145
ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND UNREGULATED) FISHING DAN UPAYA PENANGANANNYA MELALUI ADOPSI MEKANISME PORT STATE MEASURES DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA DESIMA RAMALIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND

UNREGULATED) FISHING DAN UPAYA PENANGANANNYA

MELALUI ADOPSI MEKANISME PORT STATE MEASURES

DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM

ZACHMAN JAKARTA

DESIMA RAMALIA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Praktik Perikanan IUU

(Illegal, Unreported, and Unregulated) Fishing dan Upaya Penanganannya

melalui Adopsi Mekanisme Port State Measures di Pelabuhan Perikanan

Samudera Nizam Zachman Jakarta adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

Desima Ramalia

Page 3: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

ABSTRAK

DESIMA RAMALIA, C44080042. Analisis Praktik IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated) Fishing dan Upaya Penanganannya melalui Adopsi Mekanisme Port State Measures di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. Dibimbing oleh DARMAWAN dan AKHMAD SOLIHIN.

Praktik perikanan yang diklasifikasikan sebagai kegiatan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (illegal, unreported and unregulated fishing – IUU Fishing) terjadi di banyak wilayah perairan dunia dalam skala besar-besaran. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat lebih dari 100 negara berperkara dengan masalah pencurian ikan. Praktik perikanan seperti ini mengakibatkan kerusakan habitat sumberdaya ikan akibat tindakan yang destruktif, terganggunya pengelolaan pemanfaatan perikanan yang berkelanjutan, dan menimbulkan kerugian ekonomi yang merugikan banyak negara berkembang sekitar 2 – 15 milyar dolar Amerika tiap tahunnya. Sesuai kategori PBB yang diacu pada dokumen International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing tahun 2001, suatu negara dapat dikategorikan sebagai Negara Bendera (negara yang memberikan perijinan penangkapan kepada suatu unit penangkapan ikan), Negara Pantai (negara yang memiliki pantai dan tempat terjadinya perkara IUU fishing), dan Negara Pelabuhan (negara tujuan pendaratan hasil tangkapan). Penelitian ini fokus pada peran Negara Pelabuhan dalam upaya menangani IUU Fishing sesuai dengan dokumen perjanjian yang dirancang oleh Food and Agriculture Organization mengenai Port State Measures (PSM) Agreement. Sebagai negara anggota FAO, Indonesia wajib menelaah kemungkinan melakukan adopsi terhadap dokumen tersebut. Oleh sebab itu penelitian ini menganalisis kesiapan Indonesia dalam menerapkan kebijakan pengaturan PSM untuk mencegah, menghalangi, dan memberantas praktik IUU fishing dengan menggunakan studi kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta. Penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan metoda yuridis komparatif. Adapun penentuan sampel diakukan secara purposive. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hukum dan peraturan di Indonesia telah mengakomodasikan enam dari tujuh butir kewajiban negara pelabuhan sesuai dengan dokumen PSM dan telah diterapkan di PPS Nizam Zachman Jakarta. Namun demikian masih terdapat beberapa kekurangan di dalam pelaksanaanya yang meliputi pemahaman, sumberdaya manusia, kegiatan preventif, serta sarana dan prasarana penunjang.

Kata kunci: IUU fishing, port state measures, yuridis komparatif

Page 4: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

ABSTRACT

DESIMA RAMALIA, C44080042. Analysis of IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated) Fishing and the Eforts of Handling by Port State Measures Adoption Mecanism at Oceanic Fishing Port Nizam Zachman Jakarta. Guicancing by DARMAWAN and AKHMAD SOLIHIN.

Practice of IUU fishing is occurring in many fishing grounds around the world in vast scale. United Nations notes that there were more than a hundred countries have issues with these kinds of practices. IUU fishing damages fish habitats due to its destructive methods, disrupts sustainable fisheries management, and loss financial benefits for many developing coutries (aproxinately 2-15 billion dollars every year). Based on UN classification in International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing (2001), nations can be categorized into Flag State (issued fishing license), Coastal State (have coasts and fishing grounds) and Port State (owned ports to facilitate logistics and landings). This research focused on the role of Port State to cope with IUU Fishing in accord with FAO convention in the Port State Measures Agreement (PSM). As an FAO member, Indonesia has obligation to asses and evaluate possibility to adopt the Agreement. Therefore this reasearch analyzed the state of readiness of Indonesia to deter, prevent and eliminate IUU Fishing thorugh the implementation of Port State Measures (PSM). Fishing port Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman Jakarta was used as the case study. The research used decriptive analysis and employed juridis comparative method. Interview was conducted to several fishing key stakeholders selected by purposive sampling method. Result shows that Indonesia has accommodated six out of seven measure substances for Port State in accord with the Agreement. All of those measures have been implemented in the PPS Nizam Zachman with various conditions or shortages, especially in general understanding of the concept, human resources, preventif actions, tools and other supporting infrastructures. There are shortage to realize PSM in future include comprehension, resource of human, preventable action, tools, and infrastucture that be support.

Keywords: IUU fishing, port state measures, yuridis komparatif

Page 5: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

© Hak Cipta IPB, Tahun 2012

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan tersebut hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan

kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

Page 6: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND

UNREGULATED) FISHING DAN UPAYA PENANGANANNYA

MELALUI ADOPSI MEKANISME PORT STATE MEASURES

DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM

ZACHMAN JAKARTA

DESIMA RAMALIA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 7: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

Judul Penelitian : Analisis Praktik Perikanan IUU (Illegal,

Unreported, and Unregulated) Fishing dan Upaya Penanganannya melalui Adopsi Mekanisme Port State Measures di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta

Nama Mahasiswa : Desima Ramalia

NRP : C44080042

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui:

Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dr. Ir. Darmawan, MAMA Akhmad Solihin, S.Pi, M.H NIP. 19630306 198903 1 007 NIP. 19790403 200701 1 001

Diketahui:

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP. 19621223 198703 1 001

Tanggal lulus: 13 Maret 2012

Page 8: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

PRAKATA

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, untuk dapat menyelesaikan laporan akhir

skripsi atas penelitian yang berjudul “Analisis Praktik IUU (Illegal, Unreported,

and Unregulated) Fishing dan Upaya Penanganannya melalui Adopsi Mekanisme

Port State Measures di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Perikanan di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini

dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta

dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada bulan Juli 2011 hingga

Januari 2012. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas

segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa

manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Maret 2012

Desima Ramalia

Page 9: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini hadir atas anugerah Allah Yang Maha Kuasa, selain itu pula

banyak pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini. Bantuan tersebut

sangat berharga untuk penulis sebagai penguat dan penyemangat untuk terus

berkarya. Adapun pihak-pihak tersebut adalah:

1. Segenap keluarga inti penulis yang tidak hentinya memberi segalanya untuk

penulis hingga meraih hasil ini;

2. Pembimbing skripsi yaitu Bapak Darmawan dan Bapak Akhmad Solihin yang

dengan ikhlas memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

3. Pembimbing akademik, Ibu Vita Rumanti yang terus memberikan perhatian

dan dukungan kepada penulis dari awal mengemban ilmu di PSP;

4. Komisi pendidikan PSP dan dosen penguji pada saat sidang, Bapak

Moh.Imron dan Bapak Thomas Nugroho yang memberikan koreksian dan

wawasan lebih luas kepada penulis;

5. Sahabat-sahabat kecilku (Seilen, Sri, Soraya, Ika, Tami, Nelly, Gita, Icha,

Dini, Sheilla, Elly, Tika, Nova, Arlan, Ridhu, Rio, Syafiq, Yoyo, Eja, Syarif)

yang telah mengisi lebih dari separuh kedewasaanku;

6. Tim PPS Nizam Zachman Jakarta (Pak Rouf, Pak Nimrot, Pak Akmala, kak

Joko, Kak Icha, Kak Daffa, Kak Jazuli, kak Gareng) dan Tim KKP (Pak Eko,

Pak Rusmana, Pak Pandapotan, Mba Yani) yang sangat membantu penelitian

di lapang;

7. Dua suadara baik hati (Anugrah Adityayuda dan Dendi Ahmad Patrayuda);

8. Mereka yang meluangkan waktu lebih untuk membantu penulis saat terjatuh

(Eka Septiana, Lina Yuni Kurnia, Aditya Setianingtyas, Ngesti Dyah);

9. Keluarga yang berjumlah 61 (PSP 45) yang mampu memberikan stimulus baik

positif dan negatif yang menjadikan penulis tetap survive, you’re never end;

10. Seluruh civitas PSP, dari Tata Usaha (Pak Gigih dan Mba Vina), senior dan

alumni, serta PSP 46 dan PSP 47, you’re stay in my memories; dan

11. Special thanks untuk mereka yang mampu berada di sampingku pada hari

penting itu (Cut, Lina, Ocil, Ana, Ina, Ani, Insun, Ema, Kusnadi, Tommy,

Okta).

Page 10: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan tanggal

10 Desember 1990 dari Bapak Firdaus dan Ibu Sunsilawati.

Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan

tahun 2008 di SMA Negeri 16 Palembang. Selanjutnya,

penulis melanjutkan di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulis memilih Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP),

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI). Selama di IPB, penulis mengikuti banyak kegiatan

organisasi dan meraih beberapa prestasi. Penulis pernah menjadi asisten mata

kuliah Eksplorasi Penangkapan Ikan tahun ajaran 2010/2011 dan mata kuliah

Manajemen Operasi Penangkapan Ikan tahun ajaran 2011/2012. Organisasi yang

pernah diikuti penulis yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FPIK IPB tahun

2009/2010 sebagai anggota Divisi Informasi dan Komunikasi, Himpunan

Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Himafarin) selama 2 tahun,

pada tahun 2009/2010 sebagai anggota Departemen Pengembangan Minat dan

Bakat serta tahun 2010/2011 sebagai anggota Departemen Penelitian,

Pengembangan, dan Keprofesian. Selain itu, penulis juga pernah menjadi Duta

Lingkungan Hidup FPIK IPB tahun 2010. Prestasi bidang olahraga yang pernah

diraihnya yaitu juara 1 Lomba Catur Pekan Olahraga dan Seni Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan (Porikan) tahun 2010 dan juara 3 Lomba Catur Olimpiade

Mahasiswa IPB tahun 2010. Beasiswa yang pernah diterima penulis saat

menempuh pendidikan di IPB yaitu Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik

(PPA). Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di jenjang sarjana, penulis

melakukan penelitian dengan judul “Analisis Praktik IUU (Illegal, Unreported,

and Unregulated) Fishing dan Upaya Penanganannya melalui Adopsi Mekanisme

Port State Measures di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta”.

Page 11: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ......................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Tujuan ...................................................................................................... 5 1.3 Manfaat .................................................................................................... 5

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penangkapan Ikan yang Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur ...... 8 2.2 Aturan Internasional ............................................................................... 11

2.2.1 IPOA-IUU fishing ..................................................................... 11

2.2.2 Port state measures ................................................................... 13 2.3 Hukum Indonesia .................................................................................. 19

2.3.1 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan ...... 19

2.3.2 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.28/MEN/2009 tentang Sertifikat Hasil Tangkapan ........... 20

2.3.3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan PER.12/MEN/2009 Jo. PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan ..................... 21

2.3.4 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan ................................................................................... 22

2.3.5 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.11/MEN/2004 tentang Pelabuhan Pangkalan Bagi Kapal Perikanan ................................................................................... 24

2.4 Negara Pelabuhan .................................................................................. 25

2.5 Teknik Pengambilan Sampel ................................................................. 38

III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................. 31

3.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ......................................... 31

3.3 Metode Analisis Data ............................................................................. 33

3.3. Metode Pembahasan .............................................................................. 34

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komparasi Port State Measures dengan Aturan Indonesia.................... 36

4.1.1 Kegiatan pengelolaan dan konservasi perikanan ....................... 52 4.1.2 Pemeriksaan oleh negara pelabuhan .......................................... 53 4.1.3 Pemeriksaan bagian kapal, alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan ..................................................... 60

Page 12: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

xi

4.1.4 Kesesuaian pemeriksaan dengan keterangan dokumen dan hasil wawancara ........................................................................ 61 4.1.5 Pembuatan laporan hasil pemeriksaan ...................................... 62 4.1.6 Pelatihan untuk pengawas atau petugas pemeriksa ................... 62 4.1.7 Penggunaan sistem informasi kode internasional ..................... 63 4.2 Kesiapan Pelaksanaan Hukum dan Peraturan Perikanan di PPS Nizam Zachman Jakarta ........................................................................ 67

4.2.1 Kegiatan pengelolaan dan konservasi perikanan ...................... 80 4.2.2 Pemeriksaan oleh negara pelabuhan ......................................... 82 4.2.3 Pemeriksaan bagian kapal, alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan ..................................................... 88 4.2.4 Kesesuaian pemeriksaan dengan keterangan dokumen dan hasil wawancara ........................................................................ 89 4.2.5 Pembuatan laporan hasil pemeriksaan ...................................... 90 4.2.6 Pelatihan untuk pengawas atau petugas pemeriksa ................... 91 4.2.7 Penggunaan sistem informasi kode internasional ..................... 92

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 93

5.2 Saran .................................................................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 97

LAMPIRAN ....................................................................................................... 101

Page 13: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah pelabuhan perikanan di Indonesia menurut kelas tahun 2010 .............. 7

2 Produksi perikanan tangkap dunia menurut negara asal tahun 2004-2008 ....... 7

3 Data primer penelitian .................................................................................... 31

4 Data sekunder penelitian ................................................................................ 32

5 Komparasi port state measures dengan aturan Indonesia. .............................. 37

6 Batas-batas area PPS Nizam Zachman Jakarta ............................................... 67

7 Rekapitulasi data kegiatan kapal di PPS Nizam Zachman Jakarta ................ 69

8 Pelaksanaan butir port state measures di PPS Nizam Zachman Jakarta ........ 77

9 IOTC IUU vessel list Maret 2011 ................................................................... 85

10 WCPFC IUU vessel list tahun 2011 ............................................................... 86

Page 14: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Prosedur kapal keluar pelabuhan .................................................................... 72

2 Prosedur kapal Indonesia masuk Pelabuhan ................................................... 75

Page 15: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Draft Naskah Terjemahan ............................................................................ 102

2 Annex A Port State Measures ....................................................................... 124

3 Annex B Port State Measures ....................................................................... 125

4 Annex C Port State Measures ...................................................................... 127

5 Annex D Port State Measures ...................................................................... 129

6 Annex E Port State Measures ........................................................................ 130

Page 16: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia perikanan tangkap kini dihadang dengan isu praktik penangkapan

ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau yang disebut IUU (Illegal,

Unreported, and Unregulated) fishing. Laporan OECD (Organization for

Economic Cooperation and Development) pada tahun 2006 menyatakan bahwa

menurut FAO (Food and Agriculture Organization) secara global diduga jumlah

ikan yang didaratkan melalui praktik IUU fishing kira-kira tiga kali jumlah ikan

yang didaratkan secara resmi (Nikijuluw, 2008). Laporan CCSBT (Commision for

the Conservation of Southern Bluefin Tuna) mengungkapkan bahwa tuna yang

didarakan di kawasan yang dikelolanya, sepertiga atau sekitar 4.000 ton ditangkap

secara ilegal. Sedangkan IOTC (Indian Ocean Tuna Commision) menjelaskan

pula bahwa 10% atau sekitar 14.000 ton tuna yang didaratkan pertahunnya diduga

berasal dari proses produksi yang ilegal.

Data dari PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mencatat lebih dari 100

negara berperkara dengan pencurian ikan (Fauzi, 2005). Asumsi yang

disampaikan MRAG (Marine Resource Assessment Group) bahwa praktik IUU

fishing berlangsung marak dan signifikan di tiga kawasan utama yaitu sub-Sahara

Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, serta Asia Tenggara. Isu IUU

fishing yang terjadi di Indonesia contohnya, yaitu di Laut Arafura. Studi IUU

fishing di daerah tersebut dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap

Departemen Kelautan dan Perikanan (PRPT DKP) bekerjasama dengan FAO pada

tahun 2007-2008. Hasilnya menunjukkan bahwa pada periode tahun 2001-2005,

penangkapan ikan secara ilegal adalah sekitar 1,258 juta ton setiap tahunnya.

Jumlah ini terdiri dari 239,7 ribu ton ikan yang dibuang (by-catch); 364,4 ton hasil

tangkapan yang tidak dilaporkan; dan 654,6 ribu ton ikan yang ditangkap secara

ilegal (Nikijuluw, 2008).

IUU fishing berdampak buruk dalam aspek ekonomi. Nikijuluw (2008)

menambahkan bahwa dalam laporan lembaga The Environment Justice

Foundation tahun 2005, mengemukakan biaya yang IUU fishing yang dibebankan

ke negara-negara berkembang sekitar $2 miliar hingga $15 miliar (setara Rp 20

Page 17: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

2

triliun hingga Rp 150 triliun) per tahunnya. Paragraf pertama menjelaskan bahwa

menurut OECD, praktik IUU fishing mendaratkan ikan kira-kira tiga kali jumlah

ikan yang didaratkan secara resmi. Nilai total ikan hasil tangkapan dunia secara

resmi adalah $70 miliar per tahun, maka nilai praktik IUU fishing yaitu tiga

kalinya ($210 miliar per tahun).

Ancaman terhadap sumberdaya ikan dan terganggunya upaya pengelolaan

perikanan yang berkelanjutan juga merupakan dampak dari praktik IUU fishing.

Perikanan ilegal (illegal fishing) dengan menggunakan teknologi penangkapan

ikan yang maju dapat mengakibatkan terjadinya penangkapan ikan yang

berlebihan (overfishing) di kawasan tertentu. Adapun praktik penangkapan ilegal

dengan peralatan sederhana, umumnya mengakibatkan kerusakan lingkungan dan

bersifat destruktif seperti penggunaan bom, dinamit, racun, arus listrik, jaring

dengan ukuran mata jaring yang kecil, dan lain sebagainya. Hal inilah yang

menyebabkan tidak saja kondisi sumberdaya ikan semakin berkurang tetapi juga

disertai dengan rusaknya habitat sumberdaya ikan (Fauzi, 2005). Penangkapan

ikan yang tidak dilaporkan (unreported fishing) atau dilaporkan dengan nilai yang

tidak sesuai dengan kenyataan (umumnya lebih rendah) akan menyebabkan

masalah dalam pemantauan pemanfaatan sumberdaya ikan. Perkiraan

ketersediaan sumberdaya ikan akan salah dan mengganggu pengelolaan perikanan

yang berkelanjutan (Nikijuluw, 2008).

FAO (2001) menjelaskan bahwa IUU fishing telah merusak upaya konservasi

sumberdaya ikan dan manajemen stok ikan yang berkelanjutan. Ketika dunia

dihadapkan dengan IUU fishing, situasi ini diperparah dengan terganggunya

kehidupan secara sosial-ekonomi dan yang paling mengkhawatirkan adalah

mengganggu ketahanan pangan secara global. IUU fishing dapat merusak dunia

perikanan secara serius dan mengganggu rencana rebuild stocks terhadap

sumberdaya ikan yang kini telah terjadi penurunan.

Nikijuluw (2008) menjelaskan bahwa rencana aksi internasional

(Internasional Plan of Action, IPOA) dalam mengatasi IUU fishing dikembangkan

sebagai instrumen sukarela dalam rangka CCRF (Code of Conduct for

Responsible Fisheries) pada tahun 2000. Draft IPOA ini dibahas dalam forum

konsultasi ahli di Sydney, Australia pada bulan Oktober 2000, diikuti dengan

Page 18: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

3

Forum Konsultasi Teknis pada Februari 2001. IPOA-IUU fishing diadopsi pada

sidang ke-24 Komite Perikanan FAO pada bulan Maret 2001 dan selanjutnya

diterima secara resmi pada sidang ke-120 FAO Council pada 23 Juni 2001.

FAO (2001) menjelaskan bahwa kegiatan CCRF secara keseluruhan

difokuskan untuk menjaga keberlanjutan perikanan, mengatasi isu IUU fishing

secara global yang amat serius dan mengalami peningkatan. Selain itu, kegiatan

CCRF juga difokuskan pada kesepakatan internasional dalam IPOA-IUU

(International Plan of Action to Illegal Unreported and Unregulated) Fishing

yang mengupayakan untuk dilakukannya pencegahan, penghalangan, dan

penghapusan IUU fishing. Dokumen IPOA-IUU fishing menerangkan adanya

peran negara pelabuhan (port state) sebagai kontrol yang sangat relevan untuk

konservasi dan pengelolaan ikan dengan menargetkan standar dari kapal

penangkap ikan, agar tetap menjadi armada penangkapan yang sesuai dengan

tindakan konservasi dan pengelolaan perikanan berkelanjutan.

FAO mengeluarkan suatu instrumen yang memposisikan negara pelabuhan

dalam pencegahan praktik IUU fishing yaitu melalui instrumen port state

measures (PSM). PSM dinilai sebagai suatu langkah yang efektif dalam

menghadapi praktik IUU fishing dan hemat dalam segi ekonominya. Nilai lebih

yang dapat dirasakan melalui PSM ini, yaitu dapat dilakukan pencegahan

masuknya hasil tangkapan dari IUU fishing ke dalam perdagangan internasional

dan pencegahan pelanggaran serius lainnya melalui pelabuhan dengan penargetan

standar kapal penangkap ikan agar sesuai dengan konservasi dan pengelolaan

perikanan yang berkelanjutan (FAO, 2008).

Secara geografis posisi Indonesia sangat strategis, yaitu terletak di antara dua

benua (Benua Asia dan Australia) dan dua samudera (Samudera Pasifik dan

Samudera Hindia). Kementerian Kelautan dan Perikanan (2011) menjelaskan

bahwa Indonesia memiliki luas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) sekitar

2.981.211 km2. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010) menjelaskan bahwa

jumlah Pelabuhan Perikanan (PP) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di

Indonesia sampai tahun 2010 (Tabel 1) adalah 968 pelabuhan dengan tingkat

produksi perikanan tangkap terbesar ketiga di dunia pada tahun 2004 hingga tahun

2008 (Tabel 2). Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

Page 19: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

4

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 menjabarkan

bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan

di sekitarnya sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis

perikanan yang dipergunakan untuk tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh

dan bongkar muat ikan yang di lengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran

dan kegiatan penunjang perikanan.

Dasar hukum yang berlaku di Indonesia dalam menaungi dunia perikanan

nasional yaitu antara lain Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.28/MEN/2009 tentang

Sertifikasi Hasil Tangkapan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.12/MEN/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap,

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.27/MEN/2009 tentang

Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan; Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor KEP.11/MEN/2004 tentang Pelabuhan Pangkalan bagi Kapal

Perikanan, dan beberapa aturan lainnya. Dari keseluruhan dasar hukum perikanan

tersebut, perlu pengkajian terkait apakah dasar hukum tersebut sudah cukup

mampu untuk memposisikan Indonesia sebagai negara pelabuhan dalam

penanggulangan praktik IUU fishing.

Selama ini Indonesia masih menggunakan dasar hukum yang disebutkan di

atas dan ditambah dengan dasar hukum Indonesia lainnya serta kesepakatan

kerjasama dengan organisasi pengelolaan perikanan regional. Kedua aturan

tersebut, baik internasional maupun nasional perlu dilihat kesesuaian dan korelasi

aturannya, untuk menegaskan peran negara pelabuhan (port state) terhadap

praktik IUU fishing. Perlu suatu penelitian yang menjawab apakah aturan

(regulasi) yang sudah ada di Indonesia telah cukup mengacu dengan instrumen

port state measures dan bagaimana pula persiapan Indonesia ke arah ratifikasi

serta adopsi terhadap instrumen tersebut. Komparasi dan aplikasi pelaksanaan

yang telah ada di Indonesia tersebut akan memperlihatkan gambaran kesiapan

Indonesia dalam menghadapi praktik IUU fishing. PPS Nizam Zachman Jakarta

Page 20: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

5

merupakan salah satu dari lima pilot project pelabuhan perikanan untuk penerapan

PSM.

Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta merupakan

salah satu dari enam PPS yang ada di Indonesia. Menurut Undang-undang Nomor

31 Tahun 2004 tentang Perikanan, menjelaskan bahwa Pelabuhan Perikanan

Samudera (PPS) merupakan klasifikasi pelabuhan perikanan yang melayani kapal

perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial, Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia (ZEEI), dan laut lepas. PPS Nizam Zachman Jakarta

memiliki letak yang strategis, yaitu berlokasi di wilayah ibukota Negara

Indonesia, di Muara Baru (Teluk Jakarta), Jakarta Utara. Lubis, dkk (2010)

menjelaskan bahwa berdasarkan kategorinya, kapal yang bongkar muat pada

pelabuhan perikanan kategori PPS adalah kapal ukuran besar yaitu sekurang-

kurangnya 60 GT (Gross Tonnage) dan mampu menampung sekurang-kurangnya

100 kapal atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6000 GT kapal perikanan

sekaligus. Oleh karena itu, PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dipilih sebagai

lokasi studi kasus untuk analisis kesiapan penerapan port state measures di

Indonesia dengan pertimbangan kapasitas pelayanan, posisi yang strategis, dan

merupakan salah satu pilot project pelabuhan perikanan untuk penerapan PSM.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kesiapan Indonesia

dalam menerapkan kebijakan pengaturan port state measures untuk mencegah,

menghalangi, dan memberantas praktik IUU fishing. Pendekatan yang dilakukan

adalah dengan melakukan studi kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam

Zachman Jakarta.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini yaitu :

1. Mengidentifikasi kesiapan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam

Zachman Jakarta dalam mengadopsi port state measures;

Page 21: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

6

2. Menyampaikan rekomendasi strategi Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)

Nizam Zachman Jakarta dalam mengadopsi dan melaksanakan port state

measures; dan

3. Menyampaikan hasil pembelajaran studi kasus di PPS Nizam Zachman sebagai

masukan dalam penyempurnaan persiapan adopsi port state measures di

Indonesia.

Page 22: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

7

Tabel 1 Jumlah pelabuhan perikanan di Indonesia menurut kelas tahun 2010 No. Kelas –Class Jumlah-

Total

Jumlah-Total 968

1. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) - Oceanic Fishing Port 6

2. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) – Archipelagic Fsihing Port 13

3. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) – Coastal Fishing Port 47

4. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) – Fish Landing Place 900

5. Pelabuhan Perikanan Swasta 2

Satuan : unit Sumber : KKP 2010

Tabel 2 Produksi perikanan tangkap dunia menurut negara asal tahun 2004-2008 No. Negara-

Country Tahun-Year Kenaikan

Rata-rata (%) – Increasing Average (%)

2004 2005 2006 2007 2008 2004-2008

2007-2008

Jumlah – Total

92,369,917 92,056,682 89,712,133 89,898,882 89,740,919 -0,71 -0,81

1. China 14,464,803 14,588,940 14,631,018 14,659,036 14,791,163 0,56 0,90

2. Peru 9,604,527 9,388,488 7,017,491 7,210,544 7,362,907 -5,66 2,11

3. Indonesia 4,653,888 4,709,074 4,823,587 4,936,629 4,957,098 1,59 0,41

4. USA 4,959,826 4,892,967 4,852,283 4,767,596 4,349,853 -3,17 -8,7

5. Japan 4,315,734 4,389,206 4,344,513 4,211,201 4,248,697 -0,37 0,89

6. India 3,391,009 3,691,362 3,844,837 3,953,476 4,104,877 4,92 3,83

7. Chile 4,926,741 4,328,732 4,160,848 3,806,085 3,554,814 -7,79 -6,60

8. Russian Federation

2,941,551 3,197,564 3,284,285 3,454,214 3,383,724 3,64 -2,04

9. Philippines 2,211,245 2,269,668 2,318,981 2,499,634 2,561,192 3,77 2,46

10. Thailand 2,839,612 2,814,295 2,689,803 2,468,784 2,457,184 -3,50 0,47

11. Lainnya 38,060,999 37,786,386 37,735,487 37,931,683 37,969,410 -0,06 0,10

Satuan : ton Sumber : Yearbook, FAO November 2010 dalam KKP 2010

Page 23: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penangkapan Ikan yang Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur

Praktik penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur

saat ini telah menjadi perhatian dunia. Beberapa terminologi yang digunakan

FAO (Food and Agriculture Organization) untuk praktik tersebut, yaitu perikanan

illegal (ilegal), unreported (tidak dilaporkan) dan unregulated (tidak diatur) yang

kemudian disebut IUU fishing. Definisi IUU fishing secara internasional, menurut

alenia 3.1, 3.2, dan 3.3 IPOA-IUU fishing dalam Darmawan (2006) dibedakan tiap

terminologi. Terminologi yang pertama yaitu illegal fishing atau penangkapan

ikan secara tidak sah, mengacu pada beberapa tindakan yaitu:

1. Tindakan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal nasional atau kapal

asing di perairan yurisdiksi suatu negara tanpa ijin dari negara yang memiliki

yurisdiksi atau bertentangan dengan hukum dan peraturan negara tersebut;

2. Tindakan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera

negara anggota organisasi pengelolaan perikanan regional, Regional Fisheries

Management Organization (RFMO) tetapi bertindak bertentangan dengan

ketentuan konservasi dan pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan oleh

RFMO tersebut ataupun bertentangan dengan ketentuan hukum internasional

yang berlaku lainnya yang relevan; atau

3. Tindakan penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundang-undangan

suatu negara atau kewajiban internasional, termasuk yang diambil oleh negara-

negara yang menyatakan bekerjasama dengan organisasi pengelolaan

perikanan regional terkait atau RFMO.

Terminologi unreported fishing atau kegiatan penangkapan ikan yang

tidak dilaporkan, dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Tindakan penangkapan ikan yang tidak dilaporkan, atau melaporkan dengan

data yang salah pada institusi nasional relevan, yang bertentangan dengan

hukum dan perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut; atau

2. Tindakan penangkapan ikan yang dilakukan dikawasan kewenangan RFMO

tertentu, yang tidak dilaporkan atau salah dalam melaporkan, sehingga

bertentangan dengan prosedur pelaporan RFMO tersebut.

Page 24: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

9

Sedangkan terminologi unregulated fishing atau penangkapan ikan yang

tidak diatur, dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Tindakan penangkapan ikan di kawasan kewenangan RFMO yang dilakukan

oleh kapal tanpa identitas kebangsaan atau oleh kapal berbendera negara yang

bukan merupakan anggota RFMO tersebut atau oleh suatu entitas (negara yang

belum diakui Perhimpunan Bangsa Bangsa) perikanan, dengan cara yang tidak

sesuai atau bertentangan dengan tindakan konservasi dan pengelolaan yang

ditetapkan RFMO tersebut; atau

2. Tindakan penangkapan ikan di suatu area atau terhadap stok ikan yang tidak

diatur pengelolaan dan konservasinya, yang bertentangan dengan tanggung

jawab negara (bendera) terhadap ketentuan hukum internasioanl mengenai

konsevasi sumberdaya hayati laut.

Modus praktik IUU fishing yang umumnya terjadi di perairan Indonesia

(DKP, 2002 dalam Latar, 2004) antara lain dikategorikan dalam 4 (empat)

golongan, meliputi:

1. Kapal Ikan Asing (KIA), kapal murni berbendera asing melakukan kegiatan

penangkapan ikan di perairan Indonesia tanpa dilengkapi dokumen dan tidak

pernah mendarat di pelabuhan perikanan Indonesia;

2. Kapal ikan berbendera Indonesia eks kapal asing banyak memalsukan

dokumen;

3. Kapal Ikan Indonesia (KII) dengan dokumen palsu yang didapat dari pihak

yang tidak berwenang mengeluarkan ijin; atau

4. Kapal Ikan Indonesia (KII) tanpa dokumen sama sekali (tanpa ijin).

Aturan Indonesia yang menjadi regulasi perikanan adalah Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Undang-Undang Nomor 31 Tahun

2004 ini mengatur pokok-pokok pembangunan perikanan terkait penataan,

pengelolaan, pemanfaatan, pengawasan, pengolahan, dan pemasaran sumberdaya

perikanan. Pemberdayaan nelayan, perbuatan pidana dan sanksi atasnya,

tercantum pula di dalamnya. Namun masih terdapat aturan turunan lain yang

menunjang secara detil pola aturan yang berlaku. Nikijuluw (2008) menjelaskan

bahwa perbuatan pidana pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004

dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu kejahatan perikanan dan pelanggaran

Page 25: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

10

perikanan. Pidana kejahatan serta hukuman dan dendanya tersebut, dapat terjadi

dikarenakan sebagai berikut :

1. Penggunaan metode dan teknologi produksi yang destruktif. Hukuman terlama

10 tahun dengan denda maksimal Rp 2 miliar;

2. Penggunaan teknologi produksi yang menyimpang dari ketentuan. Hukuman

terlama 5 tahun dengan denda maksimal Rp 2 miliar ;

3. Kejahatan dalam hal perijinan usaha dan ijin penangkapan ikan. Denda dan

hukumannya tergantung dari jenis perijinan yang dilanggar;

4. Kejahatan dalam hal pengangkutan ikan. Hukuman terlama 5 tahun dengan

denda maksimal Rp 1,5 miliar;

5. Perusakan lingkungan perikanan. Hukuman terlama 10 tahun dengan denda

maksimal Rp 2 miliar;

6. Kejahatan yang berkaitan dengan karantina ikan. Hukuman terlama 6 tahun

dengan denda maksimal Rp 1,5 miliar; dan

7. Kejahatan yang berkaitan dengan kegiatan pengolahan dan pemasaran ikan.

Hukuman terlama 6 tahun dengan denda maksimal Rp 1,5 miliar.

Nikijuluw (2008) juga menjelaskan mengenai aturan dalam Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2004 untuk pidana pelanggaran dapat terjadi

disebabkan oleh:

1. Membangun, mengimpor, dan memodifikasi kapal perikanan tanpa persetujuan

menteri. Hukuman maksimalnya satu tahun dengan denda maksimal Rp 600

juta;

2. Pengoperasian kapal perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia

tanpa kapal tersebut didaftarkan sebagai kapal perikanan Indonesia. Hukuman

maksimalnya satu tahun dengan denda maksimal Rp 800 juta;

3. Mengoperasikan kapal penangkapan ikan berbendera asing yang tidak

memiliki ijin penangkapan ikan, tidak menyimpan alat penangkapan ikan di

dalam palka, atau menggunakan alat tangkap ikan yang tidak sesuai dengan

ijinnya. Hukuman pidana denda maksimal Rp 500 juta;

4. Melakukan penangkapan ikan tanpa ijin berlayar dari syahbandar;

5. Melakukan penelitian perikanan tanpa ijin pemerintah; dan/atau

Page 26: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

11

6. Pelanggaran dalam hal jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan serta

alat bantu penangkapan ikan; daerah, jalur, dan musim penangkapan ikan;

ukuran berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap (total allowable catch);

serta sistem pemantauan kapal perikanan.

Tindakan pidana kejahatan dan pidana pelanggaran telah diatur denda dan

hukumannya secara variatif, tergantung dari jenis kejahatan dan pelanggarannya.

Ketentuan tersebut dituangkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2004, sehingga dalam pelaksanaannya dapat diklasifikasikan antara bentuk

kejahatan atau pelanggaran yang terjadi dan hukuman serta denda apa yang harus

dikenakan terhadap pelaku praktik kejahatan atau pelanggaran tersebut. Kapasitas

pengawasan dan penengakan aturan ini harus jelas dan tegas di lapangan.

Sinergitas para aparatur penegak hukum dan pihak terkait harus adil untuk

menegakkan aturan yang telah tercantum dalam undang-undang. Semua ini

diupayakan untuk menanggulangi dan mengurangi serta memberantas praktik

IUU fishing di Indonesia.

2.2 Aturan Internasional

2.2.1 IPOA-IUU fishing

Praktik IUU fishing yang kian marak diisukan, melatarbelakangi FAO

Committee on Fisheries (COFI) mengadopsi Internasional Plan of Action (IPOA)

to Prevent, Deter, and Eliminate IUU fishing pada tahun 2001. IPOA-IUU fishing

merupakan sebuah instrumen hukum internasional yang diharapkan menjadi

acuan negara-negara dalam memerangi IUU fishing. IPOA-IUU fishing

menjelaskan tanggung jawab dan tindakan yang harus diambil oleh Negara

Bendera, Negara Pantai, dan Negara Pelabuhan terkait dengan IUU fishing.

Nikijuluw (2008) menjelaskan bahwa IUU fishing mendapatkan perhatian

dalam World Summit tentang pembangunan berkelanjutan, di Johanesburg, Afrika

Selatan pada September 2002. Keputusannya bahwa IPOA-IUU fishing harus

dilaksanakan oleh negara-negara di dunia paling lama akhir tahun 2004. Peran

pemerintah dalam suatu negara sangat penting dan dijelaskan dalam IPOA-IUU

fishing yang dikeluarkan FAO. Upaya mencegah, menghalangi, dan memberantas

praktik IUU fishing, harus dilaksanakan pemerintah dengan tetap memperhatikan

Page 27: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

12

norma dan kaidah hukum laut internasional khususnya yang termuat dalam

UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982.

Tujuan IPOA-IUU fishing adalah untuk mencegah, menghalangi, dan

memberantas IUU fishing dengan menyediakan suatu alat atau langkah yang

komprehensif, transparan, dan efektif bagi semua negara dalam bertindak,

termasuk melalui pengelolaan perikanan yang tepat sesuai dengan hukum

internasional dan regional. FAO mengembangkan IPOA-IUU fishing melalui

upaya koordinasi dengan negara-negara dunia, FAO, RFMO dan lembaga-

lembaga internasional yang terkait seperti IMO (International Maritime

Organization). IPOA-IUU fishing diupayakan membahas semua dampak

ekonomi, sosial dan lingkungan. Akses pelabuhan bagi kapal asing di suatu

pelabuhan atau dermaga lepas pantai untuk tujuan, antara lain meliputi pengisian

bahan bakar, perbekalan, lintas pelayaran dan berlabuh, tanpa mengurangi

kedaulatan suatu negara pantai sesuai dengan hukum nasionalnya dan Konvensi

PBB tahun 1982 serta hukum internasional lainnya yang relevan (FAO, 2001).

IPOA-IUU fishing juga menjelaskan tindakan negara pelabuhan (port state

measures) dalam penanggulangan praktik IUU fishing dengan dasar pengaturan

terkait mekanismenya sebagai berikut1:

1. Pemberitahuan terlebih dahulu sebelum memasuki pelabuhan;

2. Penolakan untuk memasuki pelabuhan;

3. Mempublikasikan pelabuhan yang boleh dimasuki;

4. Pengumpulan data dan informasi;

5. Penyampaian pemberitahuan kepada negara bendera, negara pantai, dan

RFMO tentang kegiatan IUU fishing;

6. Prosedur dan strategi port state control;

7. Integrasi pengaturan mengenai port state control;

8. Tindakan terhadap praktik IUU fishing oleh negara bukan anggota RFMO; dan

9. Kerjasama antar negara dan antar RFMO.

1Diskusi Pembahasan Finalisasi Penyusunan Bahan Pengesahan PSM, Draft Naskah penjelasan Pengesahan Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter, and Eliminate Illegal,

Unreported, and Unregulated Fishing, Bogor, Biro Hukum dan Organisasi KKP, 6 Desember 2011, hlm 23.

Page 28: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

13

FAO (2001) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan aturan pemeriksaan,

negara pelabuhan harus memeriksa kelengkapan informasi kapal dan hasil

pemeriksaannya dikirimkan ke negara bendera dan, jika diperlukan termasuk

organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO). Hal-hal yang diperiksa yaitu

sebagai berikut:

1. Negara bendera dan rincian identifikasi kapal termasuk di dalamnya data

pemilik kapal dan nahkoda kapal;

2. Nama, kewarganegaraan, dan kualifikasi kapten dan ahli penangkapan;

3. Alat penangkapan ikan;

4. Jumlah hasil tangkapan di atas kapal, termasuk asal, jenis, dan kondisi serta

kuantitas;

5. Informasi lainnya yang diwajibkan oleh RFMO; dan

6. Total volume pendaratan hasil tangkapan dan transshipment.

Nikijuluw (2008) menjelaskan beberapa kewajiban pemerintah menurut

IPOA-IUU fishing adalah sebagai berikut:

1. Tidak mengijinkan kapal ikan negaranya menggunakan bendera negara asing

yang tidak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab untuk memerangi

IUU fishing;

2. Menyikapi dan mengambil tindakan yang sesuai dengan hukum laut

internasional terhadap kapal ikan yang menangkap ikan secara IUU di laut

lepas;

3. Menghindari memberikan bantuan ekonomi dan subsidi kepada perusahaan

atau kapal yang terlibat IUU fishing, sesuai dengan hukum dan kebijakan

nasionalnya; dan

4. Menetapkan sanksi yang berat bagi kapal pelaku IUU fishing secara transparan

dan konsisiten.

2.2.2 Port state measures

FAO megadopsi skema model FAO Port State Measures untuk mencegah,

menghalangi, dan memberantas IUU fishing (FAO Model Scheme on Port State

Measures to Combat Illegal, Unreported and Unregulated Fishing) pada

pertemuan komite perikanan FAO (Committee on Fisheries, COFI FAO) ke-26

Page 29: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

14

tahun 2005. FAO Model Scheme on Port State Measures to Combat IUU Fishing

memuat standar minimum aktivitas dan persyaratannya, seperti:

1. Informasi yang diperlukan saat memasuki pelabuhan;

2. Pedoman dan prosedur inspeksi atas kapal saat di pelabuhan;

3. Tindakan yang dapat diambil ketika pengawas menemukan bukti yang cukup

bahwa kapal perikanan asing telah melakukan atau membantu melakukan

praktik IUU fishing;

4. Program pelatihan untuk pengawas dari negara pelabuhan; dan

5. Sistem informasi mengenai pengawasan oleh negara pelabuhan.

Keberadaan IPOA-IUU fishing maupun Model Scheme on Port State

Measures to Combat IUU fishing dirasa masih belum cukup menjadi instrumen

hukum dalam menghadapi IUU fishing. Kondisi ini dikarenakan oleh sifat non-

binding dari IPOA-IUU fishing yang belum memiliki keseragaman standar dan

sistem hukum serta kurang melibatkan partisipasi aktif dari negara pelabuhan

dalam menghadapi IUU fishing. Selanjutnya, pada pertemuan pertemuan komite

perikanan FAO ke-27 Maret 2007, negara-negara anggota FAO telah berhasil

merumuskan Draft Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter and

Eliminate IUU Fishing. Draft Agreement on Port State Measures (kemudian

disebut PSM Agreement) tersebut, diharapkan menjadi suatu instrumen hukum

internasional yang mengikat. PSM Agreement ditujukan untuk meningkatkan

peran negara pelabuhan (port states) dalam mencegah, menghalangi, dan

memberantas IUU fishing. PSM Agreement mampu menciptakan sarana yang

kuat dan ekonomis untuk memerangi IUU fishing2.

Konferensi FAO ke-36 tanggal 22 November 2009, telah berhasil

mengadopsi dokumen PSM Agreement tersebut. Sebanyak 106 negara dari 118

negara yang hadir, mendukung penerimaan resolusi terkait perjanjian ini, dua

negara menolak dan 10 abstain. PSM Agreement telah ditandatangani sembilan

negara yaitu Indonesia, Angola, Brazil, Chile, Uni Eropa, Islandia Norwegia,

Samoa, Amerika Serikat, dan Uruguay. Pasal 26 PSM Ageement menjelaskan

bahwa persetujuan tersebut harus segera diratifikasi, diterima, atau disetujui oleh

pihak yang menandatangani perjanjian. PSM Ageement akan mulai berlaku 30

2Diskusi Pembahasan Finalisasi Penyusunan Bahan Pengesahan PSM, Ibid, hlm 3.

Page 30: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

15

hari setelah tanggal depositori atas instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan,

sesi oleh 25 negara. PSM Agreement terdiri atas 10 (sepuluh) Bagian dan 37

Pasal, yang memuat pengaturan mengenai penerapan ketentuan negara pelabuhan

untuk mencegah, menghalangi, dan memberantas IUU fishing. Selanjutnya PSM

Agreement juga memuat tentang hubungannya dengan instrumen internasional

lainnya; integrasi dan koordinasi pada tingkat nasional; kerja sama dan pertukaran

informasi dengan negara lain; prosedur pelaksanaan kegiatan pemeriksaan dan

penindaklanjutan terhadap kapal masuk ke pelabuhan; peran negara bendera;

persyaratan bagi negara berkembang; penyelesaian sengketa; keberlakukan

agreement bagi non-pihak; serta pemantauan, peninjauan ulang, dan penilaian

terhadap pelaksanaan kegiatan yang tertuang dalam PSM Agreement3.

PSM Ageement menjelaskan suatu alat yang efektif memposisikan negara

pelabuhan untuk melawan IUU fishing melalui posisinya sebagai tujuan dari kapal

asing untuk masuk ke pelabuhan contohnya seperti larangan masuk pelabuhan,

larangan pendaratan, larangan transshipment, dan penolakan jasa pelabuhan

lainnya untuk kapal yang melakukan praktik IUU fishing. Selain itu negara

pelabuhan dapat pula diposisikan sebagai pengawas langsung terhadap kapal dan

sebagai penyelenggara aturan (Fabra et al., 2011).

Lobach (2004) menjelaskan bahwa kontrol negara pelabuhan sangat

relevan untuk konservasi dan pengelolaan perikanan. Negara pelabuhan harus

menargetkan standar dari kapal yang dianggap mampu mendukung tindakan

konservasi dan pengelolaan perikanan. Kontrol negara pelabuhan pada sistem

regional wilayah membutuhkan suatu prosedur umum untuk pemeriksaan,

persyaratan kualifikasi bagi pemeriksa, dan konsekuensi yang disepakati untuk

kapal penangkap ikan yang ditemukan tidak patuh aturan. Setiap pihak yang

ingin mendapatkan akses pelabuhan harus meregistrasikan nelayan dan kapal

yang terlibat. Selanjutnya diharuskan pula memberikan informasi tujuan masuk

kapal, salinan otoritas hasil tangkapan, rincian perjalanan penangkapan, jumlah

serta jenis hasil tangkapan. Hal tersebut dilakukan guna mengetahui terlibat atau

tidaknya suatu kapal dalam praktik IUU fishing.

3Workshop Port State Measures Agreement: Strategi Implementasi dan Evaluasi Kesiapan Indonesia, Term of Reference, Surabaya, Biro Hukum dan Organisasi KKP, 2011, hlm 1.

Page 31: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

16

Pengaturan dalam PSM Agreement akan diadopsi pada level regional dan

nasional. Pengadopsian di tingkat regional yaitu melalui Regional Plan of

Actionm (RPOA) to promote responsible fishing practices including combating

illegal, unreported and unregulated fishing, serta ketentuan yang dibuat oleh

Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs). Beberapa RFMO yang

telah mengadopsi prinsip-prinsip PSM Agreement yaitu The South East Atlantic

Fisheries Organization (SEAFO), The Indian Ocean Tuna Commission (IOTC),

The Commission for the Conservation of Antartic Living Marine Resources

(CCAMLR), dan The International Commission for Conservation of Atlantic Tuna

(ICCAT). Implementasi PSM Ageement pada level nasional yaitu melalui

peraturan perundang-undangan nasional negara peserta. Beberapa negara

(meskipun belum menjadi pihak pada agreement tersebut) saat ini telah

menerapkan pengaturan mengenai PSM Ageement dalam peraturan perundang-

undangan nasionalnya, seperti Kanada, Amerika, Islandia, dan Afrika Utara4.

Indonesia saat ini telah menjadi anggota dari 2 (dua) RFMO, yaitu IOTC

(diratifikasi dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pengesahan

Agreement for the Establishment of the Indian Ocean Tuna Commission) dan

CCSBT (diratifikasi dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2007 tentang

Pengesahan Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna)5.

FAO (2009) menjelaskan bahwa PSM Ageement diaplikasikan dengan

tidak mengurangi hak, yurisdiksi, dan tugas nasional suatu negara, sehingga

dalam pelaksanaannya akan diintegrasikan atau dikoordinasikan dengan sistem

yang lebih luas dari kontrol negara pelabuhan. Negara anggota nantinya akan

saling berkoordinasi dan bertukar informasi dengan FAO, organisasi internasional

lain dan RFMO. FAO ataupun RFMO akan memberikan daftar kapal yang terlibat

IUU fishing (IUU vessel list) untuk diantisipasi di negara pelabuhan.

FAO (2009) menjelaskan aturan yang diberlakukan untuk masuk ke

pelabuhan dicantumkan dalam tabel Annex A PSM Ageement (terlampir). Namun

4Workshop Port State Measures Agreement: Strategi Implementasi dan Evaluasi Kesiapan

Indonesia, Ibid, hlm 2. 5Pembahasan Pending Issues Draft Agreement Port State Measures to Prevent, Deter, Eliminate IUU Fishing, Bahan Diskusi Terbatas, Jakarta, Biro Hukum dan Organisasi KKP, 28 Juli 2009, hlm 1.

Page 32: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

17

untuk pengecualian yaitu pada saat berbahaya, setiap kapal dapat diijinkan masuk

pelabuhan untuk mendapatkan pertolongan dan bantuan. Selain itu, akan

dilakukan pula pemeriksaan kapal sesuai dengan standar minimum ketentuan dan

prosedur yang diatur dalam Annex B PSM Ageement (terlampir). Pemeriksaan

dilakukan terhadap semua dokumen terkait, semua ruang di kapal, dan semua

peralatan di kapal. Pemeriksaan ini dilakukan dengan tetap menjamin bahwa

kapal tidak akan mendapatkan gangguan, ancaman politik, dan penundaan yang

akan berakibat pada penurunan mutu hasil tangkapan. Hasil pemeriksaan akan

didokumentasikan sebagai laporan dengan ketentuan yang terdapat dalam tabel

Annex C PSM Ageement (terlampir). Laporan ini akan dikirim kepada negara

terkait (negara pantai dan negara bendera), RFMO, dan FAO serta organisasi

internasional relevan lainnya dengan menggunakan sistem informasi sesuai aturan

dalam Annex D dalam dokumen PSM Ageement (terlampir). Pengawas akan

mendapatkan pelatihan dengan panduan yang terdapat dalam Annex E dalam

dokumen PSM Ageement (terlampir).

Selain itu, terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan negara

pelabuhan jika mendapati kapal dengan praktik IUU fishing yaitu dilaporkan pada

negara bendera, negara pantai, RFMO, dan organisasi internasional lain atau

ditolak masuk pelabuhan. Penyelesaian terhadap permasalahan yang terjadi dapat

dilakukan dengan perundingan semua negara anggota; atau diajukan negoisasi,

penyelidikan, mediasi, perdamaian, arbitration, penyelesaian hukum, ganti rugi

(uang damai) dan cara damai lainnya; atau diserahkannya kepada pengadilan

internasional. Dokumen PSM Ageement menerangkan adanya perlakuan khusus

kepada negara berkembang yang merupakan negara anggota. Perlakuan tersebut

yaitu meliputi pemberian bantuan seperti bantuan peningkatan kualitas

sumberdaya manusia untuk peningkatan kesadaran dalam implementasi PSM

Ageement, bantuan fasilitas pendukung dan fasilitas teknik, serta bantuan finansial

terutama pada wilayah tertinggal dan pulau kecil. Dokumen PSM Ageement

diterbitkan dengan 6 (enam) bahasa sebagai naskah otentik yaitu dalam bahasa

Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol (FAO, 2009).

FAO (2009) menerangkan butir-butir yang diwajibkan kepada negara

pelabuhan dalam dokumen PSM Ageement adalah sebagai berikut:

Page 33: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

18

1. Memastikan kegiatan perikanan yang terjadi di pelabuhan adalah menjamin

perlindungan jangka panjang dan keberlangsungan pemanfaatan sumberdaya

ikan (kegiatan pengelolaan dan konservasi);

2. Melakukan pemeriksaan yaitu:

1) pemeriksaan dokumen perijinanan atau otoritas penangkapan;

2) pemeriksaan dokumen identitas kapal (negara bendera, jenis kapal dan

penanda kapal meliputi nama, nomor registrasi eksternal, nomor

identifikasi IMO);

3) pemeriksaan radio komunikasi penanda internasional, dan penanda

lainnya serta data VMS (Vessel Monitoring System) dari negara bendera

atau RFMO;

4) pemeriksaan logbook;

5) pemeriksaan hasil tangkapan, transshipment, perdagangan;

6) pemeriksaan daftar awak kapal;

3. Pemeriksaan seluruh bagian kapal (meliputi palkah, semua ruangan di atas

kapal, dan dimensi kapal) serta alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu

penangkapan ikan;

4. Memastikan bahwa hasil pemeriksaan fisik sesuai dengan keterangan yang

terdapat dalam dokumen dan hasil wawancara dengan kapten atau pihak

kapal;

5. Membuat laporan hasil pemeriksaan yang kemudian ditandatangani oleh

pengawas dan kapten kapal;

6. Melakukan pelatihan untuk pengawas atau pemeriksa; dan

7. Jika memungkinkan, menggunakan sistem informasi dengan kode

internasional (meliputi kode negara, kapal, alat tangkap, jenis hasil

tangkapan) seperti berikut.

countries/territories: ISO-3166 3-alphaCountry Code

species: FAO 3-alpha code

vessel types: FAO alpha code

gear types: FAO alpha code

devices/attachments: FAO 3-alpha code

ports: UN LO-code

Page 34: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

19

2.3 Hukum Indonesia

2.3.1 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Jo. Undang-Undang Nomor

31 Tahun 2004 tentang Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010) menjelaskan bahwa

Indonesia memiliki produksi perikanan tangkap 4.957.098 ton pada tahun 2008.

Nilai ini adalah bukti yang nyata bahwa Indonesia merupakan negara yang

memiliki potensi besar dalam perikanan tangkap. Hal ini tergambar bahwa

produksi perikanan tangkap tersebut merupakan terbesar ketiga di dunia (Tabel 2).

Namun, nilai tersebut menuntut suatu pemanfaatan sumberdaya perikanan yang

berkelanjutan, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat berkelanjutan.

Salah satunya dapat dilakukan dengan pengendalian usaha perikanan melalui

pengaturan pengelolaan perikanan.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada Pasal 5

ayat (2) menjelaskan bahwa penyelenggaraan pengelolaan perikanan di luar

wilayah perikanan Republik Indonesia, didasarkan pada peraturan perundang-

undangan, persyaratan, dan/standar internasional yang diterima secara umum. Hal

ini menerangkan bahwa Indonesia sangat mendukung suatu kegiatan perikanan

yang memperhatikan konservasi dan pengelolaannya. Sedangkan, pada Pasal 6

ayat (1) menjelaskan bahwa upaya pengelolaan perikanan tersebut dimaksudkan

untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya

kelestarian sumberdaya ikan. Keikutsertaan pemerintah dalam keanggotaan

lembaga atau organisasi regional dan internasional dalam rangka kerjasama

pengelolaan perikanan regional dan internasional adalah langkah yang dijelaskan

pada Pasal 10.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 hadir sebagai antisipasi dan solusi

yang berkaitan dengan ketersediaan sumber daya ikan, kelestarian lingkungan

sumber daya ikan, maupun perkembangan metode pengelolaan perikanan yang

semakin efektif, efisien, dan modern. Namun kemudian undang-undang tersebut

dianggap perlu dilakukannya perubahan karena dirasa terdapat kekurangan

dengan berjalannya waktu, sehingga ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 45

Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004

Page 35: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

20

tentang Perikanan. Perubahan tersebut dilakukan untuk lebih meningkatkan

regulasi dan kinerja dalam pelaksanaan undang-undang tersebut.

Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, bahwa

pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982

yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, memposisikan

Indonesia memiliki hak berdaulat (sovereign rights) untuk melakukan

pemanfaatan, konservasi, dan pengelolaan sumber daya ikan di Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia (ZEEI), dan laut lepas yang dalam pelaksanaannya didasarkan

pada persyaratan atau standar internasional yang berlaku, sehingga perlu dasar

hukum untuk pengelolaan sumberdaya ikan dan mengantisipasi perkembangan

kebutuhan hukum dan teknologi.

2.3.2 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.28/MEN/2009 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Indonesia sangat menentang dan berupaya untuk melawan praktik IUU

fishing. Hal ini tergambar dari aturan Indonesia yang mengarah ke regulasi yang

memperkecil kemungkinan terjadinya IUU fishing. Keputusan Menteri Kelautan

dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.28/MEN/2009 tentang Sertifikasi

Hasil Tangkapan adalah salah satu aturan Indonesia yang berupaya melawan

praktik IUU fishing. Pasal 1 dalam keputusan menteri tersebut menjelaskan

bahwa Sertifikat Hasil Tangkapan (Catch Certificate) adalah surat keterangan

yang dikeluarkan oleh kepala pelabuhan perikanan yang ditunjuk oleh yang

menyatakan bahwa hasil tangkapan ikan bukan dari kegiatan IUU fishing.

Batasan pemberlakuan atau penggunaan Sertifikat Hasil Tangkapan tersebut

dijelaskan pada pasal 2 bahwa setiap produk perikanan laut yang merupakan hasil

tangkapan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang akan diekspor baik

langsung maupun tidak langsung ke Uni Eropa dilengkapi dengan Sertifikat Hasil

Tangkapan Ikan.

Page 36: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

21

2.3.3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.12/MEN/2009 Jo. PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan

Tangkap

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor

PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap dalam Pasal 1 menjelaskan

pengertian beberapa surat ijin yaitu SIUP, SIPI, dan SIKPI. SIUP (Surat Ijin

Usaha Perikanan) adalah ijin tertulis yang harus dimiliki perusahaan perikanan

untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang

tercantum dalam ijin tersebut. SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan) adalah ijin

tertulis setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan. SIKPI (Surat

Ijin Kapal Pengangkut Ikan) adalah ijin tertulis setiap kapal perikanan untuk

melakukan pengumpulan dan pengangkutan ikan. Peraturan Menteri Kelautan

dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2009 tentang Perubahan Atas

PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, yaitu Pasal 46

menjelaskan tentang pemeriksaan fisik kapal, alat penangkapan ikan, dan

dokumen kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan dalam mengurus

SIPI atau SIKPI. Penerbitan perizinan kapal sendiri telah diatur dalam Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 pada Bab VII tentang

kewenangan penerbitan perizinan yaitu SIUP, SIPI, dan/atau SIKPI. Menteri

dapat mendelegasikan penerbitan perizinan tersebut kepada Gubernur (untuk

kapal berukuran di atas 10 GT (Gross Tonnage) sampai dengan 30 GT) dan

Bupati atau Walikota (untuk kapal berukuran di atas 5 GT sampai dengan 10 GT)

dengan pertimbangan aturan tertentu seperti penggunaan tenaga kerja di kapal

baik asing atau kapal Indonesia, wilayah domisili, dan wilayah operasi

penangkapannya. Selain itu, untuk kapal yang berukuran diatas 30 GT sampai

dengan 60 GT diatur dalam Bab II Pasal 2 Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor PER.16/MEN/2010. Pemberian kewenangan penerbitan SIPI

dan SIKPI untuk kapal perikanan berukuran diatas 30 GT sampai dengan 60 GT

kepada Gubernur (yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Dinas

Kelautan dan Perikanan), namun didasarkan pada Surat Ijin Usaha Perikanan

(SIUP) yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Tata cara

penerbitan perizinan usaha perikanan tangkap telah diatur pula pada Bab VIII

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008.

Page 37: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

22

Pengawasan dan pengendaliannya di lapang, diatur Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan

Tangkap dalam Pasal 78 yaitu melalui sistem pemantauan, pengendalian, dan

pemeriksaan lapangan terhadap operasional dan dokumen kapal perikanan, UPI

(Unit Penangkapan Ikan), dan ikan hasil tangkapan oleh pengawas perikanan. Hal

lainnya yang diwajibkan, seperti kewajiban kapal penangkap ikan dan/atau kapal

pengangkut ikan berbendera asing memasang dan mengaktifkan transmitter atau

sistem pemantauan kapal perikanan (vessel monitoring system atau VMS) serta

mengisi logbook perikanan yang kemudian diserahkan Direktur Jenderal melalui

kepala pelabuhan perikanan setempat atau pelabuhan pangkalan yang ditetapkan

dalam SIPI, diatur dalam pasal 88. Menteri Kelautan dan Perikanan

mengeluarkan Peraturan terbarunya pada juni tahun 2011 yaitu

PER.14/MEN/2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap akan menggantikan

PER.12/MEN/2009 tentang Perubahan Atas PER.05/MEN/2008 tentang Usaha

Perikanan Tangkap. Namun dalam waktu penelitian ini PER.14/MEN/2011

masih belum diberlakukan secara efektif karena mulai berlakunya yaitu setelah 6

(enam) bulan sejak tanggal pengundangan (6 Juni 2011).

2.3.4 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal

Perikanan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.27/MEN/2009

tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan menjelaskan bahwa setiap

kapal perikanan milik orang atau badan hukum Indonesia yang dioperasikan untuk

kegiatan usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan negara

Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib didaftarkan sebagai kapal perikanan

Indonesia dengan persyaratan yang telah ditentukan. Pendaftaran kapal perikanan

adalah kegiatan pencatatan kapal perikanan yang dimuat dalam buku kapal

perikanan.

Buku kapal perikanan sekurang-kurangnya memuat informasi:

1) nama kapal;

2) nomor register;

3) tempat pembangunan kapal;

Page 38: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

23

4) tipe kapal;

5) jenis alat tangkap;

6) tonnage;

7) panjang kapal;

8) lebar kapal;

9) kekuatan mesin;

10) foto kapal;

11) nama dan alamat pemilik;

12) nama pemilik sebelumnya; dan

13) perubahan-perubahan yang terjadi dalam buku kapal perikanan

Penandaan kapal perikanan adalah kegiatan untuk memberi tanda atau

notasi kapal perikanan. Kapal perikanan yang telah dilengkapi dengan buku kapal

perikanan dan SIPI atau SIKPI diberi tanda pengenal kapal perikanan. Tanda

pengenal kapal perikanan sebagaimana yang dimaksud meliputi:

1) tanda selar;

2) tanda daerah penangkapan ikan;

3) tanda jalur penangkapan ikan; dan/atau

4) tanda alat penangkapan ikan.

Spesifikasi tanda tersebut disesuaikan dengan kondisi kapal dan lain hal

sebagainya. Sedangkan untuk kapal yang beroperasi di wilayah organisasi

pengelolaan perikanan regional atau RFMO akan diberikan tanda khusus yang

diatur oleh organisasi pengelolaan perikanan regional atau RFMO tersebut. Hal

ini diharapkan mampu untuk memberikan perbedaan antara kapal yang memang

terdaftar secara legal di negara tertentu dengan kapal yang terindikasi melakukan

praktik IUU fishing. Selain keseluruhan aturan yang telah disebutkan diatas,

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang

Penyelengaraan Sistem Pemantauan Kapal, juga merupakan aturan yang dapat

mengontrol kapal perikanan untuk tidak melakukan praktik IUU fishing.

Page 39: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

24

2.3.5 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

KEP.11/MEN/2004 tentang Pelabuhan Pangkalan Bagi Kapal

Perikanan

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.11/MEN/2004

tentang Pelabuhan Pangkalan Bagi Kapal Perikanan juga menjelaskan kewajiban

kapal perikanan untuk memberikan laporan pada pihak pelabuhan. Hal ini

tercantum dalam Bab V tentang pelaporan dalam Pasal 5. Adapun pada saat akan

dimulai maupun setelah selesai melakukan penangkapan dan/atau pengangkutan

ikan nahkoda atau pengurus kapal perikanan wajib melapor kedatangan dan/atau

keberangkatannya kepada kepala pelabuhan perikanan atau petugas yang ditunjuk

di pelabuhan pangkalan atau di pelabuhan muat atau singgah sebagaimana

tercantum dalam SIPI atau SIKPI dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Dalam waktu sekurang-kurangnya 3 (tiga) jam sebelum meninggalkan

pelabuhan pangkalan untuk melakukan penangkapan dan/atau pengangkutan

ikan wajib memberitahukan keberangkatannya kepada Kepala Pelabuhan

Perikanan atau petugas yang ditunjuk, untuk:

1) pemeriksaan dokumen perijinan kapal perikanan;

2) pemeriksaan sarana penangkapan dan/atau pengangkutan ikan;

3) menerima formulir logbook Perikanan;

4) pemeriksaan lainnya yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan

di bidang perikanan.

2) Setelah selesai melakukan kegiatan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan,

kapal perikanan wajib masuk ke pelabuhan pangkalan atau di pelabuhan muat

atau singgah dan segera melaporkan kedatangannya kepada Kepala Pelabuhan

Perikanan atau petugas yang ditunjuk, untuk:

1) pemeriksaan hasil tangkapan dan/atau ikan yang diangkut;

2) menyerahkan formulir log book Perikanan yang telah diisi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

KEP.11/MEN/2004 tersebut, telah jelas hal-hal apa saja yang harus dilaporkan

oleh nahkoda atau pengurus kapal perikanan kepada pihak pelabuhan. Sanksi atas

pelanggaran kewajiban tersebut, tercantum pula pada Bab VI Sanksi, Pasal 6

dengan sanksi terberat yaitu pembekuan atau pencabutan SIPI (Surat Ijin

Penangkapan Ikan) atau SIKPI (Surat Ijin Kapal Pengankut Ikan). Surat ijin dan

Page 40: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

25

regulasi pelaporan masuk dan keluarnya kapal dari atau ke pelabuhan ini,

merupakan langkah yang menjaga keberlanjutan perikanan dan melawan praktik

IUU fishing. Proses pelaporan masuk dan keluarnya kapal akan dilanjutkan

dengan pemeriksaan menyeluruh terkait ijin, kondisi, dan muatan kapal. Setiap

data hasil tangkapan dari kegiatan penangkapan yang diperlukan untuk

dipergunakan dalam pertimbangan keadaan potensi sumberdaya ikan ke

depannya. Keseluruhan aturan nasional yang disebutkan diatas tersebut

mengarahkan pada tindakan untuk mengatasi dan mengurangi praktik IUU

fishing. Proses perijinan, pengawasan, pelaporan, dan pemeriksaan kapal di

pelabuhan perikanan diharapakan dapat memperkecil kemungkinan akan

berlangsungnya IUU fishing.

2.4 Negara Pelabuhan

Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan

di sekitarnya sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis

perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh

dan bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran

dan kegiatan penunjang perikanan (Pasal 1 Angka 23 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2004). Pasal 7 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

KEP.10/MEN/2004 tentang Pelabuhan Perikanan, menjelaskan fungsi pelabuhan

perikanan yaitu salah satunya sebagai pelaksana pengawasan terhadap

penangkapan, penanganan, pengolahan, pemasaran, dan mutu hasil perikanan.

Negara pelabuhan adalah negara dalam kapasitasnya yang memiliki pelabuhan di

wilayah teritorinya, memiliki hak untuk memutuskan aturan yang diberlakukan

dalam pelabuhan tersebut.

Darmawan (2006) menjelasakan bahwa terdapat 6 (enam) program atau

kewajiban yang direkomendasikan oleh FAO kepada Indonesia dalam cakupan

sebagai negara pelabuhan dan 4 (empat) diantaranya dianalisis telah dijalankan di

Indonesia. Enam kewajiban tersebut adalah sebagai berikut (butir pertama sampai

butir keempat adalah yang telah dijalankan):

Page 41: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

26

1. Mewajibkan kapal ikan asing untuk menyediakan minimal pemberitahuan awal

kedatangan ke pelabuhan yang cukup, salinan ijin penangkapan ikan, rincian

operasi penangkapan yang dilakukan dan jumlah hasil tangkapan di kapal;

2. Mewajibkan kapal jenis lain tetap terkait dengan usaha penangkapan untuk

menyediakan laporan yang sama;

3. Memberikan akses hanya pada pelabuhan yang memiliki kapabilitas untuk

melakukan inspeksi dan mengumpulkan data berikut yaitu :

1) identifikasi kapal dan asal negara,

2) nama, kebangsaan dan kualifikasi kapten dan ahli penangkapan ikan,

3) alat tangkap yang digunakan,

4) jumlah hasil tangkapan, asal, spesies dan bentuk produk,

5) total penangkapan dan yang telah dipindahkan ke kapal lain;

4. Melakukan penegakkan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan di

wilayah perairannya;

5. Bila terdapat kecurigaan terhadap kapal yang dimaksud, maka:

1) melarang kapal untuk merapat atau memindahkan hasil tangkapannya,

2) segera mengirim laporan pada negara asal kapal,

3) segera mengirim laporan pada negara dimana kapal tersebut melakukan

pelangaran;

6. Melakukan penegakkan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan di luar

yurisdiksi dengan persetujuan negara asal (pemberi bendera).

Nikijuluw (2008) menjelaskan bahwa pelaku praktik IUU fishing akan

mendaratkan hasil tangkapannya di suatu pelabuhan. Suatu negara pelabuhan

memiliki wewenang untuk memberikan ijin akses pelabuhan oleh suatu kapal di

wilayah yurisdiksinya. Suatu negara pelabuhan mampu membatasi dan mengatur

penggunaan pelabuhannya untuk mengatasi praktik IUU fishing. Setiap negara

memiliki otoritas penuh atas pelabuhannya. Pemerintah atau pihak negara

pelabuhan memiliki beberapa kewajiban dalam memanfaatkan pelabuhan

perikanannya, yaitu :

1. Mencegah masuknya kapal asing ke pelabuhan terkecuali dalam situasi yang

darurat;

Page 42: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

27

2. Melarang kapal asing mendaratkan atau melakukan transshipment hasil

tangkapan di pelabuhannya;

3. Mewajibkan kapal yang ingin berlabuh untuk menyiapkan informasi tentang

identitas dan aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan;

4. Melakukan inspeksi kapal di pelabuhan; dan

5. Mewajibkan kapal melengkapi salinan surat ijin penangkapan ikan, uraian rinci

tentang trip, dan volume ikan yang akan didaratkan.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dalam Pasal 41

menjelaskan bahwa pelabuhan perikanan merupakan tempat mendaratkan ikan

hasil tangkapan dari kapal penangkap ikan maupun kapal pengangkut ikan.

Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara pelabuhan yang memiliki akses

pelabuhan perikanan. FAO (2001) menjelaskan, akses pelabuhan dapat diartikan

sebagai ijin masuknya kapal penangkap ikan asing kepelabuhan atau dermaga

lepas pantai untuk tujuan, antara lain pengisian bahan bakar, perbekalan, lintas

pelayaran dan berlabuh, tanpa mengurangi kedaulatan suatu negara pantai sesuai

dengan hukum nasionalnya dan Konvensi PBB tahun 1982 serta hukum

internasional lainnya yang relevan.

Analisis Darmawan dilakukan sebelum hadirnya dokumen PSM Ageement

(tahun 2009) yaitu pada tahun 2006. Draft Agreement on Port State Measures to

Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing hadir baru pada tahun 2007, sedangkan

PSM Ageement di adopsi pada tahun 2009 oleh FAO. Namun sebelumnya peran

negara pelabuhan dalam melawan IUU fishing telah dimuat dalam dokumen

IPOA-IUU fishing tahun 2000. Hal yang sama terkait peran negara pelabuhan

juga pernah dijelaskan oleh Nikijuluw pada tahun 2008. Kesemuaan penjabaran

tersebut, tidak begitu mengalami perbedaan yang nyata dalam kurun waktu

pembahasannya. Hanya saja terdapat pengembangan secara mendetail pada

beberapa poin pada peran negara pelabuhan dalam melawan IUU fishing tersebut.

Kehadiran PSM Ageement tentu sangat mendetail untuk setiap kewajiban negara

pelabuhan.

Pengesahan PSM Ageement merupakan upaya untuk melindungi kekayaan

laut dari penjarahan nelayan asing dan sekaligus melengkapi penguatan rezim

nasional (khususnya hukum laut dan perikanan). Setiap pihak atau negara

Page 43: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

28

anggota nantinya wajib menunjuk dan mempublikasikan pelabuhan yang

memungkinkan masuknya kapal perikanan ke pelabuhan. Daftar pelabuhan yang

ditunjuk tersebut, diserahkan kepada FAO untuk dipublikasikan. Negara

pelabuhan adalah pelaku pemeriksaan terhadap kapal di pelabuhannya. Setelah

melakukan pemeriksaan, negara pelabuhan memiliki kuasa untuk menolak masuk

dan menolak penggunaan pelabuhan bagi kapal yang terlibat IUU fishing. Hal ini

harus diberitahukan kepada Negara Bendera (apabila perlu negara pantai, RFMO,

dan organisasi lainnya). Negara pelabuhan harus (jika memungkinkan)

membangun mekanisme komunikasi elektronik secara langsung dengan

mempertimbangkan persyaratan kerahasiaan6.

2.5 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah suatu contoh yang merupakan himpunan bagian dari

populasi. Suatu penelitian akan memiliki keterbatasan untuk dapat menampung

semua anggota populasi, sehingga diperlukan pengambilan sampel yang dapat

mewakili populasi tersebut. Gulo (2000) menjelaskan bahwa teknik pengambilan

sampel dibagi atas dua kelompok besar yaitu probability sampling dan

nonprobability sampling. Probability sampling (random sample) adalah

pengambilan sampel yang tidak didasarkan pada pertimbangan pribadi tetapi

tergantung kepada aplikasi kemungkinan. Derajat keterwakilannya dapat

diperhitungkan pada peluang tertentu. Sampel yang diperoleh dapat dipergunakan

untuk melakukan generalisasi terhadap populasi. Beberapa cara yang tergolong

dalam probability sampling yaitu simple random samplimg, stratified random

sampling, cluster random sampling, dan multistage random sampling. Random

sampling memberikan peluang yang sama besar terhadap setiap anggota populasi

untuk dapat diambil sebagai sampel.

Nonprobability sampling (non-random sample) adalah suatu teknik

pengambilan sampel yang dapat dilakukan apabila tidak dibutuhkan generalisasi

dan penelitian perlu dilakukan secara cepat (Abadi, 2006). Eriyanto (2007)

menambahkan bahwa nonprobability sampling cenderung menghasilkan

subjektivitas peneliti yang sesuai dengan subjektivitas peneliti. Pihak yang

6Diskusi Pembahasan Finalisasi Penyusunan Bahan Pengesahan PSM, Op Cit, hlm 8-10.

Page 44: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

29

diwawancarai bukan sampel yang terpilih lewat prinsip hukum probabilitas,

melainkan karena alasan-alasan subjektivitas. Teknik nonprobability sampling

(non-random sample) dibagi ke dalam beberapa metode sebagai berikut:

1. Convenience

Convenience adalah teknik penarikan sampel yang dilakukan tanpa

mekanisme tertentu (sembarang). Penarikan sampel tidak membebani berapa dan

siapa sampelnya. Kelebihan teknik ini adalah dapat dilakukan dengan waktu yang

cepat dan biaya yang murah, namun kelemahannya yaitu di sisi metodologi yaitu

berkemungkinan terjadi penumpukan disuatu titik. Sampel yang ditemukan

sangat berkemungkinan untuk bias, karena ada kemungkinan peneliti

mendapatkan respon yang sangat tidak mencerminkan karakteristik populasi. Hal

ini terjadi karena teknik ini terlalu praktis dan tanpa prosedur. Sampel ini

sebaiknya digunakan dalam keadaan tertentu seperti:

1) keperluan penjajakan (penjaringan pendapat) yang hanya merupakan bahan

rancangan pembuatan kuisioner untuk studi lain;

2) keperluan deskripsi yang hanya untuk merumuskan pendapat masyarakat

untuk membuat suatu kesimpulan; dan

3) situasi yang tidak tersedia kerangka sampel yang memadai atau tidak ada

infomasi yang cukup mengenai populasi yang diteliti.

2. Quota (kuota)

Teknik quota adalah perbaikan dari teknik Convenience. Teknik kuota

memberikan batasan kriteria dan jumlah sampel yang akan diambil. Terdapat dua

langkah penarikan sampel kuota. Langkah pertama, membuat kategori dan

jumlah pihak yang akan menjadi sampel yang dituangkan ke dalam matriks. Hal

inilah yang menjadi dasar pemilihan responden. Sampel kuota mirip gabungan

antara sampel stratifikasi (Stratified sampling) dan sampel sembarangan

(Convenience sampling). Peneliti membuat pengelompokan agar sesuai dengan

stratifikasi dalam populasi, namun pemilihan sampe dapat dipilih siapapun asal

sesuai dengan karakteristik yang ditentukan. Proses penting dari sampel ini

adalah saat menentukan kategori dan jumlah orang dalam masing-masing

kategori. Penentuan kategori ini sebisa mungkin ditunjang dengan riset

kepustakaan agar kategori yang dibuat sesuai dengan kategori populasi.

Page 45: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

30

3. Purposive

Sampel purposive dilakukan melalui pemilihan sampel dengan

pertimbangan tertentu dari peneliti yang secara sengaja namun dengan alasan

yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Populasi sampel dianggap

memiliki karakter yang homogen.

4. Snowball

Sampel snowball yaitu sesuai dengan definisi kata ‘snowball’ artinya

mengelinding dengan bulatan kecil dan terus-menerus hingga menjadi besar.

Dalam perkembangannya jumlah orang yag dijadikan sampel akan terus

berkembang sampai jumlah terpenuhi. Teknik sampel ini dipakai pada kondisi

survei yang sangat spesifik, tidak ada kerangka sampel, dan tidak ada informasi

yang digunakan untuk mendata populasi. Asumsinya bahwa anggota dari

populasi saling berhubungan dan berjaringan. Penentuan beberap sampel akan

secara langsung dapat menentukan sampel berikutnya.

Page 46: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

31

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian dengan judul “Analisis Praktik IUU (Illegal,

Unreported, and Unregulated) Fishing dan Upaya Penanganannya melalui

Adopsi Mekanisme Port State Measures di Pelabuhan Perikanan Samudera

Nizam Zachman Jakarta” dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai Januari 2012

di PPS Nizam Zachman Jakarta dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

Republik Indonesia. Penelitian ini bersifat studi kasus dengan lokasi kasus di PPS

Nizam Zachman Jakarta. Penelitian diarahkan untuk melihat kesiapan PPS Nizam

Zachman Jakarta terhadap rencana Indonesia dalam meratifikasi dokumen port

state measure agreement. Kesiapan ini menitikberatkan pada teknis inspeksi yang

dilakukan oleh negara pelabuhan dalam mencegah, menghalangi, dan

memberantas praktik IUU fishing. Kesiapan ini dilihat melalui butir-butir yang

telah dirangkum dari dokumen port state measure agreement (kemudian disebut

PSM Agreement).

3.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian kali ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Berikut disajikan data primer dan data sekunder yang diperlukan

dalam penelitian ini.

Tabel 3 Data primer penelitian No. Data Sumber data Cara pengumpulan Cara pengolahan

1. Kesesuaian kewajiban negara pelabuhan mengacu dari dokumen port

state measure

agreement terhadap adopsi aturan nasional

Referensi pustaka internasional dan aturan hukum Indonesia

Referensi Dokumen Daftar periksa (check list) dan analisis deskriptif

Kepala pelabuhan, kepala syahbandar dan pengawas perikanan di PPS Nizam Zachman Jakarta, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan

Wawancara

Page 47: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

32

Tabel 3 Data primer penelitian (lanjutan) No. Data Sumber data Cara pengumpulan Cara pengolahan

2. Kesesuaian kewajiban negara pelabuhan mengacu dari dokumen port

state measure

agreement di PPS Nizam Zachman Jakarta

Kepala pelabuhan, kepala syahbandar dan pengawas perikanan di PPS Nizam Zachman Jakarta

Wawancara Daftar periksa (check list) dan analisis deskriptif

Tabel 4 Data sekunder penelitian No. Data Sumber data Cara pengumpulan Cara pengolahan

1. Data IUU Vessel list

Situs resmi RFMO terkait

Referensi dokumen Analisis deskriptif

Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dilakukan melalui studi

pustaka dan wawancara. Tujuan penelitian melalui studi pustaka atau

kepustakaan adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian-

pengertian pokok dalam hukum seperti subjek hukum, objek hukum, peristiwa

hukum, hubungan hukum dan lain-lain (Amalia dan Putri, 2008). Studi

kepustakaan ini ditelusuri melalui sumber buku, artikel jurnal, hasil seminar atau

workshop, dan beberapa kajian pemerintah yang terkait dengan port state mesures

dan IUU fishing. Selain itu identifikasi tersebut juga dapat diperkuat melalui

pengamatan (observasi) dan wawancara (interview). Wawancara dilakukan pada

sampel yang telah ditentukan sebelumnya.

Penelitian ini menjelaskan suatu regulasi hukum internasional yang ada

pada dokumen port state measure agreement dalam mencegah, menghalangi, dan

memberantas IUU fishing. Penelitian ini juga menguraikan regulasi yang ada di

Indonesia sebagai suatu hubungan yang menggambarkan kesiapan Indonesia

dalam rencana ratifikasi dokumen tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bersifat

eksploratif dan deskriptif. Absah (2007) menjelaskan bahwa penelitian

eksploratif adalah jenis penelitian yang berusaha mencari ide-ide atau hubungan-

hubungan yang baru, sedangkan penelitian deskriptif merupakan penelitian yang

bertujuan menguraikan sifat-sifat atau karakteristik dari suatu fenomena tertentu.

Abadi (2006) menjelaskan bahwa penelitian eksploratif dimaksudkan

untuk memberikan pemahaman dan penjelasan awal tentang suatu fenomena

Page 48: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

33

secara kualitatif. Pemahaman dan penjelasan suatu fenomena secara kualitatif

tersebut, dapat didukung dengan teknik pengambilan sampel melalui non-random

sample. Non-random sample (nonprobability sampling) adalah suatu teknik

pengambilan sampel yang dapat dilakukan apabila tidak dibutuhkan generalisasi

dan penelitian perlu dilakukan secara cepat. Non-random sample memiliki unsur

populasi yang dipilih atas dasar ketersediannya atau karena menurut penilaian

peneliti sampel tersebut cukup mewakili populasi, sesuai tuntutan penelitiannya.

Penelitian ini memilih sampel yaitu pada instansi atau pihak tertentu yang

merupakan pelaku intinya. Pelaku inti ini mampu mewakili populasi dan sesuai

dengan tuntutan penelitian sebagai pelaku dunia perikanan. Pelaku tersebut antara

lain Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu Direkorat Jenderal Perikanan

Tangkap (Direktorat Pelabuhan Perikanan dan Direktorat Sumberdaya Ikan),

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, serta Biro

Hukum dan Organisasi. Sedangkan pelaku inti di PPS Nizam Zachman Jakarta

yaitu Kepala PPS Nizam Zachman Jakarta, Kepala Syahbandar PPS Nizam

Zachman Jakarta, Pengawas Perikanan PPS Nizam Zachman Jakarta, dan

beberapa pihak lainnya. Pelaku inti tersebut mempunyai karakteristik kunci yang

memungkinkan untuk dikaji dan diambil berdasarkan pertimbangan yang bersifat

ilmiah.

Sampel acak (random sample) tidak diperlukan jika peneliti ingin

menjelaskan kondisi-kondisi yang khusus dengan pendekatan eksploratif (Losh

2000 dalam Abadi, 2006). Teknik non-random sample dalam penelitian ini

adalah purposive sampling. Purposive sampling akan memilih sampel

berdasarkan pada kondisi khusus yang dianggap mampu mengindikasikan

karakter populasi atau dengan kata lain populasi tersebut bersifat homogen

(sama). Kesamaan dalam penelitian ini diasumsikan bahwa pemahaman suatu

aturan atau regulasi hukum adalah sama dalam lingkup suatu instansi negara,

sehingga hanya cukup diwakili oleh beberapa pihak saja (pelaku inti). Data yang

diperoleh akan diolah melalui daftar periksa (check list) dan analisis deskriptif.

Page 49: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

34

3.3 Metode Analisis Data

Penelitian “Analisis Praktik IUU (Illegal, Unreported, Unregulated)

Fishing dan Upaya Penanganannya melalui Adopsi Mekanisme Port State

Measures di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta”

menggunakan analisis deskriptif terhadap data yang diperoleh. Analisis deskriptif

dalam penelitian ini dilakukan dengan alat analisis yaitu yuridis komparatif.

Lambang (2009) menjelaskan bahwa yuridis komparatif adalah pendekatan

berdasarkan pertimbangan atau perbandingan hukum. Penggunaan pendekatan

yuridis komparatif erat kaitannya dari usaha pembaharuan hukum pidana di

Indonesia. Data berupa informasi hukum akan dianalisis dengan membandingkan

butir demi butir atau pasal demi pasal ketentuan yang terkait parameter dalam port

state measures dengan hukum Indonesia. Kemudian dilakukan pula analisis atas

perbandingan tersebut dengan pelaksanaannya di PPS Nizam Zachman Jakarta.

3.4 Metode Pembahasan

Data yang diperoleh dan telah dianalisis akan dibahas secara deskriptif.

Hal ini diharapkan dapat menjawab dari tujuan dilaksanakannnya penelitian ini,

yaitu menganalisis kesiapan hukum Indonesia dalam menerapkan kebijakan port

state measure agreement (PSM Agreement) untuk mencegah, menghalangi, dan

memberantas praktik IUU fishing. Selain itu, kesiapan PPS Nizam Zachman

Jakarta dapat ditentukan melalui analisis berbagai butir kewajiban negara

pelabuhan yang disyaratkan dalam suatu port state measure agreement pada

pelaksanaannya di lapang. Analisis ini akan memberikan penjelasan dan

mengoreksi pelaksanaan yang telah ada serta memberikan rekomendasi perbaikan

atau peningkatan kinerja ke arah yang lebih baik lagi.

Butir-butir yang diwajibkan, menurut FAO (2009) kepada negara

pelabuhan yaitu sebagai berikut:

1. Memastikan kegiatan perikanan yang terjadi di pelabuhan adalah menjamin

perlindungan jangka panjang dan keberlangsungan pemanfaatan sumberdaya

ikan (kegiatan pengelolaan dan konservasi);

2. Melakukan pemeriksaan yaitu:

1) pemeriksaan dokumen perijinanan atau otoritas penangkapan;

Page 50: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

35

2) pemeriksaan dokumen identitas kapal (negara bendera, jenis kapal dan

penanda kapal meliputi nama, nomor registrasi eksternal, nomor

identifikasi IMO);

3) pemeriksaan radio komunikasi penanda internasional, dan penanda lainnya

serta data VMS (Vessel Monitoring System) dari negara bendera atau

RFMO;

4) pemeriksaan logbook;

5) pemeriksaan hasil tangkapan, transshipment, perdagangan; dan

6) pemeriksaan daftar awak kapal;

3. Pemeriksaan seluruh bagian kapal (meliputi palkah, semua ruangan di atas

kapal, dan dimensi kapal) serta alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu

penangkapan ikan;

4. Memastikan bahwa hasil pemeriksaan fisik sesuai dengan keterangan yang

terdapat dalam dokumen dan hasil wawancara dengan kapten atau pihak

kapal;

5. Membuat laporan hasil pemeriksaan yang kemudian ditandatangani oleh

pengawas dan kapten kapal;

6. Melakukan pelatihan untuk pengawas atau pemeriksa; dan

7. Jika memungkinkan, menggunakan sistem informasi dengan kode

internasional (meliputi kode negara, kapal, alat tangkap, jenis hasil

tangkapan), seperti berikut.

countries/territories: ISO-3166 3-alphaCountry Code

species: FAO 3-alpha code

vessel types: FAO alpha code

gear types: FAO alpha code

devices/attachments: FAO 3-alpha code

ports: UN LO-code

Page 51: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komparasi Port State Measures dengan Aturan Indonesia

Indonesia telah memiliki aturan hukum dalam mengatur kegiatan

perikanan, pelabuhan perikanan, dan hal lain terkait perikanan yaitu meliputi:

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem

Pemantauan Kapal Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.28/MEN/2009 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan, Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor PER.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan

Penandaan Kapal Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.05/MEN/2008 tentang Unit Perikanan Tangkap dan perubahannya, Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2009 tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008

tentang Usaha Perikanan Tangkap; Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor KEP.10/MEN/2004 tentang Pelabuhan Perikanan dan Keputusan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.11/MEN/2004 tentang Pelabuhan Pangkalan

bagi Kapal Perikanan, dan lain sebagainya merupakan aturan yang dianut

Indonesia. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, sebenarnya butir-butir yang

terkandung di dalam aturan hukum Indonesia telah mengarah pada langkah

melawan dan mengantisipasi praktik IUU fishing. FAO telah berhasil

merumuskan Draft Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter and

Eliminate IUU Fishing. Draft Agreement on Port State Measures (kemudian

disebut PSM Agreement) diharapkan menjadi suatu instrumen hukum

internasional yang ditujukan untuk meningkatkan peran negara pelabuhan (port

states) dalam mencegah, menghalangi, dan memberantas IUU fishing. Butir-butir

yang ada dalam hukum Indonesia telah jelas mengarah ke aturan PSM Agreement

tanpa melalui suatu proses adopsi. Berikut tabel komparasi butir-butir dalam PSM

Agreement terhadap regulasi perikanan Indonesia dan penjabarannya atas akan

dijelaskan pada Sub-sub Bab selanjutnya (Sub-sub Bab 4.1.1 sampai Sub-sub Bab

4.1.6)

Page 52: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

37

Tab

el 5

K

om

par

asi port state measure

den

gan

atu

ran I

ndones

ia

No.

Butir

dal

am Port State

Measure

A

tura

n I

ndones

ia

Per

atura

n p

erundan

g-

undan

gan

*)

Ket

eran

gan

*)

1.

Keg

iata

n

per

ikan

an

har

us

men

jam

in p

erli

ndungan

jan

gka

pan

jang

dan

keb

erla

ngsu

ngan

pem

anfa

atan

SD

I (k

egia

tan

pen

gel

ola

an d

an k

onse

rvas

i)

UU

No.3

1 T

ahun 2

004

Per

men

KP

No. PE

R.1

4/ M

EN

/2011

Pas

al 6

ayat

(1)

Pen

gel

ola

an

per

ikan

an

dal

am

wil

ayah

pen

gel

ola

an

per

ikan

an

Rep

ubli

k

Indones

ia

dil

akukan

untu

k

terc

apai

nya

man

faat

yan

g

optim

al

dan

ber

kel

anju

tan, se

rta ter

jam

in k

eles

tari

an sum

ber

daya ikan.

Pas

al 4

4

Dir

ektu

r Je

nder

al,

guber

nur,

bupat

i/w

alik

ota

dal

am m

ember

ikan

per

setu

juan

pen

gad

aan k

apal

wajib m

emper

tim

bangkan k

eter

sedia

an d

an k

eles

tari

an

sum

ber

daya ik

an dan lingkungannya,

sert

a kap

asit

as p

roduksi

UPI

bag

i usa

ha

per

ikan

an tan

gkap

ter

pad

u.

2.

Mel

akukan

pem

erik

saan

: a.

Pem

erik

saan

dokum

en

per

ijin

anan

at

au

oto

rita

s pen

angkap

an

UU

No.4

5 T

ahun 2

009

Pas

al 6

6C

“D

alam

mel

aksa

nak

an tugas

seb

agai

man

a dim

aksu

d d

alam

Pas

al 6

6, pen

gaw

as

per

ikan

an b

erw

enan

g:

a. m

emas

uki dan

mem

erik

sa tem

pat

keg

iata

n u

saha

per

ikan

an;

b.

mem

eri

ksa

kel

engkapan d

an k

eabsa

han d

okum

en u

saha p

erik

anan;

c. m

emer

iksa

keg

iata

n u

saha

per

ikan

an;

d.

mem

erik

sa s

aran

a dan

pra

sara

na

yan

g d

igunak

an u

ntu

k k

egia

tan p

erik

anan

; e. m

em

veri

fikasi k

elen

gkapan d

an k

eabsa

han S

IPI dan S

IKPI;

f. m

endokum

enta

sikan h

asi

l pem

erik

saan;

g.

men

gam

bil

conto

h i

kan

dan

/ata

u b

ahan

yan

g d

iper

lukan

untu

k k

eper

luan

pen

guji

an lab

ora

tori

um

;

h.

mem

eri

ksa

per

ala

tan

dan

kea

ktifa

n

sist

em

pem

anta

uan

kapal

per

ikanan;

i.

men

ghen

tikan

, m

emer

iksa

, m

embaw

a, m

enah

an,

dan

a m

enan

gkap

kap

al

dan

/ata

u o

rang y

ang d

iduga

atau

pat

ut did

uga

mel

akukan

tin

dak

pid

ana

Page 53: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

38

Tab

el 5

Kom

par

asi port state measure

den

gan

atu

ran I

ndones

ia (

lanju

tan 1

)

No.

Butir

dal

am Port State

Measure

A

tura

n I

ndones

ia

Per

atura

n p

erundan

g-

undan

gan

*)

Ket

eran

gan

*)

Kep

men

K

P

No.K

EP.1

1/M

EN

/2004

per

ikan

an d

i w

ilay

ah p

engel

ola

an p

erik

anan

Neg

ara

Rep

ublik I

ndones

ia

j.

sam

pai

den

gan

dis

erah

kan

nya

kap

al d

an/a

tau o

rang t

erse

but

di

pel

abuhan

te

mpat

per

kar

a te

rseb

ut dip

rose

s le

bih

lan

jut ole

h p

enyid

ik;

k.

men

yam

pai

kan

rek

om

endas

i kep

ada

pem

ber

i iz

in u

ntu

k m

ember

ikan

san

ksi

se

suai

den

gan

ket

entu

an p

erat

ura

n p

erundan

g-u

ndan

gan

; l.

mel

akukan

ti

ndak

an

khusu

s te

rhad

ap

kap

al

per

ikan

an

yan

g

ber

usa

ha

mel

arik

an

dir

i dan

/ata

u

mel

awan

dan

/ata

u

mem

bah

ayak

an

kes

elam

atan

kap

al

pen

gaw

as

per

ikan

an

dan

/ata

u

awak

kap

al

per

ikan

an;

dan

/ata

u

men

gad

akan

tin

dak

an lai

n m

enuru

t hukum

yan

g b

erta

nggung jaw

ab.

Pas

al 5

Pad

a sa

at

akan

dim

ula

i m

aupun

sete

lah

sele

sai

mel

akukan

pen

angkap

an

dan

/ata

u p

engan

gkuta

n i

kan

, nah

koda

atau

pen

guru

s kap

al w

ajib

mel

apork

an

ked

atan

gan

dan

/ata

u k

eber

angkat

an k

epad

a K

epal

a P

elab

uhan

Per

ikan

an a

tau

pet

ugas

yan

g d

itunju

k d

i pel

abuhan

pan

gkal

an a

tau d

i pel

abuhan

muat

/sin

ggah

se

bag

aim

ana

terc

antu

m

dal

am

SPI

atau

SIK

PI

den

gan

ket

entu

an

sebag

ai

ber

ikut:

a.

Dal

am w

aktu

se

kura

ng-k

ura

ngnya

3 (t

iga)

ja

m se

bel

um

m

enin

ggal

kan

pel

abuhan

pan

gkal

an

untu

k

mel

akukan

pen

angkpaa

n

dan

/ata

u

pen

gan

gkuta

n

ikan

w

ajib

m

ember

itah

ukan

keb

eran

gkat

annya

kep

ada

Kep

ala

Pel

abuhan

Per

ikan

an a

tau p

etugas

yan

g d

itunju

k, untu

k:

1.

Pem

eri

ksa

an d

okum

en p

eri

zinan k

apal per

ikanan;

2.

Pem

erik

saan

sar

ana

pen

angkap

an d

an/a

tau p

engan

gkuta

n ikan

; 3.

Men

erim

a fo

rmulir

Log B

ook P

erik

anan

; 4.

Pem

erik

saan

lai

nnya

yan

g d

iwaj

ibkan

ole

h p

erat

ura

n p

erundan

g-

Page 54: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

39

Tab

el 5

Kom

par

asi port state measure

den

gan

atu

ran I

ndones

ia (

lanju

tan 2

)

No.

Butir

dal

am Port State

Measure

A

tura

n I

ndones

ia

Per

atura

n p

erundan

g-

undan

gan

*)

Ket

eran

gan

*)

b.

Pem

erik

saan

dokum

en

iden

tita

s kap

al

(neg

ara

ben

der

a,

jenis

kap

al

dan

pen

anda

kap

al

mel

iputi

nam

a,

nom

or

regis

tras

i ek

ster

nal

, nom

or

iden

tifi

kas

i IMO

)

U

U N

o.4

5 T

ahun 2

009

-undan

gan

di bid

ang p

erik

anan

. b.

Set

elah

se

lesa

i m

elak

ukan

keg

iata

n pen

angkap

an dan

/ata

u pen

gan

kuta

n

ikan

, kap

la p

erik

anan

waj

ib m

asuk p

elab

uhan

pan

gkal

an a

tau d

i pel

abuhan

m

uat

/sin

ggah

dan

se

ger

a m

elap

ork

an

ked

atan

gan

nya

kep

ada

Kep

ala

Pel

abuhan

Per

ikan

an a

tau p

etugas

yan

g d

itunju

k, untu

k:

1.

Pem

erik

saan

has

il tan

gkap

an d

an/a

tau ikan

yan

g d

iangkut;

2.

Men

yer

ahkan

form

ulir

Log B

ook P

erik

anna

yan

g tel

ah d

iisi

. Pas

al 4

2 a

yat

(2)

(2)

Syah

ban

dar

di pel

abuhan

per

ikan

an m

empunyai

tugas

dan

wew

enan

g:

a. m

ener

bit

kan

Sura

t Per

setu

juan

Ber

layar

; b.

men

gat

ur

ked

atan

gan

dan

keb

eran

gkat

an k

apal

per

ikan

an;

c. m

em

eri

ksa

ula

ng k

elen

gkapan d

okum

en k

apal per

ikanan;

d.

mem

eri

ksa

te

knis

dan nautis

kapal

per

ikanan dan m

emer

iksa

ala

t

pen

angkapan ikan, dan a

lat bantu

pen

angkapan ikan

; e. m

emer

iksa

dan

men

ges

ahkan

per

janji

an k

erja

lau

t;

f. m

em

eri

ksa

log book p

enangkapan d

an p

engangkuta

n ikan

; g.

men

gat

ur

ola

h g

erak

dan

lal

uli

nta

s kap

al p

erik

anan

di pel

abuhan

per

ikan

an;

h.

men

gaw

asi pem

anduan

; i.

men

gaw

asi pen

gis

ian b

ahan

bak

ar;

j.

men

gaw

asi keg

iata

n p

emban

gunan

fas

ilit

as p

elab

uhan

per

ikan

an;

k.

mel

aksa

nak

an b

antu

an p

enca

rian

dan

pen

yel

amat

an;

mem

impin

pen

anggula

ngan

pen

cem

aran

dan

pem

adam

an

keb

akar

an

di

pel

abuhan

per

ikan

an;

Page 55: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

40

Tab

el 5

K

om

par

asi port state measure

den

gan

atu

ran I

ndones

ia (

lanju

tan 3

)

No.

Butir

dal

am Port State

Measure

A

tura

n I

ndones

ia

Per

atura

n p

erundan

g-

undan

gan

*)

Ket

eran

gan

*)

c. Pem

erik

saan

ra

dio

kom

unik

asi pen

anda

Per

men

KP

No. P

ER

.05/M

EN

/2008

UU

No.4

5 T

ahun 2

009

Pas

al 7

8 a

yat

(1)

dan

(2)

(1)

Pen

gaw

asan

dan

pen

gen

dal

ian ter

had

ap k

egia

tan u

saha

per

ikan

an tan

gkap

dil

akukan

ter

had

ap d

ipen

uhin

ya

ket

entu

an p

erat

ura

n p

erundan

g-u

ndan

gan

di bid

ang p

enan

gkap

an ikan

, pen

gan

gkuta

n ikan

, dan

/ata

u p

engola

han

ikan

se

rta

ket

entu

an lai

nnya

yan

g b

erkai

tan d

engan

keg

iata

n u

saha

per

ikan

an

tangkap

. (2

) Pen

gaw

asan

dan

pen

gen

dal

ian

sebag

aim

ana

dim

aksu

d

pad

a ay

at

(1)

dil

akukan

den

gan

si

stem

pem

anta

uan

, pen

gen

dal

ian,

dan

pem

erik

saan

la

pan

gan

ter

had

ap o

per

asio

nal

dan

dokum

en k

apal per

ikanan, U

PI,

dan

ikan

has

il tan

gkap

an o

leh p

engaw

as p

erik

anan

. Pas

al 4

8 a

yat

(2)

(2)

Per

mohonan

pem

erik

saan

fis

ik k

apal

, al

at p

enan

gkap

an ikan

, dan

dokum

en

kap

al p

engan

gkut ik

an b

erben

der

a as

ing y

ang d

isew

a dia

jukan

kep

ada

Dir

ektu

r Je

nder

al d

engan

mel

ampir

kan

: a. fo

tokopi

SIU

P

atau

su

rat

izin

usa

ha

pel

ayar

an

angkuta

n

laut

yan

g

dik

eluar

kan

ole

h inst

ansi

yan

g b

erw

enan

g;

b.

foto

kopi per

janji

an s

ewa

kap

al d

engan

men

unju

kkan

asl

inya;

c. fo

tokopi su

rat ukur

inte

rnasi

onal den

gan m

enunju

kkan a

slin

ya;

d.

foto

kopi su

rat ta

nda k

ebangsa

an k

apal den

gan

men

unju

kkan

asl

inya;

dan

e. fo

tokopi ce

tak b

iru r

anca

ng b

angun k

apal

. Pas

al 6

6C

(sa

ma sep

ert

i se

bel

um

nya)

Page 56: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

41

Tab

el 5

K

om

par

asi port state measure

den

gan

atu

ran I

ndones

ia (

lanju

tan 4

)

No.

Butir

dal

am Port State

Measure

A

tura

n I

ndones

ia

Per

atura

n p

erundan

g-

undan

gan

*)

Ket

eran

gan

*)

in

tern

asio

nal

, dan

pen

anda

lain

nya

sert

a dat

a VMS d

ari

neg

ara

ben

der

a at

au RFMO

d.

Pem

erik

saan

logbook

e.

Pem

erik

saan

has

il

tangkap

an, transshipment,

per

dag

angan

Per

men

KP

N

o.P

ER

.05/M

EN

/2008

UU

No.4

5 T

ahun 2

009

Per

men

KP

N

o.P

ER

.18/M

EN

/2010

UU

No.4

5 T

ahun 2

009

Per

men

KP

No. P

ER

.05/M

EN

/2008

Pas

al 8

8

(1)

Set

iap k

apal

pen

angkap

ikan

dan

/ata

u k

apal

pen

gan

gkut

ikan

ber

ben

der

a as

ing

waj

ib

mem

asan

g

dan

m

engak

tifk

an

transm

itte

r ata

u

sist

em

pem

anta

uan k

apal per

ikanan (V

MS).

(2)

Set

iap k

apal

pen

angkap

ikan

dan

/ata

u k

apal

pen

gan

gkut

ikan

ber

ben

der

a In

dones

ia b

erukura

n l

ebih

dar

i 30 (

tiga

pulu

h)

GT

waj

ib m

emas

ang d

an

men

gak

tifk

an tra

nsm

itte

r at

au s

iste

m p

eman

tauan

kap

al p

erik

anan

(V

MS).

Pas

al 4

2 a

yat

(2)

(sam

a sep

erti seb

elum

nya)

Pas

al 6

ayat

(1)

Kep

ala

Pel

abuhan

P

erik

anan

at

au

pej

abat

yan

g

ditunju

k

sebag

aim

ana

dim

aksu

d d

alam

Pas

al 5

mel

akukan

veri

fikasi d

an/a

tau p

engis

ian d

ata

(en

try

data

) log book p

enangkapan ikan y

ang d

iser

ahkan

ole

h N

akhoda.

Pas

al

42

ayat

(2

) (s

ama

seper

ti

sebel

um

nya)

, te

rkai

t den

gan

tu

gas

dan

w

ewen

ang sy

ahban

dar

per

ikan

nan

yai

tu sa

lah sa

tunya

mem

erik

sa se

rtif

ikat

ik

an h

asil tan

gkap

an.

Pas

al 1

8 a

yat

(1)

(1)

Set

iap k

apal

pen

angkap

ikan

dan

/ata

u k

apal

pen

gan

gkut ik

an h

arus

men

dar

atkan

ikan

has

il tan

gkap

an d

i pel

abuhan

pan

gkal

an y

ang te

rcan

tum

dal

am S

IPI

dan

/ata

u S

IKP

I.

(2)

Dik

ecual

ikan

dar

i ket

entu

an s

ebag

aim

ana

dim

aksu

d p

ada

ayat

(1),

bag

i kap

al p

enan

gkap

ikan

ber

ben

der

a In

dones

ia d

apat

mel

akukan

pen

itip

an

Page 57: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

42

Tab

el 5

K

om

par

asi port state measure

den

gan

atu

ran I

ndones

ia (

lanju

tan 5

)

No.

Butir

dal

am Port State

Measure

A

tura

n I

ndones

ia

Per

atura

n p

erundan

g-

undan

gan

*)

Ket

eran

gan

*)

(3

) ik

an k

e kap

al p

enan

gkap

ik

an la

innya

dal

am sa

tu kes

atuan

m

anaj

emen

usa

ha

term

asuk y

ang d

ilak

ukan

mel

alui

ker

ja s

ama

usa

ha,

dan

did

arat

kan

di

pel

abuhan

pan

gkal

an y

ang t

erca

ntu

m d

alam

SIP

I kap

al p

enan

gkap

ikan

yan

g

men

erim

a pen

itip

an

ikan

, se

rta

waj

ib

dil

apork

an

kep

ada

kep

ala

pel

abuhan

pan

gkal

an d

an k

epad

a pen

gaw

as p

erik

anan

. (4

) K

eten

tuan

seb

agai

man

a dim

aksu

d p

ada

ayat

(2)

dap

at d

ilak

ukan

den

gan

sy

arat

: a. te

lah a

da

per

janji

an k

erja

sam

a usa

ha

yan

g d

iket

ahui at

au d

isah

kan

ole

h

kep

ala

pel

abuhan

per

ikan

an a

tau p

ejab

at y

ang d

iber

i kew

enan

gan

ole

h

Dir

ektu

r Je

nder

al;

b.

nak

hoda

kap

al

pen

angkap

ik

an

yan

g

men

erim

a pen

itip

an

ikan

se

bag

aim

ana

dim

aksu

d p

ada

ayat

(2)

waj

ib m

elap

ork

an n

ama

kap

al,

jum

lah, je

nis

, dan

asa

l ik

an h

asil

tan

gkap

an d

an/a

tau ikan

yan

g d

iangkut

kep

ada

kep

ala

pel

abuhan

pan

gkal

an tem

pat

ikan

di dar

atkan

; dan

c. daf

tar

nam

a kap

al

yan

g

dap

at

mel

akukan

pen

itip

an

dan

m

ener

ima

pen

itip

an ik

an has

il ta

ngkap

an se

bag

aim

ana

dim

aksu

d pad

a ay

at (2

) dic

antu

mkan

dal

am m

asin

g-m

asin

g S

IPI.

(4

) Pen

gec

ual

ian te

rhad

ap ket

entu

an se

bag

aim

ana

dim

aksu

d pad

a ay

at (1

) ber

laku j

uga

untu

k k

apal

pen

angkap

ikan

dan

/ata

u k

apal

pen

gan

gkut

ikan

ber

ben

der

a In

dones

ia y

ang b

eroper

asi

di

laut

lepas

, se

pan

jang m

emen

uhi

ket

entu

an p

erat

ura

n p

erundan

g-u

ndan

gan

nas

ional

dan

inte

rnas

ional

.

(5)

Nakhoda

kapal

pen

angkap

ikan

wajib

mel

apork

an

nam

a

kapal,

jum

lah,

jenis,

dan asa

l ik

an hasil

tangkapan dan/a

tau ik

an yang

dia

ngkut

sebagaim

ana d

imaksu

d p

ada a

yat

(1)

dan a

yat

(2)

kep

ada

kep

ala

pel

abuhan pangkala

n te

mpat

ikan did

ara

tkan dan kep

ada

pen

gaw

as per

ikanan.

Page 58: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

43

Tab

el 5

K

om

par

asi port state measure

den

gan

atu

ran I

ndones

ia (

lanju

tan 6

)

No.

Butir

dal

am Port State

Measure

A

tura

n I

ndones

ia

Per

atura

n p

erundan

g-

undan

gan

*)

Ket

eran

gan

*)

3.

f.

Pem

erik

saan

daf

tar

awak

kap

al

Pem

erik

saan

se

luru

h

bag

ian

kap

al (

mel

iputi

pal

kah

, se

mua

ruan

gan

di

atas

kap

al,

dan

dim

ensi

kap

al)

sert

a al

at

pen

angkap

an

ikan

dan

/ata

u

alat

ban

tu p

enan

gkpan

ikan

Per

men

KP

No. P

ER

.12/M

EN

/2009

UU

No. 45 T

ahun 2

009

Per

men

KP

No. P

ER

.12/M

EN

/2009

(6)

Dir

ektu

r Je

nder

al m

ener

bit

kan

daf

tar

kap

al y

ang m

enja

di sa

tu k

esat

uan

(7

) m

anaj

emen

usa

ha

atas

das

ar r

ekom

endas

i kep

ala

pel

abuhan

per

ikan

an a

tau

pej

abat

yan

g dib

eri

kew

enan

gan

se

bag

aim

ana

dim

aksu

d pad

a ay

at (3

) huru

f a

dan

per

mohonan

yan

g b

ersa

ngkuta

n.

Pas

al 48

(1)

Per

mohonan

pem

erik

saan

fis

ik k

apal

pen

angkap

ikan

, al

at p

enan

gkap

an

ikan

dan

/ata

u k

apal

pen

gan

gkut

ikan

ber

ben

der

a In

dones

ia d

iaju

kan

kep

ada

Dir

ektu

r Je

nder

al d

engan

mem

uat

jen

is d

an u

kura

n a

lat pen

angkap

an ikan

yan

g

akan

dig

unak

an d

engan

mel

ampir

kan

: a. fo

tokopi SIU

P;

b.

foto

kopi gro

sse

akte

ata

u b

uku k

apal

per

ikan

an y

ang a

sli;

c. fo

tokopi su

rat kel

aikan

dan

pen

gaw

akan k

apal;

d.

foto

kopi gam

bar

ren

cana

um

um

kap

al d

an a

lat pen

angkap

an ikan

; dan

su

rat

per

nyat

aan

dar

i pem

ohon

yan

g

men

yat

akan

ber

tanggung

jaw

ab

atas

keb

enar

an d

ata

dan

info

rmas

i yan

g d

isam

pai

kan

. Pas

al 4

2 a

yat

(2)

(sam

a sep

erti seb

elum

nya)

Pas

al 4

6

(1)

Untu

k m

emper

ole

h S

IPI

bar

u d

an p

erpan

jangan

SIP

I ta

hun k

etig

a kap

al

pen

angkap

ikan

waj

ib ter

lebih

dah

ulu

dilakukan p

em

erik

saan fis

ik k

apal

pen

angkap ikan d

an a

lat pen

angkapan ikan.

(2)

Untu

k m

emper

ole

h S

IKP

I bar

u d

an p

erpan

jangan

SIK

PI

tahun k

etig

a kap

al

pen

gan

gkut ik

an w

ajib

ter

lebih

dah

ulu

dilak

ukan

pem

erik

saan fis

ik k

apal

pen

gangkut ik

an.

Page 59: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

44

Tab

el 5

K

om

par

asi port state measure

den

gan

atu

ran I

ndones

ia (

lanju

tan 7

)

No.

Butir

dal

am Port State

Measure

A

tura

n I

ndones

ia

Per

atura

n p

erundan

g-

undan

gan

*)

Ket

eran

gan

*)

4.

Mem

astikan

bah

wa

has

il

pem

erik

saan

fi

sik

sesu

ai

den

gan

ket

eran

gan

yan

g

terd

apat

dal

am dokum

en

dan

has

il

waw

anca

ra

den

gan

kap

ten/ pih

ak k

apal

Per

men

KP N

om

or

PE

R.0

7/M

EN

/2010

(3)

Pem

erik

saan

fis

ik s

ebag

aim

ana

dim

aksu

d p

ada

ayat

(1)

mel

iputi d

imen

si

kap

al,

mer

ek d

an n

om

or

mes

in k

apal

, je

nis

dan

ukura

n a

lat

pen

angkap

an

ikan

. (4

) Pem

erik

saan

fis

ik s

ebag

aim

ana

dim

aksu

d p

ada

ayat

(2),

mel

iputi d

imen

si

kap

al, m

erek

dan

nom

or

mes

in k

apal

, ju

mla

h d

an v

olu

me

pal

kah

. (5

) D

imen

si k

apal

seb

agai

man

a dim

aksu

d p

ada

ayat

(3)

dan

ayat

(4)

mel

iputi

ukura

n p

anja

ng k

apal

dan

leb

ar k

apal

. (6

) Set

iap

per

ubah

an

spes

ifik

asi

teknis

kap

al

pen

angkap

ik

an,

alat

pen

angkap

an

ikan

, dan

/ata

u

kap

al

pen

gan

gkut

ikan

w

ajib

dil

akukan

pem

erik

saan

fis

ik k

apal

pen

angkap

ikan

, al

at p

enan

gkap

an i

kan

dan

/ata

u

kap

al p

engan

gkut ik

an.

(7)

Pem

erik

saan

fi

sik

sebag

aim

ana

dim

aksu

d

pad

a ay

at

(1)

dan

ay

at

(2)

dil

akukan

ole

h

tim

yan

g

dib

entu

k

dan

ditet

apkan

den

gan

K

eputu

san

Men

teri

.

(8)

Pet

unju

k t

eknis

pem

erik

saan

fis

ik k

apal

pen

angkap

ikan

, al

at p

enan

gkap

an

ikan

, dan

/ata

u k

apal

pen

gan

gkut

ikan

seb

agai

man

a dim

aksu

d p

ada

ayat

(1)

dan

ayat

(2)

dia

tur

ole

h D

irek

tur

Jender

al, yan

g p

elak

sanaa

nnya

dil

apork

an

seca

ra ter

tuli

s kep

ada

Men

teri

. Pas

al 6

ayat

(2)

(2)

Per

syar

atan

kel

ayak

an t

eknis

untu

k k

apal

per

ikan

an y

ang a

kan

mel

akukan

pen

angkap

an ikan

, m

elip

uti:

a.

kes

esuaia

n f

isik

kapal

per

ikan

an d

engan

yan

g t

erte

ra d

alam

SIP

I, t

erdir

i dar

i bah

an k

apal

, m

erek

dan

nom

or

mes

in u

tam

a, t

anda

sela

r, d

an n

ama

pan

ggil

an/call sign;

b.

kes

esuaia

n jen

is d

an u

kuran a

lat pen

angkapan ikan d

engan

yan

g

Page 60: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

45

Tab

el 5

K

om

par

asi port state measure

den

gan

atu

ran I

ndones

ia (

lanju

tan 8

)

No.

Butir

dal

am Port State

Measure

A

tura

n I

ndones

ia

Per

atura

n p

erundan

g-

undan

gan

*)

Ket

eran

gan

*)

5. 6.

Mem

buat

la

pora

n

has

il

pem

erik

saan

yan

g

kem

udia

n

dit

andat

angan

i ole

h pen

gaw

as

dan

kap

ten k

apal

M

elak

ukan

pel

atih

an

untu

k

pen

gaw

as a

tau p

emer

iksa

UU

No.4

5 T

ahun 2

009

Per

men

K

P

Nom

or

PE

R.0

7/M

EN

/2010

Undan

g-U

ndan

g

Nom

or

31 T

ahun 2

004

c.

tert

era

pad

a SIP

I; d

an

d.

keb

era

daan dan kea

ktifa

n ala

t pem

anta

uan kapal

per

ikanan yan

g

dip

ersy

arat

kan

. Pas

al 6

6C

(sa

ma sep

ert

i se

bel

um

nya)

Pas

al 1

3

(1)

Pen

gaw

as Per

ikan

an ber

das

arkan

la

pora

n se

bag

aim

ana

dim

aksu

d dal

am

Pas

al 12 ay

at (1

) m

elak

ukan

pem

erik

saan

per

syar

atan

ad

min

istr

asi

dan

kel

ayak

an tek

nis

kap

al p

erik

anan

.

(2)

Hasil

pem

eri

ksa

an per

syara

tan adm

inis

trasi dan kel

ayakan te

knis

sebagaim

ana d

imaksu

d pada a

yat

(1)

dituangkan d

ala

m f

orm

HPK

(Hasil Pem

erik

saan K

apal)

.

(3)

Form

H

PK

se

bag

aim

ana

dim

aksu

d

pad

a ay

at

(2)

dit

andat

angan

i ole

h

Pen

gaw

as Per

ikan

an dan

N

akhoda,

pem

ilik

, oper

ator,

kap

al per

ikan

an

dan

/ata

u p

enan

ggung jaw

ab p

erusa

haa

n p

erik

anan

.

Ket

entu

an l

ebih

lan

jut

men

gen

ai f

orm

at d

an m

ekan

ism

e pen

gis

ian F

orm

HPK

dit

etap

kan

ole

h D

irek

tur

Jender

al.

Pas

al 5

7

(1)

Pem

erin

tah m

enyel

enggara

kan p

endid

ikan, pel

atihan,

dan

pen

yulu

han

per

ikan

an u

ntu

k m

enin

gkat

kan

pen

gem

ban

gan

su

mber

day

a m

anusi

a di

bid

ang p

erik

anan

. (2

) Pem

erin

tah

men

yel

enggar

akan

se

kura

ng-k

ura

ngnya

1

(sat

u)

satu

an

pen

did

ikan

dan

/ata

u

pel

atih

an

untu

k

dik

emban

gkan

m

enja

di

satu

an

pen

did

ikan d

an/a

tau p

elatihan y

ang b

erta

raf in

tern

asi

onal.

Page 61: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

46

Tab

el 5

K

om

par

asi port state measure

den

gan

atu

ran I

ndones

ia (

lanju

tan 9

)

No.

Butir

dal

am Port State

Measure

A

tura

n I

ndones

ia

Per

atura

n p

erundan

g-

undan

gan

*)

Ket

eran

gan

*)

Per

men

KP

N

o.P

ER

.09/M

EN

/2008

Pas

al 1

ayat

(1)

Pen

did

ikan d

an P

elatihan, yang s

elanju

tnya d

iseb

ut

Dik

lat

adal

ah p

rose

s pen

yel

enggar

aan

bel

ajar

m

engaj

ar

atau

keg

iata

n

untu

k

men

ingkat

kan

kem

ampuan

, kea

hli

an d

an k

etra

mpil

an.

Pas

al 1

ayat

(7)

Pen

did

ikan

dan

Pel

atihan

Apara

tur,

yan

g

sela

nju

tnya

dis

ebut

Dik

lat

Apar

atur

adal

ah

pro

ses

pen

yel

enggar

aan

bel

ajar

m

engaj

ar

dal

am

rangka

men

ingkat

kan

kem

ampuan

C

alon

Peg

awai

N

eger

i Sip

il

(CPN

S),

Peg

awai

N

eger

i Sip

il (

PN

S)

Dep

arte

men

Kel

auta

n d

an P

erik

anan

, dan

inst

ansi

ter

kai

t.

Pas

al 1

ayat

(8)

Pel

atihan

Non-A

para

tur

adal

ah

pro

ses

pen

yel

enggar

aan

keg

iata

n

untu

k

men

ingkat

kan

se

rta

men

gem

ban

gkan

kom

pet

ensi

pro

fesi

, pro

dukti

vit

as,

dis

iplin,

sikap

dan

eto

s ker

ja p

ada

tingkat

ket

ram

pil

an d

an k

eahli

an d

i bid

ang

kel

auta

n d

an p

erik

anan

.

7.

Jika

mem

ungkin

kan

, m

enggunak

an s

iste

m info

rmas

i den

gan

kode

inte

rnas

ional

(m

elip

uti kode

neg

ara,

kap

al,

alat

ta

ngkap

, je

nis

has

il

tangkap

an)

- -

*)

tidak

men

utu

p k

emungkin

an ter

dap

at d

alam

atu

ran I

ndones

ia lai

nnya

Page 62: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

47

Tabel diatas telah cukup menjelaskan bagaimana butir atau parameter

dalam PSM Agreement sebenarnya telah sesuai dengan aturan yang berlaku di

dunia perikanan Indonesia. Namun, untuk spesifikasi dan detail aturan memang

masih ada yang belum sesuai secara keseluruhan. Contohnya, Indonesia belum

mengizinkan adanya kegiatan penangkapan ikan oleh kapal asing, selain di

wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) (setelah memperoleh

perizinan) seperti yang disebutkan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2004 yang berbunyi:

1) Usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia hanya

boleh oleh warga negara Republik Indonesia atau badan hukum Indonesia.

2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan kepada orang atau badan hukum asing yang melakukan usaha

penangkapan ikan di ZEEI, sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban

Negara Republik Indonesia berdasarkan persetujuan internasional atau

ketentuan hukum internasional yang berlaku.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.03/MEN/2009

tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pengangkutan Ikan di Laut Lepas Pasal 5 ayat

(2) pada butir I menjelaskan secara lugas bahwa Indonesia menentang praktik

IUU fishing. Hal ini diterangkan dalam bunyinya bahwa setiap orang atau badan

hukum Indonesia yang belum memiliki Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP) dan

akan melakukan penangkapan ikan dan/atau pengangkutan ikan di laut wajib

terlebih dahulu mengajukan permohonan Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP)

kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dengan melampirkan (salah satunya)

yaitu surat pernyataan bahwa kapal yang dipergunakan tidak tercantum dalam

daftar kapal yang melakukan penangkapan ikan secara tidak sah, tidak tercatat,

dan tidak diatur (IUU fishing) pada organisasi pengelolaan perikanan regional.

Surat pernyataan bebas dari IUU fishing tersebut merupakan tindakan kerjasama

antar negara yang tergabung dalam suatu organisasi pengelolaam perikanan

regional atau RFMO dalam melawan kemungkinan praktik IUU fishing.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.03/MEN/2009

tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pengangkutan Ikan di Laut Lepas dalam Pasal

17 juga menjelaskan bahwa setiap kapal penangkap dan kapal pengangkut ikan di

Page 63: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

48

laut lepas akan dikenakan tindakan kepelabuhanan (port state measures) di

pelabuhan Indonesia berdasarkan persyaratan dan/atau standar internasional yang

berlaku secara umum dan untuk kapal berbendera asing yang perizinannya

dikeluarkan bukan oleh pemerintah Republik Indonesia, maka sebelum memasuki

atau singgah di pelabuhan Indonesia, wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari

kepala pelabuhan setempat.

Indonesia telah berperan aktif dalam pembahasan Draft PSM Agreement di

FAO. Indonesia menjadi salah satu dari 9 (sembilan) negara penandatangan Draft

PSM Agreement pada tanggal 22 November 2009. Indonesia sedang

mempersiapkan langkah-langkah untuk meratifikasi PSM Agreement. Adapun

dasar-dasar Indonesia untuk melakukan ratifikasi PSM Agreement adalah sebagai

berikut7:

1. Indonesia telah meratifikasi UNCLOS (United Nation Convention the Law of

the Seas) 1982, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang

Pengesahan UNCLOS 1982. Hal ini merupakan payung hukum yang wajib

diimplementasikan ke dalam peraturan hukum nasional;

2. Ketentuan dalam PSM Agreement sangat relevan dengan ketentuan dalam

UNCLOS 1982, seperti dalam Pasal 62 tentang Pemanfaatan Sumber

Kekayaan Hayati di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Bagian 2 tentang

Konservasi dan Pengelolaan Sumber Kekayaan Hayati di Laut Lepas;

3. Pasal 26 PSM Agreement bahwa perjanjian harus diratifikasi, diterima, atau

disetujui oleh pihak yang telah menandatangani perjanjian;

4. Pasal 29 PSM Agreement bahwa perjanjian berlaku 30 hari setelah tanggal

penyimpanan di depositori atas instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan

atau aksesi yang ke-25;

5. Bagi setiap penandatangan yang meratifikasi, menerima, atau menyetujui

perjanjian ini setelah perjanjian ini berlaku, perjanjian akan berlaku 30 hari

setelah tanggal penyimpanan instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan;

7Workshop Port State Measures Agreement: Strategi Implementasi dan Evaluasi Kesiapan Indonesia, Pointer, Surabaya, Biro Hukum dan Organisasi KKP, 2011, hlm 5-6.

Page 64: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

49

6. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional bahwa pengesahan perjanjian internasional dapat dilakukan

dengan undang-undang atau keputusan presiden;

7. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 menyatakan bahwa

pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang apabila

berkenaan dengan:

1) masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;

2) perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik

Indonesia;

3) kedaulatan atau hak berdaulat negara;

4) hak asasi manusia dan lingkungan hidup;

5) pembentukan kaidah hukum baru; dan/atau

6) pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

Apabila materinya tidak termasuk materi sebagaimana dimaksud Pasal 10,

dilakukan dengan Keputusan Presiden atau Peraturan Presiden.

8. Langkah persiapan ratifikasi:

1) persiapan mekanisme ratifikasi PSM Agreement;

2) pesiapan konsep awal dokumen pendukung pelaksanaan proses ratifikasi

PSM Agreement melalui Peraturan Presiden; dan

3) kesepakatan bahwa ratifikasi akan dilaksanakan melalui Peraturan

Presiden, dengan pertimbangan bahwa PSM Agreement merupakan

implementasi dari UNCLOS dan UNIA (Universal Negro Improvement

Association) dan mekanisme tersebut sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

9. Naskah yang telah disiapkan:

1) naskah asli Bahasa Inggris;

2) naskah terjemahan Bahasa Indonesia;

3) naskah rancangan Peraturan Presiden; dan

4) naskah rancangan penjelasan.

10. Tindak lanjut

1) pembentukan panitia antar departemen untuk menentukan penetapan

mekanisme ratifikasi PSM Agreement;

Page 65: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

50

2) penyempurnaan naskah rancangan Peraturan Presiden;

3) penyempurnaan naskah rancangan penjelasan; dan

4) penyempurnaan naskah terjemahan PSM Agreement.

Seluruh naskah yang diperlukan diatas sudah dipersiapkan pemerintah.

Namun untuk naskah terjemahan Bahasa Indonesia masih dalam perundingan

mendalam terkait definisi kata yang harus disesuaikan. Naskah Rancangan

Peraturan Presiden sudah dipersiapkan dan dibahas melalui pertemuan kordinasi

dengan beberapa pihak. Naskah rancangan penjelasan telah dipersiapkan dan

masih dalam perundingan untuk dibahas lebih mendalam. Pembahasan rencana

ratifikasi PSM Agreement sudah dikordinasikan dengan pihak terkait seperti

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap; Direktorat Jenderal Pengawasan

Sumberdaya Kelautan dan Perikanan; Bagian Perundang-undangan Lintas Sektor

dan Pengembangan Hukum Laut, Biro Hukum dan Organisasi; Badan

Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan; Badan Penelitian

dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan; Pusat Analisis Kerja Sama

Internasional dan Antar lembaga; pihak akademisi; Kementerian Hukum dan

HAM (Hak Asasi Manusia); Sekretriat Kabinet; Kepala Pelabuhan terkait; dan

lain-lainnya8.

Pengesahan PSM Agreement akan memberikan keuntungan bagi Indonesia,

khususnya dalam hal sebagai berikut9:

1. mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya hayati di laut lepas sehingga dapat

membantu pemerintah untuk mensejahterakan warga negaranya;

2. ikut serta dalam pencegahan praktik IUU fishing;

3. meningkatkan efektifitas penanganan IUU fishing khususnya di bidang

pengawasan;

4. mengefektifkan penanganan terhadap masalah transhipment hasil tangkapan

IUU fishing di laut lepas;

5. memperoleh bantuan teknis, pelatihan dan kerja sama ilmiah, transfer

teknologi dalam rangka penerapan Perjanjian ini; dan

8Disampaikan dalam Diskusi Pembahsan Finalisasi Penyusunan Pengesahan PSM yang diselenggarakan oleh Biro Hukum dan Organisasi KKP, Bogor, 6 Desember 2011. 9Diskusi Pembahasan Finalisasi Penyusunan Bahan Pengesahan PSM, Op Cit, hlm 14.

Page 66: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

51

6. meningkatkan program pencitraan diri sebagai negara yang bertanggung

jawab dalam mewujudkan perikanan internasional yang berkelanjutan.

Ratifikasi PSM Agreement diharapakan dapat menekan pencurian di

wilayah perairan Indonesia oleh pihak asing (khususnya terhadap sumberdaya

ikan tuna); pertukaran data dan informasi perikanan secara murah, akurat, tepat

waktu melalui kerja sama dengan internasional; penetapan kuota internasional

setiap jenis ikan bermigrasi terbatas dan bermigrasi jauh untuk distribusi

tangkapan; Pengembangan armada perikanan Indonesia yang akan beroperasi di

ZEE dan Laut Lepas yang tetap harus tunduk pada ketentuan internasional; dan

memberikan hak dan kesempatan untuk turut memanfaatkan potensi perikanan

Laut Lepas10

.

Pengesahan PSM Agreement akan menimbulkan konsekuensi yang harus

diterima Indonesia, yaitu11:

1. menyiapkan perangkat hukum yang selaras dengan perjanjian ini yang

mempunyai sanksi yang tegas dalam rangka memberantas praktik IUU

fishing;

2. menerapkan secara adil, transparan dan non-diskriminatif perjanjian ini

kepada kapal Indonesia dan asing;

3. menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan kapal-kapal asing;

4. menunjuk dan mempublikasikan pelabuhan-pelabuhan yang ditujukan untuk

pelaksanaan perjanjian ini;

5. mengidentifikasi kapal perikanan Indonesia yang masuk ke negara lain;

6. menyampaikan informasi terkait dengan kegiatan sebagaimana dimaksud

perjanjian ini kepada FAO;

7. berpartisipasi aktif dalam kerja sama dalam penegakan hukum baik regional

maupun internasional;

8. menyiapkan dan meningkatkan sarana dan prasarana serta kemampuan sumber

daya manusia yang terkait dengan persetujuan ini.

10Workshop Port State Measures Agreement: Strategi Implementasi dan Evaluasi Kesiapan Indonesia, Op Cit, hlm 3. 11Diskusi Pembahasan Finalisasi Penyusunan Bahan Pengesahan PSM, Op Cit, hlm 14-15.

Page 67: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

52

4.1.1 Kegiatan pengelolaan dan konservasi perikanan

Butir pertama yang dikomparasikan dari PSM Agreement yaitu bahwa

kegiatan perikanan harus menjamin perlindungan jangka panjang dan

keberlangsungan pemanfaatan sumberdaya ikan (kegiatan pengelolaan dan

konservasi). Indonesia mengupayakan untuk tercapainya pengelolaan perikanan

yang optimal dan berkelanjutan dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik

Indonesia (WPP RI), serta harus dapat menjamin kelestraian sumberdaya ikan.

Hal ini sebagaimana yang dituangkan pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2004. Pengelolaan perikanan tersebut juga harus memperhatikan hukum

adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran masyarakat. Semua ini

untuk memberikan perlindungan jangka panjang dan untuk menjaga

keberlangsungan pemanfaatan sumberdaya ikan. Beberapa ketentuan yang yang

mendukung pengelolaan perikanan ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-Undang

Nomor 45 Tahun 2009. Ketentuan tersebut diantaranya, penetapan jumlah

tangkapan yang dibolehkan; penetapan jenis, jumlah, dan ukuran alat

penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan; penetapan rencana

pengelolaan perikanan; penetapan potensi dan alokasi sumberdaya ikan; dan lain

sebagainya. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 menerangkan

bahwa untuk kepentingan kerjasama internasional, pemerintah menjalin kerjasama

dengan negara tetangga atau negara lain dalam rangka konservasi dan pengelolaan

sumberdaya ikan di laut lepas. Hal lain yang dilakukan adalah saling

menginformasikan jika mendapati suatu tindakan yang mencurigakan dan dapat

menimbulkan hambatan dalam konservasi dan pengelolaan sumberdaya ikan.

Selain itu, aturan lain mengenai harus adanya kegiatan konservasi dan

pengelolaan yaitu dalam Pasal 44 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor PER.14/MEN/2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap. Hal tersebut

berbunyi bahwa Direktur Jenderal, gubernur, bupati/walikota dalam memberikan

persetujuan pengadaan kapal wajib mempertimbangkan ketersediaan dan

kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya, serta kapasitas produksi UPI

(Unit Pengolahan Ikan) bagi usaha perikanan tangkap terpadu.

Artinya bahwa, Indonesia telah menyiapkan regulasi hukum untuk

menjamin perlindungan jangka panjang dan keberlangsungan pemanfaatan

Page 68: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

53

sumberdaya ikan (kegiatan pengelolaan dan konservasi perikanan) dalam

memberikan persetujuan kegiatan perikanan. Pengelolaan perikanan ini dilakukan

secara optimal dan berkelanjutan dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik

Indonesia (WPP RI) dengan memperhatikan hukum adat dan/atau kearifan lokal

serta peran masyarakat dan juga melalui kerjasama dengan negara lain atau

internasional untuk konservasinya.

4.1.2 Pemeriksaan oleh negara pelabuhan

Pemeriksaan yang dilakukan oleh negara pelabuhan (dalam hal ini Negara

Indonesia) yaitu sebagai berikut:

1. Pemeriksaan dokumen perijinanan atau otoritas penangkapan

Butir kedua yang dikomparasikan dari PSM Agreement yaitu dilakukan

pemeriksaan. Salah satunya yaitu pemeriksaan dokumen perijinan atau otoritas

penangkapan. Kedatangan dan keberangkatan kapal perikanan wajib dilaporkan

kepada Kepala Pelabuhan Perikanan atau petugas yang ditunjuk untuk dilakukan

beberapa pemeriksaan, salah satunya adalah pemeriksaan dokumen perizinan

kapal perikanan. Pasal 42 sampai Pasal 45 Undang-Undang Nomor 45 Tahun

2009, menjelaskan adanya kewajiban kapal perikanan untuk memiliki beberapa

surat perizinan. Pasal 42 dalam undang-undang tersebut menjelaskan bahwa

syahbandar perikanan memiliki tugas dan wewenang mengeluarkan Surat

Persetujuan Berlayar (SPB). Surat Persetujuan Berlayar yang dimaksud adalah

yang sebelumnya disebut sebagai Surat Izin Berlayar (SIB). Namun, SPB

tersebut hanya dapat dikeluarkan jika kapal perikanan telah mendapatkan Surat

Laik Operasi (SLO) yang diterbitkan pengawasan perikanan pelabuhan setempat

(tanpa dikenakan biaya). Selain itu, dalam Pasal 66 C dijelaskan bahwa pengawas

perikanan juga memiliki wewenang yang salah satunya memeriksa kelengkapan

dan keabsahan dokumen usaha perikanan serta memverifikasi kelengkapan dan

keabsahan SIPI dan SIKPI.

Selain itu, diatur pula dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor KEP.11/MEN/2004 tentang Pelabuhan Pangkalan Bagi Kapal Perikanan

pada Pasal 5 bahwa kapal perikanan wajib memberikan laporan pada pihak

pelabuhan. Adapun pada saat akan dimulai maupun setelah selesai melakukan

Page 69: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

54

penangkapan dan/atau pengangkutan ikan nahkoda atau pengurus kapal perikanan

wajib melapor kedatangan dan/atau keberangkatannya kepada kepala pelabuhan

perikanan atau petugas yang ditunjuk di pelabuhan pangkalan atau di pelabuhan

muat atau singgah sebagaimana tercantum dalam SIPI atau SIKPI dengan

ketentuan sebagai berikut:

1) Dalam waktu sekurang-kurangnya 3 (tiga) jam sebelum meninggalkan

pelabuhan pangkalan untuk melakukan penangkapan dan/atau

pengangkutan ikan wajib memberitahukan keberangkatannya kepada

Kepala Pelabuhan Perikanan atau petugas yang ditunjuk, untuk:

(1) pemeriksaan dokumen perijinan kapal perikanan;

(2) pemeriksaan sarana penangkapan dan/atau pengangkutan ikan;

(3) menerima formulir logbook Perikanan;

(4) pemeriksaan lainnya yang diwajibkan oleh peraturan perundang-

undangan di bidang perikanan.

2) Setelah selesai melakukan kegiatan penangkapan dan/atau pengangkutan

ikan, kapal perikanan wajib masuk ke pelabuhan pangkalan atau di

pelabuhan muat atau singgah dan segera melaporkan kedatangannya

kepada Kepala Pelabuhan Perikanan atau petugas yang ditunjuk, untuk:

(1) pemeriksaan hasil tangkapan dan/atau ikan yang diangkut;

(2) menyerahkan formulir log book Perikanan yang telah diisi.

Kesimpulannya bahwa hukum Indonesia telah mengatur kewajiban kapal

perikanan untuk memiliki beberapa surat atau dokumen perizinan terkait kegiatan

penangkapan dan penangkutan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik

Indonesia (WPP RI). Dokumen ini akan diperiksa oleh Kepala Pelabuhan atau

petugas yang ditunjuk (seperti pihak syahbandar dan pengawas perikanan) untuk

setiap kali kedatangan dan keberangkatan dari dan ke pelabuhan perikanan dengan

sebelumnya dilakukan pelaporan kepada Kepala Pelabuhan Perikanan atau

petugas yang ditunjuk.

2. Pemeriksaan dokumen identitas kapal

PSM Agreement menerangkan perlunya pemeriksaan terkait identitas

kapal (negara bendera, jenis kapal dan penanda kapal meliputi nama, nomor

registrasi eksternal, dan nomor identifikasi International Maritime Organization).

Page 70: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

55

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 pada Pasal 42 ayat (2) menjelaskan

bahwa dalam syahbandar perikanan memiliki tugas dan wewenang salah satunya

yaitu memeriksa ulang kelengkapan dan dokumen kapal perikanan.

Pasal 78 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.05/MEN/2008 menerangkan dilakukannya pengawasan dan pengendalian

kegiatan usaha perikanan tangkap yaitu terhadap operasional dan dokumen kapal

perikanan, Unit Penangkapan Ikan (UPI), dan ikan hasil tangkapan oleh pengawas

perikanan. Pasal 48 menambahkan bahwa dalam pemeriksaan fisik kapal, alat

penangkapan ikan, dan dokumen kapal pengangkut ikan berbendera asing salah

satunya diharuskan melampirkan fotokopi surat tanda kebangsaan kapal dengan

menunjukkan aslinya dan fotokopi surat ukur internasional dengan menunjukkan

aslinya. Pasal 6 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.28/MEN/2009 menjelaskan bahwa pada lembar awal sertifikat hasil

tangkapan ikan dan lembar turunan sertifikat hasil tangkapan ikan memuat

beberapa informasi kapal. Informasi tersebut diantaranya seperti nama kapal,

bendera pelabuhan asal dan nomor registrasi, kode panggil, nomor International

Maritime Organization (IMO) (jika ada), nomor izin penangkapan dan masa

berlaku, nomor immarsat, nomor faksimile, nomor telepon, dan alamat surat

elektronik (e-mail) jika ada.

Hal ini memperlihatkan bahwa Indonesia telah mengatur adanya

pemeriksaan dokumen kapal yang kemudian terlampir pula fotokopi surat tanda

kebangsaan kapal dan fotokopi surat ukur internasional (pada pemeriksaan fisik

kapal) aslinya. Selain itu, informasi lainnya (nama kapal, bendera pelabuhan asal

dan nomor registrasi, kode panggil, nomor IMO, nomor izin penangkapan dan

masa berlaku, nomor immarsat, nomor faksimile, nomor telepon, dan alamat surat

elektronik atau e-mail) dimuat dalam lembar awal dan lembar turunan sertifikat

hasil tangkapan ikan.

Page 71: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

56

3. Pemeriksaan radio komunikasi dan VMS (Vessel Monitoring System)

PSM Agreement menerangkan perlunya negara pelabuhan untuk

melakukan pemeriksaan keberadaan radio komunikasi penanda internasional, dan

pengendalian serta data VMS (Vessel Monitoring System) dari negara bendera atau

RFMO (Regional Fisheries Management Organization). Undang-Undang Nomor

45 tahun 2009, yang merupakan perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun

2004, pada Pasal 66 C menjelaskan bahwa pengawas perikanan memiliki

beberapa kewenangan yaitu salah satunya memeriksa peralatan dan keaktifan

sistem pemantauan kapal perikanan.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008

Pasal 88 mewajibkan setiap kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan

berbendera asing memasang dan mengaktifkan transmitter atau sistem

pemantauan kapal perikanan VMS (Vessel Monitoring System), namun untuk

kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan berbendera Indonesia

hanya diwajibkan untuk kapal yang berukuran lebih dari 30 GT. Hal ini

dikarenakan untuk nelayan Indonesia yang beroperasi dengan kapal yang

berukuran kurang dari 30 GT adalah nelayan kecil yang terbatas dalam teknologi

dan jangkauan perlayaran/penangkapan. Selain itu, Pasal 26 Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 menjelaskan bahwa Direktur

Jenderal akan menerbitkan SIPI dengan salah satu syaratnya yaitu telah

terpenuhinya ketentuan pemasangan transmitter atau sistem pemantauan kapal

perikanan VMS (Vessel Monitoring System) untuk kapal penangkap ikan

berbendera Indonesia berukuran 100 GT ke atas. Sedangkan untuk penerbitan

SIKPI salah satu syaratnya jika telah dipenuhi ketentuan pemasangan transmitter

atau sistem pemantauan kapal perikanan VMS (Vessel Monitoring System) untuk

semua kapal pengangkut ikan berbendera asing dan kapal pengangkut ikan

berbendera Indonesia berukuran 100 GT ke atas.

Hukum Indonesia telah mengatur pelaksanaan pemeriksaan transmitter

atau sistem pemantauan kapal perikanan VMS (Vessel Monitoring System) hanya

untuk kapal penangkap ikan Indonesia dan kapal pengangkut ikan Indonesia serta

kapal pengangkut asing. Jika nantinya proses ratifikasi PSM Agreement telah

dilaksanakan, maka perlu penambahan aturan untuk kapal penangkap ikan asing

Page 72: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

57

dalam hal pemeriksaan transmitter atau sistem pemantauan kapal perikanan VMS

(Vessel Monitoring System).

4. Pemeriksaan Logbook

Pemeriksaan logbook perikanan diterangkan dalam dokumen PSM

Agreement untuk dilakukan oleh negara pelabuhan. Undang-Undang Nomor 45

Tahun 2009, dalam Pasal 42 menjelaskan bahwa syahbandar perikanan memiliki

tugas dan wewenang yang salah satunya yaitu memeriksa logbook penangkapan

dan pengangkutan ikan.

Pasal 5 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.18/MEN/2010 menambahkan bahwa logbook penangkapan ikan adalah

laporan harian tertulis nakhoda mengenai kegiatan penangkapan ikan yang

berisikan informasi data kapal perikanan, data alat penangkapan ikan, data operasi

penangkapan ikan, dan data ikan hasil tangkapan. Sedangkan masih dalam

Peraturan Menteri yang sama namun pada Pasal 6 ayat (1), dijelaskan bahwa

Kepala Pelabuhan Perikanan atau pejabat yang ditunjuk akan melakukan

verifikasi dan/atau pengisian data (entry data) log book penangkapan ikan yang

diserahkan oleh Nakhoda. Pengisiannya dilakukan sesuai data yang sebenarnya

dan tepat waktu. Logbook ini wajib diserahkan oleh nahkoda kepada Direktur

Jendral Perikanan Tangkap melalui Kepala Pelabuhan Perikanan sebagaimana

tercantum dalam Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) sebelum dilakukannya

pendaratan ikan hasil tangkapan. Selain itu dijelaskan pula dalam Pasal 5

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.11/MEN/2004 bahwa

setelah kapal perikanan selesai melakukan kegiatan penangkapan dan/atau

pengangkutan ikan, maka diwajibkan masuk ke pangkalan atau pelabuhan dengan

melaporkan kedatangannya kepada Kepala Pelabuhan Perikanan atau petugas

yang ditunjuk untuk dilakukan pemeriksaan hasil tangkapan dan formulir logbook

perikanan yang telah diisi oleh nahkoda atau pihak kapal.

Aturan Indonesia yang berlaku untuk mengatur pemeriksaan logbook telah

sangat jelas menerangkan bahwa logbook tersebut diserahkan ke nahkoda atau

pihak kapal saat keberangkatan dari pelabuhan perikanan dan diserahkan kembali

serta diperiksa saat kedatangan ke pelabuhan.

Page 73: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

58

5. Pemeriksaan hasil tangkapan, transshipment, dan perdagangannya

Pemeriksaan hasil tangkapan, transshipment, dan perdagangannya perlu

dilakukan oleh negara pelabuhan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 pada

Pasal 42 ayat (2) menerangkan bahwa syahbandar perikanan memiliki tugas dan

wewenang, salah satunya yaitu melakukan pemeriksaa terhadap sertifikat ikan

hasil tangkapan. Pemeriksaan ini akan mengacu pada pemeriksaan kondisi fisik

dari hasil tangkapan tersebut yang kemudian dijelaskan dalam Peraturan Menteri.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2009 tentang

Perubahan Atas PER.05/MEN/2008 Pasal 16 menjabarkan bahwa nakhoda kapal

pengangkut ikan yang menerima penitipan (kapal pengangkut ikan berbendera

Indonesia dalam satu kesatuan manajemen usaha termasuk yang dilakukan

melalui kerja sama usaha) wajib melaporkan nama kapal, jumlah, jenis, dan asal

ikan hasil tangkapan dan/atau ikan yang diangkut kepada kepala pelabuhan

pangkalan yang tercantum dalam Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) dan/atau

Surat Ijin Kapal Pengakut Ikan (SIKPI).

Pengawas perikanan memiliki wewenang melakukan pemeriksaan fisik

terhadap ikan hidup, tuna untuk sashimi, dan/atau ikan lainnya yang menurut

sifatnya tidak memerlukan pengolahan yang dijelaskan dalam Pasal 18. Hasil

pemeriksaan tersebut akan mennetukan dikeluarkannya surat persetujuan tidak

didaratkan atau dapat dipindahkannya ikan jenis tertentu ke kapal lain atau pula

surat perintah didaratkannya seluruh ikan hasil tangkapan. Keputusan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.11/MEN/2004 Pasal 5, juga menjelaskan

adanya pemeriksaan hasil tangkapan dan/atau ikan yang diangkut setelah kapal

melakukan kegiatan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan dan masuk ke

pelabuhan pangkalan. Sedangkan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor PER.28/MEN/2009 Pasal 1, menjelaskan bahwa Sertifikat Hasil

Tangkapan (Catch Certificate) adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh

Kepala Pelabuhan Perikanan yang ditunjuk oleh otoritas Kompeten yang

menyatakan bahwa hasil tangkapan ikan bukan dari kegiatan IUU (Illegal,

Unreported and Unregulated) Fishing. Hal ini diharuskan untuk hasil tangkapan

kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang akan diekspor baik langsung

maupun tidak langsung ke Uni Eropa. Sertifikasi hasil tangkapan tersebut akan

Page 74: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

59

menjamin diterimanya hasil tangkapan tersebut dalam suatu target pasar tertentu.

Sertifikat Hasil Tangkapan tersebut diperiksa oleh syahbandar perikanan yang

dijelaskan sebagai tugas dan wewenangnya dalam Pasal 42 Undang-Undang

Nomor 45 Tahun 2009.

Pengaturan tentang transshipment dijelaskan dalam Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor.PER/14/MEN/2011 tentang Usaha Perikanan

Tangkap. Penjelasan yaitu, dalam Peraturan Menteri ini yang dikategorikan

pemindahan dan/atau penerimaan ikan hasil tangkapan di daerah penangkapan

(transhipment) yang dilarang, meliputi:

a) pemindahan ikan hasil tangkapan dari daerah penangkapan untuk dibawa

langsung ke luar negeri atau ke pelabuhan perikanan di dalam negeri yang

bukan merupakan pelabuhan pangkalan sebagaimana tercantum dalam SIPI

dan/atau SIKPI; dan

b) pemindahan dan/atau penerimaan ikan hasil tangkapan di daerah penangkapan

dari kapal penangkap ikan ke kapal penangkap ikan lainnya atau ke kapal

pengangkut ikan yang bukan dalam satu kesatuan manajemen usaha, kerja

sama usaha, satuan armada, dan kemitraan.

Hukum Indonesia telah mengatur pemeriksaan hasil tangkapan dan hasil

angkutan (transshipment) pada satu kesatuan usaha perikanan tangkap, serta

mengatur Sertifikat Hasil Tangkapan yang diperlukan untuk perdagangan hasil

tangkapan ke Uni Eropa.

6. Pemeriksaan daftar awak kapal

Negara pelabuhan, dijelaskan dalam dokumen PSM Agreement harus

melakukan pemeriksaan daftar awak kapal yang terlibat dalam kegiatan

penengkapan atau pengangkutan ikan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor PER.12/MEN/2009 Pasal 75 menjelaskan bahwa jika dalam usaha

perikanan akan mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA) di atas kapal

penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan, wajib terlebih dahulu

mendapatkan surat rekomendasi penggunaan TKA dari Direktur Jenderal

Perikanan Tangkap dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan yang

beberapa diantaranya yaitu harus melampirkan Rencana Penggunaan Tenaga

Page 75: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

60

Kerja Asing (RPTKA), sertifikat kompetensi Anak Buah Kapal (ABK) yang telah

disahkan oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, dan fotokopi paspor dan/atau

buku saku pelaut (seaman book) TKA yang akan dipekerjakan. Proporsi

penggunaan TKA telah diatur komposisinya dalam Pasal 75A Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2009 dengan ketentuan berikut:

1) Tahun pertama maksimal 50% dari jumlah keseluruhan awak kapal;

2) Tahun kedua maksimal 30% dari jumlah keseluruhan awak kapal; dan

3) Tahun ketiga dan seterusnya maksimal 10% dari jumlah keseluruhan awak

kapal.

Selain itu, pada Pasal 48 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor PER.12/MEN/2009 menjelaskan bahwa dalam permohonan pemeriksaan

fisik kapal diharuskan untuk melampirkan fotokopi surat kelaikan dan

pengawakan kapal.

Hukum Indonesia belum secara lugas menerangkan adanya pemeriksaan

khusus daftar awak kapal, waktu pelaksanaan pemeriksaan, dan pihak pelaksana

pemeriksaan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Namun secara

umum daftar awak kapal terlampirkan ketika nahkoda atau pihak kapal

mengajukan permohonan pemeriksaan fisik.

4.1.3 Pemeriksaan bagian kapal, alat penangkapan ikan dan/atau alat

bantu penangkapan ikan

Butir selanjutnya yang diwajibkan PSM Agreement kepada negara

pelabuhan yaitu dilakukan pemeriksaan seluruh bagian kapal (meliputi palkah,

semua ruang di atas kapal, dan dimensi kapal), alat penangkapan ikan dan/atau

alat bantu penangkapan ikan. Pemeriksaan alat penangkapan ikan dan/atau alat

bantu penangkapan ikan dilakukan oleh pihak syahbandar perikanan sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 pada Pasal 42 ayat (2). Pasal 42

tersebut menjelaskan bahwa pihak syahbandar perikanan memiliki tugas dan

wewenang memeriksa teknis dan nautis kapal perikanan; memeriksa alat

penangkapan ikan; dan alat bantu penangkapan ikan. Surat Ijin Penangkapan Ikan

(SIPI) dan Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) dapat diperoleh atau

diperpanjang setelah dilakukannya pemeriksaan fisik kapal. Pemeriksaan tersebut

meliputi pemeriksaan dimensi kapal (ukuran panjang dan lebar kapal), merek dan

Page 76: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

61

nomor mesin kapal, jumlah dan volume palkah. Hal ini dijelaskan dalam

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2009 Pasal 46.

Hukum Indonesia telah mengatur regulasi pemeriksaan fisik kapal,

dimensi kapal (ukuran panjang dan lebar kapal), merek dan nomor mesin kapal,

jumlah dan volume palkah serta alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu

penangkapan ikan. Namun pelaksanaan pemeriksaan fisik kapal tersebut

umumnya hanya dilakukan saat mengurus penerbitan dan perpanjangan SIPI dan

SIKPI saja.

4.1.4 Kesesuaian pemeriksaan dengan keterangan dokumen dan hasil

wawancara

Setiap hasil pemeriksaan fisik harus disesuaikan dengan keterangan yang

terdapat dalam dokumen dan hasil wawancara dengan kapten atau pihak kapal.

Hal inilah yang diwajibkan PSM Agreement kepada negara pelabuhan. Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2009 Pasal 80 menjelaskan

bahwa jika penyampaian data dalam Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Ijin

Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), dan/atau Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI)

berbeda dengan fakta yang ada di lapangan maka SIUP, SIKPI, dan SIPI akan

dicabut. Hal ini diupayakan untuk kesesuaian hasil pemeriksaan fisik dengan data

dalam dokumen perizinan. Selain itu pada Pasal 6 Ayat (2) Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/2010 menjelaskan bahwa

persyaratan kelayakan teknis untuk kapal perikanan yang akan melakukan

penangkapan ikan, meliputi:

1) kesesuaian fisik kapal perikanan dengan yang tertera dalam SIPI, terdiri dari

bahan kapal, merek dan nomor mesin utama, tanda selar, dan nama panggilan

atau call sign;

2) kesesuaian jenis dan ukuran alat penangkapan ikan dengan yang tertera pada

SIPI; dan

3) keberadaan dan keaktifan alat pemantauan kapal perikanan yang

dipersyaratkan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa hukum Indonesia telah mengatur adanya

kesesuaian hasil pemeriksaan fisik dengan data dalam dokumen perizinan.

Page 77: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

62

Namun kesesuaian terhadap hasil wawancara dengan kapten atau pihak kapal

belum diatur dalam hukum Indonesia.

4.1.5 Pembuatan laporan hasil pemeriksaan

PSM Agreement mengatur adanya pembutan laporan hasil atas

pemeriksaan yang kemudian diketahui atau ditandatangani oleh pihak yang

melakukan pemeriksaan dan kapten kapal atau pihak kapal. Undang-Undang

Nomor 45 Tahun 2009 Pasal 66C menjabarkan salah satu wewenang pengawas

perikanan setelah melakukan pemeriksaan yaitu mendokumentasikan hasil

pemeriksaan yang telah dilakukan. Selain itu pada Peraturan Menteri Kelautan

dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/2010 Pasal 12 menjelaskan bahwa nahkoda,

pemilik, operator kapal atau penanggung jawab perusahaan perikanan wajib

melaporkan rencana keberangkatan kepada Pengawas perikanan paling lambat 1

(satu) hari sebelum keberangkatan. Selanjutnya pada Pasal 13, akan dilakukan

pemeriksaan administrasi dan teknis yang hasilnya dituangkan dalam form Hasil

Pemeriksaan Kapal (HPK) yang ditandatangani oleh pengawas perikanan dan

nahkoda, pemilik, operator kapal atau penanggung jawab perusahaan perikanan.

Hal ini dilakukan untuk penerbitan Surat Laik Operasi (SLO).

Hukum Indonesia telah mengatur bahwa setelah dilakukan pemeriksaan

administrasi dan teknis, hasilnya akan dituangkan dalam form HPK yang

ditandatangani oleh pengawas perikanan dan nahkoda, pemilik, operator kapal

atau penanggung jawab perusahaan perikanan.

4.1.6 Pelatihan untuk pengawas atau petugas pemeriksa

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Pasal 57 sampai Pasal 59

menerangkan bahwa pemerintah akan menyelenggarakan pendidikan, pelatihan,

dan penyuluhan perikanan untuk meningkatkan pengembangan sumberdaya

manusia di bidang perikanan. Hal ini dapat bekerjasama dengan lembaga terkait

di tingkat nasional maupun internasional yang diatur oleh peraturan pemerintah.

Selain itu dalam Pasal 68 juga menjelaskan bahwa pemerintah akan mengadakan

sarana dan prasarana pengawasan perikanan, sehingga dapat disimpulkan bahwa

adanya suatu pelatihan untuk pengawas perikanan dalam peningkatan kinerja.

Page 78: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

63

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.09/MEN/2008

pada pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa Pendidikan dan Pelatihan, yang

selanjutnya disebut Diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar atau

kegiatan untuk meningkatkan kemampuan, keahlian dan ketrampilan. Pelatihan

dan pendidikan tersebut diselenggarakan dalam beberapa bentuk, beberapa

diantaranya dijelaskna pada Pasal 1 ayat (7) dan ayat (8). Pasal 1 ayat (7)

menambahkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan Aparatur, yang selanjutnya

disebut Diklat Aparatur adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam

rangka meningkatkan kemampuan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), Pegawai

Negeri Sipil (PNS) Departemen Kelautan dan Perikanan, dan instansi terkait.

Sedangkan Pasal 1 ayat (8) menerangkan Pelatihan Non-Aparatur adalah proses

penyelenggaraan kegiatan untuk meningkatkan serta mengembangkan kompetensi

profesi, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian

di bidang kelautan dan perikanan.

Hukum Indonesia belum jelas menerangkan adanya pelatihan khusus

untuk petugas pengawasan dan pemeriksa khususnya kedatangan kapal. Hukum

yang ada hanya menyampaikan secara umum bahwa akan diselenggarakan

pelatihan, pendidikan atau pengembangan sumberdaya manusia di bidang

perikanan.

4.1.7 Pengunaan sistem informasi kode internasional

Belum adanya regulasi hukum Indonesia yang mengatur penggunaan

sistem informasi dengan kode internasional (meliputi kode negara, kapal, alat

tangkap, dan jenis hasil tangkapan) di pelabuhan perikanan. Oleh karena itu,

perlu pengadaan regulasi menyangkut hal tersebut, untuk nantinya dalam

penerapan PSM (Port State Measures) Agreement di Indonesia.

Page 79: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

64

Prosedur kedatangan kapal perikanan yang berlaku di pelabuhan perikanan

Indonesia adalah12:

1) Setiap kapal perikanan yang akan memasuki pelabuhan perikanan wajib

terlebih dahulu memberitahukan kedatangan kapal kepada Syahbandar di

Pelabuhan Perikanan;

2) Pemberitahuan sekurang-kurangnya 2 (dua) jam sebelum kapal memasuki

pelabuhan perikanan;

3) Pihak pelabuhan (dalam hal ini syahbandar di pelabuhan perikanan) akan

mengatur tempat tambat atau labuh kapal perikanan;

4) Nakhoda atau pengurus kapal wajib menyerahkan dokumen kapal perikanan

kepada syahbandar di pelabuhan perikanan selambat-lambatnya 2 jam setelah

masuk pelabuhan. Hal ini dilakukan untuk kemudian diperiksa dan disimpan

selama kapal berada di pelabuhan perikanan (baik tambat maupun labuh);

5) Pihak pelabuhan (dalam hal ini syahbandar di pelabuhan perikanan) akan

memberikan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal (STBLKK);

6) Pemberitahuan kedatangan kapal di pelabuhan perikanan untuk kapal lebih

dari 30 GT, pada umumnya dilakukan oleh nakhoda kapal perikanan melalui

agen perusahaan untuk selanjutnya agen atau pengurus kapal menyampaikan

rencana kedatangan kapalnya kepada syahbandar di pelabuhan perikanan;

7) Pemberitahuan dimaksud mencakup:

(1) identitas kapal (meliputi nama kapal, jenis kapal, pemilik kapal, ukuran

kapal);

(2) tujuan pendaratan atau masuk pelabuhan;

(3) asal kapal/kebangsaan kapal;

(4) jumlah awak kapal;

(5) call sign kapal;

(6) jenis ikan yang akan didaratkan;

(7) alat penangkap ikan; dan

(8) wilayah penangkapan.

12Powerpoint Presentation Sekretaris Direktorat Jenderal PSDKP, Penerapan Port State Measures

di Pelabuhan Perikanan, Surabaya, Direktorat Jenderal PSDKP, 2011, slide 11.

Page 80: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

65

Prosedur keberangkatan kapal yang berlaku di pelabuhan perikanan

Indonesia sebagai berikut13:

1) Setiap kapal perikanan yang akan berangkat dari pelabuhan perikanan wajib

terlebih dahulu memberitahukan rencana keberangkatannya kepada

syahbandar di pelabuhan perikanan paling lambat 1 x 24 jam sebelum kapal

perikanan berangkat dari pelabuhan perikanan;

2) Syahbandar di pelabuhan perikanan segera memeriksa dokumen kapal

perikanan dan memeriksa kelengkapan di atas kapal, setelah menerima

pemberitahuan;

3) Pemeriksaan ulang alat penangkap ikan dan pemeriksaan teknis dan nautis

kapal perikanan serta persyaratan ABK;

4) Hasil pemeriksaan merupakan dasar pertimbangan untuk menerbitkan Surat

Ijin Berlayar (SIB) atau Surat Persetujuan Berlayar (SPB); dan

5) Setiap kapal perikanan yang telah menerima Surat Ijin Berlayar (SIB) dalam

waktu 2 x 24 jam wajib segera berangkat atau meninggalkan pelabuhan

perikanan, jika dalam waktu tersebut tidak juga berangkat maka Surat Ijin

Berlayar (SIB) tidak berlaku lagi.

Penerapan ketentuan port state measures (PSM) hanya diberlakukan bagi

kapal perikanan asing dan kapal kontainer asing yang mengangkut ikan. Hal

terkait yang harus disiapkan kepala pelabuhan perikanan dalam penerapan port

state measures (PSM) yaitu petugas yang dilatih untuk melaksanakan penerapan

PSM di pelabuhan masing-masing dan ketersediaan jaringan (networking) untuk

penerapan Monitoring Control System (MCS) termasuk hardware dan software.

Hal-hal yang harus dipersiapkan dalam penerapan port state measures di

pelabuhan perikanan adalah14:

1) Pengembangan fasilitas dan sarana di 5 (lima) Pelabuhan Perikanan;

Adapun kelima pelabuhan perikanan tersebut adalah Pelabuhan Perikanan

Samudera (PPS) Nizam Zachman, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)

Bungus, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Pelabuhan Perikanan

13Powerpoint Presentation Sekretaris Direktorat Jenderal PSDKP, Ibid, slide 13.

14Powerpoint Presentation Sekretaris Direktorat Jenderal PSDKP, Ibid, slide 8.

Page 81: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

66

Nusantara (PPN) Ambon, dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)

Palabuhanratu.

2) Sosialisasi port state measures, termasuk kepada pemilik kapal berbendera

Indonesia (karena sudah ada yang ditengarai melakukan IUU fishing dan

mendaratkan hasil tangkapan di luar Indonesia);

3) Pelatihan sumberdaya manusia di pelabuhan perikanan;

4) Peningkatan sistem informasi di pelabuhan perikanan; dan

5) Penyusunan standar operasional dan prosedur port state measures.

Kegiatan yang telah dilakukan pasca penandatanganan port state measures

yaitu15:

1) Melakukan sosialisasi port state measures kepada pihak terkait;

2) Studi banding kepala pelabuhan calon lokasi penerapan port state measures ke

Pelabuhan di Amerika Serikat; dan

3) Melakukan kerjasama dengan NOAA (National Oceanic and Atmospheric

Administration) untuk mempersiapkan penerapan port state measures di

Indonesia (Amerika Serikat termasuk 16 negara yang telah menandatangani

port state measures agreement).

Kegiatan yang akan dilakukan pasca penandatanganan port state measures

yaitu16:

1) Persiapan dan proses ratifikasi perjanjian port state measures;

2) Seminar nasional lintas instansi terkait (bekerjasama dengan NOAA);

3) Pelaksanaan TOT (Training of Trainer) untuk petugas port state measures di

lapangan (bekerjasama dengan NOAA);

4) Sosialisasi port state measures kepada para pihak terkait;

5) Penyusunan SOP (Standar Operasioanal Prosedur) penerapan port state

measures;

6) Penguatan kerjasama dengan negara-negara yang telah meratifikasi port state

measures agreement;

7) Pengembangan sistem informasi antar pelabuhan perikanan (PIPP); dan

8) Peningkatan sarana dan prasarana pendukung.

15Powerpoint Presentation Sekretaris Direktorat Jenderal PSDKP, Ibid, slide 17.

16Powerpoint Presentation Sekretaris Direktorat Jenderal PSDKP, Ibid, slide 18.

Page 82: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

67

Permasalahan dalam penerapan port state measures di pelabuhan

perikanan antara lain sebagai berikut17:

1) Terbatasnya kolam dan dermaga untuk kapal asing di pelabuhan perikanan;

2) Terbatasnya kapasitas untuk kebutuhan logistik;

3) Belum meratanya pemahaman aparat atau masyarakat termasuk pelaku usaha

(stakeholder) tentang port state measures;

4) Terbatasnya jumlah dan kemampuan port state measures, serta terbatasnya

fasilitas dan jaringan kerja terkait dengan port state measures;

5) Belum memadainya ketentuan dan peraturan, termasuk prosedur standar

dalam pelaksanaan port state measures; dan

6) Masih kurangnya sistem informasi (nasional, regional, dan internasional).

4.2 Kesiapan Pelaksanaan Hukum dan Peraturan Perikanan di PPS Nizam

Zachman Jakarta

Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta terletak di

Jalan Muara Baru Ujung, Penjaringan, Jakarta Utara. Letak geografis PPS Nizam

Zachman Jakarta yaitu 106°48'11"BT dan 06°05'40"LS. Secara geografis PPS

Nizam Zachman Jakarta berbatasan sebagai berikut. Adapun batas-batas area PPS

Nizam Zachman Jakarta.

Tabel 6 Batas-batas area PPS Nizam Zachman Jakarta Batas area Wilayah perbatasan Posisi koordinat

Utara Teluk Jakarta di Laut Jawa 106˚48’15’’BT dan 6˚6’18’’LS

Selatan Jalan Muara Baru 106˚47’54’’BT dan 6˚6’20’’LS

Timur Pelabuhan Sunda Kelapa 106˚48’14’’BT dan 6˚5’32’’LS

Barat Waduk Pluit/ Pantai Mutiara 106˚47’44’’BT dan 6˚5’34’’LS

(Sumber: PPS Nizam Zachman, 2011)

PPS Nizam Zachman Jakarta (2011) menjelaskan bahwa terdapat beberapa

fungsi yang dijalankan oleh pelabuhan yaitu:

1) Perencanaan, pembangunan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan

pengendalian serta pendayagunaan sarana dan pasarana pelabuhan perikanan;

2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran di pelabuhan

perikanan;

17 Powerpoint Presentation Sekretaris Direktorat Jenderal PSDKP, Ibid, slide 15.

Page 83: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

68

3) Pelayanan jasa dan fasilitasi usaha perikanan;

4) Pengembangan dan fasilitasi penyuluhan serta pemberdayaan masyarakat

perikanan;

5) Pelaksanaan fasilitas dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan

produksi, distribusi, dan pemasaran hasil perikanan;

6) Pelaksanaan fasilitas publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil

perikanan di wilayahnya;

7) Pelaksanaan fasilitas pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari;

8) Pelaksanaan pengawasan penangkapan sumberdaya ikan, penanganan,

pengolahan, pemasaran, serta pengendalian mutu hasil perikanan;

9) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data perikanan, serta

pengelolaan sistem informasi; dan

10) Pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan kebersihan

kawasan pelabuhan serta pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Menurut PPS Nizam Zachman Jakarta (2011), terdapat 7 (Tujuh) fasilitas

pokok, 17 fasilitas fungsional, dan 18 fasilitas penunjang di pelabuhan. PPS

Nizam Zachman Jakarta memiliki luas dermaga 2224 m dengan kolam dan alur

pelayaran seluas 40 Ha. PPS Nizam Zachman Jakarta memiliki beberapa fasilitas

yang membantu pengawasan perikanan yaitu seperti menara pengawasan seluas

1.096 m2, 2 unit rambu navigasi, kantor pelayanan terpadu seluas 690 m

2, pos

Keamanan Laut (yang dikelola TNI-AL) seluas 69,5 m2, dan 3 sudut CCTV

(Closed Circiut Televison) serta speaker di dermaga timur. Kolam pelabuhan

yang dimiliki PPS Nizam Zachman Jakarta adalah 3 m sampai 4 m. Hal ini sudah

cukup menunjang akses masuknya kapal asing nanti yang umumnya memiliki

draft 3 m sampai 4 m. Syahbandar PPS Nizam Zachman Jakarta memiliki 1 (satu)

unit kapal patroli untuk mengawasi Wilayah Kerja Operasional Pelabuhan

Perikanan (WKOPP). Hal lain terkait fasilitas yang telah dimiliki, dianggap

masih perlu adanya peningkatan kapasitas dan pengadaan fasilitas yang belum

dimiliki lainnya. Berikut beberapa yang dianggap perlu ditingkatkan dan

diadakan di PPS Nizam Zachman Jakarta18:

1) Sarana komunikasi radio;

18Hasil wawancara dengan Kepala Syahbandar PPS Nizam Zachman Jakarta, 5 Januari 2012.

Page 84: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

69

2) Pengadaan faksimile untuk komunikasi dari kapal ke syahbandar perikanan;

3) Perlengkapan petugas pemeriksa seperti jaket hangat, senter, masker, helm,

kacamata, mantel hujan, boot, dan lain sebagainya;

4) Radio komunikasi HT (Handy Talky);

5) Peningkatan jumlah CCTV (Closed Circiut Televison) ke 10 sudut lainnya;

6) Speaker di seluruh wilayah pelabuhan;

7) Kendaraan penunjang roda empat; dan

8) Kapal tug boat atau fire boat yang membantu jika terjadi kebakaran.

Lubis, dkk (2010) menerangkan kategori Pelabuhan Perikanan Samudera

merupakan pelabuhan yang dapat diakses kapal perikanan yang melakukan

bongkar muat yaitu sekurang-kurangnya 60 GT (Gross Tonnage) dan mampu

menampung sekurang-kurangnya 100 kapal atau jumlah keseluruhan sekurang-

kurangnya 6000 GT kapal perikanan sekaligus. Terjadi fluktuasi jumlah kegiatan

kapal dari tahun 2006 2010 di PPS Nizam Zachman Jakarta. Berikut rekapitulasi

jumlah aktivitas kapal tersebut.

Tabel 7 Rekapitulasi data kegiatan kapal di PPS Nizam Zachman Jakarta Jenis kapal Tahun Rerata

2006 2007 2008 2009 2010

Masuk 3793 3528 3272 3400 3478 3494

Tambat 3787 3528 2383 3318 3478 3299

Labuh 5 - - - - -

Dock 172 327 231 122 381 247

Floating repair 127 58 36 86 159 93

Bongkar ikan 2029 1644 1493 2704 2983 2171

Isi perbekalan 2581 2706 2200 2112 314 1983

Keluar 3046 2916 3239 3370 3383 3191

(Sumber: PPS Nizam Zachman, 2011)

PPS Nizam Zachman Jakarta merupakan salah satu pelabuhan perikanan

yang ditunjuk sebagai pilot project penerapan PSM Agreement. Hal ini

disampaikan pada tanggal 11 Agustus 2009 oleh Direktorat Jenderal Perikanan

Tangkap yang menerbitkan keputusannya No. 18/DJ-PT/2009 tentang Penetapan

Pelabuhan Perikanan sebagai pilot project penerapan PSM Agreement. Adapun 4

(empat) pelabuhan perikanan lainnya yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)

Page 85: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

70

Bungus, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Pelabuhan Perikanan

Nusantara (PPN) Ambon, dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)

Palabuhanratu19.

Aturan Indonesia secara langsung diberlakukan di PPS Nizam Zachman

Jakarta untuk mengatur kegiatan perikanan yang ada. PPS Nizam Zachman

Jakarta juga berupaya melawan praktik IUU fishing. Namun aturan yang berlaku

hingga saat ini (belum diratifikasinya PSM Agreement) hanya sebatas pengaturan

keluar dan masuknya kapal Indonesia atau kapal lokal. Aturan keluar dan

masuknya kapal Indonesia atau kapal lokal tersebut menjadi acuan untuk

penerapan PSM Agreement. Karena dari aturan tersebut dapat dilihat sebatas apa

pelaksanaan yang telah ada di PPS Nizam Zachman, untuk kemudian dilakukan

pengoreksian dan rekomendasi penerapan aturan jika nantinya telah diratifikasi

PSM Agreement. Adapun untuk setiap keberangkatan kapal dan kedatangan kapal

Indoensia telah diatur prosedurnya disesuaikan dengan aturan perikanan

Indonesia. Prosedur kapal keluar pelabuhan di PPS Nizam Zachman ditunjukkan

dalam Gambar 4. Pihak kapak (nahkoda, pemilik, agen kapal) yang akan keluar

dari PPS Nizam Zachman Jakarta harus menyampaikan rencana kapal keluar

kepada Kepala Pelabuhan dengan tembusan kepada Syahbandar PPS Nizam

Zachman. Kemudian Kepala Pelabuhan akan mengeluarkan persetujuan atau

tidaknya pada lembar rekomendasi. Jika permohonan rencana tersebut disetujui,

maka prosedur lanjutan yang harus dilakukan yaitu:

1) Menyelesaikan urusan tambat atau labuh, kegiatan dock, dan perbekalan di

Perum PPS Nizam Zachman Jakarta;

2) Menjalani pemeriksaan kesehatan ABK (Anak Buah Kapal) dan pemeriksaan

kesehatan kapal oleh pihak karantina atau pos kesehatan;

3) Menjalani pemeriksaan imigrasi yaitu tehadap dokumen ABK kapal (jika

terdapat orang asing); dan

4) Menyelesaikan urusan retribusi pelelangan dan pembinaan mutu kepada dinas

perikanan.

19Workshop Port State Measures Agreement: Strategi Implementasi dan Evaluasi Kesiapan Indonesia, Op Cit, hlm 1.

Page 86: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

71

Setelah prosedur lanjutan tersebut dilakukan, maka kapal yang akan keluar

akan berurusan terlebih dahulu dengan pengawas perikanan dan syahbandar

perikanan. Pengawas perikanan akan melakukan pemeriksaan perijinan kapal,

alat penangkapan, jumlah hasil tangkapan dan jenis hasil tangkapan. Setelah

semua selesai maka akan dikeluarkan SLO (Surat Layak Operasi) oleh pengawas

perikanan. Syahbandar perikanan akan menindaklanjuti isi rekomendasi yang

dikeluarkan Kepala PPS Nizam Zachman (dengan tembusan kepada Syahbandar

PPS Nizam Zachman). Setelah itu, pihak Syahbandar pelabuhan akan melakukan

pemeriksaan antara lain yaitu:

1) pemeriksaan dokumen perijinan;

2) pemeriksaan daftar ABK;

3) pemeriksaan nautis, teknis, dan admin;

4) pemeriksaan alat penangkap ikan bagi kapal penangkap ikan;

5) pemeriksaan kelengkapan standar kapal pengangkut ikan; dan

6) pemeriksaan pelunasan retribusi kapal.

Setelah semua pemeriksaan selesai, maka kesyahbandaran pelabuhan akan

menerbitkan surat ijin berlayar (SIB) untuk kapal yang akan keluar. Berikut

gambaran prosedur kapal keluar pelabuhan di PPS Nizam Zachman.

Page 87: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

72

Gambar 1 Prosedur kapal keluar pelabuhan.

PROSEDUR KAPAL KELUAR PELABUHAN

Kesyahbandaran pelabuhan

• Memeriksa dokumen perijinan

• Memeriksa daftar ABK

• Memeriksa nautis, teknis, dan admin

• Memeriksa alat penangkap ikan bagi kapal

penangkap ikan

• Memeriksa kelengkapan standar kapal pengangkut

ikan

• Memeriksa pelunasan retribusi kapal

• Menerbitkan Surat Ijin Berlayar (SIB)

Kapal keluar

Nahkoda/pemilik/

pengurus/agen

kapal

• Lapor status kapal

yang akan keluar

ke instansi terkait

• Menyelesaikan

seluurh kewajiban

retribusi

Perum PPS

• Retribusi tambat labuh

Imigrasi

• Pemeriksaan

dokumen ABK

Pos kesehatan

pelabuhan

• Pemeriksaan

kesehatan ABK

• Pemeriksaan

kesehatan di kapal

Dinas perikanan

• Retribusi

Pengawas perikanan

• Memeriksa

perijinan perikanan

• Memeriksa alat

penangkapan,

jumlah dan jenis

hasil tangkapan

• Menerbitkan Surat

Layak Operasi

(SLO)

Page 88: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

73

Kedatangan kapal Indonesia untuk masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta

diatur dengan prosedur yang hampir sama dengan prosedur kapal keluar, yaitu

melalui pemeriksaan beberapa pihak. Namun perbedaannya terdapat pada runtun

alur pemeriksaannya. Awal kedatangan kapal Indonesia akan dilakukan

pemeriksaan oleh syahbandar perikanan dan pengawas pelabuhan. Prosedur

masuknya kapal Indonesia ke PPS Nizam Zachman diterangkan dalam Gambar 5.

Syahbandaran perikanan akan memeriksa beberapa hal antara lain:

1) memeriksa dokumen dan daftar ABK;

2) memeriksa nautis, teknis, dan admin kapal;

3) memeriksa Surat Ijin Berlayar (SIB) atau Surat Persetujuan Berlayar (SPB)

terakhir;

4) memeriksa Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI);

5) memeriksa logbook;

6) penempatan sandar, labuh, tambat kapal;

7) mengisi form memorandum kedatangan;

8) menyimpan dokumen kapal; dan

9) penerbitan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal (STBLKK).

Sedangkan pengawas perikanan akan melakukan beberapa pemeriksaan

lainnya yaitu:

1) memeriksa SLO (Surat Layak Operasi) dan LBP (Logbook Perikanan);

2) memeriksa perijinan perikanan;

3) memeriksa alat tangkap, hasil tangkap, jumlah hasil tangkap, dan jenis hasil

tangkap; dan

4) memeriksa bila terdapat penyimpangan/pelanggaran dan membuat laporan

kejadian sampai proses penyidikan.

Jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran perikanan dalam

pemeriksaan yang dilakukan oleh syahbandar perikanan dan pengawas pelabuhan,

maka akan dibuat laporan kejadian dan dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan

lanjutan untuk mendukung pembuktian. Hal tersebut berpedoman dengan Surat

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.02/MEN/2002 tentang

Pedoman Pengawasan dan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor KEP.03/MEN/2002 tentang LBP (Logbook Perikanan). Setelah itu

Page 89: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

74

penyidikan atau pemberkasan menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan

(SPDP) untuk ditindaklanjuti oleh kepolisian, TNI-AL (Tentara Negara Indonesia

- Angkatan Laut), dan kejaksaan. Kemudian hal tersebut akan diproses oleh

penuntut umum dan pengadilan negeri.

Namun jika tidak terdapat permasalahan dalam pemeriksaan yang

dilakukan oleh syahbandar perikanan dan pengawas pelabuhan maka pihak kapal

akan melanjutkan beberapa pemeriksaan lainnya. Pemeriksaan tersebut antara

lain dilakukan oleh pihak bea cukai, pihak imigrasi, Dinas Perikanan, pihak

karantina kesehatan, dan pihak Perum PPS Nizam Zachman Jakarta. Pemeriksaan

yang dilakukan oleh pihak beacukai yaitu terkait muatan yang menyangkut

kepabeanan. Selanjutnya pihak imigrasi akan memeriksa kewarganegaraan orang

atau ABK (Anak Buah Kapal) yang ada di kapal. Sedangkan pihak Dinas

Perikanan akan melakukan pemeriksaan terhadap pelelangan dan pembinaan mutu

terhadap hasil tangkapan. Selain itu ada pula pemeriksaan yang dilakukan oleh

pos kesehatan pelabuhan yang memeriksa kesehatan ABK (Anak Buah Kapal)

dan kesehatan di kapal. Sedangkan Perum (Perusahaan umum) PPS akan

melakukan mengatur tamat labuh, perbekalan, docking. Berikut Gambar 5

diagram alir prosedur kapal Indonesia masuk pelabuhan.

Page 90: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

75

G

ambar

5 Pro

sedur

kap

al I

ndones

ia m

asuk p

elab

uhan

.

PR

OSE

DU

R K

APA

L IN

DO

NE

SIA

MA

SU

K P

EL

AB

UH

AN

Kap

al m

asuk

Kes

yah

ban

dar

an p

elab

uhan

• M

emer

iksa

dokum

en d

an d

afta

r A

BK

• M

emer

iksa

nau

tis,

tek

nis

, dan

adm

in

• M

emer

iksa

SIB

ter

akhir

• Pen

empat

an s

andar

, la

buh, ta

mbat

• M

engis

i fo

rm m

emora

ndum

ked

atan

gan

• M

enyim

pan

dokum

en k

apal

• M

ener

bit

kan

Sura

t T

anda

Bukti

Lap

or

Ked

atan

gan

Kap

al (

ST

BL

KK

)

Pen

gaw

as p

erik

anan

• M

emer

iksa

SL

O d

an

LB

P

• M

emer

iksa

per

ijin

an p

erik

anan

• M

emer

iksa

ala

t ta

ngkap

, has

il tan

gkap

an,

jum

lah d

an jen

is h

asil

tan

gkap

an

• M

emer

iksa

jik

a ad

a

pen

yim

pan

gan

/pel

anggar

an m

embuat

lapora

n k

ejad

ian s

ampai

pro

ses

pen

yid

ikan

Bil

a ad

a pen

yim

pan

gan

/pel

anggar

an p

erik

anan

• M

embuat

lap

ora

n k

ejad

ian

• M

elak

ukan

pem

erik

saan

-pem

erik

saan

untu

k

men

dukung p

embukti

an.

Ped

om

an :

SK

.Men

teri

Kel

auta

n d

an P

erik

anan

No: 2/M

EN

/2002 ttg

ped

om

an p

engaw

asan

No: 3/M

EN

/2002 ttg

LL

O/L

BP

Pen

yid

ikan

/pem

ber

kas

an

Men

erbit

kan

Sura

t Per

inta

h D

imula

inya

Pen

yid

ikan

(SPD

P)

• K

epoli

sian

• K

ejak

saan

• T

NI

AL

• P

enuntu

t U

mum

• P

engad

ilan

Neg

eri

Jika

ber

mas

alah

Ji

ka

tidak

ber

mas

alah

Pem

erik

saan

di :

• Per

um

PPS

• P

os

kes

ehat

an

pel

abuhan

• Im

igra

si

• D

inas

per

ikan

an

• B

ea c

ukai

Page 91: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

76

Jika dilihat dari diagram alir prosedur kapal masuk dan keluar PPS Nizam

Zachman Jakarta, aturan Indonesia masih belum sesuai dalam pelaksanaannya

dengan butir-butir dalam port state measures. Seperti halnya pemeriksaan

dokumen identitas kapal tidak secara mendetil dijelaskan berkemungkinan

dilakukan oleh syahbandar perikanan atau pengawas perikanan PPS Nizam

Zachman Jakarta. Sama halnya dengan pemeriksaan radio komunikasi, penanda

internasional atau vessel monitoring system. Pemeriksaan hasil tangkapan, alat

penangkapan telah dicantumkan walaupun belum mendetil. Alat bantu

penangkapan belum tertulis akan dilakukan pemeriksaannya. Kesesuaian antara

pemeriksaan dengan dokumen terlampir telah tertera dalam prosedur kapal masuk.

Namun belum dijelaskan adanya pembuatan hasil pemeriksaan yang

ditandatangani oleh pihak kapal dan pihak yang melakukan pemeriksaan, hanya

sebatas laporan pemeriksaan saja. Komparasi tiap butir yang diwajibkan kepada

negara pelabuhan dalam port state measures terhadap pelaksanaan yang ada di

PPS Nizam Zachman akan dimuat dalam Tabel 9 berikut. Penjabaran atas

komparasi tersebut akan dijelaskan pada Sub-sub Bab selanjutnya (Sub-subbab

4.2.1 sampai Sub-subbab 4.2.6)

Page 92: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

77

Tab

el 8

Pel

aksa

naa

n b

utir port state measures

di PP

S N

izam

Zac

hm

an J

akar

ta

No.

Butir

dal

am Port State

Measure

Syah

ban

dar

per

ikan

an

Pen

gaw

as P

erik

anan

Lan

gkah

yan

g d

ilak

ukan

Sta

stus

keg

iata

n

Lan

gkah

yan

g d

ilak

ukan

Sta

stus

keg

iata

n

1.

Keg

iata

n p

erik

anan

har

us

men

jam

in p

erli

ndungan

ja

ngka

pan

jang d

an

keb

erla

ngsu

ngan

pem

anfa

atan

sum

ber

day

a ik

an (

keg

iata

n p

engel

ola

an

dan

konse

rvas

i)

1. Pen

gaw

asan

dan

kontr

ol

mel

alui pel

ayan

an u

mum

R

uti

n m

elal

ui

pel

ayan

an k

apal

mas

uk

dan

kap

al k

elur

pel

abuhan

Oper

asi L

aut dan

Pen

gaw

asan

Sum

ber

day

a K

elau

tan

Apab

ila

ada

lapora

n d

ari

mas

yar

akat

at

au

PO

KM

AS

WA

S

(Kel

om

pok

Mas

yar

akat

Pen

gaw

as)

Pat

roli lau

t gab

ungan

(Syah

ban

dar

per

ikan

an,

pen

gaw

as p

erik

anan

, dan

poli

si a

ir)

Ter

jadw

al (

tela

h lam

a ti

dak

dil

akukan

)

2.

Mel

akukan

pem

erik

saan

: a.

Dokum

en p

erij

inan

an/

oto

rita

s pen

angkap

an

b.

Dokum

en iden

tita

s kap

al (

neg

ara

ben

der

a,

jenis

kap

al d

an

pen

anda

kap

al m

elip

uti

nam

a, n

om

or

regis

tras

i ek

ster

nal

, nom

or

iden

tifi

kas

i IMO

)

c.

Rad

io k

om

unik

asi

pen

anda

inte

rnas

ional

, dan

pen

anda

lain

ser

ta

dat

a VMS d

ari neg

ara

ben

der

a at

au RFMO

d.

Dokum

en logbook

per

ikan

an

1.

Pem

erik

saan

SIU

P,

SIP

I at

au S

IKP

I

2.

Pem

erik

saan

dokum

en

kap

al

3. P

emer

iksa

an VMS k

apal

dan

rad

io k

om

unik

asi

pen

anda

4. P

emer

iksa

an logbook

per

ikan

an

Ruti

n s

aat m

asuk d

an

kel

uar

kap

al

Ruti

n s

aat m

asuk d

an

kel

uar

kap

al

Ruti

n s

aat m

asuk d

an

kel

uar

kap

al

Ruti

n s

aat m

asuk d

an

kel

uar

kap

al

Dil

akukan

saa

t pen

gis

ian

form

Has

il P

emer

iksa

an

Kap

al (

HPK

) kap

al a

kan

ber

angkat

mel

aut dan

yan

g

akan

bongkar

has

il tan

gkap

an

Ruti

n d

ilak

ukan

set

iap

kap

al p

erik

anan

akan

ber

angkat

ke

laut dan

yan

g a

kan

bongkar

has

il

tangkap

an

Page 93: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

78

Tab

el 8

Pel

aksa

naa

n b

utir port state measures

di PP

S N

izam

Zac

hm

an J

akar

ta (

lanju

tan 1

) N

o.

Butir

dal

am Port State

Measure

Syah

ban

dar

per

ikan

an

Pen

gaw

as P

erik

anan

Lan

gkah

yan

g d

ilak

ukan

Sta

stus

keg

iata

n

Lan

gkah

yan

g d

ilak

ukan

Sta

stus

keg

iata

n

e.

Dokum

en h

asil

ta

ngkap

an,

transshipment,

per

dag

angan

f.

Dokum

en d

afta

r aw

ak

kap

al

5.

Mem

erik

sa h

asil

ta

ngkap

an, ju

mla

h,

jenis

, se

rtif

ikat

has

il

tangkap

an, su

rat

ket

eran

gan

sat

u b

adan

usa

ha

(untu

k

transshipment ).

6.

Mem

erik

sa d

afta

r A

nak

B

uah

Kap

al (

AB

K)

Ruti

n s

aat m

asuk d

an

kel

uar

kap

al

Ruti

n s

aat m

asuk d

an

kel

uar

kap

al

Dil

akukan

saa

t pen

gis

ian

form

Has

il P

emer

iksa

an

Kap

al (

HPK

) kap

al a

kan

ber

angkat

mel

aut dan

yan

g

akan

bongkar

has

il tan

gkap

an

Ruti

n d

ilak

ukan

set

iap

kap

al p

erik

anan

akan

ber

angkat

ke

laut dan

yan

g a

kan

bongkar

has

il

tangkap

an.

3.

Pem

erik

saan

sel

uru

h

bag

ian k

apal

(m

elip

uti

pal

kah

, se

mua

ruan

gan

di

atas

kap

al, dan

dim

ensi

kap

al)

sert

a al

at

pen

angkap

an ikan

dan

/ata

u a

lat ban

tu

pen

angkap

an ikan

Pem

erik

saan

saa

t ked

atan

gan

kap

al d

an

keb

eran

gkat

an k

apal

Tid

ak r

utin d

ilak

ukan

kar

ena

men

gac

u p

ada

ruju

kan

SL

O (

Sura

t L

aik O

per

asi)

yan

g

dik

eluar

kan

peg

awas

per

ikan

an

Dil

akukan

saa

t pen

gis

ian

form

Has

il P

emer

iksa

an

Kap

al (

HPK

) kap

al a

kan

ber

angkat

mel

aut

Ruti

n d

ilak

ukan

set

iap

kap

al p

erik

anan

akan

ber

angkat

ke

laut dan

yan

g a

kan

bongkar

has

il

tangkap

an

4.

Set

iap p

emer

iksa

an f

isik

ak

an d

ises

uai

kan

den

gan

ket

eran

gan

yan

g ter

dap

at

dal

am d

okum

en d

an h

asil

w

awan

cara

den

gan

kap

ten

atau

pih

ak k

apal

Pem

erik

saan

saa

t ked

atan

gan

kap

al d

an

keb

eran

gkat

an k

apal

Ruti

n s

aat m

asuk d

an

kel

uar

kap

al

Dil

akukan

saa

t pen

gis

ian

form

Has

il P

emer

iksa

an

Kap

al (

HPK

) kap

al a

kan

ber

angkat

mel

aut

Ruti

n d

ilak

ukan

set

iap

kap

al p

erik

anan

akan

ber

angkat

ke

laut dan

yan

g a

kan

bongkar

has

il

tangkap

an

Page 94: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

79

Tab

el 8

Pel

aksa

naa

n b

utir port state measures

di PP

S N

izam

Zac

hm

an J

akar

ta (

lanju

tan 2

) N

o.

Butir

dal

am Port State

Measure

Syah

ban

dar

per

ikan

an

Pen

gaw

as P

erik

anan

Lan

gkah

yan

g d

ilak

ukan

Sta

stus

keg

iata

n

Lan

gkah

yan

g d

ilak

ukan

Sta

stus

keg

iata

n

5.

Mem

buat

lap

ora

n h

asil

pem

erik

saan

yan

g

kem

udia

n d

itan

dat

angan

i ole

h p

engaw

as d

an k

apte

n

kap

al

Ter

dap

at d

alam

form

H

PK

, daf

tar

pem

erik

saan

(check list

) dal

am r

angka

pen

erbit

an

SIB

kap

al p

erik

anan

, dan

daf

tar

Anak

Buah

K

apal

(A

BK

).

Ruti

n s

aat kap

al a

kan

kel

uar

dan

mas

uk

pel

abuhan

Dil

akukan

saa

t pen

gis

ian

form

Has

il P

emer

iksa

an

Kap

al (

HPK

) kap

al a

kan

ber

angkat

mel

aut dan

yan

g

akan

bongkar

has

il tan

gkap

an

Ruti

n d

ilak

ukan

set

iap

kap

al p

erik

anan

akan

ber

angkat

ke

laut dan

yan

g a

kan

bongkar

has

il

tangkap

an

6.

Mel

akukan

pel

atih

an

untu

k p

engaw

as a

tau

pet

ugas

insp

eksi

1.

Pel

atih

an k

e B

PPI

(Bal

ai B

esar

Pen

gem

ban

gan

Pen

angkap

an I

kan

) Sem

aran

g

2.

Kunju

ngan

(sk

ala

har

i)

dan

dik

lat (1

,5-2

bula

n)

ke

inst

ansi

per

ikan

an

Ter

jadw

al d

an tid

ak

men

entu

T

erja

dw

al d

an tid

ak m

enen

tu

Ruti

n d

an w

ajib

dil

akukan

set

iap tah

un

bag

i pen

gaw

as

per

ikan

an y

ang b

aru

7.

Jika

mem

ungkin

kan

, m

enggunak

an s

iste

m

info

rmas

i den

gan

kode

inte

rnas

ional

(m

elip

uti

kode

neg

ara,

kap

al, al

at

tangkap

, je

nis

has

il

tangkap

an)

- -

- -

Page 95: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

80

4.2.1 Kegiatan pengelolaan dan konservasi perikanan

Kegiatan pengelolaan dan konservasi sumberdaya perikanan dilakukan

oleh syahbandar perikanan dan pengawas perikanan. Contoh nyatanya yaitu

diadakan kegiatan patroli laut gabungan antara syahbandar perikanan, pengawas

perikanan, dan polisi air. Namun sangat disayangkan bahwa kegitan ini pernah

dilakukan beberapa tahun lalu dan sekarang sudah tidak terlaksana lagi. Kegiatan

pengelolaan dan konservasi yang dilakukan oleh pengawas perikanan yaitu

melalui operasi laut dan pengawasan sumberdaya kelautan yang meliputi

pengawasan pencemaran, perusakan terumbu karang, dan pencurian pasir laut.

Namun hal yang disayangkan dari kegiatan ini yaitu terlaksana hanya ketika

adanya laporan dari masyarakat atau dari kelompok POKMASWAS (Kelompok

Masyarakat Pengawas).

Kegiatan pengelolaan dan konservasi juga dapat tercermin dari

pelaksanaan kontrol pengawasan yang dilakukan syahbandar perikanan melalui

pelayanan umum bagi kapal. Pelayanan ini dianggap mampu memantau kegiatan

kapal masuk dan keluar pelabuhan yang merupakan. Rekomendasi dari kepala

pelabuhan ataupun syahbandar perikanan sebagai tindak lanjut pengajuan rencana

kapal dari nahkoda atau pihak kapal merupakan suatu kotrol diperbolehkan atau

tidaknya kegiatan penangkapan di suatu perairan. Hal ini akan disetujui jika

diketahui bahwa sumberdaya ikan di perairan tersebut memang masih

berkemungkinan untuk dilakukannya penangkapan. Selain itu, melalui pelaporan

atau pemeriksaan logbook perikanan, akan diperoleh data jumlah hasil tangkapan.

Data tersebut akan diperhitungkan untuk menggambarkan potensi sumberdaya

ikan suatu perairan untuk kemudian akan menjadi pertimbangan rekomendasi

persetujuan rencana melaut. Ironisnya terkadang masih terdapat tindakan

unreported fishing, yaitu bahwa jumlah hasil tangkapan yang dilaporkan tidak

sesuai dengan jumlah hasil tangkapan nyatanya (palkah kapal atau pendaratan).

Pelaporan jumlah hasil tangkapan suatu armada ternyata memiliki pengaruh

terhadap besar kecilnya biaya PHP (Pungutan Hasil Perikanan) untuk pengurusan

SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan). Semakin besar jumlah hasil tangkapan suatu

armada dalam satu tahunnya maka semakin besar pula nilai PHP yang harus

dibayar kepada pemerintah. Hal inilah yang secara tidak langsung

Page 96: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

81

melatarbelakangi ketidaksesuaian atau diperkecilnya pelaporan jumlah hasil

tangkapan. Jika dilihat dari segi konservasi, hal ini dapat merusak

keberlangsungan atau kelestarian sumberdaya ikan. Tindakan unreported fishing

terjadi karena kurangnya kesadaran diri nelayan dan kurangnya tindakan tegas

dari inspector (pihak yang melakukan inspeksi atau pemeriksaan). Nelayan masih

belum sadar bahwa tindakan unreported fishing akan merugikan usaha

penangkapan mereka dikemudian hari. Perkiraan potensi sumberdaya ikan di

suatu perairan yang dikeluarkan oleh instansi perikanan akan salah, sehingga

nelayan pun akan memperoleh informasi yang salah untuk kegiatan

penangkapannya. Kegiatan penangkapan ke suatu perairan yang diperkirakan

masih potensial ternyata tidak sesuai dengan hasil tangkapan yang diperoleh

(semakin berkurang) nantinya.

Hal tersebut tidak akan terjadi seandainya data jumlah hasil tangkapan

dilaporkan sesuai dengan yang didaratkan. Pelaporan yang benar akan

memberikan perkiraan potensi perairan yang benar pula. Ketika suatu perairan

memang mengalami penurunan potensi, maka akan dilakukan penutupan area

penangkapan dan dilakukannya restocking perairan. Hal inilah yang diharapakan

mampu menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan. Pihak yang melakukan

pemeriksaan-pun (inspector) harusnya mampu menindaktegas terjadinya

pelanggaran seperti unreported fishing. Itulah mengapa perlunya tindakan

pengelolaan dan konservasi yang didukung oleh semua pihak melalui kesadaran

diri, pengawas rutin, pemeriksaan, dan penindakan tegas suatu aturan.

Indonesia belum secara detail mengulas makna IUU fishing. Sehingga

masih sulitnya pihak-pihak yang bermain dalam dunia perikanan Indonesia ini

menyamakan pemahaman tersebut. Pengertian praktik IUU fishing hingga

sekarang masih mengadopsi dari definisi menurut FAO. Indonesia harusnya perlu

menyeimbangkan antara kultur masyarakat nelayan Indonesia, yang umumnya

kurang akan pendidikan namun harus dihadapkan dengan regulasi dan aturan

tertentu.

Butir pertama yang termasuk sebagai kewajiban negara pelabuhan yang

disebutkan dalam dokumen PSM Agreement, yaitu kegiatan perikanan harus

menjamin perlindungan jangka panjang dan keberlangsungan pemanfaatan

Page 97: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

82

sumberdaya ikan (kegiatan pengelolaan dan konservasi). PPS Nizam Zachman

telah melakukan kewajiban tersebut dalam pemberian rekomendasi ijin

penangkapan atau penangkutan ikan dan dalam pelayanan umum terhadap

administrasi kapal serta melalui patroli gabungan. Namun hal yang perlu

diperbaiki adalah pemahaman dilarangnya praktik IUU fishing, pengawasan yang

lebih siaga dan rutin, ketegasan pihak pengawas atau pemeriksa, sinergisitas

pengelolaan perikanan dengan pihak terkait lainnya (seperti syahbandar

perikanan, pengawas perikanan, TNI-AL (Tentara Nasional Indonesia – Angkatan

Laut), polisi air dan lain-lainnya.

4.2.2 Pemeriksaan oleh negara pelabuhan

Pemeriksaan terkait dokumen perijinan atau otoritas penangkapan;

dokumen identitas kapal; radio komunikasi penanda internasional dan penanda

lain, serta data VMS (Vessel Monitoring System) dari negara bendera atau RFMO

(Regional Fisheries Management Organization); logbook perikanan; hasil

tangkapan, transshipment; dan perdagangan; dan pemeriksaan daftar awak kapal,

telah dijalankan di PPS Nizam Zachman Jakarta. Aliran pemeriksaan tersebut

tergambar dalam Gambar 4 dan Gambar 5. Kesemuaan pemeriksaan yang

direkomendasikan dalam PSM Agreement, secara umum sesuai dengan

pemeriksaan yang dilakukan pihak syahbandar perikanan dibantu oleh bagian data

dan informasi dari bidang tata operasional UPT (Unit Pelaksana Teknis) PPS

Nizam Zachman Jakarta terhadap kapal Indonesia yang masuk dan keluar

pelabuhan. Selain itu, pemeriksaan ini dilakukan pula oleh pengawas perikanan

pada pengisian form Hasil Pemeriksaan Kapal (HPK) saat keberangkatan melaut

dan bongkar hasil tangkapan.

Setiap unit kapal yang melapor telah dilengkapi dengan berbagai berkas

atau dokumen. Hasil yang diperoleh bahwa dokumen tersebut antara lain SIUP

(Surat Ijin Usaha Perikanan), SIKPI (Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan) atau SIPI

(Surat Ijin Penangkapan Ikan), SLO (Surat Laik Operasi), catch sertificate, SIB

(Surat Ijin Berlayar) atau SPB (Surat Persetujuan Berlayar), logbook perikanan

Indonesia (berbeda untuk tiap alat tangkap), surat pernyataan nahkoda tentang

pemberangkatan kapal perikanan, dafar periksa (check list) dalam rangka

Page 98: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

83

penerbitan SIB kapal perikanan, daftar Anak Buah Kapal (ABK), STBLKK (Surat

Tanda Bukti Lapor Kapal Keluar), surat pernyataan nahkoda (untuk kapal

pengangkut ikan), dokumen hasil tangkapan untuk ekspor (seperti packing list,

surat pengesahan dokumen RFMO, dan pas tahunan kapal yang diterbiitkan oleh

Dinas Perhubungan).

Terkait dengan surat atau dokumen yang dikeluarkan tersebut, dilakukan

oleh beberapa pihak atau instansi perikanan. SIUP (Surat Ijin Usaha Perikanan),

SIKPI (Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan) atau SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan)

dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP

RI) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. SLO (Surat Laik Operasi)

dikeluarkan oleh pengawas perikanan di pelabuhan setempat setelah dilakukannya

pemeriksaan fisik kapal. Setelah SLO (Surat Laik Operasi) diperoleh nahkoda

atau pihak kapal mengajukan rencana berangkat yang dituangkan dalam surat

pernyataan nahkoda tentang pemberangkatan kapal perikanan ke kepala

pelabuhan dengan tembusan ke syahbandar perikanan. SIB (Surat Ijin Berlayar)

atau SPB (Surat Persetujuan Berlayar) dikeluarkan setelah diperiksanya

kepemilikan SLO (Surat Laik Operasi) dan memastikan kapal perikanan tersebut

layak tangkap dan layak simpan. SIB (Surat Ijin Berlayar) atau SPB (Surat

Persetujuan Berlayar) dikeluarkan setelah dilakukan pemeriksaan kapal yang

dituangkan kedalam daftar pemeriksaan (check list) dalam rangka penerbitan SIB

kapal perikanan yang ditandatangani oleh nahkoda atau pihak kapal dan pengawas

yang melakukan pemeriksaan. STBLKK (Surat Tanda Bukti Lapor Kapal Keluar)

dikeluarkan oleh Kepala Pelabuhan untuk menyetujui rencana pemberangkatan

tersebut. Kemudian dilakukan pemeriksaan ABK yang tercantum dalam daftar

ABK yang memuat jabatan, ijazah, dan keterangan kebangsaan. Daftar ABK

diketahui oleh pihak syahbandar perikanan, pihak kesehatan pelabuhan, dan

nahkoda atau pihak kapal. Dokumen hasil tangkapan untuk ekspor (seperti

packing list, surat pengesahan dokumen RFMO, dan pas tahunan kapal

(diterbiitkan oleh Dinas Perhubungan) terlampir sebagai dokumen yang telah

diurus sebelumnya. Logbook perikanan diberikan dalam keadaan belum diisi

(kosong) kepada kapal yang akan keluar. Logbook perikanan akan diperiksa ketika

kapal akan masuk ke pelabuhan.

Page 99: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

84

PPS Nizam Zachman merupakan pelabuhan yang di dalamnya terdapat

armada yang melakukan ekspor hasil tangkapan ke luar negeri terutama Uni

Eropa. PPS Nizam Zachman berkoordinasi dengan beberapa Regional Fisheries

Management Organisation (RFMO) seperti Indian Ocean Tuna Commission

(IOTC) dan Western and Central Pasific Fisheries Commission (WCPFC),

International Commission for the Conservation Atlantic Tunas (ICCAT), dan Inter

American Tropical Tuna Commission (IATTC). RFMO terkait akan

mengeluarkan daftar kapal yang terlibat IUU fishing (IUU vessel list). Kapal yang

terdaftar dalam IUU vessel list akan ditolak masuk, mendaratkan, dan

memperdagangkan hasil tangkapannya ke pelabuhan negara anggota. Adapaun

IUU vessel list yang dikeluarkan oleh IOTC dan WCPFC tahun 2011 yaitu pada

Tabel 10 dan Tabel 11. Setiap RFMO tersebut memiliki kesepakatan yang harus

diberlakukan oleh setiap negara anggota. Pada umumnya setiap hasil tangkapan

wajib dilengkapi dengan Sertifikat Hasil Tangkapan (SHT) ataupun melalui

tagging (penandaan) tertentu. Hasil tangkapan yang tidak memenuhi hal tersebut

akan ditolak dalam perdagangan antar wilayah negara anggota.

Page 100: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

85

Tab

el 9

IOTC IUU

vessel list M

aret

2011

Curr

ent nam

e of

ves

sel (p

revio

us

nam

es)

Curr

ent fl

ag

(pre

vio

us

flag

s)

Dat

e fi

rst

incl

uded

on

IOT

C I

UU

V

esse

l L

ists

Lio

yds/

IM

O

num

ber

Photo

C

all si

gn

(pre

vio

us

call

sig

ns)

Ow

ner

/ ben

efic

ial

ow

ner

s (p

revio

us

oper

ators

)

Oper

ator

(pre

vio

us

oper

ators

)

Sum

mar

y o

f IU

U

acti

vit

ies

Oce

an L

ion

Unknow

n

(Equat

ori

al

Guin

ea)

June

2005

7826233

Contr

aven

tion o

f IO

TC

Res

olu

tion

02/0

4, 02/0

5,

03/0

5

Yu M

aan W

on

Unknow

n

(Geo

rgia

) M

ay 2

007

Gunuar

Mel

yan

21

Unknow

n

June

2008

Hoom

Xia

ng

Unknow

n

(Mal

aysi

a)

Mar

ch 2

010

Y

es R

efer

to

Rep

ort

IO

TC

-S14-

CoC

13-a

dd[E

]

H

oom

Xia

ng

Indust

ries

Sdn. B

hd

C

ontr

aven

tion o

f IO

TC

Res

olu

tion

09/0

3

Sum

ber

: http://iotc.org/files/iuu/IOTC_iuu_list[E].pdf

Page 101: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

86

Tab

el 1

0 WCPFC IUU

vessel list

tah

un 2

011

Curr

ent nam

e of

ves

sel (p

revio

us

nam

es)

Curr

ent

flag

(p

revio

us

flag

s

Dat

e fi

rst

incl

uded

on d

raft

W

CP

FC

IU

U

Ves

sel L

ist

Fla

g S

tate

R

egis

trat

ion

Num

ber

/ IM

O

Num

ber

Cal

l S

ign

(pre

vio

us

call s

igns)

Ow

ner

/ ben

efic

ial

ow

ner

s (p

revio

us

ow

ner

s)

Notify

ing C

CM

/ C

onta

ct D

etai

l A

lleg

ed I

UU

act

ivitie

s

Nep

tune

G

eorg

ia

2 J

uly

201

C-0

0545

4L

OG

Spac

e E

ner

gy

E

nte

rpri

ses

Co.L

td

Fra

nce

for

Fre

nch

P

oly

nes

ia

Fis

hin

g o

n the

hig

h s

eas

of

the

WC

PFC

C

onven

tion A

rea

wit

hout bei

ng o

n the

WC

PFC

Rec

ord

of

Fis

hin

g V

esse

ls

(CM

M 2

007-0

3-p

ara

3a)

Fu L

ien N

o 1

G

eorg

ia

2 J

uly

2010

IMO

No

7355662

4L

IN2

Fu L

ien F

isher

y

Co.G

eorg

ia

USA

Is

wit

hout nat

ional

ity a

nd h

arves

ted

spec

ies

cover

ed b

y the

WC

PFC

C

onven

tion A

rea

(cm

m 2

007 0

3, par

a 3h)

Jinn F

eng T

sair

N

o 1

C

hin

ese

Tai

pei

7 D

es 2

007

CT

4-2

444

BJ4

444

Hung C

hin

g C

hin

P

ingtu

ng, C

hin

ese

Tai

pei

Fed

erat

ed S

tate

s of

Mic

rones

ia E

mai

l:

norm

a@m

ail.fm

Fis

hin

g in the

Excl

usi

ve

Eco

nom

ic Z

one

of

the

Fed

erat

ed S

tate

s of

Mic

rones

ia

without per

mis

sion a

nd in c

ontr

aven

tion

of

Fed

erat

ed S

tate

s of

Mic

rones

ia’s

law

s an

d r

egula

tions

(CM

M 2

007-0

3, par

a 3b)

Sen

ta

Pan

ama

(Jap

an)

4 J

un 2

008

IMO

N

o.8

221947

HO

FG

C

hin

Fu F

isher

y,

Chin

ese

Tai

pei

(as

Sen

ta)

Fra

nce

(Fre

nc

Poly

nes

ia)

Em

ail

Tra

nsh

ippin

g o

n the

hig

h s

eas

of

the

WC

PFC

Conven

tioan

Are

a w

ithout

bei

ng o

n the

WC

PFC

Rec

ord

of

Fis

hin

g

Note

: n

ow

re

nam

ed S

un F

u

Fa

(Shin

Tak

ara

Mar

u)

Now

: S

hin

e Y

ear

Fis

her

y

(Nis

shin

Kis

en

Co.L

td, Ja

pan

)

affm

ar@

mai

l.pf

Ves

sels

(C

MM

2007-0

3-p

ara

3 a

)

Yu F

ong 1

68

Chin

ese

Tai

pei

1 J

ul 2009

B

J4786

Chan

g L

in P

ao-

Chun 1

61 S

anm

in

Rd., L

iouci

uo

Tow

nsh

ip,

Pin

gtu

ng C

ountr

y

929, C

hin

ese

Tai

pei

Mar

shal

l Is

lands

Em

ail:

m

imra

@nta

mar

.net

Fis

hin

g in E

xcl

usi

ve

Eco

nom

ic Z

one

of

the

Rep

ubli

c of

the

Mar

shal

l Is

lands

without per

mis

sion a

nd in c

ontr

aven

tion

of

Rep

ublic

of

the

Mar

shal

l Is

lands’

s la

ws

and r

egula

tions.

(C

MM

2007-0

3,

par

a 3b)

Sum

ber

: http://wcpfc.int/doc/wcpfc-iuu-vessel-list-2011

Page 102: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

87

Kendala yang terjadi, bahwa pada semua prosedur ini masih kurangnya

sumberdaya manusia atau petugas pemeriksaan dalam bentuk kuantitas dan

kualitas. Sumberdaya manusia di syahbandar PPS Nizam Zachman yang ada

masih belum mencukupi pembagian waktu untuk pemeriksaan kapal masuk dan

keluar. Petugas yang ada diperkerjakan menjadi 3 (tiga) shift waktu. Setiap shift-

nya dilakukan oleh 3 (tiga) orang petugas. Satu dari tiga petugas tersebut adalah

bersifat tetap, yaitu Kepala Syahbandar PPS Nizam Zachman Jakarta. Hal inilah

yang dianggap kurang mendukung pelaksanaan tugas oleh pihak syahbandar

perikanan. Perlu peningkatan hingga 3 (tiga) kali lipat jumlah petugas dari jumlah

yang ada, dengan begitu pembagian waktu dianggap cukup memungkinkan.

Selain itu, masih kurangnya pemahaman tugas dan fungsi oleh petugas

pemeriksaan. Hal ini dikarenakan tidak semuanya petugas yang ada memiliki

basic perikanan. Perhatian untuk peningkatan kuantitas dan kuliatas sumberdaya

dari pelaku perikanan di pelabuhan khususnya petugas pemeriksa kapal perlu

ditopang. Kualifikasi untuk penerimaan petugas inspeksi untuk ke depannya,

ditekankan memiliki basic perikanan atau dapat pula diberikan pembekalan terkait

perikanan untuk menunjang pemahaman tugas dan fungsi kerja. Tiap tahap

prosedur pemeriksaan yang ada dalam aturan sebenarnya sudah sangat menunjang

puntuk melawan dan mengantisipasi praktik IUU fishing. Penerapan atas aturan

tersebutlah yang harus dipertegas.

Butir pemeriksaan yang harus dilakukan oleh negara pelabuhan menurut

PSM Agreement telah terealisasi dalam berkas yang dilaporkan setiap unit kapal

ketika kedatangan dan keberangkatannya. Dokumen tersebut antara lain SIUP

(Surat Ijin Usaha Perikanan), SIKPI (Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan) atau SIPI

(Surat Ijin Penangkapan Ikan), SLO (Surat Laik Operasi), catch sertificate, SIB

(Surat Ijin Berlayar) atau SPB (Surat Persetujuan Berlayar), logbook perikanan

Indonesia (berbeda untuk tiap alat tangkap), surat pernyataan nahkoda tentang

pemberangkatan kapal perikanan, dafar periksa (check list) dalam rangka

penerbitan SIB kapal perikanan, daftar Anak Buah Kapal (ABK), STBLKK (Surat

Tanda Bukti Lapor Kapal Keluar), surat pernyataan nahkoda (untuk kapal

pengangkut ikan), dokumen hasil tangkapan untuk ekspor (seperti packing list,

surat pengesahan dokumen RFMO, dan pas tahunan kapal yang diterbiitkan oleh

Page 103: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

88

Dinas Perhubungan). Hal yang perlu diperhatikan yaitu kurangnya kuantitas dan

kualitas sumberdaya manusia yang bertugas dalam hal pemeriksaan atau inspeksi

ini.

4.2.3 Pemeriksaan bagian kapal, alat penangkapan ikan dan/atau alat

bantu penangkapan ikan

Pemeriksaan bagian kapal, alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu

penangkapan ikan memang telah sesuai dengan pelaksanaan di PPS Nizam

Zachman, namun belum dijalankan sepenuhnya. Pemeriksaan terhadap seluruh

bagian kapal (meliputi palkah, semua ruangan di atas kapal, dan dimensi kapal),

alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan dilakukan oleh

pengawas perikanan. Pemeriksaan tersebut dilakukan ketika pengisian form Hasil

Pemeriksaan Kapal (HPK) saat keberangkatan melaut dan bongkar hasil

tangkapan kapal. Sedangkan pihak syahbandar perikanan melakukan

pemeriksaan hanya pada alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan

ikan. Syahbandar perikanan PPS Nizam Zachman Jakarta melakukan

pemeriksaan tersebut jika kapal perikanan telah memiliki SLO (Surak Laik

Operasi) yang dikeluarkan pengawas perikanan. SLO tersebut dikeluarkan

pengawas perikanan setelah dilakukannya pemeriksaan kapal. Hal inilah yang

dianggap syahbandar perikanan, bahwa pemeriksaan bagian kapal tidak wajib

dilakukan.

Tidak menutup kemungkinan pula bahwa pemeriksaan seluruh bagian

kapal umumnya dilakukan hanya pada saat nahkoda atau pihak kapal mengurus

penerbitan atau perpanjangan SIPI atau SIKPI. Selain itu, untuk penentuan GT

(Gross Tonage) dan pengukuran dimensi kapal (untuk kapal baru, yang ingin

membuat dokumen kapal), masih dilakukan oleh Syahbandar Hubungan Laut

(dokumen tersebut disebut PAS tahunan) sebagai keterangan bahwa kapal tersebut

layak laut. Syahbandar perikanan PPS Nizam Zachman Jakarta masih belum

mampu menentuan GT kapal. Hal ini dikarenakan masih kurangnya sumberdaya

manusia yang ahli terutama dalam dalam melakukan pengukuran dimensi kapal.

Data pengukuran dimensi itulah yang nantinya digunakan dalam penentuan GT

kapal.

Page 104: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

89

Pemeriksaan alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan meliputi

pemeriksaan jenis, dimensi, ukuran, spesifikasi (seperti mata jaring), dan

kesesuaian dengan daerah penangkapan. Pemeriksaan kapal dan bagiannya

meliputi nama kapal, nomor gross akte, berat kapal (berat bersih dan berat kotor),

kekuatan mesin, nomor seri mesin, dan bahan kapal. Hal tersebut kemudian

dimuat dalam Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Ijin Kapal

Pengangkut Ikan (SIKPI). Sedangkan hasil pemeriksaan tambahan seperti

tempertaur ruang penyimpan ikan ruang penyimpanan ikan (jumlah dan kapasitas)

akan dimuat dalam Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).

Pemeriksaan yang dimaksudkan dalam dokumen PSM Agreement adalah

pemeriksaan seluruh bagian kapal (meliputi palkah, semua ruang di atas kapal,

dan dimensi kapal), alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan.

PPS Nizam Zachman Jakarta telah mengupayakan dilakukannya pemeriksaan ini.

Namun hal yang masih dianggap kurang dalam pelaksanaannya adalah ketegasan

petugas pengawas atau pemeriksa untuk bertanggung jawab menyeluruh atas

perihal yang ditugaskan. Kurangnya pemahaman tentang objek pemeriksaan

menghambat keefektifan inspeksi. Hal klasik lainnya yaitu kurangnya kualitas

dan kuantitas petugas inspeksi.

4.2.4 Kesesuaian pemeriksaan dengan keterangan dokumen dan hasil

wawancara

Pemeriksaan fisik yang dilakukan akan disesuaikan dengan keterangan

yang dimuat dalam dokumennya. Syahbandar perikanan dan pengawas perikanan

akan memperhatikan dengan seksama keseuaian pemeriksaan yang dilakukan

secara langsung dengan keterangan pada dokumen dan hasil wawancara yang

dilakukan pada nahkoda atau pihak kapal. Namun tidak menutup kemungkinan

tidak terjadinya koreksi kesesuaian yang mendetail, karena anggapan bahwa

pemeriksaan sebelumnya terhadap hal yang sama pernah dilakukan. Sama halnya

seperti pemeriksaan kapal dijelaskan pada subsub bab sebelumnya, bahwa SLO

(Surat Laik Operasi) dikeluarkan pengawas perikanan setelah dilakukannya

pemeriksaan kapal sehingga syahbandar perikanan hanya memeriksa keberadaan

SLO dan melanjutkan pemeriksaan lainnya. Hal tersebut dirasa masih kurang

efektif, dikarenakan tidak ter-monitor-nya kekurangan atau perubahan terkait

Page 105: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

90

semua yang berhubungan dengan kegitan usaha penangkapan dan pengangkutan

ikan. Hal tersebut berkemungkinan kecil terjadi jika pemeriksaan dikoordinasikan

untuk tiap tahap dan tiap pihak yang seharusnya.

Setiap pemeriksaan harus disesuaikan dengan keterangan yang terdapat

dalam dokumen dan hasil wawancara dengan kapten atau pihak kapal. PPS

Nizam Zachman Jakarta telah mengatur hal tersebut. Namun hambatan yang

masih dirasakan yaitu keterbatasan pendidikan dan pengetahuan nahkoda dan

pemilik kapal serta pemahaman tugas dan wewenang petugas pemeriksa atau

pengawas.

4.2.5 Pembuatan laporan hasil pemeriksaan

Laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak syahbandar

perikanan dimuat dalam dokumen daftar periksa (check list) dalam rangka

penerbitan SIB (Surat Ijin Berlayar) kapal perikanan. Dokumen tersebut

diabsahkan dengan tanda tangan dari nahkoda kapal dan petugas pemeriksa dari

syahbandar perikanan. Selain itu, pemeriksaan ABK (Anak Buah Kapal), yang

dimuat dalam dokumen daftar ABK juga ditandatangani oleh nahkoda kapal dan

syahbandar perikanan serta pihak dari kesehatan pelabuhan. Pengawas perikanan

juga mengeluarkan form Hasil Pemerikasaan Kapal (HPK) sebagai berita acara

pemeriksaan. Form HPK ditandatangani oleh pengawas perikanan yang

bersangkutan dan nahkoda, pemilik, operator kapal dan/atau penanggung jawab

perusahaan perikanan. Namun terkadang untuk pengurusan dokumen hasil

pemeriksaan dan dokumen lainnya, seringkali bukan nahkoda ataupun pemilik

kapal yang mengurus semua perijinan dokumen tersebut. Terdapat pihak yang

mengurusnya yaitu agen. Satu agen dapat mengurus dokumen dari puluhan

sampai ratusan kapal. Hal ini yang sebenarnya belum diatur oleh peraturan

perikanan Indonesia, apakah boleh diberikan kuasa pada pihak lain seperti ini.

Namun tidak pula terdapat aturan yang menyalahkannya. Kasus semacam itu

bukan hal yang tabu bagi pelaku perikanan di PPS Nizam Zachman Jakarta.

Hal tersebut pulalah yang kadang menjadi hambatan, ketika nahkoda atau

pemilik kapal tidak mampu memberikan kejelasan dokumen ataupun keterangan

spesifik kapal atau lain hal terkaitnya. Karena dalam pengurusan regulasinya,

Page 106: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

91

nahkoda atau pemilik kapal terkadang tidak mengetahui apa-apa. Nahkoda hanya

diinstruksikan untuk wajib membawa satu map atau berkas yang berisikan

dokumen terkait kegiatan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan.

Keterbatasan pendidikan dan pengetahuan nahkoda dan pemilik kapal terkadang

menjadi hambatan pelaksanaan aturan hukum Indonesia. Panjang dan sulitnya

birokrasi yang ada di Indonesia (khususnya perikanan) termaksud hal yang

dieluhkan oleh nelayan atau pemilik kapal.

Pembuatan laporan hasil atas pemeriksaan harus diketahui atau

ditandatangani oleh pihak yang melakukan pemeriksaan dan kapten kapal atau

pihak kapal. Contohnya melalui form HPK, daftar pemeriksaan (check list) dalam

rangka penerbitan SIB kapal perikanan, dan daftar ABK. Hal ini menjadi

kewajiban yang harus dijalankan negara pelabuhan. PPS Nizam Zachman Jakarta

telah mengatur hal tersebut, namun diharapkan hal ini dicantumkan secara jelas

dalam bagan alir prosedur pemeriksaan kedatangan dan keberangkatan kapal.

Hambatan pelaksanaan aturan ini yaitu ketegasan birokrasi hukum dan

keterbatasan pendidikan atau pengetahuan pihak kapal.

4.2.6 Pelatihan untuk pengawas atau petugas pemeriksa

Pelatihan terkait tugas pemeriksaan yang dilakukan oleh syahbandar

perikanan dilakukan secara terjadwal. Pelatihan ini umumnya dilakukan melalui

kunjungan (dalam kurun beberapa hari) dan diklat (dalam kurun waktu 1,5-2

bulan) yang menerangkan tugas syahbandar perikanan. Selain itu, diadakan pula

pelatihan di Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI) Semarang

terkait dengan pengenalan kapal dan operasionalnya. Namun pelatihan yang

diselenggarakan umunya hanya melibatkan syahbandar perikanan, tidak

melibatkan staff syahbandar perikanan untuk keahlian pemeriksaan kapal

perikanan. Pelatihan pengawas PSM Agreement pernah diadakan dalam rangka

kerjasama internasional di Malaysia. Pihak Syabandar PPS Nizam Zachman

Jakarta ikut berpartisipasi dalam pelatihan pengawas PSM Agreement yang

dilakukan di Malaysia pada awal tahun 2011. Pelatihan untuk pengawas

perikanan dilakukan rutin dan wajib setiap tahunnya bagi pengawas perikanan

yang baru. Pelatihan ini disebut sebagai pembekalan teknis pengawas perikanan.

Page 107: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

92

Pelatihan untuk petugas inspeksi atau pemeriksa PPS Nizam Zachman

Jakarta perlu diberikan secara menyeluruh kepada petugas pelaksana inspeksi atau

pengawas. Hal ini harus lebih diperhatikan lagi mengingat persiapan aplikasi

PSM Agrrement yang bertaraf internasional. Hal yang perlu diperhatikan

(terutama setelah berpartisipasinya Indonesia dalam pelatihan pengawas PSM

Agreement di Malaysia) diperlukannya pemeriksaan dan pengawasan yang

bersifat lebih dinamis. Selain itu, perlunya kemampuan bahasa asing (minimal

Bahasa Inggris) dan pengetahuan dunia perikanan yang sesuai dengan

pemahaman internasional bagi seluruh pelaku perikanan di PPS Nizam Zachman

Jakarta (perlu sosialisasi menyeluruh).

4.2.7 Penggunaan sistem informasi kode internasional

Indonesia belum mengatur regulasi hukum untuk penggunaan sistem

informasi dengan kode internasional (meliputi kode negara, kapal, alat tangkap,

dan jenis hasil tangkapan). Oleh karena itu, PPS Nizam Zachman belum

melaksanakan sistem informasi kode internasional tersebut. Selain itu, PPS

Nizam Zachman Jakarta belum memiliki sumberdaya manusia yang kompeten

dan belum ditunjangnya sarana dan prasarana terkait sistem informasi kode

internasional tersebut.

Page 108: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari segi hukum dan peraturan yang ada, Indonesia telah memiliki tingkat

kesiapan yang tinggi untuk mengadopsi dokumen perjanjian Port State Measures

(PSM). Hal ini terbukti dengan adanya hukum dan peraturan yang mengatur 6

(enam) dari 7 (tujuh) butir kewajiban negara pelabuhan sebagaimana dituntut oleh

dokumen Port State Measures. Adapun ketujuh butir tersebut yaitu (enam butir

pertama adalah yang telah diatur di Indonesia),

1 Memastikan kegiatan perikanan yang terjadi di pelabuhan adalah menjamin

perlindungan jangka panjang dan keberlangsungan pemanfaatan sumberdaya

ikan (kegiatan pengelolaan dan konservasi);

2 Melakukan pemeriksaan yaitu:

1) pemeriksaan dokumen perijinanan atau otoritas penangkapan;

2) pemeriksaan dokumen identitas kapal (negara bendera, jenis kapal dan

penanda kapal meliputi nama, nomor registrasi eksternal, nomor

identifikasi IMO);

3) pemeriksaan radio komunikasi penanda internasional, dan penanda lainnya

serta data VMS (Vessel Monitoring System) dari negara bendera atau

RFMO;

4) pemeriksaan logbook;

5) pemeriksaan hasil tangkapan, transshipment, perdagangan;

6) pemeriksaan daftar awak kapal;

3 Pemeriksaan seluruh bagian kapal (meliputi palkah, semua ruangan di atas

kapal, dan dimensi kapal) serta alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu

penangkapan ikan;

4 Memastikan bahwa hasil pemeriksaan fisik sesuai dengan keterangan yang

terdapat dalam dokumen dan hasil wawancara dengan kapten atau pihak

kapal;

5 Membuat laporan hasil pemeriksaan yang kemudian ditandatangani oleh

pengawas dan kapten kapal;

6 Melakukan pelatihan untuk pengawas atau pemeriksa; dan

Page 109: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

94

7 Jika memungkinkan, menggunakan sistem informasi dengan kode

internasional (meliputi kode negara, kapal, alat tangkap, jenis hasil

tangkapan).

Adapun butir kewajiban yang belum tersusun adalah penggunaan sistem informasi

kode internasional. Namun demikian terdapat secara umum hukum dan peraturan

yang ada masih memerlukan adanya rincian lebih mendalam dan perluasan

cakupan untuk dapat diterapkan pada kapal-kapal ikan asing.

Tingkat kesiapan PPS Nizam Zachman Jakarta untuk menerapkan port

state measures adalah sebagai berikut:

1. Secara tertulis, hukum Indonesia yang memuat 6 (enam) dari 7 (tujuh) butir

kewajiban negara pelabuhan menurut dokumen port state measures, telah

diterapkan di PPS Nizam Zachman Jakarta. Namun masih terdapat

kekurangan di beberapa aspek;

2. Hal yang masih dianggap kurang untuk pelaksanaan port state measures

nantinya di PPS Nizam Zachman Jakarta:

1) Sosialisasi pemahaman IUU fishing kepada seluruh pelaku perikanan di

PPS Nizam Zachman Jakarta;

2) Sumberdaya manusia di PPS Nizam Zachman Jakarta (terutama di

syahbandar perikanan) masih kurang dalam segi kuantitas dan kualitas.

Kuantitas yang ada belum mampu menunjang pembagian jam kerja dalam

pengawasan. Sedangkan kualitas yang ada masih kurang dalam aspek

pemahaman terhadap objek pemeriksaan, penindaktegasan penerapan

hukum, dan perbaikan sistem pembagian kerja pemeriksaan kapal serta

kemampuan berbahasa asing (minimal Bahasa Inggris).

3) Pengawasan dan pemeriksaan (inspeksi) yang masih kurang siaga 24 jam

dan dinamis (mobilisasi pengawasan);

4) Sarana dan prasarana yang belum mampu menunjang pelaksanaan tugas

inspeksi atau pemeriksaan seperti, sarana komunikasi radio, faksimile,

perlengkapan petugas pemeriksa (seperti jaket hangat, senter, masker,

helm, kacamata, mantel hujan, boot, dan lain sebagainya), radio

komunikasi HT (Handy Talky), CCTV (Closed Circiut Televison),

Page 110: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

95

speaker, kendaraan penunjang roda empat, dan kapal tug boat atau fire

boat yang membantu jika terjadi kebakaran.

5) PPS Nizam Zachman belum menggunakan sistem informasi kode

internasional. Hal ini dikarenakan hukum Indonesia belum mengatur

penggunaan sistem informasi kode internasional di pelabuhan perikanan

Indonesia. Selain itu, Indonesia belum memiliki sarana dan prasarana,

serta sumberdaya manusia yang mampu menunjang penggunaan sistem

informasi kode internasional tersebut. Perlu jaringan (networking) untuk

penerapan Monitoring Control System (MCS) termasuk hardware dan

software untuk mendukung hal tersebut.

5.2 Saran

Sesuai dengan hasil penelitian ini, maka saran yang dihasilkan berupa

rekomendasi pelaksanaan beberapa aksi untuk memperkuat persiapan penerapan

port state measures di PPS Nizam Zachman Jakarta. Rekomendasi tersebut

adalah:

1. Peningkatan sosialisasi pemahaman IUU fishing kepada seluruh pelaku

perikanan di PPS Nizam Zachman Jakarta (terutama nelayan, syahbandar

perikanan, dan pengawas perikanan) yang disesuaikan dengan pemahaman

internasional;

2. Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dalam aspek pemahaman terhadap

objek pemeriksaan, penindaktegasan penerapan hukum, dan perbaikan sistem

pembagian kerja pemeriksaan kapal serta kemampuan berbahasa asing

(minimal Bahasa Inggris);

3. Harmonisasi pengelolaan perikanan dengan pihak terkait, seperti syahbandar

perikanan, pengawas perikanan, TNI-AL (Tentara Nasional Indonesia –

Angkatan Laut), polisi air, pihak imigrasi, UPT PPS Nizam Zachman Jakarta,

dan pihak terkait lainnya;

4. Pelatihan sumberdaya pengawasan dan pemeriksaan (inspeksi) agar lebih

siaga 24 jam, dinamis dan rutin; dan

5. Pengadaan atau penambahan sarana dan prasarana yang menunjang

pelaksanaan port state measures, yaitu:

Page 111: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

96

1) Sarana komunikasi radio;

2) Faksimile untuk komunikasi dari kapal ke syahbandar perikanan;

3) Perlengkapan petugas pemeriksa seperti jaket hangat, senter, masker,

helm, kacamata, mantel hujan, boot, dan lain sebagainya;

4) Radio komunikasi HT (Handy Talky);

5) Peningkatan jumlah CCTV (Closed Circiut Televison) ke 10 sudut

dermaga;

6) Speaker di seluruh wilayah pelabuhan;

7) Kendaraan penunjang roda empat;

8) Kapal tug boat atau fire boat yang membantu jika terjadi kebakaran; serta

9) Jaringan (networking) untuk penerapan Monitoring Control System (MCS)

termasuk hardware dan software.

Page 112: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

97

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, AA. 2006. Problematika Penentuan Sampel dalam Penelitian Bidang Perumahan dan Permikuman. Bandung: Departemen Arsitektur. Institut Teknologi Bandung. http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/ars/ article/download/16546/16538 [23 Agustus 2011].

Absah, Y. 2007. Pengaruh Kemampuan Pembelajaran Organisasi terhadap Kompetensi, Tingkat Diversifikasi, dan Kinerja Perguruan Tinggi Swasta di Sumatera Utara. [Disertasi]. Surabaya: Program Pascasarjana. Universitas Airlangga. http://www.damandiri.or.id/file/ yeniabsahunaircover.pdf [23 Desember 2011].

Amalia dan Putri. 2008. Urgensi Arbitrase dan Mediasi Sebagai Metode Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan dalam Sengketa Bidang Perbankan. Bandung: Fakultas Hukum. Universitas Pajadjaran. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/11/urgensi_arbitrase _dan_mediasi.pdf [23 Agustus 2011].

Darmawan. 2006. Analisis Kebijakan Penanggulangan IUU-fishing dalam Pengelolaaan Perikanan Tangkap Indonesia. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2009. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.28/MEN/2009 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan. Jakarta: DKP.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2009. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan. Jakarta: DKP.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2009. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan PerikananNomor PER.05/MEN/2007tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. Jakarta: DKP.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2009. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.03/MEN/2009 tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pengangkutan Ikan di Laut Lepas. Jakarta: DKP.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2008. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Unit Perikanan Tangkap. Jakarta: DKP.

Page 113: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

98

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2007. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.11/MEN/2004 tentang tentang Pelabuhan Pangkalan bagi Kapal Perikanan. Jakarta: DKP

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2007. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. Jakarta: DKP.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2004. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10/MEN/2004 tentang Pelabuhan Perikanan. Jakarta: DKP

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2002. Laporan Tahunan Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal 7-13.

Eriyanto. 2007. Teknik Sampling (Analisis Opini Publik). Jakarta: LKiS Yogyakarta.

Fabra, A., V. Gascon, M. Marrero, S. Lieberman, dan K. Sack. 2011. Closing the gap: Comparing tuna RFMO port state measure with the FAO Agreement

on Port State Measure. The PEW Environment Group. http://www.pewenvironment.org/uploadedFiles/PEG/Publications/ Report/Tuna_RFMO_Report_July2011.pdf [23 Agustus 2011].

Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan Issue, Sintesis, dan Gagasan. Bogor: Gramedia Pustaka Utama.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2009. Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and

Unregulated Fishing. Rome: Food and Agriculture Organization.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2008. Draft Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and

Unregulated Fishing. Rome: Food and Agriculture Organization.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2001. International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated

Fishing. Rome: Food and Agriculture Organization.

Gulo, W. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Page 114: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

99

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Data Indikator Kinerja Umum Kelautan dan Perikanan Tahun 2010. Jakarta: Pusat data statistik dan informasi. http://statistik.kkp.go.id/index.php/arsip/c/16/Data-Indikator-Kinerja-Umum-KKP-2010/?category_id=3 [16 September 2011].

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2010. Jakarta: Pusat data statistik dan informasi. http://statistik.kkp.go.id/index.php/arsip/c/18/Buku-Kelautan-dan-Perikanan-Dalam-Angka-2010/?category_id=3 [16 September 2011].

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.18/MEN/2010 tentang Logbook Penangkapan Ikan. Jakarta: KKP.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2010 tentang Pemberian Kewenangan Penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) untuk Kapal Perikanan Berukuran di Atas 30 (Tiga Puluh) Gross Tonnage sampai dengan 60 (Enam Puluh) Gross Tonnage kepada Gubernur. Jakarta: KKP.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/2010 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan. Jakarta: KKP.

Lambang. 2009. Kebijakan Tindak Pidana Penghinaan terhadap Presiden. [Tesis]. Semarang: Program Magister Ilmu Hukum. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/16144/1/Adhya_Satya_ Lambang_B.pdf [27Agustus 2011].

Latar. 2004. Strategi Kebijakan untuk Penanggulangan Kegiatan Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing di Perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia Utara Papua. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Lobach, T. 2004. Port State Measure. Norway: Directorate for Food, Agriculture and Fisheries. Fisheries Committee.

Losh, SC. 2000. Types of Error and Basic Sampling Designs. Lecture Handout EDF 5481 Methods of Educational Research.

Page 115: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

100

Lubis, E., I. Solihin, T. Nugroho, dan R. Muninggar. 2010. Diktat Pelabuhan Perikanan. Bogor: Bagian Kepelabuhan Perikanan dan Kebijakan Pengelolaan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Nikijuluw, VPH. 2008. Dimensi Sosial Ekonomi Perikanan Ilegal Blue Water Crime. Jakarta: Pustaka Cidesindo.

[PPS] Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. 2011. Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Jakarta: PPS Nizam Zachman Jakarta.

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Jakarta: Republik Indonesia.

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Jakarta: Republik Indonesia.

Page 116: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

101

LAMPIRAN

Page 117: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

102

Lampiran 1 Draft Naskah Terjemahan

Pengesahan Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter, and Eliminate

Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (Persetujuan tentang Negara

Pelabuhan untuk Mencegah, Menghalangi, dan Memberantas Penangkapan Ikan

yang Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur)

Page 118: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

103

Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter, and Eliminate Illegal,

Unreported, Unregulated Fishing

Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter and

Eliminate

Illegal, Unreported and Unregulated Fishing

Persetujuan Tentang Ketentuan Negara Pelabuhan

untuk Mencegah, Menghalangi, dan Memberantas

Penangkapan Ikan yang Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan

Tidak Diatur

PREAMBLE PEMBUKAAN

The Parties to this Agreement,

Deeply concerned about the continuation of illegal,

unreported and unregulated fishing and its detrimental effect upon fish stocks, marine ecosystems and the livelihoods of legitimate fishers, and the increasing need for food security on a global basis,

Conscious of the role of the port State in the adoption of effective measures to promote the sustainable use and the

long-term conservation of living marine resources, Recognizing that measures to combat illegal, unreported and

unregulated fishing should build on the primary responsibility of flag States and use all available jurisdiction in accordance with international law, including port State measures, coastal State measures, market related measures and measures to

ensure that nationals do not support or engage in illegal, unreported and unregulated fishing,

Recognizing that port State measures provide a powerful and cost-effective means of preventing, deterring and eliminating illegal, unreported and unregulated fishing,

Aware of the need for increasing coordination at the regional and interregional levels to combat illegal, unreported and unregulated fishing through port State measures,

Acknowledging the rapidly developing communications technology, databases, networks and global records that support port State measures, Recognizing the need for assistance to developing countries to

adopt and implement port State measures, Taking note of the calls by the international community

through the United Nations System, including the United Nations General Assembly and the Committee on Fisheries of the Food and Agriculture Organization of the United Nations, hereinafter referred to as “FAO”, for a binding international

instrument on minimum standards for port State measures, based on the 2001 FAO International Plan of Action to

Pihak-pihak dalam Persetujuan ini, Menaruh perhatian yang mendalam terhadap berlanjutnya

penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU Fishing) serta dampaknya yang merugikan terhadap persediaan ikan, ekosistem kelautan dan mata pencaharian para nelayan yang sah, dan meningkatnya

kebutuhan terhadap keamanan pangan di seluruh dunia, Menyadari peran Negara Pelabuhan dalam penerapan langkah yang efektif untuk memajukan pemanfaatan yang

berkelanjutan dan konservasi jangka panjang terhadap sumber daya kelautan hayati, Memahami bahwa langkah-langkah untuk memberantas

IUU Fishing sepatutnya berdasar pada tanggung jawab utama dari Negara Bendera dan sepatutnya menggunakan kewenangan yang ada merujuk kepada hukum internasional, termasuk ketentuan Negara Pelabuhan,

ketentuan Negara Pantai, ketentuan yang berkaitan dengan pasar dan ketentuan untuk memastikan bahwa warga negara tidak mendukung atau terlibat dalam IUU Fishing, Memahami bahwa ketentuan Negara Pelabuhan memberikan sarana yang memiliki kekwenangan besar dan berbiaya efektif untuk mencegah, menghalangi, dan memberantas IUU Fishing,

Menyadari perlunya peningkatan koordinasi di tingkat regional dan antarregional untuk melawan IUU Fishing melalui ketentuan Negara Pelabuhan,

Mengakui bahwa cepatnya teknologi komunikasi yang sedang berkembang, basis data, jaringan kerja, dan catatan-catatan global yang mendukung ketentuan Negara Pelabuhan, Mengenali kebutuhan akan bantuan bagi Negara-negara

yang sedang berkembang untuk mengadopsi dan menerapkan ketentuan Negara Pelabuhan, Memperhatikan seruan komunitas internasional melalui

PBB, termasuk Sidang Umum PBB dan Komite Perikanan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, yang selanjutnya disebut “FAO”, sebagai dokumen internasional yang mengikat mengenai standar minimum ketentuan Negara

Pelabuhan, berdasarkan pada Rencana Aksi Internasional FAO tahun 2001 untuk Mencegah, Menghalangi, dan

Page 119: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

104

Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing and the 2005 FAO Model Scheme on Port State Measures to Combat Illegal, Unreported and

Unregulated Fishing, Bearing in mind that, in the exercise of their sovereignty over ports located in their territory, States may adopt more

stringent measures, in accordance with international law, Recalling the relevant provisions of the United Nations

Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982, hereinafter referred to as “the Convention”, Recalling the Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks of 4 December 1995, the Agreement to Promote

Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas of 24 November 1993 and the 1995 FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries,

Recognizing the need to conclude an international agreement within the framework of FAO, under Article XIV of the FAO Constitution, Have agreed as follows:

Memberantas IUU Fishing dan FAO Model Scheme tentang Ketentuan Negara Pelabuhan untuk melawan IUU Fishing,

Mengingat bahwa, dalam praktik kedaulatan mereka terhadap pelabuhan–pelabuhan yang berada di wilayahnya,

Negara dapat menggunakan ketentuan yang lebih ketat, sesuai dengan hukum internasional. Mengingat ketetapan yang relevan dalam Konvensi PBB

tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982, yang selanjutnya disebut sebagai “Konvensi”, Mengingat Persetujuan untuk Pelaksanaan Ketetapan Konvensi PBB mengenai Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982 tentang Konservasi dan Pengelolaan Persediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Persediaan Ikan yang Beruaya Jauh pada tanggal 4 Desember 1995,

Persetujuan untuk Meningkatkan Kepatuhan terhadap Ketentuan Pengelolaan dan Konservasi Internasional oleh Kapal Perikanan di Laut Lepas tanggal 4 November 1993 dan Kode Etik FAO tahun 1995 tentang Perikanan yang

Bertanggung Jawab, Memahami pentingnya memberikan consent terhadap Persetujuan internasional dalam kerangka kerja FAO, di bawah Pasal XIV Konstitusi FAO. Telah menyetujui hal-hal sebagai berikut:

PART 1

GENERAL PROVISIONS

Article 1

Use of terms

For the purposes of this Agreement:

(a) “conservation and management measures” means measures to conserve and manage living marine resources that are adopted and applied consistently with the relevant rules of international law including those

reflected in the Convention;

BAGIAN 1

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Penggunaan Terminologi

Demi tujuan Persetujuan ini:

(a) “ketentuan konsevasi dan pengelolaan” yaitu langkah-langkah untuk melestarikan dan mengelola sumber daya kelautan hayati yang diambil dan diterapkan secara konsisten dengan peraturan dalam hukum

internasional yang relevan termasuk yang tercermin dalam Konvensi;

(b) “fish” means all species of living marine resources, whether processed or not;

(b) “ikan” yaitu seluruh spesies sumber daya kelautan hayati, baik diproses maupun tidak;

(c) “fishing” means searching for, attracting, locating, catching, taking or harvesting fish or any activity which

can reasonably be expected to result in the attracting, locating, catching, taking or harvesting of fish;

(c) “penangkapan ikan” yaitu mencari, menarik, menempatkan, menangkap, mengambil, atau memanen

ikan atau suatu aktivitas yang secara logika bertujuan untuk menarik, menempatkan, menangkap, mengambil, atau memanen ikan;

(d) “fishing related activities” means any operation in support of, or in preparation for, fishing, including the

landing, packaging, processing, transshipping or transporting of fish that have not been previously landed at a port, as well as the provisioning of personnel, fuel, gear and other supplies at sea;

(d) “kegiatan yang berkenaan dengan penangkapan ikan” yaitu suatu kegiatan yang mendukung atau dalam

persiapan untuk, menangkap ikan, termasuk pendaratan, pengepakan, pengolahan, pengalihangkutan atau pengangkutan ikan yang belum didaratkan di suatu pelabuhan, juga penyerahan ABK, bahan bakar, alat

tangkap, dan kebutuhan lain di laut;

(e) “illegal, unreported and unregulated fishing” refers to the activities set out in paragraph 3 of the 2001 FAO

(e) “IUU Fishing” mengacu kepada kegiatan-kegiatan yang tertera di paragraph 3 Rencana Aksi Internasional FAO

Page 120: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

105

International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing, hereinafter referred to as “IUU fishing”;

tahun 2001 untuk Mencegah, Menghalangi, dan Memberantas Penangkapan Ikan yang Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur yang selanjutnya disebut

sebagai “IUU Fishing”;

(f) “Party” means a State or regional economic integration organization that has consented to be bound by this Agreement and for which this Agreement is in force;

(f) “Pihak” yaitu Negara atau organisasi integrasi ekonomi regional yang telah setuju untuk tunduk di bawah Persetujuan ini dan dimana Persetujuan ini diberlakukan;

(g) “port” includes offshore terminals and other installations

for landing, transshipping, packaging, processing, refueling or resupplying;

(g) “pelabuhan” meliputi terminal-terminal lepas pantai

dan instalasi lain untuk pendaratan, pengalihangkutan, pengepakan, pengolahan, pengisian bahan bakar atau pengisian perbekalan;

(h) “regional economic integration organization” means a regional economic integration organization to which its

member States have transferred competence over matters covered by this Agreement, including the authority to make decisions binding on its member States in respect of those matters;

(i) “organisasi integrasi ekonomi regional” yaitu organisasi integrasi ekonomi regional yang Negara

anggotanya menyerahterimakan kompetensi terhadap hal-hal yang tersebut dalam Persetujuan ini, termasuk kekuasaan untuk mengambil keputusan yang mengikat Negara anggotanya mengenai hal-hal tersebut;

(j) “regional fisheries management organization” means an intergovernmental fisheries organization or arrangement, as appropriate, that has the competence to establish conservation and management measures; and

(k) “organisasi pengelola perikanan regional” yaitu organisasi atau lembaga perikanan antarnegara atau yang disamakan, yang memiliki kompetensi untuk menerapkan ketentuan konservasi dan pengelolaan; dan

(j) “vessel” means any vessel, ship of another type or boat used for, equipped to be used for, or intended to be used

for, fishing or fishing related activities.

(l) “kapal” yaitu kapal apapun, jenis kapal lain atau perahu yang digunakan untuk, yang dilengkapi untuk, atau

dimaksudkan untuk, menangkap ikan atau kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan penangkapan ikan.

Article 2

Objective

The objective of this Agreement is to prevent, deter and eliminate IUU fishing through the implementation of effective port State measures, and thereby to ensure the long-term conservation and sustainable use of living marine resources

and marine ecosystems.

Pasal 2 Tujuan

Tujuan Persetujuan ini adalah untuk mencegah, menghalangi, dan memberantas IUU Fishing melalui penerapan ketentuan Negara Pelabuhan yang efektif, dan dengan demikian untuk memastikan konservasi jangka

panjang dan pemanfaatan sumber daya kelautan hayati serta ekosistem kelautan yang berkelanjutan.

Article 3

Application

1. Each Party shall, in its capacity as a port State, apply this Agreement in respect of vessels not entitled to fly its flag that are seeking entry to its ports or are in one of its ports, except for:

(a) vessels of a neighbouring State that are engaged in artisanal fishing for subsistence, provided that the port

State and the flag State cooperate to ensure that such vessels do not engage in IUU fishing or fishing related activities in support of such fishing; and

(b) container vessels that are not carrying fish or, if carrying fish, only fish that have been previously

landed, provided that there are no clear grounds for suspecting that such vessels have engaged in fishing related activities in support of IUU fishing.

Pasal 3 Penerapan

1. Setiap Pihak wajib, dalam kapasitasnya sebagai Negara Pelabuhan, menerapkan Persetujuan ini bila ada kapal-kapal yang tidak berhak mengibarkan benderanya yang akan masuk ke pelabuhan-pelabuhannya atau berada

dalam salah satu pelabuhannya, kecuali untuk: (a) kapal-kapal dari negara sekitar yang melakukan

penangkapan ikan untuk mencari nafkah, apabila

Negara Pelabuhan dan Negara Bendera bekerja sama untuk memastikan bahwa kapal-kapal tersebut tidak terlibat dalam IUU Fishing atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan

yang mendukung penangkapan ikan dimaksud; dan

(b) kapal-kapal kontainer yang tidak sedang mengangkut ikan atau, jika mengangkut ikan, hanya

ikan yang sebelumnya telah didaratkan, dalam hal ini tidak terdapat dasar yang jelas untuk mencurigai bahwa kapal tersebut terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan yang berhubungan dengan IUU

Page 121: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

106

2. A Party may, in its capacity as a port State, decide not to

apply this Agreement to vessels chartered by its nationals exclusively for fishing in areas under its national jurisdiction and operating under its authority therein. Such vessels shall be subject to measures by the Party

which are as effective as measures applied in relation to vessels entitled to fly its flag.

3. This Agreement shall apply to fishing conducted in marine

areas that is illegal, unreported or unregulated, as defined in Article 1(e) of this Agreement, and to fishing related activities in support of such fishing.

4. This Agreement shall be applied in a fair, transparent and

non-discriminatory manner, consistent with international law.

5. As this Agreement is global in scope and applies to all

ports, the Parties shall encourage all other entities to apply measures consistent with its provisions. Those that may not otherwise become Parties to this Agreement may express their commitment to act consistently with its provisions.

Fishing.

2. Pihak dapat, dalam kapasitasnya sebagai Negara

Pelabuhan, memutuskan untuk tidak menerapkan Persetujuan ini kepada kapal-kapal yang disewa oleh warga negaranya secara khusus untuk menangkap ikan di wilayah kedaulatan negaranya dan beroperasi di

bawah kekuasaan wilayah tersebut. Kapal yang demikian wajib mempertimbangkan ketentuan dari Pihak sebagaimana halnya ketentuan tersebut diterapkan dalam kaitannya dengan kapal-kapal yang berhak untuk

mengibarkan benderanya.

3. Persetujuan ini wajib diterapkan untuk penangkapan ikan yang dilakukan di wilayah laut secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 (e) Persetujuan ini, dan berlaku untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung cara penangkapan ikan tersebut.

4. Persetujuan ini wajib diterapkan secara adil, transparan,

dan nondiskriminatif, sesuai dengan hukum internasional.

5. Karena Persetujuan ini mencakup secara global dan

berlaku untuk semua pelabuhan, Pihak-Pihak wajib mendorong semua entitas yang lain untuk mengambil langkah-langkah yang konsisten dengan ketetapannya. Bagi yang tidak menjadi Pihak dalam Persetujuan ini dapat menunjukkan komitmen mereka untuk secara konsisten bertindak sesuai dengan ketetapan ini.

Article 4

Relationship with international law and other international

instruments

1. Nothing in this Agreement shall prejudice the rights,

jurisdiction and duties of Parties under international law. In particular, nothing in this Agreement shall be construed to affect:

(a) the sovereignty of Parties over their internal, archipelagic and territorial waters or their sovereign rights over their continental shelf and in their exclusive economic zones;

(b) the exercise by Parties of their sovereignty over ports

in their territory in accordance with international law, including their right to deny entry thereto as well as to

adopt more stringent port State measures than those provided for in this Agreement, including such measures adopted pursuant to a decision of a regional fisheries management organization.

2. In applying this Agreement, a Party does not thereby become bound by measures or decisions of, or recognize,

Pasal 4

Hubungan dengan Hukum Internasional dan Instrumen Internasional Lainnya

1. Tidak satu pun dalam Persetujuan ini yang bertentangan

dengan hak, yuridiksi dan kewajiban – kewajiban Pihak-Pihak dalam hukum internasional. Khususnya, tidak satu pun dalam Persetujuan ini diartikan untuk mempengaruhi:

(a) kedaulatan Pihak-Pihak atas perairan dalam, kepulauan, dan perairan territorialnya atau hak-hak yang berdaulat atas landas kontinen dan zona ekonomi eksklusifnya;

(b) pelaksanaan oleh Pihak-Pihak terhadap

kedaulatannya atas pelabuhan-pelabuhan dalam teritorinya sesuai dengan hukum internasional,

termasuk hak untuk menolak masuk kesana sebagaimana juga menerima ketentuan negara pelabuhan yang lebih ketat dibandingkan dengan yang ditetapkan dalam Persetujuan ini, termasuk

diterimanya beberapa ketentuan yang mengikuti keputusan dari organisasi pengelolaan perikanan regional.

2. Dalam penerapan Persetujuan ini, Pihak tidak kemudian

menjadi terikat oleh ketentuan – ketentuan atau

Page 122: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

107

any regional fisheries management organization of which it is not a member.

3. In no case is a Party obliged under this Agreement to give

effect to measures or decisions of a regional fisheries management organization if those measures or decisions

have not been adopted in conformity with international law.

4. This Agreement shall be interpreted and applied in

conformity with international law taking into account applicable international rules and standards, including those established through the International Maritime Organization, as well as other international instruments.

5. Parties shall fulfil in good faith the obligations assumed

pursuant to this Agreement and shall exercise the rights recognized herein in a manner that would not constitute an

abuse of right.

keputusan – keputusan, atau mengakui organisasi pengelolaan perikanan regional mana pun yang tidak menjadi anggota di dalamnya.

3. Pihak dalam Persetujuan ini sama sekali tidak boleh

memberikan consent terhadap ketentuan atau keputusan suatu organisasi pengelolaan perikanan regional apabila

ketentuan atau keputusan tersebut tidak sesuai dengan hukum internasional.

4. Persetujuan ini wajib diartikan dan diterapkan sesuai

dengan hukum internasional dengan memperhatikan peraturan dan standar internasional yang berlaku, termasuk yang ditetapkan oleh Organisasi Maritim Internasional, dan instrumen internasional lainnya.

5. Pihak-Pihak wajib mematuhi kewajiban yang dipikul

sesuai dengan Persetujuan ini dengan itikad baik dan wajib menggunakan hak – hak yang ada dalam

Persetujuan ini dengan cara yang tidak akan menimbulkan penyalahgunaan hak.

Article 5

Integration and coordination at the national level

Each Party shall, to the greatest extent possible: (a) integrate or coordinate fisheries related port State

measures with the broader system of port State controls; (b) integrate port State measures with other measures to

prevent, deter and eliminate IUU fishing and fishing

related activities in support of such fishing, taking into account as appropriate the 2001 FAO International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing; and

(c) take measures to exchange information among relevant national agencies and to coordinate the activities of such agencies in the implementation of this Agreement.

Pasal 5 Integrasi dan Koordinasi Pada Tingkat Nasional

Setiap Pihak wajib, dengan sebisa mungkin: (a) mengintegrasikan atau mengkoordinasikan ketentuan-

ketentuan Negara Pelabuhan yang berkaitan dengan perikanan dengan sistem kontrol Negara Pelabuhan yang lebih luas;

(b) mengintegrasikan ketentuan-ketentuan Negara Pelabuhan dengan ketentuan lain untuk mencegah,

menghalangi, dan memberantas IUU Fishing dan kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian, dengan mempertimbangkan secara tepat Rencana Aksi

Internasional FAO tahun 2001 untuk Mencegah, Menghalangi, dan Memberantas Penangkapan Ikan yang Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur; dan

(c) Mengadakan tukar informasi di antara badan nasional yang terkait dan mengkoordinasikan kegiatan badan tersebut dalam pelaksanaan Persetujuan ini.

Article 6

Cooperation and exchange of information

1. In order to promote the effective implementation of this Agreement and with due regard to appropriate confidentiality requirements, Parties shall cooperate and

exchange information with relevant States, FAO, other international organizations and regional fisheries management organizations, including on the measures adopted by such regional fisheries management

organizations in relation to the objective of this Agreement.

2. Each Party shall, to the greatest extent possible, take

measures in support of conservation and management

Pasal 6 Kerja Sama dan Pertukaran Informasi

1. Untuk melaksanakan penerapan Persetujuan ini dengan

efektif dan atas pertimbangan persyaratan kerahasiaan, Pihak-Pihak wajib bekerja sama dan bertukar informasi

dengan Negara terkait, FAO, organisasi internasional lainnya, dan organisasi – organisasi pengelolaan perikanan regional, termasuk dalam ketentuan yang digunakan oleh organisasi pengelolaan perikanan

regional lain sehubungan dengan tujuan Persetujuan ini.

2. Setiap Pihak wajib, sebisa mungkin, mengambil

langkah-langkah dalam mendukung tindakan

Page 123: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

108

measures adopted by other States and other relevant international organizations.

3. Parties shall cooperate, at the subregional, regional and global levels, in the effective implementation of this Agreement including, where appropriate, through FAO or regional fisheries management organizations and

arrangements.

pengelolaan dan konservasi yang digunakan oleh negara lain dan organisasi internasional yang terkait.

3. Pihak-pihak wajib bekerja sama, pada tingkat subregional, regional, dan global, dalam penerapan Persetujuan ini secara efektif termasuk, bila perlu, melalui FAO atau organisasi dan lembaga pengelolaan

perikanan regional.

PART 2

ENTRY INTO PORT

Article 7

Designation of ports

1. Each Party shall designate and publicize the ports to which vessels may request entry pursuant to this Agreement. Each Party shall provide a list of its designated ports to FAO, which shall give it due publicity.

2. Each Party shall, to the greatest extent possible, ensure

that every port designated and publicized in accordance with paragraph 1 of this Article has sufficient capacity to conduct inspections pursuant to this Agreement.

BAGIAN 2

MASUK KE PELABUHAN

Pasal 7 Penunjukkan Pelabuhan

1. Setiap Pihak wajib menunjuk dan mempublikasikan

pelabuhan-pelabuhan dimana kapal perikanan mungkin meminta izin untuk masuk sesuai dengan Persetujuan ini. Setiap Pihak wajib menyerahkan daftar pelabuhan

yang ditunjuk kepada FAO, yang akan mempublikasikannya.

2. Setiap Pihak wajib, sebisa mungkin, memastikan bahwa

setiap pelabuhan yang ditunjuk dan dipublikasikan sehubungan dengan Paragraf 1 dalam Pasal ini memiliki kapasitas yang cukup untuk melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan Persetujuan ini.

Article 8

Advance request for port entry

1. Each Party shall require, as a minimum standard, the information requested in Annex A to be provided before

granting entry to a vessel to its port.

2. Each Party shall require the information referred to in

paragraph 1 of this Article to be provided sufficiently in advance to allow adequate time for the port State to examine such information.

Pasal 8 Permohonan Awal Untuk Masuk ke Pelabuhan

1. Setiap Pihak wajib meminta, sebagai standar minimum,

informasi yang diminta dalam Annex A untuk diberikan

sebelum memberi izin masuk kepada kapal ke Pelabuhan.

2. Setiap Pihak wajib meminta informasi yang tercantum

dalam Paragraf 1 dalam Pasal ini untuk diberikan seawal mungkin untuk memberi waktu yang cukup bagi Negara Pelabuhan untuk mempelajari informasi tersebut.

Article 9

Port entry, authorization or denial

1. After receiving the relevant information required pursuant to Article 8, as well as such other information as it may require to determine whether the vessel requesting entry

into its port has engaged in IUU fishing or fishing related activities in support of such fishing, each Party shall decide whether to authorize or deny the entry of the vessel into its port and shall communicate this decision to the

vessel or to its representative.

2. In the case of authorization of entry, the master of the vessel or the vessel’s representative shall be required to present the authorization for entry to the competent authorities of the Party upon the vessel’s arrival at port.

Pasal 9 Masuk Pelabuhan, Otorisasi, atau Penolakan

1. Setelah menerima informasi terkait yang diperlukan

sesuai dengan Pasal 8, juga informasi lain yang mungkin diperlukan untuk menentukan apakah kapal yang akan

masuk ke pelabuhan terlibat dalam IUU Fishing atau kegiatan yang terkait penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian, setiap Pihak wajib memutuskan apakah mengizinkan atau

menolak kapal tersebut untuk masuk ke pelabuhan dan wajib mengkomunikasikan keputusan ini ke kapal tersebut atau yang mewakilinya.

2. Dalam hal izin masuk, nakhoda kapal atau yang mewakilinya wajib menyerahkan izin masuk kepada pihak yang berwenang dari Pihak ketika tiba di Pelabuhan.

Page 124: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

109

3. In the case of denial of entry, each Party shall

communicate its decision taken pursuant to paragraph 1 of this Article to the flag State of the vessel and, as appropriate and to the extent possible, relevant coastal States, regional fisheries management organizations and

other international organizations. 4. Without prejudice to paragraph 1 of this Article, when a

Party has sufficient proof that a vessel seeking entry into

its port has engaged in IUU fishing or fishing related activities in support of such fishing, in particular the inclusion of a vessel on a list of vessels having engaged in such fishing or fishing related activities adopted by a relevant regional fisheries management organization in accordance with the rules and procedures of such organization and in conformity with international law, the Party shall deny that vessel entry into its ports, taking into

due account paragraphs 2 and 3 of Article 4.

5. Notwithstanding paragraphs 3 and 4 of this Article, a Party

may allow entry into its ports of a vessel referred to in those paragraphs exclusively for the purpose of inspecting it and taking other appropriate actions in conformity with international law which are at least as effective as denial of port entry in preventing, deterring and eliminating IUU fishing and fishing related activities in support of such

fishing.

6. Where a vessel referred to in paragraph 4 or 5 of this Article is in port for any reason, a Party shall deny such vessel the use of its ports for landing, transshipping, packaging, and processing of fish and for other port

services including, inter alia, refueling and resupplying, maintenance and drydocking. Paragraphs 2 and 3 of Article 11 apply mutatis mutandis in such cases. Denial of such use of ports shall be in conformity with international

law.

3. Dalam hal penolakan masuk, setiap Pihak wajib

mengkomunikasikan keputusan yang diambil sesuai dengan Paragraf 1 Pasal ini kepada Negara Bendera kapal tersebut dan, bila perlu dan sebisa mungkin, Negara Pantai, organisasi pengelolaan perikanan

regional, dan organisasi internasional lainnya. 4. Tanpa mengurangi arti Paragraf 1 Pasal ini, ketika Pihak

memiliki bukti yang cukup bahwa suatu kapal yang akan

masuk ke Pelabuhan terlibat dalam IUU Fishing atau kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan dimaksud, khususnya kapal yang ada dalam daftar kapal yang pernah terlibat dalam penangkapan ikan yang demikian, atau kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang digunakan oleh organisasi pengelolaan perikanan regional yang terkait sesuai dengan peraturan dan

prosedur organisasi tersebut dan sesuai dengan hukum internasional, Pihak tersebut wajib menolak kapal tersebut untuk memasuki pelabuhan, dengan mempertimbangkan Paragraf 2 dan 3 dalam Pasal 4.

5. Meskipun Paragraf 3 dan 4 dalam Pasal ini berbunyi

demikian, Pihak dapat memberikan izin masuk kepada kapal yang dimaksud dalam Paragraf tersebut ke Pelabuhan khusus untuk tujuan memeriksa kapal tersebut dan mengambil tindakan yang perlu sesuai dengan hukum internasional yang setidaknya berupa penolakan masuk ke Pelabuhan dalam usaha mencegah,

menghalangi, dan memberantas IUU Fishing dan kegiatan yang terkait penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian.

6. Bila sebuah kapal yang dimaksud Paragraf 4 atau 5 dalam Pasal ini berada dalam pelabuhan untuk alasan tertentu, Pihak wajib menolak kapal tersebut untuk menggunakan pelabuhan tersebut untuk mendaratkan,

mengalih-angkutkan, mengemas, dan mengolah ikan dan untuk layanan pelabuhan lainnya termasuk, mengisi bahan bakar dan mengisi perbekalan, melakukan perawatan dan menggunakan galangan kapal. Paragraf 2

dan 3 Pasal 11 menerapkan mutatis mutandis (mengubah hal yang perlu diubah atau perubahan perlu yang telah dibuat) dalam hal tersebut. Penolakan penggunaan pelabuhan harus sesuai dengan hukum internasional.

Article 10

Force majeure or distress

Nothing in this Agreement affects the entry of vessels to port in accordance with international law for reasons of force

majeure or distress, or prevents a port State from permitting entry into port to a vessel exclusively for the purpose of rendering assistance to persons, ships or aircraft in danger or distress.

Pasal 10

Force majeure atau Keadaan Sulit Tidak ada dalam Persetujuan ini yang mempengaruhi masuknya kapal ke pelabuhan yang sesuai dengan hukum

internasional atas alasan Force majeure atau keadaan sulit, atau mencegah Negara Pelabuhan memberi izin masuk ke pelabuhan kepada kapal secara khusus untuk memberikan bantuan kepada perorangan, kapal atau pesawat udara dalam bahaya atau kesulitan.

Page 125: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

110

PART 3

USE OF PORTS

Article 11

Use of ports

1. Where a vessel has entered one of its ports, a Party shall deny, pursuant to its laws and regulations and consistent

with international law, including this Agreement, that vessel the use of the port for landing, transshipping, packaging and processing of fish that have not been previously landed and for other port services, including,

inter alia, refueling and resupplying, maintenance and drydocking, if: (a) the Party finds that the vessel does not have a valid

and applicable authorization to engage in fishing or fishing related activities required by its flag State;

(b) the Party finds that the vessel does not have a valid and applicable authorization to engage in fishing or

fishing related activities required by a coastal State in respect of areas under the national jurisdiction of that State;

(c) the Party receives clear evidence that the fish on board was taken in contravention of applicable requirements of a coastal State in respect of areas under the national

jurisdiction of that State;

(d) the flag State does not confirm within a reasonable period of time, on the request of the port State, that

the fish on board was taken in accordance with applicable requirements of a relevant regional fisheries management organization taking into due account paragraphs 2 and 3 of Article 4; or

(e) the Party has reasonable grounds to believe that the

vessel was otherwise engaged in IUU fishing or fishing related activities in support of such fishing,

including in support of a vessel referred to in paragraph 4 of Article 9, unless the vessel can establish:

(i) that it was acting in a manner consistent with relevant conservation and management measures; or

(ii) in the case of provision of personnel, fuel, gear

and other supplies at sea, that the vessel that was provisioned was not, at the time of provisioning, a vessel referred to in paragraph 4 of Article 9.

2. Notwithstanding paragraph 1 of this Article, a Party shall not deny a vessel referred to in that paragraph the use of

BAGIAN 3

GUNA PELABUHAN

Pasal 11

Guna Pelabuhan 1. Ketika sebuah kapal telah masuk ke pelabuhan, Pihak

wajib menolak, sesuai dengan hukum dan peraturan dan

sesuai dengan hukum internasional, termasuk Persetujuan ini, kapal tersebut untuk menggunakan pelabuhan untuk mendaratkan, mengalihmuatkan, mengemas, dan mengolah ikan yang sebelumnya belum

didaratkan dan untuk menggunakan layanan pelabuhan lainnya, termasuk diantaranya, mengisi bahan bakar, dan mengisi perbekalan, melakukan perawatan dan menggunakan kapal, apabila: (a) Pihak mengetahui bahwa kapal tersebut tidak

memiliki izin yang resmi dan berlaku untuk menangkap ikan atau kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan sebagaimana diminta

oleh Negara Bendera;

(b) Pihak mengetahui bahwa kapal tersebut tidak memiliki izin yang resmi dan berlaku untuk

menangkap ikan atau kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan sebagaimana diminta oleh Negara Pantai sesuai dengan wilayah di bawah kedaulatan nasional Negara tersebut;

(c) Pihak menerima bukti yang jelas bahwa ikan yang diangkut melanggar hukum yang berlaku di Negara Pantai sesuai dengan wilayah kedaulatan nasional

Negara tersebut;

(d) Negara Bendera tidak memberikan konfirmasi dalam jangka waktu yang wajar, atas permintaan

Negara Pelabuhan, bahwa ikan yang diangkut sesuai dengan peraturan yang berlaku, organisasi pengelolaan perikanan regional terkait dengan mempertimbangkan Paragraf 2 dan 3 Pasal 4; atau

(e) Pihak memiliki alasan yang masuk akal untuk

meyakini bahwa kapal tersebut juga terlibat dalam IUU Fishing atau kegiatan yang berkaitan dengan

penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian, termasuk mendukung kapal sebagaimana dimaksud Paragraf 4 Pasal 9, kecuali jika kapal tersebut dapat menunjukkan:

(i) bahwa kapal tersebut bertindak sesuai dengan ketentuan pengelolaan dan konservasi yang terkait; atau

(ii) dalam hal penyediaan perlengkapan ABK, bahan

bakar, alat tangkap, dan persediaan lain di laut, bahwa kapal yang dibekali tersebut, pada saat melakukan kegiatan dimaksud, bukan kapal yang dimaksud Paragraf 4 Pasal 9.

2. Meskipun Paragraf 1 Pasal ini berbunyi demikian, Pihak

tidak boleh menolak kapal sebagaimana dimaksud dalam

Page 126: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

111

port services: (a) essential to the safety or health of the crew or the

safety of the vessel, provided these needs are duly

proven, or (b) where appropriate, for the scrapping of the vessel.

3. Where a Party has denied the use of its port in accordance

with this Article, it shall promptly notify the flag State and, as appropriate, relevant coastal States, regional fisheries management organizations and other relevant international organizations of its decision.

4. A Party shall withdraw its denial of the use of its port

pursuant to paragraph 1 of this Article in respect of a vessel only if there is sufficient proof that the grounds on which use was denied were inadequate or erroneous or that such grounds no longer apply.

5. Where a Party has withdrawn its denial pursuant to paragraph 4 of this Article, it shall promptly notify those

to whom a notification was issued pursuant to paragraph 3 of this Article.

Paragraf tersebut untuk memperoleh layanan pelabuhan: (a) yang penting bagi keamanan atau kesehatan ABK

atau keamanan kapal, jika kebutuhan ini terbukti

dibutuhkan, atau (b) bila diperlukan, untuk perbaikan kapal tersebut.

3. Apabila Pihak telah menolak penggunaan pelabuhannya

sesuai dengan Pasal ini, Pihak wajib segera memberi tahu Negara Bendera dan, bila perlu, Negara Pantai terkait, organisasi pengelolaan perikanan regional dan organisasi internasional terkait atas keputusan itu.

4. Pihak wajib mencabut penolakannya atas penggunaan

pelabuhan sesuai dengan Paragraf 1 Pasal ini terhadap suatu kapal hanya jika terdapat bukti bahwa dasar yang digunakan untuk menolak tidak cukup atau keliru atau sudah tidak berlaku.

5. Jika Pihak telah mencabut penolakannya sesuai dengan Paragraf 4 Pasal ini, Pihak wajib segera memberi tahu

secepatnya kepada Pihak-Pihak dimana pemberitahuan tersebut diberikan sesuai dengan Paragraf 3 Pasal ini.

PART 4

INSPECTIONS AND FOLLOW-UP ACTIONS Article 12

Levels and priorities for inspection

1. Each Party shall inspect the number of vessels in its ports required to reach an annual level of inspections sufficient to achieve the objective of this Agreement.

2. Parties shall seek to agree on the minimum levels for

inspection of vessels through, as appropriate, regional fisheries management organizations, FAO or otherwise.

3. In determining which vessels to inspect, a Party shall give priority to: (a) vessels that have been denied entry or use of a port in

accordance with this Agreement;

(b) requests from other relevant Parties, States or regional fisheries management organizations that particular

vessels be inspected, particularly where such requests are supported by evidence of IUU fishing or fishing related activities in support of such fishing by the vessel in question; and

(c) other vessels for which there are clear grounds for

suspecting that they have engaged in IUU fishing or fishing related activities in support of such fishing.

BAGIAN 4

PEMERIKSAAN DAN PENINDAKLANJUTAN Pasal 12

Tingkat dan Prioritas Pemeriksaan 1. Setiap Pihak wajib memeriksa jumlah kapal di

pelabuhannya yang diperlukan untuk memperoleh tingkat pemeriksaan tahunan yang cukup untuk mencapai tujuan Persetujuan ini.

2. Pihak-pihak wajib berupaya untuk menyetujui pada

tingkat minimum pemeriksaan kapal melalui, bila perlu, organisasi pengelolaan perikanan regional, FAO atau yang lainnya.

3. Dalam menentukan kapal mana yang akan diperiksa, Pihak wajib memberikan prioritas kepada: (a) kapal-kapal yang telah ditolak masuk atau

menggunakan pelabuhan sesuai dengan Persetujuan

ini;

(b) permohonan-permohonan dari Pihak yang terkait, Negara atau organisasi pengelolaan perikanan

regional untuk memeriksa kapal tertentu, khususnya jika permohonan tersebut didukung oleh bukti IUU Fishing atau kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan

ikan yang demikian oleh kapal yang sedang dipermasalahkan;

(c) kapal lain yang dengan dasar jelas dicurigai terlibat

IUU Fishing atau kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian.

Article 13

Conduct of inspections

Pasal 13 Pelaksanaan Pemeriksaan

Page 127: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

112

1. Each Party shall ensure that its inspectors carry out the functions set forth in Annex B as a minimum standard.

2. Each Party shall, in carrying out inspections in its ports:

(i) ensure that inspections are carried out by properly qualified inspectors authorized for that purpose, having regard in particular to Article 17;

(ii) ensure that, prior to an inspection, inspectors are required to present to the master of the vessel an appropriate document identifying the inspectors as such;

(iii) ensure that inspectors examine all relevant areas of the vessel, the fish on board, the nets and any

other gear, equipment, and any document or record on board that is relevant to verifying compliance with relevant conservation and management measures;

(iv) require the master of the vessel to give inspectors all necessary assistance and information, and to present relevant material and documents as may

be required, or certified copies thereof;

(v) in case of appropriate arrangements with the flag

State of the vessel, invite that State to participate in the inspection;

(vi) make all possible efforts to avoid unduly delaying the vessel to minimize interference and inconvenience, including any unnecessary presence of inspectors on board, and to avoid

action that would adversely affect the quality of the fish on board;

(vii) make all possible efforts to facilitate

communication with the master or senior crew members of the vessel, including where possible and where needed that the inspector is accompanied by an interpreter;

(viii) ensure that inspections are conducted in a fair, transparent and non-discriminatory manner and would not constitute harassment of any vessel;

and

(ix) not interfere with the master’s ability, in conformity with international law, to

communicate with the authorities of the flag State.

1. Setiap pihak wajib memastikan bahwa pemeriksa melaksanakan fungsi yang tertera dalam Annex B sebagai standar minimum.

2. Setiap Pihak wajib, dalam melaksanakan pemeriksaan di

pelabuhan: (i) memastikan pemeriksaan dilaksanakan oleh

pemeriksa yang berkualitas yang diberi wewenang untuk tugas tersebut, dengan memperhatikan secara khusus Pasal 17;

(ii) memastikan bahwa, sebelum memeriksa, pemeriksa menyerahkan dokumen yang menerangkan identitas pemeriksa kepada nakhoda kapal;

(iii) memastikan bahwa Pemeriksa memeriksa seluruh

bagian kapal, ikan yang diangkut, jaring dan alat tangkap lain, perlengkapan, dan dokumen atau

catatan lain di kapal yang relevan untuk menguji kepatuhan terhadap ketentuan pengelolaan dan konservasi yang terkait;

(iv) mewajibkan nakhoda kapal memberikan semua

bantuan dan informasi yang diperlukan kepada Pemeriksa, dan apabila diperlukan menyerahkan bahan dan dokumen yang terkait atau semua salinan dokumen yang sah dimaksud;

(v) dalam hal pengaturan tertentu dengan Negara

Bendera kapal tersebut, mengundang Negara itu untuk ikut serta dalam pemeriksaan;

(vi) mengusahakan semua kemungkinan untuk

menghindari penundaan yang berlebihan kapal tersebut untuk meminimalkan campur tangan dan ketidaknyamanan, termasuk kehadiran pemeriksa di atas kapal yang tidak perlu, dan untuk

menghindari tindakan yang secara kontradiktif akan mempengaruhi kualitas ikan di kapal;

(vii) mengusahakan segala kemungkinan untuk

memfasilitasi komunikasi dengan nakhoda atau ABK senior kapal tersebut, termasuk bila pemeriksa dikawal seorang penterjemah jika mungkin dan jika diperlukan;

(viii) memastikan bahwa pemeriksaan dilaksanakan

dengan cara yang adil, transparan, dan nondiskriminatif dan tidak akan menimbulkan

gangguan terhadap kapal mana pun; dan

(ix) tidak mencampuri kemampuan nakhoda kapal, sesuai dengan hukum internasional, untuk berkomunikasi dengan pihak berwenang Negara Bendera.

Page 128: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

113

Article 14

Results of inspections

Each Party shall, as a minimum standard, include the information set out in Annex C in the written report of the results of each inspection.

Pasal 14 Hasil Pemeriksaan

Setiap Pihak wajib, sebagai standar minimum, memasukkan informasi yang tertera di Annex C dalam laporan tertulis hasil pemeriksaan.

Article 15

Transmittal of inspection results

Each Party shall transmit the results of each inspection to the flag State of the inspected vessel and, as appropriate, to:

(a) relevant Parties and States, including: (i) those States for which there is evidence through

inspection that the vessel has engaged in IUU fishing or fishing related activities in support of such fishing within waters under their national jurisdiction; and

(ii) the State of which the vessel’s master is a national.

(b) relevant regional fisheries management organizations;

and

(c) FAO and other relevant international organizations.

Pasal 15 Penyampaian Hasil Pemeriksaan

Setiap Pihak wajib menyampaikan hasil tiap pemeriksaan kepada Negara Bendera kapal yang diperiksa, dan bila perlu, kepada:

(a) Pihak dan Negara terkait, termasuk: (i) negara-negara dimana melalui pemeriksaan

terdapat bukti bahwa kapal tersebut terlibat IUU Fishing atau kegiatan yang berkaitan dengan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian dalam perairan di bawah kewenangan nasional mereka, dan

(ii) negara dimana nakhoda kapal menjadi

warganegara. (b) organisasi pengelolaan perikanan regional yang

terkait, dan

(c) FAO dan organisasi internasional yang terkait.

Article 16

Electronic exchange of information

1. To facilitate implementation of this Agreement, each Party shall, where possible, establish a communication mechanism that allows for direct electronic exchange of information, with due regard to appropriate confidentiality requirements.

2. To the extent possible and with due regard to appropriate confidentiality requirements, Parties should cooperate to

establish an information-sharing mechanism, preferably coordinated by FAO, in conjunction with other relevant multilateral and intergovernmental initiatives, and to facilitate the exchange of information with existing

databases relevant to this Agreement. 3. Each Party shall designate an authority that shall act as a

contact point for the exchange of information under this Agreement. Each Party shall notify the pertinent designation to FAO.

4. Each Party shall handle information to be transmitted through any mechanism established under paragraph 1 of this Article consistent with Annex D.

5. FAO shall request relevant regional fisheries management organizations to provide information concerning the measures or decisions they have adopted and implemented which relate to this Agreement for their integration, to the extent possible and taking due account of the appropriate

Pasal 16 Pertukaran Informasi Elektronik

1. Untuk memfasilitasi penerapan Persetujuan ini, setiap

Pihak wajib, jika memungkinkan, membangun mekanisme komunikasi yang memungkinkan pertukaran informasi elektronik secara langsung, dengan mempertimbangkan persyaratan kerahasiaan yang

relevan.

2. Sebisa mungkin dan dengan mempertimbangkan persyaratan kerahasiaan yang relevan, Pihak-pihak wajib

bekerja sama untuk membangun mekanisme berbagi informasi, lebih diutamakan dibawah koordinasi FAO, sehubungan dengan inisiatif multilateral dan antar-Negara yang terkait, dan untuk memfasilitasi pertukaran

informasi dengan basis data yang ada yang relevan dengan Persetujuan ini.

3. Setiap Pihak wajib menunjuk suatu otoritas yang akan

bertindak sebagai pusat kontak untuk pertukaran informasi di bawah Persetujuan ini. Setiap Pihak wajib memberi tahu penunjukkan tersebut kepada FAO.

4. Setiap Pihak wajib menangani informasi yang akan disampaikan melalui mekanisme tertentu yang dibuat di bawah paragraf 1 Pasal ini yang sesuai dengan Annex D.

5. FAO wajib meminta organisasi pengelolaan perikanan regional terkait untuk memberikan informasi tentang langkah atau keputusan yang telah mereka gunakan dan terapkan yang berhubungan dengan Persetujuan ini demi integrasi mereka, sebisa mungkin dan

Page 129: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

114

confidentiality requirements, into the information-sharing mechanism referred to in paragraph 2 of this Article.

mempertimbangkan persyaratan kerahasiaan yang relevan, ke dalam mekanisme berbagi informasi sebagaimana tertuang dalam paragraf 2 Pasal ini.

Article 17

Training of inspectors

Each Party shall ensure that its inspectors are properly trained taking into account the guidelines for the training of

inspectors in Annex E. Parties shall seek to cooperate in this regard.

Pasal 17

Pelatihan Pemeriksa

Setiap Pihak wajib memastikan bahwa pemeriksanya dilatih sebagaimana mestinya dengan mempertimbangkan

pedoman pelatihan pemeriksa dalam Annex E. Pihak-Pihak wajib berusaha untuk bekerja sama dalam hal ini.

Article 18

Port State actions following inspection

1. Where, following an inspection, there are clear grounds for believing that a vessel has engaged IUU fishing or fishing related activities in support of such fishing, the inspecting Party shall:

(a) promptly notify the flag State and, as appropriate, relevant coastal States, regional fisheries management organizations and other international

organizations, and the State of which the vessel’s master is a national of its findings; and

(b) deny the vessel the use of its port for landing, transshipping, packaging and processing of fish that

have not been previously landed and for other port services, including, inter alia, refueling and resupplying, maintenance and drydocking, if these actions have not already been taken in respect of the

vessel, in a manner consistent with this Agreement, including Article 4.

2. Notwithstanding paragraph 1 of this Article, a Party shall

not deny a vessel referred to in that paragraph the use of port services essential for the safety or health of the crew

or the safety of the vessel.

3. Nothing in this Agreement prevents a Party from taking measures that are in conformity with international law in addition to those specified in paragraphs 1 and 2 of this Article, including such measures as the flag State of the

vessel has expressly requested or to which it has consented.

Pasal 18 Tindakan Negara Pelabuhan Setelah Pemeriksaan

1. Apabila, setelah pemeriksaan, terdapat dasar yang jelas untuk meyakini bahwa sebuah kapal telah terlibat IUU Fishing atau kegiatan yag berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian, Pihak yang memeriksa wajib: (a) segera memberitahu Negara Bendera dan, bila perlu,

Negara Pantai terkait, organisasi pengelolaan perikanan regional dan organisasi internasional

lainnya, dan Negara dimana nakhoda kapal tersebut menjadi warga Negara atas temuan tersebut; dan

(b) menolak kapal tersebut untuk menggunakan pelabuhannya untuk mendaratkan,

mengalihangkutkan, mengemas, dan mengolah ikan yang belum didaratkan sebelumnya dan layanan pelabuhan lainnya, termasuk antara lain, pengisian bahan bakar dan pengisian perbekalan, melakukan pemeliharaan dan menggunakan galangan kapal, jika tindakan ini belum dilakukan terhadap suatu kapal, dengan cara yang sesuai dengan Persetujuan ini, termasuk Pasal 4.

2. Meskipun paragraph 1 Pasal ini berbunyi demikian,

Pihak tidak boleh menolak kapal sebagaimana yang dimaksud dalam paragraf tersebut untuk menggunakan

layanan pelabuhan yang sangat penting bagi keselamatan atau kesehatan ABK atau keselamatan kapal.

3. Persetujuan ini tidak mencegah Pihak untuk mengambil langkah yang sesuai dengan hukum internasional disamping seperti yang dituangkan dalam paragraf 1 dan 2 dalam Pasal ini termasuk ketentuan – ketentuan

sebagaimana Negara bendera kapal tersebut telah meminta atau yang telah menyetujui.

Article 19

Information on recourse in the port State

1. A Party shall maintain the relevant information available to the public and provide such information, upon written request, to the owner, operator, master or representative of a vessel with regard to any recourse established in

accordance with its national laws and regulations concerning port State measures taken by that Party pursuant to Article 9, 11, 13 or 18, including information pertaining to the public services or judicial institutions

Pasal 19 Informasi Permintaan Bantuan di Negara Pelabuhan

1. Pihak wajib menjaga agar informasi yang relevan

tersedia bagi masyarakat dan memberikan informasi tersebut, atas permintaan tertulis, kepada pemilik kapal, operator, nakhoda atau perwakilan dari kapal dengan

mempertimbangkan permintaan bantuan yang dibuat sesuai dengan hukum dan peraturan nasional tentang ketentuan Negara Pelabuhan dari Pihak tersebut sesuai dengan Pasal 9, 11, 13 atau 18, termasuk informasi yang

Page 130: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

115

available for this purpose, as well as information on whether there is any right to seek compensation in accordance with its national laws and regulations in the

event of any loss or damage suffered as a consequence of any alleged unlawful action by the Party.

2. The Party shall inform the flag State, the owner, operator, master or representative, as appropriate, of the outcome

of any such recourse. Where other Parties, States or international organizations have been informed of the prior decision pursuant to Article 9, 11, 13 or 18, the Party shall inform them of any change in its decision.

berkenaan dengan pelayanan umum atau lembaga hukum yang ada untuk tujuan ini, juga informasi mengenai ada tidaknya hak untuk mendapatkan

kompensasi sehubungan dengan hukum dan peraturan nasional ketika terjadi kehilangan atau kerusakan yang timbul sebagai akibat dari tindakan ilegal yang dituduhkan oleh pihak tersebut.

2. Pihak tersebut wajib memberi tahu Negara Bendera, pemilik, operator, nakhoda, atau perwakilan, bila perlu,

mengenai hasil permintaan bantuan. Ketika pihak, Negara atau organisasi interansional lain telah diberi tahu tentang keputusan awal sesuai dengan Pasal 9, 11, 13, atau 18, Pihak tersebut wajib menginformasikan perubahan apapun dalam keputusan itu kepada mereka.

PART 5

ROLE OF FLAG STATES

Article 20

Role of flag States

1. Each Party shall require the vessels entitled to fly its flag to cooperate with the port State in inspections carried out pursuant to this Agreement.

2. When a Party has clear grounds to believe that a vessel

entitled to fly its flag has engaged in IUU fishing or fishing related activities in support of such fishing and is seeking entry to or is in the port of another State, it shall, as appropriate, request that State to inspect the vessel or to take other measures consistent with this Agreement.

3. Each Party shall encourage vessels entitled to fly its flag to land, transship, package and process fish, and use other port services, in ports of States that are acting in accordance with, or in a manner consistent with this

Agreement. Parties are encouraged to develop, including through regional fisheries management organizations and FAO, fair, transparent and nondiscriminatory procedures for identifying any State that may not be acting in

accordance with, or in a manner consistent with, this Agreement.

4. Where, following port State inspection, a flag State Party

receives an inspection report indicating that there are clear grounds to believe that a vessel entitled to fly its flag has

engaged in IUU fishing or fishing related activities in support of such fishing, it shall immediately and fully investigate the matter and shall, upon sufficient evidence, take enforcement action without delay in accordance with its laws and regulations.

BAGIAN 5

PERAN NEGARA BENDERA

Pasal 20 Peran Negara Bendera

1. Setiap pihak wajib meminta kapal yang berhak

mengibarkan benderanya untuk bekerja sama dengan Negara Pelabuhan dalam pemeriksaan yang

dilaksanakan sesuai dengan Persetujuan ini. 2. Jika Pihak memiliki dasar yang jelas untuk meyakini

bahwa suatu kapal yang berhak mengibarkan benderanya terlibat dalam IUU Fishing atau kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian dan hendak masuk ke atau berada di pelabuhan Negara lain, Pihak tersebut wajib, bila perlu, meminta Negara

tersebut untuk memeriksa kapal itu atau mengambil langkah-langkah lain yang sesuai dengan Persetujuan ini.

3. Setiap Pihak wajib mendorong kapal yang berhak mengibarkan benderanya untuk mendaratkan, mengalihangkutkan, mengemas, dan mengolah ikan, dan menggunakan layanan pelabuhan lainnnya di pelabuhan

Negara yang bertindak sesuai dengan, atau dengan cara yang konsisten dengan Perjajian ini. Pihak-Pihak didorong untuk mengembangkan, termasuk melalui organisasi pengolahan perikanan regional, dan FAO,

prosedur yang adil, transparan, dan nondiskriminatif, untuk mengidentifikasi Negara manapun yang tidak bertindak sesuai dengan, atau cara yang konsisten dengan Persetujuan ini.

4. Apabila setelah pemeriksaan Negara Pelabuhan, Pihak

Negara Bendera menerima laporan pemeriksaan yang menunjukkan adanya dasar yang jelas untuk meyakini

bahwa sebuah kapal yang berhak mengibarkan benderanya terlibat dalam IUU Fishing atau kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian, Pihak Negara Bendera wajib segera melakukan investigasi secara menyeluruh masalah tersebut dan wajib, dan bila

Page 131: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

116

5. Each Party shall, in its capacity as a flag State, report to other Parties, relevant port States and, as appropriate, other relevant States, regional fisheries management organizations and FAO on actions it has taken in respect of

vessels entitled to fly its flag that, as a result of port State measures taken pursuant to this Agreement, have been determined to have engaged in IUU fishing or fishing related activities in support of such fishing.

6. Each Party shall ensure that measures applied to vessels

entitled to fly its flag are at least as effective in preventing, deterring, and eliminating IUU fishing and fishing related activities in support of such fishing as measures applied to

vessels referred to in paragraph 1 of Article 3.

bukti cukup, mengambil tindakan penegakan tanpa menunda-nunda sesuai dengan hukum dan peraturan.

5. Setiap Pihak wajib dalam kapasitasnya sebagai Negara Bendera, melapor kepada Pihak lain, Negara Pelabuhan yang terkait dan, bila perlu, Negara lain yang relevan, organisasi pengelolaan perikanan regional dan FAO atas

tindakan yang telah dilakukan terhadap kapal yang berhak mengibarkan benderanya yang, sebagai hasil penerapan ketentuan Negara pelabuhan sesuai dengan Persetujuan ini, telah dinyatakan terlibat dalam IUU

Fishing atau kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian.

6. Setiap Pihak wajib memastikan bahwa ketentuan yang

diterapkan kepada kapal yang berhak mengibarkan benderanya setidaknya sama efektifnya, dalam mencegah, menghalangi, dan memberantas IUU Fishing

atau kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian, sebagaimana ketentuan yang diterapkan pada kapal yang tercantum pada paragraf 1 Pasal 3.

PART 6

REQUIREMENTS OF DEVELOPING STATES Article 21

Requirements of developing States

1. Parties shall give full recognition to the special requirements of developing States Parties in relation to the

implementation of port State measures consistent with this Agreement. To this end, Parties shall, either directly or through FAO, other specialized agencies of the United

Nations or other appropriate international organizations and bodies, including regional fisheries management organizations, provide assistance to developing States Parties in order to, inter alia: (a) enhance their ability, in particular the least-developed

among them and small island developing States, to develop a legal basis and capacity for the implementation of effective port State measures;

(b) facilitate their participation in any international

organizations that promote the effective development and implementation of port State measures; and

(c) facilitate technical assistance to strengthen the

development and implementation of port State measures by them, in coordination with relevant international mechanisms.

BAGIAN 6

PERSYARATAN BAGI NEGARA YANG SEDANG

BERKEMBANG

Pasal 21 Persyaratan bagi Negara yang Sedang Berkembang

1. Pihak-pihak wajib memberikan pengakuan penuh

terhadap persyaratan khusus bagi Pihak negara yang sedang berkembang dalam hubungannya dengan penerapan ketentuan Negara Pelabuhan yang konsisten

dengan Persetujuan ini. Dalam pada itu, negara – negara pihak wajib, baik secara langsung atau melalui FAO, badan khusus lain dari PBB atau organisasi internasional yang relevan dan lembaga, termasuk organisasi pengelolaan perikanan regional lain, memberikan bantuan kepada pengembangan Negara Pihak untuk, diantaranya: (a) meningkatkan kemampuan mereka, khususnya

negara miskin dan negara yang sedang berkembang dalam bentuk pulau kecil, untuk membangun basis hukum dan kapasitas demi penerapan ketentuan

Negara Pelabuhan yang efektif; (b) memfasilitasi partisipasi mereka dalam organisasi

internasional manapun yang mendorong pengembangan dan penerapan ketentuan Negara

Pelabuhan yang efektif; dan (c) memfasilitasi bantuan teknis untuk memperkuat

pengembangan dan penerapan ketentuan negara Pelabuhan oleh mereka, melalui koordinasi dengan mekanisme internasional yang relevan.

Page 132: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

117

2. Parties shall give due regard to the special requirements of developing port States Parties, in particular the least-developed among them and small island developing States,

to ensure that a disproportionate burden resulting from the implementation of this Agreement is not transferred directly or indirectly to them. In cases where the transfer of a disproportionate burden has been demonstrated,

Parties shall cooperate to facilitate the implementation by the relevant developing States Parties of specific obligations under this Agreement.

3. Parties shall, either directly or through FAO, assess the

special requirements of developing States Parties concerning the implementation of this Agreement.

4. Parties shall cooperate to establish appropriate funding mechanisms to assist developing States in the implementation of this Agreement. These mechanisms shall, inter alia, be directed specifically towards:

(a) developing national and international port State

measures; (b) developing and enhancing capacity, including for

monitoring, control and surveillance and for training at the national and regional levels of port managers, inspectors, and enforcement and legal personnel;

(c) monitoring, control, surveillance and compliance

activities relevant to port State measures, including access to technology and equipment; and

(d) assisting developing States Parties with the costs

involved in any proceedings for the settlement of disputes that result from actions they have taken

pursuant to this Agreement.

5. Cooperation with and among developing States Parties for

the purposes set out in this Article may include the provision of technical and financial assistance through bilateral,multilateral and regional channels, including South-South cooperation.

6. Parties shall establish an ad hoc working group to

periodically report and make recommendations to the Parties on the establishment of funding mechanisms

including a scheme for contributions, identification and mobilisation of funds, the development of criteria and procedures to guide implementation, and progress in the implementation of the funding mechanisms. In addition to the considerations provided in this Article, the ad hoc working group shall take into account, inter alia:

2. Pihak-Pihak wajib memberikan pertimbangan terhadap persyaratan khusus bagi Pihak Negara Pelabuhan yang berklasifikasi sebagai negara yang sedang berkembang

khususnya negara miskin dan Negara yang sedang berkembang dalam bentuk pulau kecil, untuk memastikan bahwa beban yang tidak sebanding yang muncul dari pelaksanaan Persetujuan ini tidak

dilimpahkan secara langsung atau tidak langsung kepada mereka. Dalam hal telah terjadi pelimpahan atas beban yang tidak sebanding, Pihak-Pihak wajib bekerja sama untuk memfasilitasi pelaksanaan dari Pihak Negara yang

sedang berkembang terhadap kewajiban – kewajiban khusus di bawah Persetujuan ini.

3. Pihak-Pihak wajib, secara langsung atau melalui FAO,

menilai persyaratan khusus bagi Pihak Negara yang sedang berkembang sehubungan dengan pelaksanaan Persetujuan ini.

4. Pihak-Pihak wajib bekerja sama untuk membentuk mekanisme pendanaan yang memadai untuk membantu Negara yang sedang berkembang dalam penerapan Perjajian ini. Mekanisme ini wajib, diantaranya

ditujukan secara khusus untuk: (a) Mengembangkan ketentuan Negara Pelabuhan

Nasional dan Internasional; (b) Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas,

termasuk untuk memantau, mengendalikan dan mengawasi serta untuk pelatihan bagi manajer pelabuhan, pemeriksa, serta aparat penegakan dan pegawai hukum di level nasional dan regional;

(c) Memantau, mengendalikan, kegiatan – kegiatan

kepatuah dan pengawasan yang relevan dengan ketentuan Negara Pelabuhan, termasuk akses untuk

teknologi dan perlengkapan; dan (d) Membantu Pihak Negara yang sedang berkembang

dalam hal biaya yang berasal dari sidang – sidang penyelesaian sengketa sebagai akibat dari tindakan

– tindakan yang telah mereka lakukan sebagaimana tertuang dalam Persetujuan ini.

5. Kerja sama dengan dan di antara Pihak Negara yang

sedang berkembang untuk tujuan yang tertera dalam Pasal ini dapat berupa ketentuan tentang bantuan teknis dan keuangan melalui jalur bilateral, multilateral, dan regional, termasuk kerja sama selatan-selatan.

6. Pihak-pihak wajib membentuk kelompok kerja ad hoc

untuk melaporkan secara berkala dan membuat rekomendasi kepada Pihak-Pihak dalam pembentukan

mekanisme pendanaan termasuk sebuah skema untuk kontribusi, identifikasi, dan mobilisasi dana, pengembangan kriteria dan prosedur untuk memandu pelaksanaan dan perkembangan penerapan mekanisme pendanaan. Di samping pertimbangan-pertimbangan yang tertera dalam pasal ini, kelompok kerja ad hoc wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

Page 133: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

118

(a) the assessment of the needs of developing States Parties, in particular the leastdeveloped among them and small island developing States;

(b) the availability and timely disbursement of funds;

(c) transparency of decision-making and management processes concerning fundraising and allocations; and

(d) accountability of the recipient developing States Parties in the agreed use of funds. Parties shall take into account the reports and any recommendations of the ad hoc working group and take appropriate action.

(a) penilaian akan kebutuhan pengembangan Pihak Negara yang sedang berkembang, khususnya negara miskin di antara mereka dan Negara yang sedang

berkembang dalam bentuk pulau kecil;

(b) ketersediaan dari pencairan dana yang tepat waktu;

(c) ketransparanan dalam pengambilan keputusan dan proses pengelolaan pengumpulan dan alokasi dana; dan

(d) akuntabilitas Pihak Negara yang sedang berkembang sebagai penerima dalam penggunaan dana yang disetujui. Pihak wajib mempertimbangkan laporan dan rekomendasi dari kelompok kerja ad hoc dan mengambil langkah – langkah yang diperlukan.

PART 7

DISPUTE SETTLEMENT Article 22

Peaceful settlement of disputes

1. Any Party may seek consultations with any other Party or Parties on any dispute with regard to the interpretation or

application of the provisions of this Agreement with a view to reaching a mutually satisfactory solution as soon as possible.

2. In the event that the dispute is not resolved through these

consultations within a reasonable period of time, the Parties in question shall consult among themselves as soon as possible with a view to having the dispute settled by

negotiation, inquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement or other peaceful means of their own choice.

3. Any dispute of this character not so resolved shall, with

the consent of all Parties to the dispute, be referred for settlement to the International Court of Justice, to the

International Tribunal for the Law of the Sea or to arbitration. In the case of failure to reach agreement on referral to the International Court of Justice, to the International Tribunal for the Law of the Sea or to

arbitration, the Parties shall continue to consult and cooperate with a view to reaching settlement of the dispute in accordance with the rules of international law relating to the conservation of living marine resources.

BAGIAN 7

PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 22

Penyelesaian Perselisihan secara Damai

1. Pihak-pihak boleh melakukan konsultasi dengan pihak lain atau Pihak-pihak lain mengenai interpretasi atau

aplikasi ketentuan – ketentuan Persetujuan ini dengan maksud untuk mencapai sebuah penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak sesegera mungkin.

2. Dalam hal perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan

melalui konsultasi ini dalam rentang waktu yang memadai, Pihak-pihak yang sedang bermasalah wajib berkonsultasi di antara mereka sendiri sesegera mungkin

dengan maksud untuk menyelesaikan perselisihan dengan negosiasi, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian hukum atau sarana damai lain sesuai pilihan mereka.

3. Perselisihan yang tidak terselesaikan wajib, atas

persetujuan seluruh pihak yang bersengketa, diajukan ke Mahkamah Internasional untuk diselesaikan, ke

Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut atau Arbitrasi. Apabila tidak dapat diselesaikan di Mahkamah Internasional, Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut atau Arbitrasi, Pihak-pihak tersebut wajib terus

berkonsultasi dan bekerjasama dengan maksud untuk menyelesaikan persengketaan merujuk kepada aturan Hukum Internasional yang berkenaan dengan konvensi sumber daya kelautan hayati.

PART 8

NON-PARTIES

Article 23

Non-Parties to this Agreement

1. Parties shall encourage non-Parties to this Agreement to become Parties thereto and/or to adopt laws and regulations and implement measures consistent with its provisions.

BAGIAN 8

NON-PIHAK

Pasal 23 Non-pihak Dalam Persetujuan Ini

1. Pihak-pihak wajib mendorong Non-Pihak dalam Persetujuan ini untuk menjadi Pihak dalam Persetujuan ini dan/atau untuk mengadopsi hukum dan peraturan serta menerapkan langkah – langkah yang konsisten dengan ketetapannya.

Page 134: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

119

2. Parties shall take fair, non-discriminatory and transparent

measures consistent with this Agreement and other

applicable international law to deter the activities of non-Parties which undermine the effective implementation of this Agreement.

2. Pihak-pihak wajib mengambil langkah-langkah yang

adil, nondiskriminatif, dan transparan yang konsisten

dengan Persetujuan ini dan hukum internasional lain yang berlaku untuk menghalangi kegiatan Non-Pihak yang mengurangi keefektifan penerapan Persetujuan ini.

PART 9

MONITORING, REVIEW AND ASSESSMENT

Article 24

Monitoring, review and assessment

1. Parties shall, within the framework of FAO and its relevant bodies, ensure the regular and systematic monitoring and review of the implementation of this Agreement as well as the assessment of progress made towards achieving its objective.

2. Four years after the entry into force of this Agreement, FAO shall convene a meeting of the Parties to review and

assess the effectiveness of this Agreement in achieving its objective. The Parties shall decide on further such meetings as necessary.

BAGIAN 9

PEMANTAUAN, PENINJAUAN ULANG, DAN

PENILAIAN

Pasal 24 Pemantauan, Peninjauan Ulang, dan Penilaian

1. Pihak-Pihak wajib, dalam kerangka kerja FAO dan badan terkaitnya, memastikan pemantauan teratur dan sistematis dan peninjauan ulang terhadap penerapan Persetujuan ini serta penilaian perkembangan yang diperoleh dalam mencapai tujuan.

2. Empat tahun setelah pemberlakuan Persetujuan ini, FAO wajib mengadakan persidangan dari para Pihak untuk

meninjau ulang dan menilai keefektifan Persetujuan ini dalam mencapai tujuan. Pihak-pihak wajib menentukan sidang selanjutnya apabila diperlukan.

PART 10

FINAL PROVISIONS

Article 25

Signature

This Agreement shall be open for signature at ** from ** until **, by all States and regional economic integration organizations.

BAGIAN 10

KETETAPAN AKHIR Pasal 25

Penandatanganan

Persetujuan ini terbuka untuk ditandatangani pada. . . dari . . . sampai . . . oleh seluruh Pihak dan organisasi integrasi ekonomi regional.

Article 26

Ratification, acceptance or approval

1. This Agreement shall be subject to ratification, acceptance or approval by the signatories.

2. Instruments of ratification, acceptance or approval shall be deposited with the Depositary.

Pasal 26 Ratifikasi, Penerimaan, atau Persetujuan

1. Persetujuan ini wajib diratifikasi, diterima atau disetujui

oleh yang menandatangani Persetujuan ini.

2. Instrumen Ratifikasi, Penerimaan, atau Persetujuan wajib disimpan di Depositari.

Article 27

Accession

1. After the period in which this Agreement is open for signature, it shall be open for accession by any State or regional economic integration organization.

2. Instruments of accession shall be deposited with the

Depositary.

Pasal 27 Aksesi

1. Setelah periode di mana Persetujuan terbuka untuk ditandatangani, Persetujuan ini terbuka untuk aksesi oleh Negara atau organisasi integrasi ekonomi regional manapun.

2. Instrumen aksesi wajib disimpan di Depositari.

Article 28

Participation by Regional Economic Integration

Organizations

1. In cases where a regional economic integration organization that is an international organization referred to in Annex IX, Article 1, of the Convention does not have

competence over all the matters governed by this Agreement, Annex IX to the Convention shall apply

Pasal 28 Keikutsertaan Organisasi Integrasi Ekonomi Regional

1. Dalam hal dimana organisasi integrasi ekonomi regional

yang merupakan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX, Pasal 1 Konvensi ini

tidak memiliki kompetensi atas seluruh hal yang diatur dalam Persetujuan ini, Lampiran IX Konvensi ini

Page 135: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

120

mutatis mutandis to participation by such regional economic integration organization in this Agreement, except that the following provisions of that Annex shall

not apply: (a) Article 2, first sentence; and (b) Article 3, paragraph 1.

2. In cases where a regional economic integration

organization that is an international organization referred to in Annex IX, Article 1, of the Convention has competence over all the matters governed by this Agreement, the following provisions shall apply to

participation by the regional economic integration organization in this Agreement: (a) at the time of signature or accession, such organization

shall make a declaration stating:

(i) that it has competence over all the matters governed by this Agreement;

(ii) that, for this reason, its member States shall not

become States Parties, except in respect of their territories for which the organization has no

responsibility; and (iii) that it accepts the rights and obligations of States

under this Agreement;

(b) participation of such an organization shall in no case confer any rights under this Agreement on member States of the organization;

(c) in the event of a conflict between the obligations of such organization under this Agreement and its obligations under the Agreement establishing the organization or any acts relating to it, the obligations

under this Agreement shall prevail.

berlaku mutatis mutandis terhadap keikutsertaan organisasi integrasi ekonomi regional tersebut dalam Persetujuan ini, kecuali ketetapan-ketetapan Lampiran

berikut ini: (a) Pasal 2, kalimat pertama; dan (b) Pasal 3, paragraph 1.

2. Dalam hal dimana organisasi kepaduan ekonomi

regional yang merupakan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX, Pasal 1 Konvensi ini memiliki kompetensi akan seluruh hal yang diatur dalam Persetujuan ini, ketetapan berikut

berlaku terhadap keikutsertaan organisasi integrasi ekonomi regional dalam Persetujuan ini: (a) pada saat penandatanganan atau aksesi, organisasi

tersebut wajib membuat pernyataan yang menyatakan:

(i) bahwa organisasi tersebut memliki kompetensi terhadap hal-hal yang diatur dalam Persetujuan

ini; (ii) bahwa, untuk alasan ini, Negara anggotanya

tidak wajib menjadi Negara Pihak, kecuali atas wilayah mereka dimana organisasi tidak

memiliki tanggung jawab; dan (iii) bahwa organisasi menerima hak dan kewajiban

Negara di bawah Persetujuan ini;

(b) keikutsertaan organisasi tersebut sama sekali tidak boleh memberikan hak apapun di bawah Persetujuan ini pada Negara anggota organisasi.

(c) apabila terjadi pertentangan antara kewajiban organisasi di bawah Persetujuan ini dan kewajiban di bawah Persetujuan yang membentuk organisasi tersebut atau undang – undang apa pun yang

berkenaan dengan itu, kewajiban organisasi di bawah Persetujuan ini berlaku.

Article 29

Entry into force

1. This Agreement shall enter into force thirty days after the date of deposit with the Depositary of the twenty-fifth instrument of ratification, acceptance, approval or accession in accordance with Article 26 or 27.

2. For each signatory which ratifies, accepts or approves this

Agreement after its entry into force, this Agreement shall enter into force thirty days after the date of the deposit of

its instrument of ratification, acceptance or approval. 3. For each State or regional economic integration

organization which accedes to this Agreement after its

entry into force, this Agreement shall enter into force thirty days after the date of the deposit of its instrument of accession.

4. For the purposes of this Article, any instrument deposited

by a regional economic integration organization shall not

Pasal 29 Pemberlakuan Persetujuan

1. Persetujuan ini mulai berlaku 30 hari setelah tanggal penyimpanan di Depositari atas instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi ke dua puluh lima sesuai dengan Pasal 26 atau 27.

2. Bagi setiap penandatangan yang meratifikasi, menerima,

atau menyetujui Persetujuan ini setelah Persetujuan ini berlaku, Persetujuan ini akan berlaku 30 hari setelah

tanggal penyimpanan instrumen ratifikasi, penerimaan, atau persetujuan.

3. Bagi tiap Negara atau organisasi integrasi ekonomi regional yang melakukan aksesi Persetujuan ini setelah

Persetujuan ini berlaku, Persetujuan ini akan berlaku 30 hari setelah tanggal penyimpanan instrumen aksesi.

4. Demi tujuan Pasal ini, instrumen apa pun yang disimpan

oleh organisasi integrasi ekonomi regional tidak

Page 136: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

121

be counted as additional to those deposited by its Member States.

dianggap sebagai tambahan kepada yang telah disimpan oleh Negara anggota.

Article 30

Reservations and exceptions

No reservations or exceptions may be made to this Agreement.

Pasal 30 Pensyaratan dan Pengecualian

Pensyaratan dan pengecualian tidak diboleh dilakukan terhadap Persetujuan ini.

Article 31

Declarations and statements

Article 30 does not preclude a State or regional economic integration organization, when signing, ratifying, accepting, approving or acceding to this Agreement, from making a

declaration or statement, however phrased or named, with a view to, inter alia, the harmonization of its laws and regulations with the provisions of this Agreement, provided that such declaration or statement does not purport to exclude or to modify the legal effect of the provisions of this Agreement in their application to that State or regional economic integration organization.

Pasal 31 Deklarasi dan Pernyataan

Pasal 30 tidak menghalangi suatu negara atau organisasi integrasi ekonomi regional, ketika menandatangani, meratifikasi, menerima, menyetujui, atau mengaksesi

Persetujuan ini, dengan melakukan deklarasi atau pernyataan, atau apapun namanya, dengan maksud untuk antara lain harmonisasi hukum dan peraturan dengan ketetapan-ketetapan dalam Persetujuan ini, apabila deklarasi atau pernyataan tersebut tidak bermaksud mengenyampingkan atau untuk mengubah pengaruh hukum ketetapan-ketetapan dalam Persetujuan ini dalam penerapannya kepada Negara atau organisasi integrasi

ekonomi regional.

Article 32

Provisional application

1. This Agreement shall be applied provisionally by States or

regional economic integration organizations which consent to its provisional application by so notifying the Depositary in writing. Such provisional application shall become effective from the date of receipt of the notification.

2. Provisional application by a State or regional economic integration organization shall terminate upon the entry into

force of this Agreement for that State or regional economic integration organization or upon notification by that State or regional economic integration organization to the Depositary in writing of its intention to terminate

provisional application.

Pasal 32 Pemberlakuan Sementara

1. Persetujuan ini berlaku untuk sementara waktu oleh

Negara atau organisasi integrasi ekonomi regional yang setuju terhadap pemberlakuan sementara dengan memberitahu Depositari secara tertulis. Pemberlakuan sementara tersebut menjadi efektif dari tanggal penerimaan pemberitahuan tersebut.

2. Pemberlakuan sementara oleh Negara atau organisasi integrasi ekonomi regional harus berakhir dengan

berlakunya Persetujuan ini bagi Negara itu atau organisai integrasi ekonomi regional atau atas pemberitahuan oleh Negara tersebut atau organisasi integrasi ekonomi regional kepada Depositari secara

tertulis dengan maksud mengakhiri pemberlakuan sementara.

Article 33

Amendments

1. Any Party may propose amendments to this Agreement after the expiry of a period of two years from the date of entry into force of this Agreement.

2. Any proposed amendment to this Agreement shall be transmitted by written communication to the Depositary along with a request for the convening of a meeting of the Parties to consider it. The Depositary shall circulate to all

Parties such communication as well as all replies to the request received from Parties. Unless within six months from the date of circulation of the communication one half of the Parties object to the request, the Depositary shall

convene a meeting of the Parties to consider the proposed amendment.

Pasal 33 Amandemen

1. Pihak manapun dapat mengajukan amandemen terhadap Persetujuan ini dua tahun setelah berlakunya Persetujuan ini.

2. Amandemen yang diajukan terhadap Persetujuan ini wajib disampaikan secara tertulis kepada Depositari bersama dengan permohonan untuk menyelenggarakan pertemuan para Pihak untuk mempertimbangkan

amandemen dimaksud. Depositori wajib mengkomunikasikan hal tersebut kepada seluruh Pihak dan menjawab permohonan yang disampaikan oleh Pihak-pihak. Kecuali kalau dalam waktu enam bulan

sejak tanggal pengkomunikasian tersebut, 1 ½ dari Pihak berkeberatan akan permohonan itu, Depositori wajib mengadakan pertemuan para Pihak untuk

Page 137: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

122

3. Subject to Article 34, any amendment to this Agreement

shall only be adopted by consensus of the Parties present at the meeting at which it is proposed for adoption.

4. Subject to Article 34, any amendment adopted by the meeting of the Parties shall come into force among the Parties having ratified, accepted or approved it on the ninetieth day after the deposit of instruments of

ratification, acceptance or approval by two-thirds of the Parties to this Agreement based on the number of Parties on the date of adoption of the amendment. Thereafter the amendment shall enter into force for any other Party on the ninetieth day after that Party deposits its instrument of ratification, acceptance or approval of the amendment.

5. For the purposes of this Article, an instrument deposited

by a regional economic integration organization shall not be counted as additional to those deposited by its Member States.

mempertimbangkan amandemen yang diajukan.

3. Mengingat Pasal 34, amandemen terhadap Persetujuan

ini hanya akan diadopsi melalui kesepakatan Pihak-pihak yang hadir dalam sidang dimana amandemen tersebut diajukan untuk diadopsi.

4. Mengingat Pasal 34, amandemen yang diadopsi dalam pertemuan para Pihak akan berlaku setelah Pihak-pihak meratifikasi, menerima, atau menyetujuinya 90 hari setelah penyimpanan instrumen ratifikasi, penerimaan

atau persetujuan oleh 2/3 Pihak dihitung dari jumlah Pihak pada tanggal adopsi amandemnen tersebut. Kemudian, amandemen akan berlaku bagi Pihak yang lain 90 hari setelah Pihak tersebut menyimpan instrumen ratifikasi, penerimaan, atau persetujuan terhadap amandemen tersebut.

5. Demi tujuan Pasal ini, instrumen yang disimpan oleh

organisasi integrasi ekonomi regional tidak dihitung sebagai tambahan dari yang telah disimpan Negara anggota.

Article 34

Annexes

1. The Annexes form an integral part of this Agreement and a reference to this Agreement shall constitute a reference to the Annexes.

2. An amendment to an Annex to this Agreement may be

adopted by two-thirds of the Parties to this Agreement present at a meeting where the proposed amendment to the Annex is considered. Every effort shall however be made to reach agreement on any amendment to an Annex by

way of consensus. An amendment to an Annex shall be incorporated in this Agreement and enter into force for those Parties that have expressed their acceptance from the date on which the Depositary receives notification of

acceptance from one-third of the Parties to this Agreement, based on the number of Parties on the date of adoption of the amendment. The amendment shall thereafter enter into force for each remaining Party upon

receipt by the Depositary of its acceptance.

Pasal 34

Lampiran - lampiran

1. Lampiran - lampiran tersebut membentuk bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Persetujuan ini dan pengacuan kepada Persetujuan ini merupakan pengacuan kepada lampiran – lampiran.

2. Sebuah amandemen terhadap lampiran perjanian ini

dapat dilaksanakan oleh 2/3 Pihak dalam Persetujuan ini yang hadir dalam pertemuan dimana amandemen yang diajukan terhadap lampiran dipertimbangkan. Setiap usaha wajib dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan

terhadap amandemen kepada lampiran melalui cara mufakat. Amandemen terhadap sebuah lampiran wajib dibentuk dalam Persetujuan ini dan berlaku bagi Pihak-pihak yang telah meyatakan penerimaan mereka pada

tanggal Depositori menerima pemberitahuan penerimaan dari 1/3 Pihak dalam Persetujuan ini berdasarkan jumlah Pihak pada tangal pelaksanan amandemen. Amandemen akan berlaku bagi setiap pihak lainnya setelah Depositori

menerima pernyataan penerimaan.

Article 35

Withdrawal

Any Party may withdraw from this Agreement at any time

after the expiry of one year from the date upon which the Agreement entered into force with respect to that Party, by giving written notice of such withdrawal to the Depositary. Withdrawal shall become effective one year after receipt of

the notice of withdrawal by the Depositary.

Pasal 35 Penarikan Diri

Pihak mana pun dapat menarik diri dari Persetujuan ini

sewaktu-waktu satu tahun setelah tanggal berlakunya Persetujuan ini bagi Pihak-Pihak tersebut, dengan memberikan pemberitahuan penarikan diri secara tertulis kepada Depositori. Penarikan diri berlaku satu tahun setelah

Depositori menerima pernyataan penarikan diri.

Article 36

The Depositary

The Director-General of the FAO shall be the Depositary of

Pasal 36 Depositori

Direktur Jenderal FAO akan menjadi Depositori dari

Page 138: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

123

this Agreement. The Depositary shall: a. transmit certified copies of this Agreement to each

signatory and Party; b. register this Agreement, upon its entry into force, with

the Secretariat of the United Nations in accordance with Article 102 of the Charter of the United Nations;

c. promptly inform each signatory and Party to this Agreement of all: (i) signatures and instruments of ratification,

acceptance, approval and accession deposited under

Articles 25, 26 and 27; (ii) the date of entry into force of this Agreement in

accordance with Article 29; (iii) proposals for amendment to this Agreement and their

adoption and entry into force in accordance with Article 33;

(iv) proposals for amendment to the Annexes and their adoption and entry into force in accordance with

Article 34; and (v) withdrawals from this Agreement in accordance with

Article 35.

Persetujuan ini. Depositori wajib: a. memberikan salinan resmi Persetujuan ini kepada setiap

penanda tangan dan Pihak: b. mendaftarkan Persetujuan ini, setelah Persetujuan ini

berlaku, kepada Sekretariat PBB sesuai dengan Pasal 102 Piagam PBB;

c. segera memberitahu setiap penanda tangan dan Pihak dalam Persetujuan ini mengenai: (i) tanda tangan dan instrumen ratifikasi, penerimaan,

persetujuan, dan aksesi di bawah Pasal 25, 26, dan

27; (ii) tanggal mulai berlakunya Persetujuan ini sesuai

dengan Pasal 29; (iii) pengajuan amandemen terhadap Persetujuan ini dan

pelaksanaanya serta mulai berlakunya sesuai dengan Pasal 33

(iv) pengajuan amandemen terhadap lampiran – lampiran dan pelaksanaannya serta mulai

berlakunya sesuai dengan Pasal 34; (v) Penarikan diri dari Persetujuan ini sesuai dengan

Pasal 35.

Article 37

Authentic texts

The Arabic, Chinese, English, French, Russian and Spanish texts of this Agreement are equally authentic. IN WITNESS WHEREOF, the undersigned Plenipotentiaries, being duly authorized, have signed this Agreement.

DONE at, on this day of, 2009

Pasal 37 Teks-Teks Otentik

Teks berbahasa Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol dari Persetujuan ini memiliki keotentikan yang sama. Saksi Persetujuan, duta yang berkuasa penuh yang bertanda tangan di bawah ini, yang berwenang dengan semestinya telah menandatangani Persetujuan ini.

Ditandatangani di pada tanggal …. bulan… tahun 2009.

Page 139: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

124

Lampiran 2 Annex A Port State Measures

Annex A

Information to be provided in advance by vessels requesting port entry

1. Intended port of call

2. Port state

3. Estimated date and time of arrival

4. Purpose(s)

5. Port and date of last port call

6. Name of vessel

7. Flage

8. Type of vessel

9. International radio call sign

10. Vessel contact information

11. Vessel owner(s)

12. Certificate of registry ID

13. IMO ship ID, if available

14. External ID, if available

15. RFMO ID, if available

16. VMS No Yes national Yes RFMO(s)

Type:

17. Vessel dimensions Length Beam Darft

18. Vessel master name and nationality

19. Relevant fishing authorization(s)

Identifier Issued by Validity Fishing

area

Species Gear

20. Relevant transshipment authorization(s)

Identifier Issued by Validity

Identifier Issued by Validity

21. Transshipment information concerning donor vessels

Date Location Name Flage

state

ID

number

Species Product

form

Catch

area

Quantity

22. Total catch on board 23. Catch to be offloaded

Species Product form Catch area Quantity Quantity

Page 140: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

125

Lampiran 3 Annex B Port State Measures

Annex B

Port State inspection procedures

Inspectors shall:

a) verify, to the extent possible, that the vessel identification documentation onboard and information relating to the owner of the vessel is true, complete and correct, including through appropriate contacts with the flag State or international records of vessels if necessary;

b) verify that the vessel’s flag and markings (e.g. name, external registration number, International Maritime Organization (IMO) ship identification number, international radio call sign and other markings, main dimensions) are consistent with information contained in the documentation;

c) verify, to the extent possible, that the authorizations for fishing and fishing

related activities are true, complete, correct and consistent with the information provided in accordance with Annex A;

d) review all other relevant documentation and records held onboard,

including, to the extent possible, those in electronic format and vessel monitoring system (VMS) data from the flag State or relevant regional fisheries management organizations (RFMOs). Relevant documentation may include logbooks, catch, transshipment and trade documents, crew lists, stowage plans and drawings, descriptions of fish holds, and documents required pursuant to the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora;

e) examine, to the extent possible, all relevant fishing gear onboard, including any gear stowed out of sight as well as related devices, and to the extent possible, verify that they are in conformity with the conditions of the authorizations. The fishing gear shall, to the extent possible, also be checked to ensure that features such as the mesh and twine size, devices and attachments, dimensions and configuration of nets, pots, dredges, hook sizes and numbers are in conformity with applicable regulations and that the markings correspond to those authorized for the vessel;

f) determine, to the extent possible, whether the fish on board was harvested in accordance with the applicable authorizations;

g) examine the fish, including by sampling, to determine its quantity and composition. In doing so, inspectors may open containers where the fish has been pre-packed and move the catch or containers to ascertain the integrity of fish holds. Such examination may include inspections of product type and determination of nominal weight;

Page 141: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

126

h) evaluate whether there is clear evidence for believing that a vessel has

engaged in IUU fishing or fishing related activities in support of such fishing;

i) provide the master of the vessel with the report containing the result of the inspection, including possible measures that could be taken, to be signed by the inspector and the master. The master’s signature on the report shall serve only as acknowledgment of the receipt of a copy of the report. The master shall be given the opportunity to add any comments or objection to the report, and, as appropriate, to contact the relevant authorities of the flag State in particular where the master has serious difficulties in understanding the content of the report. A copy of the report shall be provided to the master; and

j) arrange, where necessary and possible, for translation of relevant documentation.

Page 142: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

127

Lampiran 4 Annex C Port State Measures

Annex C

Report of the result of the inspection

1. Inspection report no 2. Port state

3. Inspecting authority

4. Name of principal inspection ID

5. Port inspection

6. Commencement of inspection YYYY MM DD HH

7. Completion of inspection YYYY MM DD HH

8. Advanced notification received Yes No

9. Purpose(s) LAN TRX PRO OTH (specify)

10. Port and state and date of last

port call

YYYY MM DD

11. Vessel name

12. Flag state

13. Type of vessel

14. International radio call sign

15. Certificate of registry ID

16. IMO ship ID, if available

17. External ID, if available

18. Port of registry

19. Vessel owner(s)

20. Vessel beneficial owner(s), if known

and different from vessel owner

21. Vessel operator(s), if different from

vessel owner

22. Vessel master name and nationality

23. Fishing master name and nationality

24. Vessel agent

25. VMS No Yes: National Yes: RFMOs Type:

26. Status in RFMO areas where fishing related activites have been

undertaken, including any IUU vessel listing

Vessel identifier RFMO Flag state

status

Vessel on

authorized live

Vessel on IUU

vessel list

27. Relevant fishing authorization(s)

Identifier Issued by Validity Fishing area(s) Species Gear

Page 143: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

128

Lanjutan Annex C

28. Relevant transshipment authorization(s)

Identifier Issued by Validity

Identifier Issued by Validity

29. Transshipment information concerning donor vessels

Name Flage state ID na Species Product

form

Catch

areas(s)

Quantity

30. Evaluation of offloaded catch (quantity)

Species Product

form

Catch

area(s)

Quantity

declared

Quantity

offloaded

Different between quantity

declared and quantity

determined, if any

31. Catch retained onboard (quantity)

Species Product

form

Catch

area(s)

Quantity

declared

Quantity

offloaded

Different between quantity

declared and quantity

determined, if any

32. Examination of logbook(s) and other

documentation

Yes No Comments

33. Compliance with applicable catch

docementation scheme(s)

Yes No Comments

34. Compliance with applicable trade

information scheme(s)

Yes No Comments

35. Type of gear used

36. Gear examined in accordance

with paragraph e) of Annex B

Yes No Comments

37. Finding by inspector(s)

38. Apparent infringement(s) noted including reference to relevant ilegal

instrument(s)

39. Comments by the master

40. Action taken

41. Master’s signature

42. Inspector’s signature

Page 144: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

129

Lampiran 5 Annex D Port State Measures

Annex D

Information systems on port State measures

In implementing this Agreement, each Party shall:

a) seek to establish computerized communication in accordance with Article 16;

b) establish, to the extent possible, websites to publicize the list of ports designated in accordance with Article 7 and the actions taken in accordance with the relevant provisions of this Agreement;

c) identify, to the greatest extent possible, each inspection report by a unique reference number starting with 3-alpha code of the port State and identification of the issuing agency;

d) utilize, to the extent possible, the international coding system below in Annexes A and C and translate any other coding system into the international system.

countries/territories: ISO-3166 3-alpha Country Code

species: ASFIS 3-alpha code (known as FAO 3-alpha code)

vessel types: ISSCFV code (known as FAO alpha code)

gear types: ISSCFG code (known as FAO alpha code)

Page 145: ANALISIS PRAKTIK IUU (ILLEGAL, UNREPORTED, AND … · pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ... Beasiswa yang pernah diterima penulis

130

Lampiran 6 Annex E Port State Measures

Annex E

Guidelines for the training of inspectors

Elements of a training programme for port State inspectors should include at least the following areas:

1. Ethics;

2. Health, safety and security issues;

3. Applicable national laws and regulations, areas of competence and conservation and management measures of relevant RFMOs, and applicable international law;

4. Collection, evaluation and preservation of evidence;

5. General inspection procedures such as report writing and interview techniques;

6. Analysis of information, such as logbooks, electronic documentation and vessel history (name, ownership and flag State), required for the validation of information given by the master of the vessel;

7. Vessel boarding and inspection, including hold inspections and calculation of vessel hold volumes;

8. Verification and validation of information related to landings, transshipments, processing and fish remaining onboard, including utilizing conversion factors for the various species and products;

9. Identification of fish species, and the measurement of length and other biological parameters;

10. Identification of vessels and gear, and techniques for the inspection and measurement of gear;

11. Equipment and operation of VMS and other electronic tracking systems; and

12. Actions to be taken following an inspection.