Upload
vonhan
View
239
Download
3
Embed Size (px)
1
ANALISIS PERBAIKAN PRODUKSI LAMPU PIJAR (INCANDESCENT) MENGGUNAKAN
PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING (STUDI KASUS: PT X)
Aldino Hendrian Putra, Moses L. Singgih, Bambang Syairudin Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Email: ald[email protected] ; [email protected]; [email protected]
Abstrak
Perusahaan amatan merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri lampu internasional
salah satunya adalah lampu dengan jenis incandescent atau lampu pijar. Pada pelaksanaan proses produksinya,
ternyata perusahaan menemui beberapa kendala yang terkait dengan waste. Analisis lean manufacturing dengan
menggunakan value stream mapping (VSM) menunjukkan terjadi defect waste di mesin finishing serta waiting
waste di mesin mounting. Pencarian akar permasalahan dilakukan dengan menggunakan tools Root Cause Analysis
(RCA) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) hingga memunculkan 9 penyebab utama terjadinya kedua
waste tersebut. Usulan alternatif perbaikan yang bisa dilakukan perusahaan antara lain Pembentukan timTotal
Productive Maintenance, penelitian perbaikan kualitas bulb dan flare, serta eksperimen pengurangan jumlah jenis
coil. Dengan menggunakan konsep Value Based Management didapatkan alternatif terbaik dengan melakukan
pembentukan dan pelatihan tim Total Productive Maintenance serta melakukan penelitian perbaikan kualitas bulb
dan flare.
Kata kunci: Lean Manufacturing, RCA, FMEA
Abstract
The observations company is one of the companies engaged in the international lighting industry one of
which is the type of incandescent lamp. In its production process, the company meets some constraint about waste.
Lean manufacturing analysis using value stream mapping shows that there are defect waste occurred in finishing
machine and waiting waste in mounting machine. The waste problem are found by using the tools Root Cause
Analysis (RCA) and Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) to bring up the 9 major cause of both the waste.
Making a Total Productive Maintenance team, bulb and flare quality research, and coil type reduction are the
alternative that can took. Using Total Productive Maintenance concept, the best alternative is making a Total
Productive Maintenance team and bulb and flare quality research.
Keyword: Lean Manufacturing, RCA, FMEA
1. Latar Belakang
Dunia perindustrian berkembang semakin pesat
seiring dengan perkembangan teknologi yang
semakin canggih. Oleh karena itu, dalam
menjalankan aktivitas bisnisnya, sebuah organisasi
perusahaan dituntut untuk memberikan kinerja yang
terbaik.Keinginan konsumen untuk memperoleh
pelayanan terbaik merupakan tuntutan yang semakin
hari semakin meningkat, sehingga keadaan ini
membawa peningkatan persaingan antar pelaku
industri. Di tengah persaingan yang ketat ini, situasi
bisnis dapat dengan cepat berubah. Sedangkan dalam
dunia industri, perubahan situasi bisnis yang terjadi
harus dapat diantisipasi sedini mungkin. Di dalam
persaingan yang sedemikian ketat, setiap perusahaan
dituntut untuk dapat mengendalikan faktor-faktor
yang berkontribusi dalam perubahan situasi bisnis
perusahaan. Faktor-faktor yang berkontribusi
tersebut, seperti manusia, mesin, material, dan lain-
lain harus senantiasa dievaluasi apakah faktor
tersebut masih relevan dengan kondisi bisnis yang
dijalankan atau perlu dilakukan perbaikan (Kodradi,
Soewignyo, & Rusdiansyah, 2008)
Untuk mencapai kinerja yang terbaik, sehingga
tetap dapat bersaing secara kompetitif di pasar global,
banyak perusahaan telah berusaha mengadopsi
konsep lean dalam proses produksi mereka
(Abdulmalek & Rajgopal, 2006), diantaranya adalah
perusahaan amatan. Lean berfokus kepada reduksi
waste dimana waste itu sendiri adalah salah satu
penghambat peningkatan kinerja. Dengan
menerapkan konsep Lean, aktivitas-aktivitas non-
value added akan dapat teridentifikasi, serta
pemborosan (waste) yang terjadi akan dapat
diminimalisasi bahkan dapat dieliminasi. Lean juga
2
menekankan pada pemisahaan antara aktivitas yang
value added dan non – value added sehingga aktivitas
non – value added dapat dikurangi atau dieliminasi.
Konsep lean sangat berpengaruh kepada proses bisnis
perusahaa dikarenakan ketika konsep lean diterapkan
dengan tepat, dapat membantu perusahaan mengelola
inventory control dengan lebih baik, meningkatkan
kualitas produk serta dapat mengelola finansial
perusahaan dengan lebih baik (Abdulmalek &
Rajgopal, 2006).
2. Perumusan Masalah
Bagaimana mengatasi tingginya waste yang
terjadi pada lini produksi perusahaan amatan
menggunakan konsep lean sehingga waste yang
terjadi pada perusahaan dapat diminimalisasi.
3. Metodologi Penelitian
Penelitian diawali studi pustaka dengan refrensi
terkait dan studi lapangan dengan pengamatan di
perusahaan. Kemudian dilakukan pemetaan proses
produksi dengan menggunakan Value stream
mapping (VSM), yaitu penggambaran suatu proses
produksi secara keseluruhan serta value stream yang
ada di dalamnya dengan cara memvisualisasikan
aliran material dan informasi, mengidentifikasi
dimana terdapat waste, serta mengetahui keterkaitan
antara aliran informasi dengan aliran material (Hines
& Rich, 1997).
Berdasarkan VSM tersebut, waste-waste yang
terjadi selam proses produksi berlangsung di
identifikasi sehingga dapat diketahui aktivitas-
aktivitas yang termasuk dalam value added activity
(VA), necessary but non value added activity
(NNVA) atau non value added activity (NVA) (Hines
& Rich, 1997). Dari identifikasi waste tersebut dicari
waste yang paling berpengaruh terhadap proses
produksi perusahaan dengan menggunakan tools Root
Cause Analysis (RCA) serta Failure Mode and Effect
Analysis (FMEA). Berdasarkan hasil dari RCA serta
FMEA tersebut kemudian dirumuskan alternatif-
alternatif perbaikan. Kemudian pemilihan alternatif
perbaikan yang akan di implementasikan ke dalam
proses produksi perusahaan dilakukan dengan
menggunakan konsep Value Based Management
4. Identifikasi Proses Produksi perusahaan
Proses pembuatan lampu diawali dengan
pembentukan stem yang menggabungkan exhaust
tube, lead in wire (LIW), dan flare. Proses ini
dilakukan di mesin Stem Making Machine (SMM).
Setelah stem terbentuk, kemudian dialirkan menuju
mesin mounting melalui sebuah konveyor oven lehr.
Konveyor ini berfungsi sebagai proses annealing
untuk menurunkan dan menjaga suhu dari stem
supaya tidak berubah secara cepat. Hal ini dilakukan
untuk menghindari crack yang mungkin terjadi ketika
stem dingin secara cepat.Proses selanjutnya adalah
proses mounting (pembuatan mount) di mesin
mounting. Mount merupakan bagian lampu yang
merupakan gabungan antara stem dengan coil. Coil
merupakan bagian lampu yang nantinya terbakar
sehingga lampu dapat mengeluarkan cahaya. Pada
proses mounting ini, jika coil yang akan dipasang
cukup panjang, maka coil akan disangga oleh support
wire. Support wire ini menjaga posisi coil tetap
berada pada tempatnya dengan bentuk dan spesifikasi
standar. Mount yang terbentuk dialirkan melalui
sebuah mount chain untuk menuju proses
selanjutnya. Proses selanjutnya merupakan proses
penggabungan antara bulb dan mount. Proses ini
disebut sebagai proses sealing. Pada proses ini, bulb
digabungkan dengan mounting sehingga bentuk
lampu sudah mulai terlihat lengkap dengan isinya.
Proses ini membakar bagian flare hingga menyatu
dengan bulb. Output dari proses ini adalah sebuah
lampu berisi dengan exhaust tube masih belum
terpotong. Setelah proses sealing selesai, lampu
kemudian diproses di dalam mesin pumping. Di
dalam mesin ini, lampu dibersihkan isi dalamnya
dengan menggunakan nitrogen dan vacuum. Setelah
bersih, lampu diisi dengan gas argon dan kemudian
ditutup bagian exhaust tube-nya. Output dari proses
ini adalah uncap. Uncap kemudian dialirkan melalui
uncap chain untuk mendapatkan proses selanjutnya.
Proses selanjutnya adalah proses penggabungan
uncap dengan cap. Cap ditata di dalam mesin cap
filling untuk selanjutnya digabungkan dengan uncap
melalui mesin threading. Cap yang akan
digabungkan dengan uncap terlebih dahulu diisi
dengan semen. Proses selanjutnya adalah proses
threading. Proses threading merupakan proses
memasukkan LIW ke dalam lubang cap tempat LIW
disolder. Setelah cap terpasang, lampu mendapatkan
proses finishing, yaitu proses pengeringan semen,
penyolderan, serta inspeksi. Proses pengeringan
semen dilakukan dengan menggunakan panas.
Setelah kering, LIW yang keluar dari lubangnya
kemudian disolder. Lampu yang telah terbentuk
kemudian diinspeksi dengan uji nyala. Selain uji
nyala, lampu juga diuji dengan klos, sebuah uji nyala
dengan menggunakan listrik tegangan tinggi. Setelah
selesai, lampu masuk ke dalam sebuah kardus untuk
dikemas dalam bentuk curah sebelum selanjutnya
dikirim ke departemen packing.
5. Identifikasi Waste pada Perusahaan
3
Pengamatan secara langsung dalam proses
produksi lampu yang ada di perusahaan dilakukan
untuk mengidentifikasi waste yang ada pada
perusahaan sehingga diketahui apa saja aktivitas
dalam proses proses produksi tersebut yang masuk ke
dalam value added activity (VA), necessary but non
value added activity (NNVA) atau non added activity
(NVA). Berdasarkan pengamatan pemetaan dengan
menggunakan value stream mapping (VSM),
diketahui bahwa terjadi defect waste di mesin
finishing serta waiting waste di mesin mounting.
6. Root Cause Analysis (RCA)
Setelah dilakukan pemetaan proses produksi
dengan menggunakan Value Stream Mapping (VSM)
dan dilanjutkan dengan diskusi serta brainstorming
dengan pihak manajemen perusahaan, ditemukan 2
waste utama yang mempengaruhi proses produksi
perusahaan dan akan dijadikan fokus perbaikan
kedepannya. Ke-2 waste tersebut adalah Defect waste
dan Waiting waste. Setelah diketahui waste yang
paling berpengaruh, selanjutnya diidentifikasi akar
permasalahan penyebab terjadinya kedua waste
tersebut. Akar penyebab dari waste yang terjadi akan
dicari menggunakan tools Root Cause Analysis
(RCA). Tabel 1 berikut ini merupakan hasil Root
Cause Analysis (RCA) untuk defect waste.
Tabel 1 Root Cause Analysis (RCA) Defect Waste
Dapat dilihat pada Tabel 1 di atas, bahwa
kontributor terbesar untuk defect waste yang ada di
mesin finishing ada tiga penyebab, yaitu defect
Lampu Bauang Samping (LBS), lampu bocor dan
jatuh di bak A. Untuk akar penyebab defect Lampu
Bauang Samping (LBS) diantaranya adalah karena
pipa instalasi sucker cap yang berlubang (less
vacuum), pesawat stem aligner tidak optimal,
Pesawat inztang jari-jari pemegang flare aus,
settingan gunting pumping tidak sesuai/rusak serta
LIW bengkok. Untuk defect lampu bocor disebabkan
karena material bulb dan flare yang kurang baik,
gunting pinching renggang, setting pinching burner
kurang tepat, serta setting gas pengisi kurang tepat. Sedangkan untuk defect bak A disebabkan oleh coil
lolos sortir, setting uji nyala lampu kurang sesuai,
pisau pemotong LIW yang kotor dan pisau pemotong
LIW yang renggang.
Langkah identifikasi akar penyebab (root cause)
yang sama juga dilakuan untuk mencari akar
permasalahan dari waiting waste yang ada dalam
proses produksi perusahaan. Root cause untuk
waiting waste dapat dilihat di pada Tabel 2 bawah ini.
Tabel 2 Root Cause Analysis (RCA) Waiting Waste
Seperti tampak pada Tabel 2 di atas, didapatkan
beberapa penyebab utama dalam terjadinya wating
defect. Pada part roller element, roller element tidak
berfungsi diakibatkan oleh roller rusak, setting
penjepit yang kurang sesuai, dan juga setting dari
sudut MO. Part mesin yang lain dari mesin mounting
adalah coil sucker. Penyebab tidak berfungsinya coil
sucker meliputi setting yang longgar, setting gerakan
yang tidak sesuai, dan tekanan coil sucker yang
kurang. Kondisi coil sucker yang kotor juga menjadi
penyebab tidak berfungsinya coil sucker. Part mesin
yang lain adalah Inserting element. Penyebab tidak
berfungsinya Inserting element adalah tergesernya
posisi Inserting element, tidak adanya peringatan MO
habis, setting Inserting element kurang tepat, dan
Inserting element yang kotor.
7. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Waste Sub Waste Why 1 Why 2 Why 3 Why 4
Sensor Ttidak
mendeteksi adanya
arus
Lampu tanpa cap
di threading
Cap bersemen
tidak terambil
Sucker cap
Pipa Instalasi
sucker cap
berlubang (Less
Vacuum)
Posisi stel bercoil di
piringan tidak stabil
Pesawat stem
aligner tidak
optimal
LIW bengkok saat
loading sealing
Pesawat inztang jari-
jari pemegang flare
aus
settingan gunting
pumping tidak
sesuai
gunting pumping
rusak
LIW bengkok
Bulb retakMaterial bulb
kurang baik
material flare
kurang baik
Proses penanganan
kurang hati-hati
Gunting pinching
renggang
Setting pinching
burner kurang tepat
Setting gas pengisi
kurang tepat
Coil tidak sesuai
sepesifikasiCoil lolos sortir
Jumlah jenis coil
yang dibutuhkan
banyak
Tegangan arus
listrik yang dialirkan
terlalu besar
Setting uji nyala
lampu kurang
sesuai
Pisau pemotong
kotor
Pisau pemotong
renggang
LIW gagal
diarahkan oleh
gunting pumping
Coil lampu putus
LIW tidak terputus
Pisau pemotong
tidak mampu
memotong LIW
Defect bak A
Defect
LIW putus
terbakar
LIW terbakar di
mesin Sealing
Flare retak
Retak hasil pinching
Lampu Buang
Samping (LBS)
Lampu BocorLampu yang
dihasilkan retak
LIW terbakar di
mesin pumping
Waste Sub Waste Akar Penyebab
Waiting
Roller element tidak
berfungsi
roller rusak
Setting penjepit kurang sesuai
Sudut MO kurang sesuai
Coil sucker tidak berfungsi
setting longgar
Setting gerakan coil sucker tidak sesuai
Tekanan coil sucker kurang
Coil sucker kotor
Inserting element tidak
berfungsi
posisi Inserting element tergeser karena
getaran
Tidak ada peringatan MO telah habis
Setting Inserting element kurang tepat
Inserting element kotor
4
Setelah diketahui akar permasalahan (root cause)
penyebab terjadinya waste, selanjutnya dilakukan
analisis tehadap setiap penyebab tersebut. Analisis ini
akan menghasilkan penyebab yang benar-benar
penyebab utama terjadinya waste. Penyebab-
penyebab tersebut akan dianalisis berdasarkan tingkat
severity, occurrence, dan detection. Dengan
didapatkannya penyebab utama ini, perbaikan yang
akan dilakukan dapat lebih terfokus kepata waste
utama.
Tabel 3 FMEA Waste Perusahaan
8. Pemilihan Alternatif
Berdasarkan Root Cause Analysis (RCA) dan
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) hingga
memunculkan 9 penyebab utama terjadinyadefect
waste dan wating waste. Usulan alternatif perbaikan
yang bisa dilakukan perusahaan antara lain
Pembentukan timTotal Productive Maintenance,
penelitian perbaikan kualitas bulb dan flare, serta
eksperimen pengurangan jumlah jenis coil.
Dengan menggunakan konsep value based
management ditentukan alternatif yang akan
diimplementasikan dala proses produksi perusahaan.
Dengan rumus sebagai berikut
PCn=Pn/P0*PC0 (1)
Cn=C0+Biaya Perbaikan (2)
Vn=PCm/Cn (3)
Dimana,
PCn = Performance Cost n/ biaya performansi ke-
n
Pn = Performance n/performansi ke-n
P0 = Base Performance/performansi awal
C0 = Base Cost/biaya awal
Cn = Cost n/ biaya ke-n
Vn = Value n/nilai ke-n
Tabel 4 Value Setiap Alternatif Perbaikan
Sehingga didapatkan alternatif terbaik adalah
dengan melakukan pembentukan dan pelatihan tim
Total Productive Maintenance serta melakukan
penelitian perbaikan kualitas bulb dan flare.
9. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah :
Setelah dilakukan penelitian, kesimpulan yang
dapat ditarik sesuai dengan tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian, penyebab waste
yang terjadi pada proses produksi lampu
incandescent perusahaan amatan adalah
a. Untuk kategori defect waste, penyebab
utamanya adalahdefect yang terjadi pada
mesin finishing, yaitu LBS (Lampu Buang
Samping), lampu bocor dan LIW
putus/terbakar
b. Untuk Overproduction wasteterjadi ketika
mesin mounting mengalami breakdown,
namun mesin sebelum mounting, yaitustem
making machine masih terus berproduksi.
Dampaknya, part stemmenjadi berlebih
waste sub waste potensial
effect
Sev
erit
y
Potential Cause
Occ
ure
nce
Control
Det
ecti
on
RPN
Defect
Lampu
tanpa cap
di
threading
Lampu reject,
dapat
diperbaiki
5
Pipa Instalasi
sucker cap
berlubang (Less
Vacuum)
3 Maintenance 4 60
LIW putus
terbakar
Lampu reject,
tidak dapat
diperbaiki
6
Pesawat stem
aligner tidak
optimal
2 adjustment,
cleaning 5 60
6
Pesawat inztang
jari-jari pemegang
flare aus
2 Maintenance 4 48
6
settingan gunting
pumping tidak
sesuai
4 adjustment,
cleaning 5 120
6 gunting pumping
rusak 3 Maintenance 5 90
6 LIW bengkok 5
rework,
meluruskan
kembali
LIW,
membersihk
an semen
4 120
Lampu
yang
dihasilkan
retak
Lampu
menyala gelap
(biru atau
hitam), umur
lampu pendek,
lampu reject,
tidak dapat
diperbaiki
6 Material bulb
kurang baik 7
Diperlukan
analisis lebih
lanjut,
perbaikan
kualitas
material
5 210
6 material flare
kurang baik 7
Diperlukan
analisis lebih
lanjut,
perbaikan
kualitas
material
5 210
6 Proses penanganan
kurang hati-hati 4
Perbaikan
SOP
penangan
material,
pelatihan
kepada
operator
2 48
6 Gunting pinching
renggang 2
adjustment,
Maintenance 4 48
6 Setting pinching
burner kurang tepat 4 adjustment 4 96
6 Setting gas pengisi
kurang tepat 3 adjustment 3 54
Coil lampu
putus
Lampu reject,
tidak dapat
diperbaiki
7
Jumlah jenis coil
yang dibutuhkan
banyak
3
Diperlukan
analisis lebih
lanjut
6 126
LIW tidak
terputus
Lampu reject,
dapat 5
Pisau pemotong
kotor 3 cleaning 3 45
No Alternatif
Bobot Kriteria
Per
form
an
ce
Cost (Rp)
Biaya
Performansi
(Rp)
Value
Def
ect
Do
wn
tim
e
Ou
tpu
t
0,4 0,4 0,2
0 Kondisi Awal 3 3 5 3,4 4.148.524.000 4.148.524.000 1
1 1 5 5 5 5 4.592.696.515 6.100.770.588 1,33
2 2 6 3 6 4,8 4.997.090.038 5.856.739.765 1,17
3 3 4 4 5 4,2 5.401.968.038 5.124.647.294 0,95
4 1,2 7 6 7 6,6 4.997.090.038 8.053.017.176 1,61
5 1,3 5 5 5 5 4.997.574.515 6.100.770.588 1,22
6 2,3 6 4 7 5,4 4.957.795.523 6.588.832.235 1,33
7 1,2,3 6 5 7 5,8 5.401.968.038 7.076.893.882 1,31
5
dan harus disimpan untuk diproses lebih
lanjut
c. Untuk waiting waste, penyumbang terbesar
waste ini dalam proses produksi
perusahaan berasal dari besarnya waktu
breakdown pada mesin mounting.
Penyebab utama waiting waste pada mesin
mounting adalah breakdownpart, yaitu
roller element, coil sucker dan Inserting
elemen
d. Kegiatan transportasi di dalam lini
produksi tidak terlalu banyak berpengaruh.
Waste transportasi ini terjadi ketika
operator memindahlan box penampungan
bulb ke ujung mesin untuk menampung
hasil lampu yang belum di packing
e. Inventory work in process (WIP) terjadi
untuk stemdan uncap. Untuk stem
Inventory, terjadi di aliran balik oven lehr.
Sedangkan uncap inventory terjadi ketika
terdapat uncap yang reject dari mesin
threading tetapi masih bisa diperbaiki
f. Untuk motion waste terjadi ketika ada
lampu yang harus di rework, operator
harus memindahkan lampu ke tempat
rework. Selain itu, motion waste terjadi
karena perubahan setting (adjustment) dari
proses-proses yang perlu diperbaiki.
g. Untuk Excessive processing waste terjadi
ketika ada lampu yang reject namun masih
bisa diperbaiki, maka operator akan
melakukan rework pada lampu tersebut
lalu meletakkan kembali lampu tersebut ke
proses produksi apabila adal rantai yang
kosong.
2. Berdasarkan hasil penelitian, waste yang
paling berpengaruh pada proses produksi
perusahaan amatan adalah defect waste dan
waiting waste
3. Berdasarkan hasil RCA, terdapat tiga
penyebabdefect waste yaitu LBS, lampu
bocor dan jatuh di bak A.
a. Untuk defect LBS, penyebab utamanya
antara lain Pipa Instalasi sucker cap
berlubang (Less Vacuum), Pesawat stem
aligner tidak optimal, Pesawat inztang jari-
jari pemegang flare aus, settingan gunting
pumping tidak sesuai, gunting pumping
rusak dan LIW bengkok.
b. Untuk Lampu bocor, penyebab utamanya
antara lain, material bulb kurang baik,
material flare kurang baik, proses
penanganan kurang hati-hati, gunting
pinching renggang, setting pinching burner
kurang tepat, setting gas pengisi kurang
tepat
c. Untuk defect bak A, disebabkan oleh
Jumlah jenis coil yang dibutuhkan banyak,
setting uji nyala lampu kurang sesuai,
pisau pemotong kotor, pisau pemotong
renggang
Sedangkan penyebab utama untuk waiting waste
antara lain.
a. Rollerelement tidak berfungsi diakibatkan
oleh roller rusak, setting penjepit yang
kurang sesuai, dan juga setting dari sudut
MO.
b. coilsucker tidak berfungsi. Penyebab tidak
berfungsinya coilsucker meliputi setting
yang longgar, setting gerakan yang tidak
sesuai, dan tekanan coilsucker yang
kurang. Kondisi coilsucker yang kotor juga
menjadi penyebab tidak berfungsinya
coilsucker.
c. Insertingelement tidak berfungsi.
Penyebab tidak berfungsinya
Insertingelement adalah tergesernya posisi
Insertingelement, tidak adanya peringatan
MO habis, setting Insertingelement kurang
tepat, dan Insertingelement yang kotor.
4. Setelah dilakukan penelitian alternatif yang
dapat diberikan ada 3, yaitu
a. Pelatihan serta pembentukan tim Total
Productive Maintenance
b. Melakukan penelitian untuk memperbaiki
kualitas bulb dan flare
c. Melakukan penelitian untuk mengurangi
jumlah jenis coil yang digunakan
d. Sedangkan alternatif perbaikan terpilih
yaitu dengan pelatihan serta pembentukan
timTotal Productive Maintenancedan juga
melakukan penelitian untuk memperbaiki
kualitas bulb dan flare.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulmalek, F. A. & Rajgopal, J., 2006. Analyzing
the benefits of lean manufacturing and value
stream. Int. J. Production Economics 107
(2007), p. 223–236.
Aldridge, J. & Dale, B., 2003. Managing Quality.
Fourt Edition penyunt. Berlin: Blackwell
Publishing Ltd.
Anthony, J., 2008. Some Pros and Cons of Six
Sigma.
Arthur, J., 2011. Lean Six Sigma Demystified : Hard
Stuff Made Easy. 2nd Edition penyunt. New
York: Mc Graw Hill.
Austin, T. E., 2006. Application of Six Sigma
Methodologies to Improve Requirements.
Detroit, Michigan, US: SAE Technical Paper
Series.
6
Brunt, D., 2000. From Current State to Future State:
The Steek to Component Supply Chain.
London, International Thomson Business
Process.
Foster, S. T., 2004. Managing Quality : An
Integrative Approach. New Jersey: Prentice
Hall.
Gaspers, V., 2008. The Executive Guide to
Implementing Lean Six Sigma. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Gasperz, V., 2006. Continuous Cost Reduction
Through Lean. Bogor: Gramedia Pustaka
Utama.
Hines, P. & Rich, N., 1997. The Seven Value stream
mapping Tools. International Journal of
Operation & Production Management,
Volume 17, No. 1, pp. 46-94.
Kodradi, Y., Soewignyo, P. & Rusdiansyah, A.,
2008. Analisis Beban Kerja dalam Rangka
Restrukturisasi. Surabaya, Prosiding Seminar
Nasional Manajemen Teknologi VIII.
Program Studi MMT-ITS.
Kosasih, W., 2009. Peningkatan Kualitas, s.l.:
Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Pyzdek, T. &. K. P. A., 2010. The Six Sigma
Handbook. A Complete Guide for Green Belts,
Black Belts, and Managers at All Levels, New
York: Mc. Graw Hill. Inc.
Ross, G., 2013. Fishbone Diagram. [Online]
Available at:
http://www.leankaizen.co.uk/fishbone-
diagram-i-ishikawa-diagram.html[Diakses 9
Juli 2013].
Wang, H., 2008. A Review of Six Sigma Approach:
s.l.:IEEE.
Wedgwood, I., 2006. Lean Sigma: A Practitioner's
Guide. s.l.:Prentice Hall.
Womack, J. & Jones, D., 2003. Lean Thinking,
Banish Waste and Create Wealth in your
Corporation. Revised and Updated penyunt.
s.l.:Free Press.