Upload
farid-nazaruddin
View
1.121
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
ARSITEKTUR ADALAH EKSPRESI KEBUDAYAAN
Ditulis oleh: Akhmad Farid
0001060493-65
E. K. M. Masinambow pada artikelnya berjudul Semiotik dalam Kajian
Kebudayaan mempertanyakan sedara mendasar 3 pertanyaan;
1. apakah yang dimaksud dengan kebudayaan itu harus dicari pada perilaku; atau
pada hal-hal yang berada di belakang perilaku itu--di dalam kehidupan intern
manusia?
2. apakah yang dimaksud dengan kebudayaan itu harus dicari pada benda-benda
yang dihasilkan manusia, pada lingkungan biofisik yang dimodifikasi oleh
manusia (arsitektur); atau pada hal-hal dalam kehidupan intern manusia yang
mendorongnya membuat benda-benda itu atau mengubah lingkungan biofisik
itu?
3. apakah yang dimaksud dengan kebudayaan itu harus di cari pada lingkungan
alam yang sudah ada, tetapi diberikan makna tertentu oleh masyarakat
sehingga mepengaruhi perilaku manusia; atau pada “makna” yang diberikan
itu?
Jawaban pada pertanyaan-pertanyaan itu bergantung pada teori tentang
kebudayaan yang dianut. Jika teori itu bersifat mentalistik dan idealistic, dengan
sendirinya kebudayaan itu berada dalam diri manusia. sebaliknya, jika teori itu
bersifat materialistic atau behavioristik, dengan sendirinya kebudayaan itu adalah
keteraturan dari perilaku, dan pada artifak, pada pola pembuatan artifak maupun pola
penggunaannya.
Semiotika, yang lazim dimengerti sebagai kajian tentang sistem tanda,
merupakan sebuah lading luas yang objek kajiannya mencangkup berbagai disiplin
pemikiran. Kebudayaan dapat pula dikatakan sebagai objek yang terstruktur akan
tanda. Dia dapat dikatakan bersifat idealistic atau mentalistik (bila ditinjau dengan
teori Saussure atau Pierce). sebaliknya konsep kebudayaan dapat pula bersifat
behavioristik, jika ditinjau dari teori Morris.
Jika kebudayaan dianggap sebagai sistem tanda, sistem itu berfungsi sebagai
sarana penataan kehidupan bemasyarakat. Bagi warga suatu masyarakat, pemahaman
dari sistem tanda yang berlaku dalam masyarakat itu memungkinkannya berperilaku
sesuai dengan apa yang diharapan darinya oleh sesama warga mansyarakat itu, karena
terdapat kesesuaian interpretasi dari tanda-tanda yang digunakan.
“…. Manusia hadir dalam bahasa, seperti alam dan Tuhan. Namun arsitektur
juga sebuah bahasa. Jika kita pelajari arsitektur sebagai sejarah bentuk-bentuk yang
bermakna, kita juga akan menemukan manusia, alam, dan Tuhan (di situ). Jadi kita
akan pelajari siapa diri kita sebenarnya, dan terbantu dalam mengambil sikap, dan
dengan arsitektur menjadi suatu moda keteradaan.” (Christian Norberg-Schulz,
1975).
Arsitektur yang sejak kehadirannya mampu menanda, dapat pula dikaji
dengan pendekatan semiotic. Dari teori dari pakar semiotic Hjemslev yang kemudian
mengeluarkan skema semiotic, Jencks secara jelas meminjam skema teersebut. Dalam
skema tersebut, arsitektur dari era apa saja berhubungan dengan bentuk kandungan/
isi dan ekspresi yang merupakan cara kebudayaan mengucapkan dan mengartikan isi
dan ekspresi. Arsitektur adalah ekspresi kebudayaan.
(Dikutip dari Jencks, “The Architectural Sign”)
Possible unitsCultural units
Substance (s)
Form (f)
f
s
con
ex
Dari berbagai kutipan diatas menunjukkan bahwa sebagaimana karya
arsitektur merupakan perpecahan dari budaya, atau dapat dikatakan hasil dari budaya
yang ditautkan dengan fungsi sebagai wadah kegiatan hidup dan berkehidupan
manusia. memang secara naluri dan roh, manusia menginginkan keindahan kreatif
yang diciptakan melalui tengan manusia itu sendiri. Sedangkan kebudayaan, yang
nota bene merupakan hasil kajian social kemasyarakatan dalam nilai dan norma
(standar) akan berbagai jenis keindahan. Sehingga manusia mencurahkan tanda-tanda
yang dia terima dalam kebudayaan kepada arsitektur, yang kemudian menjadi
berbagai tanda pula. Perancang di sini mendapatkan posisi penting dalam penautan
tanda dalam karya arsitektur menjadi symbolic architechture, yang kemudian
diharapkan dapat lebih mempengaruhi manusia pemakai wadah tersebut.
Perlu ditekankan disini, manusia (perancang) tidak akan terlepas dari
kebudayaan. Dia hidup di dalam suatu kebudayaan, mau atau tidak. Mulai dari
fashion, norma sampai makanan. Sehingga meskipun seorang perancang tidak
mengidahkan atau tidak sadar akan kajian tanda dan symbol dalam karyanya, pasti
akan terlihat berbagai symbol budaya yang mempengaruhi si perancang. Disinilah
pentingnya melihat karya arsitektur dari segi bahasa. Karya arsitektur itu
berkomunikasi, dia mempunyai bahasa. Ilmu semiotic dapat menjadi alat kajian,
khususnya kajian budaya (dan kearsitekturan). Bagaimana sebuah karya arsitektur,
kemudian dimengerti berbagai tanda dan symbol yang ada akan kemudian
menceritakan alam semsesta, atau lebih sempit lagi kebudayaan. Arsitektur memang
sebuah ekspresi, dari kebudayaan (perancang).
“Linguistic theory is led by an inner necessity to recognize not merely the
linguistic system, in its schema and in its usage, in its totality and in its individuality,
but also man and human society behind language, and all man’s sphere of knowlage
through language.” (Hjelmslev 1961; 127)
2003