Analisis Spatial Potensi Bahaya Daerah Pantai

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/17/2019 Analisis Spatial Potensi Bahaya Daerah Pantai

    1/12

     ANALISIS SPASIAL POTENSI BAHAYA DAERAH PANTAI TERHADAP

    PERUBAHAN IKLIM DI PULAU BALI

    Huda Bachtiar1), Franto Novico2), Bagus Indrawan3) 

    1) Balai Pantai, Puslitbang-SDA, Kementerian Pekerjaan Umum

    2)Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL), Kementerian ESDM,

    3)Oseanografi, Institut Teknologi Bandung

    Email: [email protected]

     ABSTRACT

    It was indicated that climate becomes one of the most important factors that derives economic activity

    nowdays. Bali Island is a location that has a high economical value with complete infrastructures, but at the

    same time it is also threatened by climate change. This study was aimed to analyze potenial hazard spatially.

    The input of this spatial simulation consisted of DEM data and ocean hazard parameters( sea level rise and

    temperature projection, ENSO event, and storm surge). Based on simulation result, scenario 1 showed that in

     2012, Buleleng district was as the widest area with Hazard Potential Level (HPL) value up to 20.67 km2while the lowest district of HPL was Denpasar around 3.12 km2. Scenario 3 as an extreme condition showed

    that HPL of Buleleng district in 2012 might reach up to 32.55 km2. In addition, hazard potential correspond

    to time also would enhance HPL value. It was proven by the increase of HPL value in 2030, in which HPL of

    Buleleng district would increase up to 37.26 km2. How large the area threatened by climate change will be

    depend on the topography profile, thaccumulation of hazard parameters, as well as the hazard parameter

    corresponds to the time.

    Key words:Climate change, hazard potential, spatial analysis, Bali Island

     ABSTRAK

    Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kegiatan ekonomi pada saat ini. Pulau Bali

    merupakan salah satu pulau yang memiliki nilai infrastruktur dan nilai ekonomi yang tinggi, tetapi di sisi

    lain terdapat potensi bahaya akibat perubahan iklim yang dapat mengancam infrastruktur tersebut. Tujuan

    dari kajian ini dilakukan adalah untuk memberikan informasi secara spasial area yang dapat terancam

    berdasarkan hasil simulasi spasial. Input dalam simulasi spasial terdiri dari peta topografi sebagai peta

    dasar dan parameter bahaya akibat perubahan iklim (kenaikan muka air laut, kejadian ENSO, dan

     gelombang badai). Berdasarkan hasil simulasi, skenario 1 menunjukan pada tahun 2012 Kabupaten

    Buleleng merupakan area yang memiliki potensi bahaya terluas dengan luas area bahaya tertinggi

     20.67km2, sedangkan area yang memiliki potensi bahaya tersempit adalah Kabupaten Denpasar dengan

    luas area sekitar 3.12km2. Hasil simulasi skenario 3 sebagai skenario kondisi ekstrim menunjukan luas area

     potensi bahaya di Kabupaten Buleleng mencapai 32.55km2 dan area potensi bahaya tersempit di Kabupaten

    Denpasar dengan estimasi area yang terancam dengan level sangat tinggi adalah 4.51km2. Selain itu,

    berdasarkan hasil simulasi pada tahun 2030 skenario 1 menghasilkan luas area bahaya 37.26km2. Hasil

    simulasi menunjukan luasan area yang terancam bahaya tergantung pada akumulasi profil topografi

     pantai, parameter bahaya, dan waktu.Kata Kunci:Perubahan iklim, potensi bahaya, analisis spasial, Pulau Bali

    PENDAHULUAN

    Indonesia sebagai negara kepulauan

    diketahui memiliki pulau sekitar 17.508 buah. Dari

    seluruh pulau tersebut, lima pulau terbesar yang

    telah umum diketahui yaitu Pulau Jawa, Pulau

    Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan

    Pulau Papua merupakan tempat tinggal sebagian

    besar rakyat Indonesia. Selain ke lima pulau besar

    tersebut, Indonesia masih memiliki Pulau Bali yangmerupakan pulau yang sangat terkenal tidak hanya

    di Indonesia namun juga di manca negara. Hal

    tersebut terjadi karena Pulau Bali memiliki pantai

    yang sangat indah yang menjadi daya tarik

    wisatawan untuk datang menikmatinya. Pulau Bali

    sebagai daerah penyumbang devisa negara

    terbesar di sektor pariwisata perlu dipelihara dan

    dijaga akan kelangsungan alamnya khususnya

    daerah pantai sehingga roda perekonomian

    masyarakat setempat akan terus berjalan dengan

    baik.

    Isu climate change dan sea level rise

    beberapa dekade terakhir menjadi perbincangan

  • 8/17/2019 Analisis Spatial Potensi Bahaya Daerah Pantai

    2/12

    yang hangat tidak hanya bagi negara yang memiliki

    pantai namun juga negara di dunia secara umum.

    Perubahan suhu yang terus meningkat diketahui

    telah menimbulkan pencairan es di kutub yang

    cukup besar sehingga menyebabkan kenaikan

    muka air laut, selain itu peningkatan suhu telahmenyebabkan timbulnya beberapa cuaca ekstrem.

    Hal-hal tersebut ternyata tidak hanya berdampak

    pada perubahan elevasi air laut secara umum

    namun juga sangat berpotensi buruk terhadap

    kondisi pantai jika kondisi ekstrem tersebut terjadi

    pada waktu yang bersamaan.

    Kondisi ekstrem seperti badai, peningkatan

    muka air laut akibat cuaca ekstrem dan kenaikan

    muka air laut itu sendiri menjadi suatu hal yang

    perlu dikaji sehingga dapat diperkirakan akan

    kelangsungan suatu daerah pantai akibat

    menerima kondisi ekstrem tersebut. Abrasi-akresi,erosi-sedimentasi, dan genangan banjir di daerah

    pantai akibat kondisi-kondisi ekstrem tersebut

    perlu dianalisis sehingga akan dihasilkan suatu

    informasi yang berguna bagi kelangsungan,

    keamanan dan keselamatan masyarakat,

    ekosistem, infrastruktur dan tata guna lahan di

    sepanjang daerah pantai tersebut.

    Berdasarkan hal-hal di atas, maka tujuan

    dari tulisan ini adalah untuk menganalisis kondisi

    rawan bencana di daerah pantai sepanjang Pulau

    Bali akibat beberapa kondisi ekstrem.

    TINJAUAN PUSTAKA

    Kajian pustaka dalam makalah ini berupa

    hasil kajian yang telah dilakukan terkait

    kerentanan pantai dan gelombang badai, dimana

    dari hasil kajian tersebut juga dijadikan sebagai

    referensi input paramater dalam analisis spasial

    potensi bahaya.

    Proyeksi Kenaikan Muka Air Laut

    SLR akibat pemanasan global merupakan

    salah satu parameter yang memberikan kontribusi

    sangat signifikan di daerah pantai (Ewing, 2009),

    dimana SLR merupakan salah satu faktor yangmempercepat laju erosi, merubah garis pantai, dan

    memperluas area genangan di sepanjang daerah

    pantai (Latief, 2010). Selain itu, ketika kenaikan

    muka air laut dan kenaikan temperatur laut

    melebihi batas normal dari kemampuan biota laut

    untuk beradaptasi maka dampak dari kenaikan

    tersebut dapat merusak akosistem laut dan

    ekosistem pantai (Latief, 2010).

    Perhitungan proyeksi SLR berdasarkan hasil

    kajian resiko dan yang telah dilakukan di Pulau

    Lombok, dimana untuk menghitung trend dan laju

    SLR di Pulau Bali berdasarkan data pengamatan,

    yaitu data pasang surut di Benoa dan data altimetri

    (lihat Gambar 1). Analisis hasil perhitunganberdasarkan data historis menunjukan laju

    kenaikan muka air laut sekitar 3.5 mm/tahun

    sampai 8.0 mm/tahun. Selain itu, ouput model IPCC

    menunjukan trend yang relatif sama. Data muka air

    berdasarkan hasil skenario model IPCC-SRESa1b

    menunjukan SLR bervariasi dari 4mm/thn sampai

    8 mm/thn sampai 2100, dimana berdasarkan

    skenario SRESa1b untuk tahun 2030 menunjukan

    kenaikan yang bervariasi dari 10.5 cm sampai 24

    cm terhadap kenaikan muka air di tahun 2000.

    pada tahun 2080 akan mencapai 28 cm sampai 55

    cm, dan pada tahun 2100 dapat mencapai 40

    sampai 80 cm.

    Kenaikan Intensitas Gelombang Badai

    Gelombang badai adalah gelombang tinggi

    yang disebabkan oleh kejadian badai, terutama

    badai tropis. Kejadian tersebut merupakan

    bencana serius di daerah pantai khususnya di zona

    tropis dan sub tropis, dimana salah satu dampak

    dari badai tropis adalah naiknya muka air ekstrim

    akibat angin dan tekanan dari siklon tersebut

    (Riandini, 2011). Gelombang badai yang

    dibangkitkan oleh siklon tropis di samudera Hindia

    sering menghantam perairan pantai Jawa, Bali, dan

    Nusa Tenggara Barat sehingga dapat menyebabkanpotensi bahaya, seperti tergenangnya

    insfrastruktur bangunan pantai dan rumah,

    relokasi masyarakat ke daerah pengungsian,

    terganggunya aktivitas pariwisata, dan

    terganggunya aktivitas ekonomi di pelabuhan

    (Nining., et al., 2010).

    Berdasarkan hasil kajian yang telah

    dilakukan, simulasi kerentanan terhadap kejadian

    storm tide akibat badai (Nining et al., 2010)

    menunjukan tinggi maksimum di sepanjang pantai

    selatan Jawa, Bali, dan NTB terdapat di Nusa

    Kambangan (Jawa; 19.0 cm), Tuban (Bali; 14.7 cm),Teluk Gumbang (Lombok; 12.2 cm), dan Tanjung

    Labulawah (Sumbawa; 12.5 cm). Jarak maksimum

    area tergenang (Rmax) dan tinggi run up (H)

    terjadi di Teluk Penanjung (Java; Rmax = 835.2 m,

    H = 0.73 m), Tuban (Bali; Rmax = 623 m, H = 1.02

    m), Tanjung Ringgit (Lombok; Rmax = 1112.3 m, H

    = 1.03 m), and Teluk Cempi (Sumbawa; Rmax =

    4136.5 m, H = 1.0 m).

  • 8/17/2019 Analisis Spatial Potensi Bahaya Daerah Pantai

    3/12

     Gambar 1. proyeksi SLR sampai 2100 a) data pengamatan pasang surut Benoa

    b) Distribusi SLR data altimetri (sumber: Latief, 2010)

    METODOLOGI

    Analisis spasial dalam kajian ini dilakukan

    dengan cara menetapkan zona dengan

    penetapan potensi bahaya, langkah

    pengerjaannya, yaitu menggabungkan peta

    dasar dan parameter bahaya dapat dilihat pada

    Gambar 2. Pengolahan data meliputi,

    penggunaan peta dasar dengan skala 1: 200:000yang selanjutnya akan dibuat sebagai peta

    tematik berupa peta spatial potensi bahaya

    akibat kondisi ekstrem. Selanjutnya analisis data

    akan kondisi hidro-oseanografi yang meliputi

    pasang surut, angin dan gelombang yang

    merupakan rekaman data dari beberapa instansi

    terkait dan terakhir adalah analisis data kondisi

    ekstrem yang berpotensi terjadi di Pulau Bali

    yang meliputi sea level rise, storm surge dan el

    Niño southern oscillation.

    Seluruh analisis data yang digunakan sebagai

    input pengolahan data selanjutnya dimasukkan

    ke dalam peta eksisting dan mulai dibuat

    skenario akan potensi bahaya yang mungkin

    terjadi. Pembuatan peta potensi bahaya pada

    intinya Kondisi didasarkan pada rambatan

    elevaasi muka air tertinggi akibat skenario yang

    dibuat yang selanjutnya disuperposisikan

    dengan kondisi topografi daerah pantai

    penelitian. Hasil dari superposisi tersebut akan

    dijadikan penilaian serta klasifikasi tingkat

    potensi bahaya yang akan terjadi. Penilaian atau

    scoring yang dhasilkan untuk masing-masing

    daerah pantai akan memberikan informasi

    tentang tingkat kerentanan suatu daerah pantai

    di Pulau Bali terhadap kondisi ekstrem yang

    dimodelkan.

  • 8/17/2019 Analisis Spatial Potensi Bahaya Daerah Pantai

    4/12

     Gambar 2. Diagram alir pembuatan peta potensi bahaya

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Peta Dasar

    Peta dasar dalam kajian ini digunakan

    data elevasi secara spasial di Pulau Bali atau

    dikenal sebagai data DEM (Digital Elevation

    Model) . Data tersebut didapat dari GLCF (the

    Global Land Cover Facility)dengan tingkat

    akurasi 90 meter (lihat Gambar 3).

    Gambar 3. Peta dasar Pulau Bali

    (sumber: GLCF, 2012)

    Proyeksi Kenaikan Temperatur

    Perhitungan analisis SST (Sea Surface

    Temperature) berdasarkan perhitungan data

    bulanan dari NOAA (National Oceanography and

    Atmospheric Agency) Optimum Interpolation (OI)version 2 (Reynolds and Smith, 1994) sebagai

    referensi data dari hasil simulasi model IPCC. Dari

    perhitungan tersebut didapat nilai SST tahun 1981-

    2012 sekitar 0.02720C.

    Berdasarkan hasil simulasi, skenario IPCC

    SRESa1b memiliki kecenderungan nilai temperatur

    yang cenderung mendekati dengan nilai

    temperatur di Bali Utara 0.0159-0.029 0C dan Bali

    Selatan 0.0169-0.0338 0C. Selain itu, kenaikan SSTsecara global antara 0.30C -0.40C (Rayner, et

    al.,2003).

  • 8/17/2019 Analisis Spatial Potensi Bahaya Daerah Pantai

    5/12

     Analisis Anomali Muka Air Terkait ENSO

    Analisis ini dilakukan dengan

    mengkorelasikan sea level anomali dengan periode

    kejadian la nina (lihat Tabel 2). Hal tersebut

    dilakukan, karena terjadi kenaikan muka air akibat

    massa dari kolam air panas pada tahun La Niña

    terbawa menuju ke arah Indonesia bagian timur

    akibat menguatnya Angin Timuran. Hal ini

    berdampak pada terjadinya penumpukkan massa

    air di daerah Indonesia yang kemudian dapat

    menaikkan level muka air laut di perairan

    Indonesia. Selain itu, meningkatnya level muka laut

    pada tahun La Niña adalah akibat adanya massa air

    bertemperatur lebih tinggi yang dibawa dari

    Pasifik Timur berasosiasi dengan massa air di

    perairan Indonesia yang menyebabkan massa air

    memuai dan meningkatkan level permukaan air

    pada tahun La Niña (Indrawan, 2011).

    Berdasarkan hasil kajian yang telah

    dilakukan, ENSO merupakan salah satu fenomena

    akibat adanya interaksi atmosfer-laut di daerah

    tropikal pasifik (Philander 1983; Suarez dan

    Schopf, 1988; Jin, 1998), dimana variabilitas ENSO

    ini merupakan salah satu sumber variabilitas

    terbesar yang di bangkitkan karena interaksi

    proses laut dan atmosfer (Philander, 1983, 1990),

    yang dampaknya terhadap perubahan sistem iklim

    global (Rasmusson dan Carpenter, 1982;

    Ropelewski dan Harpelt, 1987; Trenberth et al.,

    1998; Goddard dan Dilley, 2005).

    Tabel 2. Periode Kejadian La ninaSumber: BMKG, 2010Periode la nina Anomali suhu muka laut (

    oC)

    Pasifik Tengah (El

    Nino/la nina

    Perairan Indonesia Samudera Hindia

    (Dipole Mode)

    MAM 1954-DJF 1957 -2.0 -0.4 -0.1

    ASO 1962-DJF 1963 -0.7 0.1 0

    MAM 1964-DJF 1965 -1.2 -0.5 0.8

    JJA 1970-DJF 1972 -1.3 0.1 0.4

    AMJ 1973-AMJ 1976 -2.1 0.5 0.5

    SON 1984-ASO 1985 -1.1 0 -0.4

    AMJ 1988-AMJ1989 -1.9 0.1 -0.1

    ASO 1995-FMA 1996 -0.7 0.2 0

    JJA 1998-MJJ 2000 -1.6 0.4 -0.5

    ASO 2007-AMJ2008 -1.4 0.2 -0.1

    April 2011-28 Mei 2011 -0.6

    -0.3

    0.04

    -0.1

    0.13

    -0.13

    Kejadian ENSO ini dapat dideteksi dengan

    melihat anomali temperatur di Pasifik Tengah dan

    di perairan Indonesia. Pada tahun La Niña suhu

    permukaan laut di Pasifik mengalami penurunan

    dan sebaliknya di Indonesia mengalami kenaikansuhu permukaan laut. Ketika kondisi El Niño suhu

    permukaan laut di Pasifik Tengah mengalami

    kenaikan dan sebaliknya di Indonesia mengalami

    penurunan suhu permukaan laut (Indrawan,

    2011).Hasil perhitungan data UHSCL (The

    University of Hawaii Sea Level Centre), anomali

    elevasi muka air perarian Bali pada perioda la nina

    menunjukan kenaikan muka air sebesar 25 cm

    (lihat Gambar 4).

    Gelombang Angin

    Data angin berupa kecepatan dan arah anginharian. Data ini didapatkan dari stasiun BMG

    Ngurah Rai di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung-

  • 8/17/2019 Analisis Spatial Potensi Bahaya Daerah Pantai

    6/12

    Bali dengan koordinat, 080 44' 55" LS dan 1150 10'

    09" BT. Berdasarkan rekaman data sejak 1 Januari

    2003 hingga 30 November 2010 maka dapat

    diketahui bahwa arah angin dominan berasal dari

    timur, tenggara dan barat. Peramalan gelombang

    dilakukan dengan menghitung pembentukangelombang di laut dalam dianalisa dengan rumus – 

    rumus empiris yang diturunkan dari model

    parametrik berdasarkan spektrum gelombang

    JONSWAP (Shore Protection Manual, 1984).

    Berdasarkan hasil peramalan dapat diketahui

    bahwa kondisi gelombang ekstrem di lokasi

    Ngurah Rai memiliki ketinggian maksimum

    sebesar 3.46 m untuk kala ulang 200 tahun (lihat

    Tabel 3).

     Analisis Pasang Surut

    Pasang surut merupakan salah satu parameter

    yang sangat penting dalam analisis potensi bahaya,

    karena besarnya suatu elevasi pasang surut di

    perairan dengan level tertentu akan memberikan

    elevasi yang signifikan ketika pasang air tertinggi

    dari suatu nilai pasang surut diakumulasikan

    dengan fenomena lain di laut. Analisis pasang surut

    dilakukan dengan melakukan pengukuran muka

    air selama 17 hari, yaitu pada tanggal 20 Januari-5

    Februari 2011 (lihat Gambar 5). Pengukuran

    tersebut dilakukan untuk memperoleh karakteritik

    pasang surut pada saat kondisi pasut purnama dan

    pasut perbani di Tanjung Benoa, Bali. Hasil

    pengukuran tersebut dijadikan sebagai referensi

    dalam analisis pasang surut dalam kajian analisis

    spasial ini.

    Hasil analisis pasang surut menunjukankarakteristik pasang surut di Tanjung Benoa

    cenderung semidiurnal hal ini berdasarkan

    perhitungan nilai Formzal sebesar 0.54, dimana

    muka air di perairan tersebut cenderung terjadi

    dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari.

    Selain itu, nilai pasang air tertinggi (HHWL)

    sebesar 3.796 m dan nilai rata-rata muka air

    (MHWL) sebesar 2.047 m.

    Skematisasi Skenario Potensi Bahaya

    Skematisasi model dilakukan dengan membagi

    model menjadi tiga skenario pada tahun 2012 dan

    pada tahun 2030 (lihat Tabel 4). Pembagian

    skenario tersebut berdasarkan akumulasi setiap

    potensi bahaya yang digabungkan terhadap peta

    dasar. Skenario pertama merupakan simulasi

    spasial kondisi eksisting, dimana parameter input

    berupa nilai SLR, MHWL, dan gelombang angin

    cenderung berada dalam kondisi tidak ekstrim.

    Sedangkan, skenario dua dan skenario tiga

    merupakan akumulasi parameter pada kondisi

    ekstrim.

    Tabel 3. Nilai Kondisi Ekstrem Gelombang di Sta.Ngurah Rai

    Periode ulang

    (tahun)

    Tinggi gel

    (meter)

    Periode gel

    (detik)

    200 3.46 7.55

    100 3.16 7.27

    50 2.85 6.97

    25 2.54 6.65

    10 2.13 6.19

    5 1.84 5.78

    3 1.54 5.43

    2 1.30 5.08

  • 8/17/2019 Analisis Spatial Potensi Bahaya Daerah Pantai

    7/12

     Gambar 4.Hasil pengolahan anomali elevasi perairan Bali

    Gambar 5. Data hasil pengukuran muka air Tanjung Benoa, Bali 

    Tabel 4. Skenario model

    Nomor Potensi Bahaya

    1 Kenaikan muka air laut

    2 MHWL (Mean High

    Water Level)

    3 HHWL (Highest High

    Water Level)

    4 Gelombang Angin

    5 Gelombang Angin

    (ekstrim)

    6 La Nina

    7 Gelombang Badai

    Akumulasi Skenario

    1+2+4 1 (eksisting)

    1+3+5 2

    1+3+5+6+7 3(ekstrim)

    -40

    -30

    -20

    -10

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    Sep-05 Jan-07 Jun-08 Okt-09 Feb-11

       A   n   o   m   a    l   i    (   m   m    )

    Waktu

     

    BENOA

    PRIGI

    LAMBAR

    El Nino Moderat 2006-2007

    El NinoLemah 2009

    La Nina Moderat 2007-2008

  • 8/17/2019 Analisis Spatial Potensi Bahaya Daerah Pantai

    8/12

     Analisis Spasial Potensi Bahaya

    Peta potensi bahaya berupa pemberian informasi

    secara spasial area yang berpotensi terkena

    dampak dari suatu bencana berdasarkan input

    parameter bahaya. Analisis potensi bahaya

    berdasarkan pembagian cluster yangmerepresentasikan kondisi pantai Bali di setiap

    lokasi, yaitu Kabupaten Buleleng (Bali Utara),

    Kabupaten Karangasem (Bali Timur), Kabupaten

    Denpasar (Bali Selatan), dan Kabupaten Jembrana

    (Bali Barat). Secara umum, hasil simulasi

    menunjukan daerah dengan potensi bahaya sangat

    tinggi memiliki luas area yang sempit, karena

    daerah tersebut memiliki karakteristik topografi

    yang relatif tinggi, seperti daerah Uluwatu di Bali

    Selatan. Begitu juga sebaliknya, daerah dengan

    potensi bahaya sangat tinggi memiliki luasan area

    yang luas cenderung memiliki karakteristik

    topografi yang relatif landai, seperti daerahBuleleng di Bali Utara (lihat Gambar 6). Selain itu,

    skenario 3 menunjukan potensi bahaya pada

    kondisi ekstrim, dimana skenario tersebut

    merupakan akumulasi dari setiap parameter yang

    memiliki periode ulang kejadian yang relatif

    panjang, seperti fenomena ENSO yang memiliki

    periode ulang 2-7 tahun.

    Gambar 6. Peta Potensi Bahaya Skenario 1 Tahun 2012

    Gambar 7. Peta Potensi Bahaya Skenario 3 Tahun 2012

  • 8/17/2019 Analisis Spatial Potensi Bahaya Daerah Pantai

    9/12

     

    Gambar 8. Peta Potensi Bahaya Skenario 1 Tahun 2030

    Gambar 9. Peta Potensi Bahaya Skenario 3 Tahun 2030

  • 8/17/2019 Analisis Spatial Potensi Bahaya Daerah Pantai

    10/12

     

    Hasil simulasi menunjukan skenario 3 dengan

    potensi bahaya yang sangat tinggi memiliki luasan

    area yang lebih besar dibandingkan skenario 1

    (lihat Gambar 7). Selain itu, secara umum areapotensi bahaya pada tahun 2030 cenderung lebih

    luas dibandingkan peta potensi bahaya pada tahun

    2012 (lihat Gambar 8) dan begitu juga akumulasi

    penambahan parameter bahaya dalam skenario 3

    menunjukan trend penambahan luas area bahaya

    (lihat Gambar 9).

    Kuantifikasi data menunjukan luasan daerah

    bahaya dengan klasifikasi bahaya dari level sangat

    bahaya sampai level sangat rendah di setiap cluster

    (lihat Tabel 5). Hasil kuantifikasi data skenario 1

    dengan potensi bahaya sangat tinggi berada di

    daerah Buleleng (Bali Utara) dengan estimasi area

    20.67 km2, sedangkan daerah terluas ke dua

    dengan potensi bahaya yang sangat tinggi berada

    di daerah Jembrana (Bali Barat) dengan estimasi

    area 15.60 km2. Hasil identifikasi lapangan

    menunjukan bahwa daerah Buleleng dan Jembrana

    cenderung memiliki karakter topografi yang landai

    dibandingkan cluster lainnya. Selain itu, historikal

    data bencana di Pulau Bali pada tahun 2010

    sampai tahun 2012 menunjukan setiap tahun telah

    terjadi kerusakan akibat gelombang pasang di

    Pulau Bali. pada tahun 2010 telah terjadi

    kerusakan akibat gelombang pasang dengan

    frekuensi kejadian empat kali di KabupatenBuleleng pada bulan Januari (BKBPPM Provinsi

    Bali, 2010). Pada tahun 2011 telah terjadi

    kerusakan akibat gelombang pasang dengan

    frekuensi kejadian enam kali di Kabupaten

    Buleleng pada bulan Januari dan Februari dan di

    Kabupaten Jembrana satu kali di Bulan Juni

    (BKBPPM Provinsi Bali, 2011). Serta, pada bulan

    Maret 2012 telah terjadi akibat gelombang pasang

    (BPBD-Kabupaten Buleleng, 2012). Sedangkan,

    area dengan potensi bahaya sangat tinggi yangmemiliki nilai terendah berada di Kabupaten

    Denpasar, karena karakteristik kabupaten tersebut

    cenderung memiliki karakter topografi yang tinggi.

    Estimasi luas area yang berpotensi terhadap input

    parameter bahaya akan memberikan pengaruh

    yang sangat signifikan ketika parameter potensi

    bahaya pada kondisi ekstrim berakumulasi dan

    penambahan trend besarnya nilai parameter

    bahaya terhadap waktu seperti ditunjukan hasil

    simulasi skenario 3. Hasil simulasi skenario 3 pada

    tahun 2012 di Kabupaten Buleleng menunjukan

    potensi bahaya dengan level sangat tinggi dapat

    mencapai 32.55 km2, dengan demikian terdapat

    penambahan luas area yang mencapai 11.88 km2.

    Selain itu, estimasi luas area dengan potensi

    bahaya sangat tinggi setelah 18 tahun kemudian

    (tahun 2030) mengalami trend penambahan luas

    area, dimana hasil simulasi skenario 3 pada tahun

    2030 dapat mencapai 37.26 km2. Dalam kajian

    peta bahaya selanjutnya, parameter bahaya akan

    lebih lengkap jika dilakukan penambahan

    parameter potensi bahaya di daerah pantai, seperti

    dengan memasukan elevasi muka air ketika terjadi

    tsunami, sehingga peta potensi bahaya yang dibuat

    akan melengkapi data base peta potensi bahaya.Selain itu, hasil simulasi dengan data DEM yang

    memiliki resolusi lebih detail akan

    merepresentasikan kondisi spasial mendekati

    sebenarnya dengan kondisi lapangan, karena hasil

    simulasi yang ditunjukan lebih bersifat moderat.

    Tabel 5.Kuantifikasi luas area terhadap potensi bahaya

    1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

    1 3.12 2.12 1.26 0.42 1.76 15.60 10.60 5.85 2.68 5.49 20.67 18.79 9.77 4.43 8.32

    2 4.03 2.05 1.32 2.80 0.24 19.47 10.94 7.04 5.45 1.33 27.23 18.66 11.41 7.98 2.70

    3 4.51 1.99 1.57 1.52 0.65 22.21 9.85 6.57 1.16 8.10 32.55 16.66 10.37 7.96 4.68

    1 3.12 2.12 1.26 0.42 2.52 15.60 10.60 5.85 2.68 7.45 20.67 18.79 9.77 4.43 11.36

    2 4.03 2.05 1.32 2.80 0.51 19.47 10.94 7.04 5.45 1.67 27.23 18.66 11.41 7.98 2.60

    3 4.87 2.01 3.69 1.46 0.84 24.84 10.25 7.80 6.26 2.48 37.26 15.81 12.56 4.54 6.95

    1 2 3 4 5

    1 11.78 5.41 2.99 1.36 2.52

    2 13.77 5.55 3.51 2.41 0.25

    3 15.21 4.98 3.14 2.18 1.75

    1 11.78 5.41 2.99 1.36 3.46

    2 13.77 5.55 3.51 2.41 0.56

    3 16.55 4.64 4.04 1.84 1.65

    Karangasem

    2012

    2030

    LUAS AREA BAHAYA (km2)

    TAHUN SKENARIO

    2012

    2030

    Buleleng

    LUAS AREA BAHAYA (km2)

    TAHUN SKENARIO   Denpasar Jembrana

    keterangan:

    1 sangat tinggi

    2 tinggi

    3 moderat

    4 rendah5 sangat rendah

  • 8/17/2019 Analisis Spatial Potensi Bahaya Daerah Pantai

    11/12

  • 8/17/2019 Analisis Spatial Potensi Bahaya Daerah Pantai

    12/12

    Station, U.S. Government Printing Office,

    Washington, D.C., 1,088 p

    Suarez, M. J. and Schopf, P. S. 1988. A delayed action

    oscillator for ENSO. J. Atmos. Sci. 45, 549 –

    566.

    Trenberth, K. E., Branstator, G. W., Karoly, D., Kumar,

    A., Lau, N.-C., and co-authors. 1998.

    Progress during TOGA in understanding

    and modelling global teleconnections

    associated with tropical sea surface

    temperatures. J. Geophys. Res. 103, 14

    291 –12 324.

    UHSCL., 2011. Sea Level Center of Data. Hawaii,

    USA. (diaksesdari

    http://uhslc.soest.hawaii.edu/data/fdd).