skizofrenia dengan masalah
keperawatan halusinasi yang dirawat di
Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali. Sampel
dalam penelitian ini adalah pasien
skizofrenia dengan masalah keperawatan
halusinasi yang di rawat Rumah Sakit Jiwa
Propinsi Bali. Sampel dalam penelitian ini
ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi sebanyak 20 orang dengan tehnik
pengambilan sampel dalam penelitian
adalah non probability sampling jenis
“Quota Sampling”
Metode Pengumpulan Data
Setelah sampel didapatkan
dilanjutkan dengan observasi gejala
halusinasi pada kedua kelompok sampel.
Tehnik pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara dan observasi
menggunakan cheklist yang dilakukan oleh
peneliti dan enumerator (perawat) yang
sangat paham dengan kondisi pasien.
Observasi dan wawancara dilakukan
selama 3 hari.
Setelah dilakukan pre test
selanjutnya kedua kelompok sampel
penelitian diberikan perlakuan, satu
kelompok diberikan TAK stimulasi
persepsi sesi menghardik dan satu
kelompok sampel diberikan TAK stimulasi
persepsi sesi melakukan aktivitas. Masing-
masing kelompok sampel diberikan
perlakuan selama 7 hari yaitu kelompok
yang diberikan TAK stimulasi persepsi sesi
menghardik dilakukan setiap hari sebanyak
1 kali selama 7 hari dimana tiap-tiap
pelaksanaan dilakukan selama 45 menit,
demikian juga kelompok yang diberikan
TAK stimulasi persepsi sesi melakukan
aktivitas dilakukan setiap hari sebanyak 1
kali selama 7 hari dimana tiap
pelaksanaan dilakukan selama 45 menit.
Setelah masing-masing kelompok
sampel mendapat perlakuan sebanyak 7
kali selama 7 hari, kemudian dilakukan
dilakukan post test untuk mengukur gejala
halusinasi. Tehnik pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara dan
observasi menggunakan cheklist yang
dilakukan oleh enumerator (perawat) yang
sangat paham dengan kondisi pasien.
Wawancara dan observasi dilakukan
selama 3 hari. Setelah dilakukan test,
hasilnya dibandingkan dengan pre test dan
dilihat perbedaan gejala halusinasi pada
masing-masing kelompok.
Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpul data yang
digunakan untuk kelompok TAK stimulasi
persepsi sesi menghardik maupun
kelompok TAK stimulasi persepsi sesi
melakukan aktivitas pada tahap pre test
maupun post test berupa lembar observasi
tentang gejala halusinasi
Analisa Data
Analisa data pada penelitian ini
menggunakan 2 tehnik analisa data yakni
“Wilcoxon Sign Rank Test dan Mann
Whitney Test”.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden Berdasarkan
Umur
Karakteristik subyek penelitian
berdasarkan umur pada kelompok sesi
menghardik dan sesi melakukan aktivitas
paling banyak berumur 20-30 tahun,
sedangkan paling sedikit berumur 31-40
tahun.
Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan
Karakteristik subyek penelitian
berdasarkan pendidikan pada kelompok
sesi menghardik dan sesi melakukan
aktivitas paling banyak berpendidikan
dasar, sedangkan paling sedikit
berpendidikan menengah.
Karakteristik Responden Berdasarkan
Status perkawinan
Karakteristik subyek penelitian
berdasarkan status perkawinan pada
kelompok sesi menghardik dan sesi
melakukan aktivitas paling banyak tidak
kawin, sedangkan paling sedikit sudah
kawin.
Hasil Analisa Data
Tingkat halusinasi pre test pada
kelompok sesi menghardik paling banyak
dalam kategori sedang sejumlah 8 orang
(80%). Tingkat halusinasi pre test pada
kelompok sesi melakukan aktivitas paling
banyak dalam kategori sedang sejumlah 7
orang (70%).
Tingkat halusinasi post test pada
kelompok sesi menghardik paling banyak
dalam kategori ringan sejumlah 6 orang
(60%). Tingkat halusinasi post test pada
kelompok sesi melakukan aktivitas
semuanya (100%) dalam kategori ringan.
Hasil penelitian didapatkan p = 0,005
< α = 0,05, berarti hipotesis penelitian
diterima artinya ada perbedaan yang
signifikan tingkat halusinasi sebelum dan
setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi
sesi menghardik.
Hasil penelitian didapatkan p = 0,004
< α = 0,05, berarti hipotesis penelitian
diterima artinya ada perbedaan yang
signifikan tingkat halusinasi sebelum dan
setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi
sesi melakukan aktivitas.
Hasil penelitian didapatkan p = 0,029
< α = 0,05, berarti hipotesis penelitian
diterima artinya ada perbedaan yang
signifikan TAK stimulasi persepsi sesi
menghardik dengan sesi melakukan
aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada
pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali
tahun 2013.
PEMBAHASAN
1. Tingkat halusinasi pada pasien
skizofrenia sebelum dilakukan TAK
stimulasi persepsi sesi menghardik
Hasil penelitian yang didapat
menunjukkan bahwa tingkat halusinasi
pada pasien skizofrenia sebelum diberikan
TAK stimulasi persepsi sesi menghardik
paling banyak dalam kategori sedang
sejumlah 8 orang (80%).
Hasil penelitian yang didapat
didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Darsana (2010) yang meneliti tentang
pengaruh terapi aktivitas kelompok :
stimulasi persepsi terhadap tingkah laku
klien dengan halusinasi pendengaran di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Hasil
penelitian didapatkan distribusi tingkah
laku klien halusinasi pendengaran sebelum
TAK hasil yang diperoleh untuk kelompok
perlakuan tingkah laku halusinasi sebagian
besar dalam kategori sedang 18-34
sebanyak 5 orang (55,6%), untuk
kelompok kontrol tingkah laku halusinasi
sebagian besar juga dalam kategori sedang
18-34 sebanyak 5 orang (55,6%). Hasil
penelitian pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol hasilnya relatif sama, hal
tersebut terjadi karena semua responden
belum pernah mendapat pengetahuan
tentang pengenalan halusinasi yang
dialami dan cara mengontrol bila
halusinasi muncul. Semua responden
belum pernah mendapatkan contoh model
cara mempersepsikan stimulus tidak nyata
dan respon yang dialami sehingga klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi, tidak mampu membedakan
rangsang internal dan eksternal, tidak dapat
membedakan lamunan dan kenyataan dan
klien tidak mampu memberi respon secara
tepat sehingga tampak prilaku yang sukar
dimengerti dan mungkin menakutkan.
2. Tingkat halusinasi pada pasien
skizofrenia sebelum dilakukan TAK
stimulasi persepsi sesi melakukan
aktivitas
Hasil penelitian yang didapat
menunjukkan bahwa tingkat halusinasi
pada pasien skizofrenia sebelum diberikan
TAK stimulasi persepsi sesi melakukan
aktivitas paling banyak dalam kategori
sedang sejumlah 7 orang (70%).
Tingkat halusinasi tiap pasien selalu
dipengaruhi keadaan individu yang
mengalami suatu gangguan dalam aktivitas
mental seperti berpikir sadar. orientasi
realitas. pemecahan masalah, penilaian dan
pemahaman yang berhubungan dengan
koping, dengan gejala tidak akuratnya
interpretasi tentang stimulus eksternal dan
internal dari tiap individu yang mengalami
gangguan jiwa maka tingkat halusinasi
juga akan dipengaruhi (Stuart dan
Sundeen, 2007).
3. Mengidentifikasi tingkat halusinasi
pada pasien skizofrenia setelah
dilakukan TAK stimulasi persepsi
sesi menghardik
Hasil penelitian yang didapat
menunjukkan bahwa tingkat halusinasi
pada pasien skizofrenia setelah diberikan
TAK stimulasi persepsi sesi menghardik
paling banyak dalam kategori ringan
sejumlah 6 orang (60%).
Hasil penelitian yang didapat
didukung oleh teori (Keliat, 2010)
menghardik halusinasi adalah upaya
mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang
muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan
tidak terhadap halusinasi yang muncul atau
tidak memedulikan halusinasinya.
Hasil penelitian yang didapat
didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Darsana (2010) yang meneliti tentang
pengaruh terapi aktivitas kelompok :
stimulasi persepsi terhadap tingkah laku
klien dengan halusinasi pendengaran di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Hasil
penelitian didapatkan distribusi tingkah
laku klien halusinasi pendengaran setelah
TAK hasil distribusi tingkah laku klien
halusinasi pendengaran setelah TAK, hasil
yang diperoleh untuk kelompok perlakuan
tingkah laku halusinasi sebagian besar
dalam kategori ringan 35-49 sebanyak 6
orang (66,7%). Terjadinya peningkatan
tingkah laku pada kelompok perlakuan
setelah diberikan TAK disebabkan karena
pemberian reinforcement positive pada
tugas-tugas yang telah berhasil klien
selesaikan seperti mampu mengenal
halusinasi, mengusir/menghardik
halusinasi, mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan, mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dan mengontrol
halusinasi dengan patuh minum obat
sehingga klien merasa dihargai karena
dapat menyelesaikan tugas yang diberikan
perawat.
4. Tingkat halusinasi pada pasien
skizofrenia setelah dilakukan TAK
stimulasi persepsi sesi melakukan
aktivitas
Hasil penelitian yang didapat
menunjukkan bahwa tingkat halusinasi
pada pasien skizofrenia setelah diberikan
TAK stimulasi persepsi sesi melakukan
aktivitas semuanya (100%) dalam kategori
ringan.
Terjadinya perubahan tingkat
halusinasi setelah diberikan TAK stimulasi
persepsi sesi melakukan aktivitas Selain
itu, pada saat pelaksanaan terapi okupasi
diberikan reinforcement positive atau
penguatan positif yang salah satunya
melalui pujian pada tugas-tugas yang telah
berhasil pasien lakukan seperti pasien
mampu melakukan aktivitas waktu luang
dengan baik. Dengan memberikan
reinforcement positive, responden merasa
dihargai dan keinginan bertambah kuat
untuk mengulangi perilaku tersebut
sehingga terjadi pengalihan halusinasi
dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan
dan disenangi pasien.
Hasil penelitian yang didapat juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Karmelia (2009) yang meneliti
tentang pengaruh pemberian terapi
aktivitas kelompok : stimulasi persepsi
terhadap kemampuan mengontrol
halusinasi pada klien halusinasi di ruang
Cendrawasih dan Ruang Gelatik RS Jiwa
Prof H.B Sanin Padang Tahun 2012,
adapun hasil penelitian didapatkan hasil
yang cukup signifikan yaitu p<0,01 (p
=0,001) hal tersebut menunjukkan terdapat
pengaruh yang sangat signifikan
pemberian TAK stimulasi persepsi
terhadap kemampuan mengontrol
halusinasi.
5. Tingkat halusinasi pada pasien
skizofrenia sebelum dan setelah
dilakukan TAK stimulasi persepsi
sesi menghardik
Hasil penelitian didapatkan hasil p =
0,005 < α 0,05, berarti hipotesis penelitian
diterima artinya ada perbedaan yang
signifikan tingkat halusinasi sebelum dan
setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi
sesi menghardik.
Hasil penelitian yang didapat
didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Darsana (2010) yang meneliti tentang
pengaruh terapi aktivitas kelompok :
stimulasi persepsi terhadap tingkah laku
klien dengan halusinasi pendengaran di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Hasil uji
statistik diketahui bahwa P=0,000 (Mann
Whitney Test) dan P = 0,008 (Wilcoxon
Signed Rank ) < α 0,05 yang berarti ada
pengaruh yang sangat signifikan TAK :
stimulasi persepsi terhadap tingkah laku
klien dengan halusinasi pendengaran.
Hasil penelitian yang didapat
didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Megayanthi tahun 2009 yang meneliti
tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok
orientasi realita terhadap frekuensi
terjadinya halusinasi pada klien psikosis di
RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
Malang, adapun hasil penelitian didapatkan
hasil yang sangar signifikan yaitu p<0,5 (p
=0,004) hal tersebut menunjukkan
pelaksanaan terapi aktivitas kelompok
orientasi realita berpengaruh terhadap
frekuensi terjadinya halusinasi.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, S., 2002, Seri Program Statistik. Yogyakarta : UGM
Hawari, 2009, Pendekatan Holistic pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: EGC.
Hidayat A.A., 2007, Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika
Isaacs, 2004, Panduan Belajar : Kesehatan Jiwa & Psikiatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Kaplan dan Sadock, 2003, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri. Alih Bahasa Dr Wijadja Kusuma. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Keliat, B. A., & Akemat, 2005, Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.
Keliat, 2010 Model praktek keperawatan professional jiwa. Jakarta: EGC
Maramis, 2008, Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya. Airlangga University Press.
Megayanthi, 2009, Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realita Terhadap Frekuensi Terjadinya Halusinasi Pada Klien Psikosis di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Malang. Malang: Program Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Nursalam, 2011, Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Purwaningsih, W. & Karlina, I., 2010, Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Puter, 2012, Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Ihalusinasi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di Ruang Nakula dan Sahadewa RSJ Provinsi Bali. Skripsi tidak diterbitkan. Denpasar: program S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali.
Rawlins, William dan Beck, 1993, Mental Health Psychiatric Nursing : a Holistic Life-Cycles Approach. St Louis : The C.V. Mosby Company
Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali, 2012, Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali. Bangli.
Setiadi, 2007, Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta
Sulistyowati, W., 2007, Gambaran penerapan diagnosis Nanda, NOC dan NIC pada klien Skizofrenia dengan kasus halusinasi, JIK vol 02, no. 02, p. 37-77, PSIK Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
Suryani, L. K., 2010, Skizofrenia. online. Available: http:// www.gatra . com / 23 Maret 2013
Stuart & Sundeen, 2005, Principles and practice of psychiatric nursing. (7th edition). St Louis: Mosby.
Townsend, C.M., 2005, Essentials of psychiatric mental health nursing. (3th Ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company.
Videbeck, 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
WHO, 2010, Improving health systems and services for mental health (Mental health policy and service guidance package). Geneva 27, Switzerland : WHO Press.