Upload
others
View
22
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS YURIDIS ATAS GUGATAN
PERBUATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP BANK X
ATAS PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DAN AKTA
CESSIE ANTARA PT SILVER TOUCH DENGAN BPPN
(Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/PDT/2007)
DEPOK
JULI 2010
SKRIPSI
VITA ALWINA DARAVONSKY BUSYRA
0606081154
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA REGULER
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
ANALISIS YURIDIS ATAS GUGATAN
PERBUATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP BANK X
ATAS PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DAN AKTA
CESSIE ANTARA PT SILVER TOUCH DENGAN BPPN
(Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/PDT/2007)
DEPOK
JULI 2010
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum
VITA ALWINA DARAVONSKY BUSYRA
0606081154
FAKULTAS HUKUM PROGRAM
STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM KEKHUSUSAN HUBUNGAN ANTAR SESAMA
ANGGOTA MASYARAKAT
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Vita Alwina Daravonsky Busyra
NPM : 0606081154
Tanda Tangan:
Tanggal : 1 Juli 2010
ii
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama : Vita Alwina Daravonsky Busyra NPM : 0606081154 Program Studi : Ilmu Hukum Judul Skripsi : Analisis Yuridis Atas Gugatan Perbuatan Melawan
Hukum Terhadap Bank X Atas Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie antara PT Silver Touch dengan BPPN (Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/PDT/2007).
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Prof. Dr. Rosa Agustina, S.H, M.H. ( )
Pembimbing : Suharnoko, S.H, M. L. I ( )
Penguji : Surini Ahlan Sjarif, S.H., M.H. ( )
Penguji : Akhmad Budi Cahyono, S.H., M.H. ( )
Penguji : Abdul Salam, S.H., M.H. ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 1 Juli 2010
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
mencapai gelar Sarjana Hukum Jurusan Ilmu Hukum bidang kekhususan
hubungan sesame anggota masyarakat (PK. I) pada Fakultas Hukum Universitas
Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan, arahan, nasehat serta bimbingan
dari berbagai pihak, sejak masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi, sangatlah
sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan
terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1) Ibu. Prof. Dr. Rosa Agustina, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing I dan
Bapak Suharnoko, S.H., M. LI, selaku dosen pembimbing II, yang telah
memberikan banyak pengorbanan, bantuan, bimbingan, dan arahan serta telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam kesibukannya yang tak terhingga
untuk turut kooperatif dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih banyak;
2) Ibu Surini Ahlan Sjarif, S.H., M.H.; Bapak Akhmad Budi Cahyono, S.H.,
M.H.; dan Bapak Abdul Salam, S.H., M.H., selaku Tim Penguji dalam sidang
skripsi penulis.
3) Mba Nathalina Naibaho S.H., M.H., selaku pembimbing Akademik yang sejak
awal masa perkuliahan telah memberikan arahan, masukan dan nasehat berharga
untuk penulis, sehingga penulis dapat survive hingga akhir perkuliahan;
4) Papi dan Mami penulis, Al Busyra Basnur S.H., LL.M. dan Wenny Rosiah
Oemar S.H., yang sangat penulis cintai melebihi apapun. Terima kasih banyak
atas cinta kasih yang tak terhingga, segala dorongan, doa, motivasi, semangat,
nasehat, dan perhatiannya untuk penulis hingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Kepada adik-adik penulis, Fathie Alwina Sampaguita
Busyra dan Kevin Alwino Tunasluzon Busyra, terima kasih telah mengingatkan
selalu mengenai perkembangan skripsi kakak. I love you both very much.
5) Keluarga besar penulis, Oma, Opa, Bunda, Om Un, Ayah, Ibu, Papa Yal,
Mama Eka, Om Jas, Jis, Om Aviar, Tante Femy, Kak Mega, Kak PJ, Uni Tia,
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
v
Bang Hendra dan Bang Hendri, Rizky, Fakhri, Fanesa serta sepupu-sepupu
penulis lainnya yang telah memberikan dukungan penuh kepada penulis.
6) Om Agoes S. Soelewah selaku Direktur Utama PT Wahana Komunikatama
sekaligus sahabat Papi penulis yang telah mengulurkan bantuan yang berharga
dalam penyelesaian skripsi ini. Di samping itu, penulis juga belajar sesuatu yang
penting, yaitu untuk menjadi seorang entrepreneur yang sukses butuh kerja keras
maksimal dan tidak pernah menyerah akan berbagai tantangan,
7) Om Yulman S.H. selaku Hakim Jakarta Pusat dan Om Haswandi, S.H. selaku
Hakim Jakarta Selatan sekaligus teman baik Papi penulis sejak kuliah, yang telah
turut membantu untuk mengumpulkan bahan-bahan berupa putusan Mahkamah
Agung dalam rangka membantu penulis sehingga perjalanan menyelesaikan
skripsi menjadi cepat dan lancar.
7) M. Salman Al Faris, selaku kakak, sahabat, sekaligus pasangan penulis, yang
selalu memberi support, arahan, dan bimbingan kepada penulis, dan selalu cheer
up hati penulis ketika berada dalam kesulitan untuk menyelesaikan skripsi. Thank
you for every seconds of your uncountable kindness.
8) Teman-teman baik penulis, Wina, Megha, Devy, Ichie, Hanna, Basten, dan
Adilla. Terima kasih atas perjalanan friendship kita, segala cerita, suka dan duka
selama 4 tahun ini.
9) Teman-teman dalam proses penyelesaian skripsi Bahtera, Rika, Dewi I., Arum,
Danise, Shelina, Dilla, Diah, Mba Maya, dan Meris.
10) Teman baik SMA penulis Nurul, Putut, Maylie, Ayi, Andika, Aldi, Mamat,
Ferby, Tyson. Meskipun jauh, kalian selalu support penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
10) Teman-teman seperjuangan di PK I yang selama ini selalu mendukung satu
sama lain, Nda, Ace, Gino, Mian, dan Denise.
Tentu saja masih banyak pihak-pihak lain yang tidak mungkin disebutkan
satu-persatu yang telah turut berjasa dalam pebuatan skripsi ini. Namun hal ini
tidak mengurangi dan menghalangi keinginan penulis untuk mengucapkan rasa
terima kasih.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
vi
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah berkenan memberikan balasan
yang terbaik atas setiap kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini dan semoga skripsi penulis berguna bagi pengembangan
ilmu khususnya ilmu hukum.
Depok, 1 Juli 2010
Penulis
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tanga di bawah ini: Nama : Vita Alwina Daravonsky Busyra NPM : 0606081154 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hubungan Antar Sesama Anggota Masyarakat Fakultas : Hukum Jenis Karya : Skripsi Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyutujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-Exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
”ANALISIS YURIDIS ATAS GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP BANK X ATAS PERJANJIAN JUAL
BELI PIUTANG DAN AKTA CESSIE ANTARA PT SILVER TOUCH DENGAN BPPN (Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/PDT/2007)”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 1 Juli 2010
Yang Menyatakan
( Vita Alwina Daravonsky Busyra)
vii
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
ABSTRAK
Nama : Vita Alwina Daravonsky Busyra Program Studi : Ilmu Hukum Judul : Analisis Yuridis Atas Gugatan Perbuatan Melawan Hukum
Terhadap Bank X Atas Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie antara PT Silver Touch dengan BPPN (Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/PDT/2007).
Skripsi ini membahas mengenai apakah Bank X, sebuah Bank yang tunduk pada suatu perjanjian jual beli piutang dan akta cessie dapat dipersalahkan atas suatu Perbuatan Melawan Hukum serta bagaimana pertanggungjawabannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan data sekunder serta metode analisis kualitatif. Hasil penulisan ini Bank X dimungkinkan melakukan perbuatan melawan hukum apabila tindakannya menyebabkan kerugian bagi kepentingan pihak lain yang telah membeli seluruh piutang atas perjanjian jual beli piutang dan akta cessie. Sehingga pengalihan hak atas piutang merupakan sebuah kewajiban dalam perjanjian jual beli piutang, sesuai Pasal 613 KUHPerdata. Perjanjian jual beli piutang dan akta cessie tidak hanya mengikat hal-hal yang dengan tegas diperjanjikan tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang- undang, serta sejak tahun 1919 mengakibatkan pengertian PMH semakin meluas.
Kata kunci: Perbuatan Melawan Hukum, Perjanjian Jual Beli Piutang, Cessie, Bank
viii
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
ABSTRACT
Nama : Vita Alwina Daravonsky Busyra Program Studi : Ilmu Hukum Judul : Juridicial Analysis of the Tort Lawsuit against Bank X in
Conducting An Agreement on a Sale Purchase of Credit and Cessie between PT Silver Touch and BPPN (Supreme Court Reg. No. 536 K/PDT/2007).
This thesis consists of research on the possibility of Bank X, which obey to a An Agreement on a Sale Purchase of Credit and Cessie to be accused of a Tort and its responsibilities. This research is using the Juridistic Normative method which is the literature study. The result of this research shows that Bank X may have conducted a Tort if it caused harm to the interests of other parties who have purchased the entire An Agreement on a Sale Purchase of Credit and Cessie. So the transfer of rights over receivables represents a liability in the receivables purchase agreement, according to Article 613 of the Civil Code. Receivables purchase agreement and deed are not bound only by what is specifically provided in the receivable purchase agreement but also by that which according to nature of contract is required by reasonableness, usage, and statute. More over since 1999 the meaning of unlawful conduct has not only contrary to statutory law but also contrary unwritten law.
Kata kunci: Tort, An Agreement on a Sale Purchase of Credit, Cessie, Bank
ix
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. ..i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS......................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................iii KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH...................................................iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS....................................................................vii ABSTRAK.................................................................................................................viii ABSTRACT.................................................................................................................ix DAFTAR ISI ...............................................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................xii
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah........................................................................................ 1 1.2. Pokok Permasalahan.............................................................................................. 9 1.3. Tujuan Penulisan....................................................................................................9 1.4. Definisi Operasional ............................................................................................10 1.5. Metode Penelitian.................................................................................................13 1.6. Kegunaan Teoritis dan Praktis..............................................................................17 1.7. Sistematika Pembahasan.......................................................................................18
2. PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DAN AKTA CESSIE 2.1. Gambaran Umum Perjanjian
2.1.1. Pengertian Perjanjian.............................................................................22 2.1.2. Sumber-Sumber Perikatan.....................................................................25 2.1.3. Bentuk dan Isi Perjanjian.......................................................................26 2.1.4. Asas-Asas dalam Perjanjian..................................................................27 2.1.5. Jenis-jenis Perjanjian.............................................................................30 2.1.6. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian.............................................................37
2.2. Gambaran Umum Jual Beli 2.2.1. Pengertian Jual Beli...............................................................................41 2.2.2. Konsensualisme Perjanjian Jual-Beli....................................................43 2.2.3. Obligatory Perjanjian Jual Beli.............................................................47 2.2.4. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Jual Beli...................................48
2.2.4.1. Hak dan Kewajiban Penjual...................................................48 2.2.4.2. Hak dan Kewajiban Pembeli..................................................52
2.2.5. Jual Beli Sebagai Pengalihan Hak Milik Atas Benda yang Dijual.......54 2.2.6 Jual-Beli Piutang (dan lain-lain hak tak bertubuh).................................55
2.3. Gambaran Umum Cessie 2.3.1. Pengertian Cessie...................................................................................60 2.3.2. Unsur-Unsur Cessie...............................................................................64 2.3.3. Cessie Sebagai Jaminan dan Pengaturannya.........................................67 2.3.4. Sifat Cessie Sebagai Jaminan................................................................67
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
xi
3. GAMBARAN UMUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM 3.1. Sejarah Perkembangan Perbuatan Melawan Hukum............................................69 3.2. Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dengan Wanprestasi..............................70 3.3. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum...............................................................73 3.4. Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum............................................................77 3.5. Alasan Pembenar dalam Perbuatan Melawan Hukum.........................................88 3.6. Bentuk Tanggung Jawab dalam Perbuatan Melawan Hukum.............................94 3.7. Konsep Ganti Kerugian
3.7.1. Konsep ganti kerugian oleh KUHPerdata.............................................95 3.7.2. Konsep ganti kerugian dalam Perbuatan Melawan Hukum..................98
3.8. Beban Pembuktian dalam Perbuatan Melawan Hukum.....................................102
4. PERTANGGUNGJAWABAN BANK PERMATA MENGENAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DAN AKTA CESSIE ANTARA PT SILVER TOUCH DENGAN BPPN (Analisis Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/PDT/2007) 4.1. Posisi Kasus........................................................................................................105
4.1.1. Para Pihak ...........................................................................................105 4.1.2. Duduk Perkara ....................................................................................106
4.2. Analisis Kasus PT Silver Touch melawan Bank Permata eks Bank Bali..........142 4.2.1 Aspek Perbuatan Melawan Hukum......................................................142 4.2.1. Analisis Perbuatan Melawan Hukum .................................................154 4.2.3. Pertanggungjawaban Perdata...............................................................165
5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan.........................................................................................................168 5.2. Saran...................................................................................................................172 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................173 LAMPIRAN.............................................................................................................180
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
DAFTAR LAMPIRAN
Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/PDT/2007 pada tanggal 1 Juli 2008
antara PT Silver Touch Group Limited melawan Bank Permata.
xii
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Melihat situasi perekonomian dari negara-negara tetangga kita di ASEAN
maupun negara-negara maju lainnya di berbagai penjuru dunia sungguh
mencengangkan dan membuat kita harus merenung dan introspeksi. Pembangunan
dan perekonomian negara-negara tersebut secara objektif sudah dapat dikatakan
sangat maju. Sedangkan Indonesia masih tertinggal dan harus mengejar
ketinggalan tersebut dengan cepat. Bahkan jika dibandingkan dengan negara
sesama ASEAN, Indonesia harus memacu diri lebih giat.
Bagaimanakah cara mengejar ketinggalan tersebut, terutama dalam bidang
pembangunan? Dalam membangun tentu saja dibutuhkan biaya dalam jumlah
yang sangat besar. Pemerintah Indonesia tidak mungkin bisa menanggung seluruh
biaya-biaya pembangunan tersebut. Oleh karena itu, peran serta dan uluran tangan
dari swasta sangat diperlukan yang diharapkan dapat bekerja sama dengan
pemerintah untuk membangun Indonesia agar tidak jauh tertinggal dari negara-
negara ASEAN lainnya.
Aktivitas pusat keuangan yang berpusat di Hongkong dan Singapura telah
menjadi pemacu timbulnya kredit sindikasi di kalangan perbankan di Indonesia.1
Kredit sindikasi atau ”Syndicated Loan” adalah pinjaman yang diberikan oleh
beberapa kreditur sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau
lembaga-lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya
2000). 1 Herlina Suyati Bachtiar, Aspek Legal Kredit Sindikasi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1 Universitas Indonesia
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
2
Universitas Indonesia
berbentuk badan hukum, untuk membiayai satu atau tujuan tertentu milik debitur.2
Berawal dari banyak perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang meminjam
dana dari luar negeri karena bank-bank di luar negeri tersebut dapat dan mau
memberikan kredit dalam jumlah yang sangat besar.
Dengan munculnya pinjaman atas kredit sindikasi tersebut di bank-bank
luar negeri, bank-bank di Indonesia tidak mau kalah dan mulai melakukan
sindikasi juga. Berawal antara dua, tiga hingga puluhan bank yang ikut serta
dalam proyek-proyek yang sangat besar. Saat ini pun banyak dilakukan pemberian
kredit sindikasi yang dilakukan secara gabungan antara bank swasta dengan bank
pemerintah atau bank swasta dengan bank asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia atau antar bank pemerintah dengan bank asing yang mempunyai
perwakilan. Alasan bank-bank baik swasta, pemerintah maupun asing melakukan
sindikasi adalah karena tidak ingin menanggung resiko sendiri. Apabila resiko
ditanggung sendiri oleh bank, ia akan mengalami kesulitan dalam mengatasi
masalahnya secara sendirian. Dan jika sebuah bank membiayai suatu proyek besar
dan proyek tersebut jatuh gagal, akibatnya akan sangat fatal, yang bisa memicu
kredit macet dan pada akhirnya bank tersebut bankrut.
Oleh karena sindikasi seringkali dilakukan oleh kalangan perbankan, baik
antara bank-bank swasta, atau di antara bank-bank pemerintah sendiri, maupun di
antara bank-bank asing yang memiliki perwakilan di Indonesia, dapat
diperkirakan bahwa kredit sindikasi akan semakin ramai, seiring dengan semakin
pesatnya pertumbuhan pembangunan di kota-kota besar di Indonesia.
Kredit sindikasi tidak terlepas dari pelaksanaan perjanjian kredit antara
bank-bank yang ikut serta dalam kredit sindikasi, yang disebut sebagai lender,
dengan nasabah peminjam kredit sindikasi, yang disebut sebagai borrower.
Nasabah tersebut pada umumnya berbentuk PT (Perseroan Terbatas). Artinya,
2 Iswahjudi A. Karim, “Kredit Sindikasi”, www.karimsyah.com/imagescontent/article_/20050923140944.pdf, diakses 7 Febuari 2009.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
3
Universitas Indonesia
yang bukan PT pun juga bisa meminjam kredit sindikasi. Namun menurut
Iswahjudi A. Karim, dana hasil kredit sindikasi hanya diperuntukkan untuk PT
sebab PT, sebagai badan hukum, memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan
masing-masing para pemegang sahamnya.3 Sementara untuk kredit biasa, nasabah
bisa berbentuk perorangan, bisa PT/ Koperasi/ Firma/ CV.
Tugas bank guna mendukung pembangunan nasional secara jelas
disebutkan dalam Undang-Undang Perbankan, yakni perbankan Indonesia
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
peningkatan, pemerataan dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak.4
Bank, sebagai salah satu lembaga keuangan, memiliki tanggung jawab
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui fasilitas pemberian kredit
guna memberikan dana untuk setiap bidang usaha masyarakat. Contoh salah
satunya adalah kredit modal kerja yaitu kredit yang diberikan untuk kepentingan
kelancaran modal kerja nasabah yang sesuai dengan tujuan perbankan yang diatur
dalam Undang-Undang Perbankan.
Sebelum memberikan fasilitas kredit sindikasi kepada nasabahnya, para
bank dan nasabah terlebih dahulu membuat suatu perjanjian kredit sindikasi. Prof.
Subekti, S.H., mengatakan bahwa kredit adalah kepercayaan, sehingga jika
debitur mendapatkan kredit dari Bank melalui suatu perjanjian kredit berarti
debitur tersebut telah mendapatkan kepercayaan dari Bank.5
Pasal 1 butir 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
menyatakan bahwa perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam antara
3 Ibid, hal. 15.
4 Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, cet. 1, (Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1997), hal. 1
5 Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia,
(Bandung : Cipta Aditya Bakti, 1991), hal. 1.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
4
Universitas Indonesia
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Perjanjian kredit adalah perjanjian khusus karena dalam perjanjian kredit
ini terdapat kekhususan dimana pihak kreditur selaku bank dan objek perjanjian
berupa uang diatur lebih rinci dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPer) dan Undang-Undang Perbankan.
Perjanjian kredit disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu kreditur (Bank)
dan debitur (nasabah) sebagai suatu wujud dari asas kebebasan berkontrak. Dalam
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata disebutkan:
”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.”
Namun yang menjadi masalah adalah apabila bank-bank yang memberikan
kredit secara sindikasi -setelah terbentuknya Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun
1998 tentang Pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)-
mengalami kredit macet akibat krisis moneter sehingga jatuh ke dalam program
rekapitalisasi atau penyehatan perbankan nasional. Secara otomatis segala hak
tagih berikut hak tanggungan yang melekat pada barang-barang jaminan yang
berasal dari perjanjian-perjanjian kredit sindikasi milik bank-bank tersebut atau
’Aset Kredit’ dialihkan kepada BPPN berdasarkan perjanjian jual beli piutang dan
pengalihan hak tagih atas piutang (cessie).
Seperti pada Pasal 2 butir b Keppres No. 27 Tahun 1998, BPPN
mempunyai tugas :
Melakukan pengawasan, pembinaan dan upaya penyehatan termasuk
restrukturisasi bank yang oleh Bank Indonesia dinyatakan tidak sehat.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
5
Universitas Indonesia
Begitu pula yang tercantum dalam Pasal 37A ayat (3)6 UU No. 10 Tahun
1998 tentang Perbankan.
Dengan demikian, dalam kasus ini BPPN mempunyai hak untuk menjual
atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan pengelolaannya kepada
pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan Nasabah Debitur, sesuai Pasal 37A ayat
(3) huruf (f) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam hal BPPN ingin
6 Pasal 37A ayat (3) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan berbunyi :
3. Dalam melaksanakan program penyehatan terhadap bank-bank khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) serta wewenang lain yaitu :
a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham ;
b. mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang Direksi dan Komisaris Bank ;
c. menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan atas kekayaan milik atau yang menjadi hak-hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik di dalam maupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum ;
d. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontrak yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan khusus merugikan bank ;
e. menjual atau mengalihkan kekayaan bank, Direksi, Komisaris, dan pemegang saham tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum ;
f. menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan Nasabah Debitur ;
g. mengalihkan pengelolaan kekayaan dan atau manajemen bank kepada pihak lain ; h. melakukan penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui
pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada bank ; i. melakukan penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan menerbitkan Surat paksa; j. melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang menjadi hak
bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang ;
k. melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan pihak manapun yang terlibat atau patut terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan bank dalam program penyehatan tersebut ;
l. menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam program penyehatan dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi, Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang bersangkutan ;
m. menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor oleh pemegang saham bank dalam program penyehatan ;
n. melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
6
Universitas Indonesia
menjual seluruh perjanjian piutang, BPPN dapat melakukan tindakan ”Perjanjian
Jual Beli Piutang dan Akta Cessie.”
Berdasarkan Pasal 1457 KUHPerdata, perjanjian jual beli adalah suatu
perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan
suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah
diperjanjikan.
Mengingat obyek perjanjian jual-beli adalah perjanjian kredit sindikasi/ perjanjian pokok dan perjanjian jaminan, maka penyerahan akan piutang-piutang
atas nama baru beralih berdasarkan ketentuan Pasal 613 KUHPerdata.7 Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya, seperti
penanggungan-penanggungan, hak istimewa dan hipotik-hipotik.8
Pengalihan piutang tidak terlepas dari Pasal 14599, 153310 dan 61311
KUHPerdata. Dalam ketiga ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa hak milik atas
tagihan hanya akan beralih apabila telah dilakukan penyerahan. Dengan
penyerahan ini maka hak-hak istimewa yang menyertai/melekat pada tagihan
tersebut menjadi ikut beralih. Penyerahan tersebut dapat dilakukan dengan cara
membuat suatu akta, baik notariil maupun di bawah tangan. Penyerahan hanya
7 Pasal 613 KUHPerdata berbunyi : “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.”
8 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Op. Cit., Pasal 1533.
9 Pasal 1459 KUHPerdata berbunyi : “Hak milik atas barang yang dijual tidaklah
berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613, dan 616.”
10 Pasal 1533 KUHPerdata berbunyi : “ Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu
yang melekat padanya, sepertinya penanggungan-penanggungan, hak istimewa dan hipotik- hipotik.”
11 Pasal 613 KUHPerdata berbunyi : “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan
kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.”
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
7
Universitas Indonesia
efektif berlaku bagi debitur atas tagihan tersebut setelah si debitur diberitahu
(notifikasi atau ia mengakuinya secara tertulis).
Namun yang menjadi permasalahan adalah jika timbul perselisihan akibat
perjanjian jual beli piutang dan penyerahan piutang yang berakhir di pengadilan.
Apa yang dapat dilakukan apabila obyek jual beli ”perjanjian kredit
sindikasi/perjanjian pokok dan perjanjian jaminan” tidak diberikan ke tangan
BPPN/kreditur baru, melainkan tetap ingin dikuasai oleh Bank yang
berkedudukan sebagai kreditur lama? Dan apa akibatnya jika BPPN ternyata telah
menjual obyek jual beli tersebut ke pihak lain melalui Program Penjualan Aset
Kredit (PPAK) VII karena alasan proses pengakhiran masa tugas BPPN? Apakah
atas dasar perjanjian jual beli piutang dan penyerahan piutang tersebut
mengakibatkan si kreditur lama dipersalahkan telah melakukan suatu tindakan
perbuatan melawan hukum? Atau hukum justru berbicara sebaliknya?.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat penting ditelusuri mengingat tidak
hanya ada pihak yang dirugikan, namun juga terdapatnya pelanggaran ketentuan
hukum dan norma atau kaedah hukum yang sepatutnya berlaku. Melihat
banyaknya cara yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap orang lain semakin
mudah bagi pelaku untuk melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).
Untuk menjawab pertanyaan ini, maka penulis perlu melakukan
penelusuran literatur mengenai permasalahan tentang dapatkah sebuah
Bank/kreditur lama yang tetap ingin menguasai ”perjanjian kredit sindikasi/
perjanjian pokok dan perjanjian jaminan” milik debitur dipersalahkan karena telah
melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), sedangkan BPPN/kreditur baru
telah menjual piutang-piutang Bank/kreditur lama kepada pihak lain.
Adapun pertimbangan pendapat ahli hukum Mariam Darus Badrulzaman
mengenai perumusan norma dari elemen-elemen perjanjian12 yaitu:
12 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal. 18.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
8
Universitas Indonesia
1. Suatu perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada
orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahan atau kelalaiannya
menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.
2. Melanggar hukum adalah tiap perbuatan yang melanggar hak orang lain
atau bertentangan dengan kepatutan yang harus diindahkan dalam
pergaulan kemasyarakatan terhadap pribadi atau harta benda orang lain.
3. Seseorang yang sengaja tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib
dilakukannya, disamakan dengan seorang yang melakukan suatu
perbuatan terlarang dan karenanya melanggar hukum.
Setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.13 Kerugian yang ditimbulkan itu harus disebabkan
karena perbuatan melawan hukum itu. Dengan kata lain, antara kerugian dan
perbuatan harus ada hubungan sebab akibat yang langsung, kerugian itu
disebabkan oleh kesalahan pelakunya. Kesalahan dapat berupa kesengajaan
maupun kealpaan (kelalaian).
Terminologi ”Perbuatan Melawan Hukum” merupakan terjemahan dari
kata onrechtmatigedaad, yang diatur dalam KUHPerdata Buku III tentang
perikatan, Pasal 1365 sampai dengan Pasal 1380. Adapun Pasal 1365 menyatakan
bahwa:
”Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian itu.”
13 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti dan Tjitrosudibio, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2003), Pasal 1365.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
9
Universitas Indonesia
Pasal 1365 sangatlah penting karena melalui Pasal ini hukum yang tidak
tertulis diperhatikan oleh undang-undang.14 Hal ini dikarenakan sejak tahun 1919
pengertian perbuatan melawan hukum menjadi luas sebab perbuatan melawan
hukum tidak hanya diartikan melanggar kaidah-kaidah tertulis saja namun juga
melanggar kaidah tidak tertulis. Contoh kaidah tidak tertulis adalah kaidah yang
mengatur tata susila, kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
Oleh karena itu, latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, penulis
tertarik menulis skripsi dengan judul :
”Analisis Yuridis Atas Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Bank
Permata Atas Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie Antara PT Silver
Touch Dengan BPPN (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Agung Reg. No.
536 K/PDT/2007)”.
1.2. Pokok Permasalahan
Berkaitan dengan latar belakang penulisan tersebut di atas, ada 2 hal yang
merupakan pokok bahasan utama dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut.
1. Bagaimana Bank Permata dapat dipersalahkan melakukan Perbuatan
Melawan Hukum dalam menjalankan perjanjian jual beli piutang dan
pengalihan piutang (akta cessie) antara BPPN dengan PT Silver Touch?
2. Bagaimanakah tanggung jawab hukum Bank Permata atas perbuatan jual
beli piutang dan pengalihan piutang (akta cessie)?
1.3. Tujuan Penelitian
14 Mariam Darus Abrulzaman, Op. Cit., hal. 146.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
10
Universitas Indonesia
Mengacu pada pokok permasalahan yang telah diuraikan di atas, tujuan
penulisan penulis ini adalah :
1.3.1. Tujuan Umum
Penulisan ini dilakukan untuk memberikan sumbangan dalam rangka
memperluas wawasan masyarakat di bidang hukum keperdataan. Penelitian ini
mengkaji aspek perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Bank Permata
atas ”Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie” antara PT Silver Touch
dengan BPPN, dimana Bank Permata tidak ingin menyerahkan piutang-
piutangnya kepada pihak yang berwenang. Oleh karena itu, penulis ingin
mengeksplorasi aspek-aspek perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh
Bank Permata.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui bagaimana Bank Permata dapat dipersalahkan melakukan
Perbuatan Melawan Hukum dalam menjalankan perjanjian jual beli piutang
dan akta cessie antara PT Silver Touch dengan BPPN.
b. Untuk mengetahui bagaimanakah tanggung jawab hukum Bank Permata atas
perbuatan jual beli piutang dan akta cessie.
1.4. Definisi Operasional
Tujuan disusunnya kerangka konsepsi ini adalah untuk menghindari
perbedaan penafsiran mengenai istilah atau definisi yang digunakan dalam
penulisan ini :
1. Perjanjian
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
11
Universitas Indonesia
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.15
Perjanjian adalah hubungan hukum di bidang harta kekayaan yang didasari
kata sepakat antara subyek hukum yang satu dengan yang lain, dan di antara
mereka (para pihak/subyek hukum) saling mengikatkan dirinya sehingga subyek
hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subyek hukum yang lain
berkewajiban utuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang
telah disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum.16
2. Jual Beli
Jual Beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan.17
Perkataan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan
dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah
yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan
istilah Belanda ”koop en verkoop” yang juga mengandung pengertian bahwa
pihak yang satu ”verkoopt” (menjual) sedangkan yang lainnya ”koopt”
(membeli).18
3. Perikatan
Perikatan adalah hubungan hukum yang dapat bersumber dari perjanjian
maupun Undang-Undang, perikatan terjadi antara dua atau lebih, di mana pihak
yang satu berhak atas suatu prestasi sedangkan pihak yang lain wajib memenuhi
prestasi itu.19
15 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ps. 1313.
16 Handri Raharjo, S.H., Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal. 42.
17 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), op cit., Ps. 1457.
18 Prof. Subekti, S.H., Aneka Perjanjian, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 2.
19 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan
Penjelasan, hal. 11.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
12
Universitas Indonesia
4. Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit adalah penyediaan yang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewaibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.20
5. Kredit Sindikasi
Kredit sindikasi atau ”syndicated loan” adalah pinjaman yang diberikan
kreditur sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau lembaga-
lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya berbentuk
badan hukum; untuk membiayai satu atau beberapa proyek (pembangunan gedung
atau pabrik) milik debitur. Pinjaman tersebut diberikan secara sindikasi mengingat
jumlah yang dibutuhkan untuk membiayai proyek tersebut sangat besar, sehingga
tidak mungkin dibiayai oleh kreditur tunggal.21
6. Cessie
Pasal 613 KUHPerdata merumuskan :
” Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat suatu akta itentik atau di bawah tangan, dengan mana hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengen penyerahan surat itu, penyerahan tiap piutang-piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen.”
7. Perbuatan Melawan Hukum
20 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Psl. 1 angka 11.
21 Iswahjudi A. Karim, Kredit Sindikasi, (Jakarta, Karimsyah Law Firm, September 2005).
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
13
Universitas Indonesia
Perbuatan Melawan Hukum adalah suatu kealpaan yang bertentangan
dengan hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
sendiri. Atau bertentangan baik dengan kesusilaan maupun dengan sikap hati-hati
yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda.22
Perbuatan melawan hukum sebagai suatu konsep tidak hanya perbuatan
yang bertentangan dengan undang-undang saja, tetapi juga berbuat atau tidak
berbuat yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban
hukum, bertentangan dengan kesusilaan maupun sifat berhati-hati sebagaimana
patutnya dalam lalu-lintas masyarakat.
8. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan adalah norma-norma moral yang oleh masyarakat
diterima sebagai norma hukum yang tak tertulis.23
9. Kepatutan
Kepatutan dimaksudkan apabila orang dalam menyelenggarakan
kepentingannya demikian mengabaikan kepentingan orang lain dan membiarkan
kepentingan orang lain terlanggar begitu saja, maka orang itu berperilaku tidak
patut (ontbetamelijk) dan karenanya onrechtmatig.24
1.5. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian perlu adanya metode penelitian yang akan
mencerminkan segala gerak dan aktivitas penelitian sehingga hasil yang akan di
dapatpun sesuai dengan apa yang ingin dicapai. Metode adalah suatu cara kerja
22 M. A. Moegni Djodjodirjo, Perbuatan Melawan Hukum (Jakarta : Pradnya Paramia, 1979), hal. 57.
23 G. H. A. Schut, Onrechtmatige daad volgens BW en NBW, Studiepockets Privaat recht,
(Zwolle: Tjeenk Willink, 1985), hal. 189, dikutip oleh Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Op.cit, hal. 22.
24 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang, (Bandung :
Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 189.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
14
Universitas Indonesia
atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari suatu ilmu
pengetahuan.25
Metode penelitian yang dipergunakan dalam melakukan penulisan ini
adalah dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang memiliki
makna pencarian sebuah jawaban tentang suatu masalah26 yakni penelitian
kepustakaan, dimana penelitian ini dilakukan terhadap bahan-bahan hukum
primer, sekunder dan tersier. Oleh karena itu hal yang paling utama dalam
penelitian ini adalah studi kepustakaan.
Ruang Lingkup Penulisan :
1. Dilihat dari bidangnya, penelitian yang dilakukan termasuk dalam
penelitian hukum.
2. Dilihat dari sudut sifatnya, penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris.
Sebab, penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan atau
menjelaskan lebih dalam suatu gejala yakni gejala perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Bank Permata atas perjanjian jual beli
piutang dan akta cessie antara PT Silver Touch Permata dengan Badan
Penyehatan Perbankan (BPPN).
3. Dilihat dari bentuknya, penelitian ini merupakan penelitian murni.
4. Dilihat dari tujuannya, merupakan penelitian problem solution dengan
Analisis Putusan Pengadilan. Penelitian dimaksudkan untuk
memberikan jalan keluar atau saran pemecahan permasalahan, sesuai
dengan judul maka penelitian ini bermaksud memberikan solusi
mengenai perlindungan yang dapat dilakukan terhadap kreditur baru
yang telah dirugikan akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh Bank Permata, sebagai kreditur lama
25 Sri Mamudji et. al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 2.
26 Valerine J. K. L., Metode Penelitian Hukum, Kumpulan Tulisan, (Depok: Program
Sarjana FHUI, 2005), hal. 155.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
15
Universitas Indonesia
5. Dilihat dari penerapannya, penelitian ini merupakan penelitian murni.
6. Dilihat dari sudut ilmu yang digunakan, penelitian ini termasuk ke dalam
penelitian monodisipliner. Sebab, di dalam penelitian ini lebih
menekankan kepada ilmu hukum, yakni menguraikan permasalahan
perbuatan melawan hukum yang dilakukan Bank Permata atas perjanjian
jual beli piutang dan akta cessie antara Silver Touch dengan Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), ditinjau dari bagaimana
pertanggung-jawabannya.
Langkah-Langkah Pengumpulan Data
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data
sekunder, yaitu bahan pustaka yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-
buku, dan seterusnya. Ilmu pengetahuan mengenal dua macam metode penelitian,
yaitu penelitian normatif dan penelitian empiris. Dengan pembahasan yang
dilakukan dalam penelitian ni, metode yang digunakan adalah metode penelitian
kepustakaan atau metode normatif yaitu suatu cara mengumpulkan data sekunder
dengan melakukan studi kepustakaan atau library research.
Data sekunder yang penulis gunakan untuk penelitian ini adalah bahan-
bahan bacaan, literatur, dokumen, arsip, buku, dan sebagainya. Data sekunder
dalam ilmu hukum berupa sebagai berikut :
1. Sumber primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat bagi setiap individu atau masyarakat seperti perundang-
undangan, norma dasar, yurisprudensi, bahan hukum yang tidak
dikodifikasi serta peraturan dari zaman Belanda yang berlaku hingga saat
ini.
2. Sumber sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan
hukum primer dan dapat membantu menganalisis, memahami, dan
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
16
Universitas Indonesia
menjelaskan bahan hukum primer seperti buku, artikel ilmiah, laporan
penelitian dan buku wajib mata kuliah Metode Penelitian dan Penulisan
Hukum.
3. Sumber tersier, yaitu bahan hukum yang dapat memberi informasi,
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder yaitu kamus, ensiklopedia, bibliografi dan abstrak.
Setelah data terkumpul, penulis melakukan analisis data melalui analisis
data kualitatif.
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah menggunakan studi
pustaka (studi dokumen) yang penulis peroleh dari:
1. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia
2. Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia
3. Perpustakaan Nasional
4. Pusat Dokumentasi Hukum Universitas Indonesia
5.Buku-buku dan bahan-bahan perkuliahan yang penulis miliki yang ada
urgensinya dengan penelitian ini.
Analisis merupakan penyusunan terhadap data yang telah diolah untuk
mendapatkan suatu kesimpulan. Oleh karena itu, metode pendekatan analisis data
yang digunakan adalah metode analisis kualitatif yaitu uraian yang dilakukan
peneliti terhadap data yang terkumpul dengan tidak menggunakan angka-angka,
namun berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, pandangan para pakar
termasuk yurisprudensi yang ada.
Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan kasus yang
tertuang dalam suatu putusan yang telah diputus mulai dari Pengadilan tingkat
Negeri, Pengadilan tingkat Tinggi hingga Mahkamah Agung mengenai perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh Bank Permata atas Perjanjian Jual Beli
Piutang dan Akta Cessie antara Silver Touch Group Limited Dengan BPPN.
Silver Touch Group Limited, sebuah badan hukum yang didirikan menurut hukum
British Virgin Island. Silver Touch Group Limited mengajukan gugatan perdata
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
17
Universitas Indonesia
karena merasa dirugikan oleh perbuatan melawan hukum (PMH) yang telah
dilakukan oleh Bank Permata atas Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie
Antara Silver Touch Group Limited Dengan BPPN. Melalui studi kasus ini,
penulis dapat melihat sejauh mana tanggung jawab Bank Permata atas perbuatan
melawan hukum yang telah ia lakukan.
1.6. Kegunaan Teoritis dan Praktis
Proposal penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan sumbangan informasi dan ilmu pengetahuan tentang hukum
keperdataan dan ilmu yang mengatur perbuatan melawan hukum
khususnya mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Bank Permata sebagai ”kreditur lama” dilihat dari aspek perjanjian jual
beli piutang dan akta cessie serta pertanggungjawaban yang harus
dilakukan terhadap Silver Touch Group Limited -kreditur terbaru- yang
dirugikan dengan memperhatikan berbagai peraturan yang ada baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis.
2. Memberikan informasi bagi para pembaca agar memperoleh gambaran
dan pemahaman yang jelas mengenai pemecahan permasalahan kasus
antara Silver Touch, sebuah Perusahaan bidang IT yang mengajukan
gugatan perdata karena merasa dirugikan oleh perbuatan melawan
hukum (PMH) yang telah dilakukan oleh Bank Permata atas perkara No.
160/PDT.G/2004/PN.JKT.PST tanggal 31 Mei 2005, mengingat kasus
tersebut telah diputus hingga ke tingkat Mahkamah Agung.
3. Memberikan nasihat bagi para bank untuk segera menyerahkan
perjanjian kredit/ perjanjian pokok dan perjanjian jaminan setelah
menjual piutang-piutangnya ke pihak lain agar terhindar dari segala
bentuk perbuatan melawan hukum.
4. Memberikan pedoman dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang
timbul akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Bank
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
18
Universitas Indonesia
Permata terhadap atas Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie
Antara PT Silver Touch dengan BPPN.
1.7. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan bertujuan agar dapat memberikan uraian yang
teratur dan memudahkan dalam melihat dan mengetahui hubungan antara bagian-
bagian skripsi ini secara berkesinambungan. Oleh karena itu penulis menyusun
sistematika penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab.
Sistematika penulisan skripsi tersebut adalah sebagai berikut:
Bab 1. Pendahuluan
Bab 1 (satu) terdiri dari sub bab yaitu :
1.1. Latar Belakang Masalah; 1.2. Pokok Permasalahan; 1.3. Tujuan
Penulisan; 1.4. Kerangka Konsepsional; 1.5. Metode Penulisan; 1.6.
Kegunaan Teoritis dan Praktis; 1.7. Sistematika Penulisan.
Latar belakang permasalahan berisi tentang latar belakang penulis
mengambil tema tinjauan yuridis perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
bank atas dasar perjanjian kredit yang dilakukan dengan nasabahnya.
Pokok Permasalahan berisi tentang masalah-masalah yang akan penulis
bahas lebih lanjut di dalam penulisan skripsi ini, sehingga memperoleh
pemahaman yang jelas dan benar.
Tujuan penulisan berisi hal-hal yang hendak dicapai dalam penulisan ini,
tentang Bank yang telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum atas
Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie antara PT Silver Touch dan BPPN,
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
19
Universitas Indonesia
sehingga memberi manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan informasi seputar
jual beli piutang.
Kerangka konsepsional disusun dengan tujuan yaitu untuk menghindari
perbedaan penafsiran mengenai istilah atau definisi yang digunakan dalam
penulisan ini.
Metode penulisan berisi tata cara penulis memperoleh sumber data dan
tata cara yang penulis gunakan dalam mengolah sumber data tersebut.
Sementara, Sistematika penulisan berisi garis besar penulisan skripsi.
Pentingnya Bab 1 dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai pengantar
penulisan skripsi sehingga memudahkan dalam memahami permasalahan yang
diambil dalam penulisan skripsi ini.
Bab 2. Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie
Bab 2 (dua) berisi Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie yang
terdiri dari 7 (tujuh) sub bab yaitu :
- 2.1. Gambaran Umum Perjanjian (2.1.1. Pengertian Perjanjian; 2.1.2.
Sumber-Sumber Perikatan; 2.1.3. Bentuk dan Isi Perjanjian; 2.1.4. Asas-
Asas dalam Perjanjian; 2.1.5. Jenis-jenis Perjanjian; 2.1.6. Syarat Sahnya
Suatu Perjanjian);
- 2.2. Gambaran Umum Jual Beli (2.2.1. Pengertian Jual Beli; 2.2.2.
Konsensualisme Perjanjian Jual-Beli; 2.2.3. Obligatory Perjanjian Jual Beli;
2.2.4. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Jual Beli ( 2.2.4.1. Hak dan
Kewajiban Penjual; 2.2.4.2. Hak dan Kewajiban Pembeli); 2.2.5. Jual Beli
Sebagai Pengalihan Hak Milik Atas Benda yang Dijual; 2.2.6 Jual-Beli
Piutang (dan lain-lain hak tak bertubuh);
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
20
Universitas Indonesia
- 2.3. Gambaran Umum Kredit (2.3.1 Pengertian Kredit;; 2.3.2. Pengertian
Perjanjian Kredit; 2.3.3. Sifat Perjanjian Kredit; 2.3.4. Asal Pembiayaan
Kredit Sindikasi)
- 2.4. Gambaran Umum Cessie (2.4.1. Pengertian Cessie; 2.4.2. Unsur-Unsur
Cessie; 2.4.3. Cessie Sebagai Jaminan dan Pengaturannya; 2.4.4. Sifat
Cessie Sebagai Jaminan);
Pentingnya Bab 2 ini adalah untuk sebagai landasan teori atau introduksi
teori dalam mendasari analisis masalah.
Bab 3. Gambaran Umum Perbuatan Melawan Hukum
Bab 3 (tiga) berisi gambaran umum perbuatan melawan hukum yang
terdiri dari :
- 3.1 Sejarah Perkembangan Perbuatan Melawan Hukum; 3.2. Perbedaan
Perbuatan Melawan Hukum dengan Wanprestasi; 3.3. Pengertian Perbuatan
Melawan Hukum; 3.4. Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum; 3.5. Alasan
Pembenar dalam Perbuatan Melawan Hukum; 3.6. Bentuk Tanggung Jawab
dalam Perbuatan Melawan Hukum; 3.7. Konsep Ganti Kerugian (3.7.1.
Konsep ganti kerugian oleh KUHPerdata; 3.7.2. Konsep ganti kerugian
dalam Perbuatan Melawan Hukum); 3.8. Beban Pembuktian dalam
Perbuatan Melawan Hukum.
Pentingnya Bab 3 adalah sebagai landasan teori atau introduksi teori dalam
rangka mendasari analisis ilmiah.
Bab 4. Pertanggungjawaban Bank Permata Mengenai Perbuatan Melawan
Hukum Atas Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie Antara PT Silver
Touch Dengan BPPN (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Agung Reg. No.
536 K/PDT/2007)
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
21
Universitas Indonesia
Bab 4 (empat) berisi tentang pertanggungjawaban Bank Permata mengenai
perbuatan melawan hukum atas perjanjian jual-beli piutang yang dilakukan antara
PT Silver Touch dengan BPPN (analisis kasus Putusan Mahkamah Agung Reg.
No. 536 K/PDT/2007) yaitu terdiri dari :
4.1. Posisi Kasus
4.2. Analisis Kasus PT Silver Touch melawan Bank Permata (4.2.1 Aspek
Perbuatan Melawan Hukum; 4.2.2. Pertanggungjawaban Perdata);
Pentingnya Bab 4 adalah tentang hasil penelitian dan pembahasan terhadap
permasalahan atau kasus yang dihadapi dengan menghubungkan fakta atau data
yang diperoleh dari hasil penelitian pustaka.
Bab 5. Penutup
Bab 5 (lima) berisi penutup, yang terdiri dari :
5.1. Kesimpulan; 5.2. Saran
Kesimpulan menguraikan garis besar hasil dari penelitian dan pembahasan
serta menyelesaikan permasalahan yang muncul. Sedangkan saran menguraikan
pemecahan dari hasil kesimpulan dan mengatasi permasalahan tersebut dengan
upaya yang terbaik.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
BAB 2
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
2.1. Gambaran Umum Perjanjian
Buku III KUHPerdata berbicara tentang perikatan (Van Verbintenissen)
yang mempunyai sifat terbuka. Artinya, isinya dapat ditentukan oleh para pihak
dengan beberapa syarat yakni tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan undang-undang. Hal ini mengandung makna bahwa Buku III
KUHPerdata dapat diikuti oleh para pihak atau dapat juga para pihak yang
menentukan lain atau menyimpanginya dengan beberapa syarat namun hanya
yang bersifat pelengkap saja yang dapat disimpanginya, karena di dalam
ketentuan umum ada yang bersifat pelengkap dan pemaksa (yang bersifat
pemaksa, misalnya Pasal 1320 KUHPerdata).27
Maka, keuntungan para pihak yang mengikuti aturan Buku III
KUHPerdata adalah sebagai berikut :
1.Apabila ada permasalahan, hakim akan memutuskan sesuai dengan aturan
yang terdapat di dalam Buku III KUHPerdata dan apabila salah satu pihak
sudah memenuhinya maka pihak tersebut mempunyai peluang lebih besar
untuk memenangkan perkara yang sedang disengketakan melalui jalur
pengadilan.
2. Terdapat pedoman dalam melaksanakan suatu perjanjian.
27 Handri Raharjo, Op. Cit., hal. 39.
22 Universitas Indonesia
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
23
Universitas Indonesia
Akan tetapi, Pasal-Pasal dalam Buku III KUHPerdata dapat disimpangi
dan kemudian diganti sesuai kesepakatan para pihak. Jika kesepakatan tersebut
menimbulkan permasalahan di kemudian hari, maka Pengadilan berdasarkan
SEMA No. 3 Tahun 1963 menentukan bahwa ”Hakim Pengadilan harus mampu
mengesampingkan Buku III KUHPerdata yang sudah tidak relevan lagi.” Sebagai
contoh Pasal 1460 mengenai resiko jual beli. Resiko harus dipikul oleh si pembeli
mulai saat perjanjian jual beli ditutup. Namun, apabila para pihak menghendaki
lain, maka diperbolehkan seperti resiko dipikul penjual selama barangnya belum
diserahkan ke pembeli.
2.1.1. Pengertian Perjanjian
Pengertian Pasal 1313 di dalam Burgerlijk Wetboek atau dalam bahasa
Indonesia dikenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang arti
perjanjian adalah:
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.”
Kemudian Handri Raharjo, S.H., menyempurnakan definisi perjanjian
pada Pasal 1313 KUHPerdata tersebut sebagai berikut :
“Hubungan hukum di bidang harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subyek hukum yang satu dengan yang lain, dan di antara mereka (para pihak/subyek hukum) saling mengikatkan dirinya sehingga subyek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subyek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum.”28
Begitu pula perbaikan definisi Pasal 1313 dari R. Setiawan, S.H., yaitu:29
hal. 49.
28 Handri Raharjo, Op. Cit., hal. 45. 29 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, cet ke-2, (Bandung: Binacipta, 1979),
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
24
Universitas Indonesia
1. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang
bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.
2. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal
1313 KUHPerdata.
Sehingga perumusannya menjadi :
”Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih.”
Sedangkan Wirjono Prodjodikoro mengartikan perjanjian sebagai
perikatan yaitu suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak,
dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu
hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut
pelaksanaan janji tersebut.30
Perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-
janji atau kesanggupan yang diucapkan, atau ditulis dan sebagai suatu fakta
hukum. Kegiatan perjanjian merupakan suatu peristiwa konkrit yang dapat
didengar, dilihat dan dibaca dalam bentuk diam-diam. Ucapan atau tulisan yang
merupakan suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang masing-
masing berjanji akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan tersebut.31
Namun untuk beberapa perjanjian tertentu undang-undang menentukan suatu
bentuk yang apabila bentuk tertentu tersebut tidak dituruti mengakibatkan
perjanjian menjadi tidak sah, seperti perjanjian kredit.
hal. 4. 30 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, (Bandung : Mandar Maju, 2000), 31 W. J. S. Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka
Indonesia, 1976), hal. 402.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
25
Universitas Indonesia
Hukum perjanjian mengatur mengenai hal-hal yang menjadi keabsahan,
keberlakuan, akibat, penafsiran, pelaksanaan, dan berakhirnya perjanjian. Secara
umum hal demikian merupakan kebebasan para pihak untuk menentukannya.
Namun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah memberikan ketentuan-
ketentuan mengenai hukum perjanjian, dimana diatur dalam Pasal 1313 sampai
Pasal 1319.
Sebuah kesimpulan, berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa perikatan merupakan suatu pengertian yang abstrak sedangkan
perjanjian merupakan hal yang konkrit.32 Sebab, perikatan adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat atau dipegang sedangkan perjanjian adalah hal yang konkrit
karena dapat dilihat atau didengar perkataan-perkataannya.33
2.1.2. Sumber-sumber Perikatan
Terdapat dua kemungkinan perikatan dilahirkan. Pertama, perikatan lahir
karena perjanjian. Kedua, perikatan dilahirkan karena undang-undang. Perikatan
yang lahir dari perjanjian disebabkan perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau
dua pihak yang membuat suatu perjanjian dimana mereka terikat satu dengan
lainnya karena janji yang telah mereka sepakati bersama. Sedangkan perikatan
yang lahir dari undang-undang terklasifikasi menjadi dua, yakni perikatan yang
lahir dari undang-undang saja, seperti yang diatur pada Pasal 625 KUH Perdata
mengenai pemberlakuan beberapa hak dan kewajiban terhadap pemilik-pemilik
pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan, dan perikatan yang lahir dari
undang-undang karena perbuatan orang lain, yaitu dalam hal seseorang mewakili
urusan orang lain tanpa diperintahkan dimana dia berkewajiban menyelesaikan
urusan tersebut, seperti yang tercantum dalam Pasal 1354 KUH Perdata.
32 Prof. Subekti, S.H., Hukum Perjanjian, cet. ke-18 (Jakarta : Intermasa, 2001), hal. 3.
33 Ibid.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
26
Universitas Indonesia
2.1.3. Bentuk dan Isi Perikatan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak mengatur dan menentukan
bentuk tertentu dari suatu perjanjian. Oleh karena itu, para pihak yang ingin
membuat sebuah perjanjian mempunyai kebebasan untuk menuangkan isi
perjanjian tersebut sesuai yang mereka kehendaki bersama. Bentuk-bentuk
perjanjian dapat berupa perjanjian lisan maupun tertulis. Namun di sisi lain,
terdapat perjanjian-perjanjian tertentu yang undang-undang atur dalam membuat
sebuah perjanjian harus dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis, seperti
perjanjian perdamaian (Pasal 130 HIR) dan perjanjian hibah (Pasal 1666 KUH
Perdata). Ini disebabkan akan banyaknya para ahli perjanjian perdata yang
mengatakan bahwa tulisan dianggap sebagai alat bukti yang paling sempurna.
Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal
ini memberi kebebasan kepada para pihak untuk menentukan isi dari perjanjian
tersebut berdasarkan asas kebebasan berkontrak.
Terdapat 3 hal yang dapat dimasukkan dalam isi perjanjian, yakni: 34
1. Essensialia, adalah hal-hal yang harus ada dalam suatu perjanjian yang
menyangkut syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan tercantum dalam
Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat-syarat tersebut adalah :
a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. suatu hal tertentu;
d. suatu sebab yang halal.
2. Accidentalia, adalah hal-hal yang secara khusus diperjanjikan dan berlaku
bagi para pihak yang membuat suatu perjanjian, berdasarkan Pasal 1339
34 Sardjono, Hukum Perikatan dan Persetujuan Khusus Perdata Barat, (Diktat Kuliah tahun ajaran 1991), hal. 21.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
27
Universitas Indonesia
KUHPerdata. Hal-hal tersebut adalah segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.
3. Naturalia, adalah hal-hal yang secara umum bagi para pihak yang
membuat perjanjian.
Sementara, R. Setiawan menjabarkan 3 hal tersebut yang dapat dimasukan
dalam isi perjanjian sebagai unsur-unsur persetujuan, sebagai berikut:35
1. Essensialia adalah bagian-bagian daripada persetujuan yang mana tanpa
persetujuan tersebut tidak mungkin ada. Sebagai contoh, harga
merupakan essensialia bagi persetujuan jual-beli.
2. Naturalia adalah bagian-bagian yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai peraturan yang bersifat mengatur. Misalnya, penanggungan
(vrijwaring).
3. Accidentalia adalah bagian-bagian yang oleh para pihak ditambahkan
dalam persetujuan, dimana undang-undang tidak mengaturnya. Seperti,
jual-beli rumah beserta alat-alat rumah tangga.
Apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka tidak akan pernah
dianggap sebagai suatu perjanjian dan pada akhirnya akan dapat dituntut
pembatalannya.
Sedangkan menurut Asser, perjanjian terdiri dari bagian inti (essensialia)
dan bagian bukan inti (naturalia dan accidentalia).36
2.1.4. Asas-Asas dalam Perjanjian
Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas, namun secara umum asas
perjanjian ada lima, yaitu:37
35 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Op. Cit., hal. 50.
36 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Op. Cit., hal. 99.
37 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang, Op. Cit., hal.
79.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
28
Universitas Indonesia
1) Asas kebebasan berkontrak
Asas ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan
siapa pun, apa pun isinya, apa pun bentuknya sejauh tidak melanggar
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.38 (Pasal 1337 dan
1338 KUHPerdata).
Dalam perkembangannya hal ini tidak lagi bersifat mutlak tetapi relatif
(kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab). Asas inilah yang
menyebabkan hukum perjanjian bersistem terbuka. Pasal-Pasal dalam
hukum perjanjian sebagian besar (karena Pasal 1320 KUHPerdata
bersifat memaksa) dinamakan hukum pelengkap karena para pihak
diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang
dari Pasal-Pasal hukum perjanjian namun bila mereka tidak mengatur
sendiri sesuai soal maka mereka, para pihak, mengenai soal tersebut
tunduk pada undang-undang, yakni Buku III KUHPerdata.
Apabila dipahami secara seksama, asas kebebasan berkontrak
memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:39
a) Membuat atau tidak membuat perjanjian;
b) Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
c) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
d) Menentukan bentuknya perjanjian yaitu secara tertulis maupun lisan.
Akan tetapi, yang paling penting adalah keempat hal tersebut boleh
dilakukan dengan syarat tidak melanggar undang-undang, ketertiban
umum, dan kesusilaan.
2) Asas Konsensualisme
Perjanjian lahir atau terjadi dengan adanya kata sepakat (Pasal 1320,
Pasal 1338 KUHPerdata). Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan
kemauan para pihak.
3) Asas Mengikatnya suatu Perjanjian (pacta sunt servanda).
38 R. Subekti, Op. Cit., hal. 13-14.
39 Handri Raharjo, S.H., Hukum Perjanjian di Indonesia, Op. Cit., hal. 44.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
29
Universitas Indonesia
Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
yang membuatnya (Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata).
4) Asas Itikad Baik
Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata). Itikad baik ada dua, yaitu:
a. Bersifat objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan.
Contoh, A melakukan perjanjian dengan B untuk membangun rumah. Kemudian A memakai keramik cap gajah tetapi di pasaran
habis maka digantilah dengan cap semut oleh B.40
b. Bersifat subyektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang. Contoh,
A ingin membeli motor, kemudian datanglah B (berpenampilan
preman) yang ingin menjual motornya tanpa surat-surat dengan
harga yang sangat murah. Pada akhirnya A tidak mau membeli
karena takut motor tersebut bukan barang halal atau barang tidak
legal.
5) Asas Kepribadian (personalitas)
Pada umumnya tidak seorangpun dapat mengadakan perjanjian kecuali
untuk dirinya pribadi. Pengecualiannya terdapat dalam Pasal 1317
KUHPerdata tentang janji untuk pihak ketiga. Namun, menurut Mariam
Darus, terdapat 10 asas perjanjian, yaitu:41
1. Asas Kebebasan Mengadakan Perjanjian;
2. Asas Konsensualisme;
3. Asas Kepercayaan;
4. Asas Kekuatan Mengikat;
5. Asas Persamaan Hukum;
6. Asas Keseimbangan;
7. Asas Kepastian Hukum;
8. Asas Moral;
40 Ibid, hal. 45.
41 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, hal.108-120.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
30
Universitas Indonesia
9. Asas Kepatutan;
10. Asas Kebiasaan.
2.1.5 Jenis-Jenis Perjanjian
Perjanjian dapat dibedakan menurut beberapa cara, yaitu:
1) Perjanjian menurut sumbernya:42
a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti Perjanjian
Perkawinan.
b. Perjanjian yang bersumber dari hukum kebendaan, seperti Perjanjian
yang berhubungan dengan peralihan hukum benda.
c. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban.
d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara.
e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik.
2) Perjanjian menurut hak dan kewajiban para pihak, dibedakan menjadi:43
a. Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian yang menimbulkan
kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Perjanjian ini ada 2 macam
yaitu timbal balik yang sempurna dan tidak sempurna. Misalnya,
perjanjian jual beli.44
b. Perjanjian sepihak, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban
pada satu pihak saja, sedangkan pada pihak yang lain hanya ada hak.
Misalnya, perjanjian hibah (Pasal 1666 KUHPerdata) dan perjanjian
pemberian kuasa (Pasal 1792 KUHPerdata).45
42 Sudikno Mertokusumo, Rangkuman Kuliah Hukum Perdata, (Yogyakarta: Fakultas Pascasarjana UGM, 1986), hal. 11.
43 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2003), hal. 19-20.
44 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Op. Cit., hal. 90.
45 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum
Perikatan, (Bandung : Nuansa Aulia, 2007), hal. 87.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
31
Universitas Indonesia
3) Perjanjian menurut keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi
pada pihak yang lain, dibedakan menjadi46:
a. Perjanjian cuma-cuma, adalah perjanjian yang hanya memberikan
keuntungan pada salah satu pihak. Misalnya perjanjian hibah.47
b. Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari
pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain dan
antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Misalnya
perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, dan lain-lain.48
4) Perjanjian menurut namanya, dibedakan menjadi perjanjian khusus/
bernama/ nominaat dan perjanjian umum/ tidak bernama/ innominaat/
perjanjian jenis baru (Pasal 1319 KUHPerdata), yaitu:49
a. Perjanjian khusus/ bernama/ nominaat, adalah perjanjian yang
memiliki nama dan diatur dalam KUHPerdata.50 Misalnya,
perjanjian-perjanjian yang terdapat dalam buku III Bab V-XVIII
KUHPerdata, antara lain perjanjian jual-beli, perjanjian tukar-
menukar, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian untuk melakukan
pekerjaan, perjanjian persekutuan, perjanjian tentang perkumpulan,
perjanjian hibah, perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam
pakai, perjanjian bunga tetap atau bunga abadi, perjanjian untung-
untungan, perjanjian pemberian kuasa, perjanjian penanggungan, dan
perjanjian perdamaian.
46 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Op. Cit., hal. 20.
47 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Op. Cit., hal. 90.
48 Ibid.
49 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Op. Cit., hal. 18.
50 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum
Perikatan, Op. Cit., 88.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
32
Universitas Indonesia
b. Perjanjian umum/ tidak bernama/ innominaat/ perjanjian jenis baru,
adalah perjanjian yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat
karena asas kebebasan berkontrak dan perjanjian ini belum dikenal
pada saat KUHPerdata diundangkan.51 Perlu diingat bahwa KUHD
dan KUHPerdata pada awal pembentukannya merupakan satu paket,
maka perjanjian yang terdapat dalam KUHD misalnya perjanjian
perwakilan khusus (makelar, komisioner, agen), perjanjian asuransi
ataupun perjanjian pengangkutan secara otomatis merupakan
perjanjian nominaat karena dikenal saat KUHPerdata diundangkan.
Dari definisi perjanjian innominaat di atas dapat dilihat unsur-unsur
dari perjanjian innominaat, yakni:
(1) Perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata.
(2) Perjanjian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
(3) Berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Misalnya, kontrak
production sharing, joint venture, kontrak karya, leasing, kontrak
konstruksi, franchise, perjanjian sewa-beli, manajemen kontrak, dan
lain-lain.52
Karena perjanjian innominaat didasarkan pada asas bebas berkontrak
maka sistem pengaturan hukum perjanjian innominaat adalah sistem terbuka atau
open system. Dilihat dari aspek pengaturannya, perjanjian innominaat dibedakan
menjadi 3 (tiga), yakni:53
(1) Perjanjian innominaat yang diatur secara khusus dan dituangkan ke
dalam bentuk undang-undang dan atau telah diatur dalam Pasal-Pasal
tersendiri. Contohnya, kontrak production sharing yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi; kontrak joint venture yang diatur dalam Undang-Undang
51 Salim HS, Op. Cit., hal. 4 dan 17.
52 Ibid, hal. 1.
53 Ibid, hal. 2.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
33
Universitas Indonesia
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing; kontrak
karya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967
tentang Pertambangan; kontrak konstruksi yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan
sebagainya.
(2) Perjanjian innominaat yang diatur dalam peraturan pemerintah/
Contohnya, tentang waralaba atau franchise yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
(3) Perjanjian innominaat yang belum diatur atau belum ada undang-
undangnya di Indonesia. Contohnya, kontrak rahim atau surrogate
mother.
Perjanjian innominaat bersifat khusus sebagaimana tercantum dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku sedangkan perjanjian
nominaat bersifat umum sehingga di sini asas lex spesialis derogat
legi generale berlaku.
5) Perjanjian menurut bentuknya terdapat 2 macam, yakni perjanjian lisan/ tidak tertulis dan perjanjian tertulis. Yang termasuk perjanjian lisan
adalah:54
a. Perjanjian konsensual, yaitu perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja sudah cukup untuk timbulnya perjanjian yang
bersangkutan.55
b. Perjanjian riil, yaitu perjanjian yang hanya berlaku sesudah
terjadinya penyerahan barang atau kata sepakat bersamaan dengan
penyerahan barangnya. Contohnya, perjanjian penitipan barang dan
perjanjian pinjam pakai.56
54 Ibid, hal. 19.
55 J. Satrio, Op. Cit., hal. 48.
56 Maria, Op. Cit., hal. 92-93.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
34
Universitas Indonesia
Sedangkan yang termasuk perjanjian tertulis adalah:
a. Perjanjian standar atau baku, yaitu perjanjian yang berbentuk tertulis
berupa formulir yang isinya telah distandarisasi oleh produsen, serta
bersifat massal, tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang
dimiliki konsumen.57
b. Perjanjian formal, yaitu perjanjian yang telah ditetapkan dengan
formalitas tertentu.58 Misalnya, perjanjian perdamaian yang harus
secara tertulis, seperti pada Pasal 1851 KUHPerdata, perjanjian hibah
dengan akta notaris. Dalam perjanjian ini dikenal istilah akta, yakni
surat yang diberi tanda tangan, yang dasar dari pada suatu hak atau
perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk
pembuktian.59
Menurut bentuknya akta dapat dibedakan menjadi dua60, yaitu:
1. Akta autentik, yaitu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat
yang berwenang yang memuat tentang adanya peristiwa-peristiwa
yang menjadi dasar adanya hak atau perikatan dan mengikat bagi
pembuatnya ataupun bagi pihak ketiga. Berdasarkan insiatif
pembuatnya, akta autentik dibagi menjadi 2, yaitu:
(a) Akta pejabat (acte amtelijke)
Akta yang inisiatif pembuatannya dari pejabat yang bersangkutan.
Contoh, akta kelahiran.
(b) Akta para pihak (acte partij)
Akta yang inisiatif pembuatannya dari para pihak di hadapan pejabat
yang berwenang. Contoh, akta sewa-menyewa.
57 Djaja S. Meliala, Op. Cit., hal. 90.
58 R. Subekti, Op. Cit., hal. 16.
59 Sudikno Mertokusumo, Op. Cit., hal. 116.
60 Ibid, hal. 119-126.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
35
Universitas Indonesia
Akta autentik mempunyai kekuatan yang sempurna dan mengikat.
Artinya:
(a) Sempurna. Bahwa untuk membuktikan akta itu sempurna/tidak,
atau benar/tidak, cukup dibuktikan dengan akta itu sendiri, dengan
kata lain tidak memerlukan pembuktian dengan alat bukti lainnya.
(b) Mengikat. Bahwa hakim harus menguji kebenaran isi akta
autentik itu sendiri kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
2. Akta di bawah tangan adalah akta yang pembuatannya dilaksanakan
sendiri oleh para pihak atau tidak ada campur tangan dari pejabat.
Akta di bawah tangan ini mempunyai kekuatan pembuktian
berdasarkan pengakuan dari pihak-pihak yang membuatnya61, artinya
kekuatan akta di bawah tangan ini dapat dipersamakan kekuatannya
dengan akta autentik bila dalam hal pembuktiannya oleh para
pembuat akta di bawah tangan mengajui atau membenarkan apa yang
ditandatangani. Dengan demikian maka bila did alam akta autentik
tidak perlu persetujuan dari pihak tertentu namun di dalam akta di
bawah tangan memerlukan persetujuan dari pihak tertentu.
Oleh karena itu, perbedaan antara akta di bawah tangan dengan akta
autentik adalah terletak pada ada atau tidaknya campur tangan dari pejabat yang
berwenang.
6) Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya.
Yang termasuk dalam perjanjian ini menurut Mariam Darus
Badrulzaman62 adalah:
a. Perjanjian liberatoir, yaitu perjanjian dimana para pihak
membebaskan diri dari kewajiban yang ada. Misalnya, pembebasan
hutang (Pasal 1438 KUHPerdata).
61 H. Chandra dan W. Riawan Tjandra, Pengantar Praktis Penanganan Perkara Perdata, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya), hal. 63.
62 Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal. 93.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
36
Universitas Indonesia
b. Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak
menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.
c. Perjanjian untung-untungan, seperti perjanjian asuransi (Pasal 1774
KUHPerdata).
d. Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya
dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak
sebagai penguasa (pemerintah), seperti perjanjan ikatan dinas.
7) Perjanjian campur/contractus sui generis (Pasal 1601c KUHPerdata).
Di dalam perjanjian ini terdapat unsur-unsur dari beberapa perjanjian
bernama yang terjalin menjadi satu sedemikian rupa sehingga tidak
dapat dipisah-pisahkan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri-sendiri.
Misalnya, perjanjian antara pemilik hotel dengan tamu.63
8) Perjanjian penanggungan (borgtocht).
Perjanjian penanggungan adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga
demi kepentingan kreditur mengikatkan dirinya untuk memenuhi
perikatan debitur, apabila debitur tidak memenuhi perikatannya (Pasal
1820 KUHPerdata).64
9) Perjanjian garansi (Pasal 1316 KUHPerdaa) dan Derden Beding (Pasal
1317 KUHPerdata.
a. Perjanjian garansi adalah suatu perjanjian dimana seorang menjamin
pihak lain bahwa seorang pihak ketiga yang ada di luar perjanjian
(bukan pihak dalam perjanjian yang bersangkutan) akan melakukan
sesuatu (atau tidak akan melakukan sesuatu) dan kalau sampai terjadi
pihak ketiga tidak memenuhi kewajibannya, maka ia akan
bertanggungjawab untuk itu.65 Dengan perkataan lain, perjanjian
63 Djaja S. Meliala, Op. Cit., hal. 89.
64 Ibid., hal. 90.
65 J. Satrio, Op. Cit., hal. 97.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
37
Universitas Indonesia
garansi adalah perjanjian dimana seorang A berjanji pada B bahwa
C, orang lain, akan melaksanakan atau memenuhi prestasi.
b. Derden Beding (janji pihak ketiga) berdasarkan asas pribadi suatu
perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri
(Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata) dan para pihak tidak dapat
mengadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga, kecuali dalam
apa yang disebut janji guna pihak ketiga (Pasal 1317 KUHPerdata).
10 ) Perjanjian menurut sifatnya dibedakan menjadi:66
a. Perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang utama.
b. Perjanjian accessoir, yaitu perjanjian pembebanan utama/pokok.
Misalnya perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.
Sedangkan penggolongan yang lain adalah didasarkan pada hak
kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya kewajiban
tersebut:
a. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang hanya (baru) meletakkan
hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak dan belum
memindahkan hak milik.
b. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seseorang
menyerahkan haknya atas sesuatu kepada pihak lain. Misalnya,
peralihan hak milik.
2.1.6. Syarat Sah Suatu Perjanjian
Suatu perjanjian baru sah menurut hukum apabila syarat-syarat untuk
sahnya perjanjian telah terpenuhi. Hal ini disebutkan pada Pasal 1320
KUHPerdata yang menyatakan bahwa:
66 Salim HS, Op. Cit., hal. 20.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
38
Universitas Indonesia
”Untuk syarat sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan 4 (empat) syarat: A. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; B. Cakap untuk membuat suatu perikatan; C. Suatu hal tertentu; D. Sebab yang halal.”
Keempat syarat tersebut merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian.
Artinya, setiap perjanjian harus memenuhi keempat syarat ini bila ingin menjadi
perjanjian yang sah.67 Tetapi, untuk beberapa perjanjian tertentu dapat
ditambahkan syarat-syarat lain seperti mengenai formalitas akta yang harus
berbentuk tertulis, dalam akta notariil, dan seterusnya. Keempat syarat dalam
Pasal 1320 KUHPerdata ini kemudian digolongkan menjadi dua jenis syarat yaitu
syarat subyektif dan syarat obyektif. Syarat subyektif adalah syarat dari subyek
yang membuatnya yakni para pihak yang membuat perjanjian, sedangkan syarat
obyektif adalah syarat mengenai benda atau hal yang menjadi obyek perjanjian.68
Dengan mana ketentuan kedua syarat tersebut apabila tidak dipenuhi akan
menjadi berbeda akibat hukumnya.
Ad. A. Sepakat (Toestemming)
Kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan
perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara pihak-pihak.69
Unsur kesepakatan adalah 70:
1. Offerte (penawaran) adalah pernyataan pihak yang menawarkan.
2. Acceptasi (penerimaan) adalah pernyataan pihak yang menerima
penawaran.
67 Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal. 44.
68 Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal.73.
69 Op. Cit., hal. 98.
70 Ibid.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
39
Universitas Indonesia
Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian. Untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi ada beberapa macam
teori, yaitu71:
a) Teori Pernyataan, mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak
pihak yang menerima tawaran menyatakan bahwa ia menerima
penawaran itu. Misalnya, saat menjatuhkan pulpen untuk
menyatakan menerima. Kelemahannya sangat teoritis karena
dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.
b) Teori Pengiriman, mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada saat
kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima
tawaran. Namun, kelemahannya adalah bagaimana hal tersebut dapat
diketahui? Bisa saja walaupun sudah dikirim tetapi tidak diketahui
oleh pihak yang menawarkan.
c) Teori Pengetahuan, mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan
seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima (walaupun
penerimaan itu belum diterimanya dan tidak diketahui secara
langsung). Kelemahannya, bagaimana ia bisa mengetahui isi
penerimaan itu apabila ia belum menerimanya.
d) Teori Penerimaan, mengajarkan kesepakatan terjadi pada saat pihak
yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
Selanjutnya menurut Pasal 1321 KUHPerdata, kata sepakat harus
diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan.
Masalah lain yang dikenal dalam KUHPerdata yaitu yang disebut cacat kehendak
(kehendak yang timbul tidak murni dari yang bersangkutan). Tiga sebab yang
membuat perizinan tidak bebas, yaitu:
1. Kekhilafan/kekeliruan/kesesatan (Pasal 1322 KUHPerdata)
71 Salim HS, Op. Cit., hal. 30-31.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
40
72 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wtboek), Op. Cit., Ps. 1330.
Universitas Indonesia
Artinya apabila pernyataan sesuai dengan kemauan tapi kemauan
itu didasarkan atas gambaran yang keliru baik mengenai orangnya
(disebut error in persona) atau obyeknya (disebut eror in substantia).
2. Paksaan (Pasal 1323-1327 KUHPerdata)
Paksaan bukan karena kehendaknya sendiri, namun dipengaruhi
oleh orang lain. Paksaan telah terjadi bila perbuatan itu sedemikian rupa
sehingga dapat menakutkan seseorang yang berpikiran sehat dan apabila
perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa
dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang
dan nyata.
3. Penipuan (Pasal 1328 KUHPerdata)
Pihak yang menipu dengan daya akalnya mananamkan suatu
gambaran yang keliru tentang orangnya atau obyeknya sehingga pihak
lain bergerak untuk menyepakati.
Ad. B. Kecakapan
Pihak yang membuat perjanjian pada dasarnya harus cakap menurut
hukum. Padal Pasal 1330 KUHPerdata, orang-orang yang tidak cakap membuat
suatu perjanjian adalah sebagai berikut:
1. Orang-orang yang belum dewasa.
2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.72 (sekarang sudah dihapus).
Ad. C. Suatu Hal Tertentu
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
41
Universitas Indonesia
Suatu hal tertentu disini berbicara tentang obyek perjanjian (Pasal 1332 –
1334 KUHPerdata). Obyek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal
tersebut73:
1. Obyek yang akan ada (kecuali warisan), asalkan dapat ditemukan jenis
dan dapat dihitung.
2. Obyek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan
untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi obyek perjanjian).
Ad. D. Suatu Sebab yang Halal
Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para
pihak mengadakan perjanjian, seperti yang tercantum pada Pasal 1337
KUHPerdata. Halal adalah tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban
umum, dan kesusilaan.
2.2. Gambaran Umum Jual-Beli
2.2.1. Pengertian Jual-Beli
Istilah perjanjian dan hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari
istilah overeenkomst dalam Bahasa Belanda atau agreement dalam Bahasa Inggris
karena itu istilah hukum perjanjian mempunyai cakupan yang lebih sempit dari
pada istilah hukum perikatan. Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 sampai
Pasal 1540 KUHPerdata, yang menyatakan antara lain bahwa jual beli adalah
suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
telah dimufakati antara mereka berdua.
Berdasarkan Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu persetujuan
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
73 Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal. 104-105.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
42
Universitas Indonesia
kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Berdasarkan rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa jual beli adalah suatu
bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan
sesuatu, dimana dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang
dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.74
Jual beli merupakan suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang
lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.75
Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan, dalam jual beli senantiasa
memiliki dua sisi hukum perdata, yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan.
Sebab pada sisi hukum kebendaan, jual beli melahirkan hak bagi kedua belah
pihak atas tagihan berupa penyerahan kebendaan pada satu pihak dan pembayaran
harga jual pada pihak lainnya. Sedangkan dari sisi perikatan, jual beli adalah suatu
bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban dalam bentuk penyerahan
kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada
penjual.76 Walaupun memiliki dua sisi, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
melihat jual beli hanya dari sisi perikatannya semata-mata, yakni dalam bentuk
kewajiban dalam lapangan harta kekayaan dari masing-masing pihak secara
betimbal balik satu terhadap lainnya. Dan oleh karena itu juga, jual beli di
masukkan ke dalam Buku ke III tentang Perikatan.77
74 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hal.7.
75 Subekti (c), Op. Cit., hal. 79.
76 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hal. 7
77 Ibid., hal. 8.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
43
Universitas Indonesia
Agar suatu perjanjian dinamakan perjanjian jual beli, salah satu
prestasinya adalah harus berupa pemberian alat pembayaran yang sah.78 Menurut Subekti, pengertian jual beli adalah:
”Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu (si penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, dan pihak yang lainnya (si pembeli) untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.”79
Demikian juga pengertian yang diberikan R.M. Suryodiningrat tentang
deifinisi jual beli, yaitu:
”Jual beli adalah perjanjian atau persetujuan atau kontrak dimana salah satu pihak (penjual) mengikat diri untuk menyerahkan hak milik atas barang/benda kepada pihak lainnya (pembeli) yang mengikat dirinya untuk membayar harganya berupa uang kepada penjual.”80
Dari pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa perjanjian jual beli
adalah perjanjian timbal balik karena menimbulkan hak dan kewajiban bagi
masing-masing pihak dengan mana hak dari pihak yang satu merupakan
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak yang lain, demikian pula
sebaliknya, sehingga masing-masing pihak dapat menuntut apabila hak mereka
merasa tidak terpenuhi.
2.2.2. Konsensualisme Perjanjian Jual-Beli
Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika
setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan
harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum
78 Hartono Soerjopratikno, Aneka Perjanjian Jual Beli, cet. 1 (Seksi Nasional Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1982), hal. 1.
79 Subekti, Op. Cit., hal. 1.
80 R. M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, (Bandung : Tarsito,
1991), hal. 6.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
44
Universitas Indonesia
dibayar. Demikian isi Pasal 1458 KUHPerdata. Dari penjelasan Pasal tersebut,
dapat dikatakan bahwa setiap penerimaan, yang diwujudkan dalam bentuk
pernyataan penerimaan, baik yang dilakukan secara lisan maupun yang dibuat
dalam bentuk tertulis, menunjukkan saat lahirnya perjanjian.
Jadi, menurut asas konsensual, perjanjian sudah ada dan sah serta
mengikat apabila sudah dicapai kesepakatan mengenai hal-hal pokok dalam
perjanjian atau juga disebut esensi ala perjanjian, tanpa diperlukan lagi adanya
suatu formalitas, kecuali ditetapkan lain berdasarkan undang-undang.81
Dapat dikatakan bahwa perjanjian-perjanjian pada umumnya konsensual
sehingga perjanjian itu sudah dianggap sah dalam arti mengikat apabila telah
tercapai kesepakatan mengenai hal-hal pokok dari perjanjian itu. Jual beli
merupakan salah satu perjanjian konsensual selain sewa-menyewa dan tukar-
menukar serta perjanjian yang di dalamnya mengandung esensi dari ketiga
perjanjian itu yaitu bentuk perjanjian yang bertimbal balik. Namun, seperti yang
telah dikemukakan di atas, adakalanya undang-undang menetapkan formalitas
tertentu untuk beberapa macam perjanjian dengan ancaman batalnya perjanjian
tersebut apabila tidak memenuhi bentuk tertentu atau untuk sahnya suatu
perjanjian diharuskan dibuat secara tertulis (misalnya perjanjian perdamaian) atau
dengan Akta Notaril (seperti perjanjian penghibahan barang tetap).82
Kesepakatan atau konsensus adalah langkah awal dari para pihak yang
membuat suatu perjanjian jual beli. Maka, timbullah sebuah permasalahan
mengenai kapan terjadinya kesepakatan tersebut. Untuk menentukan kapan
kesepakatan atau konsensus itu terjadi secara hukum, telah muncul beberapa teori,
antara lain83:
81 Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak, (Jakarta : Kanisius, 2003), hal 35-36.
82 Sri Juwariyati, Akibat Hukum Pembatalan Sepihak Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Benda Yang Telah Dihibahkan Kepada Anak, Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan Depok, 2007, hal. 26
83 Munir Fuady, Hukum Kontrak: Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 45-49.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
45
Universitas Indonesia
1) Teori Penawaran dan Penerimaan (offer and acceptance)
Teori ini mengatakan bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan
kehendak baru terjadi setelah adanya penawaran (offer) dari salah satu
pihak dan diikuti dengan penerimaan penawaran (acceptance) oleh pihak
lain dalam kontrak tersebut. Teori ini diakui secara umum di setiap
sistem hukum dan banyak dilakukan di negara-negara yang menganut
sistem hukum Common Law.
2) Teori Kehendak (wilstheorie)
Teori kehendak berusaha untuk menjelaskan jika ada kontroversi antara
apa yang dikehendaki dengan apa yang dinyatakan dalam kontrak, maka
yang berlaku adalah apa yang dikehendaki, sementara apa yang
dinyatakan tersebut dianggap tidak berlaku. Teori ini menekankan
pentingnya kehendak (will atau intend) dari pihak yang memberikan
janji. Ukuran dari eksistensi kekuatan berlaku, dan subtansi dari suatu
kontrak diukur dari kehendak tersebut. Dalam kenyataannya, teori yang
bersifat subjektif ini semakin lama semakin terdesak oleh teori-teori
yang berorientasi kepada hal-hal yang bersifat objektif dan faktual.
3) Teori Pernyataan (verklarings theorie)
Teori pernyataan bersifat objektif dan berseberangan dengan teori
kehendak. Teori ini digunakan apabila ada kontroversi antara apa yang
dikehendaki dengan apa yang dinyatakan, maka apa yang dinyatakan
itulah yang berlaku karena masyarakat menghendaki apa yang
dinyatakan itu dapat dijadikan pegangan.
4) Teori Pengiriman atau Kotak Pos (verzendings/mailbox theorie)
Teori pengiriman (verzendings theorie) menekankan bahwa suatu kata
sepakat terbentuk pada saat dikirimnya suatu jawaban oleh pihak yang
kepadanya telah ditawarkan suatu kontrak, karena sejak saat pengiriman
tersebut, pengirim jawaban telah kehilangan kekuasaan atas surat yang
dikirimkannya. Hal ini sejalan dengan teori kotak pos (mail box theorie)
yang berlandaskan kepada pemikiran bahwa suatu kontrak dianggap
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
46
Universitas Indonesia
terjadi pada saat penerimaan tersebut dimasukkan ke dalam kotak pos.
Untuk kedua teori tersebut dalam perkembangan sejarah pemakaiannya
dibatasi oleh beberapa pengecualian yakni apabila pihak yang
menawarkan menentukan dengan pasti kapan dan dengan cara
bagaimana suatu penerimaan tawaran dianggap telah dilakukan atau
telah tidak dilakukan atau jika digunakan media pengiriman berita yang
tidak tepat atau dikirim dengan media yang tepat tetapi tidak sempurna
pengirimnya atau jika pengiriman dilakukan melalui kurir sebagai kuasa
pengirim.
5) Teori Pengetahuan (vernemings theorie)
Menurut teori pengetahuan, suatu kata sepakat dianggap telah terbentuk
pada saat orang yang menawarkan mengetahui bahwa penawarannya
telah disetujui oleh pihak yang menerima tawaran.
6) Teori Penerimaan (ontvange theorie)
Teori ini lebih konservatif dari pada teori pengetahuan, karena suatu kata
sepakat baru dianggap telah terjadi apabila balasan dari tawaran tersebut
telah diterima oleh pihak yang melakukan tawaran.
7) Teori Kepercayaan (vertouwens theorie)
Teori kepercayaan mengajarkan bahwa suatu kata sepakat dianggap
terjadi pada saat adanya pernyataan yang secara objektif sehingga dapat
dipercaya.
8) Teori Ucapan (uiting theorie)
Menurut teori ini, suatu kesepakatan kehendak terjadi pada saat yang
menerima penawaran telah menyiapkan surat jawaban yang menyatakan
bahwa dia telah menerima tawaran tersebut.
9) Teori Dugaan
Menurut teori dugaan, tercapainya kata sepakat pada saat pihak penerima
tawaran telah mengirimkan surat persetujuannya dan dia secara patut
dapat menduga bahwa pihak yang menawarkan telah mengetahui isi
surat tesebut.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
47
Universitas Indonesia
Untuk penyerahan piutang atas nama sebagai benda tak bertubuh, diatur
dalam Pasal 1459, Pasal 613 dan Pasal 584 KUHPerdata. Perjanjian jual beli akan
selalu diikuti dengan penyerahan hak kepemilikan dari benda yang dijualnya itu.
Tanpa ada penyerahan hak kepemilikan dari penjual ke pembeli, perbuatan hukum
yang harus dilakukan atas suatu perjanjian jual beli belum dapat terselesaikan.
2.2.3. Obligatory Perjanjian Jual Beli
Sifat lain dari perjanjian jual beli menurut sistem KUHPerdata adalah
bersifat obligatoir. Menurut kamus Bahasa Inggris-Indonesia karangan S.
Wojowasisto, W. J. S. Poerwadarminta dan S. A. M. Gaastra, berasal dari kata
obligatory artinya “berkewajiban” atau kata obligation yang artinya “dalam
kontrak.”84 Oleh karena jual beli bersifat obligatoir, perjanjian jual beli belum
memindahkan hak milik. Artinya jual beli baru memberikan suatu hak, namun
belum terjadi penyerahan hak milik.
Menurut Undang-Undang diletakannya kewajiban kepada kedua belah
pihak, yakni kepada si pembeli yang berhak menuntut agar diserahkannya hak
atas barang dijual. Sebaliknya kepada si penjual, ia berkewajiban untuk
menyerahkan hak milik yang dituntut oleh si pembeli.
Sifat perjanjian jual beli ini diatur dalam Pasal 1459 KUHPerdata yang
mengatakan bahwa hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si
pembeli selama penyerahan belum dilakukan, sesuai ketentuan-ketentuan yang
telah diperjanjikan.
Oleh karena itu, merupakan sebuah masalah apabila perjanjian jual beli
telah dilaksanakan, namun obyek jual beli tidak diserahkan atau belum terjadi
penyerahan barang. Dalam kasus ini adalah perjanjian jual beli piutang, dimana
84 S. Wojowasisto, W. J. S. Poerwadarminta dan S.A.M. Gaastra, Kamus Bahasa Inggris- Indonesia, cet. 2, (Jakarta : W. Verusluys NV, 1952), hal. 118.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
48
Universitas Indonesia
penyerahan harus dilakukan dengan Cessie. Apabila masalah ini terjadi, maka
terdapat 2 masalah. Masalah pertama, pembeli dapat menuntut wanprestasi
terhadap penjual. Kedua, penjual dapat dikenakan perbuatan melawan hukum.
Sebagai perbandingan dengan Hukum Adat, sifat jual beli menurut Hukum
Adat bertolak belakang dengan sifat jual beli menurut KUHPerdata. Dalam
Hukum Adat, jual beli bersifat nyata dan tunai (riil). Artinya jual beli dilakukan
secara serentak dan nyata, dimana secara bersamaan penjual menyerahkan barang
dan pembeli membayar harga barang yang jumlahnya telah disepakati bersama.
Dengan itu, jual beli selesai pada saat itu juga.85 Sedangkan menurut
KUHPerdata, penyerahan barang dapat dilakukan setelah pembeli membayar
objek jual beli tersebut.
2.2.4. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Jual Beli
2.2.4.1. Hak dan Kewajiban Penjual
Hak dan kewajiban penjual dalam suatu perjanjian jual beli dapat dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu:
1) Hak Penjual
Menurut Pasal 1517 KUHPerdata, hak penjual adalah apabila si
pembeli tidak membayar harga pembelian, maka si penjual dapat
menuntut pembatalan persetujuan jual beli, dengan ketentuan menurut
Pasal 126686 dan Pasal 126787 KUHPerdata.
85 Bakti, S.H., Kuliah Hukum Kebendaan Adat ke 12, (31 Oktober 1983), FHUI.
86 Pasal 1266 KUHPerdata berbunyi : “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang bertimbal-balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah leluasa untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan.”
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
49
Universitas Indonesia
Seperti yang telah ditentukan dalam ketentuan Pasal 1267
KUHPerdata, apabila pembeli tidak memenuhi perjanjian maka
penjual dapat menuntut dengan cara atau bentuk yaitu :
a. memaksa untuk memenuhi perjanjian jual beli.
b. menuntut pembatalan perjanjian jual beli.
c. meminta ganti rugi.
d. pembatalan perjanjian dan ganti rugi sekaligus.
e. pembatalan jual beli tentang barang-barang bergerak yang tidak
diambil pada waktu yang telah ditentukan, seperti yang diatur pada
Pasal 151888 KUHPerdata.
f. meminta pengembalian barang-barang bergerak yang telah
diserahkan kepada si pembeli, menurut Pasal 114589 KUHPerdata.
g. menggunakan “voorrecht” dalam hal menuntut pembayaran harga
yang belum dibayar, berdasarkan Pasal 1139 ayat (3) KUHPerdata.90
2) Kewajiban Penjual
Pihak penjual mempunyai dua kewajiban utama yang harus dilakukan,
yaitu:
87 Pasal 1267 KUHPerdata berbunyi : “ Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, ataukah ia akan menuntut pembatalan persetujuan, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.”
88 Pasal 1518 KUHPerdata berbunyi : “ Meskipun demikian, dalam halnya penjualan barang-barang dagangan dan barang-barang perabot rumah, pembatalan pembelian, untuk keperluan di penjual, akan terjadi demi hukum dan tanpa peringatan, setelah lewatnya waktu yang ditentukan untuk mengambil barang yang dijual.”
89 Pasal 1145 KUHPerdata berbunyi : “ Jika penjualan telah dilakukan tunai, maka si
penjual bahkan mempunyai kekuasaan menuntut kembali barang-barangnya, selama barang- barang ini masih berada di tangannya si pembeli, sedangkan ia dapat menghalang-halangi dijualnya terus barang-barang itu, asal saja penuntutan kembali itu dilakukan di dalam jangka waktu tiga puluh hari setelah penyerahannya.”
90 R. Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 39.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
50
Universitas Indonesia
A. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan.
Kewajiban menyerahkan hak milik atas barang yang
diperjualbelikan, merupakan semua perbuatan yang menurut hukum
diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang
diperjualbelikan dari penjual kepada pembeli.91
Cara penyerahan menurut KUHPerdata juga diatur menurut
macamnya barang. Artinya menurut sistem yang diatur dalam
KUHPerdata mengenai barang dikenal terdapat 3 (tiga) macam
barang, yaitu:
1. Barang bergerak;
2. Barang tetap;
3. Barang tidak bertubuh (piutang, penagihan atau claim).
Ke 3 (tiga) macam barang ini akan diuraikan satu per satu oleh
penulis.
Ad. 1. Barang bergerak.
Penyerahan cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang
dimaksud. Dalam Pasal 612 KUHPerdata menyebutkan bahwa
penyerahan kebendaan bergerak terkecuali yang tak bertubuh
dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh
atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari
bangunan dalam mana kebendaan itu berada. Penyerahan tak perlu
dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan, dengan alasan
lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya.
Ad. 2. Barang tetap (tak bergerak)
Penyerahan dengan penyerahan yang disebut dengan balik nama
dimuka Pegawai Kadaster atau disebut Pegawai Balik nama atau
Pegawai hipotik. Dalam Pasal 616 KUHPerdata, penyerahan atau
91 R. Subekti, Op. Cit., hal. 18.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
51
Universitas Indonesia
penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan
pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti
ditentukan dalam Pasal 620 KUHPerdata.
Sedangkan segala sesuatu yang mengenai tanah sudah diatur dalam
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA No. 5 Tahun 1960), artinya
mencabut semua ketentuan yang ada dalam Buku II KUHPerdata.
Dalam Pasal 19 UUPA, mentukan bahwa jual beli tanah harus
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat
Pembuat Akte Tanah (PPAT).
Ad.3. Barang tak bertubuh (piutang, penagihan atau claim)
Penyerahan barang tak bertubuh dilakukan dengan suatu perbuatan
yang disebut dengan ”Cessie”.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata yang berbunyi :
Penyerahan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.
Penyerahan yang demikian bagi debitur tidak ada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya.
Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai endosemen.
Sehingga dengan demikian menurut KUHPerdata terdapat 3 (tiga)
macam penyerahan hak milik, dimana masing-masing berlaku untuk
masing-masing macam barang tersebut.
B. Menanggung kenikmatan dan ketenteraman atas barang tersebut
dan menanggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi.
Kewajiban penjual menanggung kenikmatan dan ketenteraman atas
barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi
tercantum dalam Pasal 1491 KUHPerdata yang berbunyi :
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
52
Universitas Indonesia
”Penanggungan yang menjadi kewajiban si penjual terhadap si pembeli adalah untuk menjamin dua hal, yaitu pertama penguasaan benda yang dijual secara aman dan tenteram; kedua, terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang tersembunyi atau sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya.”
2.2.4.2. Hak dan Kewajiban Pembeli
Hak dan kewajiban pembeli dalam suatu perjanjian jual beli dapat dibedakan
menjadi dua bagian92, yaitu:
A. Hak Pembeli93, dan
B. Kewajiban Pembeli94
Ad. A. Hak Pembeli terdiri dari :
1) Menangguhkan pembayaran harga pembelian
Artinya si pembeli menangguhkan pembayaran harga dalam hal
penguasaan terhadap barang yang dibelinya, karena khawatir diganggu
oleh pemegang hipotik atau kemungkinan dapat gangguan lainnya.
Keadaan ini diatur oleh Pasal 1516 KUHPerdata.
2) Pembeli meminta perlindungan atau jaminan dari si penjual, kalau ada
pihak ketiga menuntut pengakuan hak yang lebih tinggi terhadap barang
yang sudah dibelinya dan adanya jaminan terhadap cacat-cacat
tersembunyi terhadap barang yang dijual menurut Pasal 1496 dan 1512
KUHPerdata.
92 R. Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 55.
93 R. Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 55.
94 R. Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 69.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
53
Universitas Indonesia
3) Menuntut pelaksanaan tentang penyerahan barang, apabila si penjual
tidak menyerahkan barang tepat pada waktunya, juga dapat dengan
tambahan pembayaran kerugian atau langsung menuntut pembayaran
kerugian sebagai pengganti penyerahan barang (levering), asal disertai
dengan alasan yang kuat. Atau juga dapat menuntut pembatalan
perjanjian yang dapat dibarengi pula pembayaran harga kerugian,
bahkan dapat mengajukan kemungkinan lain dengan mengajukan
tuntutan pembatalan atas dasar cacat dalam perjanjian jual beli.
Ad. B. Kewajiban Pembeli
Kewajiban pembeli diatur dalam Pasal 1513 sampai Pasal 1518
KUHPerdata. Pasal 1513 KUHPerdata mengatakan bahwa kewajiban
utama si pembeli ialah membayar harga pembelian pada waktu dan
tempat sebagaimana ditetapkan menurut tujuan. Jadi kewajiban pembeli
di sini hanya satu yang mengaturnya yaitu membayar harga. Harga
tersebut berupa uang, bukan barang seperi tukar menukar diganti dengan
barang.
Pelaksanaan pembayaran harga jual beli adalah di tempat kediaman
pihak yang berhak tergantung dari dimana tempat barang diserahkan.
Pasal 1393 KUHPerdata menyatakan bahwa pembayaran harus
dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan, jika dalam
persetujuan tidak ditetapkan suatu tempat, maka pembayaran yang
mengenai suatu barang yang sudah ditentukan, harus terjadi di tempat
dimana barang itu berada sewaktu persetujuan dibuat. Di luar kedua hal
tersebut, pembayaran harus dilakukan di tempat tinggal si berpiutang,
selama orang ini terus menerus berdiam sewaktu persetujuan dibuat, dan
di dalam hal-hal lainnya di tempat tinggalnya si berutang. Oleh karena
itu penyerahan barang dan pembayarannya dilaksanakan secara
bersamaan.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
54
Universitas Indonesia
Namun ada kalanya, untuk jual beli tertentu seperti jual beli piutang atas
nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dimana menurut Pasal 1458,
jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika
setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut
dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun
harganya belum dibayar. Dan Pasal 1459 KUHPerdata menekankan hak
milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli,
selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613, dan
616.
2.2.5. Jual Beli Sebagai Pengalihan Hak Milik Atas Benda yang Dijual
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, jual beli adalah perjanjian yang
bersifat konsensual, dalam pengertian bahwa jual beli telah lahir dan mengikat
para pihak, yaitu penjual dan pembeli segera setelah mereka mencapai kata
sepakat mengenai kebendaan yang dperjualbelikan dan harga yang harus dibayar.
Dengan kesepakatan tersebut, pembeli terikat dengan kewajiban untuk membayar
harga pembelian, dan penjual terikat untuk menyerahkan kebendaan yang
dijualnya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1459 KUHPerdata yang
berbunyi :
”Hak milik atas barang yang dijual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan menurut Pasal 612, 613, dan 616”, dan juga seperti dinyatakan dalam Pasal 1457 KUHPerdata, “Penyerahan adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan pembeli.“95
Pasal 612, 613, dan 616 KUHPerdata seperti disebut dalam Pasal 1459 itu
merupakan pembedaan antara penyerahan benda bergerak, benda tidak bergerak,
dan benda tidak bertubuh termasuk piutang dan kebendaan tak bertubuh lainnya.
95 KUH Perdata, Op. Cit., Ps. 1459.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
55
Universitas Indonesia
2.2.6. Jual-Beli Piutang (dan lain-lain hak tak bertubuh)
Jual-beli piutang diatur dalam Pasal-Pasal berikut ini:
Pasal 613 KUHPerdata :
Penyerahan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.
Penyerahan yang demikian bagi debitur tidak ada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya.
Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai endosemen.
Kemudian juga diatur dalam Pasal 1533 KUHPerdata, yaitu :
”Penjualan sesuatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat
padanya, sepertinya penanggungan-penanggungan, hak istimewa dan
hipotik-hipotik.”
Sementara Pasal 1534 KUHPerdata berbunyi :
”Barangsiapa menjual suatu piutang atau suatu hak tak bertubuh lainnya,
harus menanggung bahwa hak-hak itu benar dan sewaktu diserahkannya,
biarpun penjualan dilakukan tanpa janji penanggungan.”
Pasal 1535 KUHPerdata mengatakan :
”Ia tidak bertanggung jawab tentang cukup mampunya si berutang,
kecuali jika ia telah mengikatkan dirinya untuk itu, dan hanya untuk
jumlah harga pembelian, yang telah diterimanya untuk piutangnya.”
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
56
Universitas Indonesia
Dalam kasus ini, jual beli piutang tersebut adalah berupa kredit sindikasi.
Menurut Pasal 1 angka 12 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
kredit adalah:
“Kredit penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.96
Pengertian kredit mengalami perubahan pada Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 dalam Pasal 1 angka 11, yaitu:
“Kredit penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi uangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.97
Dari kedua pengertian yang memperlihatkan adanya perbedaan, dapat
disimpulkan bahwa kredit memiliki pengertian sebagai suatu penundaan
pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, dimana prestasi tersebut pada
dasarnya akan berbentuk uang.98
Savelberg berpendapat “kredit” memiliki dua arti. Pertama, sebagai dasar
dari setiap perikatan (verbintens) dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari
orang lain. Kedua, sebagai jaminan dimana seseorang menyerahkan sesuatu
kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang
diserahkannya.
96 Indonesia, Undang-Undang tentang Perbankan, UU No. 7, LN No. 31 Tahun 1992, TLN No. 3472, Ps. 1 angka 12.
97 Indonesia, Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan, UU No. 10, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Ps. 1 angka 11.
98 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, cet. 3, (Jakarta : Gramedia, 1990), hal.12.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
57
Universitas Indonesia
Sedangkan Levi merumuskan arti kredit sebagai tindakan untuk
menyerahkan secara bebas oleh penerima kredit yang berhak menggunakan
pinjaman itu untuk keuntungannya dan kewajiban untuk mengembalikan sejumlah
pinjaman itu di belakang hari.99
Sementara kredit sindikasi atau ”Syndicated Loan” adalah pinjaman yang
diberikan oleh beberapa kreditur sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank
dan/atau lembaga-lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang
biasanya berbentuk badan hukum, untuk membiayai satu atau tujuan tertentu milik
debitur.100
Dalam buku Stanley Hurn berjudul Syndicated Loan, definisi kredit
sindikasi atau Syndicated Loan adalah:
A syndicated loan is a loan made by two or more lending institution, on similar terms and conditions, using common documentation and
administrated by a common agent.101
Setelah memahami perjanjian pada umumnya yang diuraikan secara
global, maka kita memperoleh materi perjanjian pada umumnya yang dapat
digunakan sebagai dasar untuk memahami dan menyusun mengenai perjanjian
kredit. Perjanjian kredit tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi
termasuk dalam perjanjian bernama di luar KUHPerdata.102
Beberapa Sarjana Hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit dikuasai
oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata Bab XIII Buku III karena perjanjian kredit
99 Ibid.
100 Iswahjudi A. Karim, “Kredit Sindikasi”, www.karimsyah.com/imagescontent/article_/20050923140944.pdf, diakses 7 Febuari 2009.
101 Stanley Hurn, Syndicated Loans, (New York : Woodhead-Fulkner, 1990), hal. 1.
102 Sutarno, Op. Cit., hal. 96.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
58
105 Munir Fuady, Op. Cit., hal. 40. 106 Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 12.
Universitas Indonesia
mirip dengan perjanjian pinjam uang menurut Pasal 1754 KUHPerdata.103
Menurut Marhainis Abdul Hay, dalam bukunya berjudul “Hukum Perbankan di
Indonesia” berpendapat bahwa perjanjian kredit bank mempunyai pengertian yang
sama dengan pengertian Pasal 1754 KUHPerdata yang mengatur tentang pinjam
meminjam.104
Namun, Sarjana Hukum lain berpendapat bahwa perjanjian kredit
bukanlah perjanjian pakai habis yang tunduk pada Pasal 1754 KUHPerdata,
melainkan merupakan kelompok perjanjian umum (tidak bernama) yang tunduk
pada ketentuan-ketentuan umum tentang perjanjian, ditambah dengan ketentuan
dalam Pasal-Pasal dalam kontrak, kebiasaan dalam praktek dan yurisprudensi.105
Menurut Sutarno S.H., perjanjian kredit dapat dikatakan memiliki identitas sendiri
tetapi dengan memahami rumusan pengertian kredit yang diberikan oleh Undang-
Undang Perbankan maka dapat disimpulkan dasar perjanjian kredit sebagian
masih bisa mengacu pada ketentuan KUHPerdata Bab XIII Buku III.
Sementara Prof Dr. R Wirjono Prodjodikoro, menafsirkan Pasal 1754
KUHPerdata ini sebagai perjanjian yang bersifat riil.106 Hal ini karena Pasal 1754 tidak menyebutkan sebagai berikut :
“ … dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan
suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis.”
Melainkan :
“… dengan mana pihak yang satu memberikan suatu jumlah tertentu
barang-barang yang menghabis karena pemakaian.”
103 Munir Fuady, Op. Cit., hal. 38.
104 Marhainis Abdul Hay, Op. Cit., hal. 40.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
59
Universitas Indonesia
Berdasarkan kedua pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
perjanjian kredit bank yang identik dengan perjanjian pinjam meminjam
sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata ini baru terjadi setelah adanya
prestasi berupa penyerahan sejumlah uang dari pihak bank kepada pihak
debitur.107
Menurut sistem hukum perjanjian kita yang berlandaskan pada
KUHPerdata, suatu perjanjian dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu:
1. Perjanjian Bernama (Nominat)
2. Perjanjian Tidak Bernama (Innominat)
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian yang memakai nama tertentu
dan tunduk kepada salah satu nama perjanjian yang diatur khusus dalam
KUHPerdata. Dengan ketentuan-ketentuan khusus tentang perjanjian bernama,
yang bersangkutan berlaku terhadap perjanjian yang sedang dibuat tersebut.108
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dalam hubungan perjanjian kredit,
apabila uang diserahkan kepada pihak peminjam, lahirlah perjanjian pinjam
meminjam dalam pengertian menurut KUHPerdata Bab XIII Buku III.109
Setelah sindikasi dari kredit yang diinginkan oleh debitur terbentuk dan
kesepakatan mengenai syarat-syarat dari pemberian kredit itu antara bank-bank
pemberi kredit dan debitur telah dicapai, maka dituangkanlah kesepekatan itu
dalam suatu perjanjian yang disebut “Perjanjian kredit sindikasi” atau Syndicated
107 Munir Fuady, Op. Cit., hal. 39.
108 Ibid, hal. 36-37.
109 Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal. 27.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
60
Universitas Indonesia
Loan Agreement”. Perjanjian kredit sindikasi merupakan dokumen yang paling
penting.110
2.3. Gambaran Umum Cessie
2.3.1. Pengertian Cessie
Hak yang timbul dari suatu kontrak dapat dialihkan kepada pihak lain. Cessie merupakan suatu cara pengalihan piutang atas nama yang diatur di dalam
Pasal 613, Buku ke-II KUHPerdata111:
Penyerahan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.
Penyerahan yang demikian bagi debitur tidak ada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya.112
Ketentuan Pasal 613 ayat (1) menjelaskan bahwa penyerahan piutang atas
nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan membuat akta
otentik atau akta di bawah tangan, dengan mana hak-hak kebendaan tersebut
dilimpahkan kepada orang lain. Kemudian dalam ketentuan Pasal 613 ayat (2)
mengatakan bahwa agar penyerahan piutang dari kreditur lama kepada kreditur
baru mempunyai akibat hukum kepada debitur, maka penyerahan tersebut harus
diberitahukan kepada debitur, atau debitur secara tertulis telah menyetujuinya atau
mengakuinya. Piutang atas nama merupakan piutang yang pembayarannya
dilakukan kepada pihak yang namanya tertulis dalam surat piutang tersebut dalam
hal in kreditur lama. Namun dengan adanya pemberitahuan tentang pengalihan
110 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 189.
111 KUHPerdata, Op. Cit., Ps. 613.
112 Ibid, Ps. 613 ayat (2).
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
61
113 Suharnoko dan Endah Hartati, Doktrin Subrogasi, Novasi, dan Cessie, (Jakarta : Kencana, 2008), hal. 103.
114 Munir Fuady, Op. Cit., hal. 150.
Universitas Indonesia
piutang atas nama kepada debitur, maka debitur terikat untuk membayar kepada
kreditur baru dan bukan kepada kreditur lama.113
Oleh karena cessie diatur dalam buku ke-II KUHPerdata, lembaga cessie
oleh hukum dimasukkan ke dalam wilayah kerja hukum benda. Hal ini benar
mengingat cessie adalah suatu cara pengalihan hak, yakni hak atas piutang. Ketika
suatu piutang beralih, pihak kreditur berganti dari kreditur lama ke kreditur yang
baru. Sehingga dilihat dari segi bergantinya kreditur, maka cessie juga termasuk
ke dalam hukum kontrak sehingga diatur juga oleh buku ke-III KUHPerdata. Oleh
karena itu, seperti yang dinyatakan Scholten, cessie dapat dipandang dari 2 (dua)
segi, yaitu :
1) Sebagai lembaga hukum perikatan, yaitu sebagai pergantian kreditur
(kontrak antar kreditur); dan
2) Sebagai bagian hukum benda, yaitu sebagai cara pengalihan hak
milik.114
Penyerahan piutang atas nama yang diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata
adalah suatu yuridische levering atau perbuatan hukum pengalihan hak milik
karena dalam sistem KUHPerdata, perjanjian jual beli, termasuk jual beli piutang
bersifat konsensual obligatoir. Artinya baru meletakkan hak dan kewajiban bagi
penjual dan pembeli. Tetapi belum mengalihkan kepemilikan.
Pasal 1458 KUHPerdata mengatakan bahwa jual beli dianggap telah
terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah penjual dan pembeli mencapai
sepakat tentang barang dan harga, meskipun kebendaan itu belum diserahkan dan
harga belum dibayar. Sementara, Pasal 1459 KUHPerdata menyebutkan bahwa
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
62
Universitas Indonesia
hak milik atas benda yang dijual tidaklah beralih kepada pembeli selama
penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613, dan 616 KUHPerdata.115
Alasan kreditur menjual piutangnya beragam. Salah satunya yang sering
terjadi adalah karena membutuhkan uang namun piutangnya belum jatuh tempo.
Sehingga, kreditur tidak dapat menagih pada saat itu juga kepada debitur. Oleh
karena itu piutang dijual kepada pihak lain dengan harga di bawah nominal.
Penting untuk diingatkan, perjanjian jual beli piutang belum mengalihkan hak atas
piutang tersebut karena pengalihan piutang atas nama harus dilakukan dengan
cara cessie.116
Secara yuridis yang dimaksud dengan cessie adalah suatu pengalihan
piutang (atas nama) terhadap debitur (cessus), dari kreditur lama (cedent) kepada
kreditur baru (cessionaris), dengan cara yang diatur oleh undang-undang, yakni
dengan jalan membuat akta Cessie, baik akta otentik maupun akta bawah tangan,
dan dengan kewajiban pemberitahuan (betekening, notice) kepada debitur, atau
secara tertulis disetujui dan diakuinya oleh debitur.117
Cessie piutang mengakibatkan dalam perikatan yang lama itu muncul
seorang kreditur baru. Hubungan hukum yang lama tidak putus dan tidak terjadi
hubungan hukum yang baru yang menggantikan hukum yang lama. Dengan
perkataan lain, perikatan yang lama tetap ada. Hanya saja dengan seorang kreditur
lain. Orang lain tersebut selaku pihak yang baru pada pokoknya mendapat hak-
hak dan kewajiban-kewajiban yang sama seperti si kreditur lama atau cedent.
Oleh karena itu, dalam cessie utang piutang yang lama tidak hapus, melainkan
beralih kepada pihak ke tiga sebagai kreditur baru.118
115 Suharnoko dan Endah Hartati, Op. Cit., hal.103.
116 Ibid, hal, 104.
117 Munir Fuady, Op. Cit., hal. 150.
118 Ibid.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
63
Universitas Indonesia
Pengalihan piutang juga diatur dalam Nieuw Nederlands Burgerlijk
Wetboek diatur dalam buku Afdeling 2 Overdracht van goederen en afstand van
beperkte rechten (P.P.C. Haanappel dan Ejan Mackaay, 1990:48-55) dan Buku 6
Titel 2 Afdeling 1 Gevolgen van overgang van vorderingen (P.P.C. Haanappel
dan Ejan Mackaay, 1990:288-292).
Pasal 94 (3.4.2.7) menyebutkan bahwa penyerahan dilakukan dengan akta
penyerahan piutang dan pemberitahuan kepada debitur yang harus membayar
tagihan itu. Pemberitahuan dilakukan oleh pihak yang mengalihkan piutang atau
pihak yang menerima piutang.
Pasal 142 (6.2.1.1) menyebutkan bahwa kreditur baru kepada siapa tagihan
dialihkan memperoleh hak-hak yang bersifat accessoir seperti hak gadai, hipotik,
penanggungan, privilege, dan hak-hak untuk melakukan eksekusi. Hak-hak yang
bersifat accessoir itu meliputi bunga, denda, dan penyitaan, kecuali hak-hak
tersebut sudah hapus pada saat pengalihan piutang.
Sementara Pasal 143 (6.2.1.2) mengatakan bahwa ketika tagihan sudah
diserahkan, kreditur lama harus memberikan kepada kreditur baru dokumen-
dokumen sebagai alat bukti piutang dan hak-hak accesoir tersebut. Apabila
dokumen-dokumen tersebut masih dibutuhkan oleh kreditur lama maka kreditur
lama hanya berhak membuat copy atas dokumen yang diperlukan atas permintaan
dan biaya kreditur baru.
Kreditur lama juga harus memberikan dokumen titel eksekutorial atau jika
hal tersebut masih diperlukan oleh kreditur baru, maka kreditur lama harus
memberi kesempatan untuk digunakan bagi keperluan eksekusi bagi kreditur baru.
Dalam hal kreditur mengalihkan seluruh tagihannya, kreditur lama harus
menyerahkan barang gadai yang berada dalam kekuasaannya kepada kreditur
baru. Jika tagihan yang dialihkan tersebut dijamin dengan hipotik, kreditur lama
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
64
Universitas Indonesia
atas permintaan kreditur baru harus memberikan bantuan agar hipotik dapat
didaftarkan atas nama kreditur baru.119
Dengan demikian, akibat pengalihan piutang mengakibatkan hak accesoir
kreditur lama beralih ke kreditur baru. Jadi kreditur lama harus menjamin
pemenuhan kewajiban tersebut, seperti yang disebut pada Pasal 144 (6.2.1.3)
2.4.2. Unsur-Unsur Cessie
Elemen-elemen yuridis dari lembaga cessie adalah120:
1) Adanya pihak cedent (kreditur lama);
2) Adanya pihak cessionaris (kreditur baru);
3) Adanya pihak cessus (debitur);
4) Adanya piutang/tagihan dengan titel yang sah;
5) Adanya pengalihan piutang/tagihan;
6) Adanya akta cessie yang otentik atau di bawah tangan.
Dalam cessie terdapat tiga pihak yang berperan dan berhubungan satu
sama lain. Hubungan hukum di antara para pihak dapat dideskripsikan sebagai
berikut :
1) Hubungan hukum antara kreditur lama (cedent) dan kreditur baru
(cessionaris) yaitu pengalihan hak tagih dari cedent ke cessionaris dan
dapat terlaksana tanpa bantuan debitur atau cessus. Jadi dalam hal ini
hubungan hukum antara kreditur lama (cedent) dan debitur sudah ada
terlebih dahulu. Akibat hukum yang terjadi adalah piutang sudah beralih
dari cedent ke cessionaris.
2) Hubungan hukum antara cessionaris dan cessus yang timbul sebagai
akibat hubungan hukum terdahulu yaitu antara cedent dan cessionaris.
119 Suharnoko dan Endah Hartati, Op. Cit., hal. 105.
120 J. Satrio, Cessie, Subrogasi, Novatie, Kompensatie, & Percampuran Hutang, (Bandung: Alumni, 1999), hal. 30.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
65
Universitas Indonesia
Satu hal yang perlu diperhatikan oleh cedent dan cessionaris adalah
dilakukannya pemberitahuan adanya pengalihan hak tagih piutang yang
dilakukan keduanya kepada pihak debitur yang bersangkutan. Hal ini
diatur dalam ketentuan Pasal 613 ayat (2) KUHPerdata bahwa agar
penyerahan piutang dari kreditur lama kepada kreditur baru mempunyai
akibat hukum kepada debitur. Maka penyerahan tersebut harus
diberitahukan kepada debitur, atau secara tertulis diberitahukan kepada
debitur, atau debitur secara tertulis telah menyetujuinya atau
mengakuinya.
Dengan dilakukan cessie, kedudukan cessionaris menggantikan
kedudukan cedent, yang berarti segala hak yang dimiliki oleh cedent
terhadap cessus dapat digunakan oleh cessionaris sepenuhnya. Cessus
yang hutangnya telah di-cessie-kan kedudukannya tidak berubah. Ia
tetap sebagai debitur yang mempunyai kewajiban untuk melunasi
hutangnya, hanya saja sekarang pihak pada siapa ia dapat melakukan
pelunasan atas hutangnya telah berganti, yakni kepada cessionaris.
Karena cessie adalah satu bentuk levering (penyerahan benda), maka
syarat-syarat untuk suatu levering berlaku juga untuk cessie. Syarat yuridis yang
harus dipenuhi oleh orang yang hendak mengalihkan piutangnya kepada pihak
lain adalah sebagai berikut:
1) Rechtstitel yang sah
Agar cessie dinyatakan sah, disyaratkan adanya rechtstitel untuk
penyerahan hak milik. Cessie hanya dapat dilakukan sepanjang hutang
yang dialihkan dengan cessie tersebut berasal dari suatu kontrak atau
dari perikatan lainnya berdasarkan undang-undang yang bukan
perbuatan melawan hukum. Cessie tagihan yang berasal dari suatu
perbuatan melawan hukum tidak mungkin dilakukan, karena cessie
yang demikian akan melanggar ketertiban umum, sehingga tidak
mempunyai akibat hukum apapun.
2) Kewenangan mengambil tindakan beschikking
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
66
Universitas Indonesia
Penyerahan/levering tagihan dengan menggunakan lembaga cessie
harus dilakukan oleh orang yang mempunyai kewenangan mengambil
tindakan beschikking terhadap tagihan atas nama tersebut.
Kewenangan berbuat dari kreditur lama juga haruslah sah secara
yuridis. Artinya, kreditur lama tersebut haruslah berwenang untuk
mengalihkan piutang tersebut, baik kewenangan dalam arti wewenang
berbuat secara umum seperti cukup umur, dipenuhinya persyaratan
korporasi seperti persetujuan komisaris, atau berwenang dalam
hubungan dengan piutang tersebut, seperti tidak melakukan peralihan
terhadap piutang yang bukan kepunyaannya.121
Dalam ketentuan Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata diatur bahwa cessie
harus dilakukan dengan membuat suatu akta. Dari ketentuan tersebut dapat dilihat
bahwa untuk cessie ditentukan suatu bentuk tertentu, yaitu tertulis. Cessie cukup
dituangkan dalam suatu akta, baik di bawah tangan atau otentik, yang di dalamnya
tegas-tegas disebutkan bahwa kreditur lama dengan itu telah menyerahkan hak
tagihnya kepada kreditur baru. Jadi, cessie secara lisan tidak dapat dinyatakan sah
dan oleh karena itu tidak mengalihkan hak tagihan tersebut kepada orang lain.122
Di samping cessie untuk sebagian tagihan, Cessie dengan akibat yang
terbatas lainnya adalah :
a. Cessie bersyarat, yaitu cessie dengan syarat-syarat tertentu, di mana
cessie baru terjadi jika kejadian tertentu seperti yang dipersyaratkan
tersebut.
b. Cessie untuk jaminan hutang, yaitu cessie yang tidak memberikan hak
kepemilikan yang penuh kepada kreditur baru, tetapi hanya memberikan
hak jaminan saja.123
121 Munir Fuady, Op. Cit., hal. 156.
122 J. Satrio, Op. Cit., hal. 30
123 Munir Fuady, Op. Cit., hal. 153.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
67
Universitas Indonesia
2.4.3. Cessie Sebagai Jaminan dan Pengaturannya
Lembaga cessie yang semula hanya dimaksudkan sebagai suatu model
pengalihan piutang, kemudian berkembang ke berbagai segi hukum. Salah satunya
adalah penggunaan cessie sebagai salah satu bentuk jaminan hutang. Dengan
cessie terhadap tagihan sebagai jaminan hutang, maka tagihan-tagihan dari debitur
dialihkan kepada kreditur sebagai jaminan hutang.
Pada prakteknya, pihak Bank memperjanjikan cessie atas jaminan piutang-
piutang atas nama. Dengan cessie, kreditur baru yaitu bank sebagai cessionaris
menerima semua akibat hukum yang timbul sebagai akibat dari suatu cessie.
Pemberian fasilitas kredit seringkali diberikan dalam rangka pembiayaan
pembangunan proyek-proyek maupun keperluan lainnya. Praktek menjaminkan
hak tagih dengan cara cessie bukan berarti cessie adalah sebuah lembaga jaminan.
Cessie hanyalah sebutan untuk pengalihan hak tagih oleh karena itu apabila
dikatakan cessie sebagai jaminan artinya hak tagih atau piutang dialihkan hanya
sebagai jaminan dan tidak dimaksudkan sebagai suatu pengalihan piutang seperti
yang diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata. Di sini Bank meminta agar tagihan
debiturnya dialihkan kepada bank hanya sebagai jaminan. Artinya, tidak ada
maksud untuk mengalihkan hak milik atas piutang tersebut. Sedangkan terhadap
cessie sebagai jaminan hutang, Pasal 1153 KUHPerdata mensyaratkan agar
pelaksanaan penjaminan harus diberitahukan kepada debitur. Tetapi tidak
mensyaratkan agar dilakukan secara tertulis. Hanya saja dalam hal ini, pihak
debitur dapat meminta agar pemberitahuan dan izinnya pemberi jaminan
dilakukan secara tertulis.
2.4.4. Sifat Cessie Sebagai Jaminan
Terdapat sifat-sifat cessie sebagai jaminan, antara lain:
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
68
Universitas Indonesia
1) Cessie sebagai jaminan merupakan lembaga accesoir, dimana lembaga
sebagai jaminan juga tergantung kepada eksistensi perjanjian obligatoir
yakni perjanjian kredit yang dibuat sebelumnya antara cedent dengan
cessionaris.
2) Cessie sebagai jaminan berlaku setelah debitur wanprestasi. Tidaklah
seperti cessie dimana setelah akta cessie dinyatakan sah, hak tagih
piutang sudah beralih dari cedent ke cessionaris, cessie sebagai jaminan
baru berlaku setelah debitur dinyatakan wanprestasi atau tidak dapat
membayar utang hingga batas waktu yang telah ditentukan oleh para
pihak. Maka hak tagih piutang yang dijaminkan dengan cessie baru
beralih kepada cessionaris apabila cedent dinyatakan melakukan
wanprestasi.
3) Cessie sebagai jaminan diberitahukan kepada cessus, dimana cedent
harus memberitahukan cessus bahwa hak tagih piutang yang dimilikinya
telah dijaminkan dengan menggunakan cessie kepada cessionaris.
Apabila pemberitahuan tidak dilakukan, maka hubungan antara cessus
dan cessionaris tidak akan lahir hubungan hukum dan apabila cedent
tidak dapat membayar hutang pada waktu yang ditentukan, cessus tidak
memiliki kewajiban untuk membayar utang-utangnya kepada cessionaris
karena dirinya -dapat dianggap- tidak mengetahui adanya tindakan cessie
yang dilakukan oleh cedent terhadap hak tagih piutangnya tersebut.
Maka pemberitahuan kepada cessus sangatlah dibutuhkan, meskipun
bukan termasuk syarat sahnya cessie berdasarkan Pasal 613 ayat (2)
KUHPerdata.
4) Cessie sebagai jaminan dapat dibebani terhadap tagihan yang telah ada
maupun yang akan ada, artinya konsekuensi dari ketentuan KUHPerdata
yang menyatakan segala sesuatu yang dimiliki oleh debitur merupakan
jaminan atas utang-utangnya, baik kekayaan yang telah ada maupun
yang akan datang. Maka, tagihan yang akan datang dapat juga
dijaminkan dengan cessie.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
BAB 3
GAMBARAN UMUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM
3.1 Sejarah Perbuatan Melawan Hukum
Sejarah perkembangan hukum tentang perbuatan melawan hukum di
negeri Belanda sangat berpengaruh terhadap perkembangan di Indonesia, karena
berdasarkan asas konkordansi, kaidah hukum yang berlaku di negeri Belanda akan
berlaku juga di negeri jajahannya, termasuk di Indonesia.124
Pengertian perbuatan melawan hukum mengalami perubahan setelah tahun
1919. Sebelumnya, pengadilan menafsirkan ”melawan hukum” sebagai
pelanggaran dari Pasal-Pasal hukum tertulis saja dan menafsirkan Pasal 1365
KUHPerdata secara sangat sempit akibat ajaran legisme.
Aliran tersebut ditandai dengan Arrest Hoge Raad pada 6 Januari 1905
dalam perkara Singer Naaimachine. Perkara bermula dari seorang pedagang
menjual mesin jahit merek ”Singer” yang telah disempurnakan. Padahal mesin itu
sama sekali buka produk dari Singer. Kata-kata Singer ditulis dengan huruf yang
besar, sedangkan kata-kata lain ditulis dengan huruf kecil-kecil sehingga sepintas
yang terbaca hanya Singer saja. Ketika pedagang itu digugat ke pengadilan, H. R.
antara lain mengatakan bahwa tindakan pedagang itu bukanlah merupakan
tindakan melawan hukum karena tidak setiap tindakan dalam dunia usaha, yang
bertentangan dengan tata krama dalam masyarakat dianggap sebagai tindakan
melawan hukum.125
124 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 29.
69 Universitas Indonesia
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
70
Universitas Indonesia
Namun, pandangan legistis tersebut berubah sejak tahun 1919 di negeri
Belanda melalui putusan Hooge Raad pada 31 Januari 1919 dalam perkara Cohen
vs. Lindenbaum yang dikenal sebagai Drukkers Arrest.126 Dengan Arrest tersebut
pengertian perbuatan melawan hukum menjadi lebih luas. Perbuatan melawan
hukum tidak diartikan lagi sebagai pelanggaran kaedah-kaedah tertulis, tetapi juga
perbuatan yang melanggar kaidah yang tidak tertulis, seperti kepatutan,
kesusilaan, ketelitian dan kehati-hatian yang harus dimiliki setiap orang dalam
pergaulan hidup dalam masyarakat.127
Perkembangan perbuatan melawan hukum yang didasarkan pada hukum
tidak tertulis menjadi wilayah yang terbuka untuk diisi oleh putusan-putusan
hakim yang berisi penemuan hukum. Dengan adanya suatu role expectation dari
hukum untuk dijalankan oleh hakim, Pengadilan diharapkan menghasilkan
konsep-konsep perbuatan melawan hukum yang didasarkan pada hukum tidak
tertulis.128
3.2. Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dengan Wanprestasi
Dalam KUHPerdata, pengaturan perbuatan melawan hukum hanya beberapa
Pasal, seperti yang juga terjadi di negara-negara Continental Europe lainnya.
Namun, pada kenyataannya gugatan perdata yang diajukan ke pengadilan sangat
didominasi oleh gugatan perbuatan melawan hukum, yang dimaksudkan di sini
sebagai perbuatan melawan hukum di bidang keperdataan.
125 Mr. M. F. H. J. Bolweg, Pitlo Het Nederlands Burgerlik Wetboek, Deel 3 Algemeen deel van het Verbintenissen Recht, (Arnhem : Gouda Quint BV., 1979), hal. 308., dikutip oleh Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum.
126 L. E. H. Rutten, Mr. C. Asser’s Handleiding Tot De Bedefening Van Het Nederlands
Burgerlijk Recht, Derde Deel verbintenissenrecht (Zwolle : W. E. J. Tjeenk Willink, 1968), hal. 418.
127 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), Op. Cit., hal.
5.
128 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal. 18.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
71
Universitas Indonesia
Berbeda dengan perbuatan melawan hukum pidana (delik) dan perbuatan melawan hukum oleh penguasa negara (onrechtmatige overheidsdaad) yang
memiliki arti, konotasi, dan pengaturan hukum yang berbeda.129 Jadi untuk istilah
”Perbuatan Melawan Hukum” ini yang dalam bahasa Belanda disebut
”onrechtmatige daad”. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut ”tort”.
”Perbuatan Melawan Hukum” merupakan terjemahan dari kata
onrechtmatigedaad, yang diatur dalam KUHPerdata Buku III tentang Perikatan.
Pasal 1233130 KUHPerdata menyebutkan bahwa sumber perikatan adalah
perjanjian dan undang-undang. Berdasarkan Pasal 1352 KUHPerdata131, perikatan
lahir karena demi undang-undang, timbul dari undang-undang saja, atau undang-
undang akibat perbuatan manusia (Pasal 1353 KUHPerdata).132
Penting untuk diketahui bahwa perlunya pembedaan antara perikatan
karena undang-undang (verbintenis uit daad) yang juga mencakup perikatan
karena perbuatan melawan hukum (verbintenis uit onrechtmatige daad) dengan
perikatan karena perjanjian karena dua bidang ini adalah dua hal yang berbeda.133
Perbedaan kedua macam pengertian ini bukan berarti satu perbuatan tidak dapat
129 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), Op. Cit., hal. 1.
130 Pasal 1233 KUHPerdata berbunyi : “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena
persetujuan, baik karena persetujuan, baik karena Undang-Undang.” R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Edisi Revisi, (Jakarta : PT Pradnya Paramita, 1996), hal. 323.
131 Pasal 1352 KUHPerdata berbunyi : “Perikatan-perikatan yang dilahirkan demi
undang-undang, timbul dari undang-undang saja, atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.” R. Subekti dan Tjitrosudibio.
132 Pasal 1353 KUHPerdata berbunyi : ” Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-
undang sebagai akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melanggar hukum.
Ibid, hal. 344.
133 H. M. Asril, S.H., dalam Majalah Badan Pembinaan Hukum Nasional No. 4 Tahun
1981, (Jakarta : Binacipta, 1981), hal. 65, dikutip oleh Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
72
Universitas Indonesia
masuk ke dalam dua pengertian ini sekaligus. Artinya, suatu perbuatan yang tidak
memenuhi perjanjian - pada saat yang sama – juga dapat masuk ke ranah
perbuatan melawan hukum. Hal ini mungkin apabila di samping tidak memenuhi
perjanjian, juga melanggar kewajiban hukum. Contohnya, dalam suatu perjanjian
pengangkutan. Barang yang diangkut kemudian rusak karena kesalahan
pengangkutan. Biasanya hanya berkewajiban untuk menggantikan barang yang
rusah. Tetapi, jika ada barang orang lain di luar perjanjian pengangkutan tersebut
yang ikut rusak akibat kelalaiannya, maka disitulah perbuatan melawan hukum
terjadi.
Sepintas, wanprestasi memang termasuk perbuatan melawan hukum
karena bagaimanapun juga telah memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan
hukum. Namun jika dilihat dari sumber perikatan dan akibatnya, akan tampak
perbedaan yang nyata.
Maka dalam mengajukan gugatan kita harus yakin apakah dasar gugatan
merupakan sebuah wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Hal ini
disebabkan karena tidak ada kewajiban untuk menggunakan pengacara dalam
proses beracara di pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 118 ayat (1) HIR
maka sulitlah bagi masyarakat awan yang tidak mengerti akan hukum dalam
menentukan dasar gugatan tersebut.134
Apabila masyarakat tidak mengetahui persis apa dasar hukum gugatannya,
maka dimungkinkan secara lisan maupun tulisan menggugat atau menghadap
ketua pengadilan dengan mengutarakan peristiwa yang terjadi secara lengkap
yang menjadi dasar gugatannya (posita) dan mengemukakan apa yang dituntut
134 Pasal 118 ayat (1) HIR berbunyi : ”gugatan perdata, yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan Pengadilan Negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut Pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat diam atau jika tida diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya”. R. Soesilo, RIB/HIR dengan penjelasan, (Bogor : Politeam 1995), hal. 76.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
73
Universitas Indonesia
(petitum). Berdasarkan Pasal 119 HIR, ketua pengadilan dapat memberikan
bantuan kepada penggugat dalam mengajukan gugatannya.135
3.3. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum
Isi perbuatan melawan hukum yang tercantum pada Pasal 1365
KUHPerdata (Pasal 1401 BW Lama) dan yang berasal dari Pasal 1382 Code Civil
Perancis berbunyi :
”Tout fait quelconque de l’homme, qui cause un dommage, oblige celui par la faute duquel il est arrive, a le reparer.” (Any act whatever of man which causes damages to another obliges him by whose fault it occurred to make reparation).136
Sementara, Pasal 1401 Burgerlijk Wetboek Belanda Lama:
“Elke onrecht matige daad, waardoor aan een schade wordt toegebragt, stelt dengene door wiens. Schuld die scade veroorzaakt is in deverpligting
om dezel ve tevergoeden.“137
Kemudian Subekti menerjemahkan Pasal tersebut yang sekarang adalah
Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu :
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.“
135 Pasal 118 HIR berbunyi : “Ketua Pengadilan Negeri berkuasa memberi nasehat dan pertolongan kepada penggugat atau kepada wakilnya tentang hal memasukkan surat gugatannya.” R. Soesilo, Ibid, hal. 79.
136 John H. Crabb, The French Civil Code, (as amended to July 1, 1976) Translated with
an Introduction (New Jersey : Fred B. Rothman & Co, 1997), pages 253. Dikutip oleh Rosan Agustina, Perbuatan Melawan Hukum.
137 Engelbrecht, de Wetboeken, Wetten en Verordeningen Benevens De Grondwet Van De
Republiek Indonesie, (Jakarta : P.T. Ichtiar baru-Van Hoeve, 1984), hal. 329.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
74
Universitas Indonesia
Terdapat beberapa sarjana hukum yang menggunakan istilah ’’perbuatan
melanggar hukum“ dan ada pula yang menggunakan istilah ” perbuatan melawan
hukum.“ Di sini akan diuraikan beberapa definisi yang diberikan oleh para ahli
hukum terhadap perbuatan melawan hukum, yaitu:
1. Subekti menggunakan istilah Perbuatan Melanggar hukum.
Dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perbuatan
melawan hukum adalah tiap perbuatan melanggar hukum yang
membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.138
2. Dengan mengatakan bahwa “onrechtmatigde daad“ dalam Bahasa
Belanda lazimnya mempunyai arti yang agak sempit, yaitu arti yang
dipakai dalam Pasal 1365 KUHPerdata Burgerlijk Wetboek dan yang
hanya berhubungan dengan penafsiran Pasal tersebut, sedang kini istilah
Perbuatan Melanggar Hukum ditujukan kepada hukum yang pada
umumnya berlaku di Indonesia dan sebagian terbesar merupakan hukum
adat. Selain itu, istilah Perbuatan Melanggar hukum tidak hanya
perbuatan yang secara langsung melanggar hukum tetapi juga perbuatan
yang secara tidak langsung melanggar peraturan lain selain peraturan
hukum, yaitu kesusilaan, keagamaan dan sopan santun.139 Perbuatan
melanggar hukum tidak dimasukkan dalam golongan hukum perjanjian karena suatu perikatan yang bersumber pada perbuatan melawan hukum,
tidak mengadung suatu anasir janji.140
3. Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah perbuatan Melanggar
Hukum.
4. Sedangkan, Sudargo Gautama menggunakan istilah perbuatan melawan
hukum. Pada dasarnya perbuatan melawan hukum adalah kumpulan dari
138 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Op. Cit., Ps. 1365.
139 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Op. Cit., hal. 15.
140 Ibid.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
75
Universitas Indonesia
prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur
perilaku berbahaya untuk memberikan tanggung jawab atas suatu
kerugian yang terbit dari interaksi sosial dan untuk menyediakan ganti
rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.141
Perumusan norma dalam Pasal 1365 KUHPerdata lebih merupakan
struktur daripada substansi, sehingga dalam praktiknya membawa implikasi pada
berbagai hal. Implikasi tersebut bergerak dalam dua persepsi, yakni:
1. Pasal 1365 KUHPerdata merupakan ketentuan all catches atau
dalam bahasa sarkastis disebut sebagai Pasal “keranjang sampah.“
2. Pasal 1365 KUHPerdata justru merupakan stimulans untuk terjadinya penemuan hukum (rechtsvinding) secara terus-
menerus.142
Pasal 1365 KUHPerdata merupakan satu-satunya ketentuan yang mengatur
bahwa pelaku perbuatan melawan hukum berkewajiban memberi ganti kerugian
pada penderita kerugian, karena perbuatan melawan hukum tersebut. Pasal ini
merupakan satu-satunya Pasal dalam KUHPerdata, yang terpenting dan memuat
ketentuan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mengganti
kerugian berdasarkan perbuatan melawan hukum. Tetapi Pasal ini tidak
memberikan definisi yang jelas dari perbuatan melawan hukum.
Sebagaimana yang dikatakan oleh M. A. Moegni Djojodirjo, Pasal 1365
tidak memberikan perumusan yang jelas dari perbuatan melawan hukum,
melainkan hanya mengatur bilakah seseorang yang mengalami kerugian karena
perbuatan melawan hukum, yang dilakukan oleh orang lain terhadap dirinya,
141 Sudargo Gautama (goum Giok siong), Pengertian Tentang Negara Hukum, (Bandung : Almuni, 1973), hal. 49.
142 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Op. Cit., hal. 1.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
76
Universitas Indonesia
dapat mengajukan tuntutan ganti rugi atas kerugian yang dideritanya pada
pengadilan negeri dengan sukses.143
Maka muncullah dua macam definisi mengenai perbuatan melawan hukum
akibat perkembangan sejarah perbuatan melawan hukum, dimana definisi
perbuatan melawan hukum diklasifikasikan dalam arti sempit dan dalam arti luas,
yaitu:144
1. Arti Sempit
Pengertian perbuatan melawan hukum dalam arti sempit merupakan awal
mula pengertian perbuatan melawan hukum, yaitu tiap-tiap perbuatan yang
bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena undang-undang
(bertentangan dengan wetterlijkrecht), atau tiap-tiap perbuatan yang
bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang timbul karena
undang-undang (bertentangan dengan wetterlijkrecht).
2. Arti Luas
Sementara pengertian perbuatan melawan hukum yang mengalami
perluasan makna yang diberikan oleh doktrin dan yurisprudensi adalah
bahwa perbuatan melawan hukum diartikan tidak hanya perbuatan yang
melanggar kaedah-kaedah tertulis atau bertentangan dengan kewajiban
hukum si pelaku dan melanggar hak subjektif orang lain, namun juga
perbuatan melanggar kaedah tidak tertulis seperti kaedah yang mengatur
tata susila, kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian yang seharusnya
dimiliki seseorang dalam pergaulan hidup dalam masyarakat atau terhadap
harta benda masyarakat.
Perumusan perbuatan melawan hukum secara luas tersebut menimbulkan
banyak tindakan manusia dalam pergaulan hidup masyarakat yang semula
143 M. A. Moegni Djodjodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramia,
1979), hal. 17.
144 Ibid, hal. 18.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
77
Universitas Indonesia
bukan perbuatan melawan hukum, kemudian masuk dalam kategori
perbuatan melawan hukum.
3.4. Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum
Unsur-unsur perbuatan melawan hukum adalah syarat-syarat materiil yang
harus dipenuhi agar suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan
melawan hukum sehingga menjadi dasar untuk menuntut ganti kerugian.
Hoffman menerangkan bahwa untuk adanya suatu perbuatan melawan
hukum harus memenuhi 4 (empat) unsur, yakni:145
1) Er moet een daad zijn verricht (harus ada yang melakukan perbuatan);
2) Die daad moet onrechtmatig zijn (perbuatan tersebut harus melawan
hukum);
3) De daad moet aan een ander schade heb bentoege bracht (perbuatan itu
harus menimbulkan kerugian pada orang lain);
4) De daad moet aan schuld zijn te wijten (perbuatan itu karena kesalahan
yang dapat dicelakakan kepadanya).
Perbuatan melawan hukum di Indonesia secara normatif merujuk pada
Pasal 1365 KUHPerdata. Unsur-unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdara tersebut
adalah:
1) Adanya suatu perbuatan
2) Melawan hukum
3) Adanya suatu kesalahan
4) Adanya suatu kerugian
145 Komariah Emong Sapardjaja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil Dalam Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Alumni, 2002), hal. 34. Dikutip oleh Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
78
Universitas Indonesia
5) Adanya hubungan kausal (sebab akibat) antara perbuatan yang
dilakukan dengan kerugian yang ditimbulkan.
Unsur-unsur perbuatan melawan hukum ini bersifat kumulatif, artinya
semua unsur tersebut harus terpenuhi secara keseluruhan. Apabila salah satu unsur
tidak terpenuhi maka tidaklah suatu perbuatan dapat dikatakan sebuah perbuatan
melawan hukum.
Ad. 1. Adanya Suatu Perbuatan
Perbuatan yang dimaksud tidak hanya perbuatan yang bersifat positif saja,
melainkan juga mencakup perbuatan negatif. Perbuatan positif adalah perbuatan
yang dengan positif dilakukan oleh seseorang dengan sengaja dan perbuatan
tersebut menimbulkan akibat yang merugikan orang lain. Sedangkan perbuatan
yang negatif adalah dengan tidak melakukan suatu perbuatan/berdiam diri
sedangkan menurut orang tersebut harus melakukan tindak dan akibatnya
menimbulkan kerugian bagi orang lain.146
Sementara menurut Moegni Djojodirjo, istilah daad dalam onrechtmatige
daad memang seharusnya diartikan sebagai “perbuatan“, karena kalau diartikan
sebagai “tindakan“ maka istilah daad tersebut akan kehilangan sifat negatifnya,
yaitu dalam hal seseorang harus bertindak, tetapi membiarkannya (nalaten).147
Artinya istilah perbuatan tersebut menyangkut tindakan aktif dan juga pasif.
Ad. 2. Melawan Hukum
Sebelum tahun 1919, Hoge raad mengatakan bahwa suatu perbuatan yang
melanggar hak subyektif orang lain yang bertentangan dengan kewajiban hukum
dari si pembuat sendiri.148 Seperti yang dianut oleh ajaran legisme, ’tidak ada
146 Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 8.
147 Moegni Djojodirjo, Op. Cit., hal. 13.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
79
1996), hal.268.
Universitas Indonesia
hukum di luar undang-undang’, maka suatu perbuatan dikatakan melawan hukum
jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Jadi
tidak ada seorangpun yang dapat memberikan pengertian lain selain yang disebut
undang-undang.
Sedangkan setelah tahun 1919 yang ditandai dengan Arrest Hoge Raad
dalam perkara Lindenbaum melawan Cohen, pengertian perbuatan melawan
hukum semakin luas. Pengertian perbuatan melawan hukum seperti yang
disebutkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata selain perbuatan yang meliputi
perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang juga meliputi perbuatan
yang bertentangan dengan kewajiban hukum sendiri, kesopanan, dan kesusilaan.
Unsur ’melawan hukum’ hanya sebagai sarana saja yang meliputi
pengertian dalam Hukum Perdata berupa perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan norma-norma kesopanan yang lazim atau yang bertentangan dengan
keharusan dalam pergaulan hidup untuk bertindak cermat terhadap orang lain,
barangnya maupun haknya. Pengertian sarana melawan hukum mencakup
pengertian yang terdapat dalam hukum perdata, pada pokoknya semua perbuatan
yang dianggap tercela oleh masyarakat, meskipun perbuatan itu secara formil
tidak melanggar peraturan yang berlaku, maka dapatlah seseorang dihukum.149
Menurut Hoge Raad, dalam perkara Lindenbaum melawan Cohen,
perbuatan melawan hukum harus diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat
yang bertentangan dengan atau melanggar :
a. Hak subjektif orang lain;
b. Kewajiban hukum pelaku;
c. Kaedah kesusilaan;
76. 148 Rachmat Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Jakarta, Bina Cipta, 1990), hal. 149 Indriyanto Seno Adji, Analisis Penerapan Asas Perbuatan Melawan Hukum Materiel
Dalam Perspektif Hukum Pidana Di Indonesia (Tinjauan Kasus Terhadap Perkembangan Tindak Pidana Korupsi), (Tesis Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok:
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
80
Universitas Indonesia
d. Kepatutan dalam masyarakat.150
ad. a. Bertentangan atau Melanggar Hak Subjektif Orang Lain
Melanggar hak subjektif orang lain artinya melanggar wewenang khusus
yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. Yurisprudensi memberi arti hak
subjektif sebagai berikut :
(1) Hak-hak perorangan seperti kebebasan, kehormatan, dan nama baik;
(2) Hak atas harta kekayaan, hak kebendaan dan hak mutlak lainnya.151
ad. b. Bertentangan dengan Kewajiban Hukum Pelaku
Bertentangan dengan kewajiban hukum (rechtplicht) adalah perbuatan
seseorang, yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan keharusan atau
larangan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam ini termasuk pula
pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum pidana, seperti pencurian,
penggelapan, penipuan, dan sebagainya.152
ad. c. Bertentangan Dengan Kaedah Kesusilaan
Kaedah kesusilaan berhubungan dengan manusia sebagai individu karena
menyangkut kehidupan pribadi manusia. Kaedah kesusilaan ini ditujukan kepada
umat manusia agar terbentuk kebaikan akhlak pribadi guna penyempurnaan
manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat.153 Kaedah ini berlaku
150 Rosa Agustina, Op. Cit., hal.37.
151 Ibid, hal. 38.
152 Moegni Djojodirjo, Op. Cit., hal.44.
153 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1999), hal. 7.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
81
Universitas Indonesia
sepanjang norma-norma kesusilaan ini oleh pergaulan hidup diterima sebagai
peraturan-peraturan hukum yang tidak tertulis.154
ad. d. Bertentangan Dengan Kepatutan Dalam Masyarakat
Kaedah ini ditujukan kepada sikap lahir pelakunya yang konkrit demi
penyempurnaan atau ketertiban masyarakat dan bertujuan menciptakan
perdamaian, tata tertib atau membuat ”sedap” lalu lintas antar manusia yang
bersifat lahiriah.155 Yang termasuk dalam kategori bertentangan dengan kepatutan
adalah :
a. Perbuatan yang merugikan orang lain tanpa kepentingan yang layak;
b. Perbuatan yang tidak berguna yang menimbulkan bahaya bagi orang
lain, yang berdasarkan pemikiran yang normal perlu diperhatikan.156
Ad. 3. Adanya Kesalahan (Schuld)
Kesalahan terletak pada suatu perhubungan kerohanian (Psychisch
Verband) antara alam pikiran dan perasaan si subyek dan suatu pelanggaran
terhadap suatu kepentingan orang lain.157 Kalau seorang subyek hukum pada saat
melakukan perbuatan melawan hukum itu tahu betul bahwa perbuatannya akan
berakibat perkosaan terhadap kepentingan tertentu maka dapat dikatakan bahwa
pada umumnya seorang subyek itu dapat dipersalahkan. Seseorang juga dapat
dipersalahkan jika ia mengetahui adanya kemungkinan bahwa kepentingan orang
lain akan terlukai.
154 Moegni Djojodirjo, Op. Cit., hal. 44.
155 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, (Bandung: Citra Aditya Baku, 1993), hal. 26.
156 Rosa Agustina, Op. Cit., hal. 41.
157 Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 28.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
82
Universitas Indonesia
Pasal 1365 KUHPerdata tidak membedakan hal kesengajaan dengan hal
kekuranghatian. Pasal tersebut hanya mengatakan bahwa harus ada kesalahan
(schuld) pada si pelaku perbuatan melawan hukum agar si pelaku itu dapat
diwajibkan untuk membayar ganti rugi.
Menurut Prof. Mr. L. J. Apeldoorn, kesalahan terjadi apabila pelaku tidak
menginginkan timbulnya akibat yang terjadi, tetapi ketika melakukan perbuatan
tidak mengupayakan kehati-kehatian yang diperlukan sehingga akibat yang tidak
diinginkan dan yang dapat diperkirakan akan terjadi. Ketidakjelasan Pasal 1365
KUHPerdata ini sepertinya dapat terjawab pada Pasal 1366 KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian
yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan
kelalaian atau kurang hati-hatinya.158
Dalam perbuatan melawan hukum, dengan unsur kesengajaan, niat atau
sikap mental menjadi faktor dominan, pada kelalaian yang penting adalah sikap
lahiriah dan perbuatan yang dilakukan tanpa perlu mempertimbangkan niat atau
apa yang ada dalam pikirannya.159
Menurut Rutten, Pasal 1365 KUHPerdata mengatur tanggung gugat orang
untuk onrechtmatige daad (perbuatan melawan hukum), sedang Pasal 1366
KUHPerdata mengatur tanggung gugat orang karena ’onrechtmatig nalaten’
(melalaikan secara onrechtmatig).160
Kesalahan mencakup dua pengertian yakni kesalahan dalam arti luas dan
kesalahan dalam arti sempit. Kesalahan dalam arti luas, bila terdapat kealpaan dan
158 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. 8, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), Ps. 1366.
159 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), (Jakarta: Citra
Aditya, 2005), hal. 73.
160 Mr. L.E.H., Ruttent dalam Seire Asser’s Handleiding tot de beoefening van get Nederlands Burgerlijk Recht, hal. 415, seperti dikutip dalam Moegni Djojodirdjo, Op. Cit., hal. 27.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
83
Universitas Indonesia
kesengajaan; sedangkan kesalahan dalam arti sempit hanya berupa kesengajaan.161
Kesengajaan terjadi bilamana seseorang yang akan melakukan perbuatan tertentu
mengetahui bahwa jika ia melakukan perbuatan tersebut, orang lain akan
dirugikan. Tetapi walaupun sudah mengetahui orang lain akan dirugikan, ia tetap
melakukan perbuatan tersebut.
Vollmar mempersoalkan apakah syarat kesalahan (schuldvereiste) harus
diartikan dalam arti subjektifnya (abstrak) atau dalam arti objektifnya (konkrit).162
Dalam hal syarat kesalahan harus diartikan dalam arti subjektifnya, maka
mengenai seorang pelaku pada umumnya dapat diteliti, apakah perbuatan-
perbuatannya dapat dipersalahkan padanya. Dalam hal itu akan dilakukan
penelitian, apakah keadaan jiwanya adalah sedemikian rupa, sehingga ia dapat
menyadari maksud dari arti perbuatannya. Dengan demikian dilakukan penelitian,
apakah si pelaku pada umumnya dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun mengenai syarat kesalahan yang diartikan dalam arti objektifnya,
maka yang dipersoalkan adalah apakah, misalnya, si pelaku pada umumnya dapat
dipertanggungjawabkan atau dapat dipersalahkan mengenai suatu perbuatan
tertentu, dalam arti, bahwa ia harus dapat mencegah timbulnya akibat-akibat dari
pada perbuatannya yang konkrit.
Maka akan ada schuld dalam arti konkrit atau dalam arti objektifnya bila si
pelaku seharusnya melakukan perbuatan secara lain daripada yang telah
dilakukannya. Si pelaku telah berbuat secara lain daripada yang seharusnya
dilakukan dan dalam hal sedemikian itu kesalahan dan sifat melawan hukum
menjadi satu.
161 Rosa Agustina, Op. Cit., hal.46.
162 H.F.A. Vollmar, Nederlands Burgerlijk Recht Verbitenissen-en Bewijsrecht, hal. 327, dikutip dari Moegni Djojodirdjo, Op. Cit., hal. 66.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
84
Universitas Indonesia
Pembuat undang-undang menerapkan istilah kesalahan (schuld) dalam
beberapa arti:163
a. Pertanggungjawaban pelaku atas perbuatan dan atas kerugian yang
ditimbulkan akibat perbuatannya tersebut.
Jika seseorang dapat dipersalahkan atas kerugian yang telah ditimbulkan
olehnya, maka dapat dikatakan bahwa ia telah salah. Adanya adagium
’tiada hukuman tanpa kesalahan’ dalam hukum pidana telah diadaptasi
dalam bidang perdata, dengan mengemukakan ’tiada pertanggungan
gugatan atas akibat-akibat daripada perbuatannya yang melawan hukum
tanpa kesalahan.’ Hakim akan menilai kesalahan tersebut untuk meminta
ganti kerugian kepada si pelaku.
b. Kealpaan sebagai lawan kesengajaan.
Pasal 1365 KUHPerdata mengatakan bahwa schuld meliputi kesalahan
dan kesengajaan, bahwa ”setiap perbuatan baik yang dilakukan dengan
sengaja atau karena kealpaan, akibat hukumnya sama, yaitu si pelaku
tetap bertanggungjawab untuk membayar ganti rugi atas kerugian yang
telah diderita oleh orang lain yang disebabkan oleh perbuatan melawan
hukum yang dilakukan karena kesalahan si pelaku. Si pelaku baru
dibebaskan dari pertanggungan gugatan kalau ia tidak bersalah.
c. Schuld dalam arti sempit.
Seseorang yang telah melakukan sesuatu secara keliru sudah tentu
melakukannya karena salahnya. Maka kesalahan (schuld)
memperkirakan adanya tindak-tanduk yang keliru, dari hal ini dapat
dilihat bahwa istilah schuld dapat mencakup dua pengertian, yaitu untuk
menegaskan pertanggungjawaban si pelaku, tetapi juga ditujukan pada
tindak tanduknya sendiri.
Pasal 1365 KUHPerdata telah membedakan secara tegas pengertian
kesalahan (schuld) dari pengertian perbuatan melawan hukum. Perbuatannya
adalah melawan hukum, sedang kesalahan adalah terletak pada pelakunya. Syarat
163 Moegni Djojodirdjo, Op. Cit., hal. 67-70.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
85
Universitas Indonesia
kesalahan yang dicantumkan pada Pasal 1365 harus diartikan dalam artian
subjektif, yaitu bahwa seseorang pelaku akan diteliti apakah perbuatannya itu
dapat dipersalahkan.
Ad. 4. Adanya Kerugian (Schade)
Untuk memenuhi unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, suatu perbuatan
dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut
menimbulkan kerugian bagi si korban. Akibatnya, timbullah kerugian bagi
korban. Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa:
1. Kerugian materiil, yang terdiri dari kerugian yang nyata diderita dan
keuntungan yang seharusnya diperoleh, dan
2. Kerugian moril atau immaterial yang bersifat idiil, berupa ketakutan,
penghinaan, rasa sakit, stress, jatuh nama baik dan kehilangan
kesenangan hidup.
Pada kerugian moril, ganti rugi yang berhubungan dengan tekanan
mental (mental disturbance)164, merupakan ganti rugi yang biasanya berupa
pemberian sejumlah uang yang diberikan kepada korban dari perbuatan melawan
hukum disebabkan korban telah menderita tekanan mental atau yang lebih dikenal
dengan ganti rugi immaterial.
Ganti rugi immateriil adalah pemberian sejumlah uang yang tidak dapat
diperhitungkan secara matematis, namun biasanya ditetapkan pada kebijaksanaan
hakim yang disyaratkan pada jumlah ganti rugi yang sewajarnya. Kewajaran dari
jumlah ganti rugi tersebut tergantung dari beberapa keadaan atau hal seperti
beratnya beban mental yang dipikul korban, status dan kedudukan dari korban,
situasi dan kondisi dimana perbuatan melawan hukum terjadi, situasi dan kondisi
142. 164 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), Op. Cit., hal.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
86
Universitas Indonesia
dimana mental dari korban, situasi dan kondisi dari pelaku, latar belakang dilakukannya perbuatan melawan hukum, jenis perbuatan melawan hukum, yaitu
apakah ada unsur kesengajaan, kelalaian, dan tanggung jawab mutlak.165
Ad. 5. Adanya Hubungan Kausal Antara Perbuatan dan Kerugian
(Oorzakelijk Verband)
Perumusan Pasal 1365 KUHPerdata dapat diketahui bahwa suatu
perbuatan tertentu dapat disebut sebagai sebab (causa efficiens) dari suatu
peristiwa tertentu. Yang dimaksud dengan sebab adalah sesuatu yang dengan
bekerjanya menimbulkan perubahan, yang telah menimbulkan akibat. Hubungan
kausal atau hubungan sebab akibat menjadi persyaratan penting karena untuk
membuktikan antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan kerugian
yang dialami harus terhubung dalam suatu kerangka kausalitas. Dalam bidang
hukum perdata, ajaran kausalitas digunakan untuk meneliti apakah ada hubungan
kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan,
sehingga si pelaku dapat dipertanggungjawabkan.166
Dalam hukum perdata ajaran kausalitas terutama mengenai persoalan
apakah terdapat hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dan kerugian
terdapat beberapa teori, yaitu:
1) Teori Conditio Sine Qua Non dari Von Buri
Teori yang pertama-tama dikenal mengenai ajaran kausalitas ini adalah
teori conditio sine qua non oleh Von Buri. Teori ini melihat bahwa tiap-tiap
masalah yang merupakan syarat untuk timbulnya suatu akibat adalah menjadi
sebab dan akibat.167
165 Ibid, hal. 135.
166 Moegni Djojodirdjo, Op. Cit., hal. 83.
167 Rosa Agustina, Op. Cit., hal. 66.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
87
Universitas Indonesia
Adapun contohnya yaitu:
A memukul B sehingga mendapat luka ringan pada kulitnya, yang tidak
akan mengakibat matinya B. Tapi B membutuhkan pertolongan dokter
kemudian B berjalan kaki menuju rumah dokter. Di tengah jalan B
ditabrak oleh mobil yang dikendarai C sehingga seketika itu juga
meninggal.168
Menurut ajaran Von Buri, perbuatan A memukul B yang menimbulkan
luka ringan harus dianggap sebagai syarat matinya B setelah menderita luka berat
karena ditabrak mobil C tersebut.
2) Teori Adequate (Adequate Veroorzaking) dari Von Kries
Adequate artinya seimbang. Dalam teori ini, perbuatan yang harus
dianggap sebagai sebab dari akibat yang timbul adalah perbuatan yang seimbang
dengan akibat. Dasar untuk menentukan perbuatan seimbang adalah perhitungan
yang layak. Jadi menurut teori ini, kriterium Teori Adequate adalah
“kemungkinan yang terbesar.”
3) Teori Relativitas
Teori relativitas (schutznorm theory) dikemukakan oleh Van Gelein
Vitringa. Ia mengatakan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan melawan
hukum dan karenanya melanggar hukum suatu norma hukum, hanya wajib
membayar ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan, apabila norma yang
dilanggar bertujuan melindungi kepentingan orang yang dirugikan.169
168 Moegni Djojodirdjo, Op. Cit., hal. 83.
169 Rachmat Setiawan, Op. Cit., hal. 29.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
88
Universitas Indonesia
Oleh karena itu, orang yang menuntut ganti rugi berdasarkan perbuatan
melawan hukum harus membuktikan bahwa si pelaku telah melanggar suatu
norma yang bertujuan melindungi kepentingan si penderita. Artinya perbuatan
melawan hukum bersifat relative, yakni tidak terhadap setiap orang merupakan
perbuatan melawan hukum, melainkan hanya terhadap orang yang mempunyai
kepentingan saja yang dilindungi oleh norma itu.170
3.5. Alasan Pembenar dalam Perbuatan Melawan Hukum
Suatu perbuatan yang telah memenuhi unsur-unsur dan sifat perbuatan
melawan hukum tidak selalu serta merta dapat digugat atas dasar perbuatan
melawan hukum dan berkonsekuensi ganti rugi karena ada beberapa dasar
pembenar atau penghapus yang menyebabkan perbuatan tersebut lenyap sifat
melawan hukumnya.171
Seperti halnya dalam hukum pidana, demikian pula dalam hukum perdata,
adakalanya perbuatan melawan hukum mendapat alasan pembenar, yakni alasan
yang menghapuskan sifat melawan hukum dari suatu perbuatan. Perbuatan yang
menurut kriteria yang meniadakan sifat melawan hukumnya, perbuatan tersebut
menjadi suatu perbuatan yang benar.172
Walaupun dalam KUHPerdata ini tidak tertuang dalam Pasal-Pasal, namun
dalam prakteknya hal-hal tersebut diakui, dan dasar-dasar pembenar tersebut
diadopsi dari konsep hukum pidana (Pasal 48,49, 50, 51 KUHP), yaitu:
a. Keadaan memaksa (overmacht)
b. Pembelaan terpaksa
c. Melaksanakan ketentuan undang-undang
170 Ibid.
171 Ibid, hal. 13.
172 Ibid, hal. 14.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
89
Universitas Indonesia
d. Melaksanakan perintah atasan
Hak-hak khusus yang meniadakan sifat melawan hukum yang disebabkan
sebagai dasar pembenar, selalu mengandung sifat eksepsional dan karena itu
hanyalah sebagai pengecualian membenarkan penyimpangan terhadap norma
umum yang melarang perbuatan yang bersangkutan. Suatu dasar pembenar
meniadakan sifat melawan hukum daripada suatu perbuatan yang tercela,
sehingga karenanya pertanggungjawaban si pelaku sama sekali hilang dan tidak
ada persoalan tentang pembagian kerugian.
Dasar-dasar pembenar dapat dibagi dalam golongan utama, yaitu:173
1. Dasar pembenar yang berasal dari undang-undang yaitu keempat jenis
dasar-dasar peniadaan hukuman tersebut.
2. Dasar pembenar yang tidak berasal dari undang-undang yang karenanya
juga disebut dasar-dasar pembenar tidak tertulis. Dasar-dasar tidak
tertulis ini berdiri sendiri, namun dapat juga merupakan perluasan dari
dasar-dasar yang tertulis dalam undang-undang.
Ad. a. Keadaan Memaksa
Menurut Pasal 1245 KUHPerdata,
tidaklah biaya, rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak di sengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.174
Sebagai perbandingan Pasal 49 KUHPidana, menerangkan bahwa tidak
dapat dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pidana karena Overmacht.175
173 M. A. Moegni Djodjodirjo, Op. Cit., hal. 59.
174 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Op. Cit., hal. 325.
175 Pasal 49 KUHPidana berbunyi :
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
90
Universitas Indonesia
Yang dimaksud dengan overmacht adalah salah satu paksaan/dorongan yang
datangnya dari luar yang harus dielakan.
Selain pendapat bahwa overmacht adalah alasan pembenar, adapula yang
berpendapat bahwa karena keadaan overmacht mempunyai sifat yang berbeda dan
tidak harus menimbulkan akibat yang sama. Maka overmacht adakalanya
merupakan alasan pembenar dan adakalanya alasan pemaaf
(schulduitsluitingsgrond).
Yang sering terjadi adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan
dalam keadaan noodtoestand. Ini merupakan bentuk tertentu dari Overmacht,
yaitu yang timbul disebabkan oleh konflik kewajiban-kewajiban. Terdapat
Noodtoestand, apabila kewajiban untuk tidak melakukan suatu kewajiban lain
atau oleh suatu kepentingan yang lebih tinggi tingkatnya. Seperti dalam sebuah
kasus, yaitu perbuatan seseorang tidak merupakan perbuatan melawan hukum,
apabila merusak hak milik tetangganya untuk meloloskan diri sendiri atau orang
lain dari rumah yang sedang terbakar.
Kemudian, Overmacht dapat bersifat mutlak atau relatif, yaitu:
1. Bersifat mutlak
Jika setiap orang dalam keadaan terpaksa harus melakukan perbuatan yang
pada umumnya merupakan perbuatan melawan hukum, seperti dalam
contoh kasus : seorang supir ditodong dengan senjata api dan dipaksa
untuk mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi hingga akhirnya
menabrak kendaraan lain yang berpapasan.
2. Bersifat relatif
(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan tindakan pembedaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu.
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batal, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan, tidak boleh dipidana.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
91
Universitas Indonesia
Jika seseorang melakukan perbuatan melawan hukum oleh karena suatu keadaan, dimana ia terpaksa melakukan perbuatan tersebut dari pada
mengorbankan kepentingannya sendiri dengan resiko yang sangat besar.176
Ad. b. Pembelaan Terpaksa
Seseorang melakukan perbuatan yang terpaksa untuk membela diri sendiri
atau orang lain, kehormatan, atau barang terhadap serangan yang tiba-tiba yang
bersifat melawan hukum. Setiap orang yang diserang orang lain berhak untuk
membela diri. Jika dalam pembelaan tersebut, ia terpaksa melakukan perbuatan
melawan hukum, maka sifat melawan hukum dari perbuatan tersebut menjadi
hilang. Untuk menentukan bahwa perbuatan tersebut merupakan bela diri, harus
ada serangan yang ditujukan kepadanya dan pembelaan diri tidak boleh
melampaui batas. Karena diserang dengan golok, untuk membela diri orang
tersebut menggunakan tongkat yang panjang dan dipakai memukul tangan si
penyerang sehingga tangannya patah. Maka dalam hal ini perbuatan tersebut tidak
merupakan perbuatan melawan hukum.177
Ad. c. Melaksanakan Ketentuan Undang-Undang
Perbuatan tidak merupakan melawan hukum apabila perbuatan itu
dilakukan karena melaksanakan undang-undang. Polisi yang menahan seseorang
dan merampas kemerdekaannya; hakim yang menghukum terdakwa; panitera
yang melakukan sitaan tidak melakukan suatu perbuatan yang dapat dikatakan
suatu perbuatan melawan hukum. Suatu perbatasan berdasarkan peraturan
perundang-undangan atau berdasarkan wewenang yang diberikan oleh undang-
undang adalah melawan hukum apabila wewenang tersebut disalahgunakan atau
dalam hal detournement de pouvoir.178
176 Rahmat Setiawan, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung : Alumni, 1982), hal. 23.
177 Ibid.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
92
Universitas Indonesia
Ad. d. Melaksanakan perintah atasan
Perbuatan orang yang melaksanakan atau melakukan perintah atasan yang
berwenang, bukan merupakan suatu perbuatan yang dapat dikatakan perbuatan
melawan hukum. Perintah atasan hanya berlaku sebagai alasan pembenar
(rechtvaardigingsgrond) bagi orang yang melaksanakan perintah tersebut. Tidak
menutup kemungkinan, bahwa pemerintah atau penguasa yang memberi perintah
tersebut bertindak melawan hukum. Dalam praktek alasan pembenar ini tidak
begitu penting, karena biasanya penguasa yang digugat dan bukan pegawai yang
melakukan perbuatan tersebut.
Ad. e. Mempertahankan Harta Bendanya
Ketentuan tentang prinsip-prinsip tentang membela diri/mempertahankan
diri juga berlaku jika seseorang mempertahankan harta bendanya,baik benda
bergerak maupun benda tidak bergerak. Jadi, apabila ada seorang yang mengambil
barang bergerak dari kekuasaan pihak yang menguasainya atau jika ada seseorang
yang menyerobot tanah atau rumah yang dikuasainya, maka ia dapat membela
harta bendanya itu dengan cara yang sama membela diri, tetapi dengan syarat
tidak melakukannya secara berlebihan.
Ad. f. Menguasai Harta Bendanya
Prinsip membela diri harta milik sebagai pembelaan atas pebuatan
melawan hukum juga dapat dibenarkan oleh hukum. Membela harta benda
termasuk juga menguasai kembali harta benda (barang bergerak) yang telah lepas
dari kekuasaannya, luasnya kekuasaan untuk mengambil kembali barang yang
secara tidak sah lepas dari kekuasaan seseorang bervariasi tergantung bagaimana
caranya barang tersebut lepas dari kekuasaannya. Untuk dapat dikategorikan
sebagai berikut:
178 Ibid, hal. 24.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
93
Universitas Indonesia
1) Jika barang tersebut berpindah ke tempat orang lain karena kesalahan
orang lain. Contohnya, karena dicuri, maka kekuasaan untuk mengambil
kembali sangat besar.
2) Jika barang tersebut berpindah ke tempat orang lain bukan karena
kesalahan orang lain tersebut. Contohnya karena ditiup angin kencang,
maka kekuasaannya untuk mengambil kembali tidak begitu besar.
3) Jika barang tersebut berpindah ke tempat orang lain karena kesalahan
pihak pemilik sendiri. Contohnya, karena kelalaiannya maka sampannya
di bawa air masuk.
Ad. g. Melaksanakan Disiplin
Adakalanya seseorang karena jabatannya atau karena pekerjaannya
ditugaskan untuk menjaga disiplin tertentu. Dalam hal ini, tindakan
mendisiplinkan pihak-pihak tertentu tersebut tidak dianggap perbuatan melawan
hukum, asal saja dilakukan sampai batas-batas yang layak.
Contohnya, seorang guru yang mendisiplinkan muridnya dengan cara
memukul muridnya tersebut sampai cacat, maka tindakan tersebut oleh hukum
dianggap sudah melampaui penegakan yang disiplin yang diharuskan kepada
seorang penegak disiplin. Namun jika tindakan guru dalam mendisiplinkan murid-
muridnya dengan normal, ia terbebas dari tindakan perbuatan melawan hukum.
Ad. h. Ada Persetujuan Korban
Persetujuan dari pihak korban (concent) merupakan alasan bagi pelaku
untuk mengelak dari tuduhan perbuatan melawan hukum jika pihak korban sudah
setuju atas tindakan yang dilakukan oleh pelakunya. Dan perbuatan tersebut
memang dilakukan yang berakibatnya pelaku dikenakan perbuatan melawan
hukum.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
94
Universitas Indonesia
3.6. Bentuk Tanggung Jawab dalam Perbuatan Melawan Hukum
Perbuatan melawan hukum di Indonesia berasal dari Eropa Kontinental
yang diatur dari Pasal 1365 sampai Pasal 1380 KUHPerdata. Pasal-Pasal tersebut
mengatur bentuk tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang terbagi
atas :
Pertama, tanggung jawab tidak hanya karena perbuatan melawan hukum
yang dilakukan diri sendiri tetapi juga berkenaan dengan perbuatan melawan
hukum orang lain dan benda-benda di bawah pengawasannya.
Pasal 1367 ayat (1) KUHPerdata berbunyi:
”Seseorang tidak hanya bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri tetapi juga disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”179
Berdasarkan Pasal 1367 ayat (1) KUHPerdata, yang merupakan
perumusan umum, membagi pertanggungjawaban menjadi:
1) Tanggung jawab terhadap perbuatan orang lain
a. Tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh orang yang
menjadi tanggungannya secara umum;
b. Tanggung jawab orang tua dan wali terhadap anak-anak yang
belum dewasa (Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata);
c. Tanggung jawab majikan dan orang yang mewakilkan urusannya
terhadap orang yang dipekerjakannya (Pasal 1367 ayat (3)
KUHPerdata);
d. Tanggung jawab guru sekolah dan kepala tukang terhadap murid
dan tukangnya (Pasal 1367 ayat (4) KUHPerdata);
179 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Op. Cit., Ps. 1367.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
95
Universitas Indonesia
2) Tanggung jawab terhadap barang dalam pengawasannya
a. Tanggung jawab terhadap barang pada umumnya (Pasal 1367 ayat
(1) KUHPerdata);
b. Tanggung jawab terhadap binatang (Pasal 1368 KUHPerdata);
c..Tanggung jawab pemilik terhadap gedung (Pasal 1369
KUHPerdata).
Kedua, perbuatan melawan hukum terhadap tubuh dan jiwa manusia. Pasal
1370 KUHPerdata menyatakan bahwa dalam hal terjadi pembunuhan dengan
sengaja atau kelalaiannya, maka suami atau isteri, anak, orang tua korban berhak
untuk menuntut ganti rugi yang harus dinilai menurut keadaan kekayaan kedua
belah pihak.
Ketiga, perbuatan melawan hukum terhadap nama baik, masalah
penghinaan diatur dalam Pasal 1372 sampai Pasal 1380 KUHPerdata. Menurut
Pasal 1372 KUHPerdata, tuntutan terhadap penghinaan adalah bertujuan untuk
mendapat ganti rugi dan pemulihan nama baik, sesuai dengan kedudukan dan
keadaan para pihak.
3.7. Konsep Ganti Kerugian
3.7.1. Konsep ganti kerugian oleh KUHPerdata180
Konsep hukum yang mengatur mengenai ganti kerugian perdata
sebenarnya sudah lama dikenal dalam sejarah hukum, yaitu pada zaman romawi
dalam Lex Aquila yang merupakan salah satu undang-undang yang berlaku pada
masa itu. Pengaturannya adalah sebagai berikut:181
180 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, Op. Cit., hal. 133-136.
181 Ibid.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
96
Universitas Indonesia
Jika seseorang secara melawan hukum membunuh seorang budak belian
atau gadis hamba sahaya milik orang lain, atau binatang berkaki empat milik
orang lain, maka pembunuhnya harus membayar kepada pemiliknya sebesar nilai
tertinggi yang didapati oleh properti tersebut. Ganti rugi tersebut menjadi berlipat
dua kali jika pihak tergugat menolak tanggung jawabnya.
Kerugian dan ganti rugi terdapat dua pendekatan, yakni:
1) Ganti Rugi Umum
Yang dimaksud ganti rugi umum dalam hal ini adalah ganti rugi yang
berlaku untuk semua kasus baik untuk kasus-kasus wanprestasi kontrak, maupun
kasus-kasus yang berkenaan dengan perikatan lainnya termasuk karena perbuatan
melawan hukum. Diatur pada Pasal 1243-1252 KUHPerdata. Dalam hal ini untuk
ganti rugi tersebut, KUHPerdata secara konsisten untuk ganti rugi digunakan
istilah:
a. Biaya
Biaya adalah setiap cost atau uang, atau apapun yang dapat dinilai dengan
uang, yang telah dikeluarkan secara nyata oleh pihak yang dirugikan,
sebagai akibat dari wanprestasi dari kontrak atau sebagai akibat dari tidak
dilaksanakannya perikatan lainnya, termasuk perikatan karena adanya
perbuatan melawan hukum.
b. Rugi
Rugi atau ”kerugian” (dalam arti sempit) adalah keadaan berkurang
(merosotnya) nilai kekayaan kreditur karena adanya wanprestasi dari
kontrak atau sebagai akibat dari tidak dilaksanakannya perikatan lainnya,
termasuk perikatan karena adanya perbuatan melawan hukum.
c. Bunga
Bunga adalah suatu keuntungan yang seharusnya diperoleh, tetapi tidak
jadi diperoleh oleh pihak kreditur karena adanya wanprestasi dari kontrak
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
97
Universitas Indonesia
atau sebagai akibat dari tidak dilaksanakannya perikatan lainnya, termasuk
perikatan karena adanya perbuatan melawan hukum. Dengan begitu
pengertian bunga dalam Pasal 1243 KUHPerdata lebih luas dari pengertian
bunga dalam istilah sehari-hari, yang hanya berarti ”bunga uang” (interest)
yang hanya ditentukan dengan prestasi dari hutang pokoknya.
2) Ganti Rugi Khusus
Dalam Pasal 1243 KUHPerdata, ganti rugi khusus artinya khusus terhadap
kerugian yang timbul dari perikatan-perikatan tertentu.
Persyaratan-persyaratan terhadap ganti rugi menurut KUHPerdata,
khususnya ganti rugi karena perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut:
1. Komponen kerugian yang terdiri dari:
a) Biaya
b) Rugi
c) Bunga
2. Starting Point dari Ganti Rugi
Starting point atau saat mulainya dihitung adanya ganti rugi yaitu:
a) Pada saat dinyatakan wanprestasi, debitur tetap melalaikan
kewajibannya.
b) Jika prestasinya adalah sesuatu yang harus diberikan sejak saat
dilampauinya tenggang waktu dimana sebenarnya debitur
sudah dapat membuat atau memberikan prestasi tersebut.
3. Bukan karena Alasan Force Majeure
Ganti rugi baru dapat diberikan kepada pihak korban jika kejadian
yang menimbulkan kerugian tersebut tidak tergolong dalam
tindakan force majeure.
4. Saat Terjadinya Kerugian
Suatu ganti rugi yang dapat diberikan terhadap kerugian sebagai
berikut:
a) Kerugian yang telah benar-benar dideritanya;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
98
Universitas Indonesia
b) Terhadap kerugian karena kehilangan keuntungan atau pendapat
yang sedianya dapat dinikmati oleh korban.
5. Kerugian dapat Diduga
Kerugian yang wajib diganti oleh pelaku perbuatan melawan
hukum adalah kerugian yang dapat diduga terjadinya kerugian
tersebut. Artinya, kerugian yang timbul harus diharapkan akan
terjadi, atau patut diduga akan terjadi dugaan mana sudah ada pada
saat dilakukannya perbuatan melawan hukum tersebut.
Dari segi yuridis, konsep gantu rugi dalam hukum dikenal dalam 2 (dua)
bidang hukum, yaitu:
1) Konsep ganti rugi karena wanprestasi kontrak, dan
2) Konsep ganti rugi karena perikatan berdasarkan undang-undang,
termasuk ganti rugi karena perbuatan melawan hukum.
Pengganti kerugian berdasar wanprestasi telah diatur dalam Pasal 1243
KUHPerdata sampai dengan Pasal 1252 KUHPerdata dan perbuatannya yang
melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata
3.7.2. Konsep Ganti Kerugian dalam Perbuatan Melawan Hukum
Pasal 1365 KUHPerdata mensyaratkan adanya ganti rugi akibat perbuatan
melawan hukum. Namun, jika membaca Pasal 1365 KUHPerdata, tidak secara
lengkap mengatur mengenai ganti rugi yang timbul akibat perbuatan melawan
hukum. Oleh karena itu aturan yang dipakai untuk ganti rugi ini adalah dengan
secara analogis menggunakan peraturan ganti-rugi akibat wanprestasi dalam Pasal
1243-1252 KUHPerdata.182
182 Marian Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal.148.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
99
Universitas Indonesia
Pitlo menegaskan, biasanya dalam menentukan besarnya kerugian karena
perbuatan melawan hukum tidak diterapkan ketentuan-ketentuan dalam Pasal
1243 KUHPerdata, melainkan paling tinggi ketentuan dalam Pasal 1243
KUHPerdata tersebut secara analogis.183
Sehubungan dengan itu ketentuan dalam Pasal 1247 dan 1250
KUHPerdata tidak dapat diterapkan untuk perbuatan melawan hukum, karena:
1. Pasal 1247 KUHPerdata mengenai ”perbuatan perikatan” yang berarti,
perikatan tersebut dilahirkan dari persetujuan, sedangkan perbuatan
melawan hukum tidaklah merupakan perikatan yang lahir dari
persetujuan.184
2. Pasal 1250 KUHPerdata membebankan pembayaran bunga atas
penggantian biaya, rugi dan bunga dalam hal terjadi kelambatan
pembayaran sejumlah uang, sedang yang dialami karena perbuatan
melawan hukum bukan disebabkan karena tidak dilakukannya
pembayaran uang, sedangkan yang dialami karena perbuatan melawan
hukum bukan disebabkan karena tidak dilakukannya pembayaran yang
tepat pada waktunya.185
Beberapa tuntutan yang dapat diajukan karena perbuatan melawan hukum
adalah :186
183 A. Pitlo, Het Verbintenessenrecht naar het Nederlands Burgerlijk Wetboek, (Haarlem: H. D. Tjeenk Willink & Zoon, 19520), hal. 226, dikutip oleh Rosa Agustina, hal. 52.
184 Pasal 1247 KUHPerdata berbunyi : “Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya,
rugi dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya.”
185 Pasal 1250 KUHPerdata berbunyi : “Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata
berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekedar disebabkan terlambatnya pelaksanaan, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang- undang dengan tidak mengurangi peraturan-peraturan undang-undang khusus.”
186 Rosa Agustina, Op. Cit., hal. 85.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
100
Universitas Indonesia
1. Ganti rugi berbentuk uang atas kerugian yang ditimbulkan
Berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, barangsiapa melakukan
perbuatan melawan hukum dan menimbulkan kerugian, ia harus
mengganti kerugian tersebut. Yang dimaksud oleh undang-undang
adalah bahwa kerugian tersebut dibayar dengan uang.
2. Ganti rugi dalam bentuk natura atau dikembalikan dalam keadaan
semula
Dikembalikan ke keadaan semula dapat juga terjadi dengan
dikembalikan ke keadaan sebenarnya. Keadaan ini lebih alamiah dari
pada penggantian uang yang hanya berupa ekuivalen.
3. Pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah melawan hukum.
4. Melarang dilakukannya perbuatan tertentu.
Sementara ada ahli hukum yang berpendapat bahwa bentuk ganti rugi
terhadap perbuatan melawan hukum ada 3 (tiga), yaitu:187
1. Ganti rugi nominal
Ganti rugi nominal diberikan apabila terjadi perbuatan melawan hukum
yang serius, seperti perbuatan yang mengandung unsur kesengajaan
tetapi tidak menimbulkan kerugian nyata bagi korban. Maka, kepada
korban dapat diberikan sejumlah uang tertentu sesuai dengan rasa
keadilan tanpa menghitung berapa besarnya kerugian tersebut.
2. Ganti rugi kompensasi
Ganti rugi kompensasi adalah pembayaran korban atas dan sebesar
kerugian yang benar-benar telah dialami oleh pihak korban dari suatu
perbuatan melawan hukum. Ganti rugi ini dapat pula disebut ganti rugi
aktual. Contohnya, ganti rugi atas segala biaya yang dikeluarkan oleh
korban, kehilangan keuntungan, sakit dan penderitaan, termasuk
penderitaan mental.
134-135. 187 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), Op. Cit., hal.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
101
Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. VIII, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), Pasal 1371 ayat (2).
Universitas Indonesia
3. Ganti rugi penghukuman
Ganti rugi penghukuman (punitive damages) adalah suatu ganti rugi
dalam jumlah besar yang melebihi dari jumlah kerugian yang sebenarnya
karena biasanya ganti rugi ini diterapkan terhadap kasus-kasus
kesengajaan yang berat. Contohnya, diterapkan terhadap penganiayaan
berat atas seseorang tanpa rasa perikemanusiaan. Besarnya jumlah ganti
rugi tersebut dimaksudkan sebagai hukuman bagi pelaku.
adalah:
Yang dapat digugat berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata,
1. Pengrusakan barang (menimbulkan kerugian materiil);
2. Gangguan (hinder), menimbulkan kerugian immateriil, yaitu
mengurangi kenikmatan atas sesuatu;
3. Menyalahgunakan hak orang menggunakan barang miliknya sendiri
tanpa kepentingan yang patut, tujuannya untuk merugikan orang lain.
Sebenarnya penilaian terhadap besarnya ganti kerugian tersebut tergantung
pada kebijaksanaan hakim. Memang, Pasal 1365 KUHPerdata menentukan
kewajiban pelaku perbuatan melawan hukum untuk membayar ganti rugi namun
tidak ada pengaturan lebih lanjut mengenai ganti kerugian tersebut.
Pasal 1371 ayat (2) KUHPerdata memberika sedikit pedoman untuk itu
dengan menyatakan :
”Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan
kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan.”188
188 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
102
Universitas Indonesia
Kemudian pedoman selanjutnya dapat ditemukan dalam Pasal 1372 ayat
(2) KUHPerdata yang menyatakan bahwa:
”Dalam menilai satu dan lain, hakim harus memperhatikan berat ringannya penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan
kedua belah pihak, dan pada keadaan.”189
Oleh karena itu, di sini hakim mempunyai kewenangan untuk menentukan
berapa pantas atau sepantasnya harus dibayar ganti kerugian, sekalipun penggugat
menuntut ganti kerugian dalam jumlah yang tidak pantas.
Mahkamah Agung Indonesia dalam putusannya R. Soegijono v. Walikota
Kepala Daerah Tingkat II Kota Madya Blitar No. 610K/Sip/1968 tanggal 23 Mei
1970, memuat pertimbangan sebagai berikut:
”meskipun tuntutan ganti kerugian jumlahnya dianggap tidak pantas, sedang penggugat mutlak menuntut sejumlah itu, hakim berwenang untuk menetapkan berapa sepantasnya harus dibayar, hal ini tidak melanggar Pasal 178 (3) HIR (ex aeque et bono).”
Dengan demikian hakim berwenang untuk menentukan berapa
sepantasnya harus dibayar ganti kerugiannya, sekalipun penggugat menuntut ganti
kerugian dalam jumlah yang tidak pantas.
3.8. Beban Pembuktian dalam Perbuatan Melawan Hukum
Dalam hal beban pembuktian, prinsip yang dianut oleh Pasal 1365
KUHPerdata adalah ’liability based on fault,’ dimana beban pembuktian terdapat
pada korban atau penderita. Prinsip ’liability based on fault’ ini sejalan dengan
Pasal 1865 KUHPerdata yang menentukan bahwa setiap orang yang mendalilkan
bahwa ia mempunyai hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun
189 Ibid, Pasal 1372 ayat (2).
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
103
Universitas Indonesia
membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan
membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.190
Dengan berkembangnya industri yang makin menghasilkan resiko yang bertambah besar dan semakin rumitnya hubungan sebab-akibat maka teori hukum
telah meninggalkan konsep kesalahan dan berpaling ke konsep resiko.191
Konsep tanggung jawab mutlak diartikan terutama sebagai kewajiban
mutlak yang dihubungkan dengan kewajiban kerusakan yang ditimbulkan. Salah
satu ciri utama tanggung jawab mutlak adalah tidak ada persyaratan tentang perlu
adanya kesalahan.
Namun terdapat pula peraturan perundang-undangan yang memberikan
koreksi terhadap Pasal 1365 KUHPerdata yang dianggap tidak memenuhi rasa
keadilan terhadap masyarakat seperti UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
yang menggunakan pembuktian terbalik dimana apabila dalam perkara
lingkungan dan perkara perlindungan konsumen diterapkan prinsip beban
pembuktian kesalahan ada pada korban, maka keadilan tidak akan tercapai karena
biaya untuk membuktikan adanya pencemaran lingkungan atau adanya perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha tidaklah sedikit, biaya tersebut
tidak mungkin dipikul oleh masyarakat kecil sebagai korban.
Hingga kini prinsip tanggung jawab mutlak dalam Pasal 1365
KUHPerdata tersebut masih schuldaansprakelijkheid. Strict Liability hanya
diterapkan khusus dalam Pasal-Pasal tertentu misalnya antara lain Pasal 1367
KUHPerdata yang mengatur mengenai tanggung jawab terhadap perbuatan
melawan hukum yang dilakukan orang lain. Misalnya, tanggung jawab orang tua/
190 Rosa Agustina, Op. Cit., hal. 22.
191 Sri Setianingsih Suwardi, Perbuatan Melawan Hukum Secara Khusus, Laporan Akhir Kompendium Bidang Perbuatan Melawan Hukum, BPHN, 1996-1997, dikutip oleh Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, hal. 54.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
104
Universitas Indonesia
wali terhadap anak-anaknya yang belum dewasa, majika-majikan terhadap
bawahan mereka, guru dan kepala tukang bertanggungjawab terhadap murid-
murid dan tukang-tukang mereka.192
192 Paulus Effendi Lotulung, Penegakan Hukum Lingkungan oleh Hakim, (Bandung: Citra Aditya Bakti), hal. 199.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
BAB 4
PERTANGGUNGJAWABAN BANK PERMATA MENGENAI
PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PERJANJIAN JUAL BELI
PIUTANG ANTARA PT SILVER TOUCH DENGAN BPPN
(Analisis Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/PDT/2007)
4.1. Posisi Kasus
4.1.1. Para Pihak
PT SILVER TOUCH GROUP LIMITED, sebuah badan hukum yang
didirikan menurut hukum BRITISH VIRGIN ISLAND dalam hal ini memberi
kuasa kepada: YONGGA HUTASOIT, SH. dan PITTOR SITUMEANG, SH.
Advokat pada Kantor Hukum Yongga Hutasoit, SH. dan Rekan, berkantor di
Jalan Palem Indah Blok R No. 3 Pondok Kelapa, Jakarta Timur; Pemohon Kasasi
dahulu Penggugat/Pembanding juga Terbanding;
BANK PERMATA, Tbk. berkedudukan di Gedung Bank Permata eks
Bank Bali Lt. 23 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 27 Jakarta Selatan; Termohon
Kasasi dahulu Tergugat/Terbanding juga Pembanding;
NEGARA REPUBLIK INDONESIA Cq. PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA Cq. BADAN PENYEHATAN PERBANKAN (TP.
BPPN), berkedudukan di Gedung Danamon Actua Life (Tower B) Lt. 31 Jalan
Jenderal Sudirman Kavling 45-46, Jakarta Selatan; Para Turut Termohon Kasasi
dahulu Turut Tergugat I/Turut Terbanding.
CV WIRA MUSTIKA INDAH, SOESANTO LEO dan TANSRI
BENUI, beralamat di Jalan A.M. Sangaji No. 2C, Jakarta Pusat; Para Turut
Termohon Kasasi dahulu Turut Tergugat II/Turut Terbanding.
105 Universitas Indonesia
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
106
Universitas Indonesia
4.1.2. Duduk Perkara
Perkara bermula dari PT Silver Touch (Penggugat) yang membeli dengan
itikad baik atas dasar kredit dari CV Wira Mustika Indah, Soesanto Leo dan
Tansri Benui (Turut Tergugat II), yang dijual oleh Pemerintah Republik Indonesia
melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional/BPPN (Turut Tergugat I) dengan
Program Penjualan Aset Kredit VI (“PPAK IV”), sebagaimana yang tertuang
dalam Perjanjian Jual Beli Piutang tanggal 25 Februari 2004 dan Perubahan Atas
Perjanjian Jual Beli Piutang No. SP.005/PPAK VI/BPPN/0404, tanggal 7 April
2004 dan Perjanjian Pengalihan Piutang dan Akta Cessie Nomor 23 tanggal 25
Februari 2004 (yang dalam gugatan tersebut disebut dengan istilah “Perjanjian
Jual Beli Piutang dan Akta Cessie)”;
Aset Kredit yang dibeli oleh PT Silver Touch (Penggugat) dari Badan
Penyehatan Perbankan Nasional/BPPN (Turut Tergugat I) adalah aset kredit
berupa semua hak tagih/piutang, termasuk dan tidak terkecuali hak-hak selaku
agen fasilitas, agen jaminan berikut hak-hak preferen/hak hipotik/hak tanggungan,
hak-hak yang diistimewakan yang dimilikinya, hak gadai, fidusia, jaminan
pribadi, jaminan perusahaan yang berasal dari beberapa Bank-Bank Nasional yang
diikutsertakan dalam ’Program Penyehatan Perbankan Nasional’ yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dan sekarang bernama menjadi Tim Pemberesan
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (TP BPPN).
Objek dalam perkara ini adalah aset kredit yang berasal dari kredit
sindikasi 13 Bank-Bank (Bank asal) berdasarkan perjanjian-perjanjian kredit
antara Bank-Bank Pemberi Kredit dalam sindikasi/Bank asal termasuk Tergugat,
dan perjanjian kredit serta perjanjian jaminan antara Tergugat bersama-sama
Bank-Bank peserta sindikasi kredit lainnya dengan Turut Tergugat II selaku
debitur.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
107
Universitas Indonesia
Diikutsertakannya Tergugat
Dalam Program Penyehatan Perbankan Nasional
Sehubungan dengan diikutsertakan Tergugat dalam Program Penyehatan
Perbankan Nasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia
melalui Turut Tergugat I, semua akibat-akibat hukum dari semua perjanjian
tersebut pada butir 2 huruf a, b, c, d dan e dalam gugatan ini telah beralih secara
sah dan demi hukum dari Tergugat kepada Turut Tergugat I, termasuk dan tidak
terkecuali hak-haknya selaku kreditur, hak tagih/piutang, hak-hak selaku agen
fasilitas, agen jaminan berikut hak-hak preferen/hak hipotik/hak tanggungan, hak-
hak yang diistimewakan yang dimilikinya, hak gadai, fidusia, jaminan pribadi,
jaminan perusahaan berdasarkan Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang
antara Tergugat bersama-sama dengan Bank-Bank peserta kredit sindikasi lainnya
(Bank-Bank asal) dengan Turut Tergugat I.
Oleh karena semua hak Tergugat selaku kreditur termasuk dan tidak
terkecuali hak tagih/piutang berikut hak-haknya selaku agen fasilitas, agen
jaminan, hak-hak preferen/hak hipotik/hak tanggungan, hak-hak yang
diistimewakan yang dimilikinya, hak gadai, fidusia, hak atas jaminan pribadi, hak
atas jaminan perusahaan telah beralih kepada Turut Tergugat I kemudian beralih
kepada Penggugat berdasarkan perjanjian jual beli piutang dan akta Cessie, maka
Tergugat tidak berhak lagi untuk menagih kepada Turut Tergugat II selaku
kreditur baik untuk sebagian atau seluruh hutang termasuk tidak berhak lagi untuk
tetap menyimpan barang-barang jaminan.
Barang-Barang Jaminan Ditangan Yang Tidak Berhak
Setelah Penggugat menandatangani perjanjian jual beli piutang dan akta
Cessie, ternyata dokumen barang jaminan tersebut di atas tidak dapat diserahkan
oleh Turut Tergugat I kepada Penggugat, karena ternyata masih disimpan dan
dikuasai oleh Tergugat;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
108
Universitas Indonesia
Meskipun Tergugat telah disurati oleh Penggugat, dan juga pernah
mengadakan pertemuan tanggal 30 April 2004 di Kantor Tergugat, Tergugat tetap
bersikeras untuk menyimpan dokumen jaminan tersebut, dan tidak menghormati
hak-hak Penggugat yang memperolehnya berdasarkan Perjanjian Jual Beli Piutang
dan Akta Cessie dari Pemerintah Republik Indonesia tersebut di atas, Penggugat
merasa sangat dirugikan oleh perbuatan dan tindakan Tergugat tersebut;
Hal yang telah merugikan Penggugat, ternyata Tergugat masih melakukan
perhitungan utang dan penagihan kepada Turut Tergugat II, meskipun kedudukan
semua kreditur yang berasal dari perjanjian kredit baik antara peserta kredit
sidikasi, maupun perjanjian kredit dan jaminan antara bank-bank asal termasuk
Tergugat dengan Turut Tergugat II telah beralih demi hukum kepada Turut
Tergugat I berkaitan dengan program penyehatan perbankan nasional dan
kemudian beralih kepada Penggugat. Lebih jauh lagi, Tergugat masih melakukan
penagihan seperti mendaftarkan tagihan dalam kepailitan Turut Tergugat II untuk
jumlah Rp 6.984.963.579,- (enam milyar sembilan ratus delapan puluh empat juta
sembilan ratus enam puluh tiga ribu lima ratus tujuh puluh sembilan rupiah);
Ketidakpastian Hukum Bagi PT Silver Touch
Atas Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie dengan BPPN
Perbuatan Tergugat tersebut sangat menimbulkan ketidakpastian hukum
bagi Penggugat, karena sebelum aset kredit yang menjadi objek perkara ini dapat
dijual oleh Turut Tergugat I selaku otoritas yang paling berwenang untuk
menjualnya yang ditunjuk oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada
Penggugat, antara Turut Tergugat II dengan Turut Tergugat I telah membuat
perjanjian perdamaian sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Perdamaian tanggal
13 Februari 2004;
Sesuai keterangan Turut Tergugat I dalam perjanjian perdamaian tersebut,
maka jelaslah Tergugat telah menyerahkan semua tagihan/piutang berikut semua
jaminan-jaminannya yang berasal dari perjanjian kredit sindikasi dalam perkara
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
109
Universitas Indonesia
ini kepada Turut Tergugat I sehubungan dengan program penyehatan perbankan
nasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia;
Perbuatan Tergugat yang masih melakukan penagihan terhadap Turut
Tergugat II merupakan hal yang berlawanan dengan hukum, karena Tergugat
sesungguhnya telah menyerahkan dan melepaskan semua hak tagih/piutang
berikut hak-haknya selaku agen fasilitas, agen jaminan berikut hak-hak
preferen/hak hipotik/hak tanggungan, hak-hak yang diistimewakan yang melekat,
hak gadai, fidusia, jaminan pribadi, jaminan perusahaan, yang berkaitan dengan
kredit sindikasi kepada Turut Tergugat II berkaitan dengan program penyehatan
perbankan nasional;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penggugat mohon kepada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat supaya memberikan putusan yang dapat dijalankan lebih
dahulu sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yang
merugikan Penggugat;
3. Menyatakan sah perjanjian jual beli dan pengalihan piutang dari
Tergugat, dan bank-bank peserta kredit sindikasi kepada Turut Tergugat
I, tersebut berikut ini:
3. (1) Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-163/BPPN/
0600, tanggal 21 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Prima Express dibuat
di bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin, SH.
Notaris di Jakarta, nomor 454/2000 tanggal 21 Juni 2000, berikut
segala lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
3. (2) Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-164/BPPN/
0101, tanggal 11 Januari 2001, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Lippo, Tbk dibuat di
bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin, SH. Notaris
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
110
Universitas Indonesia
di Jakarta, nomor 595/2001 tanggal 11 Januari 2001, berikut segala
lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
3. (3) Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-182/
BPPN/0600, tanggal 30 Juni 2000, oleh dan antara Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Tiara Asia
dibuat di bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin,
SH. Notaris di Jakarta, nomor 470/2000 tanggal 30 Juni 2000,
berikut segala lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan
dan/atau penggantinya dari waktu ke waktu;
3. (4) Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-67/BPPN/ 0600,
tanggal 3 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) dengan PT Bank Umum Nasional dibuat di bawah
tangan, dilegalisasi oleh Sulami Mustafa, SH. Notaris di Jakarta,
nomor 063/L/2000 tanggal 3 Juni 2000, berikut segala lampiran,
perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau penggantinya dari
waktu ke waktu;
3. (5) Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-103/BPPN/
0600, tanggal 8 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Dharmala dibuat di
bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin, SH. Notaris
di Jakarta, nomor 433/2000 tanggal 8 Juni 2000, berikut segala
lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
3. (6) Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-81/BPPN/ 0600,
tanggal 8 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) dengan PT Bank Central Dagang dibuat di bawah
tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin, SH. Notaris di
Jakarta, nomor 389/2000 tanggal 8 Juni 2000, berikut segala
lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
111
Universitas Indonesia
3. (7) Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-77/BPPN/ 0600,
tanggal 8 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) dengan PT Bank Umum Sertivia dibuat di bawah
tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin, SH. Notaris di
Jakarta, nomor 381/2000 tanggal 8 Juni 2000, berikut segala
lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
3. (8) Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang tanggal 29 September
2000, oleh dan antara Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN) dengan PT Bank Bali, Tbk. dibuat di bawah tangan,
dilegalisasi oleh Asmara Noer, SH. Notaris di Jakarta, nomor
1181/Leg/2000 tanggal 29 September 2000, berikut segala lampiran,
perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau penggantinya dari
waktu ke waktu;
3. (9) Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-95/BPPN/ 0600,
tanggal 8 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) dengan PT Bank Sahid Gajah Perkasa dibuat di
bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin, SH. Notaris
di Jakarta, nomor 417/2000 tanggal 8 Juni 2000, berikut segala
lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
3. (10) Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-58/BPPN/ 0600,
tanggal 3 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) dengan PT Bank Surya, Tbk. dibuat di bawah
tangan, dilegalisasi oleh Sulami Mustafa, SH. Notaris di Jakarta,
nomor 047L//2000 tanggal 3 Juni 2000, berikut segala lampiran,
perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau penggantinya dari
waktu ke waktu;
3.(11) Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-73/BPPN/ 0600,
tanggal 8 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) dengan PT Danahutama dibuat di bawah tangan,
dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin, SH. Notaris di Jakarta,
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
112
Universitas Indonesia
nomor 373/2000 tanggal 8 Juni 2000, berikut segala lampiran,
perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau penggantinya dari
waktu ke waktu;
3.(12) Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-107/BPPN/
0600, tanggal 8 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Sembada Artanugroho
dibuat di bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin,
SH. Notaris di Jakarta, nomor 441/2000 tanggal 8 Juni 2000, berikut
segala lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
3.(13) Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-184/ BPPN/
0510, tanggal 2 Mei 2001, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Danamon Indonesia
dibuat di bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin,
SH. Notaris di Jakarta, nomor 690/2001 tanggal 2 Mei 2001, berikut
segala lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
4. Menyatakan semua akibat-akibat hukum dari perjanjian tersebut
berikut di bawah ini telah beralih demi hukum kepada Penggugat:
Perjanjian Kredit/Perjanjian Pokok:
4. (1) Akta Perjanjian Kredit dan Pengakuan Hutang dengan Pemberian
Jaminan Nomor 90, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan
James Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
4. (2) Akta Perubahan I terhadap Perjanjian Kredit dan Pengakuan Hutang
dengan Pemberian Jaminan Nomor 117, tanggal 20 November 1995,
dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
4. (3) Akta Perubahan II terhadap Akta Perjanjian Kredit dan Pengakuan
Hutang dengan Pemberian Jaminan Nomor 128, tanggal 18 Agustus
1997, dibuat di hadapan Misahardi Wilamarta, SH. Notaris di
Jakarta;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
113
Universitas Indonesia
4. (4) Akta Perjanjian Antar Pemberi Fasilitas No. 111 tanggal 22 Agustus
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
4. (5) Akta Perjanjian Subordinasi No. 109 tanggal 22 Agustus 1995, dibuat
di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
Perjanjian Jaminan:
4. (6) Akta Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia atas barang-barang PT
Wira No. 102, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan James
Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
4. (7) Akta Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia atas Mesin-Mesin Debitur
No. 99, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan James Herman
Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
4. (8) Akta Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia atas Barang-barang
Debitur No. 101, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan James
Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta; Hal. 21 dari 21 hal.Put.No.
536 K/Pdt/2007
4. (9) Akta Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia atas Mesin-Mesin Debitur
No. 100, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan James Herman
Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
4. (10) Akta Pemberian Jaminan (Borgtoch) Pribadi No. 106, tanggal 22
Agustus 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
4. (11) Akta Pemberian Jaminan (Borgtoch) Pribadi No. 107, tanggal 22
Agustus 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
4. (12) Akta Pemberian Jaminan (Borgtoch) Pribadi No. 108, tanggal 22
Agustus 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
4. (13) Akta Pemberian Jaminan Cessie Atas Tagihan Piutang Debitur No.
103, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan James Herman
Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
114
Universitas Indonesia
4. (14) Akta Pemberian Jaminan Cessie Atas Tagihan Piutang Debitur No.
104, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan James Herman
Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
4. (15) Akta Pemberian Jaminan Cessie Atas Tagihan Uang Asuransi PT
Wira No. 105, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan James
Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
4.(16) Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 127, tanggal 11
Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
4.(17) Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 128, tanggal 11 Desember
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
4.(18) Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 129, tanggal 11
Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
4.(19) Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 130, tanggal 11 Desember
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
4.(20) Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 131, tanggal 11
Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
4.(21) Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 132, tanggal 11 Desember
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
4.(22) Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 133, tanggal 11
Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
4.(23) Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 134, tanggal 11 Desember
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
115
Universitas Indonesia
4.(24) Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 135, tanggal 11
Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
4.(25) Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 136, tanggal 11 Desember
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
4.(26) Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 91, tanggal 22
Agustus 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
4.(27) Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 92, tanggal 22 Agustus 1995,
dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
4.(28) Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 93, tanggal 11
Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
4.(29) Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 94, tanggal 11 Desember
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
4.(30) Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 95, tanggal 11
Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
4.(31) Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 96, tanggal 11 Desember
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
4.(32) Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 97, tanggal 11
Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
4.(33) Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 98, tanggal 11 Desember
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
4.(34) Akta Pernyataan dan Kesanggupan No. 110, tanggal 22 Agustus
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
116
Universitas Indonesia
4.(35) Sertifikat Hak Tanggungan No. 458/1996, tanggal 21 Oktober 1996
senilai Rp 618.500.000,-;
4.(36) Sertifikat Hak Tanggungan No. 662/1996, tanggal 17 Oktober 1996
senilai Rp 3.120.000.000,-;
4.(37) Sertifikat Hak Tanggungan No. 1558/1996, tanggal 15 Oktober 1996
senilai Rp 1.296.000.000;
5. Menyatakan semua hak tagih/piutang termasuk dan tidak terkecuali hak-
hak selaku agen fasilitas, agen jaminan berikut hak-hak preferen/hak
hipotik/hak tanggungan, hak-hak yang diistimewakan yang melekat, hak
gadai, fidusia, jaminan pribadi, jaminan perusahaan dari bank-bank asal
peserta kredit sindikasi termasuk dari Tergugat yang timbul dari
perjanjian kredit tersebut dan tercantum pada amar ke 4 di atas telah
beralih kepada Penggugat;
6. Menyatakan Penggugat adalah satu-satunya kreditur preferen, agen
jaminan atau sebagai pihak yang berwenang untuk menyimpan semua
barang-barang jaminan dan atau agen fasilitas dari segala piutang
terhadap Turut Tergugat II yang berasal dari perjanjian kredit tersebut
dan tercantum pada amar ke 4 di atas;
7. Menyatakan Tergugat tidak berhak dan tidak berwenang untuk
melakukan perhitungan dan penagihan utang kepada Turut Tergugat II
dalam bentuk apapun;
8. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan dokumen jaminan tersebut di
bawah ini kepada Penggugat, yaitu:
8. (1) Sertifikat Hak Milik No. 22/Cakung Timur seluas 4.932 m2, menurut
Gambar Situasi tertanggal 21 April 1982, No. 5233/1982, atas nama
Julian Lupolo Intan, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
8. (2) Sertifikat Hak Milik No. 28/Cakung Timur seluas 4.886 m2, Gambar
Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5226/1982, atas nama Tanti
Beniwati, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta Timur;
8. (3) Sertifikat Hak Milik No. 29/Cakung Timur seluas 4.853 m2, menurut
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5233/1982, atas nama
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
117
Universitas Indonesia
Tansri Mahadju Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya,
Jakarta Timur;
8. (4) Sertifikat Hak Milik No. 46/Cakung Timur seluas 6.940 m2, Gambar
Situasi tanggal 11 September 1975, No. 1001/1975, atas nama Tansri
Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta Timur;
8. (5) Sertifikat Hak Milik No. 47/Cakung Timur seluas 5.670 m2, Gambar
Situasi tanggal 11 September 1975, No. 999/1975, atas nama Tansri
Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta Timur;
8. (6) Sertifikat Hak Milik No. 48/Cakung Timur seluas 2.960 m2, Gambar
Situasi tanggal 20 September 1975, No. 1000/1975, atas nama Tansri
Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta Timur;
8. (7) Sertifikat Hak Milik No. 70/Cakung Barat seluas 2.095 m2, Gambar
Situasi tanggal 8 September 1975, No. 942/1975, atas nama Tansri
Mahadju Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
8. (8) Sertifikat Hak Milik No. 72/Cakung Barat seluas 4.920 m2, Gambar
Situasi tanggal 1 September 1975, No. 941/1975, atas nama Tansri
Saridju Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
8. (9) Sertifikat Hak Milik No. 74/Cakung Barat seluas 15.545 m2,
Gambar Situasi tanggal 18 Desember 1975, No.1873/1975, atas
nama Tansri Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
8. (10) Sertifikat Hak Milik No. 78/Cakung Barat seluas 1.375 m2, Gambar
Situasi tanggal 28 Oktober 1975, No. 1002/1975, atas nama Tansri
Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta Timur;
8. (11) Sertifikat Hak Milik No. 144/Cakung Timur seluas 3.465 m2,
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5233/1982, atas nama
Julian Lupolo Intan, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
8. (12) Sertifikat Hak Milik No. 145/Cakung Timur seluas 3.626 m2,
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5230/1982, atas nama
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
118
Universitas Indonesia
Tansri Saridju Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya,
Jakarta Timur;
8. (13) Sertifikat Hak Milik No. 146/Cakung Timur seluas 4.944 m2,
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5227/1982, atas nama
Tanti Beniwati, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
8. (14) Sertifikat Hak Milik No. 147/Cakung Timur seluas 3.000 m2,
Gambar Situasi tanggal 11 Januari 1980, No. 2/52/1980, atas nama
Soesanto Leo, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
8. (15) Sertifikat Hak Milik No. 148/Cakung Timur seluas 4.440 m2,
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5232/1982, atas nama
Soesanto Leo, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
8. (16) Sertifikat Hak Milik No. 149/Cakung Timur seluas 4.423 m2,
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5225/1982, atas nama
Soesanto Leo, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
8. (17) Sertifikat Hak Milik No. 150/Cakung Timur seluas 3.250 m2,
Gambar Situasi tanggal 11 Januari 1980, No. 1/51/1980, atas nama
Soesanto Leo, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
8. (18) Sertifikat Hak Milik No. 151/Cakung Timur seluas 4.484 m2,
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5231/1982, atas nama
Tansri Saridju Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya,
Jakarta Timur;
8. (19) Sertifikat Hak Milik No. 375/Cakung Barat (d/h No. 80/Cakung
Barat) seluas 3.930 m2, Gambar Situasi tanggal 1 September 1975,
No. 941/1975, atas nama Tansri Singadju, terletak di Jalan Cakung
Cilincing Raya, Jakarta Timur;
8. (20) Sertifikat Hak Milik No. 376/Cakung Barat (d/h No. 81/Cakung
Barat) seluas 2.370 m2, Gambar Situasi tanggal 12 Juli 1975, No.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
119
Universitas Indonesia
3875/1975, atas nama Tansri Benui, terletak di Jalan Cakung
Cilincing Raya, Jakarta Timur; Hal. 26 dari 26 hal.Put.No. 536
K/Pdt/2007;
8. (21) Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 2248/Petojo Utara seluas 277 m2,
menurut Surat Ukur tertanggal 4 Februari 1992, No. 57/1992,atas
nama Tansri Benui, terletak di Gang Sadar 1 No. 2 Jakarta Pusat;
8. (22) Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 2585/Petojo Utara seluas 580 m2,
menurut Surat Ukur tertanggal 10 Oktober 1994, No. 1202/ 1994,
atas nama Tansri Benui, terletak di Gang Sadar I No. 4, 6, 8, 10,
Jakarta Pusat;
8. (23) Sertifikat Hak Milik No. 2568/Petojo Utara seluas 1.458 m2,
menurut Surat Ukur tertanggal 5 September 1994, No. 1092/1994,
atas nama Tansri Benui, terletak di Jalan Sangaji No. 2-C, Jakarta
Pusat;
8. (24) Sertifikat Hak Milik No. 117/Beji seluas 6.190 m2, Gambar Situasi
tanggal 25 Oktober 1990, No. 2698/1990, atas nama Tansri Benui,
terletak di Desa Beji, Pasuruan Jawa Timur;
8. (25) Sertifikat Hak Milik No. 118/Beji seluas 7.990 m2, Gambar Situasi
tanggal 25 Oktober 1990, No. 2699/1990, atas nama Tansri Benui,
terletak di Desa Beji, Pasuruan Jawa Timur;
8. (26) Sertifikat Hak Milik No. 119/Beji seluas 5.090 m2, Gambar Situasi
tanggal 25 Oktober 1990, No. 2700/1990, atas nama Tansri Benui,
terletak di Desa Beji, Pasuruan Jawa Timur;
8. (27) Sertifikat Hak Milik No. 120/Beji seluas 7.335 m2, Gambar Situasi
tanggal 25 Oktober 1990, No. 2701/1990, atas nama Tansri Benui,
terletak di Desa Beji, Pasuruan Jawa Timur;
8. (28) Sertifikat Hak Milik No. 487/Cimacan seluas 1.670 m2, Gambar
Situasi tanggal 18 Oktober 1978, No. 688/1978, atas nama Tansri
Benui, terletak di Cimacan Kavling 65, Cianjur Jawa Barat;
8. (29) Sertifikat Hak Milik No. 481/Cimacan Timur seluas 1.670 m2,
Gambar Situasi tanggal 18 Oktober 1978, No. 682/1978, atas nama
Tansri Benui, terletak di Cimacan Kavling 67, Cianjur Jawa Barat;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
120
Universitas Indonesia
9. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian kepada
Penggugat dengan perhitungan rinci sebagai berikut:
Kerugian Materiil:
a. Kerugian atas harga pembelian aset kredit dari Turut Tergugat I yang
berkaitan dengan tagihan yang berasal dari perjanjian kredit sindikasi
yang telah dibuktikan dengan bukti-bukti setoran, sebesar berikut ini:
a.1. dalam mata uang rupiah Rp 5.750.465.446,- (lima milyar tujuh
ratus lima puluh juta rupiah empat ratus enam puluh lima ribu
empat ratus empat puluh enam rupiah);
a.2. dalam mata uang dollar Amerika Serikat US$ 962.111,- (sembilan
ratus ribu enam puluh dua ribu seratus sebelas dollar Amerika
Serikat);
a.3. dalam mata uang dollar Singapura Sing $ (SGD) 4.652,- (empat
ribu enam ratus lima puluh dua dollar Singapura);
b. Ganti kerugian atas hilangnya keuntungan akibat perbuatan Tergugat
berupa bunga menurut Undang-Undang jo. Lembaran Negara 1848 No.
22 jo. Pasal 1767 KUHPerdata sebesar 6% tiap-tiap tahunnya yang
dihitung dari harga pembelian aset kredit tersebut pada huruf a butir ke
12 gugatan ini yang dihitung sejak gugatan ini didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sampai dilaksanakan oleh
Tergugat;
c. Ganti kerugian atas hilangnya keuntungan akibat perbuatan Tergugat
berupa bunga berdasarkan kepatutan dan situasi perkembangan
perekonomian saat ini sebesar 2% tiap-tiap bulannya yang dihitung dari
harga pembelian aset kredit tersebut pada huruf a ke 9 putusan ini yang
dihitung sejak gugatan ini didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat sampai dilaksanakan oleh Tergugat;
d. Ganti kerugian karena hilangnya keuntungan dari pembelian aset kredit
dalam gugatan ini akibat perbuatan Tergugat, Penggugat tidak dapat
memperoleh hak-haknya selaku kreditur preferan, dan pada akhirnya
tidak dapat menagih kepada Turut Tergugat II selaku debitur dan
akhirnya pembelian aset tersebut menjadi sia-sia. Kerugian ini
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
121
Universitas Indonesia
diperhitungkan berdasarkan nilai hak tagih/ piutang Penggugat kepada
Turut Tergugat II yang berasal dari perjanjian kredit sindikasi tersebut
seharusnya sudah dapat ditagih:
d.1. dalam mata uang rupiah Rp 59.964.534.003,- (lima puluh
sembilan milyar sembilan ratus enam puluh juta lima ratus tiga
puluh empat ribu tiga rupiah);
d.2. dalam mata uang dollar Amerika Serikat US$ 10.032.673,-
(sepuluh juta tiga puluh dua ribu enam ratus tujuh puluh tiga
dollar Amerika Serikat);
d.3. dalam mata uang dollar Singapura Sing $ (SGD) 48.510,- (empat
delapan ribu lima ratus sepuluh dollar Singapura);
e. Ganti kerugian karena harus membayar kuasa hukum dalam perkara ini
sampai memperoleh kekuatan hukum tetap dan yang dapat dieksekusi
sebesar Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah);
Kerugian Immateriil:
Kerugian immateriil akibat tertahannya hak tagih Penggugat terhadap
Turut Tergugat II yang disebabkan oleh perbuatan Tergugat dan yang
juga mempengaruhi nama baik Penggugat selaku pembeli aset kredit
yang beritikad baik yang diperhitungkan oleh Penggugat sebesar Rp
50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah);
10. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun
ada upaya hukum banding, kasasi, bantahan dan atau perlawanan, serta
upaya-upaya hukum lainnya (uitvoerbaar bij voorraad);
11. Menghukum Tergugat dengan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah) tiap-tiap hari keterlambatan
pelaksanaan putusan ini sampai dilaksanakan oleh Tergugat;
12. Menghukum Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II untuk tunduk dan
patuh terhadap putusan ini;
13. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam
perkara ini;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
122
Universitas Indonesia
Dalam jawabannya Tergugat menyangkal/menolak dengan mengajukan
eksepsi yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut:
1. Gugatan salah pihak (eror in persona)
a. Bahwa pada surat gugatan Penggugat secara tegas menyatakan telah
melakukan hubungan hukum hanya dengan Turut Tergugat I yaitu
dengan melakukan perjanjian jual beli piutang dan perjanjian pengalihan
piutang (cessie) dengan Turut Tergugat I atas hutang kredit sindikasi
Turut Tergugat II.
b. Bahwa dengan demikian adalah fakta hukum yang tidak dapat dibantah
apabila gugatan Penggugat seharusnya ditujukan kepada Turut Tergugat
I sebagai pihak yang tidak melakukan prestasi dari perjanjian jual beli
yang telah dilakukan oleh Penggugat dengan Turut Tergugat I, oleh
karenanya tidak tepat atau salah alamat.
Bahwa oleh karena gugatan yang diajukan Penggugat tidak tepat atau
salah alamat terhadap pihak yang digugat, maka dengan demikian secara
yuridis gugatan a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet
ontvankelijke) oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang
memeriksa dan memutuskan perkara ini.
2. Gugatan kurang pihak (exceptio pluratium litis consortium)
Notaris
a. Bahwa dalam point 1 gugatannya, secara tegas Penggugat menyebutkan
pihak Notaris Lolani Kurniati Irdham Idroes, SH. (untuk selanjutnya
disebut “Notaris”) yang membuat Perjanjian Pengadilan Piutang/Akta
Cessie No. 23 tanggal 25 Februari 2004 (untuk selanjutnya disebut
“Perjanjian Jual Beli Hutang dan Akta Cessie’).
b. Bahwa secara yuridis adalah tidak benar Penggugat tidak memasukkan
Notaris Lolani Kurniati Irdham Idroes, SH sebagai salah satu pihak
dalam gugatan, sementara yang menjadi landasan gugatan Penggugat
kepada Tergugat adalah surat perjanjian jual beli a quo yang dibuat di
hadapan Notaris Lolani Kurniati Irdham Idroes, SH.
Kurator
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
123
Universitas Indonesia
a. Bahwa selain itu juga adalah hal yang sangat tidak logis dan tidak adil
jika Penggugat juga tidak melibatkan atau memasukkan pihak Kurator
Achmad Subarkah sebagai salah satu pihak dalam gugatan, sementara
yang menjadi objek perkara dalam gugatan Penggugat kepada Tergugat
adalah merupakan obyek sengketa yang berkaitan dengan harta kekayaan
dalam perkara kepailitan nomor 01/Pailit/2003/PN.Niaga.JKT.PST. yang
nota bene menjadi wewenang pihak Kurator.
Bank-Bank Peserta Kredit Sindikasi
a. Bahwa Penggugat dalam posita surat gugatannya telah menyebutkan
atau menyinggung pihak bank-bank peserta kredit sindikasi seperti PT
Bank Lippo, PT Bank Tiara, PT Bank Umum Nasional, PT Bank
Dharmala, PT Bank Central Dagang, PT Bank Umum Servitia, PT Bank
Sahid Gajah Perkasa, PT Bank Surya, PT Bank Danahutama, PT Bank
Sembada Arthanugroho dan PT Bank Danamon, dan dalam bagian
petitumnya mohon untuk disahkan perjanjian-perjanjian yang telah
dibuat dengan bank-bank tersebut, namun terhadap bank-bank peserta
sindikasi tersebut, Penggugat tidak menariknya sebagai pihak dalam
perkara ini.
Bahwa oleh karena dengan tidak ditariknya Notaris, Kurator dan atau
Bank-Bank Peserta Kredit Sindikasi sebagai salah satu pihak dalam
perkara perdata a quo mengakibatkan gugatan yang diajukan oleh
Penggugat menjadi kurang pihak dan atas hal demikian tersebut secara
yuridis gugatan a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet
ontvankelijke verklaard) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
sebagaimana diatur dalam ketentuan yurisprudensi Mahkamah Agung RI
tanggal 11 November 1975 No. 1078 K/Sip/1972 dan tanggal 23 Maret
1982 No. 2438 K/Sip/1980, yang kaedah hukumnya berbunyi sebagai
berikut: “Gugatan harus dinyatakan tidak diterima, karena tidak semua
ahli waris turut sebagai pihak dalam perkara ini”.
3. Gugatan Kabur (Exceptio obscurum libellium)
Alamat kuasa dan prinsipal tidak jelas
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
124
Universitas Indonesia
a. Bahwa pada bagian persona stand in judicio dalam surat gugatannya
Penggugat tidak menyebutkan alamat Penggugat dan prinsipal dengan
jelas. Hal ini membuat surat gugatan Penggugat menjadi kabur dan tidak
jelas serta membingungkan.
Posita Gugatan Tidak Jelas
a. Bahwa pada point 10 dan 11 surat gugatannya disebutkan perbuatan
Tergugat yang masih melakukan penagihan terhadap Turut Tergugat II
merupakan hal yang berlawanan dengan hukum sehingga hal tersebut
sangat merugikan Penggugat. Dalil gugatan seperti ini tidak jelas, kabur
dan membingungkan, karena Penggugat tidak menjelaskan kerugian apa
dimaksud dan bagaimana hubungan sebab akibat dari kerugian yang
diderita Penggugat atas tagihan Tergugat kepada Turut Tergugat II.
b. Bahwa selain itu juga dalil gugatan Penggugat di atas tersebut
senyatanya tidak jelas dan membingungkan karena Penggugat bukan
kuasa dari Turut Tergugat II yang dibuktikan dengan tidak adanya surat
kuasa khusus dari Turut Tergugat II, namun sekonyong-konyong
Penggugat telah menuntut kepada Tergugat untuk menghentikan
penagihan kepada Turut Tergugat II. Sehingga dengan demikian adalah
fakta hukum apabila Penggugat telah menuntut sesuatu hal di luar
kewenangannya dan telah melakukan intervensi hukum kepada Turut
Tergugat II dala kapasitasnya selaku subyek hukum yang independen.
Duplikat
a. Bahwa pada point 7 petitum surat gugatannya, telah dimohonkan oleh
Penggugat kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan
Tergugat tidak berhak dan tidak berwenang untuk melakukan
perhitungan dan penagihan utang kepada Turut Tergugat II dalam bentuk
apapun.
b. Bahwa kemudian pada bagian provisi, Penggugat juga telah memohon
kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memerintahkan Tergugat
untuk menghentikan segala upaya penagihan dan penghitungan utang
dalam bentuk apapun kepada Turut Tergugat II.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
125
Universitas Indonesia
c. Bahwa dengan demikian telah terjadi duplikat permohonan penghentian
penagihan utang kepada pihak yang sama, sehingga hal tersebut menurut
Tergugat membuat tidak jelas materi dalil gugatan Penggugat serta
membingungkan.
d. Bahwa pendasarannya permohonan provisi hanya ditujukan untuk hal-
hal yang di luar pokok perkara, sedangkan permohonan penghentian
penagihan kepada Turut Tergugat II sudah masuk pada pokok perkara,
karena permohonan provisi yang diajukan oleh Penggugat itu seharusnya
ditolak, hal mana telah sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung
No. 279 K/Sip/1976 tanggal 5 Juli 1977.
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
telah mengambil putusan, yakni putusan No. 160/Pdt.G/2004/ PN.JKT.PST
tertanggal 31 Mei 2005, yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum
yang merugikan Penggugat;
3. Menyatakan sah perjanjian jual beli dan pengalihan piutang dari
(Cessie) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (Turut Tergugat
I) kepada Penggugat;
4. Menyatakan sah perjanjian jual beli dan pengalihan piutang dari
Tergugat dan Bank-Bank peserta kredit sindikasi kepada Turut
Tergugat I tersebut sebagai berikut:
1. Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-163/BPPN/
0600, tanggal 21 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Prima Express
dibuat di bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin,
SH. Notaris di Jakarta, nomor 454/2000 tanggal 21 Juni 2000,
berikut segala lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan
dan/atau penggantinya dari waktu ke waktu;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
126
Universitas Indonesia
2. Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-4/BPPN/
0101, tanggal 11 Januari 2001, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Lippo, Tbk dibuat di
bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin, SH.
Notaris di Jakarta, nomor 595/2001 tanggal 11 Januari 2001,
berikut segala lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan
dan/atau penggantinya dari waktu ke waktu;
3. Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-182/BPPN/
0600, tanggal 30 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Tiara Asia dibuat di
bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin, SH.
Notaris di Jakarta, nomor 470/2000 tanggal 30 Juni 2000, berikut
segala lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
4. Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-67/BPPN/
0600, tanggal 3 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Umum Nasional
dibuat di bawah tangan, dilegalisasi oleh Sulami Mustafa, SH.
Notaris di Jakarta, nomor 063/L/2000 tanggal 3 Juni 2000, berikut
segala lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
5. Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-103/BPPN/
0600, tanggal 8 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Dharmala dibuat di
bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin, SH.
Notaris di Jakarta, nomor 433/2000 tanggal 8 Juni 2000, berikut
segala lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
6. Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-81/BPPN/
0600, tanggal 8 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Central Dagang
dibuat di bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin,
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
127
Universitas Indonesia
SH. Notaris di Jakarta, nomor 389/2000 tanggal 8 Juni 2000,
berikut segala lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan
dan/atau penggantinya dari waktu ke waktu;
7. Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-77/BPPN/
0600, tanggal 8 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Umum Sertivia
dibuat di bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin,
SH. Notaris di Jakarta, nomor 381/2000 tanggal 8 Juni 2000,
berikut segala lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan
dan/atau penggantinya dari waktu ke waktu;
8. Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang tanggal 29 September
2000, oleh dan antara Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN) dengan PT Bank Bali, Tbk. dibuat di bawah tangan,
dilegalisasi oleh Asmara Noer, SH. Notaris di Jakarta, nomor
1181/Leg/2000 tanggal 29 September 2000, berikut segala
lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
9. Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-95/BPPN/
0600, tanggal 8 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Sahid Gajah Perkasa
dibuat di bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin,
SH. Notaris di Jakarta, nomor 417/2000 tanggal 8 Juni 2000,
berikut segala lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan
dan/atau penggantinya dari waktu ke waktu;
10. Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-58/BPPN/
0600, tanggal 3 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Surya, Tbk. dibuat
di bawah tangan, dilegalisasi oleh Sulami Mustafa, SH. Notaris di
Jakarta, nomor 047L//2000 tanggal 3 Juni 2000, berikut segala
lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
128
Universitas Indonesia
11.Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-73/BPPN/
0600, tanggal 8 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Danahutama dibuat di
bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal Yani Ali Amin, SH.
Notaris di Jakarta, nomor 373/2000 tanggal 8 Juni 2000, berikut
segala lampiran, perjanjian tambahan maupun perubahan dan/ atau
penggantinya dari waktu ke waktu;
12. Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-107/BPPN/
0600, tanggal 8 Juni 2000, oleh dan antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank Sembada
Artanugroho dibuat di bawah tangan, dilegalisasi oleh Hasanal
Yani Ali Amin, SH. Notaris di Jakarta, nomor 441/2000 tanggal 8
Juni 2000, berikut segala lampiran, perjanjian tambahan maupun
perubahan dan/atau penggantinya dari waktu ke waktu;
13. Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No. SP-184/
BPPN/0510, tanggal 2 Mei 2001, oleh dan antara Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan PT Bank
Danamon Indonesia dibuat di bawah tangan, dilegalisasi oleh
Hasanal Yani Ali Amin, SH. Notaris di Jakarta, nomor 690/2001
tanggal 2 Mei 2001, berikut segala lampiran, perjanjian tambahan
maupun perubahan dan/atau penggantinya dari waktu ke waktu;
5. Menyatakan semua akibat hukum perjanjian kredit/perjanjian pokok
dan perjanjian jaminan demi hukum beralih kepada Penggugat sebagai
berikut:
Perjanjian Kredit/Perjanjian Pokok:
1. Akta Perjanjian Kredit dan Pengakuan Hutang dengan Pemberian
Jaminan Nomor 90, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan
James Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
2. Akta Perubahan I terhadap Perjanjian Kredit dan Pengakuan
Hutang dengan Pemberian Jaminan Nomor 117, tanggal 20
November 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
129
Universitas Indonesia
3. Akta Perubahan II terhadap Akta Perjanjian Kredit dan
Pengakuan Hutang dengan Pemberian Jaminan Nomor 128,
tanggal 18 Agustus 1997, dibuat di hadapan Misahardi
Wilamarta, SH. Notaris di Jakarta;
4. Akta Perjanjian Antar Pemberi Fasilitas No. 111 tanggal 22
Agustus 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
5. Akta Perjanjian Subordinasi No. 109 tanggal 22 Agustus 1995,
dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
Perjanjian Jaminan:
6. Akta Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia atas barang-barang
PT Wira No. 102, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan
James Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
7. Akta Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia atas Mesin-Mesin
Debitur No. 99, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan
James Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
8. Akta Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia atas Barang-barang
Debitur No. 101, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan
James Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
9. Akta Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia atas Mesin-Mesin
Debitur No. 100, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan
James Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
10. Akta Pemberian Jaminan (Borgtoch) Pribadi No. 106, tanggal 22
Agustus 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
11. Akta Pemberian Jaminan (Borgtoch) Pribadi No. 107, tanggal 22
Agustus 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
12. Akta Pemberian Jaminan (Borgtoch) Pribadi No. 108, tanggal 22
Agustus 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
130
Universitas Indonesia
13. Akta Pemberian Jaminan Cessie Atas Tagihan Piutang Debitur
No. 103, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan James
Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
14. Akta Pemberian Jaminan Cessie Atas Tagihan Piutang Debitur
No. 104, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan James
Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
15. Akta Pemberian Jaminan Cessie Atas Tagihan Uang Asuransi PT
Wira No. 105, tanggal 22 Agustus 1995, dibuat di hadapan James
Herman Rahardjo, SH. Notaris di Jakarta;
16. Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 127, tanggal
11 Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo,
SH. Notaris di Jakarta;
17. Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 128, tanggal 11
Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
18. Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 129, tanggal
11 Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo,
SH. Notaris di Jakarta;
19. Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 130, tanggal 11
Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
20. Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 131, tanggal
11 Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo,
SH. Notaris di Jakarta; Hal. 46 dari 46 hal.Put.No. 536
K/Pdt/2007
21. Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 132, tanggal 11
Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
22. Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 133, tanggal
11 Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo,
SH. Notaris di Jakarta;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
131
Universitas Indonesia
23. Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 134, tanggal 11
Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
24. Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 135, tanggal
11 Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo,
SH. Notaris di Jakarta;
25. Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 136, tanggal 11
Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH.
Notaris di Jakarta;
26. Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 91, tanggal
22 Agustus 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo,
SH. Notaris di Jakarta;
27. Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 92, tanggal 22 Agustus
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
28. Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 93, tanggal
11 Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo,
SH. Notaris di Jakarta;
29. Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 94, tanggal 11 Desember
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
30. Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 95, tanggal
11 Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo,
SH. Notaris di Jakarta;
31. Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 96, tanggal 11 Desember
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
32. Akta Kuasa Untuk Memasang Hipotik (KUMH) No. 97, tanggal
11 Desember 1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo,
SH. Notaris di Jakarta; Hal. 47 dari 47 hal.Put.No. 536
K/Pdt/2007
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
132
Universitas Indonesia
33. Akta Kuasa Untuk Menjual (KUM) No. 98, tanggal 11 Desember
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
34. Akta Pernyataan dan Kesanggupan No. 110, tanggal 22 Agustus
1995, dibuat di hadapan James Herman Rahardjo, SH. Notaris di
Jakarta;
35. Sertifikat Hak Tanggungan No. 458/1996, tanggal 21 Oktober
1996 senilai Rp 618.500.000,- (enam ratus delapan belas juta
lima ratus ribu rupiah);
36. Sertifikat Hak Tanggungan No. 662/1996, tanggal 17 Oktober
1996 senilai Rp 3.120.000.000,- (tiga milyar seratus dua puluh
juta rupiah);
37. Sertifikat Hak Tanggungan No. 1558/1996, tanggal 15 Oktober
1996 senilai Rp 1.296.000.000;
6. Menyatakan semua hak tagih/piutang termasuk dan tidak terkecuali
hak-hak selaku agen fasilitas, agen jaminan berikut hak-hak
preferen/hak hipotik/hak tanggungan, hak-hak yang diistimewakan
yang melekat, hak gadai, hak fidusia, jaminan pribadi, jaminan
perusahaan dari Bank-Bank asal peserta kredit sindikasi termasuk dari
Tergugat yang timbul dari perjanjian kredit tersebut beralih kepada
Penggugat;
7. Menyatakan Penggugat adalah satu-satunya kreditur preferen agen
jaminan atau sebagai pihak yang berwenang untuk menyimpan semua
barang-barang jaminan dan atau agen fasilitas dari segala piutang
terhadap Turut Tergugat II yang berasal dari perjanjian kredit tersebut;
8. Menyatakan Tergugat tidak berhak dan tidak berwenang melakukan
perhitungan dan penagihan hutang kepada Turut Tergugat II dalam
bentuk apapun;
9. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan dokumen jaminan tersebut
di bawah ini kepada Penggugat yakni:
1. Sertifikat Hak Milik No. 22/Cakung Timur seluas 4.932 m2,
menurut Gambar Situasi tertanggal 21 April 1982, No. 5233/1982,
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
133
Universitas Indonesia
atas nama Julian Lupolo Intan, terletak di Jalan Cakung Cilincing
Raya, Jakarta Timur; Hal. 48 dari 48 hal.Put.No. 536 K/Pdt/2007
2. Sertifikat Hak Milik No. 28/Cakung Timur seluas 4.886 m2,
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5226/1982, atas nama
Tanti Beniwati, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
3. Sertifikat Hak Milik No. 29/Cakung Timur seluas 4.853 m2,
menurut Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5233/1982,
atas nama Tansri Mahadju Benui, terletak di Jalan Cakung
Cilincing Raya, Jakarta Timur;
4. Sertifikat Hak Milik No. 46/Cakung Timur seluas 6.940 m2,
Gambar Situasi tanggal 11 September 1975, No. 1001/1975, atas
nama Tansri Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya,
Jakarta Timur;
5. Sertifikat Hak Milik No. 47/Cakung Timur seluas 5.670 m2,
Gambar Situasi tanggal 11 September 1975, No. 999/1975, atas
nama Tansri Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya,
Jakarta Timur;
6. Sertifikat Hak Milik No. 48/Cakung Timur seluas 2.960 m2,
Gambar Situasi tanggal 20 September 1975, No. 1000/1975, atas
nama Tansri Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya,
Jakarta Timur;
7. Sertifikat Hak Milik No. 70/Cakung Barat seluas 2.095 m2, Gambar
Situasi tanggal 8 September 1975, No. 942/1975, atas nama Tansri
Mahadju Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
8. Sertifikat Hak Milik No. 72/Cakung Barat seluas 4.920 m2, Gambar
Situasi tanggal 1 September 1975, No. 941/1975, atas nama Tansri
Saridju Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
9. Sertifikat Hak Milik No. 74/Cakung Barat seluas 15.545 m2,
Gambar Situasi tanggal 18 Desember 1975, No.1873/1975, atas
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
134
Universitas Indonesia
nama Tansri Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya,
Jakarta Timur;
10. Sertifikat Hak Milik No. 78/Cakung Barat seluas 1.375 m2,
Gambar Situasi tanggal 28 Oktober 1975, No. 1002/1975, atas
nama Tansri Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya,
Jakarta Timur; Hal. 49 dari 49 hal.Put.No. 536 K/Pdt/2007
11. Sertifikat Hak Milik No. 144/Cakung Timur seluas 3.465 m2,
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5233/1982, atas nama
Julia Lupolo Intan, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya,
Jakarta Timur;
12. Sertifikat Hak Milik No. 145/Cakung Timur seluas 3.626 m2,
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5230/1982, atas nama
Tansri Saridju Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya,
Jakarta Timur;
13. Sertifikat Hak Milik No. 146/Cakung Timur seluas 4.944 m2,
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5227/1982, atas nama
Tanti Beniwati, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
14. Sertifikat Hak Milik No. 147/Cakung Timur seluas 3.000 m2,
Gambar Situasi tanggal 11 Januari 1980, No. 2/52/1980, atas nama
Soesanto Leo, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
15. Sertifikat Hak Milik No. 148/Cakung Timur seluas 4.440 m2,
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5232/1982, atas nama
Soesanto Leo, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
16. Sertifikat Hak Milik No. 149/Cakung Timur seluas 4.423 m2,
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5225/1982, atas nama
Soesanto Leo, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
17. Sertifikat Hak Milik No. 150/Cakung Timur seluas 3.250 m2,
Gambar Situasi tanggal 11 Januari 1980, No. 1/51/1980, atas nama
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
135
Universitas Indonesia
Soesanto Leo, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya, Jakarta
Timur;
18. Sertifikat Hak Milik No. 151/Cakung Timur seluas 4.484 m2,
Gambar Situasi tanggal 21 April 1982, No. 5231/1982, atas nama
Tansri Saridju Benui, terletak di Jalan Cakung Cilincing Raya,
Jakarta Timur;
19. Sertifikat Hak Milik No. 375/Cakung Barat (d/h No. 80/Cakung
Barat) seluas 3.930 m2, Gambar Situasi tanggal 1 September 1975,
No. 941/1975, atas nama Tansri Singadju, Benui, terletak di Jalan
Cakung Cilincing Raya, Jakarta Timur;
20. Sertifikat Hak Milik No. 376/Cakung Barat (d/h No. 81/Cakung
Barat) seluas 2.370 m2, Gambar Situasi tanggal 12 Juli 1975, No.
3875/1975, atas nama Tansri Benui, terletak di Jalan Cakung
Cilincing Raya, Jakarta Timur;
21. Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 2248/Petojo Utara seluas 277
m2, menurut Surat Ukur tertanggal 4 Februari 1992, No.
57/1992,atas nama Tansri Benui, terletak di Gang Sadar 1 No. 2
Jakarta Pusat;
22. Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 2585/Petojo Utara seluas 580
m2, menurut Surat Ukur tertanggal 10 Oktober 1994, No. 1202/
1994, atas nama Tansri Benui, terletak di Gang Sadar I No. 4, 6, 8,
10, Jakarta Pusat;
23.Sertifikat Hak Milik No. 2568/Petojo Utara seluas 1.458 m2,
menurut Surat Ukur tertanggal 5 September 1994, No. 1092/1994,
atas nama Tansri Benui, terletak di Jalan Sangaji No. 2-C, Jakarta
Pusat;
24. Sertifikat Hak Milik No. 117/Beji seluas 6.190 m2, Gambar Situasi
tanggal 25 Oktober 1990, No. 2698/1990, atas nama Tansri Benui,
terletak di Desa Beji, Pasuruan Jawa Timur;
25. Sertifikat Hak Milik No. 118/Beji seluas 7.990 m2, Gambar Situasi
tanggal 25 Oktober 1990, No. 2699/1990, atas nama Tansri Benui,
terletak di Desa Beji, Pasuruan Jawa Timur;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
136
Universitas Indonesia
26. Sertifikat Hak Milik No. 119/Beji seluas 5.090 m2, Gambar Situasi
tanggal 25 Oktober 1990, No. 2700/1990, atas nama Tansri Benui,
terletak di Desa Beji, Pasuruan Jawa Timur;
27. Sertifikat Hak Milik No. 120/Beji seluas 7.335 m2, Gambar Situasi
tanggal 25 Oktober 1990, No. 2701/1990, atas nama Tansri Benui,
terletak di Desa Beji, Pasuruan Jawa Timur;
28. Sertifikat Hak Milik No. 487/Cimacan seluas 1.670 m2, Gambar
Situasi tanggal 18 Oktober 1978, No. 688/1978, atas nama Tansri
Benui, terletak di Cimacan Kavling 65, Cianjur Jawa Barat;
29. Sertifikat Hak Milik No. 481/Cimacan Timur seluas 1.670 m2,
Gambar Situasi tanggal 18 Oktober 1978, No. 682/1978, atas nama
Tansri Benui, terletak di Cimacan Kavling 67, Cianjur Jawa Barat;
10. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi setiap tahunnya
sebesar Rp 1.272.480.000,- (satu milyar dua ratus tujuh puluh dua juta
empat ratus delapan puluh ribu rupiah) kepada Penggugat sejak
putusan ini mempunyai kekuatan tetap;
11. Menghukum Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II untuk tunduk
patuh terhadap putusan ini;
12. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
Kemudian dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, Tergugat
dan Turut Tergugat I putusan Pengadilan Negeri tersebut telah diperbaiki oleh
Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusan No. 77/PDT/2006/PT.DKI. tanggal 17
Mei 2006 dengan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal
31 Mei 2005 No. 160/Pdt.G/2004/PN.Jkt.Pst. yang dimohonkan banding tersebut
dengan perbaikan, yang amarnya berbunyi sama seperti amar putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat kecuali untuk amar putusan No. 8 dan No. 10 putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dihilangkan atau tidak dijadikan sebagai amar
putusan.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
137
Universitas Indonesia
Memori Kasasi
Alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Penggugat dalam
memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah:
1. Bahwa putusan Pengadilan Tinggi melanggar tertib Hukum Acara
karena dalam halaman 18 putusan tersebut, Majelis telah membatalkan
amar putusan No. 8 dan No. 10 putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, akan tetapi dalam bagian mengadili, putusan Pengadilan Tinggi
yang berbunyi: “Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
tanggal 31 Mei 2005 No. 160/PDT.G/2004/ PN.JKT.PST. yang
dimohonkan banding tersebut dengan perbaikan yang amar
selengkapnya sebagai berikut ........dst.”;
Bahwa seharusnya apabila Pengadilan Tinggi membatalkan sebagian
amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, seharusnya terlebih
dahulu membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan
seterusnya mengadili sendiri, oleh karenanya putusan Pengadilan
Tinggi salah menerapan hukum acara;
2. Bahwa Pemohon Kasasi/Penggugat tidak dapat menyetujui
pertimbangan Pengadilan Tinggi yang tidak mengabulkan ganti rugi
Pemohon Kasasi/Penggugat, sebagaimana pertimbangan Pengadilan
Tinggi halaman 17 butir terakhir yang berbunyi: “Menimbang bahwa
demikian itu pula tuntutan Pembanding/Penggugat agar Terbanding/
Tergugat dihukum untuk membayar ganti rugi materil dan imateril
kepada Pembanding/Penggugat yang dikabulkan Majelis Hakim
tingkat pertama sebesar Rp 1.272.480.000, karena Terbanding/
Tergugat telah dihukum untuk menyerahkan dokumen-dokumen
jaminan kepada Pembanding/Penggugat, maka tuntutan
Pembanding/Penggugat demikian itupun berlebihan”;
Bahwa putusan Pengadilan Tinggi tersebut salah menerapkan hukum,
karena sudah terbukti Termohon Kasasi/Tergugat menyimpan dan
menguasai secara tidak sah dokumen-dokumen milik Pemohon
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
138
Universitas Indonesia
Kasasi/Penggugat, maka Pemohon Kasasi/Penggugat telah mengalami
kerugian karena Pemohon Kasasi/Penggugat sejak tahun 2004 sampai
dengan sekarang tidak dapat menikmati dan menggunakan aset-aset
jaminan yang telah dibelinya tersebut karena dokumen-dokumen aset
tersebut tetap dikuasai oleh Termohon Kasasi/Tergugat, sehingga
Pemohon Kasasi/Penggugat telah mengalami kerugian sebesar
sebagaimana diuraikan dalam petitum gugatan;
Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi: “Tiap-tiap perbuatan yang
melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena ke-
salahannya untuk mengganti kerugian tersebut”;
Bahwa Dr. Rosa Agustina dalam bukunya perbuatan melawan hukum,
Jakarta Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum UI 2003 halaman 57
menyebutkan: “Sebagai ketentuan umum sekiranya dapat digunakan
kenyataan bahwa maksud dari kewajiban memberikan ganti kerugian
adalah untuk membawa si penderita sedapat mungkin kepada keadaan
sekiranya tidak terjadi perbuatan melawan hukum”;
Bahwa perbuatan Termohon Kasasi/Tergugat yang dengan sengaja
tidak mau menyerahkan kepada Pemohon Kasasi/Penggugat dokumen-
dokumen aset yang telah dibeli oleh Pemohon Kasasi/ Penggugat,
bahwa patut menyadari perbuatan tersebut bertentangan dengan
kewajiban hukumnya, melanggar hak subjektif orang lain, melanggar
kaidah kesusilaan, bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta
sikap hati-hati yang terdapat dalam pergaulan masyarakat terhadap diri
atau barang orang lain, bahwa Pengadilan Tinggi keliru menafsirkan
pemberian ganti kerugian dalam perkara ini dengan mengatakan
apabila Termohon Kasasi telah dihukum mengembalikan dokumen
yang dikuasainya, maka berlebihan apabila kalau dihukum lagi
memberikan ganti kerugian. Bahwa padahal hukuman ganti kerugian
adalah tuntutan keadilan atas kesalahan Termohon Kasasi/Tergugat;
Bandingkan dengan putusan Mahkamah Agung tanggal 4 Juni 1973
No. 558 K/Sip/1971 yang membenarkan putusan Pengadilan Tinggi
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
139
Universitas Indonesia
dan putusan Pengadilan Negeri, yang menghukum Tergugat
memberikan ganti kerugian sekalipun Tergugat telah dihukum untuk
mengganti sebuah Otobis yang terbakar akibat kesalahan Tergugat
(vide buku yurisprudensi Indonesia terbitan Mahkamah Agung tahun
1974 halaman 297-318);
Bahwa Pemohon Kasasi/Penggugat sejak tahun 2004 sampai dengan
sekarang tidak dapat menikmati dan menggunakan aset yang telah
dibelinya karena Termohon Kasasi/Tergugat menguasai dokumen-
dokumen aset tersebut, padahl apabila Pemohon Kasasi/ Penggugat
memanfaatkan aset yang telah dibelinya tersebut akan mendapatkan
keuntungan, sehingga Pemohon Kasasi/Penggugat patut mendapat
uang ganti rugi hilangnya keuntungan-keuntungan yang diharapkan
(lihat putusan Mahkamah Agung yang menguatkan putusan
Pengadilan Tinggi yang menyatakan Tergugat dihukum
mengembalikan haknya Penggugat dan Tergugat harus dihukum pula
mengganti kerugian kepada Penggugat yaitu hilangnya keuntungan
yang akan diperoleh oleh Penggugat dalam perkara CV Setia
Budi/Penggugat melawan Pemerintah RI Cq. Departemen
Transmigrasi/Tergugat, putusan Mahkamah Agung tanggal 24 Agustus
1988 No. 3489 K/Pdt/1987, Varia Peradilan No. 73 Oktober 1991
halaman 5);
Bahwa menurut pendapat Hakim Agung Kusumah Atmaja, sebagai
catatan terhadap putusan Mahkamah Agung tanggal 23 Desember
1987 No. 842 K/Pdt/1986 “Dalam hal perbuatan melawan hukum
hendaknya diperhatikan bahwa kerugian merupakan unsur dari
perbuatan melawan hukum, kalau kerugian tidak terbukti maka tidak
ada perbuatan melawan hukum”. Sesuai dengan pendapat sebagian
penulis/yurisprudensi ada dua Pasal yang dapat dijadikan pedoman
dalam perbuatan melawan hukum yaitu:
Pasal 1247 KUHPerdata membayar biaya kerugian dan bunga yang
dapat diduga pada waktu perjanjian terjadi;
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
140
Universitas Indonesia
Pasal 1248 KUHPerdata, membayar biaya kerugian dan bunga hanya
yang merupakan akibat yang langsung dan segera dari tidak
terlaksananya perjanjian dengan catatan bahwa bunga dalam perbuatan
melawan hukum tidak diperhitungkan (vide Buku Yurisprudensi
Indonesia Tahun 1990 jilid 4 Terbitan Mahkamah Agung RI, halaman
99);
3. Bahwa putusan Pengadilan Tinggi tidak cukup dipertimbangkan
(onvoldoende gemotiveerd);
Bahwa Pengadilan Tinggi kurang sempurna memberikan pertimbangan
hukum sehingga tidak jelas dasar hukumnya dalam menolak bahwa
tuntutan membayar ganti rugi adalah berlebihan;
Pengadilan Tinggi hanya mempertimbangkan Termoon Kasasi/
Tergugat telah dihukum untuk menyerahkan dokumen-dokumen
jaminan maka tidak perlu lagi ada putusan ganti kerugian;
Pengadilan Tinggi tidak mempertimbangkan aspek keadilan di mana
Pemohon Kasasi/Penggugat harus menunggu bertahun-tahun untuk
memperoleh kembali haknya yaitu dokumen-dokumen jaminan tanpa
memperoleh ganti rugi;
Pengadilan Tinggi tidak mempertimbangkan tuntutan Pemohon
Kasasi/Penggugat supaya Termohon Kasasi/Tergugat menyerahkan
dokumen-dokumen jaminan tersebut adalah merupakan tuntutan hak,
karena dokumen-dokumen jaminan yang dikuasai oleh Termohon
Kasasi/Tergugat adalah tanpa hak, sedangkan tuntutan ganti rugi
adalah tuntutan keadilan sebagai konsekuensi yuridis atas perbuatan
melanggar hukum Termohon Kasasi/Tergugat, di samping itu supaya
putusan tersebut dapat memberikan efek jera terhadap siapa saja yang
melakukan perbuatan melawan hukum;
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mah-kamah
Agung berpendapat:
mengenai alasan-alasan ke 1 s/d ke 3:
Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena putusan
judex facti/Pengadilan Tinggi yang memperbaiki putusan Pengadilan
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
141
Universitas Indonesia
Negeri dengan menolak amar No. 8 dan No. 10 telah salah menerapkan
hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Termohon Kasasi/Tergugat telah dinyatakan terbukti
melakukan perbuatan melawan hukum, sehingga berdasar Pasal 1365
KUHPerdata, maka setiap perbuatan melawan hukum yang membawa
kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang menimbulkan
kerugian tersebut karena kesalahannya untuk mengganti kerugian
tersebut in casu jaminan berupa sertifikat yang dimaksud pada butir 4
(1) sampai dengan 4 (32) posita gugatan masih tetap dikuasai oleh
Tergugat, bahkan Tergugat masih tetap melakukan penagihan kepada
Turut Tergugat II tanpa alasan mengingat perjanjian jual beli piutang
(Cessie) adalah sah;
Pertimbangan Mahkamah Agung
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut
pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan
permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: SILVER TOUCH
GROUP LIMITED tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta
No. 77/PDT/2006/PT.DKI. tanggal 17 Mei 2006 yang memperbaiki putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 160/Pdt.G/2004/ PN.JKT.PST. tanggal 31
Mei 2005 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar
putusan sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi
dikabulkan, dan Termohon Kasasi berada dipihak yang kalah maka harus
dihukum untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan.
Maka, permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi : PT Silver
Touch Group Limited harus diterima dengan perbaikan amar putusan Pengadilan
Tinggi Jakarta No. 77/PDT/2006/PT.DKI. tanggal 17 Mei 2006 yang
memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.
160/Pdt.G/2004/PN.JKT.PST. tanggal 31 Mei 2005 sehingga amar selengkapnya
seperti yang tertera di bawah ini:
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
142
Universitas Indonesia
Putusan Mahkamah Agung
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: SILVER TOUCH
GROUP LIMITED tersebut;
Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 77/PDT/2006/PT.
DKI. tanggal 17 Mei 2006 yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat No. 160/Pdt.G/2004/PN.JKT.PST. tanggal 31 Mei 2005;
Mahkamah Agung memutuskan amar putusan yang sama seperti yang
diamarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam putusannya No.
160/Pdt.G/2004/PN.JKT.PST. tanggal 31 Mei 2005.
4.2. Analisis Kasus PT Silver Touch melawan Bank Permata eks Bank Bali
4.2.1. Aspek Perbuatan Melawan Hukum
Penulis akan melakukan analisis terhadap putusan Mahkamah Agung yang
memutus perkara antara PT Silver Touch dengan Bank Permata eks Bank Bali,
melihat posisi kasus antara PT Silver Touch, sebuah badan hukum yang didirikan
menurut hukum British Virgin Island sebagai Pemohon Kasasi dahulu
Penggugat/Pembanding juga Terbanding melawan Bank Permata sebagai
Termohon Kasasi dahulu Tergugat/Terbanding juga Pembanding.
Kasasi adalah pembatalan oleh Mahkamah Agung atas putusan pengadilan Tingkat Tertinggi hakim yang tidak atau bertentangan dengan hukum yang
berlaku yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.193 Kasasi adalah tindakan Mahkamah Agung untuk menegakkan dan membetulkan hukum.
Menurut Dr. Wirjono Prodjodikoro, Kasasi adalah salah satu tindakan
Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi atas putusan-putusan Pengadilan-
Pengadilan lain. Dasar hukum bagi Pengadilan Kasasi yang dilakukan oleh
193 R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata (Tata Cara dan Proses Persidangan), (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hal. 90.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
143
Universitas Indonesia
Mahkamah Agung diatur dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Pokok
Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970.
Tugas dan wewenang Mahkamah Agung, yakni memutuskan:
a) Permohonan kasasi;
b) Sengketa tentang kewenangan mengadili;
c) Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Adapun Mahkamah Agung dalam tingkat Kasasi membatalkan putusan
atau penetapan Pengadilan-Pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:
a) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, hal ini yang
sering terjadi di dalam praktek. Pengertian “salah menerapkan atau
melanggar hukum” banyak terjadi karena perkembangan hukum
meningkat sedangkan buku-buku terutama buku yurisprudensi masih
jarang diterbitkan;
c) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan. Contohnya, apabila putusan dijatuhkan dan
surat putusannya tidak dimulai dengan kalimat-kalimat “Demi keadilan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Putusan atau penetapan Pengadilan dari semua lingkungan Peradilan
dalam tingkat kasasi akan dibatalkan, karena tidak berwenang atau melampaui
batas wewenang seperti dalam hal salah menerapkan melanggar hukum yang
berlaku.194
Oleh karena itu pemeriksaan kasasi dalam perkara PT Silver Touch,
sebuah badan hukum yang didirikan menurut hukum British Virgin Island sebagai
Pemohon Kasasi dahulu Penggugat/Pembanding juga Terbanding melawan Bank
Permata sebagai Termohon Kasasi dahulu Tergugat/Terbanding juga Pembanding,
meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, baik yang meliputi bagian
194 Retnowulan Susanto dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung : Mandar Maju, 1997), hal. 166.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
144
Universitas Indonesia
daripada putusan yang merugikan maupun yang menguntungkan pemohon kasasi.
Artinya, pada tingkat kasasi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk
perkara dan oleh karenanya pemeriksaan kasasi tersebut tidak dianggap sebagai
pemeriksaan tingkat ke 3 (tiga). Dalam pemeriksaan kasasi, perkara tidak menjadi
“mentah” lagi, sehingga mengenai faktanya sudah tidak dapat ditinjau lagi.
Mahkamah Agung hanya dalam tingkat kasasi hanya meneliti soal penerapan
hukumnya saja, yaitu apakah putusan atau penetapan Pengadilan yang
dimohonkan kasasi itu “melanggar hukum” atau “tidak melanggar hukum”.
Dalam pemeriksaan tingkat kasasi dalam kasus ini, ada beberapa hal yang
akan penulis analisis, yaitu:
Masalah Perhitungan Utang dan Penagihan / Penguasaan Dokumen Jaminan
dan Penagihan Piutang
Terdapat beberapa permasalahan seputar masalah yang dilakukan Bank
Permata, dalam gugatan yang diajukan oleh PT Silver Touch, yaitu:
a. Penguasaan dokumen surat jaminan yang dilakukan oleh Bank Permata,
bagi PT Silver Touch dianggap telah berlawanan dengan hukum, karena
Tergugat sesungguhnya telah menyerahkan dan melepaskan semua hak
tagih/piutang berikut hak-haknya selaku agen fasilitas, agen jaminan
berikut hak-hak preferen/hak hipotik/hak tanggungan, hak-hak yang
diistimewakan yang melekat, hak gadai, fidusia, jaminan pribadi,
jaminan perusahaan, yang berkaitan dengan kredit sindikasi kepada
Turut Tergugat II berkaitan dengan program penyehatan perbankan
nasional, atas Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie yang
dilakukan antara PT Silver Touch dan BPPN, tanpa mengindahkan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan.
b. Perbuatan Termohon Kasasi/Tergugat yang dengan sengaja tidak mau
menyerahkan kepada Pemohon Kasasi/Penggugat dokumen-dokumen
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
145
Universitas Indonesia
aset yang telah dibeli oleh Pemohon Kasasi/ Penggugat, bahwa patut
menyadari perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban
hukumnya, melanggar hak subjektif orang lain, melanggar kaidah
kesusilaan, bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta sikap
hati-hati yang terdapat dalam pergaulan masyarakat terhadap diri atau
barang orang lain, bahwa Pengadilan Tinggi keliru menafsirkan
pemberian ganti kerugian dalam perkara ini dengan mengatakan apabila
Termohon Kasasi telah dihukum mengembalikan dokumen yang
dikuasainya, maka berlebihan apabila kalau dihukum lagi memberikan
ganti kerugian.
c. Kemudian Bank Permata juga masih melakukan penagihan utang kepada
Turut Tergugat II, tanpa mengindahkan Perjanjian Jual Beli Piutang dan
Akta Cessie yang telah dilaksanakan antara BPPN, sebagai Badan
Program Penyehatan Nasional dengan Bank Permata itu sendiri, akibat
kredit macet yang dialami oleh Bank Permata tersebut.
Analisis Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/PDT/2007
Pengertian Jual Beli
Berdasarkan Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu persetujuan
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Berdasarkan rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa jual beli adalah suatu
bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan
sesuatu, dimana dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang
dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.195
hal.7 195 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, (Jakarta : Grafindo Persada, 2003),
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
146
Universitas Indonesia
Khusus mengenai penyerahan piutang atas nama sebagai benda tak
bertubuh, diatur dalam Pasal 1459 dan Pasal 613 dan Pasal 584 KUHPerdata.
Perjanjian jual beli akan selalu diikuti dengan penyerahan hak kepemilikan
dari benda yang dijualnya itu. Tanpa ada penyerahan hak kepemilikan dari penjual
ke pembeli, perbuatan hukum yang harus dilakukan atas suatu perjanjian jual beli
belum dapat terselesaikan.
Pasal 1459 KUHPerdata yang mengatakan bahwa hak milik atas barang
yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli selama penyerahan belum
dilakukan, sesuai ketentuan-ketentuan yang telah diperjanjikan.
Pengertian Cessie
Pasal 613 KUHPerdata : Penyerahan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.
Penyerahan yang demikian bagi debitur tidak ada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya.
Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai endosemen.
Pengertian Piutang
Kemudian juga diatur dalam Pasal 1533 KUHPerdata, yaitu :
” Penjualan seuatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya, sepertinya penanggungan-penanggungan, hak istimewa dan hipotik-hipotik.”
Sementara Pasal 1534 KUHPerdata berbunyi :
”Barangsiapa menjual suatu piutag atau suatu hak tak bertubuh lainnya, harus menanggung bahwa hak-hak itu benar dan sewaktu diserahkannya, biarpun penjualan dilakukan tanpa janji penanggungan.”
Pasal 1535 KUHPerdata mengatakan :
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
147
Universitas Indonesia
” Ia tidak bertanggung jawab tentang cukup mampunya si berutang, kecuali jika ia telah mengikatkan dirinya untuk itu, dan hanya untuk jumlah harga pembelian, yang telah diterimanya untuk piutangnya.”
PT Silver Touch juga dapat meminta agar perjanjian jual beli dan
pengalihan piutang dari Tergugat dan bank-bank peserta kredit sindikasi kepada
Turut Tergugat I tersebut dinyatakan sah, karena:
1. Jual beli tersebut telah disepakati terlebih dahulu antara Turut Tergugat I
(Badan Penyehatan Perbankan Nasional) sebagai penjual dan Penggugat
sebagai pembeli dan yang melakukan perjanjian itu cakap menurut
hukum, terhadap suatu tertentu yaitu suatu program pemerintah RI yang
dilakukan dengan perjanjian yang sah oleh Badan Penyehatan Perbankan
Nasional terhadap aset kredit sindikasi dan Bank-Bank (Bank asal)
termasuk Tergugat.
2. Mengingat ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata telah terpenuhi dimana
Penggugat adalah pembeli yang beritikad baik atas aset kredit yang
dijual oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Turut Tergugat I
dengan Program penjual aset kredit VI (PPAK VI), maka berdasarkan
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 26
Desember 1958 No. 251 K/Sip/1958, pembeli yang telah bertindak
dengan itikad baik harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan
memang sudah senyatanya dianggap sah.
3. Dengan adanya Akta Perjanjian Jual Beli Piutang dan Perubahan Jual
Beli Piutang tersebut serta Akta Perjanjian Pengalihan Piutang (Cessie)
yang dilakukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional selaku
Pemerintah Republik Indonesia (Turut Tergugat I) dengan PT Silver
Touch (Penggugat), perjanjian jual beli tersebut sah menurut hukum.
Oleh karena itu Penggugat telah berhasil membuktikan dalil gugatannya.
Oleh karena Penggugat telah berhasil membuktikan bahwa benar telah
terjadi jual beli antara Turut Tergugat I sebagai penjual dan Pengugat sebagai
pembeli, maka perlu dinyatakan bahwa jual beli antara Turut Tergugat I dengan
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
148
Universitas Indonesia
Penggugat adalah sah menurut hukum walaupun dalam amar gugatan Penggugat
tidak dimintakan.
Program Penjualan Aset Kredit (PPAK) VII
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
2004 tentang Pengakhiran Tugas dan Pembubaran Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (”Keppres Nomor 15 Tahun 2004”), maka terhitung tanggal 27 Februari
2004, masa tugas BPPN dinyatakan berakhir.
Dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) butir b (1) dari Keppres tersebut
menyatakan bahwa :
Pasal 6 ayat (1)
Dengan berakhirnya tugas BPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan/atau dibubarkannya BPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, segala kekayaan BPPN menjadi kekayaan Negara yang dikelola oleh Menteri Keuangan.
Pasal 6 ayat (2) butir b (1)
Kekayaan Negara yang terkait dengan perkara di lembaga peradilan, penangannya dilakukan oleh Tim Pemberesan BPPN yang dibentuk dengan Keputusan Presiden.
Tim Pemberesan tersebut telah dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim
Pemberesan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (”Keppres Nomor 16 Tahun
2004”).
Dalam Pasal 1, Pasal 3 ayat (1), dan Pasal 4 Keppres Nomor 16 Tahun
2004, ditegaskan:
Pasal 1 Dalam rangka penyelesaian pengakhiran tugas Badan Penyehatan
Perbankan Nasional dibentuk Tim Pemberesan BPPN, yang selanjutnya
dalam Keputusan Presiden ini disebut Tim Pemberesan.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
149
Universitas Indonesia
Pasal 3 ayat (1)
Tim Pemberesan diketuai oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Pasal 4 Tim Pemberesan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) bertugas untuk: a. penanganan masalah kearsipan; b. penanganan kekayaan Negara yang terkait dengan perkara di lembaga peradilan; c. penanganan masalah hukum; d. penanganan administrasi keuangan; e. pendampingan pelaksanaan audit dalam rangka pemberesan BPPN.
Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, Tim Pemberesan dibantu oleh
Kelompok Kerja yang dibentuk oleh Menteri Keuangan, yang salah satunya
adalah : Kelompok Kerja Penanganan Masalah Hukum (Pasal 3 ayat (2) butir d).
Salah satu dari kelompok Kerja Penanganan masalah Hukum adalah bertindak
selaku kuasa Menteri Keuangan untuk beracara di seluruh lembaga peradilan
(Pasal 6 ayat (1) buitr c.2).
Dengan demikian, atas segala penanganan masalah hukum yang berkaitan
dengan gugatan yang ditujukan terhadap Badan Penyehatan Perbankan Nasional,
demi hukum beralih kepada Menteri Keuangan selau Ketua Tim Pemberesan
BPPN, berdasarkan :
- Pasal 17 butir c Keputusan Bersama Menteri Keuangan RI dan Gubernur
Bank Indonesia Nomor 53/KMK.017/1999 (31/12/KEP/BGI/ tanggal 8
Februari 1999 tentang Pelaksanaan Program Rekapitalisasi Bank Umum.
- Pasal 2 Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor
1/5/KEP.DpG/1999 tanggal 28 Mei 1999 tentang Penyerahan PT Bank
Bali kepada BPPN.
- Pasal 1 Keputusan Ketua BPPN No. SK-1748b/BPPN/0802 tanggal 30
Agustus 2002 tentang Penguasaan Aset dalam Restrukturisasi yang berasal
dari Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi oleh BPPN.
Seluruh hak atas piutang kredit sindikasi dari 13 bank-bank yaitu PT. Bank
Prima Express, PT. Bank Lippo, PT. Bank Tiara Asia, PT. Bank Umum Nasional,
PT. Bank Dharmala, PT. Bank Central Dagang, PT. Bank Umum Servitia, PT.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
150
Universitas Indonesia
Bank Bali, PT. Bank Sahid Gajah Perkasa, PT. Bank Surya, PT Bank
Danahutama, PT Bank Sembada Artanugroho dan PT Bank Danamon Indonesia
terhadap Turut Tergugat II, telah beralih kepada Turut Tergugat I.
Sejalan dengan proses pengakhiran masa tugas Turut Tergugat I, Turut
Tergugat I selanjutnya mengalihkan seluruh hak atas piutang Turut Tergugat I
terhadap Turut Tergugat II tersebut kepada Penggugat, melalui Program Penjualan
Aset Kredit (PPAK) VII.
Sehubungan dengan pengalihan seluruh hak atas piutang terhadap Turut
Tergugat II, Turut Tergugat I telah menyerahkan seluruh dokumen kredit berikut
dokume-dokumen jaminan yang berkaitan dengan hutang/kewajiban Turut
Tergugat II kepada Penggugat, kecuali beberapa asli dokumen sebagaimana
dinyatakan oleh Penggugat dalam butir 4 gugatannya, yang masih disimpan oleh
Tergugat dalam kapasitasnya selaku Agen Jaminan (security agent) eks. PT Bank
Bali. Dan pada saat pengalihan seluruh hak atas piutang, Penggugat telah
mengetahui dan menerima kenyataan bahwa sebagian dari asli dokumen-dokumen
dimaksud masih disimpan oleh Tergugat.
Pada saat Turut Tergugat I masih berkedudukan selaku Kreditur Mayoritas
(sebelum pengalihan hak atas piutang), Turut Tergugat I pernah mengajukan
permohonan kepada Tergugat untuk menyerahkan dokumen-dokumen jaminan
atas nama Turut Tergugat II.
Selaku Kreditur Mayoritas, Turut Tergugat I dapat tidak menyetujui atau
memberikan persetujuan kepada Tergugat sebagai pengganti kedudukan PT Bank
Bali selaku Agen Fasilitas maupun Agen Jaminan. Tergugat, dalam hal ini, tidak
diperkenankan mengambil tindakan yang bertentangan dengan instruksi tertulis
yang diberikan oleh Kreditur Mayoritas dan wajib melakukan tindakan yang sah
sesuai dengan instruksi tertulis yang diberikan oleh Kreditur Mayoritas.
Selain mengalihkan hak atas piutang terhadap Turut Tergugat II kepada
Penggugat, Turut Tergugat I juga harus mengalihkan seluruh hak dan kewajiban
selaku Kreditur Mayoritas tanpa kecuali, termasuk mengalihkan seluruh dokumen
yang terkait dengan hutang/kewajiban Turut Tergugat II tersebut, kepada
Penggugat selaku Kreditur Mayoritas yang baru.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
151
Universitas Indonesia
Permohonan penyerahan dokumen belum mendapat tanggapan dari
Tergugat, namun Turut Tergugat I sudah tidak dapat dan/atau tidak memiliki
wewenang lagi untuk menindaklanjuti permohonan penyerahan dokumen tersebut
kepada Tergugat, mengingat hak atas piutang terhadap Turut Tergugat II telah
beralih seluruhnya kepada Penggugat.
Perjanjian Jual Beli Piutang (benda tak bertubuh) dan Akta Cessie
Jual beli adalah perjanjian yang bersifat konsensual, dalam pengertian
bahwa jual beli telah lahir dan mengikat para pihak, yaitu penjual dan pembeli
segera setelah mereka mencapai kata sepakat mengenai kebendaan yang
dperjualbelikan dan harga yang harus dibayar. Dengan kesepakatan tersebut,
pembeli terikat dengan kewajiban untuk membayar harga pembelian, dan penjual
terikat untuk menyerahkan kebendaan yang dijualnya sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 1459 KUHPerdata yang berbunyi :
”Hak milik atas barang yang dijual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan menurut Pasal 612, 613, dan 616”, dan juga seperti dinyatakan dalam Pasal 1457 KUHPerdata, “Penyerahan adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan pembeli.“196
Mengingat objek jual beli yang dilakukan oleh BPPN dan Bank Permata
adalah berupa barang tak bertubuh atau piutang, maka penyerahan atas jual beli
piutang harus dilakukan dengan Cessie sesuai dengan ketentuan Pasal 613
KUHPerdata, yaitu :
Penyerahan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.
Penyerahan yang demikian bagi debitur tidak ada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya.
196 KUH Perdata, Op.cit., Ps. 1459.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
152
Universitas Indonesia
Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai endosemen.
Ketentuan Pasal 613 ayat (1) menjelaskan bahwa penyerahan piutang atas
nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan membuat akta
otentik atau akta di bawah tangan, dengan mana hak-hak kebendaan tersebut
dilimpahkan kepada orang lain. Kemudian dalam ketentuan Pasal 613 ayat (2)
mengatakan bahwa agar penyerahan piutang dari kreditur lama kepada kreditur
baru mempunyai akibat hukum kepada debitur, maka penyerahan tersebut harus
diberitahukan kepada debitur, atau debitur secara tertulis telah menyetujuinya atau
mengakuinya. Piutang atas nama merupakan piutang yang pembayarannya
dilakukan kepada pihak yang namanya tertulis dalam surat piutang tersebut dalam
hal in kreditur lama. Namun dengan adanya pemberitahuan tentang pengalihan
piutang atas nama kepada debitur, maka debitur terikat untuk membayar kepada
kreditur baru dan bukan kepada kreditur lama.197
Penyerahan piutang atas nama yang diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata
adalah suatu yuridische levering atau perbuatan hukum pengalihan hak milik
karena dalam sistem KUHPerdata, perjanjian jual beli, termasuk jual beli piutang
bersifat konsensual obligatoir. Artinya baru meletakkan hak dan kewajiban bagi
penjual dan pembeli. Tetapi belum mengalihkan kepemilikan.
Secara yuridis yang dimaksud dengan cessie adalah suatu pengalihan
piutang (atas nama) terhadap debitur (cessus), dari kreditur lama (cedent) kepada
kreditur baru (cessionaris), dengan cara yang diatur oleh undang-undang, yakni
dengan jalan membuat akta Cessie, baik akta otentik maupun akta bawah tangan,
dan dengan kewajiban pemberitahuan (betekening, notice) kepada debitur, atau
secara tertulis disetujui dan diakuinya oleh debitur.198
Pengalihan piutang juga diatur dalam Nieuw Nederlands Burgerlijk
Wetboek diatur dalam buku Afdeling 2 Overdracht van goederen en afstand van
197 Suharnoko dan Endah Hartati, Doktrin Subrogasi, Novasi, dan Cessie, (Jakarta : Kencana, 2008), hal. 103.
198 Munir Fuady, Op.cit., hal. 150.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
153
Universitas Indonesia
beperkte rechten (P.P.C. Haanappel dan Ejan Mackaay, 1990:48-55) dan Buku 6
Titel 2 Afdeling 1 Gevolgen van overgang van vorderingen (P.P.C. Haanappel
dan Ejan Mackaay, 1990:288-292).
Pasal 94 (3.4.2.7) menyebutkan bahwa penyerahan dilakukan dengan akta
penyerahan piutang dan pemberitahuan kepada debitur yang harus membayar
tagihan itu. Pemberitahuan dilakukan oleh pihak yang mengalihkan piutang atau
pihak yang menerima piutang.
Pasal 142 (6.2.1.1) menyebutkan bahwa kreditur baru kepada siapa tagihan
dialihkan memperoleh hak-hak yang bersifat accessoir seperti hak gadai, hipotik,
penanggungan, privilege, dan hak-hak untuk melakukan eksekusi. Hak-hak yang
bersifat accessoir itu meliputi bunga, denda, dan penyitaan, kecuali hak-hak
tersebut sudah hapus pada saat pengalihan piutang.
Sementara Pasal 143 (6.2.1.2) mengatakan bahwa ketika tagihan sudah
diserahkan, kreditur lama harus memberikan kepada kreditur baru dokumen-
dokumen sebagai alat bukti piutang dan hak-hak accesoir tersebut. Apabila
dokumen-dokumen tersebut masih dibutuhkan oleh kreditur lama maka kreditur
lama hanya berhak membuat copy atas dokumen yang diperlukan atas permintaan
dan biaya kreditur baru.
Kreditur lama juga harus memberikan dokumen titel eksekutorial atau jika
hal tersebut masih diperlukan oleh kreditur lama, maka kreditur lama harus
memberi kesempatan untuk digunakan bagi keperluan eksekusi bagi kreditur baru.
Dalam hal kreditur mengalihkan seluruh tagihannya, kreditur lama harus
menyerahkan barang gadai yang berada dalam kekuasaannya kepada kreditur
baru. Jika tagihan yang dialihkan tersebut dijamin dengan hipotik, kreditur lama
atas permintaan kreditur baru harus memberikan bantuan agar hipotik dapat
didaftarkan atas nama kreditur baru.199
Dengan demikian, akibat pengalihan piutang mengakibatkan hak accesoir
kreditur lama beralih ke kreditur baru. Jadi kreditur lama harus menjamin
pemenuhan kewajiban tersebut, seperti yang disebut pada Pasal 144 (6.2.1.3.)
199 Suharnoko dan Endah Hartati, Op.cit., hal. 105.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
154
Universitas Indonesia
Dalam hal ini, Bank Permata mempunyai kewajiban menyerahkan dan
mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan berupa dokumen
perjanjian jaminan, kepada BPPN sebagai pembeli.200 Dengan demikian, sudah
sepatutnya perjanjian jual beli piutang dan akta cessie antara PT Silver Touch dan
BPPN dinyatakan sah.
4.2.2 Analisis Perbuatan Melawan Hukum
Untuk mengetahui apakah Bank Permata telah melakukan suatu Perbuatan
Melawan Hukum, maka kita harus melihat apakah perbuatannya tersebut telah
memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum. Unsur-unsur perbuatan
melawan hukum adalah syarat-syarat materiil yang harus dipenuhi agar suatu
perbuatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sehingga
menjadi dasar untuk menuntut ganti-rugi. Unsur-unsur perbuatan melawan hukum
ini bersifat kumulatif, artinya semua unsur harus terpenuhi.
Perbuatan melawan hukum di Indonesia secara normatif selalu merujuk
pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. Unsur-unsur dari Pasal 1365
KUHPerdata tersebut adalah:
1) Adanya suatu Perbuatan
Perbuatan yang dimaksud tidak hanya perbuatan yang bersifat positif
(aktif) saja, melainkan juga mencakup perbuatan negatif (pasif). Perbuatan positif
adalah perbuatan yang dengan positif dilakukan oleh seseorang dengan sengaja
dan perbuatan tersebut menimbilkan akibat yang merugikan orang lain.
Sedangkan perbuatan yang negatif adalah dengan tidak melakukan suatu
perbuatan/berdiam diri sedangkan menurut orang tersebut harus melakukan tindak
dan akibatnya menimbulkan kerugian bagi orang lain.201
Bank Pemata telah melakukan suatu perbuatan positif (aktif) berupa:
200 R. Subekti, Op.cit., hal. 18.
201 Wirjono Prodjodikoro, Op.cit., hal. 8.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
155
Universitas Indonesia
1. Bank Permata masih menyimpan dan menguasai dokumen barang
jaminan setelah Penggugat menandatangani perjanjian jual beli piutang
dan akta Cessie, sehingga Turut Tergugat I tidak dapat menyerahkan
dokumen barang jaminan tersebut kepada Penggugat.
2. Tergugat tetap bersikeras menyimpan dokumen jaminan tersebut dan
tidak menghormati hak-hak Penggugat yang memperolehnya
berdasarkan Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie dari
Pemerintah Republik Indonesia.
3. Tergugat masih melakukan perhitungan utang dan penagihan kepada
Turut Tergugat II, meskipun kedudukan semua kreditur yang berasal dari
perjanjian kredit baik antara peserta kredit sidikasi, maupun perjanjian
kredit dan jaminan antara bank-bank asal termasuk Tergugat dengan
Turut Tergugat II telah beralih demi hukum kepada Turut Tergugat I
berkaitan dengan program penyehatan perbankan nasional dan kemudian
beralih kepada Penggugat; Lebih jauh lagi, Tergugat masih melakukan
penagihan seperti mendaftarkan tagihan dalam kepailitan Turut Tergugat
II untuk jumlah Rp 6.984.963.579,-
4. Tergugat tidak mengindahkan Perjanjian Perdamaian yang dibuat
tanggal 13 Febuari 2004 oleh Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II,
dimana mereka sepakat objek perkara dipegang oleh Turut Tergugat I
selaku otoritas yang paling berwenang yang ditunjuk oleh Pemerintah
Republik Indonesia untuk menjualnya kepada Penggugat. Dalam
keterangan perjanjian perdamaian tersebut, sudah jelas Tergugat telah
menyerahkan semua tagihan/piutang berikut semua jaminan-jaminannya
yang berasal dari perjanjian kredit sindikasi dalam perkara ini kepada
Turut Tergugat I sehubungan dengan program penyehatan perbankan
nasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
2) Perbuatan tersebut Melawan Hukum
Pengertian perbuatan melawan hukum semakin luas, sejak putusan hooge
raad tanggal 31 January 1919 dalam perkara Cohen vs Lindenbaum.202 Pengertian
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
156
Universitas Indonesia
perbuatan melawan hukum seperti yang disebutkan dalam Pasal 1365
KUHPerdata selain perbuatan yang meliputi perbuatan yang bertentangan dengan
undang-undang juga meliputi perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban
hukum sendiri, kesopanan, dan kesusilaan.
Sejak saat itu, peradilan selalu menafsirkan ”melawan hukum” dalam arti
luas. Suatu perbuatan dapat dikatakan melawan hukum, apabila:
a. Melanggar Hak Subjektif Orang Lain
Melanggar hak subyektif orang lain berarti melanggar wewenang khusus
yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. Yurisprudensi memberi arti hak
subjektif sebagai berikut :
(1) Hak-hak perorangan seperti kebebasan, kehormatan, dan nama baik;
(2) Hak atas harta kekayaan, hak kebendaan dan hak mutlak lainnya.203
PT Silver Touch berhak atas semua hak tagih/piutang termasuk dan tidak
terkecuali hak-hak selaku agen fasilitas, agen jaminan berikut hak-hak
preferen/hak hipotik/hak tanggungan, hak-hak yang diistimewakan yang melekat,
hak gadai, fidusia, jaminan pribadi, jaminan perusahaan dari bank-bank asal
peserta kredit sindikasi termasuk dari Tergugat yang timbul dari perjanjian kredit
tersebut.
Di sini, Bank Permata telah melanggar hak subyektif PT Silver Touch
berupa hak atas harta kekayaan, hak kebendaan, dan hak mutlak atas semua hak
tagih/piutang termasuk dan tidak terkecuali hak-hak selaku agen fasilitas, agen
jaminan berikut hak-hak preferen/hak hipotik/hak tanggungan, hak-hak yang
diistimewakan yang melekat, hak gadai, fidusia, jaminan pribadi, jaminan
perusahaan dari bank-bank asal peserta kredit sindikasi termasuk dari Tergugat
yang timbul dari perjanjian kredit tersebut.
Oleh karena itu, PT Silver Touch seharusnya adalah satu-satunya kreditur
preferen, agen jaminan atau sebagai pihak yang berwenang untuk menyimpan
202 Rosa Agustina, Op.cit., hal. 13.
203 Ibid, hal. 38.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
157
Universitas Indonesia
semua barang-barang jaminan dan atau agen fasilitas dari segala piutang terhadap
Turut Tergugat II yang berasal dari perjanjian kredit tersebut.
b. Bertentangan dengan Kewajiban Hukumnya Pelaku
Bertentangan dengan kewajiban hukum (rechtsplicht) si pelaku artinya
perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang baik berupa
suatu keharusan atau larangan (Undang-Undang dalam arti Materiil artinya setiap
ketentuan umum yang bersifat mengikat yang dikeluarkan oleh kekuasaan yang
berwenang), baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.204
Adapun perbuatan Bank yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya
yaitu:
1) Tergugat masih melakukan perhitungan utang dan penagihan kepada
Turut Tergugat II, meskipun kedudukan semua kreditur yang berasal dari
perjanjian kredit baik antara peserta kredit sidikasi, maupun perjanjian
kredit dan jaminan antara bank-bank asal termasuk Tergugat dengan
Turut Tergugat II telah beralih demi hukum kepada Turut Tergugat I
berkaitan dengan program penyehatan perbankan nasional dan kemudian
beralih kepada Penggugat; Lebih jauh lagi, Tergugat masih melakukan
penagihan seperti mendaftarkan tagihan dalam kepailitan Turut Tergugat
II untuk jumlah Rp 6.984.963.579,-.
2) Perbuatan Tergugat yang masih melakukan penagihan terhadap Turut
Tergugat II merupakan hal yang berlawanan dengan hukum, karena
Tergugat sesungguhnya telah menyerahkan dan melepaskan semua hak
tagih/piutang berikut hak-haknya selaku agen fasilitas, agen jaminan
berikut hak-hak preferen/hak hipotik/hak tanggungan, hak-hak yang
diistimewakan yang melekat, hak gadai, fidusia, jaminan pribadi,
jaminan perusahaan, yang berkaitan dengan kredit sindikasi kepada
Turut Tergugat II berkaitan dengan program penyehatan perbankan
nasional.
204 Moegni Djojodirjo, Op.cit., hal. 44.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
158
Universitas Indonesia
Sehingga, perbuatan Tergugat tersebut harus dinyatakan sebagai suatu
kesalahan yang menyebabkan kerugian bagi Penggugat.
c. Bertentangan dengan PATIHA (kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian)
Kaedah kesusilaan berhubungan dengan manusia sebagai individu karena
menyangkut kehidupan pribadi manusia. Kaedah kesusilaan ini ditujukan kepada
umat manusia agar terbentuk kebaikan akhlak pribadi guna penyempurnaan
manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat.205 Kaedah ini berlaku sepanjang norma-norma kesusilaan ini oleh pergaulan hidup diterima sebagai
peraturan-peraturan hukum yang tidak tertulis.206
1. Penagihan Utang Tergugat terhadap Turut Tergugat II
Hal ini melanggar:
a. Kepatutan
Hal yang telah merugikan Penggugat adalah bahwa Tergugat masih
melakukan perhitungan utang dan penagihan kepada Turut Tergugat II
dan lebih jauh lagi, Tergugat , dimana kepatutan merupakan salah satu
Kategori dari Perbuatan Melawan Hukum, karena masih melakukan
penagihan seperti mendaftarkan tagihan dalam kepailitan Turut Tergugat
II untuk jumlah Rp 6.984.963.579. Mengingat kedudukan semua
kreditur yang berasal dari perjanjian kredit baik antara peserta kredit
sidikasi, maupun perjanjian kredit dan jaminan antara bank-bank asal
termasuk Tergugat dengan Turut Tergugat II telah beralih demi hukum
kepada Turut Tergugat I berkaitan dengan program penyehatan
perbankan nasional dan kemudian beralih kepada Penggugat, tindakan
Tergugat sudah jelas bertentangan dengan kepatutan.
2. Ketidakprofesionalan Bank dalam menghormati hak-hak
Penggugat
205 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1999), hal. 7.
206 Moegni Djojodirjo, Op.cit., hal. 44.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
159
Universitas Indonesia
Hal ini melanggar:
a. Ketelitian dan Kehati-hatian
Bank Permata telah bertindak bertentangan dengan sikap ketelitian dan
kehati-hatian dalam mengambil tindakan dalam pergaulan sesama
anggota masyarakat dan terhadap harta benda orang lain. Dalam perkara
ini Tergugat sangat tidak menghormati hak-hak Penggugat yang
diperolehnya dengan itikad baik dari Pemerintah Republik Indonesia
melalui Turut Tergugat I.
d. Bertentangan Dengan Kepatutan Dalam Masyarakat
Kaedah ini ditujukan kepada sikap lahir pelakunya yang konkrit demi
penyempurnaan atau ketertiban masyarakat dan bertujuan menciptakan
perdamaian, tata tertib atau membuat ”sedap” lalu lintas antar manusia yang
bersifat lahiriah.207 Yang termasuk dalam kategori bertentangan dengan kepatutan
adalah :
a. Perbuatan yang merugikan orang lain tanpa kepentingan yang layak;
b. Perbuatan yang tidak berguna yang menimbulkan bahaya bagi orang
lain, yang berdasarkan pemikiran yang normal perlu diperhatikan.208
Bank Permata telah bertindak bertentangan dengan kepatutan dalam
mengambil tindakan dalam pergaulan sesama anggota masyarakat dan terhadap
harta benda orang lain. Dalam perkara ini Tergugat sangat tidak menghormati
hak-hak Penggugat yang diperolehnya dengan itikad baik dari Pemerintah
Republik Indonesia melalui Turut Tergugat I karena telah merugikan Penggugat,
yaitu PT Silver Touch, tanpa kepentingan yang layak.
3) Adanya Kesalahan
207 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, (Bandung: Citra Aditya Baku, 1993), hal. 26.
208 Rosa Agustina, Op.cit., hal. 41.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
160
Universitas Indonesia
Menurut Prof. Mr. L. J. Apeldoorn, kesalahan terjadi apabila pelaku tidak
menginginkan timbulnya akibat yang terjadi, tetapi ketika melakukan perbuatan
tidak mengupayakan kehati-kehatian yang diperlukan sehingga akibat yang tidak
diinginkan dan yang dapat diperkirakan akan terjadi. Ketidakjelasan Pasal 1365
KUHPerdata ini sepertinya dapat terjawab pada Pasal 1366 KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian
yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan
kelalaian atau kurang hati-hatinya.209
Adapun kesalahan yang berbentuk kesengajaan yang telah dilakukan oleh
Bank Permata, yaitu:
1. Tergugat masih menyimpan dan menguasai dokumen barang jaminan
setelah Penggugat menandatangani perjanjian jual beli piutang dan akta
Cessie, sehingga Turut Tergugat I tidak dapat menyerahkan dokumen
barang jaminan tersebut kepada Penggugat.
2. Tergugat tetap bersikeras menyimpan dokumen jaminan tersebut dan
tidak menghormati hak-hak Penggugat yang memperolehnya
berdasarkan Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie dari
Pemerintah Republik Indonesia.
3. Tergugat masih melakukan perhitungan utang dan penagihan kepada
Turut Tergugat II, meskipun kedudukan semua kreditur yang berasal dari
perjanjian kredit baik antara peserta kredit sidikasi, maupun perjanjian
kredit dan jaminan antara bank-bank asal termasuk Tergugat dengan
Turut Tergugat II telah beralih demi hukum kepada Turut Tergugat I
berkaitan dengan program penyehatan perbankan nasional dan kemudian
beralih kepada Penggugat; Lebih jauh lagi, Tergugat masih melakukan
penagihan seperti mendaftarkan tagihan dalam kepailitan Turut Tergugat
II untuk jumlah Rp 6.984.963.579,-
4. Tergugat tidak mengindahkan Perjanjian Perdamaian yang dibuat
tanggal 13 Febuari 2004 oleh Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II,
dimana mereka sepakat objek perkara dipegang oleh Turut Tergugat I
selaku otoritas yang paling berwenang yang ditunjuk oleh Pemerintah
209 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. 8, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), Ps. 1366.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
161
Universitas Indonesia
Republik Indonesia untuk menjualnya kepada Penggugat. Dalam
keterangan perjanjian perdamaian tersebut, sudah jelas Tergugat telah
menyerahkan semua tagihan/piutang berikut semua jaminan-jaminannya
yang berasal dari perjanjian kredit sindikasi dalam perkara ini kepada
Turut Tergugat I sehubungan dengan program penyehatan perbankan
nasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
4) Adanya Kerugian
Perbuatan yang dilakukan Bank Permata atas Perjanjian Jual Beli Piutang
dan Akta Cessie antara PT Silver Touch Group Limited dengan BPPN yang
menimbulkan kerugian terhadap PT Silver Touch Group Limited. Untuk
memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, suatu perbuatan dapat
dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut
menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat
berupa:
1. Kerugian materiil, yang terdiri dari kerugian yang nyata diderita dan
keuntungan yang seharusnya diperoleh, dan
2. Kerugian moril atau immaterial yang bersifat idiil, berupa ketakutan,
penghinaan, rasa sakit, stress, jatuh nama baik dan kehilangan
kesenangan hidup.
Ganti rugi immateriil adalah pemberian sejumlah uang yang tidak dapat
diperhitungkan secara matematis, namun biasanya ditetapkan pada kebijaksanaan
hakim yang disyaratkan pada jumlah ganti rugi yang sewajarnya. Kewajaran dari
jumlah ganti rugi tersebut tergantung dari beberapa keadaan atau hal seperti
beratnya beban mental yang dipikul korban, status dan kedudukan dari korban,
situasi dan kondisi dimana perbuatan melawan hukum terjadi, situasi dan kondisi
dimana mental dari korban, situasi dan kondisi dari pelaku, latar belakang
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
162
Universitas Indonesia
dilakukannya perbuatan melawan hukum, jenis pebuatan melawan hukum, yaitu
apakah ada unsur kesengajaan, kelalaian, dan tanggung jawab mutlak.210
Adapun kerugian yang dialami PT Silver Touch akibat perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Bank Permata. Antara lain adalah :
1) Kerugian atas harga pembelian aset kredit dari Turut Tergugat I yang
berkaitan dengan tagihan yang berasal dari perjanjian kredit sindikasi
yang telah dibuktikan dengan bukti-bukti setoran, sebesar berikut ini:
a.1. dalam mata uang rupiah Rp 5.750.465.446,- (lima milyar tujuh
ratus lima puluh juta rupiah empat ratus enam puluh lima ribu
empat ratus empat puluh enam rupiah);
a.2. dalam mata uang dollar Amerika Serikat US$ 962.111,- (sembilan
ratus ribu enam puluh dua ribu seratus sebelas dollar Amerika
Serikat);
a.3. dalam mata uang dollar Singapura Sing $ (SGD) 4.652,- (empat
ribu enam ratus lima puluh dua dollar Singapura).
2) Ganti kerugian atas hilangnya keuntungan akibat perbuatan Tergugat
berupa bunga menurut Undang-Undang jo. Lembaran Negara 1848 No.
22 jo. Pasal 1767 KUHPerdata sebesar 6% tiap-tiap tahunnya yang
dihitung dari harga pembelian aset kredit tersebut pada huruf a butir ke
12 gugatan ini yang dihitung sejak gugatan ini didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sampai dilaksanakan oleh
Tergugat.
3) Kerugian immateriil akibat tertahannya hak tagih Penggugat terhadap
Turut Tergugat II yang disebabkan oleh perbuatan Tergugat dan yang
juga mempengaruhi nama baik Penggugat selaku pembeli aset kredit
yang beritikad baik yang diperhitungkan oleh Penggugat sebesar Rp
50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).
210 Ibid, hal. 135.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
163
Universitas Indonesia
5) Adanya Hubungan Kausal (sebab-akibat) antara Perbuatan yang
Dilakukan dengan Kerugian yang Ditimbulkan
Pasal 1365 KUHPerdata dapat diketahui bahwa suatu perbuatan tertentu
dapat disebut sebagai sebab (causa efficiens) dari suatu peristiwa tertentu. Yang
dimaksud dengan sebab adalah sesuatu yang dengan bekerjanya menimbulkan
perubahan, yang telah menimbulkan akibat. Hubungan kausal atau hubungan
sebab akibat menjadi persyaratan penting karena untuk membuktikan antara
perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan kerugian yang dialami harus
terhubung dalam suatu kerangka kausalitas. Dengan hubungan kausal tersebut, si
pelaku dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan Bank Permata
dengan kerugian yang dialami PT Silver Touch, yaitu:
1. Bank Permata masih menyimpan dan menguasai dokumen barang
jaminan setelah Penggugat menandatangani perjanjian jual beli piutang
dan akta Cessie, sehingga Turut Tergugat I tidak dapat menyerahkan
dokumen barang jaminan tersebut kepada Penggugat.
2. Bank Permata tetap bersikeras menyimpan dokumen jaminan tersebut
dan tidak menghormati hak-hak Penggugat yang memperolehnya
berdasarkan Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie dari
Pemerintah Republik Indonesia.
3. Tergugat masih melakukan perhitungan utang dan penagihan kepada
Turut Tergugat II, meskipun kedudukan semua kreditur yang berasal dari
perjanjian kredit baik antara peserta kredit sidikasi, maupun perjanjian
kredit dan jaminan antara bank-bank asal termasuk Tergugat dengan
Turut Tergugat II telah beralih demi hukum kepada Turut Tergugat I
berkaitan dengan program penyehatan perbankan nasional dan kemudian
beralih kepada Penggugat; Lebih jauh lagi, Tergugat masih melakukan
penagihan seperti mendaftarkan tagihan dalam kepailitan Turut Tergugat
II untuk jumlah Rp 6.984.963.579,-
4. Tergugat tidak mengindahkan Perjanjian Perdamaian yang dibuat
tanggal 13 Febuari 2004 oleh Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II,
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
164
Universitas Indonesia
dimana mereka sepakat objek perkara dipegang oleh Turut Tergugat I
selaku otoritas yang paling berwenang yang ditunjuk oleh Pemerintah
Republik Indonesia untuk menjualnya kepada Penggugat. Dalam
keterangan perjanjian perdamaian tersebut, sudah jelas Tergugat telah
menyerahkan semua tagihan/piutang berikut semua jaminan-jaminannya
yang berasal dari perjanjian kredit sindikasi dalam perkara ini kepada
Turut Tergugat I sehubungan dengan program penyehatan perbankan
nasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Orang yang menuntut ganti rugi berdasarkan perbuatan melawan hukum
harus membuktikan bahwa si pelaku telah melanggar suatu norma yang bertujuan
melindungi kepentingan si penderita. Artinya perbuatan melawan hukum bersifat
relative, yakni tidak terhadap setiap orang merupakan perbuatan melawan hukum,
melainkan hanya terhadap orang yang mempunyai kepentingan saja yang
dilindungi oleh norma itu.211
4.2.3. Pertanggungjawaban Perdata
Dengan terpenuhinya kelima unsur secara kumulatif yang terkandung
dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, maka Bank Permata dapat dikatakan
telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum. Dengan demikian, Bank
Permata harus mempertanggungjawabkan segala tindakan yang telah
dilakukannya. Oleh karena itu, PT Silver Touch dapat menuntut suatu ganti rugi
terhadap Bank Permata. Tuntutan ganti rugi terhadap Bank Permata dapat berupa :
1. Ganti rugi berbentuk uang atas kerugian yang ditimbulkan
Menurut ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, barangsiapa melakukan
perbuatan melawan hukum dan menimbulkan kerugian, ia harus
mengganti kerugian tersebut. Tentunya yang dimaksud oleh pembentuk
undang-undang adalah bahwa kerugian tersebut dibayar dengan uang.
211 Ibid.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
165
Universitas Indonesia
2. Pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah melawan hukum.
3. Melarang dilakukannya perbuatan tertentu.
Dalam hal ini hakim berwenang untuk menentukan berapa pantas atau
sepantasnya harus membayar ganti kerugian tersebut, sekalipun
penggugat menuntut ganti kerugian dalam jumlah yang tidak pantas.
Mahkamah Agung Indonesia dalam putusannya R. Soegijono v.
Walikota Kepala Daerah Tingkat II Kota Madya Blitar No.
610K/Sip/1968 tanggal 23 Mei 1970, memuat pertimbangan antara lain
sebagai berikut:212
”meskipun tuntutan ganti kerugian jumlahnya dianggap tidak pantas, sedang penggugat mutlak menuntut sejumlah itu, hakin berwenang untuk menetapkan berapa sepantasnya harus dibayar, hal ini tidak melanggar Pasal 178 (3) HIR (ex aequo et bono).”
Sehingga dengan demikian, hakim berwenang untuk menentukan berapa
sepantasnya harus dibayar ganti kerugian tersebut, sekalipun penggugat
menuntut ganti kerugian dalam jumlah jumlah yang tidak pantas.
Selain dapat menuntut ganti rugi dalam Perbuatan Melawan Hukum yang
dilakukan oleh Bank Permata, PT Silver Touch juga dapat menuntut bunga seperti
yang diuraikan pada Pasal 1243 KUHPerdata :
Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.
Oleh karena itu, dikenakanlah Pasal 1767 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:
Ada bunga menurut penetapan undang-undang, ada pula yang ditetapkan dalam perjanjian. Bunga menurut undang-undang ialah bunga yang
212 Chaidir Ali, Yurisprudensi Indonesia tentang Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Mahkamah Agung, 1970), hal. 21.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
166
Universitas Indonesia
ditentukan oleh undang-undang. Bunga yang ditetapkan dalam perjanjian boleh melampaui bunga menurut undang-undang dalam segala hal yang tidak dilarang undang-undang. Besarnya bunga yang ditetapkan dalam perjanjian harus dinyatakan secara tertulis. (Bunga menurut undang- undang adalah menurut Lembaran Negara Tahun 1848 No. 22 : enam persen).
PT Silver Touch juga dapat meminta agar perjanjian jual beli dan
pengalihan piutang dari Tergugat dan bank-bank peserta kredit sindikasi kepada
Turut Tergugat I tersebut dinyatakan sah, karena:
1. Jual beli tersebut telah disepakati terlebih dahulu antara Turut Tergugat I
(Badan Penyehatan Perbankan Nasional) sebagai penjual dan Penggugat
sebagai pembeli dan yang melakukan perjanjian itu cakap menurut
hukum, terhadap suatu tertentu yaitu suatu program pemerintah RI yang
dilakukan dengan perjanjian yang sah oleh Badan Penyehatan Perbankan
Nasional terhadap aset kredit sindikasi dan Bank-Bank (Bank asal)
termasuk Tergugat.
2. Mengingat ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata telah terpenuhi dimana
Penggugat adalah pembeli yang beritikad baik atas aset kredit yang
dijual oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Turut Tergugat I
dengan Program penjual aset kredit VI (PPAK VI), maka berdasarkan
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 26
Desember 1958 No. 251 K/Sip/1958, pembeli yang telah bertindak
dengan itikad baik harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan
memang sudah senyatanya danggap sah.
3. Dengan adanya Akta Perjanjian Jual Beli Piutang dan Perubahan Jual
Beli Piutang tersebut serta Akta Perjanjian Pengalihan Piutang (Cessie)
yang dilakukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional selaku
Pemerintah Republik Indonesia (Turut Tergugat I) dengan PT Silver
Touch (Penggugat), perjanjian jual beli tersebut sah menurut hukum.
Oleh karena itu Penggugat telah berhasil membuktikan dalil gugatannya.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
167
Universitas Indonesia
Dengan demikian, Penggugat telah berhasil membuktikan bahwa benar
telah terjadi jual beli antara Turut Tergugat I sebagai penjual dan Pengugat
sebagai pembeli, maka perlu dinyatakan bahwa jual beli antara Turut Tergugat I
dengan Penggugat adalah sah menurut hukum walaupun dalam amar gugatan
Penggugat tidak dimintakan.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai tanggung
jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui fasilitas pemberian
kredit guna memberikan dana untuk setiap bidang usaha masyarakat seperti salah
satunya kredit sindikasi yaitu pinjaman yang diberikan oleh beberapa kreditur
sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau lembaga-lembaga
keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya berbentuk badan hukum,
untuk membiayai satu atau tujuan tertentu milik debitur.
Bank dalam melakukan perjanjian kredit sindikasi dapat dikatakan telah
melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) karena tindakannya menyebabkan
kerugian bagi kepentingan pihak lain dalam hal ini adalah PT Silver Touch,
pembeli piutang atas Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie dengan Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Terhadap perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh bank dapat dilakukan gugatan perdata ke pengadilan oleh
pihak yang merasa dirugikan guna menuntut pemenuhan hak dan atau ganti
kerugian.
Dalam hal perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam kasus ini
adalah Bank Permata yang dapat merugikan pihak lain dan tindakan-tindakan
tersebut tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian kredit, Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, dan Undang-Undang Perbankan berikut peraturan
pelaksanaannya.
168 Universitas Indonesia
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
169
Universitas Indonesia
Berdasarkan Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia, sehubungan
dengan diikutsertakan Bank Permata dalam Program Penyehatan Perbankan
Nasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui
BPPN, semua akibat-akibat hukum dari semua perjanjian tersebut pada butir 2
huruf a, b, c, d dan e dalam gugatan tersebut telah beralih secara sah dan demi
hukum dari Tergugat kepada Turut Tergugat I, termasuk dan tidak terkecuali hak-
haknya selaku kreditur, hak tagih/piutang, hak-hak selaku agen fasilitas, agen
jaminan berikut hak-hak preferen/hak hipotik/hak tanggungan, hak-hak yang
diistimewakan yang dimilikinya, hak gadai, fidusia, jaminan pribadi, jaminan
perusahaan berdasarkan Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang antara
Tergugat bersama-sama dengan Bank-Bank peserta kredit sindikasi lainnya
(Bank-Bank asal) dengan Turut Tergugat I.
Bank Pemata telah melakukan suatu perbuatan berupa:
1. Bank Permata masih menyimpan dan menguasai dokumen barang
jaminan setelah Penggugat menandatangani perjanjian jual beli piutang
dan akta Cessie, sehingga Turut Tergugat I tidak dapat menyerahkan
dokumen barang jaminan tersebut kepada Penggugat.
2. Bank Permata tetap bersikeras menyimpan dokumen jaminan tersebut
dan tidak menghormati hak-hak Penggugat yang memperolehnya
berdasarkan Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie dari
Pemerintah Republik Indonesia.
3. Tergugat masih melakukan perhitungan utang dan penagihan kepada
Turut Tergugat II, meskipun kedudukan semua kreditur yang berasal dari
perjanjian kredit baik antara peserta kredit sidikasi, maupun perjanjian
kredit dan jaminan antara bank-bank asal termasuk Tergugat dengan
Turut Tergugat II telah beralih demi hukum kepada Turut Tergugat I
berkaitan dengan program penyehatan perbankan nasional dan kemudian
beralih kepada Penggugat; Lebih jauh lagi, Tergugat masih melakukan
penagihan seperti mendaftarkan tagihan dalam kepailitan Turut Tergugat
II untuk jumlah Rp 6.984.963.579,-
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
170
Universitas Indonesia
4. Tergugat tidak mengindahkan Perjanjian Perdamaian yang dibuat
tanggal 13 Febuari 2004 oleh Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II,
dimana mereka sepakat objek perkara dipegang oleh Turut Tergugat I
selaku otoritas yang paling berwenang yang ditunjuk oleh Pemerintah
Republik Indonesia untuk menjualnya kepada Penggugat. Dalam
keterangan perjanjian perdamaian tersebut, sudah jelas Tergugat telah
menyerahkan semua tagihan/piutang berikut semua jaminan-jaminannya
yang berasal dari perjanjian kredit sindikasi dalam perkara ini kepada
Turut Tergugat I sehubungan dengan program penyehatan perbankan
nasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Hal-hal di atas merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Bank Permata terhadap PT Silver Touch yang telah membeli piutang-piutang
Bank Permata yang telah masuk ke dalam Program Penyehatan Perbankan
Nasional.
Dengan demikian Bank Permata tersebut dapat dikatakan telah melakukan
Perbuatan Melawan Hukum apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan
hukum pada umumnya. Hukum tidak hanya terdiri dari ketentuan Undang-
Undang atau peraturan tertulis saja, namun juga aturan-aturan tidak tertulis yang
harus ditaati dalam kehidupan bermasyarakat seperti kebiasaan perkreditan bank,
kepatutan, dan ketelitian mengingat perkembangan pemikiran Perbuatan Melawan
Hukum sejak tahun 1919 menjadi semakin luas.
Sehingga dengan demikian walaupun dalam pembuatan perjanjian kredit
sindikasi para pihak diberikan kebebasan untuk membuat perjanjian dimana dalam
KUHPerdata kita mengenal adanya asas kebebasan berkontrak dan perjanjian itu
mengikat para pihak yang membuatnya seperti ketentuan dalam Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata. Namun, dalam isi perjanjian tersebut juga diatur dalam
KUHPerdata dengan mengaitkan Pasal 1339 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
171
Universitas Indonesia
perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Dan
ketentuan dalam Pasal 1347 KUHPerdata, yaitu hal-hal yang menurut kebiasaan
dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan
tegas dinyatakan. Jadi asas kebebasan berkontrak tidaklah berlaku mutlak.
5.1.2. Dengan terpenuhinya kelima unsur secara kumulatif yang terkandung
dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, maka Bank Permata dapat dikatakan
telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum. Dengan demikian Bank
Permata harus mempertanggungjawabkan segala tindakan yang telah
dilakukannya. Pembeli piutang atas Perjanjian Jual Beli Piutang dan Akta Cessie
dengan BPPN dapat menuntut suatu ganti rugi terhadap Bank tersebut. Selain
dapat menuntut ganti rugi dalam Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh
Bank Permata, PT Silver Touch juga dapat menuntut pembatalan perjanjian atas
dasar penyalahgunaan keadaan, sebagai alternatif dari penuntutan ganti rugi
tersebut.
Maka, PT Silver Touch telah berhasil membuktikan bahwa benar telah
terjadi jual beli antara BPPN sebagai penjual dan PT Silver Touch sebagai
pembeli. Maka perlu dinyatakan bahwa jual beli antara BPPN dengan PT Silver
Touch adalah sah menurut hukum walaupun dalam amar gugatan Penggugat tidak
dimintakan. Oleh karena itu Bank Permata telah terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum yang merugikan PT Silver Touch sehingga semua akibat hukum
perjanjian kredit/perjanjian pokok, perjanjian jaminan, semua hak tagih/piutang
termasuk dan tidak terkecuali hak-hak selaku agen fasilitas, agen jaminan berikut
hak-hak preferen/hak hipotik/hak tanggungan, hak-hak yang diistimewakan yang
melekat, hak gadai, hak fidusia, jaminan pribadi, jaminan perusahaan dari Bank-
Bank asal peserta kredit sindikasi termasuk dari Bank Permata yang timbul dari
perjanjian kredit tersebut demi hukum beralih kepada PT Silver Touch dan Bank
Permata tidak berhak dan tidak berwenang melakukan perhitungan dan penagihan
hutang kepada CV Wira Mustika Indah, Soesanto Leo dan Tansri Benui dalam
bentuk apapun.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
172
Universitas Indonesia
5.2. Saran
Berikut ini adalah saran-saran yang dapat disampaikan, yaitu:
1. Melihat adanya kemungkinan bagi suatu Bank untuk melakukan suatu
perbuatan melawan hukum, maka diperlukan suatu perlindungan lebih
ketat terhadap pihak yang berkedudukan sebagai pembeli atas Perjanjian
Jual Beli Piutang dan Akta Cessie.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
173
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku
Abdul Hay, Marhainis. Hukum Perbankan di Indonesia. (Jakarta : Pradnya
Paramita).
Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum. (Jakarta: Program Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003).
Ali, Chaidir. Yurisprudensi Indonesia tentang Perbuatan Melawan Hukum.
(Jakarta: Mahkamah Agung, 1970).
Bachtiar, Herlina Suyati. Aspek Legal Kredit Sindikasi. (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2000).
Badrulzaman, Mariam Darus. Kompilasi Hukum Perikatan. (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 1996).
Badrulzaman, Mariam Darus. Perjanjian Baku Standard Perkembangannya di
Indonesia (Kumpulan Pidato-Pidato Pengukuhan). (Bandung : Alumni, 1996).
Chandra, H. dan W. Riawan Tjandra. Pengantar Praktis Penanganan Perkara
Perdata. (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya).
Djodjodirjo, M. A. Moegni. Perbuatan Melawan Hukum. (Jakarta : Pradnya
Paramia, 1979).
Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan di Indonesia. Cet. 3. (Jakarta :
Gramedia, 1990).
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
174
Universitas Indonesia
Emong Sapardjaja, Komariah. Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil Dalam
Hukum Pidana Indonesia. (Bandung: Alumni, 2002).
Fuady, Munir. Hukum Kontrak: Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis. (Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 2003).
Fuady, Munir. Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer). (Bandung
: Citra Aditya Bakti, 2002).
Gautama, Sudargo (goum Giok siong). Pengertian Tentang Negara Hukum.
(Bandung : Almuni, 1973).
Handri Raharjo, S.H. Hukum Perjanjian di Indonesia. (Yogyakarta : Pustaka
Yustisia, 2009).
Harahap, Yahya. Segi-Segi Hukum Perjanjian. (Bandung : Alumni, 1986).
Harun, H. M. Hazniel. Hukum Perjanjian Kredit Bank. (Jakarta : Yayasan Tritura,
1989).
HS, Salim. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia. (Jakarta :
Sinar Grafika, 2003).
Hurn, Stanley. Syndicated Loans. (New York : Woodhead-Fulkner, 1990).
Iswahjudi A. Karim. Kredit Sindikasi. (Jakarta, Karimsyah Law Firm, September
2005).
J. K. L., Valerine. Metode Penelitian Hukum, Kumpulan Tulisan. (Depok:
Program Sarjana FHUI, 2005).
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
175
Universitas Indonesia
Juwariyati, Sri. Akibat Hukum Pembatalan Sepihak Perjanjian Pengikatan Jual
Beli Atas Benda Yang Telah Dihibahkan Kepada Anak. Fakultas Hukum Program
Magister Kenotariatan Depok, 2007.
Lotulung, Paulus Effendi. Penegakan Hukum Lingkungan oleh Hakim. (Bandung:
Citra Aditya Bakti).
Mamudji, Sri et. al.. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. (Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005).
Meliala, Djaja S.. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum
Perikatan. (Bandung : Nuansa Aulia, 2007).
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta:
Liberty, 1999).
Mertokusumo, Sudikno. Rangkuman Kuliah Hukum Perdata. (Yogyakarta:
Fakultas Pascasarjana UGM, 1986).
Poerwadarmita, W. J. S.. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta : Balai
Pustaka Indonesia, 1976).
Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Perjanjian. (Bandung : Mandar Maju,
2000).
Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perdata tentang Perjanjian-Perjanjian Tertentu,
(Bandung : Mandar Maju, 2000).
Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto. Perihal Kaedah Hukum. (Bandung:
Citra Aditya Baku, 1993).
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
176
Universitas Indonesia
Rusli, Hardijan. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. (Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan, 1996).
Sardjono. Hukum Perikatan dan Persetujuan Khusus Perdata Barat. (Diktat
Kuliah tahun ajaran 1991).
Satrio, J.. Cessie, Subrogasi, Novatie, Kompensatie, & Percampuran Hutang.
(Bandung: Alumni, 1999).
Satrio, J.. Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang.
(Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993).
Schut, G. H. A.. Onrechtmatige daad volgens BW en NBW, Studiepockets Privaat
recht. (Zwolle : Tjeenk Willink, 1985).
Setiawan, Rahmat. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Cet ke-2. (Bandung:
Binacipta, 1979).
Setiawan, Rahmat. Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum. (Bandung :
Alumni, 1982).
Soerjopratikno, Hartono. Aneka Perjanjian Jual Beli. Cet. 1. (Seksi Nasional
Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1982).
Soeroso, R.. Praktik Hukum Acara Perdata (Tata Cara dan Proses Persidangan).
(Jakarta : Sinar Grafika, 2006).
Subekti, Rahmat. Aneka Perjanjian. (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995).
Subekti, Rahmat. Hukum Perjanjian, Cet. ke-18. (Jakarta : Intermasa, 2001).
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
177
Universitas Indonesia
Subekti, Rahmat. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum
Indonesia. (Bandung : Cipta Aditya Bakti, 1991).
Suharnoko dan Endah Hartati. Doktrin Subrogasi, Novasi, dan Cessie, Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Niew Nederlands Burgerlijk Wetboek,
Code Civil Perancis, dan Common Law. (Jakarta : Kencana, 2008).
Suryodiningrat, R. M.. Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian. (Bandung :
Tarsito, 1991).
Susanto, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata
dalam Teori dan Praktek. (Bandung : Mandar Maju, 1997).
Sutarno. Manajemen Perpustakaan : Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta : Samitra
Media Utama, 2004).
Suwardi, Sri Setianingsih. Perbuatan Melawan Hukum Secara Khusus, Laporan
Akhir Kompendium Bidang Perbuatan Melawan Hukum. (Jakarta : BPHN, 1996-
1997).
Suyatno, Thomas, et al., Dasar-dasar Perkreditan. Cet. 3. (Jakarta : Gramedia,
1990).
Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi. Jual Beli. (Jakarta : PT Grafindo Persada,
2003).
Wijaya, Rai. Merancang Suatu Kontrak. (Jakarta : Kanisius, 2003).
Widyadharma, Ignatius Ridwan. Hukum Sekitar Perjanjian Kredit. Cet. 1.
(Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1997).
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
178
Universitas Indonesia
Wojowasisto, S., W. J. S. Poerwadarminta dan S.A.M. Gaastra. Kamus Bahasa
Inggris-Indonesia. Cet. 2. (Jakarta : W. Verusluys NV, 1952).
II. Perundang-undangan
Indonesia, Undang-undang Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN
No. 3790.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. VIII. Jakarta: Pradnya Paramita, 1976.
Keputusan Bersama Menteri Keuangan RI dan Gubernur Bank Indonesia Nomor
53/KMK.017/1999 (31/12/KEP/BGI) tanggal 8 Februari 1999 tentang
Pelaksanaan Program Rekapitalisasi Bank Umum.
Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor 1/5/KEP.DpG/1999 tanggal
28 Mei 1999 tentang Penyerahan PT Bank Bali kepada BPPN.
Keputusan Ketua BPPN No. SK-1748b/BPPN/0802 tanggal 30 Agustus 2002
tentang Penguasaan Aset dalam Restrukturisasi yang berasal dari Bank Umum
Peserta Program Rekapitalisasi oleh BPPN.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pengakhiran Tugas dan Pembubaran Badan Penyehatan Perbankan Nasional
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Tim Pemberesan Badan Penyehatan Perbankan Nasional
III. Putusan/Penetapan
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010
179
Universitas Indonesia
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 160/Pdt.G/2004/PN.Jkt.Pst. tanggal
31 Mei 2005 dalam perkara antara PT Silver Touch Melawan Bank Permata.
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusan No. 77/PDT/2006/PT.DKI.
tanggal 17 Mei 2006 dalam perkara antara PT Silver Touch Melawan Bank
Permata.
Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 536 K/PDT/2007 tanggal 1 Juli 2008 dalam
perkara antara PT Silver Touch Melawan Bank Permata.
IV. Jurnal
H. M. Asril. dalam Majalah Badan Pembinaan Hukum Nasional No. 4 Tahun
1981, (Jakarta : Binacipta, 1981).
V. Skripsi
Seno Adji, Indriyanto. Analisis Penerapan Asas Perbuatan Melawan Hukum
Materiel Dalam Perspektif Hukum Pidana Di Indonesia (Tinjauan Kasus
Terhadap Perkembangan Tindak Pidana Korupsi). (Tesis Program Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok: 1996).
VI. Internet
Iswahjudi A. Karim, “Kredit Sindikasi”,
www.karimsyah.com/imagescontent/article_ /20050923140944.pdf, diakses 7
Febuari 2009.
Analisis yuridis..., Vita Alwina Daravonsky Busyra, FH UI, 2010