93
ANALISIS STRUKTUR PILAR DAN PONDASI JEMBATAN PADA PROYEK JALAN TOL CIMANGGIS-CIBITUNG DIAN PUSPA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

ANALISIS STRUKTUR PILAR DAN PONDASI JEMBATAN PADA … · dan Pondasi Jembatan Pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung adalah benar ... 19 Gaya dalam pada pilar bagian 1 51 20 Gaya

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS STRUKTUR PILAR DAN PONDASI JEMBATAN

PADA PROYEK JALAN TOL CIMANGGIS-CIBITUNG

DIAN PUSPA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Struktur Pilar

dan Pondasi Jembatan Pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Dian Puspa

NIM F44100067

ABSTRAK

DIAN PUSPA. Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan Tol

Cimanggis-Cibitung. Dibimbing oleh M. YANUAR JARWADI PURWANTO dan

HOTLAND SIHOTANG.

Agar dapat menyalurkan pembebanan dari struktur atas, struktur bawah harus

dirancang sedemikian rupa dengan memperhatikan kondisi bentang alam, daya

dukung tanah, jenis dan dimensi komponen struktur bawah, pemilihan bahan dan

metode konstruksi, serta mempertimbangkan kondisi lingkungan dimana struktur

tersebut dibangun. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ketinggian muka air

banjir Sungai Cikeas serta merencanakan struktur pondasi dan pilar jembatan pada

proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung. Struktur pilar yang ditinjau ini adalah pilar

P40 dengan tinggi 17,8 m dan berada pada aliran Sungai Cikeas. Tinggi muka air

banjir periode ulang 50 tahun Sub-DAS Cikeas adalah sebesar 2,4 m. Berdasarkan

analisis daya dukung tanah, dipilih daya dukung tanah menggunakan data uji NSPT

yakni 5210,541 kN dengan jenis pondasi tiang bor kedalaman 22 m dan diameter

pondasi 1,2 m. Pondasi direncanakan berjumlah 30 buah (5 x 6 buah) dengan

efisiensi grup sebesar 0,668. Rencana pondasi ini telah memenuhi kriteria aman

terhadap kategori beban aksial, beban lateral, serta resiko terjadinya penurunan

struktur. Pilar direncanakan berbentuk “Y” dengan ukuran 4 x 4 m. Pilar dirancang

dengan tulangan lentur dan geser namun tidak membutuhkan tulangan torsi.

Kata kunci: tinggi muka air banjir, pondasi jembatan, daya dukung tanah

ABSTRACT

DIAN PUSPA. Structure Analysis of Pier and Foundation Bridge on Cimanggis-

Cibitung Toll Ways Project. Supervised by M. YANUAR JARWADI

PURWANTO and HOTLAND SIHOTANG.

In order to distribute the superstructure’s load, substructure should be

designed in such a way as to observe the condition of the landscape, soil bearing

capacity, type and dimensions of substructural components, selection of materials

and construction methods, as well as considering the environmental conditions in

which the structure is built . This study aims to determine the flood water level of

Cikeas River and plan the structure of the bridge foundation and pier on Cimanggis-

Cibitung’s Tollway Projects. Pier’s structure which to be reviewed is P40 pier

which has 17.8 m height and is located on the Cikeas River flow. Flood water level

return 50 years period of Cikeas River is 2.4 m. Based on the analysis of soil

carrying capacity, the selected soil bearing capacity using data of NSPT is 5210.541

kN with a kind of bored pile foundation, depth of 22 m, and a diameter of 1.2 m.

The foundation is planned amount to 30 pieces (5 x 6 pieces) with an efficiency is

0.668. The foundation plan has met the safety criteria of the category axial load,

lateral load, and the risk of structure settlement. Pier is designed “Y” shaped which

has size 4x4 m. Pier is design with bending and shear steel but do not require torque

steel.

Keywords: flood water level, bridge foundations, soil bearing capacity

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

ANALISIS STRUKTUR PILAR DAN PONDASI JEMBATAN

PADA PROYEK JALAN TOL CIMANGGIS-CIBITUNG

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

DIAN PUSPA

Judul Skripsi : Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan

Tol Cimanggis-Cibitung

Nama : Dian Puspa

NIM : F44100067

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr

Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Tanggal Lulus:

Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS.,IPM

Pembimbing I

Dr.Ir. Hotland Sihotang, MSi

Pembimbing II

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini

dilaksanakan dari bulan Maret-Juni 2014 dengan judul Analisis Struktur Pilar dan

Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung

Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu dalam

penyusunan skripsi ini, yaitu Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS.,IPM dan

Dr. Ir. Hotland Sihotang,MSi selaku dosen pembimbing, serta Muhamad Fauzan

S.T, M.T selaku dosen bidang Struktur dan Infrastruktur Departemen Teknik Sipil

dan Lingkungan IPB. Kepada rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil dan

Lingkungan IPB angkatan 47/2010 juga diucapkan terima kasih atas bantuan dan

kerja samanya selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,

ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu sangat diperlukan kritik dan

saran untuk perbaikan selanjutnya. Semoga hasil penelitian dalam skripsi ini dapat

tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang

membutuhkan.

Bogor, Juli 2014

Dian Puspa

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Tinggi Muka Air Banjir Sungai 3

Jalan Tol 6

Bentang Alam dan Daya Dukung Tanah 8

Pondasi Jembatan 17

Pilar Jembatan 21

Beton Bertulang 22

METODE 26

Waktu dan Tempat 26

Alat dan Bahan 27

Prosedur Penelitian 27

HASIL DAN PEMBAHASAN 30

Analisis Ketinggian Muka Air Banjir Sungai Cikeas 30

Analisis Rancangan Pondasi Jembatan 34

Analisis Rancangan Penulangan Pilar 50

SIMPULAN DAN SARAN 55

Simpulan 55

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN 57

RIWAYAT HIDUP 81

DAFTAR TABEL

1 Persyaratan parameter statistik suatu distribusi 3 2 Standar kelas jalan berdasarkan fungsi, dimensi kendaraan dan MST 7 3 Indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesi berdasarkan Atterberg 9 4 Faktor adhesi (α) berdasarkan Reese dan O’Neill (1988) 14 5 Curah hujan area Sub-DAS Cikeas 31 6 Hasil perhitungan standar deviasi, koefisien Skewness dan Kurtosis 32 7 Rekapitulasi persyaratan dan hasil perhitungan statistik 32 8 Jenis tutupan lahan serta koefisien angka pengaliran 33 9 Rekap daya dukung izin tanah data uji Laboratorium titik uji DB27 39

10 Berat sendiri struktur 40 11 Beban Lajur "D" 40 12 Beban tambahan 41

13 Beban akibat gaya rem 41 14 Beban angin 41 15 Beban gempa 42 16 Kombinasi beban kerja keadaan batas layan 42 17 Kombinasi beban kerja keadaan batas ultimit 43 18 Kontrol daya dukung dan beban aksial tiang 45 19 Gaya dalam pada pilar bagian 1 51 20 Gaya dalam pada pilar bagian 2 dan 3 53

DAFTAR GAMBAR

1 Tipikal potongan melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol layang 8

2 Faktor adhesi berdasarkan Kulhawy (1984) 14 3 Faktor pengaruh penurunan, Io (sumber: BMS Manual Vol 2 1992) 21 4 Bentuk Umum Pilar Jembatan (Sumber : BMS Manual Vol 1) 22 5 Faktor panjang efektif (sumber: RSNI-T-12-2004) 25

6 Lokasi Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung 26 7 Penampang memanjang jembatan layang 26 8 Diagram alir perhitungan daya dukung tanah 27 9 Diagram alir perhitungan tinggi muka air banjir Sungai Cikeas 28

10 Diagram alir perancangan pondasi grup dan tulangan pilar 29

11 Rencana awal pilar P40 30 12 Hasil analisis kontur curah hujan Sub-DAS Cikeas tahun 2006 31 13 Lokasi titik Uji Bor, Laboratorium, dan Sondir 35

14 Nilai NSPT data uji bor DB25, DB26, dan DB27 36 15 Daya dukung tanah Uji Bor (NSPT) 36

16 Perbandingan daya dukung izin tanah dengan 3 referensi faktor Adhesi 37 17 Perbandingan daya dukung ujung data Laboratorium DB27 38

18 Perbandingan daya dukung izin uji Bor dan uji Laboratorium 38 19 Rencana pondasi grup 43 20 Tulangan lentur dan tulangan geser pondasi tiang bor 48 21 Daerah kritis geser 1 arah pile cap 48 22 Daerah geser 2 arah pile cap 49

23 Bagian-bagian pilar 50 24 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 1 52 25 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 2 dan 3 54

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil perhitungan Parameter Statistik dan Smirnov-Kolmogorof 57 2 Hasil perhitungan metode Meyerhoff, Terzaghi, Thomlinson ,Alpha 59 3 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB27 60 4 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB26 61 5 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB25 62 6 Distribusi beban setiap tiang pondasi dalam pondasi grup 63 7 Grafik Rk, Rb, dan Rv (sumber BMS 1992 Mannual Vol 2) 64 8 Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas layan 65

9 Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas ultimit 67 10 Langkah-langkah perhitungan penelitian 69 11 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 25 78

12 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 26 79

13 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 27 80

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk serta pertumbuhan ekonomi dewasa ini menuntut

tersedianya prasarana transportasi yang memadai. Untuk memenuhi tujuan tersebut,

maka prasarana transportasi terutama transportasi darat harus tersedia dengan baik.

Besarnya jumlah penggunaan transportasi darat setiap harinya seringkali

menimbulkan persoalan-persoalan lalu lintas. Persoalan ini diperparah dengan

kondisi prasarana jalan yang dewasa ini tidak mampu menampung kuantitas

pengguna jalan. Untuk mengatasi persoalan-persoalan ini, pemerintah mengambil

salah satu solusi dengan menambah jumlah jalan yang penggunaannya dapat lebih

efisien. Jalan yang saat ini banyak dibangun adalah jalan tol.

Komponen jalan tol terdiri dari jalan (highway) serta jembatan. Jalan dan

jembatan ini saling terhubung membentuk kesatuan jalan tol yang bebas hambatan.

Jembatan dalam hal ini berfungsi sebagai penghubung jalan yang terputus akibat

kondisi topografi alami (sungai, lembah, dan sebagainya) maupun topografi buatan

(misal: jalur perlintasan kereta api).

Pondasi, pilar, serta abutment merupakan bagian dari stuktur bawah jembatan.

Struktur bawah jembatan memiliki fungsi yang penting yakni menyalurkan dan

menahan pembebanan dari struktur atas baik berupa beban aksial, lateral maupun

momen ke lapisan tanah di bawahnya. Agar dapat menyalurkan pembebanan

tersebut, struktur bawah harus dirancang sedemikian rupa dengan memperhatikan

kondisi bentang alam, daya dukung tanah, pemilihan jenis dan dimensi komponen

struktur bawah, pemilihan bahan dan metode konstruksi, faktor keamanan terhadap

resiko kegagalan, serta mempertimbangkan kondisi lingkungan dimana struktur

tersebut dibangun. Dalam merencanakan komponen struktur bawah jembatan yang

berada pada daerah aliran sungai perlu dipertimbangkan kondisi lingkungan yang

berkaitan dengan keadaan sungai tersebut. Kondisi lingkungan ini terutama ditinjau

pada saat terjadinya banjir periode ulang tertentu sesuai dengan umur rencana

jembatan. Selain itu perlu diperhatikan juga daya dukung tanah lokasi tersebut.

Daya dukung tanah merupakan salah satu faktor penentu dalam menjamin keawetan

dan kekuatan struktur jembatan. Daya dukung tanah yang memadai dapat diperoleh

dengan menempatkan pondasi pada kedalaman dan lapisan tanah yang tepat serta

ketepatan dalam menentukan jenis, jumlah, dan dimensi pondasi.

Kegagalan struktur jembatan banyak disebabkan oleh kegagalan struktur

bawah. Kegagalan ini dapat terjadi akibat gagalnya struktur bawah jembatan dalam

menahan sekaligus menyalurkan beban aksial, lateral, dan momen serta gagalnya

lapisan tanah dalam menahan beban sehingga terjadi geseran dan penurunan yang

melampaui persyaratan yang diperbolehkan. Kegagalan struktur jembatan tidak

hanya berakibat pada kerugian materi namun juga dapat berakibat membahayakan

keselamatan pengguna jembatan. Untuk itu, struktur bawah jembatan harus

direncanakan dapat menjamin kekuatan unsur struktural dan stabilitas keseluruhan

serta tetap dalam keadaan layan pada beban keadaan batas kelayanan. Dengan

mempertimbangkan persyaratan dan mengingat pentingnya fungsi komponen

struktur bawah jembatan terhadap keseluruhan struktur jembatan, untuk itu

2

komponen struktur bawah jembatan harus dianalisis perencanaannya sebaik

mungkin dengan memperhatikan segala kondisi dan resiko yang ada.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana ketinggian muka air banjir Sungai Cikeas periode ulang 50 tahun

pada daerah sekitar pilar P40

2. Bagaimana rancangan pondasi yang sesuai untuk diterapkan pada pilar P40

3. Bagaimana rancangan pilar yang sesuai untuk pilar P40

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekuatan stuktur pilar dan

pondasi jembatan pada proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung yang terdiri dari :

1. Menentukan tinggi muka air banjir Sungai Cikeas

2. Merancang struktur pondasi yang dibutuhkan

3. Merancang struktur pilar yang dibutuhkan

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil perencanaan pilar dan pondasi ini dapat berguna sebagai referensi

pembangunan jembatan pada proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung serta

pembangunan jembatan lainnya yang sejenis dengan jembatan tersebut.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian dilakukan pada proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung (25.785 km)

yakni struktur bawah jembatan yang melewati Sungai Cikeas. Struktur bawah

jembatan yang dianalisis ini difokuskan pada pilar P40 serta pondasi dari pilar

tersebut.

2. Penelitian ini hanya membahas desain serta kekuatan pilar dan pondasi

jembatan dengan mempertimbangkan pembebanan, daya dukung tanah, serta

stabilitas struktur tersebut. Beberapa batasan masalah dalam penelitian ini

adalah:

- Tidak membahas perhitungan superstructure (struktur atas) jembatan

- Tidak membahas metode pelaksanaan dan anggaran biaya pelaksanaan

- Tidak merencanakan drainase jalan

- Tidak membahas perhitungan geometri jalan dan perkerasan baik pada

jembatan maupun pada daerah setelah jembatan

- Tidak membahas gerusan akibat aliran air sungai pada lokasi struktur

bawah jembatan.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinggi Muka Air Banjir Sungai

Untuk menentukan ketinggian muka air banjir sungai perlu diketahui debit

sungai rencana untuk periode ulang tertentu. Dalam pengaruhnya terhadap struktur

jembatan biasanya digunakan periode ulang 50 tahun. Penentuan debit rencana

dapat dihitung menggunakan data curah hujan suatu daerah aliran sungai (DAS)

maupun menggunakan fluktuasi debit tahunan dari suatu sungai. Baik fluktuasi data

debit maupun data curah hujan, perlu dianalisis frekuensinya. Menurut Kamiana

(2010), analisis frekuensi bertujuan untuk mencari hubungan antara besarnya suatu

kejadian ekstrem (maksimum atau minimum) dan frekuensinya berdasarkan

distribusi probabilitas. Dalam analisis frekuensi suatu kejadian (hujan atau debit)

diperlukan seri data (hujan atau debit) selama beberapa tahun. Pengambilan seri

data untuk tujuan analisis frekuensi dapat dilakukan menggunakan 2 metode

(Kamiana 2011):

1. Seri parsial (partial duration series)

Metode ini digunakan apabila data yang tersedia kurang dari 10 tahun runtut

waktu. Dalam metode ini, ditetapkan dulu batas bawah suatu seri data. Kemudian

semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil menjadi

bagian seri data. Pengambilan batas bawah dapat dilakukan dengan sistem

peringkat. Caranya adalah dengan mengambil semua besaran data yang cukup besar

kemudian diurut dari besar ke kecil.

2. Data maksimum tahunan (annual maximum series)

Metode ini digunakan apabila data yang tersedia lebih dari 10 tahun berturut

waktu. Dalam metode ini, hanya data maksimum yang diambil untuk setiap

tahunnya, atau hanya ada 1 data setiap tahun.

Dalam analisis frekuensi data hujan maupun data debit dapat digunakan

beberapa metode distribusi probabilitas yakni distribusi probabilitas Gumbel,

Normal, Log Normal, dan Log Pearson Type III. Penentuan jenis distribusi

probabilitas yang sesuai dengan data dilakukan dengan mencocokkan jenis

distribusi seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Persyaratan parameter statistik suatu distribusi

Distribusi Persyaratan

Gumbel Cs = 1.14

Ck = 5.4

Normal Cs ≈ 0

Ck ≈ 3

Log Normal Cs = 𝐶𝑣3 + 3𝐶𝑣

Ck = 𝐶𝑣6 + 6𝐶𝑣6 + 15𝐶𝑣4 + 16𝐶𝑣2 + 3

Log Pearson III Selain dari nilai diatas

Sumber: Bambang 2008 dalam Kamiana 2011

Koefisien Skewness untuk Gumbel dan Normal:

(Cs) = 𝑛∑ (𝑋𝑖−𝑋𝑟𝑡)3𝑖

𝑖=1

(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑆3) (1)

Koefisien Skewness untuk Log Normal dan Log Pearson:

4

(Cs) = 𝑛∑ (𝑙𝑜𝑔𝑋𝑖−𝑙𝑜𝑔𝑋𝑟𝑡)3𝑖

𝑖=1

(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑆3) (2)

Koefisien kurtosis untuk Gumbel dan Normal:

(Ck) = 𝑛2 ∑ (𝑋𝑖−𝑋𝑟𝑡)4𝑖

𝑖=1

(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)(𝑆4) (3)

Koefisien kurtosis untuk Log Normal dan Log Pearson:

(Ck) = 𝑛2 ∑ (𝑙𝑜𝑔𝑋𝑖−𝑙𝑜𝑔𝑋𝑟𝑡)4𝑖

𝑖=1

(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)(𝑆4) (4)

Koefisien variasi untuk Log Normal dan Log Pearson

(Cv) = 𝑆

𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡 (5)

Xrt= nilai rata-rata dari X = ∑ 𝑋𝑖𝑛

𝑖=1

𝑛 (6)

Standar deviasi untuk Gumbel dan Normal (S) = √∑ (𝑋𝑖−𝑋 )2𝑛

𝑖=1

𝑛−1 (7)

Standar deviasi untuk Log Normal dan Log Pearson

(S) = √∑ (𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−𝐿𝑜𝑔𝑋𝑟𝑡)2𝑛

𝑖−1

𝑛−1 (8)

Xi: data hujan atau debit ke-i

n : jumlah data

a. Distribusi probabilitas Gumbel

XT = 𝑋𝑟𝑡 + 𝑆 × 𝐾 (9)

K = 𝑌𝑡−𝑌𝑛

𝑆𝑛 (10)

Yt = −𝐿𝑛 − (𝐿𝑛𝑇−1

𝑇) (11)

Dimana:

XT : hujan rencana atau debit rencana dengan periode ulang T

Xrt : nilai rata-rata dari data hujan atau debit

S : standar deviasi

K : faktor frekuensi Gumbel

Yt : reduced variate

Sn : reduced standard deviasi

Yn : reduced mean

b. Distribusi Probabilitas Normal

XT = 𝑋𝑟𝑡 + 𝑆 × 𝐾𝑇 (12)

Dimana:

XT, Xrt, dan S sama dengan diatas

KT : faktor frekuensi yang nilainya tergantung periode ulang

c. Distribusi probabilitas Log Normal

Log XT = log𝑋𝑟𝑡 + 𝐾𝑇 + 𝑆𝐿𝑜𝑔𝑋 (13)

Dimana:

5

Log XT : nilai logaritmis hujan/debit rencana dengan periode ulang T

Log Xrt : nilai rata-rata dari log X

S log X : standar deviasi dari log X

KT : faktor frekuensi yang nilainya tergantung periode ulang

d. Distribusi probabilitas Log Pearson Type III

Log XT = log𝑋𝑟𝑡 + 𝐾𝑇 + 𝑆𝐿𝑜𝑔𝑋 (14)

Dimana:

Log XT, Log Xrt, S Log X sama dengan diatas

KT : variabel standar yang besarnya bergantung Koefisien Skewness

Jika data yang dipergunakan adalah data debit suatu sungai, maka dengan

menggunakan analisis frekuensi menggunakan keempat metode tersebut dapat

ditentukan debit rencana untuk periode ulang tertentu. Sedangkan jika data yang

digunakan adalah data curah hujan, maka untuk mendapatkan debit rencana periode

ulang tertentu dapat menggunakan beberapa persamaan, yakni salah satunya adalah

metode rasional.

Metode rasional merupakan metode tertua yang digunakan untuk menentukan

debit puncak suatu sungai atau saluran dengan daerah aliran terbatas. Dalam

Departemen PU, SK NI M-18-1989-F (1989), dijelaskan bahwa metode Rasional

dapat digunakan untuk ukuran daerah pengaliran <5000 Ha. Untuk daerah dengan

luas pengairan >5000 Ha, koefisien pengaliran (C) dapat dipecah-pecah sesuai

dengan tata guna lahannya. Suripin (2004) dalam Kamiana (2011) menjelaskan

penggunaan metode Rasional pada daerah pengaliran dengan beberapa sub daerah

pengaliran dapat dilakukan dengan pendekatan nilai C gabungan atau C rata-rata

dan intensitas hujan dihitung berdasarkan waktu konsentrasi yang terpanjang.

Selain itu, Kamiana menyebutkan besarnya nilai waktu konsentrasi (tc) dapat

dihitung menggunakan persamaan berikut:

𝑡𝑐 = (0,87×𝐿2

1000×𝑆)0.385

(15)

Keterangan:

tc : waktu konsentrasi (jam)

L : panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau (Km)

S : kemiringan rata-rata daerah lintasan air

Rumus umum dari metode rasional adalah sebagai berikut:

𝑄 = 0.278 × 𝐶 × 𝐼 × 𝐴 (16)

Keterangan:

Q : debit puncak limpasan permukaan (m3/dtk)

C : angka pengaliran

A : luas daerah pengaliran (Km2)

I : intensitas curah hujan (mm/jam)

Intensitas curah hujan yang dimaksud di dalam persamaan ini merupakan

intensitas hujan rencana yakni besaran yang menyatakan kederasan hujan per

satuan waktu. Besaran intensitas hujan ini dapat diturunkan dari kurva IDF. Kurva

IDF menggambarkan hubungan antara intensitas hujan, durasi atau lama hujan, dan

frekuensi hujan. Menurut Kamiana (2011), data yang diperlukan untuk menurunkan

kurva IDF terukur adalah data hujan jangka pendek, seperti hujan 5 menit, 10 menit,

6

30 menit, 60 menit, dan data hujan jam-jaman. Kemudian persamaan regresinya

dapat didekati dengan beberapa rumus seperti rumus Talbot, Ishiguro, dan Sherman.

Jika data hujan jangka pendek tidak tersedia dan yang tersedia adalah data hujan

harian maka persamaan regresi kurva IDF dapat diturunkan dengan Metode

Mononobe. Bentuk umum dari persamaan Mononobe adalah sebagai berikut:

𝐼 = 𝑋24

24× (

24

𝑡)

2

3 (17)

Keterangan:

I : intensitas hujan rencana (mm)

X24 : tinggi hujan harian maksimum atau hujan rencana (mm)

t : durasi hujan atau waktu konsentrasi (jam)

Dengan menganggap sungai sebagai saluran terbuka, maka pada aliran sungai

tersebut berlaku persamaan Manning. Persamaan Manning ini selanjutnya dapat

diturunkan untuk mendapatkan ketinggian muka air pada kondisi debit rencana

menggunakan data profil penampang sungai. Persamaan Manning adalah sebagai

berikut:

𝑄 = 𝐴 ×1

𝑛× 𝑅

2

3 × 𝑆1

2 (18)

Dimana:

Q : Debit air sungai (m3/dtk)

A : luas penampang basah sungai (m2)

R : jari-jari hidrolis (m)

S : kemiringan sungai

Untuk jembatan yang berada pada sungai yang mengalir, perlu

diperhitungkan pengaruh aksi aliran air pada pilar jembatan. Aksi tersebut

menimbulkan gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar. Berdasarkan

RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan, gaya seret ini dapat

dihitung berdasarkan kecepatan aliran menggunakan persamaan berikut:

Tef = 0.5 × 𝐶𝐷 × 𝑉𝑠2 × 𝐴𝑑 (19)

Dimana:

Vs : kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang dikaitkan

dengan periode ulang banjir

CD : koefisien seret

Ad : Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama

dengan kedalaman aliran

2.2 Jalan Tol

Berdasarkan Standar Konstruksi dan Bangunan No.007/BM/2009

Departemen Pekerjaan Umum tentang Geometri Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan

Tol , jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan

sebagai jalan nasional yang penggunaannya diwajibkan membayar tol. Jalan bebas

hambatan untuk jalan tol secara fungsi harus berupa jalan arteri primer atau kolektor

primer. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama

7

dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan

masuk dibatasi secara berdaya guna, sedangkan jalan kolektor adalah jalan umum

yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan

jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Dengan

mempertimbangkan kondisi topografi dan lahan, jalan tol dapat berbentuk jalan

dengan jalur utama pada permukaan tanah, jalan layang dengan jalur utama diatas

tanah, jalan dengan jalur utama pada lintas bawah, jalan terowongan dengan jalur

utama di dalam tanah/air, jembatan, maupun kombinasi hal-hal tersebut diatas.

Kelas jalan bebas hambatan untuk jalan tol didesain dengan jalan kelas 1, tetapi

untuk kasus khusus dimana jalan tol tersebut melayani kawasan berikat ke jalan

menuju dermaga atau ke stasiun kereta api, dimana kendaraan yang dilayani lebih

besar dari standar yang ada, maka harus didesain menggunakan jalan kelas khusus.

Standar kelas jalan ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Standar kelas jalan berdasarkan fungsi, dimensi kendaraan dan MST

Kelas

Jalan

Fungsi

Jalan

Dimensi Kendaraan Maksimum

yang Diizinkan Muatan Sumbu

Terberat yang

Diizinkan (ton) Lebar

(mm)

Panjang

(mm)

Tinggi

(mm)

1 Arteri dan

Kolektor 2.500 18.000 4.200 10

Khusus Arteri >2.500 >18.000 4.200 >10

Bagian-bagian jalan secara umum meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik

jalan, dan ruang pengawasan jalan. Ruang-ruang tersebut dipersiapkan untuk

menjamin kelancaran dan keselamatan serta kenyamanan pengguna jalan

disamping keutuhan konstruksi jalan.

- Ruang manfaat jalan diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur

pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, lereng, ambang pengaman, timbunan,

galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap jalan.

- Ruang milik jalan diperuntukan bagi ruang manfaat jalan dan pelebaran

jalan maupun penambahan lajur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan

ruangan untuk pengamanan jalan tol dan fasilitas jalan tol.

- Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi

dan pengamanan konstruksi jalan. Batas ruang pengawasan jalan bebas

hambatan untuk jalan tol adalah 40 meter untuk daerah perkotaan dan 75

meter untuk daerah antarkota, diukur dari as jalan tol. Dalam hal jalan tol

berdempetan dengan jalan umum ketentuan tersebut diatas tidak berlaku.

Komposisi penampang melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol terdiri

dari jalur lalu lintas, median dan jalur tepian, bahu, rel pengaman, saluran samping,

dan lereng/talud. Standar tipikal penampang melintang untuk jalan tol tipe layang

(elevated) ditampilkan pada Gambar 1.

8

Gambar 1 Tipikal potongan melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol

layang (elevated) (sumber: Standar Konstruksi dan Bangunan No.007/BM/2009)

2.3 Bentang Alam dan Daya Dukung Tanah

Tahapan paling awal dalam merencanakan sebuah jembatan adalah

peninjauan terhadap kondisi bentang alam dimana jembatan tersebut akan dibangun.

Peninjauan bentang alam ini dimaksudkan untuk evaluasi terhadap rencana awal

posisi penempatan jembatan serta untuk menentukan posisi terbaik dimana pondasi

jembatan akan ditanam. Peninjauan bentang alam dilakukan secara visual dengan

mendatangi lokasi rencana jembatan ataupun melalui data sekunder terkait keadaan

alam lokasi tersebut. Hal-hal yang harus diperhatikan secara visual adalah kondisi

topografi lokasi, misalnya kondisi lereng, kondisi sungai, kondisi pembangunan

yang berkaitan dengan sosial dan budaya, dan sebagainya. Peninjauan bentuk

topografi ini dimaksudkan untuk mengevaluasi perencanaan awal dari segi

keamanan struktur jembatan dimasa mendatang serta biaya yang dibutuhkan

berdasarkan pemilihan letak strategis struktur tersebut.

Selain bentuk topografi, pengamatan visual juga dilakukan untuk menentukan

prediksi awal ragam jenis tanah dilokasi tersebut. Tanah lumpur dan batuan keras

cenderung dihindari sebagai tanah dasar pondasi. Tanah lumpur sebagai tanah dasar

pondasi dihindari karena dapat menyebabkan penurunan yang relatif besar sehingga

membahayakan struktur tersebut. Tanah lumpur juga cenderung memiliki kapasitas

daya dukung yang rendah. Batuan keras yang dihindari dimaksudkan sebagai

bongkahan batuan yang tidak dapat ditembus oleh pondasi sehingga pondasi tidak

dapat masuk ke dalam lapisan tanah. Selain itu, lokasi yang terdapat patahan

geologi juga tidak dapat digunakan sebagai lokasi penempatan jembatan.

Berdasarkan pengamatan visual terhadap jenis tanah dan bentuk topografi ini,

kemudian ditentukan rencana titik dimana pondasi jembatan tersebut akan ditanam.

Selanjutnya pada titik rencana ini, dilakukan pengamatan lebih mendetail untuk

9

mendapatkan informasi mengenai keadaan tanah di titik rencana tersebut.

Pengamatan secara mendetail ini dilakukan dengan beberapa metode penyelidikan

tanah.

Tanah terdiri dari lapisan-lapisan berurutan dalam arah vertikal, kecuali untuk

tanah sangat muda, lereng yang sangat tidak stabil, atau bahan yang secara kimia

tidak bereaksi dengan bahan lain, misal pasir kuarsa (Pedoman Konstruksi dan

Bangunan PU 2006). Dalam Luthfi (1973), disebutkan klasifikasi tanah dalam

sudut pemandangan teknik, yakni:

- Batu kerikil (gravel)

- Pasir (sand)

- Lanau (silt)

- Lempung (clay) : organik atau inorganik

Golongan batu kerikil dan pasir sering kali dikenal sebagai kelas bahan-bahan

yang berbutir kasar atau bahan-bahan tidak cohesive, sedangkan golongan lanau

dan lempung dikenal sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir halus atau bahan-

bahan yang cohesive.

Dalam Unified Soil Clasification System (USCS), suatu tanah diklasifikasikan

kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika lebih dari 50% tinggal dalam

saringan nomer 200, dan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan lempung) jika

lebih dari 50% lewat saringan nomer 200 (Hardiyatmo 1992). Sifat tanah berbutir

kasar terutama bergantung pada ukuran butirannya sedangkan pada tanah berbutir

halus lebih tergantung pada komposisi mineralnya. Pada tanah berbutir halus, batas

plastisitasnya lebih menunjukkan sifat tanah tersebut dari pada ukuran butirannya.

Lebih lanjut, Hardiyatmo (1992) menjelaskan, suatu hal yang terpenting pada

tanah berbutir halus adalah sifat plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya

partikel mineral lempung dalam tanah. Tergantung pada kadar airnya, tanah dapat

berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat. Atterberg (1911), memberikan cara

untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan

mempertimbangkan kadar airnya. Batas-batas tersebut adalah batas cair, batas

plastis, dan batas susut. Batas cair (LL) didefinisikan sebagai kadar air tanah pada

batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis.

Batas plastis (PL) didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah

plastis dan semi padat, yaitu presentase kadar air dimana tanah dengan diameter

silinder 3.2 mm mulai retak-retak ketika digulung. Batas susut (SL) didefiniskan

sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu

presentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak

mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Indeks plastisitas adalah selisih batas

cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah

masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat

keplastisitasan tanahnya. Batas mengenai indeks plastis, sifat, macam tanah, dan

kohesinya diberikan oleh Atterberg terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3 Indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesi berdasarkan Atterberg

PI Sifat Macam Tanah Kohesi

0 Nonplastis Pasir Nonkohesif

<7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian

7-17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif

>17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif

Sumber : Hardiyatmo 1992

10

Hardiyatmo 1992 menjelaskan, bila tanah mengalami tekanan akibat

pembebanan seperti beban pondasi, maka angka pori tanah akan berkurang. Selain

itu, tekanan akibat beban pondasi juga dapat mengakibatkan perubahan-perubahan

sifat mekanis tanah seperti menambah tahanan geser tanah. Jika tanah berada di

dalam air, tanah dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas sebagai akibat tekanan air

hidrostatis. Berat tanah yang terendam ini, disebut berat tanah efektif, sedang

tegangan yang terjadi akibat berat tekan efektif di dalam tanahnya disebut tegangan

efektif. Tegangan efektif ini merupakan tegangan yang mempengaruhi kuat geser

dan perubahan volume atau penurunan tanahnya. Terzaghi (1923) memberikan

prinsip tegangan efektif yang bekerja pada segumpal tanah. Prinsip ini hanya

berlaku pada tanah yang jenuh sempurna, yaitu:

1. Tegangan normal total (σ) pada bidang di dalam massa tanah, yaitu

tegangan yang dihasilkan dari beban akibat berat tanah total termasuk air

dalam ruang pori, per satuan luas, yang arahnya tegak lurus.

2. Tekanan air pori (u), disebut juga dengan tekanan netral yang bekerja ke

segala arah sama besar, yaitu tekanan air yang mengisi rongga di antara

butiran padat.

3. Tegangan normal efektif (σ’) pada bidang di dalam massa tanah, yaitu

tegangan yang dihasilkan dari beban akibat berat butiran tanah per satuan

luas bidangnya.

Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis daya dukung

tanah, stabilitas lereng, dan tegangan dorong untuk dinding penahan tanah. Mohr

(1910) memberikan teori mengenai kondisi keruntuhan suatu bahan. Teorinya

adalah bahwa keruntuhan suatu bahan dapat terjadi oleh akibat adanya kombinasi

keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Selanjutnya, hubungan

fungsi antara tegangan normal dan tegangan geser pada bidang runtuhnya,

dinyatakan menurut persamaan berikut (Hardiyatmo 1992):

𝜏 = 𝑓(𝜎) (20)

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir

tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian ini, bila tanah

mengalami pembebanan akan ditahan oleh:

1. Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi

tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekeja pada bidang gesernya.

2. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan

tegangan vertikal pada bidang geserannya.

Coulomb (1776) mendefinisikan fungsi 𝑓(𝜎) sebagai:

𝜏 = 𝑐 + 𝜎 𝑡𝑎𝑛 ∅ (21)

Dengan:

τ : kuat geser tanah

c : kohesi tanah

∅ : sudut gesek dalam tanah

σ : tegangan normal pada bidang runtuh

Karena tanah pasir bersifat kasar, jika tahanan geser tanah pasir bertambah,

akan menambah pula sudut gesek dalamnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kuat geser tanah pasir antara lain:

1. Ukuran butiran

2. Air yang terdapat di antara butirnya

11

3. Kekasaran permukaan butirannya

4. Angka pori atau kerapatan relatifnya (relatif density)

5. Distribusi ukuran partikel

6. Bentuk butiran

7. Sejarah tegangan yang pernah dialami (overconsolidation)

Dari faktor yang mempengaruhi kuat geser tanah pasir di atas, yang paling

besar pengaruhnya adalah nilai angka pori karena angka pori akan berpengaruh

pada kerapatannya. Pada pengujian geser langsung maupun triaksial, bila angka

pori rendah atau kerapatan relatif tinggi, nilai kuat geser (sudut gesek dalam) akan

tinggi pula. Jika dua macam tanah pasir mempunyai kerapatan relatif yang sama,

tetapi gradasinya berlainan, pasir yang bergradasi lebih baik akan mempunyai sudut

gesek dalam yang lebih besar (Hardiyatmo 1992)

Penyelidikan tanah diperlukan untuk mengetahui daya dukung tanah,

karakteristik tanah, susunan lapisan tanah ataupun sifat tanah, serta untuk

mengetahui kedalaman tanah keras. Kemampuan tanah dalam menahan beban

dinamakan dengan daya dukung tanah. Daya dukung tanah dapat diprediksi dari

hasil penyelidikan tanah yakni menggunakan uji sondir, uji bor, serta uji

laboratorium. Pemilihan jenis penyelidikan ini didasarkan pada peruntukan hasil

penyelidikan dan jenis lapisan tanah yang diuji. Menurut Wiraga (2011), untuk

perencanaan bangunan gedung pada tanah dari jenis lempung dan lanau biasanya

dipakai peralatan sondir. Pada bangunan jembatan dan tanah bergravel biasanya

dilakukan pengeboran serta uji Standard Penetration Test (SPT). Mengingat

ketidakpastian jenis lapisan tanah yang akan diuji, maka sebagai pembanding kedua

jenis pengujian diatas (sondir dan SPT) dapat dilakukan bersama pada satu lokasi.

Pengujian laboratorium diperlukan sebagai pelengkap bagi pengujian lapangan atau

bila parameter tanah yang ingin diketahui tidak dapat dilakukan melalui

penyelidikan lapangan.

2.3.1 Uji Sondir

Alat uji sondir terdiri dari tiang yang ujungnya berbentuk kerucut (konis)

yang dihubungkan pada suatu rangkaian stang dalam dan casing luar atau pipa

sondir. Alat ini ditekan ke dalam tanah menggunakan dongkrak yang dijangkarkan

pada permukaan tanah. Menurut Luthfi (1973), ada dua macam ujung penetrometer

yang biasa digunakan yaitu standar type dan adhesion jacket type (friction sleeve).

Pada tipe standar, yang diukur hanya perlawanan ujung (nilai konis) yakni dengan

menekan hanya pada stang dalam yang segera akan menekan konis tersebut ke

bawah, sedangkan pada tipe friction sleeve, nilai konis dan hambatan pelekat kedua-

duanya diukur. Pada permulaan hanya konis yang ditekan ke bawah dan dengan

demikian hanya nilai konis yang diukur, bila konis telah digerakkan ke bawah

sejauh 4 cm maka dengan sendirinya ia akan mengait friction sleeve. Konis beserta

friction sleeve kemudian ditekan ke bawah bersama-sama sedalam 4 cm sehingga

nilai konis dan hambatan pelekat diukur bersama-sama. Nilai hambatan pelekat

didapatkan dengan mengurangkan besarnya nilai konis dari jumlah keseluruhan.

Kemudian dengan menekan hanya casing luarnya saja, konis, friction sleeve dan

stang-stang secara keseluruhan akan tertekan ke bawah sampai suatu kedalaman

dimana dilakukan pembacaan berikutnya. Pembacaan biasanya dilakukan setiap 20

cm. Dengan menggunakan alat sondir, dapat dicapai pengukuran hingga kedalaman

30 meter atau lebih bila tanah yang diselidiki benar-benar lunak.

12

Uji sondir dilakukan untuk mengetahui kedalaman tanah keras serta

memprediksi profil tanah terhadap kedalaman. Kedalaman tanah keras dan profil

tanah ini didapatkan melalui parameter-parameter perlawanan penetrasi tanah.

Parameter tersebut berupa perlawanan konus (qc), perlawanan geser (fs), angka

banding geser (Rf), dan geser total tanah (Tf). Perlawanan konus merupakan

perlawanan ujung yang diambil sebagai gaya penetrasi per satuan luas ujung sondir.

Besarnya gaya ini dapat mengindentifikasikan kekuatan tanah serta jenis tanah

tersebut, misalnya pada tanah berbutir kasar gaya tahanan ujung lebih besar

daripada tanah berbutir halus.

Prinsip dasar dari uji penetrasi statik di lapangan adalah dengan anggapan

berlaku hukum aksi reaksi. Hasil perhitungan ini selanjutnya disajikan dalam grafik

hubungan antara variasi perlawanan konus (qc) dengan kedalaman (meter). Angka

banding geser (Rf) diperoleh dari hasil perbandingan antara nilai geser lokal (fs)

dengan perlawanan konus (qc), dihitung dengan persamaan berikut:

Rf = (𝑓𝑠

𝑞𝑠) × 100 (22)

Geseran total (Tf) diperoleh dengan menjumlahkan nilai perlawanan geser

lokal (fs) yang dikalikan dengan interval pembacaan, dihitung dengan persamaan

berikut:

Tf = (𝑓𝑠 × 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛) (23)

Keterangan rumus :

qc : perlawanan konus (kPa);

fs : perlawanan geser lokal (kPa);

Rf : angka banding geser (%);

Tf : geseran total (kPa);

Selanjutnya dengan menggunakan hasil perhitungan perlawanan ujung konus

(qc) dan perlawanan geser lokal (fs), kapasitas daya dukung tiang pancang dari data

sondir dapat ditentukan dengan persamaan Meyerhorf berikut (Sumber: Effendi dan

Reidesy 2008):

𝑄𝑢𝑙𝑡 = (𝑞𝑐 × 𝐴𝑝) + (𝑓𝑠 × 𝑃) (24)

Kapasitas daya dukung izin pondasi dinyatakan dengan rumus:

𝑄𝑎𝑙𝑙 = 𝑞𝑐×𝐴𝑝

3+

𝑓𝑠×𝑃

5 (25)

Dengan qc = tahanan ujung tiang sondir (kg/cm2), Ap = luas penampang tiang,

fs = perlawanan geser lokal, serta P = keliling tiang

2.3.2 Uji Bor

Uji bor dengan SPT dilakukan untuk memperoleh parameter perlawanan

penetrasi tanah di lapangan yang ditunjukkan melalui banyaknya jumlah pukulan

terhadap penetrasi konus. Uji SPT dilaksanakan bersamaan dengan pemboran untuk

memperoleh parameter perlawanan tanah terhadap penetrasi di lapangan sekaligus

untuk mendapatkan contoh tanah tidak terganggu untuk digunakan pada uji

laboratorium. Parameter perlawanan tanah terhadap penetrasi konus ini

digambarkan melalui banyaknya jumlah pukulan palu setinggi 0,76 m pada setiap

penetrasi 0,15 m.

13

Berdasarkan SNI 4153:2008 tentang Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan

SPT, Uji SPT terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah,

disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300

mm vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg

yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian

dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 0,15 m untuk masing-masing

tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk

memasukkan tahap ke-dua dan ke-tiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai

pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam satuan pukulan/0,3 m). Jumlah

pukulan dan kedalaman ini kemudian di sajikan dalam bentuk diagram SPT.

Dengan data lapangan dari hasil uji bor ini, kapasitas daya dukung untuk

pondasi jenis tiang pancang dapat dihitung menggunakan metode Meyerhorf

sebagai berikut (sumber: Napitupulu dan Iskandar 2012):

Untuk tanah non-kohesif

Daya dukung ujung pondasi tiang

𝑄𝑝 = 40 × 𝑁𝑠𝑝𝑡 ×𝐿𝑏

𝑑× 𝐴𝑝 (26)

Tahanan geser selimut tiang

𝑄𝑠 = 2 × 𝑁𝑠𝑝𝑡 × 𝑃 × 𝐿𝑖 (27)

Dimana Nspt = nilai N-SPT, Lb= panjang lapisan tanah (m), d= diameter

tiang (m), Ap= luas tiang (m2), Li = tebal lapisan tanah (m) dan P = keliling tiang

(m).

Untuk tanah kohesif

Daya dukung ujung pondasi

𝑄𝑝 = 9 × 𝐶𝑢 × 𝐴𝑝 (28)

Tahanan geser selimut tiang

𝑄𝑠 = 𝛼 × 𝐶𝑢 × 𝑃 × 𝐿𝑖 (29)

𝐶𝑢 = 𝑁𝑠𝑝𝑡 ×2

3× 10 (30)

Dimana α = koefisien adhesi antara tanah dan tiang, Cu = kohesi undrained

(kN/m2), Ap= luas penampang tiang (m2), P= keliling tiang (m), Li=tebal lapisan

tanah (m).

Selanjutnya, kapasitas daya dukung tiang pancang total dapat dihitung

menggunakan persamaan berikut:

𝑄𝑎𝑙𝑙 =𝑄𝑝

3+

𝑄𝑠

5 (31)

Untuk menentukan koefisien adhesi (α) pada tanah kohesif dapat digunakan

beberapa metode berikut (Sumber: Ambarita, 2008 ):

1. Kulhawy (1984)

Dalam metode ini, besar nilai faktor adhesi tergantung dari harga kuat geser

tanah undrained (Cu). Variasi harga berdasarkan Cu ini dapat dilihat dalam

Gambar 2.

14

Gambar 2 Faktor adhesi berdasarkan Kulhawy (1984)

2. Reese & Wright (1977)

Berdasarkan hasil penyelidikan tanah yang dilakukan oleh Reese & Wright

(1977), besar nilai faktor adhesi (α) untuk tiang bor adalah 0,55.

3. Reese dan O’Neill (1988)

Menurut Reese dan O’Neill nilai faktor adhesi (α) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Faktor adhesi (α) berdasarkan Reese dan O’Neill (1988)

Undrained Shear Strength (Su) Value of α

< 2 tsf 0,55

2-3 tsf 0,49

3-4 tsf 0,42

4-5 tsf 0,38

5-6 tsf 0,35

6-7 tsf 0,33

7-8 tsf 0,32

8-9 tsf 0,31

> 9 tsf Treat as rock

1 tsf = 95,76052 kN/m3

2.3.3 Uji Laboratorium

Uji laboratorium dilakukan menggunakan contoh uji tanah yang didapat dari

uji bor untuk mendapatkan parameter sifat-sifat tanah. Parameter-parameter yang

didapat dari uji laboratorium ini adalah sebagai berikut:

1. Berat butiran padat (ws), berat air (Ww)

2. Kadar air (w)

3. Porositas (n), angka pori (e)

4. Spesific gravity (Gs), Berat isi tanah (γ),

5. Koefisien keseragaman (Cu), koefisien gradasi (Cc)

6. Kohesi tanah (c),

7. Spesific gravity,

8. Sudut geser dalam (∅)

15

9. Batas-batas Atterberg yakni batas cair (LL), batas plastis (PL), batas susut

(SL), Indeks Plastisitas (PI), Indeks Cair (LI)

10. Tegangan normal total (σ), tekanan air pori (u)

11. Kuat geser tanah (τ)

Sifat-sifat tanah, terutama yang berhubungan dengan karakteristik struktur

tanah, adalah berat isi tanah (γ), kohesi tanah (c), spesific gravity, dan sudut geser

dalam (∅). Parameter-parameter ini menentukan besarnya kapasitas daya dukung

yang dapat diberikan oleh tanah tersebut. Parameter ini dapat ditentukan

menggunakan beberapa uji, yakni uji direct shear, uji konsolidasi, unconfine

compression test (UCT) atau triaksial test.

Menggunakan parameter sifat-sifat tanah dari uji-uji laboratorium yang

diperlukan, dapat ditentukan daya dukung tanah menggunakan dua prinsip utama

yakni daya dukung tanah ujung dan daya dukung tanah friksi. Dalam Pradoto

(1989) dijabarkan metode perhitungan kapasitas daya dukung ujung dan kapasitas

daya dukung friksi. Kapasitas daya dukung ujung dapat dihitung menurut beberapa

peneliti antara lain Meyerhorf, Terzaghi serta Tomlinson yang merinci metode

perhitungan ini berdasarkan jenis tanah yakni tanah berbutir halus, tanah berbutir

kasar serta tanah pada umumnya

a. Kapasitas daya dukung untuk tanah berbutir halus ( c-soils) (sumber: Pradoto

1989)

- Meyerhorf

Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir halus adalah:

Qe = 𝐴𝑝 × 𝑐 × 𝑁𝑐′ (32)

Dimana:

Qe : tahanan ujung (Qp)

Nc’ : faktor daya dukung, untuk tanah berbutir halus Nc’=9

Ap : luas penampang tiang pancang

c : kohesi dari tanah yang terdapat pada ujung tiang pancang

(sebaiknya didapat dari U.U test)

- Terzaghi

Kapasitas daya dukung ujung ditentukan sebagai berikut:

Qe = 𝐴𝑝 (1.3 × 𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞) (33)

Dimana:

Qe, Ap dan c sama dengan di atas

Nc : faktor daya dukung untuk tanah di bawah tiang

Nq : faktor daya dukung, untuk ∅ = 0, maka Nq = 1

q͞ : effective overburden pressures = Σ(γ×hi)

i : banyak lapis tanah

- Tomlinson

Qe = 𝑁𝑐 × 𝑐 × 𝐴𝑝 (34)

Qe, Ap, Nc, dan c sama dengan di atas

b. Untuk tanah berbutir kasar

- Meyerhorf

16

Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir kasar dibedakan dalam dua

hal:

Untuk 𝐿

𝐵 <

𝐿𝑐

𝐵 , Kapasitas daya dukung ujung adalah:

Qe = 𝐴𝑝 × 𝑞 × 𝑁𝑞′ (35)

Untuk 𝐿

𝐵 >

𝐿𝑐

𝐵, Kapasitas daya dukung ujung adalah:

Qe = 𝐴𝑝 × 𝑞 × 𝑁𝑞′ (36),

dengan harga Qe harus lebih kecil daripada:

Qe = 𝐴𝑝 × (50 × 𝑁𝑞′) × 𝑡𝑔(∅) (37)

Dimana:

Qe, Ap, Nq’, 𝑞 sama dengan sebelumnya

L : panjang tiang

B : dimensi penampang tiang 𝐿𝑐

𝐵 : the critical depth ratio (perbandingan kedalaman kritis) didapat dari

grafik bearing capacity factor

∅ : sudut geser dalam

- Terzaghi

Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir kasar adalah sebagai

berikut:

Qe = 𝐴𝑝 × (𝑞 × 𝑁𝑞 × 𝑎𝑞 + 𝛾 × 𝐵 × 𝑁 𝛾 × 𝑎𝛾) (38)

Dimana:

Qe, Ap, 𝑞 , Nq, Nγ, B sama dengan sebelumnya

γ : berat isi tanah dibawah ujung tiang

aq dan aγ : faktor penampang, dengan: Penampang persegi dan bulat, aq = 1.0

Penampang persegi, aγ = 0.4

Penampang bulat, aγ = 0.3

- Tomlinson

Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir kasar adalah sebagai

berikut:

Qe = 𝐴𝑝 × 𝑞 × 𝑁𝑞 (39)

Dengan Qe, Ap, Nq’, 𝑞 sama dengan sebelumnya

c. Untuk tanah pada umumnya (c-∅soil)

- Meyerhorf

Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah pada umumnya adalah sebagai

berikut:

Qe = 𝐴𝑝 × (𝑐 × 𝑁𝑐′ + ɳ × 𝑞 × 𝑁𝑞′) (40)

Dengan memperhitungkan berat pondasi tiangnya, kapasitas daya dukung

ujung menjadi sebagai berikut:

Qe = 𝐴𝑝 × (𝑐 × 𝑁𝑐′ + ɳ × 𝑞 × (𝑁𝑞′ − 1)) (41)

Dimana:

17

Qe, Ap, c, q͞ adalah sama dengan sebelumnya

Nc’ dan Nq’ adalah faktor daya dukung yang telah disesuaikan

ɳ : faktor, menurut Meyerhorf adalah 1

- Terzaghi

Kapasitas daya dukung ujung pada tanah umumnya adalah:

Qe = 𝐴𝑝 × (1.3 × 𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞 + 𝛾 × 𝐵 × 𝑁 𝛾 × 𝑎𝛾) (42)

Dengan keterangan rumus sama seperti sebelumnya.

- Tomlinson

Qe = 𝐴𝑝 × (𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞) (43)

Rumus-rumus tiang pancang yang diusulkan oleh Terzaghi dan Meyerhorf

sebenarnya sudah mencakup daya dukung ujung dan gesekan jika kedalaman tiang

mencapai 25 meter sampai 50 meter. Rumus-rumus Terzaghi baik digunakan untuk

kedalaman sampai sekitar 25 meter dan rumus Meyerhorf untuk kedalaman lebih

besar dari 25 meter. Jika kedalaman tiang sudah melebihi 50 meter, maka daya

dukung tiang lebih mengandalkan pada gesekan tiang. Untuk kondisi ini maka

rumus-rumus Tomlinson lebih cocok untuk digunakan (Hadihardaja 1997).

Kapasitas daya dukung friksi dapat dihitung berdasarkan data laboratorium.

Kapasitas daya dukung friksi dapat dihitung menggunakan metode Alpha (α)

sebagai berikut (sumber: Pradoto 1989):

- Cara α dari Tomlinson

Cara ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus, tanah berbutir kasar,

maupun tanah pada umumnya.

Untuk tanah berbutir halus:

Qf= 𝛼 × 𝑐 × 𝐴𝑐 + 𝐾 × 𝑞 × tan (𝛿) × 𝐴𝑠 (44)

Dimana:

α : faktor adhesi yang merupakan fungsi dari kohesi atau hasil undrained

shearing strength

c : kohesi atau hasil undrained shearing strength

K : coefficient of lateral preassure, harganya terletak antara Ko sampai 1.75,

Dimana:

Ko = (1 − 𝑠𝑖𝑛∅)√𝑂𝐶𝑅 (45)

OCR : Over consolidation ratio (qc/qo)

qc : preconsolidated pressure

qo : overburden pressure

∅ : sudut geser dalam (biasanya diambil tegangan efektifnya)

δ : sudut geser efektif antara tanah dan material tiang

As : luas selimut tiang pancang yang menerima geser

2.4 Pondasi Jembatan

Pondasi jembatan berfungsi untuk menyalurkan seluruh beban vertikal

maupun horizontal dari stuktur di atasnya ke tanah tanpa menyebabkan keruntuhan

18

geser dan penurunan yang berlebihan pada tanah maupun pondasi. Pemilihan jenis

pondasi ini didasarkan pada kedalaman tanah keras, keadaan lokasi setempat, tipe

bangunan, keadaan propertis lapisan tanah, kemampuan pondasi tersebut untuk

menyalurkan beban, serta ditinjau juga terhadap efisiensi proses dan biaya dari

penerapan pondasi tersebut. Secara umum jenis pondasi yang dapat digunakan

adalah sebagai berikut:

a. Pondasi dangkal.

Pada umumnya pondasi dangkal digunakan untuk kondisi lapisan tanah keras

terletak di dekat permukaan tanah. Pondasi dangkal ini terdiri dari jenis pondasi

telapak, pondasi menerus, serta pondasi rakit.

b. Pondasi dalam

Pondasi dalam terdiri dari pondasi bored pile (dengan casing atau tanpa

casing), pondasi caisson, serta pondasi tiang. Pondasi dalam biasanya digunakan

untuk jenis struktur dengan beban yang relatif besar namun tanah keras berada jauh

di bawah permukaan tanah.

Pondasi tiang merupakan salah satu teknologi pondasi yang sering digunakan

untuk struktur bangunan dengan beban yang besar. Daya dukung untuk pondasi

tiang ini terdiri dari dua jenis yakni daya dukung tahanan ujung dan daya dukung

gesekan (friksi). Daya dukung tahanan ujung lebih ditekankan apabila pondasi tiang

ditanamkan hingga masuk sampai lapisan tanah keras. Tiang tipe ini disebut end

bearing pile atau point bearing piles. Sedangkan daya dukung yang berasal dari

daya lekatan tiang dan tanah lebih ditekankan pada kondisi ketika tiang tidak dapat

mencapai lapisan tanah keras. Tiang seperti ini disebut friction pile. Selain itu, daya

dukung pada pondasi tiang ini juga dapat berupa friction dan end bearing capacity.

Tiang pancang dapat dibedakan dari material utama pembuatnya, yakni tiang

pancang kayu, tiang pancang beton serta tiang pancang baja. CP 2004 dalam

Pradoto 1989 juga mengklasifikasikan tiang untuk pondasi tiang menjadi 3 bagian

sebagai berikut:

1. Tiang perpindahan besar (Large displacement piles)

Tiang ini adalah tiang masif ataupun tiang berlubang dengan ujung tertutup.

Pelaksanaan di lapangan dapat dengan dipancang atau ditekan sampai elevasi

yang dituju sehingga terjadi perpindahan/terdesaknya lapis tanah.

2. Tiang Perpindahan kecil (Small displacement piles)

Tiang ini memiliki penampang yang lebih kecil dari pada tiang tipe Large

displacement. Contohnya adalah tiang baja penampang H atau I, tiang pipa,

atau tiang box dengan ujung terbuka yang memungkinkan tanah masuk ke

penampang yang berlubang.

3. Tiang tanpa perpindahan (Non displacement piles)

Tiang tipe ini dibuat dengan memindahkan tanah terlebih dahulu untuk

kemudian dapat dilaksanakan pengisian lobang tersebut dengan tiang.

Penentuan kedalaman tiang pada pondasi tiang harus mempertimbangkan

beberapa hal berikut (BMS section 4 1992):

a. Daya dukung dan sifat kompresibilitas dari tanah atau batuan

b. Penurunan yang diizinkan dari struktur

c. Perkiraan kedalaman gerusan

d. Kemungkinan pergerakan tanah

e. Penggalian atau pengerukan dikemudian hari yang berdekatan dengan pondasi

f. Letak dan kedalaman pondasi struktur yang berdekatan

19

g. Muka air tanah

Biasanya, dalam perancangan pondasi jembatan dengan tipe tiang pancang,

tiang yang digunakan bukan berupa tiang tunggal melainkan tiang dalam grup.

Berdasarkan RSNI-T-12-2004, jarak dari tiang-tiang harus dipertimbangkan

terhadap kondisi dari tanah dan harus dipilih dengan memperhatikan pemadatan

dan metode pemasangan/pelaksanaannya. Jarak tiang harus diukur dari as ke as.

Untuk tiang-tiang yang paralel, jarak minimum tiang adalah 5 kali diameter atau

jarak terkecil dari tiang. Bila kepala tiang tergabung dalam suatu kumpulan kepala

tiang (pile-cap) beton, jarak dari satu sisi tiang ke tepi terdekat dari kumpulan

kepala tiang, tidak boleh kurang dari 250 mm. Kepala tiang harus tertanam ke dalam

beton tidak kurang dari 300 mm sesudah semua material yang rusak akibat

pemancangan dibuang. Untuk tiang-tiang beton dan pipa baja yang diisi beton harus

dibuat kait angkur atau pembesian yang diperpanjang kedalam pilecap beton, maka

masuknya kepala tiang dapat dikurangi sampai 100 mm.

Lebih lanjut lagi, Pradoto 1989 menjelaskan spasi setiap tiang dalam suatu

grup tiang pondasi umumnya bervariasi antara 2 kali diameter tiang (2D) hingga 6

kali diameter tiang (6D). Selain itu, spasi ini juga bervariasi berdasarkan fungsi pile

serta klasifikasi tanah yakni sebagai berikut:

Berdasarkan fungsi pile

- sebagai friction pile minimum S = 3D

- sebagai end bearing pile minimum S = 2.5 D

Berdasarkan klasifikasi tanah

- terletak pada lapisan tanah liat keras minimum S = 3.5D

- terletak di daerah lapis padat minimum S = 2D

Spasi dalam grup tiang akan memberikan pengaruh terhadap kemampuan

daya dukung dari grup tiang tersebut. Pengaruh dari spasi ini akan menentukan

besarnya efisiensi daya dukung grup tiang. Spasi antar tiang dalam grup tiang yang

berdekatan menyebabkan adanya pemakaian bersama area lapisan tanah dalam

menyalurkan beban. Hal ini menyebabkan daya dukung maksimum grup tiang tidak

dapat dihitung dengan mengalikan kapasitas daya dukung satu tiang dengan jumlah

banyaknya tiang. Untuk itu diperlukan adanya efisiensi grup tiang.

Daya dukung maksimum grup tiang dapat dihitung berdasarkan anggapan

keruntuhan tiang tunggal (individual pile failure). Keruntuhan tiang tunggal ini

dapat diterapkan untuk tanah tipe c-soils, ∅-soils, serta c-∅ soils yang memenuhi

syarat minimum spasi. Sedangkan untuk kondisi yang dijabarkan di bawah ini,

kapasitas daya dukung tiang maksimum grup harus dihitung berdasarkan anggapan

keruntuhan blok (block failure). Kondisi tersebut adalah (Pradoto 1989):

- Biasanya untuk tanah c-soils yang lunak atau tanah pasir lepas

- Untuk tanah liat keras dan tanah pasir padat yang mempunyai spasi S < 3D

Di dalam grup tiang gaya-gaya luar yang bekerja pada kepala tiang (kolom)

didistribusikan pada grup tiang berdasarkan rumus elastisitas sebagai berikut:

Qum = 𝑉

𝑛 ±

𝑀𝑦 × 𝑋

∑𝑋2 ±

𝑀𝑥 × 𝑌

∑𝑌2 (46)

Dimana:

Qum : beban aksial untuk sembarang anggota member tiang (Qi)

V : beban vertikal total yang bekerja pada titik pusat grup tiang

n : banyak tiang dalam grup

20

Mx, My : momen pada arah sebagai x dan sebagai Y

X, Y : jarak dari tiang terhadap sumbu X dan Y

Dalam perancangan tiang-tiang pondasi, diperlukan kriteria perancangan

yang didasarkan pada hal berikut:

- Hult yakni gaya horizontal yang merupakan fungsi dari sifat-sifat tanah harus

lebih besar dari gaya horizontal yang dikenakan pada tiang tunggal biasa yakni

H working load (Hwl). Hwl dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut:

Hwl = ∑𝐻

∑𝑛 (47)

- Kestabilan perancangan defleksi yang terjadi < defleksi yang diizinkan.

Perancangan defeksi tiang yang terjadi dapat ditentukan menggunakan

persamaan berikut:

Untuk tipe kepala tiang bebas

𝑌 =𝐻(𝑒 × 𝑧𝑓)3

3 𝐸𝑝 × 𝐼𝑝 (48)

Untuk kepala tiang terjepit

𝑌 =2𝐻(𝑒+𝑧𝑓)3

3 𝐸𝑝 × 𝐼𝑝 (49)

Dimana:

zf : jarak dari surface ke titik jepit dasar

Ep : modulus elastisitas tiang

Ip : Momen Inersia tiang

Selain itu perlu diperhitungkan besarnya penurunan yang terjadi. Pada lapisan

tanah berbutir halus, settlement yang dominan terjadi adalah consolidation

settlement. Sebaliknya pada lapis tanah berbutir kasar, settlement yang dominan

terjadi adalah immediate settlement. Jika tanah tersebut murni hanya terdiri dari

tanah berbutir kasar, maka consolidation settlement tidak terjadi. Besarnya

settlement yang dizinkan adalah sebesar 25 mm.

Berdasarkan BMS Vol 2 1992, penurunan tiang tunggal dapat diperkirakan

dengan cara elastis sebagai berikut:

- Tiang terapung atau tahan lekat

𝑠 =𝑃

𝑑 𝐸𝑠× 𝐼𝑜 × 𝑅𝑘 × 𝑅ℎ × 𝑅𝑣 (50)

- Tiang tahan ujung

𝑠 =𝑃

𝑑 𝐸𝑠× 𝐼𝑜 × 𝑅𝑘 × 𝑅ℎ × 𝑅𝑣 (51)

Dimana:

P : beban rencana yang bekerja

d : diameter tiang

Es : modulus young tanah rencana

Io : faktor pengaruh tiang kaku dalam lapis merata yang dalam

(Gambar 3)

21

Rk, Rh, Rb, Rv : faktor kohesi untuk pengaruh tiang terhadap kompresibilitas

kedalaman tanah, kekakuan lapis pendukung dan

perbandingan Poisson Vs. Grafik untuk menentukan Rk, Rh,

Rb, dan Rv ditampilkan pada Lampiran 7.

Gambar 3 Faktor pengaruh penurunan, Io (sumber: BMS Manual

Vol 2 1992)

Penurunan dalam kelompok tiang dapat dihubungkan dengan penurunan

tiang tunggal dengan beban rata-rata yang sama seperti tiang dalam kelompok, oleh:

𝑠𝑔 = 𝑅𝑠 × 𝑆 (52)

Dengan:

Sg : penurunan rencana kelompok tiang

S : penurunan rencana tiang tunggal

Rs : nilai perbandingan penurunan

Untuk kelompok yang mempunyai lebih dari 25 tiang, Rs dapat diekstrapolasi

dari nilai-nilai untuk kelompok 16 tiang dan 25 tiang dengan penggunaan rumus

berikut:

𝑅𝑠 = (𝑅25 − 𝑅16) (√𝑛 − 5) + 𝑅25 (53)

2.5 Pilar Jembatan

Pilar berfungsi untuk menyalurkan beban dari struktur atas ke pondasi.

Perhitungan pilar meliputi penentuan bentuk, penentuan pembebanan yang terjadi,

dimensi dan mutu bahan pilar, serta peninjauan kestabilan pilar terhadap geser dan

guling. Pilar jembatan dan pilar yang berupa kepala kumpulan tiang harus

direncanakan untuk dapat menahan beban mati, beban pelaksanaan, beban hidup

akibat lalu lintas, beban angin pada struktur atas, gaya-gaya akibat aliran air,

pengaruh suhu dan susut, tekanan lateral tanah, dan tekanan air, gerusan, tumbukan

22

serta beban gempa bumi. Pilar jembatan harus direncanakan untuk mempunyai

kapasitas struktural yang memadai, dengan pergerakan yang dapat diterima sebagai

akibat dari kombinasi beban-beban, serta kapasitas dukungan pondasi yang aman

dan penurunan yang dapat diterima (RSNI-T-12-2004).

Tiang direncanakan dengan hubungan kaku ke dalam balok cap. Tebal balok

cap dari diameter pilar dapat diperkirakan tetapi umumnya tidak kurang dari 1000

mm. Bentuk umum dari pilar ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Bentuk Umum Pilar Jembatan (Sumber : BMS Manual

Vol 1)

2.6 Beton Bertulangan

Beton sederhana terbuat dari perkerasan campuran semen, air, agregat halus,

agregat kasar, serta bahan tambahan lainnya (jika diperlukan). Kekuatan nominal

beton terdiri dari kuat tekan, kuat tarik, serta kuat tarik lentur. Kuat tekan beton

ditentukan berdasarkan tes uji silinder beton saat beton berusia 28 hari. Kuat tekan

beton ini dipengaruhi faktor air semen (FAS), tipe semen, agregat, bahan tambahan,

kecepatan pembebanan, umur beton, serta kelembaban dan temperatur ketika beton

mengeras. RSNI-T-12-2004 mensyaratkan, beton dengan kuat tekan (benda uji

silinder) yang kurang dari 20 MPa tidak dibenarkan untuk digunakan dalam

pekerjaan struktur beton untuk jembatan, kecuali untuk pembetonan yang tidak

dituntut persyaratan kekuatan.

Beton mempunyai kekuatan tekan tinggi namun memiliki kekuatan tarik yang

rendah. Untuk itu, pada beton perlu dilakukan penguatan pada daerah tarik dari

23

penampang untuk mengatasi kelemahan terhadap tarik tersebut. Penguatan terhadap

tarikan ini dapat dilakukan dengan menambahkan tulangan baja ke dalam struktur

beton. Teknologi ini dinamakan sebagai beton bertulang. Beton bertulang

merupakan beton yang diberi baja tulangan dengan luas dan jumlah yang tidak

kurang dari nilai minimum yang diisyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan

direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material tersebut bekerja sama

dalam menahan gaya yang bekerja (RSNI-T-12-2004).

Perencanaan struktur beton bertulang di bawah ini di dasarkan pada RSNI T-

12-2004

1. Kekuatan Balok Rencana Terhadap Lentur

Perhitungan kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus

memperhitungkan keseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta

konsisten dengan anggapan:

- Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur

- Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik.

- Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-regangan

beton.

- Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003.

Hubungan distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat dianggap

dipenuhi oleh distribusi tegangan beton persegi ekuivalen, yang diasumsikan bahwa

tegangan beton = 0,85 fc’ terdistribusi merata pada daerah tekan ekuivalen yang

dibatasi oleh tepi tertekan terluar dari penampang dan suatu garis yang sejajar

dengan sumbu netral sejarak a = β/c dari tepi tertekan terluar tersebut. Faktor β

harus diambil sebesar:

β = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa (54)

β = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 Mpa (55)

Untuk komponen struktur lentur, dan untuk komponen struktur yang dibebani

kombinasi lentur dan aksial tekan dimana kuat tekan rencana ρPn kurang dari nilai

yang terkecil antara 0,1fc’Ag dan ρPb, maka rasio tulangan ρ tidak boleh melampaui

0,75 dari rasio ρb yang menghasilkan kondisi regangan batas berimbang untuk

penampang. Untuk komponen struktur beton dengan tulangan tekan, bagian ρb

untuk tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75.

2. Kekuatan Balok Rencana Terhadap Geser

Perencanaan penampang akibat geser harus didasarkan pada :

Vu < φ Vn (56)

Di mana Vu adalah gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau, dan

Vn adalah kuat geser nominal yang dihitung dari

Vn = Vc + Vs (57)

Vc adalah kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton, dan Vs adalah kuat

geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser. Untuk komponen struktur

yang dibebani geser dan lentur saja, berlaku:

𝑉𝑐 = (√𝑓𝑐′

6) 𝑏𝑤 × 𝑑 (58)

24

Untuk komponen struktur yang dibebani tekan aksial berlaku:

𝑉𝑐 = (1 +𝑁𝑢

14𝐴𝑔) (

√𝑓𝑐′

6) 𝑏𝑤 × 𝑑 (59)

Untuk komponen yang dibebani gaya tarik aksial yang besar, kuat geser dapat

dihitung dengan perhitungan yang lebih rinci dari,

𝑉𝑐 = (1 +0,3 𝑁𝑢

𝐴𝑔) (

√𝑓𝑐′

6) 𝑏𝑤 × 𝑑 (60)

Apabila 0,5∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 ≤ ∅𝑉𝑐 harus dipasang tulangan minimum sesuai

dengan,

𝐴𝑣(min) =1

3(𝑏𝑤×𝑠

𝑓𝑦) (61)

Apabila 𝑉𝑢 > ∅𝑉𝑐 maka batas spasi maksimum dan luas tulangan geser

dapat dihitung berdasarkan aturan:

𝑉𝑠 =𝐴𝑣×𝑓𝑦×𝑑

𝑠 (62)

3. Kekuatan Balok Rencana Terhadap Puntir

Kekuatan puntir balok harus direncanakan berdasarkan hubungan:

𝑇𝑢 ≤ ∅𝑇𝑛 (63)

Di mana puntir nominal Tn bisa dihitung sebagai penjumlahan dari puntir

nominal yang disumbangkan oleh beton Tc dan puntir nominal yang disumbangkan

oleh tulangan Ts. Berdasarkan McCormac 2004 pengaruh torsi dapat diabaikan

untuk tulangan non pratekan jika:

𝑇𝑢 <∅√𝑓𝑐′

12(𝐴𝑐𝑝2

𝑃𝑐𝑝) (64)

Dimana :

Acp: luas seluruh penampang (termasuk luas lubang dalam batang berlubang)

Pcp: keliling dari seluruh penampang

4. Perencanaan Kolom Langsing

Untuk menentukan jenis kolom langsing, kolom harus dikelompokkan

sebagai tidak bergoyang atau bergoyang. Pengaruh kelangsingan dapat diabaikan

untuk komponen struktur tekan tak bergoyang apabila dipenuhi:

𝐾𝐿𝑢

𝑟≤ 34 − 12 (

𝑀1

𝑀2) (65)

Untuk komponen struktur tekan bergoyang, pengaruh kelangsingan dapat

diabaikan apabila:

𝐾𝐿𝑢

𝑟≤ 22 (66)

Faktor panjang efektif (K) didefinisikan pada Gambar 5:

25

Gambar 5 Faktor panjang efektif (sumber: RSNI-T-12-2004)

Komponen struktur tekan harus direncanakan dengan menggunakan beban

aksial terfaktor Pu dan momen terfaktor yang diperbesar, Mc, yang didefinisikan

sebagai :

𝑀𝑐 = 𝛿𝑛𝑠 × 𝑀2 (67)

Faktor pembesaran momen untuk kolom yang tidak bergoyang adalah

𝛿𝑛𝑠 =𝐶𝑚

1−(𝑃𝑢

0,75×𝑃𝑐)> 1,0 (68)

Untuk komponen struktur yang tidak bergoyang dan tanpa beban transversal

diantara tumpuan, maka Cm dapat diambil:

𝐶𝑚 = 0,6 + 0,4 (𝑀1

𝑀2) > 0,4 (69)

Beban tekuk (Pc) dapat diambil dari:

𝑃𝑐 =𝜋2×𝐸𝐼

(𝐾𝐿𝑢)2 (70)

Bila tidak melalui perhitungan yang lebih akurat, EI dapat diambil lebih

konservatif sebesar:

𝐸𝐼 =0,4×𝐸𝑐×𝐼𝑔

1+𝛽𝑑 (71)

5. Persyaratan tulangan untuk kolom

Luas dari tulangan memanjang kolom harus :

- Tidak kurang dari 0,01 Ag;

- Tidak melebihi 0,08 Ag, kecuali jika jumlah dan penempatan tulangan

mempersulit penempatan dan pemadatan beton pada sambungan dan

persilangan dari bagian- bagian komponen maka batas maksimal rasio tulangan

perlu dikurangi.

Rasio tulangan spiral (ρs) tidak boleh kurang dari:

𝜌𝑠 = 0,45 (𝐴𝑔

𝐴𝑐− 1) (

𝑓𝑐′

𝑓𝑦) (72)

26

3 METODE

Struktur yang ditinjau ini berada pada proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung

(25,785 km) yakni berupa struktur bawah dari jembatan layang yang merupakan

bagian dari jalan tol tersebut. Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung memiliki

panjang 25,785 km (STA 0+0 hingga STA 25+785). Proyek diawali di daerah

Cimanggis Depok hingga Cibitung Bekasi. Investor proyek Jalan Tol Cimanggis-

Cibitung adalah Cimanggis-Cibitung Tollways A Bakrie Company dengan

konsultan perencana adalah PT Perentjana Djaja. Lokasi proyek ditampilkan pada

Gambar 6 dan penampang memanjang jembatan layang ditampilkan pada Gambar

7.

Gambar 6 Lokasi proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung

Gambar 7 Penampang memanjang jembatan layang

Jalan Tol Cimanggis-Cibitung terdiri dari jalan serta jembatan. Jembatan

layang yang ditinjau ini terdiri dari dua jalur lalu lintas dengan total lebar struktur

atas jembatan adalah 34,1 m serta bentang jembatan sepanjang 35 m. Kedua jalur

lalu lintas ini dipisahkan (tidak menyatu) strukturnya sejauh 1,5 m dengan lebar

setiap jalur adalah 16,3 m (temasuk bahu jalan selebar masing-masing 0,5 m pada

sisi kiri dan kanan). Super struktur jembatan terdiri dari 5 buah girder dengan tipe

PCU untuk masing-masing jalur lalu lintas. Struktur yang khusus ditinjau dalam

penelitian ini adalah bagian struktur bawah yang terdiri dari pilar P40 serta

pondasinya. Pilar P40 ini rencananya ditempatkan di jalur sungai Cikeas yakni

27

STA.4+388. Pilar P40 dirancang dengan ketinggian mencapai 17,8 m dengan

membentuk huruf “Y” untuk menopang kedua jalur lalu lintas di atasnya. Gambar

rencana awal pilar P40 ditampilkan pada Gambar 11 .

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Maret-Juni 2014.

Struktur yang ditinjau adalah Pilar P40 (STA.4+388). Analisis data dilakukan di

kantor PT. Perentjana Djaja, Jakarta Selatan serta di kampus Departemen Teknik

Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Bahan penelitian merupakan data

sekunder dari PT Perentjana Djaja untuk Proyek Perencanaan Teknis Cimanggis-

Cibitung (25.785 Km) Toll Way dan dari Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

(BAPEDAS) Citarum-Ciliwung, Bogor yang terdiri dari:

1. Gambar Rencana Pilar P40 (Gambar 11)

2. Data tanah hasil pengujian Bor (DB 25-DB27), Sondir (S7), dan laboratorium

(DB25-DB27).

3. Data curah hujan harian maksimum tahun 2001-2010 stasiun cuaca Bogor,

Depok, dan Cibitung

4. Data Plan and Profil Jalan Tol Cimanggis-Cibitung

5. Peta DAS Cikeas.

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: software

ArcGIS 10, SAP 2000 versi 14, AutoCAD 2010, Microsoft Excel 2013, Laptop,

Peraturan Teknis Perencanaan Jembatan. Diagram alir tahapan penelitian

ditampilkan pada Gambar 8, 9 dan 10 sedangkan tahapan perhitungan ditampilkan

pada Lampiran 10.

Gambar 8 Diagram alir perhitungan daya dukung tanah

Mulai

Pengumpulan data penelitian dan bahan rujukan

Perhitungan daya dukung tanah

Uji Bor Uji Sondir Uji Laboratorium

Qs Qp Qs Qp Qs Qp

𝑄𝑎𝑙𝑙 =𝑄𝑠

5+

𝑄𝑝

3 𝑄𝑎𝑙𝑙 =

𝑄𝑠

5+

𝑄𝑝

3 𝑄𝑎𝑙𝑙 =

𝑄𝑠

5+

𝑄𝑝

3

Daya dukung izin 1 tiang (Qall)

A

28

Gambar 9 Diagram alir perhitungan tinggi muka air banjir Sungai Cikeas

Mulai

Pengumpulan data penelitian dan bahan rujukan

Perhitungan curah hujan maksimum harian area DAS Cikeas

Metode Isohyet : 𝑅 =

𝑑0+𝑑1

2 𝐴1+

𝑑1+𝑑2

2 𝐴2+ … +

𝑑𝑛−1+𝑑𝑛

2 𝐴2

𝐴1+𝐴2+ … +𝐴𝑛

Gumbel Normal Log Normal

Perhitungan curah hujan rencana

B

Penentuan jenis distribusi probabilitas (persyaratan parameter statistik dan Metode Smirnov-Kolmogorof)

Log Pearson III

Perhitungan intensitas hujan rencana

Metode Mononobe : 𝐼 = 𝑋24

24× (

24

𝑡)

2

3

Perhitungan debit rencana periode ulang 50 tahunan Metode Rasional : Q

50 = 0,278 I

50 ∑ (A x C)

Perhitungan kecepatan aliran sungai

Metode rasional Mononobe : 𝑉 = 72 × (𝐻

𝐿)0,6

Perhitungan ketinggian rencana muka air banjir periode ulang 50 tahunan

29

Gambar 10 Diagram alir perancangan pondasi grup dan tulangan pilar

Cek terhadap penurunan tiang (S)

𝑆 =𝑃𝑢×𝐼

𝐸𝑠×𝑑

Desain tulangan pondasi

Desain tulangan pile cap

Penyusunan laporan

Mu ≤ ∅ Mn Vu ≤ ∅ Vn Tu ≤ ∅ Tn

A B

Perhitungan beban-beban yang bekerja

Kombinasi beban

Perhitungan gaya dalam pada pilar

Desain tulangan pilar

Merancang pondasi grup

Efisiensi Grup (Eg) = 1 − 𝑄(𝑛−1)×𝑚+(𝑚−1)×𝑛

90×𝑚×𝑛

Distribusi beban 1 Tiang (Qi)

Qi = 𝑉

𝑛 ±

𝑀𝑦 × 𝑋

∑ 𝑋2 ±

𝑀𝑥 × 𝑌

∑ 𝑌2

Cek terhadap kapasitas lateral tiang (Hu)

𝐻𝑢 =2 × 𝑀𝑢

𝑒 + 0,54√𝐻𝑢

𝛾𝐵𝐾𝑝

Qall >Qi

Selesai

Tidak

Ya

Ya

Tidak

30

Gambar 11 Rencana awal pilar P40

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Ketinggian Muka Air Banjir Sungai Cikeas

Pilar P40 direncanakan ditempatkan di sekitar tepi sungai Cikeas sehingga

perlu dianalisis ketinggian muka air banjir sungai Cikeas tersebut. Untuk

menganalisis ketinggian muka air banjir rencana pada sungai Cikeas digunakan

data curah hujan harian maksimum selama 10 tahun (2001-2010) dari beberapa

stasiun cuaca yakni Stasiun Cuaca Bogor yang terletak di 106° 47' 36.66" BT; 6°

36' 06.53" LS , Stasiun Cuaca Depok yang terletak di 106° 49' 12.30" BT; 6° 23'

45.00" LS dan Stasiun Cuaca Bekasi yang terletak di 107° 02' 25.03" BT; 6° 20'

16.01" LS. Data curah hujan harian maksimum ketiga stasiun cuaca ini digunakan

untuk memprediksi curah hujan area menggunakan metode Isohyet.

4.1.1 Analisis Curah Hujan Area Menggunakan Metode Isohyet

Curah hujan area merupakan besaran curah hujan yang berada pada DAS

Cikeas pada satuan waktu tertentu. Untuk menganalisis curah hujan area tersebut

digunakan metode Isohyet (persamaan 73) yakni dengan menghubungkan lokasi

yang memiliki curah hujan seragam sehingga membentuk suatu kontur curah hujan.

31

Kontur curah hujan seragam ini akan membentuk suatu luasan polygon yang

dibatasi oleh batas DAS. Analisis kontur curah hujan serta luasan polygon ini

dilakukan dengan menggunakan software ARC-GIS. Contoh hasil analisis kontur

curah hujan menggunakan software ARC-GIS ditampilkan pada Gambar 12. Hasil

analisis curah hujan area sub-DAS Cikeas serta curah hujan harian maksimum 10

tahunan ke tiga stasiun cuaca tersebut ditampilkan pada Tabel 5.

𝑅 =

𝑑0+𝑑1

2 𝐴1+

𝑑1+𝑑2

2 𝐴2+ … +

𝑑𝑛−1+𝑑𝑛

2 𝐴2

𝐴1+𝐴2+ … +𝐴𝑛 (73)

Tabel 5 Curah hujan area sub-DAS Cikeas

Tahun Curah Hujan Setiap Stasiun Cuaca (mm) Hasil

Perhitungan Isohyet

(mm) Bogor Cibitung Depok

2001 108 98 118 110

2002 127 138 148 135

2003 123 83 223 149

2004 142 127 249 173

2005 127 123 106 120

2006 136 82 244 163

2007 156 78 132 139

2008 105 120 118 111

2009 115 80 134 116

2010 145 105 110 129

Gambar 12 Hasil analisis kontur curah hujan Sub-DAS Cikeas tahun 2006

4.1.2 Penentuan Metode Distribusi Probabilitas

Untuk memperoleh nilai hujan rencana, data curah hujan sub-DAS Cikeas

tersebut perlu dianalisis menggunakan distribusi probabilitas kontinu. Analisis

32

frekuensi menggunakan distribusi probablitas kontinu dapat dilakukan

menggunakan beberapa metode, yakni Gumbel, Normal, Log Normal, dan Log

Pearson III. Keempat metode ini perlu diuji kesesuaian penggunaannya terhadap

data yang dimiliki dengan menghitung parameter statistik atau dengan

menggunakan metode Smirnov Kolmogorov.

1. Metode Parameter Statistik

Metode parameter statistik didasarkan pada kecocokan nilai koefisien

kurtosis, kepencengan, serta koefisien variasi hasil perhitungan terhadap nilai

standar yang diterapkan. Hasil perhitungan metode statistik dijabarkan pada

Lampiran 1 sedangkan hasil perhitungan terhadap standar deviasi, koefisien

Skewness dan Kurtosis ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil perhitungan standar deviasi, koefisien Skewness dan Kurtosis

Keterangan Gumbel dan Normal Log Normal dan Log Pearson III

Standar Deviasi 21,76 0,07

Koefisien Skewness (Cs) 0,62 0,42

Koefisien Kurtosis (Ck) 3,30 3,03

Perhitungan untuk persyaratan metode Log Normal dijabarkan sebagai

berikut:

Koefisien variasi (Cv) = 𝑆𝑑

𝑋

= 0,03

Cs = Cv3 +3 Cv

Cs = 0,096

Ck = Cv8 + 6 Cv

6 + 15 Cv4 + 16 Cv

2 + 3

Ck = 3,016

Rekapitulasi persyaratan dan hasil perhitungan statistik metode Gumbel,

Normal, Log Normal, dan Log Pearson III ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Rekapitulasi persyaratan dan hasil perhitungan Statistik

Metode Syarat Hasil

Gumbel Cs= 1,14 0,622

Ck= 5.4 3,301

Normal Cs ≈ 0 0,622

Ck ≈ 3 3,301

Log Normal Cs = 0,096 0,417

Ck = 3,016 3,028

Log pearson III Cs = selain nilai diatas 0,417

Ck = selain nilai diatas 3,028

Berdasarkan hasil perhitungan statistik tersebut, metode terbaik yang dapat

digunakan adalah metode Normal dan Log Normal. Untuk lebih meyakinkan lagi

33

ketepatan pemilihan metode ini, data curah hujan ini perlu dianalisis menggunakan

metode Smirnov-Kolmogorof.

2. Metode Smirnov-Kolmogorof

Metode Smirnov-Kolgomorof yang digunakan ini adalah secara analitis

untuk menganalisis kesesuaian metode Normal dan Log Normal. Penggunaan

metode Smirnov-Kolmogorof didahului dengan menentukan peluang empiris

masing-masing data yang diurutkan dari nilai terbesar ke nilai terkecil

menggunakan metode Weibull. Selisih antara peluang empiris dan peluang teoritis

ini akan menghasilkan suatu simpangan maksimum yang harus memenuhi

persyaratan terhadap simpangan kritis. Hasil perhitungan metode Smirnov-

Kolmogorov untuk Metode Normal dan Log Normal ditampilkan pada Lampiran 1.

Dari hasil perhitungan, nilai ∆P maksimum untuk metode Normal adalah

0,112. Untuk derajat kepercayaan (α) sebesar 5% didapat ∆P kritis sebesar 0,41

(sumber Kamiana 2011). Hasil perhitungan ∆P maksimum memiliki nilai yang

lebih kecil dari pada ∆P kritis sehingga metode Normal dapat diterima. Untuk

metode Log Normal, nilai ∆P maksimum untuk metode Log Normal adalah 0,106.

Untuk derajat kepercayaan (α) sebesar 5% didapat ∆P kritis sebesar 0,41 (sumber:

Kamiana 2011). Hasil perhitungan ∆P memiliki nilai yang lebih kecil dari pada ∆P

kritis sehingga Metode Log Normal dapat diterima.

Dari kedua metode tersebut, metode Log Normal memiliki simpangan nilai ∆P

maksimum terhadap ∆P kritis yang lebih besar dari pada metode Normal. Hal ini

berarti bahwa metode Log Normal memiliki kesesuaian yang lebih baik untuk

digunakan.

4.1.3 Perhitungan Curah Hujan dan Intensitas Hujan Rencana

Nilai hujan rencana ini dianalisis untuk periode ulang 50 tahunan

menggunakan metode Log Normal. Hasil perhitungan deviasi standar dari Log X

pada metode Log Normal adalah 0,068, sedangkan faktor frekuensi untuk periode

ulang 50 tahun adalah 2,05 (Kamiana 2011) sehingga curah hujan rencana 50

tahunan adalah sebesar 184 mm.

𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑇 = 𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡 + 𝐾𝑇 × 𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋

𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑇 = 2,123 + 2,05 × 0,0685

𝑋𝑇 = 184 𝑚𝑚

Untuk data hujan harian, intensitas hujan rencana dapat dihitung

menggunakan persamaan Mononobe sedangkan untuk menentukan waktu

konsentrasi (tc) dapat digunakan Rumus Kirpich. Dari hasil perhitungan, waktu

konsentrasi yang terhitung adalah 6,19 jam sehingga intensitas curah hujan rencana

untuk periode ulang 50 tahun adalah 18,89 mm.

𝑡𝑐 = (0,87×44,7852

1000×0,015)0,385

𝑡𝑐 = 6,19 𝑗𝑎𝑚

𝐼 =184

24× (

24

6,19)

2

3

𝐼 = 18,89 𝑚𝑚

34

4.1.4 Perhitungan Debit Rencana 50 Tahunan

Perhitungan debit rencana 50 tahunan ini menggunakan persamaan Rasional.

DAS Cikeas yang diperhitungkan memiliki luasan sebesar 99,9 km2 yang terdiri

dari berbagai jenis tutupan lahan. Untuk menentukan debit rencana ini, tata guna

lahan tersebut harus diklasifikasikan sesuai dengan nilai koefisien pengalirannya.

Jenis tutupan lahan serta luasan area tutupan lahan tersebut ditampilkan pada Tabel

8.

Tabel 8 Jenis tutupan lahan serta koefisien angka pengaliran (C)

Nama Tutupan Lahan Luas (km2) Nilai C A x C

Air Tawar 1,38 1,00 1,38

Belukar/Semak 2,29 0,65 1,49

Gedung 0,21 0,90 0,19

Hutan 0,10 0,30 0,03

Kebun/Perkebunan 20,86 0,60 12,52

Pemukiman 21,62 0,80 17,29

Rumput/Tanah kosong 10,32 0,70 7,23

Sawah Irigasi 1,92 0,40 0,77

Sawah Tadah Hujan 0,07 0,50 0,03

Tegalan/Ladang 41,14 0,60 24,68

Jumlah 99,91 65,61

Sehingga debit rencana 50 tahunan adalah sebagai berikut:

Q50 = 0,278 I50 ∑ (A x C)

= 344,643 m3/dtk

4.1.5 Perhitungan Ketinggian Air Sungai Rencana

Kecepatan Aliran sungai dihitung berdasarkan metode Rational Mononobe

sebagai berikut:

𝑉 = 72 × (𝐻

𝐿)0,6

𝑉 = 5,86𝑚

𝑑𝑡𝑘

Profil sungai diasumsikan berbentuk trapesium dengan lebar dasar sungai

adalah 22,64 m dan lebar muka sungai adalah 26,41 m. Menggunakan informasi ini

didapat tinggi muka air banjir sebesar 2,4 m. Ketinggian struktur atas pilar pada

lokasi ini adalah 17,8 m sehingga ketinggian ruang bebas vertikal jembatan sudah

terlampaui terhadap ketinggian muka air banjir. Selain itu, ketinggian muka air

banjir ini akan digunakan dalam menentukan beban aliran air dan benda hanyutan

serta tekanan aliran air akibat gempa.

4.2 Analisis Rancangan Pondasi Jembatan

4.2.1 Analisis Daya Dukung Tanah

Kondisi topografi disekitar lokasi pilar cenderung menurun. Lokasi ini berada

di sekitar pemukiman serta jalan raya. Selain itu disekitar lokasi ini terdapat sistem

35

proteksi gas bawah tanah. Kondisi-kondisi ini menyebabkan pemilihan jenis

pondasi yang akan digunakan harus mempertimbangkan pengaruh lingkungan

terhadap keadaan sekitar misalnya pengaruh getaran apabila dipilih jenis pondasi

tiang pancang.

Daya dukung tanah ditentukan melalui uji lapangan maupun uji laboratorium.

Uji lapangan yang digunakan dalam hal ini adalah Uji Sondir serta Uji Bor. Titik-

titik lokasi pelaksanaan uji lapangan serta pengambilan contoh uji untuk Uji

Laboratorium ditampilkan pada Gambar 13.

Gambar 13 Lokasi titik Uji Bor, Laboratorium, dan Sondir

Titik yang ditinjau dalam hal ini adalah data bor serta laboratorium yakni

DB25 (X= 713775248, Y=9294095922), DB 26 (X=713851369, Y=9294071209),

dan DB 27 (X=713843302, Y=294073402). Untuk DB 28 dan S7A tidak dapat

dijadikan acuan karena titik pengujian ini berada di seberang Sungai Cikeas. Untuk

pilar P40 sendiri direncanakan berada di antara DB27 dan tepi sungai.

Dari hasil pengujian Bor dan Laboratorium terlihat bahwa tanah pada lokasi

tersebut cenderung memiliki kesamaan pada setiap titik yang ditinjau. Tanah pada

daerah ini dapat diperkirakan terdiri dari tanah lempung lunak pada lapisan atas,

pasir keras pada pertengahan kedalaman 30 meter, serta dilanjutkan dengan

lempung keras pada kedalaman selanjutnya. Tanah keras dapat dijumpai pada

kedalaman sekitar 11 meter dari permukaan tanah. Keberadaan tanah keras ini dapat

diamati dari hasil pengujian Bor. Hasil pengujian bor tersebut ditampilkan pada

Gambar 14 serta pada Lampiran 11-13. Dari nilai NSPT pada pengujian Bor terlihat

bahwa pada lokasi ini tidak terdapat jenis tanah lensa. Tanah lensa adalah sebuah

kondisi dimana daya dukung tanah cukup tinggi (NSPT diatas 60) namun lapisan

ini tidak cukup tebal, sementara itu dibawah lapisan ini terdapat tanah lunak dengan

daya dukung yang rendah. Tanah lensa ini jika digunakan sebagai lapisan penumpu

pondasi dapat menyebabkan terjadinya penurunan struktur yang cukup besar.

36

Gambar 14 Nilai NSPT data uji bor DB25, DB26, dan DB27

1. Perhitungan Daya Dukung Tanah Menggunakan Data Uji Bor (NSPT)

Data yang dihasilkan dari Uji Bor ini adalah berupa nilai NSPT disetiap

kedalaman dari kedalaman 1 m sampai dengan 30 m. Setiap lapisan memiliki

kapasitas daya dukung yang berbeda sehingga perlu diperhitungkan daya dukung

setiap lapisan tanah. Daya dukung ini dianalisis disetiap 1 m ketebalan lapisan tanah

dengan memperhitungkan daya dukung ujung tiang (Qp) dan daya dukung friksi

(Qs). Dalam hal ini, direncanakan pondasi tiang bor berbahan beton bertulang

dengan diameter 1,2 m. Hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan Uji

Bor untuk setiap titik uji ditampilkan pada Lampiran 3 sampai dengan Lampiran 5.

Perbandingan daya dukung tanah ketiga titik uji ini ditampilkan pada Gambar 15.

Gambar 15 Daya dukung tanah Uji Bor (NSPT)

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

0 5 10 15 20 25 30

DA

YA D

UK

UN

G (

KN

)

KEDALAMAN (M)

DB 27 DB 26 DB 25

37

Dari gambar tersebut terlihat bahwa daya dukung tanah disekitar permukaan

tanah (0-7 meter) memiliki daya dukung yang rendah dimana jenis tanah pada

kedalaman ini adalah tanah kohesif. Daya dukung tanah mulai meningkat pada

kedalaman sekitar 9 meter dibawah permukaan tanah dimana pada sekitar

kedalaman 9 meter ini jenis tanah merupakan tanah nonkohesif. Dalam hal ini

terlihat bahwa tanah nonkohesif memiliki daya dukung yang lebih mengandalkan

tahanan ujung dari pada tahanan geser. Daya dukung ini selanjutnya menurun mulai

dari kedalaman sekitar 22 meter dari permukaan tanah. Tanah pada kedalaman ini

merupakan tanah kohesif yakni jenis Silt Cemented Hard. Meskipun tergolong

tanah kohesif, tanah ini dinilai cukup keras sehingga diprediksi bahwa tidak terjadi

penurunan atau amblesan pada struktur di kemudian hari. Namun meskipun begitu,

besarnya penurunan yang mungkin terjadi harus tetap diperhitungkan.

Pilar P40 yang ditinjau berada disekitar titik uji DB27 sehingga daya dukung

yang lebih menggambarkan titik rencana pondasi pilar P40 adalah daya dukung

pada titik DB27. Daya dukung ini diperhitungkan menggunakan tiga nilai referensi

koefisien adhesi (α) dari Reese & Wright, Kulhawy, serta Reese &Oneil.

Perbandingan daya dukung ketiga referensi tersebut ditampilkan pada Gambar 16.

Gambar 16 Perbandingan daya dukung izin tanah 3 referensi faktor Adhesi

Dari perbandingan tersebut dipilih daya dukung yang paling kritis yakni daya

dukung menggunakan referensi koefisien adhesi dari Kulhawy. Daya dukung

tertinggi tersebut terdapat pada kedalaman 22 m dengan daya dukung izin sebesar

5210,541 kN.

2. Perhitungan Daya Dukung Tanah Menggunakan Data Uji Laboratorium

Daya dukung tanah berdasarkan data uji laboratorium ini ditentukan

berdasarkan persamaan Meyerhoff, Terzaghi, serta Thomlinson untuk jenis daya

dukung ujung tiang, sedangkan untuk jenis daya dukung friksi ditentukan

berdasarkan Metode Alpha dari Thomlinson yang telah dimodifikasi oleh Borms.

Data hasil uji laboratorium yang tersedia pada proyek ini terbatas pada kedalaman

23,5 meter. Perhitungan ini didasarkan pada jenis tanah pada umumnya (c-∅ Soils).

Tabel hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan metode tersebut di atas

dijabarkan pada Lampiran 2, sedangkan daya dukung ujung tiang ketiga metode

dari Terzaghi, Meyerhof dan Thomlinson ditampilkan pada Gambar17 .

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

0 5 10 15 20 25 30

DA

YA D

UK

UN

G IZ

IN T

AN

AH

(K

N)

KEDALAMAN (M)

Reese & Wright Kulhawy Reese & O'Neil

38

Gambar 17 Perbandingan daya dukung ujung DB27

Rekap daya dukung izin tanah menggunakan data hasil uji laboratorium

ditampilkan pada Tabel 9. Tahanan ujung (Qp) yang digunakan dalam hal ini adalah

tahanan ujung dari Metode Meyerhof. Hal yang mendasari pemilihan ini adalah

tahanan ujung Metode Meyerhof lebih besar dari pada metode lainnya sehingga

memiliki besaran yang lebih mendekati perhitungan daya dukung ujung tiang

menggunakan data Bor.

Tabel 9 Rekap daya dukung izin tanah data Uji Laboratorium titik uji DB27

Kedalaman

(m) Deskripsi tanah

Qp

(kN)

Qs

(kN)

Qult

(kN)

Qall

(kN)

1-1,5 Lempung silt, merah

coklat, medium 327,00 56,41 272,25 83,23

5-5,5 lempung silt, kuning,

medium 658,25 329,51 738,47 202,22

9-9,5 Pasir hitam, very dense 716,85 624,32 1068,49 272,92

13-13,5 Silt cemented, hitam, hard 690,81 860,50 1289,02 314,94

23-23,5 Silt cemented, abu-abu,

hijau, hard 1556,79 2224,51 3158,30 756,17

Hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan Uji Laboratorium ini

menghasilkan kapasitas daya dukung yang jauh lebih rendah dari pada hasil

perhitungan daya dukung izin menggunakan data Uji Bor. Perbandingan daya

dukung izin tersebut ditampilkan pada Gambar 18.

Gambar 18 Perbandingan daya dukung izin uji Bor dan uji Laboratorium

0,00

300,00

600,00

900,00

1200,00

1500,00

1800,00

0 5 10 15 20 25

Qp

(kN

)

Kedalaman (m)

Meyerhof Terzaghi Thomlinson

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

0 5 10 15 20 25 30

DA

YA D

UK

UN

G 1

TIA

NG

M (

KN

)

KEDALAMAN (M)

Uji Bor Uji Lab

39

Perbedaan ini disebabkan oleh kurang lengkapnya data hasil pengujian

laboratorium yang dimiliki dalam proyek ini. Data laboratorium yang tersedia

lengkap hanya mencakup tanah pada kedalaman sekitar 7 meter di bawah

permukaan tanah yang merupakan jenis tanah kohesif sedangkan pada kedalaman

dibawah 11 meter dari permukaan tanah sampai dengan kedalaman 22 meter,

lapisan tanah adalah tergolong nonkohesif. Pada kedalaman 22 meter sampai

dengan kedalaman 30 meter jenis tanah kembali merupakan tanah kohesif.

Perhitungan di atas menggunakan asumsi bahwa parameter hasil pengujian

laboratorium adalah seragam untuk semua jenis lapisan tanah sehingga

menghasilkan daya dukung tanah yang tidak menggambarkan keadaan tanah

sesungguhnya. Dari grafik terlihat bahwa untuk jenis tanah kohesif (kedalaman 0-

7 meter dan kedalaman 22-30 meter) daya dukung tanah yang terhitung

menggunakan data laboratorium cenderung mendekati hasil perhitungan

menggunakan data uji Bor, sedangkan pada kedalaman 7-22 meter terlihat

perbedaan yang sangat signifikan antara kedua metode ini. Berdasarkan hal tersebut,

maka hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan uji laboratorium tidak

dapat digunakan dalam perencanaan ini, sehingga dalam hal ini digunakan kapasitas

daya dukung 1 tiang dengan diameter 1,2 m menggunakan data uji bor yakni

sebesar 5210,541 kN dengan kedalaman pondasi 22 m.

4.2.2 Analisis Pembebanan pada Pondasi

Pembebanan yang direncanakan bekerja pada pondasi ini mengacu pada

RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan. Beban yang

diperhitungkan dalam hal ini adalah berat sendiri struktur, beban mati tambahan,

beban lalu lintas berupa beban lajur “D”, gaya rem, gaya aliran air, beban akibat

benda hanyutan, beban angin, beban gempa, serta tekanan air akibat gempa.

- Berat Sendiri Struktur

Berat sendiri struktur yang diperhitungkan adalah berupa berat sendiri

struktur atas, kepala pilar (pier head), pilar, serta pile cap. Hasil perhitungan berat

sendiri struktur ditampilkan pada Tabel 10.

Tabel 10 Berat sendiri struktur

Jumlah Volume (m3) Berat Jenis Berat (kN)

Struktur Atas

Slab 2 268,65 25 kN/m3 6716,33

Deck Slab 2 81,76 25 kN/m3 2044,10

Balok

Prategang 10 - 32,48 kN/m 11637,58

Diafragma 48 - 3,88 kN/m 186,24

Struktur

Bawah

Pilar 1 408,07 25 kN/m3 10201,68

Kepala Pilar 1 284,87 25 kN/m3 7121,81

Pile cap 1 1199,52 25 kN/m3 29988

Total Berat Sendiri 67895,75

- Beban Lajur

Beban lajur yang diperhitungkan untuk jembatan bentang panjang adalah

jenis beban lajur “D”. Beban lajur ini terdiri dari beban tersebar merata (UDL) serta

40

beban garis (KEL). Untuk bentang jembatan lebih dari 30 m, intensitas beban UDL

(q) dihitung menggunakan persamaan berikut:

𝑞 = 9 (0,5 +15

𝐿) (74)

𝑞 = 8,26 𝑘𝑁/𝑚2

Dengan mengalikan intensitas beban UDL terhadap luas pengaruh beban

tersebut didapat beban UDL sebesar 4302,81 kN untuk satu jalur kendaraan. Beban

KEL diambil sebesar 49 kN/m dengan faktor beban dinamis sebesar 40% sehingga

beban KEL yang terhitung adalah 996,42 kN untuk satu jalur kendaraan. Hasil

perhitungan beban lajur “D” untuk 2 jalur kendaraan ditampilkan pada Tabel 11.

Tabel 11 Beban Lajur “D”

Arah Beban Besar Beban Satuan

Vertikal (P) 10598,46 kN

Horizontal (Vy) 423,94 kN

Momen (My) 10450,08 kN.m

- Beban Tambahan

Hasil perhitungan beban tambahan ditampilkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Beban tambahan

Beban Mati

Tambahan

Tebal

(m)

Lebar

(m)

Panjang

(m) Jumlah Berat Jenis Berat (kN)

Lap aspal dan

overlay 0,1 15,3 35,83 2 22 (kN/m3) 2412,08

Railing, lights - - 35,83 2 0,5 (kN/m) 35,83

Instalasi ME - - 35,83 2 0,1(kN/m) 7,16

Air Hujan 0,05 16,3 35,83 1 9,8 (kN/m3) 286,17

Total 2741,25

- Gaya Rem

Besar beban akibat gaya rem diambil sebesar 5% dari beban lajur “D”. Beban

lajur “D” yang diperhitungkan dalam hal ini merupakan beban lajur UDL dengan

intensitas maksimum yakni 9 kN/m2 serta beban KEL tanpa faktor beban dinamis.

Untuk kondisi dua jalur didapat gaya rem seperti Tabel 13.

Tabel 13 Beban akibat gaya rem

Arah Beban Besar Beban Satuan

Vertikal (P) 21,53 kN

Horizontal (Vy) 539,02 kN

Momen (My) 13286,86 kN.m

- Gaya Aliran Air dan Beban Benda Hanyutan

Gaya aliran air yang dipertimbangkan dalam hal ini merupakan gaya seret

nominal. Arah aliran yang dipertimbangkan diasumsikan tegak lurus terhadap pilar

sehingga koefisien seret (Cd) adalah sebesar 0,7. Dari hasil perhitungan dengan

menggunakan informasi berupa kecepatan aliran sungai sebesar 5,83 m/dtk serta

41

tinggi muka air banjir sebesar 2,4 m didapatkan beban yang bekerja adalah beban

horizontal (Vx) sebesar 113,73 kN dengan momen (Mx) sebesar 533,95 kN.m.

Gaya akibat benda hanyutan dihitung menggunakan koefisien seret (Cd)

sebesar 1,04. Kedalaman minimum benda hanyutan diasumsikan sebesar 1,2 m

dibawah muka air banjir dengan panjang hamparan sebesar 17,9 m (setengah

bentang jembatan) sehingga beban yang terhitung adalah 376,48 kN untuk beban

horizontal (Vx) serta 1541,68 kN.m untuk momen (Mx).

- Beban Angin

Beban angin dihitung menggunakan persamaan berikut:

𝑇𝑒𝑤 = 0,0006 𝐶𝑤 (𝑉𝑤)2𝐴𝑏 (75)

Koefisien seret (Cw) yang digunakan adalah 1,25. Beban angin yang

terhitung untuk kondisi layan maupun ultimit ditampilkan pada Tabel 14.

Tabel 14 Beban angin

Layan (di bawah pile cap) Ultimit (di atas pile cap)

Vertikal P 38,39 55,28

Horizontal Vx 174,87 251,81

Vy 62,59 90,13

Momen Mx 2981,41 5174,56

My 1003,96 1445,70

- Beban Gempa

Beban gempa dihitung berdasarkan beban gempa statis ekuivalen

menggunakan Persamaan 76 berikut serta dijabarkan pada Tabel 15 :

𝑇𝐸𝑄 = 𝐾ℎ × 𝐼 × 𝑊𝑡 (76)

Tabel 15 Beban gempa

Keterangan Besar Satuan

Kekakuan Struktur (Kp) 1149876 kN/m

Faktor tipe bangunan (S) 1,225

Faktor Kepentingan (I) 1,2

Waktu getar (T) 0,35 dtk

Koefisien geser dasar (C) 0,18

Beban gempa yang terhitung adalah sebesar 18690,55 kN arah horizontal (Vx

dan Vy) serta momen sebesar 18690,55 kN.m (Mx dan My) yang bekerja di bawah

pile cap.

- Tekanan Air Lateral Akibat Gempa

Dengan perbandingan b/h<2 digunakan Persamaan 77 berikut:

𝑉𝐸𝑄 = 0,75 × 𝐾ℎ × 𝐼 × 𝑊𝑜 × 𝑏2 × ℎ × (1 −𝑏

4×ℎ) (77)

𝑉𝐸𝑄 = 0,75 × 0,22 × 1,2 × 9,8 × 42 × 2,39 × (1 −4

4×2,39)

𝑉𝐸𝑄 = 43,25 𝑘𝑁

42

Dengan dimensi tiang yang sama maka beban horizontal yang bekerja pada

arah X dan Y adalah sama. Momen yang terhitung akibat beban ini adalah 203,07

kN.m.

- Kombinasi Pembebanan Keadaan Batas Layan

Kombinasi beban yang digunakan didasarkan pada prinsip keadaan batas

daya layan (Kombinasi 1-6) serta tegangan kerja dengan persentase kelebihan

tegangan sebesar 50% (Kombinasi 7). Kombinasi 7 ini merupakan penjumlahan

aksi-aksi beban mati serta beban gempa dimana beban gempa ini tidak

diperhitungkan dalam kombinasi keadaan batas layan (Kombinasi 1-6). Kombinasi

tersebut ditampilkan pada Tabel 16 sedangkan penjabaran terhadap kombinasi-

kombinasi tersebut ditampilkan pada Lampiran 7 .

Tabel 16 Kombinasi beban kerja keadaan batas layan

P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My (kN.m) Mx (kN.m)

Kombinasi 1 81256,98 962,96 377,26 23736,94 1613,12

Kombinasi 2 81256,98 962,96 0,00 23736,94 0,00

Kombinasi 3 81283,85 1006,77 122,41 24439,71 2515,41

Kombinasi 4 81283,85 1006,77 612,61 24439,71 4591,04

Kombinasi 5 81295,37 1025,55 419,97 24740,90 4631,26

Kombinasi 6 70675,38 62,59 419,97 1003,96 4631,26

Kombinasi 7 70637,00 18733,80 18733,80 164869,38 164869,38

- Kombinasi Pembebanan Keadaan Batas Ultimit

Beban pada keadaan batas ultimit ini diperhitungkan pada dasar pile cap.

Kombinasi pembebanan yang direncanakan ditampilkan pada Tabel 17 sedangkan

penjabaran terhadap kombinasi-kombinasi tersebut ditampilkan pada Lampiran 8.:

Tabel 17 Kombinasi beban kerja keadaan batas ultimit

P (kN) Vx (kN) Vy (kN) Mx(kN.m) My (kN.m)

Kombinasi 1 112909 302,1731 1841,483 6209,475 44461,33

Kombinasi 2 112862,9 0 1733,326 0 42726,49

Kombinasi 3 112862,9 735,3084 1733,326 3113,442 42726,49

Kombinasi 4 112909 302,1731 1841,483 6209,475 44461,33

Kombinasi 5 112824,2 18733,8 19496,89 164869,4 183679,5

Kombinasi 6 93746,97 735,3084 0 3113,442 0

4.2.3 Desain Pondasi Grup

Pondasi sebagai tiang tunggal dalam perencanaan ini memiliki daya dukung

izin sebesar 5210, 541 kN. Daya dukung izin satu tiang ini diperoleh dari dimensi

tiang bor tunggal dengan diameter 1,2 m dan panjang 22 m. Untuk dapat menahan

pembebanan yang bekerja, pondasi ini harus direncanakan berupa pondasi grup.

Pemilihan dimensi pondasi grup yang tepat didasarkan pada metode Trial and Error

dengan menggunakan prinsip distribusi beban yang bekerja kurang dari daya

dukung 1 izin tiang.

Untuk tiang dalam grup perlu dipertimbangkan efisiensi grup sebagai akibat

adanya pemakaian bersama elemen tanah dalam menahan beban struktur atas. Dari

43

hasil Trial and Error, Grup tiang direncanakan berjumlah 30 (5 x 6 buah tiang)

dengan spasi tiang 3D yakni 3,6 m. Rencana pondasi grup ditampilkan pada

Gambar 19.

Gambar 19 Rencana pondasi grup

Efisiensi ini dihitung menggunakan persamaan Converse-Labarre sebagai

berikut:

Eg = 1 − 𝑄(𝑛−1)×𝑚+(𝑚−1)×𝑛

90×𝑚×𝑛 (78)

Eg = 1 − 18,26(6−1)×5+(5−1)×6

90×5×6

Eg = 0,668

Sehingga Daya dukung izin 1 tiang dan daya dukung izin tiang grup adalah

sebagai berikut:

Qatek(1-6) = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝐸𝑔 (79)

Qatek(1-6) = 3483,561 kN

Daya dukung izin 1 tiang (Qatek) tersebut merupakan daya dukung tiang untuk

menahan beban aksial berupa tekan. Daya dukung tersebut digunakan dalam

kondisi keadaan batas layan (kombinasi 1-6), sedangkan untuk kondisi tegangan

kerja (kombinasi 7) digunakan persen kelebihan beban sebesar 50% sehingga daya

dukung izin yang bekerja adalah sebagai berikut:

Qatek(7) = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝐸𝑔 × 1,5 (80)

Qatek(7) = 5225,342 kN

Daya dukung izin 1 tiang dalam kondisi tarik juga perlu diperhitungkan dalam

hal ini. Daya dukung izin dalam kondisi tarik diperhitungkan sebagai berikut:

Untuk kombinasi 1-6:

44

Qatarik(1-6)=[(0,7 ×𝑄𝑠

5) + (

1

4× 𝜋 × 𝐷2 × 𝛾 × ℎ)] × 𝐸 (81)

Qatarik(1-6) = (0,7 ×3444,75

5) + (

1

4× 3,14 × 1,22 × 25 × 22) × 0,668

Qatarik(1-6) = 738,075 kN

Untuk kombinasi 7:

Qatarik(7) = [(0,7 ×𝑄𝑠

5) + (

1

4× 𝜋 × 𝐷2 × 𝛾 × ℎ)] × 𝐸𝑔 × 1,5 (82)

Qatarik(7) = (0,7 ×3444,75

5) + (

1

4× 3,14 × 1,22 × 25 × 22) × 0,668 × 1,5

Qatarik(7) = 1107,114 kN

Daya dukung tiang grup (Qag) untuk tekan aksial keadaan batas layan adalah

sebagai berikut:

Qag = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝑁 × 𝐸𝑔 (83)

Qag = 104506,8 kN

Distribusi beban yang diterima setiap tiang dalam pondasi grup tidak sama

pada setiap posisinya sehingga perlu dilakukan pengecekan terhadap distribusi

beban yang bekerja tersebut. Hasil perhitungan distribusi beban setiap pondasi

ditampilkan pada Lampiran 5. Tiang yang menerima distribusi beban paling

maksimum adalah tiang yang berada pada sudut kanan atas grup tiang yakni tiang

nomor 6. Untuk kombinasi 1-7, distribusi beban maksimum berturut-turut adalah

sebesar 2911,89 kN, 2896,95 kN, 2926,72 kN, 2945,94 kN, 2949,08 kN, 2406,70

kN, 5189,62 kN. Pada rencana pondasi tiang grup ini terjadi beban tarik aksial pada

kombinasi ke-7 yakni sebesar 480,49 kN. Beban tarik ini terjadi pada tiang nomor

25 yang berada di kiri ujung kelompok pondasi. Distribusi beban yang paling

maksimum ini selanjutnya perlu dibandingkan terhadap daya dukung izin satu tiang.

Jika distribusi beban paling maksimum lebih kecil daripada daya dukung izin satu

tiang maka rancangan pondasi tiang grup tersebut dikategorikan aman dari segi

beban aksial. Hasil perbandingan tersebut ditampilkan pada Tabel 18.

Tabel 18 Kontrol daya dukung dan beban aksial tiang

Beban

Tekan

Daya Dukung

Tekan

Beban

Tarik

Daya Dukung

Tarik Keterangan

Kombinasi 1 2911,89 3483,56 0 738,08 Aman

Kombinasi 2 2896,95 3483,56 0 738,08 Aman

Kombinasi 3 2926,72 3483,56 0 738,08 Aman

Kombinasi 4 2945,94 3483,56 0 738,08 Aman

Kombinasi 5 2949,08 3483,56 0 738,08 Aman

Kombinasi 6 2406,70 3483,56 0 738,076 Aman

Kombinasi 7 5189,62 5225,34 480,49 1107,11 Aman

4.2.4 Daya Dukung Lateral Tiang

Tanah pada lokasi pondasi pilar terdiri dari jenis tanah kohesif dan nonkohesif.

Dalam menentukan daya dukung lateral ini perlu dipilih jenis tanah yang

45

menggambarkan keadaan tanah secara keseluruhan. Dalam hal ini dipilih jenis

tanah nonkohesif. Untuk menghitung daya dukung lateral, sebelumnya perlu

ditentukan jenis tiang (panjang atau pendek, kepala tertahan atau kepala bebas)

menggunakan flexibility factor (β). Tiang pondasi direncanakan sebagai beton

bertulang dengan mutu beton K300 sehingga modulus elastisitas (E) tiang adalah

23452,95 MPa serta Inersia tiang (I) adalah 0,101 m4. Flexibility factor dihitung

sebagai berikut:

𝛽 = √𝐾ℎ×𝐵

4×(𝐸×𝐼)𝑝𝑖𝑙𝑒

4 (84)

𝛽 = 0,241

𝛽 × 𝐿 = 0,241 × 22 = 5,31

Hasil perkalian antara β dengan panjang tiang adalah 5,31 sehingga tiang

tergolong dalam jenis tiang panjang dengan kepala terjepit. Pada jenis tiang panjang,

keruntuhan struktur yang terjadi adalah berupa keruntuhan bahan tiang sehingga

daya dukung lateral diperhitungkan berdasarkan kekuatan bahan tiang tersebut.

Daya dukung lateral tiang (Hu) diperhitungkan menggunakan metode Borms

sebagai berikut:

𝐻𝑢 =2×𝑀𝑢

𝑒+0,54√𝐻𝑢

𝛾𝐵𝐾𝑝

(85)

𝐻𝑢 =2×11926,19

0+0,54√𝐻𝑢

18,2×1,2×1,7

Dengan metode Trial And Error didapat daya dukung lateral (Hu) sebesar

4395,76 kN. Beban lateral 1 buah tiang adalah sebagai berikut:

𝐻𝑤𝑙 =𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔

𝐻𝑤𝑙 =19496,89

30= 649,89 𝑘𝑁

𝐻𝑤𝑙 < 𝐻𝑢 Ok!

Defleksi tiang pondasi akibat memikul beban lateral dihitung menggunakan

Metode Borms sebagai berikut:

𝑌𝑜 =0,93×𝐻

𝜂ℎ35×(𝐸𝐼)

25

(86)

𝑌𝑜 =0,93×649,89

535×(23452,95×0,101)

25

𝑌𝑜 = 0,544 𝑚𝑚

Mc Nulty (1956) menyarankan perpindahan lateral izin pada bangunan

gedung adalah 6 mm. Sedangkan untuk bangunan-bangunan lain sejenis menara

transmisi 12 mm atau sedikit lebih besar (Pamungkas dan Harianty 2013). Jika

dibandingkan terhadap defleksi tiang pondasi yang terhitung terhadap defleksi atau

perpindahan lateral izin, defleksi tiang pondasi ini termasuk dalam kategori aman.

46

4.2.5 Penurunan Pondasi

Penurunan yang terjadi perlu dipertimbangkan untuk pondasi tiang tunggal

maupun pondasi tiang grup. Berdasarkan BMS 1992 Manual Volume 2, besarnya

penurunan tiang tunggal untuk tipe tiang dukung ujung dihitung sebagai berikut:

𝐼 = 𝐼𝑜 × 𝑅𝑘 × 𝑅𝑏 × 𝑅𝑚

𝐼 = 0,094 × 1,03 × 0,86 × 0,93

𝐼 = 0,077

𝑆 =𝑃𝑢×𝐼

𝐸𝑠×𝑑

𝑆 =(114551,8

30)×0,077

22000×1,2

𝑆 = 11,01 𝑚𝑚 < 25 𝑚𝑚…𝑝𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑂𝑘‼

Untuk penurunan kelompok tiang adalah sebagai berikut:

𝑅𝑠 = (𝑅25 − 𝑅16) × (√𝑛 − 5) + 𝑅25

𝑅𝑠 = (1,28 − 1,23) × (√30 − 5) + 1,28

𝑅𝑠 = 1,3

𝑆𝑔 = 𝑅 × 𝑆

𝑆𝑔 = 1,3 × 11,01

𝑆𝑔 = 14,35 𝑚𝑚 < 25 𝑚𝑚…𝑝𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑂𝑘‼

4.2.6 Penulangan Tiang Bor

1. Tulangan lentur

Tiang bor yang dirancang ini diasumsikan sebagai tipe kolom tidak

bergoyang atau berpengaku. Untuk merencanakan penulangan pada tiang bor, perlu

diketahui tipe dari tiang tersebut yakni tipe pendek atau tipe langsing. Kelangsingan

tiang dapat diabaikan apabila terpenuhi kondisi sebagai berikut:

𝐾𝐿𝑢

𝑟≤ 34 − 12 (

𝑀1

𝑀2)

0,85×22

0,3≤ 34 − 12 (

0

1949,69)

62,33 > 34 (Tiang termasuk tipe langsing)

Kondisi di atas tidak memenuhi persyaratan untuk mengabaikan

kelangsingan kolom sehingga tiang pondasi harus dirancang menggunakan

pembesaran momen. Pembesaran momen dihitung sebagai berikut:

𝛿𝑛𝑠 =𝐶𝑚

1−(𝑃𝑢

0,75×𝑃𝑐)

𝛿𝑛𝑠 =0,6

1−(6097,81

0,75×15103,1)

𝛿𝑛𝑠 = 1,48

47

Sehingga momen yang terjadi akibat pembesaran adalah:

𝑀𝑐 = 𝛿𝑛𝑠 × 𝑀2

𝑀𝑐 = 2891,83 𝑘𝑁.𝑚

𝑒 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 =𝑀𝑐

𝑃𝑢

𝑒 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 = 0,43 𝑚

𝑒

ℎ=

0,41

1,2= 0,35

Dengan ketebalan selimut beton sebesar 0,08 m, dari diagram interaksi

didapat tulangan maksimum (ρ) sebesar 1,4%. Dengan menggunakan tulangan

berdiameter 32 mm mutu baja (fy) 400 MPa, didapat tulangan pakai sebanyak 20

buah (D32@20).

2. Tulangan Geser

Kekuatan geser batang pondasi bor yang menerima aksial tekan adalah

sebagai berikut:

𝑉𝑐 = (1 +𝑁𝑢

14𝐴𝑔) (

√𝑓𝑐′

6) 𝑏𝑤 × 𝑑

𝑉𝑐 = (1 +3763633,55

14×1130400) (√24,9

6) 960 × 80

𝑉𝑐 = 79,06 𝑘𝑁

∅𝑉𝑐 = 0,85 × 79,06 = 55,34 𝑘𝑁

∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢

55,34 < 661,04 (𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟)

Jenis sengkang yang digunakan dalam perencanaan ini adalah sengkang spiral.

Untuk mendesain sengkang dari tiang bor perlu diperhitungkan rasio penulangan

spiral minimum. Rasio penulangan spiral minimum adalah:

𝜌𝑠 = 0,45 (𝐴𝑔

𝐴𝑐− 1) (

𝑓𝑐′

𝑓𝑦)

𝜌𝑠 = 0,45 (1,13

0,84− 1) (

24,9

400)

𝜌𝑠 = 0,93%

Sengkang direncanakan menggunakan tulangan berdiameter 19 mm. Spasi

maksimum sengkang ditentukan sebagai berikut:

𝑆𝑚𝑎𝑥 =4×𝑎𝑠(𝐷𝑐−𝑑𝑏)

𝐷𝑐2×𝜌𝑠

𝑆𝑚𝑎𝑥 =4×200,96 (1040−16)

10402×0,0093

𝑆𝑚𝑎𝑥 = 115,27 𝑚𝑚

Digunakan sengkang spiral D19-100. Penulangan pondasi tiang bor (lentur

dan geser) ditampilkan pada Gambar 20.

48

Gambar 20 Tulangan lentur dan tulangan geser pondasi tiang bor

4.2.7 Penulangan Pile cap

1. Tulangan Geser

Penulangan geser pile cap ditinjau dari geser 1 arah dan geser 2 arah (ponds).

Tiang pondasi yang termasuk daerah kritis geser 1 arah berjumlah 6 tiang, sehingga

geser aktual (Vu) adalah sebesar 31724,25 kN. Daerah kritis geser 1 arah

ditampilkan pada Gambar 21.

Gambar 21 Daerah kritis geser 1 arah pile cap

Tegangan geser maksimum sumbangan beton adalah:

𝑉𝑐 =1

6× √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑤 × 𝑑

𝑉𝑐 = 57684,28 𝑘𝑁

𝜙𝑉𝑐 = 40379 𝑘𝑁

1

2𝜙𝑉𝑐 = 20189,50 𝑘𝑁

1

2∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 (𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 1 𝑎𝑟𝑎ℎ) , sehingga harus

dipasang tulangan minimum menggunakan persamaan berikut:

49

𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 =1

𝑏𝑤×𝑠

𝑓𝑦

Jika sengkang direncanakan berdiameter 19 mm mutu baja 240 MPa, jarak

spasi 150 mm dan jumlah kaki sengkang15 buah, digunakan sengkang D19-150.

Tiang pondasi yang termasuk daerah kritis geser 2 arah berjumlah 28 tiang,

sehingga geser aktual (Vu) adalah sebesar 105302,58 kN. Daerah kritis geser 2 arah

ditampilkan pada Gambar 22.

Gambar 22 Daerah geser 2 arah pile cap

Tegangan geser maksimum sumbangan beton adalah:

𝑉𝑐1 =1

12× (

(𝛼𝑠×𝑑)

𝑏𝑜+ 2) × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑜 × 𝑑 (88)

𝑉𝑐1 =1

12× (

(20×3,4)

29,6+ 2) × √24,9 × 29,6 × 3,4

𝑉𝑐1 = 179839,24 𝑘𝑁

𝑉𝑐2 = 0,33 × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑜 × 𝑑 (89)

𝑉𝑐2 = 0,33 × √24,9 × 29,6 × 3,4

𝑉𝑐2 = 165723,55 𝑘𝑁

Dipilih tegangan geser maksimum kritis yakni 165723,55 kN.

1

2∅𝑉𝑐 = 58003,49 𝑘𝑁

1

2∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 (𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 2 𝑎𝑟𝑎ℎ)

Jika sengkang direncanakan berdiameter 19 mm mutu baja 240 Mpa dengan

jarak 150 mm, maka digunakan kaki sengkang berjumlah 15 buah. Digunakan

sengkang D19-150.

2. Tulangan Lentur

Pile cap menahan gaya lentur yang diberikan oleh tiang-tiang pondasi.

Perhitungan penulangan ini dilakukan tiap 1 meter lebar pile cap. Beban per meter

lebar pile cap adalah:

𝑃 =31724,25

16,8

50

𝑃 = 1888,35 𝑘𝑁 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟

Momen ultimit yang bekerja pada pile cap dihitung dengan mencari selisih

antara momen akibat pengaruh beban per meter lebar pile cap dengan berat sendiri

per meter lebar pile cap. Momen ultimit yang terhitung adalah 953940,99 kg.m.

Dengan rencana rasio tulangan tekan dan tarik sebesar 0,5 serta diameter tulangan

sebesar 36 mm, di dapat jumlah tulangan tarik yang diperlukan sebanyak 12 buah

dan jumlah tulangan tekan sebanyak 6 buah untuk satu meter lebar pile cap. Jarak

maksimum tulangan tarik terhitung adalah 83,33 mm sehingga digunakan tulangan

tarik D36@12. Jarak maksimum tulangan tekan adalah 166,66 mm sehingga

digunakan tulangan tekan D36@6.

3. Tulangan Torsi

Untuk batang non-pratekan, pengaruh torsi dapat diabaikan jika terpenuhi

persyaratan berikut:

𝑇𝑢 <∅√𝑓𝑐′

12(𝐴𝑐𝑝2

𝑃𝑐𝑝)

𝑇𝑢 <0,7√24,9

12(11304002

3768) = 98711,98 𝑘𝑁.𝑚

Beban torsi pada pile cap adalah 18329,92 kN.m sehingga tidak diperlukan

tulangan torsi.

4.3 Analisis Rancangan Penulangan Pilar

Perancangan tulangan pilar dibagi menjadi 3 bagian, yakni bagian 1

merupakan kaki pilar sedangkan bagian 2 dan 3 merupakan percabangan pilar

(cabang Y). Bagian-bagian pilar ini ditampilkan pada Gambar 23.

Gambar 23 Bagian-bagian pilar

Perencanaan setiap bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut:

51

1. Bagian 1

Gaya-gaya dalam yang bekerja pada elemen struktur hasil analisis

menggunakan software SAP pilar bagian 1 ditampilkan pada Tabel 19.

Tabel 19 Gaya dalam pada pilar bagian 1

Jenis gaya Besar Satuan

P 65974 kN

Vx -10799 kN

Vy 11562,05 kN

Mx (1) 1127,697 kN.m

Mx (2) 113437,7 kN.m

My (1) -11415,3 kN.m

My (2) -127306 kN.m

T -0,124 kN.m

a. Tulangan Lentur

Untuk menghitung tulangan lentur pilar perlu dicek pengaruh kelangsingan

terhadap pilar sebagai berikut:

- Untuk penulangan lentur arah Y:

𝐾𝐿𝑢

𝑟≤ 34 − 12 (

𝑀1

𝑀2)

0,85×11,8

1,156≤ 34 − 12 (

11415,32

138134,4)

8,67 < 32,92 (Tidak termasuk tipe langsing)

𝑒 =𝑃

𝑀2

𝑒 = 1,80 𝑚

𝑒

ℎ=

1,80

5= 0,45

Dari pembacaan grafik, didapat jumlah tulangan maksimum pakai (ρ) adalah

0,65%. Tulangan lentur direncanakan menggunakan tulangan mutu baja (fy) 400

MPa dengan diameter 36 mm sehingga jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah

103 buah (D36@103).

- Untuk penulangan lentur arah X:

𝑒 =𝑃

𝑀2

𝑒 = 1,60 𝑚

𝑒

ℎ=

1,60

5= 0,40

Dari pembacaan grafik, didapat jumlah tulangan maksimum pakai (ρ) adalah

0,65%. Tulangan lentur direncanakan menggunakan tulangan mutu baja (fy) 400

MPa dengan diameter 36 mm sehingga jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah

103 buah (D36@103).

b. Tulangan Geser

- Arah Y

52

Kuat geser beton yang menerima beban aksial tekan ditentukan sebagai

berikut:

𝑉𝑐 = (1 + (𝑁𝑢

14 𝐴𝑔)) × (

√𝑓𝑐′

6) × 𝑏𝑤 × 𝑑

𝑉𝑐 = 1750,19

𝑉𝑠 =𝑉𝑢

∅− 𝑉𝑐

𝑉𝑠 = 14767,02 𝑘𝑁

Sengkang direncanakan menggunakan baja mutu 400 MPa dengan diameter

19 mm dengan jumlah kaki 25 buah, sehingga jarak sengkang yang diperlukan

adalah:

𝑠 =𝐴𝑣×𝑑×𝑓𝑦

𝑉𝑠

𝑠 = 76,76 𝑚𝑚 Digunakan sengkang D19-75

- Arah X

Kuat geser beton yang menerima beban aksial tekan adalah 1750,19 kN

sehingga kuat geser baja yang diperlukan adalah 13676,9 kN. Sengkang

direncanakan berdiameter 19 mm dengan jumlah kaki sebanyak 23 buah sehingga

digunakan sengkang D19-75

c. Tulangan Torsi

Tulangan torsi tidak diperlukan apabila terpenuhi syarat berikut:

𝑇𝑢 <∅√𝑓𝑐′

12(𝐴𝑐𝑝2

𝑃𝑐𝑝)

0,124 <0,7√29,05

12(250000002

20000) = 4657,32 𝑘𝑁.𝑚 (tidak perlu tulangan torsi)

Penulangan pada bagian pilar 1 (lentur dan geser) ditampilkan pada Gambar

24.

Gambar 24 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 1

53

2. Bagian 2 dan 3

Gaya-gaya dalam yang berkerja pada elemen struktur hasil analisis

menggunakan software SAP 2000 ditampilkan pada Tabel 20.

Tabel 20 Gaya dalam pada pilar bagian 2 dan 3

Jenis gaya Besar Satuan

P 54901,36 kN

Vx 5915,31 kN

Vy 920,74 kN

Mx (1) 13946,04 kN.m

Mx (2) -22294,54 kN.m

My (1) -8727,04 kN.m

My (2) 0 kN.m

T 37,17 kN.m

a. Tulangan Lentur

Untuk menghitung tulangan lentur pilar perlu dicek pengaruh kelangsingan

terhadap pilar sebagai berikut:

- Untuk penulangan lentur arah Y:

𝐾𝐿𝑢

𝑟≤ 34 − 12 (

𝑀1

𝑀2)

0,85×9,2

1,01≤ 34 − 12 (

0

8726,88)

10,82 < 34 (Tidak termasuk tipe langsing)

𝑒 =𝑃

𝑀2

𝑒 = 0,158 𝑚

𝑒

ℎ=

0,164

5= 0,039

Dari pembacaan grafik, didapat jumlah tulangan maksimum pakai (ρ) adalah

0,65%. Tulangan lentur direncanakan menggunakan tulangan mutu baja (fy) 400

MPa dengan diameter 36 mm sehingga jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah 64

buah (D36@64).

- Untuk penulangan lentur arah X:

𝑒 =𝑃

𝑀2

𝑒 = 0,40 𝑚

𝑒

3,5=

0,42

5= 0,16

Dari pembacaan grafik, didapat jumlah tulangan maksimum pakai (ρ) adalah

0,65%. Tulangan lentur direncanakan menggunakan tulangan mutu baja (fy) 400

MPa dengan diameter 36 mm sehingga jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah 64

buah (D36@64).

b. Tulangan Geser

- Arah X

54

Kuat geser beton yang menerima beban aksial tekan ditentukan sebagai

berikut:

𝑉𝑐 = (1 + (𝑁𝑢

14 𝐴𝑔)) × (

√𝑓𝑐′

6) × 𝑏𝑤 × 𝑑

𝑉𝑐 = 1852,487 𝑘𝑁

𝑉𝑠 =𝑉𝑢

∅− 𝑉𝑐

𝑉𝑠 = 6597,95 𝑘𝑁

Sengkang direncanakan menggunakan baja mutu 400 MPa dengan diameter

19 mm dengan jumlah kaki 15 buah, sehingga jarak sengkang yang diperlukan

adalah:

𝑠 =𝐴𝑣×𝑑×𝑓𝑦

𝑉𝑠

𝑠 = 103,081 𝑚𝑚 Digunakan sengkang D19-100.

Untuk geser arah Y digunakan sengkang D19-550 dengan jumlah 2 kaki.

c. Tulangan Torsi

Tulangan torsi tidak diperlukan apabila terpenuhi syarat berikut:

𝑇𝑢 <∅√𝑓𝑐′

12(𝐴𝑐𝑝2

𝑃𝑐𝑝)

37,17 <0,7√29,05

12(100000002

13000)

37,17 < 2239098,07𝑘𝑁.𝑚 (tidak perlu tulangan torsi)

Penulangan pada bagian pilar 2 dan 3 (lentur dan geser) ditampilkan pada

Gambar 25.

Gambar 25 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 2 dan 3

55

5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Debit Sungai Cikeas untuk banjir periode ulang 50 tahunan adalah 344,64

m3/dtk. Pada lokasi pilar P40, tinggi muka air banjir sungai Cikeas adalah 2,4 m.

Tinggi muka air banjir ini menghasilkan beban aliran air, beban benda hanyutan,

serta beban gempa yang diperhitungkan dalam perencanaan pondasi jembatan pilar

P40.

Berdasarkan analisis daya dukung tanah, dipilih daya dukung tanah

menggunakan data uji NSPT yakni 5210,541 kN dengan jenis pondasi tiang bor

kedalaman 22 m dan diameter pondasi 1,2 m. Formasi pondasi grup direncanakan

berjumlah 30 buah dengan ukuran 5 x 6 buah sehingga ukuran pile cap yang

digunakan adalah 20,4 x 16,8 meter. Rancangan pondasi ini telah aman dari segi

beban aksial, lateral, defleksi tiang, maupun penurunan struktur pondasi. Tiang

pondasi direncanakan dengan bahan beton bertulang. Untuk tulangan lentur

digunakan tulangan diameter 32 mm dengan jumlah 20 buah untuk satu tiang serta

tulangan geser digunakan sengkang D19-100. Sedangkan untuk pile cap, tulangan

lentur pile cap untuk tarik adalah D36@12 sedangkan untuk tekan adalah D36@6.

Tulangan geser digunakan sengkang D19-150 baik untuk geser satu arah maupun

geser dua arah, sedangkan untuk tulangan torsi tidak diperlukan perencanaan

tulangan.

Pilar direncanakan berukuran tinggi 17,8 m, lebar 4 m, serta tebal 4 m.

Tulangan lentur untuk bagian lurus (kaki Y) adalah berdiameter 36 mm yang

berjumlah 103 buah baik pada arah X maupun arah Y. Untuk tulangan geser

digunakan sengkang D19-75, sedangkan untuk tulangan torsi tidak diperlukan

tulangan. Tulangan lentur bagian miring (cabang Y) adalah D36 dengan jumlah 64

untuk arah Y maupun arah X. Untuk tulangan geser digunakan sengkang D19-100.

Tulangan torsi juga tidak diperlukan pada elemen struktur ini.

5.2 Saran

- Data tanah hasil uji laboratorium perlu dilengkapkan sehingga dapat dijadikan

acuan dalam menghitung daya dukung tanah yang lebih representatif

- Perencanaan perlu dilanjutkan untuk menghitung tulangan kepala pilar serta

detail tulangan.

56

6 DAFTAR PUSTAKA

Ambarita, Adi Pardomuan.2008.Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Bor

Jembatan Mahkota II Samarinda dengan Menggunakan Metode T-Z dan P-Y

serta Metode Elemen Hingga 3 Dimensi. Skripsi. Departemen Teknik Sipil,

Institut Teknologi Bandung.

BMS. 1992. Bridge Design Manual Section 2 Introduction to the Design Manual.

Directorate General of Highways, Ministry of Public Works Republic of

Indonesia

BSN RSNI T-02-2005. 2005. Standar Pembebanan untuk Jembatan. Standar

Nasional Indonesia

BSN RSNI T-12-2004. 2004. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. Standar

Nasional Indonesia

BSN SNI 2827:2008. 2008. Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan Alat Sondir.

Standar Nasional Indonesia

BSN SNI 4153:2008. 2008. Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan SPT. Standar

Nasional Indonesia

BSN SNI 03-4813-1998 Rev 2004. 2004. Cara Uji Triaksial untuk Tanah Kohesif

dalam Keadaan Tidak Terkonsolidasi dan Tidak Terdrainase (UU). Standar

Nasional Indonesia

Effendi, Edward dan Reidesy W, Andrey. 2008. Hubungan Rasio Kedalaman dan

Lebar Pondasi Dangkal Serta Daya Dukung Ijin Pondasi Menggunakan Data

CPT (Cone Penetrometer Test). Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Katolik Soegijapranata.

Hadihardaja, Jeotata. 1997. Rekayasa Pondasi II Pondasi Dangkal dan Pondasi

Dalam. Jakarta: Gunadarma Press

Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah 1. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama

Kamiana, I Made. 2010. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Luthfi, A.M. 1973. Mekanika Tanah. Bandung: Badan Penerbit Pustaka Umum

McCormac, Jack C.2004. Desain Beton Bertulang Jilid 2. Jakarta:Erlangga

McCormac, Jack C.2004. Desain Beton Bertulang Jilid 1. Jakarta:Erlangga

Napitupulu, Evi Dogma Sari dan Iskandar, Rudi. 2012. Analisis Kapasitas Daya

Dukung Pondasi Tiang Pancang dengan Menggunakan Metode Analitis dan

Elemen Hingga. Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara

Pamungkas, Anugrah dan Harianti, Erny. 2013. Desain Pondasi Tahan Gempa.

Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Pedoman Konstruksi dan Bangunan. 2006. Pekerjaan Tanah Dasar Buku 3

Pendoman Penyelidikan dan Pengujian Tanah Dasar untuk Pekerjaan Jalan.

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.

Pradoto, Suhardjito. 1989. Teknik Pondasi. Laboratorium Geoteknik Pusat Antar

Universitas Ilmu Rekayasa Institur Teknologi Bandung.

Wiraga, I Wayan. 2011. Investigasi dan Uji Daya Dukung Tanah di Areal PLN

Pesanggaran dalam Rangka Pemilihan Pondasi yang Tepat untuk

Pembangkit Listrik Tenaga Diesel PLN. Jurnal Matrix Vol 1, No.3,

November 2011

57

Lampiran 1 Hasil perhitungan Parameter Statistik dan Smirnov-Kolmogorof

Perhitungan statistik untuk distribusi Normal dan Gumbel

Tahun Xi Xi-Xrt (Xi-Xrt)2 (Xi-Xrt)3 (Xi-Xrt)4

2001 110 -24,50 600,25 14706,13 360300,06

2002 135 0,50 0,25 0,13 0,06

2003 149 14,50 210,25 3048,63 44205,06

2004 173 38,50 1482,25 57066,63 2197065,06

2005 120 14,50 210,25 3048,63 44205,06

2006 163 28,50 812,25 23149,13 659750,06

2007 139 4,50 20,25 91,13 410,06

2008 111 -23,50 552,25 -12977,88 304980,06

2009 116 -18,50 342,25 -6331,63 117135,06

2010 129 -5,50 30,25 -166,38 915,06

Jumlah 0,00 4260,50 46125,00 3728965,63

Perhitungan statistik untuk distribusi Log Normal dan Log Pearson III

Tahun X

i Log Xi

Log Xi-

Log Xrt

(Log Xi-

Log Xrt)2

(Log Xi-Log

Xrt)3 (Log Xi-Log Xrt)4

2001 110 2,041 -0,082 0,0068 0,00056 0,00005

2002 135 2,130 0,006 0,00004 0,00000 0,00000

2003 149 2,173 0,049 0,00244 0,00012 0,00001

2004 173 2,238 0,114 0,01306 0,00149 0,00017

2005 120 2,079 -0,044 0,00199 0,00009 0,00000

2006 163 2,212 0,088 0,00782 0,00069 0,00006

2007 139 2,143 0,019 0,00037 0,00001 0,00000

2008 111 2,045 0,078 0,00615 0,00048 0,00004

2009 116 2,064 0,059 0,00352 0,00021 0,00001

2010 129 2,110 0,013 0,00017 0,00000 0,00000

Jumlah 0,00000 0,04235 0,00097 0,000338

Log Xrt 2,12377

Hasil perhitungan Smirnov-Kolmogorof Metode Normal

Nomor Urut

Data (i)

Curah Hujan

(Xi) mm p(xi) f(t) Luas wilayah p'(xi)

∆P

absolut

1 173 0,091 1,77 0,962 0,038 0,053

2 163 0,182 1,31 0,905 0,095 0,087

3 149 0,273 0,67 0,749 0,251 0,021

4 139 0,364 0,21 0,583 0,417 0,053

5 135 0,455 0,02 0,508 0,492 0,037

6 129 0,545 -0,25 0,401 0,599 0,053

7 120 0,636 -0,67 0,251 0,749 0,112

8 116 0,727 -0,85 0,198 0,802 0,075

9 111 0,818 -1,08 0,140 0,860 0,042

10 110 0,909 -1,13 0,129 0,871 0,038

Rata-rata 134,500

58

Hasil perhitungan Smirnov-Kolmogorof Metode Log Normal

Nomor Urut

Data (i)

Curah Hujan

(Xi) mm Log Xi p(xi) f(t)

Luas

wilayah p'(xi)

∆P

absolut

1 173 2,238 0,091 1,67 0,9525 0,048 0,043

2 163 2,212 0,182 1,29 0,9015 0,099 0,083

3 149 2,173 0,273 0,72 0,7642 0,236 0,037

4 139 2,143 0,364 0,28 0,6103 0,390 0,026

5 135 2,130 0,455 0,10 0,5398 0,460 0,006

6 129 2,111 0,545 -0,19 0,4247 0,575 0,030

7 120 2,079 0,636 -0,65 0,2578 0,742 0,106

8 116 2,064 0,727 -0,86 0,1949 0,805 0,078

9 111 2,045 0,818 -1,14 0,1271 0,873 0,055

10 110 2,041 0,909 -1,20 0,1151 0,885 0,024

Log xrt 2,124

59

Lampiran 2 Hasil perhitungan metode Meyerhoff, Terzaghi, Thomlinson serta

Alpha

Hasil perhitungan daya dukung ujung tiang Metode Meyerhoff titik uji DB27

H C

(kN/m2) Nc'

γ

(kN/m3)

Tebal

(m)

q'

(kN/m2) Φ

Nq

*

Qp

(kN)

1-1,5 5 22 16,6 1,5 24,9 15,2 7,2 327,00

5-5,5 5 22 16,4 4 65,6 15,2 7,2 658,25

9-9,5 5 22 18,2 4 72,8 15,2 7,2 716,85

13-13,5 5 22 17,4 4 69,6 15,2 7,2 690,81

23-23,5 5 22 17,6 10 176 15,2 7,2 1556,79

Hasil perhitungan daya dukung ujung tiang Metode Terzaghi titik uji DB27

H c γ Tebal Nc Nq q' αγ Nγ Φ Qp

1-1,5 5 16,6 1,5 12 4,2 24,9 0,3 1,4 15,2 215,8

5-5,5 5 16,4 4 12 4,2 65,6 0,3 1,4 15,2 409

9-9,5 5 18,2 4 12 4,2 72,8 0,3 1,4 15,2 444,2

13-13,5 5 17,4 4 12 4,2 69,6 0,3 1,4 15,2 428,5

23-23,5 5 17,6 10 12 4,2 176 0,3 1,4 15,2 933,8

Hasil perhitungan daya dukung ujung tiang Metode Thomlinson titik uji DB27

Kedalaman

(m)

C

(kN/m2) Nc

γ

(kN/m3)

Tebal

(m) q' (kN/m2) Φ Nq

Qp

(kN)

1-1,5 5 12 16,6 1,5 24,9 15,2 4,2 186

5-5,5 5 12 16,4 4 65,6 15,2 4,2 379

9-9,5 5 12 18,2 4 72,8 15,2 4,2 413

13-13,5 5 12 17,4 4 69,6 15,2 4,2 398

23-23,5 5 12 17,6 10 176 15,2 4,2 903

Daya dukung geser Metode Alpha

H γ q' c α δ Ks Qs

c-soil

Qs

φ-soil Qs

1-1,5 16,6 24,9 5 1 11,4 2 28,26 28,147 56,41

5-5,5 16,4 65,6 5 1 11,4 2 75,36 197,74 329,51

9-9,5 18,2 72,8 5 1 11,4 2 75,36 219,45 624,32

13-13,5 17,4 69,6 5 0,35 11,4 2 26,376 209,8 860,50

60

Lampiran 3 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB27

L

(m)

NS

PT Qp (kN)

Resee & Wright Kulhawy O'neil & Reese

Qs (kN) Qall (kN) Qs (kN) Qall (kN) Qs (kN) Qall (kN)

1 3 101,74 20,72 38,06 41,45 42,20 20,72 38,06

2 5 169,56 55,26 67,57 107,39 78,00 55,26 67,57

3 4 135,65 82,90 61,80 160,64 77,34 82,90 61,80

4 4 135,65 110,53 67,32 213,90 88,00 110,53 67,32

5 5 169,56 145,07 85,53 279,84 112,49 145,07 85,53

6 6 203,47 186,52 105,13 357,46 139,32 186,52 105,13

7 30 565,20 299,56 248,31 470,50 282,50 299,56 248,31

8 50 1884,00 487,96 725,59 658,90 759,78 487,96 725,59

9 40 2260,80 638,68 881,34 809,62 915,52 638,68 881,34

10 33 2486,88 763,02 981,56 933,96 1015,75 763,02 981,56

11 34 3202,80 891,13 1245,83 1062,7 1280,01 891,13 1245,83

12 35 3956,40 1023,01 1523,40 1193,95 1557,59 1023,01 1523,40

13 45 5934,60 1333,87 2244,97 1408,73 2259,95 1333,87 2244,97

14 55 8289,60 1713,81 3105,96 1643,60 3091,92 1713,81 3105,96

15 58 9834,48 1932,36 3664,63 1862,15 3650,59 1932,36 3664,63

16 60 11304,00 2158,44 4199,69 2088,23 4185,65 2158,44 4199,69

17 60 12434,40 2384,52 4621,70 2314,31 4607,66 2384,52 4621,70

18 60 13564,80 2610,60 5043,72 2540,39 5029,68 2610,60 5043,72

19 60 13564,80 2836,68 5088,94 2766,47 5074,89 2836,68 5088,94

20 60 13564,80 3062,76 5134,15 2992,55 5120,11 3062,76 5134,15

21 60 13564,80 3288,84 5179,37 3218,63 5165,33 3288,84 5179,37

22 60 13564,80 3514,92 5224,58 3444,71 5210,54 3514,92 5224,58

23 57 1932,984 3908,67 1426,06 3659,48 1376,22 3815,60 1407,44

24 55 1865,16 4288,61 1479,44 3866,72 1395,06 4105,74 1442,86

25 58 1966,89 4689,27 1593,48 4085,27 1472,68 4411,70 1537,97

26 58 1966,89 5089,94 1673,62 4303,81 1516,39 4717,66 1599,16

27 59 2000,80 5497,51 1766,43 4526,12 1572,16 4999,26 1666,78

28 60 2034,72 5911,99 1860,63 4752,20 1628,68 5285,62 1735,36

29 60 2034,72 6326,47 1943,53 4978,28 1673,89 5571,99 1792,63

30 60 2034,72 6740,95 2026,43 5204,36 1719,11 5858,36 1849,91

61

Lampiran 4 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB26

L

(m) NSPT

Qp

(kN)

Resee & Wright Kulhawy O'neil & Reese

Qs (kN) Qall (kN) Qs (kN) Qall (kN) Qs (kN) Qall (kN)

1 2 67,82 13,82 25,37 29,64 28,54 13,82 25,37

2 3 101,74 34,54 40,82 72,60 48,43 34,54 40,82

3 4 135,65 62,17 57,65 128,87 70,99 62,17 57,65

4 5 169,56 96,71 75,86 197,32 95,98 96,71 75,86

5 6 203,47 138,16 95,46 276,45 123,11 138,16 95,46

6 8 271,30 193,42 129,12 376,93 165,82 193,42 129,12

7 9 305,21 255,60 152,86 484,31 198,60 255,60 152,86

8 10 339,12 324,68 177,98 597,35 232,51 324,68 177,98

9 17 320,28 388,73 184,51 661,41 239,04 388,73 184,51

10 23 866,64 475,40 383,96 748,07 438,49 475,40 383,96

11 40 2260,80 626,12 878,82 898,79 933,36 626,12 878,82

12 55 4144,80 833,36 1548,27 1106,03 1602,81 833,36 1548,27

13 50 4710,00 1021,76 1774,35 1294,43 1828,89 1021,76 1774,35

14 47 5312,88 1198,85 2010,73 1471,53 2065,27 1198,85 2010,73

15 53 6989,64 1398,56 2609,59 1671,23 2664,13 1398,56 2609,59

16 60 9043,20 1624,64 3339,33 1897,31 3393,86 1624,64 3339,33

17 60 10173,60 1850,72 3761,34 2123,39 3815,88 1850,72 3761,34

18 60 11304,00 2076,80 4183,36 2349,47 4237,89 2076,80 4183,36

19 53 10983,72 2276,50 4116,54 2549,18 4171,08 2276,50 4116,54

20 45 10173,60 2446,06 3880,41 2718,74 3934,95 2446,06 3880,41

21 47 10625,76 2623,16 4066,55 2895,83 4121,09 2623,16 4066,55

22 50 11304,00 2811,56 4330,31 3084,23 4384,85 2811,56 4330,31

23 51 1729,512 3163,86 1209,277 3308,43 1238,19 3163,86 1209,277

24 52 1763,424 3523,08 1292,424 3530,49 1293,906 3523,08 1292,424

25 57 1932,984 3916,84 1427,695 3766,74 1397,677 3916,84 1427,695

26 60 2034,72 4331,32 1544,503 4007,90 1479,819 4286,10 1535,46

27 60 2034,72 4745,80 1627,399 4249,05 1528,05 4655,36 1609,313

28 60 2034,72 5160,28 1710,295 4490,20 1576,28 5024,63 1683,166

29 57 1932,984 5554,03 1755,134 4726,45 1589,619 5418,38 1728,005

30 55 1865,16 5933,97 1808,514 4957,87 1613,294 5798,32 1781,385

62

Lampiran 5 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB25

L

(m) NSPT

Qp

(kN)

Resee & Wright Kulhawy O'neil & Reese

Qs (kN) Qall (kN) Qs (kN) Qall (kN) Qs (kN) Qall (kN)

1 1 33,91 6,91 12,69 14,95 14,29 6,91 12,69

2 3 101,74 27,63 39,44 57,90 45,49 27,63 39,44

3 3 101,74 48,36 43,58 100,86 54,08 48,36 43,58

4 4 135,65 75,99 60,41 157,13 76,64 75,99 60,41

5 6 203,47 117,44 91,31 236,25 115,07 117,44 91,31

6 7 237,38 165,79 112,29 326,81 144,49 165,79 112,29

7 30 565,20 278,83 244,17 439,85 276,37 278,83 244,17

8 60 2260,80 504,91 854,58 665,93 886,79 504,91 854,58

9 60 3391,20 730,99 1276,60 892,01 1308,80 730,99 1276,60

10 60 4521,60 957,07 1698,61 1118,09 1730,82 957,07 1698,61

11 60 5652,00 1183,15 2120,63 1344,17 2152,83 1183,15 2120,63

12 60 6782,40 1409,23 2542,65 1570,25 2574,85 1409,23 2542,65

13 60 7912,80 1635,31 2964,66 1796,33 2996,87 1635,31 2964,66

14 60 9043,20 1861,39 3386,68 2022,41 3418,88 1861,39 3386,68

15 60 10173,60 2087,47 3808,69 2248,49 3840,90 2087,47 3808,69

16 60 11304,00 2313,55 4230,71 2474,57 4262,91 2313,55 4230,71

17 60 12434,40 2539,63 4652,73 2700,65 4684,93 2539,63 4652,73

18 60 13564,80 2765,71 5074,74 2926,73 5106,95 2765,71 5074,74

19 60 13564,80 2991,79 5119,96 3152,81 5152,16 2991,79 5119,96

20 60 13564,80 3217,87 5165,17 3378,89 5197,38 3217,87 5165,17

21 60 13564,80 3443,95 5210,39 3604,97 5242,59 3443,95 5210,39

22 60 13564,80 3670,03 5255,61 3831,05 5287,81 3670,03 5255,61

23 60 13564,80 3896,11 5300,82 4057,13 5333,03 3896,11 5300,82

24 60 13564,80 4122,19 5346,04 4283,21 5378,24 4122,19 5346,04

25 60 13564,80 4348,27 5391,25 4509,29 5423,46 4348,27 5391,25

26 60 13564,80 4574,35 5436,47 4735,37 5468,67 4574,35 5436,47

27 59 2000,808 4981,92 1663,321 4976,21 1662,178 4937,46 1654,428

28 58 1966,896 5382,59 1732,15 5215,15 1698,662 5294,42 1714,515

29 56 1899,072 5769,44 1786,911 5447,26 1722,476 5681,26 1769,277

30 54 1831,248 6142,47 1838,91 5677,86 1745,988 6054,30 1821,275

63

Lampiran 6 Distribusi beban setiap tiang pondasi dalam pondasi grup

Xi Yi Qi (1) Qi (2) Qi (3) Qi (4) Qi (5) Qi (6) Qi (7)

1 9 7,2 2535,11 2520,18 2538,79 2558,01 2556,37 2390,76 2572,65

2 -5,4 7,2 2610,47 2595,53 2616,37 2635,59 2634,91 2393,95 3096,04

3 -1,8 7,2 2685,82 2670,89 2693,96 2713,18 2713,46 2397,13 3619,44

4 1,8 7,2 2761,18 2746,24 2771,55 2790,76 2792,00 2400,32 4142,83

5 5,4 7,2 2836,54 2821,60 2849,13 2868,35 2870,54 2403,51 4666,23

6 9 7,2 2911,89 2896,95 2926,72 2945,94 2949,08 2406,70 5189,62

7 -9 3,6 2527,65 2520,18 2527,14 2536,75 2534,93 2369,32 1809,36

8 -5,4 3,6 2603,00 2595,53 2604,73 2614,34 2613,47 2372,51 2332,76

9 -1,8 3,6 2678,36 2670,89 2682,31 2691,92 2692,02 2375,69 2856,15

10 1,8 3,6 2753,71 2746,24 2759,90 2769,51 2770,56 2378,88 3379,55

11 5,4 3,6 2829,07 2821,60 2837,49 2847,10 2849,10 2382,07 3902,94

12 9 3,6 2904,42 2896,95 2915,07 2924,68 2927,64 2385,26 4426,34

13 -9 0 2520,18 2520,18 2515,50 2515,50 2513,49 2347,88 1046,08

14 -5,4 0 2595,53 2595,53 2593,08 2593,08 2592,03 2351,07 1569,47

15 -1,8 0 2670,89 2670,89 2670,67 2670,67 2670,57 2354,25 2092,87

16 1,8 0 2746,24 2746,24 2748,25 2748,25 2749,12 2357,44 2616,26

17 5,4 0 2821,60 2821,60 2825,84 2825,84 2827,66 2360,63 3139,66

18 9 0 2896,95 2896,95 2903,43 2903,43 2906,20 2363,81 3663,05

19 -9 -4 2512,71 2520,18 2503,85 2494,24 2492,05 2326,44 282,80

20 -5,4 -4 2588,06 2595,53 2581,44 2571,83 2570,59 2329,62 806,19

21 -1,8 -4 2663,42 2670,89 2659,02 2649,41 2649,13 2332,81 1329,58

22 1,8 -4 2738,78 2746,24 2736,61 2727,00 2727,68 2336,00 1852,98

23 5,4 -4 2814,13 2821,60 2814,20 2804,59 2806,22 2339,19 2376,37

24 9 -4 2889,49 2896,95 2891,78 2882,17 2884,76 2342,37 2899,77

25 -9 -7 2505,24 2520,18 2492,20 2472,99 2470,61 2305,00 -480,49

26 -5,4 -7 2580,60 2595,53 2569,79 2550,57 2549,15 2308,18 42,91

27 -1,8 -7 2655,95 2670,89 2647,38 2628,16 2627,69 2311,37 566,30

28 1,8 -7 2731,31 2746,24 2724,96 2705,75 2706,23 2314,56 1089,70

29 5,4 -7 2806,66 2821,60 2802,55 2783,33 2784,78 2317,74 1613,09

30 9 -7 2882,02 2896,95 2880,14 2860,92 2863,32 2320,93 2136,49

Beban Maksimum 2911,89 2896,95 2926,72 2945,94 2949,08 2406,70 5189,62

Beban Minimum 2505,24 2520,18 2492,20 2472,99 2470,61 2305,00 -480,49

64

Lampiran 7 Grafik Rk, Rb, dan Rv (sumber BMS 1992 Mannual Vol 2)

Grafik faktor koreksi kompresibilitas untuk penurunan, Rk

Grafik faktor koreksi perbandingan poisson untuk penurunan, Rv

Faktor koreksi modulus penurunan dasar, Rb

65

Lampiran 8 Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas layan

Kombinasi 1 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)

Berat Sendiri X 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Mati tambahan X 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Lajur D X 10598,46 423,94 0,00 10450,08 0,00

Gaya Rem X 21,53 539,02 0,00 13286,86 0,00

Aliran Air O 0,00 0,00 113,73 0,00 533,95

Benda hanyutan o 0,00 0,00 376,48 0,00 1541,68

Primer 81256,98 962,96 113,73 23736,94 533,95

Sekunder 81256,98 962,96 377,26 23736,94 1613,12

Tersier 81256,98 962,96 301,97 23736,94 1304,79

kombinasi 1 maksimum 81256,98 962,96 377,26 23736,94 1613,12

Kombinasi 2 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)

Berat Sendiri x 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Mati tambahan x 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Lajur D o 10598,46 423,94 0,00 10450,08 0,00

Primer 81256,98 962,96 0,00 23736,94 0,00

Sekunder 81256,98 962,96 0,00 23736,94 0,00

Tersier 81256,98 962,96 0,00 23736,94 0,00

Kombinasi 2 maksimum 81256,98 962,96 0,00 23736,94 0,00

Kombinasi 3 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)

Berat Sendiri x 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Mati tambahan x 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Lajur D o 10598,46 423,94 0,00 10450,08 0,00

Gaya Rem o 21,53 539,02 0,00 13286,86 0,00

Beban angin o 38,39 62,59 174,87 1003,96 3593,45

Aliran Air o 0,00 0,00 113,73 0,00 533,95

Hanyutan o 0,00 0,00 376,48 0,00 1541,68

Primer 81256,98 962,96 0,00 23736,94 0,00

Sekunder 81283,85 1006,77 122,41 24439,71 2515,41

Tersier 81276,18 994,25 144,30 24238,92 2063,70

kombinasi 3 maksimum 81283,85 1006,77 122,41 24439,71 2515,41

Kombinasi 4 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)

Berat Sendiri x 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Mati tambahan x 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Lajur D o 10598,46 423,94 0,00 10450,08 0,00

Gaya Rem o 21,53 539,02 0,00 13286,86 0,00

Beban angin o 38,39 62,59 174,87 1003,96 3593,45

Aliran Air x 0,00 0,00 113,73 0,00 533,95

Hanyutan x 0,00 0,00 376,48 0,00 1541,68

Primer 81256,98 962,96 490,21 23736,94 2075,63

Sekunder 81283,85 1006,77 612,61 24439,71 4591,04

Tersier 81276,18 994,25 577,64 24238,92 3872,35

Kombinasi 4 maksimum 81283,85 1006,77 612,61 24439,71 4591,04

66

Kombinasi 5 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)

Berat Sendiri x 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Mati tambahan x 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Lajur D o 10598,46 423,94 0,00 10450,08 0,00

Gaya Rem o 21,53 539,02 0,00 13286,86 0,00

Beban angin x 38,39 62,59 174,87 1003,96 3593,45

Aliran Air o 0,00 0,00 113,73 0,00 533,95

Hanyutan o 0,00 0,00 376,48 0,00 1541,68

Primer 81295,37 1025,55 174,87 24740,90 3593,45

Sekunder 81295,37 1025,55 254,48 24740,90 3967,21

Tersier 81295,37 1025,55 419,97 24740,90 4631,26

Kombinasi 5 maksimum 81295,37 1025,55 419,97 24740,90 4631,26

Kombinasi 6 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)

Berat Sendiri x 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Mati tambahan x 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban angin o 38,39 62,59 174,87 1003,96 3593,45

Aliran Air o 0,00 0,00 113,73 0,00 533,95

Hanyutan o 0,00 0,00 376,48 0,00 1541,68

Primer 70675,38 62,59 174,87 1003,96 3593,45

Sekunder 70675,38 62,59 254,48 1003,96 3967,21

Tersier 70675,38 62,59 419,97 1003,96 4631,26

Kombinasi 6 maksimum 70675,38 62,59 419,97 1003,96 4631,26

Kombinasi 7 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)

Berat Sendiri 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Mati tambahan 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Gempa 0,00 18690,55 18690,55 164666,31 164666,31

Tekanan air akibat gempa 0,00 43,25 43,25 203,07 203,07

Kombinasi 7 70637,00 18733,80 18733,80 164869,38 164869,38

67

Lampiran 9 Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas ultimit

Kombinasi 1 P (kN) Vx (kN) Vy (kN) Mx (kN.m) My (kN.m)

Berat Sendiri x 88264,47 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Mati

tambahan x 5482,49 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Lajur D x 19077,22 763,09 0,00 18810,14 0,00

Gaya Rem x 38,75 970,24 0,00 23916,34 0,00

Aliran Air o 0,00 0,00 170,59 0,00 800,92

Benda hanyutan o 0,00 0,00 564,72 0,00 2312,52

Beban angin o 46,07 108,16 302,17 1734,84 6209,47

Kombinasi 112909,01 1841,48 302,17 44461,33 6209,47

Kombinasi 2 P(kN) Vx (kN) Vy(kN) Mx (kN.m) My (kN.m)

Berat Sendiri x 88264,47 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Mati tambahan x 5482,49 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Lajur D o 19077,22 763,09 0,00 18810,14 0,00

Gaya Rem o 38,75 970,24 0,00 23916,34 0,00

Kombinasi 112862,94 1733,33 0,00 42726,49 0,00

Kombinasi 3 P(kN) Vx (kN) Vy(kN) Mx (kN.m) My (kN.m)

Berat Sendiri x 88264,47 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Mati tambahan x 5482,49 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Lajur D o 19077,22 763,09 0,00 18810,14 0,00

Gaya Rem o 38,75 970,24 0,00 23916,34 0,00

Aliran Air x 0,00 0,00 170,59 0,00 800,92

Benda hanyutan x 0,00 0,00 564,72 0,00 2312,52

Beban angin o 46,07 108,16 302,17 1734,84 6209,47

Kombinasi 112862,94 1733,33 735,31 42726,49 3113,44

Kombinasi 4 P (kN) Vx (kN) Vy(kN) Mx (kN.m) My (kN.m)

Berat Sendiri x 88264,47 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Mati tambahan x 5482,49 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Lajur D o 19077,2 763,09 0,00 18810,14 0,00

Gaya Rem o 38,75 970,24 0,00 23916,34 0,00

Aliran Air o 0,00 0,00 170,59 0,00 800,92

Benda hanyutan o 0,00 0,00 564,72 0,00 2312,52

Beban angin x 46,07 108,16 302,17 1734,84 6209,47

Kombinasi 112909,01 1841,48 302,17 44461,33 6209,47

68

Kombinasi 5 P (kN) Vx (kN) Vy (kN) Mx (kN.m) My (kN.m)

Berat Sendiri x 88264,47 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Mati tambahan x 5482,49 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Lajur D o 19077,22 763,09 0,00 18810,14 0,00

Gempa x 0,00 18690,55 18690,55 164666,31 164666,31

Tekanan air gempa x 0,00 43,25 43,25 203,07 203,07

Kombinasi 112824,19 19496,89 18733,80 183679,52 164869,38

Kombinasi 6 P (kN) Vx (kN) Vy (kN) Mx (kN.m) My (kN.m)

Berat Sendiri x 88264,47 0,00 0,00 0,00 0,00

Beban Mati tambahan x 5482,49 0,00 0,00 0,00 0,00

Aliran Air o 0,00 0,00 170,59 0,00 800,92

Benda hanyutan o 0,00 0,00 564,72 0,00 2312,52

Beban angin o 46,07 108,16 302,17 1734,84 6209,47

Kombinasi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

69

Lampiran 10 Langkah-langkah perhitungan penelitian

Menghitungan tinggi muka air banjir

1. Curah hujan area dianalisis menggunakan metode Isohyet. Data curah hujan

harian maksimum yang digunakan adalah dari stasiun cuaca Bogor, Cibitung,

dan Depok. Persamaan Isohyet yang digunakan adalah sebagai berikut:

𝑅 =

𝑑0+𝑑1

2 𝐴1+

𝑑1+𝑑2

2 𝐴2+ … +

𝑑𝑛−1+𝑑𝑛

2 𝐴2

𝐴1+𝐴2+ … +𝐴𝑛

2. Metode distribusi probabilitas kontinu ditentukan menggunakan metode

parameter statistik. Persyaratan parameter statistik ditentukan menggunakan

persamaan berikut:

Untuk Metode Gumbel dan Normal

Standar Deviasi (𝑆) = √∑ (𝑋𝑖−𝑋𝑟𝑡)2𝑛

𝑖=1

𝑛−1

Koefisien Kepencengan (Cs) = 𝑛 ∑ (𝑋𝑖−𝑋 )3𝑖

𝑖=1

(𝑛−1) (𝑛−2)(𝑆)3

Koefisien Kurtosis (Ck) = 𝑛2 ∑ (𝑋𝑖−𝑋 )4𝑖

𝑖=1

(𝑛−1) (𝑛−2)(𝑛−3)(𝑆)4

Untuk metode Log Normal dan Log Pearson III

Standar Deviasi (𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋) = √∑ (𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡)2𝑛

𝑖=1

𝑛−1

Koefisien Kepencengan (Cs) = 𝑛 ∑ (𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡)3𝑖

𝑖=1

(𝑛−1) (𝑛−2)(𝑆)3

Koefisien Kurtosis (Ck) = 𝑛2 ∑ (𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡)4𝑖

𝑖=1

(𝑛−1) (𝑛−2)(𝑛−3)(𝑆)4

Koefisien variasi (Cv) = 𝑆𝑑

𝑋

Selanjutnya koefisien yang terhitung ini dibandingkan dengan persyaratan

sebagai berikut:

Distribusi Persyaratan

Gumbel Cs = 1.14

Ck = 5.4

Normal Cs ≈ 0

Ck ≈ 3

Log Normal Cs = 𝐶𝑣3 + 3𝐶𝑣

Ck = 𝐶𝑣6 + 6𝐶𝑣6 + 15𝐶𝑣4 + 16𝐶𝑣2 + 3

Log Pearson III Selain dari nilai diatas

3. Metode distribusi probabilitas yang terpilih (dalam hal ini adalah Normal dan

Log Normal) dianalisis menggunakan metode Smirnov-Kolmogorof sebagai

berikut:

Peluang empiris (P(Xi)) =𝑖

𝑛+1

70

∆𝑃𝑖 = 𝑃(𝑋𝑖) − 𝑃′(𝑋𝑖)

Jika ∆Pi < ∆Pkritis maka metode dapat diterima

Dalam hal ini metode yang paling sesuai adalah Log Normal.

4. Curah hujan rencana periode ulang 50 tahunan dihitung menggunakan metode

Log Normal sebagai berikut:

𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑇 = 𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡 + 𝐾𝑇 × 𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋

5. Waktu konsentrasi (tc) dihitung menggunakan persamaan Kirpich berikut:

𝑡𝑐 = (0,87×𝐿2

1000×𝑆)0,385

Intensitas hujan rencana dihitung menggunakan persamaan Mononobe

berikut:

𝐼 =𝑋24

24× (

24

𝑡)

2

3

6. Debit rencana 50 tahunan dihitung menggunakan metode rasional berikut:

Q50 = 0,278 I50 ∑ (A x C)

7. Kecepatan Aliran sungai dihitung berdasarkan metode Rational Mononobe

berikut:

𝑉 = 72 × (𝐻

𝐿)0,6

8. Tinggi muka air banjir dihitung sebagai berikut:

ℎ =2×𝑄

(𝑏+𝐵)×𝑉

Menghitung daya dukung tanah

a. Menggunakan Uji Bor

1. NSPT koreksi, Cu, dihitung sebagai berikut:

𝑁𝑐𝑜𝑟𝑟 = 𝑁𝑆𝑃𝑇 ×1

2

𝐶𝑢 = 𝑁𝑆𝑃𝑇 ×2

3 × 10

2. Tahanan ujung dihitung sebagai berikut:

𝑄𝑝 = 9 × 𝐶𝑢 × (1

4× 𝜋 × 𝐷2) untuk tanah kohesif

𝑄𝑝 = 40 × 𝑁𝑐𝑜𝑟𝑟 ×𝐿𝑏

𝐷× (

1

4× 𝜋 × 𝐷2) untuk tanah nonkohesif

3. Tahanan geser dihitung sebagai berikut:

𝑄𝑠 = {𝛼 × 𝐶𝑢 × 𝑃 × (𝜋 × 𝐷)} + 𝑄𝑠 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎 untuk tanah

kohesif

𝑄𝑠 = 2 × 𝑁𝑐𝑜𝑟𝑟 × 𝑃 × (𝜋 × 𝐷) + 𝑄𝑠 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎 untuk tanah

nonkohesif

71

4. Daya dukung izin:

𝑄𝑎𝑙𝑙 =𝑄𝑝

3+

𝑄𝑠

5

b. Menggunakan Uji Laboratorium

1. Effective overburden pressures (q’)

𝑞′ = (𝛾 × 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ)

2. Tahanan ujung metode Meyerhoff

𝑄𝑝 = (1

4× 𝜋 × 𝐷2) × [𝑐 × 𝑁𝑐′ + 𝜂 × 𝑞′ × 𝑁𝑞′]

3. Tahanan ujung metode Terzaghi

𝑄𝑝 = (1

4× 𝜋 × 𝐷2) × [1,3 × 𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞 + 𝛾 × 𝐵 × 𝑁𝛾 × 𝑎𝛾]

4. Tahanan ujung metode Thomlinson

𝑄𝑝 = (1

4× 𝜋 × 𝐷2) × [𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞]

5. Tahanan geser metode Alpha

𝑄𝑠 = {(𝛼 × 𝑐 × 𝜋 × 𝐷 × ℎ) + (1

2 Ks × q × tan(δ) × 𝜋 × 𝐷 × ℎ)} +

𝑄𝑠 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

6. Daya dukung izin

𝑄𝑎𝑙𝑙 =𝑄𝑝

3+

𝑄𝑠

5

Menghitung Pembebanan Jembatan

a. Berat sendiri struktur dan beban tambahan

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 × 𝛾

b. Beban Lajur “D” (PTD)

1. Beban UDL

𝑞 = 9 (0,5 +15

𝐿)

𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 =𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 100%+𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

2× 𝐿

𝑈𝐷𝐿 = 𝑞 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛

2. Beban KEL

𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 =𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 100%+𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

2

𝐾𝐸𝐿 = 𝑝 × 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑗𝑢𝑡

3. Beban Lajur “D”

72

𝑃𝑇𝐷 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 = 𝐾𝐸𝐿 + 𝑈𝐷𝐿

𝑃𝑇𝐷 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = 𝑃𝑇𝐷 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 × 4%

𝑃𝑇𝐷 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑃𝑇𝐷 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛

c. Gaya Rem

1. Pengaruh UDL dan KEL

𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ 𝑈𝐷𝐿 = 9 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛

𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ 𝐾𝐸𝐿 = 𝑝 × 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛

2. Gaya rem

𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 = 5% (𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ 𝑈𝐷𝐿 + 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ 𝐾𝐸𝐿)

𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 × 𝑠𝑖𝑛 𝜃

𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 × 𝑐𝑜𝑠 𝜃

𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛

d. Beban aliran air

Gaya seret dan benda hanyutan

𝑇𝐸𝐹 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = 0,5 × 𝐶𝐷 × 𝑉𝑠2 × 𝐴𝑑

𝑇𝐸𝐹 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑇𝐸𝐹 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛

e. Beban Gempa

1. Inersia (I) dan Modulus Elastisitas (Ec) Tiang

𝐼 =1

12× 𝑏 × ℎ3

𝐸𝑐 = 4700√𝑓𝑐′

2. Kekakuan struktur (Kp)

𝐾𝑝 =12×𝐸𝑐×𝐼

𝐿3

3. Waktu getar alami struktur (T)

𝑇 = 2 × 𝜋√𝑊𝑡

𝐾𝑝×𝑔

4. Koefisien beban gempa horizontal (Kh)

Faktor tipe bangunan 𝑆 = 1 × 𝐹

𝐾ℎ = 𝐶 × 𝑆

5. Beban gempa

𝑇𝐸𝑄 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = 𝐾ℎ × 𝐼 × 𝑊𝑡

𝑇𝐸𝑄 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑇𝐸𝑄 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛

f. Tekanan air lateral akibat gempa

𝑉𝐸𝑄 = 0,75 × 𝐾ℎ × 𝐼 × 𝑊𝑜 × 𝑏2 × ℎ × (1 −𝑏

4×ℎ)

73

𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑉𝐸𝑄 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛

g. Beban angin

𝑇𝑒𝑤 = 0,0006 𝐶𝑤 (𝑉𝑤)2𝐴𝑏

𝑇𝐸𝑊 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑇𝐸𝑊 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛

h. Beban-beban terhitung di kombinasikan dengan kombinasi beban keadaan batas

layan dan ultimit

Menghitung Pondasi Grup

1. Efisiensi grup

Eg = 1 − 𝑄(𝑛−1)×𝑚+(𝑚−1)×𝑛

90×𝑚×𝑛

2. Distribusi beban

Qi = 𝑉

𝑛 ±

𝑀𝑦 × 𝑋

∑𝑋2 ± 𝑀𝑥 × 𝑌

∑𝑌2

3. Daya dukung izin aksial tekan 1 tiang

Qa = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝐸𝑔

4. Daya dukung izin aksial tarik 1 tiang

Qa=[(0,7 ×𝑄𝑠

5) + (

1

4× 𝜋 × 𝐷2 × 𝛾 × ℎ)] × 𝐸

5. Daya dukung izin kelompok tiang

Qag = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝑁 × 𝐸𝑔

6. Daya dukung aksial 1 tiang dibandingkan dengan distribusi beban maksimum

Menghitung daya dukung lateral tiang

1. Menentukan jenis tiang dengan Flexibility factor

𝛽 = √𝐾ℎ×𝐵

4×(𝐸×𝐼)𝑝𝑖𝑙𝑒

4

𝛽 × 𝐿 > 2,5 tiang termasuk tiang panjang kepala terjepit

2. Daya dukung lateral 1 tiang

𝐻𝑢 =2×𝑀𝑢

𝑒+0,54√𝐻𝑢

𝛾𝐵𝐾𝑝

3. Beban horizontal 1 tiang

𝐻𝑤𝑙 =𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔

4. Jika 𝐻𝑤𝑙 < 𝐻𝑢 maka aman

5. Defleksi tiang

74

𝑌𝑜 =0,93×𝐻

𝜂ℎ35×(𝐸𝐼)

25

jika Yo < 12 mm maka aman

Menghitung penurunan pondasi

1. Faktor pengaruh tiang kaku (I)

𝐼 = 𝐼𝑜 × 𝑅𝑘 × 𝑅𝑏 × 𝑅𝑚

2. Penurunan 1 tiang

𝑆 =𝑃𝑢×𝐼

𝐸𝑠×𝑑 jika S < 25 mm maka aman

3. Penurunan kelompok tiang

𝑅𝑠 = (𝑅25 − 𝑅16) × (√𝑛 − 5) + 𝑅25

𝑆𝑔 = 𝑅 × 𝑆 jika Sg < 25 mm maka aman

Menghitung Penulangan bor

a. Tulangan lentur

1. Menentukan tipe tiang

𝐾𝐿𝑢

𝑟≤ 34 − 12 (

𝑀1

𝑀2) jika tidak terpenuhi maka tiang termasuk tipe langsing

2. Pembesaran momen

𝐶𝑚 = 0,6 +0,4 𝑀1

𝑀2

𝑃𝑐 =𝜋2×𝐸𝐼

(𝐾×𝐿𝑢)2

𝛿𝑛𝑠 =𝐶𝑚

1−(𝑃𝑢

0,75×𝑃𝑐)

𝑀𝑐 = 𝛿𝑛𝑠 × 𝑀2

3. Eksentrisitas aktual

𝑒 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 =𝑀𝑐

𝑃𝑢

4. Menentukan persentase tulangan menggunakan diagram interaksi

5. Luas tulangan

𝐴𝑠 = 𝐴𝑔 × 𝜌

6. Jumlah tulangan

𝑛 =𝐴𝑠

𝑙𝑢𝑎𝑠 1 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

b. Tulangan geser

1. Kuat geser sumbangan beton yang menerima beban aksial tekan

75

𝑉𝑐 = (1 +𝑁𝑢

14𝐴𝑔) (

√𝑓𝑐′

6) 𝑏𝑤 × 𝑑

Jika ∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 diperlukan tulangan geser

2. Rasio minimum tulangan spiral

𝜌𝑠 = 0,45 (𝐴𝑔

𝐴𝑐− 1) (

𝑓𝑐′

𝑓𝑦)

3. Spasi maksimum sengkang

𝑆𝑚𝑎𝑥 =4×𝑎𝑠(𝐷𝑐−𝑑𝑏)

𝐷𝑐2×𝜌𝑠

Menghitung penulangan pile cap

a. Tulangan geser 1 arah

1. Beban geser pile cap (Vu)

2. Tegangan geser sumbangan beton (Vc)

𝑉𝑐 =1

6× √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑤 × 𝑑

3. Apabila 1

2∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 diperlukan tulangan geser 1 arah dengan luas

tulangan minimum:

𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 =1

𝑏𝑤×𝑠

𝑓𝑦

4. Asumsikan spasi tulangan geser rencana kemudian ditentukan jumlah kaki

sengkang yang dibutuhkan

𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 =1

4× 𝜋 × 𝐷2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑘𝑖

b. Tulangan geser 2 arah

1. Hitung beban geser 2 arah pile cap

2. Tegangan geser sumbangan beton

𝑉𝑐1 =1

12× (

(𝛼𝑠×𝑑)

𝑏𝑜+ 2) × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑜 × 𝑑

𝑉𝑐2 = 0,33 × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑜 × 𝑑

Dipilih tegangan geser (Vc) yang lebih kecil

3. Jika 1

2∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 dibutuhkan tulangan geser 2 arah

4. Jumlah dan spasi sengkang ditentukan dengan cara yang sama dengan

perencanaan tulangan geser 1 arah

c. Tulangan lentur

1. Beban per meter lebar pile cap

76

𝑃 =𝑉𝑢

𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑝𝑖𝑙𝑒 𝑐𝑎𝑝

2. Berat sendiri pile cap

𝑊 = 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 × 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 × 𝛾

3. Beban momen ultimit

𝑀𝑢1 = (𝑃 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛) − (𝑊 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛)

4. Tentukan rasio tulangan tekan dan tarik (misal ’ = 0,5)

5. Daya dukung momen

𝑎 =(𝜌−𝜌′)×𝑑×𝑓𝑦

0,85×𝑓𝑐′

𝑀𝑢2 = 0,5 × 𝜌 × 𝑑 × 𝑏 × 𝑓𝑦 × ((𝑑 − 𝑑′) + (𝑑 −𝑎

2))

Dilakukan trial & error pada Mu1 dan Mu1 dengan mengasumsikan

persentase tulangan tarik.

6. Syarat persentase tulangan minimum

𝜌 𝑚𝑖𝑛 = 1,4×𝑏𝑤×𝑑

𝑓𝑦

Bandingkan ρ min dengan ρ tarik dan ρ tekan hasil perhitungan. Pilih nilai

yang paling maksimum.

7. Jumlah tulangan

𝑛 =𝜌×𝐴𝑔

𝑙𝑢𝑎𝑠 1 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

d. Tulangan torsi

Jika 𝑇𝑢 <∅√𝑓𝑐′

12(𝐴𝑐𝑝2

𝑃𝑐𝑝) maka tidak diperlukan tulangan torsi

Menghitung penulangan pilar

a. Tulangan lentur

1. Menetukan tipe tiang

𝐾𝐿𝑢

𝑟≤ 34 − 12 (

𝑀1

𝑀2) jika terpenuhi maka tiang tidak termasuk tipe langsing

2. Eksentrisitas aktual

𝑒 =𝑃

𝑀2

7. Menentukan persentase tulangan menggunakan diagram interaksi

8. Luas tulangan

𝐴𝑠 = 𝐴𝑔 × 𝜌

9. Jumlah tulangan

77

𝑛 =𝐴𝑠

𝑙𝑢𝑎𝑠 1 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

b. Tulangan geser

1. Kuat geser sumbangan beton yang menerima beban aksial tekan

𝑉𝑐 = (1 +𝑁𝑢

14𝐴𝑔) (

√𝑓𝑐′

6) 𝑏𝑤 × 𝑑

2. Jika 1

2∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 diperlukan tulangan geser dengan luas tulangan

minimum

𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 =1

𝑏𝑤×𝑠

𝑓𝑦

3. Asumsikan spasi tulangan geser rencana kemudian ditentukan jumlah kaki

sengkang yang dibutuhkan

𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 =1

4× 𝜋 × 𝐷2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑘𝑖

4. Jika 𝑉𝑢 > ∅𝑉𝑐 diperlukan tulangan geser dengan tegangan geser baja (Vs)

minimum sebagai berikut

𝑉𝑠 =𝑉𝑢

∅− 𝑉𝑐

5. Luas tulangan minimum yang dibutuhkan dengan mengasumsikan spasi

sengkang

𝐴𝑣 =𝑉𝑠×𝑆

𝑑×𝑓𝑦

6. jumlah kaki sengkang yang dibutuhkan

𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 =1

4× 𝜋 × 𝐷2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑘𝑖

c. Tulangan torsi

Jika 𝑇𝑢 <∅√𝑓𝑐′

12(𝐴𝑐𝑝2

𝑃𝑐𝑝) maka tidak diperlukan tulangan torsi

78

Lampiran 11 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 25

79

Lampiran 12 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 26

80

Lampiran 13 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 27

81

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Koba, pada tanggal 13 Januari 1992 dari pasangan

Bapak Saidan Khotib dan Ibu Sri Murti. Penulis adalah putri keenam dari tujuh

bersaudara. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMP 1 Koba dan diterima di SMA

1 Pemali. Penulis lulus dari SMA pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama

penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Ujian Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN) pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan,

Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Ilmu Ukur

Wilayah pada semester genap tahun ajaran 2012/2013, praktikum Bangunan

Konservasi Tanah dan Air Tanah pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014,

Praktikum Bahan Konstruksi pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 serta

aktif sebagai anggota sekaligus tim pengajar mata kuliah Kalkulus di organisasi

Klinik Tutorial Sebaya Asrama TPB IPB tahun 2010/2011. Selain itu penulis juga

pernah aktif sebagai Sekretaris II UKM Karate IPB (2010/2011), Wakil Sekretaris

Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (HIMATESIL) (2011/2012),

Sekretaris Departemen Riset dan Teknologi HIMATESIL (2012/2013), Ketua

Divisi Kesekretariatan pada acara nasional Indonesian Civil and Environmental

Festival 2012 (ICEF 2012) serta dibeberapa kepanitian dan kegiatan lainnya.

Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2013 dengan topik

“Proses Konstruksi pada Pembangunan Apartement Green bay Pluit, Jakarta Utara,

di PT. Total Bangun Persada, Tbk”. Gelar Sarjana Teknik dapat diperoleh penulis

dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Struktur Pilar dan Pondasi

Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung” di bawah bimbingan Dr. Ir.

M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS.,IPM dan Dr. Ir.Hotland Sihotang, MSi.