Annisanfushie

Embed Size (px)

Citation preview

Annisanfushie's WeblogChemistry is My Live and I Will Becoming Chemist Lompat ke isi

Beranda My Dream My Laugh My Study Zigaz Sahabat jadi cinta terus jadi benci

Januari 2, 2009

ALDEHID DAN KETONLAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN V ALDEHID DAN KETON

NAMA : ANNISA SYABATINI NIM : J1B107032 KELOMPOK : 5

ASISTEN : RIZKY EMMALIA

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2008 PERCOBAAN V

ALDEHID DAN KETON

I. TUJUAN PERCOBAANTujuan percobaan praktikum ini adalah mempelajari reaksi kimia aldehid dan keton dan penggunaan aldehid dan keton untuk identifikasi senyawa. II. TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu gugus fungsi yang kita yaitu aldehid. Aldehid adalah suatu senyawa yang mengandung sebuah gugus karbonil yang terikat pada sebuah atau dua buah atom hidrogen. Nama IUPEC dari aldehida diturunkan dari alkana dengan mengganti akhiran ana dengan al. Nama umumnya didasarkan nama asam karboksilat ditambahkan dengan akhiran dehida (Petrucci, 1987).

Aldehid dinamakan menurut nama asam yang mempunyai jumlah atom C sama pada nama alkana yang mempunyai jumlah atom sama. Pembuatan aldehida adalah sebagai berikut: oksidasi primer, reduksi klorida asam, dari glikol, hidroformilasi alkana, reaksi Stephens dan untuk pembuatan aldehida aromatik (Fessenden, 1997). Salah satu reaksi untuk pembuatan aldehid adalah oksidasi dari alkohol primer. Kebanyakan oksidator tak dapat dipakai karena akan mengoksidasi aldehidnya menjadi asam karboksilat. Oksidasi khrompiridin komplek seperti piridinium khlor kromat adalah oksidator yang dapat merubah alkohol primer menjadi aldehid tanpa merubahnya menjadi asam karboksilat (Petrucci, 1987). Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil terikat pada dua gugus alkil, dua gugus alkil, atau sebuah alkil. Keton juga dapat dikatakan senyawa organik yang karbon karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lainnya. Keton tidak mengandung atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil (Wilbraham, 1992). Pembuatan keton ynag paling umum adalah oksidasi dari alkohol sekunder. Hampir semua oksidator dapat dipakai. Pereaksi yang khas antara lain khromium oksida (CrO3), phiridinium khlor kromat, natrium bikhromat (Na2Cr2O7) dan kalium permanganat (KMnO4) (Respati, 1986). Reaksi-reaksi pada aldehida dan keton adalah reaksi oksidasi dan reaksi reduksi. Reaksi oksidasi untuk membedakan aldehida dan keton. Aldehid mudah sekali dioksidasi, sedangkan keton tahan terhadap oksidator. Aldehida dapat dioksidasi dengan oksidator yang sangat lemah. Sedangkan reaksi reduksi terbagi menjadi tiga bagian yaitu reduksi menjadi alkohol, reduksi menjadi hidrokarbon dan reduksi pinakol (Wilbraham, 1992). Sifat-sifat fisik aldehid dan keton, karena aldehid dan keton tidak mengandung hidrogen yang terikat pada oksigen, maka tidak dapat terjadi ikatan hidrogen seperti pada alkohol. Sebaliknya aldehid dan keton adalah polar dan dapat membentuk gaya tarik menarik

elektrostatik yang relatif kuat antara molekulnya, bagian positif dari sebuah molekul akan tertarik pada bagian negatif dari yang lain (Fessenden, 1997). III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah termometer 1 buah, water bath 1 buah, tabung reaksi 6 buah, tutup tabung reaksi, plat pemanas, pipet tetes 10 buah. B. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aseton, asetaldehid, sikloheksanon, eter, benzaldehid, NaOH, HCl, es batu, KMnO4, Besi (III) klorida, pereaksi tollens, pereaksi benedict, pereaksi fenilhidrazin, larutan iodin dalam KI, larutan amoniak 10%, larutan asam kromat, pereaksi fehling (A dan B), Natrium bisulfit, AgNO3, fuchsin, formal dehida. IV. PROSEDUR KERJA

1. Uji Fehling a. Diisi masing-masing tabung reaksi 0,5 ml larutan reagen fehling A dan 0,5 ml reagen fehling B. b. Ditambahkan 0,5 ml asetaldehida dan dipanaskan selama 5 menit. c. Diamati perubahan yang terjadi. d. Diulangi percobaan dengan sampel aldehida dan keton lainnya. 2. Uji Tollens (Uji cermin Perak) a. Dimasukkan 0,5 ml AgNO3 5%, 1 tetes larutan NaOH 6 N tetes demi tetes serta amonia encer tetes demi tetes. b. Diaduk kuat-kuat hingga tercampur sempurna.

c. Ditambahkan 0,5 ml sampel, dikocok, dan dibiarkan selama 5 menit. d. Jika tidak ada reaksi, dipanaskan di dalam water bath suhu 400 C selama 5 menit. e. Diamati perubahan yang terjadi. 3. Uji Iodoform a. Dimasukkan 1 ml sampel dan 1 ml I2 dalam KI ke dalam tabung reaksi. b. Ditambahkan NaOH 6 M tetes demi tetes sampai larutan iodin berwarna kuning muda. c. Didiamkan, bila dalam 5 menit belum terbentuk endapan, dipanaskan tabung reaksi dalam penangas air bersuhu 600 C. d. Diamati perubahan yang terjadi. 4. Oksidasi a. Oksidasi dengan KMnO4 1. Dimasukan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml asam format dan ditambahkan 2 tetes KMnO. 2. Dipanaskan dalam penangas selama 2 menit dan diamati perubahan yang terjadi. 3. Diulangi percobaan dengan asam asetat. b. Osidasi dengan pereaksi fehling 1. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml asam format dan ditambahkan 0,5 ml fehling A dan B. 2. Dipanaskan dalam penangas selama 2 menit dan diamati perubahan yang terjadi. 3. Diulangi percobaan dengan asam asetat. 5. Reaksi Garam Karboksilat

1. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml Na-Asetat dan ditambahkan 0,5 ml FeCl3 hingga terbentuk warna merah. 2. Diamati perubahan yang terjadi. V. HASIL PENGAMATAN

A. Hasil 1. Pembentukan asam karboksilat No. 1. 2. 3. Langkah Percobaan Oksidasi Aldehid 0,5 ml KMnO4 + 2 tetes H2SO4 Pekat Bau menyengat, 3 lapisan (putih, Dikocok cokelat, cokelat muda) Hasil Percobaan Panas, dari ungu menjadi cokelat, Ada gelembung, ada endapan.

Ditambahkan 0,5 ml asetaldehid lalu Panas, warna bening, bau balon dipanaskan dalam penangas air. Warna bening, bau kapur barus. Diperhatikan bau yang timbul. Hidrolisis ester 0,25 ml H2SO4 + 0,5 ml etil asetat. Diperhatikan bau yang timbul. Reaksi garam karboksilat dengan asam sulfat. 0,5 ml larutan Na-asetat + 0,5 ml

H2SO4 encer. Diperhatikan bau yang timbul. 2. Pembentukan garam karboksilat

No. 1. 2. 3.

Langkah Percobaan 0,5 ml larutan garam asetat + 0,5 ml NaOH.

Hasil Percobaan Warna bening Warna bening

Dikocok dan diamati perubahan yang terjadi. Diulangi percobaan dengan asam format Diulangi percobaan dengan asam propionat. Warna bening, ada gelembung.

3. Esterifikasi No. 1. 2. Langkah Percobaan 0,5 ml etanol 70% + 0,5 ml asam asetat + 3 tetes H2SO4 pekat Dikocok dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit. Warna Dituang isi tabung reaksi ke dalam bening, setelah dipanaskan ada gelembung, bau Warna dipanaskan menyengat. Hasil Percobaan bening, tetap, setelah bau

air dan dicatat bau ester yang timbul. menyengat. Sampel asam format Warna bening, setelah

dipanaskan ada 2 lapisan (atas bening, bawah kuning), bau

Sampel asam propionat Diulangi percobaan dengan etanol absolut. Sampel asam asetat

sangat menyengat. Warna dipanaskan menyengat Warna bening, setelah bening, tetap, bau setelah tidak

Sampel asam format Sampel asam propionat

dipanaskan bau menyengat Warna bening, setelah

dipanaskan ada 2 lapisan (atas bening, bawah kuning), bau menyengat 4. Oksidasi

No. 1. 2. 3. 1. 2. 3.

Langkah Percobaan a. oksidasi dengan KMnO4 0,5 ml asam format + 2 tetes KMnO. Dipanaskan dalam penangas selama 2 menit dan diamati perubahan. Diulangi percobaan dengan asam asetat. Diulangi percobaan dengan asam propionat. b. oksidasi dengan pereaksi fehling 0,5 ml asam format + 0,5 ml fehling

Hasil Percobaan Warna cokelat Warna bening, tidak ada endapan. Warna ungu, dipanaskan ada endapan merah bata. Warna merah kekuningan,

dipanaskan ada endapan cokelat tua. Warna biru Tetap

A dan B. Dipanaskan dalam penangas selama 2 menit dan diamati perubahan. Diulangi percobaan dengan asam asetat. Diulangi percobaan dengan asam propionat. 1. Reaksi garam karboksilat

Warna biru, dipanaskan tetap. Warna biru, dipanaskan tetap.

No. 1. 2.

Langkah Percobaan 0,5 ml Na-Asetat + 0,5 ml FeCl3 hingga terbentuk warna merah. Dipanaskan Diamati perubahan yang terjadi.

Hasil Percobaan Warna orange Warna orange tua

B. Pembahasan 1. Pembentukan Asam Karboksilat a. Oksidasi aldehid Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memasukkan 0,5 ml KMnO4 ke dalam tabung reaksi dan menambahkan 2 tetes H2SO4 pekat. Kemudian dikocok agar larutan homogen. Menambahkan 0,5 ml sampel asetaldehid lalu dipanaskan dalam penangas air, pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi yang berlangsung. Maka didapatkan perubahan yang terjadi adalah larutan terasa panas, mengalami perubahan warna dari ungu menjadi cokelat, muncul gelembung, dan bau menyengat. Percobaan di atas menunjukkan adanya reaksi positif dari sampel asetaldehid karena terbentuknya asam karboksilat yang dibuktikan dengan bau yang menyengat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

O R C H + [ O ] RCO2H b. Hidrolisis ester Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memasukkan ke dalam tabung reaksi 0,25 ml H2SO4 dan 0,5 ml etil asetat. Maka didapatkan perubahan yang terjadi adalah larutan terasa panas berwarna bening, dan bau yang dihasilkan adalah bau balon. Hal tersebut menunjukkan adanya reaksi positif dari etil asetat karena munculnya bau balon yang menunjukkan ada proses pembentukan asam karboksilat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: O+ H

/ OH-

R C OR + H2O RCO2H + HOR c. Reaksi garam karboksilat dengan asam sulfat Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memasukkan 0,5 ml larutan Na-asetat dan 0,5 ml H2SO4 encer. Kemudian mengocok agar larutan menjadi homogen dan dipanaskan agar reaksi berlangsung lebih cepat. Maka didapatkan perubahan yang terjadi adalah larutan berwarna bening, dan bau yang dihasilkan adalah bau kapur barus. Hal tersebut menunjukkan adanya reaksi positif dari Na-asetat karena munculnya bau kapur barus yang menunjukkan ada proses pembentukan asam karboksilat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 2CH3CO2Na + H2SO4 Na2SO4 + 2CH3CO2H 2. Pembentukan Garam Karboksilat Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dimasukkan 0,5 ml larutan sampel (asam asetat, asam format, asam propionat) ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 0,5 ml NaOH. Kemudian dikocok agar larutan homogen. Maka didapatkan perubahan yang terjadi secara berturut-turut adalah pada sampel asam asetat larutan berwarna bening, sampel asam format larutan berwarna bening, sampel asam propionat larutan berwarna bening dan terdapat gelembung. Hal tersebut

menunjukkan hanya asam propionat yang bereaksi positif pada pembentukan garam karboksilat, yang ditunjukkan dengan munculnya gelembung. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O Asam asetat HCOOH + NaOH HCOONa + H2O Asam format C2H5COOH + NaOH C2H5COONa + H2O Asam propionat 3. Esterifikasi Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml etanol 70% lalu ditambahkan 0,5 ml asam asetat dan 3 tetes H2SO4 pekat Kemudian dikocok agar larutan homogen dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit, pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi yang berlangsung. Maka didapatkan sebagai berikut pada sampel asam format warna larutan bening, ada gelembung, setelah dipanaskan bau menyengat. Sampel asam propionat warna larutan bening, setelah dipanaskan tetap bau sangat menyengat. Sampel asam asetat warna larutan bening, setelah dipanaskan bau menyengat. Percobaan tersebut diketahui bahwa asam propionat lebih reaktif daripada sampel yang lain, karena menghasilkan bau yang sangat menyengat. Sampel asam asetat yang paling tidak bereaksi. Langkah kedua yang perlu dilakukan adalah dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml etanol absolut lalu ditambahkan 0,5 ml asam asetat dan 3 tetes H2SO4 pekat Kemudian dikocok agar larutan homogen dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit, pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi yang berlangsung. Maka didapatkan sebagai berikut pada sampel asam format ada gelembung, setelah dipanaskan bau menyengat. Sampel asam propionat warna larutan bening, ada 2 lapisan (atas bening, bawah kuning) setelah dipanaskan tetap bau menyengat. Sampel asam asetat warna larutan bening, setelah dipanaskan bau tidak menyengat.

Percobaan tersebut diketahui bahwa asam propionat lebih reaktif dari pada sampel yang lain, karena menghasilkan bau yang menyengat. Asam asetat paling tidak bereaksi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:+ H , kalor

CH3CO2H + CH3CH2OH CH3CO2CH2CH3 + H2O Asam asetat etanol H2SO4 etil asetat Reaksi yang terjadi pada etanol 70% dan etanol absolut adalah sama seperti di atas. Bedanya hanya pada bau yang dihasilkan. Etanol 70% baunya adalah bau balon dan sedikit bau asetat (menyengat). Sedangkan pada etanol absolut berbau balon (keton) saja. Hal ini disebabkan pada etanol 70% terdapat 30% air, yang berfungsi sebagai pengikat air, sehingga ketika larutan dituangkan ke air menghasilkan bau yang menyengat. 4. Oksidasi a. Oksidasi dengan KMnO4 Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memasukan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml asam format dan ditambahkan 2 tetes KMnO4. Kemudian dipanaskan dalam penangas selama 2 menit, pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi yang berlangsung. Maka didapatkan utnuk sampel asam format warna cokelat, kemudian warna larutan menjadi bening setelah ditambah sampel, setelah dipanaskan tidak ada endapan. Sampel asam asetat didapatkan warna ungu, setelah dipanaskan ada endapan merah bata. Sampel asam propionat didapatkan warna merah kekuningan, setelah dipanaskan ada endapan cokelat tua. Hal tersebut menunjukkan bahwa asam asetat dan asam propionat lebih reaktif dari pada asam format dalam reaksi Oksidasi dengan KMnO4. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:Kalor

HCOOH + KMnO4- CO2+ H2O Asam format

Kalor

CH3COOH + KMnO4- CH2 + CO2 + H2O Asam asetatKalor

CH2CH3COOH + KMnO4- 2CH2 + CO2 + H2O Asam propionat b. Oksidasi dengan pereaksi fehling Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml asam format dan ditambahkan 0,5 ml fehling A dan B. Kemudian dipanaskan dalam penangas selama 2 menit pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi yang berlangsung. Pada sampel asam format larutan terdiri atas dua bagian, lapisan atas berwarna biru tua dan lapisan bawah berwarna kuning kecoklatan. Pada asam asetat, setelah dilakukan pemanasan pada larutan, tidak terjadi perubahan secara fisik pada larutan, yakni larutan tetap berwarna biru muda. Hal ini menunjukkan bahwa asam asetat tidak bisa dioksidasi oleh reagen fehling disebabkan karena asam asetat tergolong asam lemah, sehingga memiliki daya oksidasi yang lemah pula dan tidak dapat mereduksi larutan fehling. Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut:Fehling A dan B (Kalor)

HCOOH + 2CuO CO2 + H2O + Cu2O Asam formatFehling A dan B (Kalor)

CH3COOH + 2CuO CH2CO2 + H2O + Cu2O Asam asetatFehling A dan B (Kalor)

CH2CH3COOH + 2CuO CH2CH2CO2 + H2O + Cu2O Asam Propionat 5. Reaksi garam karboksilat Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml Na-Asetat dan ditambahkan 0,5 ml FeCl3 hingga terbentuk warna merah. Maka didapatkan larutan berwarna orange setelah dipanaskan warna larutan berubah lagi menjadi warna orange tua. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi reaksi positif dari na-asetat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 3NaCH3COO + FeCl3 3NaCl + 3CH3COO- + Fe3+ 6CH3COO- + 3Fe3+ + 2H2O [Fe (OH)2 (CH3COO)6]+ + 2H+ VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah: 1. Percobaan dengan oksidasi aldehid didapatkan asetaldehid reaktif dalam pembentukan asam karboksilat. 2. Percobaan hidrolisis ester didapatkan reaksi positif dari etil asetat karena timbulnya bau balon yang menunjukkan proses pembentukan asam karboksilat. 3. Reaksi garam karboksilat dengan asam sulfat didapatkan reaksi positif dari Na-asetat karena timbulnya bau kapur barus yang menunjukkan proses pembentukan asam karboksilat. 4. Percobaan pembentukan garam karboksilat didapatkan asam propionat yang bereaksi positif pada pembentukan garam karboksilat, ditunjukkan dengan munculnya gelembung.

5. Percobaan esterifikasi, dengan etanol diketahui sampel asam propionat lebih reaktif dari pada sampel yang lain, karena menghasilkan bau yang sangat menyengat. Asam asetat yang paling tidak bereaksi. 6. Percobaan oksidasi dengan KMnO4 didapatkan asam asetat dan asam propionat lebih reaktif dari pada asam format dalam reaksi Oksidasi dengan KMnO4. 7. Percobaan reaksi garam karboksilat terjadi reaksi positif dari Na-asetat karena terjadi perubahan pada saat pemanasan, dengan terbentuknya warna orange tua. DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, Ralph J, dan Fessenden, Joan S. 1997. Dasar-dasatr Kimia Organik. Bina Aksara. Jakarta. Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi 1. Binarupa Aksara. Jakarta. Wilbraham, Antony C. 1992. Pengantar Kimia Organik 1. ITB. Bandung. Posted on Januari 2, 2009 in Semester 3 and tagged Kimia Organik I. 14 Komentar Januari 2, 2009

ASAM KARBOKSILATLAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN VI ASAM KARBOKSILAT

NAMA : ANNISA SYABATINI NIM : J1B107032 KELOMPOK : 5 ASISTEN : RIZKY EMMALIA

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2008 PERCOBAAN VI

ASAM KARBOKSILAT

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah memahami reaksi-reaksi analisis gugus karboksilat dalam suatu senyawa. II. TINJAUAN PUSTAKA

Suatu asam karboksilat adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus karboksil, COOH. Gugus karboksil mengandung gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil; antar aksi dari kedua gugus ini mengakibatkan suatu kereaktifan kimia yang unik dan untuk asam karboksilat (Fessenden, 1997). Asam format terdapat pada semut merah (asal dari nama), lebah, jelatang dan sebagainya (juga sedikit dalam urine dan peluh). Sifat fisika: cairan, tak berwarna, merusak kulit, berbau tajam, larut dalam H2O dengan sempurna. Sifat kimia: asam paling kuat dari asam-asam karboksilat, mempunyai gugus asam dan aldehida (Riawan, 1990). Asam asetat (CH3COOH) sejauh ini merupakan asam karboksilat yang paling penting diperdagangan, industri dan laboratorium. Bentuk murninya disebut asam asetat glasial karena senyawa ini menjadi padat seperti es bila didinginkan. Asam asetat glasial tidak berwarna, cairan mudah terbakar (titik leleh 7C, titik didih 80C), dengan bau pedas menggigit. Dapat bercampur dengan air dan banyak pelarut organik (Fessenden, 1997). Adapun sifat-sifat yang dimiliki oleh asam karboksilat adalah: 1. Reaksi Pembentukan Garam Garam organik yang membentuk dan memiliki sifat fisik dari garam anorganik padatannya, NaCl dan KNO3 adalah garam organik yang meleleh pada temperatur tinggi, larut dalam air dan tidak berbau. Reaksi yang terjadi adalah: HCOOH + Na+ HCOONa + H2O 2. Reaksi Esterifikasi

Ester asam karboksilat ialah senyawa yang mengandung gugus COOR dengan R dapat berbentuk alkil. Ester dapat dibentuk berkat reaksi langsung antara asam karboksilat dengan alkohol. Secara umum reaksinya adalah: RCOOH + ROH RCOOR + H2O 3. Reaksi Oksidasi Reaksi terjadi pada pembakaran atau oleh reagen yang sangat kokoh dan kuat seperti asam sulfat, CrO3, panas. Gugus asam karboksilat teroksidasi sangat lambat. 4. Pembentukan Asam Karboksilat Beberapa cara pembentukan asam karboksilat dengan jalan sintesa dapat dikelompokkan dalam 3 cara yaitu: reaksi hidrolisis turunan asam karboksilat, reaksi oksidasi, reaksi Grignat (Fessenden, 1997). Asam karboksilat, dengan basa akan membentuk garam dan dengan alkohol menghasilkan eter. Banyak dijumpai dalam lemak dan minyak, sehingga sering juga disebut asam lemak. Pembuatannya antara lain melalui oksidasi alkohol primer, sekunder atau aldehida, oksidasi alkena, oksidasi alkuna hidrolisa alkil sianida (suatu nitril) dengan HCl encer, hidrolisa ester dengan asam, hidroilisa asil halida, dan reagen organolitium (Wilbraham, 1992). III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pemanas bunsen, botol semprot, pipet tetes, gelas bekker, tabung reaksi, gelas ukur, penjepit. B. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah KMnO4, Natrium asetata, asam formiat, fehling A, fehling B, NaOH, H2SO4 pekat, Etil asetat, Asam asetat, etanol 70%, Asam propionat, dan FeCl3.

IV. PROSEDUR KERJA

1. Pembentukan Asam Karboksilat a. Oksidasi aldehid 1. Dimasukkan 0,5 ml KMnO4 ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 tetes H2SO4 pekat. Dikocok. 2. Ditambahkan 0,5 ml asetaldehid lalu dipanaskan dalam penangas air. 3. Diperhatikan bau yang timbul. b. Hidrolisis ester 1. Dimasukkan 0,25 ml H2SO4 pekat ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0,5 ml etil asetat. 2. Ditutup tabung reaksi dengan sumbat karet. c. Reaksi garam karboksilat dengan asam sulfat 1. Dimasukkan 0,5 ml larutan Na-asetat dan 0,5 ml H2SO4 encer. 2. Dikocok dan dipanaskan. 3. Diperhatikan bau yang timbul. 2. Pembentukan Garam Karboksilat 1. Dimasukkan 0,5 ml larutan asam asetat ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 0,5 ml NaOH. 2. Dikocok dan diamati perubahan yang terjadi. 3. Diulangi percobaan dengan asam format.

3. Esterifikasi 1. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml etanol 70% lalu ditambahkan 0,5 ml asam asetat dan 3 tetes H2SO4 pekat. 2. Dikocok dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit. 3. Dituang isi tabung reaksi ke dalam air dan dicatat bau ester yang timbul. 4. Diulangi percobaan dengan etanol absolut. 4. Oksidasi a. Oksidasi dengan KMnO4 1. Dimasukan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml asam format dan ditambahkan 2 tetes KMnO. 2. Dipanaskan dalam penangas selama 2 menit dan diamati perubahan yang terjadi. 3. Diulangi percobaan dengan asam asetat. b. Osidasi dengan pereaksi fehling 1. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml asam format dan ditambahkan 0,5 ml fehling A dan B. 2. Dipanaskan dalam penangas selama 2 menit dan diamati perubahan yang terjadi. 3. Diulangi percobaan dengan asam asetat. 5. Reaksi Garam Karboksilat 1. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml Na-Asetat dan ditambahkan 0,5 ml FeCl3 hingga terbentuk warna merah. 2. Diamati perubahan yang terjadi.

V. HASIL PENGAMATAN

A. Hasil 1. Pembentukan asam karboksilat No. 1. 2. 3. Langkah Percobaan Oksidasi Aldehid 0,5 ml KMnO4 + 2 tetes H2SO4 Pekat Bau menyengat, 3 lapisan (putih, Dikocok cokelat, cokelat muda) Hasil Percobaan Panas, dari ungu menjadi cokelat, Ada gelembung, ada endapan.

Ditambahkan 0,5 ml asetaldehid lalu Panas, warna bening, bau balon dipanaskan dalam penangas air. Warna bening, bau kapur barus. Diperhatikan bau yang timbul. Hidrolisis ester 0,25 ml H2SO4 + 0,5 ml etil asetat. Diperhatikan bau yang timbul. Reaksi garam karboksilat dengan asam sulfat. 0,5 ml larutan Na-asetat + 0,5 ml H2SO4 encer. Diperhatikan bau yang timbul. 2. Pembentukan garam karboksilat

No. 1. 2. 3.

Langkah Percobaan 0,5 ml larutan garam asetat + 0,5 ml NaOH.

Hasil Percobaan Warna bening Warna bening

Dikocok dan diamati perubahan yang terjadi. Diulangi percobaan dengan asam format Diulangi percobaan dengan asam propionat. Warna bening, ada gelembung.

3. Esterifikasi No. 1. 2. Langkah Percobaan 0,5 ml etanol 70% + 0,5 ml asam asetat + 3 tetes H2SO4 pekat Dikocok dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit. Warna Dituang isi tabung reaksi ke dalam bening, setelah dipanaskan ada gelembung, bau Warna dipanaskan menyengat. Hasil Percobaan bening, tetap, setelah bau

air dan dicatat bau ester yang timbul. menyengat. Sampel asam format Sampel asam propionat Diulangi percobaan dengan etanol absolut. Sampel asam asetat Warna bening, setelah

dipanaskan ada 2 lapisan (atas bening, bawah kuning), bau sangat menyengat. Warna dipanaskan menyengat bening, tetap, bau setelah tidak

Sampel asam format Sampel asam propionat

Warna

bening,

setelah

dipanaskan bau menyengat Warna bening, setelah

dipanaskan ada 2 lapisan (atas bening, bawah kuning), bau menyengat 4. Oksidasi

No. 1. 2. 3. 1. 2. 3.

Langkah Percobaan a. oksidasi dengan KMnO4 0,5 ml asam format + 2 tetes KMnO. Dipanaskan dalam penangas selama 2 menit dan diamati perubahan. Diulangi percobaan dengan asam asetat. Diulangi percobaan dengan asam propionat. b. oksidasi dengan pereaksi fehling 0,5 ml asam format + 0,5 ml fehling A dan B.

Hasil Percobaan Warna cokelat Warna bening, tidak ada endapan. Warna ungu, dipanaskan ada endapan merah bata. Warna merah kekuningan,

dipanaskan ada endapan cokelat tua. Warna biru Tetap Warna biru, dipanaskan tetap.

Dipanaskan dalam penangas selama 2 menit dan diamati perubahan. Diulangi percobaan dengan asam Warna biru, dipanaskan tetap.

asetat. Diulangi percobaan dengan asam propionat. 5. Reaksi garam karboksilat

No. 1. 2.

Langkah Percobaan 0,5 ml Na-Asetat + 0,5 ml FeCl3 hingga terbentuk warna merah. Dipanaskan Diamati perubahan yang terjadi.

Hasil Percobaan Warna orange Warna orange tua

B. Pembahasan 1. Pembentukan Asam Karboksilat a. Oksidasi aldehid Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memasukkan 0,5 ml KMnO4 ke dalam tabung reaksi dan menambahkan 2 tetes H2SO4 pekat. Kemudian dikocok agar larutan homogen. Menambahkan 0,5 ml sampel asetaldehid lalu dipanaskan dalam penangas air, pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi yang berlangsung. Maka didapatkan perubahan yang terjadi adalah larutan terasa panas, mengalami perubahan warna dari ungu menjadi cokelat, muncul gelembung, dan bau menyengat. Percobaan di atas menunjukkan adanya reaksi positif dari sampel asetaldehid karena terbentuknya asam karboksilat yang dibuktikan dengan bau yang menyengat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: O R C H + [ O ] RCO2H b. Hidrolisis ester

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memasukkan ke dalam tabung reaksi 0,25 ml H2SO4 dan 0,5 ml etil asetat. Maka didapatkan perubahan yang terjadi adalah larutan terasa panas berwarna bening, dan bau yang dihasilkan adalah bau balon. Hal tersebut menunjukkan adanya reaksi positif dari etil asetat karena munculnya bau balon yang menunjukkan ada proses pembentukan asam karboksilat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: O+ H

/ OH-

R C OR + H2O RCO2H + HOR c. Reaksi garam karboksilat dengan asam sulfat Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memasukkan 0,5 ml larutan Na-asetat dan 0,5 ml H2SO4 encer. Kemudian mengocok agar larutan menjadi homogen dan dipanaskan agar reaksi berlangsung lebih cepat. Maka didapatkan perubahan yang terjadi adalah larutan berwarna bening, dan bau yang dihasilkan adalah bau kapur barus. Hal tersebut menunjukkan adanya reaksi positif dari Na-asetat karena munculnya bau kapur barus yang menunjukkan ada proses pembentukan asam karboksilat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 2CH3CO2Na + H2SO4 Na2SO4 + 2CH3CO2H 2. Pembentukan Garam Karboksilat Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dimasukkan 0,5 ml larutan sampel (asam asetat, asam format, asam propionat) ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 0,5 ml NaOH. Kemudian dikocok agar larutan homogen. Maka didapatkan perubahan yang terjadi secara berturut-turut adalah pada sampel asam asetat larutan berwarna bening, sampel asam format larutan berwarna bening, sampel asam propionat larutan berwarna bening dan terdapat gelembung. Hal tersebut menunjukkan hanya asam propionat yang bereaksi positif pada pembentukan garam karboksilat, yang ditunjukkan dengan munculnya gelembung. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

Asam asetat HCOOH + NaOH HCOONa + H2O Asam format C2H5COOH + NaOH C2H5COONa + H2O Asam propionat 3. Esterifikasi Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml etanol 70% lalu ditambahkan 0,5 ml asam asetat dan 3 tetes H2SO4 pekat Kemudian dikocok agar larutan homogen dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit, pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi yang berlangsung. Maka didapatkan sebagai berikut pada sampel asam format warna larutan bening, ada gelembung, setelah dipanaskan bau menyengat. Sampel asam propionat warna larutan bening, setelah dipanaskan tetap bau sangat menyengat. Sampel asam asetat warna larutan bening, setelah dipanaskan bau menyengat. Percobaan tersebut diketahui bahwa asam propionat lebih reaktif daripada sampel yang lain, karena menghasilkan bau yang sangat menyengat. Sampel asam asetat yang paling tidak bereaksi. Langkah kedua yang perlu dilakukan adalah dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml etanol absolut lalu ditambahkan 0,5 ml asam asetat dan 3 tetes H2SO4 pekat Kemudian dikocok agar larutan homogen dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit, pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi yang berlangsung. Maka didapatkan sebagai berikut pada sampel asam format ada gelembung, setelah dipanaskan bau menyengat. Sampel asam propionat warna larutan bening, ada 2 lapisan (atas bening, bawah kuning) setelah dipanaskan tetap bau menyengat. Sampel asam asetat warna larutan bening, setelah dipanaskan bau tidak menyengat. Percobaan tersebut diketahui bahwa asam propionat lebih reaktif dari pada sampel yang lain, karena menghasilkan bau yang menyengat. Asam asetat paling tidak bereaksi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:+ H , kalor

CH3CO2H + CH3CH2OH CH3CO2CH2CH3 + H2O Asam asetat etanol H2SO4 etil asetat Reaksi yang terjadi pada etanol 70% dan etanol absolut adalah sama seperti di atas. Bedanya hanya pada bau yang dihasilkan. Etanol 70% baunya adalah bau balon dan sedikit bau asetat (menyengat). Sedangkan pada etanol absolut berbau balon (keton) saja. Hal ini disebabkan pada etanol 70% terdapat 30% air, yang berfungsi sebagai pengikat air, sehingga ketika larutan dituangkan ke air menghasilkan bau yang menyengat. 4. Oksidasi a. Oksidasi dengan KMnO4 Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memasukan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml asam format dan ditambahkan 2 tetes KMnO4. Kemudian dipanaskan dalam penangas selama 2 menit, pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi yang berlangsung. Maka didapatkan utnuk sampel asam format warna cokelat, kemudian warna larutan menjadi bening setelah ditambah sampel, setelah dipanaskan tidak ada endapan. Sampel asam asetat didapatkan warna ungu, setelah dipanaskan ada endapan merah bata. Sampel asam propionat didapatkan warna merah kekuningan, setelah dipanaskan ada endapan cokelat tua. Hal tersebut menunjukkan bahwa asam asetat dan asam propionat lebih reaktif dari pada asam format dalam reaksi Oksidasi dengan KMnO4. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:KMnO4-

HCOOH + O CO2+ H2O Asam formatKalor

CH3COOH + KMnO4- CH2 + CO2 + H2O Asam asetatKalor

CH2CH3COOH + KMnO4- 2CH2 + CO2 + H2O Asam propionat b. Oksidasi dengan pereaksi fehling Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml asam format dan ditambahkan 0,5 ml fehling A dan B. Kemudian dipanaskan dalam penangas selama 2 menit pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi yang berlangsung. Pada sampel asam format larutan terdiri atas dua bagian, lapisan atas berwarna biru tua dan lapisan bawah berwarna kuning kecoklatan. Pada asam asetat, setelah dilakukan pemanasan pada larutan, tidak terjadi perubahan secara fisik pada larutan, yakni larutan tetap berwarna biru muda. Hal ini menunjukkan bahwa asam asetat tidak bisa dioksidasi oleh reagen fehling disebabkan karena asam asetat tergolong asam lemah, sehingga memiliki daya oksidasi yang lemah pula dan tidak dapat mereduksi larutan fehling. Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut:Fehling A dan B (Kalor)

HCOOH + 2CuO CO2 + H2O + Cu2O Asam formatFehling A dan B (Kalor)

CH3COOH + 2CuO CH2CO2 + H2O + Cu2O Asam asetatFehling A dan B (Kalor)

CH2CH3COOH + 2CuO CH2CH2CO2 + H2O + Cu2O Asam Propionat 5. Reaksi garam karboksilat

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml Na-Asetat dan ditambahkan 0,5 ml FeCl3 hingga terbentuk warna merah. Maka didapatkan larutan berwarna orange setelah dipanaskan warna larutan berubah lagi menjadi warna orange tua. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi reaksi positif dari na-asetat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 3NaCH3COO + FeCl3 3NaCl + 3CH3COO- + Fe3+ 6CH3COO- + 3Fe3+ + 2H2O [Fe (OH)2 (CH3COO)6]+ + 2H+ VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah: 1. Percobaan dengan oksidasi aldehid didapatkan asetaldehid reaktif dalam pembentukan asam karboksilat. 2. Percobaan hidrolisis ester didapatkan reaksi positif dari etil asetat karena timbulnya bau balon yang menunjukkan proses pembentukan asam karboksilat. 3. Reaksi garam karboksilat dengan asam sulfat didapatkan reaksi positif dari Na-asetat karena timbulnya bau kapur barus yang menunjukkan proses pembentukan asam karboksilat. 4. Percobaan pembentukan garam karboksilat didapatkan asam propionat yang bereaksi positif pada pembentukan garam karboksilat, ditunjukkan dengan munculnya gelembung. 5. Percobaan esterifikasi, dengan etanol diketahui sampel asam propionat lebih reaktif dari pada sampel yang lain, karena menghasilkan bau yang sangat menyengat. Asam asetat yang paling tidak bereaksi. 6. Percobaan oksidasi dengan KMnO4 didapatkan asam asetat dan asam propionat lebih reaktif dari pada asam format dalam reaksi Oksidasi dengan KMnO4.

7. Percobaan reaksi garam karboksilat terjadi reaksi positif dari Na-asetat karena terjadi perubahan pada saat pemanasan, dengan terbentuknya warna orange tua. DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, Ralph J, dan Fessenden, Joan S. 1997. Dasar-dasatr Kimia Organik. Bina Aksara. Jakarta. Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi 1. Binarupa Aksara. Jakarta. Wilbraham, Antony C. 1992. Pengantar Kimia Organik 1. ITB. Bandung. Posted on Januari 2, 2009 in Semester 3 and tagged Kimia Organik I. 14 Komentar Desember 26, 2008

PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASIPEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI (Purification of Material Through Recrystallization) ANNISA SYABATINI J1B107032 KELOMPOK 1 PS S-1 Kimia FMIPA Universitas Lambung MangkuratAbstract The purpose of this attempt is study one of purification method that is the recrystallization and applying at purification of ordinary cooking salt. This recrystallization method based on difference of solubility between matters purified with dirt in a certain solvent. On trial this studied way is purifying sodium chloride coming from cooking salt by using water as the solvent. That solubility between sodium chloride with pollutant enough big, hence need to be done addition of certain matters. The addition matters will form compound, especially salt, which is difficult dissolved in water. Besides, crystallization can be done by the way of making saturated solution by adding conspecific ion into condensation

of matter which will be dissociated. Purification of salt at this attempt made with two steps that is initial treatment, and crystallization through evaporation. Results will be presented rendement equal to 102,81%. Keywords: recrystallization, solubility, sodium chloride, salt, contaminant. Abstrak Tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari salah satu metoda pemurnian yaitu rekristalisasi dan penerapannya pada pemurnian garam dapur biasa. Metode rekristalisasi ini berdasarkan perbedaan daya larut antara zat yang dimurnikan dengan kotoran dalam suatu pelarut tertentu. Dalam percobaan ini dipelajari cara memurnikan natrium klorida yang berasal dari garam dapur dengan menggunakan air sebagai pelarutnya. Agar daya larut antara NaCl dengan pengotor cukup besar, maka perlu dilakukan penambahan zat-zat tertentu. Zat-zat tambahan itu akan membentuk senyawa, terutama garam, yang sukar larut dalam air. Selain itu, kristalisasi dapat dilakukan dengan cara membuat larutan jenuh dengan menambah ion sejenis ke dalam larutan zat yang akan dipisahkan. Pemurnian garam pada percobaan ini dibuat dengan dua tahapan yaitu perlakuan awal, dan kristalisasi melalui penguapan. Hasilnya didapatkan rendemen sebesar 102,81%. Kata Kunci : rekristalisasi, daya larut, natrium klorida, garam, zat pengotor.

PENDAHULUAN Jika kita gunakan definisi konvensional yang menyatakan bahwa hablur atau kristal adalah padatan homogen yang dibatasi oleh bidang muka rata yang terbentuk secara alamiah, maka adalah benar bahwa kebanyakan padatan yang kita jumpai dalam hidup sehari-hari tidak nampak sebagai kristal. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh salah satu dari dua hal berikut : pada satu pihak, banyak padatan merupakan campuran dari berbagai senyawa yang biasanya terdiri dari banyak molekul besar dengan berbagai ukuran. Tetapi kalau bahan tersebut dipisah-pisahkan untuk menghasilkan senyawa murni, maka cenderung terjadi struktur kristal. Misalnya, beberapa jenis protein dan selulosa, yang keduanya adalah bahan penyusun padatan yang terjadi secara alamiah telah diperoleh dalam tahanan kristal, walaupun kedua zat tersebut tidak ditemukan di alam dalam tahanan kristal [1]. Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar. Karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris [2].

Kita tak boleh menyimpulkan begitu saja penataan partikel dalam sebuah kristal besar, semata-mata dari penampilan luarnya. Bila suatu zat dalam keadaan cair atau larutan mengkristal, kristal dapat terbentuk dengan tumbuh lebih ke satu arah daripada ke lain arah. Sebagaimana sebuah kubus kecil dapat berkembang menjadi salah satu dari tiga bentuk yang mungkin sebuah kubs besar, sebuah lempeng datar atau struktur panjang mirip jarum. Ketiga zat padat ini mempunyai struktur kristal kubik yang sama, namun bentuk keseluruhannya berbeda [2].

Struktur kristal ditentukan oleh gaya antar atom dan ukuran atom yang terdapat dalam kristal. Untuk menyederhanakan persoalan, kita dapat menganggap ion atau atom sebagai bola padat berjari-jari r. Struktur ada yang hexagonal close packing. Cara penyusunan bola dalam kristal tidak dapat sesederhana pada kristal logam, karena kristal ionic terdiri dari ion-ion yang bermuatan dan memiliki jenis yang berbeda [3]. Dua senyawa santon telah berhasil diisolasi dari fraksi etil asetat kayu batang Mundu Garcinia dulcis (Roxb.) Kurz., yaitu 1,3,4,5,8-pentahidroksisanton (1) dan 1,4,5,8tetrahidroksisanton (2). Senyawa (1) menunjukkan aktivitas yang tinggi sebagai antioksidan terhadap radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Isolasi senyawa-senyawa dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etil asetat, pemisahan komponen-komponen menggunakan berbagai cara kromatografi. Pemurnian dilakukan dengan metode rekristalisasi menggunakan campuran dua pelarut Etil asetat dan aseton menghasilkan 59 fraksi kemudian digabung menghasilkan enam fraksi gabungan yaitu fraksi X1, X2, X3, X4, X5 dan X6. Padatan pada fraksi gabungan X5 sama dengan fraksi X6 sehingga dapat digabung yang selanjutnya direkristalisasi. Rekristalisasi dilakukan sebanyak tiga kali dengan menggunakan campuran pelarut etil asetat pa dan n-heksana pa menghasilkan padatan kuning (250 mg) dengan titik leleh 231 232oC yang kemudian disebut senyawa (1) Fraksi gabungan Y6 (144mg) direkristalisasi menggunakan campuran pelarut etil asetat pa dan n-heksana pa menghasilkan padatan kuning (84 mg) dengan titik leleh 223224oC yang kemudian disebut senyawa (2) [4]. Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap [5]. Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristalkristal yang terbentuk selamaberlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuklekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama. Dengan endapan yang terdiri dari kristal-kristal demikian, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai [6]. Peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan reaksi pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat dan keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya [6].

Dua zat yang mempunyai struktur kristal yang sama disebut isomorfik (sama bentuk), contohnya NaF dengan MgO, K2SO4 dengan K2SeO4, dan Cr2O3 dengan Fe2O3. Zat isomorfik tidak selalu dapat mengkristal bersama secara homogen. Artinya satu partikel tidak dapat menggantikan kedudukan partikel lain. Contohnya, Na+ tidak dapat menggantikan K+ dalam KCl, walaupun bentuk kristal NaCl sama dengan KCl. Suatu zat yang mempunyai dua kristal atau lebih disebut polimorfik (banyak bentuk), contohnya karbon dan belerang. Karbon mempunyai struktur grafit dan intan, belerang dapat berstruktur rombohedarl dan monoklin [2]. Selama pengendapan ukuran kristal yang terbentuk, tergantung terutama pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, dan terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti [6]. Garam dapur atau natrium klorida atau NaCl. Zat padat berwarna putih yang dapat diperoleh dengan menguapkan dan memurnikan air laut. Juga dapat dengan netralisasi HCl dengan NaOH berair. NaCl nyaris tak dapat larut dalam alkohol , tetapi larut dalam air sambil menyedot panas, perubahan kelarutannya sangat kecil dengan suhu. Garam normal, suatu garam yang tak mengandung hidrogen atau gugus hidroksida yang dapat digusur. Larutan-larutan berair dari garam normal tidak selalu netral terhadap indikator semisal lakmus. Garam rangkap; yang terbentuk lewat kristalisasi dari larutan campuran sejumlah ekivalen dua atau lebih garam tertentu. Misalnya: FeSO4(NH4)2SO4.6H2O dan K2SO4Al4(SO4)3.24H2O. Dalam larutan, garam ini merupakan campuran rupa-rupa ion sederhana yang akan mengion jika dilarutkan lagi. Jadi, jelas berbeda dengan garam kompleks yang menghasilkan ion-ion kompleks dalam larutan[5]. METODE PERCOBAAN A. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah beaker glass, gelas arloji, kertas saring, corong, pipet tetes, kertas lakmus, pemanas listrik, labu takar dan pengaduk gelas, neraca analitik, dan botol semprot. Bahan-bahan yang digunakan adalah garam dapur, HCl encer, CaO, Ba(OH)2, amonium karbonat, dan akuades. B. Prosedur Kerja 1. Perlakuan Awal 250 ml aquades dipanaskan (diukur dengan labu ukur) dalam gelas beaker yang telah ditimbang terlebih dahulu, sampai mendidih untuk beberapa saat. 80 gram garam dapur ditimbang. Dimasukkan kedalam air panas sambil diaduk, dan dipanaskan lagi sampai mendidih, kemudian disaring. Larutan dibagi menjadi dua bagian untuk dilakukan kristalisasi menurut prosedur dibawah ini.

2. Kristalisasi melalui penguapan Sekitar 1 gram kalsium oksida (CaO) ditambahkan ke dalam bagian larutan garam dapur diatas. Larutan Ba(OH)2 encer ditambahkan tetes demi tetes sampai tetes berakhir tidak membentuk endapan lagi. Secara terus menerus tetes demi tetes ditambahkan sambil diaduk larutan 30 gram per liter (NH4)2CO3. Larutan tersebut disaring dan dinetralkan filtratnya dengan HCl encer, dites kenetralan larutan dengan kertas lakmus. Larutan diuapkan sampai kering, sehingga akan diperoleh kristal NaCl yang berwarna lebih putih dari pada garam dapur asal. Kristal tersebut ditimbang dan dihitung rendeman rekristalisasi NaCl yang telah dilakukan.

V. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil 1. Prosedur Awal Prosedur Percobaan Diambil 50 mL akuades yang telah dipanaskan dan dimasukkan ke dalam gelas beker Dimasukkan 16 gram garam dapur ke dalam gelas beker tersebut, sambil diaduk dan dipanaskan kembali. Disaring dengan kertas saring 2. Kristalisasi Melalui Penguapan Prosedur Percobaan Ditambahkan dengan 0,2 g Hasil Pengamatan Larutan menjadi putih keruh atau Hasil Pengamatan Larutan bening Massa gelas beker = 101,88 gram Garam melarut dan sedikit mengendap. Filtrat bening.

No 1. 2. 3.

No 1.

2. 3. 4. 5. 6. 7.

CaO pada filtrat dari hasil percobaan.

putih susu.

Diperlukan sekitar 50 tetes Ba(OH)2 Ditambahkan sampai tidak Ba(OH)2 encer ada endapan sampai tidak ada endapan V = 5 mL lagi. Larutan menjadi Ditambahkan jernih. (NH4)2CO3. Diperlukan Disaring beberapa mL dengan kertas HCl sampai saring filtrat menjadi netral. Dinetralkan filtrat dengan Terbentuk menambahkan kristal NaCl HCl. yang berwarna putih bersih. Diuapkan larutan sampai m gelas beker + kering kristal = 116,03 g Ditimbang berat kristal m kristal NaCl yang diperoleh = 14,15 g

Perhitungan Diketahui : masssa kristal = 14,15 g massa garam dapur = 16 g Ditanya : rendemen ? Jawab :

= 88,43 %

B. Pembahasan 1. Perlakuan Awal Dalam tahap ini dilakukan proses pelarutan garam dapur cap kapal yang berbentuk padatan menjadi suatu larutan. Akuades yang digunakan untuk melarutkan garam ini adalah akuades yang panas. Hal ini ditujukan agar garam yang dilarutkan dapat melarut dengan sempurna. Garam dapur yang dilarutkan dalam akuades panas tersebut terurai menjadi ionionnya yakni, ion natrium (Na+) dan ion klorida (Cl-). Garam dapur yang digunakan dalam percobaan ini merupakan garam yang belum murni. Karena itulah dalam percobaan ini dilakukan pemurnian terhadap garam dapur tersebut yang bebas dari zat pengotor. Garam dapur yang telah dilarutkan dalam akuades tersebut, dipanaskan sampai mendidih, setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil penyaringan tersebut akan digunakan untuk proses kristalisasi pada tahap berikutnya. 2. Kristalisasi Melalui Penguapan Filtrat yang diperoleh dari tahap pertama, ditambahkan 0,2 gram kalsium oksida (CaO). Fungsi dari penambahan kalsium oksida ini adalah untuk mengendapkan zat-zat pengotor seperti zat pengotor yang di dalamnya mengandung ion Ca2+, Fe3+, dan Mg2+ yang terdapat dalam garam dapur cap kapal. Cara kerja kalsium oksida ini pada prinsipnya sama dengan tawas yakni sebagai kougulan. Pada akhirnya nanti diharapkan larutan yang diperoleh lebih murni dari garam yang semulanya belum dimurnikan. Selanjutnya ke dalam filtrat tadi juga ditambahkan larutan barium hidroksida Ba(OH)2. Penambahan ini bertujuan untuk menghilangkan endapan atau mencegah terbentuknya endapan lagi, akibat penambahan kalsium oksida tadi. Pada filtrat tadi juga ditambahkan amonium karbonat (NH4)2CO3. Penambahan ini ditujukan agar larutan tersebut menjadi jenuh. Tahap berikutnya adalah dilakukan penyaringan untuk memisahkan endapan yang merupakan zat pengotor yang terdapat dalam larutan tersebut. Kemudian filtrat yang diperoleh (bersifat basa), dinetralisasi dengan larutan yang bersifat asam yaitu HCl encer. Setelah larutan tersebut netral, maka pada larutan itu dilakukan penguapan atau pemanasan hingga terbentuk kristal garam dapur kembali (rekristalisasi). Bentuk kristal garam dapur setelah dilakukannya proses rekristalisasi adalah strukturnya lebih lembut dan warnanya putih bersih. Kristal yang diperoleh ini kemudian ditimbang. Dari hasil penimbangan diperoleh berat kristal sebesar 14,15 gram. Sedangkan rendemen yang diperoleh dari percobaan ini memiliki nilai sebesar 88,43 %. KESIMPULAN Kesimpulan dari percobaan ini adalah bahwa garam dapur yang dimurnikan pada percobaan ini, menggunakan prinsip rekristalisasi dengan penguapan, rekristalisasi adalah metode pemurnian bahan dalam hal ini adalah garam dapur dengan pembentukan kristal kembali

guna menghilangkan zat pengotor, daya larut dari zat yang akan dimurnikan dengan pelarutnya akan mempengaruhi proses rekristalisasi ketika suhu dinaikkan atau ditambahkan kalor/panas, garam dapur cap kapal yang direkristalisasi menghasilkan kristal yang berwarna putih bersih dan strukturnya lebih halus/lembut dari semula, garam dapur cap kapal hasil rekristalisasi yang diperoleh sebesar 14,15 gram dan rendemennya sebesar 88,43 %. REFERENSI 1. Day, R.A dan Underwood. 1987. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta. 2. Keenan, C.W. 1999. Kimia untuk Universitas Jilid 2. Erlangga. Jakarta. 3. Bird, Tony. 1987. Kimia Fisika untuk Universitas. Gramedia. Jakarta. 4. Sukamat dan Ersam. 2006. Dua Senyawa Santon Dari Kayu Batang Mundu Garcinia Dulcis (Roxb.) Kurz. Sebagai Antioksidan. ITS. Surabaya. 5. Arsyad, M.N. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia. Jakarta. Svehla, S. 1985. Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro. Jilid I. PT Kalman Media Pusaka. Jakarta. Posted on Desember 26, 2008 in Semester 3 and tagged Kimia Anorganik. 34 Komentar Desember 26, 2008

GARAM MOHR (NH4)2.6H2OGARAM MOHR (NH4)2.6H2O MOHR SALT (NH4)2.6H2O

ANNISA SYABATINI JIB107032 KELOMPOK 1

PS S-1 KIMIA FMIPA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

ABSTRACTThe experiment purpose is making iron (II) amonium (NH4)2.Fe(SO4)2.6H2O crystal that generally referred as mohr salt and determining crystal water in mohr salt result of sintesa. At this attempt first of all make condensation A by dissolving 3,5 gram iron into 100 ml H 2SO4 10%, grey chromatic condensation of black sediment and which is in the form of iron will be incessant. Heating condensation until most of all dissolve iron, so that the condensation turn into blue of transparent, later;then the condensation filtered by using kartas filter when still be hot, into the condensation enhanced [by] a few/little (1-2 ml) sour sulphate of filtrat and evaporate condensation crystalized on the surface of condensation. Condensation B making that is first of all neutralize 50 ml H 2SO4 10% with ammonia, the mixture in the form of hot and clear condensation. Conducted measurement pH the using litmus paper until the pH condensation neutral is 7. Next this condensation is evaporated saturated till arise crystal sediment. Forming of mohr salt crystal conducted by mixing condensation of A and B when still be hot, yielded of condensation young green chromatic with white sediment. Conducted refrigeration of few days is so that crystalized softer. Key Words : sediment, evaporated

ABSTRAKTujuan dari percobaan ini adalah untuk membuat kristal besi (II) amonium (NH4)2Fe(SO4).6H2O atau disebut garam Mohr serta untuk menentukan air kristal dalam garam Mohr hasil sintesa. Pada percobaan ini pertamatama membuat larutan A dengan cara melarutkan 3,5 gram besi ke dalam 100 ml H 2SO4 10%, larutan berwarna abu-abu kehitaman dan endapan yang berupa besi akan melarut. Memanaskan larutan sampai hampir semua besi larut, sehingga larutan berubah menjadi biru bening, kemudian larutan disaring dengan menggunakan kartas saring ketika masih panas, kedalam larutan tersebut ditambahkan sedikit (1-2 ml) asam sulfat pada filtrat dan menguapkan larutan sampai terbentuk kristal di permukaan larutan. Pembuatan larutan B yaitu pertamatama menetralkan 50 ml H2SO4 10% dengan amoniak, campuran tersebut berupa larutan jernih dan panas. Dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan kertas lakmus sampai pH larutan tersebut adalah netral 7. Kemudian larutan ini diuapkan hingga jenuh sampai timbul endapan-endapan kristal. Pembentukan kristal garam mohr dilakukan dengan cara mencampurkan larutan A dan B ketika masih panas, dihasilkan larutan berwarna hijau muda dengan endapan putih. Dilakukan pendinginan beberapa hari sehingga terbentuk kristal yang lebih halus. Kata Kunci : sedimen, evaporasi

PENDAHULUAN

Unsur besi (Fe) dalam suatu sistem Periodik Unsur (SPU) termasuk ke dalam golongan VIII. Besi dapat dibuat dari biji besi dalam tungku pemanas. Biji besi biasanya mengandung Fe2O3 yang dikotori oleh pasir (SiO2) sekitar 10%, serta sedikit senyawa sulfur, fosfor, aluminium, dan mangan. Besi dapat pula dimagnetkan [1]. Endapan pasir besi, dapat memiliki mineral-mineral magnetik seperti magnetik (Fe3O4), hematit (- Fe2O3), dan maghemit (- Fe2O3). Mineral-mineral tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan industri. Magnetit, misalnya, dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk tinta kering (toner) pada mesin photo-copy dan printer laser, sementara maghemit adalah bahan utama untuk pita-kaset [2].

Ion besi (II) dapat mudah dioksidasikan menjadi Fe (III), maka merupakan zat pereduksi yang kuat. Semakin kurang asam larutan itu, semakin nyatalah efek ini; dalam suasana netral atau basa bahkan oksigen dari atmosfer akan mengoksidasikan ion besi (II). Garam-garam besi (III) atau feri diturunkan dari oksida besi (III), Fe2O3. Mereka lebih stabil daripada garam besi (II). Dalam larutannya, terdapat kation-kation Fe3+ yang berwarna kuning muda; jika larutan mengandung klorida, warna menjadi semakin kuat. Zat-zat pereduksi mengubah ion besi (III) menjadi besi (II). Ion ferro [Fe(H2O)6]2+ memberikan garam berkristal [3]. Besi yang sangat halus bersifat pirofor. Logamnya mudah larut dalam asam mineral. Dengan asam bukan pengoksidasi tanpa udara, diperoleh FeII. Dengan adanya udara atau bila digunakan HNO3 encer panas, sejumlah besi menjadi Fe (III). Asam klorida encer atau pekat dan asam sulfat encer melarutkan besi, pada mana dihasilkan garam-garam besi (II) dan gas hydrogen. Besi murni cukup reaktif. Dalam udara lembap cepat teroksidasi memberikan besi (III) oksida hidrat (karat) yang tidak sanggup melindungi, karena zat ini hancur dan membiarkan permukaan logam yang baru terbuka [3]. Pemisahan pasir besi dilakukan dengan cara mekanik, yaitu menggunakan mekanik separator, dengan cara ini dihasilkan konsentrasi pasir besi. Selanjutnya dengan menambahkan bahan pengikat dan memanaskan kuat, konsentrasi pasir besi dijadikan butiran besi (pellet). Pellet ini dapat dibentuk menjadi besi setengah jadi (billet) [1]. Pemisahan besi dilakukan dengan mereduksi besi oksida menggunakan kokas dalam tanur. Besi yang diperoleh mengandung 95% Fe dan 3-4% O, serta sedikit campuran besi kasar lantakan (pigiron). Besi tuang diperoleh dengan menuangkan besi kasar dan rapuh dan hanya digunakan jika tidak menahan getaran mekanik atau panas misalnya pada mesin dan rem [4]. Suatu bahan yang digunakan dalam proses peleburan besi yaitu biji besi, batu kapur (CaCO3) dan kokas(C). Semua dimasukkan dari atas menara. Pada bagian bawah dipompakan udara yang mengandung oksigen. Salah satu kereakitfan besi yang merugikan secara ekonomi adalah korosi, penyebabnya adalah udara dan uap air membentuk Fe2O3. Bilangan oksidasi besi adalah +2 dan +3, tetapi umumnya besi (II) lebih mudah teroksidasi spontan menjadi besi (III). Oksidasi besi yang telah dikenal adalah FeO, Fe2O3, dan Fe3O4. Oksidasi FeO sulit dibuat karena terdisproporsionasi menjadi Fe dan Fe2O3 [3]. Adapun sifat-sifat yang dimiliki dari unsur besi yaitu besi mudah berkarat dalam udara lembab dengan terbentuknya karat (Fe2O3.nH2O), yang tidak melindungi besinya dari perkaratan lebih lanjut, maka dari itu biasanya besi di tutup dengan lapisan logam zat zat lain seperti timah, nikel, seng dan lain lain. Suatu besi jika dalam keadaan pijar besi dapat menyusul O dan H2O (uap) dengan membentuk H2 dan Fe3O4. Sedangkan jika di pijarkan di udara, besi akan membentuk Fe2O3 (ferri oksida) dan menggerisik, serta jika suatu besi tidak termakan oleh basa, besi dapat larut dalam asam sulfat encer dan asam klorida dengan membentuk H2, asam sulfat pekat tidak memakan besi [5]. Garam-garam unsur triad besi biasanya terkristal dari larutan sebagai hidrat. Jika diletakkan pada uap lembab atmosfer, tergantung pada tekanan parsial H2O, hidrat dapat terjadi dalam warna-warna yang berbeda. Pada udara kering, air hidrat lepas dan padatan berangsur-angsur

berubah warna menjadi merah muda. Senyawa besi (II) menghasilkan endapan biru turnbull, jika direaksikan dengan heksasianoferrat (III) [4]. Besi membentuk dua deret garam yang penting. Garam-garam besi (II) (atau ferro) diturunkan dari besi (II) oksida , FeO. Dalam larutan, garam-garam ini mengandung kation Fe2+ dan berwarna sedikit hijau. Ion-ion gabungan dan kompleks-kompleks yang berwarna tua adalah juga umum. Ion besi (II) dapat mudah dioksidasi menjadi besi (III), maka merupakan zat pereduksi yang kuat. Semakin kurang asam larutan itu, semakin nyatalah efek ini, dalam suasana netral atau basa bahkan oksigen dari atmosfer akan mengoksidasi ion besi (II). Maka larutan besi (II) harus sedikit asam bila ingin disimpan untuk waktu yang agak lama [3]. Garam Mohr (NH4)2SO4.[Fe(H2O)6]SO4 cukup stabil terhadap udara dan terhadap hilangnya air, dan umumnya dipakai untuk membuat larutan baku Fe2+ bagi analisis volumetrik dan sebagai zat pengkalibrasi dalam pengukuran magnetik. Sebaiknya FeSO4.7H2O secara lambat melapuk dan berubah menjadi kuning coklat bila dibiarkan dalam udara. Penambahan HCO3- atau SH- kepada larutan akua Fe2+ berturut-turut mengendapkan FeCO3 dan FeS. Ion Fe2+ teroksidasi dalam larutan asam oleh udara menjadi Fe3+. Dengan ligan-ligan selain air yang ada, perubahan nyata dalam potensial bias terjadi, dan system FeII FeIII merupakan contoh yang baik sekali mengenai efek ligan kepada kestabilan relatif dari tingkat oksidasi [5]. Ion ferro [Fe(H2O)6]2+ memberikan garam berkristal. Garam mohr (NH4)2SO4. Fe(H2O)6 SO4 cukup stabil terhadap udara dan terhadap hilangnya air, dan umumnya dipakai untuk membuat larutan baku Fe2+ bagi analisis volumetri, dan sebagai zat pengkalibrasi dalam pengukuran magnetik. Sebaliknya FeSO4.7H2O secara lambat melapuk dan berubah menjadi kuning cokelat bila dibiarkan dalam udara [1]. METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah 1 gelas piala, 1 gelas ukur, 1 neraca analitik, 1 pembakar bunsen, 1 kaki tiga + kasa asbes, 1 pipet tetes, dan 1 corong. Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah serbuk besi atau paku, H2SO4 10 % dan amoniak. B. Cara Kerja 1. Larutan A Dilarutkan 3,5 gram besi ke dalam 100 ml H2SO4 10 %. Dipanaskan sampai hampir semua besi larut. Disaring larutan ketika masih panas. Ditambahkan sedikit asam sulfat pada filtrat. Diuapkan larutan sampai terbentuk kristal dipermukaan larutan. 2. Larutan B

Dinetralkan 50 ml H2SO4 10% dengan amoniak. Diuapkan larutan (NH4)2SO4 sampai jenuh. 3. Dicampurkan larutan A dan B Sementara panas, dicampurkan larutan A dan B. Didinginkan larutan yang diperoleh hingga terbentuk kristal berwarna hijau muda. Garam Mohr murni dapat diperoleh dengan cara dilarutkan kembali dalam sedikit mungkin air panas. Dibiarkan mengkristal. Ditimbang garam Mohr yang diperoleh. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Larutan A No Langkah Kerja Hasil

1 2 3 4 5

Pengamatan Dilarutkan 3,5 gr Larutan besi dalam 100 ml warna abuH2SO4 10% abu kehitaman Dipanaskan Larutan Disaring larutan berwarna biru bening ketika masih panas Ditambahkan 2 mL Larutan asam sulfat pada biru bening filtrat Diuapkan larutan

2. Larutan B No Langkah Kerja Hasil

1 2

Pengamatan Dinetralkan 50 ml Larutan H2SO4 10% dengan bening amoniak (sampai pH = 7) Diuapkan larutan

3. Dicampurkan larutan A dan B No Langkah Kerja Hasil Pengamatan Larutan berwarna hijau muda dengan endapan putih Terbentuk kristalkristal garam m = 4,03 g

1 2 3 4

Dicampurkan larutan A dan B ketika masih panas Didinginkan Dipisahkan larutan dengan endapan yang terbentuk dengan kertas saring Ditimbang kristal yang diperoleh

Perhitungan Diketahui: Berat garam mohr = 4,03 gram Massa besi = 3,5 gram BA besi = 55,85 gram/mol BM Mohr = 392 gram/mol Ditanya : a. Mol garam Mohr b.massa garam Mohr c. pemurnian Jawab : a. mol Fe = mol garam Mohr

mol Fe =

=

= 0,0627 mol b. mol Fe = mol garam Mohr massa garam Mohr (teori) =mol garam Mohr x BM garam Mohr = 0,0627 mol x 392 gram/mol = 24,5784 gram

c.Pemurnian rendemen

= x 100%

= = 16,40 %

x 100 %

Pemurnian = 100% 16,40 % = 83,60 % B. Pembahasan 1. Larutan A Pada percobaan ini pertamatama dibuat larutan A dengan cara dilarutkan 3,5 gram besi ke dalam 100 ml H2SO4 10%, larutan berwarna abu-abu kehitaman dan endapan yang berupa besi akan melarut, dimana H2SO4 merupakan pelarut yang mengandung proton yang dapat diionkan dan bersifat asam kuat atau lemah. Dipanaskan larutan sampai hampir semua besi larut, sehingga larutan berubah menjadi biru bening, kemudian larutan disaring dengan menggunakan kartas saring ketika masih panas, ke dalam larutan tersebut ditambahkan sedikit (1-2 ml) asam sulfat pada filtrat dan menguapkan larutan sampai terbentuk kristal dipermukaan larutan. Adapun tujuan dari penyaringan adalah untuk menghindari terbentuknya kristal pada suhu yang rendah dan tujuan dari pemanasan adalah adalah sebagai katalis yaitu untuk mempercepat terjadinya reaksi sehingga hampir semua besi dapat melarut. Larutan ini terus diuapkan dengan tujuan untuk mengurangi molekul air yang ada pada larutan. Larutan ini digunakan untuk menstabilkan kristal vitrol yang terbentuk. Percobaan ini manghasilkan garam besi (II) sulfat

yang merupakan garam besi (II) yang terpenting. Garam-garam besi (II) atau fero diturunkan dari besi (II) oksida, FeO. Dalam larutan, garam-garam ini mengandung kation Fe2+ sehingga berwarna hijau dan Pembentukan FeSO4 dari logam Fe merupakan reaksi elektron berdasarkan prinsip termokimia. Reaksi yang terjadi yaitu: Fe + H2SO4 2. Larutan B Pembuatan larutan B yaitu pertamatama dinetralkan 50 ml H2SO4 10% dengan amoniak, campuran tersebut berupa larutan jernih dan panas. Kemudian dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan kertas lakmus maka dapat dikatahui bahwa pH larutan tersebut adalah netral 7 karena reaksi antara kedua reaktan merupakan reaksi netralisasi asam-basa dengan pH netral. Kemudian larutan ini diuapkan hingga jenuh sampai timbul endapan-endapan kristal. Reaksi yang terjadi yaitu: 2NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4 3. Dicampurkan larutan A dan B Pembentukan kristal garam mohr dapat dilakukan dengan cara dicampurkan larutan A dan B ketika masih panas, atau pada keadaan yang sama, kondisi ini dipertahankan agar tidak terjadi pengkristalan larutan pada suhu yang rendah, maka akan dihasilkan larutan berwarna hijau muda dengan endapan putih. Untuk memperoleh kristal, dilakukan pendinginan beberapa hari sehingga terbentuk kristal yang lebih halus. Setelah didinginkan, larutan campuran tadi disaring sehingga diperoleh kristal garam mohr yang dimaksud. Kristal garam mohr ditimbang dengan neraca analitik didapatkan 4,03 gram. Dari data yang diperoleh, maka didapatkan pemurnian garam mohr adalah 83,60 %. Bentuk kristal garam mohr adalah monoklin dengan warna hijau muda. Dalam senyawa kompleks Fe2+ berperan sebagai atom pusat dengan H2O sebagai ligannya. Adapun reaksi yang berlangsung yaitu :FeSO4 + (NH4)2SO4 + 6H2O (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O

FeSO4 + H2

KESIMPULAN Kesimpulan dari percobaan yang dilakukan. Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu garam Mohr merupakan senyawa kompleks besi dengan ligan amonium dan sulfat dengan rumus molekul (NH4)2Fe(SO4)2. 6H2O. Pembuatan garam mohr dilakukan dengan cara kristalisasi, yaitu melalui penguapan, dan didapatkan kristal berwarna hijau muda. Campuran besi (II) sulfat dengan larutan amonium sulfat akan menghasilkan suatu garam, yang sering disebut dengan garam mohr. Garam mohr stabil diudara dan larutannya tidak mudah dioksidasi oleh oksigen diatmosfer. Garam Mohr yang terbentuk sebesar 4,03 gram dengan tingkat kemurniannya adalah sebesar 83,60 %. REFERENSI

1. Syukri. 1999. Kimia Dasar 3. ITB. Bandung. 2. Mufit, Fatni dkk. 2006 Kajian tentang Sifat Magnetik Pasir Besi dari Pantai Sanur Pariaman, Sumatera Barat. http://www.google.com. Diakses 10 November 2008. 3. Svehla, G. 1990. Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian I. PT Kalman Media Pusaka. Jakarta. 4. Harjadi, W. 1989. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga. Jakarta. 5. Cotton and Wikinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. UI- Press. Jakarta. Posted on Desember 26, 2008 in Semester 3 and tagged Kimia Anorganik. 6 Komentar Desember 26, 2008

HALOGENHALOGEN

ANNISA SYABATINI JIB107032 KELOMPOK 1

PS S-1 KIMIA FMIPA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

ABSTRACT The experiment purpose is compare reaction and character of halogen elements. The spectra of some halogen compounds and phenomena connected therewith.(6) The halogen elements are a series of nonmetal elements from Group 17 IUPAC Style (formerly: VII, VIIA, or

Group 7) of the periodic table, comprising fluorine, F; chlorine, Cl; bromine, Br; iodine, I; and astatine, At. The undiscovered element 117, temporarily named ununseptium, may also be a halogen. The group of halogens is the only group which contains elements in all three familiar states of matter at standard temperature and pressure. Key Words : halogen; molekul diatomic; halide. ABSTRAK Tujuan dari percobaan ini adalah membandingkan sifat dan reaksi unsur halogen. Spektra dari beberapa senyawa halogen dan fenomenanya menghubungkan senyawa halogen.(6) Halogen adalah kelompok unsur kimia yang berada pada golongan 17 IUPAC (VII atau VIIA pada sistem lama) di tabel periodik. Kelompok ini terdiri dari: fluor (F), klor (Cl), brom (Br), yodium (I), astatin (At), dan unsur ununseptium (Uus) yang belum ditemukan. Halogen menandakan unsurunsur yang menghasilkan garam jika bereaksi dengan logam. Unsur-unsur halogen secara alamiah berbentuk molekul diatomik. Mereka membutuhkan satu tambahan elektron untuk mengisi orbit elektron terluarnya, sehingga cenderung membentuk ion negatif bermuatan satu. Ion negatif ini disebut ion halida, dan garam yang terbentuk oleh ion ini disebut halida. Kata Kunci : halogen; molekul diatomik; halida. PEDAHULUAN

Unsur-unsur halogen VIIA, yaitu fluor, klor, brom dan iod, tidak terdapat bebas di alam, tetapi bersenyawa dengan unsur lain karena reaktif. Unsur halogen disebut halogen (Yunani; halogen = garam), karena umumnya ditemukan dalam bentuk garam anorganik. Hal dalam bentuk bebas selalu berupa diatomik, karena tiap atom memerlukan 1 elektron untuk membentuk ikatan kovalen.(5) Unsur-unsur halogen mempunyai konfigurasi elektron ns2 np5 dan merupakan unsur-unsur yang paling elektronegatif, oleh karena itu selalu mempunyai bilangan oksidasi (-1), kecuali fluor yang selalu univalen, unsur-unsur ini dapat juga mempunyai bilangan oksidasi (+1), (+III), (+V) dan (+VII). Bilangan oksidasi (+IV) dan (+VI) merupakan anomali, terdapat dalam oksida ClO2, Cl2O6, dan BrO3.(1) Kecenderungan kuat dari atom F dan Cl untuk menarik elektron mengakibatkan bentuk yang sering ditemukan di alam adalah bentuk ion F- dan Cl-, serta kesulitan dalam pembuatan unsur murni dari bentuk ionnya.(4) Kenaikan titik didih dan leleh dengan bertambahnya nomor atom, dijelaskan dengan fakta bahwa molekul-molekul yang lebih besar mempunyai gaya tarik menarik Van der waals yang lebih besar daripada yang mempunyai molekul-molekul yang lebih kecil.(3) Karena kelektronegatifan halogen relatif lebih besar dibandingkan unsur lain, maka halogen bersifat menarik elektron atau pengoksidasi. Kemampuan mengoksidasi halogen berkurang dari atas ke

bawah. Akibatnya unsur yang di atas dapat mengoksidasi unsur yang berada dibawahnya, tetapi tidak sebaliknya.(5) Dengan perkecualian He, Ne dan Ar, semua unsur dalam tabel berkala membentuk halida. Halida ionik atau kovalen adalah senyawaan umum yang paling penting. Mereka sering paling mudah dibuat dan digunakan secara meluas bagi sintesis senyawa lain. Dalam hal suatu unsur mempunyai lebih dari satu valensi, halida seringkali dikenal sebagai senyawaan tingkat oksidasi. Terdapat juga kimiawi senyawaan halogen organik yang luas dan beragam, senyawaaan fluor, teristimewa dalam hal F menggantikan H secara sempurna yang memilki sifat-sifat khusus.(2) METODE PERCOBAAN

A. Alat Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur dan pembakar bunsen. B. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah MnO2, KMnO4, brom, iod, asam klorida pekat, air brom, CCl4, larutan FeSO4, NaOH, KCl, KBr dan KI C. Cara Kerja 1. Pembuatan Halogen Memanaskan 1 ml asam klorida pekat dengan satu sendok kecil MnO2. Menambahkan tiga tetes asam klorida pekat pada setengah sendok KMnO4. 2. Sifat Kimia Halogen Eksperimen 1: Reaksi halogen dengan air. Mengocok satu tetes brom dengan 5 ml air sehingga brom melarut. Mengulangi percobaan dengan iodium. Eksperimen 2: Kelarutan halogen dalam kloroform. Mengocok 3 ml air klor dengan 1 ml brom. Mengulangi eksperimen dengan iodida. Eksperimen 3: Halogen sebagai oksidator. Mengisikan 3 ml larutan besi (II) sulfat ke dalam 2 tabung reaksi ke dalam salah satu tabung reaksi ditambahkan 3 ml air klor dan yang satu lagi ditambahkan 3 ml air brom. Eksperimen 4: Kereaktifan Relatif Halogen Sebagai zat pengoksidasi. Memasukkan 3 ml larutan KI kedalam masing-masing dua tabung reaksi. Menambahkan 1,5 ml iod pada salah satu tabung dan 1,5 ml brom pada tabung yang lain. Mengulangi percobaan dengan menggunakan 3 ml larutan KCl sebagai pengganti larutan KI. Menambahkan 1,5 ml iod pada salah satu tabung dan 1,5 ml brom pada tabung yang lain.

Menambahkan 1 ml karbon tetra klorida ke dalam semua tabung yang telah berisi campuran tersebut kemudian mengocoknya. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Tabel 1 : Pembuatan Halogen No. 1. 2. Langkah Percobaan ml HCl pekat + 1 sendok kecil MnO2 kemudian dikocok Hasil Larutannya hijau tua menjadi hijau lumut Larutannya ungu

3 tetes HCl pekat + 1 ml KMnO4 menjadi coklat muda Tabel 2 : Sifat Fisika Halogen Warna F Cl Br I Wujud Tf (C) Kuning Gas -220 Hijau Merah Ungu Gas Cair Padat -101 -7 114 Tb (C) -188 -34 59 184

Tabel 3 : Sifat Kimia Halogen No Langkah Percobaan 1. Eksperimen 1 Reaksi Halogen a. dengan Air 1 tetes Br + 2,5 ml akuades Hasil Merah tua menjadi kuning muda Endapan merah

b. 2. a. b. 3. a. 4 a. b. c. d.

kemudian dikocok kristal iod + 2,5 ml akuades lalu dikocok Eksperimen 2 Kelarutan Halogen dalam Klorofom ml Br + ml klorofom kristal iod + ml klorofom Eksperimen 3 Halogen sebagai Oksidator Reaksi dengan besi (II) sulfat dimasukkan 3 ml besi (II) sulfat dengan 3 ml air brom ditambahkan 1 ml natrium hidroksida

Kuning tua. Endapannya hitam Merah bata / melarut Merah muda endapannya hitam Warna bagian atas merah, bagian tengah bening, dan bagian bawah merah ada endapan jingga, dapat dioksidasi menjadi Fe3+ Kuning tua, endapan hitam bag. atas ungu, bag. bawah kuning tua, endapannya hitam

Eksperimen 4 Kereaktifan relatif halogen sebagai Larutannya zat pengoksidasi coklat tua I2 + ml KBr + ml CCl4 I2 + ml KI + ml CCl4

Merah (atas), hitam (bawah) dan terbentuk endapan

Kuning muda ml Br2 + KCl (atas), merah

+ ml CCl4 ml Br2 + ml KI + ml CCl4

(bawah) Tetap Merah tua Tetap

B. Pembahasan Pada percobaan pembuatan halogen reaksi antara HCl pekat dengan MnO2 akan membentuk larutan hijau lumut yang mengeluarkan gas dengan bau yang menyengat. Warna hijau dan bau yang menyengat pada percobaan ini menandakan terbentuknya senyawa klor. Setelah dipanaskan pada dasar tabung reaksi terbentuk endapan dan warna larutan menjadi lebih muda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : 4HCl + MnO2 Cl2 + MnCl2 + 2H2O Sedangkan reaksi antara HCl dengan KmnO4, tanpa dipanaskan terlebih dahulu langsung membentuk larutan ungu. Pada reaksi ini juga terbentuk gas klor. Reaksinya adalah sebagai berikut :2KMnO4 + 16HCl 2MnCl2 + 5Cl2 + 8H2O + 2KCl

Reaksi antara HCl dengan KMnO4 ini berlangsung lebih cepat daripada HCl dengan MnO2 dan berlangsung tanpa melalui pemanasan. Hal ini disebabkan karena kekuatan oksidator dari MnO4- lebih besar jika dibandingkan dengan MnO2. Urutan ion halida berdasarkan kemudahannya mengalami oksidasi adalah sebagai berikut : I- > Br- > Cl- > F-. Halogen merupakan golongan VII yang sangat reaktif dalam menerima elektron dan bertindak sebagai oksidator kuat. Berdasarkan jari-jari atomnya, semakin ke atas (dalam tabel priodik unsur), maka semakin kecil atau pendek, sehingga gaya tarik menariknya semakin besar. Apabila massa atom relatifnya bertambah, maka kecenderungan yang terlihat dari sifat fisiknya adalah : - jumlah proton pada inti akan bertambah banyak - ukuran atom akan bertambah besar karena kulit atom bertambah - titik leleh dan titik didihnya bertamabah tinggi Pelarutan brom dalam air akan menghasilkan larutan kuning muda dan endapan merah. Sedangkan pelarutan iod dalam air akan membentuk larutan larutan kuning tua dan endapan hitam, tetapi pelarutan iod dalam air memerlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan

dengan pelarutan brom dalam air. Hal ini menunjukkan bahwa Br lebih mudah larut bila dibandingkan kristal iod. Reaksinya adalah sebagai berikut : Br2 + H2O HBrO + H+ + BrSedangakan iod sangat sukar larut dalam air. Agar iod dapat larut dalam air, maka ditambahkan KI sehingga terbentuk senyawa KI3 yang mudah larut. Larutan brom dalam air yang bersifat basa merupakan zat pengoksida yang kuat. Daya meutihkan yang dilarutkan dalam natrium hidroksida encer dapat dijelaskan dengan menganggap bahwa klor mula-mula bereaksi membentuk HBrO yang diubah mejadi BrO-. Percobaan selanjutnya adalah mengamati kelarutan halogen dalam klorofom. Pencampuran antara Br dengan klorofom menghasilkan larutan merah bata, sedangkan iod yang dilarutkan dalam klorofom membentuk larutan merah muda dan terbentuk endapan hitam. Hal ini membuktikan bahwa brom dan iod dapat larut dalam klorofom. Eksperimen halogen sebagai oksidator tidak dilakukan karena kurang tersedianya bahan. Percobaan berikutnya adalah mengenai kereaktifan relatif halogen. I2 ditambahkan dengan KBr dan CCl4, maka terbentuk endapan hitam dan terjadi pemisahan warna dimana bagian atas berwarna ungu dan bagian bawah kuning. Berikutnya I2 ditambahkan dengan KI dan CCl4 terbentuk endapan dimana bagian atas merah dan bagian bawah hitam. Hal ini menunjukkan dengan bahan iod dapat mengahasilkan endapan. Pada pencampuran dengan menggunakan bahan brom tidak terbentuk endapan. Menurut daya pengoksidasinya urutan halogen mulai dari yang terbesar adalah F > Cl > Br > I. Daya pengoksidasi dapat dilihat pada potensial elektrodanya. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah : 1. Sifat fisik unsur halogen berbeda antara satu dengan yang lainnya. 2. Brom dan iod dapat larut dalam air dan dalam kloroform, tetapi kelarutan brom lebih besar daripada iod. 3. Klor dapat mengoksidasi Brom sedangakan iod tidak bisa mengoksidasi brom, karena potensial elektroda yang besar dapat mengoksidasi unsur di bawahnya F > Cl > Br > I. REFERENSI (1) Hiskia, Achmad. 1991. Kimia Unsur dan Radiokimia. ITB. Bandung. (2) Cotton & Wilkinson. 1989. Kimia Anorganiuk Dasar. UI Press. Jakarta.

(3) Keenan. 1999. Kimia untuk Universitas. Jilid 2. Erlangga. Jakarta. (4) Petrucci, Ralph H. 1993. Kimia Dasar. Jilid 3. Erlangga. Jakarta. (5) Syukri. 1999. Kimia Dasar. ITB. Bandung. (6) http://www.google.com Volume. 16 No. 4 Diakses 23 Oktober 2008. Posted on Desember 26, 2008 in Semester 3 and tagged Kimia Anorganik. 5 Komentar Desember 16, 2008

PEMISAHAN & PEMURNIAN ZAT PADATREKRISTALISASI & TITIK LELEHLAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN IV PEMISAHAN & PEMURNIAN ZAT PADAT REKRISTALISASI & TITIK LELEH

NAMA : ANNISA SYABATINI NIM : J1B107032 KELOMPOK : 5 ASISTEN : PUSPARINI

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2008 PERCOBAAN IV

PEMISAHAN & PEMURNIAN ZAT PADAT REKRISTALISASI & TITIK LELEH

I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan praktikum ini adalah memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi, menjernihkan dan menghilangkan warna larutan, memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi. II. TINJAUAN PUSTAKA

Suatu zat yang tampil sebagai zat padat, tetapi tidak mempunyai struktur kristal yang berkembangbiak disebut amorf (tanpa bentuk). Ter dan kaca merupakan zat padat semacam

itu. Tak seperti zat pada kristal, zat amorf tidak mempunyai titik-titik leleh tertentu yang tepat. Sebaliknya zat amorf melunak secara bertahap bila dipanasi dan meleleh dalam suatu jangka temperatur .Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar. Karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris (Keenan, 1991). Zat padat umumnya mempunyai titik lebur yang tajam (rentangan suhunya kecil), sedangkan zat padat amorf akan melunak dan kemudian melebur dalam rentangan suhu yang beasr. Partikel zat padat amorf sulit dipelajari karena tidak teratur. Oleh sebab itu, pembahasan zat padat hanya membicarakan kristal. Suatu zat mempunyai bentuk kristal tertentu. Dua zat yang mempunyai struktur kristal yang sama disebut isomorfik (sama bentuk), contohnya NaF dengan MgO, K2SO4 dengan K2SeO4, dan Cr2O3 dengan Fe2O3. Zat isomorfik tidak selalu dapat mengkristal bersama secara homogen. Artinya satu partikel tidak dapat menggantikan kedudukan partikel lain. Contohnya, Na+ tidak dapat menggantikan K+ dalam KCl, walaupun bentuk kristal NaCl sama dengan KCl. Suatu zat yang mempunyai dua kristal atau lebih disebut polimorfik (banyak bentuk), contohnya karbon dan belerang. Karbon mempunyai struktur grafit dan intan, belerang dapat berstruktur rombohedarl dan monoklin (Syukri, 1999). Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001). Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga

penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama. Dengan endapan yang terdiri dari kristal-kristal demikian, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai (Svehla, 1979). Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikelpartikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979). Garam dapur atau natrium klorida atau NaCl. Zat padat berwarna putih yang dapat diperoleh dengan menguapkan dan memurnikan air laut. Juga dapat dengan netralisasi HCl dengan NaOH berair. NaCL nyaris tak dapat larut dalam alkohol, tetapi larut dalam air sambil menyedot panas, perubahan kelarutannya sangat kecil dengan suhu. Garam normal; suatu garam yang tak mengandung hidrogen atau gugus hidroksida yang dapat digusur. Larutan-larutan berair dari garam normal tidak selalu netral terhadap indikator semisal lakmus. Garam rangkap; garam yang terbentuk lewat kristalisasi dari larutan campuran sejumlah ekivalen dua atau lebih garam tertentu. Misalnya: FeSO4(NH4)2SO4.6H2O dan K2SO4Al2(SO4)3.24H2O. Dalam larutan, garam ini merupakan campuran rupa-rupa ion sederhana yang akan mengion jika dilarutkan lagi. Jadi, jelas berbeda dengan garam kompleks yang menghasilkan ion-ion kompleks dalam larutan (Arsyad, 2001). III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah erlenmeyer, gelas kimia, pengaduk, pipet, pembakar Bunsen yang dilengkapi dengan kasa asbes, corong kaca, kertas saring, penjepit, corong Buchner, kaca arloji, tabung kapiler, alat penentuan titik leleh, tabung reaksi. B. Bahan Bahan-bahan yang diperlukan pada percobaan ini adalah asam benzoat, n-heksana, kloroform, toluena, methanol, karbon/norit, sikloheksana, es, aquades. IV. PROSEDUR KERJA

1. Kristalisasi Asam Benzoat a. Memilih pelarut yang cocok, lalu menimbang 2 gram asam Benzoat kotor. b. Memasukannya ke dalam gelas kimia 100 ml, lalu memasukkan sedikit demi sedikit pelarut sambil mengaduknya dalam keadaan panas sampai asam benzoat larut. c. Menambahkan sedikit berlebih beberapa ml pelarut panas setelah semua senyawa larut. d. Mendidihkan campuran diatas kasa asbes dengan menggunakkan pembakar Bunsen (api jangan terlalu besar). e. Menambahkan sedikit demi sedikit 0,5 gram karbon atau norit ke dalam campuran panas, dan mengaduknya dengan kaca pengaduk untuk menghilangkan warna. f. Mendidihkan supaya penyerapan warna lebih sempurna. g. Menuangkan larutan kedalam corong kaca yang dilengkapi dengan kertas saring, dan menampung filtratnya dalam labu Erlenmeyer.

h. Mendiamkan dan mendinginkan dengan cara Erlenmeyer disiram dibawah curahan air kran atau merendamnya dalam air es. i. Menjenuhkan larutan bila belum terbentuk kristal yang berarti larutannya kurang jenuh, dengan cara menguapkan sebagian pelarutnya. j. Menyaring kristal dengan menggunakan corong Buchner, jika semua kristal sudah terbentuk dan terpisah. k. Mencuci kristal dalam corong Buchner dengan sedikit pelarut dingin. l. Menebarkan kristal di atas kertas saring lebar. m. Menimbang kristal kering dan menentukan titik lelehnya. 2. Penentuan Titik Leleh a. Menempatkan sejumlah kristal dalam kaca arloji b. Menggerus kristal sampai sehalus mungkin. c. Mengambil tabung kapiler yang salah satu ujungnya tertutup. d. Menekan-nekan bagian ujung yang terbuka ke dalam serbuk kristal sampai serbuk kristal masuk ke dalam tabung kapiler. e. Membalikkan tabung kapiler dan ketuk-ketuk sampai serbuk kristal turun ke dasar kapiler. f. Mengulangi pengambilan dengan cara yang sama sampai serbuk yang ada sekitar 1 cm. g. Memasang kapiler di tempat alat melting-block. h. Memanaskan dengan api kecil agar naiknya suhu berjalan secara perlahan.

i. Memperhatikan dan mencatat suhu saat dimana kristal mulai ada yang meleleh sampai persis semuanya meleleh. 3. Rekristalisasi Asam Benzoat dalam Sistem Dua Pelarut a. Memasukkan 50 gram asam benzoat ke dalam tabung reaksi. b. Menambahkan toluen panas sedikit demi sedikit dengan jumlah volume seminimal mungkin. c. Menambahkan sikloheksana ke dalam larutan asam benzoat-toluena panas, sampai larutan panas tersebut mulai keruh dan mulai terbentuk kristal. d. Mendinginkan larutan tersebut perlahan sampai suhu kamar. e. Mendinginkan larutan tersebut dalam es sampai terbentuk kristal. f. Menentukkan titik lelehnya dan membandingkan hasilnya dengan titik leleh kristal hasil rekristalisasi dengan pelarut tunggal. V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL No 1. 2. 3. Prosedur Percobaan 0,5 g asam benzoat + heksana 5 ml + air sampai 100 ml Dipanaskan, kemudian didinginkan. 0,2 g asam benzoat Hasil Pengamatan Terbentuk kristal Berwarna putih. Terbentuk kristal Berwarna putih. Titik leleh = 1230C

+ toluen panas + 2 ml sikloheksana Didinginkan ^kristal I dari hasil kristalisasi

Titik leleh = 1200C

dimasukkan dalam tabung kapiler, dipanaskan sampai meleleh. ^kristal II dari hasil rekristalisasi dimasukkan dalam tabung kapiler, dipanaskan sampai meleleh. B. PEMBAHASAN 1. Kristalisasi Asam benzoat Pada percobaan kali ini akan dilakukan proses kristalisasi asam benzoat. Tahap pertama yang dilakukan adalah proses pelarutan asam benzoat yang berbentuk padatan agar menjadi suatu larutan. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan asam benzoat ini adalah pelarut yang cocok (5 ml heksana) yang panas. Hal ini ditujukan agar asam benzoat yang dilarutkan dapat melarut dengan sempurna. Asam benzoat yang dilarutkan dalam sikloheksana panas tersebut akan terurai menjadi ion-ionnya. Asam benzoat yang digunakan dalam percobaan ini merupakan asam benzoat yang belum murni atau masih kotor. Karena itu dilakukan pemurnian terhadap asam benzoat tersebut agar terbebas dari zat pengotor. Asam benzoat yang telah dilarutkan dalam sikloheksana tersebut, dipanaskan sampai mendidih, setelah itu dilakukan pendinginan. Jika belum terbentuk kristal maka larutan di jenuhkan dengan cara penguapan, agar endapan dapat terbentuk dengan mudah. Tapi jika kristal sudah mulai terbentuk, maka dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring. Hal ini bertujuan untuk memisahkan endapan dari larutannya. Filtrat

hasil penyaringan tersebut akan digunakan untuk proses kristalisasi pada tahap berikutnya. 2. Penentuan Titik Leleh Filtrat yang diperoleh dari tahap pertama, digerus sampai halus. Hal ini bertujuan untuk memperkecil atau memperhalus ukuran kristal agar dapat dimasukkan dalam tabung kapiler, karena diameter permukaan tabung kapiler sangat kecil. Setelah digerus, kristal dimasukkan kedalam tabung kapiler untuk diamati titik lelehnya. Untuk dapat mengamati titik leleh dari kristal tersebut, maka pipa kapiler harus dimasukkan ke dalam alat pengukur titik leleh yaitu meltingblock. Kemudian mengatur suhu melting-block dengan memulainya pada suhu yang agak rendah. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengamatan dalam menetukan suhu titik lelehnya. Pada hasil pengamatan didapatkan data bahwa Titik leleh untuk kristal hasil proses kristalisasi adalah 1230C. Dan Titik leleh untuk kristal hasil proses rekristalisasi adalah 1200C. 3. Rekristalisasi Asam Benzoat dalam Sistem dua Pelarut Pada proses ini mula-mula 50 mg asam benzoat atau kristal dari hasil kristalisasi pertama dicampurkan dengan toluen panas. Hal ini ditujukan agar asam benzoat yang dilarutkan dapat melarut dengan sempurna. Kemudian ditambahkan sikloheksana sehingga larutan akan berubah menjadi keruh dan pada saat didinginkan akan terbentuk endapan atau kristal. Proses ini dinamakan proses rekristalisasi yaitu suatu cara untuk memisahkan campuran zat padat dengan zat cair dengan melakukan sebanyak dua kali proses pengkristalan. VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang di dapat dari percobaan ini adalah : 1. Pemurnian zat dapat dilakukan dengan rekristalisasi, distilasi, ekstraksi pelarut dan penukaran ion.

2. Pemisahan secara kimia terhadap satu komponen atau lebih dilakukan dengan mereaksikannya dengan zat lain sehingga dapat dipisahkan. 3. Rekristalisasi yaitu suatu cara untuk memisahkan campuran zat padat dengan zat cair dengan 2 kali proses pengkristalan. 4. Titik leleh untuk kristal hasil proses kristalisasi adalah 1230C. 5. Titik leleh untuk kristal hasil proses rekristalisasi adalah 1200C. DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M. Natsir, 2001, Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah, Gramedia, Jakarta. Keenan, Charles W. dkk., 1992, Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Erlangga. Jakarta. Svehla, 1979, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta. Syukri, 1999, Kimia Dasar 3, ITB Press, Bandung. Posted on Desember 16, 2008 in Semester 3 and tagged Kimia Organik I. 22 Komentar Desember 16, 2008

PEMISAHAN CAMPURAN YANG TIDAK SALING CAMPURLAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III PEMISAHAN CAMPURAN YANG TIDAK SALING CAMPUR

NAMA : ANNISA SYABATINI NIM : J1B107032 KELOMPOK : 5 ASISTEN : PUSPARINI

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2008 PERCOBAAN III

PEMISAHAN CAMPURAN YANG TIDAK SALING BERCAMPUR

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah untuk memahami fenomena perpindahan massa di antara dua cairan yang tidak saling campu