Upload
buianh
View
248
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAYU WINDIHARTO PUTRO
ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENDAKI TERHADAP
PELESTARIAN JALUR PENDAKIAN CEMORO KANDANG
DI WANA WISATA PUNCAK LAWU, JAWA TENGAH
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Willingness to
Pay Pendaki terhadap Pelestarian Jalur Pendakian Cemoro Kandang di Wana
Wisata Puncak Lawu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Bayu Windiharto Putro
NIM H44100008
ABSTRAK
BAYU WINDIHARTO PUTRO. Analisis Willingness to Pay Pendaki
terhadap Pelestarian Jalur Pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata
Puncak Lawu, Jawa Tengah. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan ASTI
ISTIQOMAH.
Wana Wisata Puncak Lawu adalah objek wisata pendakian gunung
yang terletak di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dan memiliki jalur
pendakian bernama Cemoro Kandang. Dampak negatif aktivitas pendakian
seperti pembuangan sampah, penebangan pohon/ranting, dan Kelalaian
pendaki dalam mematikan sisa api unggun dapat mengancam kelestarian
jalur pendakian Cemoro Kandang. Upaya pelestarian harus dilakukan untuk
menjaga kelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang. Nilai
Willingness to Pay (WTP) dapat menjadi rekomendasi bagi pengelola
sebagai dana pelestarian jalur pendakian. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian
Cemoro Kandang, mengestimasi besarnya WTP maksimum terhadap
pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang dan mengidentifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Hasil menunjukkan bahwa responden sangat
setuju jika jalur pendakian kotor karena sampah. Responden setuju jika
vegetasi di sekitar jalur pendakian mengalami kerusakan, namun responden
tidak setuju jika kondisi air dan udara di jalur pendakian telah tercemar.
Nilai rataan WTP maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang adalah sebesar Rp 9 354.29 untuk perhitungan dengan
regresi logit dan Rp 9 125 dengan metode Turnbull. Nilai WTP juga
menunjukkan non use value seperti nilai keberadaan dan nilai warisan dari
Wana Wisata Puncak Lawu, serta nilai kebahagiaan pendaki. Adapun faktor
yang mempengaruhi nilai WTP maksimum untuk pelestarian jalur
pendakian Cemoro Kandang adalah nilai penawaran, pendapatan, biaya
kunjungan dan persepsi kualitas lingkungan.
Kata Kunci: jalur pendakian, pelestarian, Wana Wisata Puncak Lawu,
Willingness to Pay
ABSTRACT
BAYU WINDIHARTO PUTRO. The Analysis of Willingness to Pay of
Hikers towards The Preservation Cemoro Kandang Hiking Path at Lawu
Forest Tourism, Central Java. Supervised by AKHMAD FAUZI and ASTI
ISTIQOMAH.
Lawu forest tourism is a mountaineering tourism object located in
Karanganyar, Central Java which has hiking path named Cemoro Kandang.
The negative impact of hiking activities such as littering, cutting of
trees/branches, and ignorance of hikers to extinguish the campfire may
threaten the preservation of Cemoro Kandang hiking path. The effort of
preservation should be made to preserve the environment Cemoro Kandang
hiking path. The value of Willingness to Pay (WTP) could be made as
recommendation to the managers for the preservation fund. The objective of
this research is to assess the perception of the hikers about the environment
quality of Cemoro Kandang hiking path, to estimate the value of maximum
WTP towards the preservation of Cemoro Kandang hiking path and to
identify the factors that influence it. The result of research is respondents
strongly agree that hiking path are cause by dirty garbages. Respondents
agree that the vegetations around hiking path were damaged, but the
respondents disagree that the air and water condition around the hiking
path has been polluted. The average value of maximum WTP for the
preservation of cemoro Kandang hiking path are Rp 9 354.29 using
regression logistic and Rp 9 125 using Turnbull methods. The value of WTP
is also the non-use value such as existence value of Lawu Forest Tourism,
bequest value of Lawu Forest Tourism, and enjoyment value of hikers. The
factors affecting the value of maximum WTP for the preservation of Cemoro
Kandang hiking path are the value of the bid, revenue, cost of the visit and
the perception of environmental quality.
Key words: hiking path, Lawu Forest Tourism, preservation, Willingness to
Pay
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
BAYU WINDIHARTO PUTRO
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENDAKI TERHADAP
PELESTARIAN JALUR PENDAKIAN CEMORO KANDANG
DI WANA WISATA PUNCAK LAWU, JAWA TENGAH
Judul Skripsi: Analisis Willingness to Pay Pendaki terhadap Pelestarian
Jalur Pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak
Lawu, Jawa Tengah
Nama : Bayu Windiharto Putro
NIM : H44100008
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc
Pembimbing I
Asti Istiqomah, S.P, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah “Analisis
Willingness to Pay Pendaki terhadap pelestarian Jalur Pendakian Cemoro
Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu, Jawa Tengah”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua tercinta yaitu Bapak
Un. Sugihartono dan Ibu Sri Winarni serta seluruh keluarga atas doa dan
dukungannya. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir, Akhmad Fauzi,
M.Sc dan Ibu Asti Istiqomah, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan motivasi
dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini selesai. Terima kasih kepada
Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Bapak Novindra, S.P, M.Si selaku
dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan
skripsi ini.
Terima kasih kepada seluruh pihak di Kesatuan Bisnis Mandiri
(KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya (JLPL) Perhutani Unit 1
Jawa Tengah, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Surakarta, organisasi Anak
Gunung Lawu (AGL) dan pendaki Gunung Lawu yang telah bersedia
membantu penulis untuk memberikan data dan informasi terkait penelitian
yang dilakukan. Terima kasih kepada teman-teman Perkumpulan Pecinta
Alam (PUALAM) dan SAR HIMALAWU Sragen yang membantu proses
penelitian ini. Terima kasih juga kepada seluruh keluarga besar ESL 47
yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi
ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Bayu Windiharto Putro
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... … 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 8
2.1 Pengertian Pariwisata dan Dampak Pariwisata ........................................... 8
2.2 Konsep Ekowisata, Wisata Alam, dan Wisata Minat Khusus
Pendakian Gunung ..................................................................................... 9
2.3 Pengelolaan Wana Wisata ......................................................................... 10
2.4 Konsep Sustainable Tourism .................................................................... 12
2.5 Konsep Contingent Valuation Method ...................................................... 13
2.6 Willingness to Pay ..................................................................................... 14
2.7 Dichotomous Choice CVM ....................................................................... 15
2.8 Model Regresi Logistik ............................................................................. 17
2.9 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 20
III. KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................... 23
IV. METODE PENELITIAN ................................................................................ 26
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 26
4.2 Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 26
4.3 Metode Pengambilan Sampel ................................................................... 26
4.4 Metode dan Prosedur Analisis .................................................................. 27
4.4.1 Analisis Deskriptif mengenai Persepsi Pendaki terhadap
Kualitas Lingkungan di Jalur Pendakian Cemoro Kandang ........... 27
4.4.2 Analisis Willingness To Pay (WTP) maksimum Pendaki
terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang
x
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ..................................... 28
V. GAMBARAN UMUM ................................................................................... 35
5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ............................................................ 35
5.2 Karekteristik Pendaki di Wana Wisata Puncak Lawu .............................. 37
5.3 Kondisi Lingkungan dan Pola Pendakian ................................................ 39
VI. PERSEPSI PENDAKI TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN
DI JALUR PENDAKIAN CEMORO KANDANG ....................................... 42
VII. WILLINGNESS TO PAY MAKSIMUM PENDAKI TERHADAP
PELESTARIAN JALUR PENDAKIAN CEMORO KANDANG DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA ................................ 48
7.1 Perhitungan WTP dengan Model Logit .................................................... 50
7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar Maksimum
Pendaki Terhadap Pelestarian Jalur Pendakian Cemoro Kandang .......... 51
7.3 Perhitungan WTP dengan Metode Non-Parametrik Turnbull .................. 54
7.4 Mekanisme Pembayaran dan Penggunaan Dana Pelestarian Jalur
Pendakian Cemoro Kandang ..................................................................... 57
VIII. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 60
9.1 Simpulan ................................................................................................ 60
9.2 Saran ....................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 62
LAMPIRAN .......................................................................................................... 66
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 84
xi
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Jumlah pendaki di jalur pendakian Cemoro
Kandang tahun 2008-2013 ................................................................................ 4
2. Penelitian terdahulu ........................................................................................ 22
3. Matriks model analisis data ............................................................................ 27
4. Karakteristik responden di jalur pendakian Cemoro Kandang ....................... 38
5. Jenis sampah yang dibuang di jalur pendakian Cemoro Kandang pada bulan
Maret-Mei 2014 .............................................................................................. 40
6. Penebangan ranting/pohon di jalur pendakian Cemoro Kandang pada bulan
Maret-Mei 2014 .............................................................................................. 40
7. Persepsi responden terhadap kualitas lingkungan jalur pendakian ................. 43
8. Persepsi responden terhadap dampak negatif aktivitas pendakian ................. 45
9. Hasil analisis regresi logistik dengan software Minitab 15 ............................ 51
10. Perhitungan rataan WTP (monotonically increasing)
dengan metode Turnbull ................................................................................. 55
11. Besar WTP maksimum pendaki ...................................................................... 56
xii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Gambar transformasi logit .............................................................................. 18
2. Diagram alur kerangka berfirkir ..................................................................... 25
3. Struktur elisitasi untuk single bounded dichotomous choice ......................... 31
4. Peta lokasi Wana Wisata Puncak Lawu ......................................................... 35
5. Peta jalur pendakian Cemoro Kandang .......................................................... 37
6. Skor penilaian persepsi kualitas vegetasi ....................................................... 43
7. Skor penilaian persepsi kondisi air di mata air ............................................... 44
8. Skor penilaian persepsi kualitas udara di jalur pendakian ............................. 44
9. Skor penilaian persepsi jalur pendakian kotor karena sampah ....................... 45
10 Skor penilaian persepsi kelalaian pendaki mematikan sisa api unggun ......... 46
11. Skor penilaian persepsi terhadap penebangan pohon/ranting ........................ 46
12. Skor penilaian persepsi perilaku membuang sampah ..................................... 47
13. Hasil struktur elisitasi model single-bounded DC-CVM ............................... 49
14. Skema rencana pembayaran dan penggunaan WTP pelestarian .................... 58
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Kuisioner penelitan ......................................................................................... 67
2. Perhitungan Skala Likert ................................................................................ 75
3. Hasil olahan Minitab ...................................................................................... 77
4. Perhitungan WTP model logit........................................................................ 78
5. Perhitungan metode Turnbull ........................................................................ 79
6. Data responden pendaki ................................................................................. 80
7. Dokumentasi .................................................................................................. 82
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan sektor yang berperan penting dalam pembangunan
nasional. Pariwisata juga menjadi penyumbang devisa yang cukup besar bagi
negara. Data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik
Indonesia menunjukkan nilai devisa dari sektor pariwisata pada tahun 2009
sampai 2011 mengalami peningkatan sebesar 2 256.41 juta USD (Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2012). Pariwisata juga memberikan kontribusi
besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja di
Indonesia. Data dari World Travel and Tourism Council (WTTC) menunjukkan
bahwa pada 2013 pariwisata mampu berkontribusi secara langsung terhadap PDB
Indonesia sebesar 3.10 persen. Sektor pariwisata juga menyediakan lapangan
pekerjaan sebesar 3 042 500 pada tahun 2013 (WTTC 2014).
Pariwisata mampu mempercepat proses pembangunan nasional, karena
pariwisata menghasilkan devisa bagi negara, memperluas lapangan kerja,
mempercepat pemerataan pendapatan, meningkatkan penerimaan pajak negara,
dan meningkatkan pendapatan nasional. Pariwisata juga mampu mendorong dan
menggerakan sektor-sektor ekonomi lainnya (Yoeti 2008). Perum Perhutani
sebagai perusahaan umum kehutanan negara yang memiliki wewenang dalam
mengelola pariwisata alam juga mengoptimalkan pendapatan dari sektor
pariwisata. Pendapatan usaha wisata Perum Perhutani pada tahun 2012 adalah
sebesar Rp 85 700 239 000,00 dengan jumlah pengunjung sebanyak 3 496 997
orang dan jumlah wisata yang dikunjungi sebanyak 162 lokasi (Perhutani 2013b).
Wisata alam merupakan salah satu bentuk pariwisata di Indonesia. Menurut
Panitia Lokakarya Wana Wisata Perum Perhutani (1987), wisata alam adalah
salah satu bentuk pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan
ekosistemnya. Wisata alam mulai mengalami perkembangan yang pesat sejak
tahun 1960-an (Hanley et al. 2003). Perkembangan wisata alam tersebut telah
mengubah pola pariwisata saat ini menjadi wisata minat khusus dan ekologis.
Wisata minat khusus dan ekologis umumnya sangat mengandalkan kualitas alam
sebagai atraksi pariwisata, sehingga pada pola wisata ini akan menjamin tetap
2
terpeliharanya keberadaan dan kelestarian alam yang merupakan obyek dan daya
tarik wisata (Fandeli 2002).
Indonesia merupakan negara yang mempunyai banyak gunung api. Gunung-
gunung api di Indonesia memiliki bentang alam yang indah, iklim yang sejuk, dan
udara yang bersih. Banyaknya gunung api yang ada di Indonesia tersebut
menjadikan gunung sebagai potensi dan daya tarik wisata alam bagi Indonesia
(Fandeli 2002). Walaupun wisata gunung masih menjadi pilihan kedua setelah
wisata pesisir dan pantai, potensi wisata yang dimiliki oleh pegunungan
menjadikan wisata gunung patut untuk diperhitungkan sebagai bagian dari
pembangunan berkelanjutan (Kruk et al. 2007).
Salah satu wisata alam yang berbasis pegunungan di Indonesia adalah Wana
Wisata Puncak Lawu. Wana Wisata Puncak Lawu berada di Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah. Wana Wisata ini terdiri dari hutan alam campuran
dan terletak pada ketinggian 1 830 - 3 265 meter di atas permukaan laut (m dpl).
Kondisi bentang alam pada Wana Wisata Puncak Lawu umumnya berbukit dan
bergunung dengan lereng yang curam. Tingkat curah hujan di Wana Wisata ini
sangat tinggi dengan suhu udara berkisar antara 50 – 29
0 celcius. Gejala alam atau
potensi visual lanskap di dalam kawasan Wana Wisata Puncak Lawu mempunyai
karakteristik khas berupa kawah, ngarai dan lembah, serta hutan alam pegunungan
(Tim Fakultas Kehutanan IPB 1989).
Wana Wisata Puncak Lawu merupakan objek wisata yang dikelola oleh
Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya (JLPL)
Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Jalur pendakian pada Wana Wisata Puncak Lawu
adalah jalur pendakian Cemoro Kandang. Jalur pendakian ini memiliki panjang
track sejauh 12 kilometer dengan waktu tempuh pendakian sekitar 8 sampai 9
jam. Terdapat satu pos induk pendakian, empat pos pendakian, satu pos pendakian
tanpa bangunan dan satu pos bayangan pada jalur pendakian Cemoro Kandang.
(Kadir 2003).
Pada Jalur Pendakian Cemoro Kandang terdapat beberapa keindahan alam
seperti sumber mata air, kawah, jurang, gua dan sabana. Beberapa mata air yang
terdapat di jalur pendakian ini antara lain Sumur Jolotundo, Sumur Panguripan,
Sendang Drajad, Sendang Macan dan Sendang Panguripan, sedangkan kawah
3
yang ada di jalur pendakian Cemoro Kandang adalah Kawah Telaga Kuning dan
kawah Telaga Lembung Selayur. Keindahan alam seperti jurang Pangarep-arep,
Gua Sigolo-golo, dan Padang Sabana Cokro Suryo juga menjadi daya tarik wisata
bagi pendaki di jalur pendakian Cemoro Kandang (Perhutani 2013c).
Jumlah pendaki yang melakukan pendakian di jalur pendakian Cemoro
Kandang cukup banyak tiap tahunnya. Jumlah pendaki biasanya mengalami
peningkatan pada akhir pekan dan hari libur. Jumlah pendaki mengalami
peningkatan ketika hari-hari tertentu seperti hari kemerdekaan Republik
Indonesia, perayaan malam tahun baru Masehi dan tahun baru Jawa1. Banyaknya
pendaki di jalur pendakian ini akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan
pertumbuhan ekonomi di daerah Wana Wisata Puncak Lawu, namun kondisi
tersebut juga berpotensi memiliki dampak negatif bagi kelestarian lingkungan
jalur pendakian tersebut. Perilaku pendaki yang kurang peduli akan kelestarian
lingkungan seringkali menjadi masalah bagi kelestarian jalur pendakian. Hal
tersebut dapat mengancam kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang2.
Demi menjaga kelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang,
maka diperlukan upaya-upaya pelestarian lingkungan pada jalur pendakian
tersebut. Upaya pelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang tentu
membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sehingga pendaki sebagai pengguna jasa
lingkungan yang berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan di jalur pendakian
Cemoro Kandang diharapkan dapat membantu pengelola dalam upaya pelestarian
jalur pendakian Cemoro Kandang. Banyaknya jumlah pendaki yang melakukan
pendakian di Wana Wisata Puncak Lawu menjadi peluang bagi Kesatuan Bisnis
Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya (JLPL) Perhutani Unit 1
Jawa Tengah dalam mengumpulkan dana untuk biaya pelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang. Upaya pelestarian lingkungan ini bertujuan untuk menjaga
keanekaragaman hayati, kebersihan lingkungan, menjaga kenyamanan, dan
keindahan alam sekitar jalur pendakian sehingga keberlanjutan wisata di Wana
Wisata Puncak Lawu akan tercapai.
1 http://www.solopos.com/2011/12/30/pendaki-gunung-lawu-diprediksi-akan-meningkat-259240.
Pendaki Gunung Lawu diprediksi Akan Meningkat. 17 Februari 2014. 2 http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2011/09/11/96058. Rute Pendakian Lawu
Diminta Ditutup. 10 Februari 2014.
4
1.2 Perumusan Masalah
Jalur pendakian Cemoro Kandang terletak di Gunung Lawu, Kabupaten
Karanganyar. Di sepanjang jalur pendakian Cemoro Kandang, pendaki dapat
menikmati pemandangan alam yang indah dan suasana pegunungan yang sejuk.
Pendaki juga dapat melihat flora dan fauna endemik Gunung Lawu seperti
anggrek lawu dan jalak lawu. Keindahan alam serta keunikan flora dan fauna
Gunung Lawu menjadi daya tarik tersendiri bagi pendaki untuk melakukan
pendakian di jalur pendakian Cemoro Kandang.
Tabel 1 menunjukkan fluktuasi jumlah pendaki di jalur pendakian Cemoro
Kandang tahun 2008 sampai 2013. Tahun 2008 sampai 2009, jumlah pendaki
mengalami peningkatan sebesar 1 761 pendaki, sedangkan tahun 2009 sampai
2010 terjadi penurunan jumlah pendaki sebesar 3 551 pendaki. Peningkatan
pendaki terjadi pada tahun 2012 sampai 2013. Pada tahun tersebut jumlah pendaki
di Cemoro Kandang mengalami peningkatan sebesar 2 917 pendaki. Peningkatan
jumlah pendaki terjadi karena trend wisata pendakian gunung mulai berkembang
pada tahun tersebut3. Fluktuasi jumlah pendaki juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah penutupan jalur pendakian. Penutupan jalur
pendakian biasanya dilakukan secara insidental oleh pengelola jalur pendakian
karena cuaca buruk, tanah longsor di sekitar jalur pendakian dan kebakaran
hutan4.
Tabel 1 Jumlah pendaki di jalur pendakian Cemoro Kandang tahun 2008-2013 Tahun Jumlah pendaki (orang)
2008 6 100
2009 7 861
2010 4 310
2011 4 245
2012 4 212
2013 7 129 Sumber : KBM JLPL Perhutani Unit 1 Jawa Tengah (2014)
Aktivitas pendakian di jalur pendakian Cemoro Kandang akan berdampak
pada peningkatan pendapatan bagi pengelola dan pertumbuhan ekonomi di daerah
sekitar Wana Wisata Puncak Lawu. Menurut Charters dan Saxon (2007),
3 Wawancara dengan Bapak Bambang Arisusanto, KBM JLPL Perhutani Unit 1 Jawa Tengah pada
tanggal 28 Maret 2014. 4 Wawancara dengan Bapak Kusdaryono, KPH Surakarta pada tanggal 31 Januari 2014.
5
meskipun aktivitas pendakian dapat berdampak positif bagi perekonomian, namun
aktivitas pendakian juga dapat mengancam kelestarian suatu jalur pendakian.
Saat ini masalah yang terjadi di jalur pendakian Cemoro Kandang adalah
penumpukan sampah sisa pendakian, penebangan pohon/ranting oleh pendaki dan
potensi terjadinya kebakaran hutan akibat aktivitas pendakian5. Penumpukan
sampah sisa pendakian dapat ditemui di sepanjang jalur pendakian. Perilaku
pendaki yang membuang sampah di sekitar jalur pendakian menyebabkan
kotornya lingkungan jalur pendakian. Selain itu, penebangan pohon yang
dilakukan pendaki untuk membuat perapian juga menjadi masalah bagi kelestarian
jalur pendakian Cemoro Kandang. Hal tersebut berpotensi merusak ekosistem
jalur pendakian Cemoro Kandang6.
Berdasarkan permasalahan yang mengancam kelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang tersebut, maka diperlukan upaya pelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang yang bertujuan untuk menjaga kebersihan lingkungan jalur
pendakian dari sampah, menjaga keindahan alam dan keanekaragaman hayati di
jalur pendakian serta menjaga kelestarian vegetasi di sekitar jalur pendakian.
Pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang juga bertujuan untuk mencegah
terjadinya kebakaran hutan akibat kelalaian pendaki. Tercapainya kelestarian jalur
pendakian Cemoro Kandang akan membantu tercapainya keberlanjutan Wana
Wisata Puncak Lawu, sehingga upaya pelestarian juga akan berdampak positif
bagi pendapatan dari sektor pariwisata, perekonomian daerah sekitar, dan
kesejahteraan masyarakat sekitar Wana Wisata Puncak Lawu.
Pentingnya upaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang juga
didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009
tentang Kepariwisataan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. Undang-
Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 5 menjelaskan
bahwa kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip memelihara kelestarian dan
lingkungan hidup. Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990
5 http://www.koran-sindo.com/node/333064. Hutan Gunung Lawu Terbakar. 15 November 2013.
6http://regional.kompas.com/read/2010/06/07/20144834/Vanaprastha.Gelar.Gerakan.di.Gunung.La
wu. 2010. Vanaprastha Gelar Gerakan di Gunung Lawu. 12 Februari 2014.
6
tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya Pasal 3 menjelaskan
bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan untuk
mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta
keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan. Pada Pasal 4 juga dijelaskan
bahwa masyarakat juga bertanggung jawab dan berkewajiban dalam melakukan
konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesediaan membayar
(Willingness to Pay) pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro
Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu. Willingness to Pay (WTP) pendaki
terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang merupakan bentuk
partisipasi pendaki sebagai pengguna jasa lingkungan pada jalur pendakian
Cemoro Kandang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi
bagi pengelola jalur pendakian Wana Wisata Puncak Lawu dalam mengambil
kebijakan terkait upaya dan biaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diperoleh beberapa pertanyaan penelitian antara
lain :
1. Bagaimana persepsi pendaki di jalur pendakian Cemoro Kandang terhadap
kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak
Lawu ?
2. Berapa besarnya Willingness to Pay (WTP) maksimum pendaki terhadap
pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu
dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan umum penelitian ini adalah
untuk mengetahui kesediaan membayar pendaki terhadap pelestarian jalur
pendakian Cemoro Kandang yang menunjukkan nilai jasa lingkungan di Wana
Wisata Puncak Lawu. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengkaji persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian
Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak Lawu.
7
2. Mengestimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) maksimum pendaki
terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak
Lawu dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan khasanah keilmuan bagi akademisi dan peneliti ekonomi
sumberdaya alam dan lingkungan.
2. Memberikan rekomendasi bagi pengelola Wana Wisata Puncak Lawu jalur
pendakian Cemoro Kandang dalam mengambil kebijakan terkait retribusi yang
mencakup biaya pelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang.
3. Sebagai informasi bagi stakeholder-stakeholder terkait dalam mengambil
kebijakan pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata
Puncak Lawu .
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian bertujuan untuk mengetahui batas penelitian.
Penelitian dilakukan di jalur pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak
Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Responden adalah pendaki yang
melakukan pendakian di jalur pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak
Lawu. Aspek yang diteliti pada penelitian ini adalah persepsi pendaki terhadap
kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang, Willingness to Pay
(WTP) maksimum pendaki terhadap pelestarian lingkungan jalur pendakian
Cemoro Kandang dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar
(WTP) maksimum pendaki terhadap pelestarian lingkungan jalur pendakian
Cemoro Kandang. WTP pendaki terhadap pelestarian lingkungan jalur pendakian
Cemoro Kandang menjadi rekomendasi bagi pengelola terkait upaya pelestarian
jalur pendakian Cemoro Kandang.
8
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pariwisata dan Dampak Pariwisata
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009
tentang Kepariwisataan Bab I pasal 1, definisi tentang pariwisata yaitu:
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata
dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud
kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
pengusaha.
Pariwisata adalah perjalanan untuk bersenang-senang (Yoeti 2010). Menurut
Yoeti (2008), pariwisata telah berkembang menjadi salah satu kegiatan ekonomi
yang penting dalam suatu negara. Sektor pariwisata akan melebihi sektor migas
(minyak bumi dan gas alam) serta industri lainnya dalam fungsinya sebagai
sumber pendapatan negara jika dikembangkan secara berencana dan terpadu.
Pariwisata juga mampu mempercepat proses pembangunan nasional. Peran
pariwisata dalam pembangunan nasional antara lain:
1. Meningkatkan perolehan devisa negara
2. Memperluas dan mempercepat proses kesempatan usaha
3. Memperluas kesempatan kerja
4. Mempercepat pemerataan pendapatan
5. Meningkatkan penerimaan pajak negara retribusi daerah
6. Meningkatkan pendapatan nasional
7. Memperkuat posisi neraca pembayaran
9
8. Mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam
yang terbatas.
Selain memberikan dampak positif bagi pembangunan nasional,
pengembangan pariwisata juga memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup.
Dampak-dampak negatif pariwisata bagi lingkungan hidup tersebut antara lain:
1. Pembuangan sampah sembarangan oleh wisatawan yang membuat bau tidak
sedap di kawasan wisata
2. Pembuangan limbah yang merusak ekosistem alam seperti sungai, danau atau
laut
3. Kerusakan terumbu karang yang mengakibatkan hilangnya daya tarik wisata
4. Perambahan hutan yang merusak habitat fauna yang mengakibatkan hilangnya
daya tarik wisata alam
5. Perusakan sumber-sumber hayati yang tidak terkendali
2.2 Konsep Ekowisata, Wisata Alam, dan Wisata Minat Khusus
Pendakian Gunung
Menurut The Ecotourism Society (1990) dalam Fandeli et al. (2000),
ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan
dengan tujuan mengkonservasi lingkungan, serta melestarikan kehidupan dan
kesejahteraan penduduk setempat. Menurut Black (1999) dalam Fandeli et al.
(2000), ekowisata adalah wisata yang berbasis pada alam dengan mengikuti aspek
pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alam serta budaya masyarakat
setempat dengan pengelolaan kelestarian ekologis, sedangkan pengertian wisata
alam menurut Panitia Lokakarya Wana Wisata Perum Perhutani (1987) adalah
bentuk pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan
ekosistemnya. Perbedaan ekowisata dengan wisata alam terletak pada adanya
konsep pendidikan konservasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat
setempat yang melekat pada ekowisata.
Pada wisata alam, potensi sumberdaya dan ekosistemnya baik secara asli
(alami) maupun perpaduan hasil kemasan dimanfaatkan untuk wisata dan menjadi
daya tarik bagi wisata alam itu sendiri (Panitia Lokakarya Wana Wisata Perum
Perhutani 1986). Bentuk kegiatan wisata pada wisata alam identik dengan
pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungan (Suswantoro 1997),
10
sehingga wisata alam harus dibangun secara baik dan memberikan nilai tambah
bagi fungsi obyek wisata tersebut (Hayati 2012).
Salah satu wisata alam yang ada di Indonesia adalah wisata minat khusus
pendakian gunung. Wisata minat khusus (special interest tourism) merupakan
bentuk kegiatan wisata secara individu, berkelompok atau rombongan kecil yang
bertujuan untuk belajar dan berupaya mendapatkan sesuatu hal yang baru dari
daerah yang dikunjungi (Fandeli 2002). Pengunjung wisata minat khusus pada
umumnya merupakan wisatawan kelompok umur tertentu dan memiliki konsumen
tersendiri. Wisata pendakian gunung termasuk sebagai salah satu wisata minat
khusus tersebut (Nepal dan Chipeniuk 2005).
Wisata pendakian gunung termasuk dalam jenis wisata petualangan
(adventure tourism) yang ditawarkan oleh wisata berbasis pegunungan (mountain
tourism). Konsep dari wisata gunung yaitu wisata yang mengacu kepada kegiatan
pariwisata yang dilakukan di daerah pegunungan secara berkelanjutan, mencakup
kegiatan wisata seperti tracking, mendaki gunung, arung jeram, wisata budaya dan
ziarah (Kruk et al. 2007).
Wisata berbasis pegunungan seperti mendaki gunung memang masih
menjadi pilihan kedua setelah wisata kepulauan dan pesisir pantai, namun potensi
wisata yang dimiliki oleh pegunungan menjadikan wisata berbasis pegunungan
patut diperhitungkan sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan. (Charters
dan Saxon 2007). Menurut Charters dan Saxon (2007), kegiatan berbasis gunung
seperti mendaki gunung (hiking and walking) dan berkemah mempunyai dampak
negatif pada kelestarian ekosistem jika tidak dikelola dan dipantau dengan baik.
2.3 Pengelolaan Wana Wisata
Perum Perhutani sebagai Badan Usaha Milik Negara yang mengelola,
mengusahakan dan melindungi kawasan hutan di wilayahnya juga memiliki
wewenang dalam pengusahaan dan pengelolaan wisata alam di dalam kawasan
hutan lindung atau hutan produksi. Wisata alam yang dikelola oleh Perum
Perhutani dan berlokasi di hutan lindung atau hutan produksi ini disebut sebagai
wana wisata (Suryanti 1987).
11
Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 2641/Kpts/Dir/1997 Tentang
Pedoman Pengusahaan Pariwisata Alam Perum Perhutani mendefinisikan wana
wisata sebagai obyek dan daya tarik wisata alam di kawasan hutan Perum
Perhutani dengan tidak mengubah fungsi kawasan hutan tersebut. Seluruh wana
wisata yang dikelola oleh Perum Perhutani serta seluruh kegiatan di dalamnya,
yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian budaya, wisata
alam dan olahraga adalah pengusahaan pariwisata alam Perum Perhutani. Dalam
pembentukannya, wana wisata memiliki dasar hukum tentang pengusahaan terkait
wana wisata. Dasar pengusahaan wana wisata yaitu:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1986 tentang Perusahaan Umum
Kehutanan Negara (Perum Perhutani).
2. SK Menhut No. 687/Kpts-II/89 tanggal 15 November 1989 tentang
Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman
Wisata Laut, pasal 22.
3. Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 861/Kpts/Dir/91 tanggal 19 Juli 1991
tentang Wilayah Wana Wisata Perum Perhutani.
Menurut Suryanti (1987), Sejak tahun 1976 Perum Perhutani merupakan
instansi teknis resmi pemerintah yang mengelola dan bertanggung jawab atas
program pengembangan hutan rekreasi. Berdasarkan Surat Nomor 043.7/Dir.
Perihal Pedoman Pengembangan Wana Wisata 5 November 1980, dalam
pengembangan wana wisata, perum perhutani juga memiliki beberapa
kebijaksanaan terkait dalam pengembangan wana wisata. Kebijaksanaan tersebut
yaitu, 1) Perlindungan dan pelestarian secara mutlak terhadap tipe-tipe ekosistem
beserta segenap ciptaan Tuhan, dan 2) pemanfaatan secara terkendali dari
sebagian sumber daya alam bagi kesejahteraan segenap lapisan masyarakat, secara
langsung maupun tidak langsung. Sesuai kebijaksanaan terkait pengembangan,
wana wisata memiliki peran dan manfaat. Peran dan manfaat tersebut yaitu :
1. Menjaga kemantapan tata lingkungan yang utuh dan alami;
2. Untuk pendidikan, penelitian dan rekreasi;
3. Sebagai sumber plasma nutfah hewan dan tanaman budidaya;
4. Meningkatkan rasa kebanggan nasional.
12
Wana Wisata haruslah memperhatikan fungsi-fungsi utama kawasan hutan
lainnya seperti produksi dan konservasi selain menampung kegiatan rekreasi.
Kriteria perencanaan dan perancangan pedoman untuk pola pengembangan wana
wisata juga harus mengandung aspek rekreasi, edukasi (pembinaan cinta alam)
dan olahraga (Rachwartono 1987).
Menurut Hayati (2012), pemanfaatan hutan sebagai tempat wisata alam juga
harus memperhatikan asas-asas kelestarian alam, sehingga fungsi ekologis hutan
tetap terjaga dan manfaat ekonomis dapat kita peroleh. Dengan kelestarian alam
dan keberlanjutan ekonomi, maka sustainable tourism (pariwisata berkelanjutan)
akan tercapai.
2.4 Konsep Sustainable Tourism
Konsep pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) diturunkan dari ide
dasar pembangunan berkelanjutan. Ide dasar pembangunan berkelanjutan adalah
kelestarian sumberdaya alam yang merupakan kebutuhan setiap orang saat ini
agar dapat hidup dengan sejahtera, tetapi harus dipelihara dan dilestarikan agar
dapat digunakan di masa yang akan datang. Ide tersebut kemudian diturunkan ke
dalam konsep pariwisata berkelanjutan. Dari konsep pembangunan berkelanjutan
tersebut, maka konsep pariwisata berkelanjutan adalah pembangunan sumberdaya
pariwisata (atraksi, aksesibilitas, amenitas) yang bertujuan untuk memberikan
keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan (stakeholders) dan nilai
kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang (Damanik dan Weber
2006).
Menurut Damanik dan Weber (2006), pariwisata hanya dapat berkelanjutan
apabila komponen-komponen subsistem pariwisata terutama perilaku pariwisata,
mendasarkan kegiatannya pada pencarian keuntungan dan kepuasan yang optimal
dengan tetap menjaga kelestarian produk dan jasa wisata yang digunakan
sehingga pariwisata dapat berkembang dengan baik. Untuk mencapai
keberlanjutan dari wisata, maka ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi,
yaitu :
1. Wisatawan mempunyai kemauan untuk mengkonsumsi produk dan jasa wisata
secara selektif, artinya produk dan jasa wisata tidak diperoleh dengan
mengeksploitasi secara eksesif sumberdaya pariwisata setempat.
13
2. Produk wisata didorong ke produk berbasis lingkungan (green product).
3. Kegiatan wisata diarahkan untuk melestarikan lingkungan dan peka terhadap
budaya lokal.
4. Masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaan, implementasi dan monitoring
pengembangan pariwisata.
5. Masyarakat harus memperoleh keuntungan secara adil dalam kegiatan wisata.
6. Meningkatkan posisi masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya
pariwisata.
Menurut Tisdell (2001), keberlanjutan suatu wisata yang memanfaatkan
potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya dapat dilihat dari beberapa dimensi
yaitu, 1) economics, 2) environmental conservation, 3) social acceptability, dan 4)
political sustainability. Untuk mencapai pariwisata keberlanjutan, maka
dibutuhkan peran pengunjung dan penilaian secara ekonomi dari jasa lingkungan
yang ditawarkan dari suatu wisata.
2.5 Konsep Contingent Valuation Method
Penentuan nilai suatu sumber daya alam dan lingkungan sering melibatkan
jasa lingkungan yang tidak dipasarkan (non market). Untuk mengatasi masalah
ini, maka digunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) yang
merupakan salah satu metode valuasi non market atau yang dikenal dengan stated
preference method (Fauzi 2014). CVM adalah metode untuk mengestimasi barang
dan jasa lingkungan secara langsung (Fauzi 2010).
Contingent Valuation Method (CVM) menyiasati tidak adanya pasar pada
barang dan jasa lingkungan dengan menganalisis tanggapan responden terhadap
pertanyaan survei (Anderson 2010). Menurut Yakin (2004), CVM adalah metode
teknik survei untuk menanyakan kepada masyarakat tentang nilai atau harga yang
mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang
lingkungan. Menurut Pearce et al. (2006) dalam Fauzi (2014) analisis CVM
melibatkan tiga tahapan utama, yaitu:
1. Identifikasi barang dan jasa yang akan dievaluasi.
14
Peneliti harus memiliki konsep yang jelas tentang apa yang akan divaluasi,
perubahan kualitas, dan kuantitas yang menjadi concern kebijakan, serta jenis
barang atau jasa non pasar yang akan divaluasi.
2. Kontruksi skenario hipotetik
Tahap ini akan sangat bergantung dari konteks yang dianalisis (content
dependent). Jenis pertanyaan dan skenario yang diajukan juga sangat
berpengaruh terhadap outcome yang dihasilkan pada analisis CVM. Pada tahap
ini ada tiga elemen esensial, yaitu 1) deskripsi perubahan kebijakan yang akan
dievaluasi, 2) deskripsi pasar yang akan dikembangkan, dan 3) deskripsi
metode pembayaran.
3. Metode elitasi
Yaitu teknik mengekstrak informasi kesanggupan membayar dari responden
dengan menanyakan besaran pembayaran melalui format tertentu. Format
elitasi pada umumnya terdiri dari open ended, bidding game, kartu
pembayaran, single bounded dichotomous dan double bounded dichotomous.
Pada penelitian ini akan menggunakan single bounded dichotomous.
2.6 Willingness to Pay
Contingent Valuation Method (CVM) mencoba mengidentifikasi nilai
kesediaan membayar (Willingness to Pay = WTP) dari masyarakat (Kula 1994).
WTP karena perubahan jasa lingkungan ditanyakan langsung kepada masyarakat
atau responden pada pendekatan CVM (Folmer and Gabel 2010). Kegiatan
menanyakan secara langsung WTP kepada masyarakat atau responden dilakukan
untuk pengumpulan informasi mengenai preferensi masyarakat atau responden
terkait perubahan suatu jasa lingkungan (Haab dan Mcconnel 2002).
Penelitian ini mengestimasi WTP pendaki (konsumen wana wisata)
terhadap kelestarian dan perbaikan kualitas lingkungan di jalur pendakian.
Menurut Fauzi (2010), WTP adalah jumlah maksimal seseorang mau membayar
untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu. Menurut Fauzi (2014),
WTP diartikan sebagai jumlah maksimum uang yang sanggup dibayarkan
seseorang, sehingga ia indiferen antara opsi membayar untuk perubahan sesuatu
15
(misalnya perbaikan lingkungan) atau menolak terjadinya perubahan tersebut, dan
membelanjakan pendapatannya untuk yang lain.
2.7 Dichotoumus Choice CVM
Penelitian ini menggunakan model Dichotoumus-Choice CVM (DC-CVM)
dengan elisitasi single-bounded. Menurut Fauzi (2014), model DC-CVM dengan
elisitasi single bounded merupakan metode yang paling popular digunakan untuk
analisis Contingent Valuation Method (CVM). Menurut Garod dan Willis (1999)
dalam Fauzi (2010), Pendekatan DC-CVM merupakan alternatif terbaik untuk
menjawab defisiensi pendekatan CVM yang didasarkan pada pertanyaan terbuka
maupun bidding games. Pendekatan ini lebih mendekati teori dibandingkan model
lain seperti open ended atau bidding game (Fauzi 2010).
Pada Dichotoumus-Choice CVM (DC-CVM) nilai ekosistem atau
sumberdaya alam yang tidak dipasarkan (non market) dihitung berdasarkan nilai
Willingness to Pay (WTP) dari pertanyaan yang bersifat diskrit. Responden
diajukan pertanyaan untuk membayar sejumlah uang untuk perbaikan ekosistem
maupun penilaian suatu jasa lingkungan yang masih utuh. Pada model DC-CVM
hanya terdapat dua kemungkinan jawaban yakni “ya” atau “tidak” atau “setuju”
atau “tidak setuju”, sedangkan besarnya nilai uang yang ditawarkan kepada
responden disebut “nilai penawaran” atau bid value (Fauzi 2014).
Menurut Alberini et al. (2005) dalam Fauzi (2014), pada Dichotoumus-
Choice CVM (DC-CVM) responden relatif mudah menjawab pertanyaan karena
hanya diberikan satu pertanyaan. Selain itu DC-CVM lebih mendekati perilaku
pasar dimana konsumen biasanya mengambil keputusan untuk membeli atau tidak
terhadap harga yang ditawarkan. Kelebihan lain DC-CVM yaitu sesuai dengan
mekanisme insentif yang ditawarkan kepada masyarakat jika masyarakat
memperoleh informasi yang memadai, serta mengurangi beban kognitif yang
dihadapi oleh masyarakat jika harus memilih secara open bid maupun pilihan
jamak.
2.7.1 Perhitungan Nilai Willingness to Pay (WTP) dengan Model Logit
Menurut Fauzi (2014), untuk mencari nilai WTP dapat menggunakan model
logit. Pada penelitian ini, model logit digunakan untuk mencari nilai WTP
16
maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang.
Menurut Fauzi (2014), Pada model logit, distribusi error term (u1) mengikuti
distribusi logistic, sehingga peluang untuk menjawab “ya” ditentukan oleh fungsi
berikut :
............................... (1)
Menurut Fauzi (2014), nilai WTP dapat dicari diduga dengan koefisien yang
diperoleh dari logit yakni α = β / σ (vektor koefisien yang berhubungan dengan
variable bebas) dan δ = -1 / σ, (vektor koefisien yang berhubungan dengan
variable “bid”). Nilai harapan rataan WTP dapat diduga dari kedua koefisien
tersebut, yaitu :
.......................................... (2)
Sementara nilai harapan WTP yang terkait dengan salah satu variabel bebas
dapat diperoleh melalui persamaan berikut:
.................................. (3)
2.7.2 Perhitungan Nilai Willingness to Pay (WTP) dengan Metode Non-
parametrik Turnbull
Menurut Fauzi (2014), perhitungan metode nilai WTP juga dapat dilakukan
dengan pendekatan non-parametrik Turnbull. Metode non-parametrik Turnbull
menggunakanan pendekatan yang mengandalkan distribusi jawaban “tidak” dari
responden terhadap respon pertanyaan lelang (bid). Jika responden menjawab
“tidak” terhadap nilai lelang yang ditawarkan, maka nilai maksimum WTP dia
akan lebih rendah dari nilai lelang. Nilai lower bound WTP untuk metode
Turnbull dihitung dengan formula sebagai berikut:
∑
∑
............................................ (4)
Dimana:
= Lelang bid
17
= Distribusi jawaban “tidak”
Sementara untuk menghitung nilai nilai variance untuk kasus distribusi
monotonically increasing dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :
( ) ∑ (
)
( )
...................... (5)
Dimana:
= Lelang bid
= Distribusi jawaban “tidak”
= Total respon
2.8 Model Regresi Logistik
Menurut Rosadi (2011), regresi logistik merupakan salah satu model
statistika yang dapat digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara
sekumpulan variabel independen (peubah penjelas) dengan suatu variabel
dependen (peubah respon) bertipe kategoris atau kualitatif. Kategori dari variabel
dependen dapat terdiri atas dua kemungkinan nilai (dichotoumous) seperti ya/tidak
atau sukses/gagal. Menurut Firdaus et al. (2010), regresi logistik digunakan untuk
menganalisis pola hubungan peubah respon yang berupa peubah kategorik.
Analisis regresi logistik dapat menggunakan peubah penjelas berupa kategorik
maupun numerik. Pada penelitian ini akan menggunakan peubah respon bersifat
kategorik yaitu “ya” serta dengan peubah penjelas berupa numerik. Analisis
regresi logistik pada penelitian ini akan digunakan untuk menganalisis kesediaan
membayar pendaki “ya” terhadap sejumlah uang tertentu yang ditawarkan.
Menururt Firdaus et al. (2011), dalam analisis regresi logistik, pemodelan
peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui
transformasi dari regresi linier ke logit. Formulasi logit tersebut adalah:
...................................... (6)
Pada fungsi tersebut, pi adalah peluang munculnya kejadian kategori sukses
dari peubah respon untuk orang ke-i dan loge adalah logaritma dengan basis
bilangan e.. Kategori sukses secara umum merupakan kategori yang menjadi
perhatian dalam penelitian. Pada penelitian ini peubah responnya adalah
18
keputusan “ya’’ atau “tidak” terhadap penawaran sejumlah uang tertentu untuk
kelestarian jalur pendakian, maka kejadian sukses adalah kejadian apabila
responden setuju atau “ya” terhadap penawaran sejumlah uang. Gambar 1
mengilustrasikan proses transformasi logit tersebut (Firdaus et al. 2011).
Pi Logit (Pi)
Predictor (X) Predictor (X)
Sumber: Firdaus et al. (2011)
Gambar 1 Gambar transformasi logit
Menurut Gujarati (2006), fungsi logit dapat ditransformasikan menjadi
bentuk linier. Berikut transformasi logitnya :
(
) ....................... (7)
Menurut Rosadi (2011), estimasi dari model regresi logistik dapat dilakukan
dengan metode maximum likelihood estimator (mle), di mana parameter optimal
dapat diperoleh dengan metode numerik.
Model yang digunakan dalam analisis regresi logistik adalah sebagai berikut:
.......... (8)
Logit (pi) adalah nilai transformasi logit untuk peluang kejadian sukses; adalah
intersep model garis regresi, adalah slope model garis regresi peubah ke-j dan
adalah peubah penjelas ke-j.
2.8.1 Odds Ratio
Pada analisis regresi logistik terdapat odds ratio yang digunakan untuk
memperoleh ukuran asosiasi atau ukuran keeratan hubungan antar peubah
kategorik. Ukuran asosiasi ini seringkali merupakan fungsi dari penduga
parameter yang didapatkan. Pada variabel respon yang berupa kategorik, odds
dapat diartikan sebagai ratio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak
sukses dari peubah respon, sedangkan odds ratio mengindikasikan seberapa lebih
19
mungkin, dalam kaitannya dengan nilai odds, muncul kejadian sukses pada suatu
kelompok dibandingkan dengan kelompok lainnya (Firdaus et al. 2011). Menurut
Juanda (2009), odds ratio didefinisikan sebagai rasio odds untuk terhadap
odds untuk . Rumus odds ratio sebagai berikut :
............................................... (9)
Dimana:
2.71828
koefisien masing-masing variabel dari model regresi logistik
Menurut Juanda (2009), untuk peubah bebas kontinyu, odds ratio dapat
diintepretasikan sebagai berapa kali kemungkinan kejadian sukses ( jika
nilai peubah bebas ( naik sebesar satu satuan. Dalam peubah bebas kontinu, jika
( berbeda 1 satuan (misalnya 1→2 dan 10→11) maka nilai ∆ dapat cukup
berbeda. Jadi ada dilema untuk peubah bebas kontinu dimodelkan dalam logit.
Selain itu, untuk peubah bebas ( seringkali 1 (satu) satuan terlalu kecil atau
besar untuk dipertimbangkan. Menurut Firdaus dan Affendi (2005) dalam
Herdiani (2009), intepretasi koefisien pada regresi logistik menggunakan odds
ratio, secara ringkas dapat diintepretasikan sebagai berikut:
1. Jika koefisien bertanda (+) maka odds ratio akan lebih dari 1.
2. Jika variabelnya merupakan skala nominal (dummy), maka
memiliki kecenderungan untuk sebesar kali dibandingkan
dengan .
3. Jika variabelnya bukan dummy, maka semakin besar maka ,
sehingga semakin besar nilai semakin besar pula kecenderungan untuk
.
2.8.2 Uji Wald
Uji Wald merupakan uji univariat terhadap masing-masing koofisien regresi
logistik (sering disebut partially test). Uji Wald digunakan untuk menguji
kecocokan koefisien (Rosadi 2011).
1. H0: predictor secara univariat tidak berpengaruh signifikan terhadap respon (βi
= 0;= 0,1,2,…..p).
20
H1: predictor secara univariat berpengaruh signifikan terhadap respons (βi ≠ 0;
= 0,1,2,…..p).
2. Tingkat signifikansi: α
3. Statistik uji:
2
.............................................................................................. (10)
4. Daerah kritik: H0 ditolak apabila | Wi | > | Zα/ |
2.8.3 Uji G
Statistik uji G adalah uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio
test) yang digunakan untuk menguji peranan variabel bebas secara bersaamaan.
............................................... (11)
Dimana:
Lo = Likelihood tanpa variabel bebas
Li = Likelihood dengan variabel bebas
Dengan hipotesis:
H0 : β1 = β2 = …. = βp = 0
H1 : minimal ada satu nilai β ≠ 0
Dimana = 1,2,3,…p
Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), statistik uji G mengikuti sebaran chi-
square (χ2) dengan derajat bebas p. Kaidah keputusan yang diambil yaitu
menolakk Ho jika G >
2.9 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang membahas Willingness to Pay (WTP) terhadap kualitas
lingkungan di objek wisata pernah dilakukan sebelumnya, sedangkan penelitian
tentang pelestarian jalur pendakian belum banyak dilakukan. Beberapa penelitian
yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah pembahasan mengenai
contingent valuation method dan perilaku pengunjung Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian terdahulu adalah pada lokasi penelitian dan metode elisitasi.
21
Lokasi penelitian ini dilakukan di jalur pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata
Puncak Lawu. Wana Wisata Puncak Lawu merupakan objek wisata berbasis
pegunungan dan memiliki permasalahan yang berbeda dengan objek wisata lain.
Kesamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah kepada metode yang
digunakan yaitu contingent valuation method, sedangkan format elisitasi yang
digunakan berbeda.
Penelitan yang membahas WTP pengunjung dilakukakan oleh Syakya
(2005), Majid (2008) dan Amanda (2009). Penelitian mengenai WTP dan strategi
pengembangan wisata Pantai Lampuuk oleh Syakya (2005) menunjukkan nilai
WTP melalui retribusi masuk dari pengunjung Pantai Lampuuk berdasarkan nilai
rataan WTP adalah sebesar Rp 1 719.203. Majid (2008) melakukan penelitian
mengenai WTP pengunjung terhadap upaya pelestarian kawasan Situ Babakan.
Penelitian yang dilakukan Majid (2008) menunjukkan nilai WTP yang dijadikan
acuan retribusi di Situ Babakan adalah sebsar Rp 2 104.25 per orang, sedangkan
estimasi WTP untuk upaya pelestarian lingkungan Situ Babakan adalah sebesar
Rp 23 603 603.00 per bulan. Hasil penelitan yang dilakukan oleh Amanda (2009)
mengenai WTP pengunjung objek wisata Danau Situgede dalam upaya pelestarian
lingkungan menunjukkan besarnya nilai rata-rata WTP pengunjung terhadap
kelestarian lingkungan objek wisata Danau Situgede adalah Rp 3 588.24,
sedangkan nilai WTP yang diperoleh adalah Rp 2 342 000.00.
Penelitian mengenai dampak aktivitas pengunjung terhadap kelestarian
wisata alam dan jalur pendakian dilakukan oleh Simbolon (2000) dan Sitepu
(2003). Penelitian mengenai perilaku berkunjung dengan perilaku pengujung di
Taman Nasional Gede Pangrango dilakukan oleh Simbolon (2000). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2000) di Taman Nasional Gede
Pangrango menunjukkan perilaku pengunjung seperti membuang sampah
sembarangan, melakukan vandalisme, mengganggu dan mencuri sumberdaya
(tumbuh-tumbuhan), dan mengambil sembarangan kayu bakar untuk membuat api
unggun. Penelitian lain mengenai perilaku pengunjung dilakukan oleh Sitepu
(2003). Penelitian yang dilakukan Sitepu (2003) mengenai perencanaan program
interpretasi lingkungan di jalur pendakian Gunung Sibayak juga menunjukan
dampak negatif aktivitas pendakian. Perilaku pendaki seperti membuang sampah
22
pada sembarang tempat dan kegiatan corat-coret yang dilakukan pada batu atau
batang pohon menyebabkan kerusakan di Gunung Sibayak. Tabel 2 menunjukkan
penelitihan terdahulu yang relevan dalam penelitian inii.
Tabel 2 Penelitian terdahulu No Nama Judul Alat Analisis
1 Syakya (2005) Analisis Willingness to Pay (WTP) dan
Strategi Pengembangan Objek Wisata
Pantai Lampuuk di Nangroe Aceh
Darussalam
Analisis Deskriptif,
Analisis Willingness to
Pay dengan format
elisitasi Open Ended.
2 Ratri Hanindha
Majid (2008)
Analisis Willingness to Pay Pengunjung
terhadap Upaya Pelestarian Kawasan
Situ Babakan, Srengseng Sawah,
Jakarta Selatan
Analisis Deskriptif,
Analisis Willingness to
Pay dengan format
elisitasi Open Ended.
3 Sylvia Amanda
(2009)
Analisis Willingness to Pay Pengunjung
Obyek Wisata Danau Situgede dalam
Upaya Pelestarian Lingkungan
Analisis Deskriptif,
Analisis Willingness to
Pay dengan format
elisitasi Open Ended.
4 Haposan
Simbolon (2000)
Analisis Keterkaitan Peraturan
Berkunjung dengan Perilaku
Pengunjung di Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango
Analisis Deskriptif.
5 Priskayani BR.
Sitepu (2003)
Perencanaan Program Intepretasi
Lingkungan pada Dua Jalur Pendakian
Gunung Sibayak Taman Hutan Raya
Bukit Barisan Sumatera Utara
Analisis Deskriptif.
23
III KERANGKA PEMIKIRAN
Wana Wisata Puncak Lawu adalah objek wisata yang dikelola oleh
Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya (JLPL)
Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Berdasarkan Keputusan Direksi Perum Perhutani
Nomor : 2641/Kpts/Dir/1997 tentang Pedoman Pengusahaan Pariwisata Alam
Perum Perhutani, Wana Wisata Puncak Lawu dikategorikan sebagai objek dan
daya tarik wisata alam yang dikelola oleh Perum Perhutani dengan tidak
mengubah fungsi kawasan hutan di wilayahnya.
Wana Wisata Puncak Lawu memiliki jalur pendakian bernama Cemoro
Kandang. Terdapat keindahan alam yang berbeda di setiap ketinggian pada jalur
pendakian ini. Pendaki dapat melihat berbagai flora dan fauna Gunung Lawu di
sekitar jalur pendakian Cemoro Kandang. Pendaki dapat melihat keindahan alam
seperti tebing, mata air, padang sabana, hamparan Edelweiss dan bunga Cantigi.
Pendaki juga dapat melihat pemandangan matahari terbenam dan matahari terbit
yang sangat indah. Keindahan alam dan keanekaragaman hayati jalur pendakian
Cemoro Kandang menjadi daya tarik tersendiri bagi pendaki untuk mengunjungi
Wana Wisata Puncak Lawu.
Selain memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi di daerah
sekitar, banyaknya pendaki yang melakukan pendakian di jalur pendakian Cemoro
Kandang juga berpotensi memberikan dampak negatif bagi kelestarian jalur
pendakian. Kurangnya kesadaran pendaki dalam menjaga lingkungan menjadi
ancaman bagi kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Kelalaian pendaki
dalam mematikan sisa perapian dan perilaku pendaki yang membuang puntung
rokok sembarangan berpotensi menyebabkan terjadinya kebakaran hutan di
sekitar jalur pendakian Cemoro Kandang. Sampah-sampah sisa perbekalan dari
pendaki yang dibuang di sekitar jalur pendakian juga mengotori jalur pendakian
Cemoro Kandang. Selain itu, pendaki juga menebang pohon/ranting di sekitar
jalur pendakian untuk membuat perapian. Masalah-masalah yang terjadi akibat
dari aktivitas pendakian tersebut dapat mengancam kelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang. Ancaman bagi kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang
24
juga akan berdampak pada tidak tercapainya keberlanjutan dari Wana Wisata
Puncak Lawu.
Upaya pelestarian harus dilakukan untuk menjaga kelestarian jalur
pendakian Cemoro Kandang. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya, maka diperlukan upaya untuk menjaga kelestarian jalur
pendakian Cemoro Kandang. Upaya pelestarian ini dimaksudkan untuk menjaga
kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang dan lingkungannya sehingga
keberlanjutan objek wisata Wana Wisata Puncak Lawu tercapai.
Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan jalur pendakian Cemoro
Kandang dan Willingness to Pay (WTP) maksimum pendaki terhadap pelestarian
jalur pendakian Cemoro Kandang perlu diketahui sebagai rekomendasi bagi
pengelola jalur pendakian Cemoro Kandang dalam mengambil kebijakan.
Besarnya WTP maksimum pendaki terhadap kelestarian jalur pendakian Cemoro
Kandang diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pengelola dalam
menetapkan kebijakan terkait biaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang,
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) maksimum
pendaki untuk pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang juga dapat menjadi
masukan bagi pengelola dalam upaya pelestarian jalur pendakian Cemoro
Kandang.
25
Keterangan :
: Metode
Gambar 2 Diagram alur kerangka berfikir
Dampak aktivitas pendakian:
kebakaran hutan, sampah pendaki
dan penebangan pohon untuk
perapian.
-
Pelestarian jalur
pendakian Cemoro
Kandang
Rekomendasi bagi pengambil kebijakan
terkait upaya pelestarian lingkungan jalur
pendakian Cemoro Kandang
Kesatuan Bisnis
Manajemen
(KBM) Jasa
Lingkungan dan
Produksi
Lainnya (JLPL)
UU RI No.5 tahun
1990 tentang
Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya
dan UU RI No.10
tahun 2009 tentang
Kepariwisataan
Besarnya WTP maksimum pendaki
terhadap pelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
Jalur pendakian
Cemoro Kandang
Perspesi pendaki
terhadap kualitas
lingkungan di jalur
pendakian Cemoro
Kandang
Mengkaji persepsi pendaki
terhadap kualitas lingkungan
di jalur pendakian Cemoro
Kandang
Mengestimasi besarnya WTP maksimum
pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
Analisis deskriptif
dengan Skala
Likert
Analisis Willingness to Pay
dengan Single Bounded DC-
CVM dan metode Turnbull
Keputusan Direksi
Perum Perhutani No:
2641/Kpts/Dir/1997
tentang Pedoman
Pengusahaan Pariwisata
Alam Perum Perhutani
Wana Wisata Puncak Lawu
26
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di jalur pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata
Puncak Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive) karena lokasi penelitian merupakan objek
wisata pendakian yang mengandalkan keindahan alam dan kelestarian lingkungan,
sehingga dibutuhkan pendekatan secara ekonomi untuk membantu menjaga
kelestarian objek wisata. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai
Mei 2014.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari pengisian kuisioner kepada pendaki gunung
di jalur pendakian Cemoro Kandang dan wawancara dengan pihak-pihak yang
mengetahui terkait pengelolaan objek wisata tersebut, sedangkan data sekunder
diperoleh dari Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi
Lainnya (JLPL) Perhutani Unit 1 Jawa Tengah, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH)
Surakarta dan berbagai pustaka dari buku, jurnal ,dan internet.
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive (secara sengaja),
yaitu mewawancarai pendaki yang telah melakukan pendakian di jalur pendakian
Cemoro Kandang lebih dari satu kali. Hal ini dimaksudkan untuk mewancarai
responden yang mengetahui penurunan kualitas lingkungan yang terjadi di jalur
pendakian Cemoro Kandang. Responden yang diambil sebanyak 80 responden.
Responden dibagi dalam empat kategori yang masing-masing terdiri dari 20
orang. Hal ini sesuai dengan tingkat WTP yang ditawarkan yaitu empat kategori
WTP.
27
4.4 Metode dan Prosedur Analisis
Data yang diperoleh dalam penelitian diolah menggunakan komputer
dengan program Ms. Office Excel dan Minitab 15. Tabel 3 menyajikan antara
tujuan penelitian, sumber data dan metode analisis data pada penelitian ini.
Tabel 3 Matriks model analisis data No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1 Mengkaji persepsi pendaki
terhadap kualitas lingkungan di
jalur pendakian Cemoro
Kandang
Data primer Analisis deskriptif dengan
Skala Likert.
2 Mengestimasi besarnya
Willingness to Pay maksimum
pendaki terhadap pelestarian
jalur pendakian Cemoro
Kandang dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Data primer Analisis Willingness To Pay
menggunakan format
elisitasi Single-Bounded
Dichotomous Choice CVM
dengan perhitungan
menggunakan analisis
regresi logistik dan Turnbull.
4.4.1 Analisis Deskriptif mengenai Persepsi Pendaki terhadap Kualitas
Lingkungan di Jalur Pendakian Cemoro Kandang
Analisis deskriptif adalah jenis analisis data yang dimaksudkan untuk
mengungkapkan keadaan atau karakteristik data sampel. Analisis deskriptif
dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik statistik deskriptif seperti tabel
frekuensi, grafik, ukuran pemusatan atau ukuran penyebaran (Muljono 2012).
Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan jalur pendakian Cemoro
Kandang dianalisis secara deskriptif. Hal ini dilakukan untuk mengetahui persepsi
pendaki terhadap kualitas lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang. Persepsi
yang dianalisis antara lain terkait keadaan vegetasi, mata air, udara, dan
kebersihan lingkungan sekitar jalur pendakian Cemoro Kandang. Persepsi tentang
kebakaran hutan karena aktivitas pendakian, pengetahuan pendaki tentang akibat
penebangan pohon di sekitar jalur pendakian, serta persepsi terhadap perilaku
membuang sampah di sekitar jalur pendakian juga dianalisis. Analisis deskiptif
tentang persepsi pada penelitian ini menggunakan Skala Likert.
Menurut Riduwan dan Sunarto (2007), Skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang
kejadian atau gejala sosial. Pada penelitian ini digunakan Skala Likert untuk
mengetahui persepsi pendaki pendaki terhadap kualitas lingkungan di sekitar jalur
28
pendakian seperti kualitas vegetasi, mata air, udara, dan kondisi jalur pendakian
yang kotor karena sampah. Skala Likert juga digunakan untuk mengetahui
persepsi pendaki terhadap aktivitas pendakian yang dapat mengancam kelestarian
lingkungan.
Persepsi pendaki dengan skala Likert diketahui dengan memilih alternatif
jawaban seperti “Sangat Setuju (SS)”, “Setuju (S)”, “Tidak Setuju (TS)” dan
“Sangat Tidak Setuju (STS)” terhadap pernyataan yang diajukan. Alternatif
jawaban Alternatif jawaban Sangat Setuju (SS) memiliki poin 4, Setuju (S)
memiliki poin 3, Tidak Setuju (TS) memiliki poin 2 dan Sangat Tidak Setuju
(STS) memiliki poin 1. Masing-masing jumlah responden yang memilih alternatif
jawaban dikalikan dengan masing-masing poin dari alternatif jawaban tersebut,
kemudian hasilnya dijumlahkan untuk mengetahui kriteria interpretasi skor dari
pernyataan yang ditanyakan kepada responden.
4.4.2 Analisis Willingness to Pay (WTP) maksimum pendaki terhadap
pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
Menurut Fauzi (2014), analisis Willingness to Pay (WTP) pada Contingent
Valuation Method (CVM) digunakan untuk menanyakan seberapa besar WTP
seseorang dalam menerima perubahan kualitas dan kuantitas dari layanan barang
dan jasa sumber daya alam dan lingkungan. Maka dari itu, pada penelitian ini
analisis WTP digunakan untuk mengetahui kemampuan membayar maksimum
pendaki terhadap upaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Kesediaan
membayar (WTP) maksimum pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang menggambarkan seberapa besar pendaki menginginkankan
perubahan kualitas lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang yang lebih baik,
sehingga pendaki dapat menikmati keindahan alam yang ditawarkan di Wana
Wisata Puncak Lawu secara nyaman.
Menurut Fauzi (2014), CVM adalah metode analisis yang mengandalkan
teknik survei, sehingga pada penelitian ini dibutuhkan kontruksi skenario
hipotetik yang akan sangat berpengaruh kepada nilai WTP yang diduga. Menurut
Fauzi (2014), kontruksi skenario hipotetik juga akan sangat bergantung dari
29
konteks yang dianalisis. Jenis pertanyaan dan skenario yang diajukan juga sangat
berpengaruh terhadap outcome yang akan dihasilkan.
Skenario hipotetik pada penelitian ini dibentuk berdasarkan penurunan
kualitas lingkungan dan ancaman terhadap kelestarian jalur pendakian Cemoro
Kandang Wana Wisata Puncak Lawu. Skenario hipotetik pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Wana Wisata Puncak Lawu mengandalkan kualitas lingkungan dan
kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang sebagai daya tarik wisata. Saat ini
kualitas lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang mengalami penurunan.
Kelestarian jalur pendakian juga terancam. Banyaknya sampah yang menumpuk
di sekitar jalur pendakian mengganggu kenyamanan pendaki di jalur pendakian
Cemoro Kandang. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh kelalaian pendaki
dalam mematikan sisa api unggun dan kecerobohan dalam membuang puntung
rokok berpotensi menyebabkan kebakaran hutan di sekitar jalur pendakian.
Penebangan pohon untuk api unggun juga mengancam kelestarian vegetasi dan
ekosistem di sekitar jalur pendakian Cemoro Kandang. Masalah-masalah tersebut
menyebabkan penurunan kualitas dan ancaman bagi kelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang yang akan berdampak pada hilangnya potensi wisata di Wana
Wisata Puncak Lawu. Hilangnya potensi tersebut juga berdampak kepada tidak
tercapainya keberlanjutan wisata di Wana Wisata Puncak Lawu. Untuk mengatasi
hal tersebut, pengelola Wana Wisata Puncak Lawu berencana melakukan upaya
pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang yang bertujuan untuk mengurangi
sampah yang ada di jalur pendakian, menjaga kelestarian vegetasi dan ekosistem
dari kebakaran dan penebangan pohon, serta melakukan perawatan jalur
pendakian dan pengembangan sarana yang mendukung kelestarian jalur
pendakian Cemoro Kandang. Pengelola Wana Wisata Puncak Lawu sebagai pihak
yang bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian jalur pendakian memerlukan
partisipasi dari pendaki yang berperan sebagai konsumen jasa lingkungan di Wana
Wisata Puncak Lawu. Diperlukan kesediaan membayar pendaki terhadap
pelestarian jalur pendakian.
Setelah skenario hipotetik diajukan kepada responden, tahapan beriktunya
adalah metode elisitasi. Metode elisitasi adalah teknik mengekstrak informasi
30
kesanggupan membayar dari responden dengan menanyakan besaran pembayaran
melalui format tertentu (Fauzi 2014). Pada penelitian ini akan menggunakan
format single bounded dichotomous. Menurut Fauzi (2014), format elisitasi
single-bounded (referendum) adalah metode yang paling popular untuk analisis
CVM. Metode dilakukan dengan menanyakan kepada responden sejumlah nilai
penawaran (bid) tertentu yang diajukan sebagai nilai kesediaan membayar untuk
pelestarian lingkungan jalur pendakian, sehingga akan didapatkan jawaban “ya”
atau “tidak” terhadap nilai bid. Pada penelitian ini digunakan empat bid yang
ditanyakan kepada responden. Tiap bid ditanyakan masing-masing kepada 20
responden. Berikut bid yang ditawarkan :
1. Bid untuk WTP sebesar Rp 2 500.00
2. Bid untuk WTP sebesar Rp 5 000.00
3. Bid untuk WTP sebesar Rp 10 000.00
4. Bid untuk WTP sebesar Rp 15 000.00
Besarnya bid diperoleh berdasarkan wawancara dan diskusi dengan pihak
pengelola, pendaki, dan beberapa pakar. Menurut Fauzi (2014), penentuan tarif
(pricing) terkait dengan tiket masuk suatu kawasan wisata alam, semestinya bukan
hanya didasarkan pada hitungan retribusi semata, namun juga harus
mempertimbangkan “harga” dari jasa lingkungan yang dihasilkan dari kawasan
tersebut. Berdasarkan studi literatur, wawancara dan diskusi, maka ditentukan
batas bawah nilai penawaran (bid) yaitu sebesar Rp 2 500.00 dan batas atas bid
sebesar Rp 15 000.00. Menurut Fauzi (2014), penentuan retribusi pada tempat
wisata seringkali tidak sesuai dengan nilai objek wisata yang sebenarnya,
sehingga pada penentuan bid pada penelitian ini dilakukan studi literatur, diskusi
dan wawancara terlebih dahulu kepada pengelola, pendaki ,dan beberapa pakar
untuk menghindari underpricing atau overpricing. Gambar 3 menunjukkan
struktur elisitasi untuk single bounded dichotomous choice pada penelititan ini.
31
Apakah anda sanggup membayar ?
n1 n2 n3 n4
Rp 2 500.00 Rp 5 000.00 Rp 10 000.00 Rp 15 000.00
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Gambar 3 Struktur elisitasi single bounded dichotomous choice
Pada Gambar 3 tersebut n1 sampai n4 menggambarkan jumlah sampel pada
setiap kelompok bid dari Rp 2 500.00 sampai Rp 15 000.00, di mana setiap
kelompok sampel diambil secara purposive. Jumlah sampel pada tiap kelompok
yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah sebesar 20 responden tiap
kelompoknya, sehingga total sampel keseluruhan adalah 80 responden.
Perhitungan nilai Willingness to Pay (WTP) pada penelitian ini dengan
menggunakan model Logit. Pengolahan model Logit dilakukan menggunakan
software Minitab 15 dengan pengolahan regresi Logistik dimana variabel respon
adalah keputusan responden (Ya atau Tidak) pada setiap bid yang ditawarkan
kepada tiap responden. Dengan pengolahan regresi logistik tersebut, maka
kemudian didapatkan model persamaan Logit. Menurut Fauzi (2014), pada model
logit nilai WTP dapat diduga dengan koefisien yang diperoleh dari logit yakni α =
β / σ (vektor koefisien yang berhubungan dengan variabel bebas) dan δ = -1 / σ,
(vektor koefisien yang berhubungan dengan variable bid). Nilai harapan rataan
WTP dapat diduga dari kedua koefisien tersebut, yaitu :
........................................... (10)
Menurut Fauzi (2014), selain dengan metode ekonometrik, perhitungan nilai
WTP dapat dilakukan dengan pendekatan non-parametrik Turnbull. Pendekatan
metode Turnbull mengandalkan distribusi jawaban “tidak” dari responden
32
terhadap respon pertanyaan lelang (bid). Dengan mengetahui distribusi responden
yang menjawab “tidak”, maka batas bawah (lower bound WTP) dari WTP dan
nilai rataan WTP. Nilai lower bound WTP pada metode Turnbull dihitung dengan
formula sebagai berikut:
∑ .................................. (11)
Pada perhitungan rataan WTP dengan metode Turnbull, distribusi jawaban
“tidak” dapat dikategorikan pada monotonically increasing atau non-
monotonically increasing. Jika distribusi jawaban “tidak” menunjukkan
peningkatan yang monotonik, maka perhitungan WTP dapat dilakukan dengan
formula untuk mencari nilai lower bound WTP pada metode Turnbull, namun jika
tidak menunjukkan peningkatan yang monotonik maka dilakukan langkah-
langkah untuk menggabungkan (pooled) nilai lelang sehingga nilai mean WTP
dapat dihitung berdasarkan formula yang sama untuk mencari nilai lower bound
WTP pada metode Turnbull (Fauzi 2104).
Menurut Fauzi (2014), dengan metode non-parametrik Turnbull terdapat
perhitungan variance (keragaman) yang digunakan untuk menghitung seberapa
besar tingkat kepercayaan kita terhadap pendugaan nilai rataan WTP. Menurut
Haab dan McConnel (2012) dalam Fauzi (2014), untuk menghitung keragaman
(variance) dari WTP dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:
( ) ∑ (
)
( )
.................. (12)
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP maksimum pendaki terhadap
pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang juga diketahui dengan analisis
regresi logistik menggunakan software Minitab 15 Faktor-faktor tersebut
merupakan variabel yang dimasukkan ke dalam model logit. Berikut variabel yang
akan dimasukkan ke dalam model :
1. Nilai penawaran (bid)
Variabel ini dianggap penting karena besarnya nilai penawaran (bid)
mempengaruhi kesediaan pendaki apakah menjawab “ya” atau “tidak”
33
terhadap bid yang ditawarkan. Semakin tinggi nilai bid maka peluang pendaki
menjawab “tidak” adalah semakin tinggi.
2. Pendapatan
Variabel pendapatan akan mempengaruhi kesediaan membayar maksimum
(WTP) pendaki. Semakin tinggi pendapatan pendaki maka semakin tinggi
peluang menjawab “ya” terhadap kesediaan membayar.
3. Biaya kunjungan
Variabel biaya kunjungan akan mempengaruhi kesediaan membayar (WTP)
maksimum pendaki. Semakin rendah biaya kunjungan yang dikeluarkan maka
semakin tinggi peluang pendaki menjawab “ya” terhadap kesediaan
membayar. Kesediaan membayar (WTP) maksimum akan menambah total
biaya yang dikeluarkan pendaki untuk melakukan kunjungan ke tempat
wisata.
4. Persepsi kualitas lingkungan
Variabel persepsi kualitas lingkungan yaitu persepsi pendaki terhadap
kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang. Pendaki dengan
persepsi lingkungan “baik” adalah pendaki yang menganggap kualitas
lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang masih baik, sedangkan
pendaki dengan persepsi kualitas lingkungan “kurang baik” adalah pendaki
yang menganggap kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang
sudah mulai tercemar. Variabel persepsi kualitas lingkungan akan
mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) maksimum pendaki terhadap
pelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang. Pendaki yang
memiliki persepsi lingkungan “baik” maka semakin besar peluang untuk
menjawab “tidak” terhadap kesediaan membayar.
Pada penelitian ini digunakan analisis regresi logistik untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) maksimum
pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Variabel respon
pada penelitian ini adalah peluang kejadian untuk menjawab “ya” atau “tidak”
terhadap kesediaan membayar (WTP) pada nilai penawaran (bid) yang
ditawarkan, sedangkan variabel penjelas pada penelitian ini adalah faktor-faktor
yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) pendaki terhadap pelestarian
34
jalur pendakian Cemoro Kandang. Persamaan regresi logit pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
(
) ....... (13)
Keterangan :
: Peluang pendaki bersedia membayar “ya” atau “tidak”
1 = Jawaban “Ya”
0 = Jawaban “Tidak”
: Intersep
: Koefisien regresi
: Nilai penawaran atau bid (rupiah/pendakian)
: Pendapatan (rupiah/bulan)
: Biaya kunjungan (rupiah)
: Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan
1 = persepsi pendaki untuk kualitas lingkungan “baik”
0 = persepsi pendaki untuk kualitas lingkungan “kurang baik”
Variabel-variabel peubah diatas diduga berpengaruh nyata terhadap
kesediaan membayar (WTP) pendaki untuk pelestarian jalur pendakian Cemoro
Kandang. Variabel BID, BKU, dan PER diduga berpengaruh negatif terhadap
kesediaan membayar (WTP) pendaki, sedangkan variabel PDP diduga
berpengaruh positif terhadap kesediaan membayar (WTP) pendaki untuk
pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang.
35
V GAMBARAN UMUM
5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Wana Wisata Puncak Lawu terletak di Kabupaten Karanganyar, Gunung
Lawu, Jawa Tengah. Secara geografis, gunung Lawu terletak pada 111° 15’ BT
dan 7° 30’ LS. Gunung Lawu adalah gunung vulkanik tidak aktif dengan
ketinggian 3 265 m dpl dan memiliki luas sebesar 15 000 ha. Gunung ini adalah
gunung ketiga tertinggi di pulau Jawa yang termasuk pegunungan vulkanik tidak
aktif. Gunung Lawu terletak di dua provinsi, yaitu Provinsi Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Lereng barat termasuk Provinsi Jawa Tengah, sedangkan lereng
timur termasuk Provinsi Jawa Timur (US Army Map Service 1963). Gambar 4
menunjukkan lokasi Wana Wisata Puncak Lawu.
Sumber: Googlemap (2014)
Gambar 4 Peta lokasi Wana Wisata Puncak Lawu
Wana Wisata Puncak Lawu terletak di hutan lindung Gunung Lawu yang
dikelola oleh Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Surakarta, sedangkan Wana
Wisata Puncak Lawu dikelola oleh Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa
Lingkungan dan Produksi Lainnya (JLPL) Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Wana
Wisata Puncak Lawu memiliki jalur pendakian bernama Cemoro Kandang. Pos
induk Cemoro Kandang terletak di Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah. Jalur pendakian ini memiliki panjang track sejauh 12
36
kilometer dengan satu pos induk pendakian, empat pos pendakian serta satu pos
bayangan.
Pos induk pendakian Cemoro Kandang terletak di ketinggian 1 946 m dpl
pada posisi 111° 11’ 14” BT dan 7° 39’ 49” LS. Pada pos induk terdapat fasilitas
bagi pendaki seperti kamar mandi/WC, ruang istirahat, area parkir, mushola dan
balairung. Pos induk pendakian adalah gerbang utama pendakian dimulai, dimana
pendaki wajib melaporkan diri sebelum melakukan pendakian di jalur pendakian
Cemoro Kandang. Pada pos induk pendakian juga terdapat papan informasi
seperti peta pendakian dan peraturan pendakian. Pendakian dari pos induk menuju
Pos I dimulai dengan jalan setapak yang melewati hutan Pinus dan hutan Akasia.
Pada perjalanan mencapai Pos I terdapat jalan setapak di sebelah kanan jalan
menuju air terjun. Pos I (Pos Taman Sari Bawah) berbentuk bangunan untuk
berteduh bagi pendaki. Pos ini terdapat di sebelah kiri jalan dan terletak di
ketinggian 2.237 m dpl dengan koordinat 111° 11’ 19’’ BT dan 07° 39’ 00’’.
Pos 2 (Pos Taman Sari Atas) berada di ketinggian 2 470 m dpl dengan
posisi 111° 11’ 16” BT dan 07° 38’ 33” LS. Jalur pendakian dari Pos 1 menuju
Pos 2 (Pos Taman Sari Atas) memiliki kondisi jalur setapak yang lebih curam.
Pada perjalanan menuju Pos 2 mulai tercium bau belerang dari kawah
Condrodimuko. Sepanjang jalur menuju Pos 2 terdapat hutan bersemak di sebelah
kanan dan kiri jalur pendakian.
Pos 3 (Pos Penggik) terletak di ketinggian 2 780 m dpl dengan posisi 111°
11’ 03” BT dan 07° 38’ 07” LS. Jalur pendakian dari Pos Taman Sari Atas
menuju Pos Penggik merupakan jalur terpanjang dibandingkan dengan jalur pos
lain. Pada perjalanan menuju Pos Penggik, pendaki akan melewati tebing-tebing
batu dan Jurang Pangarip-arip di sebelah kiri jalan. Kondisi jalur menuju pos tiga
rawan longsor dan licin jika terjadi hujan.
Pos 4 (Pos Cokro Suryo) berada pada posisi 111° 11’ 11” BT dan 07° 37’
54” LS. Jalur pendakian dari Pos 3 menuju Pos 4 terdapat mata air bernama
Sendang Panguripan. Perjalanan menuju Pos Cokro Suryo, pendaki harus
melewati jalur Ondo-Rante. Jalur Ondo-Rante adalah jalur yang berbentuk
menyerupai tangga dan rantai. Pada jalur ini sudah jarang ditemukan vegetasi
pohon-pohon tinggi. Pada Pos 4 terdapat padang Sabana yang luas. Pos ini
37
merupakan bangunan untuk berteduh di sekitar Padang Sabana. Jika cuaca cerah,
pendaki dapat menyaksikan gumpalan awan yang indah menyerupai lautan. Pos 4
adalah bangunan terakhir sebelum mencapai Puncak Hargo Dumilah. Gambar 5
menunjukkan peta jalur pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak
Lawu.
Sumber: Googleearth (2014)
Gambar 5 Peta jalur pendakian Cemoro Kandang
5.2 Karakteristik Pendaki di Wana Wisata Puncak Lawu
Karakteristik pendaki di Jalur Pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata
Puncak Lawu dijelaskan berdasarkan karakteristik responden yang diteliti.
Karakteristik responden yang diteliti yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan,
tingkat usia, jenis pekerjaan, dan pendapatan. Jumlah responden yang diteliti
karakteristiknya pada penelitian ini berjumlah 80 orang. Tabel 4 menunjukkan
data karakteristik responden di jalur pendakian Cemoro Kandang.
38
Tabel 4 Karakteristik responden di jalur pendakian Cemoro Kandang No Kategori Jumlah (orang) Presentase (persen)
1 Jenis kelamin
a. Laki-laki 63 78.75
b. Perempuan 17 21.25
2 Tingkat pendidikan
a. SD 3 3.75
b. SMP 3 3.75
c. SMA 26 32.50
d. Diploma 14 17.50
e. S1 24 30.00
f. S2 2 2.50
3 Usia
a. 18 tahun - 28 tahun 51 63.75
b. 29 tahun - 39 tahun 21 26.25
c. 40 tahun - 50 tahun 8 10.00
4 Pekerjaan
a. Mahasiswa/Pelajar 27 33.75
b. Wiraswasta 19 23.75
c. Pegawai Swasta 11 13.75
d. PNS 11 13.75
e. Pegawai BUMN 7 8.75
f. TNI/POLRI 5 6.25
5 Pendapatan
a. Kurang dari Rp 1 juta 19 23.75
b. Rp 1 000 001.00 sampai Rp 1 500 000.00 14 17.50
c. Rp 1 500 001.00 sampai Rp 2 500 000.00 20 25.00
d. Rp 2 500 001.00 sampai Rp 3 500 000.00 9 11.25
e. Lebih dari Rp 3 500 000.00 18 22.50 Sumber : Hasil olahan data primer (2014)
Berdasarkan data karakteristik responden yang diperoleh pada Tabel 4,
mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 78.75 persen dari
total responden. Hal ini menunjukkan bahwa wisata pendakian gunung di Wana
Wisata Puncak Lawu lebih banyak digemari oleh laki-laki daripada wanita.
Tingkat pendidikan pendaki yang menjadi responden pada penelitian ini
dikategorikan dari jenjang pendidikan formal yang dilalui. Semakin tinggi tingkat
pendidikan formal responden maka semakin baik tingkat pengetahuan responden
terhadap pentingnya kualitas lingkungan, sehingga hasil nilai WTP yang
didapatkan akan lebih besar. Mayoritas tingkat pendidikan responden pada
penelitian ini adalah SMA dan S1. Berdasarkan penggolongan tingkat pendidikan,
maka dapat disimpukan tingkat pendidikan responden cukup tinggi. Usia
responden pada penelitian ini berkisar dari 18 tahun sampai 50 tahun. Responden
yang berusia 18 tahun sampai 28 tahun berjumlah 51 orang dari total 80
responden atau 63.75 persen. Hal ini menunjukkan mayoritas responden tergolong
masih muda, yaitu berusia 18 tahun sampai 28 tahun. Jenis pekerjaan responden
39
pada penelitian ini beragam, namun mayoritas responden merupakan
mahasiswa/pelajar yaitu sebanyak 27 responden atau 33.75 persen dari total
responden, sedangkan 23.75 persen dari total responden merupakan wiraswasta.
Sebanyak 13.75 persen bekerja sebagai pegawai swasta dan 8.75 persen bekerja
sebagai pegawai BUMN. Jenis pekerjaan yang beragam menyebabkan pendapatan
responden pada penelitian ini juga bervariasi. Pendapatan adalah rata-rata total
pendapatan responden setiap bulan. Pendapatan mempengaruhi kesediaan
membayar responden untuk pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang.
Semakin besar pendapatan responden maka semakin kecil presentase proporsi
nilai WTP yang dikeluarkan oleh responden terhadap pendapatan responden,
Tingkat pendapatan responden pada penelitian ini sangat bervariasi, yaitu kurang
dari Rp 1 000 000.00 sampai lebih dari Rp 3 500 000.00.
5.3 Kondisi Lingkungan dan Pola Pendakian
Pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan penurunan kualitas
lingkungan akibat aktivitas pendakian. Hasil pengamatan menunjukkan keadaan
dimana pada lokasi penelitian terdapat banyak sampah yang dibuang oleh pendaki
di sekitar jalur pendakian. Hasil pengamatan juga menunjukkan adanya kerusakan
vegetasi akibat penebangan pohon/ranting oleh pendaki (Lampiran 7). Potensi
kebakaran hutan akibat kelalaian pendaki dalam mematikan sisa api unggun dan
perilaku pendaki dalam membuang puntung rokok di sekitar jalur pendakian juga
menjadi ancaman bagi keberlanjutan wisata di Wana Wisata Puncak Lawu.
Kondisi lingkungan di sekitar jalur pendakian Cemoro Kandang Wana
Wisata Puncak Lawu relatif kotor karena sampah yang dibuang oleh pendaki.
Tumpukan sampah juga terlihat di beberapa titik seperti di sekitar pos pendakian
(Lampiran 7). Hasil survei kepada 80 responden selama penelitian pada bulan
Maret sampai bulan Mei 2014 menunjukkan bahwa sebanyak 54 orang (67.50
persen) pernah membuang sampah di sekitar jalur pendakian Cemoro Kandang,
sedangkan 26 orang (32.50 persen) tidak pernah membuang sampah di sekitar
jalur pendakian. Hasil survei menunjukkan bahwa jenis sampah yang paling
banyak dibuang di jalur pendakian Cemoro Kandang adalah sampah bungkus mie
instan/makanan ringan. Tabel 5 menunjukkan jenis dan jumlah sampah yang
40
dibuang oleh 80 responden di jalur pendakian Cemoro Kandang pada bulan Maret
sampai Mei 2014.
Tabel 5 Jenis sampah yang dibuang di jalur pendakian Cemoro Kandang pada
bulan Maret-Mei 2014
No Jenis Sampah Jumlah
(bungkus/botol)
Persentase
(persen)
1 Bungkus mie instan/ makanan ringan 117 29.85
2 Botol air mineral/ soft drink 59 15.05
3 Kantong plastik 67 17.09
4 Bungkus tisu 10 2.55
5 Bungkus permen 60 15.31
6 Bungkus rokok 52 13.26
7 Sachet minuman/madu 27 6.89
Total 392 100 Sumber : Hasil olahan data primer (2014)
Penebangan ranting/pohon oleh pendaki dan kelalaian pendaki dalam
membuat api unggun juga menjadi ancaman bagi kelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang. Hasil survei terhadap 80 responden selama bulan Maret sampai
Mei 2014 menunjukkan bahwa sebanyak 43 orang (53.75 persen) pernah
membuat api unggun di sekitar jalur pendakian Cemoro Kandang dan sebanyak 37
orang (46.25 persen) tidak pernah membuat api unggun di sekitar jalur pendakian
Cemoro Kandang. Hasil survei dengan pendaki sebagai responden juga
menunjukkan sebanyak 42 orang (52.50 persen) pernah menebang ranting/pohon
dan 38 orang (47.25 persen) tidak pernah menebang ranting/pohon. Penebangan
pohon/ranting oleh pendaki sebagian besar digunakan untuk membuat api unggun,
yaitu sebanyak 126 ranting (64.61 persen). Tabel 6 menunjukkan jumlah
penebangan ranting/pohon oleh 80 responden pada bulan Maret sampai Mei 2014.
Tabel 6 Penebangan ranting/pohon di jalur pendakian Cemoro Kandang pada
bulan Maret-Mei 2014 No Alasan penebangan ranting/pohon Jumlah (batang) Persentase (persen)
1 Membuat api unggun 126 64.61
2 Mendirikan tenda/bivak 36 18.46
3 Alat bantu mendaki 27 13.85
4 Membuat tandu 2 1.03
5 Alat bantu evakuasi (rescue) 4 2.05
Total 195 100 Sumber : Hasil olahan data primer (2014)
Berdasarkan Pasal 50 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan, pendaki sebenarnya dilarang melakukan
penebangan pohon dalam kawasan hutan, membakar hutan, membawa alat-alat
41
yang lazim digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon di
dalam hutan dan dilarang membuang benda-benda yang dapat menyebabkan
kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan
fungsi hutan ke dalam kawasan hutan. Pengelola dan Kesatuan Pemangku Hutan
(KPH) juga menghimbau pendaki untuk tidak melakukan penebangan
ranting/pohon di jalur pendakian Cemoro Kandang, namun kondisi di lapangan
menunjukkan masih terjadi penebangan ranting/pohon oleh pendaki.
42
VI PERSEPSI PENDAKI TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN
DI JALUR PENDAKIAN CEMORO KANDANG
Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro
Kandang perlu diketahui sebagai langkah awal dalam melakukan pelestarian
lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak Lawu.
Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan dapat menggambarkan keadaan
kualitas lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang. Persepsi terhadap
kualitas lingkungan diketahui dengan survei kepada para pendaki sebagai
pengunjung Wana Wisata Puncak Lawu.
Pada penelitian ini digunakan Skala Likert untuk mengetahui persepsi
pendaki terhadap kualitas lingkungan di sekitar jalur pendakian seperti kualitas
vegetasi, mata air, udara dan keadaan jalur pendakian karena sampah. Skala Likert
juga digunakan untuk mengetahui persepsi pendaki terhadap aktivitas pendakian
yang dapat mengancam kelestarian lingkungan.
Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan dengan menggunakan skala
Likert diketahui dengan memilih alternatif jawaban dari pernyataan: Sangat Setuju
(SS); Setuju (S); Tidak Setuju (TS); dan Sangat Tidak Setuju (STS) mengenai
kualitas vegetasi, mata air, udara dan kondisi jalur pendakian akibat sampah dari
pendaki. Alternatif jawaban Sangat Setuju (SS) memiliki poin 4, Setuju (S)
memiliki poin 3, Tidak Setuju (TS) memiliki poin 2 dan Sangat Tidak Setuju
(STS) memiliki poin 1. Masing-masing jumlah responden yang memilih alternatif
jawaban dikalikan dengan masing-masing poin dari alternatif jawaban tersebut,
kemudian hasilnya dijumlahkan untuk mengetahui kriteria interpretasi skor dari
pernyataan yang ditanyakan kepada responden. Tabel 7 menunjukkan persepsi
pendaki terhadap kualitas vegetasi di sekitar jalur pendakian.
43
Tabel 7 Persepsi responden terhadap kualitas lingkungan jalur pendakian
No Pernyataan
Alternatif Jawaban
SS S TS STS
Σ % Σ % Σ % Σ %
1
Vegetasi di sekitar jalur
pendakian mengalami
kerusakan
16 20.00 39 48.75 24 30.00 1 1.25
2 Kondisi air di mata air
tercemar
1 1.25 15 18.75 41 51.25 23 28.75
3 Udara di sekitar jalur
pendakian tercemar
2 2.50 12 15.00 50 62.50 16 20.00
4 Jalur pendakian kotor karena
sampah
33 41.25 41 51.25 6 7.50 0 0.00
Sumber : Hasil olahan data primer (2014)
Berdasarkan Tabel 7, hasil survei pada 80 responden selama penelitian
diketahui sebanyak 16 orang (20.00 persen) menyatakan “sangat setuju” dan 39
orang (48.75 persen) menyatakan “setuju” terhadap kerusakan vegetasi di sekitar
jalur pendakian. Jumlah responden yang menyatakan “sangat setuju” dan “setuju”
terhadap kerusakan vegetasi di sekitar jalur pendakian lebih besar daripada
responden yang menyatakan “tidak setuju” dan “sangat tidak setuju”. Setelah
dilakukan perkalian jumlah alternatif jawaban dengan masing-masing poin maka
diperoleh jumlah skor untuk pernyataan terkait kondisi vegetasi sebesar 230
(Lampiran 2). Gambar 6 menunjukkan skala skor penilaian untuk persepsi
terhadap vegetasi dengan nilai skor 230 terletak pada daerah “setuju”, dimana
skor terendah adalah 80 dan nilai skor tertinggi adalah 320.
230
0 80 160 240 320
STS TS S SS
Gambar 6 Skor penilaian persepsi kualitas vegetasi
Hasil survei kepada 80 responden selama penelitian pada tabel 7
menunjukkan sebanyak 41 persen (51.25 persen) menyatakan tidak setuju
terhadap pernyataan kondisi air di mata air tercemar, 23 orang (28.75 persen)
menyatakan sangat tidak setuju bahwa kondisi air di mata air tercemar, 15 orang
(18.75 persen) setuju jika kondisi air di mata air tercemar dan 1 orang (1.25
persen) yang menyatakan sangat setuju jika kondisi air di mata air tercemar.
44
Penjumlahan skor terhadap pernyataan kondisi mata air menghasilkan skor
sebesar 154 (Lampiran 2). Gambar 7 menunjukkan skala skor penilaian untuk
persepsi responden terhadap kondisi air di mata air berada pada daerah TS (Tidak
Setuju) jika air di mata air tercemar.
154
0 80 160 240 320
STS TS S SS
Gambar 7 Skor penilaian persepsi kondisi air di mata air
Pada Tabel 7 menunjukkan hasil survei kepada 80 responden selama
penelitian dimana sebanyak 50 orang (62.50 persen) menyatakan tidak setuju dan
16 orang (20.00 persen) sangat tidak setuju jika udara sekitar jalur pendakian
mulai tercemar. Responden yang menyatakan sangat setuju jika udara di sekitar
jalur pendakian jumlahnya relatif kecil yaitu 2 orang (2.5.00 persen), sedangkan
responden yang menyatakan setuju berjumlah 12 orang (15.00 persen).
Penjumlahan skor terhadap pernyataan kualitas udara di jalur pendakian Cemoro
Kandang menghasilkan skor 160 (Lampiran 2). Gambar 8 menunjukkan skala
skor penilaian untuk persepsi responden terhadap kualitas udara di jalur pendakian
Cemoro Kandang berada pada daerah TS (Tidak Setuju) jika udara di jalur
pendakian tercemar.
160
0 80 240 320
STS TS S SS
Gambar 8 Skor penilaian persepsi kualitas udara di jalur pendakian
Persepsi 80 responden selama penelitian terhadap jalur pendakian yang
kotor karena sampah pada tabel 7 menunjukkan sebanyak 41 orang (51.25 persen)
menyatakan setuju dan 33 orang (41.25 persen) menyatakan sangat setuju.
Jawaban alternatif tidak setuju relatif lebih kecil yaitu 6 orang (7.50 persen)
sedangkan jawaban sangat tidak setuju tidak ada yang memilih. Penjumlahan skor
terhadap pernyataan jalur pendakian Cemoro Kandang kotor oleh sampah
45
menghasilkan skor 267 (Lampiran 2). Gambar 9 menunjukkan skala skor
penilaian untuk persepsi responden terhadap kualitas lingkungan jalur pendakian
yang kotor karena sampah berada pada daerah SS (Sangat Setuju).
267
0 80 160 240 320
STS TS S SS
Gambar 9 Skor penilaian persepsi jalur pendakian kotor karena sampah
Aktivitas wisata berbasis gunung seperti pendakian gunung dapat
berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan jalur pendakian dan
keberlanjutan wisata berbasis gunung tersebut. Kerusakan vegetasi akibat
penebangan oleh pendaki, pencemaran mata air oleh zat-zat kimia sampah
pendaki, kebakaran hutan akibat kelalaian pendaki dan kotornya lingkungan jalur
pendakian oleh sampah pendaki menjadi ancaman bagi kelestarian jalur
pendakian. Penelitian ini juga melihat persepsi pendaki terhadap dampak-dampak
dan potensi eksternalitas negatif oleh aktivitas pendakian yang mengancam
kelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang dan keberlanjutan wisata
di Wana Wisata Puncak Lawu dengan menggunakan Skala Likert. Tabel 8
menunjukkan pernyataan dan alternatif jawaban dari 80 responden selama
peneitian terkait persepsi terhadap dampak negatif karena aktivitas pendakian.
Tabel 8 Persepsi responden terhadap dampak negatif aktivitas pendakian
No Pernyataan
Alternatif jawaban
SS S TS STS
Σ % Σ % Σ % Σ %
1 Kelalaian pendaki dalam
mematikan sisa api unggun dapat
menyebabkan kebakaran hutan
di sekitar jalur pendakian.
28 35.00 43 53.75 8 10.00 1 1.25
2 Penebangan pohon/ranting oleh
pendaki dapat merusak vegetasi
di jalur pendakian
30 37.50 38 47.50 11 13.75 1 1.25
3 Membuang sampah di sekitar
jalur pendakian dapat
mengancam kelestarian
lingkungan jalur pendakian
24 30.00 47 58.75 8 10.00 1 1.25
Sumber : Hasil olahan data primer (2014)
46
Tabel 8 menunjukkan sebanyak 43 orang (53.75 persen) setuju dan 28 orang
(35.00 persen) sangat setuju bahwa kelalaian pendaki dalam mematikan sisa api
unggun dapat menyebabkan kebakaran hutan. Jumlah responden yang menyatakan
sangat setuju dan setuju lebih besar daripada jumlah responden yang menyatakan
tidak setuju dan sangat tidak setuju. Responden yang menjawab tidak setuju
berjumlah 8 orang (10.00 persen), sedangkan responden yang menjawab sangat
tidak setuju yaitu 1 orang (1.25 persen). Penjumlahan skor terhadap pernyataan
bahwa kelalaian pendaki dalam mematikan sisa api unggun dapat menyebabkan
kebakaran hutan di jalur pendakian Cemoro Kandang menghasilkan skor 258
(Lampiran 2). Gambar 10 menunjukkan skala skor penilaian untuk persepsi
responden terhadap pernyataan tersebut berada pada daerah SS (Sangat Setuju).
258
0 80 160 240 320
STS TS S SS
Gambar 10 Skor penilaian persepsi kelalaian pendaki mematikan sisa api unggun
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebanyak 38 orang (47.50 persen) setuju dan
30 orang (37.50 persen) sangat setuju jika penebangan pohon/ranting oleh pendaki
dapat merusak vegetasi di jalur pendakian. 11 orang (13.75 persen) menyatakan
tidak setuju, sedangkan 1 orang (1.25 persen) menyatakan sangat tidak setuju jika
penebangan ranting/pohon dapat merusak vegetasi di jalur pendakian Cemoro
Kandang. Penjumlahan skor penilaian dari penyataan tersebut menghasilkan skor
sebesar 257 (Lampiran 2). Gambar 11 menunjukkan skala skor penilain untuk
persepsi responden terhadap pernyataan tersebut berada pada daerah SS (Sangat
Setuju).
257
0 80 160 240 320
STS TS S SS
Gambar 11 Skor penilaian persepsi terhadap penebangan pohon/ranting
Tabel 8 juga menunjukkan persepsi pendaki terhadap perilaku pendaki yang
membuang sampah di sekitar jalur pendakian dapat mengancam kelestarian jalur
47
pendakian Cemoro Kandang. Sebanyak 47 orang (58.75 persen) setuju dan 24
orang (30.00 persen) sangat setuju jika perilaku membuang sampah di sekitar jalur
pendakian dapat mengancam kelestarian jalur pendakian. Sebanyak 8 orang
(10.00 persen) menyatakan tidak setuju dan 1 orang (1.25 persen) menyatakan
sangat tidak setuju jika perilaku membuang sampah di sekitar jalur dapat
mengancam kelestarian jalur pendakian. Penjumlahan skor penilaian dari persepsi
responden menghasilkan skor 254 (Lampiran 2). Gambar 12 menunjukkan skala
skor penilaian untuk persepsi responden terhadap pernyataan bahwa kelestarian
jalur pendakian terancam karena perilaku membuang sampah di sekitar jalur
pendakian berada pada daerah SS (Sangat Setuju).
254
0 80 160 240 320
STS TS S SS
Gambar 12 Skor penilaian persepi perilaku membuang sampah
48
VII WILLINGNESS TO PAY MAKSIMUM PENDAKI TERHADAP
PELESTARIAN JALUR PENDAKIAN CEMORO KANDANG
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya
(JLPL) Perhutani Unit 1 Jawa Tengah sebagai pengelola Wana Wisata Puncak
Lawu membutuhkan dana untuk melakukan upaya pelestarian lingkungan di jalur
pendakian Cemoro Kandang seperti pembersihan sampah sisa pendakian,
penanaman bibit pohon untuk pencegahan tanah longsor, serta penambahan
tenaga kerja untuk mencegah kebakaran hutan dan kerusakan vegetasi. Upaya
pelestarian lingkungan tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit. Pendaki
sebagai konsumen Wana Wisata Puncak Lawu diharapkan ikut berpartisipasi
dalam upaya pelestarian lingkungan dengan diketahui kesediaan membayar
pendaki untuk pelestarian lingkungan, sehingga keberlanjutan Wana Wisata
Puncak Lawu tercapai.
Analisis Willingness to Pay (WTP) pada Contingent Valuation Method
(CVM) dilakukan untuk mengetahui seberapa besar WTP seseorang untuk
menerima perubahan layanan barang dan jasa dari sumberdaya alam dan
lingkungan (Fauzi 2014). Pada penelitian ini, analisis WTP dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana pendaki sebagai pengunjung Wana Wisata Puncak Lawu
menginginkan perbaikan kualitas lingkungan pada jalur pendakian Cemoro
Kandang.
Untuk mengetahui nilai WTP pendaki, maka diperlukan metode elisitasi.
Pada penelitian ini, digunakan format elisitasi single-bounded dichotomous choice
CVM. Menurut Fauzi (2014), model Dichotomous-Choice CVM (atau DC-CVM),
khususnya dengan elisitasi single-bounded menjadi metode yang paling popular
untuk analisis CVM. Penelitian ini menggunakan Dichotomous Choice CVM
untuk mengetahui besarnya WTP maksimum pendaki terhadap pelestarian
lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang. Teknik yang digunakan untuk
mengetahui besarnya nilai WTP adalah dengan analisis regresi logistik dan
menggunakan metode non-parametrik yaitu metode Turnbull (Fauzi 2014).
Penggunaan dua metode untuk mengetahui besarnya nilai WTP maksimum
49
tersebut dimaksudkan untuk membandingkan hasil nilai WTP maksimum dari
metode yang berbeda. Menurut Fauzi (2014), metode Turnbull memungkinkan
peneliti untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepercayaan peneliti terhadap
pendugaan WTP dengan menghitung keragaman (variance).
Menurut Fauzi (2014), model Dichotomous-Choice CVM menggunakan
nilai bid berbeda yang ditawarkan pada setiap kelompok. Setiap kelompok sampel
akan diambil secara purposive, yaitu responden adalah pendaki yang pernah
melakukan pendakian di jalur pendakian Cemoro Kandang lebih dari satu kali.
Pada penelitian ini responden menjawab “ya” atau “tidak” terhadap nilai bid yang
ditawarkan. Nilai penawaran (bid) yang ditawarkan kepada responden terdiri dari
empat kategori kelompok. Maing-masing kategori kelompok memiliki nilai
penawaran sebesar Rp 2 500, Rp 5 000, Rp 10 000, dan Rp 15 000. Setiap
kategori kelompok menawarkan nilai bid kepada 20 responden secara purposive,
yaitu melakukan survei kepada pendaki yang pernah melakukan pendakian di
jalur pendakian Cemoro Kandang lebih dari satu kali. Jumlah responden pada
penelitian ini adalah 80 responden. Gambar 13 menunjukkan hasil struktur
elisitasi model single-bounded DC-CVM pada penelitian ini.
Apakah anda sanggup membayar ?
n1 n2 n3 n4
Rp 2 500.00 Rp 5 000.00 Rp 10 000.00 Rp 15 000.00
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
19 1 18 2 12 8 6 14
Gambar 13 Hasil struktur elisitasi model single-bounded DC-CVM
50
Pada Gambar 13, responden yang menjawab “ya” pada nilai penawaran
(bid) Rp 2 500.00 sebanyak 19 orang sedangkan responden yang menjawab
“tidak” hanya satu orang. Sebanyak 18 responden menjawab “ya” dan dua
responden menjawab “tidak” pada kategori kelompok bid Rp 5 000.00. Pada nilai
bid Rp 10 000.00, sebanyak 12 orang menjawab “ya” dan delapan orang
menjawab “tidak”. Perbedaan terlihat pada nilai bid Rp 15 000.00, dimana
responden yang menjawab “ya” lebih sedikit daripada responden yang menjawab
“tidak”. Pada nilai bid tersebut sebanyak enam orang menjawab “ya” dan 14
orang menjawab “tidak”. Hasil struktur elisitasi menunjukkan bahwa semakin
tinggi nilai bid maka jumlah responden yang menjawab “ya” semakin sedikit. Hal
ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi nilai bid, maka proporsi kesediaan
membayar bid terhadap pendapatan responden semakin tinggi, sehingga peluang
responden menjawab “ya” semakin kecil.
7.1 Perhitungan WTP dengan Model Logit
Teknik analisis regresi logistik dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai
WTP pendaki terhadap pelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang.
Pada penelitian ini, perhitungan WTP dengan regresi logistik menggunakan
Software Minitab 15. Variabel respon pada penelitian ini adalah keputusan “ya”
atau “tidak” terhadap kesediaan membayar nilai bid untuk pelestarian lingkungan
jalur pendakian Cemoro Kandang, sedangkan variabel bebas yang digunakan
adalah nilai penawaran (bid), tingkat pendapatan, persepsi pendaki terhadap
kualitas lingkungan, dan biaya kunjungan. Tabel 9 menunjukkan hasil
penghitungan regresi logistik dengan software Minitab 15.
51
Tabel 9 Hasil analisis regresi logistik dengan software Minitab 15
Parameter Koefisien P-Value Odds ratio
Konstanta 3.12714 0.018
Nilai penawaran/bid (Rp/kunjungan) -0.0003343 0.000 1.00
Pendapatan (Rp) 0.0000010 0.013 1.00
Biaya kunjungan (Rp) -0.0000058 0.102 1.00
Perspesi kualitas lingkungan -1.27344 0.126 0.28
Log-Likelihood = -23.226
Test that all slopes are zero: G = 52.922, DF = 4, P-Value = 0.000
Godness of Fit Test
Method Chi-Square DF P
Pearson 73.9992 73 0.445
Deviance 46.4522 73 0.993
Hosmer-Lemeshow 7.2128 8 0.514 Sumber : Hasil olahan data primer (2014)
Perhitungan model logit tersebut didapatkan E(WTP) sebesar Rp 9 354.29
(Lampiran 4). Total WTP diperoleh dari perkalian nilai WTP Rp 9 354.29 dengan
jumlah pengunjung Wana Wisata Puncak Lawu pada tahun 2013 yaitu 7 129
pendaki, sehingga diperoleh total WTP sebesar Rp 66 686 733.41/tahun
(Lampiran 4).
7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar Maksimum
Pendaki Terhadap Pelestarian Jalur Pendakian Cemoro Kandang
Kesediaan membayar (Willingness to Pay) maksimum pendaki terhadap
pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada Penelitian ini, faktor-faktor tersebut
merupakan variabel bebas yang mempengaruhi kesediaan membayar pendaki
untuk pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Faktor-faktor yang
merupakan variabel bebas pada model logit antara lain nilai penawaran (bid),
pendapatan, biaya kunjungan, dan persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan.
Variabel-variabel bebas model logit pada penelitian ini dianalisis dengan Software
Minitab 15 untuk diketahui apakah faktor-faktor tersebut berpengaruh signifikan
atau tidak. Tabel 9 menunjukkan hasil analisis regresi logistik yang menunjukkan
faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar maksimum pendaki
terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang.
52
Tabel 9 menunjukkan nilai log-likelihood yang didapatkan pada model yaitu
sebesar -23.226. Menurut Firdaus et al. (2011), semakin kecil nilai log-likelihood
maka semakin bagus model yang didapatkan. Pengujian bahwa semua koefisien
model sama dengan nol menghasilkan statistik G sebesar 52.922 dengan nilai p-
value sebesar 0.000 yang berarti bahwa terdapat minimal satu slope model yang
tidak sama dengan nol. Statistik uji G adalah uji hipotesis untuk melihat apakah
semua faktor-faktor sama dengan nol. Menggunakan taraf nyata sebesar satu
persen, maka pada penelitan ini hipotesis nol harus ditolak yang berarti ada
minimal satu slope model yang tidak sama dengan yang nol.
Tabel 9 juga menunjukkan uji Pearson, Deviance dan Hosmer-Lemeshow.
Uji tersebut adalah uji kebaikan model. Pada penelitian ini dihasilkan kesimpulan
bahwa tidak ada cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa model yang diperoleh
tidak baik dalam mengepas dengan data, karena dengan nilai p-value yang
diharapkan dari masing-masing metode adalah lebih besar dari 0.05 bila taraf
nyata yang digunakan adalah lima persen. Hipotesis nolnya adalah model baik
dalam mengepas data. Maka dari ketiga metode tersebut dihasilkan tidak cukup
bukti untuk menyimpulkan bahwa model yang diperoleh tidak baik dalam
mebgepas data.
Tabel 9 menunjukkan variabel-variabel pada penelitian ini, yaitu variabel
nilai penawaran (bid), pendapatan, biaya kunjungan, dan persepsi terhadap
kualitas lingkungan. Berikut penjelasan masing-masing faktor-faktor tersebut:
1. Nilai penawaran (bid)
Nilai penawaran merupakan variabel yang penting terhadap kesediaan
membayar pendaki untuk pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Besarnya
nilai penawaran yang ditawarkan kepada pendaki menentukan apakah pendaki
bersedia membayar atau tidak untuk pelestarian jalur pendakian Cemoro
Kandang. Variabel bid bukan berupa variabel kategorik atau dummy. Pada Tabel 9
menunjukkan p-value pada variabel ini adalah 0.000, sehingga variabel ini
berpengaruh signifikan pada taraf nyata satu persen. Koefisien nilai penawaran
bertanda negatif (-) yang berarti variabel ini berpengaruh negatif terhadap variabel
respon, yaitu semakin tinggi nilai penawaran maka semakin kecil peluang
menjawab “ya” untuk kesediaan membayar terhadap pelestarian jalur pendakian
53
Cemoro Kandang. Hal ini sesuai hipotesis awal. Perhitungan odds ratio
didapatkan adalah 1.00, artinya pendapatan yang rendah memiliki peluang lebih
besar untuk bersedia membayar WTP terhadap pelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang.
2. Pendapatan
Pendapatan merupakan variabel yang penting terhadap kesediaan membayar
pendaki untuk pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Variabel pendapatan
bukan berupa variabel kategorik atau variabel dummy. Pada Tabel 9 menunjukkan
nilai P-value pada variabel pendapatan adalah 0.013, sehingga variabel ini
berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen. koefisien nilai pendapatan
bertanda positif yang berarti variabel ini berpengaruh positif (+) terhadap variabel
respon, yaitu semakin tinggi pendapatan responden berarti semakin besar peluang
responden menjawab “ya” untuk kesediaan membayar terhadap pelestarian jalur
pendakian Cemoro Kandang. Hal ini menunjukkan hasil sesuai dengan hipotesis
awal. Odds ratio yang didapatkan adalah 1.00, artinya semakin tinggi pendapatan
responden, maka semakin besar peluang responden bersedia membayar WTP
terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang.
3. Biaya kunjungan
Biaya kunjungan merupakan variabel yang penting terhadap kesediaan
membayar pendaki untuk pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Variabel
biaya kunjungan bukan berupa variabel kategorik atau dummy. Pada Tabel 9
menunjukkan nilai p-value pada variabel biaya kunjungan adalah 0.102, sehingga
variabel ini berpengaruh signifikan pada taraf nyata 15 persen. Koefisien biaya
kunjungan bertanda negatif (-) yang berarti variabel ini berpengaruh negatif
terhadap variabel respon, yaitu semakin rendah biaya kunjungan responden berarti
semakin besar peluang responden menjawab “ya” untuk kesediaan membayar
terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Hal ini sesuai dengan
hipotesis awal. Odds ratio yang didapatkan adalah 1.00, artinya semakin rendah
biaya kunjungan responden, maka semakin besar peluang responden bersedia
membayar WTP terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang.
54
4. Persepsi kualitas lingkungan
Variabel persepsi kualitas lingkungan adalah variabel yang menunjukkan
persepsi penilaian responden terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian
Cemoro Kandang. Penilaian responden yang menganggap kualitas lingkungan
jalur pendakian masih baik diberi dengan nilai satu, sedangkan responden yang
menganggap kualitas jalur pendakian kurang baik dinilai dengan nilai nol. Pada
Tabel 9 menunjukkan p-value pada variabel ini adalah 0.126, sehingga variabel
ini berpengaruh signifikan pada taraf nyata 15 persen. Koefisien variabel persepsi
kualitas lingkungan bertanda negatif (-), yaitu variabel persepsi kualitas
lingkungan berpengaruh negatif terhadap variabel respon. Hal ini sesuai dengan
hipotesis awal. Tabel 9 menunjukkan variabel persepsi kualitas lingkungan yang
menampilkan odds ratio untuk persepsi responden terhadap kualitas lingkungan
“baik” dibandingkan persepsi responden terhadap kualitas lingkungan “kurang
baik”. Nilai odds ratio yang didapatkan pada variabel ini adalah 0.28, yang berarti
pada kondisi bid, pendapatan, dan biaya kunjungan yang sama, odds ratio antara
persepsi responden terhadap kualitas lingkungan “baik” dibandingkan persepsi
responden terhadap kualitas lingkungan “kurang baik” adalah sebesar 0.28.
Dengan demikian, pada kondisi bid, pendapatan, dan biaya kunjungan yang sama,
responden yang menganggap kualitas lingkungan “kurang baik” memiliki peluang
lebih besar untuk bersedia membayar WTP terhadap pelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang.
7.3 Perhitungan WTP dengan Metode Non-Parametrik Turnbull
Menurut Fauzi (2014), selain dengan metode ekonometrik, perhitungan nilai
WTP juga dapat dilakukan dengan pendekatan non-parametrik. Pada penelitian ini
menggunakan metode non-parametrik Turnbull. Pendekatan ini mengandalkan
distribusi jawaban “tidak” dari responden terhadap respon pertanyaan lelang (bid).
Jika responden menjawab “tidak” terhadap nilai lelang yang ditawarkan, maka
nilai maksimum WTP dia akan lebih rendah dari nilai lelang (Fauzi 2014).
Menurut Fauzi (2014), untuk menentukan batas bawah dari WTP (lower bound
WTP) dan nilai rataan WTP pada metode Turnbull didapatkan dari perhitungan
dengan distribusi yang bersifat monotonically increasing atau non-monotonically
55
increasing. Jika distribusi “tidak” (Fj) terlihat meningkat secara monotonik, maka
nilai mean WTP dapat dihitung langsung dengan formula E(WTP). Tabel 10
menunjukkan perhitungan rataan WTP (monotonically increasing) dengan metode
Turnbull pada penelitian ini.
Tabel 10 Perhitungan rataan WTP (monotonically increasing) dengan metode
Turnbull Lelang/bid (Rp) Jumlah Nj (Respon
“tidak”)
Total
Respon
(Tj)
Distribusi
“Tidak” (Fj)
Nilai
fj* (Fj+1 - Fj )
2 500 1 20 0.05 0.05
5 000 2 20 0.10 0.05
10 000 3 20 0.40 0.30
15 000 14 20 0.70 0.30
>15 000 1.00 0.30
Mean WTP 9125 Sumber : Hasil olahan data primer (2014)
Tabel 10 menunjukkan perhitungan rataan WTP metode Turnbull dengan
monotonically increasing karena distirbusi “tidak” (Fj) terlihat meningkat secara
monotonik. Hasil rataan WTP diperoleh sebesar Rp 9 125. Perhitungan rataan
WTP adalah sebagai berikut:
∑
∑
Menurut Fauzi (2014), salah satu kelebihan menggunakan metode Turnbull adalah
adanya pendugaan melalui lower bound. Kelebihan menggunaan pendugaan
melalui lower bound yaitu terkait dengan distribusi Turnbull estimator di mana
terdistribusi normal dan nilai tetap, sehingga juga normal. Dengan
kedua kondisi tersebut, Haab dan McConnel (2002) dalam Fauzi (2014),
merumuskan formula untuk menghitung keragaman (variance) yang dapat
digunakan untuk menghitung seberapa besar tingkat kepercayaan kita terhadap
pendugaan nilai rataan WTP. Nilai variance dapat dihitung sebagai berikut:
( ) ∑ (
)
( )
56
∑
Perhitungan nilai variance atau keragaman dapat digunakan untuk
menghitung seberapa besar tingkat kepercayaan kita terhadap pendugaan nilai
rataan WTP. Hasil perhitungan didapatkan variance sebesar 605 468.75 dan
standard error sebesar 778.12. Selang kepercayaan 95 persen untuk lower bound
WTP adalah 9125±1.96(778.12) atau Rp 7 599.89 dan Rp 10 650.11. Total WTP
dengan metode Turnbull diperoleh dari perkalian nilai rataan WTP metode
Turnbull sebesar Rp 9 125 dengan jumlah pengunjung Wana Wisata Puncak
Lawu pada tahun 2013 yaitu 7 129, sehingga diperoleh total WTP maksimum
sebesar Rp 65 052 125/tahun (Lampiran 5).
Tabel 11 Besar WTP maksimum pendaki No Metode Rataan WTP (Rp) Total WTP (Rp)
1 Regresi Logistik 9 354.29 66 686 733.41
2 Turnbull 9 125.00 65 052 125.00 Sumber: Hasil olahan data primer (2014)
Tabel 11 menunjukkan besar rataan WTP dan Total WTP maksimum dari
metode regresi logit dan metode Turnbull. Hasil rataan WTP pendaki terhadap
pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang dari kedua metode tersebut berada
pada selang kepercayaan yang diperoleh, yaitu berkisar dari Rp 7 599.89 sampai
Rp 10 650.11/orang. Rataan nilai WTP pendaki pada regresi logistik yaitu sebesar
Rp 9 354.29/orang, sedangkan rataan WTP pendaki terhadap pelestarian jalur
pendakian Cemoro Kandang dengan menggunakan metode Turnbull adalah
sebesar Rp 9 125/orang. Total WTP dalam waktu setahun untuk metode regresi
logistik adalah sebesar Rp 66 686 733.41, sedangkan untuk metode Turnbull
adalah Rp 65 052 125/tahun. Hasil tersebut merupakan kesediaan membayar
pendaki untuk pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata
Puncak Lawu. Hasil nilai WTP maksimum tersebut juga menunjukkan non-use
57
value dari Wana Wisata Puncak Lawu, yaitu nilai keberadaan (existence value),
nilai warisan (bequest value), dan nilai kebahagiaan (enjoyment value) dari
pendaki.
7.4 Mekanisme Pembayaran dan Penggunaan Dana Pelestarian Jalur
Pendakian Cemoro Kandang
Hasil rataan WTP (Willingness to Pay) dan total WTP yang didapatkan dari
penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi pengelola Wana Wisata Puncak
Lawu yaitu Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi
Lainnya (JLPL) Perhutani Unit 1 Jawa Tengah untuk melakukan pembaruan harga
tiket masuk dan kegiatan pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang. Hasil
rataan WTP yang diperoleh dapat digunakan sebagai instrumen biaya yang
ditambahkan kepada harga tiket masuk, sehingga biaya tambahan harga tiket
masuk tersebut digunakan untuk dana khusus upaya pelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang. Harga tiket masuk yang berlaku saat ini yaitu berdasarkan
Keputusan KBM JLPL Perhutani Unit 1 Jawa Tengah – Nomor : 35/KPTS/KBM
JLPL/2013 adalah sebesar Rp 5 000. Harga tiket masuk tersebut sudah termasuk
jaminan asuransi kecelakaan diri pengunjung sebesar Rp 200. Gambar 12
menunjukkan mekanisme rencana pembayaran dan penggunaan dana pelestarian
jalur pendakian Cemoro Kandang dari hasil WTP yang diperoleh dari penelitian
ini.
58
pembayaran penggunaan
Keterangan : diluar ruang lingkup penelitian
: arah pembayaran dan penggunaan WTP
Gambar 14 Skema usulan mekanisme pembayaran dan penggunaan nilai WTP
Gambar 14 menunjukkan skema usulan mekanisme pembayaran dan
penggunaan WTP pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang
di Wana Wisata Puncak Lawu. Pendaki sebagai konsumen wana wisata atau
pemanfaat jasa lingkungan di Wana Wisata Puncak Lawu membayarkan harga
tiket masuk baru, yaitu harga tiket yang sudah ditambahkan dengan biaya
pelestarian lingkungan sebesar Rp 9 354.29 atau Rp 9 150 dan harga tiket masuk
awal sebesar Rp 5 000. Pembayaran tersebut diterima oleh KBM JLPL Perhutani
Unit 1 Jawa Tengah sebagai pengelola Wana Wisata Puncak Lawu. KBM JLPL
Perhutani Unit 1 Jawa Tengah memisahkan biaya untuk WTP pelestarian khusus
untuk program upaya pelestarian lingkungan di jalur pendakian Cemoro Kandang.
Sehingga WTP pelestarian dari pendaki yang terkumpul dapat digunakan untuk
program upaya pelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang seperti
pembayaran tenaga kerja kebersihan, penambahan tenaga kerja/ranger untuk
patroli pencegahan kebakaran hutan dan penebangan pohon/ranting oleh pendaki,
KBM JLPL Perhutani
Unit 1 Jawa Tengah
Dana
operasional
Wana Wisata
Puncak Lawu
Rataan
WTP
Upaya pelestarian
lingkungan
Pendaki
Tiket masuk
dan Rataan
WTP
Harga tiket
masuk
Dana
pelestarian
lingkungan
dari WTP
59
kegiatan reboisasi, kegiatan bersih gunung, perawatan jalur pendakian dan
program-program lain yang mendukung upaya pelestarian lingkungan di jalur
pendakian Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak Lawu. Upaya pelestarian
tersebut akan berdampak kepada peningkatan kualitas lingkungan dan
keberlanjutan wisata di Wana Wisata Puncak Lawu sehingga juga akan
berdampak positif kepada pendaki sebagai konsumen jasa lingkungan di Wana
Wisata Puncak Lawu. Skema pembayaran dan penggunaan WTP pendaki ini
harus diikuti dengan peraturan dan pengawasan yang ketat agar WTP pendaki
benar-benar digunakan untuk pelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro
Kandang Wana Wisata Puncak Lawu.
60
VIII SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Penilaian persepsi responden terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian
Cemoro Kandang Wana Wisata Puncak Lawu dengan skala Likert
menunjukkan bahwa responden setuju jika vegetasi di sekitar jalur pendakian
mengalami kerusakan dan sangat setuju jika jalur pendakian Cemoro Kandang
kotor karena sampah, namun responden tidak setuju jika kondisi air di mata air
tercemar dan tidak setuju jika udara di sekitar jalur pendakian tercemar.
2. Perhitungan Willingness to Pay (WTP) pendaki terhadap pelestarian jalur
pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu dengan regresi
logistik binner menghasilkan nilai rataan WTP sebesar Rp 9 354.29 dan nilai
total WTP sebesar Rp 66 686 733.41/tahun, sedangkan perhitungan dengan
metode Turnbull menghasilkan nilai rataan WTP sebesar Rp 9 125 dan nilai
total WTP sebesar Rp 65 025 125/tahun. Nilai WTP tersebut juga
menunjukkan non-use value dari Wana Wisata Puncak Lawu yaitu nilai
keberadaan (existence value), nilai warisan (bequest value), dan nilai
kebahagiaan (enjoyment value) dari pendaki. Faktor-faktor yang berpengaruh
signifikan terhadap Willingness to Pay (WTP) maksimum pendaki terhadap
pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak Lawu
adalah nilai penawaran/bid, pendapatan, biaya kunjungan dan persepsi kualitas
lingkungan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti dapat memberikan saran
sebagai berikut:
1. Kesatuan Bisnis Manajemen (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya
(JLPL) Perhutani Unit 1 Jawa Tengah sebagai pengelola Wana Wisata Puncak
Lawu agar menerapkan retribusi baru yang mencakup nilai non-use dari Wana
Wisata Puncak Lawu seperti nilai keberadaan (existence value), nilai warisan
61
(bequest value), dan nilai kebahagiaan (enjoyment value) pendaki. Nilai
tersebut ditunjukkan oleh hasil nilai rataan WTP maksimum pendaki terhadap
pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang.
2. Nilai WTP maksimum pendaki terhadap pelestarian dapat menjadi acuan bagi
Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya
(JLPL) Perhutani Unit 1 Jawa Tengah untuk biaya pelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang seperti pembayaran tenaga kerja untuk membersihkan
sampah sisa pendakian, mengadakan kegiatan bersih gunung, reboisasi di
sekitar jalur yang mengalami kerusakan vegetasi, dan penambahan tenaga
kerja/ranger untuk patroli pengawasan.
3. Pengelola Wana Wisata Puncak Lawu agar memperketat peraturan aktivitas
pendakian yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kelestarian jalur
pendakian seperti pelarangan membuang sampah di sekitar jalur pendakian,
pelarangan menebang ranting/pohon, pelarangan menggunakan deterjen atau
obat-obatan kimia di mata air, anjuran membawa kembali sampah sisa
pendakian dan mengingatkan bahaya kebakaran hutan akibat kecerobohan
pendaki.
4. Penelitian lanjutan dengan Cost Effectivenes Analysis untuk mekanisme
pengelolaan dan penggunaan dana pelestarian yang terkumpul agar dana
pelestarian yang terkumpul dapat digunakan seefektif mungkin untuk
pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang.
62
DAFTAR PUSTAKA
Amanda S. 2009. Analisis Willingness to Pay Pengunjung Obyek Wisata Danau
Situgede dalam Upaya Pelestarian Lingkungan [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Anderson DA. 2010. Environmental Economics and Natural Management third
edition. New York (US): Routledge.
Charters T, Saxon E. 2007. Tourism and Mountais: A Practical Guide to
Managing the Environmental and Social Impacts of Mountain Tours.
Sweeting A. Editor. Nairobi (KE): United Nations Environment Programme
(UNEP).
Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi.
Yogyakarta (ID): Andi Offset.
Fandeli C, Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata.Yogyakarta (ID): Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Fandeli C. 2002. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Yogyakarta (ID): Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Fauzi A. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka Utama.
. 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan. Bogor (ID): IPB Press.
Firdaus M, Harmini, Farid MA. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk
Manajemen dan Bisnis. Bogor (ID): IPB Press.
Folmer H, Gabel L. 2010. Prinsiples of Environmental and Resources
Economics.: A Guide For Students and Decision-Makers Second Edition.
Cheltenham UK : Edward Elgar.
[Google]. 2014. Googleearth, Peta Jalur Pendakian Cemoro Kandang. [internet].
15Juli 2014.
. 2014. Googlemap, Peta Lokasi Wana Wisata Puncak Lawu. [internet].
15 Juli 2014.
Gujarati DN. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi Ketiga. Jakarta (ID):
Erlangga. Alih bahasa : Julius A, Mulyadi dan Yelvi Andri. Editor : Devi
Barnadi dan Wibi Hardani.
Haab TC, McConnell KE. 2002. Valuing Environmental and Natural Resources:
The Economic of Non-Market Valuation. Edward Elgar: USA.
Hanley N, Shaw WD, Wright RE. 2003. The New Economics of Outdoor
Recreation. New York (US): Edward Elgar Publishing.
Hayati N. 2012. Factors Affecting Tourist to Visit Kopeng Eco Tourism in Central
Java. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol.9 No.3
September 2012, Hal. 140-148. Makassar (ID): Balai Penelitian Kehutanan
Makassar.
63
Herdiani G. 2009. Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap Perbaikan
Lingkungan Perumahan (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hosmer DW, Lemeshow S. 1989 Applied Logistic Regression. New York (US):
John Wiley and Sons.
[Institut Pertanian Bogor]. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi ke 3.
Bogor (ID): IPB Pr.
Juanda B. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB
Press.
Kadir HA. 2003.Mari Mendaki Gunung dari Leuser sampai Cartenz Panduan
Bagi Orang-orang Berani. Yogyakarta (ID): Andi.
[Kantor Perwakilan Jawa Tengah]. 2011. Wisata Kabupaten Karanganyar.
[Internet]. 6 Februari 2014.
[KBM JLPL Perhutani Unit 1 Jawa Tengah]. 2013. Data Jumlah Pengunjung
Wana Wisata di Wilayah Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Semarang (ID):
KBM JLPL Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
[Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif]. 2012. Rangking Devisa
Pariwisata terhadap Komoditas Ekspor Lainnya. [internet]. 3 Februari
2014.
Kruk E, Hummel J, Banskota K. 2007. Facilitating Sustainable Mountain
Tourism. Kathmandu (NP): International Centre For Integrated Mountain
Development (ICIMOD).
Kula E. 1994. Economics of Natural Resources, The Environment and Policies.
London (UK): Chapman & hall.
Majid RH. 2008. Analisis Willingness to Pay Pengunjung terhadap Upaya
Pelestarian Kawasan Situ Babakan, Srengseng, Sawah, Jakarta Selatan
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Merbabu]. 2010. Gunung Lawu 3265 mdpl. [internet]. 3 Juni 2014.
Muljono P. 2012. Metodologi Penelitan Sosial. Bogor (ID): IPB Press.
Nepal SK, Chipeniuk R. 2005. Mountain Tourism: Toward a Conceptual
Framework. Tourism Geographies. [internet]. 2 September 2006; [diunduh
21 Februari 2014]; 7(3):313-333. doi:10.1080/146166805001164849.
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/14616680500164849#preview
Panitia Lokakarya Wana Wisata Perum Perhutani. 1987. Pengelolaan Wana
Wisata Makalah Pengantar Materi Lokakarya Wana Wisata. Di Dalam:
Perhutani, editor. Meningkatkan Pengembangan dan Pengelolaan Wana
Wisata Secara Profesional. Lokakarya Wana Wisata; 1986 Okt 21-22;
Baturraden, Indonesia. Jakarta (ID): Perum Perhutani.hlm 8.
Pemerintah Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
64
. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Jakarta (ID): Sekretariat
Negara.
[Perhutani]. 1980. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor 043.7/Dir perihal
Pedoman Pengembangan Wana Wisata. Jakarta (ID): Perum Perhutani.
. 1997a. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor: 2461/ Kpts/ Dir/
1997 tentang Pedoman Pengusahaan Pariwisata Alam Perum Perhutani.
Jakarta (ID): Perum Perhutani.
. 1997b. Pedoman Pengusahaan Pariwisata Alam Perum Perhutani.
Jakarta (ID): Perum Perhutani.
. 2013a. Keputusan Kesatuan Bisnis Mandiri Jasa Lingkungan dan
Produksi Lainnya Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah Nomor:
35/KPTS/KBM/JLPL/2013. Semarang (ID): Perum Perhutani.
.2013b. Pemantapan Proses Bisnis Menuju Perhutani Ekselen:
Laporan Tahunan 2012 Perum Perhutani. [internet]. 10 Februari 2014.
. 2013c. Wana Wisata Puncak Lawu: Perum Perhutani Unit 1 Jawa
Tengah Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Jasa Lingkungan & Produksi
Lainnya (JLPL). Semarang (ID): Perhutani.
Rachwartono R. 1987. Menuju Suatu Model Perencanaan dan Perancangan
Wana Wisata. Di Dalam: Meningkatkan Pengembangan dan Pengelolaan
Wana Wisata Secara Profesional. Lokakarya Wana Wisata; 1986 Okt 21-
22; Baturraden, Indonesia. Jakarta (ID): Perum Perhutani.hlm 28-29.
Riduwan, Sunarto. 2007. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan,
Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung (ID): Alfabeta.
Rosadi D. 2011. Analisis Ekonometrika & Runtun Waktu Terapan dengan R.
Jogjakarta (ID): Andi Offset.
Simbolon B. 2000. Analisis Keterkaitan Peratuan Berkunjung dengan Perilaku
Pengunjung di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Sitepu PBR. 2003. Perencanaan Program Interpretasi Lingkungan Pada Dua
Jalur Penndakian Gunung Sibayak Taman Hutan Raya Bukit Barisan
Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suryanti T. 1987. Desain Landscape Dalam Pengembangan Wana Wisata. Di
Dalam: Perhutani, editor. Meningkatkan Pengembangan dan Pengelolaan
Wana Wisata Secara Profesional. Lokakarya Wana Wisata; 1986 Okt 21-
22; Baturraden, Indonesia. Jakarta (ID): Perum Perhutani.hlm 31-31.
Suswantoro G. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Jogjakarta (ID): Andi Yogyakarta.
Syakya. 2005. Analisis Willingness To Pay (WTP) dan Strategi Pengembangan
Objek Wisata Pantai Lampuuk di Nangroe Aceh Darussalam.[Tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
65
Tim Fakultas Kehutanan IPB. 1989. Studi Wana Wisata di Wilayah Kerja Perum
Perhutani. Bogor (ID): IPB Pr.
Tisdell C. 2001. Ecotourism: Aspects of its Sustainability and Compatibility with
Conservation, Social and other Objectives. Di Dalam: Tourism Economics,
the Environment and Development dan Journal of Travel Research; [Waktu
dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Cheltenham (UK) dan Northampton
(USA): Edward Elgar Publishing. hlm 131-141.
. 2001. Ecotourism, Economics, and the Environment: Observations
from China. Di Dalam: Tisdell C, editor. Tourism Economics, the
Environment and Development dan Journal of Travel Research; [Waktu dan
tempat pertemuan tidak diketahui]. Cheltenham (UK) dan Northampton
(USA): Edward Elgar Publishing. hlm 78-79.
US Army Map Services. 1963. Sheet 5220 III (Karangpandan) & Sheet 5219 IV
(Djurnalpolo). Series T725. Edition 1-AMS (FE/Far East).
[WTTC]. 2014. Travel & Tourism Economic Impact 2014 Indonesia. London
(UK): Word Travel and Tourism Council.
Yakin A. 2004. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Jakarta (ID): Akademika
Presindo.
Yoeti OA. 2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi dan Implementasi.
Jakarta (ID): PT Kompas Media Nusantara.
. 2010. Dasar-dasar Pengertian Hospitaliti dan Pariwisata. Bandung
(ID): PT Alumni.
66
LAMPIRAN
67
Kuisioner ini digunakan sebagai bahan SKRIPSI mengenai “Kesediaan
membayar (WTP) pendaki terhadap pelestarian jalur pendakian
Cemoro Kandang” yang dilakukan oleh saya, Bayu Windiharto Putro
(H44100008). Saya mohon partisipasi saudara/i untuk berkenan mengisi
kuisioner ini dengan lengkap. Informasi yang saudara/i berikan akan
terjaga kerahasiaannya dan tidak untuk dipublikasikan. Atas perhatian
saudara/i saya ucapkan terima kasih.
Lampiran 1. Kuisioner penelitian
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN
LINGKUNGAN
Jln. Kamper Level 5 Wing Kampus IPB Dramaga Bogor 16680
Telp. (0251) 8621 834, Fax. (0251) 8421 762
KUISIONER PENDAKI (WISATA PENDAKIAN GUNUNG)
A. Karakteristik Responden
1. Nama :
2. Domisili :
3. Jenis kelamin : L/P
4. Usia : tahun
5. Pendidikan terakhir :
a. SD e. S1
b. SMP f. S2
c. SMA g. S3
d. Akademi/Diploma
6. Pekerjaan :
a. Pelajar/Mahasiswa e. Wiraswasta/ Wirausaha
b. PNS f. Lainnya : …………….
c. TNI/POLRI
d. Pegawai Swasta
7. Pendapatan per bulan :
a. Kurang dari Rp 1 000 000.00 Tepatnya :
b. Rp 1 000 001.00 sampai Rp 1 500 000.00 Tepatnya :
c. Rp 1 500 001.00 sampai Rp 2 500 000.00 Tepatnya :
d. Rp 2 500 001.00 sampai Rp 3 500 000.00 Tepatnya :
e. Lebih dari Rp 3 500.000.00 Tepatnya :
B. Pola pendakian
1. Berapakah biaya yang anda keluarkan untuk melakukan pendakian di jalur
pendakian Cemoro Kandang ?
68
a. Biaya transportasi (pulang-pergi) :
b. Biaya konsumsi :
c. Biaya untuk tiket :
d. Biaya untuk membeli perbekalan :
e. Biaya lain, sebutkan :
2. Apakah anda pernah membuang sampah sisa pendakian di sekitar jalur
pendakian Cemoro Kandang?
a. Pernah b. Belum pernah
3. Jika pernah, jenis sampah apa yang anda buang di sekitar jalur pendakian?
No Jenis Sampah Jumlah
1 Bungkus mie instan dan sejenisnya
2 Botol air mineral/ soft drink dan sejenisnya
3 Kantong plastik
4 Bungkus makanan ringan
5 Sampah lain. Sebutkan :
4. Apakah anda pernah menebang pohon di sekitar jalur pendakian?
a. Pernah b. Belum pernah
5. Jika pernah, untuk apa anda menebang pohon/ranting di sekitar jalur
pendakian?
No Alasan penebangan
pohon/ranting
Jumlah (ranting/batang)
1 Untuk api unggun
2 Untuk membuat tenda/bivak
3 Untuk alat bantu mendaki
4 Alasan lain, sebutkan :
6. Apakah anda pernah membuat api unggun di sekitar jalur pendakian
Cemoro Kandang?
a. Penah b. Belum pernah
7. Apakah anda mengetahui adanya penutupan jalur pendakian Cemoro
Kandang karena kebakaran hutan?
a. Tahu b. Tidak tahu
C. Persepsi terhadap kualitas lingkungan
1. Pilihlah salah satu jawaban: (SS) untuk Sangat Setuju, (S) untuk Setuju,
(TS) untuk Tidak Setuju, dan (STS) untuk Sangat Tidak Setuju, pada
pernyataan terkait kualitas lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang
dibawah ini.
69
No Pernyataan Alternatif jawaban
SS S TS STS
A Vegetasi di sekitar jalur pendakian mengalami
kerusakan.
B Kondisi air di mata air sudah tercemar
(berwarna, berbau dan berasa).
C Udara di sekitar jalur pendakian mulai
tercemar.
D Jalur pendakian mulai kotor karena sampah.
E Kelalaian pendaki dalam mematikan sisa api
unggun dapat menyebabkan kebakaran hutan di
sekitar jalur pendakian
F Penebangan pohon oleh pendaki dapat merusak
vegetasi dan ekosistem di jalur pendakian
G Membuang sampah, menebang pohon, dan lalai
mematikan api unggun di sekitar jalur
pendakian dapat mengancam kelestarian jalur
pendakian.
H Perlu upaya pelestarian lingkungan untuk
menjaga kelestarian jalur pendakian Cemoro
Kandang.
2. Bagaimana kondisi lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang secara
keseluruhan menurut anda?
a. Baik (masih lestari)
b. Kurang baik (sudah mulai rusak)
3. Apakah anda menginginkan upaya pelestarian jalur pendakian Cemoro
Kandang?
a. Ya b. Tidak
D. Informasi tentang kesediaan membayar (Willingness To Pay) terhadap
pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang
Wana Wisata Puncak Lawu mengandalkan kualitas lingkungan dan
kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang sebagai atraksi dan daya tarik
wisata. Saat ini kualitas lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang mengalami
penurunan. Kelestarian jalur pendakian juga terancam. Banyaknya sampah yang
menumpuk di sekitar jalur pendakian mengganggu kenyamanan pendaki di jalur
pendakian. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh kelalaian pendaki dalam
mematikan sisa api unggun dan kecerobohan dalam membuang puntung rokok
berpotensi menyebabkan kebakaran hutan di sekitar jalur pendakian. Penebangan
70
pohon oleh pendaki untuk api unggun juga mengancam kelestarian ekosistem di
jalur pendakian. Masalah-masalah tersebut menyebabkan penurunan kualitas dan
ancaman bagi kelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang yang akan berdampak
pada tidak tercapainya keberlanjutan wisata di Wana Wisata Puncak Lawu. Untuk
mengatasi hal tersebut, pengelola Wana Wisata Puncak Lawu berencana
melakukan upaya pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang yang bertujuan
untuk mengurangi sampah yang ada di jalur pendakian, menjaga kelestarian
ekosistem dari kebakaran dan penebangan pohon, serta melakukan perawatan
jalur pendakian dan pengembangan sarana yang mendukung kelestarian jalur
pendakian Cemoro Kandang. Pengelola Wana Wisata Puncak Lawu sebagai pihak
yang bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian jalur pendakian memerlukan
partisipasi dari pendaki yang berperan sebagai konsumen jasa lingkungan di Wana
Wisata Puncak Lawu. Diperlukan kesediaan membayar pendaki terhadap
pelestarian jalur pendakian.
1. Apakah anda bersedia untuk membayar sejumlah uang untuk pelestarian
jalur pendakian Cemoro Kandang?
2. Jika tidak, alasannya :
71
Keterangan :
PDP : Pendapatan (rupiah/bulan)
BPE : Biaya kunjungan (rupiah)
PER : Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan
1 = persepsi pendaki untuk kualitas lingkungan “baik”
0 = persepsi pendaki untuk kualitas lingkungan “kurang baik”
Kategori bid Rp 2 500.00
Responden Ya/ Tidak PDP BKU PER
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
72
Keterangan :
PDP : Pendapatan (rupiah/bulan)
BPE : Biaya kunjungan (rupiah)
PER : Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan
1 = persepsi pendaki untuk kualitas lingkungan “baik”
0 = persepsi pendaki untuk kualitas lingkungan “kurang baik”
Kategori bid Rp 5 000.00
Responden Ya/ Tidak PDP BKU PER
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
73
Keterangan :
PDP : Pendapatan (rupiah/bulan)
BKU : Biaya kunjungan (rupiah)
PER : Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan
1 = persepsi pendaki untuk kualitas lingkungan “baik”
0 = persepsi pendaki untuk kualitas lingkungan “kurang baik”
Kategori bid Rp 10 000.00
Responden Ya/ Tidak PDP BKU PER
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
74
Keterangan :
PDP : Pendapatan (rupiah/bulan)
BKU : Biaya kunjungan (rupiah)
PER : Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan
1 = persepsi pendaki untuk kualitas lingkungan “baik”
0 = persepsi pendaki untuk kualitas lingkungan “kurang baik”
Kategori bid Rp 15 000.00
Responden Ya/ Tidak PDP BKU PER
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
75
Lampiran 2 Perhitungan Skala Likert
6.1 Persepsi pendaki terhadap kualitas lingkungan di jalur pendakian
Poin untuk alternatif jawaban:
a. Sangat Setuju (SS) : 4
b. Setuju (S) : 3
c. Tidak Setuju (TS) : 2
d. Sangat Tidak Setuju (STS) : 1
Nilai Skor maksimal yang bisa diperoleh tiap pernyataan :
4 (Skor untuk Sangat Setuju) x 80 (jumlah responden) = 320
Nilai Skor minimal yang bisa diperoleh tiap pernyataan :
1 (Skor untuk Sangat Tidak Setuju) x 80 (jumlah responden) = 80
1. Vegetasi di sekitar jalur pendakian mengalami kerusakan.
Total skor : (Jumlah alternatif jawaban SS x 4) + (Jumlah alternatif jawaban S x
3) + (Jumlah alternatif jawaban TS x 2) + (Jumlah alternatif jawaban
STS x 1)
: (16 x 4) + (39 x 3) + (24 x 2) + (1 x 1) = 230
2. Kondisi air di mata air tercemar
Total skor : (Jumlah alternatif jawaban SS x 4) + (Jumlah alternatif jawaban S x
3) + (Jumlah alternatif jawaban TS x 2) + (Jumlah alternatif jawaban
STS x 1)
: (1 x 4) + (15 x 3) + (41 x 2) + (23 x 1) = 154
3. Udara di sekitar jalur pendakian tercemar
Total skor : (Jumlah alternatif jawaban SS x 4) + (Jumlah alternatif jawaban S x
3) + (Jumlah alternatif jawaban TS x 2) + (Jumlah alternatif jawaban
STS x 1)
: (2 x 4) + (12 x 3) + (50 x 2) + (16 x 1) = 160
4. Jalur pendakian kotor karena sampah
Total skor : (Jumlah alternatif jawaban SS x 4) + (Jumlah alternatif jawaban S x
3) + (Jumlah alternatif jawaban TS x 2) + (Jumlah alternatif jawaban
STS x 1)
: (33 x 4) + (41 x 3) + (6 x 2) + (0 x 1) = 267
76
6.2 Persepsi Pendaki mengenai dampak negatif aktivitas pendakian terhadap
kelestarian lingkungan jalur pendakian Cemoro Kandang
1. Kelalaian pendaki dalam mematikan sisa api unggun dapat menyebabkan
kebakaran hutan di sekitar jalur pendakian.
Total skor : (Jumlah alternatif jawaban SS x 4) + (Jumlah alternatif jawaban S x
3) + (Jumlah alternatif jawaban TS x 2) + (Jumlah alternatif jawaban
STS x 1)
: (28 x 4) + (43 x 3) + (8 x 2) + (1 x 1) = 258
2. Penebangan pohon/ranting oleh pendaki dapat merusak vegetasi di jalur
pendakian.
Total skor : (Jumlah alternatif jawaban SS x 4) + (Jumlah alternatif jawaban S x
3) + (Jumlah alternatif jawaban TS x 2) + (Jumlah alternatif jawaban
STS x 1)
: (30 x 4) + (38 x 3) + (11 x 2) + (1 x 1) = 257
3. Membuang sampah di sekitar jalur pendakian dapat mengancam kelestarian
lingkungan jalur pendakian.
Total skor : (Jumlah alternatif jawaban SS x 4) + (Jumlah alternatif jawaban S x
3) + (Jumlah alternatif jawaban TS x 2) + (Jumlah alternatif jawaban
STS x 1)
: (24 x 4) + (47 x 3) + (8 x 2) + (1 x 1) = 254
77
Lampiran 3 Hasil olahan Minitab
Binary Logistic Regression: WTP versus Bid, Pendapatan,... Link Function: Logit
Response Information
Variable Value Count
WTP 1 55 (Event)
0 25
Total 80
Logistic Regression Table
Odds 95% CI
Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper
Constant 3.12714 1.32354 2.36 0.018
Bid -0.0003343 0.0000911 -3.67 0.000 1.00 1.00 1.00
Pendapatan 0.0000010 0.0000004 2.48 0.013 1.00 1.00 1.00
Biaya kunjungan -0.0000058 0.0000035 -1.64 0.102 1.00 1.00 1.00
Persepsi Lingkungan -1.27344 0.831805 -1.53 0.126 0.28 0.05 1.43
Log-Likelihood = -23.226
Test that all slopes are zero: G = 52.922, DF = 4, P-Value = 0.000
Goodness-of-Fit Tests
Method Chi-Square DF P
Pearson 73.9992 73 0.445
Deviance 46.4522 73 0.993
Hosmer-Lemeshow 7.2128 8 0.514
Table of Observed and Expected Frequencies:
(See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)
Group
Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
1
Obs 1 3 0 4 8 7 8 8 8 8 55
Exp 0.8 1.5 2.2 4.6 7.0 7.5 7.7 7.8 8.0 8.0
0
Obs 7 5 8 4 0 1 0 0 0 0 25
Exp 7.2 6.5 5.8 3.4 1.0 0.5 0.3 0.2 0.0 0.0
Total 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 80
Measures of Association:
(Between the Response Variable and Predicted Probabilities)
Pairs Number Percent Summary Measures
Concordant 1280 93.1 Somers' D 0.86
Discordant 94 6.8 Goodman-Kruskal Gamma 0.86
Ties 1 0.1 Kendall's Tau-a 0.38
Total 1375 100.0
78
Lampiran 4 Perhitungan WTP model logit
Li = 3.12714 – 0.0003343 BID + 0.0000010 PDP – 0.0000058 BKU
– 1.27344 PER
WTP pendaki :
( )
( )
( )
TOTAL WTP : TWTP = WTP * JUMLAH PENGUNJUNG TAHUN 2013
= 9 354.29* 7 129
= 66 686 733.41
79
Lampiran 5 Perhitungan metode Turnbull
Perhitungan rataan WTP adalah sebagai berikut:
( ) ∑ ( )
∑
( ) ( ) ( ) ( )
Nilai variance dapat dihitung sebagai berikut:
( ( )) ∑ (
)
( )
∑ ( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( ) ( )
( ) ( )
Total WTP : TWTP = WTP * Jumlah pengunjung tahun 2013
= 9 125 * 7 129
= 65 052 125
80
Lampiran 6 Data responden pendaki
No Ya/
Tidak Bid (Rp) Pendapatan (Rp)
Biaya kunjungan
(Rp)
Persepsi
lingkungan
1 1 2 500 2 000 000 85 000 0
2 1 2 500 1 200 000 75 000 0
3 1 2 500 850 000 65 000 0
4 1 2 500 1 500 000 85 000 0
5 1 2 500 1 500 000 45 000 0
6 1 2 500 3 500 000 50 000 1
7 1 2 500 9 00 000 55 000 0
8 1 2 500 2 200 000 125 000 1
9 0 2 500 4 000 000 375 000 1
10 1 2 500 1 500 000 60 000 1
11 1 2 500 1 500 000 55 000 1
12 1 2 500 3 000 000 75 000 0
13 1 2 500 3 500 000 110 000 0
14 1 2 500 1 600 000 70 000 0
15 1 2 500 4 000 000 55 000 0
16 1 2 500 3 500 000 225 000 0
17 1 2 500 6 500 000 65 000 1
18 1 2 500 6 000 000 80 000 0
19 1 2 500 9 000 000 105 000 0
20 1 2 500 6 000 000 125 000 0
21 1 5 000 1 500 000 125 000 0
22 0 5 000 1 700 000 375 000 1
23 1 5 000 2 300 000 75 000 0
24 1 5 000 9 00 000 50 000 0
25 1 5 000 9 00 000 55 000 0
26 1 5 000 1 000 000 80 000 0
27 1 5 000 1 500 000 325 000 1
28 0 5 000 2 200 000 475 000 0
29 1 5 000 3 000 000 75 000 0
30 1 5 000 2 500 000 60 000 0
31 1 5 000 1 500 000 105 000 0
32 1 5 000 2 000 000 65 000 0
33 1 5 000 3 000 000 75 000 0
34 1 5 000 2 500 000 125 000 0
35 1 5 000 3 200 000 175 000 0
36 1 5 000 8 000 000 65 000 1
37 1 5 000 4 500 000 75 000 0
38 1 5 000 7 000 000 50 000 0
39 1 5 000 2 500 000 80 000 0
40 1 5 000 5 000 000 125 000 0
81
No Ya/
Tidak Bid (Rp) Pendapatan (Rp)
Biaya kunjungan
(Rp)
Persepsi
lingkungan
41 1 10 000 2 000 000 60 000 0
42 1 10 000 6 700 000 75 000 0
43 0 10 000 1 100 000 105 000 1
44 0 10 000 800 000 80 000 1
45 0 10 000 1 000 000 125 000 1
46 1 10 000 2 500 000 175 000 0
47 0 10 000 900 000 75 000 0
48 0 10 000 1 200 000 145 000 1
49 1 10 000 2 200 000 45 000 0
50 1 10 000 5 000 000 70 000 1
51 0 10 000 1 000 000 125 000 1
52 1 10 000 3 000 000 525 000 1
53 0 10 000 1 000 000 275 000 1
54 1 10 000 2 300 000 50 000 0
55 1 10 000 3 000 000 75 000 0
56 1 10 000 6 00 000 85 000 0
57 1 10 000 1 200 000 225 000 1
58 0 10 000 2 100 000 525 000 1
59 1 10 000 6 000 000 75 000 0
60 1 10 000 5 000 000 85 000 1
61 0 15 000 800 000 65 000 0
62 0 15 000 650 000 75 000 1
63 0 15 000 1 200 000 85 000 1
64 1 15 000 5 000 000 65 000 0
65 0 15 000 2 000 000 100 000 0
66 0 15 000 2 000 000 85 000 1
67 1 15 000 8 000 000 75 000 0
68 0 15 000 600 000 80 000 0
69 0 15 000 2 000 000 125 000 0
70 0 15 000 800 000 75 000 1
71 1 15 000 750 000 75 000 0
72 0 15 000 600 000 50 000 0
73 0 15 000 1 800 000 145 000 0
74 0 15 000 1 400 000 125 000 0
75 1 15 000 6 000 000 60 000 0
76 0 15 000 600 000 65 000 0
77 1 15 000 1 500 000 275 000 1
78 0 15 000 2 400 000 125 000 1
79 0 15 000 800 000 80 000 0
80 1 15 000 3 800 000 275 000 0
82
Lampiran 7 Dokumentasi
Tumpukan sampah di pos pendakian
Sampah di jalur pendakian
Pohon/ranting yang ditebang
83
Pohon/ranting sisa api unggun pendaki
Sisa perapian pendaki
Keindahan alam di Wana Wisata Puncak Lawu
84
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Sragen pada tanggal 23 Maret 1991 dari pasangan orang tua
Un. Sugihartono dan Sri Winarni. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK
Pertiwi 1 Sragen (1996-1998), SD Negeri 4 Sragen (1998-2004), SMP Negeri 1
Sragen (2004-2007), dan SMA Negeri 1 Sragen (2007-2010). Pada tahun 2010
penulis masuk sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Mahasiswa IPB
(USMI).
Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus di Resources and
Environmental Economics Student Association (REESA) sebagai anggota divisi
Internal Development periode 2011-2012. Selama menjadi mahasiswa IPB,
penulis aktif menjadi panitia dan mengikuti berbagai kegiatan lingkungan hidup.
Penulis pernah meraih 3 besar pada festival band competition ACRA 2012 dan
juara 2 lomba Cipta Lagu CILAPOP pada IPB Art Contest 2013. Penulis juga
pernah meraih juara 1 futsal Sportakuler Fakultas Ekonomi Manajemen pada
tahun 2012, juara 1 futsal Greenstation 2013 dan juara 1 futsal Olimpiade
Mahasiswa IPB (OMI) pada tahun 2013. Selama masa perkuliahan penulis
mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).
85