34
ANEMIA APLASTIK A. PENDAHULUAN Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Rata – rata manusia memiliki jumlah sel darah merah kira – kira 5 juta per milimeter kubik yang masing – masing sel darah merah memiliki siklus hidup sekitar 120 hari, tetapi keseimbangan sel darah merah tetap dipertahankan antara kehilangan dan penggantian normal sel darah merah sehari – hari. 1 Penyakit anemia aplastik pertama kali di deskripsikan oleh Ehrlich tahun 1988, sampai sekarang penyakit ini mempunyai reputasi yang menakutkan. Banyak pasien anemia aplastik meninggal karena proses penyakitnya yang progresif. Insiden penyakit ini bervariasi antara 2 sampai 6 kasus tiap 1 juta populasi. Pada penelitian yang dilakukan The International 1

Anemia Aplastik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PKMRS

Citation preview

Page 1: Anemia Aplastik

ANEMIA APLASTIK

A. PENDAHULUAN

Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal

jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells

(hematokrit) per 100 ml darah. Rata – rata manusia memiliki jumlah sel darah

merah kira – kira 5 juta per milimeter kubik yang masing – masing sel darah

merah memiliki siklus hidup sekitar 120 hari, tetapi keseimbangan sel darah

merah tetap dipertahankan antara kehilangan dan penggantian normal sel darah

merah sehari – hari.1

Penyakit anemia aplastik pertama kali di deskripsikan oleh Ehrlich tahun

1988, sampai sekarang penyakit ini mempunyai reputasi yang menakutkan.

Banyak pasien anemia aplastik meninggal karena proses penyakitnya yang

progresif. Insiden penyakit ini bervariasi antara 2 sampai 6 kasus tiap 1 juta

populasi. Pada penelitian yang dilakukan The International Agranulocytosis and

aplastic anemia study (IAAS) di Eropa dan Israel awal tahun 1980 mendapatkan 2

kasus tiap 1 juta populasi, tetapi penelitian pada tahun 1991 di Bangkok di

dapatkan insiden 3-7/1 juta/tahun. Perbedaan insiden ini diperkirakan oleh karena

adanya faktor lingkungan, seperti pemakaian obat-obat yang tidak pada

tempatnya, pemakaian pestisida, insidens virus hepatitis yang lebih tinggi dan

variasi geografis.3,4

1

Page 2: Anemia Aplastik

B. DEFINISI

Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh

penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang

dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya

keganasan sistem hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum

tulang. Aplasia ini dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem

hematopoitik. Bila mengenai ketiga dari sistem tersebut maka disebut

panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik. Menurut The International

Agranulocytosis and aplastic anemia study (IAAS) disebut anemia aplastik bila :

kadar hemoglobin ≤ 10 g/dl atau hematokrit ≤ 30; hitung trombosit ≤

50.000/mm3, hitung leukosit ≤ 3.500/mm3, atau granulosit ≤ 1,5 x 109/l. 3

C. EPIDEMIOLOGI

Perbandingan insiden antara laki – laki dan perempuan menurut data

menunjukkan laki – laki sedikit lebih sering terkena anemia aplastik. Penyakit ini

termasuk penyakit yang jarang dijumpai di negara barat dengan insiden 1-3/1

juta/tahun. Namun di negara asia seperti Thailand, Indonesia, Taiwan dan Cina,

insidennya jauh lebih tinggi. 4

D. ETIOLOGI

Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak diketahui, atau

bersifat idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan

oleh proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan. 5

2

Page 3: Anemia Aplastik

Paparan terhadap beberapa obat-obatan ataupun bahan-bahan kimia dapat

meningkatkan faktor risiko terkena anemia aplastik. Sangat penting menyadari

bahwa penggunaan obat-obat tertentu aman bagi orang yang menggunakannya.

Pada beberapa kasus, misalnya, beberapa orang menderita anemia aplastik setelah

menggunakan beberapa obat-obatan. Demikian juga beberapa virus dihubungkan

dengan anemia aplastik. Namun, anemia aplastik yang terjadi akibat infeksi virus

sangat kecil persentasinya. 5

1. Radiasi

Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut dari radiasi yang dimana

stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan

jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif.

Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka akan terjadi anemia aplastik.

Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan

fibrosis. 6

Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan

luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat

digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda tanda kerusakan

sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar

sumsum tulang. 7

2. Bahan-bahan kimia

Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan

anemia aplastik dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia yang

3

Page 4: Anemia Aplastik

lain seperti insektisida dan logam berat juga berhubungan dengan anemia yang

berhubungan dengan kerusakan sumsum tulang dan pansitopenia. 7

3. Obat – obatan

Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat

berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seorang

dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah

kloramfenikol. Obat obat lain yang juga sering dilaporkan adalah fenibutazon,

senyawa sulfur, emas,dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya

mieleran atau nitrosourea. 6

4. Infeksi

Anemia palsatik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis,

virus Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang

paling sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah

terinfeksi hepatitis. Walaupun anemia aplastik jarang disebebkan oleh hepatitis

akan tetapi terdapat hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan dengan

anemia aplastik. 7

Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum

tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus

dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan

infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis atau secara langsung melalui induksi imun

sekunder, inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel dan

progenitor sel atau destruksi jaringanstroma penunjang. 8

4

Page 5: Anemia Aplastik

5. Faktor Genetik

Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian

dari padanya diturunkan menurut Hukum Mendell, contohnya Anemia Fanconi.

Anemia Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh

hipoplasia sumsum tulang disertai pigmentasi coklat di kulit, hipoplasia ibu jari

atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual kelainan ginjal dan limpa. 6

5

Page 6: Anemia Aplastik

Tabel 1 : Penyebab anemia aplastik9

PENYEBAB JENIS CONTOH

1. Obat-obatan NSAID Indometasin(Indocin®),

Piroxicam (Feldene®), dan Diclofenac (Foltaren®).

Amfetamin MDMA(ekstasi)

Antibiotik Sulfonamid, Penisilin, Kloramfenikol

Anti-tiroid Propylthiouracil, Metimazole (Tapazole®)

Carbonic Anhydrase Inhibitor Azetasolamide, Methazolamide

Obat Diabetes Tolbutamide, Carbutamide, Chlorpropamide

Diuretik Furosemide (Lasix®), Thiazide

Obat Malaria Kloroquin

Golongan Phenothiazine Thorazine®, Compazine®

Allopurinol Zyloprim®

Anti Agregasi Ticlodipine

Obat Anti Kejang Karbamazepin (Tegretol®), Fenitoin (Dilantin®), dan Asam Valproat

Golongan aminosalisilat Mesalazine

2. Bahan Kimia Benzena Bensin, Asap buangan kendaraan, Rokok, Gas emisi dari pabrik, Limbah

industri

Pestisida Organofosfat

3. Faktor Resiko Lain

Hepatitis

Virus Epstein-Barr virus, Cytomegalovirus (CMV), Parvovirus B19, HIV

Kehamilan

Penyakit Autoimun Systemic Lupus Eritematous(SLE), Rheumatoid Arthritis

Radiasi

E. KLASIFIKASI

6

Page 7: Anemia Aplastik

Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat

diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat. Risiko morbiditas

dan mortalitas lebih berkolerasi dengan derajat keparahan pansitopenia ketimbang

selularitas sumsum tulang. Infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan

penyebab kematian utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa

dan sebagian besar tidak membutuhkan terapi. 5

Tabel 2 : Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan derajatnya10

F. MANIFESTASI KLINIK

7

Klasifikasi Kriteria

Anemia aplastik tidak berat

Anemia aplastik berat

Selularitas sumsum

tulang

Sitopenia sedikitnya

dua dari tiga seri sel

darah

Anemia aplastik sangat berat

Sumsum tulang hiposeluler namun

sitopenia tidak memenuhi kriteria berat

< 25% ( < 50% jika sel hematopoietik pada

sumsum tulang < 30%

Hitung neutrofil < 0.5 x 109/L

Hitung trombosit < 20 x 109/L

Hitung retikulosit absolut < 20 x 109/L

Sama seperti di atas, kecuali hitung

neutrofil < 0.2 x 109/L

Page 8: Anemia Aplastik

A. Sindrom anemia : Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom

anemia, atau anemic syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia

adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin

yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini

timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh

terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila

diklasifikasikan menurut sistem organ adalah sebagai berikut : 3,5

1. Sistem kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu

kerja, angina pectoris, dan gagal jantung.

2. Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-

kunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas.

3. Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,

rambut tipis, dan halus.

8

Sel Induk Hemopoetik

Kerusakan sel indukGangguan lingkungan mikro

Mekanisme imunologik

Perdarahan (kulit, mukosa, organ dalam) (c)

Sindrom anemia (a) A(a(aa *(a)

Eritrosit↓↓ Leukosit ↓↓ Trombosit ↓↓

Pansitopenia

Mudah infeksi (febris, ulkus mulut/faring, sepsis) (b)

Page 9: Anemia Aplastik

B. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorok, selulitis

leher, febris, dan sepsis atau syok septik. Organomegali berupa

hepatomegali, splenomegali, atau limfadenopati tidak dijumpai. 3,5

C. Gejala perdarahan : paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit

seperti peteki dan ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis,

perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis/melena, dan pada

wanita dapat dijumpai menorhagia. Perdarahan organ dalam jarang

dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak, sering bersifat fatal. 3,5

Selain dapat ditentukan dengan gejala klinik, dapat juga ditemukan dalam

pemeriksaan laboratorium dan radiologi sebagai berikut : 11

1. Pemeriksaan hitung darah lengkap

Pada pemeriksaan darah lengkap menunjukkan indikasi pansitopenia

meskipun jumlah leukosit kembali terjaga. Pada banyak kasus jumlah

hemoglobin, neutrofil, dan trombosit secara bersamaan mengalami penurunan,

tetapi di fase awal sitopenia yang terisolasi secara khusus trombositopenia dapat

terjadi. Anemia disertai dengan retikulopeni dan makrositosis bisa juga terjadi.

Pemeriksaan yang detail pada darah dibutuhkan untuk mengeliminasi

kemungkinan neutrophil diplastik dan trombosit abnormal, sel blast dan sel

lainnya seperti hairy sel. Jumlah monosit biasanya menurun, meski keberadaannya

perlu dicurigai sebagai gejala klinik hairy cell leukemia. Pada anemia aplastik,

anisopoikilositosis merupakan gejala umum dan neutrofil menunjukkan keracunan

granulasi. Secara kuantitatif jumlah hemoglobin <100 g/l, platelet <50 x 109/l dan

jumlah neutrofil <1,5 x 109/l.

2. Pemeriksaan sumsum tulang

Aspirasi sumsum tulang dan biopsy trephine, keduanya dibutuhkan untuk

pemeriksaan sumsum tulang. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang dilakikan pada

trombositopenia berat. Fragmen biasanya didapatkan dari aspirasi, kesulitan

mendapatkan fragmen perlu dicurigai kemungkinan gangguan selain anemia

aplastik. Fragmen biasanya hiposeluler dengan penonjolan jaringan lemak dan

jumlah sel hematopoetik residual yang bervariasi. Eritropoesis mengalami

9

Page 10: Anemia Aplastik

penurunan atau tidak ada, diseritropoesis merupakan hal yang ditandai secara

umum. Megakariosit dan granulosit biasa juga mengalami penurunan atau tidak

ada, megakariosit dan granulosit yang diplastik tidak terlihat pada anemia anemia

aplsatik. Limfosit, magrofag, sel mast dan sel plasma biasa masih tetap ada. Pada

pemeriksaan ini ditemukan selularitas sumsum tulang <25% atau 25-50% dengan

<30% sel hematopoetik residual.

Gambar 1. Bone Marrow Biopsy

3. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan x-ray thoraks dibutuhkan untuk menghindari kemungkinan

gangguan infeksi. Pemeriksaan USG abdominal, jika ditemukan pembesaran lien

meningkatkan kemungkinan gangguan hematologi malignant sebagai penyebab

pansitopenia. Pada pasien berusia muda, lokasi ginjal yang abnormal sebagai

penanda Anemia Fanconi.

G. PATOFISIOLOGI

Penyebab anemia aplstik sulit ditentukan, terutama karena banyak

kemungkinan yang harus disingkirkan. Jika tidak ditemukan penyebab yang pasti

maka digolongkan ke dalam penyakit idiopatik. Pendapat lain menyatakan bahwa

penyebab terbanyak dari kegagalan sumsum tulang adalah iatrogenik karena

kemoterapi sitostatik atau terapi radiasi. Kerusakan yang terjadi pada anemia

aplastik terdapat pada sel induk dan ketidakmampuan jaringan sumsum tulang

untuk memberi kesempatan sel induk untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.

Hal ini berkaitan erat dengan mekanisme yang terjadi seperti toksisitas langsung

10

Page 11: Anemia Aplastik

atau defisiensi sel – sel stroma. Penyimpangan proses imunologis yang terjadi

pada anemia aplastik berhubungan dengan infeksi virus atau obat-obatan yang

digunakan atau zat kimia. 4

Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui :

1. Kerusakan sel induk (seed theory)

Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya adalah pengurangan

yang bermakna dalam jumlah sel induk pluripotensial hemopoietik, dan kelainan

pada sel induk yang ada atau reaksi imun terhadap sel induk tersebut yang

membuatnya tidak mampu membelah dan berdiferensiasi secukupnya untuk

mengisi sumsum tulang.5 keberadaan sel induk hematopoitik dapat diketahui lewat

petanda sel yaitu CD34, atau dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel

induk hematopitik dikenal sebagai longterm culture-initiating cell (LTC-IC), long-

term marrow culture (LTMC), jumlah sel induk /CD34 sangat menurun hingga 1-

10% dari normal. Demikian juga pematangan pada cobble-stone area forming

cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang menyokong teori

gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada 60 –

80% kasus. Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian sel induk dari luar

akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada pasien anemia aplastik. Beberapa

peneliti menganggap gangguan ini dapat disebabkan oleh proses imunologik.3

Antigen yang menjadi pencetus timbulnya proses autoimun belum

diketahui. Mediator yang menyebabkan supresi hematopoesis mungkin adalah

proliferasi limfosit T sitotoksik : CD-8 dan HLA-DR yang dapat dideteksi baik

dalam darah tepi maupun dalam sumsum tulang penderita anemia aplastik. Sel-sel

ini memproduksi sitokin inhibitor seperti TNF dan interferon-γ yang dapat

menghambat pertumbuhan sel-sel progenitor dengan cara mempengaruhi mitosis

dan mengadakan apoptosis (kematian sel terprogram). Sel-sel ini juga merangsang

sumsum tulang untuk memproduksi asam nitrat yang membantu timbulnya

sitotoksisitas melalui proses imun sehingga menyebabkan eliminasi sel-sel

hematopoetik. 5

11

Page 12: Anemia Aplastik

Gambar 2 : Destruksi imunologik dari hematopoiesis12

Oleh karena kebanyakan pasien anemia aplastik berespon baik terhadap

terapi immunosupresif, dan hasil penelitian terhadap limfosit penderita anemia

aplastik mendukung patofisiologi peranan limfosit dan limfokin dalam merusak

sel hematopoietik, maka diduga bahwa proses imunologik yang berperan penting

dalam patomekanisme terjadinya anemia aplastik karena sel limfosit T tipe 1

sitioksik yang teraktivasi12

2. Kerusakan lingkungan mikro (soil theory)

Teori kerusakan lingkungan mikro ini dibuktikan melalui percobaan pada

tikus yang diberikan radiasi. Teori kerusakan pada lingkungan mikro sumsum

tulang disangkal karena ternyata sel-sel stroma fungsinya masih normal masih

dapat memproduksi faktor-faktor pertumbuhan dalam jumlah cukup berdasarkan

penelitian yang dilakukan dengan transplantasi sel induk (Stem Cell

Transplantation) yang memperlihatkan bahwa hal ini jarang terjadi karena sel

induk donor yang normal biasanya mampu hidup dalam rongga sumsum tulang

resepien. 5

12

Page 13: Anemia Aplastik

Gambar 3. Stimulus Antigenik yang Menginisiasi Kerusakan Sumsum Tulang 12

Kenyataan bahwa terapi imunosupresif memberikan kesembuhan pada

sebagian besar pasien anemia aplasik merupakan bukti meyakinkan tentang peran

mekanisme imunologik dalam patifisiologi penyakit ini. Pemakaian gangguan sel

induk dengan siklosporin atau metilprednisolon memberi kesembuhan sekitar

75% dengan ketahanan hidup jangka panjang menyamai hasil transplantasi

sumsum tulang. Keberhasilan imunosupresif ini sangat mendukung teori proses

imunologik. 3

H. DIAGNOSIS

Diagnosis berdasarkan gejala klinis berupa panas, pucat, perdarahan, tanpa

adanya organomegali (hepato splenomegali). Gambaran darah tepi menunjukan

pansitopenia dan limfositosis relatif. Diagnosis pasti ditentukan dengan

pemeriksaan biopsi sumsum tulang yaitu gambaran sel sangat kurang, banyak

jaringan penyokong dan jaringan lemak; aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik

13

Page 14: Anemia Aplastik

dan trombopoetik. Diantara sel sumsum tulang sedikit ini banyak ditemukan

limfosit, sel SRE (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel endotel). 3

Pada dasarnya diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya

pansitopenia atau bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sumsum tulang,

serta dengan menyingkirkan adanya infiltrasi atau supresi pada sumsum tulang.

Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut International Agranulocytosis and

Aplastic Anemia Study Group (IAASG) adalah: 5

1. Satu dari tiga sebagai berikut :

a. Hemoglobin kurang dari 10 g/dl, atau hematokrit kurang dari 30%

b. Trombosit kurang dari 50 x109/L

c. Leukosit kurang dari 3,5 x109L, atau netrofil kurang dari 1,5 x109/L

2. Dengan retikulosit <30x109L (<1%)

3. Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat) :

a. Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel

hemopetik atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal dengan deplesi

seri granulosit dan megakariosit.

b. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik

4. Pansitopenia karena obat sitostatika atau radiasi terapeutik harus diekslusi.

Setelah diagnosis ditegakkan maka perlu ditentukan derajat penyakit anemia

aplastik. Hal ini sangat penting dilakukan karena menentukan strategi terapi.

Tergolong anemia aplastik sangat berat bila netrofil < 0,2 x 109/L.

Tergolong anemia aplastik berat bila memenuhi kriteria berikut:

1. Paling sedikit dua dari tiga:

a) Granulosit < 0,5 x 109/L

b) Platelet < 20 x 109/L

c) Koreksi Retikulosit < 1%

2. Selularitas sumsum tulang < 25%, atau selularitas < 50% dengan < 30%

sel-sel hematopoetik. 4

14

Page 15: Anemia Aplastik

I. PENATALAKSANAAN

Secara garis besar, terapi untuk anemia aplastik terdiri atas :

1. Terapi kausal

Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab.

Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi

sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya

tidak dapat dikoreksi. 5

2. Terapi suportif 3,5,6

Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia.

a. Mengatasi infeksi antara lain :

Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan

adekuat yang tidak meyebabkan depresi sumsum tulang. Sebelum ada hasil biakan

berikan antibiotik berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan

negatif. Biasanya dipakai derivat penisilin semisintetik (ampisilin) dan

gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil

biakan sudah datang, sesuaikan antibiotik dengan hasil tes kepekaan. Jika dalam

5-7 hari panas tidak turun, pikirkan infeksi jamur, dapat diberikan amphoterisin-B

atau flukonasol parenteral.

b. Mengatasi anemia :

Berikan transfusi Packed Red Cell (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau ada

tanda payah jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9-

10% tidak perlu sampai Hb normal karena dengan transfusi darah yang terlampau

sering akan menimbulkan depresi sumsum tulang atau dapat menyebabkan

timbulnya reaksi hemolitik akibat dibentuknya antibodi terhadap sel darah merah,

leukosit dan trombosit.

c. Mengatasi perdarahan

Berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan mayor atau

trombosit <20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan

efektivitas trombosit karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid

dapat mengurangi perdarahan kulit.

3. Terapi definitif yang terdiri atas : 5,6

15

Page 16: Anemia Aplastik

Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka

panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas 2 jenis pilihan terapi :

a. Trapi imunosupresif antara lain :

1. Pemberian anti-lymphocyte globuline

2. Terapi imunosupresif lain :

Pemberian metilprednisolon dosis tinggi dengan/ atau siklosporin-A

dilaporkan memberikan hasil pada beberapa kasus, tetapi masih memerlukan

konfirmasi lebih lanjut. Pernah juga dilaporkan keberhasilan pemberian

siklofosfamid dosis tinggi.

b. Tansplantasi sumsum tulang 5,6

Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang

memberikan harapan kesembuhan jangka panjang pada 60-70 kasus, tetapi

biayanya sangat mahal, membutuhkan peralatan canggih, serta adanya kesulitan

mencari donor yang kompatible. Transplantasi sumsum tulang yaitu :

1. Merpakan pilihan untuk kasus di bawah 40 tahun

2. Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus host

disease)

J. DIAGNOSA BANDING 3

1. Purpura Trombositopenik Imun (PTI). Pemeriksaan darah tepi dari kedua

kelainan ini hanya menunjukkan trombositopenia tanpa retikulositopenia

atau granulositopenia/leukopenia. Pada pemeriksaan dari PTI

menunjukkan gambaran yang normal atau ada peningkatan megakariosit.

2. Leukimia akut jenis aleukemik, terutama Leukimia Limfoblastik Akut

(LLA) dengan jumlah leukosit yang kurang dari 6000/mm3. Kecuali pada

stadium dini, biasanya pada LLA ditemukan splenomegali. Pemeriksaan

darah tepi sukar dibedakan karena kedua penyakit gambaran yang serupa

(pansitopenia dan relatif limfositosis) kecuali bila terdapat sel blas dan

limfositosis yang dari 90% diagnosis lebih cenderung pada LLA.

3. Stadium praleukemik dari leukemia akut

16

Page 17: Anemia Aplastik

Keadaan ini sukar dibedakan baik gambaran klinis, darah tepi, maupun

sumsum tulang karena masih menunjukkan gambaran sitopenia dari ketiga

sistem hematopoetik. Setelah beberapa bulan kemudian baru terlihat

gambaran khas LLA. 3

K. PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada :

1. Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler.

2. Kadar Hb F yang lebih dari 200 mg% memperlihatkan prognosis yang lebih

baik.

3. Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3 menunjukkan prognosis yang lebih

baik.

4. Pencegahan infeksi sekunder, terutana di Indonesia karena kejadian infeksi

masih tinggi. Gambaran sumsum tulang merupakan parameter terbaik untuk

menentukan prognosis.

Adanya remisi dapat terlihat dengan memperhatikan jumlah retikulosit,

granulosit/leukosit dengan hitung jenisnya dan jumlah trombosit. Pemeriksaan

sumsum tulang sebulan sekali merupakan indikator terbaik untuk menilai keadaan

remisi. Sebaiknya pasien diperbolehkan pulang dari rumah sakit setelah hitung

trombosit mencapai 50.000-100.000/mm3. 3

Penyembuhan spontan jarang terjadi. Pansitopenia berat yang dibiarkan

tidak terobati memiliki angka rata-rata kematian secara keseluruhan sebesar 50%

selama 6 bulan setelah diagnosis dan lebih dari 75% angka kematian dan

kecacatan disebabkan oleh infeksi dan perdarahan sebagai penyebab utamanya.

Kebanyakan anak-anak dengan anemia aplastik berat yang berespon terhadap

transplantasi sumsum tulang, imunosupresan atau sitokin akan memiliki jumlah

sel-sel darah yang normal atau hamper normal. 11

KESIMPULAN

17

Page 18: Anemia Aplastik

1. Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh

penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum

tulang dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi.

2. Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak diketahui, atau

bersifat idiopatik, bisa juga akibat penggunaan obat-obatan, radiasi, bahan

kimia.

3. Diagnosa anemia aplastik dibutuhkan pemeriksaan complete blood count

dan pemeriksaan sumsum tulang untuk melihat morfologi dan selularitas sel

darahnya.

4. Pengobatan pada anemia aplastik berupa terapi kausal, terapi suportif, dan

terapi definitif.

5. Prognosis anemia aplastik tergantung pada gambaran sumsum tulang

hiposeluler, kadar Hb F, jumlah granulosit dan pencegahan infeksi

sekunder.

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: Anemia Aplastik

1. Price, Sylvia A.2005. patofisiologi: konsep klinis proses – proses penyakit

edisi 6 volume 1. Jakarta :EGC. hal 255-260.

2. Sherwood, lauralee. 2011. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem edisi 6,

Jakarta : EGC. Hal 421-427.

3. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku

Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Jakarta : Badan Penerbit

IDAI; 2010.

4. Isyanto, maria A. 2005. Masalah pada tatalaksana anemia aplastik didapat.

Jakarta : SARI pediatric no.7. 26-33

5. Bakta, I Made. 2006. Hematolodi klinik ringkas. Jakarta : EGC. Hal 97-

1112

6. Widjanarko A, Sudowo AW, Salonder H. Anemia Aplastik. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam jilid 2 edisi V. Jakarta: Internal Publishing; 2009.

7. Hillman RS, AultKA, Rinder HM. Hematology in clinical practice 4th

edition. New York: Large Mcgraw Hill.2005.

8. Niazzi M, Rafiq F. the incidens of underlying pathology in pancytopenia.

Available in URL : http://www.jpmi.org/org_detail.asp

9. Aplastic Anemia. [Philadelphia] : American Cancer Society; 2013. [updated

March 23rd 2013, cited December 23rd 2013]. Available from :

http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/002279-

pdf.pdf

10. Guinan, Eva C. Aplastic Anemia : Management of Pediatric Patients.

American Society of Hematology; 2005.

11. J. Marsh, S.E. Ball, J.Cavenanh. Guideline for the diagnose and

management of aplastic anemia. England : British Commite for standarts in

haematology; 2009.

12. Young NS. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. New

England Journal; 1997

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS

19

Page 20: Anemia Aplastik

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2014UNIVERSITAS HASANUDDIN

ANEMIA APLASTIK

Disusun Oleh :Akhmad FauziC111 10 818

Pembimbing :dr.M.Nafis Qulyuby

Supervisor :Dr. dr. Nadirah Rasyid Ridha, Sp.A. M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIKDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR201

HALAMAN PENGESAHAN

20

Page 21: Anemia Aplastik

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Akhmad Fauzi

NIM : c 111 10 818

Judul PKMRS : Anemia Aplastik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada departemen

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Oktober 2014

Pembimbing Penyusun,

dr. M. Nafis Qulyuby Akhmad Fauzi

Supervisor Pembimbing,

Dr. dr. Nadirah Rasyid Ridha, Sp.A. M.Kes

HALAMAN PENGESAHAN

21

Page 22: Anemia Aplastik

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Akhmad Fauzi

NIM : c 111 10 818

Judul PKMRS : Anemia Aplastik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada departemen

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Oktober 2014

Pembimbing Penyusun,

dr. M. Nafis Qulyuby Akhmad Fauzi

Supervisor Pembacaan PKMRS,

DAFTAR ISI

22

Page 23: Anemia Aplastik

Halaman Pengesahan………………………………………….………………… ii

Daftar Isi………...………………………………………………………………. iv

I. Pendahuluan……………………………………………………..….............. 1

II. Definisi……………….…………………………………………………...... 2

III. Epidemiologi………………..………………………………….……............ 2

IV. Etiologi…………………………………………………………………...... 2

V. Klasifikasi…………………………………………………….................... 7

VI. Manifestasi Klinik…………………………………………………………. 8

VII. Patofisiologi………………………………………………..………......... 10

VIII. Diagnosis……………………………………………………………......... 13

IX. Penatalaksanaan…………………............................................................. 15

X. Diagnosa Banding………….………………………………………… 16

XI. Prognosis…………………………………………………….................... 17

XII. Kesimpulan…………………………………………………………......... 18

Daftar Pustaka

23