APG (Makalah)

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    1/24

    PENERAPAN METODE ANALISIS KLUSTER

    TERHADAP PERSENTASE KOMPOSISI SAMPAHDI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH

    Makalah ini disusun untuk memenuhi sebagian tugas Mata Kuliah Analisis

    Peubah Ganda

    Disusun Oleh:

    Chrisna Sandy (3125120208)

    PROGRAM STUDI MATEMATIKA

    JURUSAN MATEMATIKA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

    2015

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    2/24

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang terbebas dari polusi

    dan sampah. Salah satu faktor yang menyebabkan lingkungan tercemar

    adalah sampah. Sampah merupakan faktor yang sangat membahayakan.

    Sampah merupakan masalah yang tidak ada habisnya, karena selama

    kehidupan ini berjalan maka sampah akan terus diproduksi. Peningkatan

    volume sampah berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk.

    Di lingkungan mana pun kehadiran sampah tidak dapat

    dihindarkan. Baik lingkungan rumah tangga, lingkungan pasar, lingkungan

    industri dan lain-lain. Setiap kegiatan yang dilakukan pastilah

    memproduksi sampah dalam bentuk apapun. Baik bentuk cair, padar,

    maupun gas.Kata sampah itu sendiri sudah tidak asing di telinga kita. Ketika

    mendengar kata sampah, yang terlintas dalam pemikiran kita adalah

    setumpuk limbah yang beraroma busuk, tidak sedap untuk dipandang.

    Secara bebas, sampah dapat diartikan material/zat sisa dari suatu proses

    yang cenderung merusak lingkungan sekitarnya.

    Seperti yang tertulis sebelumnya, sampah dapat berupa apapun.

    Jenis sampah yang dihasilkan tergantung dari jenis material yang kita

    konsumsi. Contohnya, industri furniture menghasilkan limbah kayu,

    industri perikanan menghasilkan limbah air kotor, dan masih banyak lagi

    contoh limbah/sampah yang dihasilkan.

    Masalah sampah sudah menjadi topik utama dewasa ini. Mulai dari

    lingkungan terkecil sampai lingkungan yang besar. Banyak hal yang

    menyebabkan terjadinya penumpukan sampah. Hal ini mendorong

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    3/24

    berbagai aktivis lingkungan hidup untuk kreatif dalam pengolahan sampah

    dalam bentuk apapun.

    Pengelolaan sampah harus dilakukan dengan baik dan benar sesuai

    bentuk dari sampah itu sendiri. Pengelolaan sampah di suatu daerah

    dengan daerah yang lain pastilah berbeda. Hal ini dikarenakan komposisi

    sampah di daerah tersebut berbeda satu sama lain. Makalah ini akan

    membahas tentang pengelompokan daerah berdasarkan komposisi sampah

    di daerah tersebut.

    1.2. Batasan Masalah

    Dalam penulisan ini, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan

    pada komposisi sampah yang ada di kabupaten/kota di Provinsi Jawa

    Tengah (berdasarkan data di BPS Jawa Tengah tahun 2013) dengan

    menggunakan metode kluster/gerombol.

    1.3. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah tersebut di atas,

    maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diangkat adalah sebagai

    berikut:

    1. apa yang dimaksud dengan sampah?

    2. Apa yang dimaksud dengan metode kluster?

    3. Bagaimana penerapan metode kluster terhadap komposisi sampah di

    kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah?

    1.4. Tujuan Penulisan

    Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui pengertian sampah.

    2. Untuk mengetahui pengertian dan cara kerja metode kluster.

    3. Untuk mengetahui penerapan metode kluster terhadap komposisi

    sampah di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

    1.5. Manfaat Penulisan

    Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan manfaat secara

    teoritis dan juga secara praktis. Adapun manfaat makalah ini adalah

    sebagai berikut:

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    4/24

    1. Bagi penulis,

    Sebagai salah satu tugas mata kuliah Analisis Peubah Ganda serta

    sarana untuk menambah wawasan tentang sampah dan penerapan

    metode kluster dalam kehidupan nyata.

    2. Bagi pembaca,

    sebagai sarana untuk menambah wawasan tentang sampah dan

    penerapan metode kluster dalam kehidupan nyata.

    3. Bagi pemerintah,

    Sebagai referensi untuk membuat kebijakan terkait pengelolaan

    sampah antar satu daerah dengan daerah lain

    1.6. Sistematika Penulisan

    Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah

    Bab I: Pendahuluan

    Terdiri dari latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan

    penulisan, manfaat penulisan, sistematika penulisan

    Bab II: Tinjauan Pustaka

    Terdiri dari pengertian sampah, dampak sampah bagi manusia dan

    lingkungan, analisis kluster, proses analisis kluster

    Dan diakhir adalah Daftar Pustaka yang berisi referensi penulisan makalah

    ini.

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    5/24

    BAB II

    TINJAUN PUSTAKA

    2.1. Pengertian Sampah

    Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak 

    berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau

    pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau

    materi berkelebihan atau ditolak atau buangan”.

    Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil

    aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai

    ekonomis.”

    Sampah yang harus dikelola tersebut meliputi sampah yang dihasilkan

    dari:

    1. Rumah tangga

    2. Kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel,

    restoran, tempat hiburan

    3. Fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara, rumah

    sakit, klinik, puskesmas

    4. Fasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum,

    taman, jalan

    5. Industri

    6. Hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai,

    Sampah padat pada umumnya dapat di bagi menjadi dua bagian :

    1. Sampah organic

    Sampah organik (biasa disebut sampah basah) dan sampah

    anorganik (sampah kering). Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan

    penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan

    dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan

    mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    6/24

    besar merupakan bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa

    tepung, sayuran dll.

    2. Sampah Anorganik 

    Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui

    seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa

    dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium.

    Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh

    alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang

    sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya

    berupa botol, botol, tas plsti. Dan botol kaleng

    Kertas, koran, dan karton merupakan pengecualian. Berdasarkan

    asalnya, kertas, koran, dan karton termasuk sampah organik. Tetapi

    karena kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang seperti sampah

    anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka dimasukkan

    ke dalam kelompok sampah anorganik.

    2.2. Dampak Sampah bagi Manusia dan lingkungan

    Sudah kita sadari bahwa lingkungan yang tercemar akibat

    perindustrian maupun rumah tangga sangat merugikan manusia, baik 

    secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan perindustrian

    dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan dapat lebih ditingkatkan.

    Namun seringkali peningkatan teknologi juga menyebabkan dampak 

    negatif yang tidak sedikit.

    1. Dampak bagi kesehatan

    Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai

    (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat

    yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai

    binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menimbulkan

    penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah

    sebagai berikut: Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan

    cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan

    tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    7/24

    (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah

    yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.

    2. Dampak Terhadap Lingkungan

    Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase

    atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk 

    ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini

    mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis.

    Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan

    asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau

    kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.

    Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan

    rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah

    meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati

    orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk 

    kerja, rendahnya produktivitas).

    2.3. Analisis Kluster

    Analisis cluster adalah teknik multivariat yang mempunyai tujuan

    utama untuk mengelompokkan objek-objek/cases berdasarkan

    karakteristik yang dimilikinya. Analisis cluster mengklasifikasi objek 

    sehingga setiap objek yang memiliki sifat yang mirip (paling dekat

    kesamaannya) akan mengelompok kedalam satu cluster (kelompok) yang

    sama.

    Secara logika, cluster yang baik adalah cluster yang mempunyai:

    1. Homogenitas (kesamaan) yang tinggi antar anggota dalam satu cluster

    (within-cluster ).

    2. Heterogenitas (perbedaan) yang tinggi antar cluster yang satu dengan

    cluster yang lainnya (between-cluster ).

    Beberapa manfaat dari analisis cluster adalah: eksplorasi data

    peubah ganda, reduksi data, stratifikasi sampling, prediksi keadaan

    obyek. Hasil dari analisis cluster dipengaruhi oleh: obyek yang

    diclusterkan, peubah yang diamati, ukuran kemiripan (jarak) yang

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    8/24

    dipakai, skala ukuran yang dipakai, serta metode pengclusteran yang

    digunakan.

    2.4. Proses Analisis Cluster

    Tahap 1: Mengukur kesamaan antar objek (similarity)

    Sesuai prinsip analisis cluster yang mengelompokkan objek yang

    mempunyai kemiripan, proses pertama adalah mengukur seberapa jauh ada

    kesamaan antar objek. Metode yang digunakan:

    - Mengukur korelasi antar sepasang objek pada beberapa variable

    - Mengukur jarak (distance) antara dua objek. Pengukuran ada

    bermacam-macam, yang paling popular adalah metode Euclidian

    distance.

    Ada tiga metode yang dapat diterapkan, yaitu ukuran korelasi,

    ukuran jarak, dan ukuran asosiasi.

    a. Ukuran Korelasi

    Kesamaan antar objek dapat dilihat dari koefisien korelasi antar

    pasangan objek yang diukur dengan beberapa variabel. Bila

    korelasinya tinggi artinya variable tersebut memiliki kesamaan, begitu

     juga sebaliknya jika korelasinya rendah maka variable tersebut tidak 

    memiliki kesamaan.

    b. Ukuran Jarak 

    Ukuran jarak merupakan ukuran yang paling sering digunakan

    untuk mengukur ketidaksamaan. Semakin tinggi nilainya semakin

    rendah kesamaan dalam pasangan obyek. Bedanya dengan ukuran

    korelasi adalah bahwa ukuran jarak fokusnya pada besarnya nilai.

    Sedangkan ukuran korelasi bisa saja tidak memiliki kesamaan nilai

    tapi memiliki kesamaan pola. Ada beberapa macam ukuran jarak,

    yaitu :

    - Jarak Euclid :   (   ,   ) = {∑   ( − )   }

    - Jarak Euclid Kuadrat :   (   ,   ) = ∑   ( − )

    - Jarak City-Block :   (   ,   ) = ∑   | − |

    - Jarak Cheby Chew :   (   ,   ) = | − |

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    9/24

    c. Ukuran Asosiasi

    Ukuran asosiasi digunakan bila obyek-obyek yang diamati bertipe

    non-metric (tipe nominal atau ordinal). Misalnya, responden hanya

    menjawab ya atau tidak dalam sebuah pertanyaan.

    Tahap 2: Membuat cluster

    Metode dalam membuat cluster ada banyak sekali, seperti yang

    digambarkan dalam diagram di bawah ini:

    a.

    b.

    a. Metode Hirarki

    Metode ini memulai pengelompokan dengan dengan dua atau lebih

    objek yang mempunyai kesamaan paling dekat. Kemudian proses

    diteruskan ke objek lain yang mempunyai kedekatan kedua. Demikian

    seterusnya sehingga cluster akan membentuk semacam “pohon”, di mana

    ada hirarki (tingkatan) yang jelas antar objek, dari yang paling mirip

    sampai paling tidak mirip. Secara logika semua objek pada akhirnya akan

    membentuk sebuah cluster. Dendogram biasanya digunakan untuk 

    membantu memperjelas proses hirarki tersebut.

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    10/24

    Dalam metode hirarki cluster terdapat dua tipe dasar

    yaitu agglomerative(pemusatan) dan   divisive (penyebaran). Dalam

    metode agglomerative, setiap obyek atau observasi dianggap sebagai

    sebuah cluster tersendiri. Dalam tahap selanjutnya, dua cluster yang

    mempunyai kemiripan digabungkan menjadi sebuah cluster baru demikian

    seterusnya. Sebaliknya, dalam metode divisive kita beranjak dari sebuah

    cluster besar yang terdiri dari semua obyek atau observasi. Selanjutnya,

    obyek atau observasi yang paling tinggi nilai ketidakmiripannya kita

    pisahkan demikian seterusnya.

    Dalam agglomerative ada lima metode yang cukup terkenal, yaitu:

    - Single Linkage, Complete Linkage, Average Linkage, Ward’s Method  ,

    Centroid Method. Single Linkage, prosedur ini didasarkan pada jarak 

    terkecil. Jika dua obyek terpisah oleh jarak yang pendek maka kedua

    obyek tersebut akan digabung menjadi satu cluster daan demikian

    saterusnya.

    -   Complete Linkage, berlawanan dengan Single Linkage prosedur ini

    pengelompokkannya berdasarkan jarak terjauh.

    -   Average Linkage, prosedure ini hampir sama dengan Single Linkage

    maupun Complete Linkage, namun kriteria yang digunakan adalah

    rata-rata jarak seluruh individu dalam suatu cluster dengan jarak 

    seluruh individu dalam cluster yang lain.

    - Ward’s Method , jarak antara dua cluster dalam metode ini

    berdasarkan total sum of square dua cluster pada masing-masing

    variabel.

    -   Centroid Method , jarak antara dua cluster dalam metode ini

    berdasarkan jarak  centroid dua cluster yang bersangkutan.\ 

    Keuntungan penggunaan metode hierarki dalam analisis Cluster

    adalah mempercepat pengolahan dan menghemat waktu karena data yang

    diinputkan akan membentuk hierarki atau membentuk tingkatan tersendiri

    sehingga mempermudah dalam penafsiran, namun kelemahan dari metode

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    11/24

    ini adalah seringnya terdapat kesalahan pada data outlier , perbedaan

    ukuran jarak yang digunakan, dan terdapatnya variabel yang tidak relevan.

    b. Metode non hirarki

    Berbeda dengan metode hirarki, metode ini justru dimulai dengan

    terlebih dahulu jumlah cluster yang diinginkan (dua cluster, tiga cluster

    atau yang lain). Setelah jumlah cluster diketahui, baru proses cluster

    dilakukan tanpa mengikuti proses hirarki. Metode ini biasa disebut

    dengan K-Means Cluster .

    Kebalikan dari metode hirarki, metode nonhirarki tidak meliputi

     proses “treelike construction“. Justru menempatkan objek -objek ke dalam

    cluster sekaligus sehingga terbentuk sejumlah cluster tertentu. Langkah

    pertama adalah memilih sebuah cluster sebagai inisial cluster pusat, dan

    semua objek dalam jarak tertentu ditempatkan pada cluster yang terbentuk.

    Kemudian memilih cluster selanjutnya dan penempatan dilanjutkan

    sampai semua objek ditempatkan. Objek-objek bisa ditempatkan lagi jika

     jaraknya lebih dekat pada cluster lain daripada cluster asalnya. Metode

    nonhirarki cluster berkaitan dengan K-means custering, dan ada tiga

    pendekatan yang digunakan untuk menempatkan masing-masing observasi

    pada satu cluster.

    -   Sequential Threshold , Metode Sequential Threshold memulai dengan

    pemilihan satu cluster dan menempatkan semua objek yang berada

    pada jarak tertentu ke dalamnya. Jika semua objek yang berada pada

     jarak tertentu telah dimasukkan, kemudian cluster yang kedua dipilih

    dan menempatkan semua objek yang berjarak tertentu ke dalamnya.

    Kemudian cluster ketiga dipilih dan proses dilanjutkan seperti yang

    sebelumnya.

    -   Parallel Threshold , Metode  Parallel Threshold merupakan kebalikan

    dari pendekatan yang pertama yaitu dengan memilih sejumlah cluster

    secara bersamaan dan menempatkan objek-objek kedalam cluster yang

    memiliki jarak antar muka terdekat. Pada saat proses berlangsung,

     jarak antar muka dapat ditentukan untuk memasukkan beberapa objek 

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    12/24

    ke dalam cluster-cluster. Juga beberapa variasi pada metode ini, yaitu

    sisa objek-objek tidak dikelompokkan jika berada di luar jarak tertentu

    dari sejumlah cluster.

    -   Optimization, Metode ketiga adalah serupa dengan kedua metode

    sebelumnya kecuali bahwa metode ini memungkinkan untuk 

    menempatkan kembali objek-objek ke dalam cluster yang lebih dekat.

    Metode non-hierarki memiliki keuntungan dapat melakukan

    analisis sampel dalam ukuran yang lebih besar dengan lebih efisien. Selain

    itu, hanya memiliki sedikit kelemahan pada data outlier, ukuran jarak yang

    digunakan, dan variabel tak relevan atau variabel yang tidak tepat.

    Sedangkan kelemahannya adalah untuk titik bakal random lebih buruk dari

    pada metode hirarkhi.

    Setelah cluster terbentuk, entah dengan metode hirarki atau non-hirarki,

    langkah selanjutnya adalah melakukan interprestasi terhadap cluster yang

    terbentuk, yang pada intinya memberi nama spesifik untuk menggambarkan isi

    cluster. Misalnya, kelompok konsumen yang memperhatikan lingkungansekitar sebelum membeli sebuah rumah bisa dinamai “cluster lingkungan”.

    Tahap 3: Melakukan validasi dan profiling cluster

    Cluster yang terbentuk kemudian diuji apakah hasil tersebut valid.

    Kemudian dilakukan proses profiling untuk menjelaskan karakteristik setiap

    cluster berdasarkan profil tertentu (seperti usia konsumen pembeli rumah,

    tingkat penghasilannya dan sebagainya). Analisis cluster agak bersifat

    subjektif dalam penentuan penyelesaian cluster yang optimal, sehingga

    peneliti seharusnya memberikan perhatian yang besar mengenai validasi dan

     jaminan tingkat signifikansi pada penyelesaian akhir dari cluster. Meskipun

    tidak ada metode untuk menjamin validitas dan tingkat signifikansi , beberapa

    pendekatan telah dikemukakan untuk memberikan dasar bagi perkiraan

    peneliti.

    - Validasi Hasil Cluster

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    13/24

    Validasi termasuk usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk 

    menjamin bahwa hasil cluster adalah representatif terhadap populasi secara

    umum, dan dengan demikian dapat digeneralisasi untuk objek yang lain

    dan stabil untuk waktu tertentu. Pendekatan langsung dalam hal ini adalah

    dengan analisis sample secara terpisah kemudian membandingkan antara

    hasil cluster dengan perkiraan masing-masing cluster. Pendekatan ini

    sering tidak praktis, karena adanya keterbatasan waktu dan biaya atau

    ketidaktersediaan objek untuk perkalian analisis cluster. Dalam hal ini

    pendekatan tyang biasa digunakan adalah dengan membagi sample

    menjadi dua kelompok. Masing-masing dianalisis cluster secara terpisah,

    kemudian hasinya dibandingkan.

    - Profiling Hasil Cluster

    Tahap Profiling meliputi penggambaran karakteristik masing-

    masing cluster untuk menjelaskan bagaimana mereka bisa berbeda secara

    relevan pada tiap dimensi. Tipe ini meliputi penggunaan analisis

    diskriminan. Prosedur dimulai setelah cluster ditentukan. Peneliti

    menggunakan data yang sebelumnya tidak masuk dalam prosedur cluster

    untuk menggambarkan karakteristik masing-masing cluster. Meskipun

    secara teori tidak masuk akal (rasional) dalam perbedaan silang cluster,

    akan tetapi hal ini diperlukan untuk memprediksi validasi taksiran,

    sehingga minimal penting secara praktek.

    Untuk melakukan proses analisis cluster ini, ada asumsi yang harus

    terpenuhi, yaitu:

    - Sampel yang diambil benar-benar dapat mewakili populasi yang ada

    (representativeness of the sample) dan Multikolinieritas. Sedangkan

    asumsi lainnya yang biasanya dilakukan pada analisis multivariat tidak 

    perlu dilakukan, seperti: Uji Normalitas, Uji Linearitas dan Uji

    Heteroskedastisitas.

    Adapun data yang akan dipakai adalah data 'Persentase Komposisi

    Jenis Sampah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2013

    berdasarkan BPS Provinsi Jawa Tengah.

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    14/24

    Persentase Komposisi Jenis Sampah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2013

    Percentage of Garbage Composition by Regency/City in Jawa Tengah 2013

    Kabupaten/Kota Kertas Kayu Kain

    Karet &

    Kulit

    TiruanPlastik

    Logam

    Gelas

    dan

    Kaca

    Organik Lainnya

    01. Kab. Cilacap 13,80 0,21 0,15 0,05 12,77 0,19 0,17 71,30 1,36

    02. Kab. Banyumas 4,60 2,63 2,78 4,50 12,50 3,50 3,80 63,99 1,70

    03. Kab. Purbalingga 4,90 2,00 1,15 1,20 18,00 0,65 1,00 63,85 7,25

    04.

    Kab.

    Banjarnegara - 0,15 0,02 - 10,80 - - 82,50 6,53

    05. Kab. Kebumen 21,00 2,00 0,90 1,00 24,00 0,50 1,60 48,00 1,00

    06. Kab. Purworejo 26,00 0,40 0,40 0,33 30,22 0,45 0,60 41,40 0,20

    07. Kab. Wonosobo 2,33 1,50 0,75 0,48 9,45 0,44 0,95 82,87 1,25

    08. Kab. Magelang 19,92 6,97 9,96 5,98 39,85 4,98 7,97 0,38 3,99

    09. Kab. Boyolali 2,00 1,00 0,50 1,00 19,00 0,50 0,50 70,00 5,50

    10. Kab. Klaten 6,00 6,00 6,00 5,00 10,00 0,50 0,50 65,00 1,00

    11. Kab. Sukoharjo 0,83 0,16 0,15 0,16 13,30 0,13 0,18 80,00 5,09

    12. Kab. Wonogiri 17,00 4,00 6,00 - 19,00 3,00 4,00 41,00 6,00

    13. Kab. Karanganyar 5,00 2,00 2,00 2,00 20,00 1,00 3,00 63,00 2,00

    14. Kab. Sragen 7,80 0,70 2,10 0,50 9,50 0,50 1,50 75,10 2,30

    15. Kab. Grobogan - - - -

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    15/24

    17,25 - - 82,75 -

    16. Kab. Blora 12,00 0,20 0,20 0,15 23,00 0,70 0,10 61,65 2,00

    17. Kab. Rembang 12,70 11,70 0,98 1,39 8,50 1,38 0,63 51,80 10,92

    18. Kab. Pati 4,27 0,82 0,03 0,13 0,90 0,08 7,88 85,80 0,08

    19. Kab. Kudus 4,00 1,80 1,90 1,60 8,00 2,10 1,30 77,10 2,20

    20. Kab. Jepara 10,15 5,28 0,32 0,51 17,03 1,87 1,74 60,36 2,74

    21. Kab. Demak 3,97 1,64 0,54 0,92 6,90 0,91 0,89 83,73 0,50

    22. Kab. Semarang 6,32 6,96 3,50 7,20 6,42 3,50 4,00 59,82 2,28

    23. Kab. Temanggung 10,90 2,30 2,40 0,50 19,60 2,40 3,40 58,50 -

    24. Kab. Kendal 8,50 22,14 2,70 0,75 7,15 1,10 1,56 56,00 0,10

    25. Kab. Batang 7,21 1,12 0,65 0,41 17,40 0,71 0,76 69,31 2,43

    26. Kab. Pekalongan 7,10 1,60 2,40 0,22 5,02 0,45 0,20 80,50 2,51

    27. Kab. Pemalang 7,00 4,00 4,00 7,00 23,00 5,00 4,00 40,00 6,00

    28. Kab. Tegal 15,30 1,00 2,00 2,50 42,30 1,20 1,40 33,30 1,00

    29. Kab. Brebes 5,83 2,91 1,46 0,58 14,57 0,87 1,46 70,92 1,40

    30. Kota Magelang 7,92 0,52 0,21 0,79 9,15 1,54 1,82 72,64 5,41

    31. Kota Surakarta 12,26 - 1,55 0,50 13,39 1,80 1,72 61,95 6,83

    32. Kota Salatiga 7,28 0,04 0,13 0,20 19,65 0,43 0,83 70,70 0,74

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    16/24

    33. Kota Semarang - - - - - - - - -

    34. Kota Pekalongan 5,30 1,60 1,70 1,00 8,20 0,90 1,60 78,70 1,00

    35. Kota Tegal 6,25 3,60 1,05 2,30 40,40 0,15 3,00 40,25 3,00

    Jumlah/Total 8,90 2,91 1,78 1,50 18,29

    1,281,88 60,63 2,83

    8,84 3,22 1,76 1,43 18,471,16

    1,54 60,73 2,84

    8,25 2,82 1,39 1,43 16,54 1,41 1,61 58,19 2,65

    9,42 2,87 1,62 1,69 15,941,40

    1,70 61,64 3,73

    8,79 2,45 1,81 2,61 17,451,32

    1,53 59,75 4,28

    Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten/Kota

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    17/24

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Analisis Cluster yang digunakan dalam makalah ini adalah analisis cluster

    hirarki. Analisis Cluster hirarki memiliki konsep yaitu proses dimulai dengan

    menggabungkan dua objek yang paling mirip, kemudian gabungan dari dua objek 

    tersebut akan digabungkan lagi dengan satu atau lebih objek yang paling mirip

    lainnya. Proses ini pada akhirnya akan mengumpulkan semua objek dalam satu

    cluster besar. Analisis cluster hirarki dipilih karena cocok untuk jumlah sampel

    yang kecil (

    Descriptive statistics -> Descriptive. Untuk proses analisis selanjutnya data

    yang akan digunakan adalah data yang sudah terstandarisasi.

    Berikut tampilan output di SPSS

    Descriptive Statistics

    N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

    Kertas 35 .00 26.00 8.6483 6.16478

    Kayu 35 .00 22.14 2.8271 4.21531

    Kain 35 .00 9.96 1.7309 2.10539

    Karetkulittiruan 35 .00 7.20 1.4529 2.00358

    Plastik 35 .00 82.75 17.7634 15.24952

    Logam 35 .00 5.00 1.2409 1.32754

    Gelaskaca 35 .00 7.97 1.8303 1.95974

    Organik 35 .00 85.80 58.8977 22.93156

    Lainnya 35 .00 10.92 2.7517 2.62670

    Valid N (listwise) 35

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    18/24

    3.2. Pembentukan Cluster

    Setelah data yang ada sudah terstandarisasi maka proses selanjutnya adalah

    pembentukan cluster. Berikut langkah-langkah menggunakan SPSS: Analyze

    -> Clasify -> Hierarchical Claster. Data yang dimasukkan adalah data yang

    sudah distandarisasi.

    Berikut output berserta interpretasinya

    Proximities[DataSet0]

    Case Processing Summarya

    Cases

    Valid Missing Total

    N Percent N Percent N Percent

    35 100.0% 0 .0% 35 100.0%

    a. Squared Euclidean Distance used

    Interpretasi: Tabel di atas menunjukan bahwa jumlah sampel yang dianalisa

    sebanyak 35 objek tanpa ada data yang hilang

    Average Linkage (Between Groups)

    Agglomeration Schedule

    Stage

    Cluster Combined

    Coefficients

    Stage Cluster First Appears

    NextStageCluster 1 Cluster 2 Cluster 1 Cluster 2

    1 7 21 ,367 0 0 6

    2 4 11 ,386 0 0 13

    3 29 34 ,479 0 0 6

    4 25 32 ,623 0 0 9

    5 14 26 ,688 0 0 10

    6 7 29 ,909 1 3 10

    7 1 16 ,924 0 0 9

    8 3 9 ,981 0 0 13

    9 1 25 1,406 7 4 16

    10 7 14 1,456 6 5 14

    11 30 31 1,565 0 0 19

    12 5 6 1,574 0 0 24

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    19/24

    13 3 4 1,945 8 2 19

    14 7 19 2,036 10 0 15

    15 7 13 2,964 14 0 16

    16 1 7 3,179 9 15 21

    17 2 22 3,317 0 0 23

    18 20 23 3,491 0 0 21

    19 3 30 4,439 13 11 22

    20 28 35 4,728 0 0 24

    21 1 20 4,892 16 18 22

    22 1 3 6,035 21 19 25

    23 2 27 6,734 17 0 26

    24 5 28 8,440 12 20 25

    25 1 5 11,911 22 24 27

    26 2 10 14,938 23 0 31

    27 1 33 17,023 25 0 29

    28 12 17 18,640 0 0 30

    29 1 18 19,070 27 0 30

    30 1 12 20,987 29 28 31

    31 1 2 21,674 30 26 32

    32 1 24 30,513 31 0 33

    33 1 15 40,089 32 0 34

    34 1 8 61,780 33 0 0

    Pada tabel di atas menunjukkan hasil proses clustering dengan

    metode Between Group Linkage. Setelah jarak antar variabel diukur dengan

    metode   square euclidean distance, maka dilakukan pengelompokan yang

    dilakukan secara bertingkat (seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas).

    Penjelasan dari pengelompokan dilakukan secara bertingkat adalah

    sebagai berikut, pada  stage 1 terbentuk satu cluster yang beranggotakan

    sampel nomor 7 dan 21 dengan jarak 0,367. Selanjutnya lihat kolom terakhir

    tertulis angka 6. Hal ini berarti proses clustering selanjutnya dilakukan

    dengan melihat stage 6. Pada stage 6 terbentuk cluster yang beranggotakan

    sampel nomor 7 dan 29 dengan jarak 0,909. Maka sekarang sudah ada 3

    sampel yang berada dalam satu cluster yaitu sampel nomor 7, 21, dan 29.

    Proses seperti ini dilakukan terus sampai semua objek masuk dalam cluster-

    cluster tertentu.

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    20/24

    Cluster Membership

    Case 4 Clusters 3 Clusters 2 Clusters

    1:Kab. Cilacap 1 1 1

    2:Kab. Banyumas 1 1 1

    3:Kab. Purbalingga 1 1 1

    4:Kab. Banjarnegara 1 1 1

    5:Kab. Kebumen 1 1 1

    6:Kab. Purworejo 1 1 1

    7:Kab. Wonosobo 1 1 1

    8:Kab. Magelang 2 2 2

    9:Kab. Boyolali 1 1 1

    10:Kab. Klaten 1 1 1

    11:Kab. Sukoharjo 1 1 1

    12:Kab. Wonogiri 1 1 1

    13:Kab. Karanganyar 1 1 1

    14:Kab. Sragen 1 1 1

    15:Kab. Grobogan 3 3 1

    16:Kab. Blora 1 1 1

    17:Kab. Rembang 1 1 1

    18:Kab. Pati 1 1 1

    19:Kab. Kudus 1 1 1

    20:Kab. Jepara 1 1 1

    21:Kab. Demak 1 1 1

    22:Kab. Semarang 1 1 1

    23:Kab. Temanggung 1 1 1

    24:Kab. Kendal 4 1 1

    25:Kab. Batang 1 1 1

    26:Kab. Pekalongan 1 1 1

    27:Kab. Pemalang 1 1 1

    28:Kab. Tegal 1 1 1

    29:Kab. Brebes 1 1 1

    30:Kota Magelang 1 1 1

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    21/24

    31:Kota Surakarta 1 1 1

    32:Kota Salatiga 1 1 1

    33:Kota Semarang 1 1 1

    34:Kota Pekalongan 1 1 1

    35:Kota Tegal 1 1 1

    Dari Tabel di atas terlihat pembagian sampel jika akan dibuat 2 cluster, 3

    cluster, 4 cluster.

    Dendrogram using Average Linkage (Between Groups)

    Rescaled Distance Cluster Combine

    C A S E 0 5 10 15 20 25

    Label Num +---------+---------+---------+---------+---------+

    Kab. Wonosobo 7 -+

    Kab. Demak 21 -+

    Kab. Brebes 29 -+

    Kota Pekalongan 34 -+

    Kab. Sragen 14 -+-+

    Kab. Pekalongan 26 -+ |

    Kab. Kudus 19 -+ |

    Kab. Karanganyar 13 ---+

    Kab. Batang 25 -+ |

    Kota Salatiga 32 -+-+-+

    Kab. Cilacap 1 -+ | |

    Kab. Blora 16 -+ | |

    Kab. Jepara 20 ---+ +---+

    Kab. Temanggung 23 ---+ | |

    Kota Magelang 30 -+-+ | |

    Kota Surakarta 31 -+ +-+ |

    Kab. Banjarnegara 4 -+ | +---+

    Kab. Sukoharjo 11 -+-+ | |

    Kab. Purbalingga 3 -+ | |

    Kab. Boyolali 9 -+ | |

    Kab. Kebumen 5 -+-----+ | +-+

    Kab. Purworejo 6 -+ +-+ | |

    Kab. Tegal 28 ---+---+ | +-+

    Kota Tegal 35 ---+ | | |

    Kota Semarang 33 -------------+ | |

    Kab. Pati 18 ---------------+ |

    Kab. Wonogiri 12 ---------------+-+

    Kab. Rembang 17 ---------------+ +-------+

    Kab. Banyumas 2 ---+-+ | |

    Kab. Semarang 22 ---+ +-----+ | +-------+

    Kab. Pemalang 27 -----+ +-----+ | |

    Kab. Klaten 10 -----------+ | +---------------+

    Kab. Kendal 24 -------------------------+ | |

    Kab. Grobogan 15 ---------------------------------+ |

    Kab. Magelang 8 -------------------------------------------------+

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    22/24

    Dendogram digunakan untuk menunjukkan anggota cluster yang ada jika akan

    ditentukan berapa cluster yang seharusnya dibentuk. Jika akan dibentuk duacluster maka cluster 1 beranggotakan Wonosobo sampai dengan Grobogan (sesuai

    urutan dalam dendogram) dan cluster 2 beranggotakan Magelang. Jika akan

    dibentuk tiga cluster maka cluster 1 beranggotakan Wonosobo dampai dengan

    Kendal, cluster 2 beranggotakan Magelang dan cluster 3 beranggotakan

    Grobogan.

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    23/24

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan pada bab II maka dapat disimpulkan

    beberapa hal sebagai berikut:

    1. Jika akan dijadikan 2 cluster maka cluster 1 terdiri dari Kab. Grobogan, Kab.

    Kendal, Kab. Klaten, Kab. Pemalang, Kab. Semarang, Kab. Rembang, Kab.

    Banyumas, Kab. Wonogiri, Kab. Pati, Kota Semarang, Kota Tegal, Kab.

    Tegal, Kab. Kebumen, Kab. Purworejo, Kab. Boyolali, Kab. Purbalingga,

    Kab. Banjarnegara, Kab. Sukoharjo, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kab.

    Temanggung, Kab. Jepara, Kab. Blora, Kab. Cilacap, Kota Salatiga, Kab.

    Batang, Kab. Karanganyar, Kab. Pekalongan, Kab. Kudus, Kab. Sragen, Kota

    Pekalongan, Kab. Wonosobo, Kab. Demak, Kab. Brebes. Cluster 2 terdiri

    dari Kab. Magelang

    2. Jika akan dijadikan 3 cluster maka cluster 1 terdiri dari Kab. Kendal, Kab.

    Klaten, Kab. Pemalang, Kab. Semarang, Kab. Rembang, Kab. Banyumas,

    Kab. Wonogiri, Kab. Pati, Kota Semarang, Kota Tegal, Kab. Tegal, Kab.

    Kebumen, Kab. Purworejo, Kab. Boyolali, Kab. Purbalingga, Kab.

    Banjarnegara, Kab. Sukoharjo, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kab.

    Temanggung, Kab. Jepara, Kab. Blora, Kab. Cilacap, Kota Salatiga, Kab.Batang, Kab. Karanganyar, Kab. Pekalongan, Kab. Kudus, Kab. Sragen, Kota

    Pekalongan, Kab. Wonosobo, Kab. Demak, Kab. Brebes. Cluster 2 terdiri

    dari Kab. Magelang. Cluster 3 terdiri dari Kab. Grobogan

    3. Jika akan dijadikan 4 cluster maka cluster 1 terdiri dari Kab. Klaten, Kab.

    Pemalang, Kab. Semarang, Kab. Rembang, Kab. Banyumas, Kab. Wonogiri,

    Kab. Pati, Kota Semarang, Kota Tegal, Kab. Tegal, Kab. Kebumen, Kab.

    Purworejo, Kab. Boyolali, Kab. Purbalingga, Kab. Banjarnegara, Kab.

    Sukoharjo, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kab. Temanggung, Kab. Jepara,

    Kab. Blora, Kab. Cilacap, Kota Salatiga, Kab. Batang, Kab. Karanganyar,

    Kab. Pekalongan, Kab. Kudus, Kab. Sragen, Kota Pekalongan, Kab.

    Wonosobo, Kab. Demak, Kab. Brebes. Cluster 2 terdiri dari Kab. Magelang.

    Cluster 3 terdiri dari Kab. Grobogan. Cluster 4 terdiri dari Kab. Kendal

  • 8/18/2019 APG (Makalah)

    24/24

    DAFTAR PUSTAKA

    Tersedia [ONLINE] : http://greenlandsco.blogspot.com/2012/04/makalah-tentang-

    sampah.html (diakses pada 4 Mei 2015)

    Tersedia [ONLINE] : http://www.statistikian.com/2014/03/analisis-

    cluster_27.html (diakses pada 4 Mei 2015)

    Tersedia [ONLINE] : https://prayudho.wordpress.com/tag/analisis-gerombol/ 

    (diakses pada 4 Mei 2015)

    Tersedia [ONLINE] :

    http://jateng.bps.go.id/webbeta/frontend/linkTabelStatis/view/id/842

    (diakses pada 4 Mei 2015)

    Tersedia [ONLINE] :

    http://www.statistikian.com/2014/03/interprestasi-analisis-cluster-hirarki.html

    (diakses pada 4 Juni 2015)

    Tersedia [ONLINE] :

    http://www.statistikian.com/2014/03/analisis-cluster-hirarki-dengan-

    spss.html (diakses pada 4 Juni 2015)