Upload
trinhkhanh
View
224
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
“ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA
PERBANKAN GO PUBLIC DI BURSA EFEK JAKARTA”
SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh :
ALI NURRUDIN
NIM : 3351401032
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI SI
F A K U L T A S I L M U S O S I A L
J U R U S A N E K O N O M I
U N I V E R S I T A S N E G E R I S E M A R A N G
2 0 0 5
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah di setujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang
panitia ujian skripsi pada:
Hari : Rabu
Tanggal : 19 Oktober 2005
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. Fachrurozi, M.Si. Drs. Subowo, M.Si.
NIP. 131813667 NIP. 131404311
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ekonomi
FIS UNNES
Drs. Kusmuryanto, MSi
NIP. 131404309
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:
Hari : Selasa
Tanggal : 20 Desember 2005
Penguji Skripsi
Drs. Kusmuryanto, MSi
NIP. 131404309
Anggota I Anggota II
Drs. Fachrurozi, M.Si. Drs. Subowo, M.Si.
NIP. 131813667 NIP. 131404311
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Drs. Sunardi, M.M
NIP. 130367998
P E R N Y A T A A N
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah
Semarang, 20 Desember 2005
Ali Nurrudin
3351401032
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
1. “Nuh berkata: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau
dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui
(hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku dan
(tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscahya aku akan termasuk
orang-orang yang merugi ” (Q.S. Huud: 47)
2. “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya
bersih. Sebenarnya ALLAH membersihkan siapa yang di kehendakiNYA
dan mereka tidak dianiaya sedikitpun “(Q.S. An Nisaa’: 49)
3. Dadi wong ojo nolah-noleh, nuju mung siji
4. Latihan dadi wong sing apik
Persembahan :
1. Ibu dan Bapak tercinta yang selalu memberi kasih sayang, menasehati dan
mendo’akan penulis tanpa henti-hentinya
2. Kakakku Nurhartatik, Mustawam, Khoiriyah, Mbak Tami, Bang Nardi,
Lik Bajuri dan Mbak Dwi tercinta
3. Pendukung selalu: Aan, Mukhibad, Kis, Paidul, Sapto, Sayam, Heri, Paidi,
Petty, Nopek, Ika Bahar, Mei, Ririn, Indah. Sahabat sejak tempo dulu
Agung loro-lorone, Wina, Yanuar, Mulyono, Arif, Hartadi, Hendru,
Hendry, Andi, Dimas, Londo, Seno, Ali M, Apit, Charis dan Farida
4. Semua orang yang tidak bisa disebutkan satu per satu
5. Almamaterku tercinta
PRAKATA
B ISMILLAHIRR OHMANIR ROHIM
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul: “ANALISIS PREDIKSI
KEBANGKRUTAN PADA PERBANKAN GO PUBLIK DI BURSA EFEK
JAKARTA (BEJ) ”.
Dalam menyusun skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. Kedua orang tuaku yang selalu memberikan dorongan dan motivasi dalam
penulisan skripsi
2. Dr. A.T. Soegito, SH, MM, Rektor Universitas Negeri Semaranng
3. Drs. Sunardi, M.M, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang
4. Drs. Kusmuriyanto, M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang serta saran dan masukannya .
5. Drs. Fachrurozi, M.Si. selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan
arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Drs. Subowo, M.Si, selaku pembimbing II yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam menyusun skripsi ini.
7. Teman-temanku selalu yang telah memberikan semangat dan hiburan dalam
penulisan skripsi ini.
8. Teman-teman Akuntansi A angkatan 2001 yang telah menorehkan sejarah
baru dalam hidupku
9. Karyawan-karyawati Pojok BEJ Undip dan Perpustakaan BI Semarang yang
telah membantu penulis mendapatkan data-data penelitian.
10. Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Semarang, Desember 2005
Penulis
SARI
Ali Nurrudin, 2005, Analisis Prediksi Kebangkrutan pada Perbankan Go Public di Bursa Efek Jakarta. Jurusan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 82 hal. Kata Kunci: Analisis, Prediksi Kebangkrutan, Ketepatan
Likuidasi yang terjadi pada perbankkan merupakan penghambat besar dalam melaksanakan tugasnya sebagai penunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan rakyat banyak. Likuidasi yang terjadi sebenarnya tidak akan menimbulkan masalah besar bagi stakeholder and shareholder jika dapat diprediksi lebih dini. Penelitian ini bermaksud mengkaji suatu model prediksi kebangkrutan beserta ketepatannya pada kasus terjadinya kebangkrutan/ketidakbangkrutan pada perbankan go public di BEJ. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan perbaikan kinerja keuangan apabila terdapat tanda-tanda kebangkrutan dari hasil metode prediksi tersebut, serta menjadi masukan bagi peneliti dalam melakukan kajian-kajian sejenis di waktu mendatang
Penelitian ini mencoba menerapkan metode multivariate discriminant analisys dengan menggunakan rasio-rasio dalam metode Z-Score Altman dalam melakukan prediksi kebangkrutan serta membandingkan hasilnya dengan kenyataan yang terjadi. Metode Altman merupakan sebuah metode untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan dengan menggunakan variabel berupa rasio working capital to total assets, retairned earning to total assets, earning before interest and tax to total assets, market value equity to book value of debt dan sales to total assets. Pemilihan rasio-rasio ini karena rasio-rasio tersebut berhubungan erat dengan kebangkrutan yang akan terjadi.
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 3 bank yang mengalami kebangkrutan dan 20 bank yang tidak mengalami kebangkrutan. Data yang digunakan adalah laporan keuangan publikasi pada tahun 2001-2003. Hasil penggunaan multivariate discriminant analisys menunjukkan bahwa semakin lama rentan waktu antara prediksi dengan kondisi yang terjadi, tidak terdapat kecendrungan semakin banyak perusahaan yang diprediksikan akan mengalami kebangkrutan. Hasil penggunaan rata-rata rasio keuangan menunjukkan lebih banyak jumlah bank yang diprediksikan akan mengalami kebangkrutan dibandingkan pada 2 tahun dan lebih sedikit pada 3 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan/ketidakbangkrutan. Sedangkan ketepatan prediksi pada 1 tahun sebelum kebangkrutan/ ketidakbangkrutan sebesar 87.0 %, pada 2 tahun sebesar 91.3 %, pada 3 tahun sebesar 87.0 % dan pada perhitungan rata-rata selama 3 tahun sebesar 87.0 %. Kesalahan prediksi tersebut lebih banyak di pengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah serta adanya peningkatan maupun penurunan kinerja di tahun kebangkrutan/ketidakbangkrutan
Hasil penelitian tersebut memberikan masukan bagi manajemen bank untuk memperhatikan besarnya rasio-rasio keuangan yang ada dalam metode Altman, serta masukan penggunaan metode Altman sebagai alternatif dalam penilaian kondisi keuangan bank bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... iii
PERNYATAAN............................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
SARI................................................................................................................. vi
PRAKATA....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
1.2.Identifikasi dan Rumusan Masalah .................................................. 8
1.3.Tujuan Penelitian.............................................................................. 10
1.4.Kegunaan Penelitian......................................................................... 10
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1.Kebangkrutan dan Likuidasi Bank ................................................... .12
2.1.1. Pengertian Kebangkrutan dan Likuidasi Bank.………….…. 12
2.1.2. Sumber-sumber Informasi Kebangkrutan……….…………...13
2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Kebangkrutan……………………....14
2.1.4. Alternatif Perbaikan Kesulitan Keuangan….…………….… 16
2.1.5. Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan…………………. 17
2.2.Analisis Prediksi kebangkrutan dengan Menggunakan Multivariate
Discriminant Analisys ...................................................................... 18
2.2.1. Konsep Multivariate Diskrimainan Analisys ………………18
2.2.2. Rasio-rasio Prediktor Kebangkrutan dalam Metode Z-Score
Altman……..……………………………….……………… 19
2.2.3. Analisis Prediksi Kebangkrutan Metode Multivariate
Discriminant Analisys Hasil Penelitian Altman………….... 24
2.2.4. Ketepatan Prediksi Kebangkrutan dengan Mengggunakan
Multivariate Discriminant Analisys ……………….………. 26
2.2.5. Penelitian Terdahulu…………………………..…………... 27
2.3.Kerangka Berpikir ............................................................................ 28
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian ................................................................................. 37
3.2.Populasi, Sampel dan Tekhik Pengambilan Sampel ........................ 37
3.3.Variabel Penelitian ........................................................................... 38
3.3.1. Variabel Bebas (X).………………………………………….38
3.3.2. Variabel Terikat (Z) …………………………………………39
3.4.Sumber Data dan Teknik Pengambilan Data.................................... 39
3.4.1. Sumber Data …………….………………………………….. 39
3.4.2. Metode Pengambilan Data …………………………………..40
3.5.Metode Analisis Data ....................................................................... 40
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.HASIL PENELITIAN ...................................................................... 43
4.1.1.Gambaran Umum Perusahaan..……………………….….……43
4.1.2.Diskripsi Variabel…………..……………….………….……..50
4.1.3.Hasil Statistik………………………………….………………66
4.2.PEMBAHASAN……………………………….………….………..71
4.2.1.Analisis Prediksi Kebangkrutan……………..……..…………71
4.2.2.Analisis Ketepatan Prediksi Kebangkrutan……..….…………78
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1.Simpulan........................................................................................... 86
5.2.Saran ................................................................................................. 86
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 88
LAMPIRAN..................................................................................................... 90
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Rasio keuangan PT. Bank Global Intrnasional, Tbk. ............................. 5
Tabel 2 : Rasio working capital to total assets tahun 2001, 2002 dan 2003 serta
perubahanya……………………………………………..……………. 51
Tabel 3 : Rasio retairned earning to total assets tahun 2001, 2002 dan 2003
serta perubahanya…………………………………………..………… 55
Tabel 4 : Rasio earning before interest and tax to total assets tahun 2001, 2002
dan 2003 serta perubahanya…………………………..……..…………
Tabel 5 : Rasio market value equity to book value of total debt tahun 2001, 2002
dan 2003 serta perubahanya………………………………………..… 61
58
Tabel 6 : Rasio sales to total assets tahun 2001, 2002 dan tahun 2003 serta
Perubahanya…………………………………………………………... 64
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Alur kerangka berpikir…………………………………………….. 36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Komponen-komponen Laporan Keuangan perbankan go public
di BEJ Tahun 2003……………….….………………………… 90
Lampiran 2: Komponen-komponen Laporan Keuangan perbankan go public
di BEJ Tahun 2002………………..…………………………… 91
Lampiran 3: Komponen-komponen Laporan Keuangan perbankan go public
di BEJ Tahun 2001……………………………...……………… 92
Lampiran 4: Rasio-rasio atas laporan keuangan perbankan go public di BEJ
Tahun 2003……………………….…………………………… 93
Lampiran 5: Rasio-rasio atas laporan keuangan perbankan go public di BEJ
Tahun 2002……………………….……………………………
Lampiran 6: Rasio-rasio atas laporan keuangan perbankan go public di BEJ
Tahun 2001…………………….………………………………
94
95
Lampiran 7: Rasio-rasio atas laporan keuangan perbankan go public di BEJ
Rata-rata selama 3 Tahun .....……………..………..….……… 96
97 Lampiran 8: Multivariate Discriminant Analisys Tahun 2003…….…….…..
Lampiran 9: Multivariate Discriminant Analisys Tahun 2002…….………… 100
Lampiran 10: Multivariate Discriminant Analisys Tahun 2001.….………… 103
Lampiran 11: Multivariate Discriminant Analisys Rata-rata 3 Tahun ……... 106
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perbankan merupakan urat nadi perekonomian di seluruh negara, banyak
roda-roda perekonomian terutama di sektor riil di gerakkan oleh perbankan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Perbankan di Indonesia memegang
peranan yang teramat penting, terlebih negara Indonesia termasuk negara yang
sedang membangun di segala sektor. Hal tersebut di jelaskan dalam pasal 4
Undang-Undang no. 10 tahun 1998, yaitu perbankan Indonesia bertujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan
rakyat banyak.
Banyaknya sektor yang tergantung pada perbankan tersebut di sebabkan
oleh fungsi dan peranan perbankan. Oleh karena itu, organisasi perbankan selalu
di ikutsertakan dalam menentukan berbagai kebijakan di bidang moneter,
pengawasan devisa, pencatatan efek-efek, dan lain-lainya. Hal tersebut di
sebabkan karena usaha pokok perbankan adalah memberikan kredit dan kredit
yang di berikan oleh perbankan tersebut mempunyai pengaruh yang sangat luas
dalam segala kehidupan, khususnya di bidang ekonomi (Thomas, dkk. 1999: 16).
Perbankan juga mempunyai fungsi untuk menjaga kestabilan moneter, hal tersebut
di sebabkan atas kebijakan perbankan terhadap simpanan masyarakat serta
fungsinya sebagai lalu lintas transaksi keuangan
Di lihat dari sisi internal sendiri, perbankan merupakan alat bagi suatu
badan usaha untuk mencapai tujuannya yaitu menghasilkan barang atau jasa
secara terus menerus untuk mendapatkan laba. Dalam hal ini berlaku prinsip
going concern yang artinya kegiatan usaha harus di lakukan secara terus menerus
tidak hanya sesaat atau sekali selesai lalu tidak berkelanjutan (Sriyadi, 1991: 5).
Bahkan Indriyo (1992: 5) menyatakan bahwa tujuan utama di dirikannya suatu
perusahaan yaitu untuk memaksimumkan keuntungan dan memaksimumkan
kemakmuran pemiliknya. Dengan dua tujuan utama perusahaan tersebut,
perbankan sebagai suatu perusahaan harus menjaga kelangsungan hidupnya
sendiri. Kontinuitas merupakan tujuan utama setiap entitas bisnis termasuk
perbankan, pencapaiaan tersebut tidak dapat di pisahkaan dengan kemampuan
pihak manajemen perusahaan sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang
optimal serta pengendalian yang seksama terhadap kegiatan operasional
perusahaan terutama yang berkaitan dengan keuangan perusahaan
Kondisi sektor perbankan Indonesia saat ini belum sepenuhnya bangkit
akibat krisis moneter yang berlangsung mulai pertengahan Juli 1997, hal tersebut
di tambah ketatnya persaingan yang berakibat buruk melanda sektor tersebut.
Pemerintah kemudian mengambil kebijakan untuk melikuidasi perbankan, hal ini
merupakan salah satu langkah kebijakan yang di ambil oleh pemerintah selaku
otoritas moneter yang di tujukan untuk menyehatkan sektor keuangan pada
umumnya dan sektor perbankan pada khususnya.
Permasalahan perbankan di Indonesia yang terjadi dan akhirnya
menyebabkan likuidasi tersebut sangat kompleks, antara lain di sebabkan oleh
utang luar negeri perbankan yang berbentuk valas yang menimbulkan tekanan
besar. Kepercayaan bank-bank di luar negeri kepada bank-bank di dalam negeri
(dalam rangka perdagangan) berkurang karena dengan depresiasi rupiah
menyebabkan timbulnya tunggakan pembayaran hutang luar negeri dan dalam
rangka perdagangan luar negeri. Akibatnya credit line kepada bank-bank di dalam
negeri banyak yang di hentikan dan banyak yang tidak mau menerima L/C yang
di keluarkan oleh bank-bank di Indonesia. Impor terancam terutama untuk barang-
barang yang sangat penting seperti obat-obatan dan beras serta untuk bahan baku
ekspor, peningkatan suku bunga SBI juga menyebabkan suku bunga perbankan
tinggi yang pada akhirnya meningkatkan jumlah kredit bermasalah. Hal tersebut
terjadi di samping karena faktor kondisi perekonomian secara global dan nasional
juga karena selama perbankan bergelut dalam bisnis pemberian pinjaman,
timbulnya kredit bermasalah (problem loan) merupakan hal yang sulit di hindari.
Lemahnya kondisi internal bank yang terjadi juga merupakan faktor
penyebab buruknya kondisi perbankan. Hal tersebut di sebabkan oleh kualitas
manajemen yang kurang memadai, adanya pemberian kredit pada kelompok atau
group usaha sendiri dan rendahnya modal untuk menyerap berbagai resiko
kerugian merupakan masalah-masalah mendasar yang sedang di hadapi oleh dunia
perbankan di Indonesia. Menghadapi permasalahan ekonomi yang berkepanjangan
dan permasalahan perbankan yang sangat komplek tersebut pemerintah telah
melakukan langkah-langkah untuk menyehatkan perbankan, beberapa bank dapat
bertahan hidup (tidak terlikuidasi) namun sebagian lagi tidak dapat menghindar
dari kebijakan likuidasi yang merupakan keputusan akhir dari pemerintah.
Banyaknya likuidasi yang terjadi pada perbankan telah menurunkan
penyaluran kredit dan hal ini mengakibatkan sektor perekonomian secara
keseluruhan terganggu. Majalah Info Bank (2004, Vol XXVI) mencatat
penyaluran kredit perbankan tahun 1999 menurun sebesar 53,81%, hal ini
berdampak pada menurunnya konsumsi dan investasi dunia usaha dan masyarakat
luas, serta sangat terasa dampaknya pada penurunan pemenuhan modal kerja
untuk menjalankan kegiatan perekonomian. Pengaruh likuidasi bank juga di
rasakan sebagai akibat dari likuidasi total assets yang di miliki perbankan, dana
pihak ketiga yang berada di bank serta modal perbankan itu sendiri, hal ini akan
mempengaruhi kegiatan perekonomian secara langsung maupun tidak langsung.
Terjadinya likuidasi pada sejumlah bank telah menimbulkan beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan stakeholder and shareholder. Hal ini
sebenarnya tidak akan menimbulkan masalah yang lebih besar kalau proses
likuidasi pada sebuah lembaga perbankan dapat di prediksi lebih dini sehinggga
dapat di lakukan tindakan-tindakan yang tidak saling merugikan. Dengan adanya
tindakan untuk memprediksi terjadinya likuidasi tersebut, akan dapat menghindari
atau mengurangi resiko terjadinya likuidasi tersebut.
Resiko likuidasi atas sebuah bank sebenarnya dapat di lihat dan di ukur
melalui laporan keuangan. Pengukuran tersebut di lakukan dengan cara
menganalisis laporan keuangan yang di keluarkan oleh bank yang bersangkutan.
Analisis laporan keuangan merupakan suatu alat yang sangat penting untuk
mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang di capai
sehubungan dengan pemilihan strategi-strategi perusahaan yang telah di
laksanakan. Analisis rasio keuangan merupakan alternatif untuk menguji apakah
informasi keuangan yang di hasilkan oleh akuntansi keuangan bermanfaat untuk
melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap kebangkrutan. Tingkat kesehatan
penting artinya bagi perbankan untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalankan
usahanya, sehingga kemampuan untuk memperoleh keuntungan dapat di
tingkatkan dan pada akhirnya dapat menghindarkan dari kemungkinan
kebangkrutan (terlikuidasi) pada lembaga perbankan. Analisa rasio merupakan
suatu alat analisis yang sering di gunakan oleh banyak pihak untuk menganalisa
laporan keuangan suatu perusahaan.
Aplikasi analisis rasio keuangan dalam praktek bisnis dan pengkajian-
pengkajian serta studi yang telah di lakukan mengantarkan kepada pemikiran
untuk menjadikan rasio keuangan sebagai indikator yang fundamental dalam
praktek dunia bisnis dan ekonomi. Rasio keuangan juga telah di gunakan sebagai
independent and descriptive variable dalam studi ekonomi. Bahkan terdapat
kecenderungan untuk menggunakan rasio keuangan tunggal seperti ROI
(Zainuddin dan Hartono, 1999).
Aplikasi analisa rasio telah banyak di gunankan para analisis pasar modal
untuk menilai kinerja perusahaan-perusahaan go public di BEJ termasuk
perusahaan perbankan. Berikut adalah implementasi analisa rasio pada salah satu
perusahaan perbankan yaitu PT. Bank Global Internasional, Tbk.
PT. Bank Gobal Internasional. Tbk
FINANCIAL RATIOS 2002 2003 Change
Cash and bank to total deposits 0,21 0,18 -14.29 %
Net Profit Margin (NPM) 0,02 0,03 50 %
Return On Investment (ROI) 0,25 0,39 56 %
Equity to total assets 0.21 0.22 4,76 %
Sumber: Indonesia Capital Market Directory 2004
Dari data tersebut cash and bank to total deposits pada tahun 2003
mengalami penurunan 14,29 % dari tahun 2002, walaupun begitu prosentase cash
and bank to total deposits tiap tahun tetap di atas standar yang di tetapkan Bank
Indonesia sebesar 5 %. Net profit margin PT. Bank Global Internasional, Tbk di
tahun 2003 menunjukkan peningkatan sebesar 50 % dari tahun 2002, net nprofit
margin PT. Bank Global Internasional, Tbk tiap tahun lebih kecil dari standar
yang di tetapkan Bank Indonesia yaitu net profit margin minimal 25 %. Return on
investment menunjukkan peningkatan tahun 2003 sebesar 56 % dari tahun 2002,
return on investment PT. Bank Global Internasional, Tbk setiap tahun menunjukkan
di atas standar yang di tetapkan Bank Indonesia minimum sebesar 5 %.
Sedangkan equity to total assets (kecukupan modal) menunjukkan peningkatan
sebesar 4,76 %, rata-rata equity to total assets menunjukkan di atas ketentuan
Bank Indonesia yaitu sebesar 8 %.
Dari kenyataan data tersebut di atas, penilaian menggunakan analisa rasio
keuangan antara satu rasio dengan rasio yang lainya kurang saling mendukung
untuk pengambilan keputusan secara utuh dalam menilai kinerja manajemen dan
memprediksi kinerja secara komperhensif periode yang akan datang. Rasio net
profit margin, return on investment, equity to total assets PT. Bank Global
Internasional, Tbk. menunjukan peningkatan. Rasio cash and bank to total
deposits, return on investment dan equity to total assets menunjukkan di atas
ketentuan Bank Indonesia tetapi NPM menunjukkan di bawah ketentuan Bank
Indonesia. Return on investment (ROI), net profit margin (NPM) dan equity to
total assets kemungkinan sesuai kenaikan rata-rata pertahun akan meningkatkan
prosentasenya. Kenyataannya PT. Bank Global Internasional, Tbk. pada bulan
April 2004 mendapat peringatan Bank Indonesia agar memperbaiki rasio
kecukupan modal sesuai ketentuan yang berlaku yaitu minimal 8 %. Pada bulan
September 2004 rasio kecukupan modal PT. Bank Global Internasional, Tbk. telah
mencapai 40 %, akan tetapi kenyataanya PT. Bank Global Internasional, Tbk. di
likuidasi di akhir tahun 2004, sehingga analisa rasio keuangan di rasa kurang
relevan dalam menganalisis kemungkinan terjadinya likuidasi
Menurut Achmad Slamet (2003: 59) bahwa dalam perkembangannya,
analisa rasio ternyata mengalami kendala dan keterbatasan yaitu dalam menguji
setiap rasio keuangan secara terpisah, pengaruh kombinasi beberapa rasio hanya
di dasarkan pada pertimbangan para analis saja. Pada kenyataannya, analisis rasio
keuangan hanyalah suatu titik awal dalam melakukan analisis keuangan
perusahaan. Analisis rasio tidak memberikan banyak jawaban, kecuali hanya
menyediakan rambu-rambu tentang apa yang seharusnya di harapkan (Friedlob
dan Plewa, 1996). Di sisi lain informasi tentang prediksi kebangkrutan sangat di
butuhkan oleh berbagai pihak, baik pihak intern yang menggunakan informasi
tersebut sebagai dasar untuk evaluasi dan perbaikan kinerja di masa yang akan
datang, maupun pihak eksternal yang menggunakan informasi tersebut sebagai
dasar pengambilan kebijakan mereka terhadap perusahaan yang bersangkutan.
Adanya fakta yang terjadi tersebut memerlukan penyelesaian yang serius,
untuk itu di perlukan suatu kajian mengenai model analisis untuk memprediksi
adanya kemungkinan likuidasi terhadap perusahaan perbankan beserta ketepatan
prediksi kebangkrutan tersebut terhadap terjadinya kasus likuidasi perbankan go
public di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dengan harapan dapat menjadi masukan bagi
para pihak-pihak yang berkepentingan supaya dapat di lakukan tindakan
pencegahan yang terbaik sejak dini. Oleh karena itu penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Prediksi Kebangkrutan pada
Perbankan Go Public di Bursa Efek Jakarta (BEJ)”
1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Sektor perbankan merupakan sektor yang mempunyai pengaruh yang luas
dalam kegiatan perekonomian. Perusahaan perbankan di Indonesia merupakan
penunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
rakyat banyak. Di sisi internal, perbankan harus melaksanakan kegiatan usahanya
sesuai dengan tujuan didirikanya perbankan tersebut, yaitu untuk memperoleh
adanya keberlangsungan usaha (going concern) serta memaksimumkan
keuntungan dan kemakmuran pemilikya. Dalam perkembangannya, perbankan
menghadapi suatu permasalahan yang hampir di alami suatu entitas bisnis yaitu
ketidakpastian usaha. Banyak likuidasi terjadi pada lembaga perbankan walaupun
telah di lakukan berbagai upaya baik oleh pemerintah, pihak ekstern lainnya
maupun pihak intern perbankan sendiri untuk menghindari hal tersebut.
Tanda-tanda awal adanya potensi kebangkrutan pada entitas bisnis
sebenarnya dapat di ketahui dengan melakukan analisa terhadap kondisi keuangan
suatu perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan yang di terbitkan. Alat
analisis yang sering di gunakan untuk menganalisa laporan keuangan adalah
analisa rasio, akan tetapi dalam perkembangannya analisa rasio ini mempunyai
keterbatasan-keterbatasan yang di antaranya tidak mampu menguji setiap rasio
secara bersama-sama. Banyak penelitian yang telah di lakukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut, beberapa peneliti menemukan formula-formula untuk
memprediksi kebangkrutan akan tetapi implementasinya masih terbatas pada
perusahaan industri, sedangkan kajian pada industri perbankan sangat sedikit.
Kondisi tersebut menggambarkan kebutuhan alat prediksi kebangkrutan
pada perbankan yang sangat mendasar dan mendesak. Alat prediksi kebangkrutan
yang akan di gunakan oleh para pengambil keputusan di harapkan dapat
mendeteksi kemungkinan kebangkrutan sejak dini. Sehingga semakin lama rentan
waktu antara prediksi kebangkrutan/ketidakbangkrutan dengan waktu terjadinya
kebangkrutan/ ketidakbangkrutan, maka akan semakin baik bagi para pengambil
keputusan untuk melakukan tindakan pencegahan yang terbaik sejak dini sehingga
potensi kebangkrutan di masa yang akan datang dapat di hindari. Dalam
menggunakan alat prediksi kebangkrutan juga harus di ketahui terlebih dahulu
kemampuanya dalam melakukan prediksi kebangkrutan dengan kata lain
ketepatan alat prediksi kebangkrutan tersebut dengan kenyataan terjadinya
kebangkrutan/ketidakbangkrutan, sehingga alat prediksi tersebut dapat membantu
dengan baik bagi para pengambil keputusan.
Dengan adanya kondisi tersebut di atas maka dalam penelitian ini
permasalahan yang akan di bahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi analisis prediksi kebangkrutan pada perusahaan
perbankan yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta?
2. Bagaimana penggunaan rata–rata rasio keuangan setiap bank dalam
memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi maupun tidak terjadinya
likuidasi bank–bank yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta?
3. Seberapa besar ketepatan prediksi kebangkrutan atas bank-bank yang
terlikuidasi bank-bank yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang ada maka tujuan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui implementasi dari analisis prediksi kebangkrutan dalam
memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi pada perbankan yang terdaftar
pada Bursa Efek Jakarta
2. Untuk mengetahui penggunaan rata–rata rasio keuangan setiap bank dalam
memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi maupun tidak terjadinya
likuidasi pada bank–bank yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta.
3. Untuk mengetahui seberapa besar ketepatan prediksi kebangkrutan atas bank-
bank yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta yang mengalami likuidasi
maupun yang tidak mengalami likuidasi
1.4. Kegunaan Penelitian
Melalui penelitian ini, penulis mempunyai harapan akan di peroleh
manfaat, yaitu:
1. Manfaat teoritis
a. Mencoba menerapkan model perdiksi kebangkrutan untuk dapat mengetahui
indikasi terjadinya kebangkrutan agar dapat di gunakan sebagai
pertimbangan dalam pengambilan keputusan serta mengetahui
ketepatannya dengan kasus likuidasi yang terjadi pada bank-bank yang
terdaftar pada Bursa Efek Jakarta.
b. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan media untuk belajar memecahkan
masalah secara ilmiah dan memberikan sumbangan pemikiran berdasarkan
di siplin ilmu yang di peroleh di bangku kuliah
c. Bagi civitas akademik, sebagai bahan kajian dalam penelitian sejenis di
waktu yang akan datang.
2. Manfaat praktis
a. Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dan lembaga terkait dalam
menentukan kebijakan menganalisa mengenai kelangsungan kehidupan
perusahaan khususnya perbankan yang di gunakan untuk deteksi dini akan
adanya potensi kebangkrutan.
b. Untuk mencari solusi atas pertanyaan yang selama ini muncul mengenai
bagaimana penerapan analisis prediksi kebangkrutan pada lembaga
perbankan serta seberapa besar kemampuannya dalam memprediksi
likuidasi perbankan di masa yang akan datang.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kebangkrutan dan Likuidasi
2.1.1. Pengertian Kebangkrutan dan Likuidasi Bank
Kebangkrutan menurut Altman (1973) adalah perusahan yang secara
hukum bangkrut. Sedangkan kebangkrutan menurut undang-undang no 4 tahun
1998 adalah di mana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila
debitur memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu
hutang yang telah jatuh tempo dan dapat di tagih. Undang-undang ini juga
menyatakan bahwa apabila debitur adalah perusahaan perbankan, maka
permohonan pernyatan pailit hanya dapat di ajukan oleh Bank Indonesia
Definisi dari kebangkrutan lainnya di kemukakan oleh M. Akhyar Adnan
(2001), yang menyatakan bahwa kebangkrutan adalah sebagai suatu kegagalan
yang terjadi dalam perusahaan dan kegagalan tersebut dapat di bedakan menjadi:
1. Kegagalan ekonomi ( Economic distressed )
Kegagalan dalam arti ekonomi di artikan sebagai perusahaan
kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya
sendiri, hal ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan
terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh di bawah arus
kas yang di harapkan. Kegagalan juga terjadi karena tingkat pendapatan atas
biaya historis dari investasinya lebih kecil dari biaya modal perusahaan yang
di keluarkan untuk investasi tersebut.
2. Kegagalan keuangan ( Financial distressed)
Kegagalan keuangan juga dapat di artikan sebagai insolvensi arus kas,
insolvensi atas dasar arus kas tersebut ada dua bentuk, yaitu:
a. Insolevensi teknis, yaitu terjadi apabila perusahaan tidak mampu
memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo walaupun total aktivanya
sudah melebihi total hutang
b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan, yaitu di definisikan sebagai
kekayaan bersih neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas
yang di harapkan lebih kecil dari kewajiban
Sedangkan pengertian likuidasi menurut SK Direksi BI No. 32/53/KEP
DIR Tanggal 14 Mei 1999 adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan
kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan
hukum bank. Sedangkan pencabutan izin usaha dalam proses likuidasi perbankan
oleh Bank Indonesia tersebut di lakukan apabila:
1. Tindakan penyelamatan yang telah di lakukan belum cukup untuk mengatasi
kesulitan yang di alami bank
2. Menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan
sistem perbankan nasional
3. Terdapat permintaan dari pemilik atau pemegang saham bank tersebut
2.1.2. Sumber-sumber Informasi Prediksi Kebangkrutan
Kebangkrutan yang terjadi sebenarnya dapat di prediksi dengan melihat
beberapa indikator. Indikator-indikator tersebut , adalah (Hanafi, 2003 : 264):
1. Analisis aliran kas untuk saat ini atau masa mendatang.
2. Analisis strategi perusahaan, yaitu analisis yang memfokuskan pada
persaingan yang dihadapi oleh perusahaan.
3. Struktur biaya relatif terhadap pesaingnya.
4. Kualitas manajemen.
5. Kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya
2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Kebangkrutan
Kebangkrutan yang terjadi pada perbankan di awali oleh memburuknya
kondisi perekonomian Indonesia pada awal 1997. Suku bunga yang tinggi, rush,
hutang membengkak, simpanan nasabah rendah dan tingginya kredit macet
melanda hampir semua bank di Indonesia. Akan tetapi hal tersebut bukan faktor
utama yang menyebabkan kebangkrutan pada lembaga perbankan, hal tersebut di
buktikan dengan masih eksisnya beberapa bank sampai sekarang. Menurut M.
Akhyar Adnan, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada
suatu perusahaan adalah (Murtanto, 2002: 48):
1. Faktor umum
a. Sektor ekonomi
Pengaruh sektor ekonomi terhadap kebangkrutan berasal dari gejala inflasi
dan deviasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan pemerintah,
suku bunga dan devaluasi atau revaluasi mata uang
b. Sektor sosial
Pengaruh sektor sosial berasal dari adanya perubahan gaya hidup
masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa
ataupun yang berhubungan dengan karyawan
c. Sektor teknologi
Pengaruh sektor teknologi berasal dari penggunaan teknologi memerlukan
biaya yang di tanggung perusahaan terutama untuk pemeliharaan dan
implementasi
d. Sektor pemerintah
Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah
terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaaan
tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru
bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain
2. Faktor eksternal
a. Sektor pelangan atau nasabah
Untuk menghindari kehilangan nasabah bank harus melakukan identifikasi
terhadap sifat-sifat konsumen atau nasabah juga menciptakan peluang
untuk mendapatkan nasabah baru
b. Sektor kreditur
Di mana kekuatanya terletak pada pemberian pinjaman dan menetapkan
jangka waktu pengembalian hutang piutang yang tergantung kepercayaan
kreditor terhadap kelikuiditasan suatu bank
c. Faktor pesaing/bank lain
Di mana merupakan hal yang harus di perhatikan karena menyangkut
perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah
3. Faktor internal perusahaan
a. Terlalu besarnya kredit yang di berikan kepada nasabah sehingga akan
menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya
tidak dapat membayar
b. Manajemen tidak efisien yang di sebabkan karena kurang adanya
kemampuan, pengalaman, ketrampilan, sikap adaptif dan inisiatif dari
manajemen
c. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan di mana sering di
lakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat
merugikan apalagi yang berhubungan sengan keuangan perusahaan
2.1.4. Alternatif Perbaikan Kesulitan Keuangan
Kesulitan keuangan yang terjadi sebenarnya dapat di perbaiki tergantung
besar kecilnya permasalahan, sehingga pada akhirnya permasalahan tersebut akan
dapat di atasi dengan sebaik-baiknya. Beberapa alternatif perbaikan kesulitan
keuangan tersebut adalah (Hanafi, 2000: 262);
1. Pemecahan secara informal
Pemecahan kesulitan keuangan dengan cara ini di lakukan apabila
kesulitan keuangan belum terlalu parah dan hanya bersifat sementara, cara
yang digunakan adalah;
a. Perpanjangan (Ekstension )
Pemecahan dengan cara ini di lakukan dengan memperpanjang jatuh
tempo hutang-hutang perusahaan
b. Komposisi (Composition )
Pemecahan dengan cara ini di lakukan dengan mengurangi besarnya biaya-
biaya tagihan perusahaan
2. Pemecahan secara formal
Pemecahan dengan cara ini di lakukan apabila kesulitan keuangan
yang di hadapi oleh perusahaan sangat parah. Sedangkan di sisi lain kreditor
ingin mempunyai jaminan keamanan atas dana yang mereka tanamkan. Cara
yang di gunakan adalah:
a. Apabila nilai perusahaan di teruskan > dari nilai perusahaan di likuidasi,
maka di lakukan upaya reorganisasi dengan merubah struktur modal
selama ini menjadi struktur modal yang layak
b. Apabila nilai perusahaan di teruskan < dari nilai perusahaan di likuidasi,
maka di lakukan upaya likuidasi atas aset-aset perusahaan
2.1.5. Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan
Informasi tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan akan sangat
bermanfaat bagi beberapa kalangan. Menurut Hanafi (2000: 261) informasi
prediksi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk:
1. Pemberi pinjaman
Informasi kebangkrutan di gunakan untuk pengambilan keputusan tentang
pemberian pinjaman dan monitoring
2. Investor
Informasi kebangkrutan di gunakan untuk pengambilan keputusan terhadap
surat berharga perusahaan
3. Pihak pemerintah
Informasi kebangkrutan di gunakan untuk melakukan tindakan awal yang bisa
di lakukan terutama terhadap perusahaan BUMN
4. Akuntan
Informasi kebangkrutan di gunakan untuk menilai kemampuan going concern
suatu perusahaan
5. Manajemen
Informasi kebangkrutan di gunakan untuk melakukan langkah-langkah
preventif sehingga biaya kebangkrutan bisa di hindari dan atau diminimalisir
2.2. Analisis Prediksi Kebangkrutan dengan Menggunakan Multivariate
Discriminant Analisys
Kegiatan dengan melakukan analisis laporan keuangan suatu bank untuk
melakukan prediksi kondisi masa depan bukanlah suatu yang mudah. Apalagi
perusahaan perbankan merupakan perusahaan yang sangat rentan akan pengaruh
ekonomi nasionaal dan global. Oleh karena itu alat prediksi kebangkrutan yang di
gunakan pada perbankan harus mempunyai ketepatan prediksi yang baik dengan
memperhatikan karakteristik perbankan. Menurut Avianti (2000: 45) ketepatan
prediksi masa depan berlaku selama emiten mempunyai kondisi keuangan yang
sama dengan pada saat prediksi dilakukan. Apabila emiten melakukan perbaikan
kinerja melalui strategi yang tepat, kemungkinan besar ada ketidaktepatan
prediksi. Namun kelemahan apapun yang di hadapi pada kenyataannya prediksi
masih selalu di lakukan untuk pengambilan keputusan.
2.2.1. Konsep Multivariate Diskrimainan Analisys
Analisis diskriminan adalah suatu analisis yang menghasilkan suatu indeks
yang memungkinkan penggolongan suatu observasi kedalam salah satu kelompok
yang telah di tetapkan terlebih dahulu. Pada analisis diskriminan ini terdiri dari
tiga langkah, yaitu (Weston, 1993:170):
1. Merancang golongan klasifikasi yang mutually exclusive. Setiap golongan di
bedakan oleh suatu distribusi probabilitas dari cirri-cirinya
2. Mengumpulkan data untuk setiap golongan
3. Mencari kombinasi linier dari ciri masing-masing yang paling baik
membedakan golongan-golongan tersebut
Adanya kebangkrutan pada perusahaan menyebabkan banyak kerugian
yang menimpa berbagai pihak, untuk mengatasi hal tersebut banyak penelitian
telah di lakukan. Salah satu penelitian yang sukses adalah penelitian yang
dilakukan oleh Altman pada tahun 1968. Altman dalam penelitianya
menggunakan analisis multivariat diskriminan untuk membuat suatu model yang
bertujuan meramalkan kebangkrutan perusahaan dengan sampel dirancang
sebanyak 66 perusahaan yang terdiri dari kelompok perusahaan yang mengalami
kebangkrutan dan kelompok perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan.
Dalam penelitianya, Altman melakukan survei model-model yang di
kembangkan di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Swiss, Brazil, Australia,
Inggris, Irlandia, Kanada, Belanda dan Prancis. Dengan menggunakan
multivariate discriminant analysis tersebut. Altman menemukan bahwa rasio-
rasio keuangan liquidity, solvency dan profitability bermanfaat dalam
memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan tingkat keakuratan yang semakin
menurun seiring dengan semakin lamanya periode prediksi.
2.2.2. Rasio-rasio Prediktor Kebangkrutan dalam Metode Z-Score Altman
Penelitian yang di lakukan oleh Altman dengan metode multivariate
discriminant analisys, menggunakan rasio-rasio keuangan sebagai indikasi adanya
kebangkrutan dan ketidakbangkrutan. Hasil penelitian tersebut kemudian di kenal
dengan nama metode Z-Score. Sedangkan rasio-rasio keuangan yang di gunakan
dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Working capital to total assets (X1)
Rasio working capital to total assets terdiri dari 2 komponen, yaitu
modal kerja dan total aktiva. Modal kerja di peroleh dari selisih antara aktiva
lancar dengan utang lancar (Adnan: 2001). Hasil perhitungan working capital
merupakan nilai keefektifan modal kerja yang di gunakan perusahaan. Apabila
nilai yang di peroleh tinggi maka mengindikasikan kelebihan modal kerja
yang mungkin di sebabkan rendahnya perputaran persediaan, piutang atau
adanya saldo kas yang terlalu besar. Sedangkan apabila nilainya rendah maka
mengindikasikan adanya kelebihan hutang jangka pendeknya, sehingga akan
berpengaruh tidak baik bagi tingkat likuiditas perusahaan (Slamet, 2003:34)
Sedangkan komponen rasio working capital to total assets yang kedua
adalah aktiva. Menurut IAI (2002) manfaat ekonomi masa depan yang
terwujud dalam aktiva adalah potensi dari aktiva tersebut untuk memberikan
sumbangan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, arus kas dan
setara kas kepada perusahaan. Potensi tersebut dapat berbentuk sesuatu yang
produktif dan merupakan bagian dari ektivitas operasional perusahaan.
Mungkin pula berbentuk yang dapat di ubah menjadi kas atau setara kas atau
berbentuk kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas, seperti penurunan
biaya akibat penggunaan proses produksi alternatif. Besar kecilnya nilai aktiva
sangat menentukan keberlangsungan usaha di masa depan, mengingat potensinya
yang berbentuk sumbangan yang di berikan oleh manfaat aktiva tersebut
Dari dua komponen tersebut perhitungan rasio working capital to total
assets di lakukan. Sedangkan pengertian rasio working capital to total assets
sendiri adalah rasio yang mendeteksi kemampuan likuiditas dari total aktiva
dan posisi modal kerja (neto). Jika di kaitkan dengan indikator kebangkrutan,
maka dapat di gunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat
likuiditas perusahaan seperti indikator ketidakcukupaan kas, utang dagang
membengkak, utilitas modal (kekayaan) menurun, penambahan hutang yang
tidak terkendali dan beberapa indikator lainya (Adnan, 2001)
Menurut Supardi (2003: 68), working capital to total assets adalah
salah satu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek, perhitungan rasio ini akan negatif apabila
kewajiban lancar lebih besar dari hutang lancar.
2. Retairned earning to total assets (X2)
Rasio retairned earning to total assets terdiri dari 2 komponen, yaitu
laba di tahan dan total aktiva. Laba di tahan adalah laba bersih yang di
akumulasikan dalam suatu keuntungan setelah deviden di bayarkan. Laba di
tahan adalah laba tak di bagi atau surplus yang di peroleh (Adnan: 2001)
Menurut Mulyono (1994) retairned earning to total assets adalah rasio
profitabilitas yang dapat mendeteksi kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan, yang di tinjau dari kemampuan perusahaan dalam
mendapatkan laba di bandingkan dengan kecepatan perputaran operating assets
sebagai ukuran efisiensi usaha. Manajemen perusahaan sangat berkepentingan
untuk dapat melihat rasio ini karena sekaligus akan terlihat tingkat efisiensi
usaha dan kemampuan memperoleh laba dari hasil penjualanya.
Definisi lainya di kemukakan oleh Supardi (2003: 81). Retairned
earning to total assets adalah rasio yang mengukur jumlah akumulasi laba
selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap
besarnya rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi
memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba di tahan. Untuk
perusahaan dengan usia yang masih muda maka umumnya akan menunjukkan
rasio tersebut yang rendah
3. Earning before interest and tax to total assets (X3)
Menurut Supardi (2003: 81) rasio earning before interest and tax to
total assets merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dari aktiva yang di gunakan.
Sedangkan menurut Riyanto (1995) earning before interest and tax to
total assets merupakan rasio yang di gunakan untuk mengukur kemampuan
modal yang di investasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan
keuntungan bagi semua investor termasuk pemegang obligasi dan saham.
Beberapa indikator yang dapat di gunakan untuk mendeteksi masalah pada
kemampuan profitabilitas perusahaan adalah adanya piutang dagang yang
meningkat, rugi terus-menerus dalam beberapa kuartal, persediaan meningkat,
penjualan menurun, terlambatnya hasil penagihan, kredibilitas perusahaan
berkurang serta kesedian memberi kredit pada konsumen yang tidak membayar
pada waktu yang telah di tetapkan.
4. Market value equity to book value of total debt (X4)
Menurut Adnan ( 2001: 190), rasio market value equity to book value
of total debt merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
memberikan jaminan kepada setiap hutangnya melalui modalnya sendiri.
Modal yang di maksud dalam rasio ini adalah gabungan nilai pasar dari
seluruh modal biasa pada harga pasar yang berlaku. Sedangkan nilai buku
hutang adalah hutang lancar dan hutang jangka panjang.
Hasil perhitungan rasio market value equity to book value of debt
menunjukkan kemampuan setiap modal sendiri yang dapat di jadikan jaminan
hutang. Semakin kecil rasio ini berarti semakin sedikit market value equity
yang di jadikan sebagai jaminan atas hutang. Semakin besar rasio ini berarti
semakin banyak market value equity yang di jadikan sebagai atas jaminan
hutang (Mulyati, 2001: 58)
5. Sales to total assets (X4)
Menurut Adnan (2001: 190), sales to total assets merupakan rasio
yang mendeteksi kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam
keseluruhan aktiva yang berputar dalam satu periode tertentu. Rasio ini
mengukur kemampuan menajemen dalam menggunakan aktiva untuk
menghasilkan revenue.
Definisi lainya di kemukakan oleh Hanafi (2000: 81) sales to total
assets adalah rasio yang menghitung efektifitas penggunaan total aktiva. Rasio
yang tinggi menunjukkan manajemen yang baik, sedangkan rasio yang rendah
akan membuat manajemen untuk mengevaluasi strategi yang di gunakan,
pemasaranya dan pengeluaran modal (investasi)
2.2.3. Analisis Prediksi Kebangkrutan Metode Multivariate Discriminan Analisys
Hasil Penelitian Altman
Dalam melakukan analisis prediksi kebangkrutan, Altman menggunakan
variabel bebas yaitu berupa rasio-rasio keuangan tersebut di atas yang di
perkirakan mempengaruhi kebangkrutan. Altman menggunakan variabel tidak
bebas yaitu prediksi kebangkrutan dan di sebut nilai Z-Score. Z-Score adalah skor
yang di tentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan
menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Dalam penelitian
pertamanya Altman menggunakan sampel perusahaan yang berada di Amerika
Serikat. Nilai Z-Score dari hasil penelitian pertamanya tersebut di tentukan
dengan rumus sebagai berikut:
Z-Score = 0,012 X1 + 0,014X2 + 0,033 X3 + 0,006 X4 + 0,999 X5
Dalam menentukan adanya tendensi kebangkrutan atau tidak ada tendensi
kebangkrutan di gunakan titik cut off sebagai batas antara prediksi kebangkrutan.
Titik cut off di hitung dengan cara mencari titik tengah antara dua rasio yang
berurutan. Titik cut off yang di pilih adalah titik cut off yang menghasilkan
kesalahan prediksi paling kecil ( Ghozali, 2002: 117)
Dalam hasil penelitian tersebut, Altman memilih nilai batas atau cut off
sebesar 2,675 (kesalahan klasifikasi minimum untuk mengklasifikasi perusahaan).
Perusahaan yang mempunyai nilai Z-Score di bawah 2,675 di prediksi akan
mengalami kebangkrutan apabila tidak segera di lakukan perbaikan yang berarti,
sedangkan perusahaan yang mempunyai nilai Z-Score diatas 2,675 di prediksi
akan mengalami kebangkrutan sangat kecil.
Dalam perkembanganya Altman melakukan penelitian lanjutan dengan
memasukkan di mensi internasional dengan melakukan penelitian di Amerika
Serikat, Jepang, Jerman, Swiss, Brazil, Australia, Inggris, Irlandia, Kanada,
Belanda dan Prancis. Penelitian lanjutan yang di lakukan tersebut menghasilkan
perhitungan rumus sebagai berikut;
Z-Score = 0,717 X1 + 0,847X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5
Dari hasil analisis yang berupa nilai Z-Score tersebut dapat menjelaskan
kemungkinan kebangkrutan dalam sebuah perusahaan. Dalam model hasil
penelitan lanjutan ini Altman menggunakann titik cut off sebesar 2,99 dan
menggunakan grey area zone (zona hijau/daerah rawan kemungkinan munculnya
klasifikasi yang salah) sebesar 1,81. Nilai Z-Score akan menjelaskan kondisi
keuangan suatu perbankan dengan tingkat kategori:
1. Untuk nilai Z-Score lebih kecil atau sama dengan 1,81 mengindikasikan
perusahaaan akan mengalami kesulitan keuangan dan resiko yang tinggi
2. Untuk nilai Z-Score antara 1,81 sampai 2,99 mengindikasikan perusahaan
berada di daerah kelabu (grey area). Dalam kondisi ini perusahaan akan
mengalami masalah keuangan yang harus di tangani dengan penanganan
manajemen yang tepat, kalau tidak akan mengalami kebangkrutan. Pada
daerah abu-abu (grey area) ini perusahaan mempunyai kemungkinan bangkrut
dan mempuyai kemungkinan tidak bangkrut, tinggal bagaimana pihak
manajemen mengambil tindakan
3. Untuk nilai Z-Score di atas 2,99 mengindikasikan bahwa perusahaan berada
dalam kondisi keuangan yang sehat sehingga indikasi akan adanya
kebangkrutan dimasa mendatang sangat kecil
Implementasi dari metode Altman, di samping di gunakan untuk
mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan, juga akan
dapat memberikan arahan bagi perusahaaan untuk melakukan tindakan
pembenahan terhadap bagian-bagian perusahaan yang sedang mengalami
permasalahan dengan memperhatikan beberapa indikator yang berkaitan
likuiditas, provitabilitas dan aktivitas
2.2.4. Ketepatan Prediksi Kebangkrutan dengan Mengggunakan Multivariate
Discriminant Analisys
Hasil penelitian Altman dengan menggunakan multivariate discriminant
analysis untuk memprediksi kebangkrutan yang akan tersejadi, menemukan
bahwa rasio-rasio keuangan dapat secara bersama-sama di gunakan untuk
memprediksi kebangkrutan yang akan terjadi pada perusahaan. Ketepatan prediksi
kebangkrutan atas hasil perhitungan dari nilai Z-Score pada periode prediksi satu
tahun sebelum perusahaan-perusahaan mengalami kebangkrutan dapat bermanfaat
untuk memprediksi kebangkrutan dengan tingkat keakuratan sebesar 95 %.
Kemudian pada periode dua tahun sebelum kebangkrutan menurun menjadi
sebesar 76 %, pada periode tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan sebesar
48 %. Pada periode empat tahun sebelum kebangkrutan mempunyai tingkat
keakuratan sebesar 29 %. Kemudian naik lagi sebesar 36 % untuk periode lima
tahun sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan (Adnan, 2001: 184 )
2.2.5. Penelitian Terdahulu
1. Setyarini dan Abdul Halim (1999)
Implementasi dari metode Altman untuk memprediksi kebangkrutan
dalam perusahaan perbankan di Indonesia telah di lakukan oleh Setyarini dan
Abdul Halim (1999). Penelitan tersebut bertujuan untuk melakukan analisa
potensi kebangkrutan perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta (BEJ), dengan
menggunakan analisa Z-Score Altman sebagai indikator tingkat kesehatan atau
potensi kebangkrutan. Indikator Z-Score untuk seluruh sampel 38 perusahaan,
di kelompokkan ke dalam kategori sehat (skor > 2,9), grey area (skor antara
1,2 dan 2,9) dan bangkrut (skor < 1,29). Hasil penelitian tersebut
menyimpulkan adanya perbedaan potensi kebangkrutan secara signifikan
antara sebelum dan pada masa krisis moneter serta analisis Z-Score yang di
gunakan merefer pada Altman lebih di tujukan pada sektor perbankan.
2. Muhammad Akhyar Adnan dan M Imam Taufiq. (2001)
Adnan dan Taufik (2001) melakukan penelitian terhadap kasus
terjadinya likuidasi perbankan di Indonesia periode tahun 1997 sampai tahun
2000 dengan menggunakan sampel dua kelompok bank yaitu kelompok bank
terlikuidasi dan bank tidak terlikuidasi. Bank-bank yang di gunakan sebagai
sampel tersebut adalah bank-bank yang terlikudasi pada periode 13 Maret
1999 setelah melewati proses yang dilakukan oleh BPPN yang berjumlah 67
bank. Dalam penelitian ini Adnan dan Taufik menggunakan nilai cut off dari
hasil penelitan yang di lakukan oleh Altman, demikian juga metode
analisisnya yang menggunakan rumus hasil penelitian Altman yaitu Z-Score.
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa analisis prediksi kebangkrutan
metode Altman dapat di implementasikan dalam memprediksi kemungkinan
likuidasi perbankan di Indonesia.
3. Supardi dan Sri Mastuti (2003)
Supardi dan Sri Mastuti (2003) melakukan penelitian tentang likuidasi
pada perbankan go public di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan menggunakan
metode Altman untuk memprediksi kebangkrutan. Penelitian ini juga
menggunakan sampel perbankan go public yang terlikuidasi dan tidak
terlikuidasi dengan periode laporan keuangan tahun 1993, 1994, 1994, 1996,
1997. Dalam penelitian ini di samping menggunakan analisis diskriptif, juga
menggunakan analisis inferensial berupa uji satu rata-rata dan melakukan
pengujian terhadap hipotesis tentang ketepatan prediksi model Z-Score
Altman pada perusahaan perbankan. Nilai cut off yang di gunakan dalam
penelitan ini juga menggunakan nilai cut off hasil penelitian Altman. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa analisis kebangkrutan metode Altman
dapat di terapkan pada lembaga perbankan di Indonesia.
3.1. Kerangka Berfikir
Perbankan merupakan urat nadi perekonomian suatu negara, hal tersebut
di sebabkan oleh berbagai fungsi yang di jalankan oleh perbankan, oleh karena itu
perbankan sering di ikutsertakan dalam pengambilan kebijakan moneter karena
berkaitan dengan fungsinya terutama fungsi intermediasi. Perbankan sendiri dari
sisi internal perusahaan merupakan alat untuk mencapai tujuan di dirikanya yaitu
untuk memaksimumkan keuntungan, oleh karena itu kegiatan usaha harus di
lakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Kondisi perbankan Indonesia saat ini belum sepenuhnya bangkit akibat
krisis moneter, perekonomian nasional yang kurang stabil dan di tambah ketatnya
persaingan yang berakibat buruk melanda sektor tersebut. Adanya kebijakan
untuk melikuidasi perbankan oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia
merupakan langkah kebijakan terakhir yang diambil untuk menyehatkan sektor
keuangan pada umumnya dan khususnya sektor perbankan itu sendiri, hal tersebut
di tempuh setelah berbagai cara di upayakan untuk menyehatkan perbankan.
Untuk mengatasi permasalahan resiko kebangkrutan yang terjadi tersebut,
Altman telah melakukan penelitian dengan metode multivariate discriminan
analisys dan menghasilkan suatu model prediksi yang disebut analisis Z-Score.
Penggunaan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman dalam penelitian
ini di lakukan karena rasio-rasio keuangan yang terdapat dalam metode Z-Score
Altman tersebut mempunyai keterkaitan yang erat dengan kondisi finansial suatu
perusahaan serta keterkaitan terhadap kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada
lembaga perbankan, keterkaitan tersebut yaitu:
1. Hubungan antara modal kerja/total aktiva dengan kebangkrutan
Rasio ini menunjukan kemampuan likuiditas perbankan yang dapat
menunjukkan kondisi keuangan internal perbankan. Semakin tinggi rasio ini
maka menunjukkan semakin besar kecukupan kas, semakin meningkatnya
total kredit yang di berikan dan ini berarti meningkatnya pendapatan bunga.
Semakin menurunnya jumlah kredit bermasalah (non performing loan) yang
berarti menurunkan beban operasional, semakin meningkatnya efek-efek dan
penyertaan dalam saham yang berarti meningkatnya pendapatan operasional.
Indikasi lainya adalah semakin menurunnya kewajiban jangka pendek
perusahaan yang berarti juga menurunkan beban bunga. Pada akhirnya kinerja
keuangan yang baik tersebut akan menyebabkan semakin kecil resiko
terjadinya kebangkrutan
Semakin rendah rasio ini maka menunjukkan kondisi likuidaitas di
bandingkan total aktiva yang semakin memburuk. Hal tersebut menunjukkan
adanya ketidakcukupan kas, menurunnya penyaluran kredi yang berarti
menurunkan pendapatan bunga yang di terima. Meningkatnya kredit
bermasalah (non performing loan) yang akan meningkatkan beban operasonal.
Meningkatnya kewajiban lancar sehingga akan meningkatkan beban bunga,
menurunnya efek-efek dan penyertaan saham dan meningkatnya fixed assets
yang akan meningkatkan biaya penyusutan. Kondisi tersebut pada akhirnya
akan meningkatkan resiko kebangkrutan.
2. Hubungan antara laba ditahan/total aktiva dengan kebangkrutan
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan
laba yang di tahan di banding kecepatan perputaran operating asset. Semakin
kecil rasio ini menujukkan penurunan laba ditahan. Adanya penurunan laba di
tahan berakibat bank harus mencari dana dari luar perusahaan, apabila bank
yang bersangkutan akan melakukan ekspansi atau investasi aktiva. Sehingga
hal tersebut akan meningkatkan beban hutang dan beban hutang yang tinggi
dan akhirnya akan meningkatkan resiko kebangkrutan. Rasio yang kecil juga
mengindikasikan bahwa perusahaan tidak efektif dalam menggunakan aktiva
untuk mendapatkan laba di tahan serta mengindikasikan banyaknya aktiva
tetap yang tidak produktif sehingga meningkatkan resiko kebangkrutan di
masa yang akan datang
Sedangkan adanya rasio yang tinggi mengindikasikan adanya
peningkatan laba di tahan atas penggunaan aktiva. Dengan laba di tahan yang
tinggi, maka bank akan memperoleh kelebihan dana yang dapat di gunakan
untuk melakukan investasi, ekspansi usaha atau pembayaran hutang sehingga
resiko kebangkrutan akan menurun. Ekspansi usaha tersebut teramat penting
agar perbankan tetap eksis mengingat ketatnya persaingan perbankan di masa
sekarang ini. Rasio yang tinggi juga mengindikasikan bahwa manajemen bank
menggunakan aktiva secara efektif untuk menghasilkan laba setiap periode,
keberhasilan menejemen bank dalam menekan biaya-biaya yang timbul atas
aktiva, serta keberhasilan manajemen dalam memperoleh pendapatan
operasional lainya yang timbul dari penggunaan aktiva, sehingga kondisi
tersebut akan menurunkan resiko kebangkrutan
3. Hubungan antara laba sebelum bunga dan pajak/total aktiva dengan
kebangkrutan
Rasio ini menunjukkan kemampuan modal yang di investasikan dalam
keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba usaha. Rasio yang tinggi
menunjukkan bahwa biaya operasional yang rendah, pendapatan bunga
meningkat akibat besarnya total kredit yang diberikan, pendapatan operasional
meningkat, menurunnya biaya-biaya atas penggunaan aktiva serta
meningkatnya pendapatan atas kenaikan aktiva lancar. Kondisi tersebut
menunjukkan kinerja usaha manajemen yang baik sehingga potensi
kebangkrutan semakin kecil.
Rasio yang rendah menunjukkan biaya operasional yang tinggi,
pendapatan bunga menurun akibat kecilnya kredit yang di berikan, pendapatan
operasional menurun, meningkatnya biaya-biaya atas penggunaan aktiva,
menurunnya pendapatan atas kenaikan aktiva lancar. Kondisi tersebut
menunjukkan kinerja usaha manajemen yang buruk dalam penggunaan aktiva
sehingga potensi kebangkrutan semakin besar.
4. Hubungan antara harga pasar modal sendiri/nilai buku total kewajiban dengan
Kebangkrutan
Rasio ini menunjukkan kemampuan perbankan dalam memberikan
jaminan kepada setiap hutangnya melalui modalnya sendiri, semakin besar
rasio ini maka semakin besar kepercayaan pihak investor dan kreditor. Hal
tersebut juga mengindikasikan rendahnya biaya bunga sehingga akan
meningkatkan pendapatan atas bunga, meningkatnya agio saham, sehingga
pada akhirnya resiko kebangkrutan akan kecil.
Semakin kecil rasio ini maka semakin menurun kepercayaan investor
dan akhirnya akan semakin kecil pula kepercayaan kreditor. kondisi tersebut
menyebabkan naiknya biaya bunga, meningkatnya disagio saham. Dengan
rendahnya kepercayan akan keamanan dana maka juga dapat memicu
terjadinya penarikan secara besar-besaran atas dana simpanan, sehingga akan
mengancam likuiditas bank. Kondisi demikian berarti prospek usaha
mendatang akan suram serta semakin besar potensi kebangkrutan yang akan
menimpa peruasahaan.
5. Hubungan antara penerimaan/total aktiva dengan kebangkrutan
Rasio ini menunjukkan kemampuan menajemen dalam menggunakan
aktiva untuk menghasilkan revenue. Rasio yang besar menunjukkan adanya
efektifitas penggunaan aktiva untuk memperoleh pendapatan bunga, provisi
dan komisi. Pendapatan bunga merupakan komponen utama dalam pendapatan
mengingat fungsi utama bank. Pendapatan bunga yang tinggi tersebut selain
mengindikasikan kinerja manajemen yang baik, juga pada akhirnya akan dapat
meningkatkan nilai keuntungan dan aktiva. Sehingga resiko akan adanya
kebangkrutan di masa mendatang kecil.
Rasio yang rendah menunjukkan kinerja manajemen yang inefiktif
dalam menggunakan aktiva yang di miliki perusahaan. Rasio yang kecil juga
mengindikasikan adanya beban bunga yang tinggi akibat besarnya aktiva yang
tidak digunakan untuk penyaluran kredit (tidak produktif), penyaluran kredit
yang kecil, tingginya aktiva yang tidak produktif, tingginya aktiva tetap dan
rendahnya laba. Kondisi tersebut pada akhirnya akan meningkatkan resiko
kebangkrutan di masa mendatang.
6. Hubungan antara modal kerja/total aktiva, laba di tahan/total aktiva, laba
sebelum bunga dan pajak/total aktiva, harga pasar modal sendiri/nilai buku
total kewajiban dan penerimaan/total aktiva dengan kebangkrutan
Tingginya nilai modal kerja/total aktiva menunjukkan adanya
likuiditas aktiva yang tinggi. Tingginya likuiditas aktiva disamping akan
menyebabkan pendapatan bunga yang lebih tinggi dari beban bunga, juga
menunjukkan penurunan beban atas penyisihan kerugian piutang, mengurangi
beban penurunan nilai efek-efek dan beban atas aktiva tetap yang rendah. Hal
tersebut akan meningkatkan profitabilitas perusahaan di mana rasio laba
periode dengan total aktiva akan tinggi dan juga akhirnya akan meningkatkan
rasio laba di tahan dengan total aktiva, apalagi bila laba periode yang tinggi
tersebut berlangsung secara terus-menerus atau relatif stabil.
Adanya profitabilitas perusahaan yang tinggi akan menyebabkan
permintaan akan saham perusahaan meningkat serta akibatnya harga pasar
modal saham sendiri naik. Profitabilitas yang tinggi juga menyebabkan
perusahaan mempunyai kelebihan dana untuk digunakan penyaluran kredit,
sehingga hutang lancar yang biasanya digunakan untuk pembiayan kredit akan
menurun yang berarti menurunkan beban bunga juga. Hal tersebut pada
akhirnya juga akan meningkatkan pendapatan bunga yang berarti
meningkatkan rasio penerimaan dan total aktiva. Peningkatan kondisi kinerja
keuangan tersebut di atas akan menurunkan resiko kebangkrutan yang
mungkin terjadi pada perusahaan
Rendahnya nilai rasio modal kerja/total aktiva menunjukkan adanya
likuiditas aktiva yang rendah pada perusahaan perbankan. Likuiditas aktiva
yang rendah disamping akan menyebabkan pendapatan bunga yang lebih
rendah dari beban bunga, juga akan meningkatkan beban atas penyisihan
kerugian piutang. Dampak lainya adalah meningkatkan beban penurunan nilai
efek-efek dan beban atas aktiva tetap, serta kekhawatiran akan adanya
penarikan simpanan secara besar-besaran (rush) oleh para nasabah. Kondisi
tersebut akan menurunkan profitabilitas perusahaan, di mana rasio laba
periode dengan total aktiva akan menjadi rendah dan pada akhirnya akan
menurunkan rasio laba di tahan dengan total aktiva, apalagi bila kondisi
tersebut berlangsung secara terus-menerus.
Adanya profitabilitas perusahaan yang rendah akan menyebabkan
penjualan saham perusahaan secara besar-besaran oleh para pemegang saham
karena kekawatiran mereka. Di sisi lain profitabilitas yang rendah juga akan
mengakibatkan penurunan permintaan akan saham perusahaan. Kedua kondisi
tersebut akan menurunkan harga pasar modal sendiri di bandingkan aktiva.
Profitabilitas yang rendah juga menyebabkan perusahaan mengalami
kekurangan dana likuid untuk digunakan dalam penyaluran kredit, sehingga
akibatnya hutang lancar yang biasanya digunakan untuk pembiayan kredit
tersbut akan membengkak, yang berarti meningkatkan beban bunga juga.
Kondisi tersebut pada akhirnya akan menurunkan pendapatan bunga yang
berarti menurunkan rasio penerimaan dan total aktiva. Penurunan kinerja
keuangan tersebut di atas akan meningkatkan resiko kebangkrutan yang
mungkin terjadi pada perusahaan
Analisis prediksi kebangkrutan metode metode multivariate discriminant
analisys, menggunakan rasio-rasio keuangan tersebut di atas sebagai dasar
perhitungan. Hasil perhitungannya setelah di kalikan dengan koefisien–koefisien
yang di turunkan dari hasil perhitungan diskriminan dan penjumlahan dari semua
perhitungannya akan diperoleh nilai Z. Hasilnya akan dibandingkan dengan
kenyataan kondisi perbankan yang terjadi yaitu perbankan yang mengalami likuidasi
dan perbankan yang tidak mengalami likuidasi. Alur kerangka berfikir tersebut dapat
di sederhanakan dalam bentuk sebagai berikut:
Retairned earning to total
assets
Earning before interest and tax to total assets
Rasio tinggi
Rasio rendah
Profitabilitas tinggi
Profitabilitas rendah
Sales to total assets
Rasio tinggi
Rasio rendah
Hutang semakin terjamin
Beban bunga menurun
Hutang semakin tidak terjamin Beban bunga
meningkat
Market value equity to book value of debt
Rasio tinggi
Rasio rendah Semakin inefektif penggunaan aktiva
Semakin efektif penggunaan aktiva
Working capitalto total assets
Rasio rendah
Likuiditas tinggi
Likuiditas rendah
Potensi bangkrut semakin rendah
Potensi bangkrut semakin tinggi
Rasio tinggi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang
banyak di tuntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran
terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya, demikian juga pemahaman
kesimpulan penelitian, akan lebih baik apabila disertai dengan tabel, grafik,
bagan, gambar, atau tampilan lain (Suharsimi, 2002: 10).
3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. (Suharsimi, 2002: 108).
Populasi yang digunakan dalam peneltian ini adalah bank-bank yang terdaftar
pada Bursa Efek Jakarta yang telah mengalami kebangkrutan maupun tidak
mengalami kebangkrutan pada tahun 2001-2003
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi. (Suharsimi, 2002: 109).
Metode yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah purposive sampling atas
laporan keuangan bank-bank yang terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta yang
dengan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan merupakan bank yang mengalami kebangkrutan dan bank yang
tidak mengalami kebangkrutan dengan minimal 3 tahun sudah terdaftar di
Bursa Efek Jakarta sebelum terjadinya kebangkrutan atau ketidakbangkrutan.
2. Terdapat laporan keuangan publikasi paling sedikit 3 tahun sebelum terjadinya
kebangkrutan atau ketidakbangkrutan
3.3. Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
dalam suatu penelitian (Suharsimi, 2002: 99). Variabel yang di gunakan dalam
penelitian ini dibedakan menjadi 2 (dua) variabel yaitu variabel bebas dan variabel
terikat Variabel-variabel tersebut adalah:
3.3.1. Variabel Bebas (X), yaitu:
1. XI: Working capital to total assets
Adalah perbandingan antara modal kerja (bersih) dengan total aktiva
yang di miliki oleh perbankan. Variabel ini digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek yang di
miliki perusahaan.
2. X2: Retairned earning to total assets
Adalah perbandingan antara saldo laba dengan total aktiva yang di
miliki perusahaan. Variabel ini digunakan untuk mendeteksi kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang di tinjau dari kemampuan
perusaahaan dalam mendapatkan laba dibandingkan dengan kecepatan
operating assets.
3. X3: Earning before interest and tax to total assets
Adalah perbandingan antara laba sebelum biaya bunga dan pajak
dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Variabel ini digunakan untuk
mengukur kemampuan modal yang di investasikan dalam keseluruhan aktiva
untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor termasuk pemegang
obligasi dan saham
4. X4: Market value equity to book value of total debt
Adalah perbandingan antara nilai pasar dari ekuitas dengan nilai total
buku utang. Variabel ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam memberikan jaminan kepada setiap hutang yang di miliki melalui
modalnya sendiri.
5. X4: Sales to total assets
Adalah perbandingan antara penjualan perusahaan dengan total aktiva
yang dimiliki perusahaan. Variabel ini digunakan untuk mendeteksi
kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva yang
berputar dalam satu periode tertentu.
3.3.2. Variabel Terikat (Z)
Z merupakan nilai keseluruhan penjumlahan lima rasio keuangan setelah
dikalikan dengan koefisien masing-masing rasio. Nilai ini menunjukkan
kemungkinan terjadinya kebangkrutan dan ketidakbangkrutan pada perusahaan
setelah dibandingkan dengan nilai cut off
3.4. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.4.1. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data
skunder. Sumber data sekunder digunakan untuk mengetahui informasi laporan
keuangan yang berupa laporan neraca dan laporan laba rugi dari masing-masing
perusahaan. Sumber data skunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
laporan keuangan yang terdapat pada Bank Indonesia dan laporan keuangan
tahunan perbankan yang terdapat pada Indonesia Capital Market Directory
3.4.2. Metode Pengumpulan Data
Di dalam penelitian ini diperlukan metode-metode yang digunakan untuk
mendapatkan data atau bahan keterangan yang digunakan untuk perhitungan
analisis ketepatan prediksi kebangkrutan, yaitu berupa:
1. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data yang
penyelidikanya ditujukan pada penguraian dan penjelasan apa yang telah lalu,
melalui sumber-sumber dokumen. Dari metode ini diharapkan akan diperoleh
catatan mengenai data-data yang ada hubunganya dengan penelitian ini yaitu
laporan keuangan
2. Metode studi kepustakaan
Metode telaah kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data
yang bersifat teoritis mengenai permasalahan yang berkaitan dengan
penelitian ini. Metode ini dilakukan untuk menunjang kelengkapan data
dengan menggunakan buku-buku literatur yang berhubungan dengan masalah
kebangkrutan perbankan .
3.5. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif, yaitu teknik analisis data berbentuk tabel, grafik, dan selanjutnya di
lakukan pengukuran. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan
menjelaskan keadaan masing-masing kelompok perbankan yang mengalami
likuidasi dan yang tidak mengalami likuidasi
Analisis dilakukan dari data laporan keuangan perusahaan perbankan baik
perbankan yang bangkrut dan perbankan yang tidak bangkrut. Data atau hasil
perhitungan rasio-rasio tersebut, kemudian di analisis lebih jauh dengan
multivariate discriminant analisys menggunakan rasio-rasio yang ada dalam
metode Z-Score yang di temukan Altman, yaitu:
Z = w1 X1 + w2 X2 + w3 X3 + w4 X4 + w5 X5
Keterangan:
X1 : Modal kerja/Total Aktiva
X2 : Laba Ditahan/Total Aktiva
X3 : Laba Sebelum Bunga Dan Pajak/Total Aktiva
X4 : Harga Pasar Modal Sendiri/Nilai Buku Total Kewajiban
X5 : Penjualan/Total Aktiva (Ghozali, 2001: 105)
Dari hasil analisis tersebut, akan di peroleh angka-angka atau nilai Z yang
kemudian dijadikan pedoman untuk mencari nilai cut off. Nilai Z ini juga dapat
menjelaskan mengenai kinerja manajemen secara keseluruhan di lihat dari aspek
likuiditas, profitabilitas dan aktivitas perusahaan.
Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai cut off. Secara umum nilai
cut off yang di pilih adalah nilai yang meminimumkan jumlah incorrect
classification atau kesalahan klasifikasi dan dapat dihitung dengan rumus
(Ghozali, 2002: 117)
Titik cut off : Z1 + Z2
2
Di mana Z1 adalah rata-rata score diskriminan kelompok bank yang
mengalami kebangkrutan dan Z2 adalah rata-rata kelompok bank yang tidak tidak
kebangkrutan. Perhitungan ini menggunakan asumsi apabila jumlah sampel kedua
kelompok sama, sedangkan apabila sampel kedua kelompok berbeda maka
menggunakan perhitungan rumus sebagai berikut;
Titik cut off : n1 Z1 + n2 Z2
n1 + n2
Di mana n adalah jumlah observasi pada kelompok bank
Nilai Z dan titik cut off yang dihasilkan akan menjelaskan kondisi
keuangan yang di bagi kedalam tiga tingkatan kategori, yaitu:
1. Apabila nilai Z di atas nilai cut off (Z > cut off) maka diklasifikasikan sebagai
perusahaan yang sehat dan kemungkinan terjadinya kebangkrutan sangat kecil
2. Apabila nilai Z di bawah nilai cut off (Z < cut off) maka diklasifikasikan
sebagai perusahaan yang mempunyai kesulitan keuangan dan resiko yang
tinggi dan mengindikasikan kemungkinan akan terjadinya kebangkrutan.
Dari hasil diatas dapat diketahui bank-bank yang diprediksi akan
mengalami kebangkrutan dan yang tidak akan mengalami kebangkrutan. Dan
hasil prediksi metode multivariate discriminan analisys tersebut kemudian di
bandingkan dengan kenyataan yang sesungguhnya terjadi pada bank-bank
tersebut. Perbandingan antara prediksi kebangkrutan dengan kenyataan yang
terjadi tersebut akan menghasilkan besarnya prosentase ketepatan dari model
prediksi kebangkutan metode multivariate discriminan analisys dengan
menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENELITIAN
4.1.1. Diskripsi Obyek Penelitian
Gambaran umum perusahaan-perusahaan yang tergolong dalam kelompok
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sampai dengan
akhir tahun sebelum periode terjadinya kebangkrutan/ketidakbangkrutan adalah
sebagai berikut:
1. Kelompok perbankan yang mengalami kebangkrutan
A. PT. Bank Danpac, Tbk.
Bank ini di dirikan pada tanggal 10 Juli 1991 dengan nama PT. Bank Dwina
Sejahtera dan berganti nama menjadi PT. Bank Siratama Artharaya pada
tanggal 24 Mei 1995 serta pada tanggal 7 November 1996 di ubah lagi
namanya menjadi PT. Bank Danpac. Bank ini masuk bursa pertama kali
pada tanggal 12 November 1999 dan bank ini mempunyai status sebagai
bank PMDN.
B. PT. Bank Global Internasional, Tbk.
Bank ini di dirikan tanggal 22 Agustus 1992, bank ini mulai beroperasi
secara komersial pada tanggal 18 Desember 1992. Pada tanggal 23
Desember 1997, saham bank ini telah di catatkan pada Bursa Efek Jakarta.
Sebelum di likuidasi bank ini mempunyai status PMDN dan bank ini telah
di bekukan pada tahun 2004 serta di likuidasi pada awal tahun 2005.
C. PT. Bank Pikko, Tbk.
Bank ini didirikan pada tanggal 11 Januari 1968 dengan nama PT. Bank
Rahardja Makmur dan berganti nama menjadi PT. Bank Pikko pada
tanggal 26 Juni 1996. Bank ini berubah statusnya menjadi bank devisa
pada 27 Maret 1996 dan bank ini telah di likuidasi pada akhir tahun 2004.
2. Kelompok perbankan yang tidak mengalami kebangkrutan
A. PT. Bank Artha Niaga Kencana, Tbk.
PT. Bank Artha Niaga Kencana, Tbk. pertama kali berdiri di Surabaya pada
tanggal 18 September 1969 dengan nama PT. Bank Surabaja Djaya. Bank
ini beroperasi di wilayah Jawa Timur. Pada tanggal 10 April 1984 PT.
Bank Surabaja Djaya berubah menjadi PT. Bank Artha Niaga Kencana
Tbk. ( disingkat PT. Bank ANK, Tbk ). Pada tanggal 28 September 2000
bank ini telah merubah statusnya menjadi bank go public.
B. PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk.
Bank ini berdiri pada tanggal 5 Juli 1946 dengan nama Bank Negara
Indonesia 1946. Bank ini kemudian berubah menjadi Bank Negara
Indonesia (Persero) pada tanggal 31 Juli 1992. Bank ini go public pertama
kali pada tanggal 25 November 1996 dengan menjual sahamnya kepada
masyarakat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.
C. PT. Bank Buana Indonesia, Tbk.
Bank ini mulai berdiri sebagai bank komersial pada tanggal 3 Agustus
1956 dengan nama Bank Buana Indonesia. Kemudian pada tanggal 6
September 2000 berganti nama menjadi PT.Bank Buana Indonesia. Bank
ini merupakan hasil merger antara PT. Bank Pembinaan Nasional (1972),
PT. Bank Kesejahteraan Masyarakat (1974) yang berpusat di Semarang,
dan PT. Bank Aman Makmur (1975). Pada tahun 1989 bank ini
mengadakan join venture dengan Mitsubishi Buana Bank. Bank ini
pertama kali masuk bursa pada tanggal 28 Juli 2000 di Bursa Efek Jakarta.
D. PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk.
Bank ini di dirikan pada tanggal 31 Juli 1989 dan kemudian mendapatkan
ijin untuk beroperasi sebagai bank umum pada tanggal 4 Januari 1990.
Pada tanggal 5 Desember 1997, bank ini menjadi foreign exchange bank
E. PT. Bank Central Asia, Tbk.
Bank ini mulai berdiri pada tanggal 10 Agustus 1955 di Jakarta dengan
nama Bank Central NV. PT. BCA, Tbk. Semula bank ini merupakan
penggabungan usaha antara Bank Sarana Indonesia (1976), Bank Gemari
(1976), dan Indo Commercial Bank (1979). Pada tanggal 11 Mei 2000,
bank merubah statusnya menjadi go public atas usulan IBRA (Indonesian
Bank Restructuring Agency)
F. PT. Bank Danamon, Tbk.
Bank ini mulai beroperasi sejak bulan Juli 1956 dengan nama PT. Bank
Kopra Indonesia dan mulai terdaftar sebagai bank komersial bulan
September 1956. Bank Danamon pada tahun 1958 berganti nama menjadi
PT. Bank Persatuan Indonesia dan pada tanggal 11 Desember 1976 berubah
nama menjadi Bank Danamon. Bank Danamon merupakan penggabungan
dari berbagai bank. Bank-bank tersebut adalah: Asia-Afrika Banking Corp.
pada tahun 1981, PT. Bank DELTA (6 Juni 1996), PT. PDFCI (20
Desember 1999), PT. Bank Duta, Tbk. PT. Bank Rama, Tbk. dan PT. Bank
Tamara Tbk., PT. Bank Tiara Asia, Tbk. PT. Bank Nusa Nasional Tbk. PT.
Bank Pos Nusantara, Tbk. PT. Jaya Bank INT, dan PT. Bank Risjad Salim
INT. Bank ini mulai tercatat pada BEJ pada 8 Desember 1989.
G. PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk.
Bank ini berdiri pada tanggal 11 September 1992 dengan nama PT.
Executive International Bank dan berdiri sebagai bank tertutup. Bank ini
mulai beroperasi tanggal 9 Agustus 1993 dan pada tanggal 13 Juli 2001,
bank ini telah menjadi bank go public.
H. PT. Bank CIC Internasional, Tbk.
Bank ini berdiri sejak tanggal 30 Mei 1989 dengan nama PT. Bank Century
Intervest Corp. dan mulai menjadi bank komersial pada tanggal 16 April
1990. Pada tanggal 4 Juni 1999, bank ini berganti nama menjadi PT. Bank
CIC Internasional, Tbk. Bank ini melakukan penawaran perdana atas
sahamnya pada bulan Juni 1997. Selama tahun 2000, bank ini menfokuskan
bisnisnya pada perdagangan, bank notes, dan bank kecil.
I. PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk.
Bank ini berdiri pada tanggal 13 Oktober 1959 dengan nama PT. Bank
Internasional Indonesia. Semula bank ini merupakan penggabungan usaha
dengan PT. Bank Tabungan Umum 1859 pada tahun 1979. Bank ini
melakukan penawaran perdana sahamnya pada bulan Oktober 1989 dan
saham bank masuk bursa pada tanggal 21 November 1989.
J. PT. Bank Inter-Pacific, Tbk.
Bank ini berdiri pada 7 September 1973 dengan nama PT. Inter-Pacific
Financial Corp. Bank ini masuk bursa pertama kali pada tanggal 23
Agustus 1990 di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Pada tahun
1998, nama bank ini berubah lagi menjadi PT. Bank Inter-Pacific, Tbk.
K. PT. Bank Lippo, Tbk.
Bank ini berdiri pada tanggal 11 Maret 1948 dengan nama PT. Bank
Perniagaan Indonesia dan berganti nama menjadi Lippo Bank pada tahun
1977. Perusahaan ini telah melakukan penggabungan usaha dengan
Central Commercial Bank pada tahun 1971 dan dengan Bank Umum Asia
tahun 1989. Bank Lippo masuk bursa pada tanggal 10 Oktober 1989.
L. PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk.
Bank Mayapada berdiri sejak tanggal 7 September 1989 dengan nama PT.
Bank Mayapada Internasional. Bank ini memulai beroperasi secara
komersial pada 16 Maret 1990 dan pada 3 Juni 1993 bank ini memperoleh
ijin usaha sebagai bank devisa. Bank mulai tercatat pada Bursa Efek
Jakarta pada tanggal 7 Agustus 1997 dengan penawaran perdana atas 65
juta lembar saham dengan nilai nominal Rp. 500.00 per lembar.
M. PT. Bank Mega, Tbk.
Bank ini berdiri pada tanggal 15 April 1969 dengan nama PT. Bank
Karman. Pada tanggal 18 Januari 1992 mengganti namanya menjadi PT.
Mega Bank, kemudian pada tanggal 17 Januari 2000 mengganti namanya
lagi menjadi PT. Bank Mega, Tbk. Bank ini melakukan penawaran
perdana saham.dengan menjual 12.500 juta saham di Bursa Efek Jakarta
dan Bursa Efek Surabaya.
N. PT. Bank Niaga, Tbk.
Bank ini berdiri pada tanggal 30 September 1955 dengan nama PT. Bank
Niaga. Pada tahun 1973 PT. Bank Niaga melakukan penggabungan usaha
dengan Bank Agung, dan pada tahun 1983 melakukan penggabungan lagi
dengan Bank Amerta. Sejak November 2002 bank ini menjadi anak
perusahaan Commerce Assets-Holding Berhad, Malaysia
O. PT. Bank NISP, Tbk.
Bank ini berdiri pada tanggal 17 Mei 1957 dengan nama NV. Nederlands
Indische Spaar Deposito. Bank ini pada tahun 1972 telah berganti nama
menjadi PT. Bank NISP. Bank NISP masuk bursa pertama kali pada
tanggal 20 Oktober 1994.
P. PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk.
Bank ini berdiri pada tanggal 23 Agustus 1976 dengan nama PT. Bank
Pasar Karya Parahyangan dan pada bulan Maret 1989 berubah menjadi
bank komersial dengan nama PT. Bank Nusantara Parahyangan. Bank ini
berstatus perusahaan PMDN. Pada tahun 2000, bank melakukan
penawaran umum atas atas sahamnya
Q. PT. Bank Pan Indonesia, Tbk.
Bank ini berdiri sejak tanggal 18 Agustus 1971 dengan nama PT. Pan
Indonesia Tbk. Semula bank ini berdiri atas penggabungan usaha dengan
Bank Abadi Jaya pada tahun 1971, Bank Lingga Artha pada tahun 1973.
Kemudian dengan Bank Pembangunan Ekonomi pada tahun 1975 dan
Bank Pembangunan Sulawesi pada tahun 1975. Bank Pan Indonesia telah
mempunyai status PMDN
R. PT. Bank Permata, Tbk.
Bank ini didirikan pada tanggal 15 Januari 1955 dan pada bulan juni 1956
bank ini memperoleh ijin untuk melakukan transaksi pertukaran mata uang
asing. Bank ini telah mengalami penggabungan usaha, yaitu dengan PT.
Bank Perkembangan Asia dan PT. Bank Kredit Universal. Bank ini
kemudian mengalami penggabungan usaha lagi pada tahun 2002 dengan
PT. Bank Universal, Tbk. PT. Bank Prima Expres, PT. Bank Arthamedia
dan PT. Bank Patriot. Dengan adanya penggabungan usaha tersebut
kemudian bank ini mengubah namanya menjadi PT. Bank Permata, Tbk
Bank ini masuk bursa pertama kali pada tahun 1990.
S. PT. Bank Swadesi.
Bank ini di dirikan di Surabaya pada September 1968 dengan nama PT.
Bank Pasar Swadesi dan bank ini kemudian beroperasi menjadi bank
umum pada September 1989. Pada tahun 1992, bank ini mulai melakukan
bisnis pertukaran mata uang asing
T. PT. Bank Victoria International, Tbk.
Bank ini berdiri di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1992 dengan nama PT.
Bank Victoria Internasional dan Bank ini telah mempunyai status sebagai
bank PMDN. Bank Victoria International menjadi bank go public pada
tanggal 30 Juni 1999.
4.1.2. Diskripsi Varaibel
1. Variabel independen working capital to total asset (X1)
Variabel ini merupakan variabel independen X1 dari multivariate
diskriminan analisys dengan menggunakan variable-variabel yang ada pada
penelitian Altman dalam metode Z-Scorenya. Hal tersebut berarti rasio X1
sebagai variabel yang menentukan besar-kecilnya nilai variabel dependen
yang ada dalam penelitian ini yaitu Z. Variabel ini dapat di cari dengan cara
membandingkan modal kerja dengan total aktiva perusahaan. Besarnya
variabel ini merupakan gambaran tentang besarnya kondisi likuiditas suatu
perusahaan di bandingkan dengan total aktivanya, serta bagaimana posisi dari
modal kerja tersebut.
Besarnya nilai variabel X1 (working capital to total asset)
mengindikasikan bahwa kondisi likuditas perbankan semakin baik. Baiknya
kondisi tersebut seperti besarnya kecukupan kas, total kredit yang diberikan
kepada nasabah yang besar. Investasi pada saham untuk di perjualbelikan yang
besar, adanya penurunan nilai assets terutama bila other assets dalam
kelompok aktiva tetap yang kurang produktif, serta adanya penurunan
penyisihan kerugian piutang dan penurunan total deposits. Sedangkan
kecilnya nilai variabel X1 (working capital to total asset) menunjukkan
adanya kondisi likuiditas perusahaan yang kecil. Kondisi tersebut
mengambarkan tingginya utang lancar, aktiva tetap yang membengkak,
penyaluran kredit yang kecil, menurunnya dana kas yang tersedia pada bank
ataupun dana pada Bank Indonesia dan di bank lain, tingginya penyisihan
kerugian piutang dan lainya.
Dari perhitungan yang di lakukan atas laporan keuangan yang di terbitkan
oleh perbankan go public di BEJ untuk 1, 2 dan 3 tahun sebelum mengalami
kebangkrutan/ketidakbangkrutan, maka di peroleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2 : Rasio working capital to total assets tahun 2001, 2002
dan 2003 serta perubahanya
Change Change Change No Nama Bank 2001 2002
(01-02) 2003
(02-03) average 1 Bank Danpac -0,27 0,12 144% 0,15 24% 84%2 Bank Global Internasional 0,17 0,07 -58% 0,24 242% 92%3 Bank Pikko 0,07 0,07 -2% -0,01 -116% -59%4 Bank Artha Niaga Kencana 0,10 0,07 -28% 0,07 -10% -19%5 Bank BNI (Persero) 0,15 0,14 -3% 0,13 -12% -7%6 Bank Buana Indonesia 0,07 0,08 18% 0,10 18% 18%7 Bank Bumiputera Indonesia 0,21 0,13 -38% 0,05 -58% -48%8 Bank Central Asia 0,06 0,07 14% 0,07 7% 11%9 Bank CIC Internasional 0,47 0,39 -17% 0,18 -53% -35%10 Bank Danamon Indonesia 0,18 0,18 2% 0,19 4% 3%11 Bank Eksekutif Internasional -0,10 -0,01 95% 0,00 14% 54%12 Bank Internasional Indonesia -0,53 -0,52 2% -0,41 21% 11%13 Bank Inter-Pacific 0,90 0,94 5% 0,95 1% 3%14 Bank Lippo -0,30 -0,28 6% -0,28 2% 4%15 Bank Mayapada Internasional -0,23 -0,14 39% -0,11 17% 28%16 Bank Mega -0,10 -0,03 72% 0,06 309% 191%17 Bank Niaga -0,20 0,13 166% 0,13 -4% 81%18 Bank NISP 0,12 0,16 36% 0,16 1% 18%19 Bank Nusantara Parahyangan 0,06 0,06 -9% 0,05 -14% -12%20 Bank PAN Indonesia -0,31 0,05 116% 0,04 -25% 46%21 Bank Permata -0,08 0,02 129% 0,03 22% 76%22 Bank Swadesi 0,13 0,14 9% 0,13 -9% 0%23 Bank Victoria Internasional 0,09 0,08 -18% 0,10 24% 3% Average 0,028 0,084 196% 0,087 3% 100%
Data tersebut menunjukkan bahwa bank-bank yang mempunyai rasio
X1 negatif pada tahun 2001 menunjukkan telah meningkatkan rasio tersebut
pada tahun 2002. Akan tetapi sebaliknya, pada bank-bank yang mempunyai
rasio positif, menunjukkan adanya penurunan rasio X1 dan kondisi tersebut
masih berlangsung pada tahun 2003. Kondisi tersebut di sebabkan karena
bank-bank mempunyai working capital negatif yang besar, sehingga walaupun
menunjukkan adanya peningkatan kinerja tetapi tidak cukup signifikan untuk
meningkatkan working capital to total assets menjadi positif. Faktor yang lain
adalah karena bank-bank yang sebelumnya mempunyai working capital
positif, tetapi karena jumlahnya kecil sehingga apabila ada penurunan sedikit
saja maka akan menyebabkan rasio X1 menyentuh level negatif.
Sedangkan faktor keberhasilan dari bank-bank yang mempunyai rasio
X1 positif sebagian besar di sebabkan karena working capital to total assets
negatif bank-bank tersebut yang jumlahnya kecil. Sehingga walaupun ada
peningkatan kinerja sedikit, tetapi cukup signifikan untuk meningkatkan rasio
working capital to total assets menjadi positif. Faktor yang kedua adalah
bank-bank yang dahulunya mempunyai rasio working capital to total assets
positif tetapi karena jumlahnya yang besar, sehingga apabila ada penurunan
yang relatif kecil maka tidak menyentuh level negatif.
Secara rata-rata pada bank-bank pada kelompok bank bangkrut, yaitu
Bank Danpac dan Bank Global Internasinoal telah menunjukkan adanya
peningkatan rasio X1 yang cukup signifikan. Akan tetapi sebaliknya Bank
Pikko menunjukkan adanya penurunan rasio X1 yang tajam sehingga
menyentuh level negatif. Sedangkan pada kelompok bank yang tidak
mengalami kebangkrutan terdapat Bank Internasional Indonesia, Bank Lippo
dan Bank Mayapada Internasional yang mempunyai rasio X1 negatif sejak
awal tahun 2001 sampai akhir tahun 2003. Sebenarnya bank-bank tersebut
menunjukkan adanya peningkatan kinerja rasio working capital to total assets.
Akan tetapi karena jumlah rasio tidak signifikan besarnya, maka rasio bank-
bank tersebut masih menunjukkan nilai yang negatif.
Bank Pikko, Bank Artha Niaga Kencana, Bank BNI, Bank Bumiputra,
Bank CIC Internasional dan Bank Nusantara Parahyangan merupakan bank-
bank yang terus mengalami penurunan rasio X1 setiap tahun selama 3 tahun
terakhir. Kondisi tersebut sebagian besar di sebabkan karena menurunnya
penyaluran kredit, sedangkan di sisi yang lain simpanan nasabah meningkat,
sehingga kondisi tersebut menyebabkan modal kerja mengalami penurunan
setiap tahun. Faktor lainya adalah karena peningkatan pada aktiva tetap yang
kurang produktif atau cenderung tetap setiap tahunnya, sehingga
menyebabkan total aktiva mengalami kenaikan, tetapi di sisi lain aktiva
lancarnya menunjukkan adanya kecenderungan penurunan.
Kondisi working capital pada perbankan go public di BEJ secara rata-
rata menunjukkan adanya peningkatan yang tajam pada tahun 2002 yaitu
sebesar 506 % di bandingkan pada tahun 2001. Sedangkan pada tahun 2003
juga menunjukkan peningkatan working capital sebesar 36 % di bandingkan
pada tahun 2002. Di sisi yang lain, total aktiva bank-bank tersebut
menunjukkan adanya peningkatan yang relatif kecil yaitu hanya 5 % per
tahun. Kondisi demikian menyebabkan rasio working capital to total assets
(X1) mengalami peningkatan sebesar 196 % pada tahun 2002 dibandingkan
tahun 2001 serta mengalami peningkatan rasio (X1) sebesar 3 % pada tahun
2003 dibandingkan pada tahun 2002.
2. Variabel independen retairned earning to total assets (X2)
Besarnya variabel ini dapat di cari dengan membandingkan total laba
di tahan dengan total aktiva perusahaan. Variabel ini menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktivanya untuk memperoleh
laba di tahan. Laba di tahan sangat penting bagi perbankan mengingat
pentingnya dana sendiri yang di miliki untuk mengatasi masalah kesulitan
likuiditas akibat kecilnya total deposits, serta digunakan untuk pengembangan
usaha bank dalam mengahadapi ketatnya persaingan.
Besarnya variabel X2 (retairned earning to total assets) menunjukkan
kinerja manajemen yang baik secara keseluruhan dari tahun ke tahun. Hal ini
di tunjukkan dengan tingginya laba bersih periode yang bersangkutan dan
periode sebelumnya serta meningkatnya nilai aktiva perusahaan. Lazimnya
semakin lama umur perusahaan, maka semakin besar rasio ini. Hal tersebut
karena retairned earning yang semakin besar atau kinerja perusahaan yang
semakin baik setiap tahun akibat laba bersih setiap periode yang meningkat
sehingga rasio retairned earning to total assets semakin besar pula tiap tahun.
Dari perhitungan yang telah di lakukan atas laporan keuangan yang di
terbitkan oleh masing-masing perbankan go public di Bursa Efek Jakarta
untuk 1, 2 dan 3 tahun sebelum mengalami kebangkrutan/ketidakbangkrutan,
maka di peroleh variabel retairned earning to total assets sebagai berikut:
Tabel 3 : Rasio retairned earning to total assets tahun 2001, 2002
dan 2003 serta perubahanya
Change Change ChangeNo Nama Bank 2001 2002
(01-02) 2003
(02-03) average1 Bank Danpac 0,03 0,03 10% 0,03 -3% 4%2 Bank Global Internasional 0,01 0,04 411% 0,03 -13% 199%3 Bank Pikko -0,07 -0,04 50% -0,07 -105% -28%4 Bank Artha Niaga Kencana 0,01 0,01 -27% 0,01 54% 14%5 Bank BNI (Persero) -0,45 -0,45 0% 0,00 101% 50%6 Bank Buana Indonesia 0,04 0,03 -35% 0,02 -12% -24%7 Bank Bumiputera Indonesia 0,01 0,01 36% 0,01 4% 20%8 Bank Central Asia 0,04 0,05 19% 0,05 1% 10%9 Bank CIC Internasional -0,01 -0,02 -78% -0,13 -462% -270%10 Bank Danamon Indonesia 0,01 0,02 105% 0,06 170% 138%11 Bank Eksekutif Internasional 0,00 0,01 1459% 0,03 196% 827%12 Bank Internasional Indonesia -0,50 -0,41 17% -0,42 -2% 8%13 Bank Inter-Pacific -1,34 -1,81 -36% -2,09 -15% -25%14 Bank Lippo -0,35 -0,37 -4% -0,37 0% -2%15 Bank Mayapada Internasional -0,06 -0,04 36% -0,04 9% 22%16 Bank Mega 0,00 0,02 577% 0,03 76% 326%17 Bank Niaga -0,38 -0,37 2% 0,03 108% 55%18 Bank NISP 0,02 0,02 8% 0,03 16% 12%19 Bank Nusantara Parahyangan 0,01 0,02 67% 0,02 12% 39%20 Bank PAN Indonesia 0,04 0,06 56% 0,06 -1% 27%21 Bank Permata -0,24 -0,33 -39% -0,30 9% -15%22 Bank Swadesi 0,03 0,05 47% 0,05 1% 24%23 Bank Victoria Internasional 0,00 0,01 77% 0,01 69% 73% Average -0,13 -0,15 -10% -0,12 16% 3%
Berdasarkan data di atas, bank-bank yang mempunyai rasio retairned
earning to total assets (X2) negatif tidak menunjukkan adanya perbaikan
kinerja rasio yang berarti. Sehingga pada tahun 2003 rasio X2 mereka tetap
menunjukkan negatif, kecuali rasio X2 Bank Niaga dan Bank BNI yang telah
berhasil meningkatkan rasionya menjadi positif. Bank-bank yang mempunyai
rasio retairned earning to total assets (X2) negatif, juga sebagian besar
merupakan bank-bank yang mempunyai nilai aktiva yang besar. Retairned
earning yang di miliki bank-bank tersebut juga menunjukkan negatif sangat
besar dan tidak sebanding dengan laba sebelum bunga dan pajak. Kondisi
tersebut menyebabkan rasio X2 bank-bank tersebut sulit untuk meningkat
secara signifikan menjadi rasio yang positif.
Bank-bank yang mampu meningkatkan rasio retairned earning to total
assets (X2) secara signifikan adalah Bank BNI, Bank Eksekutif Internasional
dan Bank Danamon Indonesia. Sedangkan bank yang menunjukkan penurunan
kinerja X2 yang tajam selama beberapa tahun adalah Bank Inter-Pacific.
Secara rata-rata terdapat perbedaan yang cukup besar pada bank-bank yang
mempunyai rasio retairned earning to total assets (X2) negatif dengan bank-
bank yang mempunyai rasio X2 positif. Hal tersebut di sebabkan karena
rendahnya rasio-rasio X2 negatif yang dimiliki oleh bank-bank tersebut.
Bank CIC Internasional merupakan bank yang mempunyai rasio X2
yang mengalami penurunan tiap tahun, kondisi tersebut di sebabkan karena
adanya penurunan laba setelah pajak tiap periode pada bank tersebut. Laba
setelah pajak tiap periode Bank Inter-Pacifik yang menunjukkan positif tidak
digunakan untuk menutupi retairned earning yang negatif tetapi sebaliknya
retairned earning menunjukkan penurunan tiap tahun.
Bank-bank go public di BEJ secara umum juga telah meningkatkan
kinerjanya pada 2 tahun terakhir. Hal tersebut di tunjukkan dengan X2 yang
mengalami peningkatan sebesar 16 % pada tahun 2003 di bandingkan pada
tahun 2002. Secara umum rasio X2 dari bank-bank tersebut mempunyai
jumlah yang sangat kecil, yaitu rata-rata tahun 2001 hanya sebesar -14 %,
pada tahun 2002 rata-rata sebesar -15 % dan pada tahun 2003 sebesar -13 %.
Hal tersebut menunjukkan secara keseluruhan retairned earning negatif bank-
bank go public cukup besar jumlahnya bila di bandingkan dengan aktivanya.
Faktor yang lain karena bank-bank yang mempunyai rasio X2 positif sangat
kecil jumlahnya, sedangkan rasio X2 negatif dari bank-bank tersebut nilainya
cukup besar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bank-bank telah dan sedang
mengalami kondisi yang kurang mendukung dalam sistem perbankan.
3. Variabel independen earning before interest and tax to total assets (X3)
Rasio ini merupakan variabel independen yang mengukur kemampuan
operasional bank dalam mendapatkan laba dari penggunaan aktiva yang di
miliki. Perhitungan rasio ini di cari dengan membandingkan laba sebelum
bunga dan pajak dengan total aktiva yang dimiliki. Semakin besar variabel ini
mengindikasikan semakin baik kinerja operasional suatu bank dalam
menggunakan aktiva. Hal tersebut di tunjukkan dengan besarnya laba sebelum
bunga dan pajak, menurunnya beban bunga dan beban-beban operasional,
meningkatnya jumlah pendapatan dari bunga dan menurunnya nilai penyisihan
kerugian. Sedangkan semakin kecil variabel ini, menujukkan kinerja
operasional yang semakin buruk. Hal tersebut di tunjukan dengan biaya bunga
yang tinggi, rendahnya pendapatan dari bunga dan meningkatnya biaya-biaya
operasional perusahaan serta meningkatnya biaya penyisihan kerugian piutang.
Dari hasil perhitungan atas laporan keuangan yang di terbitkan oleh
perbankan untuk 1, 2 dan 3 tahun sebelum bank-bank mengalami kebangkrutan/
ketidakbangkrutan, maka di peroleh rasio X3 sebagai berikut:
Tabel 4 : Rasio earning before interest and tax to total assets tahun 2001,
2002 dan 2003 serta perubahanya
Change Change Change No Nama Bank 2001 2002
(01-02) 2003
(02-03) average1 Bank Danpac 0,02 0,01 -40% 0,01 -9% -24%2 Bank Global Internasional 0,00 0,00 -35% 0,00 81% 23%3 Bank Pikko 0,01 0,01 5% -0,04 -531% -263%4 Bank Artha Niaga Kencana 0,01 0,01 -31% 0,01 21% -5%5 Bank BNI (Persero) 0,09 0,08 -3% 0,06 -25% -14%6 Bank Buana Indonesia 0,03 0,03 -8% 0,02 -17% -13%7 Bank Bumiputera Indonesia 0,01 0,01 48% 0,01 8% 28%8 Bank Central Asia 0,03 0,03 -5% 0,02 -19% -12%9 Bank CIC Internasional -0,01 -0,09 -642% 0,00 102% -270%10 Bank Danamon Indonesia 0,01 0,02 47% 0,03 42% 44%11 Bank Eksekutif Internasional -0,01 0,01 209% 0,03 149% 179%12 Bank Internasional Indonesia -0,11 0,00 104% 0,01 103% 103%13 Bank Inter-Pacific 0,03 0,01 -79% 0,01 32% -23%14 Bank Lippo 0,01 -0,01 -171% -0,01 41% -65%15 Bank Mayapada Internasional -0,02 0,00 121% 0,01 131% 126%16 Bank Mega 0,00 0,02 522% 0,03 32% 277%17 Bank Niaga 0,00 0,00 1% 0,02 455% 228%18 Bank NISP 0,01 0,01 -5% 0,01 16% 5%19 Bank Nusantara Parahyangan 0,02 0,02 5% 0,02 -3% 1%20 Bank PAN Indonesia 0,00 0,09 7296% 0,03 -71% 3613%21 Bank Permata 0,01 -0,03 -448% 0,02 162% -143%22 Bank Swadesi 0,04 0,03 -25% 0,02 -35% -30%23 Bank Victoria Internasional 0,00 0,01 17% 0,01 3% 10% Average 0,009 0,013 37% 0,015 17% 27%
Secara umum bank-bank go public di BEJ mempunyai kemampuan
profitabilitas yang cukup baik, hal tersebut di tunjukkan dengan sedikitnya
bank-bank yang mempunyai rasio earning before interest and tax to total
assets (X3) negatif. Rasio X3 positif dari bank-bank tersebut jumlahnya tidak
terlalu besar yang di sebabkan karena peningkatan profitabilitas yang terjadi
tidak sebanding dengan peningkatan aktiva yang besar, akan tetapi secara
keseluruhan bank-bank menunjukkan peningkatan profitabilitas.
Data di atas juga menunjukkan, hanya Bank CIC Internasional yang
tahun 2001 dan 2002 mempunyai rasio X3 negatif, akan tetapi di tahun 2003
rasio X3 bank tersebut menunjukkan adanya peningkatan kinerja. Sedangkan
Bank Pikko yang sebelumnya mempunyai rasio X3 cukup baik, akan tetapi di
tahun 2003 bank tersebut mengalami penurunan kinerja rasio X3 yang tajam.
Bank Bumiputera, Bank Danamon Indonesia, Bank Eksekutif Indonesia, Bank
Internasional Indonesia, Bank Mayapada Internasional, Bank Mega, dan Bank
Viktoria Internasional, adalah bank-bank yang konsisten mengalami peningkatan
rasio X3 setiap tahun. Sedangkan Bank BNI merupakan bank yang mempunyai
rasio X3 terbesar, hal tersebut karena Bank BNI mampu mengelola asetnya
dengan baik dalam menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak.
Kondisi secara umum menunjukkan bahwa laba sebelum bunga dan
pajak bank-bank go public di BEJ menunjukkan peningkatan pada tahun 2002
sebesar 22 % dari tahun 2001, akan tetapi kemudian bank-bank tersebut
menunjukkan sedikit penurunan rasio X3 pada tahun 2003 sebesar -1,4 %. Di
sisi lain nilai aktivanya menunjukkan peningkatan, yaitu pada tahun 2002
sebesar 2 % di bandingkan tahun 2001, sedangkan pada tahun 2003 meningkat
sebesar 9 % dari tahun 2002. Hal tersebut menyebabkan rasio X3 secara
keseluruhan menunjukkan peningkatan sebesar 37 % pada tahun 2002 bila di
bandingkan pada tahun 2001, dan kemudian menunjukkan peningkatan lagi
yaitu sebesar 17 % di tahun 2003 bila di bandingkan tahun 2002
4. Variabel independen market value equity to book value of total debt (X4)
Market value equity to book value of total debt merupakan variabel
yang dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk
menjamin setiap hutangnya dengan modal sendiri yang di miliki. Variabel ini
dapat di cari dengan membandingkan harga pasar modal sendiri dengan total
hutang bank. Semakin besar variabel ini, maka menunjukkan semakin besar
tingkat kepercayaan dunia usaha khususnya para investor terhadap kinerja
manajemen bank. Hal tersebut akan menambah kepercayaan para debitur
tentang keamanan dana mereka, sehingga di harapkan bank akan memperoleh
total deposits dari nasabah dengan jumlah besar. Dana dari deposan tersebut
merupakan dana yang akan di gunakan bagi bank untuk penyaluran kredit.
Besarnya variabel X3 juga mengindikasikan semakin besar harga
saham perusahaan, semakin banyak total listed saham bank tersebut dan
semakin sedikit total liabilities serta semakin besar total assets perusahaan.
Sedangkan variabel market value equity to book value of total debt (X3) yang
kecil mengindikasikan adanya harga saham yang semakin menurun. Hal
tersebut juga mengindikasikan semakin sedikitnya total listed share saham
bank, semakin banyak jumlah liabilities perusahaan dan semakin tidak
terjamin keamanan dana para deposan.
Dari hasil perhitungan atas laporan keuangan yang telah di terbitkan
oleh perbankan untuk 1, 2 dan 3 tahun sebelum bank-bank mengalami
kebangkrutan/ketidakbangkrutan, di peroleh hasil rasio X4 sebagai berikut:
Tabel 5 : Rasio market value equity to book value of total debt tahun 2001,
2002 dan 2003 serta perubahanya
Change Change ChangeNo Nama Bank 2001 2002
(01-02) 2003
(02-03) average1 Bank Danpac 0,19 0,12 -38% 0,10 -20% -29%2 Bank Global Internasional 0,43 0,23 -47% 0,24 7% -20%3 Bank Pikko 0,11 0,04 -62% 0,06 30% -16%4 Bank Artha Niaga Kencana 0,20 0,19 -9% 0,20 6% -1%5 Bank BNI (Persero) 0,15 0,18 27% 0,14 -24% 2%6 Bank Buana Indonesia 0,08 0,17 118% 0,25 44% 81%7 Bank Bumiputera Indonesia 0,01 0,16 1861% 0,11 -34% 913%8 Bank Central Asia 0,09 0,14 51% 0,17 18% 34%9 Bank CIC Internasional 0,03 0,02 -32% 0,17 607% 288%10 Bank Danamon Indonesia 0,14 0,20 43% 0,21 7% 25%11 Bank Eksekutif Internasional 0,08 0,04 -48% 0,04 0% -24%12 Bank Internasional Indonesia 0,07 0,07 1% 0,17 134% 67%13 Bank Inter-Pacific 1,77 0,21 -88% 3,03 1340% 626%14 Bank Lippo 0,06 0,04 -20% 0,07 58% 19%15 Bank Mayapada Internasional 0,08 0,09 10% 0,08 -3% 4%16 Bank Mega 0,04 0,08 94% 0,08 4% 49%17 Bank Niaga 0,21 0,13 -41% 0,12 -2% -21%18 Bank NISP 0,02 0,08 244% 0,09 7% 126%19 Bank Nusantara Parahyangan 0,06 0,07 10% 0,06 -12% -1%20 Bank PAN Indonesia 0,02 0,09 385% 0,28 225% 305%21 Bank Permata 0,10 0,18 82% 0,21 18% 50%22 Bank Swadesi 0,05 0,21 300% 0,20 -6% 147%23 Bank Victoria Internasional 0,02 0,02 5% 0,03 104,5% 55%
Average 0,175 0,120 -31% 0,265 120,9% 45%
Dari data tersebut menunjukkan Bank Buana Indonesia, Bank
Danamon Indonesia, Bank PAN Indonesia, Bank Permata dan Bank Swadesi
merupakan bank yang mempunyai rasio X4 yang besar serta menunjukkan
adanya konsistensi peningkatan rasio X4 setiap tahun. Peningkatan rasio X4
tersebut di sebabkan karena market value equity bank-bank tersebut
mengalami peningkatan cukup tinggi setiap tahunnya. Sedangkan di sisi yang
lain, total debt hanya mengalami kenaikan yang kecil dan cenderung tetap,
bahkan Bank PAN Indonesia mempunyai total debt yang terus mengalami
penurunan yang besar setiap tahunnya
Bank Niaga dan Bank Danpac merupakan bank yang mempunyai rasio
X4 yang besar, tetapi menunjukkan konsistensi penurunan rasio X4 setiap
tahun. Bank Inter-Pacific merupakan bank yang mempunyai rasio X4 yang
sangat fenomenal di mana market value equity bank tersebut mencapai sebesar
177 % pada tahun 2001 di bandingkan dengan nilai buku kewajibanya. Pada
tahun 2002, rasio X4 Bank Inter-Pacific mengalami penurunan ke titik yang
normal yaitu sebesar 21 %, akan tetapi kemudian meningkat tajam pada tahun
2003 menjadi 303 %. Kondisi tersebut di sebabkan oleh tingginya harga
saham bank tersebut serta sangat fluktuatif. Faktor yang lain karena adanya
penurunan nilai buku hutang, di mana pada tahun 2002 total hutangnya
menurun sebesar 30 % dan pada tahun 2003 menurun sebesar 17 %.
Demikian pula Bank CIC Internasional yang mempunyai rasio X4nya
mengalami peningkatan yang tajam pada tahun 2003, yaitu sebesar 6 kali lipat
di bandingkan tahun 2002. Hal tersebut karena listing yang di lakukan dapat
meningkatkan harga relatif saham bank tersebut, di samping total listed
sharenya juga mengalami peningkatan
Kondisi market value equity bank-bank tersebut secara umum
menunjukkan peningkatan sebesar 29 % pada tahun 2002 di bandingkan pada
tahun 2001, sedangkan pada tahun 2003 meningkat sebesar 21 % di
bandingkan tahun 2002. Di sisi yang lain nilai buku kewajiban menunjukkan
penurunan sebesar -1 % pada tahun 2002 di bandingkan tahun 2001, serta
mengalami peningkatan sebesar 8 % pada tahun 2003 di bandingkan tahun
2002. Kondisi tersebut menyebabkan rasio market value equity to book value
of total debt mengalami penurunan sebesar 31 % pada tahun 2002 dan
meningkat sebesar 120 % pada tahun 2003.
5. Variabel independent sales to total assets (X5)
Variabel ini merupakan variabel independen yang menunjukkan
seberapa besar kemampuan bank dalam memperoleh revenue atas aktiva yang
telah digunakan. Semakin besar rasio ini maka semakin efektif penggunaan
aktiva untuk mendapatkan revenue yang di tunjukkan dengan meningkatnya
pendapatan bunga, meningkatnya pendapatan provisi dan komisi, menurunnya
penyisihan kerugian piutang dan kerugian lainnya serta menurunnya aktiva
tidak produktif. Sedangkan semakin kecil rasio ini maka semakin inefektif
kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva untuk mendapatkan revenue.
Hal tersebut di tunjukkan dengan menurunnya pendapatan bunga, menurunnya
pendapatan provisi dan komisi, meningkatnya penyisihan kerugian piutang
dan kerugian lainnya serta meningkatnya aktiva tidak produktif.
Dari perhitungan yang di lakukan atas laporan keuangan pada 1, 2 dan
3 tahun sebelum mengalami kebangkrutan/ketidakbangkrutan, maka di
peroleh hasil rasio sales to total assets sebagai berikut :
Tabel 5: Rasio sales to total assets tahun 2001, 2002
dan 2003 serta perubahanya
Change Change ChangeNo Nama Bank 2001 2002
(01-02) 2003
(02-03) average1 Bank Danpac 0,19 0,18 -4% 0,18 -1% -2%2 Bank Global Internasional 0,13 0,02 -86% 0,02 15% -35%3 Bank Pikko 0,07 0,06 -8% 0,09 44% 18%4 Bank Artha Niaga Kencana 0,14 0,12 -10% 0,11 -9% -10%5 Bank BNI (Persero) 0,12 0,13 7% 0,12 -10% -1%6 Bank Buana Indonesia 0,14 0,14 -3% 0,12 -18% -11%7 Bank Bumiputera Indonesia 0,13 0,16 18% 0,14 -11% 3%8 Bank Central Asia 0,14 0,13 -8% 0,10 -21% -14%9 Bank CIC Internasional 0,10 0,08 -15% 0,10 27% 6%10 Bank Danamon Indonesia 0,14 0,16 10% 0,14 -9% 0%11 Bank Eksekutif Internasional 0,22 0,20 -10% 0,19 -7% -8%12 Bank Internasional Indonesia 0,13 0,10 -21% 0,03 -70% -46%13 Bank Inter-Pacific 0,13 0,12 -5% 0,08 -32% -18%14 Bank Lippo 0,12 0,11 -6% 0,09 -19% -13%15 Bank Mayapada Internasional 0,10 0,12 20% 0,14 17% 19%16 Bank Mega 0,13 0,17 23% 0,12 -27% -2%17 Bank Niaga 0,12 0,14 12% 0,12 -12% 0%18 Bank NISP 0,11 0,11 -7% 0,11 3% -2%19 Bank Nusantara Parahyangan 0,10 0,13 22% 0,09 -28% -3%20 Bank PAN Indonesia 0,12 0,23 87% 0,14 -40% 24%21 Bank Permata 0,06 0,09 50% 0,12 42% 46%22 Bank Swadesi 0,16 0,14 -10% 0,12 -15% -13%23 Bank Victoria Internasional 0,11 0,16 40% 0,12 -21% 9%
Average 0,127 0,130 2% 0,113 -13% -5%
Data tersebut menunjukkan bahwa Bank Pikko dan Bank Permata
merupakan bank yang mempunyai rasio X5 yang kecil, tetapi secara rata-rata
menunjukkan peningkatan rasio X5 setiap tahun. Peningkatan rasio X5 pada
Bank Pikko di dukung oleh penurunan nilai aktiva bank tersebut akibat adanya
penurunan penempatan dana di bank lain serta di dukung peningkatan
pendapatan bunga. Peningkatan rasio X5 pada Bank Permata di sebabkan
karena pendapatan bunga Bank Permata mengalami peningkatan yang besar
yaitu 53 % per tahun, sedangkan di sisi yang lain total asetnya hanya
mengalami kenaikan sebesar 4 % per tahun.
Bank Global Internasional, Bank Internasional Indonesia dan Bank
Inter-Pacific merupakan bank-bank yang mengalami penurunan rasio X5 tiap
tahun dan bank-bank tersebut juga mempunyai rasio X5 yang kecil pada tahun
2003. Kondisi tersebut di sebabkan karena penurunan pendapatan bunga yang
tajam serta adanya peningkatan dana kas dan aktiva tetap bank-bank tersebut.
Sedangkan Bank Eksekutiif Internasional merupakan bank yang mempunyai
rasio X5 paling besar walapun menunjukkan penurunan rasio tiap tahunnya.
Hal tersebut karena pendapatan bunga Bank Eksekutif Internasional hanya
mengalami peningkatan sebesar 4 % per tahun, sedangkan total asetnya
mengalami peningkatan sebesar 12 % per tahun yang disebabkan oleh
peningkatan aktiva tetap.
Secara umum pendapatan bunga bank-bank tersebut hanya mengalami
kenaikan yang tidak berarti, yaitu pada tahun 2002 hanya mengalami
peningkatan sebesar 6 % dan kemudian mengalami penurunan sebesar 8 %
pada tahun 2003. Di sisi lain nilai aktivanya cenderung tetap pada tahun 2002
dan meningkat sebesar 10 % pada tahun 2003. Kondisi ini menyebabkan rasio
X5 mengalami kenaikan hanya sebesar 4 % pada tahun 2002 dan mengalami
penurunan sebesar 8,5 % pada tahun 2004. Secara keseluruhan rasio X5 antara
satu bank dengan bank lainya tidak menunjukkan perbedaan yang berarti.
4.1.3. Hasil Statistik
1. Hasil statistik tahun 2001
Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan sarana program SPSS
for Windows realese 11.00 telah menghasilkan persamaan estimasi fungsi
diskriminan sebagai berikut:
Z : 1,751 – 4,410 X1 + 7,244 X2 + 6,875 X3 + 7,835 X4 – 16,298 X5
Fungsi diskriminan tersebut secara uji statistik dengan menggunakan
multivariate test of significantce, dengan uji walks’s lamda menghasilkan
tingkat signifikansi sebesar 0,227. Dengan angka tersebut sesuai standar taraf
signifikansi sebesar 5 %, maka dapat di simpulkan bahwa fungsi diskriminan
tidak signifikan, yang berarti bahwa nilai rata-rata score diskriminan untuk
kedua kelompok bank baik yang mengalami kebangkrutan maupun tidak
mengalami kebangkrutan tidak berbeda secara signifikan.
Pengujian secara parsial juga menunjukkan tidak satupun rasio-rasio
yang ada dalam penelitian Altman mempunyai tingkat signifikansi di bawah
ambang batas taraf signifikansi 5 %. Hal tersebut bararti bahwa secara parsial
dan simultan rasio-rasio yang ada dalam penelitian Altman bukan merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi kebangkrutan/ketidakbangkrutan pada
perbankan go public di Bursa Efek Jakarta
Output statistik juga menunjukkan rata-rata score diskriminan untuk
kelompok bank yang mengalami kebangkrutan adalah sebesar 1,660 dan rata-
rata score diskriminan untuk kelompok bank yang tidak mengalami
kebangkrutan adalah sebesar -0,249. Hal tersebut berarti memberikan nilai cut
off sebesar 0,000. Dengan nilai cut off sebesar itu maka terdapat 6 bank yang
di prediksikan akan mengalami kebangkrutan dan 17 bank lainnya di
prediksikan tidak akan mengalami kebangkrutan. Sedangkan output juga
menunjukkan terdapat 3 misclassified case dengan tingkat ketepatan prediksi
kebangkrutan sebesar 87 %.
2. Hasil statistik tahun 2002
Hasil perhitungan statistik untuk data laporan keuangan tahun 2002
menghasilkan persamaan estimasi fungsi diskriminan sebagai berikut:
Z : 4,202 + 2,104 X1 + 1,785 X2 + 20,336 X3 – 4,071 X4 – 29,867 X5
Fungsi diskriminan tersebut secara uji statistik dengan menggunakan
multivariate test of significantce dengan uji walks’s lamda menghasilkan
tingkat signifikansi sebesar 0,339. Dengan angka tersebut sesuai standar taraf
signifikansi sebesar 5 % dapat di simpulkan bahwa fungsi diskriminan tidak
signifikan, yang berarti bahwa nilai rata-rata score diskriminan untuk kedua
kelompok bank tidak berbeda secara signifikan.
Pengujian secara parsial juga menunjukkan bahwa tidak satupun rasio-
rasio yang ada dalam penelitian Altman mempunyai tingkat signifikansi di
bawah ambang batas taraf signifikansi sebesar 5 %. Hal tersebut berarti bahwa
secara parsial dan simultan, rasio-rasio yang ada dalam penelitian Altman
bukan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kebangkrutan/
ketidakbangkrutan yang terjadi pada perusahaan perbankan yang go public di
Bursa Efek Jakarta
Output statistik juga menunjukkan rata-rata score diskriminan untuk
kelompok bank yang mengalami kebangkrutan adalah sebesar 1,479 dan rata-
rata score diskriminan untuk kelompok bank yang tidak mengalami
kebangkrutan adalah sebesar -0,222. Hal tersebut berarti memberikan nilai cut
off sebesar 0,000. Dengan nilai cut off sebesar itu, maka terdapat 3 bank yang
di prediksikan akan mengalami kebangkrutan dan 20 bank lainnya di
prediksikan tidak akan mengalami kebangkrutan. Sedangkan output juga
menunjukkan terdapat 2 misclassified case dengan tingkat ketepatan prediksi
kebangkrutan sebesar 91,3 %.
3. Hasil statistik tahun 2003
Hasil perhitungan statistik untuk data laporan keuangan tahun 2003
menghasilkan persamaan estimasi fungsi diskriminan sebagai berikut:
Z : 1,812 + 4,329 X1 + 2,157 X2 – 62,960 X3 -0,301 X4 – 8,076 X5
Fungsi diskriminan tersebut secara uji statistik dengan menggunakan
multivariate test of significantce dengan uji walks’s lamda menghasilkan
tingkat signifikansi sebesar 0,115. Dengan angka tersebut sesuai standar taraf
signifikansi sebesar 5%, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi diskriminan
tidak signifikan, yang berarti bahwa nilai rata-rata score diskriminan untuk
kedua kelompok bank baik yang mengalami kebangkrutan maupun yang tidak
mengalami kebangkrutan tidak berbeda secara signifikan. Hal tersebut berarti
bahwa secara simultan rasio-rasio yang ada dalam penelitian Altman bukan
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kebangkrutan/ketidakbangkrutan
pada perbankan go public di Bursa Efek Jakarta.
Pengujian secara parsial juga menunjukkan bahwa hanya rasio earning
before interset and tax to total assets (X3) yang mempunyai nilai di bawah
ambang batas taraf signifikansi 5 % yaitu sebesar 2,8 %. Hal ini berarti bahwa
rasio earning before interset and tax to total assets (X3) merupakan faktor
yang mempengaruhi kebangkrutan/ketidakbangkrutan pada perusahaan
perbankan go piblic di BEJ secara parsial
Output statistik juga menunjukkan rata-rata score diskriminan untuk
kelompok bank yang mengalami kebangkrutan adalah sebesar 1,931 dan rata-
rata score diskriminan untuk kelompok bank yang tidak mengalami
kebangkrutan adalah sebesar -0,290. Hal tersebut berarti memberikan nilai cut
off sebesar -0,007. Dengan nilai cut off sebesar itu, maka terdapat 4 bank yang
di prediksikan akan mengalami kebangkrutan di masa yang akan datang dan
19 bank lainnya di prediksikan tidak akan mengalami kebangkrutan di masa
yang akan datang. Sedangkan output juga menunjukkan terdapat 3
misclassified case dengan tingkat ketepatan prediksi kebangkrutan metode
multivariate discriminant analisys sebesar 87 %.
4. Hasil statistik rata-rata selama 3 tahun (tahun 2001, 2002 dan 2003)
Hasil perhitungan statistik untuk rata-rata atas laporan keuangan
perbankan go public di BEJ tahun 2001, 2002 dan 2003 menghasilkan
persamaan estimasi fungsi diskriminan sebagai berikut:
Z : 2,524 – 3,056 X1 + 7,181 X2 – 9,465 X3 +8,884 X4 – 23,316 X5
Fungsi diskriminan tersebut secara uji statistik dengan menggunakan
multivariate test of significantce dengan uji walks’s lamda menghasilkan
tingkat signifikansi sebesar 0,418. Dengan angka tersebut, sesuai standard
taraf signifikansi sebesar 5 % dapat di simpulkan bahwa fungsi diskriminan
tidak signifikan, yang berarti bahwa nilai rata-rata score diskriminan untuk
kedua kelompok bank baik yang mengalami kebangkrutan maupun tidak
mengalami kebangkrutan tidak berbeda secara signifikan.
Pengujian secara parsial juga menunjukkan tidak satupun rasio-rasio
yang ada dalam penelitian Altman mempunyai tingkat signifikansi di bawah
ambang batas taraf signifikansi 5 %. Hal tersebut juga berarti bahwa secara
parsial dan simultan rasio-rasio yang ada dalam penelitian Altman bukan
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kebangkrutan/ketidakbangkrutan
pada perbankan go public di Bursa Efek Jakarta
Output statistik juga menunjukkan bahwa rata-rata score diskriminan
untuk kelompok bank yang mengalami kebangkrutan adalah sebesar 1,371.
Sedangkan rata-rata score diskriminan untuk kelompok bank yang tidak
mengalami kebangkrutan adalah sebesar -0,206. Hal tersebut berarti bahwa
rata-rata score diskriminan memberikan nilai cut off sebesar -0,007. Dengan
nilai cut off sebesar itu maka terdapat 4 bank yang diprediksikan akan
mengalami kebangkrutan dan 19 bank lainnya di prediksikan tidak akan
mengalami kebangkrutan. Sedangkan output juga menunjukkan terdapat 3
misclassified case dengan tingkat ketepatan prediksi kebangkrutan sebesar 87 %.
4.2. PEMBAHASAN
4.2.1. Analisis Prediksi Kebangkrutan
1. Analisis prediksi kebangkrutan pada 1 tahun sebelum kebangkrutan/
ketidakbangkrutan ( Tahun 2003 )
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa 4 bank yang di prediksikan
akan mengalami kebangkrutan. Bank-bank tersebut adalah Bank Global
Internasional, Bank Pikko, Bank CIC Internasional dan Bank Viktoria
Internasional. Bank Danpac yang termasuk dalam kategori bank yang
mengalami kebangkrutan, ternyata di prediksikan tidak akan mengalami
kebangkrutan di masa yang akan datang.
Sesuai dengan hasil persamaan diskriminan yang telah di hasilkan,
maka faktor yang paling menentukan besarnya score diskriminan adalah
variabel earning before interest and tax to total assets (X3) dan variabel sales
to total assets (X5) kemudian retairned earning (X2) dan market value equity
to book value of total debt (X4). Sehingga untuk Bank CIC Internasional di
harapkan untuk dapat meningkatkan rasio X3 dan rasio X2 yang telah
menunjukkan negatif dengan cara meningkatkan laba di tahan. Hal tersebut di
lakukan karena laba di tahan Bank CIC Internasional menunjukkan negatif
yang besar di bandingkan dengan total assetsnya. Rugi tersebut di sebabkan
karena telah memberikan bunga yang terlalu tinggi (beban bunga tinggi), rugi
penjualan efek yang besar, penyisihan kerugian piutang yang tinggi serta
amortisasi diskon dari pelunasan awal L/C GSM, oleh karana itu bank harus
meningkatkan kinerja pada pos-pos tersebut. Sedangkan di sisi lain besarnya
nilai aktiva Bank CIC Internasional di sebabkan oleh besarnya aktiva yang di
ambil alih oleh bank dan aktiva lain-lain sehingga aktiva tetap tersebut kurang
produktif untuk menghasilkan keuntungan. Dengan kondisi tersebut Bank CIC
Internasional dapat mempertimbangkan untuk mengkonversi aktiva kurang
produktif tersebut menjadi aktiva lancar yang lebih produktif untuk
menghasilkan keuntungan. Cara tersebut di lakukan dengan menggunakan
dana hasil konversi aktiva kurang produktif menjadi penyaluran kredit,
sehingga di harapkan akan dapat meningkatkan rasio X5
Bank CIC Internasional juga di harapkan dapat meningkatkan variabel
market value equity to book value of total debt (X4) dengan mempertimbangkan
untuk melakukan warrant. Hal tersebut di lakukan karena warrant yang
pernah di lakukan oleh Bank CIC Internasional pada bulan maret 2003, telah
berhasil meningkatkan nilai jual relatif sahamnya sebesar 21 %.
Bank Viktoria Internasional juga di harapkan untuk dapat
meningkatkan kinerja keuangan agar terhindar dari bahaya kebangkrutan di
masa yang akan datang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
mengkonversi sebagian notes and securities yang jumlahnya sangat besar
yaitu mencapai rata-rata 60 % dari total asetnya per tahun, menjadi penyaluran
kredit. Sehingga dengan konversi tersebut diharapkan akan dapat
meningkatkan rasio sales to total assets (X5) dan pada akhirnya juga akan
meningkatkan rasio X3 dan X2. Bank Viktoria Internasional juga diharapkan
untuk dapat menurunkan bunga time deposits yang diberikan kepada nasabah
karena terlalu besar. Besarnya bunga time deposits tersebut telah
menyebabkan tingginya beban bunga, disamping juga mendorong
meningkatnya liabilities berupa time deposit yang besar. Dengan penurunan
bunga tersebut diharapkan akan menurunkan beban bunga dan laba perbankan
akan meningkat serta pada akhirnya rasio X2 dan X3 juga akan meningkat.
Penurunan bunga time deposits juga diharapkan akan menurunkan time
deposits sehingga total debt akan menurun dan pada akhirnya rasio X4 Bank
Viktoria Internasional akan meningkat. Cara yang lain untuk meningkatkan
rasio X4 adalah dengan melakukan warrant. Hal tersebut dilakukan karena
warrant yang pernah dilakukan oleh Bank Viktoria Internasional pada tahun
2002 sebanyak 4 kali telah mampu meningkatkan harga jual relatif sahamnya
sebesar 22 %. Dengan tingginya harga jual saham, maka market value equity
akan tinggi pula dan rasio X4 pada akhirnya akan meningkat.
2. Analisis prediksi kebangkrutan pada 2 tahun sebelum kebangkrutan/
ketidakbangkrutan ( Tahun 2002 )
Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat 3 bank yang di
prediksikan akan mengalami kebangkrutan. Bank-bank tersebut adalah Bank
Global Internasional, Bank Pikko dan Bank NISP. Bank Danpac yang
termasuk dalam kategori kelompok bank bangkrut ternyata di prediksikan
tidak akan mengalami kebangkrutan.
Sesuai dengan hasil persamaan diskriminan yang telah di hasilkan,
maka faktor yang paling menentukan besarnya score diskriminan adalah
variabel earning before interest and tax to total assets (X3). Sehingga Bank
NISP di harapkan untuk dapat meningkatkan rasio X3 yang hanya sebesar
0,01. Hal tersebut dapat di lakukan dengan cara meningkatkan akumulasi laba
sebelum bunga dan pajak, karena di sebabkan oleh tingginya beban bunga,
sedangkan pendapatan bunganya tidak terlalu tinggi. Sehingga perlu di
lakukan pemberian bunga simpanan yang lebih rendah dan meningkatkan
penyaluran kredit dengan memperhatikan kualitas kredit yang di berikan agar
dapat menurunkan biaya penyisihan kerugian piutang.
3. Analisis prediksi kebangkrutan pada 3 tahun sebelum kebangkrutan/
ketidakbangkrutan ( Tahun 2001 )
Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat 6 bank yang di
prediksikan akan mengalami kebangkrutan. Bank-bank tersebut yaitu Bank
Danpac, Bank Global Internasional, Bank Pikko, Bank Artha Niaga Kencana,
Bank Mayapada Internasional dan Bank Pan Indonesia.
Sesuai dengan hasil persamaan diskriminan yang telah di hasilkan
maka faktor yang paling menentukan besarnya score diskriminan adalah
variabel market value equity to book value of total debt (X4), retairned
earning to total asset (X2) dan earning before interest and tax to total assets
(X3). Bank-bank pada kelompok bank yang tidak mengalami kebangkrutan,
tetapi diprediksikan akan mengalami kebangkrutan di harapkan untuk dapat
melakukan perbaikan kinerja keuangan agar terhindar dari bahaya
kebangkrutan yang akan terjadi.
Bank Artha Niaga Kencana di harapkan dapat meningkatkan rasio X4
dengan cara melakukan pembagian deviden, karena pembagian deviden yang
pernah di lakukan pada tanggal 24 april 2003 untuk tahun 2002, di mana
perusahaan membagikan deviden sebesar Rp. 10,00 per lembar saham,
ternyata mampu menaikkan harga jual relatif saham sebesar 18 % dari Rp.
850,00 per lembar menjadi Rp.1.000,00 per lembar saham. Secara matematis,
dengan melakukan pembagian deviden bank masih mendapatkan keuntungan
sebesar Rp.140,00 per lembar saham atas kelebihan kenaikan harga saham
yang terjadi pada tahun 2003. Bank Artha Niaga Kencana juga di harapkan
mampu meningkatkan rasio X2 dan X3 dengan cara menurunkan biaya
operasional perusahaan yang mencapai sebesar 92 % di bandingkan dengan
pendapatan bunga kotor. Selain itu penjualan kredit yang jumlahnya sedikit
yaitu hanya mencapai sebesar 56 % di bandingkan dengan total deposits, perlu
di tingkatkan penyaluran kreditnya serta meningkatkan kualitas pemberian
kredit sehingga dapat menekan besarnya biaya penyisihan kerugian piutang.
Bank Mayapada Internasional di harapkan mampu meningkatkan rasio
X4 dengan cara melakukan right issue, karena right issue yang pernah di
lakukan oleh bank pada tanggal 19 Juli 2002 telah terbukti mampu
meningkatkan nilai jual relatif saham bank tersebut sebesar 60 %. Selain itu
juga Bank Mayapada Internasional di harapkan mampu meningkatkan kinerja
rasio X2 dan rasio X3 dengan cara menurunkan beban bunga yang telah
mencapai 120 % bila di bandingkan dengan pendapatan bunga kotornya.
Penjualan kreditnya juga di harapkan dapat di tingkatkan yang hanya 60 % di
bandingkan total deposits. Hal lainya adalah melakukan konversi atas other
assets yang kurang produktif karena jumlahnya sangat besar (sebesar 33 %
dari total assets) menjadi aktiva lancar yang lebih produktif, sehingga dapat di
manfaatkan untuk menghasilkan keuntungan yang lebih baik.
Bank PAN Indonesia juga di harapkan mampu meningkatkan rasio X4
dengan cara melakukan warrant, karena warrant yang telah di lakukan pada
tahun 2002 oleh Bank PAN Indonesia, ternyata mampu meningkatkan nilai
jual relatif sahamnya sebesar 200 %. Bank PAN Indonesia juga di harapkan
mampu meningkatkan rasio X2 dan rasio X4 dengan cara menurunkan beban
operasional yang telah mencapai 101 % dari pendapatan bunga kotor. Selain
itu penjualan kredit masih kecil dan perlu di tingkatkan, yaitu hanya sebesar
46 % bila dibandingkan dengan total deposits. Tindakan lainya adalah
melakukan konversi atas other assets yang kurang produktif karena jumlahnya
sangat besar (mencapai sebesar 52 % dari total assets) menjadi aktiva lancar
yang lebih produktif, sehingga bisa di manfaatkan untuk menghasilkan
keuntungan yang lebih baik.
4. Analisis prediksi kebangkrutan pada rata-rata selama 3 tahun sebelum
kebangkrutan/ketidakbangkrutan ( Tahun 2001, 2002 dan 2003)
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa 4 bank yang di prediksikan
akan mengalami kebangkrutan. Bank-bank tersebut yaitu Bank Global
Internasional, Bank Pikko, Bank Artha Niaga Kencana dan Bank BNI.
Sedangkan Bank Danpac dan bank lainnya di prediksikan tidak akan
mengalami kebangkrutan di masa yang akan datang.
Sesuai dengan hasil persamaan diskriminan, maka faktor yang paling
menentukan besarnya score diskriminan adalah variabel sales to total assets
(X5), variabel retairned earning to total asset (X2), earning before interest
and tax to total assets (X3) dan rasio market value equity to book value of
total debt (X5). Bank-bank yang di prediksikan akan mengalami kebangkrutan
di harapkan untuk dapat melakukan perbaikan kinerja keuangan, sehingga di
masa yang akan datang dapat terhindar dari kebangkrutan.
Bank Artha Niaga Kencana di harapkan mampu meningkatkan rasio
X5, X2 dan X3 dengan cara menurunkan biaya operasional yang terus
mengalami peningkatan sebesar 10 % per tahun, sedangkan pendapatan bunga
kotor bank tersebut hanya meningkat sebesar 7 % per tahun. Selain itu
penjualan kredit yang sedikit perlu di tingkatkan untuk meningkatkan laba.
Sedangkan dana kas penempatan di Bank Indonesia yang jumlahnya besar,
dapat di pertimbangkan untuk digunakan dalam penyaluran kredit. Dengan
penyaluran kredit tersebut diharapkan akan mampu meningkatkan pendapatan
bunga, mengingat penjualan kredit Bank Artha Niaga Kencana mempunyai
bunga lebih tinggi di bandingkan penempatan di Bank Indonesia. Dengan
adanya peningkatan pendapatan bunga, maka rasio sales to total asset X5 akan
meningkat dan laba perbankan juga akan meningkat (rasio X3) serta laba di
tahan juga akan meningkat (rasio X2)
Bank BNI di harapkan dapat meningkatkan rasio X4 dengan cara
melakukan penjualan obligasi pemerintah (termasuk kelompok aktiva lancar)
ke pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa seperti yang pernah di
lakukan pada tahun 2002, yang ternyata mampu meningkatkan nilai X4
sebesar 27 %. Penjualan tersebut di satu sisi dapat menyebabkan nilai
aktivanya menurun, tetapi di sisi lain penyaluran kredit dan labanya
mengalami peningkatan (rasio X5, X3 dan X2 meningkat) akibat adanya
pengalihan dana dari hasil penjualan obligasi pemerintah yang jumlahnya
besar tersebut ke dalam penyaluran kredit. Bank BNI juga di harapkan untuk
tidak melakukan reserve stock split seperti yang di lakukan pada tahun 2003
dengan cara menggabung 15 saham menjadi 1 saham (reserve stock split),
karena menyebabkan menurunnya nilai pasar saham relatif sebesar 21 %.
Bank BNI juga di harapkan mampu meningkatkan rasio X5, X3 dan
X2 dengan cara melakukan perbaikan kinerja kredit, di mana penyisihan
kerugian piutang meningkat 473 % dari tahun 2002 ke tahun 2003. Sedangkan
di sisi lain penjualan kreditnya hanya mengalami peningkatan sebesar 22 %,
akan tetapi pendapatan bunganya mengalami penurunan sebesar 6 %.
4.2.2. Analisis Ketepatan Prediksi Kebangkrutan
1. Analisis ketepatan prediksi kebangkrutan pada 1 tahun sebelum kebangkrutan/
ketidakbangkrutan ( Tahun 2003 )
Output statistik menunjukkan bahwa terdapat 3 kesalahan prediksi
kebangkrutan dengan kenyataan yang terjadi. Kesalahan tersebut adalah
kesalahan memprediksi tidak akan ada tendensi kebangkrutan pada Bank
Danpac akan tetapi ternyata bank tersebut mengalami kebangkrutan.
Kesalahan yang kedua adalah kesalahan memprediksi akan adanya tendensi
kebangkrutan pada Bank CIC Internasional dan Bank Viktoria Internasional,
akan tetapi dalam kenyataanya bank tersebut belum mengalami kebangkrutan.
Kesalahan prediksi pada PT. Bank CIC Internasional, Tbk di sebabkan
karena bank tersebut mengalami peningkatan kinerja yang cukup signifikan
pada tahun terjadinya ketidakbangkrutan. Hal tersebut di tunjukkan oleh
adanya peningkatan modal kerja sebesar 77 % pada tahun 2003, laba di tahan
juga mengalami peningkatan sebesar 18 %, laba sebelum bunga dan pajak
juga meningkat sebesar 80 %. Harga pasar modal sendiri juga mengalami
peningkatan sebesar 114 %, pendapatan bunga juga meningkat sebesar 73 %
dan total aktiva meningkat sebesar 46 %. Dari sisi peraturan Bank Indonesia,
pada tahun 2003 CAR PT. Bank CIC Internasional, Tbk sebesar 15,95 % dan
tahun 2004 naik lagi diatas ketentuan Bank Indonesia.
Kesalahan prediksi pada Bank Viktoria Internasional di sebabkan
karena bank tersebut mengalami peningkatan kinerja yang cukup signifikan
pada tahun terjadinya ketidakbangkrutan. Hal tersebut ditunjukkan dengan
meningkatnya pendapatan bunga bank sebesar 18 % pada tahun 2004 (tahun
ketidakbangkrutan) dibandingkan tahun 2003 dan di sisi yang lain beban
bunga mengalami penurunan sebesar 15 % di tahun 2004 dari tahun 2003.
Laba bersih tahun 2004 juga mengalami peningkatan sebesar 206 % dari tahun
2003. Total assets Bank Viktoria Internasional juga mengalami peningkatan
sebesar 15 % di tahun 2004 dari tahun 2003.
Dari sisi peraturan, Bank Viktoria Internasional telah sesuai dengan
ketentuan yang telah di tetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu CAR sebesar
11,52 % pada desember 2003 dan 14,92 % pada desember 2004 (tahun
ketidakbangkrutan). LDR Bank Viktoria Internasional sebesar 40,22 % pada
desember 2003 dan sebesar 54,72 % pada desember 2004 (tahun
ketidakbangkrutan). Bank Viktoria Internasional dari segi kepatuhan juga
telah menunjukkan tidak adanya pelanggaran atas Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK) pada tahun 2003 dan 2004.
Ketepatan prediksi kebangkrutan dengan multivariate discriminant
analisys menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman
pada 1 tahun sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan/ketidakbangkrutan
adalah sebesar 87 %. Hasil ini lebih rendah di bandingkan dengan penelitian
Altman yang menghasilkan tingkat ketepatan sebesar 95 %.
2. Analisis ketepatan prediksi kebangkrutan pada 2 tahun sebelum kebangkrutan/
ketidakbangkrutan ( Tahun 2002 )
Output statistik menunjukkan bahwa terdapat 2 kesalahan prediksi
kebangkrutan dengan kenyataan yang telah terjadi. Kesalahan tersebut adalah
kesalahan memprediksi tidak akan ada tendensi kebangkrutan pada Bank
Danpac, akan tetapi ternyata bank tersebut telah mengalami kebangkrutan.
Kesalahan yang kedua adalah kesalahan memprediksi akan adanya tendensi
kebangkrutan pada Bank NISP, tetapi dalam kenyataanya bank tersebut belum
mengalami kebangkrutan.
Kesalahan prediksi pada Bank NISP di sebabkan karena bank tersebut
telah meningkatkan kinerja keuangannya di tahun ketidakbangkrutan (tahun
2004). Hal tersebut di tunjukkan dengan meningkatnya modal kerja,
meningkatnya laba di tahan mencapai sebesar 65 % per tahun, meningkatnya
laba sebelum bunga dan pajak sebesar 70 % per tahun. Harga pasar modal
sendiri juga mengalami peningkatan sebesar 105 % per tahun, pendapatan
bunga Bank NISP mengalami peningkatan sebesar 17 % per tahun dan total
aktiva juga meningkat sebesar 30 % per tahun. Dari sisi peraturan Bank
Indonesia Bank NISP telah sesuai dengan standar, yaitu CAR sebesar 15,11 %
pada tahun 2004 (tahun ketidakbangkrutan) dan 13,78 % pada tahun 2003,
dari ketentuan BI sebesar 8 %. LDR bank tersebut sebesar 77,34 % pada tahun
2004 dan 77, 95 % pada tahun 2003, dari ketentuan maksimal sebesar 115 %.
PDN Bank NISP sebesar 0,26 % dari modal pada tahun 2004 dan 2003, di
mana ketentuanya maksimal sebesar 20 % dari modal. NPL Bank NISP
sebesar 1,01 % pada tahun 2004 dan 0,84 % pada tahun 2003 dari ketetapan
maksimal sebesar 5 %.
Ketepatan prediksi kebangkrutan dengan multivariate discriminant
analisys menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman
pada 2 tahun sebelum kebangkrutan/ketidakbangkrutan adalah sebesar 91,3 %.
Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Altman yang
menghasilkan tingkat ketepatan sebesar 76 %.
3. Analisis ketepatan prediksi kebangkrutan pada 3 tahun sebelum kebangkrutan/
ketidakbangkrutan ( Tahun 2001 )
Output statistik menunjukkan bahwa terdapat 3 kesalahan prediksi
kebangkrutan dengan kenyataan yang terjadi. Kesalahan tersebut adalah
kesalahan memprediksi akan adanya tendensi kebangkrutan pada Bank Artha
Niaga Kencana, Bank Mayapada Internasional dan Bank Pan Indonesia, akan
tetapi dalam kenyataanya bank-bank tersebut belum mengalami kebangkrutan
Kesalahan prediksi pada Bank Artha Niaga Kencana di sebabkan karena
bank tersebut telah meningkatkan kinerjanya pada tahun ketidakbangkrutan
(tahun 2004). Hal tersebut di tunjukkan dengan meningkatnya modal kerja
pada tahun 2004 sebesar 18 % di bandingkan tahun 2003, meningkatnya laba
di tahan sebesar 65 % dan meningkatnya laba sebelum bunga dan pajak
sebesar 28 %. Secara rata-rata selama tahun 2001 sampai tahun 2004, bank ini
juga menunjukkan peningkatan modal kerja sebesar 5 % per tahun. Laba di
tahan meningkat sebesar 43 % per tahun, laba sebelum bunga dan pajak
meningkat sebesar 16 % per tahun. Pendapatan kredit mengalami peningkatan
sebesar 14 % per tahun dan total aktiva mengalami peningkatan rata-rata
sebesar 30 % per tahun.
Dari sisi peraturan, Bank Artha Niaga Kencana telah sesuai dengan
standar yang di tetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu CAR pada tahun 2004
menunjukkan sebesar 20,99 % dan pada tahun 2003 sebesar 21,96 %. NPL
menunjukkan sebesar 2,44 % pada tahun 2004 dan 3,54 % pada tahun 2003.
LDR menunjukkan sebesar 71,26 % pada tahun 2004 dan pada tahun 2003
sebesar 63,09 %
Kesalahan predikis pada PT. Bank Mayapada, Tbk juga di sebabkan
kerana bank tersebut menunjukkan peningkatan kinerja manajemen pada
tahun 2001 sampai 2004, yang dapat di lihat dengan total assets yang
menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 24,5 % per tahun. Total loans
menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 41,6 % per tahun dan total
deposits meningkat rata-rata sebesar 25,6 % per tahun. Operating profit juga
mengalami peningkatan sebesar 117 % per tahun serta other income PT. Bank
Mayapada, Tbk yang lebih besar dari other expenses. Dari sisi peraturan Bank
Indonesia, bank ini telah sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu CAR pada
tahun ketidakbangkrutan sebesar 14,43%.
Kesalahan prediksi pada PT. Bank Pan Indonesia, Tbk. juga di
sebabkan karena bank ini telah meningkatkan kinerja keuangan pada tahun
ketidakbangkrutan (tahun 2004). Peningkatan tersebut di tandai dengan total
assets yang mengalami kenaikan sebesar 23 % dari 1 tahun sebelum terjadinya
ketidakbangkrutan (tahun 2003). Total penyaluran kredit Bank Pan Indonesia
tahun 2004 mengalami kenaikan yaitu sebesar 31 % dari tahun sebelumnya
dan total simpanan naik sebesar 58 %. Laba sebelum bunga dan pajak bank
tersebut pada tahun 2004 juga mengalami kenaikan sebesar 130 % di
bandingkan tahun 2003 dan laba bersih juga menunjukkan kenaikan sebesar
114 % di bandingkan tahun sebelumnya. PT. Bank Pan Indonesia, Tbk. pada
tahun ketidakbangkrutan (tahun 2004) juga telah sesuai dengan standar
ketentuan dari Bank Indonesia yaitu CAR sebesar 40,19 %, LDR sebesar
55,32 % dan PDN sebesar 5,28 %
Ketepatan prediksi kebangkrutan dengan multivariate discriminant
analisys menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman
pada 3 tahun sebelum kebangkrutan/ketidakbangkrutan adalah sebesar 87,0 %.
Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Altman yang
menghasilkan tingkat ketepatan hanya sebesar 48 %.
4. Analisis ketepatan prediksi kebangkrutan pada rata-rata selama 3 tahun
sebelum kebangkrutan/ketidakbangkrutan ( Tahun 2001, 2002 dan 2003 )
Output statistik menunjukkan bahwa terdapat 3 kesalahan prediksi
kebangkrutan dengan kenyataan yang terjadi. Kesalahan prediksi tersebut
adalah kesalahan memprediksi tidak akan ada tendensi kebangkrutan pada
Bank Danpac, akan tetapi ternyata bank tersebut mengalami kebangkrutan.
Kesalahan lainya adalah memprediksi akan adanya tendensi kebangkrutan
pada Bank Artha Niaga Kencana dan Bank BNI, akan tetapi dalam
kenyataanya bank tersebut belum mengalami kebangkrutan.
Kesalahan prediksi pada Bank Artha Niaga Kencana, karena bank
tersebut telah meningkatkan kinerjanya di tahun ketidakbangkrutan (tahun
2004). Begitu juga Bank BNI yang telah menunjukkan perbaikan kinerja pada
tahun 2004. Kenaikan kinerja pada Bank BNI tersebut di tunjukkan dengan
adanya peningkatan laba di tahan sebesar 599 % di bandingkan tahun 2003.
Laba sebelum bunga dan pajak Bank BNI juga menunjukkan peningkatan
sebesar 224 %. Harga pasar modal sendiri bank ini mengalami peningkatan
sebesar 30 % dan total aktiva juga mengalami kenaikan sebesar 5 %.
Dari sisi peraturan, PT. Bank BNI (Persero), Tbk juga telah sesuai
dengan standar ketentuan yang di tetapkan oleh Bank Indonesia yaitu PDN
pada tahun 2004 sebesar 4,79 %, pada tahun 2003 sebesar 4,33 % dan pada
tahun 2002 sebesar 2,26 %. CAR bank ini pada tahun 2004 juga di atas
ketentuan Bank Indonesia yaitu sebesar 17,13 %. PDN Bank BNI pada tahun
2004 juga sesuai ketentuan Bank Indonesia sebesar 4,79 % dan pada tahun
2003 sebesar 4,33 %.
Ketepatan prediksi kebangkrutan dengan multivariate discriminant
analisys menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman
untuk rata-rata selama 3 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan/
ketidakbangkrutan adalah sebesar 87.00 %
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anailis yang dilakukan atas laporan keuangan baik dari
kelompok bank yang mengalami kebangkrutan maupun dari kelompok bank yang
tidak mengalami kebangkrutan, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Semakin lama rentan waktu antara prediksi kebangkrutan dengan kondisi yang
terjadi, maka tidak terdapat kecendrungan semakin banyak perbankan yang di
prediksikan akan mengalami kebangkrutan.
2. Penggunaan rata-rata rasio keuangan menunjukkan lebih banyak jumlah bank
yang diprediksikan bangkrut dibandingkan dengan penggunaan rasio keuangan
pada 2 tahun dan lebih rendah pada 3 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan/
ketidakbangkrutan
3. Ketepatan prediksi kebangkrutan dengan multivariate discriminant analisys
menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman
menunjukkan semakin lama rentan waktu antara prediksi dengan kondisi yang
terjadi tidak selalu menunjukkan penurunan ketepatan prediksi kebangkrutan
5.1 SARAN
Berdasarkan hasil penelitian maka penulis dapat memberikan saran
sebagai berikut:
1. Bagi manajemen bank harus memperhatikan besarnya rasio, earning before
interest and tax to total assets. Karena besar-kecilnya rasio tersebut akan
dapat memberikan gambaran mengenai keberlangsungan usaha perusahaan di
masa yang akan datang, sehingga apabila terdapat indikasi kebangkrutan dapat
di ambil perbaikan kinerja.
2. Bagi kalangan dunia usaha diharapkan dapat mempertimbangkan untuk
memakai metode alternatif, yaitu multivariate discriminant analisys dengan
menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman apabila
akan melakukan analisis untuk mendeteksi kondisi finansial suatu perbankan.
3. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data publikasi dan bisa jadi
merupakan data yang telah di olah. Sehingga diharapkan bagi peneliti
selanjutnya untuk dapat memperoleh data yang berasal dari sumber yang tepat.
4. Dalam menentukan kinerja perbankan, Bank Indonesia telah mempunyai alat
ukur sendiri, sehingga diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan
analisis yang komprehensif dengan multivariate discriminant analisys antara
rasio-raso dalam model prediksi Z-Score Altman dengan alat ukur yang telah
di tetapkan oleh Bank Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
IAI. 2001. Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia 2001. BI (PAPI) 2001 Hal
1.1-11.18 IAI, 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat ICMD: Indonesian Capital Market Directory 2004. Jakarta: Institute For
Economic and Financial Research Gitosudarmo, Indriyo dan Basri. 2000. Manajemen Keuangan. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS.
Semarang. BP. Universitas Diponegoro Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim. 2003. Analisa Laporan Keuangan.
Yogyakarta : UPP AMP YKPN Adnan, Muhammad Akhyar dan Eha Kurniasih. 2000. Analisis Tingkat
Kesehatan Perusahaan untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan dengan Pendekatan Altman . JAAI Volume 4 No. 2.
Adnan, Muhammad Akhyar dan M Imam Taufiq. 2001. Analisis Ketepatan
Prediksi Metode Altman Terhadap terjadinya Likuidasi pada Lembaga Perbankan (Kasus Likuidasi Perbankan di Indonesia). Dalam JAAI Volume 5 No. 2.
Mulyono, Teguh Pudjo. 1994. Aplikasi Akuntansi Manajemen Dalam Praktek
Perbankan. Yogyakarta: BPFE Muslich, Muhamad. 2000. Manajemen Keuangan Modern. Jakarta: Rineka Cipta Munawir, S. 2001. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty Murtanto dan Zeny Afiana. 2002. Analisis Laporan Keuangan Dengan
Menggunakan Rasio CAMEL dan Metode Altman sebagai Alat untuk Memprediksi Tingkat Kegagalan Usaha Bank. Dalam Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi. Vol 2, No. 2 Agusutus. Hal. 44-56
Riyanto, Bambang. 1995. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Gajah Mada
Setyorini dan Abdul Halim. 1999. Studi Potensi Kebangkrutan Perusahaan
Publik di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi II IAI-KAPd. Malang: IAI
Simamora, Henry. 1999. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat Slamet, Achmad. 2003. Analisa Laporan Keuangan. Semarang Sriyadi. 1991. Bisnis: Pengantar Ilmu Ekonomi Perusahaan Modern.
Semarang: IKIP Semarang Press Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Ikatan Penerbit Indonesia Supardi dan Sri Mastuti, 2003. Validitas Penggunaan Z-Score Analisis Altman
untuk Menilai Kebangkrutan pada Perusahaan Perbankan Go Publik di Bursa Efek Jakarta. Dalam Kompak Nomor 7 Hal 68-69
Suwarsono. 1995. Manajemen Strategik, Konsep dan Kasus. Yogyakarta: UPP
AMP YKPN Suyatno, Thomas, dkk. 1988. Kelembagaan Perbankan. Jakarta : Gramedia Weston, Fred. J. 1993. Manajemen Keuangan. Jakarta : Erlangga Www. jsx.com