Upload
vumien
View
237
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS WACANA TENTANG DISKRIMINASI GENDER DALAM
FILM “WADJDA”
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Fitri Maulida Rachmawati
NIM: 1111051000064
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
i
ABSTRAK
Analisis Wacana Tentang Diskriminasi Gender Dalam Film
“Wadjda”. Oleh: Fitri Maulida Rachmawati (1111051000064)
Film Wadjda merupakan film dengan genre drama slice of
life yang menjadikan hak perempuan sebagai tema besarnya. Film
ini mengangkat realitas sosial yang terjadi di masyarakat Arab
Saudi, yang mana kaum perempuan tidak cukup mendapatkan
hak yang seharusnya (diskriminasi). Lewat karakter Wadjda yang
tomboy dan seolah ingin keluar dari dunia yang konservatif, film
ini sudah seperti mewakili suara para perempuan yang tinggal di
Negara Monarki tersebut.
Berdasarkan konteks diatas, maka pertanyaannya adalah,
bagaimana wacana seputar diskriminasi gender dalam film
Wadjda? Bagaimana wacana seputar diskriminasi gender
dikonstruksi dalam film Wadjda dilihat dari level teks (struktur
makro, superstruktur, struktur mikro), level kognisi sosial dan
level konteks sosial?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode analisis wacana Teun A Van Dijk yang membagi analisis
menjadi tiga bagian, yaitu level teks, kognisi sosial dan konteks
sosial. Level teks terbagi menjadi tiga: 1) struktur makro:. 2)
superstruktur dan 3) struktur mikro. Level kognisi sosial melihat
permasalahan dari kesadaran mental penulis skenario. Sedangkan
pada level konteks sosial melihat bagaimana wacana tersebut
berkembang di masyarakat.
Pada film ini, Haifaa menunjukkan beberapa poin yang
terkait isu diskriminasi gender. Pada kognisi sosial, Haifaa
mengungkapkan bahwa karakter Wadjda sebagai suara
perempuan di Arab sana. Dari segi konteks sosial, banyak
khalayak yang memberikan respon positif pada film debut Haifaa
ini, bahkan sampai ditayangkan di TV Arab,
Wadjda, dengan karakternya yang tidak pantang
menyerah, mencoba mempertahankan keinginannya untuk
mendapatkan sepeda meski lingkungan tidak mendukungnya.
Film ini bukan tentang mengecualikan orang lain atau menantang
orang lain. Ini tentang menemukan kebahagiaan serta mengejar
mimpi, meski hidup dalam dunia yang konservatif.
Kata kunci: Film, Konservatif, Gender, Realitas, Arab
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Alhamdulillah, Segala puji dan syukur selalu kita
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta
limpahan karunia-Nya penulis dapat menempuh jenjang
pendidikan sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Wacana
Tentang Diskriminasi Gender Dalam Film Wadjda” dapat
terselesaikan dengan baik dan waktu yang telah direncanakan.
Tidak lupa, shalawat dan salam selalu tercurah kepada Baginda
Nabi besar Muhammad SAW serta keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi ini merupakan tugas akhir penulis susun demi
memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Strata 1
(S1) SarjanaSosial (S. Sos.) pada Program Studi Komunikasi dan
Penyiaran Islam di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini tidaklah mudah
dengan segala keterbatasan yang dimiliki penulis. Penyelesaian
skripsi ini hakekatnya adalah berkat pertolongan Allah SWT,
namun tidak pula terlepas dari bantuan berbagai pihak,
memberikan semangat, do‟a serta bimbingan yang sabar dan
tidak ternilai. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
iii
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak
Dr. H. Arief Subhan, M. Ag, Wakil Dekan 1 Bidang
Akademik, Bapak Suparto, M. Ed, Ph. D, Wakil Dekan II
Bidang Administrasi Umum, Ibu Dr. Roudhonah, M. Ag, dan
Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Suhaimi, M.
Si.
3. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bapak Drs.
Masran, M. Ag beserta Sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, Ibu Fita Fathurokhmah, M. Si.
4. Dosen Pembimbing Skripsi, Ibu Siti Nurbaya, M. Si, yang
telah rela menyediakan banyak waktu, membagi ilmunya,
sabar dalam membimbing dan memberikan arahan yang
sangat berharga bagi penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Ibu Bintan Humaira, M. Si selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan arahan dari awal
pengajuan judul hingga menjadi sebuah proposal skripsi yang
utuh.
6. Seluruh Dosen dan Staff Akademik Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi atas ilmu yang telah diberikan kepada
penulis.
7. Segenap Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah menyediakan berbagai literasi dan
iv
bersedia meminjamkannya kepada penulis, sehingga penulis
tidak kesulitan mendapatkan referensi.
8. Kedua orangtua yang penulis sayangi dan cintai, Ayahanda
Naman Efendi dan Ibunda Yayah Komariyah. Terimakasih
karena tidak pernah lelah dalam mendo‟akan penulis,
berkorban harta dan selalu memberikan dukungan jiwa dan
raga kepada penulis. Semoga Allah selalu mengampuni,
menjaga, dan meyayangi kalian hingga akhir hayat.
9. Kedua Aa‟ penulis, Yudi Kurniawan dan Syahrial
Ardiansyah. Beserta para teteh ipar dan keponakan-
keponakan penulis.
10. Keluarga Besar Engkong Sanam yang selalu menyayangi dan
mendo‟akan penulis sehingga membuat penulis selalu
termotivasi.
11. Kepada Nofia Natasari, Ica Farihun , Umamah NJ, Dewi
Mauly, Wahyudin, Abu RH dan seluruh teman-teman KPI B
2011 lainnya, terimakasih telah memberikan ilmu, dukungan,
do‟a dan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini selesai.
12. Kepada seluruh kawan-kawan KPI 2011 yang sudah berjuang
hingga akhir. Semoga ilmu yang kita dapatkan dapat
bermanfaat sampai ke depannya.
13. Kepada teman main, tidur, susah dan bahagia bersama: Faid
Maya, Susi Mulyati, Endah Sari, Elvita, Neng Ica, Himmatul
Ulya, Nindya Puris, Dokter Ari, Nafis, Risna dan Fira.
Terimakasih atas segala waktu dan kebersamaannya, maafkan
atas segala kekhilafannya juga.
v
14. Serta seluruh pihak dan teman-teman yang telah memberikan
do‟a dan bantuannya kepada penulis, yang tidak bisa penulis
sebutkan satu-persatu.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan. Aamiin.
Wassalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ...................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................... ix
BAB I ............................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 5
E. Metodologi Penelitian ........................................................ 6
F. Kajian Pustaka .................................................................... 8
G. Sistematika Penulisan ........................................................ 9
BAB II ......................................................................................... 11
LANDASAN TEORI .................................................................. 11
A. Tinjauan Tentang Perempuan dan Gender ....................... 11
1. Perempuan Secara Umum ................................................ 11
2. Perempuan dalam Pandangan Islam ............................. 12
3. Pengertian Gender Serta Teorinya................................ 15
4. Gender Dalam Pandangan Islam .................................. 21
5. Diskriminasi Gender ..................................................... 25
B. Tinjauan Tentang Film ..................................................... 30
1. Pengertian Film ............................................................ 30
2. Sejarah dan Perkembangan Film .................................. 31
vii
3. Jenis dan Klasifikasi Film ............................................ 32
C. Film Sebagai Suatu Realitas............................................. 36
D. Analisis Wacana ............................................................... 38
1. Pengertian Analisis Wacana ......................................... 38
2. Analisis Wacana Teun A Van Dijk .............................. 40
BAB III ....................................................................................... 51
GAMBARAN UMUM FILM WADJDA ................................... 51
A. Sinopsis Film Wadjda ...................................................... 51
B. Profil Film, Sutradara dan Pemain ................................... 53
BAB IV ....................................................................................... 65
TEMUAN DATA DAN ANALISIS ........................................... 65
A. Wacana Diskriminasi Gender dalam Film Wadjda dilihat
dari Level Teks ........................................................................ 65
1. Struktur Makro ............................................................. 65
2. Superstruktur ................................................................ 87
3. Struktur Mikro .............................................................. 97
B. Wacana Diskriminasi Gender dalam Film Wadjda dilihat
dari Level Kognisi Sosial ...................................................... 106
C. Wacana Diskriminasi Gender dalam Film Wadjda dilihat
dari Level Konteks Sosial ...................................................... 109
BAB V ....................................................................................... 112
PENUTUP ................................................................................. 112
A. Kesimpulan .................................................................... 112
B. Saran dan Rekomendasi ................................................. 115
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 117
LAMPIRAN .............................................................................. 123
viii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Tabel Perbandingan Perempuan dan Gender
2. Tabel 4.1 Tentang Pembatasan Mobilitas
3. Tabel 4.2 Tentang Subordinasi dan Beban Kerja
4. Tabel 4.3 Tentang Pernikahan dan Perceraian
5. Tabel 4.4 Tabel Opening Bill Board
6. Tabel 4.5 Tabel Opening Scene
7. Tabel 4.6 Tabel Conflict Scene
8. Tabel 4.7 Tabel Anti Klimaks
9. Tabel 4.8 Tabel Ending
10. Tabel 4.9 Tabel Kata Ganti
11. Tabel 4.10 Tabel Grafis
12. Tabel 4.11 Tabel Metafora
13. Tabel 4.12 Tabel Ekspresi
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Potongan Adegan Film Wadjda
Gambar 3.1 Poster Film Wadjda
Gambar 3.2 Haifaa al Mansour
Gambar 3.3 Reem Abdullah
Gambar 3.4 Waad Mohammed
Gambar 3.5 Abdurrahman Al Gohani
Gambar 3.6 Sultan Al Assaf
Gambar 3.7 Ahd Kamel
Gambar 1.1 Potongan Adegan Film Wadjda
Gambar 4.1 Potongan adegan; Pembatasan Mobilitas
Gambar 4.2 Potongan adegan; Pembatasan Mobilitas
Gambar 4.3 Potongan adegan; Pembatasan Mobilitas
Gambar 4.4 Potongan adegan; Pembatasan Mobilitas
Gambar 4.5 Potongan adegan; Pembatasan Mobilitas
Gambar 4.6 Potongan adegan; Pembatasan Mobilitas
Gambar 4.7 Potongan adegan; Pembatasan Mobilitas
Gambar 4.8 Potongan adegan; Subordinasi dan Beban Kerja
Gambar 4.9 Potongan adegan; Subordinasi dan Beban Kerja
Gambar 4.10 Potongan adegan; Subordinasi dan Beban Kerja
Gambar 4.11 Potongan adegan; Subordinasi dan Beban Kerja
Gambar 4.12 Potongan adegan; Pernikahan dan Perceraian
x
Gambar 4.13 Potongan adegan; Pernikahan dan Perceraian
Gambar 4.14 Potongan adegan; Pernikahan dan Perceraian
Gambar 4.15 Potongan adegan; Opening Bill Board
Gambar 4.16 Potongan adegan; Opening Scene
Gambar 4.17 Potongan adegan; Conflict Scene (klimaks)
Gambar 4.18 Potongan adegan; Conflict Scene (klimaks)
Gambar 4.19 Potongan adegan; Conflict Scene (klimaks)
Gambar 4.20 Potongan adegan; Anti Klimaks
Gambar 4.21 Potongan adegan; Anti Klimaks
Gambar 4.22 Potongan adegan; Ending
Gambar 4.23 Potongan adegan dalam Film Wadjda
Gambar 4.24 Potongan adegan dalam Film Wadjda
Gambar 4.25 Potongan adegan dalam Film Wadjda
Gambar 4.26 Potongan adegan dalam Film Wadjda
Gambar 4.27 Potongan adegan dalam Film Wadjda
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Haifaa al-Mansour, seorang sutradara perempuan
pertama dari tanah Saudi mencoba menyuarakan suara
perempuan untuk pemerintah Arab melalui sebuah film
yang sangat sederhana berjudul Wadjda.
Lewat mulut seorang gadis cilik berumur 10 tahun
yang mengatakan:
Gambar 1.1
Potongan Adegan Film Wadjda
“Aku pengen sepeda supaya bisa balapan sama
Abdullah.”
2
Tentu menjadi salah satu faktor menarik untuk diteliti
mengingat bahwa Arab Saudi, melarang perempuan untuk
berkendara sendirian tanpa wali atau mahram.
Dengan plot yang sangat sederhana dan penuh drama,
film ini sudah cukup menggambarkan realitas perempuan
Arab Saudi yang berada di dalam ruang lingkup struktur
sosial yang didominasi oleh budaya patriarki. Seperti
menampar bangsa arab dengan kritik keras lewat
penuturan yang sangat lembut akan diskriminasi dunia
perempuan.1
Dalam cerita ini terdapat beberapa sindiran untuk
pemerintah Arab terhadap peraturan ketatnya terkait
moral dan budaya. Pada sebuah wawancara di tahun 2013
besama Independent, Haifaa al Mansour membenarkan
bahwa setelah dirilisnya film Wadjda, peraturan di Arab
Saudi pun menjadi sedikit melunak dan memperbolehkan
wanita untuk naik sepeda, meskipun hanya sekedar di
taman atau sedang bersama mahram.2
Wadjda sendiri mengisahkan tentang gadis cilik yang
menginginkan sebuah sepeda agar bisa adu balap dengan
teman laki-lakinya, Abdullah. Setelah permintaannya
1 Artikel diakses Pada 18 Februari 2018 pukul 00:13 WIB:
https://matematikawanmurtad.wordpress.com/
2Artikel diakses Pada 10 Februari 2018 pukul 01:54 WIB
dari:https://www.independent.co.uk/arts-
entertainment/films/features/haifaa-al-mansour-interview-saudi-
arabias-first-female-film-director-talks-about-new-release-wadjda-
8717438.html
3
tersebut ditolak oleh ibunya, ia pun berusaha
mengumpulkan uang dari usahanya membuat gelang,
menjadi kurir surat cinta kakak kelasnya, hingga ikut
dalam kompetisi hafalan Al-Qur‟an demi mendapatkan
sepeda hijau impiannya.
Film ini mulai mencuri perhatian khalayak saat masuk
ke dalam nominasi “Best Foreign Language” dalam ajang
film paling bergengsi di dunia, Academy Award atau
Oscar. Meski tidak keluar sebagai pemenang, namun ini
adalah film pertama Arab Saudi yang ikut berkompetisi
pada ajang tersebut – mengingat tidak banyak film yang
bisa diproduksi dari Arab Saudi.
Wadjda pun disambut positif oleh orang-orang Eropa
setelah film tersebut rilis perdana di Bahrain – tempat
dimana Haifaa dan keluarganya tinggal. Selain
mendapatkan banyak respon positif serta pujian, Wadjda
juga banyak meraih penghargaan serta nominasi sehingga
membuat Haifaa al Mansour serta film debut tersebutnya
menjadi lebih terkenal.
Selang beberapa tahun kemudian, barulah pemerintah
Arab menyiarkan film Wadjda di televisi serta
mengedarkannya dalam bentuk DVD, mengingat di Arab
sana tidak ada bioskop.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti sangat
tertarik untuk meneliti cerita pada film ini. Maka dalam
penyusunan skripsi ini, penulis mengangkat judul
4
“Analisis Wacana Tentang Diskriminasi Gender
Dalam Film Wadjda”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini fokus, maka perlu bagi penulis
untuk membatasi ruang lingkup dari permasalahan
yang akan dibahas pada kajian ini. Sehingga penulis
menggunakan Analisis Wacana Teun A Van Dijk,
yang mempunyai kategori yaitu dilihat secara teks,
kognisis sosial, dan konteks sosial.
Melihat dari isi teks yang dapat menekankan pada
isi dalam skenario film tersebut, kemudian melihat
dari kognisi sosial meneliti dan memahami bagaimana
bentuk hasil peristiwa yang terjadi dalam film Wadjda
dan dilanjutkan kepada konteks sosial yang
menunjukan bahwa proses film tersebut diproduksi
dan menggambarkan nilai-nilai masyarakat dan
dijadikan objek oleh penulis scenario dalam membuat
film ini.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut, penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana level teks seputar realitas kaum
perempuan dalam film Wadjda karya Haifaa al
Mansour dilihat dari teks (struktur makro,
superstruktur, struktur mikro)?
5
2. Bagaimana level kognisi sosial film Wadjda
karya Haifaa al Mansour?
3. Bagaimana level konteks film Wadjda karya
Haifaa al Mansour?
C. Tujuan Penelitian
Dengan mengacu pada permasalahan diatas, maka
tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bangunan wacana seputar realitas
kaum perempuan yang ditampilkan dalam film
Wadjda dilihat dari level teks.
2. Mengetahui kognisi sosial yang melatar belakangi
penulis skenario dalam membuat naskah film
Wadjda.
3. Mengetahui konteks sosial menurut wacana yang
berkembang.
D. Manfaat Penelitian
Secara Akademis, peneliti berharap hasil penelitian ini
bisa memberikan kosntribusi bagi pengembangan
penelitian melalui pendekatan Ilmu Komunikasi. Yang
mana bahwa dalam film ada wacana yang bisa
dikembangkan, antara lain melihat bagaimana perjuangan
seorang perempuan diwacanakan dalam sebuah film.
6
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Pada penelitian ini, paradigma yang digunakan
yaitu paradigma konstruktivis. Konsep mengenai
konstruktivis diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif,
Peter L. Berger.3 Paradigma konstruktivis melihat
bahwa realitas kehidupan sosial merupakan hasil dari
konstruksi, bukan realitas alami. Maka dari itu,
analisis dalam pandangan konstruktivis ialah
menemukan bagaimana realitas dikonstruksi dan
menggunakan cara apa konstruksi tersebut dibentuk.
2. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat
analisis deskriptif analisis, yaitu penelitian dengan
cara melaporkan data dengan menerangkan, memberi
gambaran, dan mengualifikasikan serta
menginterpretasikan data yang terkumpul secara apa
adanya, setelah itu baru disimpulkan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan model analisis wacana yang dikembangkan
oleh Teun A Van Dijk. Pendekatan Kualitatif ini
memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum
3 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan
Politik Media (Yogyakarta: Lkis, 2005), h 13
7
yang mendasari perwujudan sebuah makna dari
gejala-gejala sosial di dalam masyarakat.4
3. Subjek dan Objek Penelitian
Objek penelitian ini ialah film Wadjda, sedangkan
subjeknya ada pada potongan gambar atau visual dan
dialog yang terkait wacana diskriminasi genderpada
film Wadjda karya Haifa al Mansour.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Pustaka
Teknik ini merupakan cara pengumpulan
data melalui kajian yang meliputi buku, jurnal,
karya ilmiah, internet dan sumber tertulis lainnya
yang terkait dengan film Wadjda untuk
memperkuat permasalahan terkait penelitian ini.
b. Dokumentasi
Dalam penelitian ini, peneliti akan
menggunakan metode dokumentasi dalam teknik
pengumpulan data. Teknik ini dilakukan dengan
cara menggunakan rekaman video yang kemudian
diamati dan didengarkan, kemudian mencatat
setiap data yang didapatkan dari film “Wadjda”
untuk memperkaya data.
4 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007),
h.23
8
F. Kajian Pustaka
Untuk menghindari tindakan plagiarism, maka
peneliti telah melakukan penelusuran literatur-literatur
penelitian sebelumnya. Penelitian tersebut memiliki
beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian
yang peneliti buat. Berikut ini adalah penelitian yang
peneliti jadikan tujuan pustaka dari skripsi-skripsi
terdahulu diantaranya:
1. Analisis Wacana Makna Perjuangan Hidup dalam
Film Tampan Tailor Karya: Guntur Soerjanto,
oleh Siti Sudusiah, 1110051000157, Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam, 2015.
2. Analisis Wacana Teun A Van Dijk Terhadap
Skenario Film Perempuan Punya Cerita, oleh
Haiatul Umam, 105051102009, Jurusan
Jurnalistik, 2009.
3. Konstruksi Realitas Kaum Perempuan Dalam
Film 7 Hati 7Cinta 7 Wanita (Analisis Semiotik
Film), oleh Andi Muthmainnah, Jurusan Ilmu
Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Hasanuddin, 2012.
4. Penggambaran Perempuan Arab Dalam Film
Wadjda, oleh Nindya Prasasti, Fakultas Ilmu
Komunikasi, Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya, 2016.
Semua keempat skripsi diatas mempunyai objek
yang sama, yaitu memakai film sebagai objek yang diteliti
9
namun dengan judul yang berbeda, kecuali pada skripsi
yang keempat.
Masing-masing dari skripsi pertama dan kedua
sama-sama memakai Analisis Wacana yang
dikembangkan oleh Van Dijk. Namun dalam skripsi
ketiga, sang penulis memakai teori semiotik dari Charles
Sander Pierce dan Ferdinand de Saussure, sedangkan pada
skrisi keempat yang juga memakai film Wadjda, memakai
teori semiotika dari Roland Barthes.
G. Sistematika Penulisan
Berdasarkan penelitian diatas, maka sistematika
penulisan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
Bab I : Terdiri dari pendahuluan, yang memaparkan latar
belakang permasalahan, inilah yang mendasari
penulis melakukan penelitian dengan sejumlah
tujuan, dan tentunya manfaat penulisan itu sendiri,
dan agar tetap fokus penulis memberikan batasan
dan rumusan masalah. Namun tak kalah penting
menuliskan tinjauan teroritis dan juga metodologi
penelitian sebagai kerangka berpikir bagi penulis,
dan juga sistematika penulisan.
Bab II: Dalam bab ini berisikan tentang tinjauan umum
tentang film, sejarah perkembangan film,
kemudian tentang analisis wacana, konsep wacana
Van Dijk.
10
Bab III : Pada bab ini pembahasan spesial dibalik layar
film Wadjda, seperti profil sutradara, para pemain,
dan synopsis film Wadjda.
Bab IV : Sebagai inti pembahasan, bab ini menganalisis
hasil dalam temuan di film Wadjda dengan
analisis konsep semiotika.
Bab V : Di bab ini, penulis akan menyampaikan
kesimpulan dari skripsi yang telah ditulis. Berikut
juga disertakan saran-saran serta dilengkapi
dengan daftar pustaka, dan lampiran-lampiran
yang dianggap penting.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Perempuan dan Gender
1. Perempuan Secara Umum
Dalam Kamus Bahasa Indonesia
disebutkan, perempuan adalah orang (manusia)
yang mempunyai pukI, dapat menstruasi, hamil,
melahirkan anak dan menyusui.5
Secara fisik, perempuan adalah salah satu
dari jenis kelamin yang manusia, ia memiliki alat
reproduksi seperti rahim dan saluran untuk
melahirkan, memproduksi sel telur, memiliki
vagina dan bisa menyusui. Sedangkan dalam
konsep gender, perempuan adalah jenis manusia
yang lemah lembut, cantik, emosional dan
keibuan.6
Tabel 2.1
5 Diakses pada 16 Juli pukul 4:12 WIB: https://kbbi.web.id/perempuan
6 “Analisis Wacana Petra.”
http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/ilkom/2007/jiunkpe-ns-s1-2007/
12
Tabel Perbandingan Perempuan dan
Gender
Gender Jenis kelamin
Bisa berubah
Tergantung
musim
Tergantung
budaya masing-
masing
Bukan kodrat
(buatan
masyarakat)
Tidak bisa
berubah
Berlaku
sepanjang
masa
Berlaku
dimana saja
Kodrat
(ciptaan
Tuhan):
perempuan
menstruasi,
hamil,
melahirkan,
menyusui
2. Perempuan dalam Pandangan Islam
Kedudukan laki-laki dan perempuan pada
dasarnya adalah sama dalam Al-Qur‟an yang
menjadi rujukan prinsip dasar masyarkat Islam.
Keduanya diciptakan dengan tidak memiliki
keunggulan satu terhadap yang lain. Atas dasar itu,
prinsip Al-Qur‟an terhadap hak kaum laki-laki dan
13
perempuan adalah sama, dimana hak istri adalah
diakui secara adil dengan suami. Laki-laki
memiliki hak dan kewajiban atas perempuan dan
kaum perempuan juga memiliki hak serta
kewajiban terhadap laki-laki.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah pernah
bersabda: “Saling pesan-memesanlah untuk
berbuat baik kepada perempuan, karena mereka
diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok.” (H.R.
Bukhari, Muslim dan Tirmidzi). Melalui hadits
tersebut, banyak yang memahami bahwa
perempuan dipandang rendah derajat
kemanusiaannya dibandingkan dengan laki-laki.
Namun cukup banyak ulama yang menjelaskan
pemaknaan dari hadits tersebut.
Tulang rusuk yang bengkok dipahami
dalam pengertian kiasan, dalam arti bahwa hadits
tersebut memperingatkan para lelaki agar
menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena
sifat, karakter, dan kecenderungan perempuan
tidaklah sama dengan lelaki. Jika hal ini tidak
disadari, dapat mengantar kaum lelaki untuk
bersikap tidak wajar atau semena-mena. Mereka
tidak akan mampu mengubah karakter dan sifat
bawaan perempuan. Kalaupun mereka berusaha
akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya
meluruskan tulang rusuk yang bengkok.
14
Dari hadits tersebut, terdapat pengakuan
tentang kepribadian perempuan yang telah
menjadi kodrat sejak dilahirkan.
Di dalam Islam, konsep nasab (keturunan)
dasarnya ada di dalam Al-Qur‟an, yaitu
menghormati para ibu, melindungi anak-anak
perempuan dari perlakuan jahat dan menjauhkan
diri dari kebencian akan kelahiran dan pendidikan
mereka. Demikian juga bagi sang isteri dalam
perkawinan, yaitu memberikan status dan tempat
di dalam rumah, sehingga tidak boleh
menempatkan istri di luar tempat mereka, dan
tidak boleh laki-laki atau suami menyuruh atau
memaksa isterinya melakukan sesuatu dengan
laki-laki lain.7
Pada zaman sebelum munculnya Islam,
kaum perempuan berada dibawah kezholiman
kaum lelaki. Mereka tidak memperoleh hak-hak
maupun kedudukan, bahkan mempunyai anak
perempuan saja dianggap aib dan memicu adanya
kebiasaan mengubur bayi perempuan yang biasa
dilakukan oleh bangsa Arab.
Perempuan hanya boleh di rumah saja dan
tidak dilarang mendapat pendidikan karena
7 Muhammad Albar, Wanita Karir dalam
Pertimbangan Islam: Kodrat Wanita , Emansipasi dan
Pelecehan Seksual (Jakarta: Pustaka Azam, 1994), h.18
15
mereka beranggapan bahwa perempuan tidak perlu
ikut andil di dalam kehidupan masyarakat.
Setelah Islam datang, hal ihwal kaum
perempuan menjadi lebih baik dan
menggembirakan. Islam mengangkat martabat
kaum perempuan, memberikan perlindungan
kepada perempuan dan memberikan hak-hak
kepada perempuan. Walaupun pada sampai saat
ini, perempuan belum mendapat haknya secara
utuh, karena manusia sudah meninggalkan ajaran
Islam, padahal Islam sangat menghormati
perempuan.8
3. Pengertian Gender Serta Teorinya
Dalam Women‟s Studies Encyclopedia
menjelaskan bahwa gender adalah suatu konsep
kultural yang berupaya membuat pembedaan
(distinction) dalam hal peran, prilaku, mentalitas,
dan karakteristik emosional antara laki-laki dan
perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Gender berasal dari bahasa latin “genus”,
berarti tipe atau jenis. Gender merupakan ciri-ciri
peran dan tanggung jawab yang dibebankan pada
perempuan dan laki-laki, yang ditentukan secara
8 Nursyahbani Katjasungkana, Membincangkan
Feminisme: Tinjauhan Hukum Atas Masalah Kekerasan
Terhadap Perempuan (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997),
h.81.
16
sosial dan bukan berasal dari pemberian Tuhan
atau kodrat. Konsep gender adalah hasil konstruksi
sosial yang diciptakan oleh manusia, yang sifatnya
tidak tetap, berubah-ubah serta dapat dialihkan dan
dipertukarkan menurut waktu, tempat dan budaya
setempat dari satu jenis kelamin kepada jenis
kelamin lainnya.
Mansour Fakih mengemukakan bahwa
gender merupakan suatu sifat yang melekat pada
kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksikan secara sosial maupun kultural.
Perubahan ciri dan sifat-sifat yang terjadi dari
waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lainnya
disebut konsep gender9. Sedangkan Linda L.
Lindsey menganggap bahwa semua ketetapan
masyarakat perihal penentuan seorang sebagai
laki-laki dan perempuan adalah termasuk bidang
kajian gender (what a given society defines as
masculine or feminim is a component of gender).
H. T. Wilson mengartikan gender sebagai suatu
dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan
laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan
kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka
menjadi laki-laki dan perempuan. Elaine
9 Mansour Fakih, Analisis Gender dan
Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2006), h.
71
17
Showalter menyebutkan bahwa gender lebih dari
sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan
dilihat dari kosntruksi sosial-budaya.10
Masalah Kesetaraan dan Keadilan Gender
(KKG) bukan saja menjadi perhatian kaum
perempuan, tetapi telah menarik perhatian para
ahli dan politisi. Edward Wilson dari Harvard
University (1975) membagi perjuangan kaum
perempuan secara sosiologis atas dua kelompok
besar, yaitu konsep nurture (konstruksi budaya)
dan konsep nature (alamiah).
Disamping kedua aliran tersebut, terdapat
paham kompromistis yang dikenal dengan
keseimbangan (equilibrium). Paham ini
menekankan pada konsep kemitraan dan
keharmonisan dalam hubungan antara laki-laki
dan perempuan.
a. Teori Nurture
Menurut teori nurture, adanya
perbedaan perempuan dan laki-laki adalah
hasil kosntruksi sosial budaya sehingga
menghasilkan peran dan tugas yang
berbeda. Perbedaan itu membuat
perempuan selalu tertinggal dan terabaikan
10
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender
Perspektif Al-Qur‟an (Jakarta: Paramadina, 1999). H, 34.
18
peran serta kosntribusinya dalam
kehidupan berkeluaga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Perjuangan untuk persamaan
dipelopori oleh orang-orang yang konsen
memperjuangkan kesetaraan perempuan
dan laki-laki (kaum feminis) yang
cenderung mengejar „kesamaan‟ atau fifty-
fifty yang kemudian dikenal dengan istilah
perfect equality. Perjuangan tersebut sulit
dicapai karena berbagai hambatan, baik
dari nilai agama maupun budaya. Karena
itu, aliran nurture melahirkan paham sosial
konflik yang memperjuangkan kesamaan
proposional dalam segala aktifitas
masyarakat, seperti di tingkatan manager,
mentri, militer, DPR, Parpol dan lainnya.
Agar tujuan tersebut tercapai, dibuatlah
program khusus guna memberikan peluang
bagi pemberdayaan perempuan yang
kadangkala berakibat timbulnya reaksi
negative dari kaum laki-laki karena apriori
terhadap perjuangan tersebut.
b. Teori Nature
Adanya pembedaan laki-laki dan
perempuan adalah kodrat, sehingga harus
diterima. Perbedaan biologis itu
19
memberikan indikasi dan implikasi bahwa
diantara kedua jenis kelamin tersebut
memiliki peran dan tugas yang berbeda.
Ada peran dan tugas yang dapat
dipertukarkan, tetapi ada yang tidak bisa
karena memang berbeda secara kodrat
alamiahnya.
Talcott Persons dan Bales (1979)
berpendapat bahwa keluarga adalah unit
sosial yang memberikan perbedaan peran
suami dan istri untuk saling melengkapi
dan saling membantu satu sama lain.
Keharmonisan hidup hanya dapat
diciptakan bila terjadi pembagian peran
dan tugas yang serasi antara perempuan
dan laki-laki, hal ini dimulai sejak dini atau
melalui pola pendidikan dan pengasuhan
anak dalam keluarga.
Aliran ini melahirkan paham
structural fungsional yang menerima
perbedaan peran, asal dilakukan secara
demokratis dan dilandasi oleh kesepakatan
bersama dan dilandasi oleh komitmen dari
suami-istri dalam keluarga dan laki-laki
serta perempuan dalam kehidupan
masyarakat.
20
c. Teori Equilibrium
Teori equilibrium atau teori
keseimbangan menekankan pada konsep
kemitraan dan keharmonisan dalam
hubungan antara perempuan dan laki-laki.
Pandangan ini tidak mempertentangkan
antara kaum perempuan dan laki-laki,
karena keduanya harus bekerjasama dalam
kemitraan dan keharmonisan dalam
kehidupan kelurga, masyarakat, bangsa,
dan negara. Untuk mewujudkan gagasan
tersebut, maka dalam setiap kebijakan dan
strategi pembangunan agar diperhitungkan
kepentingan dan peran perempuan dan
laki-laki secara seimbang. Hubungan di
antara kedua elemen tersebut bukan saling
bertentangan, melainkan komplementer,
saling melengkapi satu sama lain. Karena
itu, penerapan kesetaraan dan keadilan
gender harus memperhatikan masalah
kontekstual (yang ada pada tempat dan
waktu tertentu) dan situasional (sesuai
situasi), bukan berdasarkan perhitungan
secara matematis dan bersifat universal.11
11
Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi
“Subordinasi Anak Perempuan dalam Keluarga”. Volume
III. Oleh Muhammad Nawir dan Risfaisal, Universitas
Muhammadiyah Makassar
21
R.H. Tawney mengemukakan bawa
keragaman peran apakah karena faktor biologis,
etnis, aspirasi, minat, pillihan, atau budaya pada
hakekatnya adalah realita kehidupan manusia.
Hubungan antara laki-laki dan perempuan bukan
hubungan yang saling bertentangan, bukan
dilandasi konflik dikotomis, bukan pula struktural
fungsional. Melainkan hubungan komplementer,
saling melengkapi, dilandasi kebutuhan
kebersamaan guna membangun kemitraan yang
harmonis. Ini karena setiap pihak mempunyai
kelebihan sekaligus kekurangan, kekuatan
sekaligus kelemahan yang perlu diisi dan
dilengkapi pihak lain dalam kerjasama yang
setara.
4. Gender Dalam Pandangan Islam
Pada dasarnya, semangat hubungan antara
laki-laki dan perempuan dalam Islam bersifat adil.
Oleh karena itu subordinasi terhadap kaum
perempuan merupakan suatu keyakinan yang
berkembang di masyarakat yang tidak sesuai atau
bertentangan dengan keadilan yang diajarkan
Islam.
Konsep kesetaraan gender antara laki-laki
dan perempuan dalam al-Qur‟an bisa dicontohkan
22
dalam beberapa hal berikut: pertama, laki-laki dan
perempuan adalah sama-sama sebagai hamba
Allah.
لعبدن وسإل ال مبخلقجالجه
“Tidak Aku ciptakan jin dan manusia
kecuali untuk menyembah kepada-Ku”. (QS: adz-
Dzariyat:56).
Dalam statusnya sebagai hamba, tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Keduanya justru mempunyai potensi dan peluang
yang sama untuk menjadi hamba yang ideal, atau
bisa diistilahkan dengan orang-orang yang
bertakwa.
أحقبكم أكسمكمعىدللا إن
“Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu ialah orang yang paling
bertakwa.”(Q.S. Al-Hujurat:13)
Kedua, baik laki-laki mapun perempuan,
tidak ada kelebihan yang satu dari yang lain
tentang penilaian iman dan amalnya.
لأضععملعبملمىكممه مأو فبسخجبةلمزب
أوثى أخسجامهفبلرهبجسابعضكممهبعضذكسأ
م عىمسئبح قخلالكفسن قبحلا أذافسبل م دبز
اببمهعىدللا مجىبثحجسيمهححخبالوبزث لدخلى للا
اة عىديحسهالث
“Maka Tuhan mereka memperkenankan
permohonannya (dengan berfirman):
23
“Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal di antara kamu, baik
laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu
adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka
orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari
kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-
Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah
akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka
dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam
surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya,
sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-
Nya pahala yang baik. (Q.S. Al-Imron:195)
Ketiga, laki-laki dan perempuan berpotensi
meraih prestasi. Tidak ada pembedaan antara laki-
laki dan perempuan untuk meraih peluang prestasi.
(An-Nahl 97).
مه مؤمهفلىحى أوثى عملصبلحبمهذكسأ
مأجسمبأحسهمبكبواعملن لىجزى حبةطبت
“Barangsiapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan.” (Q.S: An-Nahl: 97)
Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan konsep
kesetaraan yang ideal dan memberi ketegasan
24
bahwa prestasi dalam bidang spiritual maupun
profesional, tidak mesti dimonopoli oleh suatu
jenis kelamin.12
Menurut Nasaruddin Umar, Islam memang
mengakui adanya perbedaan (distinction) antara
laki-laki dan perempuan, tetapi bukan pembedaan
(discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan
atas kondisi fisik-biologis perempuan yang
ditakdirkan berbeda dengan laki-laki, namun
perbedaan tersebut tidak dimaksudkan untuk
memuliakan yang satu dan merendahkan yang
lainnya.13
Ajaran Islam tidak secara skematis
membedakan faktor-faktor perbedaan laki-laki dan
perempuan, tetapi lebih memandang kedua insan
tersebut secara utuh. Antara satu dengan lainnya
secara biologis dan sosiokultural saling
memerlukan dan dengan demikiann antara satu
dengan yang lain masing-masing mempunyai
peran.
Bisa jadi, dalam satu peran dapat dilakukan
oleh keduanya, seperti perkerjaan kantoran, tetapi
dalam peran-peran tertentu hanya dapat dijalankan
12
Jurnal Konsep Kesetaraan Gender dalam
Perspektif Islam oleh Fatimah Zuhrah, MA. 13
Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan dalam
Islam, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender, 1999),
h.23
25
oleh satu jenis, seperti; hamil, melahirkan,
menyusui anak. Dimana peran ini hanya dapat
diperankan oleh wanita. Dilain pihak ada peran-
peran tertentu yang secara manusiawi lebih tepat
diperankan oleh kaum laki-laki seperti pekerjaan
yang memerlukan tenaga dan otot lebih besar.14
5. Diskriminasi Gender
Ketidakadilan dan diskriminasi gender
merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem
dan struktur sosial dimana baik perempuan
maupun laki-laki menjadi korban dari sistem
tersebut. Berbagai pembedaan peran dan
kedudukan antara perempuan dan laki-laki baik
secara langsung yang berupa perlakuan maupun
sikap dan yang tidak langsung berupa dampak
suatu peraturan perundang-undangan maupun
kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidak-
adilan yang berakar dalam sejarah, adat, norma,
ataupun dalam berbagai struktur yang ada dalam
masyarakat.
Hal itu terjadi terjadi karena adanya
keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan
sepanjang peradaban manusia dalam berbagai
14
Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan dalam
Islam, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender, 1999),
h.23
26
bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan
saja tetapi juga dialami oleh laki-laki.
Faktor lain munculnya subordinasi
terhadap perempuan adalah pandangan bahwa
perempuan adalah mahluk lemah dan irasional.
Ketidakadilan gender merupakan sistem
dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan
perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.
Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam
pelbagai bentuk ketidakadilan, yakni:
a. Gender dan Marginalisasi Perempuan
Proses marginalisasi, yang
mengakibatkan kemiskinan,
sesungguhnya banyak sekali terjadi
dalam masyarakat dan negara yang
menimpa kaum laki-laki atau
perempuan, yang disebabkan oleh
beberapa kejadian. Misalnya
penggusuran, bencana alam, atau
proses eksploitasi.
Hal ini banyak terjadi dalam
masyarakat di negara berkembang
seperti contoh penggusuran dari
kampung halaman dan eksploitasi,
sehingga banyak perempuan tersingkir
dan menjadi miskin akibat dari
program pembangunan seperti
27
intensifikasi pertanian yang hanya
memfokuskan pada petani laki-laki.
b. Gender dan Subordinasi
Pandangan gender ternyata bisa
menimbulkan subordinasi terhadap
perempuan. Anggapan bahwa
perempuan itu irrasional atau
emosional sehingga perempuan tidak
bisa memimpin.
Pada dasarnya keyakinan bahwa
salah satu jenis kelamin dianggap lebih
penting atau lebih utama dibanding
jenis kelamin lainnya sudah sejak
zamandulu. Ada pandangan yang
menempatkan kedudukan atau peran
perempuan lebih rendah dari laki-laki.
Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran
ajaran agama mupun dalam aturan
birokrasi yang meletakkan kaum
perempuan sebagai subordinasi dari
kaum laki-laki. Kenyataan
memperlihatkan bahwa masih ada
nilai-nilai masyarakat yang membatasi
ruang gerak terutama perempuan dalam
kehidupan.
Seperti kebanyakan masyarakat
Jawa yang beranggapan bahwa
28
perempuan tidak perlu sekolah tinggi-
tinggi, karna pada akhirnya hanya akan
di dapur juga.
c. Gender dan Stereotipe
Secara umum, Stereotipe adalah
penandaan atau cap yang sering
bermakna negatif. Pelabelan negatif
secara umum selalu melahirkan
ketidakadilan. Salah satu stereotip yang
berkembang berdasarkan pengertian
gender, yakni terjadi terhadap salah
satu jenis kelamin perempuan.
Misalnya, penandaan yang berawal
dari asumsi bahwa perempuan yang
bersolek atau ber-make up merupakan
upaya memancing perhatian lawan
jenisnya, maka setiap ada kasus
kekerasan atau pelecehan seksual akan
selalu dikaitkan dengan stereotipe ini.
Pekerjaan di rumah seperti mencuci,
memasak, membersihkan rumah juga
selalu diidentikkan dengan pekerjaan
perempuan atau ibu rumah tangga.
d. Gender dan Kekerasan
Kekerasan (violence) adalah
serangan atau invansi (assault)
29
terhadap fisik maupun intregitas mental
psikologis seseorang.
Oleh karena itu kekerasan tidak
hanya menyangkut serangan fisik saja
seperti pemerkosaan, pemukulan dan
penyiksaan tetapi juga bersifat non
fisik seperti pelecehan seksual sehingga
secara emosional terusik.
e. Gender dan Beban Kerja
Adanya anggapan bahwa kaum
perempuan memiliki sifat memelihara
dan rajin, serta tidak cocok menjadi
kepala rumah tangga, mengakibatkan
semua pekerjaan domestik rumah
tangga menjadi tanggung jawab
perempuan.
Dikalangan keluarga miskin, beban
yang sangat berat ini harus ditanggung
oleh perempuan sendiri. Terlebih jika si
perempuan tersebut harus bekerja,
maka ia memikul beban ganda.
Bias gender yang mengakibatkan
beban kerja tersebut seringkali
diperkuat dan disebabkan oleh adanya
pandangan dan keyakinan di
masyarakat bahwa jenis “pekerjaan
perempuan”, seperti semua pekerjaan
30
domestik, dianggap dan dinilai lebih
rendah dibandingkan dengan jenis
pekerjaan yang dianggap sebagai
“pekerjaan lelaki”, serta dikategorikan
sebagai “tidak produktif” sehingga
tidak diperhitungkan dalam statistik
ekonomi negara.15
B. Tinjauan Tentang Film
1. Pengertian Film
Film dalam kamus Indonesia berarti gambar
hidup. Secara etimologi, film adalah susunan
gambar yang berada dalam selluloid kemudian
diputar dan bisa ditafsirkan dalam berbagai
makna.16
Film mempunyai suatu bentuk yang
sangat khas dan membedakan dari cabang seni
lainnya.
Dalam mempersepsi film, terjadi suatu proses
psikologi yang menarik: terjadi indentifikasi optis,
emosional, dan imajiner. Realitas yang terdapat
pada film adalah realitas yang virtual. Kenyataan
ditampilkan seperti dalam cermin. Virtual ini
15
Mansour Fakih, Analisis Gender dan
Transformasi Sosial, (Yogyakarta: INSISTPress, 2016),
h.14- 25
16
Eko Endamoko, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 2006), h.180
31
menjadi sangat kuat karena film itu memiliki
struktur yang dibangun secara nalar dan bermotif.
Sturktur itu mempunyai dua segi seperti dua sisi
mata uang yang sama, yaitu struktur batiniah yang
disebut plot dan struktur lahirnya dibangun oleh
shoot, scene dan sequence.
Pengertian secara harfiah, film (sinema) adalah
Cinemathographie yang berasal dari Cinema dan
tho artinya phytos (cahaya), graphie atau graph
(tulisan atau gambar atau citra), jadi pengertiannya
adalah melukis gerak cahaya. Agar kita dapat
melukis gerak cahaya, kita harus menggunakan
alat khusus yang biasa disebut kamera.17
2. Sejarah dan Perkembangan Film
Film sendiri pertama kali diciptakan pada
tahun 1805 oleh Lumiere Brothers. Kemudian
pada tahun 1899 George Melies mulai
menampilkan film dengan gaya editing yang
berjudul Trip To The Moon. Pada tahun 1902,
Edwin Peter membuat film yang berjudul Life Of
In American Fireman.
Di Indonesia sendiri, film mencapai
kejayaannya pada era 70-an sampai 80-an atau
tepatnya sebelum masuknya Broadcast-broadcast
17
Heru Effendy, Mari Membuat Film, (Yogyakarta:
Panduan, 2006) h. 20
32
TV pada tahun 1988. Masyarakat sangat apresiatif
dalam menanggapi film-film yang ada di
Indonesia. Hal ini berkaitan dengan bobot dari
film tersebut yang memang dapat memenuhi
kebutuhan psikologi dan spiritual dari masyarakat
Indonesia.
Bioskop pertama kali muncul di Batavia
(Jakarta), tepatnya di Tanah Abang Kebonjae,
pada 5 Desember 1900. Namun, kehadiran
bioskop ini tidak dapat dikatakan sebagai tonggak
awal sejarah film Indonesia. Alasannya, film-
filmnya saat itu masih impor dari luar negeri. Film
cerita pertama yang diproduksi di Indonesia,
tepatnya di Bandung, baru ada pada tahun 1926.
Film ini berjudul Loetoeng Kasaroeng. Film ini
bisa dikatakan sebagai acuan tonggak sejarah
perfilman Indonesia. Kesuksesan produksi film
tersebut tidak terlepas dari keterlibatan bupati
Bandung, Wiranatakusumah V di dalamnya.
3. Jenis dan Klasifikasi Film
a. Jenis-jenis Film
Jika dilihat dari isinya, film dibedakan
menjadi jenis film fiksi dan non fiksi. Sebagai
contoh, untuk film non fiksi adalah film
documenter yang menjelaskan tentang
33
dokumentasi sebuah kejadian alam, flora, fauna,
maupun manusia. adapun penjelasan dari jenis-
jenis film itu sebagai berikut:
1) Film Dokumenter adalah film yang
menyajikan fakta berhubungan dengan
orang-orang, tokoh peristiwa dan lokasi
yang nyata. Film documenter dapat
digunakan untuk berbagai macam
maksud dan tujuan seperti informasi
atau berita, biografi, pengetahuan,
pendidikan, sosial, politik (propaganda)
dan lain sebagainya.
2) Film Fiksi adalah film yang
menggunakan cerita rekaan di luar
kejadian nyata, terkait oleh plot dan
memiliki konsep pengadeganan yang
telah dirancang sejak awal, struktur
cerita film juga terikat hukum kualitas.
Cerita fiksi juga seringkali diangkat
kejadian nyata dengan menggunakan
beberapa cuplikan rekaman gambar
dari peristiwa aslinya (fiksi-
dokumenter).
3) Film Eksperimental merupakan film
yang berstruktur namun tidak berplot.
Film tidak bercerita tentang apapun
34
(anti-naratif) dan semua adegannya
menentang logika sebab-akibat (anti-
rasional).18
Himawan Pratista juga menyebutkan
bahwa metode paling mudah dan sering digunakan
untuk mengklasifikasi film adalah berdasarkan
genre, yaitu klasifikasi dari sekelompok film yang
memiliki karakter atau pola sama (khas) sebagai
berikut:
1) Aksi, yaitu film yang berhubungan
dengan adegan-adegan aksi fisik seru,
menegangkan, berbahaya, dan nonstop
dengan tempo cerita yang cepat.
Contoh: The Avengers (2012).
2) Drama, yaitu film yang kisahnya
seringkali menggugah emosi, dramatik,
dan mampu menguras air mata
penontonnya. Tema umumnya
mengangkat isu-isu sosial, seperti
kekerasan, ketidakadilan, masalah
kejiwaan, penyakit dan sebagainya.
Contoh: The Godfather (1972).
3) Epik Sejarah, yaitu film dengan tema
periode masa silam (sejarah) dengan
18
Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta:
Homerian Pustaka, 2008) cet. 1, h.4-8
35
latar belakang sebuah kerajaan,
peristiwa, atau tokoh besar yang
menjadi mitos atau legenda atau kisah
biblical. Contoh: Gladiator (2000).
4) Fantasi, yaitu film yang berhubungan
dengan tempat, peristiwa dan karakter
yang tidak nyata, dengan menggunakan
unsur magis, mitos,imajinasi,
halusional serta alam mimpi. Contoh:
The Lord of the Rings (2001).
5) Fiksi Ilmiah, yaitu film yang
berhubungan dengan teknologi dan
kekuatan di luar jangkauan teknologi
masa kini yang artificial. Contoh:
Interstellar (2014).
6) Horor, yaitu film yang berhubungan
dengan dimensi spiritual atau sisi gelap
manusia. Contoh: Annabelle: The
Creation (2017).
7) Komedi, yaitu jenis film yang
tujuannya menghibur dan memancing
tawa penonton. Contoh: Deadpool 2
(2018)
8) Kriminal dan Gangster, yaitu film yang
berhubungan dengan aksi-aksi kriminal
dengan mengambil sisi kehidupan
tokoh kriminal besar yang diinspirasi
36
dari kisah nyata. Contoh: Boyz n the
Hood (1991).
9) Musical, yaitu film mengkombinasikan
unsur musik, lagu, tari dan koreografi.
Contoh: La La Land (2016).
10) Petualangan, yaitu film yang berkisah
tentang perjalanan, ekplorasi, atau
ekspedisi ke suatu wilayah asing yang
belum pernah disentuh. Contoh:
Jurassic Park (1993).
11) Perang, yaitu film yang mengangkat
tema ketakutan serta teror yang
ditimbulkan oleh aksi perang dengan
memperlihatkan kegigihan dan
perjuangan. Contoh: Fury (2014).
12) Western, yaitu film dengan tema
seputar konflik antara pihak baik dan
jahat berisi aksi tembak-menembak,
aksi berkuda dan kasi duel. Contoh:
High Noon (1952).19
C. Film Sebagai Suatu Realitas
Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat dan kemudian
memproyeksikannya ke atas layar kaca. Film sebagai
19
Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta:
Homerian Pustaka, 2008)
37
refleksi masyarakatnya tampaknya menjadi perspektif
yang secara umum lebih mudah disepakati.
Realitas yang ditampilkan media adalah suatu
realitas yang telah diseleksi atau yang disebut second
hand reality.20
Karena media massa melaporkan
kenyataan yang ada secara selektif, maka media sangat
berpengaruh dalam pembentukan citra tentang lingkungan
sosial yang biasa dan tidak cermat.
Sesuatu yang diceritakan tentu saja peruhal
kehidupan. Disinilah kita lantas menyebut film sebagai
representasi dunia nyata, dunia yang kita tinggali. Eric
Sasono menyebutkan, dibanding media lain, film
memiliki kemampuan untuk meniru kenyataan sedekat
mungkin dengan kenyataan sehari-hari. Tentu yang
dimaksud disini adalah film live action (film yang
dimainkan oleh tokoh nyata, bukan film animasi)
sekaligus film yang bercerita (film naratif, bukan film
eksperimental yang tak mengandung narasi atau cerita).21
Proses representasi ini diawali dengan cara
pembuat film melihat masyarakatnya, seperti Haifaa al
Mansour yang juga menulis naskah film Wadjda,
meskipun plot singkatnya berupa cerita mengenai gadis
kecil yang mengumpulkan uang demi sepeda, namun
20
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1985), h.222. 21
Diakses pada 18 Juli 2018 pukul 09:06 WIB.
http://ericsasono.blogspot.com/2005/07/menyoal-tema-film-
indonesia.html
38
dibalik ceritanya mengemukakan sindirian halus kepada
pemerintah Arab atas realitas kaum perempuan yang
terjadi di lingkungan Arab Saudi sana.
D. Analisis Wacana
1. Pengertian Analisis Wacana
Kata analisis wacana terdiri dari dua kata, yaitu
analisis dan wacana. Analisis menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah penyelidikan terhadap suatu
peristiwa, penjelasan sesudah dikaji sebaik-baiknya,
penguraian suatu pokok atas berbagai bagian, serta
penguraian karya sastra atas unsur-unsurnya untuk
memahami pertalian antar unsur tersebut.22
Secara etimologi, istilah wacana berasal dari
bahasa Sansakerta, yaitu wac/wak yang memiliki arti
“berkata” atau “berucap”. Kemudian kata tersebut
mengalami perubahan menjadi wacana. Kata “ana”
yang berada dibelakang adalah bentuk sufiks (akhiran)
yang bermakna “membendakan” (nominalisasi).
Dengan demikian, kata wacana dapa diartikan sebagai
perkataan atau urutan.23
22
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1,
H32. 23
Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode, Aplikasi dan
Prinsip-Prinsip Analisis Wacana, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2005) H, 3.
39
Namun istilah wacana diperkenalkan dan
digunakan oleh para linguis di Indonesia sebagai
terjemahan dari istilah bahasa Inggris “disource”.
Kata “disource” sendiri berasal dari bahasa latin
“discursus” (lari ke sana ke mari). Kata ini diturunkan
dari kata “dis” (dan/dalam arah yang berbeda) dan
kata “currere” (lari).24
Dalam pandangan J.S. Badudu (2000) seperti
dikutip Eriyanto dalam bukunya yang berjudul
“Analisis wacana, pengantar analisis teks media”
mendefinisikan wacana sebagai rentetan kalimat yang
berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi
yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk
satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang
serasi diantara kalimat-kalimat itu.
Menurut Longman Dictionary of the English
Language (1984), Wacana adalah (1) sebuah
percakapan khusus yang alamiah formal dan
pengungkapannya diatur pada ide dalam ucapan dan
tulisan; (2) pengungkapan dalam bentuk sebuah
nasihat, risalah dan sebagainya; sebuah unit yang
dihubungkan ucapan atau tulisan.
Sebuah tulisan adalah sebuah wacana. Tetapi, apa
yang dinamakan wacana itu tidak perlu hanya sesuatu
24
Dede Oetomo, Kelahiran dan Perkembangan Analisis
Wacana, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), H.3.
40
yang tertulis seperti yang diterangkan oleh kamus
Websters. Sebuah pidato pun adalah wacana juga.
Jadi, wacana dikenal lisan dan wacana tertulis. Istilah
wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya
percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan di
muka umum, tulisan, serta upaya-upaya formal seperti
laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan
bahwa pengertian wacana ialah komunikasi
kebahasaan yang terlihat dari rangkaian kalimat yang
serasi, yang menghubungkan proporsi kalimat satu
dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan yang
ditentukan oleh tujuan sosialnya.
2. Analisis Wacana Teun A Van Dijk
Dari sekian banyak model analisis wacana yang
diperkenalkan dan dikembangkan oleh beberapa ahli,
model Van Dijk lah yang paling banyak dipakai.
Karena Van Dijk mengelaborasi elemen-elemen
wacana sehingga bisa didayagunakan dan dipakai
secara praktis.25
Van Dijk menyatakan bahwa wacana itu
sebenarnya adalah bangunan teoritis yang abstrak,
dengan begitu wacana belum dapat dilihat sebagai
perwujudan fisik bahasa. Adapun perwujudan wacana
25
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 221.
41
adalah teks.26
Van Dijk melihat wacana lebih kepada
struktur atau tingkatan yang satu sama lain
berhubungan dan saling mendukung yang dibaginya
menjadi tiga tingkatan, yaitu struktur makro,
superstruktur dan struktur mikro. Makna global dari
suatu teks didukung oleh kerangka teks dan pada
akhirnya mempengaruhi pemilihan kata dan kalimat.27
Dalam pandangan Van Dijk segala teks dianalisis
dengan menggunakan elemen-elemen seperti tematik,
skemantik, semantik, sintaktis, stilistik dan retoris.
Untuk memperoleh gambaran perihal elemen-elemen
struktur wacana tersebut, berikut penjelasan
singkatnya:
a. Teks
1) Struktur Makro
Ialah makna global dari suatu teks yang
dapat diamati dari topic/tema yang
diangkat oleh suatu teks.
a) Tematik
Elemen tematik menunjuk pada
gambaran umum dari suatu teks. Bisa
disebut gagasan inti, ringkasan atau hal
yang utama dari suatu teks. Topik
menunjukkan informasi yang paling
26
Abdul Rami, Analisis Wacana Sebuah Kajian (Malang:
Bayu Media, 2004), h.4 27
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 225-226.
42
penting atau pesan yang ingin
disampaikan oleh komunikator. Dari
topik ini kita bisa mengetahui masalah
dan tindakan yang diambil oleh
komunikator dalam mengatasi suatu
masalah. Tindakan, keputusan atau
pendapat, bisa diamati pada struktur
makro dari suatu masalah.28
Intinya,
tematik merupakan struktur yang
menjelaskan tentang tema yang diambil
dari sebuah film.
2) Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian
pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan.
a) Skematik
Teks atau wacana umumnya
mempunyai skema atau alur dari
pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut
menunjukkan bagaimana bagian-bagian
dalam teks disusun dan diurutkan sehingga
membentuk kesatuan arti. Jadi, jika tpok
menunjukkan makna umum dari suatu
wacana, maka superstruktur
28
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar
Analisis Teks Media, (Yogyakarta; LkiS, 2000) h,
230.
43
menggambarkan bentuk umum suatu
teks.29
Intinya, skematik merupakan
bentuk umum dari sebuah teks yang
berkaitan dengan judul. Skematik
mempelajari tentang bagaimana alur atau
suasana teks dibuat.
3) Struktur Mikro
Makna local dari suatu teks yang dapat
diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya
yang dipakai oleh suatu teks.
a) Semantik
Pengertian umum semantic adalah
sisiplin ilmu bahasa yang menelaah makna
suatu bahasa. Semantik dalam skema Van
Dijk dikategorikan sebagai makna lokal,
yakni makna yang muncul dari hubungan
antar kalimat, hubungan antara proposisi
yang membangun makna tertentu dalam
suatu bangun teks. Semantic tidak hanya
mendefinisikan bagian mana yang
terpenting dari struktur wacana, tetapi juga
mengiringi kea rah sisi tertentu dari suatu
peristiwa. Pada intinya, semantik
29
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar
Analisis Teks Media, (Yogyakarta; LkiS, 2000) h,
230.
44
membahas tentang makna yang ditekankan
dalam sebuah teks dan membahas tentang
hubungan antar kalimat yang mempunyai
makana tertentu dalam sebuah teks.
Terdapat beberapa strategi
semantik. Pertama, latar. Bagian berita
atau cerita yang mempengaruhi semantik
(arti) yang ditampilkan. Kedua, detail.
Elemen ini berhubungan dengan kontrol
informasi yang ditampilkan seseorang
(komunikator atau penulis skenario).
Dalam hal ini penulis skenario secara
sengaja membuat sesuatu secara mendetail
dengan tujuan menciptakan citra tertentu
kepada khalayak. Ketiga, maksud. Elemen
ini hampir sama dengan detail. Ia melihat
informasi yang menguntungkan
komunikator dan akan dirugikan secara
eksplisit dan jelas. Sebaliknya informasi
yang merugikan akan disampaikan secara
tersamar, implisit dan tersembunyi. Tujuan
akhir dari maksud adalah memberikan
informasi yang menguntungkan
kominkator. Keempat, peranggapan.
Merupakan pernyataan yang digunakan
untuk mendukung makna suatu teks,
biasanya pernyataan tersebut dipandang
45
terpercaya sehingga tidak perlu
dipertanyakan lagi. Disebut peranggapan
karena pernyataan tersebut merupakan
kenyataan yang belum terjadi, namun
didasarkan pada anggapan yang masuk
akal.
b) Sintaksis
Secara terminology, kata sintaksis
berasal dari bahasa Yunani (sun = dengan +
tattei = menempatkan), berarti
menempatkan bersama-sama kata-kata
menjadi kelompok kata atau kalimat. Dapat
dikatakan bahwa sintaksis adalah bagian
atau cabang dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat
klausa dan frase. Inti dari sintaksis adalah
mengelompokkan kata-kata menjadi sebuah
kalimat.
Ada beberapa strategi yang
mendukung dalam sintaksis. Pertama,
koheren. Ialah pengaturan secara rapi
kenyataan dan gagasan, fakta, ide yang
menjadi suatu untaian logis sehingga
mudah memahami pesan yang
dikandungnya. Diantaranya kata hubung
yang dipakai (dan, akibat, tetapi, lalu,
46
karena, meskipun) menyebabkan makna
berlainan ketika hendak menghubungkan
proposisi.
Kedua, bentuk kalimat. Ialah
sintaksis yang berhubungan dengan cara
berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas,
logika kausalitas akan diterjemahkan dalam
bahasa menjadi suatu susunan subjek (yang
menerangkan) dan predikat (yang
diterangkan).
Ketiga, kata ganti. Merupakan
elemen untuk memanipulasi bahasa dengan
menciptakan suatu komunitas imajinatif.
Ini timbul untuk menghindari pengulangan
kata dalam kalimat berikutnya dan
menghindari segi negatif.
c) Stilistik
Pusat perhatian stilistik adalah
style, yaitu cara yang digunakan seorang
pembicara atau penulis untuk menyatakan
maksud dengan menggunakan bahasa
sebagai sarana. Apa yang disebut gaya itu
sesungguhnya terdapat dalam segala ragam
bahasa: ragam lisan dan tulisan, ragam
sastra dan ragam non sastra, karena gaya
bahasa adalah cara menggunakan bahasa
47
dalam konteks tertentu oleh orang tertentu
untuk maksud tertentu.
Intinya, stilistik merupakan kata
yang digunakan untuk mengkonstruksi
wacana atau gaya bahasa yang digunakan
untuk mengkonstruksi wacana atau gaya
bahasa yang digunakan oleh penulis.
d) Retoris
Merupakan gaya yang
diungkapkan ketika seseorang berbicara
atau menulis. Misalnya dengan pemakaian
kata yang berlebihan atau bertele-tele.
Retoris mempunyai fungsi persuasuf dan
berhubungan erat dengan bagaimana pesan
itu ingin disampaikan kepada khalayak.
Van Dijk membagi elemen retoris
menjadi tiga bagian. Pertama, grafis.
Merupakan untuk memeriksa apa yang
ditekankan atau ditonjolkan (yang dianggap
penting) oleh seseorang yang diamati dari
teks.
Kedua, metafora. Merupakan
ornament dari suatu berita atau script film.
Metafora tertentu dipakai oleh pembuat
teks secara strategis sebagai landasan
berpikir, alasan pembenar atas pendapat
atau gagasan tertentu kepada publik.
48
Pembuat teks menggunakan kepercayaan
masyarakat ungkapan sehari-hari,
peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-
kata kuno yang semuanya dipakai untuk
memperkuat pesan utama.
Ketiga, ekspresi. Dimaksudkan
untuk membantu menonjolkan atau tertentu
dari teks yang disampaikan. Dalam teks
tertulis, ekspresi ini muncul dalam bentuk
grafiis, gambar atau foto. Sedangkan dalam
film, ekspresi biasanya muncul dari wajah
pemain atau biasanya kalimat yang
dilontarkan yang berasal dari teks skenario.
b. Kognisi Sosial
Analisis wacana tidak hanya membatasi
perhatiannya pada struktur teks, tetapi bagaimana
teks itu juga diproduksi.30
Kognisi sosial adalah
titik kunci dalam memahami sebuah produksi teks
atau cerita, maksudnya adalah selain meneliti teks,
penulis juga meneliti proses terbentuknya teks.
Dalam pandangan Van Dijk, analisis wacana
tidak dibatasi hanya pada struktur teks karena
struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau
menandakan sejumlah makna, pendapat dan
ideology. Untuk membongkar bagaimana makna
30
Teun A Van Dijk, Disource and Cognition in Society.
Cambridge: Polity Press. 1994, h. 107-108
49
tersembunyi dari teks, maka dibutuhkan adanya
suatu analisis kognisi dan konteks sosial.
Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi
bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna
itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih
tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai
bahasa.
Kognisi sosial menggambarkan bagaimana
kesadaran mental penulis skenario membentuk
teks.31
Untuk mengetahui hal tersebut, maka penulis
melakukan observasi teks atau studi putaka dari
berbagai sumber mengenai Haifaa al Mansour
yang berhubungan dengan film Wadjda.
c. Konteks Sosial
Menurut Van Dijk, wacana yang terdapat
dalam sebuah teks adalah bagian dari wacana yang
berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk
meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual
dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu
hal diproduksi dan dikonstuksi dalam
masayarakat.32
31
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks
Media, (Yogyakarta; LkiS, 2000) h, 259-260. 32
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks
Media, (Yogyakarta; LkiS, 2000) h, 271.
50
Titik penting dari analisis ini adalah untuk
menunjukkan bagaimanamakna dihayati bersama,
kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik
diskursus dan legitimasi. Menurut Van Dijk dalam
analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin
yang penting: kekuasaan (power) dan akses
(acsess).
Pada intinya, konteks sosial itu berhubungan
dengan pengetahuan yang berkembang dalam
masyarakat atas suatu wacana.
51
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM WADJDA
A. Sinopsis Film Wadjda
Tidak banyak film yang diproduksi dari tanah
Jazirah ini, bahkan film sederhana seperti Wadjda ini
dibuat dalam kurun waktu lima tahun disebabkan oleh
peraturan negaranya yang begitu ketat, sehingga tidak
boleh adanya interaksi antara laki-laki dan perempuan di
tempat umum. Bahkan film ini pun sempat terhambat oleh
kurangnya dana, yang pada akhirnya Wadjda pun bekerja
sama dengan rumah produksi asal Jerman. Film ini
disutradarai oleh Haifaa al Mansour, yang membuatnya
menjadi sutradara perempuan pertama dari tanah Arabdan
sekaligus menjadi penulis naskah Wadjda.
Berkisah tentang seorang gadis bernama Wadjda
yang berusia 12 tahun dan tinggal di wilayah
pinggirankota Riyadh, ibukota Arab Saudi. Walaupun ia
tinggal di negara yang konservatif, Wadjda merupakan
anak yang periang, pintar mencari uang, dan berani
melakukan hal apapun yang ingin ia lakukan. Saat
bertengkar dengan Abdullah, tetanggasekaligus teman
laki-laki – yang seharusnya tidak boleh bermain
52
dengannya, ia yang marah pun mengatakan akan
mengajaknya berduel balap sepeda.
Hingga suatu ketika disaat Wadjda pulang dari
sekolah, ia melihat sebuah sepeda hijau yang dijual di
sebuah toko. Gadis cilik itu langsung jatuh hati dan sangat
menginginkan sepeda tersebut agar nantinyaia bisa
bertanding sepeda dengan Abdullah. Saat di dapur,
Wadjda pun merayu ibunya agar ia bisa dibelikan sepeda,
namun orangtuanya menolak permintaannya karena
berkendara adalah hal tabu bagi seorang wanita dan bisa
merusak sistem reproduksinya.
Sejak permintaannya tidak dikabulkan, dari
sanalah Wadjda mulai mengumpulkan uang dan berusaha
lebih keras dengan usaha membuat gelangnya. Ia bahkan
merayu sang pemilik toko agar sepeda hijau incarannya
tidak dijual kepada siapun dengan cara memberikan lagu
medley secara cuma-cuma.
Mulanya, sang ibunda tidak terlalu memerhatikan
Wadjda karena sibuk ingin menarik perhatian suaminya
yang akan menikah lagi.Namun begitu tahu kalau Wadjda
menjadi „kurir‟ surat cinta kakak kelasnya, seketika
ibunya marah dan kecewa akan tindakan Wadjda yang
melakukan kesalahan demi mendapatkan uang tambahan
untuk sepeda impiannya.
53
Ketika Wadjda kehilangan harapan untuk
mengumpulkan uang, ia mendapatkan informasi tentang
lomba menghapal Al-Quran dari sekolahnya. Wadjda pun
mulai belajar menghapal ayat Al-Quran dan berhasil
mengambil hati guru-gurunya.
B. Profil Film, Sutradara dan Pemain
1. Profil Film
Gambar 3.1
Poster Film Wadjda
Sutradara : Haifaa al Mansour
54
Produser : Gerhard Meixner, Roman Paul
Naskah : Haifaa al Mansour
Pemain : Waad Mohammed, Reem
Abdullah, Abdullrahman
al Guhani
Sinematografi : Lutz Reitemeier
Editor : Andreas Wodraschke
Musik : Max Richter
Rumah Produksi : Razor Film Produktion GmbH,
Norddeutscher
Rundfunk
Bayerischer Rundfunk, Rotana TV,
Highlook, Communications Group
Distribusi : Koch Media
Rilis : 31 Agustus 2012
Negara : Saudi Arabia, Jerman, United
Arab Emirates
Jordania, Belanda, Amerika Serikat
Durasi : 98 Menit
Bahasa : Arab
Box Office : $14.5 million
Penghargaan :
a. This Year‟s Outstanding
Achievement by a Woman in
the Film Industry – Alliance of
Women Film Journalists
(2013).
55
b. Muhr Arab Award – Dubai
International Film Festival
(2012).
c. Südwind Filmpreis –
International Film Festival
(2013).
d. NBR Freedom of Expression –
National Board of Review
(2013).
e. Directors to Watch – Palm
Springs International Film
Festival (2014).
f. Dioraphte Award – Rotterdam
International Film Festival
(2014).
g. Most Popular International First
Feature Award – Vancouver
International Film Festival
(2013).
h. CinemAvvernire Award –
Venice Film Festival (2012).
i. C.I.C.A.E Award – Venice Film
Festival (2012).
j. Interfilm Award – Venice Film
Festival (2012).33
33
https://en.wikipedia.org/wiki/Wadjda
56
2. Haifaa al Mansour (Sutradara)
Gambar 3.2
Haifaa al Mansour
Merupakan sutradara perempuan pertama di Arab
Saudi yang bahkan di Negara tersebut pun dilarang
mempunyai bioskop.34
Ia memulai karirnya dengan
membuat film pendek berjudul Who?,The Bitter
Journey dan The Only Way Out. Film The Only Way
Out pun mendapatkan penghargaan di Unit Emirat
Arab dan Belanda. Dia juga ikut dalam sebuah proyek
documenter berjudul Women Without Shadows yang
menceritakan kehidupan tersembunyi para wanita
Arab Iran, dokumenter tersebut pun telah ditayangkan
dalam 17 festival internasional. Karya tersebut pun
menerima penghargaan Golden Dagger for Best
Documentary dalam Muscat Film Festival dan Spesial
Jury Mention dalam Arab Film Festival di Rotterdam.
34
Joan Dupont. “Saudi filmmakers come out of the shadows”. International
Herald Tribune, 14 December 2006 .
57
Haifaa al Mansour pun menjadi tamu di perhelatan ke-
28 Three Continents Festival di Nates, Perancis.
Saat ini ia tinggal di Bahrain bersama suaminya,
Bradley Neimann, seorang diplomat Amerika beserta
kedua anaknya, Adam dan Hailey. Ia juga pernah
belajar di sebuah sekolah film di Sydney, Australia.35
Nama : Haifaa al Mansour
Tempat/Tanggal Lahir: Al Zulfi, 10 Agustus 1974
Pendidikan : Perbandingan Sastra,
Universitas Amerika
Kairo
Kontak : twitter/haifaamansour,
IG/haifaa.almansour
Film : Who?, The Bitter Journey,
The Only Way
Out, Women Without
Shadows, Wadjda, A
Strom in the Stars.
Penghargaan :
a. This Year‟s Outstanding
Achievement by a
Woman in the Film
Industry – Alliance of
Women Film Journalists
(2013).
35
Grey, Tobias (30–31 March 2013), "The undercover
director", Financial Times, p.
58
b. Südwind Filmpreis –
International Film
Festival (2013).
c. NBR Freedom of
Expression – National
Board of Review
(2013).
d. Directors to Watch –
Palm Springs
International Film
Festival (2014).
e. Dioraphte Award –
Rotterdam International
Film Festival (2014).
f. Special Mention at
Tallin Black Night Fikm
Festival from Don
Quixote Award and
Netpac Award
categories.
g. Most Popular
International First
Feature Award –
Vancouver International
Film Festival (2013).
59
h. CinemAvvernire Award
– Venice Film Festival
(2012).
i. C.I.C.A.E Award –
Venice Film Festival
(2012).
j. Interfilm Award –
Venice Film Festival
(2012).36
3. Profil Pemain Film Wadjda
a. Reem Abdullah (Ummu Wadjda)
Gambar 3.3
Reem Abdullah
Sosok Ummu yang diperankan oleh Reem
Abdullah adalah wanita yang mempunyai profesi
sebagai pengajar. Ia digambarkan sebagai wanita
cantik yang pandai menyanyi, memasak dan akrab
dengan Wadjda, ia juga ditampilkan dalam sosok
36
https://en.wikipedia.org/wiki/haifaa-al-mansour
60
yang menjaga perasaan suaminya saat Leila
menawarinya pekerjaan baru.
Ketika ia tidak kunjung hamil untuk
mendapatkan anak laki-laki, mertuanya pun
menikahkan Abu kepada wanita lain yang
membuat Ummu harus menerima poligami. Ia
sempat menolaknya dengan cara mencoba
berpenampilan baru untuk tetap mendapat
perhatian suaminya, namun karena dalam keluarga
Arab memang diharuskan mempunyai anak laki-
laki untuk bisa menyambungkan nasab, ia pun
menerima pernikahan tersebut.
b. Waad Mohammed (Wadjda)
Gambar 3.4
Waad Mohammed
Diperankan dengan apik oleh Waad
Mohammed, membuat sosok Wadjda terlihat
natural dan apa adanya, sifatnya yang
pemberontak dan bersungguh-sungguh pun ia
61
tanamkan pada dirinya ketika Ummu Wadjda tidak
memberikannya sepeda.
Ia digambarkan sebagai sosok anak yang
terlihat cuek namun tidak main-main saat ia
menginginkan sesuatu, sempat terlibat dalam
sebuah pelanggaran yang dilakukan kakak
kelasnya demi mendapat upah untuk tambahan
uang tabungannya. Keahliannya dalam membuat
gelang tali pun ia jadikan ajang mencari uang,
hingga akhirnya ia ketahuan oleh Miss Hussa dan
dilarang untuk membuatnya lagi.
Saat ia mengetahui jika lomba menghafal
Al-Qur‟an berhadiah 1000 riyal, ia pun lantas
berpartisipasi dan membeli game simulasi untuk
belajar hafalannya. Meskipun Wadjda
memenangkan perlombaan tahfidz tersebut,
namun ia tidak bisa mendapatkan hadiahnya saat
juri tahu ia akan menggunakan uangnya untuk
membeli sepeda, Wadjda pun dinasihati hingga di
saat itulah ia menyindir Miss Hussa yang
menurutnya sudah menyalah gunakan
wewenangnya.
62
c. Abdullrahman Al Gohani (Abdullah)
Gambar 3.5
Abdurrahman Al Gohani
Merupakan tetangga Wadjda yang
membuat teman perempuannya tersebut
menginginkan sepeda agar bisa belapan
dengannya. Abdullah adalah sosok yang lucu dan
giat mengkampanyekan pamannya, ia bersedia
meminjamkan sepeda dan memberikan uang 5
riyal pada Wadjda agar bisa memasang lampu hias
di atas loteng rumah Wadjda.
Ketika ia tahu Wadjda memenangkan
lomba tahfidz tanpa mendapatkan hadiahnya, ia
pun berseru dan bilang kalau Wadjda boleh
memiliki sepedanya. Namun Wadjda menolaknya
karena hal itu sia-sia dan membuat mereka tidak
bisa balapan sepeda.
63
d. Sultan Al Assaf (Abu Wadjda)
Gambar 3.6
Sultan Al Assaf
Ia adalah sosok ayah yang menyayangi
Wadjda, keakrabannya dengan anak
perempuannya tersebut terlihat saat ia memberikan
oleh-oleh batu Rub al Khali dan bermain game
bersama di ruang santai. Dalam cerita ini
iadiceritakan sedang mendapat tekanan dari
ibunya untuk menikah lagi agar bisa mendapatkan
anak laki-laki yang bisa meneruskan nasabnya.
Belum lagi masalah ekonomi yang dihadapinya, ia
yang memang awalnya bersikeras ingin punya
anak laki-laki pun, pada akhirnya meninggalkan
Ummu dan menikah dengan wanita pilihan ibunya
setelah pamit pada Wadjda yang baru saja
memenangkan lomba hafalan.
64
e. Ahd Kamel (Miss Hussa)
Gambar 3.7
Ahd Kamel
Mis Hussa digambarkan sebagai seorang
kepala sekolah yang tegas dan sangat
mendisiplinkan peraturan sekolah. Ia sering
menasihati Wadjda yang beberapa kali ini terlibat
dalam pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
oleh siswi lain.
Saat Wadjda berkompetisi dalam lomba
hafalan, ia terlihat senang dan mengira kalau
Wadjda sudah berubah menjadi anak yang lebih
baik. Namun prasangkanya tersebut luntur, saat
Wadjda mengatakan bahwa hadiah dari lomba
hafalan ini akan digunakan untuk membelikan
sepeda. Ia mengatakan kalau sepeda tidak cocok
untuk perempuan dan secara sepihak membatalkan
hadiah yang seharusnya diterima Wadjda.
65
BAB IV
TEMUAN DATA DAN ANALISIS
A. Wacana Diskriminasi Gender dalam Film Wadjda
dilihat dari Level Teks
Sesuai dengan model Teun A Van Dijk, wacana
teks terdiri atas tiga struktur atau tingkatan, yaitu struktur
makro, superstruktur, struktur mikro yang masing-masing
saling mendukung satu sama lainnya.
1. Struktur Makro
a. Tematik
Tema dan topik menggambarkan apa saja
yang menjadi gagasan inti atau pesan inti yang
ingin diungkapkan atau menjadi garis besar sang
penulis skenario dalam film Wadjda. Film yang
naskahnya ditulis oleh sutradaranya sendiri ini
secara jelas telah mengambil realitas kaum
perempuan yang berisi persoalan mengenai:
1. Pembatasan Mobilitas
Sejak 7 November 1990/20 Rabiul Awal
1411, Dewan Senior Ulama Negara
mengeluarkan fatwa bahwa seorang
perempuan dilarang mengemudikan mobilnya
66
sendiri. Adanya larangan ini merujuk pada
sejumlah argumentasi syar‟i dan penyikapan
atas merebaknya fenomena kerusakan yang
terjadi di tengah masyarakat.
Diantara dalil tersebut, antara lain bahwa
jika seorang perempuan dibiarkan berkendara,
hal tersebut rentan dengan lepasnya jilbab
yang mereka pakai. Padahal kewajiban
menutup aurat adalah penting dan sangat
ditekankan oleh agama.
Selain dalil diatas, lembaga tersebut juga
memberikan dalil tentang larangan
bercampurnya laki-laki dan perempuan yang
bukan mahram. Akan sangat dikhawatirkan
jika hal tersebut terjadi jika perempuan
memaksakan diri untuk mengendarai mobil
sendirian. Apalagi seorang perempuan muslim
dilarang bepergian tanpa didampingi
mahramnya.
Penegasan ini juga dikuatkan oleh
sejumlah ulama, antara lain Syekh Utsaimin. Ia
menjawab pertanyaan, kenapa Muslimah
dilarang mengemudi.Ada dua kaidah yang bisa
dijadikan sebagai rujukan pelarangan.
Pertama, segala perkara yang bisa mengarah
kepada yang haram, maka dihukumi haram
pula (ma yufdhi ila al-haram fahuwa
67
muharram).Dan kedua, menghindari mudarat
lebih dikedepankan ketimbang mencari
manfaat (dar al-mafasid muqaddam 'ala jalb
al-mashalih).37
Belum lagi orang Arab Saudi beranggapan
bahwa jika seorang perempuan berkendara,
maka berkemungkinan bisa merusak sel
indung telur serta sistem reproduksinya. Itulah
sebabnya seorang perempuan tidak
diperbolehkan mengendarai kendaraan apapun.
Karena adanya batasan ruang gerak pada
kaum perempuan di Arab, hal ini pun
mempersulit seorang perempuan untuk
bergerak sendiri dikarenakan Arab Saudi
melarang perempuan untuk berkendara.
Kurangnya transportasi umum yang aman,
memiliki dampak buruk pada wanita yang
tidak mampu menyewa supir sendiri. Kota
ramai, sesak karena penuh dengan mobil dan
truk yang melaju kencang, dapat menjadi
bahaya bagi wanita yang sedang berjalan atau
mencoba naik taksi.
Pembatasan ini juga berdampak pada
perusahaan yang mempunyai karyawan
37
Artikel diakses 20 Juni 2018 pukul 11:31 WIB
darihttps://www.republika.co.id/berita/dunia-
islam/fatwa/13/11/23/mwplcw-kenapa-muslimah-arab-
saudi-dilarang-menyetir
68
perempuan, harus memfasilitasi kendaraan
atau sedikit menaikkan gaji yang mana
kelebihannya tersebut sebagai ongkos
transport, namun tidak jarang pula dimana
wanita Arab yang punya penghasilan sendiri
menyewa supir. Tanpa pekerjaan, kebanyakan
wanita tidak akan mampu menyewa supir
pribadi yang biayanya sangat tinggi. Jika
seorang wanita memiliki pekerjaan, sebagian
besar gajinya digunakan untuk membayar
sopirnya. Inilah mengapa tidak jarang
kebanyakan kaum wanita sana mengeluh
karena sebagian gajinya habis hanya untuk
transportasi.
Dalam film ini, peneliti melihat suatu
realitas adanya pembatasan mobilitas yang
begitu kental disampaikan. Terlihat bagaimana
sulitnya perempuan Saudi beraktifitas diluar
rumah dan ketika akan pergi kemana-mana
harus terus-menerus bergantung pada laki-laki.
Ada salah satu scene dimana sekumpulan
wanita berniqab berada di dalam sebuah mobil
yang disupiri oleh seorang laki-laki. Mereka
yang ruang geraknya dibatasi, mau tak mau
harus menyewa supir pribadi meski biayanya
tidak murah dan ketika supir tersebut
mengundurkan diri dari pekerjaannya, hal
69
tersebut membuat aktifitas atau pekerjaan di
luar sana terhambat.
Seperti Ummu yang kehilangan supirnya
yang membuatnya terpaksa diam di rumah,
sampai harus meminta izin darurat tidak masuk
sekolah dan tidak bisa kemana-mana.
Tidak hanya itu, ruang gerak perempuan
Arab Saudi pun dibatasi lewat adegan dimana
Wadjda yang berkeinginan untuk memiliki
sepeda namun tidak ditanggapi baik karena
merupakan hal tabu bagi masyarakat Arab
Saudi. Dengan anggapan bahwa berkendara
benar-benar dapat merusak sistem reproduksi,
ditunjukkanlah adegan Ummu yang ketakutan
serta marah saat tahu anaknya menaiki sepeda
terjatuh dan berdarah sampai ia sempat
mengira bahwa itu adalah darah
keperawanannya.
Disisi lain, ada juga adegan dimana Miss
Hussa yang juga berpikiran konservatif, tidak
menyetujui keinginan Wadjda yang ingin
membeli sepeda dan mengatakan bahwa
perempuan tidak cocok menggunakan sepeda,
apalagi yang menjaga kehormatannya.
Ada beberapa perbedaan jenis dan bentuk,
tempat dam waktu serta mekanisme proses
marginalisasi kaum perempuan karena
70
perbedaan gender tersebut. Dari segi
sumbernya bisa berasal dari kebijakan
pemerintah, keyakinan, tafsir agama,
keyakinan tradisi, kebiasaan atau bahkan
asumsi ilmu pengetahuan.38
Kemudian pada tahun 2017, Raja Salman
bin Abdul Aziz menerbitkan sebuah keputusan
bersejarah yang memperbolehkan penerbitan
surat izin mengemudi untuk perempuan.
Keputusan tersebut akan berlaku di bulan
Syawal 1439 atau Juni 2018 yang tentunya
sangat disambut positif oleh sebagian besar
kaum wanita.
Tabel 4.1
Tentang Pembatasan Mobilitas
38
Mansour Fakih, Analisis Gender & Wacana
Transformasi Sosial, (Yogyakarta: INSISTPress, 2016).
H, 14.
Durasi Adegan Skenario dan
Keterangannya
05:08
Gambar 4.1 Potongan
adegan; Pembatasan
Mobilitas
(beberapa wanita yang
bekerja di luar terlihat
sedang menunggu di dalam
mobil jemputan)
71
14:02 –
14:13
Gambar 4.2 Potongan
adegan; Pembatasan
Mobilitas
Wadjda: Aku pengen
sepeda supaya bisa balapan
sama Abdullah
Ummu: Pernahkah kamu
lihat perempuan bersepeda?
Mending ibu jualan buah
didepan Rumah Sakit
daripada jalan terus. Lalu
aku pulang dan kau bilang
„aku pengen sepeda!‟
Keterangan:
Wadjda meminta sepeda
pada ibunya agar bisa adu
balap dengan Abdullah
namun Ummu tidak
menyetujuinya
37:40 –
37:59
Gambar 4.3 Potongan
adegan; Pembatasan
Mobilitas
Ummu: Kamu tetap
mendapat gaji walau
mengantarku ataupun tidak.
Kenapa bicara seperti itu
denganku? Tidak kah kau
malu? Kenapa?
72
Kau pikir hanya kau yang
bisa menyetir? Besok akan
kucari supir yang lebih baik.
Keterangan:
Ibu Wadjda terlihat
bertengkar dengan supir
pribadinya yang ingin
berhenti kerja darinya.
54:53 –
54-59
Gambar 4.4 Potongan
adegan; Pembatasan
Mobilitas
Wadjda: Kulihat di TV ada
perempuan naik sepeda.
Aku minta uang buat beli
satu. Aku tahu ibu punya
uang, kulihat ada di laci.
Ummu: Nih, perempuan
tidak boleh bersepeda.
Kamu takkan punya anak
kalau bersepeda.
Wadjda: Ibu tidak
bersepeda namun kenapa
tidak punya anak lagi?
Keterangan:
Wadjda masih tetap merayu
ibunya agar mendapatkan
sepeda, namun sang ibu
73
menolak keras karena bisa
merusak sistem reproduksi
perempuan dan yang
kemudian Wadjda pun
menyindir balik pemikiran
konservatif ibunya.
39:15 –
39:31
Gambar 4.5 Potongan
adegan; Pembatasan
Mobilitas
Ummu: Aku kehilangan
supirku. Aku tidak bisa
mengatur perjalanannya,
bisakah dianggap cuti
darurat?
Keterangan:
Ummu meminta izin pada
pihak sekolah karena ia
tidak bisa keluar tanpa
adanya supir yang biasa
menjemputnya.
1:01:37
–
1:01:55
Gambar 4.6 Potongan
adegan; Pembatasan
Mobilitas
(Wadjda sedang menaiki
sepeda Abdullah di loteng
rumahnya)
(Ia kemudian ketahuan oleh
ibunya yang kebetulan ke
loteng dan Wadjda pun
jatuh)
74
Wadjda: Aku berdarah!
Ummu: (munutup
wajahnya) Dimana darahmu
berasal? Keperawananmu?
Wadjda: Dari dengkulku!
Ummu: Dengkulmu?
Sepeda bahaya bagi
perempuan! Kamu pikir
kamu bisa seperti laki-laki?
Keterangan:
Disini terlihat ummu panik
kalau Wadjda sampai
kehilangan keperawanannya
akibat terjatuh dari sepeda.
Ia langsung memarahi
Wadjda dan mengatakan
bahwa berbahaya
mengendarai sepeda.
1:22:55
-
Gambar 4.7 Potongan
adegan; Pembatasan
Mobilitas
Miss Hussa: Apa
rencanamu dengan hadiah
uang ini?
Wadjda: Aku ingin sepeda
di toko ujung jalan
(Para murid tertawa)
Miss Hussa: Bukankah
lebih baik kita sumbangkan
75
2. Subordinasi dan Beban Kerja
Melihat gambaran perempuan yang ada
pada film Wadjda, terlihat bagaimana
perempuan Arab Saudi adalah sosok yang
tersubordinasi. Meski di masa kini perempuan
Arab mulai mendapatkan pendidikan yang
seperti seharusnya, namun tetap saja
perempuan sangat erat dikaitkan dalam hal
mengurus rumah tangga. Inilah yang menjadi
ke saudara kita yang ada di
Palestina?
Wadjda: (terdiam)
Miss Hussa: Sepeda tidak
cocok untuk wanita. Apalagi
anak baik sepertimu yang
selalu menjaga
kehormatannya.
Keterangan:
Adegan dimana para murid
menertawai keinginan
Wadjda, terlihat jelas bahwa
berkendara bagi seorang
perempuan bukanlah hal
yang umum.
76
beban kerja atau peran ganda bagi mereka
ketika sudah ada di rumah seusai bekerja di
luar, sehingga pada akhirnya menimbulkan
persepsi bahwa pekerjaan domestik adalah
mutlak untuk perempuan.
Ibu Wadjda disini mewakilkan realitas
yang ada, ia digambarkan sebagai wanita yang
bekerja sebagai guru di luar dan ketika ia
sudah ada di rumah, ia langsung mengurus
urusan rumah tangga dan anak meski
perjalannya tidak cukup menyenangkan.
Berbeda dengan ayahnya, ia bekerja dan hanya
kembali ke rumah dalam kurun waktu tertentu,
kemudian sesampainya di rumah ia bersantai
dan menjamu teman-temannya. Seusainya
menjamu teman-temannya, nampak akhirnya
Ummu yang membereskan semua dan
mengatakan pada Wadjda supaya membenahi
peralatan dengan benar agar ayahnya tidak
kecewa lagi pada mereka.
Rasulullah pernah mencontohkan, ketika
berada di dalam rumah, beliau ikut andil dalam
menunaikan tugas mengurus rumah tangga.
Dalam suatu riwayat, al-Aswad bertanya
kepada Aisyah, “Apa yang dikerjakan
Rasulullah SAW di rumah?” Dia menjawab,
“Beliau biasa didalam tugas sehari-hari
77
keluarganya – yakni melayani keluarganya –
maka apabila telah tiba waktu sholat, beliau
keluar untuk menunaikan sholat.” (H.R.
Bukhari).39
Selain Rasullah, ada juga beberapa sahabat
yang ikut membantu pekerjaan rumah
sehingga sang istri tidak harus sampai
merasakan beban kerja. Oleh karena itu, al-
Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Dalam hadits itu
terdapat anjuran untuk bersikap tawadhu dan
tidak sombong, serta menganjurkan laki-laki
untuk melayani istrinya.”40
Tabel 4.2
Tentang Subordinasi dan Beban Kerja
Durasi Adegan Skenario dan
Keterangannya
13:24 –
13:36
Gambar 4.8 Potongan adegan;
Subordinasi dan Beban Kerja
(Ibu Wadjda
yang terlihat
sehabis pulang
bekerja)
Ummu: Halo
Wadjda: Halo
39
Al-Bukhari, Kitab Abwaabil Adzan, Bab: Man
Kaana fii Haajati Ahlihi Fauqiimatish Shalah
Fakhraja, juz 2, hlm.303. 40
Fathul Bari, Juz 2, hlm. 304.
78
Ummu: Akan
aku buatkan
makan siang.
Ya Allah, sudah
3 jam kita berada
di mobil tanpa
AC.
Keterangan:
Sehabis pulang
bekerja, ibu
Wadjda langsung
membuatkan
makan siang
untuk anaknya
meski ia
mengeluhkan
bagaimana
pekerjaannya di
luar sana.
21:13 Gambar 4.9 Potongan adegan;
Subordinasi dan Beban Kerja
(Ummu
bernyanyi saat
memasak
sebelum
kedatangan Abu
ke rumah)
79
24:54 Gambar 4.10 Potongan adegan;
Subordinasi dan Beban Kerja
(Abu yang sudah
kembali dari
pekerjaannya dan
sedang bermain
game)
1:02:3
2 –
1:04:3
9
Gambar 4.11 Potongan adegan;
Subordinasi dan Beban Kerja
Ummu: bereskan
jika sudah
selesai, jangan
sampai buat
kesalahan. Aku
tidak mau dia
kecewa sama kita
lagi.
Keterangan:
Terlihat
bagaimana
Ummu yang
memasak banyak
dan juga
membereskan
semuanya tanpa
ada bantuan
siapa-siapa
kecuali dari
Wadjda.
80
3. Pernikahan dan Perceraian
Pada mulanya, Arab Saudi tidak
ada hukum khusus mengatasi masalah usia
perkawinan dikarenakan tidak adanya UU
mengenai batasan minimal usia, yang
diterapkan hanyalah hukum fiqih yang
sebenarnya, yaitu seseorang bisa menikah
kapanpun asalkan telah cukup memenuhi
syarat dari madzhab yang dianutnya dan
kebetulan madzhab Imam Hambali lah
yang mayoritas digunakan oleh penduduk
Arab. Pada tahun 2009, seorang mufti dari
Arab pernah menyatakan bahwa anak usia
10 atau 12 tahun sudah diperkenankan
menikah.41
Pernikahan terhadap anak adalah
suatu hal biasa di Arab Saudi, yang mana
sistem pernikahaannya didominasi oleh
kedua belah pihak keluarga, dimana dalam
masyarakat patriarki, pernikahan adalah
kontrak antara laki-laki dengan wali
perempuan. Pengantin perempuan biasanya
menerima pernikahan dari calon yang
dipilih dari wali perempuan. Sementara
41
Jan Michiel Otto, Sharia Incorporated: A
Comperative Overview of the Legal System of Twelve
Muslim Countries in Past and Present, 2010, h. 164
81
perempuan pada dasarnya memiliki hak
untuk memilih dan menolak pernikahan,
namun pada prakteknya hal tersebut tidak
pernah terjadi.
Tidak hanya di Arab Saudi,
pernikahan anak pun banyak terjadi di
negara-negara Islam lainnya, yang mana
hal ini menyinggung pada cerita sejarah
dimana Nabi Muhammad menikahi Aisyah
yang saat itu berusia 6 tahun dan
melakukan hubungan pernikahan ketika
berusia 9 tahun. Dengan demikian
pernikahan Nabi Muhammad dipandang
sebagai contoh.
Beberapa orangtua beralasan bahwa
melakukan pernikahan terhadap anaknya
yang masih berusia dini untuk menghindari
fitnah. Namun tidak sedikit pula kasus
yang mencatat bahwa adanya pernikahan
anak dilakukan untuk menyelesaikan
masalah materi, seperti hutang. Ada juga
karena alasan pribadi dan sebagainya tanpa
memperdulikan nasib anak tersebut.
Pada film Wadjda, ada adegan
dimana tokoh bernama Salma – teman
Wadjda – yang menggambarkan bahwa
praktek pernikahan dini masih berlaku di
82
masyarakat Arab Saudi. Ia dinikahkan oleh
keluarganya kepada pria berumur 20 tahun,
sedangkan ia sendiri masih berusia 10
tahun.
Adanya pernikahan dini, juga
diyakini sebagai penyebab putusnya
sekolah dan mengubah kondisi sosial
tradisional serta peran budaya yang
melemahkan kaum perempuan. Maka tidak
heran jika presentase melek huruf pada
perempuan di masyarakat Arab sana jauh
lebih rendah daripada laki-laki.
Selain itu, pernikahan dini juga
erat hubungannya dengan kemiskinan
dan siklus tersebut menjadi hal rumit
yang telah berlangsung lama di
masyarakat Arab, seperti ibu-ibu muda
yang mengambil alih tanggung jawab
atas keluarga mereka jika terjadi
perceraian atau kematian pasangannya.
Hingga akhirnya beberapa waktu lalu
pemerintah Arab Saudi memberikan
larangan pernikahan anak dibawah usia
15 tahun.
Dalam perceraian, pria memiliki
hak unliteral untuk menceraikan istri
mereka (talak) tanpa perlu dasar hukum,
83
seorang wanita hanya dapat memperoleh
perceraian dengan persetujuan dari
suaminya atau secara hukum jika
suaminya telah merugikan dirinya.
Dalam praktek, sangat sulit bagi wanita
mendapatkan perceraian pengadilan.
Dalam hal perceraian, ayah memiliki hak
asuh anak otomatis dari usia 7 tahun dan
putri dari usia 9 tahun.42
Pada film ini, diperlihatkan
bagaimana Ummu yang pasrah akan
dipoligami serta diceraikan oleh Abu. Ia
tidak bisa banyak berbuat selain
mencoba tampil cantik agar suaminya
tidak mengikuti kemauan ibunya supaya
punya anak laki-laki.
Pada wawancaranya bersama
Andrew Lapin dari The Dissolve, Haifaa al
Mansour menggambarkan pola perceraian
yang dipengaruhi oleh budaya patriaki
lewat tokoh kedua orangtua Wadjda.
“Meski mereka masih saling
mencintai, tetapi tekanan dan
budaya itu sendiri tidak
memungkinkan cinta semacam itu
tumbuh. Karena itu memungkinkan
42
Jurnal Politik Hukum (Legislasi) Hukum
Keluarga di Saudi Arabia oleh Agustina Nurhayati, IAIN
Raden Intan Lampung
84
poligami dan memungkinkan pria
untuk mengambil istri kedua.
Mendapat tekanan dari pihak
keluarganyaagar sang pria segera
memiliki seorang putra. Dan jika
dia tidak memiliki seorang putra,
maka akan dianggap kurang
lengkap.Mau tak mau dia
harusmelakukan perceraian meski
harus menghancurkan hati orang
yang sangat dia cintai.”43
Tabel 4.3
Tentang Pernikahan dan Perceraian
Durasi Adegan
Skenario dan
Keteranganny
a
1:05:1
8 –
1:05:4
9
Gambar 4.12 Potongan
adegan; Pernikahan dan
Perceraian
Guru: Ini
suamimu?
Berapa
usianya?
Salma: 20
tahun
(Teman-teman
tertawa)
43
Artikel diakses pada 10 Februari 2018, pukul
02:26 WIB. https://thedissolve.com/features/interview/168-
wadjda-director-haifaa-al-mansour/
85
Keterangan:
Salma yang
ketahuan
membawa foto
pernikahannya
pun menjawab
sang guru saat
ditanyai berapa
umur suaminya
dengan malu-
malu.
30:06
–
30:34
Gambar 4.13 Potongan
adegan; Pernikahan dan
Perceraian
Abu: Kau pikir
aku mau
menafkahi dua
keluarga?
Aku mau anak
laki-laki, maka
semuanya akan
baik-baik saja.
Tetapi kita tahu
hal itu takkan
terjadi.
Lupakan.
Jangan
harapkan aku
akan datang
86
minggu depan!
Ummu:
Jangan
kembali! Balik
ke rumah
ibumu dan
bicarakan
mempelai
wanita yang
berpotensi.
Keterangan:
Pertengkaran
Abu dan
Ummu saat
mereka
membicarakan
Abu yang
berniat akan
menikah lagi,
agar bisa
mendapatkan
anak laki-laki.
1:27:0
8
Gambar 4.14 Potongan
adegan; Pernikahan dan
Perceraian
Abu: Aku
sudah mencoba
menelpon
87
ibumu seharian
tapi tidak bisa.
Jika dia
kembali,
katakana aku
mencintainya
Keterangan:
Meskipun akan
menikah lagi
dan pergi, ia
tetap
menyampaikan
isi hatinya pada
Ummu
dikarenakan
budaya patriaki
yang
mendesaknya
agak dikaruniai
anak laki-laki.
2. Superstruktur
a. Skematik
88
Skematik merupakan strategi penulis dalam
mengemas pesannya dengan memberikan tekanan
bagian mana yang didahulukan dan bagian mana yang
diakhirkan.44
Pada film Wadjda, sutradara yang juga
sekaligus penulis skenario mengemas pesannya
menjadi lima tahap.
Pertama: Opening Bill Board (pembuka),
menampilkan sepatu-sepatu dari para murid sekolah
dasar perempuan yang sedang menyanyikan syair di
dalam kelasnya. Tidak ada sound effect pada scene ini,
karena sudah cukup diiringi oleh suara syair dari para
murid.
Tabel 4.4
Tabel Opening Bill Board
Duras
i
Opening Bill Board
Keterangan
00:37 Gambar 4.15 Potongan adegan;
Opening Bill Board
Scene awal
yang
menunjukka
n sepatu para
murid
44
Alex Sobur, AnalisisTeks Media, Suatu Pengantar Untuk
Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung;
PT Remaja Rosdakarya, 2007), h.50.
89
perempuan
yang sedang
menyanyika
n syair.
Kedua: Opening Scene atau biasa disebut adegan pembuka
yang merupakan tampilan adegan pada film.
Adegan pertama dimulai dari Wadjda yang dihukum berdiri
oleh sang guru karena tidak ikut menyanyikan syair dan
malah bercanda dengan temannya yang kebetulan lewat di
kelas. Kemudian adegan tersebut diakhiri dengan judul film
yang ditampilkan pada scene baru dimana Wadjda sedang
mengemas barang-barang jualannya sambil mendengarkan
musik pop, diikuti dengan tampilan nama-nama pemain dan
tim produksi.
Tabel 4.5
Tabel Opening Scene
Duras
i
Opening Scene Keteranga
n
02: 59 Gambar 4.16 Potongan adegan;
Opening Scene
Wadjda
yang
sedang
mengemas
90
barang
jualannya
yang
diikuti
nama
pemain
serta nama
tim
produksi.
Ketiga: Conflict Scene (klimaks). Merupakan bagian
terbesar pertama yang memutuskan atau membuat suatu
penemuan penting tentang diri si tokoh. Atau juga bisa
disebut pertemuan antar dua hal yang bertentangan.45
Pada bagian ketiga barulah masuk ke dalam bagian-bagian
adegan. Pada adegan ini terlihat klimaks yakni benturan
kepentingan para tokoh pemain yang berujung pada konflik.
Dalam film ini konflik datang dari Wadjda yang
menginginkan sebuah sepeda, namun hal itu ditentang oleh
orangtua dan gurunya. Tidak hanya itu, konflik pun juga
datang dari lingkungannya seperti, ayah Wadjda yang akan
menikah lagi serta supir ibunya yang berhenti kerja
Tabel 4.6
45
Ilham Zoebazary, Kamus Istilah Film & Televisi, (Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010). H, 55.
91
Tabel Conflict Scene
Durasi Conflict Scene (klimaks) Skenario dan
Keterangan
14:02 Gambar 4.17 Potongan adegan;
Conflict Scene (klimaks)
Wadjda: Aku pengen
sepeda supaya bisa
balapan sama
Abdullah.
Ummu: Pernahkah
kamu lihat perempuan
bersepeda? Mending
ibu jualan buah
didepan rumah sakit
daripada jalan terus.
Lalu aku pulang dan
kau bilang „Aku
pengen sepeda‟.
Keterangan: Ummu
Wadjda menolak
membelikan sepeda
karena itu tabu bagi
perempuan.
30:06 –
30:34
Gambar 4.18 Potongan adegan;
Conflict Scene (klimaks)
Abu: Kau pikir aku
mau menafkahi dua
keluarga?
92
Aku mau anak laki-
laki, maka semuanya
akan baik-baik saja.
Tetapi kita tahu hal itu
takkan terjadi.
Lupakan. Jangan
harapkan aku akan
datang minggu depan!
Ummu: Jangan
kembali! balik ke
rumah ibumu dan
bicarakan mempelai
wanita yang
berpotensi.
Keterangan:
Pertengkaran Abu dan
Ummu saat mereka
membicarakan Abu
yang berniat akan
menikah lagi, agar
bisa mendapatkan
anak laki-laki.
Gambar 4.19 Potongan adegan;
Conflict Scene (klimaks)
Wadjda: Kulihat di
TV ada perempuan
naik sepeda. Aku
93
minta uang buat beli
satu. Aku tahu ibu
punya uang, kulihat
ada di laci.
Ummu: Nih,
perempuan tidak
boleh bersepeda.
Kamu takkan punya
anak kalau bersepeda.
Wadjda: Ibu tidak
bersepeda namun
kenapa tidak punya
anak lagi?
Ummu: Bisa-bisanya
kau berkata seperti
itu? Bikin aku tambah
sakit kepala aja.
Keterangan:
Wadjda masih tetap
merayu ibunya agar
mendapatkan sepeda,
namun sang ibu
menolak keras karena
bisa merusak sistem
reproduksi
94
Keempat: Anti Klimaks (solusi). Dalam kamus, biasa
diartikan sebagai bagian menjelang akhir film setelah
klimaks atau solusi46
. Setelah konflik terjadi, scene
selanjutnya menampilkan solusi atau jalan keluar dari
permasalahan-permasalahan yang terjadi. Dalam film ini,
Wadjda yang tidak bisa membeli sepeda akhirnya mengikuti
lomba tahfidz dengan harapan bisa memenangkan hadiah dan
Ummu yang akan dipoligami, berusaha menarik perhatian
suaminya kembali dengan menggunakan sensualitasnya.
Tabel 4.7
Tabel Anti Klimaks
Durasi Anti Klimaks (solusi) Adegan dan
Keterangan
31:10 Gambar 4.20 Potongan adegan; Anti
Klimaks
Miss Hussa:
Pertama, kita
naikkan hadiah
uangnya. Sekarang
1000, kemarin 800.
Ket: Miss Hussa
yang merupakan
kepala sekolah
mengumumkan
46
Nisrina Lubis, Kamus Istilah Film Populer,
(Yogyakarta: MedPress, 2009). H, 6.
95
perlombaan tahfidz
yang membuat
Wadjda
berpartisipasi.
37:01 Gambar 4.20 Potongan adegan; Anti
Klimaks
Ummu: Gimana
menurutmu?
Mungkinkah ayahmu
menyukainya?
Ket: Wadjda
menemani Ummu
pergi ke swalayan
untuk membeli gaun
baru agar bisa
menarik kembali
perhatian suaminya.
Kelima: Ending atau bisa juga disebut akhir cerita. Ending
dalam film Wadjda yaitu, meski Wadjda berhasil
memenangkan lomba tahfidz, namun hadiah 1000 riyal-nya
dialihkan untuk disumbangkan ke Palestina karena Miss
Hussa kecewa pada Wadjda yang malah menginginkan
sepeda.
Malam harinya, Wadja terbangun dan pergi ke loteng
rumahnya, ia melihat ibunya tengah menangis dan
mengatakan kalau Wadjda lah satu-satunya yang sekarang ia
96
miliki. Ummu pun mengatakan bahwa ia tidak jadi membeli
gaun karena uangnya dipakai untuk membeli keinginan
Wadja yaitu, sepeda. Kemudian film pun ditutup dengan
scene dimana Wadjda adu balap dengan Abdullah.
Tabel 4.8
Tabel Ending
Durasi Ending (akhir cerita) Keterangan
1:30:02 Gambar 4.22 Potongan adegan;
Ending
Ummu
memberikan
sepeda untuk
Wadjda
karena ia
ingin anak itu
bahagia.
Wadjda yang
mendapatkan
sepeda baru
pun akhirnya
bisa
berbalapan
dengan
Abdullah.
97
3. Struktur Mikro
a. Semantik
1. Latar
Merupakan peristiwa yang dipakai dalam
menyajikan teks atau cerita. Latar peristiwa
yang dipilih akan menentukan kearah mana
pandangan khalayak akan dibawa. Pada
intinya, latar membantu seseorang dalam
memberi pemaknaan atas suatu peristiwa.47
Latar pada film Wadjda ini mengarahkan
penonton tentang bagaimana kehidupan dan
pergerakan perempuan Saudi yang diatur
sedemikian ketatnya oleh pemerintah sehingga
menimbulkan dunia yang konservatif. Sangat
jelas digambarkan betapa Wadjda
menginginkan sebuah sepeda, meski budaya
membatasinya. Dalam hal ini, Haifaa al
Mansour menunjukkan kepada penonton
bahwa beginilah realitas yang ada pada
masyarakat Arab.
Tidak hanya tentang perempuan yang
dilarang mengendarai transportasi secara
pribadi, disana pun seorang pria „harus‟
memiliki anak laki-laki demi meneruskan
nasab, yang mana hal ini akan dialihkan
47
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis
Teks Media, (Yogyakarta; Lkis 2000), hlm. 235
98
sebagai isu poligami dimana suami akan
menikah lagi demi mendapatkan anak laki-
laki.
2. Detail
Dalam detil, hal yang menguntungkan
pembuat teks akan diuraikan secara detail dan
terperinci, sebaliknya fakta yang tidak
menguntungkan, detil informasi akan
dikurangi. Dibawah ini merupakan detil yang
terdapat pada film Wadjda.
Miss Hussa:
Kamu takkan percaya. Tapi semi Allah,
kau mengingatkanku ketika aku
seumuran denganmu. Sekarang lihat
aku.
Pada elemen ini, teks skenario diatas
memperlihatkan dengan detil dan rinci, ketika
Miss Hussa menggambarkan bagaimana
dirinya yang dulu mirip dengan Wadjda.
3. Maksud
Elemen maksud melihat informasi yang
menguntungkan, yang akan diuraikan secara
eksplisit, tegas dan jelas, serta menunjuk
langsung pada fakta.48
Ummu Wadjda:
48
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis
Teks Media (Yogyakarkata: PT LKiS, 2001) , hl. 240
99
Pernahkah kamu lihat perempuan
bersepeda? Mending ibu jualan buah di
depan rumah sakit dari pada jalan terus.
Lalu aku pulang dan kau bilang „Aku
pengen sepeda‟.
Dialog tersebut diucapkan oleh Ummu
yang ditatap anaknya saat ia sedang masak
makan siang dan mengeluh tentang supirnya
yang kasar. Ummu yang jengah ditatap oleh
Wadjda pun langsung tahu kalau anak
perempuannya menginginkan sesuatu. Saat
dengar jawaban Wadjda, Ummu melarangnya
dengan cara memberikan informasi yang
eksplisit bahwa tidak ada perempuan yang
mengendarai sepeda di Arab.
b. Sintaksis
1. Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan
antarkata, atau kalimat dalam teks. Dua buah
kalimat yang menggambarkan fakta yang
berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak
koheren. Koherensi juga merupakan pertalian
antar kata atau kalimat yang dapat diamati
dengan memakai kata penguhubung
(konjungsi): dan, atau, tetapi, namun, seperti,
100
karena, meskipun, demikian pula dan
sebagainya.
Abu:
Aku mau anak laki-laki, maka
semuanya akan baik-baik saja, tetapi
kita tahu hal itu takkan terjadi.
Kalimat tersebut diucapkan oleh ayah
Wadjda yang akan menikah lagi demi
mendapatkan anak laki-laki. Kohorensi
yang terdapat pada adegan di atas adalah
„tetapi‟. Kata „tetapi‟ tersebut
menghubungkan dua kalimat yang
menyatakan bahwa meski sudah lebih dari
sepuluh tahun membangun rumah tangga,
ia takkan bisa mendapatkan anak kembali
sekaligus menyinggung kesehatan
reproduksi Ummu.
2. Kata Ganti
Kata ganti merupakan alat yang dipakai
oleh penulis skenario untuk menunjukkan
di mana seseorang ditempatkan dalam
wacana. Berbagai kata ganti yang berlainan
101
digunakan secara strategi sesuai dengan
kondisi yang ada.49
Tabel 4.9
Tabel Kata Ganti
Durasi Bentuk
Kalimat
Keterangan
42:32 Ummu : Leila,
sudahlah. Aku
cuma mampir
sebentar. Akan
aku panggil lagi
nanti, kau
kelihatan sibuk.
Leila : Ummu
Wadjda, kenapa
kamu pergi?
Ummu : Sampai
nanti lagi. Jaga
dirimu baik-
baik.
Ini terjadi pada
adegan dimana
Ummu tidak
jadi melamar
pekerjaan di
Rumah Sakit,
Leila menahan
kepergian
Ummu yang
terkesan
menghindar
sambil
menyebut
julukan „Ummu
Wadjda‟ yang
dalam bahasa
Arab berarti
49
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis
Teks Media (Yogyakarkata: PT LKiS, 2001) , hl. 253
102
„ibunya
Wadjda‟.
c. Retoris
1. Grafis
Elemen pertama dalam retoris adalah
grafis. Grafis menampilkan bagian yang
menonjol dari sebuah film yang dilihat dari
pengambilan gambar. Dalam film Wadjda,
penulis mendapat istilah pengambilan gambar
yaitu close up, medium close up, zoom in dan
lain sebagainya.
Tabel 4.10
Tabel Grafis
Duras
i
Potongan Adegan Keterangan
1:10 Gambar 4.23 Potongan
adegan dalam Film
Wadjda
Pada scene
ini, grafis
menunjukan
kamera
mengambil
gambar
dengan Close
Up.
103
1:22:4
1
Gambar 4.24 Potongan
adegan dalam Film
Wadjda
Grafis ini
menunjukkan
gambar Close
Up,teknik ini
mampu
memperlihatk
an ekspresi
wajah dengan
jelas serta
gesture yang
mendetail.
2. Metafora
Merupakan kiasan atau ungkapan yang dapat
dijadikan sebagai landasan berpikir, alasan
pembenar atau pendapat kepada publik. Beberapa
ungkapan metafora yang terdapat dalam film
Wadjda.
Tabel 4.11
Tabel Metafora
Durasi Metafora Keterangan
23:11 Ummu: Semua ini
karena sepeda? Selama
Scene ini saat Ummu
meneriaki Wadjda yang
104
ibu masih hidup, kamu
takkan mendapatkannya!
ketahuan sudah membantu
pertemuan kakak kelasnya
dengan yang bukan
mahram.
Pada teks diatas, terlihat
kalimat tersebut
mengandung arti kata atau
makna yang mendalam.
1:23:12 Miss Hussa: Kau tahu,
sepeda tidak cocok buat
wanita. Apalagi yang
selalu menjaga
kehormatannya.
Adegan tersebut saat Miss
Hussa bertanya pada
Wadjda mau digunakan
untuk apa hadiah uang
1000 riyal-nya. Pada teks
diatas, terlihat kalimat
tersebut merupakan
ungkapan yang
mengandung arti atau
makna mendalam.
3. Ekspresi
Elemen ekspresi merupakan bagian untuk
memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan
oleh seseorang yang diamati dari teks. Misalnya
105
ekspresi wajah marah, sedih, menangis,
tersenyum, gembira, tertawa dan sinis.
Tabel 4.12
Tabel Ekspresi
Durasi Ekspresi Keterangan
23:11 Gambar 4.25 Potongan adegan dalam
Film Wadjda
Ummu: Semua
ini karena
sepeda? Selama
ibu masih hidup,
kamu tidak akan
mendapatkannya.
Haruskah ibu
menunggu
sampai kamu
dikeluarkan?
Keterangan:
Ummu marah
saat tahu kalau
Wadjda telah
membantu
temannya
bertemu dengan
laki-laki.
30:06 Gambar 4.26 Potongan adegan dalam Ummu yang
106
–
30:34
Film Wadjda
kecewa setelah
bertengkar
dengan suaminya
yang berniat
akan poligami.
11:46 Gambar 4.27 Potongan adegan dalam
Film Wadjda
Saat pertama kali
Wadjda melihat
sepeda baru di
sebuah toko.
B. Wacana Diskriminasi Gender dalam Film Wadjda
dilihat dari Level Kognisi Sosial
Dalam kerangka analisis wacana Teun A Van
Dijk, perlu adanya penelitian mengenai kognisi sosial,
yaitu kesadaran mental penulis skenario yang membentuk
teks tersebut.50
Selain menganalisis teks yang terdapat
dalam skenario film Wadjda, perlu dilakukan penelitian
atas kesadaran mental penulis skenario dalam memandang
masalah perempuan. Bagaimana kepercayaan,
pengetahuan dan prasangka penulis skenario terhadap
50
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks
Media, h 260.
107
masalah yang menimpa perempuan. Kognisi sosial ini
penting dan menjadi kerangka yang tidak terpisahkan
untuk memahami teks.
Dalam pandangan Van Dijk, analisis wacana tidak
dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana
itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah
makna, pendapat dan ideologi. Untuk membongkar
bagaimana makna tersembunyi dari teks, kita
membutuhkan suatu analisis kognisi sosial. Pendekatan
kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak
mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh
pemakai bahasa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu
penelitian atas representasi kognisi sdan strategi penulis
skenario dalam memproduksi skenario. Karena setiap teks
pada dasarnya dihasilkan lewat kesadaran, pengetahuan,
prasangka tertentu terhadap suatu peristiwa.51
Sebelum Haifaa al Mansour membuat film
Wadjda, ia telah banyak membuat film pendek seperti
Who?,The Bitter Journey dan The Only Way Out, serat
sebuah film dokumenter yang berjudul Women Without
Shadows. Jika dilihat dari keseluruhan karyanya,
semuanya bercerita tentang perempuan.
“Saya pernah bekerja di perusahaan minyak di
Arab Saudi dan saya tidak pernah dipromosikan,
justru semua promosi hak saya diberikan kepada
rekan pria karena mereka memiliki keluarga,
51
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks
Media, h 260.
108
bukan karena prestasi.Itu membuat saya
frustrasi.Sebagai seorang pembuat film, saya selalu
ingin bercerita tentang wanita yang bukan korban
dari situasi, saya ingin mereka menjadi penentu
atas nasib mereka sendiri.” – Haifaa al Mansour
pada Woman‟s Voice.
Haifaa al-Mansour menceritakan bahwa sosok
Wadjda yang ia buat terinspirasi dari keponakannya
sendiri yang agresif dan memiliki selera humor, namun
keluarga serta sudaranya yang konservatif menginginkan
keponakannya tersebut untuk lebih bisa menyesuaikan
diri.
Melalui film yang ber-setting langsung di Saudi
ini, ia ingin memberikan gambaran yang akurat dari
situasi perempuan disana. Haifaa al-Mansour cukup
berani untuk menampilkan perempuan dalam ruang-ruang
privat mereka yang selama ini bagi laki-laki Arab sendiri,
ruang-ruang tersebut tidak pernah diketahui dan tabu
untuk dibicarakan. Terlepas dari unsur negatif atau bumbu
nuansa Barat pada fim ini, Haifaa sendiri juga sudah
cukup banyak mewakili suara-suara perempuan yang
dirinya terjebak pada budaya patriarki yang selama ini
mengontrol gerak mereka. Lewat karakter Wadjda yang
mencoba keluar dari dunia konservatif serta melanggar
batas, secara tidak langsung Haifaa al Mansour berpesan
dalam filmnya tentang harapan, merangkul bersama dan
mau bergerak maju demi menginspirasi kaum hawa.
109
C. Wacana Diskriminasi Gender dalam Film Wadjda
dilihat dari Level Konteks Sosial
Analisis sosial melihat bagaimana teks itu
dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan
pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas
suatu wacana.52
Oleh karena itu, konteks sosial dalam hal
ini adalah menjawab pertanyaan bagaimana wacana yang
berkembang di masyarakat mengenai diskriminasi gender.
Salah satu karya film dari sutradara Haifaa al
Mansour yang berjudul “Wadjda”, telah mengungkapkan
tema tentang bagaimana seorang gadis cilik tomboy yang
mencoba keluar dari dunia konservatif. Hal tersebut dapat
ditemukan dengan keinginannya yang begitu
menginginkan sepeda setelah bertengkar dengan Abdullah
dan berjanji akan mengajaknya adu balap. Secara pribadi
Haifaa al Mansour memang tidak bermaksud untuk fokus
pada isu-isu perempuan, namun baginya isu perempuan
itu penting untuk ditanggapi.
Film ini sudah banyak mendapat perhatian,
beberapa kali film Wadjda muncul pada ajang-ajang film
dan tidak jarang mendapatkan pernghargaan seperti salah
satunya pada Alliance of Women Film Journalists pada
tahun 2012. Berkat beberapa penghargaan yang pernah
didapatkan dalam festival film, Wadjda pun akhirnya
banyak dikenal serta mendapatkan respon yang positif.
52
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks
Media, (Yogyakarta; LkiS, 20000, h.225
110
Hingga pada tahun April 2013, film debut Haifaa al
Mansour ini diputar pada Festival Film Tribeca dan
dihadiri oleh Ratu Noor dari Yordania.
Banyaknya prestasi serta respon positif yang dituai
berkat film Wadjda, membuat seorang Haifaa al Mansour
begitu senang dan diungkapkan pada wawancaranya
bersama Independent.
“Saya sangat kewalahan - saya sangat
bersemangat, saya menghidupkan semua impian
pembuat film. Ketika saya menulis cerita lima
tahun yang lalu, butuh waktu lama untuk
menemukan produser - kami tidak dapat
menemukan pendanaan dari Timur Tengah karena
orang-orang tidak percaya pada cerita seperti ini.
Mereka menginginkan lebih banyak melodrama,
mereka menginginkan sesuatu yang lebih punchy,
tetapi saya menginginkan sesuatu yang lebih
mencerminkan realitas.Saudi adalah tempat yang
konservatif dan ada beberapa orang menentang
seorang wanita membuat film dan tidak
menyukainya, tetapi secara keseluruhan, itu
diterima dengan sangat baik.53
Bukan hanya sekedar menampilkan realitas yang
ada, tetapi film ini mengajak penonton khususnya
perempuan harus bertanggung jawab atas kemandirian
mereka sendiri dan selang beberapa lama setelah film ini
rilis pada 2012, Arab Saudi akhirnya membolehkan
53
Diakses pada 10 Februari 2018, pukul 01:54 WIB.
https://www.independent.co.uk/arts-
entertaiment/films/features/haifaa-al-mansour-interview-saudi-
arabias-first-female-director-talks-about-new-release-wadjda-
8717438.html
111
perempuan untuk mengendarai sepeda meski hanya
sekedar di taman dan didampingi oleh walinya.
112
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terhadap
teks, konteks dan kognisi social yang terdapat film
“Wadjda” karya Haifaa al Mansour. Maka hasil dari
penelitian yang dilakukan penulis menghasilkan
kesimpulan:
1. Dari Segi Teks/Naskah Skenario
Dilihat dari segi teks/naskah penulis scenario
menyimpulkan bahwa:
a. Struktur Makro
Struktur makro merupakan
tematik/tema dari scenario film “Wadjda”.
Tema besar yang terdapat dalam film
“Wadjda” adalah adanya pembatasan
mobilitas, subordinasi perempuan dan beban
kerja, serta pernikahan dan perceraian.
b. Superstruktur
Superstruktur merupakan skematik atau
tema alur. Skema dalam film “Wadjda” adalah
membahas mengenai alur cerita dari awal
sampai akhir. Diawali dari opening billboard
yang menunjukkan deretan sepatu murid-
113
murid yang sedang melantunkan syair, yang
kemudian setelah itu masuk ke opening shoot,
yang kemudian menampilkan nama-nama
pemain, serta tim produksi.
Setelah itu masuk pada conflict scene
yang menunjukkan tema utama yang dibahas
pada film “Wadjda”. Kemudian masuk ke
tahap anti klimaks atau solusi yang merupakan
penyelesaian masalah dari konflik yang terjadi.
Lalu ditahap terakhir masuk pada ending atau
akhir cerita yang berujung pada adegan dimana
Wadjda yang adu balap dengan Abdullah
menggunakan sepeda hijau impiannya yang
merupakan pemberian dari Ummu. Kemudian
dilanjutkan dengan kredit title yang sekali lagi
menayangkan nama-nama pemeran dan kru
film.
c. Struktur Mikro
Terdiri dari semantic, sintaksis, stilistik
dan retoris. Semantic terbagi menjadi 3
bagian, yaitu: latar, detail dan maksud.
Sintaksis pun terdapat juga 3 bagian:
kohorensi, bentuk kalimat dan kata ganti.
Teks yang terdapat dalam film Wadjda
merupakan gaya bahasa yang memang
merupakan bahasa asli dari sang penulis,
yaitu Arab. Retoris terbagi menjadi 3:
114
grafis, metafora dan ekspresi. Grafis dapat
dilihat dari pengambilan gambar yang ada
di film “Wadjda”, seperti close up, zoom in
dan sebagainya.
2. Dari segi Kognisi Sosial
Selain analisis teks, yang terdapat
pada film “Wadjda”, dilakukan penelitian
atas kesadaran mental penulis scenario
dalam memandang persoalan diskriminasi
gender. Film “Wadjda” sendiri merupakan
karya yang diangkat berdasarkan realitas
yang terjadi di Arab Saudi, lewat kisah
seorang gadis cilik yang menginginkan
sebuah sepeda serta kegigihannya dalam
mewujudkan impiannya tersebut.
Selain memperjuangkan
keinginannya – dimana sebuah kendaraan
adalah hal dilarang oleh pemerintah Saudi,
ia dihadapkan oleh konflik dalam keluarga
dimana sang ayah harus berpoligami agar
bisa mendapatkan seorang anak laki-laki
yang mampu meneruskan nasabnya.
3. Dari segi Konteks Sosial
Dalam konteks social, titik penting
dari analisis ini adalah bagaimana makna
115
dihayati bersama. Sesuai dengan film
“Wadjda” yang menampilkan sebuah
realitas kedudukan perempuan di Arab
Saudi, film ini dirancang atau dibuat
memang untuk membuat para penonton
atau masyarakat khususnya kaum wanita
agar bisa menjadi inspirasi dalam
menyuarakan haknya, dan itu semua
ditunjukkan untuk membuat penonton
terbuka atau melakukan perjuangan demi
hidup yang jauh lebih baik lagi.
B. Saran dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian
penulis terhadap teks dalam film “Wadjda”, penulis ingin
memberikan beberapa saran dan rekomendasi.
Diantaranya:
1. Semoga dengan adanya film “Wadjda”, bisa
memberikan pesan yang mendalam kepada
kita tentang permasalahan hak para wanita,
yang mana hal tersebut masih terjadi di
beberapa wilayah atau mungkin dalam lingkup
keluarga.
2. Film “Wadjda” yang merupakan film slice of
life bertemakan isu gender ini, bukan hanya
sekedar menyuarakan hak perempuan saja.
Tetapi juga sebuah pesan dimana penonton
116
bisa mencontoh kegigihan Wadjda yang tidak
menyerah mendapatkan impiannya meski
lingkungan tidak mendukungnya.
3. Semoga dengan adanya film Wadjda, bisa
dijadikan inspirasi dalam perfilman di
Indonesia, khususnya yang ingin mengangkat
tema perempuan. Tidak hanya sekedar film
yang hanya sekedar menghibur, tetapi juga
memberikan edukasi.
4. Semoga dengan adanya skripsi ini, bisa
menjadi pembelajaran bahwa semua manusia
(laki-laki dan perempuan) punya kedudukan
yang sama di hadapan Allah SWT. Yang
membedakan, hanya dari segi ketakwaannya.
5. Jika nanti akan diadakan penilitian dengan
menggunakan objek yang sama, penulis
berharap di penelitian berikutnya bisa
mengambil dari sisi yang lain serta teori yang
berbeda.
6. Dan semoga penelitian ini bisa memberikan
konstribusi dan dorongan untuk terus mengkaji
pesan apa yang terkandung dalam sebuah film.
117
DAFTAR PUSTAKA
Abu Syuqqah, Abdul Halim. Tahriirul Mar‟ah fi „Ashrir
Risaalah (Kebebasan Wanita). Kuwait: Darul
Qalam, 1991.
Al Mansour, Haifaa, Wadjda Movie, 2012.
Alqur‟an, Tafsir Al-Bayaan.
Albar, Muhammad. Wanita Karir dalam Pertimbangan
Islam: Kodrat Wanita, Emansipasi Dan Pelecehan
Seksual. Jakarta: Pustaka Azam, 1994.
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana,
2007.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Effendy, Heru. Mari Membuat Film. Yogyakarta:
Panduan, 2006.
Endamoko, Eko. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:
Gramedia, 2006.
118
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks
Media. Yogyakarta: Lkis Group, 2012.
Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideology Dan
Politik Media, Yogyakarta: Insistpress, 2016.
Katjasungkana, Nursyahbani. Membincangkan Feminism:
Tinjauan Hukum Atas Masalah Kekerasan
Terhadap Perempuan. Bandung: Pustaka Hidayah,
1997.
Lubis, Nisrina. Kamus Istilah Film Populer. Yogyakarta:
MedPress, 2009.
Mulyana, Dedi. Kajian Wacana: Teori, Metode
Dan Aplikasi, Prinsip-Prinsip Analisis Wacana,
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005.
P. Murniati, A Nunuk. Getar Gender, Magelang:
Indonesia Tera, 2014.
Pratista, Himawan. Memahami Film. Yogyakarta:
Homerian Pustaka, 2008.
Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Bandung:
119
Remaja Rosdakarya, 1985.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001.
Umar, Nasaruddin. Kodrat Perempuan dalam Islam.
Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender,
1999.
Van Dijk, Teun A. Disource as Structure and Process.
London: Sage Publication, 1997
Zoebazary, Ilham. Kamus Istilah Film & Televisi. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka, 2010
Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi “Subordinasi
Anak Perempuan dalam Keluarga”. Volume III.
Oleh Muhammad Nawir dan Risfaisal, Universitas
Muhammadiyah Makassar
Jurnal Konsep Kesetaraan Gender dalam Perspektif Islam
oleh Fatimah Zuhrah, MA
Jurnal Politik Hukum (Legislasi) Hukum Keluarga di
Saudi Arabia oleh Agustina Nurhayati, IAIN
Raden Intan Lampung
120
Artikel diakses Pada 10 Februari 2018 pukul 01:54 WIB
dari:
https://www.independent.co.uk/arts-
entertaiment/films/features/haifaa-al-mansour-
interview-saudi-arabias-first-female-director-talks-
about-new-release-wadjda-8717438.html
Artikel diakses Pada 10 Februari 2018 pukul 02:26 WIB
dari:
https://thedissolve.com/features/interview/168-
wadjda-director-haifaa-al-mansour/
Artikel diakses Pada 18 Februari 2018 pukul 22:43 WIB
dari:
https://www.washingtonpost.com/lifestyle/style/w
adjda-director-haifaa-al-mansour-gives-female-
perspective-of-life-in-saudi-
arabia/2013/09/19/ff9b15f6-1bd5-11e3-8685-
5021e0c41964_story.html
Artikel diakses Pada 18 Februari 2018 pukul 00:13 WIB
dari:
https://amaphiko.redbull.com/en/magazine/intervie
w-wadjda-director-haifaa-al-mansour
Artikel diakses pada 20 Februari 2018 pukul 11:31 WIB
dari:
121
https://www.republika.co.id/berita/dunia-
islam/fatwa/13/11/23/mwplcw-kenapa-muslimah-
arab-saudi-dilarang-menyetir
Artikel diakses pada 20 Februari 2018 pukul 13:57 WIB
dari:
https://thinkprogress.org/wadjda-director-haifaa-
al-mansour-on-saudi-women-what-sexism-denies-
men-and-digital-filmmaking-77834b2a1b2b/
Artikel diakses pada 21 Februari 2018 pukul 09:17 WIB
dari:
https://www.huffingtonpost.com/dr-eylem-
atakav/wadjda-movie-review_b_3763952.html
Artikel diakses pada 22 Februari 2018 pukul 09:30 WIB
dari:
https://www.npr.org/2013/09/22/224437165/wadjd
a-director-haifaa-al-mansour-it-is-time-to-open-up
Video diakses pada 23 Februari 2018 pukul 12:21 WIB
dari:
https://www.youtube.com/watch?v=n4MsA4wymI
Video diakses pada 23 Februari 2018 pukul 12:21 WIB
dari:
122
https://www.youtube.com/watch?v=8sN4Z9RZ21
123
LAMPIRAN
1. Poster Film Wadjda
2. Cover DVD Film Wadjda