Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
65
Analisis Perilaku Dinamik Struktur Gedung Perkantoran Empat Lantai Di Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap Beban Gempa SNI 1726:2019
Samuel Steviano Pait1,a, M. Afif Shulhan2, Dewi Sulistyorini3 1,2,3Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Unversitas Sarjanawiyata Tamansiswa,
Yogyakarta [email protected]
Abstrak
Kantor adalah sebuah bangunan atau gedung sebagai tempat kerja untuk urusan
kepemerintahan atau perusahaan dan bersosialisasi yang menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi
orang-orang yang menggunakannya. Hal penting yang mempengaruhi keamanan dan kenyamanan
tersebut yakni yang tersedia untuk menahan beban akibar gempa.
Salah satu gedung empat lantai yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk
berdasarkan sistem rangka ruang yang diasumsikan berada pada tanah sedang (SD) dan dianalisis
berdasarkan Sistem Rangka Beton Bertulang Pemikul Momen Khususm (SRPMK). Dengan mutu
beton,fy = 25 MPa, mutu baja tulangan polos, fy = 240 MPa untuk diameter ≤ 12 mm dan mutu baja
tulangan ulir, fy = 400 MPa untuk diameter >12 mm. Pembebanan yang digunakan mengacu pada
SNI 1727:2010 untuk standar ketahanan gempa mengacu pada SNI:1726:2019, dan kapasitas elemen
struktur beton mengacu pada SNI 2847:2019.
Berdasarkan hasil analisis respon dinamik diperoleh persyaratan gerak ragam yang sudah
sesuai dengan mode 1 menunjukan gerak translasi arah Y adalah 55,47%, mode 2 menunjukkan
gerakan translasi arah X yaitu 57,55% dan mode 3 menunjukan gerakan struktur dalam rotasi yaitu
49,98%. Gaya geser dasar dinamik, Vtx 3090,856157 KN dan Vty 2892,928284 KN yang telah
memenuhi hampir mencapai 100%. Arah gempa yang diterapkan berupa arah orthogonal dengan nilai
factor redunansi (ρ) sebesar 1,3. Simpangan antara tingkat tidak ada yang melebihi batas izin. Efek
P-Delta dari struktur menyimpulkan bahwa struktur tetap stabil.
Kata kunci : Sistem Rangka, Respon Dinamik, Gerak Ragam
Pendahuluan
Latar Belakang
Gedung perkantoran yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta akan digunakan sebagai
tempat kerja tentunya dalam kepengurusan daerah. Di kantor tersebut nantinya akan ada berbagai
aktifitas atau kegiatan yang menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi orang-orang yang berada
dalam gedung tersebut agar segala urusan yang berkaitan dengan kegiatan kerja menjadi lancar. Hal
inilah yang menjadi alasan bahwa Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta membangun ulang
gedung perkantoran empat lantai.
Gedung ini nantinya akan direncanakan setiap lantainya akan berbeda sesuai fungsi dan
kegunaannya. Untuk lantai basement digunakan sebagai tempat parkir, lantai 1 digunakan sebagai
perkantoran, lantai 2 perkantoran, lantai 3 perkantoran, lantai 4 perkantoran, dan untuk konstruksi
atapnya menggunakan rangka baja dan untuk penutupnya menggunakan atap genteng beton.
Berdasarkan fungsi bangunan tersebut, struktur bangunan harus mampu menerima beban –
beban yang bekerja pada gedung atau struktur tersebut akibat berat sendiri dan beban layanan yang
berupa beban mati tambahan, beban hidup yang diasumsikan ada selama pemanfaatan atau
penggunaan normal bangunan gedung, beban – beban lingkungan yang diperkirakan akan terjadi
selama umur layan yang ditetapkan, serta gaya dan pengaruh regangan sendiri.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang rawan dari bahaya gempa.
Perencanaan struktur bangunan di daerah rawan gempa seperti Yogyakarta harus mengikuti peraturan
– peraturan yang ditetapkan pemerintah. Dalam beberapa bulan yang lalu, pemerintah telah
menerbitkan peraturan terbaru tentang SNI 1726:2019 tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk
66
struktur bangunan gedung dan non gedung. Peraturan ini tidak begitu asing lagi diantara kalangan
praktisi/perencana namun dibutuhkan pemahaman secara mendalam agar dapat diterapkan dalam
perancangan struktur bangunan, karena praktisi/perencana struktur bangunan sudah terbiasa
menggunakan peraturan yang lama.
Analisis ini akan menggunakan studi kasus pada bangunan gedung perkantoran empat lantai
yang berada di DI Yogyakarta terhadap beban gempa sesuai SNI 1726:2019. Sehingga dengan adanya
analisis ini akan memberikan pemahaman tetang penerapan SNI 1726:2019 secara benar.
Tujuan penelitian
Tujuan dari analisis adalah untuk mengetahui performa dinamik struktur gedung yang ditinjau
dimana analisis dilakukan dengan melakukan pengecekan pengaruh gempa.
Tinjauan pustaka
Yoseph Sirilus Ratu Hurint (2019) meneliti tentang “Analisis Struktur Gedung DPD PDI
Perjuangan Yogyakarta Terhadap Beban Gempa RSNI 1726:201X” .Tugas akhir ini bertujuan untuk
mengetahui Bagaimana performa dinamik struktur gedung DPD PDI Perjuangan Yogyakarta
terhadap beban gempa RSNI 1726:201X serta pengaruh beban gempa RSNI 1726:201X terhadap
syarat kapasitas momen komponen struktur bangunan gedung.
Gedung DPD PDI Perjuangan Yogyakarta dibentuk berdasarkan sistem rangka ruang yang
diasumsikan berada pada tanah sedang (SD) dan dianalisis berdasarkan Sistem Rangka Beton
Bertulang Pemikul Momen Khususm (SRPMK). Dengan mutu beton,fy = 25 MPa, mutu baja
tulangan polos, fy = 270 MPa untuk diameter ≤ 10 mm dan mutu baja tulangan ulir, fy = 400 Mpa
untuk diameter >10 mm. Pembebanan yang digunakan mengacu pada PPURG 1983 dan SNI
1726:2013, untuk standar ketahanan gempa mengacu pada RSNI:1726:201X, dan kapasitas elemen
struktur beton mengacu pada SNI 2847:2013.
Dari analisis respon dinamik diperoleh persyaratan gerak ragam yang sudah sesuai. Dengan mode 1
menunjukkan gerak translasi arah Y yaitu 39,1%, mode 2 menunjukkan gerak translasi arah X yaitu
44,66% dan mode 3 menunjukan gerak struktur dominan dalam rotasi yaitu 66,7%. Gaya geser dasar
dinamik, Vtx 2173,5765 kN dan Vty 2108,9949 kN yang telah memenuhi 100% geser dasar statik.
Arah gempa yang diterapkan berupa arah orthogonal dengan nilai faktor redundansi (ρ) sebesar 1,3.
Simpangan antar tingkat untuk arah y lantai 2 melebihi syarat batas simpangan dengan nilai story
drift 62,563 mm melebihi batas izin yakni 61,5385 mm. Efek P-Delta dari struktur menyimpulkan
bahwa struktur tetap stabil.
Hasil analisis kapasitas elemen struktur (ΦMn>Mu), untuk analisis kekuatan pelat dengan tulangan
terpasang dengan tipe pelat A1 dan B1 lantai dasar, A1 dan A2 lantai-1, A1 dan A2 lantai-2, C1, C2
dan C3 lantai-3, C2 lantai 3-mezanin, C2 lantai mezanin, dan D1 lantai atap, menunjukan nilai
kapasitas lebih kecil dari momen terfaktor, untuk analisis penulangan longitudinal balok struktur
dengan tipe B2, B3, B4 dan B5 menghasilkan kapasitas yang lebih kecil dari momen ultimit, dan
untuk analisis penulangan longitudinal kolom struktur dengan rasio tulangan terpasang kolom tipe
K1, K2 dan K3 berturut-turut 2,37 %, 1,18% dan 2,32%, diperoleh kapasitas penampang yang
melebihi beban terfaktor. Analisa kekuatan kolom struktur menunjukan bahwa prinsip Beam Sway
Mechanism atau biasa disebut dengan Strong Column Weak Biem memenuhi syatat desain
sebagaimana termuat dalam prosedur desain dengan Sistem Rangka Beton Bertulang Pemikul
Momen Khususm.
Yucha,dkk (2020) meneliti tentang perbandingan respon spektrum gempa antara SNI 1726-
2012 dan SNI 1726-2019 di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil provinsi yang
mengalami kenaikan respons spektrum sebanyak 11 provinsi yaitu, Medan, Jambi, Bengkulu,
Palembang, Bandar Lampung, Serang, Jakarta, Surabaya, Tanjung Pinang, Pontianak, dan
Banjarmasin. Provinsi yang mengalami penurunan respons spektrum sebanyak 23 provinsi yaitu,
Semarang, Banda Aceh, Pekanbaru, Padang, Pangkal Pinang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar,
Mataram, Kupang, Palang karaya, Tanjung Selor, Samarinda, Gorontalo, Mamuju, Makasar, Palu,
67
Kendari, Manado, Ambon, Sofifi, Manokwari, dan Jayapura. Rata-rata 11 provinsi yang mengalami
kenaikan 11%, dan rata-rata 23 provinsi yang mengalami penurunan 33%
Metode Penelitian
Metode pada penelitian ini adalah metode analisis yang dibantu dengan software ETABS. Analisis
dilakukan dengan cara pemodelan struktur gedung perkantoran empat lantai di Daerah Istimewa
Yogyakrta dari mulai kolom, balok, pelat lantai, struktur atap dan struktur gedung lainnya ke dalam
software. Setelah pemodelan selesai baru dilakukan analisis perilaku dinamik struktur dari hasil
output ETABS.
Prosedur Penelitian
Studi Literatur
Guna memahami konsep perancangan struktur tahan gempa, penulis membutuhkan
beberapa refrensi acuan berupa praturan yang telah disepakati yang dijadikan acuan dalam analisis
yaitu :
1. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung
(SNI 1726:2019).
2. Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung (SNI 2847:2019).
3. Beban minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur lain (SNI 1727:2020).
Deskripsi Umum
Pada analisis ini, akan dimodelkan gedung dengan panjang bentang arah x bangunan adalah
41,1 meter, dan lebar arah y sebesar 25,5 meter setinggi 17,56 meter ditambah 1,4 meter untuk tinggi
atap. Gedung ini dianalisis berdasarkan Sistem Rangka Beton Bertulang Pemikul Momen Khusus
sesuai dengan peraturan gempa SNI 1726:2019. Bangunan ini difungsikan sebagai perkantoran.
Direncanakan gedung ini nantinya memiliki fungsi yang berbeda untuk setiap lantai sesuai dengan
kegunaanya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Model Struktur Gedung
Lantai Tinggi tipikal (m) Fungsi
Basement -3,24 Tempat Parkir
Lantai dasar 0 Ruang kantor
Lantai satu 4,32 Ruang kantor
Lantai dua 8,64 Ruang kantor
Lantai tiga 12,96 Ruang kantor
Roof top 17,56 Atap bangunan
Berikut denah struktur yang dimodelkan dalam ETABS pada analisis ini :
Gambar 1. Tampilan 3D Portal Struktur
68
Perencanaan Pembebanan
Pembebanan dilakukan berdasarkan jenis beban yang diasumsikan bekerja pada struktur yaitu :
1. Beban mati menurut SNI 1727:2020 ditentukan berdasarkan berat bahan dan konstruksi yang
sebenarnya
2. Beban Hidup Layanan Beban hidup yang digunakan harus beban maksimum yang diharapkan
terjadi serta tidak boleh kurang dari SNI 1727:2020.
3. Beban tangga.
Hasil Pembahasan
Beban gempa
Analisis beban gempa yang digunakan adalah berdasarkan SNI 1726:2019 pembebanan
gempa untuk bangunan Sistem Rangka Beton Bertulang Pemikul Momen Khusus yang terletak di
Yogyakarta memiliki parameter seperti pada Tabel 2 berikut ini
Tabel 2. Parameter Respon Spektra
Pemanfaatan struktur Kantor
Kategori Risiko
Faktor keutamaan Ie II
klasifikasi situs
Percepatan Gempa MCER terpetakan untuk periode pendek SS 0,788121
Percepatan Gempa MCER terpetakan untuk periode 1 detik S1 0,388649
Faktor amplifikasi periode pendek FA 1,184752
Faktor amplifikasi periode 1 detik FV 1,911351
Percepatan pada periode pendek SMS 0,933728
Percepatan pada periode 1 detik SM1 0,742845
Percepatan desain pada periode pendek SDS 0,622485
Percepatan desain pada periode 1 detik SD1 0,49523
Parmeter periode
T0 0,159114
Ts 0,795569
I 1
TL 20
Parameter Rangka Beton Bertulang pemikul momen khsususm
Faktor koefisien modifikas R 8
Faktor kuat lebih sistem Ω0 3
Faktor pemebesaran defleksi Cd 5,5
Menggambar Respon Spektrum Desain
Kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu pada SNI 1726:2019
Pasal 6.4
Gambar 2. Grafik Respon Spektrum
69
Kombinasi pembebanan
Tabel 3. Kombinasi Pembebanan ρ = 1,3 dan SDS = 0,622585 g.
COMB KOEFISIEN BEBAN
DL SDL LL R LR EQX EQY
1 1,4 1,4
2 1,2 1,2 1,6 0,5
3 1,2 1,2 1,6 0,5
4 1,2 1,2 1 1,6
5 1,2 1,2 1,6 1,6
6 1,324 1,324 1 1,3 0,39
7 1,324 1,324 1 1,3 -0,39
8 1,324 1,324 1 -1,3 0,39
9 1,324 1,324 1 -1,3 -0,39
10 1,324 1,324 1 0,39 1,3
11 1,324 1,324 1 0,39 -1,3
12 1,324 1,324 1 -0,39 1,3
13 1,324 1,324 1 -0,39 -1,3
14 0,776 0,776 1,3 0,39
15 0,776 0,776 1,3 -0,39
16 0,776 0,776 -1,3 0,39
17 0,776 0,776 -1,3 -0,39
18 0,776 0,776 0,39 1,3
19 0,776 0,776 0,39 -1,3
20 0,776 0,776 -0,39 1,3
21 0,776 0,776 -0,39 -1,3
GRAFF 1,2 1,2 1
SERVICE 1 1 1
Pengecekan Perilaku Struktur Bangunan
Analisis Mode Ragam
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.9.1.1 pada Jumlah Ragam menyatakan bahwa analisis
harus dilakukan untuk menentukan ragam getar alami untuk struktur. Analisis harus menyertakan
jumlah ragam yang cukup untuk mendapatkan partisipasi massa ragam terkombinasi sebesar 100 %
dari massa struktur. Untuk mencapai ketentuan ini, untuk ragam satu badan kaku (single rigid body)
dengan periode 0,05 detik, diizinkan untuk mengambil semua ragam dengan periode di bawah 0,05
detik.
Tabel 4. Modal Participating Mass Ratios
Case Mode Period
UX UY RZ sec
Modal 1 0,85 0,0006 0,5547 0,0041
Modal 2 0,795 0,5755 0,0004 0,0055
Modal 3 0,682 0,0014 0,007 0,4998
Modal 4 0,534 0,0002 7,23E-06 0,0016
Modal 5 0,515 3,20E-06 0,0001 0,0006
Modal 6 0,37 0,0006 0,0001 0,0008
Modal 7 0,326 0,0004 0,1065 0,0037
Modal 8 0,302 0,0946 0,0008 0,0011
Modal 9 0,291 0,0003 0,0032 0,078
…. …. …. …. …. ….
Modal 136 0,026 2,52E-05 6,58E-07 0
Modal 137 0,026 0,001 0,0001 2,17E-06
Modal 138 0,026 1,69E-06 1,09E-06 0
70
Tabel 5. Modal Load Participation Ratio
Case Item Type Item Static Dynamic
% %
Modal Acceleration UX 100 94,29
Modal Acceleration UY 100 95,82
Modal Acceleration UZ 0 0
Dari hasil Tabel 5 dapat dilihat bahwa untuk analisis statik partisipasi massa sudah mencapai
100% di kedua arah orthogonal dan untuk analisis dinamik partisipasi massa telah mencapai lebih
dari 90%, hal ini sudah sesuai dengan persyaratan. Jika tidak tercapai tambahkan jumlah mode yang
berkontribusi.
Dari hasil Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada mode 1 nilai faktor translasi UY memberikan
angka yang paling besar/dominan yaitu 55,47% hal ini menunjukan bahwa gerak translasi arah Y
terjadi pada mode ini sesuai dengan animasi layar komputer. Pada mode 2 nilai faktor translasi UX
memberikan angka yang paling besar yaitu 57,55% hal ini menunjukan bahwa gerak translasi arah X
terjadi pada mode ini sesuai dengan animasi layar komputer. Pada mode 3 nilai RZ dominan yaitu
49,98% hal ini menunjukan bahwa pada mode ini gerak struktur sudah dominan dalam rotasi.
Persyaratan gerak ragam sudah sesuai.
Periode Fundamental
Periode fundamental pendekatan ( 𝑇𝑎) dalam detik harus ditentukan dari persamaan berikut :
𝑇𝑎 = 𝐶𝑡ℎ𝑛𝑥
Jadi 𝑇 untuk perhitungan koefisien respon seisimik yakni , sebesar 0,795 untuk 𝑇𝑥 dan 0,85 untuk 𝑇𝑦
karena nilai T yang didapatkan berada pada 𝑇−𝑚𝑎𝑥 dan 𝑇−𝑚𝑖𝑛
Faktor Respons Gempa
Karena pada penelitian ini nilai 𝐶𝑠 didapatkan berada pada nilai 𝐶𝑆−𝑚𝑎𝑘𝑠 dan 𝐶𝑆−𝑚𝑖𝑛 serta
nilai T yang diperoleh lebih kecil dari nilai 𝑇𝐿 maka digunakan nilai 𝐶𝑠 untuk perhitungan gaya geser
dasar seismik yakni, sebesar 0,0778 untuk 𝐶𝑠−𝑥 dan 0,0728 untuk 𝐶𝑠−𝑦.
Berat bangunan
Berat Sesimik Efektif merupakan berat total desain hasil penjumlahan dari beban mati struktur
+ beban mati tambahan + beban hidup yang tereduksi. Berat Seismik per-lantai dapat langsung kita
peroleh melalui program ETABS.
Tabel 6. Berat bangunan setiap tingkat
W(berat bangunan/lantai)
Story UX UY
kN kN
Puncak Atap 1400,00105 1400,00105
Roof Top 2417,387756 2417,387756
LT. 4 6587,022078 6587,022078
LT. 3 8128,282876 8128,282876
LT. 2 8794,1133 8794,1133
LT. 1 10811,58197 10811,58197
Base 1584,409414 1584,409414
TOTAL 39722,79844 39722,79844
Gaya deser dasar seisimik
Gaya geser dasar seismic, V, untuk aran pemebebanan
1. 𝑉𝑥 = 𝐶𝑠 × 𝑊 = 0,0779 × 39722,79844 = 3090,856157 kN
2. 𝑉𝑦 = 𝐶𝑠 × 𝑊 = 0,0728 × 39722,79844 = 2892,928284 kN
71
Pembebanan gempa dinamik respons spektra
Dari hasil ETABS diperoleh nilai gaya geser dasar nomonal yang didapat dari hasil analisis
ragam respons spektrum yang telah dilakukan (Vt) untuk arah x dan arah y sebagai berikut :
Tabel 7. Gaya Geser Dinamik Spektrum Awal dan Spektrum koreksi
Load
Case/Combo
FS-Awal FX FY Load Case
FS-Awal FX FY
Mm/s2 kN kN Mm/s2 kN kN
EQx Max 1225,831 1541,687 48,697 EQx Max 2459,279 3041,615 120,6117
EQy Max 1225,831 48,697 1444,307 EQy Max 2456,990 120,4997 2817,9895
Penskalaan gaya
Berdasarkan SNI 1726:201 pasal 7.9.1.4.1 kombinasi respons untuk gaya geser dasar hasil
analisis ragam (Vt) kurang dari 100% dari gaya geser (V) yang dihitung melalui metode statik
ekivalen, maka gaya tersebut harus dikalikan dengan V/Vt, dimana. V adalah gaya geser dasar statik
ekivalen yang dihitung sesuai pasal ini dan Pasal 7, dan Vt adalah gaya geser dasar yang dihitung
yang didapatkan dari hasil analisis kombinasi ragam.
Untuk perhitungan factor skala awal didapatkan 0,4985 arah x dan 0,4989 arah y. Dan untuk
factor koreksi 0,983 arah x dan 0,973 arah y.
Simpangan antar tingkat (∆a)
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.12.1.1 untuk sistem pemikul gaya seismik yang terdiri
dari hanya rangka momen pada struktur yang didesain untuk kategori desain seismik D, E, atau F,
simpangan antar tingkat desain (∆) tidak boleh melebihi ∆𝑎/𝜌 untuk semua tingkat. 𝜌 harus ditentukan
sesuai dengan pasal 7.3.4.2. Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.12.1 simpangan antar tingkat desain
(∆)
Gambar 3. Diagram Story Drift Gempa Arah X dan Y
Sistem struktur bangunan Perkantoran empat lantai di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan
Sistem Rangka Beton Bertulang Pemikul Momen Khususm (SRPMK) dengan kategori resiko II.
Untuk bangunan kategori resiko II, simpangan izin sebesar 0,020hsx dengan faktor redudansi ρ
sebesar 1,3. Dari gambar 3 di atas diketahui bahwa bahwa tidak ada simpangan antara lantai yang
melebihi batas izin arah x maupun arah y.
Pengecekan P-Delta
Berdasarkan SNI 1726:2020 pasal 7.8.7 menyatakan bahwa pengaruh P-delta pada geser
tingkat dan momen, gaya dan momen elemen struktur yang dihasilkan, dan simpangan antar tingkat
yang diakibatkannya tidak perlu diperhitungkan bila koefisien stabilitas (𝜃) seperti ditentukan oleh
persamaan berikut sama dengan atau kurang dari 0,10 ,θ =𝑃𝑥∆𝐼𝑒
𝑉𝑥ℎ𝑠𝑥𝐶𝑑, dan nilai stabilitas (𝜃) tidak
boleh melebihi θmax =0,5
𝛽×𝐶𝑑≤ 0,25
Pada analisis kontrol selanjutnya yaitu pengecekan kestabilan bangunan/efek P-Delta,
dibutuhkan nilai beban kumulatif gravity pada tiap lantai dengan faktor beban individu tidak melebihi
1,0. Oleh karena itu diambil kombinasi untuk pengecekan P-Delta adalah : CombP-delta = 1,0DL +
1,0LL. Dari Gambar 4 dan diketahui bahwa struktur mengalami kesetabilan.
72
Gambar 4. Diagram P-Delta Gempa Arah X dan Y
Eksentrisitas dan Torsi
Pengecekan eksentrisitas
Nilai pembesaran torsi tidak terduga Ax dan Ay, dicek saat struktur diberi torsi tidak terduga
sebesar 5%, dengan asumsi awal Ax dan Ay = 1, sesuai dengan SNI 1726:2019 pasal 7.8.4.2.
Berdasarkan Tabel 8 dapat disimpulkan bahwa struktur memerlukan pembesaran torsi tidak terduga
pada puncak atap, roof top, lantai satu dan dua untuk gempa arah x dan y. Pembesaran torsi tidak
terduga dapat diambil sebesar 5% dikalikan dengan faktor pembesaran torsi. Nilai ini kemudian
dijadikan sebagai eksentrisitas diafragma saat mendefinisikan beban gempa di ETABS.
Gambar 5. Pengecekan Pembesaran Torsi Tidak Terduga
Tabel 8. Pengecekan Ketidakberaturanan Torsi Spec-X Max dan Spec-Y Max
Story level
Drift
Ratio Ax
Drift
Ratio Ay Max
Drift
Avg
Drift
Max
Drift
Avg
Drift
Puncak Atap 22,2 1,642 1,162 1,414 1,386665011 1,98 1,357 1,459 1,478455282
Roof Top 20,8 7,411 5,366 1,381 1,324615394 8,332 5,652 1,474 1,509147623
LT. 4 16,2 7,801 7,419 1,051 0,76779861 10,044 8,807 1,14 0,903222865
LT. 3 11,88 11,708 10,296 1,137 0,897978353 11,616 10,325 1,125 0,878963
LT. 2 7,56 11,35 8,37 1,356 1,276963004 10,841 8,252 1,314 1,198554421
LT. 1 3,24 3,595 1,851 1,942 2,619524471 3,367 1,754 1,92 2,558966277
Perhitungan ketidakberaturan torsi
Ketidakberaturan torsi struktur dihitung berdasarkan persyaratan ketidakberaturan horizontal
struktur di SNI 1726:2020, seperti gambar 6. Rasio simpangan antarlantai maksimum dan simpangan
anratlantai rata-rata disyaratkan kurang dari 1,2 untuk ketidakberaturan 1a, dan 1,4 untuk
ketidakberaturan torsi 1b.
73
Gambar 6. Pengecekan Ketidakberaturan Torsi
Berdasarkan hasil analisis struktur terjadi ketidakberaturan untuk arah x pada puncak atap, roof top,
lantai satu dan lantai dua terjadi ketidakberaturan 1a dan puncak atap dan lantai satu ketidakberaturan
1b. kemudian untuk arah y terjadi ketidakberaturan untuk puncak atap, Roof top, lantai dua dan lantai
1 untuk 1a dan puncak atap, roof top, dan lantai 1 untuk 1b.
Pengecekan Ketidakberaturan Horizontal Struktur
1. Ketidakberaturan 1a
Dari hasil pengecekan ketidakberaturan torsi didapat pada arah x pada puncak atap, Roof top,
lantai satu dan lantai 2, kemudian arah y pada puncak atap, Roof top, lantai dua dan lantai satu.
Simpangan antar lantai tingkat maksimum lebih dari 1,2 kali simpangan rata-rata. Hasil ini
menjelaskan bahwa struktur mengalami torsi 1a.
2. Ketidakberaturan 1b
Dari hasil pengecekan ketidakberaturan torsi didapat pada arah x pada puncak atap, dan lantai
satu, kemudian arah y pada puncak atap, roof top, dan lantai satu. Simpangan antar lantai tingkat
maksimum lebih dari 1,4 kali simpangan rata-rata. Hasil ini menjelaskan bahwa struktur
mengalami torsi 1b.
3. Ketidakberaturan sudut dalam
Pada analisis kantor di Daerah Istimewa Yogyakarta ini kedua dimensi proyeksi denah struktur
lokasi sudut dalam lebih besar dari 15 % yaitu untuk arah x mencapai 27 % dan arah y mencapai
17 %.
4. Ketidakberaturan diskontinuitas diafragma
Pada penelitian ini lantai tiga dan puncak atap terjadi ketidakberaturan diskontinuitas diafragma
dimana melebihi 50% dari luasan diafragma seperti pada tabel 9.
5. Ketidakberaturan akibat pergeseran tegak turus terhadap bidang
Sistem struktur ini merupakan sistem rangka pemikul momen, yang mana semua element kolom
tidak menerus hingga bawah tetapi tidak memiliki dinding geser. Sehingga sistem struktur ini
mengalami ketidakberaturan 4.
6. Ketidakberaturan sistem nonparallel
Sistem struktur ini merupakan sistem rangka pemikul momen, yang mana tidak memiliki dinding
geser. Sehingga persyaratan ini tidak memenuhi.
74
Gambar 7. Grafik Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma
Tabel 9. Pengecekan Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma
Story Level
Diafragma
area Opening Area Diskontinuitas<50 %
Check
m2 m2 50%
Puncak Atap 22,2 108,495 345,95 319% No
Roof Top 20,8 436,082 252,93 58% No
LT. 4 16,2 565,49375 120,976 21% Ok
LT. 3 11,88 592,5175 68,9775 12% Ok
LT. 2 7,56 670,3225 68,9775 10% Ok
LT. 1 3,24 670,3225 68,9775 10% Ok
Tabel 9 dan Gambar 7 dapat dilihat pada lantai tiga-mezanine dan puncak atap terjadi
ketidakberaturan diskontinuitas diafragma dimana melebihi 50% dari luasan diafragma. Hal ini dapat
di atasi dengan meningkatkan gaya desain berdasarkan prosedur statik sebesar 25% untuk sambungan
diafragma dengan element-element vertikal dan dengan element kolektor, dan untuk element kolektor
dan sambungannya, termasuk sambungan-sambungan ke element vertikal, dari sistem penahan gaya
seismik dengan mengacu pada SNI 1726:2019 Pasal 7.3.3.4.
Pengecekan Ketidakberaturan Vertical Struktur
1. Ketidakberaturan 1a
Pada penelitian ini struktur mengalami soft story untuk satu arah yaitu arah x.
2. Ketidakberaturan 1b
Pada penelitian ini struktur mengalami soft story untuk satu arah yaitu arah x.
Gambar 8. Grafik Ketidakberaturan Vertikal 1b
75
Tabel 10. Pengecekan Ketidakberaturan Vertikal 1b Arah X Story
Stiffness Check Check
KN/m 60% 70%
Puncak Atap 287717,9 - - - -
Roof Top 153083,44 53% Soft story - -
LT. 4 220953,01 144% Ok - -
LT. 3 249081,04 113% Ok 113% Ok
LT. 2 354908,07 142% Ok 171% Ok
LT. 1 1686009,8 475% Ok 613% Ok
Tabel 11. Pengecekan Ketidakberaturan Vertikal 1a Arah Y Story Stiffness Check Check
KN/m 60% 70%
Puncak Atap 223920,462 - - - -
Roof Top 126998,263 57% Soft story - -
LT. 4 204066,238 161% Ok - -
LT. 3 246829,557 121% Ok 133% Ok
LT. 2 338929,282 137% Ok 176% Ok
LT. 1 1637064,338 483% Ok 622% Ok
Ketidakberaturan 2 yaitu ketidakberaturan Berat (massa)
Dilihat pada tabel 12 struktur mengalami ketidakberaturan berat pada lantai empat, lantai satu
Tabel 12. Pengecekan Ketidakberaturan Berat
Lantai Massa (kg) Dibandingkan dengan 1,5 x
massa lantai di atasnya
Dibandingkan dengan 1,5 x
massa di lantai bawah
Puncak Atap 142857,25 - -
Roof Top 279044,05 - Ok
LT. 4 670133,07 Irregular Ok
LT. 3 825392,54 Ok Ok
LT. 2 893334,42 Ok Ok
LT. 1 1099198,6 Ok Irregular
Base 161674,43 Ok -
3. Untuk ketidakberaturan 3 dan 4 tidak memenuhi sistem struktur karena sistem struktur ini
merupakan sistem rangka pemikul momen, yang mana tidak memiliki dinding geser. Sehingga
persyaratan ini tidak memenuhi.
4. Pada penelitian ini struktur tidak mengalami diskontinuitas dalam ketidakberaturan kuat lateral
tingkat 5a dan 5b dan dapat dilihat pada tabel 13 serta gambar 9 di bawah ini
Gambar 9. Grafik Ketidakberaturan Vertikal 5a dan 5b
76
Tabel 13. Pengecekan Ketidakberaturan Vertikal 5a dan 5b
Lantai Load Vx Vy Cek-x Cek-y Cek-x Cek-y
(KN) (KN) 80% 80% 65% 65%
Puncak Atap Envelope 329,9546 324,0596 - - - -
Roof Top Envelope 854,4158 833,0124 Ok Ok Ok Ok
LT. 4 Envelope 1767,3935 1668,2464 Ok Ok Ok Ok
LT. 3 Envelope 2557,8375 2362,9401 Ok Ok Ok Ok
LT. 2 Envelope 2991,8131 2753,869 Ok Ok Ok Ok
LT. 1 Envelope 3074,7789 2850,6352 Ok Ok Ok Ok
Pengecekan Faktor Redunansi
Berikut ini merupakan hasil pengecekan untuk setiap story shear pada masing-masing lantainya
untuk redundansi 1 (ρ = 1).
Gambar 10. Gaya Geser Lantai Terhadap 35% Gaya Geser Dasar Arah X dan y Tabel 14. Pengecekan Gaya Geser Lantai Arah X Terhadap 35% V Base Shear Redundansi 1 (ρ=1)
Lantai load case Vx (kN) 35% Vx.Base
shear (kN) Cek Vx Vy (kN)
35% Vy.Base
shear (kN) Cek Vx
Puncak Atap Envelope 329,955 1076,172615 Cek 324,06 997,72232 Cek
Roof Top Envelope 854,416 1076,172615 Cek 833,012 997,72232 Cek
LT. 4 Envelope 1767,39 1076,172615 Ok 1668,25 997,72232 Ok
LT. 3 Envelope 2557,84 1076,172615 Ok 2362,94 997,72232 Ok
LT. 2 Envelope 2991,81 1076,172615 Ok 2753,87 997,72232 Ok
LT. 1 Envelope 3074,78 1076,172615 Ok 2850,64 997,72232 Ok
Berdasarkan Tabel 14 serta Gambar 10 tersebut, pada arah x dan arah y dari Roof Top ke puncak
atap menahan kurang dari 35% gaya geser dasar. Oleh karena itu persyaratan poin (b) pada subbab
5.3.6 masing-masing sisi struktur dalam masing-masing arah orthogonal di setiap tingkat menahan
lebih dari 35% gaya geser dasar tidak memenuhi.
Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis performa dinamik struktur Gedung Perkantoran Empat Lantai di
Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap beban gempa beban gempa SNI 1726:2019, dapaat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Analisis Respon Dinamik
Dari analisis respon dinamik R=8, diperoleh hasil partisipasi massa dengan mode 1 nilai factor
translasi UY memberikan angka yang paling dominan yaitu 55,47 % gerak hal ini menunjukan
bahwa gerak translasi arah Y yang terjadi pada mode 1 sesuai dengan animasi layer computer.
Pada mode 2 nilai factor translasi arah UX memberikan angka yang paling dominan yaitu 55,47
% hal ini menunjukan bahwa gerak translasi arah X dan nilai RZ dominan yaitu 49,98 % hal ini
menunjukan bahwa pada mode ini gerak struktur sudah dominan dalam rotasi.
2. Analisis gempa dari struktur atas
77
Beban geser dasar nominal static ekivalen V untuk struktur ini, diambil dari nilai terbesar 100%
V dan Vt dengan nilai R=8 dari analisis dinamik respon spektrum diperoleh hasil beban gempa
arah x dengan periode Tx 0,795 detik, geser dasar seismic , Vtx 3090,856157 Kn dan beban
gempa untuk arah y Ty 0,85 detik, geser dasar dinamik, Vty 2892,928284 kN.
3. Hasil pengecekan ketidakberaturan horizontal bahwa struktur mengalami ketidakberaturan sudut
dalam dimana dimension struktur lebih dari 15% kemudian untuk pengecekan ketidakberaturanan
torsi menunjukan bahwa struktur untuk arah x pada puncak atap, roof top, lantai dua dan lantai 1
mengalami torsi 1a melebihi rasio 1,2 dan untuk puncak atap dan lantai 1 mengalami torsi 1b
lantai yang melebihi rasio 1,4 dan arah y pada puncak atap, roof top, lantai satu dan lantai dua
terjadi ketidakberaturan torsi 1a dengan rasio melebihi 1,2 sedangkan untuk puncak atap, Roof
top, dan lantai 1 mengalami ketidakberaturan 1b yang melebihi rasio 1,4. Untuk pengecekan
ketidakberaturan diskontinuitas diafragma menyimpulkan bahwa pada roof top dan puncak atap
terjadi ketidakberaturan diskontinuitas diafragma dimana melebihi 50% dari luasan diafragma.
4. Hasil pengecekan ketidakberaturan vertikal untuk pengecekan ketidak beraturan kekakuan tingkat
lunak menyimpulkan bahwa terdapat ketidakberaturan kekakuan tingkat lunak terhadap arah x
dan arah y, untuk pengecekan ketidakberaturan berat (massa) diketahui bahwa struktur
mengalami ketidakberaturan berat pada lantai empat dan lantai satu. Namun demikian struktur
tidak mengalami ketidakberaturan akibat diskontinuitas bidang pada elemen vertikal,
diskontinuitas dalam ketidakberaturan kuat lateral tingkat dan diskontinuitas dalam
ketidakberaturan kuat lateral tingkat diketahui bahwa struktur tidak mengalami diskontinuitas
dalam ketidakberaturan kuat lateral tingkat 5a dan 5b
5. Simpangan tingkat antara lantai
Simpangan antara tingkat lantai untuk arah x dan y telah memenuhi syarat dan tidak ada yang
melebihi syarat batas simpangan
6. Pengecekan efek p-delta dari dari struktur menyimpulkan bahwa struktur tidak dipengaruhi oleh
efek p-delta
7. Arah gempa yang diterapkan berupa arah orthogonal dengan nilai factor redunansi yeng telah
dibuktikan melalui analisis dipakai sebesar 1,3
Daftar Pustaka
Badan Standarisasi Nasional. 2019. SNI 03-1726:2019 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung. Jakarta
Badan Standarisasi Nasional. 2020. SNI 03-1727:2020 tentang Beban Minimum untuk Perancangan
Bangunan Gedung dan Struktur Lain. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional, 2019, SNI 2847:2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk
Bangunan Gedung. Jakarta.
Hurint, Yoseph Sirilus Ratu. 2020. Analisis Struktur Gedung DPD PDI Perjuangan Yogyakarta
Terhadap Beban Gempa RSNI 1726:201X. Yogyakarta: Universitas Sarjanawiyata
Tamansiswa.
Tim Penyusun Buku Pedoman Progran Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik-USTY., 2015, Pedoman
Penulisan Tugas Akhir dan Penelitian, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta
Wijaya, Tavio Usman. 2018. Desain Rekayasa Gempa Berbasis Kinerja (Performance Based
Design). Surabaya Dan Jakarta
Yucha Al Kautsar Afnan, M. Afif Shulhan, Iskandar Yasin, 2020., Perbandingan Respons Spektrum
Gempa Antara SNI 1726-2012 Dan SNI 1726-2019 Di Indonesia., Renovasi, Vol 5. No 2,
2020 hal 36 – 42