Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENGELOLAAN DANA TA’ZIR DAN DANA
TA’WIDH PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK
SKRIPSI
DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU PERSYARATAN UNTUK
MENYELESAIKAN PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA 4
PROGRAM STUDI AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
PADA JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI BANJARMASIN
OLEH :
SYARIFAH A04130024
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
POLITEKNIK NEGERI BANJARMASIN
JURUSAN AKUNTANSI
2017
ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Syarifah
Nim : A04130024
Tempat dan Tanggal Lahir : Barabai, 23 Maret 1995
Agama : Islam
Alamat : Jl. Martapura lama km.7,3 Komplek Sari
Indah Rt.08a No. 15
Nama Orang Tua (Ayah) : Sahri
Nama Orang Tua (Ibu) : Maspupah
Riwayat Pendidikan : 1. TK. Nurul Ulum (2000)
2. SDN Sungai Lulut 1 (2007 )
3. Tsanawiyah Raudhatusysyubban (2010)
4. SMK Negeri 3 Banjarmasin (2013)
5. Terdaftar sebagai mahasiswi Politeknik
Negeri Banjarmasin Jurusan Akuntansi
Prodi Akuntansi Lembaga Keuangan
Syariah (2013)
v
MOTTO
HIDUP ITU SINGKAT LAKUKAN YANG TERBAIK.
vi
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‘alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT karena berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
Skirpsi ini. Tidak lupa penulis panjatkan shalawat dan salam kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW serta sahabat dan pengikut beliau hingga akhir
zaman.
Dalam penulisan Skripsi ini penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan dalam penyajian Skripsi ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran senantiasa penulis harapkan dari pembaca.
Atas berkat rahmat dan kasih sayang Allah SWT. Penulis mampu
menyelesaikan Skripsi yang berjudul ―Analisis Pengelolaan Dana Ta‘zir dan Dana
Ta‘widh Pada Bank Muamalat Indonesia, Tbk untuk menyelesaikan Program
Diploma IV pada Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Banjarmasin.
Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada yang telah memberikan dorongan dan bimbingan serta
pengarahan dalam menyelesaikan Skripsi ini , yaitu antara lain :
1. Bapak Edy Yohanes ST MT selaku Direktur Politeknik Negeri
Banjarmasin.
2. Ibu Andriani SE,MM,M.Sc selaku Ketua Jurusan Akuntansi Politeknik
Negeri Banjarmasin.
viii
3. Ibu Bayirah Ainun.SE selaku Wali Kelas yang telah memberikan
bimbingan dan saran.
4. Bapak Mahyuni.SE.Ak.MM selaku Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan , petunjuk, saran dan koreksi dari segi isi maupun penulisan.
5. Kepada orangtua saya, khususnya untuk papa dan mama tersayang yang
selalu memberikan doa dan dukungan hingga materil yang sangat luar
biasa kepada saya sehingga saya bisa melewati semuanya.
6. Kepada sahabat saya yang selalu ada Halim, Pera, Kurniati Amalia,
Halimah, Nur Amaliah, Cipta Indah Permata, dan yang senantiasa menjadi
tempat berbagi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
7. Kepada keluarga besar ALKS 2013 yang sudah memberikan kesempatan
untuk bekerja sama dalam segala hal yang telah kita lewati.
8. Kepada Seluruh Karyawan Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang
Banjarmasin yang memberikan ilmu, pemberiaan data (wawancara) dan
juga membimbing untuk Skripsi saya.
9. Kepada semua orang yang sudah memberikan dukungan dalam segala hal.
Tak ada kata yang lain terucap selain Terimkasih yang sebesar-besarnya.
Wassalamu‟alaikum Wr.Wb
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................... iii
HALAMAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................. iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................ v
HALAMAN SURAT PERNYATAAN ...................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
ABSTRAK ................................................................................................ xiv
ABSTRACT .............................................................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Permasalahan ............................................................................ 4
C. Batasan masalah ....................................................................... 4
D. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
E. Kegunaan Penelitian .................................................................. 5
x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ............................................................................... 6
1. Pembiayaan .............................................................................. 6
2. Pengertian Ta‘zir ...................................................................... 12
3. Pengertian Ta‘widh .................................................................. 13
4. GRI (Global Reporting Intiative) ............................................... 16
B. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ........................... 27
B. Jenis Penelitian .......................................................................... 27
C. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 27
D. Tekhnik Pengumpulan Data ....................................................... 28
E. Tekhnik Analisa Data ................................................................ 29
F. Kerangka Pemikiran .................................................................. 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian ......................................................................... 32
1. Sejarah Berdirinya Bank Muamalat Indonesia...................... 32
2. Visi dan Misi ....................................................................... 33
3. Pembiayaan Pada Bank Muamalat ....................................... 34
4. Prinsip operasional dalam pembiayaan di Bank Muamalat .. 37
5. Faktor pertimbangan dalam Financing Analyst .................... 38
6. Pemberlakuan Ta‟zir ............................................................ 44
7. Pemberlakuan Ta‟widh pada Nasabah Wansprestasi ............ 54
B. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................... 66
1. Pengalokasian Penyaluran Ta‟zir pada CSR pada BMI ........ 66
2. Pengakuan Ta‘widh Pada Bank Muamalat Indonesia ........... 71
xi
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ................................................................................... 77
B. Saran ........................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
Tabel 1 Kategori Pilar GRI G4 ...................................................... 18
Tabel 2 Penyaluran Ta‘zir pada CSR BMI ................................... 66
Tabel 3 Bentuk Penyaluran Ta‘zir yang sesuai GRI G4 ................. 73
DAFTAR TABEL
xiii
Gambar 2 Laporan Penyaluran CSR BMI ................................. 51
Gambar 3 Laporan Sumber Dana Kebajikan ............................. 53
Gambar 4 Laporan Catatan Atas Laporan Keuangan ................ 72
Gambar 5 Laporan Laba Rugi ................................................... 73
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Laporan Sumber Pendapatan non Halal .................... 50
xiv
1. Surat ijin penelitian PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
2. Foto Perusahaan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
3. Denah Perusahaan PT . Bank Muamalat Indonesia, Tbk
4. Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi Pembimbing 1
5. Lembar Saran Ujian Skripsi
6. Hasil Wawancara dengan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
7. Laporan Penyaluran CSR PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
8. Laporan Catatan Atas Laporan Keuangan PT. Bank Muamalat
Indonesia, Tbk
9. Laporan laba rugi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
10. Laporan sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
11. Fatwa DSN no :17/DSN-MUI/IX/2000
12. Fatwa DSN no : 43/DSN-MUI/VIII/2004
DAFTAR LAMPIRAN
xv
ABSTRAK
SYARIFAH / A04130024 / 2017 / ANALISIS PENGELOLAAN DANA TA‘ZIR
DAN DANA TA‘WIDH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk /
Perbankan Syariah/ Ta‟zir dan Ta‟widh / BANK MUAMALAT INDONESIA,
Tbk.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang penerapan,
pengelolaan danpengakuan dana ta‟zir dan dana ta‟widh pada Bank Muamalat
Indonesia ditinjau dari Fatwa DSN No :17/DSN-MUI/IX/2000 dan Fatwa
43/DSN-MUI/VIII/2004.
Penelitian ini merupakan studi kasus dengan menggunakan metode analisis
secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer berupa
wawancara dan data sekunder yang bersumber dari Annual Report Bank
Muamalat Indonesia tahun 2015.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa penerapan ta‟zir dan ta‟widh pada
Bank Muamalat Indonesia sudah sesuai dengan Fatwa DSN yang berlaku,
sedangkan untuk penyaluran dana ta‘zir masih belum optimal dan masih belum
disalurkan semuanya pada tahun yang sama. Penyaluran dana ta‘zir perlu lebih
divariasikan sasarannya sesuai dengan pilar-pilar yang telah ditetapkan dalam
pedoman GRI G4.
Kata Kunci : Ta‟zir,Ta‟widh, CSR (Corporate Social Responsibility), GRI
(Global Reporting Intiative), Fatwa DSN MUI.
xvi
ABSTRACT
SYARIFAH / A04130024 / 2017 / ANALYSIS OF TA'ZIR AND TA'WIDH
FUND MANAGEMENT IN BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk / Syariah /
Ta'zir and Ta'widh / BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk.
The purpose of this study is to explain about the implementation,
management and recognition of ta'zir funds and ta'widh funds at Bank Muamalat
Indonesia accourding to Fatwa DSN No: 17 / DSN-MUI / IX / 2000 and Fatwa 43
/ DSN-MUI / VIII / 2004 .
This research is a case study using qualitative and quantitative analysis
methods. The data used are about primary data using interview and secondary
data Annual Report of Bank Muamalat Indonesia in 2015.
The results of research indicate that the application found is the
application of ta'zir and ta'widh in Bank Muamalat Indonesia is in accordance
with the prevailing DSN Fatwa, while for ta'zir fund distribution is still not
optimal and still not distributed entirely in the same year. The distribution of ta'zir
funds needs to be more varied according to the pillars determined by GRI G4
guidelines.
Keywords: Ta'zir, Ta'widh, CSR (Corporate Social Responsibility), GRI (Global
Reporting Intiative), Fatwa DSN MUI.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan perekonomian masyarakat yang
semakin canggih dan modern maka munculah pembiayaan yang
ditawarkan oleh lembaga keuangan bank. Pada dasarnya bank syariah dan
bank konvensional memiliki fungsi yang sama, yaitu mengimpun dana
(funding), menyalurkan dana (financing), dan melayani produk jasa
(service), yang membedakannya adalah pada bank syariah tidak mengenal
yang namanya riba.
Awal mula berkembangnya bank syariah di Indonesia pada tahun
1991yang ditandai dengan ditetapkannyaUU No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan, yang antara lain menyebutkandimungkinkannya berdiri bank
dengan sistem bagi hasil. UU itu kemudian menjadi dasar berdirinya Bank
Muamalat Indonesia.
Bank Muamalat Indonesia adalah bank syariah pertama di
Indonesia. Bank Muamalat Indonesia berdiri pada 1 November 1991 atau
24 Rabi‘us Tsani 1412 H. Penyaluran dana Bank Muamalat Indonesia
menyalurkan fasilitas pembiayaan kepada nasabah untuk keperluan
produktif maupun konsumtif, yang dibukukan berdasarkan akad atau
2
skema yang dipakai yaitu sebagai piutang jual beli, pinjaman Qardh, pembiayaan
Mudharabah, pembiayaan Musyarakah, dan Ijarah. Pada akhir tahun 2015, total
penyaluran dana mencapai Rp40,73 triliun. Jumlah tersebut turun sebesar Rp2,81
triliun, atau 5,52% dari jumlah pembiayaan pada tahun sebelumnya yang sebesar
Rp43,11 triliun. Penurunan penyaluran dana, secara umum, disebabkan oleh fokus
bisnis Bank Muamalat Indonesia yang bertumpu pada perbaikan kualitas
penyaluran dana.
Dalam menyalurkan dananya secara garis besar produk perbankan
syariah terbagi menjadi empat kategori, yaitu :
1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
2. Pembiayaan dengan prinsip sewa
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
4. Pembiayaan dengan prinsip perlengkapan
Dari data statistik perbankan syariah Bank Indonesia (BI) kuartal
ke dua tahun 2016, dari data tersebut Bank Umum Syariah dan unit usaha
syariah mereka membukukan Rp. 6.463 triliun. Total pembiayaan tersebut
tumbuh dibandingkan kuartal sama pada tahun sebelumnya yaitu Rp.
203,8 triliun.
Dalam menjalankan pembiayaan bank sebagai bagian intemediasi
yaitu menghimpun dana dari nasabah yang kelebihan dana, lalu
menyalurkan dana untuk nasabah yang kekurangan, yang diperhatikan
adalah ketika bank menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan yang
3
semakin berkembang setiap tahunnya maka ada kemungkinan
nasabah yang melakukan pembiayaan secara kredit lalai atau menunda-
nunda pembayarannya, hingga terjadi nasabah yang gagal bayar.
Dalam fatwa DSN no : 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas
nasabah yang mampu tapi menunda-nunda pembayaran, yaitu yang
disebut dalam fatwa ini adalah untuk denda (ta‟zir) sanksi yang dikenakan
LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda
pembayaran dengan disengaja, atau tidak mempunyai kemauan dan itikad
baik untuk membayar sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu bertujuan
agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. Nasabah
yang belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh
dikenakan sanksi. Denda diperuntukkan sebagai dana sosial.
Fatwa DSN no : 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi yaitu
ketentuan untuk nasabah yang kena ganti rugi (ta`widh) hanya boleh
dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian
melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan
menimbulkan kerugian pada pihak lain. Kerugiaannya adalah kerugian riil
yang dapat diperhitungkan, seperti biaya-biaya riil yang dikeluarkan dalam
rangka penagihan, bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi. Ganti
rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad)yang
menimbulkan utang piutang (dain), seperti salam, istishna‟serta
murabahah dan ijarah.
4
Dalam penerapannya terdapat masalah yang dihadapi oleh bank
syariah harus bisa menentukan mana nasabah yang terkena ta‟zir dan
mana nasabah yang terkena ta‟widh, pengeluaran dan pencatatan tersebut
dalam akuntansi, serta untuk apa saja dana sosial yang berasal dari ta‟zir.
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis ingin
mengetahui proses yang lebih jauh lagi bagaimana pengelelolaan dari dana
ta‟zir dan pegakuan dari danata‟widh, juga bahwa tidak ada penelitian
sebelumnya yang meneliti di PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk sehingga
itu penulis memilih Judul : “ Analisis Pengelolaan Dana Ta‟zir Dan
Dana Ta‟widh Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
B. Permasalahan
Dari latar belakang yang sudah diuraikan di atas maka rumusan
masalah yang diteliti oleh penulis adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengelolaan dana ta'zir dan ta‟widh pada Bank Muamalat
Indonesia, Tbk ?
2. Bagaimana Pengakuan Dana Ta‟widh Pada Bank Muamalat Indonesia,
Tbk ?
C. Batasan Masalah
Agar mempermudah dalam penulisan dan tidak melebar jauh dari
fokus awal, maka penulis membatasi masalah pada pengelolaan dana
ta‟zir dan ta‟widh di Bank Muamalat Indonesia, Tbk tahun 2015.
5
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dari dana ta‟zir dan ta‟widh
pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
2. Untuk mengetahui pengakuan dari dana ta‟widh pada PT. Bank
Muamalat Indonesia, Tbk.
E. Kegunaan Penelitiaan
Penelitian di harapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Nasabah dan Masyarakat
Nasabah dan masyarakat yang akan melakukan pembiayaan dapat
mengetahui jika mereka lalai dan menunda-nunda pembayaran akan
kewajibannya ada perlakuan sanksi yaitu ta‟zir dan ta‟widh agar
mereka tidak melakukan kelalaian tersebut.
Bagi nasabah yang pernah mengalami terkena sanksi dari ta‟zir dan
ta‟widh dapat mengetahui kemana uang mereka dialokasikan dan dapat
menghilangkan kecurigaan terhadap dana non halal yang ada pada bank
umum syariah.
2. Bank Syariah
Dapat berguna untuk perbankan syariah dalam perkembangan praktik
dari ta‟zir dan ta‟widh.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pembiayaan
a. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan,
yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan baik dilakukan sendiri maupun djalankan oleh
orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk
mendefiisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan
seperti bank syariah kepada nasabah. Sedangkan menurut M. Syafi‟I
Antonio, menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas
pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.(Muhammad
2005: 260 )
Pembiayaan adalah suatu hal yang lazim dilakukan oleh bank
syariah. Pembiayaan sendiri merupakan tugas bank sebagai media
intermediasi, yaitu mengumpulkan dan kemudian meyalurkan dana
tersebut. adapun sifat kegunaanya pembiayaan dapat dibagi dalam:
1) Memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis dipakai untuk
memenuhi kebutuhan; dan
2) Produksi dalam bentuk yang luas, yaitu untuk meningkatkan
usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasrkan.
(Zainul Arifin 2006: 200-201)
Berdasarkan UU No. 7 th. 1992, yang dimaksud dengan
pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
ditambah dengan sejumlah harga, imbalan atau pembagian hasil.
7
b. Jenis-jenis Pembiayaan
Dalam menjelaskan jenis-jenis pembiayaan dapat dilihat dari
tujuannya, jangka waktunya, jaminan serta orang yang menerima dan
member pembiayaan. Pembiayaan menurut sifat penggunaan dapat
dibagi menjadi dua hal, sebagai berikut:
1) Menurut sifatnya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu
untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi,
perdagangan, maupun investasi.Menurut keperluannya,
pembiayaan produktif dapat di bagi menjadi tiga hal
berikut:
(1) Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu
jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu
peningkatan kualitas atu mutu hasil produksi.
(b) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility
of place dari suatu barang.
(c) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan
barang-barang modal (capital goods)
b) Pembiayaan Konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan kousumsi, yang akan habis
digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
(Muhammad Ridwan 2004 : 206)
Secara garis besar poduk pembiayaan menurut hukum
ekonomi syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaanya yaitu:
a. Pembiayaan dengan prinsip Jual Beli (Ba‟i)
Menurut istilah terminologi yang dimaksud sebagai jual beli
ialah menukar barang dengan barang, barang dengan uang, dengan
8
cara melepaskan hak dari yang satu kepada yang lain dengan cara
saling rela atau ridho antara kedua belah pihak. Prinsip jual beli
dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan
barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank
ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang
dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan pada waktu
pembayaran dan penyerahan barangnya kepada pembeli.
1). Pembiayaan Murabahah adalah akad jual beli barang sebesar
harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang
disepakati. Berdasarkan jual beli tersebut bank membeli
barang yang di pesan dan menjualnya keada nasabah. Harga
jual bank adalah harga beli dari suplier di tambah keuntungan
yang disepakati. ( Muhammad 2014: 271)
2).Pembiayaan Salam adalah akad jual beli suatu barang (komoditi)
di mana harganya dibayar dengan segera (pada saat akad
disepakati), sedangkan barangnya akan di serahkan kemudian
dalam jangka waktu yang di sepakati‖.( Muhammad 2014: 281)
3). Pembiayaan Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang di sepakati anatara pesanan (pembeli, mustashni)
dan penjual (pembuat, shani)‖.( Muhammad 2014: 290)
9
b. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa ( Ijarah )
Ada yang menterjemahkan ijarah sebagai jual beli jasa (upah-
mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula
yang menerjemahkan sewa-menyewa. Transaksi ijarah dilandasi
adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah
sama saja dengan prinsip jual beli. Pada akhir masa sewa, bank
dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah.
Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah
bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).
Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. Al-Bai‟
wal ijarah muntahhiyah bit tamlik (IMBT) merupakan rangkaian
dua buah akad, yakni akad al-Bai‟ dan akad ijarah muntahia bit
tamlik (IMBT). Al-Bai‟ merupakan akad jual beli, sedangkan
IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa (ijarah) dan
jual beli atau hibah di akhir masa sewa. (Muhammad 2014: 309-
310)
c. Berdasarkan prinsip Bagi Hasil
Bentuk khusus kontrak keuangan yang telah dikembangkan
untuk mengantikan mekanisme bunga dalam transaksi keuangan
adalah mekanisme bagi hasil. Mekanisme bagi hasil ini merupakan
core product bagi lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah.
Karena bank syariah melarang penerapan tingkat bunga pada
10
semua transaksi keuangann ya. Kedua akad berikut ini adalah yang
tergolong bagi hasil:
1). Pembiayaan Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko (kerugian) akan ditanggung
bersama sesuai kesepakatan.
2). Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerjasama antara bank
selaku pemilik dana (shahibul maal) dengan nasabah selaku
(mudharib) yang memunyai keahlianuntuk mengelola suatu
usaha yang produktif dan halal. Hasil keuntungan dari
penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah
yang disepakati. (Muhammad 2014 : 239-241)
d. Pembiayaan dengan Akad Pelengkap
1). Hiwalah (alih hutang-piutang) dalam perbankan tujuan fasilitas
hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal
tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti
biaya atas pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi risiko
kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian
atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi
antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang.
2).Rahn (Gadai) tujuan akad rahn diperbankan untuk memberikan
jaminan kepada bank sewaktu waktu nasabah tidak dapat
11
memenuhi kewajibannya (wanprestasi). Apabila nasabah
wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang
digadaikan atas perintah hakim. Nasabah mempunyai hak
menjual barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil
penjualan melebihi kewajibannya, kelebihan tersebut menjadi
milik nasabah. Dalam hal hasil penjualan tersebut lebih kecil
dari kewajibannya, maka nasabah harus menutupi
kekurangannya
3). Qardh (penyediaan dana tagihan) dalam perbankan syariah
adalah suatu pinjaman yang di sediakan tanpa adanya syarat ini
bertujuan untuk pengembangan bisnis dan investasi juga
ditunjukan untuk hal-hal yang bersifat kebaikan, tolong-
menolong dan juga untuk sosial.
4). Wakalah (perwakilan) adapun pengertian secara terminologi al-
wakalah ialah penyerahan dari seseorang kepada orang lain
untuk mengerjakan sesuatu, perwakilan berlaku selama yang
mewakilkan masih hidup. Wakalah dalam aplikasi perbankan
terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk
mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu., seperti
pembukaan L/C, inkaso dan transferuang. Kelalaian dalam
menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank, kecuali
kegagalan karena force majure menjadi tanggung jawab
nasabah.
12
5).Kafalah atau garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk
menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank
dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah
dana untuk fasilitas ini sebagairahn. Bank dapat pula
menerima dana tersebut dengan prinsip wadi‟ah.
2. Pengertian ta‟zir
Kata ta‟zir berakar dari kata Azzara yang secara arti kata
mengandung arti membantu, membantu menghindarkan dari suatu
yang tidak menyenangkan. Dalam kaitannya dengan ta‟zir pada
lembaga keuangan syariah, ta‟zir adalah sanksi yang dikenakan
LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-
nunda pembayaran dengan disengaja dengan alasan yang tidak
dibenarkan oleh syar‘i dan tidak mempunyai kemauan dan itikad
baik unntuk membayar hutangnya. Adapun nasabah yang belum
mampu membayar kewajibannya disebabkan force majeur maka
tidak boleh dikenakan ta‟zir menurut Fatwa DSN. Adapun jumlah
tergantung kesepakatan atara kedua belah pihak yang berakad
ketika penandatanganan kontrak akad.(Syarifuddin 2003:321
dalam skripsi yang ditulis oleh Arianto Saputra).
a. Landasan hukum
Firman Allah surat al-Maidah ayat 1 yang artinya :―Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu,
13
(yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika
kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.‖ (Terjemah QS. 5
ayat 1)
Dasar hukum dari adanya hukuman ta‟zir itu adalah ijtihad ulama
yang berlandaskan kepada umumnya hadist nabi yang mengatakan
Mathlul ghanii dzulmun …. (HR Nasa‟i)
Artinya:“menunda-nunda( pembayaran) yang dilakukan oleh
orang mampu adalah suatu kedhaliman…. (HR Nasa‟i)
3. Pengertian ta‘widh
Kata al-ta‟widh berasal dari kata „iwadha yang mempunyai
arti memberi ganti atau mengganti, sedangkan kata ta‟widh sendiri
mempunyai arti secara bahasa mengganti. Secara umum pengertian
ta‟widh adalah menutup kerugian yang terjadi akibat pelanggaran
atau kekeliruan dengan ketentuan kerugian rill yang dapat
diperhitungkan dengan jelas dengan upaya untuk memperoleh
pembayaran dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi
karena adanya peluang yang hilang. (Tim kashiko 2000:499 dalam
skripsi yang ditulis oleh Arianto Saputra).
a. Ganti Rugi Menurut Hukum KUH Perdata
Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu ganti rugi Karena
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum ganti rugi karena
14
perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk ganti rugi yang
dibebankan kepada orang yang telah menimbulkan kesalahan
kepada pihak yang telah dirugikan. Ganti rugi itu timbul karena
adanya kesalahan, bukan karena adanya perjanjian. Ganti rugi
karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan
kepada debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah
dibuat antara debitur dan kreditur.
b. Landasan Hukum
Terjemah QS. al-Baqarah ayat 279Artinya: ―Maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu
bertaubat(dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu;
kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya‖.
Mathlul ghanii dzulmun …. (HR Nasa‘i)
Artinya:―menunda-nunda( pembayaran) yang dilakukan oleh orang
mampuadalah suatu kedhaliman…. (HR Nasa‘i)
c. Pendapat Ulama tentang ta‟widh (Ganti Rugi)
Menurut pendapat ulama tentang ta‘zir yang saya kutip dari
fatwa DSN NO43/DSN-MUI/VIII/2004.
Pendapat Ibn Qudamah, bahwa penundaan pembayaran kewajiban
dapat menimbulkan kerugian (dharar) dan karenanya harus
dihindarkan ia menyatakan.― jika orang berutang (debitur)
bermaksud melakukan perjalanan, atau jika pihak berpiutang
15
(kreditur) bermaksud melarang debitur (melakukan perjalanan),
perlu kita perhatikan sebagai berikut. Apabila jatuh tempo hutang
sebelum kedatangannya dari perjalanan misalnya, perjalanan untuk
berhaji di mana debitur masih dalam perjalanan haji sedangkan
jatuh tempo hutang pada bulan muharram atau dzulhijjah—maka
kreditur boleh melarangnya melakukan perjalanan. Hal ini karena
ia (kreditur) akan menderita kerugian (dharar) akibat
keterlambatan (memperoleh) haknya pada saat jatuh tempo. Akan
tetapi, apabila debitur menunjuk penjamin atau menyerahkan
jaminan (gadai) yang cukup untuk membayar utangnya pada saat
jatuh tempo, ia boleh melakukan perjalanan tersebut, karena
dengan demikian, kerugian kreditur dapat dihindarkan.
Pendapat Wahbah al-Zuhaili, ta‟widh (ganti rugi) adalah menutup
kerugian yang terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan.
Ketentuan umum yang berlaku pada ganti rugi dapat berupa:
a. Menutup kerugian dalam bentuk benda (dharar, bahaya) seperti
memperbaiki dinding…
b. Memperbaiki benda yang dirusak menjadi utuh kembali seperti
semula selama dimungkinkan, seperti mengembalikan benda
yang dipecahkan menjadi utuh kembali. Apabila hal tersebut
sulit dilakukan, maka wajib menggantinya dengan benda yang
sama (sejenis atau dengan uang, sementara itu, hilangnya
keuntungan dan terjadinya kerugian yang belum pasti dimasa
16
yang akan datang atau kerugian immateriil, maka menurut
ketentuan hukum fiqh hal tersebut tidak dapat diganti
(dimintakan ganti rugi). Hak itu karena objek ganti rugi adalah
harta yang ada dan kongkret serta berharga (diijinkan syariat
untuk memanfaatkannya). Pendapat `Abd al-Hamid Mahmud al-
Ba‘li, Mafahim Asasiyyah fi al-Bunuk al-Islamiyah, al-Qahirah:
al-Ma‘had al-‗Alami li-al-Fikr al-Islami, 1996 : Ganti rugi
karena penundaan pembayaran oleh orang yang mampu
didasarkan pada kerugian yang terjadi secara riil akibat
penundaan pembayaran dan kerugian itu merupakan akibat logis
dari keterlambatan pembayaran tersebut.
(Fatwa 43/DSN-MUI/VIII/2004)
4. GRI (Global Reporting Intiative)
Pedoman pelaporan Corporate Social Responsibility (CSR)
untuk kawasan Asia Tenggara yang disebut dengan GRI G4 ini,
pertama kali diluncurkan di Amsterdam, Belanda, pada tanggal 22
Mei 2013 bertepatan dengan diadakannya Konferensi Global
Pelaporan Berkelanjutan, yang dihadiri oleh 1600 peserta dari 70
negara, termasuk 20 orang delegasi dari Indonesia. Direktur Interim
GRI Asthildur menjelaskan, pedoman pelaporan CSR tersebut telah
dibuat dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan proses
pembuatannya memakan waktu dua tahun. ―Dengan adanya sistem
17
pelaporan internasional ini, perusahaan dapat menggunakannya
sebagai patok banding dalam menjalankan bisnis yang berwawasan
lingkungan dan kepedulian sosial.
Pedoman pelaporan CSR yang juga disebut Pedoman Laporan
Keberlanjutan itu sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. GRI
telah membuat pedoman ini pertama kalinya pada 2000 lalu. Dengan
perkembangan dunia usaha dan kompleksitas isu keberlanjutan dari
masa ke masa, maka pedoman pelaporan juga perlu disesuaikan.
Semenjak tahun 2002, pedoman itu telah direvisi beberapa kali,
hingga akhirnya keluarlah pedoman terbaru yang merupakan generasi
ke 4 atau disingkat G4.
GRI (Global Reporting Intiative) merupakan sebuah jaringan
berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia,
paling banyak menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan
berkomitmen untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan
penerapan di seluruh dunia.
Tiga fokus pengungkapan GRI, antara lain:
1. Indikator Kinerja Ekonomi (economic performance indicator)
2. Indikator Kinerja Lingkungan (environment performance indicator)
3. Indikator Kinerja Sosial (social performance indicator) terdiri dari:
a. Tenaga Kerja (labor practices and decent work)
18
didistribusikan. -Kinerja Ekonomi EC2 Implikasi finansial dan risiko serta peluang
lainnya kepada kegitan organisasi karena
perubahan iklim. -Kinerja Ekonomi EC3 Cakupan kewajiban organisasi atas imbalan
pasti. -Kinerja Ekonomi EC4 Bantuan finansial yang diterima dari
pemerintah.
b. Hak Asasi Manusia (human rights performance )
c. Sosial (Society)
d. Tanggung jawab Produk (product responsibility performance).
https:// wordpress.com/2010/11/06/
Berikut adalah tabel kategori dan sub kategori dari GRI G4 :
-Keberadaan Pasar EC5 Rasio upah standar pegawai pemula (entry
level) menurut gender dibandingkan dengan
upah minimum regional di lokasi-lokasi
operasional yang signifikan.
EC6 Perbandingan manajemen senior yang
dipekerjakan dari masyarakat lokal di operasi
yang signifikan.
-Dampak Ekonomi
Tidak Langsung
EC7 Pembangunan dan dampak dari investasi
infrastruktur dan jasa yang diberikan.
EC8 Dampak ekonomi tidak langsung yang
signifikan, termasuk besarnya dampak.
-Praktik Pengadaan EC9 Perbandingan dari pemasok lokal di
operasional yang signifikan.
KATEGORI LINGKUNGAN
-Bahan EN1 Bahan yang digunakan berdasarkan berat dan
volume.
EN2 Presentase bahan yang digunakan yang
merupakan bahan input daur ulang.
-Energi EN3 Konsumsi energi dalam organisasi.
EN4 Konsumsi energi diluar organisasi.
Tabel 1. Kategori dar GRI G4
KATEGORI EKONOMI -Kinerja Ekonomi EC1 Nilai ekonomi langsung yang dihasilkan dan
19
KATEGORI LINGKUNGAN
-Keanekaragaman
Hayati
EN14 Jumlah total spesies dalam IUCN RED LIST
dan spesies dalam daftar spesies yang
dilindungi nasional dengan habitat ditempat
yang dipengaruhi operasional, berdasarkan
tingkat risiko kepunahan.
-Emisi EN15 Emisi gas rumah kaca (GRK) langsung
(Cakupan 1).
EN16 Emisi gas rumah kaca (GRK) energi tidak
langsung (Cakupan 2).
EN17 Emusi gas rumah kaca (GRK) tidak langsung
lainnya (Cakupan 3).
EN18 Intensitas emisi gas rumah kaca (GRK).
EN19 Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).
EN20 Emisi bahan perusak ozon (BPO).
EN21 NOx, Sox dan emisi udara signifikan lainnya.
-Efluen dan Limbah EN22 Total air yang dibuang berdasarkan kualitas
dan tujuan.
EN23 Bobot total berdasarkan jenis dan metode
pembuangan.
EN24 Jumlah dan volume total tumpahan signifikan.
EN5 Intensitas energi.
EN6 Pengurangan konsumsi energy.
-Air EN7 Konsumsi energi diluar organisasi.
EN8 Total pengambilan air berdasarkan sumber.
EN9 Sumber air yang secara signifikan dipengaruhi
oleh pengambila air.
EN10 Presentase dan total volume air yang didaur
ulang dan digunakan kembali.
-Keanekaragaman
Hayati
EN11 Lokasi-lokasi operasional yang dimiliki,
disewa, dikelola didalam, atau yang
berdekatan
dengan kawasan lindung dan kawasan dengan
keanekaragaman hayati tinggi diluar kawasan
lindung. EN12 Uraian dampak signifikan kegiatan, produk,
dan jasa terhadap keanekaragaman hayati
tinggi diluar kawasan lindung dan kawasan
dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi
dikawasan lindung.
EN13 Habitat yang dilindungi dan dipulihkan.
20
EN25 Bobot limbah yang dianggap berbahaya
menurut ketentuan Basel 2 Lampiran I, II, III
dan VIII yang diangkut diimpor, diekspor atau
diolah dan persentase limbah yang diangkut
untuk pengiriman internasional.
EN26 Identitas, ukuran dan status lindung, dan nilai
keanekaragaman hayati dari badan air dan
habitat terkait yang secara signifikan terkea
dampak dari pembuangan dan air limpasan dari
organisasi.
-Produk dan Jasa EN27 Tingkat mitigasi dampak terhadap dampak
lingkungan produk dan jasa.
EN28 Persentase produk yang terjual dan
kemasannya yang direklamasikan menurut
kategori.
-Kepatuhan EN29 Nilai moneter denda yang signifikan dan
jumlah total sanksi non-moneter atas
ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan
peraturan lingkungan.
KATEGORI LINGKUNGAN
-Transportasi EN30 Dampak lingkuuangan signifikan dari
pengangkutan produk dan barang lain serta
bahan untuk operasional organisasi dan
pengangkutan tenaga kerja.
-Lain-lain EN31 Total pegeluaran dan investasi perlindungan
lingkungan berdasarkan jenis.
-Asesmen Pemasok atas
Lingkungan
EN32 Persentase penapisan pemasok baru
menggunakan kriteria lingkungan.
EN33 Dampak lingkungan negatif signifikan aktual
dan potensial dalam rantai pasikan dan
tindakan yang diambil.
-Mekasnisme
Pengaduan Masalah
Lingkungan
EN34 Jumlah pengaduan tentang dampak lingkungan
yang diajukan, ditangani dan diselesaikan
melalui mekasnisme pangaduan resmi.
KATEGORI SOSIAL
Sub Kategori : Praktik Ketenagakerjaan dan Kenyamanan Bekerja
-Kepegawaian LA1 Jumlah total dan tingkat perekrutan karyawan
baru dan turnover karyawan menurut
kelompok umur, gender dan wilayah.
21
LA2 Tunjangan yang diberikan bagi karyawan
purnawaktu yang tidak diberikan bagi karyawa
sementara atau paruh waktu, berdasarkan
lokasi operasi yang signifikan.
LA3 Tingkat kembali bekerja dan tingkat resistensi
setelah cuti melahirkan, menurut gender.
-Hubungan Industrial LA4 Jangka waktu minimum pemberitahuan
mengenai perubahan operasional, termasuk
apakah hal tersebut tercantum dalam perjanjian
bersama.
-Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
LA5 Persentase total tenaga kerja yang diwakili
dalam komiite bersama formal manajemen-
pekerja yang membantu mengawasi dan
memberikn saran program kesehatan dan
keselamatan kerja.
LA6 Jenis dan tingkat cedera, penyakit akibat kerja,
hari hilang dan kemangkiran serta jumlah total
kematian akibat kerja, menurut daerah dan
gender.
KATEGORI SOSIAL
Sub Kategori : Praktik Ketenagakerjaan dan Kenyamanan Bekerja
-Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
LA7 Pekerjaan yang sering terkena atau beresiko
tinggi terkena penyakit yang terkait dengan
pekerjaan mereka.
LA8 Topik kesehatan dan keselamatan tercakup
dalam perjanjian formal serikat pekerja.
-Pelatihan dan
Pendidikan
LA9 Jam pelatihan rata-rata pertahun perkaryawan
menurut gender, dan menurut kategori
karyawan.
LA10 Program untuk manajemen keterampilan dan
pembelajaran seumur hidup yang mendukung
keberlanjutan kerja karyawan dan membantu
mereka mengelola purna bakti.
LA11 Persentase karyawan yang menerima review
kinerja dan pengembangan karier secara
regular menurut gender dan kategori kayawan.
22
-Keberagaman dan
Kesetaraan Peluang
LA12 Komposisi badan tata kelola dan pembagian
karyawan perkategori karyaman menurut
gender, kelompok usia, keanggotaan kelompok
minoritas dan indikator keberagaman lainnya.
-Kesetaraan
Remunerasi Perempuan
dan Laki-Laki
LA13 Rasio gaji pokok dan remunerasi bagi
perempuan terhadap laki-laki menurur karegori
karyawan, berdasarkan lokasi operasional yang
signifikan
-Asesmen Pemasok
Terkait Praktik
Ketenagakerjaan
LA14 Persentase penapisan pemasok baru
menggunakan praktik ketenagakerjaan.
LA15 Dampak negative aktual dan potensial yang
signifikan terhadap praktik ketenagakerjaan
rantai pasokan dan tindakan yang diambil
LA16 Jumlah pengaduan tentang praktik
ketenagakerjaan yang diajukan, ditangani, dan
diselesaikan melalui pengaduan resmi.
KATEGORI SOSIAL
Sub Kategori : Hak Asasi Manusia
-Investasi HR1 Jumlah total dan persentase perjanjian dan
kontrak investasi yang signifikan yang
menyertakan klausul terkait hak asasi manusia
atau penapisan berdasarkan hak asasi
manuasia.
-Investasi HR2 Jumlah waktu pelatihan karryawan tentang
kebijakan/prosedur HAM terkait dengan
aaspek HAM yang relevan dengan operasi.
-Non Diskriminasi HR3 Jumlah total insiden diskriminasi dan tindakan
korektif yang diambil.
-Kebebasan Berserikat
dan Perjanjian Kerja
Bersama
HR4 Operasi pemasok teridentifikasi yang mungkin
melanggar atau beresiko tinggi melanggar hak
untuk melaksanakan kebebasan berserikat dan
perjanjian kerja bersama, dan tindakan yang
diambil untuk mendukung hak-hak tersebut.
-Pekerja Anak HR5 Operasi dan pemasok yang diidentifikasi
beresiko tinggi melakukan eksploitasi pekerja
anak dan tindakan yang diambil untuk
berkonstribusi dalam penghapusan pekerja
anak yang efektif.
-Pekerja Paksa atau
Wajib Kerja
HR6 Operasi dan pemasok yang diidentifikasi
beresiko tinggi melakukan pekerja paksa atau
wajib kerja dan tindakan untuk berkonstribusi
dalam penghapusan segala bentuk pekerja
paksa atau wajib kerja.
23
KATEGORI SOSIAL
Sub Kategori : Masyarakat
-Masyarakat Lokal SO1 Persentase operasi dengan pelibatan
masyarakat lokal, dampak & pengembangan.
-Masyarakt Lokal SO2 Operasi dengan dampak negative aktual dan
potensial yang signifikan terhadap masyarakat
lokal.
-Anti Korupsi SO3 Jumlah total dan persentase operasi yang
dinilai terhadap risiko terkaot dengan korupsi
dan risiko signifikan yang teridentifikasi.
SO4 Komunikasi dan pelatihan mengenai kebijakan
dan prosedur anti korupsi.
SO5 Insiden korupsi yang terbukti dan tindakan
yang diambil.
-Kebijakan Publik SO6 Nilai total konstribusi politij berdasarkan
negara dan penerima/penerima mamfaat.
-Anti Persaingan SO7 Jumlah total tindakan hukum terkait anti
persaingan, anti-trust, serta praktik monopoli
dan hasilnya.
-Praktik Pengamanan HR7 Persentase petugas pengamanan yang dilatih
dalam kebijakan atau prosedur hak asasi
manusia di organisasi yang relevan dengan
operasi.
-Hak Adat HR8 Jumlah total insiden pelanggaran yang
melibatkan hak-hak masyarakat adat dan
tinddakan yang diambil.
-Asesmen HR9 Jumlah total dan persentasi operasi yang telah
melakukan review atau asesmen dampak hak
asasi manusia.
-Asesmen Pemasok atas
Hak Asasi Manusia
HR10 Persentase penapisan pemasok baru
menggunakan kriteria hak asasi manusia.
HR11 Dampak negatif aktual dan potensial yang
signifikan terhadap hak asasi manusia dalam
rantai pasokan dan tindakan yang diambil.
-Mekanisme Pengaduan
Masalah Hak Asasi
Manusia
HR12 Jumlah pengaduan tentang dampak terhadap
hak asasi manusai yang diajukan, ditangani dan
diselesaikan melalui pengaduan formal.
24
kesehatan dan keselamatan dari produk dan
jasa sepanjang daur hidup, menurut jenis hasil.
-Pelabelan Produk dan
Jasa
PR3 Jenis informasi produk dan jasa yang
diharuskan oleh prosedur organisasi terkait
dengan informasi dan pelabelan produk dan
jasa yang signifikan harus mengikuti
informasi sejenis.
PR4 Jumlah total insiden ketidakpatuhan terhadap
peraturan dan koda sukarela terkait dengan
informasi dan pelabelan produk dan jasa,
menurut jenis hasil.
PR5 Hasil survei untuk mengukur kepuasan
pelanggan.
-Komunikasi
Pemasaran
PR6 Penjualan produk yang dilarang atau
disengketakan.
PR7 Jumlah total insiden ketidakpatuhan terhadap
peraturan dan koda sukarela tentang
komunikasi pemasaran, termasuk iklan,
promosi dan sponsor menurut jenis hasil.
-Privasi Pelanggan PR8 Jumlah total keluhan yang terbukti terkait
dengan pelanggaran privasi pelanggan dan
hilangnya data pelanggan.
-Kepatuhan PR9 Nilai moneter denda yang signifikan atas
ketidakpatuhan terhadap undang-undanng dan
peraturan terkait penyediaan dan penggunaan
produk dan jasa.
-Kepatuhan SO8 Nilai moneter denda yang signifikan dan
jumlah total sanksi non moneter atas
ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan
peraturan.
-Asesmen Pemasok atas
Dampak Terhadap
Masyarakat
SO9 Persentase penapisan pemasok baru
menggunakan kriteria untuk dampak terhadap
masyarakat.
SO10 Dampak negative aktual dan potensional yang
signifikan terhadap masyarakat dalam rantai
pasokan dan tindakan yang diambil.
-Mekanisme Pengaduan
Dampak Terhadap
Masyarakat
SO11 Jumlah pengaduan tentan dampak terhadap
masyarakat yang diajukan, ditangani dan
diselesaikan melalui mekanisme pengaduan
resmi.
KATEGORI SOSIAL
Sub Kategori : Tanggungjawab atas Produk
-Kesehatan
Keselamatan Pelanggan
PR1 Persentase kategori produk dan jasa yang
signifikan dampaknya terhadap kesehatan dan
keselamatan yang dinilai untuk peningkatan.
PR2 Total jumlah insiden ketidakpatuhan terhadap
peraturan dan koda sukarela terkait dampak
Sumber : www.globalreporting.or
25
Global Reporting Initiative (GRI) berkolaborasi bersama
National Center for Sustainability Reporting (NCSR) meluncurkan
sebuah kerangka konsep yang global dan dapat dipercaya dalam
melaporkan keberlanjutan yang dapat digunakan oleh berbagai
organisasi yang berbeda ukuran, sektor, dan lokasinya.
Saat ini, sistem pedoman pelaporan ini sudah diterima secara
global, pedoman itu juga dapat digunakan perusahaan-perusahaan
yang tergabung dalam Indonesia Global Compact," kata Ketua Global
Compact Indonesia Junardy. Dia menjelaskan, keberlanjutan sebuah
perusahaan ditentukan oleh aspek sosial dan lingkungan, bukan
semata-mata faktor materiil, dikarenakan aspek social dan lingkungan
adalah parameter untuk mengetahui apakah ada dampak posistif atau
negatif dari kehadiran sebuah komunitas baru (perusahaan) terhadap
komunitas lokal (masyarakat setempat). s
B. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Menurut skripsi yang disusun oleh Muis Hidayat dengan judul
Analisis Penerapan Fatwa DSN-MUI No.43/DSN-MUI/VIII/2004
tentang ta‟widh pada Pembiayaan Murabahah di PT Bank Syariah
Bukopin berada pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2010.
Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan konsep ta‘widh yang telah
dikeluarkan oleh DSN MUI melalui fatwa DSNMUI No. 43/DSN-
26
MUI/VIII/2004 dan untuk mengetahui penerapan dan aplikasi ta‟widh
pada pembiayaan murabahah dan cara penyelesaiannya di PT Bank
Syariah Bukopin.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis.
Hasil penelitian ini denda merupakan sebagai bentuk proses ganti rugi
oleh salah satu pihak yang merasa kerugian atas Dalam hal ini Islam
memandang bahwa, denda tersebut adalah utangyang wajib dibayar.
Menurut skripsi yang disusun oleh Yetty Nur Indah Sari dengan
judul denda murabahah dalam pandangan sistem ekonomi islam (studi
kasus di Bank Syariah Mega Indonesia) berada pada Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun
2008, tujuan penelitian ini untuk menjelaskan konsep denda dalam
pandangan sistem ekonomi islam dan untuk mengetahui bagaimana
denda pada pembiayaan murabahah dan cara penyelesaiannya di PT
Bank Syariah Mega Indonesia. Hasil penelitian ini denda merupakan
sebagai bentuk proses oleh salah satu pihak yang merasa kerugian atas
biaya yang telah dikeluarkan atas dasar kemaslahatan dan biaya-biaya ril
yang dikeluarkan oleh bank syariah karena terjadinya proses
perpanjangan dalam pembiayaan murabahah akibat dari penundaan
pelunasan oleh nasabah debitur.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Dan Definisi Operasional Variabel
Obyek yang diteliti adalah pengelolaan dana ta‟zir dan ta‟widh,
dengan menggunakan penganalisaan yang berpegang terhadap Fatwa
DSN. Dari analisis tersebut bisa didapatkan bagaimana suatu entitas
mendapatkan, lalu mengalokasi kan dana ta‟zir dan ta‟widh.
Subjek Penelitiannya pada PT.Bank Muamalat Indonesia, Tbk
B. Jenis Penelitian
Studi kasus terhadap kejadian yang berkaitan dengan pembiayaan,
ta‟zir, dan ta‟widh. Studi kasus merupakan penelitian yang kajiannya
kepada satu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail,
dan komperhensif pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif dan data kuantitatif. Menurut Mukhtar (2013:103) Jenis data
kuantitatif adalah data yang berbentuk angka. Namun demikian tidak
semua data angka mencermikan kuantitas yang sebenarnya. Contoh data
kuantitatif yang umum digunakan dalam laporan publikasi bank yaitu:
laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, rasio keuangan dan kinerja
keuangan.
28
Jenis data adalah kualitatif yang bersifat deskriptif karena data yang
akan dikumpulkan dan diamati lebih berbentuk kata-kata atau gambar
tidak menekan pada angka, sehingga setelah data terkumpul peneliti akan
mendiskripsikan dan menganalisis data tersebut. Penelitian deskriptif tidak
menggunakan dan tidak melakukan pengujian hipotesis, yang juga berarti
tidak membangun dan mengembangkan teori. Dalam pengolahan dan
analisis data, lazimnya menggunakan pengolahan statistik yang bersifat
deskriptif.
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini ialah data primer
dan data sekunder. Data primer didapat secara langsung dari responden
atau pihak terkait dengan instrument wawancara, data primer diperoleh
dari pihak yang mengetahui tentang pengelolaan dari dana ta‟zir dan
ta‟widh khususnya pada Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data internal bank
laporan keuangan, Fatwa DSN yang berlaku dan lainnya, dan bisa juga
didapat dari studi literatur berupa jurnal penelitian, skripsi terdahulu,
informasi internet, dan buku yang terkait dengan penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Penelitian lapangan (field research) yaitu,
Wawancara, wawancara merupakan salah satu cara pengumpulan data
dengan jalan komunikasi (lisan) antara peneliti dengan responden,
yakni melalui kontak dan hubungan pribadi. Komunikasi tersebut
29
dilakukan secara langsung dengan cara face to face, artinya antara
peneliti berhadapan langsung, maupun tidak langsung (atau via telepon)
untuk menanyakan secara lisan hal-hal yang diinginkan dan jawaban
responden permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak
wawancaradiminta pendapat dan idenya. Pada Penelitian ini peneliti
menggunakan jenis wawancara semistruktur, dimana dalam
pelaksanaannya lebih bebas dalam wawancara terstruktur.
Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak
wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.
2. Penelitian perpustakaan (library research) yaitu: Mengambil bahan-
bahan pustaka dan dokumen-dokumen perbankan yang relevan dan
aktual terhadap masalah yang diteliti dan mengambil sumber dari
Internet yang Relevan dan terpercaya sumbernya.
3. Dokumentasi yaitu mengambil bahan dan memeriksa laporan
keuangan bagaimana tentang pengelolaan dari ta‟zir dan ta‟widh pada
Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
E. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif dan
kuantitatif yang bersifat deskriptif dan data yang akan dikumpulkan juga
berbentuk kata-kata, gambar dan juga termasuk menekankan pada angka.
1. Mengamati Laporan Keuangan Dari Bank Muamalat Indonesia, Tbk,
serta menganalisis Fatwa DSNno :17/DSN-MUI/IX/2000 untuk sanksi
30
atas nasabah yang mampu tapi menunda-nunda pembayarandan Fatwa
43/DSN-MUI/VIII/2004 yang berlaku untukganti rugi (Ta‟widh).
2. Menganalisis data yang didapat dari Laporan Keuangan Bank
Muamalat Indonesia, Tbk.
3. Mengambil data dari laporan posisi keuangan, neraca, laporan laba
rugi dari Laporan Keuangan Bank muamalat Indonesia, Tbk
4. Setelah mendapatkan hasil dari analisis data Bank Muamalat
Indonesia, Tbk, kita harus melihat di mana kelemahannya dan juga
mencoba memberi saran yang baik agar Bank Muamalat bisa jadi
lebih baik lagi kedepannya dalam mengelola dana ta‟zir dan ta‟widh.
F. Kerangka Pemikiran
Pembiayaan adalah hal yang wajar dilakukan di Bank Umum
Syariah, pembiayaan itu sendiri adalah tugas Bank sebagai pihak
intermediasi yaitu menerima dana lalu menyalurkannya. Adapun prinsip
yang digunakan dalam pembiayaan yaitu, prinsip jual beli, prinsip ujrah
dan prinsi bagi hasil.
Dalam melakukan pembiayaan sudah pasti Bank Syariah di
hadapkan dengan resiko pembiayaan atau resiko kredit akibat kegagalan
bayar nasabah, baik karena disengaja menunda-nunda pembiayaan
maupun karena force majuer. Untuk meminimalisir risiko kredit atau
pembiayaan bank memberlakukan ta‟zir sebagai peringatan atas kelalaian
nasabah sekalis ta‟widh atau ganti rugi yang dialami bank secara rill.
31
Kerangka Pemikiran
Berikut adalah gambaran kerangka pemikiran penyalran dana kepada
nasabah dalam bentuk pembiayaan, dan alur pengelolaan ta‟zir dan ta‟widh.
BANK UMUM SYARIAH
BANK MUAMALAT INDONESIA
PEMBIAYAAN
Prinsip Jual Beli ( Margin)
Prinsip Ujrah ( sewa)
Prinsip Bagi hasil (Laba )
Force majuer Nasabah lalai/
Menunda-nunda pembayaran
Dapat di akui
sebagai
Pendapatan Bank
Di akui sebagai
dana Non halal,
dan di salurkan
untuk dana sosal
Ta’zir Ta’widh
Analisis
Analisisi penyelesaian sesuai dengan prinsip Syariah dan Fatwa DSN, dan ketransparan
bagaimana pengalokasian ta’zir pada Dana non halal, dan pengakuan ta’widh sebagai
pendapatan di Bank Muamalat Indonesia, Tbk
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
1. Sejarah Berdirinya Bank Muamalat Indonesia
Bank Muamalat Indonesia adalah bank syariah yang pertama
murni di Indonesia. Bank Muamalat Indonesia berdiri pada 1
November 1991 atau 24 Rabi‘us Tsani 1412 H. Pendiriannya digagas
oleh Majelis Ulama Indonesia, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia,
serta pengusaha muslim dengan dukungan Pemerintah Republik
Indonesia. Mulai beroperasi pada 1 Mei 1992 atau 27 Syawal 1412 H.
Sejak beroperasi, Bank Muamalat Indonesia telah menjadi pelopor
bisnis keuangan syariah lainnya diantaranya asuransi syariah pertama
(Asuransi Takaful), memberikan bantuan teknis dan bantuan modal
kepada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Pusat Inkubasi
Bisnis Usaha Kecil dan Menengah (PINBUK) yang kemudian
mendirikan lebih dari 3.000 Baitulmaal wat Tamwil (BMT),
Beraliansi dengan Perum Pegadaian dalam pendirian pegadaian
Syariah, mendirikan Muamalat Institute (MI) untuk pengembangan,
peningkatan dan penyebarluasan pengetahuan mengenai lembaga
keuangan syariah, Dana Pensiun Lembaga Keuangan Muamalat
(DPLK Muamalat), Baitul Maal Muamalat (BMM) sebagai
kepanjangan tangan Bank Muamalat Indonesia untuk pengumpulan
33
dan penyaluran Zakat,Infak, Sedekah (ZIS), serta dana tanggung
jawab sosial perusahaan Bank Muamalat Indonesia melalui program
pengembangan usaha mikro.
Setiap tahun kedepannya Bank Mualmalat Indonesia selalu
memiiliki sejarah yang membanggakan pada tahun 2004 ada
peluncuran produk Shar-e yang merupakan tabungan instan pertama di
Indonesia melalui ribuan jaringan online kantor pos diseluruh
Indonesia, yakni System Online Payment Point (SOPP), lalu ditahun
2007 pendirian Al-Ijarah Indonesia Finance (ALIF) bersama dengan
Boubyan Bank dan International Leasingand Investment Company
(ILIC) sebagai perusahaan multifinance syariah pertama di Indonesia,
kemudian pembukaan kantor cabang internasional pertama di Kuala
Lumpur, Malaysia. Bank Muamalat Indonesia tercatat sebagai bank
pertama di Indonesia yang membuka jaringan bisnis di Malaysia.
2. Visi dan Misi
Dengan pertumbuhan bisnis dan untuk meningkatkan kinerja,
Bank Muamalat Indonesia melakukan peninjauan visi dan misi
perusahaan. Visi M10-Y25 merupakan bagian dari upaya Bank
Muamalat Indonesia untuk mengarahkan perjalanan bisnis Bank
Muamalat Indonesia hingga 10 tahun ke depan. Dengan telah
menetapkan Visi dan Misi sampai dengan 10 tahun ke depan, akan
lebih memudahkan Bank Muamalat Indonesia untuk melangkahkan
34
kaki dan menyusun perencanaan untuk menyongsong masa depan
yang semakin baik.
Visi
Bank Muamalat Indonesia adalah untuk menjadi ‖Menjadi Bank
Syariah Terbaik dan 10 Bank Terbesar di Indonesia dengan Kehadiran
Regional yang Kuat‖. Untuk mencapai visi tersebut akan dilakukan
dalam tiga fase. Fase pertama akan dilakukan pada 2015-2017, fase
kedua 2018-2020, dan fase terakhir akan dilakukan pada tahun 2021-
2025. Visi tersebut disingkat dengan ―M10Y25‖ yang merupakan
singkatan dari ―Bank Muamalat Indonesia Top 10 Bank di Tahun
2025‖.
Misi
Bank Muamalat Indonesia adalah ―Membangun lembaga
keuangan syariah yang unggul dan berkesinambungan dengan
penekanan pada semangat kewirausahaan berdasarkan prinsip kehati-
hatian, keunggulan sumber daya manusia yang Islami dan profesional
serta orientasi investasi yang inovatif, untuk memaksimalkan nilai
kepada seluruh pemangku kepentingan‖.
3. Pembiayaan Pada Bank Muamalat
a. Produk Pembiayaan pada Bank Muamalat
Pembiyaan adalah salah satu tugas pokok oleh perbankan
syariah, sebagai media intermediasi yaitu mengumpulkan dana dari
nasabah dari pihak yang surplus dana dan menyalurkan dana
35
tersebut untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang defisit dana.
Adapun produk-produk pembiayaan yang ditawarkan oleh Bank
Muamalat :
1) Berdasarkan penggunaannya
a) Pembiayaan konsumtif (ritel) yaitu pembiayaan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis
digunakan untuk dipakai memenuhi kebutuhan. Contoh
pembiayaan pembelian mobil, sepeda motor, kredit pemilikan
rumah (KPR) dan lainnya.
b) Pembiayaan Produktif yaitu pembiayaan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan produksi, untuk peningkatan usaha, baik
usaha produksi, perdagangan, maupun investasi, pembiayaan
produktif dapat dibagi menjadi :
(1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan produksi, baik secara kuantitatif
yaitu peningkatan jumlah produksi, penambahan cabangbaru,
penambahan alat kerja maupun secara kualitatif yaitu
peningkatan mutu barang dan jasa yang diproduksi.
(2) Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang diberikan
kepada para nasabah guna keperluan investasi, baik
penanaman modal,penambahan aktiva tetap dan lainnya.
(Wawancara dengan Zulfiana Zahrie sebagai Region Head
RFC, 16 Februari 2017 )
36
b. Jenis dan nama produk pembiayaan pada Bank Muamalat
1). KPR iB Muamalat
KPR iB Muamalat adalah produk pembiayaan yang akan
membantu nasabah untuk memiliki rumah/apartemen
(indent/ready stock) maupun second. Pembiayaan ini juga
dapat digunakan untuk pengalihan take over KPR dari bank
lain, pembangunan, dan renovasi rumah tinggal.
Diperuntukan bagi perorangan (WNI) cakap hukum yang
berusia minimal 21 tahun atau maksimal 55 tahun untuk
karyawan, dan 60 tahun untuk wiraswasta atau profesional
pada saat jatuh tempo pembiayaan.
2). iB Muamalat Koperasi Karyawan
Pembiayaan yang diberikan kepada koperasi karyawan
untuk disalurkan kepada para anggotanya (pegawai
BUMN/PNS/swasta) dengan tujuan pembelian barang halal.
Diperuntukan bagi para anggota koperasi karyawan secara
berkelompok dengan penghasilan minimum Rp1.000.000,-
(Satu Juta Rupiah)
3). iB Muamalat Multiguna
Pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan nasabah dalam
pembelian barang halal (selain tanah, bangunan,mobil dan
emas) serta sewa jasa yang dibolehkan secara syariah
(selain pembiayaan haji dan umroh).
37
4). iB Muamalat Pensiun
iB Muamalat Pensiun adalah fasilitas pembiayaan yang
diberikan kepada para pensiunan PNS dan BUMN untuk
pembelian barang konsumtif yang halal (termasuk rumah
tinggal dan kendaraan bermotor) atau sewa jasa halal
(seperti keperluan pendidikan anak, umroh, wisata, dan
lainnya) dengan ketentuan pembayaran manfaat pensiun
wajib dialihkan melalui Bank Muamalat Indonesia.
5). iB Muamalat Konsumer Duo
Fasilitas yang diberikan kepada nasabah yang
membutuhkan pembiayaan properti/hunian sekaligus
pembiayaan kendaraan bermotor dengan jangka waktu
maksimum sampai dengan 10 (sepuluh) tahun.
6). Pembiayaan Autoloan (Via Multifinance)
Pembiayaan yang diberikan kepada end user dengan tujuan
pembelian kendaraan bermotor (mobil danmotor) melalui
perusahaan multifinance yang bekerjasama dengan Bank
Muamalat Indonesia.
4. Prinsip operasional dalam pembiayaan di Bank Muamalat
a) Prescreening atau pemeriksaan data ulang
b) SID Reporting
c) Verifikasi memastikan data yang ada adalah benar.
d) Financing Analyst
38
e) Appraisal
f) Legal
g) Retail Financing Support
h) Financing Admin and Costody
5. Faktor–Faktor yang menjadi pertimbangan Bank Muamalat Indonesia
dalam Financing Analyst.
Dalam meyalurkan pembiayaan kepada nasabah bank syariah
harus selektif mana nasabah yang layak diberikan pembiayan dan
mana yang tidak, dan faktor-faktor apa saja yang menjadi
pertimbangan bank dalam penyaluran pembiayaan, karena dalam
modal bank, baik syariah maupun konvesional, bahwa tidak 100%
modal bank itu sendiri, tapi ada modal-modal pihak lain yang dikelola
oleh bank, sehingga bank syariah harus sangat berhati-hati dalam
penyaluran pembiayaan. Pemberian pembiayaan yang tepat kepada
nasabah dapat meningkatkan profitabilitas bank, sehingga kinerja
bank syariah dapat berjalan dengan semestinya, sebaliknya apabila
pemberian pembiayaan kepada nasabah diberikan kepada orang yang
salah dapat mengganggu kinerja bank dan cash flow bank syariah.
Adapun prinsip operasional pembiayaan yang di Bank Muamalat :
1.Character
Character merupakan sifat atau watak seseorang. Sifat atau
watak dari seseorang yang akan diberikan kredit harus benar-benar
dipercaya. Dalam hal ini bank meyakini benar bahwa calon
39
debiturnya memiliki reputasi baik. Artinya selalu menepati janji
dan tidak terlibat hal-hal yang berkaitan dengan kriminalitas,
misalnya menjadi penjudi, pemabuk atau penipu. Untuk dapat
membaca sifat atau watak dari calon debitur dapat dilihat dari latar
belakang nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan
maupun yang bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup
yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi, dan jiwa sosial. Dari
character inilah bank syariah dapat menilai siapa dan dari mana
asal-usul calon debiturnya. Sehingga dapat mengurangi resiko
kredit macet atau wanprestasi yang berpengaruh pada kinerja serta
cash flow bank syariah. Misalnya dengan pemberian kredit yang
tidak tepat kepada calon debitur, sehingga ditengah-tengah kontrak
debitur melarikan diri sehingga bank mengalami kerugian.
Cara BMI melakukan pemeriksaan character :
a. Teknik mengetahuinya dapat dari hasil interview dengan
nasabah maupun pihak lain (tetangga, suplier, buyer, dan lain-
lain)
b. Melalui Pendekatan hasil SID. Tidak ada tunggakan,
kolektibilitas 1 dalam periode 2 tahun terakhir.
2. Capacity
Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan
nasabah dalam membayar kredit. Bank harus mengetahui secara
pasti atas kemampuan calon debitur dengan melakukan analisis
40
usaha dari waktu ke waktu. Pendapatan yang selalu meningkat
diharapkan kelak mampu melakukan pembayaran kembali atas
kreditnya. Sedangkan bila diperkirakan tidak mampu, bank
dapat menolak permohonan dari calon debitur. Capacity sering
juga disebut dengan nama capability. Ini merupakan faktor
kedua setelah character, bank syariah tidak serta merta
memberikan pembiyaan setelah dinilai calon debiturnya
mempunyai latar belakang yang baik. Kemudian nasabah
mengajukan pembiayaan diatas kemampuannya. Bank syariah
dapat menolak permintaan nasabah tersebut. Biasanya bank
memberikan pembiayaan dengan nilai yang lebih kecil dari
plafon yang diajukan nasabah. Ini semua dilakukan agar
terhindar dari kredit macet atau wanprestasi. BMI melakukan
analisis perhitungan debt service ratio cara perhitungan :
Fixed Income
a. Hitung seluruh penghasilan tetap nasabah, dapat di validasi
melalui slip gaji dan rekening koran pembayaran gaji.
b. Kalikan penghasilan nasabah dengan cash ratio sesuai
tiering, yaitu 40% untuk penghasilan < 5 juta, 45% untuk
penghasilan 5-10 juta, 50% untuk penghasilan >10-20 juta,
dan 60% untuk penghasilan > 20 juta
41
c. Hitung seluruh angsuran existing nasabah maksimal
angsuran baru adalah hasil dari (Penghasilan x Cash ratio) -
seluruh sngsuran kewajiban
3. Capital
Capital adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh
perusahaan yang dikelola oleh debitur. Bank harus meneliti
modal calon debitur selain besarnya juga strukturnya. Untuk
melihat penggunaan modal apakah efektif, dapat dilihat dari
laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) yang disajikan
dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas dan
solvabilitasnya, rentabilitas dan ukuran lainnya. Sedangkan
untuk calon perorangan yang statusnya pegawai maka bank
syariah mempunyai kreteria khusus dalam menilai calon debitur
tersebut yaitu: dia harus pegawai tetap (bukan kontrak), laporan
rekening koran 3 (tiga) bulan terakhir, slip gaji 3 bulan terakhir.
Penilaian capital dilakukan agar pemberian kredit tepat sasaran
sehingga dapat dikelola atau dimanfaatkan oleh nasabah dengan
seefektif mungkin. Nasabah tidak melakukan pemborosan yang
dimana pemborosan atau berlebihan dilarang dalam ajaran
islam.
Cara BMI memeriksa Capital :
a. Melihat apakah nasabah yang diajukan memiliki modal yang
cukup, baik tangible maupun intangible
42
b. Dilihat dari DER (debt to Equity Ratio) yaitu rasio hutang
terhadap modal. Semakin tinggi rasio DER, secara umum
dianggap lebih jelek, karena usaha nasabah sangat
tergantung terhadap hutang.
4. Condition
Pembiayaan yang diberikan juga perlu
mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan dengan
prospek usaha calon nasabah. Penilaian kondisi dan bidang
usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek
yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah
kecil. Kondisi ekonomi merupakan salah satu faktor penting
yang menjadi pertimbangan bank syariah dalam pemberian
pembiayaan. Dimana bank syariah akan melihat berapa laju
inflasi, BI rate, pertumbuhan ekonomi,suasana politik, cuaca.
Karena hal-hal tersebut dapat berpengaruh baikl angsung
maupun tidak langsung pada nasabah pembiayaan dalam
menjalankan usaha. Sehingga meminimalisir resiko sedini
mungkin dilakukan oleh bank syariah suapaya terhindar dari
resiko kredit macet. Faktor-faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi kemampuan nasabah dalam membayar
pembiayaan.contoh : Kebijakan pemerintah, situasi dalam/luar
negeri, dan lain-lain.
43
5. Collateral
Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon
nasabah baik bersifat fisik maupun nonfisik. Jaminan hendaknya
melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus
diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi sesuatu, maka
jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat
mungkin. Jaminan inilah yang akan melunasi apabila nasabah
mengalami kebangkrutan dalam usaha. Sehingga nasabah tidak
terlilit hutang oleh pihak bank syariah. Adapun agunan atau
jaminan yang dipersyaratkan dan dapat diterima oleh Bank
Muamalat Indonesia memiliki kreteria:
a. Marketable (mudah dijual kembali)
b. Jenis jaminan bisa berupa cash collateral dan fixed asset
lainnya (tanah, bangunan, mesin, kapal, dan lain-lain).
c. Dihitung nilai pasar dan nilai likuidasi.
Nilai Pasar : perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian
yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli dengan kedua
pihak (penjual dan pembeli) berminat.
Nilai Likuidasi : perkiraan jumlah uang yang dapat diperoleh
dari transaksi jual beli dalam waktu relatif pendek dengan
dapat melibatkan penjual yang tidak berminat menjual dan
pembeli yang mengetahui situasi yang tidak menguntungkan
penjual, khusus untuk pembiayaan property,
44
memperhitungkan pemenuhan Financing to Value (FTV)
sesuai PBI 18/16/PBI/2016 Tahun 2016.
d. Dinilai oleh pihak Bank Muamalat Indonesia, nilainya
mencukupi.
e. Letak maupun kondisinya sesuai ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Muamalat Indonesia.
f. Atas nama nasabah atau pasangan kawin (yang dapat
dibuktikanoleh undang-undang perkawinan)
g. Memiliki bukti kepemilikan yang sah secara hukum.
h. Dapat diikat secara sempurna sesuai ketentuan hukum
perundang-undangan yang berlaku, kelima faktor tersebut
merupakan hal-hal yang penting sebelum bank syariah
memberikan pembiayaan, karena dalam ajaran islam, islam
sangat menjunjung tinggi keadilan dan tidak saling aniaya
dan merugikan seksama. (Wawancara dengan Ibu Evi
Kusniaty sebagai Financing Analyst di Bank Muamalat pada
tanggal 15 maret 2017 )
6. Pemberlakuan Ta‘zir
Pemberlakuan ta‟zir ada Bank Muamalat Indonesia adalah ketika
nasabah yang sudah bertanda tangan dalam sebuah perjanjian yang tertulis
untuk semua akad pembiayaan dan nasabah tersebut terlambat dalam
membayar angsurannya, dan tidak bisa menunjukan bahwa dia dalam
45
keadaan force majuer atau nasabah yang telah cidera janji dari pembiayaan
yang telah di setujui.
a. Ketentuan ta‟zir pada Bank Muamalat
Ta‟zir adalah denda yang dikenakan bank syariah kepada
nasabah yang sengaja menunda pembayaran padahal dia mampu,
denda ini diberikan untuk mendisiplinkan nasabah yang nakal dan
memberikan efek jera. Sehingga nasabah memenuhi kewajibannya
tepat pada waktunya. Ta‟zir itu adalah sanksi atau denda yang
ditetapkan kepada nasabah yang telat bayar dan belum masuk kepada
colektibility atau tingkat kolekbilitasnya sebelum macet, misalnya kol
1, kol 2, dan kol 3 bisa dikenakan ta‟zir. Ta‟zir sendiri itu hanya
sanksi atau denda yang bukan merupakan pendapatan bank, ta‟zir
merupakan denda sejumlah uang yang tujuannya adalah untuk
mengenakan efek jera kepada nasabah agar membayar kewajibannya
lebih tepat waktu, dan apa yang dibayar oleh nasabah tersebut, tidak
dimasukan ke dalam pendapatan bank tetapi masuk kedalam dana
sosial yang dikelola oleh bank. Pemberlakuan ta‟zir dan besarnnya
pun ditentukan pada saat kontrak ditandatangani. Sehingga semua
ketentuan dalam kontrak tertulis secara transparan tanpa ada yang
ditutupi atau disembunyikan.
Pemberlakuan ta‟zir kepada nasabah oleh Bank Muamalat
sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia, karena
Bank Muamalat Indonesia selalu mengacu dan berpedoman pada
46
peraturan yang ada baik surat edaran peraturan Bank Indonesia, Fatwa
DSN-MUI No 17/DSN-MUI/IX/2000, dalam fatwa disebutkan bahwa
ta‟zir dikenakan kepada nasabah mampu tapi sengaja menunda-nunda
pembayaran, maka dalam hal tersebut yang dilakukan oleh Bank
Muamalat Indonesia bagaimana mengetahui nasabah yang layak
dikenakan ta‟zir dan mana yang tidak. Hal tersebut dapat dilihat dari
perjanjian diawal kontrak oleh Bank Muamalat Indonesia, bahwa
nasabah yang lalai itu adalah nasabah yang terlambat bayar, tetapi
nasabah tidak dapat menunjukkan bahwa nasabah tersebut dalam
kondisi terdesak, misalnya harus menunjukan keterangan di PHK atau
nasabah tersebut mengalami sebuah musibah, barangnya rusak dan
lain sebagainya, dari awal sudah diupayakan oleh Bank Muamalat
Indonesia untuk di cover oleh asuransi, jadi jika nasabah gagal
menyampaikan bukti-bukti bahwa dia memang dalam kondisi force
majeur, maka itu adalah kelalaian. Setiap kelalaian itu bisa dikenakan
ta‟zir, minimal nasabah menunjukan dulu bukti-bukti terkena
musibah, maka nantinya bank yang akan menilai kebenaran atau
otentisitas benar atau tidak, karena bank syariah membiayai usaha
nasabah kemudian terbakar misalnya, maka dilihat otentisitasnya
benar tidak terbakar, oleh karena itu akan dilakukan survei
kelapangan, dan benar ternyata terbukti usahanya terbakar, dan yang
terbakar itu tidak tercover oleh asuransi, atau tercover asuransi tapi
asuransi mempunyai batasan dalam mengcovernya. Itu merupakan
47
suatu kondisi force majeur maka itu tidak dikenakan ta‟zir. Maka
Bank Muamalat Indonesia akan memberi tangguh yang lebih leluasa
lagi kepada nasabah yang bersangkutan. Misalkan menambah waktu
untuk pembiayaan yang sudah ada dengan memperbaharui akad yang
telah disetujui.
b. Menentukan besaran Ta‘zir
Ta‘zir boleh dikenakan berapa saja, adapun yang diterapkan di
Bank Muamalat Indonesia dengan cara tiering, karena ta‟zir itu
bertujuan untuk efek jera, dalam penerapan ta‟zir boleh menyebut
angkanya. Berbeda dengan ta‟widh tidak boleh menyebutkan
angkanya paling hanya boleh mengindikasikan setinggi-tingginya
berapa, dan setiap pembiayaan dengan skema akad apapun hampir
sama semuanya. Dalam wawancara saya dengan Bapa Zulfiana
Zahrie sebagai Region Head RFC, beliau mengatakan bahwa untuk
besaran ta‟zir ada bagian tertentu yang menentukan, beliau juga
mengatakan bahwa untuk jumlah dari besaran ta‟zir di Bank
Muamalat Indonesia bukan berdasarkan dari berapa besar angsuran
perbulan melainkan dari berapa besar plafond pembiayaan yang
nasabah ajukan dan yang di setujui, dan ta‟zir itu sendiri langsung di
katakan pada saat akan penandatanganan akad, jadi pasti diketahui
langsung oleh nasabahnya berapa besaran denda/ ta‟zir yang akan
mereka bayar jika mereka cidera janji. Beliau mengatakan semakin
besar plafond pembiayaan, maka semakin besar juga ta‟zir yang
48
akan dikenakan, beliau memberikan contoh, seandainya jumlah
plafond pembiayaan nya Rp. 100.000.000,00 maka ta‟zir yang bisa
dikenakan adalah Rp. 50.000,00 untuk satu bulan dan bukan di
hitung perhari keterlambatannya, tapi langsung ditetapkan untuk satu
bulannya. (Wawancara bersama Bapa Zulfiana Zahrie sebagai
Region Head RFC 23 Februari 2017)
Berikut adalah ilutrasi pengenaan ta‟zir kepada nasabah :
Nasabah A melakukan pembiayaan di Bank Muamalat Indonesia
sebesar Rp. 150.000.000, lama pembiayaan 10 tahun, dengan
angsuran perbulan Rp. 2.500.000 dan ta‟zir sudah di tentukan di
awal kontrak saat di tandatangi oleh nasabah yaitu sebesar Rp.
50.000/bulannya, di awal pembiayaan dia lancar saja membayar
angsurannya, tapi di angsuran ke-10 nasabah tersebut tidak
membayar angsuran dengan tepat waktu. Saat angsuran ke-11
nasabah tersebut harus membayar angsuranya dan ta‟zir dengan
jumlah yaitu sebesar Rp. 5.050.000, karena nasabah membayar
angsuran ke 10 dan ke 11 dengan tambahan ta‘zir sebesar Rp. 50.000
untuk angsuran ke 10 yang telat bayar.
c. Pengalokasian dana Tazir
Adapun pengalokasian dana ta‘zir sesuai dengan fatwa DSN-
MUI nomor 17/DSN-MUI/IX/2000 bahwa pendapatan dari dana
ta‟zir masuk kedalam dana sosial, BMI menggunakan dana
tersebut untuk acara sosial yaitu CSR (corporate social
49
responsibility). Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan
merupakan bagian dari keberadaan. Bank Muamalat Indonesia
sebagai sebuah entitas bisnis. Bank Muamalat Indonesia menyadari
bahwa pertumbuhan dan keberlanjutan bisnisnya tidak bergantung
hanya kepada pencapaian aspek keuangan,namun juga pada
dampak sosial dan lingkungan dari aktivitas yang dilakukannya,
untuk itu Bank Muamalat Indonesia aktif berkontribusi pada
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat melalui program-
program CSR secara nasional, sehingga dalam jangka panjang
akan terbentuk komunitas pendukung ekonomi syariah. Dalam
rangka mewujudkan komitmennya terhadap peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat, Bank Muamalat Indonesia merancang dan
melaksanakan program-program CSR dengan penekanan pada
empat aspek kelompok kegiatan, yaitu Lingkungan hidup,
Pengembangan sosial kemasyarakatan, Ketenagakerjaan,
Kesehatan & Keselamatan kerja (K3), serta Tanggung jawab
terhadap konsumen. Pelaksanaan program-program CSR di bidang
lingkungan hidup dan pengembangan sosial kemasyarakatan
sebagian besar dilakukan melalui kerja sama dengan afiliasi Bank
Muamalat Indonesia, Baitul maal Muamalat (BMM). Untuk
memperluas lingkup program aktivitas CSR, Bank Muamalat
Indonesia juga menjalin kerja sama dengan lembaga amil zakat
(LAZ) selain BMM, yang dipilih setiap tahun berdasarkan
50
sejumlah kriteria yang ditentukan oleh Bank Muamalat Indonesia.
Dalam setiap program CSR, lokasi pelaksanaan program
merupakan salah satu aspek yang menjadi perhatian atau
pertimbangan utama. Dalam hal ini, Bank Muamalat Indonesia
berupaya agar pelaksanaan program CSR disuatu lokasi tertentu
dapat mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan dalam operasi
bisnis Bank Muamalat Indonesia maupun interaksinya dengan
pemangku kepentingan di lokasi tersebut. Dalam beberapa kasus,
lokasi program dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa program
aktivitas CSR Bank Muamalat Indonesia tersebut dapat
memberikan kontribusi positif yang signifikan, sehingga tercipta
hubungan yang harmonis dan sekaligus meningkatkan citra dan
reputasi Bank Muamalat Indonesia dimata masyarakat setempat.
Sumber dana untuk program-program CSR Bank Muamalat
Indonesia berasal dari penggalangan dana zakat, infaq dan Sadaqah
(ZIS) dari karyawan Bank Muamalat Indonesia sendiri, dana-dana
non-ZIS, serta dana khusus CSR yang dianggarkan setiap tahun
oleh Bank Muamalat Indonesia. Dana-dana non-ZIS adalah
pendapatan Bank Muamalat Indonesia yang dikategorikan sebagai
‗non-halal‘ yaitu pendapatan bunga dari bank konvensional dan
pendapatan denda atas keterlambatan pembayaran debitur yang
disengaja. (Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia Tahun
2015).
51
Gambar 1. Laporan keuangan Bank Muamalat Indonesia tahun 2015
Berikut tabel besarnya denda/ta‟zirdan penyaluran ta‘zir di BMI ada tahun 2015 :
52
Gambar 2 Laporan Keuangan Bank Muamalat tahun 2015
53
Gambar 3. Laporan Dana non HalalBank Muamalat tahun 2015
54
Dari laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan diatas bahwa
Bank Muamalat Indonesia telah mematuhi ketentuan DSN-MUI nomor
17/DSN-MUI/IX/2000 bahwa dana ta‘zir masuk ke dalam dana kebajikan.
Dan penyajiannya dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan PAPSI
(pedoman akuntansi perbankansyariah). Yang dijelaskan didalamnya
bahwa :
1. Sumber dana kebajikan terdiri atas:
a. Infaq
b. Shadaqoh
c. Denda (yang bersal dari pengenaan ta‘zir)
d. Sumbangan/hibah
e. Pendapatan non halal
2. Dana kebajikan harus disalurkan kepada yang berhak sesuai
syariah.
3. Pada laporan dana kebajikan harus memperlihatkan nilai bersih
dari sumber dan penggunaan dana yang belum digunakan.
4. Bank harus melaporkan sumber dan penggunaan dana kebajikan
selama periode tertentu. (Standar Akuntansi Keuangan Syariah Per 1
Janusari 2014 ).
7. Pemberlakuan ta‟widh pada nasabah wanprestasi di Bank Muamalat
Indonesia.
55
b. Ketentuan ta‟widh di Bank Muamalat Indonesia
Ta‟widh ialah ganti rugi yang dikenakan bank syariah kepada
nasabah pembiayaan yang sengaja atau lalai melakukan sesuatu
yang dapat merugikan salah satu pihak yaitu bank syariah, dan
yang boleh diminta ganti ruginya hanyalah kerugian rill yang
dialami oleh bank syariah dan jelas perhitungannya, dan kerugian
yang diperkirakan terjadi dimasa yang akan datang karena
hilangnya peluang yang dimiliki oleh bank syariah tidak boleh
diminta ganti ruginya. Dalam proses pengenaan ta‘widh pada Bank
Muamalat Indonesia, misalkan nasabah tersebut sudah lalai,
dikenakan ta‘zir tidak membayar, kemudian nasabah tidak bisa
menunjukkan bahwa dia dalam kondisi force majeur berarti telah
terjadi kelalaian atau side streaming, misalnya uangnya dipakai
untuk hal yang lain, oleh sebab itu akan timbul kerugian pada sisi
bank. Jelas, kenapa karena dia terlambat bayar bukan karena
sesuatu yang force majeur sifatnya, nasabah terlambat bayar itu
menimbulkan kerugian bagi pihak bank minimal.
Kerugian menimalnya adalah, bank punya yang namanya
over head cost yaitu, bayar gaji, sewa kantor dan lain-lain. Itu
adalah cost dan itu kalau dapat dicari logikanya dan dapat ketemu
costnya dari setiap pembiayaan yang dilakukan itu, setiap
rupiahnya dari pembiayan yang dilakukan itu menanggung berapa
biaya dari pegawai, biaya sewa kantor, telepon dan lain-lain. Maka
56
karena nasabah lalai membayar, dari pihak bank terus
mengeluarkan biaya tersebut, dan itu dapat dikuantifikasi
(dihitung) lalu itulah yang dikenakan sebagai bentuk ganti rugi
bukan sanksi atau denda lagi jadi sudah ganti rugi, karena ini
namanya ganti rugi atau ta‟widh oleh sebab itu, ini bisa jadi
pendapatan bank sebagai kompensasi dari kerugian bank. Dalam
menjalankan tugasnya sebagai media intermediasi bank syariah
pasti mempunyai resiko salah satunya yaitu kredit macet.
Walaupun Bank Muamalat Indonesia telah selektif dan
menganalisis sebelum memberikan pembiayaan, bukan berarti
resiko tidak ada, akan tetapi hal tersebut dapat menimalisir resiko
tersebut. Sehingga kemungkinan gagal bayar pasti ada. Islam
adalah agama yang melindungi setiap pihak yang bertransaksi atau
melakukan akad. Maka hak-hak setiap pihak sangat dijaga dalam
islam. Sehingga tidak ada yang salim mendzalimi satu sama lain
ataupun dirugikan. Hal ini sudah ada dalam Al-quran pada surat
Al-Maidah ayat 1 tersebut.
Dari surat Al-Maidah sudah sangat jelas apabila kita melakukan
akad atau kontrak perjanjian maka masing-masing pihak harus
memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing. Sehingga setiap
yang berhutang harus membayar hutangnya. Seandainya yang
mempunyai hutang belum mampu dalam melunasi kewajibannya.
maka tunggulah sampai ada kelapangan dan kemampuan dalam
57
membayar hutang tersebut sebagai mana dijelaskan dalam surat
Al-baqarah ayat 280. Berdasarkan ayat tersebut apabila seseorang
yang berutang belum mampu melunasi atau melaksanakan
kewajibannya. Maka yang memberikan hutang harus memberikan
tenggang sampai yang berhutang memiliki kemampuan untuk
melaksanakan kewajibanya. Apabila ini terjadi pada Bank
Muamalat Indonesia, maka Bank Muamalat Indonesia akan
mengambil tindakan-tindakan yang tidak merugikan pihak
nasabah dan pihak Bank Muamalat Indonesia sendiri. Sehingga
hak kedua belah pihak tetap terjaga dan sesuai dengan ajaran
Islam.
Dalam proses ta‟widh ini sudah dijelaskan pada fatwa DSN
No.43/DSN- MUI/VII/2004 tentang ta‟widh dan menjadi sumber
kekuatan hukum tertentu yang ditegaskan atau dikuatkan lagi pada
Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/200 tentang Akad
Perhimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Dengan peraturan yang ada dalam fatwa bahwa bank
khususnya Bank Muamalat Indonesia diperbolehkan untuk
menerapkan ta‟widh terhadap nasabah yang gagal bayar sehingga
terjadi kerugian. Kerugian yang dimaksud adalah kerugian secara
real akibat logis dari perpanjangan pembayaran yang telah jatuh
tempo, seperti biaya administrasi, biaya perpanjangan, overhead,
58
dan biaya monitoring (penagihan, survey, pengawasan). Adapun
besaranya tidak bisa ditetapkan oleh nominal tertentu,karena
berdasarkan kepada besaran dana yang dikeluarkan dalam proses
ini. Dana ta‟widh ini diberikan diakhir masa perpanjangan
ditambah dengan sisa pembayaran yang belum dilunasi.
c. Proses Perhitungan ta‘widh pada Bank Muamalat Indonesia
Besaran nominal dalam ta‟widh tidak bisa ditentukan sejak
awal akad perjanjian dilakukan, perhitungan berdasarkan nominal
real yang telah dikeluarkan oleh bank syariah selama proses
perpanjangan ini. Berbeda dengan denda yang dikeluarkan, sudah
didasarkan pada ketentuan yang telah ditetapkan oleh setiap bank.
Dalam murabahah ketentuannya ada harga beli, margin, harga jual,
jangka waktu. Ilustrasi dalam pengenaan ta‟widh pada Bank
Muamalat Indonesia, pembiayaan murabahah berupa modal
investasi sebesar 120 juta kepada nasabah dengan marginnya 10
juta sehingga yang harus dibayar oleh nasabah sebesar 130 juta
dengan masa angsurannya 5 tahun. Dalam perjalanan masa
pelunasan hingga tahun ke 5 ternyata tidak mencapai target sesuai
kesepakatan, dengan selisih kekurangan sebesar 30 juta. Setelah
diproses oleh pihak bank syariah ternyata debitur memiliki prospek
atau ada upaya bisa melunasinya dan terjadi kesepakatan antara
pihak Bank Muamalat Indonesia dengan nasabah debitur agar
dapat rekstrukturisasi pembiayaan, lalu diperpanjang 6 bulan
59
dengan sisa pembiayaan 30 juta dari total pembiayaan 130 juta.
BMI menentukan perpanjangan 6 bulan ini tidak ditambah margin.
Oleh karena itu dikenakanlah ta‟widh atas biaya riil yang
dikeluarkan oleh pihak bank syariah selama proses perpanjangan 6
bulan yang telah jatuh tempo dan bank syariah tidak boleh
mengambil keuntungan atau menambahkan dari biaya riil yang
telah dikeluarkan. Di dalam memperpanjang masa angsurannya
ternyata BMI mengeluarkan dana berupa biaya overhead,
khususnya biaya perpanjangan , biaya monitoring, biaya
penagihan, seluruh biaya ini dibebankan kepada nasabah.
Dengan perincian
Biaya administrasi Rp. 300.000
( telpon, pengiriman surat, matrai)
Biaya monitoring Rp. 2.000.000
( pengawasan, survey dan penagihan)
TOTAL Rp.2.300.000
Jadi yang harus dilunasi oleh debitur kepada bank adalah sisa dari
piutang dan ganti rugi ta‟widh ini yaitu sebesar Rp. 32.300.000,-
Dalam proses pengembalian ini, perhitungan ta‟widh atau ganti rugi
yang diterapkan jadi Bank Muamalat Indonesia sudah sesuai dengan
peraturan yang berlaku biasanya harus dengan kesepakatan kedua
belah pihak agar tidak terjadi manipulasi dan gharar. Proses ini di
lakukan agar pihak bank tidak mengalami kerugian secara finansial
60
atas biaya yang dikeluarkan dan biaya ini masuk ke dalam
pendapatan bank syariah.
Adapun biaya biaya yang terjadi pada Bank Mumalat Indonesia
untuk biaya pengawasan hanya untuk perjalanan.
1. Banjarmasin – Sungai Danau = Rp.200.000
2. Banjarmasin – Tanjung = Rp. 300.000
3. Banjarmasin – Sampit = Rp.400.000
d. Tindakan penyelesaian kredit macet pada Bank Muamalat
Indonesia.
Adapun tindakan yang dapat dilakukan oleh Bank Muamalat
Indonesia terhadap kredit macet yaitu:
1) Collection
Upaya yang dilakukan oleh BMI dengan melakukan :
a) Penagihan secara langsung tata muka
b) Melakukan dengan media komunikasi
c) Memberikan surat (surat pemberitahuan tentang angsuran
yang di tunggak, surat teguran, hingga surat peringatan 1,2,
dan 3).
2) Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank
dalamrangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan
kewajibannya, antara lain melalui;
61
a) Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan
persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling
atau reconditioning, antara lain meliputi :
(1) Penambahan dana pembiayaan bank
(2) Konversi akad pembiayaan
(3) Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah
berjangka waktu menengah, surat berharga syariah
berjangka waktu menengah adalah surat bukti investasi
berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan
di pasar uang dan/atau pasar modal berjangka waktu 3
(tiga) sampai 5 (lima) tahun dengan menggunakan akad
mudharabah atau musyrakah.
(4) konversi Pembiayaan menjadi penyertaan modal
sementara pada perusahaan nasabah
b) Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan
sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan, antara lain
perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran jangka
waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidak
menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan
kepada bank;
c) Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal
pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya.
(Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/18/Pbi/2008 tentang
62
Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah.)
Bank dapat melaksanakan restukturisasi pembiayaan dengan
menerapkan prinsip kehati-hati dan bank wajib menjaga dan
mengambil langkah-langkah agar kualitas pembiayaan setelah
direstrukturisasi dalam keadaan lancar. Bank dilarang melakukan
restrukturisasi pembiayaan dengan tujuan untuk menghindari
penurunan penggolongan kualitas pembiayaan; pembentukan
penyisihan penghapusan aktiva (PPA) yang lebih besar, atau
penghentian pengakuan pendapatan marjin atau ujrah secara
akrual. Dalam proses pengenaan ta‟widh di BMI hanya dikenakan
kepada nasabah yang memiliki kolekbilitas macet, dan sudah
merugikan pihak bank syariah khususnya.
2. Penyelesaian melalui jual jaminan
Jual jaminan secara sukarela atau dengan cara lelang.
3. Pengelolaan aktiva diambil alih, diambil alih oleh bank
4. Write off, penghapusan utang atau angsuran
5. Penyelesaian melalui arbirase dan litigasi, penyelesaian melalui
pengadilan ketika nasabah tidak mau menyerahkan jaminan untuk di
ambil oleh bank.
6. Kerjasama dengan pihak ketiga, contoh kepolisian, pengacara atau agen
properti/perorangan.
a. Ketentuan umum penyelesaian masalah
63
1) Penyelesaian pembiayaan bermasalah dilakukan secara
efektif, efesien dan aman.
2) Penyelesaian pembiayaan bermasalah dilakukan sesegera
mungkin berdasarkan prioritas.
Yang dilakukan oleh Bank Muamalat adalah :
a) Kol 1: sebelum jatuh tempo
b) Kol 2: 1-90 hari
c) Kol 3 : 91-180 hari kurang lancar
d) Kol 4 : 180 – 270
e) Kol 5 : 271- selajutnya macet
3) Penyelesaian pembiayaan bermasalah memperhatikan dan
meminimalisir potensi resiko-resiko yang mungkin muncul.
4) Penyelesaian pembiayaan bermasalah mengacu dan
mendasarkan prosesnya kepada ketentuan internal bank.
b. Persiapan penyelesaian
Penyelesaian pembiayaan bermasalah harus di lakukan sedini mungkin
agar tidak mengakibatkan kerugian bank yang lebih besar, yaitu
dengan menentukan uapaya-upaya atau tindakan yang akan di tempuh.
Kemudian dibuat strategi yang akan di tempuh, upaya awal yang akan
dilakukan :
1) Melakukan penagihan secara insentif
2) Komunikasi dengan nasabah dan lakukan kunjungan sesering
mungkin.
64
3) Meneliti sumber-sumber penghasilan nasabah atau pendapatan dari
usaha-usaha lainya.
4) Selalu monitoring usaha nasabah dan kewajiban yang akan jatuh
tempo.
5) Melakukan analisa sumber pengembalian nasabah.
6) Memberikan bantuan konsultasi dan manajemen.
7) Perkuat posisi bank secara umum, terutama posisi yuridis dan
penguasaan agunan.
c. Penyelesaian melalui jaminan
1) Memeriksa kelengkapan dokumen pembiayaan dan jaminan
2) Memeriksa kelengkapan korespondensi
3) Penilaian ulang jaminan
4) Memulai kerjasama dengan pihak ketiga
5) Menginformasikan dan mengedukasi nasabah untuk segera
menyelesaikan kewajibanya yang telah jatuh tempo atau
menyerahkan jaminan secara sukarela.
d. Pengalokasian Dana Ta‘widh
Dalam Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
108 tentangAkuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah
Bermasalah bahwa dalam rangka restrukturisasi yang diberikan
kepada debiutur yang tidak bisa melunasi utangnya sesuai jumlah dan
waktu yang telah disepakati. Penjadwalan kembali tagihan murabahah
dilakukan dengan ketentuan.
65
1) Tidak menambah jumlah utang yang tersisa.
2) Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya
riil
3) Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan
kedua belah.
Biaya riil yang terkait dengan proses penjadwalan kembali
tagihan murabahah yang dibebankan kepada debitur diakui sebagai
pendapatan. Biaya riil dalam proses penjadwalan kembali piutang
murabahah adalah biaya langsung (direct cost) dari aktivitas kreditur
dalam melakukan penjadwalan kembali tersebut.
Jika ada kerugian yang timbul atas restrukuturisasi piutang
murabahah disajikan secara terpisah dalam laporan laba rugi. PSAK
108 : Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah bermasalah
Ikatan Akuntansi Indonesia hal. 108 3-4 paragraf 13,14,15,20).
66
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pengalokasian penyaluran dana ta‟zir dalam CSR Bank Muamalat
Indonesia.
Berdasarkan data dalam Laporan Keuangan Bank Muamalat, berikut ini
adalah pengalokasian penyaluran dana ta‘zir.
Tabel 2. Penyaluran dana ta‟zir pada Bank Muamalat Indonesia tahun 2015.
PILAR PENYALURAN DENDA
PERSENTASI %
I. LINGKUNGAN HIDUP
- Program Sanitasi Air Bersih
"Water Treatment Muamalat
Rp. 65.892.000 4,82 %
II. PENGEMBANGAN SOSIAL KEMASYARAKATAN
1. Ekonomi
62,5 % - Launching gerakan cinta
Mesjid Rp. 652.278.500
- Komunitas usaha mikro Muamalat berbasis mesjid (KUM3)
Rp. 7.550.000
- Bina Desa Muamalat Rp. 193.886.290
2. Pendidikan
- Program Beasiswa
Muamalat 2
Rp. 8.000.000 0,59%
3. Kemanusiaan
- Penanganan korban banjir di
Jakarta & Bekasi
Rp. 1.000.000
32,17 %
- Bantuan Masker Untuk
Nasabah dan Masyarakat di
Zona 1 di 5Kantor Cabang
yang Terkena Dampak Kabut Asap
Rp. 900.000
- Kegiatan Donor Darah
(Rangkaian Milad Muamalat ke-23)
Rp. 7.100.000
- Layanan Pemeriksaan
Kesehatan Gratis
Rp. 57.889.700
- Muamalat Berbagi Cahaya Ramadhan
Rp. 217.798.500
- Santunan Tunai Muamalat Rp. 73.912.000
67
- Berbagi di Akhir Tahun Rp. 63.393.500
- Layanan Husnul Khatimah Muamalat
Rp. 17.850.000
TOTAL Rp.1.367.450.490
Berdasarkan Pengungkapan dana CSR yang dikeluarkan dari dana ta‟zir
menurut GRI (Global Reporting Intiative) dan Bank Muamalat Indonesia terdapat
beberapa perbedaan sebagai berikut :
1. Dalam laporan CSR pada Bank Muamalat Indonesia penyaluran dana ta‘zir
hanya 2 (dua) pilar yaitu Lingkungan hidup dan Pengembangan Sosial
Kemasyarakatan. Sedangkan yang seharusnya dalam laporan GRI G4 ada 3
(tiga) yaitu pilar Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial. Untuk ke depannya dalam
penyusunan laporan CSR lebih disesuaikan dengan pedoman GRI G4.
2. Pada Bank Muamalat Indonesia untuk pilar ingkungan hidup penyaluran dana
ta‟zir hanya dibagian sub pilar air saja. Meskipun didalam GRI G4 untuk pilar
lingkungan mempunyai banyak sub pilar, yaitu bahan, energi, keanekaragaman
hayati, emisi, efluen dan imbah produk dan jasa, kepatuhan, transportasi, lain-
lain, asesmen pemasok atas lingkungan, mekanisme pengaduan masalah
lingkungan. Tetapi untuk Bank Muamalat Indonesia karena merupakan
penyedia jasa, maka masih bisa di toleransi tapi akan lebih baik jika Bank
Muamalat Indonesia memaksimalkan penyalurannya meskipun hanya pada sub
pilar air.
3. Pada Bank Muamalat Indonesia di pilar ekonomi masuk ke dalam sub pilar
dari pengembangan sosial kemasyakatan, sedangkan di dalam GRI G4
68
ekonomi adalah salah satu pilar. Seharusnya Bank Muamalat Indonesia lebih
melihat pedoman dalam GRI G4 agar sesuai untuk pembagian pilar yang
sebenarnya, bukan hanya asal membuat pilar sendiri, karena perbedaan ini bisa
membuat yang melihat laporan akan merasa ada suatu keganjilan, karena untuk
penyusunan CSR sendiri sudah mempunyai pedoman.
4. Dalam laporan keuangan Bank Muamalat Indonesia pengembangan sosial
kemasyarakatan di dalam GRI G4 namanya adalah pilar sosial. Seharusnya
untuk nama pilar yang berbeda seperti ini harus disamakan dengan pedoman
GRI G4, agar dalam menyusun CSR berikutnya lebih nyaman memahaminya.
5. Pada Bank Muamalat Indonesia tidak ada pilar sosial, padahal itu adalah salah
satu pilar yang ada di dalam GRI G4, dan mempunyai 4 sub pilar yaitu
ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, HAM, masyarakat, dan
tanggungjawab atas produk. Seharusnya Bank Muamalat Indonesia lebih
menyesuaikan isi pilar karena dana ta‟zir masih banyak yang belum
tersalurkan lebih baik lagi jika diratakan pada pilar pilar yang kita rasa penting
untuk kebutuhan masyarakat luas.
6. Terdapat perbedaan juga di dalam subpilar di Bank Muamalat Indonesia
namanya adalah kemanusiaan sedangkan di pilar GRI G4 adalah masyarakat.
Sebaiknya Bank Muamalat Indonesia harus menyamakan dengan pedoman
GRI G4. Agar nantinya ketika ada yang memeriksa, akan memahami langung
pilar-pilar yang ada.
7. Menurut persentase tabel 1 jumlah dana ta‟zir sendiri mencapai Rp.
4.228.709.000, dan yang tersalurkan hanya Rp. 1.367.450.490 atau hanya
69
32,34 % saja dari total dana ta‟zir dan sisanya dana ta‟zir akan disalurkan
untuk tahun selanjutnya. Seharusnya Bank Muamalat Indonesia disalurkan
ditahun ini juga tidak ditahan untuk tahun selanjutnya, karena dana ta‟zir
termasuk kedalam dana non halal. Ketika para deposan melihat laporan CSR
tersebut maka akan menurunkan kepercayaan terhadap penerapan syariah.
8. Penyaluran dana ta‘zir pada Bank Muamalat Indonesia sendiri yang paling
banyak digunakan adalah pada pilar ekonomi yaitu sebanyak 62,5 % dan yang
paling sedikit disalurkan adalah pada pilar pendidikan yaitu 0,59% yang tidak
mencapai 1%. Tapi untuk sub pilar pendidikan yang ada di Bank Muamalat
Indonesia, di dalam GRI G4 tidak ada untuk pilar atau sub pilar pendidikan.
Jadi untuk Bank Muamalat harusnya memasukannya di pilar sosial didalam
sub pilar HAM karena itu menyangkut untuk membantu hak seseorang dalam
hal pendidikan.
9. Pada pilar yang lain pun pembagiannya tidak merata, terlihat untuk
lingkungan hidup hanya 4,82%, kemanusiaan hanya 32,17%, dari tabel diatas
terlihat, jika seandainya dana tersebut dapat dimaksimalkan maka untuk
pembagian 4 (empat) pilar tersebut dapat dibagi sekitar 25% per pilarnya, tapi
untuk ini terlihat sekali tidak ratanya penyaluran ta‟zir.
10. Dari tabel 2 diatas dapat kita lihat juga pada pilar kemanusiaan dana yang
disalurkan hanya pada penangan korban banjir yang ada di daerah Jakarta dan
Bekasi, disini terlihat tidak adanya pemerataan untuk seluruh daerah di
Indonesia padahal masih banyak daerah yang membutuhkan dana pada saat
terjadinya bencana.
70
Berdasarkan uraian analisis diatas maka saya ingin menyarakan untuk
membuat tabel perbaikan yang sesuai dengan GRI G4 untuk penyaluran dana
ta‟zir.
Tabel 3. Bentuk penyaluran dana ta‘zir yang sesuai dengan GRI G4
Pilar Penyaluran Ta‘zir
I. EKONOMI
- Launching gerakan cinta Mesjid Rp. 652.278.500
- Komunitas usaha mikro Muamalat
berbasis mesjid (KUM3)
Rp. 7.550.000
- Bina Desa Muamalat Rp. 193.886.290
II. LINGKUNGAN
- Program Sanitasi Air Bersih
"Water Treatment Muamalat
Rp. 65.892.000
III. SOSIAL
1. HAM
- (pendidikan) Program Beasiswa
Muamalat 2
Rp. 8.000.000
2. Masyarakat
- Penanganan korban banjir di
Jakarta & Bekasi
Rp. 1.000.000
- Bantuan Masker Untuk Nasabah
dan Masyarakat di Zona 1 di
5Kantor Cabang yang Terkena
Dampak Kabut Asap
Rp. 900.000
- Kegiatan Donor Darah (Rangkaian
Milad Muamalat ke-23)
Rp. 7.100.000
- Layanan Pemeriksaan Kesehatan
Gratis
Rp. 57.889.700
- Muamalat Berbagi Cahaya
Ramadhan
Rp. 217.798.500
- Santunan Tunai Muamalat Rp. 73.912.000
71
- Berbagi di Akhir Tahun Rp. 63.393.500
- Layanan Husnul Khatimah
Muamalat
Rp. 17.850.000
TOTAL Rp.1.367.450.490
Berdasarkan wawancara saya dengan Bapak Zulfia Zahrie untuk alokasi
dan juga penentuan besaran dari dana ta‟zir sudah sesuai dengan Fatwa DSN
no :17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah yang mampu tapi
menunda-nunda pembayaran bahwa untuk besaran dari denda tersebut
disebutkan di awal akad, dan untuk perhitungannya sudah ditetapkan denda
tersebut bukan dari berapa besar angsuran pembiayaan tetapi dari plafond atau
besar pinjaman dari pembiayaan dan denda atau ta‟zir besarnya sendiri untuk
perbulan bukan perhari.
72
2. Pengakuan Ta‘widh Pada Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Dalam mekanisme pengelolaan pada BMI, dana ta‟widh atas proses
perpanjangan masa angsuran atau masa restrukturisasi ini masuk ke dalam
salah satu pendapatan jasa administrasi pada pendapatan operasional
lainnya. Hal ini sesuai dengan aturan akuntansi yang berlaku, penulisannya
dalam laporan keuangan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk :
73
Gambar 4. Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia Tahun 2015
Gambar 2. Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia Tahun 2015
74
Gambar 5 . Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia Tahun 2015
75
Jika kita melihat catatan laporan keuangan BMI (Gambar 1), menurut BMI
pencatatan ta‟widh dimasukkan ke salah satu pendapatan jasa administrasi, lalu
dalam laporan laba rugi (Gambar 2) terlihat bahwa pendapatan jasa administrasi
sebagai salah satu pendapatan operasonal lainnya. Menurut BMI, hal ini sesuai
dengan perlakuan akuntansi syariah mengenai laporan keuanganyang didasari
oleh prinsip syariah yang berlaku khususnya pada Fatwa DSN-MUINo.43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang ta‟widh, Peraturan Bank Indonesia nomor:7/46/PBI/2005
tentang Akad Perhimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan prinsip Syariah, Peraturan Bank Indonesia Nomor:
9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah,
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi
Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dan ED PSAK 108:
Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah Bermasalah.
Untuk pendapatan yang diakui sebagai ta‟widh adalah pendapatan
operasional lainnya, dalam akun pendapatan jasa administrasi. Jika dibandingkan
dengan pendapatan operasional lainnya maka presentasinya cukup signifikan yaitu
sebesar Rp.215.457.094 yaitu 69,08% dari jumlah pendapatan lainnya yaitu
Rp.311.893.892.
Namun jika dibandingkan dengan pendapatan utama yaitu pendapatan
operasional maka presentasinya pendapatannya tidak terlalu signifikan yaitu
hanya Rp.311.893.892 atau 6,30% dari Rp.4.949.359.579.
76
Menurut wawancara saya dengan Bapa Rizhkan Indra Bayu yang menjabat
sebagai Relationship Manager Remedial pada tanggal 24 Februari 2017 dikatakan
bahwa untuk pengakuan pendapatan dari ta‘widh yang masuk ke dalam
pendapatan jasa administrasi tidak terlalu besar karena ta‘widh sendiri
mempunyai perhitungan yang tidak bisa dilebih-lebihkan, karena biaya yang di
keluarkan adalah biaya yang benar-benar ada.
77
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil analisis pada bab sebelumnya dapat disimpulkan :
1. Ketentuanta‟zir padaBank Muamalat Indonesia sudah sesuai
penerapannyadenganFatwa DSN No :17/DSN-MUI/IX/2000. Dana yang
dikumpulkan dari ta‟zir tersebut dimasukkan ke dalam dana sosial atau
program CSR (Corporate Social Responsibility) padaBank Muamalat
Indonesia. Jadi, dana ta‟zir tidak diakui sebagai pendapatan, tetapi
disalurkan ke program CSR yang berpedoman pada GRI (Global
Reporting Intiative).Jumlah pendapatan non halal dari ta‟zir pada Bank
Muamalat Indonesia pada tahun 2015 adalah sebesar Rp4.228.709.000,
sedangkan yang disalurkan adalah Rp1.367.450.490. Untuk penyaluran
CSR tampak masih belum optimal karena dana ta‟ziryang masih tersimpan
sebesar 67%dan belum salurkan.
2. Ketentuan Ganti rugi (ta`widh) pada Bank Muamalat Indonesia sudah
sesuaipenerapannyadengan Fatwa 43/DSN-MUI/VIII/2004. Dana yang
didapat dari ta‟widh diakui sebagai pendapatan operasional lainnya, dan
dimasukkan kedalam pos jasa adminitrasi, yaitu sebesar Rp215.457.094
Jika dibandingkan dengan pendapatan operasional lainnya, maka
presentasinya cukup signifikan sebesar 69,08% dari jumlah pendapatan
lainnya, yaitu Rp311.893.892.
78
B. Saran
Saran-saran dari penulis adalah sebagai berikut :
1. Bank syariah harus lebih teliti dan hati-hati dari awal pembiayaan terutama
saat penilaian nasabah yang ingin melakukan pembiayaan, karena dari
penilaian awal inilah akan berdampak kepada proses berjalannya
pembiayaan yang nantinya menentukan mana nasabah yang bisa berjalan
lancar dan nasabah yang gagal bayar dan akan menimbukan kerugiaan.
Praktisi bank syariah juga harus melakukan penilaian berkala pada
nasabah yang sudah terkena ta‟zir, agar nantinya nasabah tersebut tidak
mengulangi kesalahannya lagi.
2. Bank Muamalat Indonesia hendaknya memaksimalkan penyaluran dana
ta‟zirdan mengalokasikannya ke semua pilar ekonomi yang telah
ditetapkan dalam GRI agar dana yang terkumpul dalam dana sosial dapat
disalurkan secara optimal.
3. Bank Muamalat Indonesia hendaknya mengikuti pedoman GRI G4 dalam
penyusunan CSR agar lebih rapi dan baik kedepannya.
4. Dana yang didapat dari ta‟widh harus diperhitungkan dengan baik, agar
nasabah tidak merasa terbebani dengan biaya-biaya tambahan untuk
ta‟widh, meskipun adanya ta‘widh karena kesalahan nasabah sendiri.
5. Penerapan dari ta‟zir dan ta‟widh bank syariah harus berlandaskan prinsip
kejujuran dan transparansi sehingga tidak ada pihak yang merasadirugikan
baik secara materil maupun non-materil.
DAFTAR PUSTAKA
Fatwa 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang GANTI RUGI
Fatwa DSN no :17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Atas Nasabah Yang
Mampu Tapi Menunda-Nunda Pembayaran
Hidayat Muis. Analisis Penerapan Fatwa DSN-MUI No.43/DSN-MUI/VIII/2004
Tentang Ta‟widh pada Pembiayaan Murabahah di PT Bank
SyariahBukopin.2010. Jakarta
http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-statistik/statistik-perbankan
https://titaviolet.wordpress.com/2010/11/06/ 06 2017, 12:15
Jakarta Press, 2006), h.14. syariah/Pages/Statistik-Perbankan-Syariah
Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia http://www.bankmuamalat.co.id/
Muhammad, Manajemen Keuangan Syariah, Yogyakarta : UPP STIM YKPN
,2014
Mukhtar, Metodologi Penelitian (2013:103)
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/18/PBI/2008
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007
Peraturan Bank Indonesia nomor:7/46/PBI/
PSAK 108: Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah Bermasalah.
Ridwan Muhammad, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil” (Yogyakarta:
UIIPRESS, 2004), hal. 163
Sari Yetty Nur Indah. Judul Denda Murabahah Dalam Pandangan Sistem
Ekonomi Islam (Studi Kasus di Bank Syariah Mega Indonesia).2008.
Jakarta,
Syamsir Salam Dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, cet.I, (Jakarta:
UIN
Tim kashiko 209 : 499 dari Skripsi Arianto Saputra
www.globalreporting.or 24-06-2017 12:15