Upload
mashitadyah
View
58
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
antihistamin
Citation preview
Nicolas Exe Walter Simatupang
160110110027
H2 Receptor Antagonists / antihistamin H2
Antihistamin H2 pada dasarnya adalah analog struktural dari histamin. Dua
perubahan pada molekul histamin diperlukan untuk mencapai aktivitas receptor-
blocking H2. Yang pertama adalah modifikasi dari cincin imidazole atau substitusi
dengan cincin furan atau thiazole. Modifikasi kedua adalah keberadaan dari rantai
penghubung fleksibel yang dihubungkan dengan pengganti polar yang mampu
mengikat hidrogen.
Senyawa pertama yang ditemukan memiliki kemampuan untuk menutup
reseptor H2 adalah burimamide. Absorpsi oral dan sifat agonis parsialnya yang
kurang baik menimbulkan pencarian kongener aktif. Salah satu yang pertama dites
adalah metiamide. Meskipun metiamide efektif secara oral. Ia dapat menyebabkan
neutropenia reversibel saat dilakukan percobaan klinis. Karena thiourea moiety
pada sisi rantai metiamide dipercaya bertanggung jawab untuk efek samping ini,
kelompok thiourea digantikan oleh kelompok cyanoguanidine. Senyawa hasilnya,
cimetidine menjadi tersedia untuk digunakan secara klinis pada tahun 1977. Tidak
lama setelah itu, ranitidine disetujui. Ia berbeda dengan cimetidine dan antagonis
H2 sebelumnya yang ada di dalamnya bukanlah turunan dari imidazole tetapi
mengandung cincin furan. Setelah itu, dua antagonis reseptor H2 yang lain,
famotidine dan nizatidine, disetujui untuk digunakan. Berbeda dengan cimetidine
dan ranitidine, famotidine dan nizatidine berdasarkan pada struktur cincin
thiazole.
Beberapa perbedaan antara antihistamin H1 dan H2 sangat jelas.
Antihistamin H1 memiliki cincin aryl atau heteroaryl yang sangat lipofilik dan
memiliki kesamaan yang kecil dengan cincin imidazole dari histamin. Rantai
sisinya biasanya memiliki kelompok amonium dan charged pada pH fisiologis.
Sebaliknya, antihistamin H2 memiliki imidazole yang termodifikasi atau cincin
heterosiklik lain dan polar tetapi uncharged side chain. Antihistamin H2 hidrofilik;
sifat ini dapat diukur untuk sifat CNS dan lokal anestetiknya yang lemah.
Efek farmakologis
Antihistamin H2 merupakan antagonis poten yang kompetitif dari
histamin. Karena reseptor H2 sangat berimplikasi pada fungsi sekresi dari mukosa
lambung, senyawa ini menyebabkan reduksi output H+, aktivitas pepsin, dan
volume total dari sekresi lambung. Inhibisi sekresi dapat dicapai pada kondisi
puasa dan setelah stimulasi dengan makanan, histamine, betazole, pentagastrin,
atau caffein.
Meskipun reseptor H2 ditemukan pada banyak jaringan, termasuk
pembuluh darah dan otot polos bronkus, antihistamin H2 memiliki efek penting
yang sedikit pada fungsi fisiologis daripada sekresi lambung. Pada situasi tertentu,
seperti antagonisme dari hipotensi yang dipicu oleh histamin, kombinasi dari H1
dan H2 lebih efektif daripada digunakan sendiri, yang menunjukkan bahwa pada
kondisi seperti itu reseptor H1 dan H2 terlibat.
Absorption, fate, and excretion
Terkecuali untuk famotidine, antihistamin H2 dengan cepat dan secara
keseluruhan diabsorbsi setelah administrasi oral. Semuanya mengalami beragam
derajat dari degradasi first-pass metabolic di hati, menghasilkan bioavailibilitas
oral kira-kira 50% untuk cimetidine, ranitidine, dan famotidine dan lebih dari 90%
untuk nizatidine. Setelah absorbsi, antihistamin H2 secara umum didistribusi di
cairan tubuh total. Konsentrasi terapetik dicapai setelah kira-kira 1 sampai 2 jam.
Eliminiasi half-lifenya sekitar 2 sampai 3,5 jam kecuali untuk nizatidine, yang
memiliki half-life 1 sampai 1,5 jam. Ekskresi urin dari senyawa terhitung 60
sampai 70% dari dosis injeksi setiap obat. Sisanya teroksidasi, sulfoxide menjadi
metabolit utama, dan diekskresikan pada urin dan feses. Cimetidine (300 mg),
agen poten paling rendah, mengurangi asam basal lambung paling tidak 80%
selama 4 sampai 5 jam, sedangkan famotidine (20 mg), paling poten bertahan
selama 10 sampai 12 jam. Oleh karena adanya keamanan relatif dari obat ini,
penambahan dosis dapat digunakan untuk memperpanjang durasi efek.
Penggunaan terapetik umum
Telah dibuktikan bahwa Helicobacter pylori memiliki peran yang besar
pada patogenesis sebagian besar penyakit peptic ulcer. Organisme ini adalah
batang gram negatif yang dapat berkolonisasi di permukaan mukosa dari lambung
dan menimbulkan inflammatory gastritis. Dua garis bukti menunjukkan H. Pylori
di penyakit peptic ulcer. Pertama, ditemukan pada sebagian besar kasus (70
sampai 90%) dari ulcer gastric aktif atau duodenal. Kedua, penghancuran
organisme oleh terapi antimikroba yang cocok cenderung menimbulkan
pengurangan gejala, penyembuhan ulcer, dan pencegahan rekurensi. Fakta bahwa
H. Pylori dapat ditemukan pada orang yang sehat menunjukkan bahwa faktor
risiko lain juga terlibat pada timbulnya penyakit ini. Pengamatan ini telah
mengubah terapi konvensional untuk penyakit peptic ulcer; ukuran anti-infektif
dicapai pada H. Pylori sekarang sering dikombinasikan dengan pengendalian
sekresi asam lambung oleh antihistamin H2.
Antihistamin H2 digunakan secara klinis untuk kemampuannya untuk
menghambat sekresi asam lambung basal dan sekresi yang dirangsang. Mereka
disetujuin untuk digunakan pada ragam yang luas dari penyakit gastrointestinal
dimana pengurangan sekresi asam dapat menyembuhkan gejala, membimbing ke
kesembuhan, dan mencegah rekurensi dari penyakit yang dulunya pernah sembuh.
Indikasi yang disetujui secara spesifik termasuk penyakit ulcer duodenal (aktif
atau sedang dalam pengendalian), penyakit gastric ulcer aktif, GERD, dan kondisi
hipersekresi patologis. Antihistamin H2 biasanya diberikan secara oral, tetapi
terdapat juga bentuk parenteral (kecuali nizatidine) untuk supresi akut dari sekresi
asam lambung. Dosis oral dapat dibagi menjadi administrasi sekali sehari atau dua
kali sehari; jika sekali sehari, dosisnya paling baik diberikan saat waktu tidur
untuk menutup sekresi asam lambung malam.
Penggunaan utama dari antihistamin H2 adalah perawatan ulcer lambung
ganas yang aktif dan profilaksis dan perawatan dari ulcer duodenal aktif. Semua
agen yang sekarang tersedia (cimetidine, ranitidine, famotidine, dan nizatidine)
menunjukkan keefektifan yang sama pada dosis yang cocok dalam menekan
sekresi asam lambung (diatas 90%) dan mempercepat penyembuhan duodenal.
Penyembuhan ulcer biasanya terjadi dalam 2 sampai 4 bulan dari terapi; jika pada
tahap ini tidak terjadi kesembuhan, terapi lebih jauh biasanya tidak akan efektif.
Meskipun cimetidine dan anithistamin H2 lain telah digunakan untuk merawat
perdarahan yang disebabkan oleh penyakit hati, seperti cirhosis, bukti kecil
mendukung keefektifan mereka di kondisi ini. Akhirnya, antihistamin H2 dapat
digunakan sebelum anestesi umum, khasnya pada pasien dengan obstruksi
gastrointestinal, untuk meningkatkan pH lambung dan mengurangi bahaya dari
pneumonia aseptik jika konten lambung teraspirasi saat induksi.
Setelah pengenalannya lebih dari 20 tahun lalu, antagonis reseptor H2
manjadi satu dari kelompok yang sebagian besar diberikan di dunia. Penggunaan
telah ditolak pada beberapa tahun ini karena pengenalan proton pump inhibitor.
U.S Food and Drug Administration tidak memperbolehkan penjualan anithistamin
H2 untuk penyembuhan gejala dari heartburn, indigesti asam (hyperchlorhydria),
atau “sour” stomach. Keputusan ini menunjukkan penggunaan yang luas dari
antihistamin H2 yang sebelumnya dibatasi oleh pemberian resep untuk kondisi
yang tidak disetujui, karena menyadari keamanan relatif dari agen ini pada
penggunaan yang tidak diawasi.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, perawatan GERD dan ulcer
gastroduodenal sekarang bergantung pada proton pump inhibitor. Akibatnya,
pemberian resep antihistamin H2 telah ditolak. Karena onset of actionnya yang
lebih cepat dan harganya yang lebih murah, antihistamin H2 masih dipilih untuk
perawatan berbasis pasien dengan gejala ringan dan tidak sering dari acid-peptic
disorder.
Efek samping
Pandangan awal bahwa cimetidine umumnya bebas dari efek samping
yang serius telah dibuktikan oleh waktu dan penggunaan klinis yang luas.
Antihistamin H2 yang baru-baru ini diperkenalkan terlihat dapat ditoleransi oleh
sebagian besar pasien.
Efek samping paling umum dari cimetidine adalah termanifestasi di CNS.
Ini sangat bervariasi dan berkisar dari gejala minor (pusing, letargi, dan lelah)
sampai ke gangguan yang lebih serius (mental confusion, delirium, focal
twitching, halusinasi, dan kejang). Efek CNS sering terlihat berhubungan dengan
dosis dan paling sering ditemukan pada pasien dewasa atau pasien dengan
penyakit hati atu fungsi ginjal.
Cimetidine menimbulkan banyak efek pada fungsi endokrin yang secara
umum minor dan reversible pada penghentian terapi. Yang paling terlihat di
antaranya adalah gynecomastia; selain itu ada peningkatan konsentrasi serum
prolaktin, galactorhea, kehilangan libido, impotensi, dan berkurangnya jumlah
sperma. Kecil, tetapi peningkatan yang jelas pada konsentrasi serum kreatinin
terjadi pada sebagian besar pasien yang dirawat dengan cimetidine. Efek ini tidak
berhubungan dengan perubahan lain pada fungsi ginjal dan menghilang ketika
obat tidak digunakan lagi. Depresi dari granulosit berhubungan dengan metiamide
tidak terlihat menjadi masalah dengan cimetidine, tetapi transient leukopenia,
granulositopenia, dan trombositopenia telah dilaporkan berhubungan. Sulit untuk
melibatkan cimetidine sebagai supresan langsung sumsum tulang karena kasus
melaporkan hampir selalu melibatkan penggunaan bersamaan dengan obat lain
atau keberadaan penyakit sistemik serius yang lain. Meskipun cimetidine
meningkatkan reaksi imun cell-mediated, tidak ada bukti yang menunjukkan
bahwa fenomena ini berhubungan dengan repon klinis apapun yang diamati.
Kejadian kanker lambung pada pasien yang dirawat dengan cimetidine
telah menunjukkan pada sugesti bahwa agennya mungkin karsinogenik.
Kemungkinan ini belum dibuktikan, dan informasi saat ini belum cukup untuk
menetapkan cimetidine adalah zat yang karsinogenik.
Meskipun cimetidine awalnya terlihat tidak memiliki interaksi obat yang
signifikan, laporan klinis saat ini dan penelitian laboratorium menunjukkan bahwa
ini bukan kasusnya. Cimetidine telah dibuktikan meningkatkan konsentrasi darah
dari banyak obat, termasuk antikoagulan dari tipe warfarin, antidepresan tricyclic,
beragam benzodiazepine, phenobarbital, ophylline, propanolol, lidocaine,
estradiol, dan phenytoin, sehingga meningkatkan risiko toksisitas. Dasar dari
interaksi ini adalah inhibisi kompetitif oleh cimetidine dari hepatic mixed-
function oxidase enzymes yang bertanggung jawab untuk metabolisme obat ini.
Juga, pengurangan yang dipicu oleh cimetidine pada aliran darah hepatic dapat
menekan masuknya obat ke hati dan memperlambat metabolisme. Pasien yang
menerima cimetidine bersamaan dengan bantuk apapun dari obat harus dipantau
dengan hati-hati; jika cocok, pengurangan dosis atau penggunaan dari agen
alternatif harus dipertimbangkan.
Ranitidine, famotidine, dan nizatidine terlihat memiliki efek samping yang
lebih sedikit daripada cimetidine. Obat ini tidak menimbulkan efek antiandrogenik
yang signifikan, dan mereka tidak mempengaruhi konsentrasi serum prolaktin.
Impotensi dan gynecomastia tidak terjadi dengan penggunaannya. Gangguan
mental sangat jarang terjadi dengan penggunaannya, dan tidak dilaporkan dapat
meningkatkan konsentrasi serum kreatinin. Karena pengikatan dari agen-agen ini
ke enzim sitokrom P450 kurang kuat dibandingkan dengan cimetidine, mereka
tidak menghambat metabolisme mikrosom dari obat lain secara signifikan.