Upload
dhian-purnamasary
View
237
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Anda perlu informasi ini untuk sign in ke Yahoo! dan untuk mengeset ulang kata sandi seandainya Anda lupa. Cetak dan simpanlah informasi ini di tempat yang aman untuk referensi di waktu mendatang.
ID Yahoo! & Email:[email protected] Tanggal Lahir26 Agustus 1994 Pertanyaan Rahasia 1Siapakah nama belakang teman dekat Anda semasa kecil? Jawaban Sayadhirsoe Pertanyaan Rahasia 2Siapakah tokoh kartun favorit Anda semasa kecil? Jawaban Sayanaruto
Missiseress'meykeybum Violettmerrylelett
Heru Jiman Syah
Muharezi Jiewdhals
Jasmine Aryanti
Virgo Sanx Penyanx
Fyie Viee
Vino Emolizt
Jenderal Sudirman
Siswadi Aleman
Jillyanie AnsharAjahh
Tetaplah Tersenyum Ukhti
Anna Vivian Chow
Eko Didel
Afis James Al Sidqi
Vinalia Cutez
Vieff Kipslii Triana
Saivoel Virgoo
Rhanni Vibira
Jasmine Sorgaloka Firdausy
Vino Duda Sangsoro
Sani Jasmin
Vicha Khairunnisa Hs
Viera Yuliana
Resty VirgogirL's
Imued Arika Love ArieAgussaputra
Mami Yunik
Kamboja Putihituaqu
Ana Jasmine
Via Dhean
Jendral Tua KaumFals YangTerlupakan
Isa Marewa
Ahmad Musyafier
Sandal Oi Jepit
Satria Radja
Viy Cemburu Mhabidadari Sholehah
Vivi Noely
Shafiyah Al Jashy
Si Budi Kecil
Vitha Dwyc SukaKomentariTidak SukaKomentari Tulis nama untuk menandai: Ketik nama siapa saja
Ketik nama s
Senyumku, Senyummu, Senyum Kita DUA DIMENSI SHALAT
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh... Alhamdulillah... Segala puji bagi Allah SWT, Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan Kita Nabi Muhammad SAW. Teriring do'a dan salam, senantiasa dalam lindungan Allah SWT dan sukses meraih cita, sukses dalam melaksanakan tugas Kita sehari-hari dengan sebaikbaiknya. Aamiin... Sahabat... Shalat adalah ibadah yang terpenting dan utama dalam Islam. Dalam deretan rukun Islam Rasulullah saw. menyebutnya sebagai yang kedua setelah mengucapkan dua kalimah syahadat (syahadatain). Rasullah bersabda, Islam dibangun atas lima pilar: bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berhajji ke kabah baitullah dan puasa di bulan Ramadlan. (HR. Bukhari, No.8 dan HR. Muslim No.16). Ketika ditanya Malaikat Jibril mengenai Islam, Rasullah saw. lagi-lagi menyebut shalat pada deretan yang kedua setelah syahadatain (HR. Muslim, No.8). Orang yang mengingkari salah satu dari rukun Islam, otomatis menjadi murtad (keluar dari Islam). Abu Bakar Ash Shidiq ra. ketika menjabat sebagai khalifah setelah Rasullah saw. wafat, pernah dihebohkan oleh sekelompok orang yang menolak zakat. Bagi Abu Bakar mereka telah murtad, maka wajib diperangi. Para sahabat bergerak memerangi mereka. Peristiwa itu terkenal dengan harbul murtaddin. Ini baru manolak zakat, apalagi menolak shalat. Ketika menyebutkan ciri-ciri orang yang bertakwa pada awal surah Al-Baqarah, Allah menerangkan bahwa menegakkan ibadah shalat adalah ciri kedua setelah beriman kepada yang ghaib (Al-Baqarah: 3). Dari proses bagaimana ibadah shalat ini disyariatkan lewat kejadian yang sangat agung dan kita kenal dengan peristiwa Isra Miraj Rasulullah saw. tidak menerima melalui perantara Malaikat Jibril, melainkan Allah swt. langsung mengajarkannya. Dari sini tampak dengan jelas keagungan ibadah shalat. Bahwa shalat bukan masalah ijtihadi (baca: hasil kerangan otak manusia yang bisa ditambah dan diklurangi) melainkan masalah taabbudi (baca: harus diterima apa adanya dengan penuh ketaatan). Sekecil apapun yang akan kita lakukan dalam shalat harus sesuai dengan apa yang diajarkan Allah langsung kepada Rasul-Nya, dan yang diajarkan Rasulullah saw. kepada kita.
Bila dalam ibadah haji Rasulullah saw. bersabda, Ambillah dariku cara melaksanakan manasik hajimu, maka dalam shalat Rasullah bersabda, shalatlah sebagaiman kamu melihat aku shalat. Untuk menjelaskan bagaimana cara Rasullah saw. melaksanakan shalat, paling tidak ada dua dimensi yang bisa diuraikan dalam pembahasan ini: dimensi ritual dan dimensi spiritual. Dimensi Ritual Shalat Dimensi ritual shalat adalah tata cara pelaksanaannya, termasuk di dalamnya berapa rakaat dan kapan waktu masing-masing shalat (shubuh, zhuhur, ashar, maghrib, isya) yang harus ditegakkan. Dalam hal ini tidak ada seorang pun dari sahabat Rasulullah saw., apa lagi ulama, yang mencoba-coba berusaha merevisi atau menginovasi. Umpamnya yang empat rakaat dikurangi menjadi tiga, yang tiga ditambah menjadi lima, yang dua ditambah menjadi empat dan lain sebagainya. Dalam segi waktu pun tidak ada seorang ulama yang berani menggeser. Katakanlah waktu shalat Zhuhur digeser ke waktu dhuha, waktu shalat Maghrib digeser ke Ashar dan sebagainya (perhatikan: An-Nisa: 103). Artinya shalat seorang tidak dianggap sah bila dilakukan sebelum waktunya atau kurang dari jumlah rakakat yang telah ditentukan. Dalam konteks ini tentu tidak bisa beralasan dengan shalat qashar (memendekkan jumlah rakaat) atau jama taqdim dan takhir (menggabung dua shalat seperti dzhuhur dengan ashar: diawalkan atau diakhirkan) karena masing-masing dari cara ini ada nashnya (baca: tuntunan dari Alquran dan sunnah Rasullah saw.; An-Nisa: 101), dan itupun tidak setiap saat, melainkan hanya pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan kondisi yang tercantum dalam nash. Apa yang dibaca dalam shalat juga tercakup dalam tata cara ini dan harus mengikuti tuntunan Rasulullah. Jadi tidak bisa membaca apa saja seenaknya. Bila Rasullah memerintahkan agar kita harus shalat seperti beliau shalat, maka tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menambah-nambah. Termasuk dalam hal menambah adalah membaca terjemahan secara terang-terangan dalam setiap bacaan yang dibaca dalam shalat. Karena sepanjang pengetahuan penulis tidak ada nash yang memerintahkan untuk juga membaca terjemahan bacaan dalam shalat, melainkan hanya perintah bahwa kita harus mengikuti Rasullah secara taabbudi dalam melakukan shalat ini. Mungkin seorang mengatakan, benar kita harus mengikuti Rasullah, tapi bagaimana kalau kita tidak mengerti apa makna bacaan yang kita baca dalam shalat? Bukankah itu justru akan mengurangi nilai ibadah shalat itu sendiri? Dan kita hadir dalam shalat menjadi seperti burung beo, mengucapkan sesuatu tetapi tidak paham apa yang kita ucapkan? Untuk mengerti bacaan dalam shalat, caranya tidak mesti dengan membaca terjemahannya ketika shalat, melainkan Anda bisa melakukannya di luar shalat. Sebab, tindakan membaca terjemahan dalam shalat seperti tindakan seorang pelajar yang menyontek jawaban dalam ruang ujian. Bila menyontek, jawaban merusak ujian pelajar. Membaca terjemahan dalam shalat juga merusak shalat. Bila si pelajar beralasan bahwa ia tidak bisa menjawab kalau tidak nyontek, kita menjawab Anda salah mengapa tidak belajar sebelum masuk ke ruang ujian. Demikian juga bila seorang beralasan bahwa ia tidak mengerti kalau tidak membaca terjemahan dalam shalat, kita jawab, Anda salah mengapa Anda tidak belajar memahami bacaan tersebut di luar shalat.
Mengapa Anda harus dengan mengorbankan shalat, demi memahami bacaan yang Anda baca dalam shalat? Wong itu bisa Anda lakukan di luar shalat. Pentingnya mengikuti cara Rasullah bershalat, ternyata bukan hanya bisa dipahami dari hadits tersebut di atas, melainkan dalam teks-teks Alquran sangat nampak dengan jelas. Dari segi bahasa dan gaya ungkap Alquran selalu menggunakan aqiimush shalaata (tegakkankanlah shalat) atau yuqiimunash sahalat (menegakkan shalat). Menariknya, ungkapan seperti ini juga digunakan Rasullah saw. Pada hadits mengenai pertemuannya dengan Malaikat Jibril, Rasullah bersabda: watuqiimush shalata (HR. Muslim No.8) dan pada hadits mengenai pilar-pilar Islam bersabda: waiqaamish shalati . (HR. Bukahri No.8 dan HR. Muslim No.16) Apa makna dari aqiimu atau yuqiimu di sini? Mengapa kok tidak langsung mengatakan shallu (bershalatlah) atau yushalluuna (mereka bershalat)? Para ahli tafsir bersepakat bahwa dalam kata aqiimu atau yuqiimuuna mengandung makna penegasan bahwa shalat itu harus ditegakkan secara sempurna: baik secara ritual dengan memenuhi syarat dan rukunnya, tanpa sedikitpun mengurangi atau menambah, maupun secara spiritual dengan melakukannya secara khusyuk seperti Rasulullah saw. melakukannya dengan penuh kekhusyukan. Masalah khusyu adalah pembahasan dimensi spiritual shalat yang akan kita bicarakan setelah ini. Dimensi Spiritual Shalat Mengikuti cara Rasulullah saw. shalat tidak cukup hanya dengan menyempurkan dimensi ritulanya saja, melainkan harus juga diikuti dengan menyempurnakan dimensi spritualnya. Ibarat jasad dengan ruh, memang seorang bisa hidup bila hanya memenuhi kebutuhan jasadnya, namun sungguh tidak sempurna bila ruhnya dibiarkan meronta-meronta tanpa dipenuhi kebutuhannya. Demikian juga shalat, memang secara fikih shalat Anda sah bila memenuhi syarat dan rukunya secara ritual, tapi apa makna shalat Anda bila tidak diikuti dengan kekhusyukan. Perihal kekhusyukan ini Alquran telah menjelaskan, Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, dan sesungguhnya shalat itu sangat berat kecuali bagi mereka yang khusyu. (Al-Baqarah: 45) Imam Ibn Katsir, ketika menafsirkan ayat ini, menyebutkan pendapat para ulama salaf mengenai makna khusyu dalam shalat: Mujahid mengatakan, itu suatu gambaran keimanan yang hakiki. Abul Aliyah menyebut, alkhasyiin adalah orang yang dipenuhi rasa takut kepada Allah. Muqatil bin Hayyanperpendapat, alkhasyiin itu orang yang penuh tawadhu. Dhahhaq mengatakan, alkhasyien merupakan orang yang benar-benar tunduk penuh ketaatan dan ketakutan kepada Allah. (Ibn Katsir, Tafsirul Quranil azhim, Bairut, Darul fikr, 1986, vol. 1, h.133) Dan pada dasarnya shalat seperti yang digambarkan Ustadz Sayyid Quthub adalah hubungan antara hamba dan Tuhannya yang dapat menguatkan hati, membekali keyakinan untuk menghadapi segala kenyataan yang harus dilalui. Rasulullah saw. kata Sayyid- setiap kali menghadapi persoalan, selalu segara melaksanakan shalat. (Sayyid Quthub, fii zhilalil Quran, Bairut, Darusy syuruuq, 1985, vol. 1, h. 69) Dalam hal ini tentu shalat yang dimaksud bukan sekedar shalat, melainkan shalat yang benarbenar ditegakkan secara sempurna: memenuhi syarat dan rukunnya, lebih dari itu penuh dengan
kekhusyukan. Karena hanya shalat yang seperti inilah yang akan benar-benar memberikan ketenangan yang hakiki pada ruhani, dan benar- benar melahirkan sikap moral yang tinggi, seperti yang dinyatakan dalam Alquran: dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar . (Al-Ankabut: 45) Jelas, bahwa hanya shalat yang khusyu yang akan membimbing pelaksananya pada ketenangan dan kemuliaan perilaku. Oleh sebab itu para ulama terdahulu selalu mengajarkan bagimana kita menegakkan shalat dengan penuh kekhusyukan. Imam As-Samarqandi dalam bukunya tanbihul ghafiliin, menulis bab khusus dengan judul: Bab itmamush shalaati wal khusyuu fiihaa (Bab menyempurkan dan khusyuk dalam shalat). Disebutkan dalam buku ini bahwa orang yang sembahyang banyak, tetapi orang yang menegakkan shalat secara sempurna sedikit. (As Samarqandi, Tanbihul ghafiliin, Bairut, Darul Kitab alAraby, 2002, h. 293) Imam As-Samarqandi benar. Kini kita menyaksikan orang-orang shalat di mana-mana. Tetapi, berapa dari mereka yang benar-benar menikmati buah shalatnya, menjaga diri dari perbuatan keji, perzinaan, korupsi dan lain sebagainya yang termasuk dalam kategori munkar. Antara Ritual dan Spritual Ketika Rasulullah saw. memerintahkan agar kita mengikuti shalat seperti yang beliau lakukan, itu maksudnya mengikuti secara sempurna: ritual dan spiritual. Ritual artinya menegakkan secara benar syarat dan rukunnya, spiritual artinya melaksanakannya dengan penuh keikhlsan, ketundukan dan kekhusyukan. Kedua dimiensi itu adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Satu dimensi hilang, maka shalat Anda tidak sempurna. Bila Anda hanya mengutamakan yang spiritual saja, dengan mengabaikan yang ritual (seperti tidak mengkuti cara-cara shalat Rasulluah secara benar, menambahkan atau mengurangi, atau meniggalkannya sema sekali) itu tidak sah. Dengan bahasa lain, shalat yang ditambah dengan menerjemahkan setiap bacaannya ke dalam bahasa Indonesia, itu bukan shalat yang dicontohkan Rasullah. Maka, itu tidak disebut shalat, apapun alasan dan tujuannya. Sebaliknya, bila yang Anda utamakan hanya yang ritual saja dengan mengabaikan yang spiritual, boleh jadi shalat Anda sah secara fikih. Tetapi, tidak akan membawa dampak apa-apa pada diri Anda. Karena yang Anda ambil hanya gerakan shalatnya saja. Sementara ruhani shalat itu Anda campakkan begitu saja. Bahkan bila yang anda abaikan dari dimensi spiritual shalat itu adalah keikhlasan, akibatnya fatal. Shalat Anda menjadi tidak bernilai apa-apa di sisi-Nya. Naudzubillahi mindzaalika. Wallahu Alam bish shawab. Oleh: DR. Amir Faishol Fath courtesy: dakwatuna ******* Semoga bermanfaat... Aamiin...
Jangan lupa selalu senyum yaaaaa... ^_^ Keep Istiqomah... Keep Ukhuwah Fillah... Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh... dengan100002263613274
Vicha Khairunnisa Hs,100000473572130 100002932888102
100002178926013
Vino Duda Sangsoro, Fyie Viee,100002514906169
100002270419306 100002143264377 100002150845204
Viera Yuliana, Rhanni Vibira,
Missiseress'meykeybum Violettmerrylelett, Vitha Dwyc,100001631387001 100001190913187
Jasmine Sorgaloka Firdausy,
Siswadi Aleman,100001952945496
Viy
Cemburu Mhabidadari Sholehah,100000959215190
100002544211443 100001856526426
Vivi Noely,
Vinalia Cutez, Vieff Kipslii Si100001469117269
Jasmine Aryanti,100002716580737
Anna Vivian Chow,100002302018109
100002069550344
Triana,
100001054105529
Virgo Sanx Penyanx, Isa Marewa,
100000783036736
Muharezi Jiewdhals, Mami Yunik,
Vino Emolizt, Budi Kecil,
Shafiyah Al Jashy,100002280804756 100001795493113
100002931483915
100002422659546
100002472007361
Ahmad Musyafier,
100002363281176
Jendral Satria
Tua KaumFals YangTerlupakan,100002106050278
Imued Arika Love ArieAgussaputra,100002513334297 100002348361751
Saivoel Virgoo,
Tetaplah Tersenyum Ukhti, Jenderal Sudirman,100000672186804
Radja, Dhean,
100002504988043
Sandal Oi Jepit,
100001626662304
Via
100002331315588
Kamboja Putihituaqu,100002280746978
Heru Jiman Syah,
100001903920661
Eko Didel,
100001731276894
Jillyanie AnsharAjahh,
100001949045423
Afis James Al Sidqi,100002347311158
100002225922400
Sani Jasmin,
Resty VirgogirL's dan
Ana Jasmine