Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Universitas Indonesia 1
ANALISIS POTENSI PENGELOLAAN SAMPAH KEMASAN DALAM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DI APARTEMEN (STUDI KASUS:
APARTEMEN GARDENIA BOULEVARD DAN APARTEMEN KALIBATA RESIDENCE, JAKARTA)
Nurhayati Caesaria, Gabriel S. B. Andari K., dan Cindy R. Priadi
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia Depok
ABSTRAK
Timbulan limbah padat yang terus meningkat serta minimnya lahan TPA mendorong timbulnya upaya untuk mengatasi masalah persampahan, salah satunya dengan Extended Producer Responsibility (EPR) dimana tanggung jawab produsen diperluas hingga tahap post-consumer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi reduksi sampah kemasan di apartemen dengan diterapkannya konsep EPR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata timbulan sampah di Apartemen Gardenia Boulevard dan Kalibata Residence adalah 0,226 dan 0,342 kg/orang/hari atau sebesar 2,746 dan 2,687 liter/orang/hari, dengan sampah kemasan sebesar 63,5% dan 43,7% dari total limbah padat anorganik yang dihasilkan.Rekomendasi mekanisme pelaksanaan konsep EPR yang sesuai untuk Apartemen Gardenia Boulevard adalah melakukan penarikan kembali produk dan/atau kemasan yang habis masa pakainya dan dikelola melalui cara reuse dan recycle oleh produsen. Sedangkan untuk Apartemen Kalibata Residence pelaksanaan EPR akan memanfaatkan lapak disekitar lokasi untuk selanjutnya disalurkan ke pabrik daur ulang. Dengan diterapkannya konsep EPR kemasan di Apartemen Gardenia Boulevard dan Kalibata Residence dapat mengurangi timbulan limbah padat anorganik yang dibawa ke TPST Bantar Gebang yaitu sebesar 55,2% dan 50,2%. Kata kunci: timbulan limbah padat; rata-rata timbulan; EPR; kemasan; daur ulang
ABSTRACT
The continously increasing solid waste generation and lack of landfill area encourage efforts to tackle the waste problem. This includes Extended Producer Responsibility (EPR) where a producer’s responsibility for a product is extended to the post-consumer stage of the product’s lifecycle, including its final disposal. This study aims to determine the reduction potential of packaging waste in apartment with the implementation of EPR concept. The results showed that the rate of waste generation in Gardenia Boulevard and Kalibata Residence is 0.226 dan 0.342 kg/person/day or 2.746 dan 2.687 liters/person/day, respectively, in which the packaging waste is 63.5% and 43.7% of the total inorganic solid waste generated. Recommendation mechanism for EPR concept in Gardenia Boulevard is product/waste collection in the post-consumer stage and then managing with reuse and recycle. Whereas in Kalibata Residence, retailer close to building will accept packaging waste to convey it afterwards to recycling plant. The implementation of EPR concept in Gardenia Boulevard and Kalibata Residence can reduce the generation of inorganic solid waste brought to Bantar Gebang landfill by 55.2% and 50.2%. Key words : solid waste generation; rate of generation; EPR; packaging; recycle
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 2
PENDAHULUAN
DKI Jakarta sebagai ibukota Negara memegang peranan penting dalam sektor
perekonomian Indonesia. Banyak masyarakat daerah yang berbondong-bondong untuk
mencari nafkah di kota metropolitan ini. Hal tersebut menyebabkan jumlah penduduk Jakarta
semakin meningkat dari tahun ke tahunnya. Pertambahan penduduk yang pesat ini
menyebabkan tingkat konsumsi serta tingkat aktivitas juga meningkat, akibatnya jumlah
buangan sampah/limbah yang dihasilkan meningkat pesat pula.
Limbah padat merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang belum dapat
teratasi dengan baik di DKI Jakarta. Hal ini terbukti dengan volume limbah padat yang terus
meningkat, namun minim penanganan. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta
tahun 2011, total timbulan limbah padat yang dihasilkan yaitu sebanyak 5.597,87 ton per
harinya (Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2011). Dari total timbulan limbah padat tersebut,
sebanyak 4.986,31 ton limbah padat masuk ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Bantar Gebang setiap harinya (Jakarta dalam Angka, 2012). Dengan kata lain, volume limbah
padat yang masuk ke TPST Bantar Gebang telah melebihi kapasitas yang hanya dapat
menampung sekitar 3.000 ton per harinya. Untuk itu diperlukan pengolahan limbah padat
dalam jumlah besar di sumber agar memperpanjang usia TPST Bantar Gebang.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan konsep Perluasan
Tanggung Jawab Produsen atau selanjutnya disebut Extended Producer Responsibility (EPR)
dimana para produsen harus bertanggung jawab terhadap produk dan atau kemasannya
sehingga potensi sampah dari produk yang mereka hasilkan dapat dikurangi, khususnya
sampah kemasan. Sampah kemasan merupakan salah satu jenis sampah yang banyak
dihasilkan, hal ini disebabkan karena setiap produk akan selalu dikemas untuk menjaga
kualitas dan kuantitas produk tersebut sebelum diterima konsumen.
Permasalahan jumlah penduduk yang terus meningkat tidak hanya dirasakan dengan
bertambahnya limbah padat yang dihasilkan saja. DKI Jakarta yang memiliki daerah seluas
662 km2 dan dengan jumlah penduduk sebanyak 9.607.787 jiwa menjadikan kota ini sebagai
kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia (Jakarta dalam Angka, 2012).
Kepadatan penduduk yang tinggi dan sempitnya wilayah DKI Jakarta inilah yang belakangan
mendorong para pengembang untuk menyediakan hunian vertikal yang dilengkapi pula
dengan fasilitas yang memanjakan penghuninya. Umumnya, penghuni apartemen ini memiliki
sifat praktis dan serba cepat, hal ini mendorong konsumen untuk menggunakan produk
“disposable” seperti mie instan, minuman kotak (tetrapak), kopi sachet, shampoo sachet,
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 3
detergen sachet, dll. Limbah padat kemasan ini merupakan salah satu limbah padat yang
sangat berpotensi sebagai objek dari konsep EPR. Oleh sebab itu, apartemen dengan
mayoritas penghuninya bersifat praktis dan berpotensi besar untuk penerapan konsep EPR
dipilih sebagai wilayah studi.
Melalui penelitian ini diharapkan pihak apartemen dapat bekerja sama dengan
penghuni dan produsen dalam mendukung program EPR yang tentunya dapat meminimisasi
penggunaan bahan baku dan juga meminimisasi timbulan limbah padat apartemen.
TINJAUAN TEORITIS
Extended Producer Responsibility (EPR)
Perluasan Tanggung Jawab Produsen atau biasa disebut Extended Producer
Responsibility (EPR) adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen
menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya. Menurut Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan
Recycle melalui Bank Sampah, EPR merupakan strategi yang didisain dalam upaya
mengintegrasikan biaya lingkungan ke seluruh proses produksi suatu batang sampai produk
itu tidak dapat dipakai lagi sehingga baya lingkungan menjadi bagian dari komponen harga
pasar tersebut. Sedangkan menurut Organisation for Economic Cooperpation and
Development (OECD), EPR merupakan suatu pendekatan kebijakan lingkungan dimana
tanggung jawab produsen pada sebuah mata rantai produksi diperluas hingga pada tahap post-
consumer. Kebijakan ini memberikan insentif kepada produsen untuk mendisain ulang produk
mereka agar memungkinkan untuk didaur-ulang, tanpa material-material yang berbahaya dan
beracun (Rafianti, 2010). Dalam hal ini tanggung jawab produsen terhadap sampah yang
dihasilkan dari produk mereka telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
khususnya pasal 12, 13, 14, dan 15.
Dalam implementasinya, konsep EPR bisa dilakukan dengan tiga cara yaitu (Rafianti,
2010) :
1. Melakukan evaluasi dan manajemen ulang pada proses produksi. Cara ini bisa
dilakukan dengan mengevaluasi bahan baku produk dan kemasan dan menukarnya
dengan bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan, seperti kemasan bioplastik. Cara
ini biasanya menggunakan berbagai analisis seperti Life Cycle Analysis (LCA) yang
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 4
dapat membantu meningkatkan penerimaan program dan optimasi sebuah produk
lingkungan.
2. Melakukan penarikan kembali produk dan/atau kemasan yang habis masa pakainya
dan dikelola melalui cara reuse dan recycle, atau dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Seluruh mekanisme ini dapat dilaksanakan sendiri oleh produsen/perusahaan.
3. Mendelegasikan tanggung jawab tersebut ke pihak ketiga, dimana pihak ketiga
tersebut dibayar untuk mengumpulkan dan mengelola produk dan/atau kemasan
mereka. Praktik ini telah banyak dilakukan di negara-negara maju, biasanya ini berupa
bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti baterai, perlengkapan pertanian, dan
industri kimia.
Sampah Kemasan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemasan adalah bungkus pelindung barang
dagangan. Kemasan merupakan wadah atau tempat yang digunakan untuk mengemas suatu
komoditas dan telah dilengkapi dengan tulisan atau label yang menjelaskan tentang isi,
kegunaan dan lain-lainnya yang perlu atau diwajibkan. Kemasan melindungi produk dari sinar
matahari berlebih, kelembaban, dan sebagainya serta melindungi produk dari pengaruh
penanganan yang tidak benar.
Berdasarkan urutan dan jaraknya dengan produk, kemasan dapat dibedakan sebagai
berikut (Astawan, 2007):
1. Kemasan Primer
Kemasan yang langsung bersentuhan dengan isi produk, sehingga dapat terjadi migrasi
komponen bahan kemasan ke isi produk yang berpengaruh terhadap rasa, bau dan
warna. Contoh kemasan primer dapat berupa plastik pembungkus makanan, botol
plastik, kaleng, aerosol spray, alumunium foil, bungkus permen, dll.
2. Kemasan Sekunder
Kemasan lapis kedua setelah kemasan primer, dengan tujuan untuk lebih memberikan
perlindungan kepada produk dan mewadahi beberapa kemasan primer sekaligus.
Contoh kemasan sekunder dapat berupa duplex, plastik, kardus, dll.
3. Kemasan Tersier
Kemasan lapis ketiga setelah kemasan sekunder, dengan tujuan untuk memudahkan
proses transportasi agar lebih praktis dan efisien. Contoh kemasan tersier dapat berupa
kotak kardus atau peti kayu.
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 5
Terdapat berbagai macam bahan kemasan yang saat ini sudah beredar di pasaran.
Berikut beberapa penjabaran mengenai bahan kemasan yang sering digunakan produsen untuk
mengemas produk mereka (Miltz, 1992).
1. Plastik
Kemasan plastik saat ini mendominasi industri makanan di Indonesia,
menggeser penggunaan kemasan logam dan gelas. Hal ini disebabkan karena
kelebihan dari kemasan plastik yaitu ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak bereaksi,
tidak karatan dan bersifat termoplastis (heat seal), dapat diberi warna dan harganya
yang murah. Beberapa jenis kemasan plastik yang banyak digunakan untuk berbagai
tujuan kemasan adalah polistiren, polietilen dan polivinil klorida. Kelemahan dari
plastik karena adanya zat monomer dan molekul kecil dari plastik yang mungkin
bermigrasi ke dalam bahan pangan yang dikemas.
2. Kertas
Kemasan kertas merupakan kemasan fleksibel yang pertama sebelum
ditemukannya plastik dan aluminium foil. Kemasan kertas dapat berupa kemasan
fleksibel atau kemasan kaku. Beberapa jenis kertas yang dapat digunakan sebagai
kemasan fleksibel adalah kertas kraft dan kertas tahan lemak (grease proof). Kemasan
kertas yang kaku terdapat dalam bentuk karton, kotak, kemasan tetrahedral dan lain-
lain, yang dapat dibuat dari paper board, kertas laminasi, corrugated board dan
berbagai jenis board dari kertas khusus. Wadah kertas biasanya dibungkus lagi dengan
bahan-bahan kemasan lain seperti plastik dan alumunium foil yang lebih bersifat
protektif.
3. Logam
Bentuk kemasan dari bahan logam yang biasa digunakan untuk bahan pangan
yaitu kaleng tinplate, kaleng alumunium, dan alumunium foil. Kaleng tinplate banyak
digunakan dalam industri makanan dan komponen utama untuk tutup botol. Kaleng
alumunium banyak digunakan dalam industri minuman. Alumunium foil banyak oleh
industri makanan ringan, susu bubuk dan sebagainya. Penggunaan kemasan logam
pada makanan dan minuman harus dipantau karena sigatnya yang korosif.
4. Kaca
Bahan gelas sesuai digunakan untuk produk pangan yang mengalami
pemanasan seperti pasteurisasi atau sterilisasi. Wadah gelas kedap terhadap semua gas
sehingga menguntungkan bagi minuman berkarbonasi.
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 6
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Terdapat 2 pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu pendekatan
kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang dilakukan berupa
pengukuran jumlah timbulan dan komposisi limbah padat yang dihasilkan masing-masing
tower apartemen dence selama 8 hari sesuai SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan
dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Dari data pengukuran
yang diperoleh maka akan dilakukan perhitungan untuk mengetahui timbulan limbah padat
yang dihasilkan dan juga komposisi limbah padat dalam bentuk persentase. Selain itu dari
data timbulan dan komposisi tersebut dapat diketahui pula jumlah kemasan primer, sekunder,
dan tertier sebagai potensi konsep EPR pada apartemen.
Untuk pendekatan kualitatif dilakukan dengan penyebaran kuesioner yang diperlukan
dalam membuat rekomendasi perancangan pengelolaan limbah padat kemasan yang dapat
diterapkan di apartemen serta pengumpulan data sekunder dari pengelola apartemen.
Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilakukan di Apartemen Gardenia Boulevard (364 unit dalam 1 tower)
dan Apartemen Kalibata Residence (250 unit dalam 1 tower). Sampel yang akan diteliti
berjumlah 15 untuk Apartemen Gardenia Boulevard dan 23 untuk Apartemen Kalibata
Residence yang meliputi limbah padat yang berasal dari tower apartemen dan taman. Berikut
perhitungan dengan rmenggunakan rumus Slovin untuk mengetahui jumlah sampel yang akan
diteliti :
dimana,
n = jumlah sampel
N = ukuran populasi
α = taraf signifikansi
Dikarenakan jumlah sampel yang terlalu banyak dan penelitian dilakukan dalam
jangka waktu yang singkat, maka tingkat akurasi untuk perhitungan disesuaikan yaitu menjadi
80%. Berikut perhitungan jumlah sampel dengan tingkat kepercayaan 80% :
• Untuk Apartemen Gardenia Boulevard dengan jumlah 364 unit pada tower
Bougenville, dengan tingkat kepercayaan 80% didapatkan jumlah sampel :
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 7
€
n =250
1+ 250(0,2)2
= 23 sampel
• Untuk Apartemen Kalibata Residence dengan jumlah 250 unit pada tower Borneo,
dengan tingkat kepercayaan 80% didapatkan jumlah sampel :
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Timbulan Limbah Padat Apartemen
Kebanyakan penghuni Apartemen Gardenia Boulevard tidak membuang limbah padat
mereka setiap hari, melainkan setiap 2-3 hari sekali. Hal ini dikarenakan limbah padat yang
dihasilkan per harinya tidak terlalu banyak, sehingga limbah padat tersebut diakumulasikan
untuk keesokan harinya. Lain halnya dengan Apartemen Kalibata Residence, pembuangan
limbah padat sebagian besar dilakukan rutin setiap hari. Tabel berikut merupakan rata-rata
timbulan yang dihasilkan di kedua apartemen beserta perbandingan dengan literatur dan
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan pada landed house.
Tabel 1. Perbandingan Apartemen Gardenia Boulevard dan Apartemen Kalibata Residence
Sumber Limbah Padat Rata-Rata Timbulan
(kg/org/hari)
Literatur landed house*
(kg/org/hari)
Rata-Rata Timbulan
(L/org/hari)
Literatur Standar SNI 3242:2008**
(L/org/hari)
Gardenia Boulevard 0,226 ± 0,06 0,276 2,746 ± 0,42 2,5
Kalibata Residence 0,342 ± 0,08 0,276 2,687 ± 0,43 2,5
*Ramandhani (2011)
**SNI 3242:2008
Sumber: Hasil Olahan (2013)
Berdasarkan SNI 3242:2008 tentang Pengelolaan Sampah di Pemukiman, standar
timbulan rumah permanen yaitu sebesar 2,5 L/orang/hari (Tabel 1). Dari perbandingan berat
diketahui bahwa hasil penelitian pada apartemen Gardenia Boulevard dan Kalibata Residence
melebihi standar timbulan SNI yang ditetapkan. Selain itu, jika dibandingkan dengan
penelitian yang telah dilakukan pada landed house (Ramandhani, 2011) dimana timbulan
untuk perumahan menengah adalah sebesar 0,276 kg/orang/hari, timbulan rata-rata yang
€
n =364
1+ 364(0,1)2
= 23 sampel
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 8
dihasilkan Apartemen Kalibata Residence dan Apartemen Gardenia Boulevard dapat
dianggap setara dengan literatur.
Dari tabel tersebut terlihat selisih rata-rata timbulan limbah padat yang cukup
signifikan antara kedua apartemen tersebut. Beberapa faktor yang menyebabkannya tersaji
dalam tabel berikut.
Tabel 2. Perbandingan Apartemen Gardenia Boulevard dan Apartemen Kalibata Residence
Faktor Kalibata Residence Gardenia Boulevard
Jenis Apartemen Bersubsidi Apartemen Komersil
Lokasi Terletak di daerah Kalibata, dekat dengan stasiun Kalibata, akses transportasi mudah
Terletak di daerah Pejaten, strategis terutama untuk para pekerja karena dekat dengan daerah bisnis dan komersil
Fasilitas City forest, children playground, taman, mesjid dan tempat ibadah
Taman, putting golf, lapangan tnnis, kolam renang, jogging track, gymnasium, dan juga lapangan badminton.
Harga/m2* ± Rp 10.000.000,00 ± Rp 13.500.000,00
*data sekunder
Sumber: Hasil Olahan (2013)
Dari tabel tersebut dapat dianalisis tingkat perekonomian penghuni di Apartemen
Gardenia Boulevard lebih tinggi dibanding Apartemen Kalibata Residence. Daya beli
penghuni di apartemen Gardenia Boulevard cenderung lebih tinggi, hal ini dapat terlihat dari
fasilitas yang diberikan dan juga lokasi apartemen yang strategis sehingga harga unit
huniannya pun menjadi lebih mahal. Selain itu, berdasarkan data kuisioner didapat bahwa
sebagian besar penghuni terdiri dari pekerja, pasangan muda dan juga kaum professional yang
hanya tinggal sementara di Apartemen Gardenia Boulevard.
Faktor pekerjaan dapat berpengaruh terhadap timbulan limbah padat yang dihasilkan.
Semakin lama waktu yang dihabiskan penghuni di dalam rumah maka semakin banyak pula
limbah padat yang dihasilkan. Becker (1996) dalam Febrero & Schwartz (2000) menjelaskan
teori alokasi waktu dengan perbedaan kegiatan yaitu bahwa total waktu dibedakan atas waktu
produktif yang digunakan untuk bekerja di luar rumah (productive working time) dan waktu
produktif untuk melakukan aktivitas di dalam rumah (work at home or not work). Apabila
dikaitkan dengan timbulan limbah padat, maka penggunaan waktu produktif di luar rumah
dapat mempengaruhi timbulan limbah padat yang dihasilkan. Dengan kata lain hal ini
menyebabkan timbulan limbah padat yang dihasilkan Apartemen Gardenia Boulevard
menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan apartemen Kalibata Residence yang mana para
penghuninya sebagian besar terdiri dari keluarga kecil yang sering menghabiskan waktu di
dalam rumah.
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 9
Komposisi Limbah Padat Apartemen
Hasil pengukuran komposisi limbah padat diperlukan untuk menentukan upaya
pengelolaan yang paling efektif dan efisien dalam mengatasi timbulan limbah padat yang
dihasilkan di masing-masing apartemen. Komposisi limbah padat yang diteliti terbagi menjadi
8 komponen, yaitu organik, plastik, kertas, logam, kaca, kayu, tekstil, karet, dan lain-lain.
Dari 8 komponen tersebut, dipisahkan lagi menjadi beberapa bagian kecil.
Berikut merupakan perbandingan komposisi limbah padat keseluruhan yang terdapat
pada Apartemen Gardenia Boulevard dan Apartemen Kalibata Residence.
Tabel 2. Perbandingan Komposisi Limbah Padat Apartemen Gardenia Boulevard dan Apartemen Kalibata Residence
Komposisi Gardenia Boulevard Kalibata Residence
Berat (kg) Persentase (%) Berat (kg) Persentase (%)
Organik 6,760 51,7 14,316 68,0
Plastik 1,801 13,8 1,534 7,3
Kertas 1,034 7,9 1,246 5,0
Kaca 1,105 8,4 0,326 1,5
Logam 0,156 1,2 0,254 1,2
Kayu 0,016 0,1 0,037 0,2
Tekstil 0,062 0,5 0,071 0,3
Lain-lain 2,152 16,5 3,256 16,4
Sumber: Hasil Olahan (2013)
Dari tabel 2 di atas terlihat komposisi limbah padat untuk masing-masing apartemen.
Presentase limbah padat organik di kedua apartemen dominan diantara komposisi limbah
padat lainnya, hal ini dikarenakan makanan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi
oleh setiap orang. Untuk komposisi limbah padat organik, Apartemen Kalibata Residence
memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan Apartemen Gardenia Boulevard.
Pada posisi kedua, komponen limbah padat yang mendominasi di kedua apartemen
adalah plastik. Dalam hal ini, persentase plastik pada apartemen Gardenia Boulevardlah yang
lebih besar. Nilai ini terkait pula dengan profesi dan gaya hidup para penghuni. Berdasarkan
hasil survei kuisioner dan penelitian serta pengamatan di lapangan, para penghuni di
Apartemen Gardenia Boulevard cenderung bergaya hidup praktis dimana dibuktikan dengan
cukup banyak kemasan makanan instan. Terdapat perbedaan pada urutan posisi komposisi
yang dihasilkan kedua apartemen. Pada Apartemen Gardenia Boulevard posisi ketiga
ditempati oleh kaca, sedangkan pada Apartemen Kalibata Residence posisi ketiga ditempati
oleh kertas. Komponen lain-lain di kedua apartemen cukup signifikan, dimana komposisi
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 10
terbanyak dari lain-lain adalah pampers yang umumnya sangat mudah menyerap air sehingga
kandungan airnya tinggi dan menambah bobot sampah.
Tchobanoglous (1993) dalam Integrated Solid Waste Management menyebutkan
salah satu faktor pengaruh variasi komposisi yang dihasilkan adalah kondisi ekonomi.
Kondisi ekonomi yang berbeda akan menghasilkan limbah padat dengan komposisi yang
berbeda pula. Semakin tinggi tingkat ekonomi suatu masyarakat, produksi limbah padat
anorganik seperti plastik, kertas, kaca, dan kaleng cenderung tinggi. Hal ini terlihat pada tabel
2 dimana komposisi nonorganik pada Apartemen Gardenia Boulevard mencapai 50% dari
total komposisi limbah padat yang dihasilkan.
Analisis Potensi EPR Kemasan di Apartemen
Berdasarkan penelitian dan pengolahan data yang dilakukan, didapatkan data
penggunaan kemasan yang terdiri dari kemasan primer, sekunder, dan tersier di kedua
apartemen. Berikut hasil penelitian limbah padat kemasan yang dilakukan di kedua
apartemen.
Tabel 3. Perbandingan Rata-rata Timbulan Sampah Kemasan di kedua Apartemen
Rata-rata Timbulan Kemasan (kg/hari) Primer Sekunder Tersier
Gardenia Boulevard 3,472 0,275 0,269
Kalibata Residence 2,699 0,183 0,056
Sumber: Hasil Olahan (2013)
Terlihat pada tabel 3 bahwa total rata-rata limbah padat kemasan (primer, sekunder,
dan tersier) yang dihasilkan di Apartemen Gardenia Boulevard mencapai 4,017 kg/hari, atau
sebesar 63,5% dari total rata-rata limbah padat anorganik yang dihasilkan setiap harinya.
Begitu pula dengan apartemen Kalibata Residence, total rata-rata limbah padat kemasan
(primer, sekunder, dan tersier) yang dihasilkan cukup banyak yaitu 2,939 kg/hari atau sebesar
43,7% dari total rata-rata limbah padat anorganik yang dihasilkan setiap harinya. Sebesar
86,5% limbah padat kemasan yang dihasilkan di apartemen Gardenia Boulevard berupa
kemasan primer, dimana jenis kemasan tersebutlah yang secara langsung mengemas produk.
Hal serupa juga terjadi pada Apartemen Kalibata Residence, dimana kemasan primer
mendominasi komposisi limbah padat kemasan yaitu sebesar 91,9%. Angka ini cukup besar
dan tentunya apabila diolah dengan baik sangat berpotensi untuk mengurangi timbulan limbah
padat yang dibawa ke TPST Bantar Gebang.
Gambar berikut merupakan komposisi limbah padat kemasan primer yang
dihasilkan di Apartemen Gardenia Boulevard.
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 11
Gambar 1. Total Komposisi Jenis Limbah Padat Kemasan di Apartemen Gardenia Boulevard
Sumber: Hasil Olahan (2013)
Sedangkan untuk limbah padat kemasan di Apartemen Kalibata Residence tertuang
dalam gambar berikut.
Gambar 2. Total Komposisi Jenis Limbah Padat Kemasan di Apartemen Kalibata Residence
Sumber: Hasil Olahan (2013)
Dari Gambar 1 dan Gambar 2 terlihat bahwa kemasan plastik mendominasi di kedua
apartemen. Lebih dari 50% dari persentase keseluruhan kemasan primer ini didominasi oleh
komponen plastik. Sulchan (2007) menyebutkan bahwa penggunaan kemasan plastik sudah
mendominasi industri makanan (mengemas, menyimpan dan membungkus makanan) di
Indonesia yaitu sebesar 80%.
Selain kemasan plastik, komponen kemasan terbesar selanjutnya berasal dari kertas
dan kaca. Sebagian besar kemasan yang terbuat dari kertas adalah dupleks, yang sering
digunakan sebagai wadah nasi kotakan maupun makanan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar dimana persentase kertas menempati posisi kedua terbesar pada komposisi limbah
padat kemasan primer di apartemen Kalibata Residence. Lain halnya dengan Apartemen
51.9%
7.0%
31.7%
4.7% 0.5% 1.8% 2.4%
plastik
kertas
kaca
logam
kayu
kain
lain-lain
53.9% 29.2%
8.2%
4.8% 0.1% 0.0% 3.8%
plastik
kertas
kaca
logam
kayu
kain
lain-lain
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 12
Gardenia Boulevard yang mana posisi kedua kemasan primer komponen limbah padat
terbesarnya berupa botol kaca.
Disamping itu, penggunaan styrofoam juga masih banyak dijumpai. Penggunaan
styrofoam sangat luas terutama sebagai kemasan mie instan dan kemasan makanan siap saji.
Berdasarkan penelitian dan pengamatan dilapangan didapat bahwa jumlah kemasan styrofoam
cukup banyak, namun karena massa jenis styrofoam yang kecil sehingga berat yang didapat
tidak begitu besar.
Dengan persentase jumlah limbah padat kemasan primer yang sangat tinggi ini
apabila dilakukan penanganan secara sistematis dapat mengurangi timbulan dan volume
limbah padat yang dibawa ke TPA secara signifikan. Berikut persen faktor pemulihan yang
didasarkan pada asumsi yang digunakan oleh Tchobanoglous dkk (2002) dimana pemilahan
sampah dilakukan dari sumbernya sehingga material sampah tidak rusak akibat bercampurnya
sampah kering dengan sampah basah.
Tabel 4. Faktor Pemulihan Limbah Padat
Material Persentase Pemulihan
Rentang Tipikal
Kertas campuran 40-60 50
Cardboard 25-40 30
HDPE 70-90 80
PET 70-90 80
Plastik campuran 30-70 50
Kaca 50-80 65
Kaleng 70-85 80
Alumunium 85-95 90 Sumber: Tchobanoglous dkk (2002)
Berdasarkan faktor pemulihan tersebut kemudian dihitung laju reduksi dan residu
sampah kemasan di kedua apartemen. Laju reduksi merupakan banyaknya sampah kemasan
yang dapat dikurangi dengan cara melakukan pemanfaatan kembali dan daur ulang. Laju
reduksi didapat dengan mengalikan setiap komposisi sampah kemasan dengan persen
pemulihan tipikal, sedangkan residu sampah didapatkan dengan mengurangi timbulan awal
masing-masing komposisi dengan laju reduksi masing-masing komposisi. Kemudian hasilnya
dipersentasekan pada tabel 5.
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 13
67% 95%
33% 5%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Gardenia Boulevard Kalibata Residence
Tidak
Ya
Gambar 3. Persentase Kebersediaan Penghuni untuk Memilah
Tabel 5. Persentase Laju Reduksi dan Residu Sampah dikedua Apartemen
Sumber: Hasil Olahan (2013)
Rekomendasi Penerapan EPR Kemasan di Apartemen
Melihat komposisi limbah padat kemasan yang dihasilkan di kedua apartemen, dapat
digolongkan komponen kemasan yang berpotensi besar untuk dikembalikan ke produsen
untuk dapat didaur ulang, diantaranya : botol plastik, botol kaca, wadah dan pembungkus dari
kertas, serta wadah dan pembungkus dari plastik. Berikut tiga buah rekomendasi skenario
yang dapat diberikan sebagai salah satu opsi penerapan EPR kemasan di apartemen.
1. Melakukan penarikan kembali produk dan/atau kemasan yang habis masa pakainya
dan dikelola melalui cara reuse dan recycle.
Seluruh mekanisme ini dapat dilaksanakan sendiri oleh produsen/perusahaan
dan bekerjasama dengan pihak pengelola apartemen. Kunci dari skenario ini terletak
pada proses pengumpulan limbah padat kemasan. Berdasarkan data sekunder yang
diperoleh melalui kuisioner, didapat bahwa sebagian besar penghuni bersedia untuk
memilah limbah padat organik dan anorganik yang mereka hasilkan, apabila terdapat
peraturan khusus dan ketat yang diterapkan di apartemen. Berikut persentase
kebersediaan penghuni untuk melakukan pemilahan di kedua apartemen.
Sumber: Hasil Olahan (2013)
Presentase (%)
Laju Reduksi (kg/hari) Residu Sampah (kg/hari)
Gardenia Boulevard 55,2 44,8
Kalibata Residence 50,2 49,9
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 14
Melihat tingginya animo penghuni untuk memilah limbah padat yang mereka
hasilkan, maka disarankan untuk meletakkan sebuah wadah khusus kemasan secara
komunal (dropping point) berupa tong dengan ukuran 120 L, dimana ukuran wadah
tersebut disesuikan berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap banyaknya limbah
padat kemasan di apartemen, yang diletakkan di setiap lantai apartemen dan juga
tempat-tempat umum di sekeliling apartemen, sehingga para penghuni dapat
memisahkan dan membuang limbah padat kemasan mereka ke dalam wadah tersebut.
Wadah tersebut direncanakan untuk menampung limbah padat kemasan
selama 3 hari untuk selanjutnya diangkut ke TPS (Rabu dan Sabtu). Untuk teknis
pengangkutan, petugas kebersihan mengangkut limbah padat kemasan dari tong yang
disediakan di masing-masing lantai dengan menggunakan sulo beroda ke TPS setelah
pengangkutan limbah padat rumah tangga dilakukan, hal ini dimaksudkan agar tidak
terjadi pencampuran limbah padat rumah tangga pada sulo beroda yang akan
membawa limbah padat kemasan ke TPS.
Limbah padat kemasan yang terkumpul kemudian diserahkan kembali kepada
produsen. Produsen dapat mendaur ulang limbah padat kemasan tersebut secara reuse,
direct recycling maupun indirect recycling (Damanhuri, 2010) sebagai bahan baku
kemasan maupun memanfaatkannya menjadi bentuk lain. Dalam hal ini, pihak
produsen lah (secara individu maupun kelompok) yang menyediakan fasilitas dan
sumber daya manusia yang bekerja untuk memindahkan dan mengangkut limbah
padat kemasan kembali ke pabrik untuk diolah. Peran pengelola apartemen hanya
sebatas menyediakan petugas kebersihan untuk mengumpulkan limbah padat kemasan
di setiap lantai apartemen.
Selain itu para produsen juga dapat melakukan evaluasi dan manajemen
ulang pada proses produksi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengevaluasi bahan baku
produk dan kemasan dan menukarnya dengan bahan-bahan yang lebih ramah
lingkungan, seperti kemasan bioplastik. Cara ini biasanya menggunakan berbagai
analisis seperti Life Cycle Analysis (LCA) yang dapat membantu meningkatkan
penerimaan program dan optimasi sebuah produk lingkungan. Berikut diagram alir
pengelolaan kemasan untuk skenario pertama yang disajikan dalam Gambar 4.
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 15
Gambar 4. Diagram Alir Skenario Ke-1 Pengelolaan Kemasan Sumber: Hasil Olahan (2013)
2. Mendelegasikan tanggung jawab tersebut ke pihak ketiga, dimana pihak ketiga
tersebut dibayar untuk mengumpulkan dan mengelola produk dan/atau kemasan
mereka.
Dalam skenario ini produsen dapat menggunakan pihak ketiga untuk
mengumpulkan limbah padat yang dihasilkan. Produsen dapat secara individu ataupun
berkelompok dengan produsen lain untuk menunjuk pihak ketiga yang akan mengelola
limbah padat mereka. Dalam hal ini pihak ketiga dapat memilah limbah padat yang
dihasilkan di TPS yang tersedia di apartemen. Dengan kata lain penghuni tidak secara
langsung memilah limbah padat kemasan mereka.
Pihak ketiga yang dimaksud dapat berupa perusahaan yang khusus mengelola
limbah padat kemasan maupun organisasi untuk melaksanakan aktivitas daur-ulang
atas nama produsen. Diperlukan pula kerjasama dengan pihak pengelola apartemen
untuk perizinan petugas yang akan memilah limbah padat kemasan penghuni di TPS.
Untuk mekanisme pelaksanaannya para penghuni membuang limbah padat mereka
seperti biasa (tanpa adanya pemilahan di sumber), kemudian limbah padat yang telah
terkumpul di TPS dipilah oleh petugas dan selanjutnya dibawa ke tempat pemrosesan
Dropping Point Disposal
Bahan Baku
Produsen
Distributor
Konsumen Proses Daur Ulang dan
Pengembalian Produk oleh
Produsen Pemilahan oleh
konsumen
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 16
untuk diolah sedemikian rupa sehingga bernilai jual. Seluruh kegiatan pengumpulan,
pemilahan, pengangkutan, dan pengolahan dilakukan dan difasilitasi oleh pihak ketiga.
Dalam hal ini penghuni tidak secara langsung berperan dalam melakukan pemilahan,
namun dalam biaya kebersihan yang tentunya meningkat dari biaya sebelumnya.
Berikut diagram alir skenario ke-2 dengan perusahaan pengelola sampah.
Gambar 5. Diagram Alir Skenario Ke-2 Pengelolaan Kemasan dengan
Keterlibatan Perusahaan Pengolah Sampah Sumber: Hasil Olahan (2013)
Selain itu pihak ketiga juga dapat berupa bank sampah. Produsen berperan
dalam membentuk dan mendanai seluruh biaya operasional bank sampah. Bank
sampah yang direncanakan dapat melakukan kegiatannya di sekitar TPS yang tersedia
di apartemen. Dalam skenario ini bank sampah dapat berperan sebagai dropping point,
yaitu tempat dimana penghuni dapat mengembalikan sampah dari produk dan/ atau
kemasan yang layak daur ulang, guna ulang, dan/ atau layak jual yang dikenai
ketentuan EPR. Nilai ekonomi dari sampah yang ditabung di bank sampah merupakan
insentif bagi penghuni agar mereka mau memilah dan mengupulkan sampah. Dengan
memanfaatkan bank sampah, tentunya dapat memudahkan pihak produsen karena
tidak perlu membangun dropping point yang baru.
Bahan Baku
Produsen
Distributor
Konsumen
Perusahan Pengolah Sampah Disposal
TPS
Proses Daur Ulang dan Pengembalian
Produk oleh Perusahaan
Pengolah Sampah
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 17
Untuk mekanisme pelaksanaannya penghuni mengumpulkan limbah padat
kemasan yang layak dan secara langsung meletakkannya ke bank sampah yang
tersedia.Berikut diagram alir pengelolaan limbah padat kemasan untuk skenario ke-2
dengan bank sampah.
Gambar 6. Diagram Alir Skenario Ke-2 Pengelolaan Kemasan dengan Keterlibatan Bank Sampah
Sumber: Hasil Olahan (2013)
3. Memanfaatkan lapak disekitar objek untuk selanjutnya disalurkan ke pabrik daur
ulang.
Pada skenario ini pihak pengelola apartemen bekerja sama dengan pihak
produsen dalam memfasilitasi dan memberdayakan petugas untuk mengumpulkan dan
memilah limbah padat yang dihasilkan dan juga untuk mengangkut limbah padat
kemasan yang telah terpilah ke lapak yang berada di sekitar lokasi apartemen.
Skenario ini cocok untuk diterapkan di Apartemen Kalibata Residence dimana dalam
pengelolaan limbah padat eksistingnya pihak apartemen sudah terbiasa menjual
sampah mereka ke lapak yang berada di sekitar apartemen. Dengan diterapkannya
skenario ini, tanggung jawab pihak apartemen tentunya akan lebih ringan karena
adanya bantuan dari pihak produsen dalam hal fasilitas dan pemberdayaan petugas
Produsen
Bahan Baku
Konsumen
Distributor
Pemilahan oleh Konsumen
Bank Sampah Disposal
Proses Daur Ulang dan Pengangkutan
Produk Oleh Produsen
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 18
Gambar 7. Diagram Alir Skenario Ke-3 Pengelolaan Kemasan
pemilah. Sampah kemasan dari lapak kemudian dapat ditarik kembali oleh produsen
untuk didaur ulang.
Sumber: Hasil Olahan (2013)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengukuran dan pengolahan terhadap sampel limbah padat di
Apartemen Gardenia Boulevard dan Apartemen Kalibata Residence selama, dapat diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Jumlah rata-rata timbulan limbah padat yang dihasilkan Apartemen Gardenia
Boulevard adalah sebesar 0,226 kg/orang/hari dengan rata-rata volume sebesar 2,746
L/orang/hari. Sedangkan jumlahrata-rata timbulan limbah padat yang dihasilkan
Apartemen Kalibata Residence adalah sebesar 0,342 kg/orang/hari dengan rata-rata
volume sebesar 2,687 L/orang/hari. Apabila dibandingkan dengan standar SNI
3242:2008, dimana rata-rata timbulan sebesar 2,5 L/orang/hari maka rata-rata
timbulan yang dihasilkan dikedua apartemen dapat dianggap serupa.
2. Persentase komposisi limbah padat yang dihasilkan di Apartemen Gardenia Boulevard
dan Apartemen Kalibata Recidence terdiri dari: Organik (51,7% ; 68,0%), Plastik
Bahan Baku
Produsen
Distributor
Lapak Disposal
Proses Daur Ulang dan Pengangkutan Produk Oleh Pihak
Produsen
TPS (Pemilahan Oleh
Pihak Apartemen)
Konsumen
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 19
(13,8% ; 7,3%), Kertas (7,9% ; 5,0%), Kaca (8,4% ; 1,5%), Logam (1,2% ; 1,2%),
Kayu (0,1% ; 0,2%) dan Lain-lain (16,4% ; 16,4%).
3. Potensi Perluasan Tanggung Jawab Produsenlimbah padat kemasan primer yang
dihasilkan Apartemen Gardenia Boulevard dan Apartemen Kalibata Residencedalam
mengurangi timbulan limbah padat anorganik yang dibawa ke TPST Bantar Gebang
secara berurutan yaitu sebesar 55,2% dan 50,2%.
4. Terdapat 3 skenario pengelolaan yang diberikan. Skenario dengan melakukan
penarikan kembali produk dan/atau kemasan yang habis masa pakainya dan kemudian
dikelola melalui cara reuse dan recycle oleh produsen merupakan skenario yang
dianggap cocok untuk diterapkan di Apartemen Gardenia Boulevard, karena belum
memiliki pengelolaan sampah yang baik. Sedangkan skenario pengelolaan limbah
padat kemasan yang cocok diterapkan di Apartemen Kalibata Residence adalah
skenario ketiga dengan memanfaatkan lapak disekitar objek untuk selanjutnya
disalurkan ke pabrik daur ulang, dimana disekitar lokasi apartemen terdapat sebuah
lapak yang biasanya menerima limbah padat anorganik Apartemen Kalibata Residence
yang layak jual.
SARAN
Terdapat beberapa hal yang perlu diupayakan berhubungan dengan sistem
pengelolaan dan pengolahan limbah padat pada Apartemen Gardenia Boulevard dan
Apartemen Kalibata Residence :
1. Mengadakan kegiatan sosialisasi kepada penghuni, pegawai dan petugas kebersihan
mengenai sistem pengelolaan dan pengolahan limbah padat kemasan yang diterapkan
di kedua apartemen sejak dari pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengolahan,
dan pengangkutan.
2. Melakukan pencerdasan dan pelatihan kepada para petugas kebersihan dalam
memilah limbah padat kemasan yang berpotensi untuk diolah.
3. Membuat pembagian tugas dan jadwal yang jelas kepada petugas kebersihan yang
berperan sebagai staf bank sampah.
KEPUSTAKAAN
Astawan, M. (2007). Fungsi Kemasan.http://www.puslitbang.com. Dipetik:Oktober 30, 2012.
Badan Pusat Statistik. Sensus Penduduk 2012. Jakarta
Becker, G. (1995). The Economic Way of Looking at Behavior. Dalam R. Febrero
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 20
dan P. Schwartz. (2000). The Essence of Becker. Standford University,
California: Hoover institution Press.
Damanhuri, E. (2004). Diktat Pengelolaan Sampah. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Fishbein. (2000). Current Status of Extended Producer Responsibility Legislation adn Effects
on Product Design. (hal. 1-8). Miami: Ann Arbor.
Husein, U. (2004). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Miltz, J. (1992). Food Packaging. In D. Heldman, & D. Lund, Handbook of Food
Engineering (pp. 847-915). New York: Mercel Dekker.
Nako, T., Lindhqvist, T., & Davis, G. (2001). EPR Programme Implementation: Institutional
and Structural Factors. OECD Seminar on Extended Producer Responsibility, EPR:
Programme Implementation and Assessment (p. 46). Paris: Organisation for Economic
Co-operation and Development.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan
Reduce, Reuse, dan Recycle melalui Bank Sampah.
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Rafianti. (2010). Ketika Pengelolaan Sampah Dibebankan Kepada Sang Produsen. Riau:
Riau Pos.
Ramandhani, Tri A. (2011). Analisis Timbulan dan Komposisi Sampah Rumah Tangga di
Kelurahan Mekar Jaya (Depok) Dihubungkan dengan Tingkat Pendapatan-
Pendidikan_Pengetahuan-Sikap-Perilaku Masyarakat. Skripsi Teknik Lingkungan
FTUI.
Standar Nasional Indonesia 19-3964-1994 mengenai Metode Pengambilan dan Pengukuran
Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan.
Smith, S. (2005). Analiytical Framework for Evaluating the Cost and Benefits of Extended
Producer Responsibilit Programmes. Paris: Organisation for Economic Co-operation
and Developement.
Tchobanoglous, G., Theisen, H., &Vigil S, A. (1993). Integrated Solid Waste Management.
Singapore: McGraw-HIll.
Tchobanoglous, G. Theisen, H., & Vigil S, A. (2002). Handbook of Solid Waste
Management. New York: Mc.Graw-Hill.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Analisis potensi..., Nurhayati Caesaria, FT UI, 2013