Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR
DA’WAH, BMT AL-FATH IKMI, DAN BMT AT-TAQWA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Nabilla Yudia Putri
11140460000128
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019/1440 H
ABSTRAK
Nabilla Yudia Putri. NIM 11140460000128. ANALISIS PENERAPAN HUKUM
JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT AL-FATH IKMI, DAN BMT AT-
TAQWA. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah. Fakultas Syariah dan Hukum.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1440/2019 M.
Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan tentang prosedur pembiayaan serta
pelaksanaan hukum jaminan yang diterapkan, proses eksekusi serta kendala-kendala
eksekusi pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa.
Lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan kepada nasabah,
wajib mensyaratkan adanya jaminan. Jaminan ini berfungsi sebagai pengamanan dari
resiko yang mungkin akan terjadi. Dengan adanya jaminan, lembaga keuangan wajib
melakukan pengikatan jaminan untuk menghindari kelemahan hukum bagi pemberi
jaminan maupun penerima jaminan. Aturan yang mengatur tentang pengikatan jaminan
terdiri dari Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Undang-undang ini secara
tegas mengatur tentang pengikatan jaminan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif-empiris dengan pendekatan
penelitian normatif dan empiris dengan menggunakan bahan pustaka yang mencakup
bahan hukum primer seperti wawancara langsung oleh pihak BMT dan bahan hukum
sekunder seperti hasil–hasil penelitian, buku–buku yang berkaitan dengan hasil
penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukan bahwa BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI
dan BMT At-Taqwa ini belum sesuai dengan peraturan Undang-Undang No.42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia. Pengikatan yang dilakukan ketiga BMT ini dilakukan
di bawah tangan, artinya semua jaminan diikat tanpa adanya pihak ketiga sebagai
notaris dan tanpa didaftarkan di Kantor pendaftaran jaminan. Jaminan yang diikat
menggunakan pihak ketiga sebagai notaris, dilakukan oleh BMT Mekar Da’wah dan
BMT Al-Fath IKMI dengan pembiayaan di atas Rp 100.000.000 dan tanpa didaftarkan
ke Kantor pendaftaran jaminan. Sedangkan BMT At-Taqwa tidak menerapkan hukum
jaminan dalam pembiayaannya. Berapapun pebiayannya, jaminan yang digunakan
pada BMT At-Taqwa hanya sebagai formalitas saja, tanpa diikat dan didaftarkan dalam
kanto pendaftaran jaminan. Dan dengan pengikatan di bawah tangan, terjadi kendala-
kendala saat akan melakukan eksekusi jaminan. Kendala-kendala yang terjadi yaitu
tidak kooperatifnya mitra pada saat jaminannya dieksekusi, ketidak mauan pihak mitra
apabila menggunakan notaris menyangkut biaya tambahan, dan hilangnya objek
jaminan apabila pihak mitra sudah cidera janji.
Kata Kunci: Jaminan, BMT, Eksekusi
Dosen Pembimbing: Dr. Muhammad Maksum, S.H., M.A., MDC.
Daftar Pustaka: 1998-2018
i
KATA PENGANTAR
Alhamdullilahi rabbil ‘aalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, yang telah memberikan kemudahan dan
kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tak lupa
shwalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat,
serta kerabatnya, semoga di akhir zaman nanti kita mendapat syafa’at dari beliau.
Aamiin.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh dalam
menyelasaikan program strata satu (S-1) pada Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
dengan judul “Analisis Penerapan Hukum Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah,
BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa”
Penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
baik dalam pembahasan maupun penyajian. Hal ini dikarenakan terbatasnya
pengetahuan serta pengalaman yang penulis miliki serta hambatan dalam melakukan
penelitian skripsi ini. Akan tetapi berkat dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa
memberikan dukungan baik moril maupun materil hingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Selanjutnya dalam kesempatan ini, perkenankanlah dengan segala kerendahan
hati untuk penulis menyampaikan rasa terimakasih dan rasa hormat yang terdalam
kepada:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. A.M. Hasan Ali, M.A. dan Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. Selaku Ketua dan
Sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Muhammad Maksum, S.H., M.A., MDC. Selaku dosen pembimbing skripsi
yang selalu memberikan pengarahan untuk penulis. Terimakasih atas waktu,
ilmu dan bimbingannya selama proses penyusunan skripsi ini.
ii
4. Kepada Bapak Ismail selaku ketua BMT Mekar Da’wah, Bapak Suryadi selaku
bagian operational BMT Al-Fath IKMI, dan Ibu Riri selaku pengurus BMT At-
Taqwa, terimakasih sebesar-besarnya telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian.
5. Seluruh dosen Hukum Ekonomi Syariah yang telah memberikan ilmunya
kepada penulis selama masa perkuliahan.
6. Kedua orang tua ku tercinta dan tersayang ayahanda Yudi M.S dan ibunda
Maimunah serta abangku tersayang yang menjadi alasan agar skripsi ini cepat
selesai dan yang tak pernah henti memberikan dukungan, do’a, perhatian, kasih
sayang dan semangat selama penulisan skripsi ini.
7. Teman-teman jurusan Hukum Ekonomi Syariah 2014 khususnya Hukum
Ekonomi Syariah C Native yang telah memberikan dukungan, semangat, dan
bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Teman seperjuangan Venny Andrianingtyas, Iffah Karimah, Ulfatun Mardiyah,
Inez Nur Afifah, Musyarofah dan Yuanita Nindyas yang selalu menemani
penulis serta memberikan semangat.
9. Teman-teman KKN Adinata 2014 yang telah memberikan dukungan terus
menerus untuk penulis.
10. Herdian Murphy, atas ketulusan dan doanya dalam mendukung dan menemani
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang memberikan
dukungan dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan berkah-Nya bagi kita
semua, terimaksih untuk bantuannya selama ini, semoga dapat ganjaran yang
setimpal atas kebaikan yang telah mereka berikan. Aamiin Ya Rabbal’alamin.
Jakarta, 21 Mei 2019
Nabilla Yudia Putri
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan, Perumusan Masalah, dan Tujuan ............................. 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................... 10
D. Kerangka Teori............................................................................................... 11
E. Metode Penelitian........................................................................................... 15
F. Sistematika Penulisan .................................................................................... 18
BAB II
LANDASAN TEORI ................................................................................................ 21
A. Teori Jaminan ................................................................................................. 21
1. Pengertian Jaminan ................................................................................. 21
2. Bentuk-Bentuk Jaminan ........................................................................... 22
3. Taksasi Jaminan dalam Lembaga Pembiayaan ........................................ 23
4. Konsep Jaminan dalam Hukum Nasional dan Hukum Islam................... 24
B. Teori Pembiayaan........................................................................................... 47
1. Pengertian Pembiayaan ............................................................................ 47
2. Fungsi Pembiayaan .................................................................................. 48
3. Aspek Hukum dalam Pemberian Pembiayaan ......................................... 49
C. Teori Lembaga Keuangan Mikro Syariah ...................................................... 52
1. Pengertian Baitul Maal wat Tamwil ......................................................... 53
2. Prinsip Operasi Baitul Maal wat Tamwil ................................................ 54
3. Peran Baitul Maal wat Tamwil ................................................................. 55
4. Tujuan Baitul Maal wat Tamwil .............................................................. 56
5. Mekanisme Operasional Baitul Maal wat Tamwil ................................... 56
iv
D. Review Studi Terdahulu ................................................................................. 57
BAB III
PROFILE BMT MEKAR DA’WAH, BMT AL-FATH, dan BMT AT-
TAQWA .................................................................................................................... 61
A. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Mekar Da’wah Serpong ............................. 61
1. Sejarah Berdirinya BMT Mekar Da’wah ................................................. 61
2. Visi, Misi, dan Tujuan BMT Mekar Da’wah ........................................... 62
3. Fungsi, Prinsip, dan Filosofi BMT Mekar Da’wah.................................. 63
4. Motto, Jargon, dan Target BMT Mekar Da’wah ..................................... 64
5. Identitas dan Struktur Organisasi BMT Mekar Da’wah .......................... 65
B. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Al-Fath IKMI ............................................. 66
1. Sejarah Berdirinya BMT Al-Fath IKMI ................................................. 66
2. Visi, dan Misi BMT Al-Fath IKMI .......................................................... 67
3. Fungsi dan Tujuan BMT Al-Fath IKMI .................................................. 68
4. Produk dan Jasa BMT Al-Fath IKMI ...................................................... 68
5. Struktur Organisasi BMT Al-Fath IKMI ................................................. 72
C. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) At-Taqwa .................................................... 73
1. Sejarah BMT At-Taqwa ........................................................................... 73
2. Visi dan Misi BMT At-Taqwa ................................................................. 73
3. Fungsi dan Tujuan BMT At-Taqwa ......................................................... 74
4. Legalitas dan Struktur Organisasi BMT At-Taqwa ................................. 75
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................................... 78
A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Oleh BMT Mekar Da’wah,
BMT Al-Fath dan BMT At-Taqwa ................................................................ 78
B. Pelaksanaan Jaminan Berdasarkan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI
Dan BMT At-Taqwa ...................................................................................... 87
v
C. Penerapan Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI
Dan BMT At-Taqwa ...................................................................................... 91
D. Eksekusi Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI
Dan BMT At-Taqwa ...................................................................................... 96
BAB V
PENUTUP ............................................................................................................... 113
A. Kesimpulan ................................................................................................... 113
B. Saran ............................................................................................................ 114
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 116
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu "zekerheid" atau
"cautie", yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin
dipenuhinya tagihan. Menurut SK Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR
tanggal 28 februari 1991, jaminan adalah suatu keyakinan kreditur bank atas
kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.
Beberapa pengertian jaminan menurut para ahli, yaitu Mariam Darus
Badrulzaman merumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan
oleh seorang debitur dana/atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin
kewajibannya dalam suatu perikatan. Hartono Hadisoeprapto, berpendapat
bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk
menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat
dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Dan terakhir M. Bahsan
jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur
untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.1
Adapun menurut ketentuan Pasal 1 butir 23 yang dimaksud dengan agunan
adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah kepada bank dalam rangka
pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Fungsi
dari pemberian jaminan yaitu untuk meyakinkan pihak bank atau kreditur
bahwa debitur mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk melakukan
kewajibannya berdasarkan perjanjian kredit.
1 Zaeni Asyhadie, Rahma Kusumawati, “Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional Dan Prinsip Ekonomi Syariah”, (Depok:Rajawali Pers, 2018), h.2-3
2
Dalam memberikan pembiayaan berdasarkan psinsip syariah, bank wajib
memperhatikan hal-hal yang ditentukan dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang
Perbankan yang menyatakan, Dalam memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, Bank umum wajib mempunyai keyakinan
berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan
pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan.
Berkaitan dengan Pasal 8 ayat 1 ini, untuk mencegah terjadinya kredit
bermasalah di kemudian hari, suatu bank memberlakukan penilaian untuk
memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit yang dilakukan
dengan prinsip 5C atau the five of credit, prinsip 5C ini terdiri dari:2
1. Character (kepribadian) yaitu penilaian terhadap karakter atau watak, dan
integritas calon nasabah pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan
kemungkinan bahwa nasabah dapat memenuhi kewajibannya yang dapat
dilihat dari latar belakang nasabah baik dari pekerjaan maupun gaya hidup
dan keadaan keluarganya.
2. Capacity (kemampuan) yaitu penilaian secara objektif tentang kemampuan
bisnis nasabah untuk melunasi utangnya. Dilihat dari seberapa besar
kemampuan usahanya sampai saat ini.
3. Capital (modal) yaitu penilaian kemampuan keuangan nasabah yang
mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan bayar terhadap
kreditur.
4. Collateral (agunan) yaitu harta kekayaan nasabah sebagai jaminan bagi
pelunasan utangnya jika pembiayaan dalam keadaan macet.
2 H.R.M. Anton Suyatno, “Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui
Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan”, (Jakarta :
PRENADAMEDIA GROUP, 2016) hlm 35-36
3
5. Condition Of Economi (kondisi ekonomi) yaitu analisis terhadap kondisi
perekonomian nasabah secara mikro maupun makro.
Kredit yang diberikan berdasarkan prinsip kehati-hatian dengan
menerapkan prinsip 5C tersebut, dapatmenempatkan kredit pada kualitas kredit
yang baik atau performing loan. Dalam prinsip 5C terdapat prinsip jaminan atau
agunan, fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunasan utang
di dalam perjanjian kredit atau dalam utang piutang atau kepastian realisasi
suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan
mengikat perjanjian jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan.
Peraturan tentang jaminan diatur sedemikian rupa dalam KUH Perdata
Pasal 1131 yang mengatur tentang kedudukan harta pihak peminjam, yaitu
bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan jaminan
(tanggungan) atas utangnya. Dan juga menetapkan bahwa semua harta pihak
peminjam, baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak bergerak, baik
yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari merupakan jaminan
atas perikatan utang pihak peminjam.3 Jadi harta kekayaan seseorang (debitur)
yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari akan selalu menjadi
jaminan bagi perikatan orang (debitur) tersebut dengan seorang kreditur.
Dengan demikian, apabila seorang debitor dalam keadaan wanprestasi, maka
lewat kewajiban jaminan ini kreditor dapat meminta pengadilan untuk menyita
dan melelang seluruh harta debitor kecuali jika atas harta tersebut ada hak-hak
lain yang bersifat preferensial.4
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Pembiayaan Mudharabah juga mewajibkan adanya jaminan dengan
menyatakan bahwa dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun
3 M. Bahsan “Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia”, (Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada) 2007, hlm 8
4 Munir Fuady, “Hukum Jaminan Utang”, (Jakarta : Erlangga)2013, hlm 8
4
agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, Lembaga Keuangan Syariah
dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Adanya jaminan
dalam semua transaksi pembiayaan didasarkan pada prinsip kehati-hatian agar
tidak terjebak dalam praktik yang curang/jahat. Sehingga dalam transaksi ini
lebih ditekan kemungkinan risiko-risiko yang terjadi dan kemaslahatan dapat
terwujud dengan baik.5
Penerapan jaminan pada lembaga keuangan berbeda-beda satu dengan yang
lainnya. Umumnya menggunakan pengikatan pembebanan hak tanggungan,
yaitu hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk
pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Dan
dengan menggunakan pengikatan fidusia yaitu jaminan yang hak
kepemilikannya berpindah ke kreditur tetapi bendanya tetap berada dalam
penguasa debitur. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun
1999 Tentang Jaminan Fidusia.
Di lembaga keuangan perbankan penerapan jaminan harus sesuai dengan
aturan dan kebijakan yang dibuat oleh pihak perbankan. Aturan tersebut yaitu
dalam praktik di salah satu perbankan, pihak kreditur hanya menerima objek
jaminan fidusia berupa barang bergerak saja yaitu mobil dan motor. Barang
bergerak tersebut itu memiliki biaya nominal pembiayaan yang berbeda-beda.
Pertama adalah pembiayaan di atas 100.000.000 objeknya merupakan kendaran
bergerak berupa mobil. Semua pembiayaan minimal seratus juta akan dibebani
oleh akta pembebanan jaminan fidusia. Yang selanjutnya akan segera di
daftarkan di kantor pendaftaran jaminan fidusia. Hal ini tentu untuk melindungi
objek jaminan apabila sewaktu-waktu terjadi wanprestasi.
5 Taufiqul Hulan, “Jaminan Dalam Transaksi Akad Mudharabah Pada Perbankan Syariah”,
MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 3, (Oktober 2010), hlm 530-531
5
Sesuai dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia Pasal 11 ayat 1 yaitu
Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Kedua adalah
pembiayaan di bawah 100.000.000 objeknya adalah kendaraan bergerak berupa
motor. Ketika sudah melakukan pembiayaan, akan dibebani oleh akta
pembebanan jaminan fidusia. Berbeda dengan objek jaminan mobil yang
langsung didaftarkan, objek jaminan motor tidak langsung didaftarkan pada
saat itu juga ke Kantor pendaftaran jaminan fidusia, tetapi didaftarkan apabila
debitur ada tanda-tanda terjadi wanprestasi. Maka saat itu juga akan didaftarkan
oleh pihak bank untuk mengamankan apabila terjadi eksekusi.6 Salah satu
wujud dari pemberian kepastian hukum hak-hak kreditur adalah dengan
mengadakan lembaga pendaftaran fidusia dan tujuan pendaftaran itu tidak lain
adalah untuk menjamin kepentingan dari pihak yang menerima fidusia.
Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia, di dalam sertifikat jaminan fidusia mempunyai
kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Berdasarkan titel eksekutorial tersebut
kreditur dapat langsung mengeksekusi melalui pelelangan umum atas obyek
jaminan fidusia tanpa melalui pengadilan, di samping itu Undang-Undang
Fidusia juga memberikan kemudahan ekekusi kepada penerima fidusia
(kreditur) melalui lembaga parate eksekusi.7
Sedangkan dalam lembaga keuangan mikro pengikatan jaminan yang
dilakukan berbeda, misalnya pada lembaga keuangan mikro syariah yaitu BMT
(Baitul Maal Wa Tamwil). Pengikatan dalam BMT (Baitul Maal Wa Tamwil)
6 Solihan Makruf, “Eksekusi Jaminan Fidusia Di Bank Syariah Mandiri Kota Malang Di
Tinjau Dari Fatwa DSN MUI Nomor 68 Tahun 2008” Jurisdictie, Vol. 5 No. 2, (2014), hlm 169
7 Winda Pebrianti, “Tinjauan Hukum Atas Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Melalui Parate
Eksekusi Apabila Objek Jaminan Beralih Kepada Pihak Ketiga Atau Musnah”, Supremasi Hukum,
Vol. 21, Nomor 1 (2012), hlm 85
6
pada pembiayaan mudharabah ini mensyaratkan adanya jaminan yang sesuai
dengan jumlah pembiayaan yang diajukan. Objek jaminan yang digunakan
pada BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) ini mulai dari perhiasan emas, BPKB
motor, BPKB mobil maupun sertifikat tanah yang nilainya melebihi dari
pembiayaan tersebut. Jenis pengikatan dalam BMT (Baitul Maal Wa Tamwil)
ada Akta Pengikat Hak Tanggungan dan Akta Pengikat Jaminan Fidusia apabila
pembiayaannya dalam jumlah besar, tetapi dalam pembiayaan skala menengah
atau kecil pengikatan jaminannya hanya dilakukan di bawah tangan. Apabila
terjadi wanprestasi maka pihak kreditur tidak dapat langsung mengeksekusi
objek jaminan tersebut.8
Pengikatan jaminan di bawah tangan sebenarnya tidak dilarang dibuat
secara lisan, hanya demi menjaga kepastian hukum dan agar punya kekuatan
pembuktian, pengikatan jaminan dibuat secara tertulis. Akan tetapi dalam
prakteknya, pengikatan jaminan yang jumlahnya tidak terlalu besar hanya
dengan menyerahkan objek jaminan tanpa adanya perjanjian tertulis apapun.9
Ketentuan pasal 224 HIR telah memberikan syarat-syarat untuk surat
pengakuan utang, harus dibuat dengan akta autentik dan diberi kepala “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Kedua
syarat itu mutlak, agar surat pengakuan utang mempunyai kekuatan hukum dan
akta tersebut disebut sebagai grosse akta. Apabila salah satu syarat atau kedua-
duanya tidak dipenuhi, maka surat pengakuan utang tersebut bukan sebagai
grosse akta. Kedudukannya tidak lebih dari akta di bawah tangan dan akta itu
tidak mempunyai kekuatan hukum untuk dapat dilakukan eksekusi melalui
pengadilan. Akta pengikatan dibawah tangan yang dibuat tersebut disebabkan
8 Elizza Silviana, “Telaah Konsep Jaminan Dalam Akad Mudharabah Pada Baitul Maal wat
Tamwil (BMT) Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus BMT Di Pontianak)”
Publikasi Ilmiah
9 Munir Fuady, “Hukum Jaminan Utang”,hlm 35
7
karena kreditur maupun debitur sama-sama tidak mengetahui ketentuan Pasal
224 HIR/Pasal 258 R.Bg. dan Undang-Undang Jabatan Notaris dan juga
disebakan karena kesengajaan tidak dihadapan notaris karena menghemat
biaya.
Eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan jika debitur melakukan
wanprestasi, maka kreditur meminta barang yang di fidusiakan dan debitur
selaku pemberi fidusia wajib menyerahkan tanpa syarat apa pun. Kreditur diberi
wewenang untuk melakukan eksekusi melalui pengadilan atau tanpa melalui
pengadilan. Eksekusi yang dilakukan tanpa melalui pengadilan disebut parate
excecutie, karena eksekusi jaminan dilakukan oleh pihaknya sendiri.10 Dalam
praktek di lembaga keuangan mikro parate excecutie digunakan sebagai upaya
pengembalian atau pelunasan pembiayaan dengan atau dari penjualan jaminan
debitur secara sukarela. Jadi debitur menyerahkan objek jaminan untuk
dieksekusi secara sukarela.
Dari penjelasan diatas penerapan jaminan antara lembaga keuangan
perbankan dan lembaga keuangan mikro mempunyai perbedaan. Dalam
perbankan penerapan jaminan relative aman ketika terjadi eksekusi karena
adanya pengikatan yang sesuai dengan peraturan dan undang-undang.
Sementara di lembaga keuangan mikro tidak mungkin melalukan pengikatan
yang sesuai dengan undang-undang karena memakan biaya. Akibatnya apabila
nasabah terjadi wanprestasi di lembaga keuangan mikro maka ada kendala-
kendala dalam eksekusi jaminannya. Resiko yang terjadi akibat itu adalah pihak
kreditur dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan
apabila melakukan eksekusi jaminan. Dan apabila eksekusi tersebut tidak
melalui badan resmi atau badan pelelangan umum, tindakan tersebut dapat
dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH) yang diatur dalam
10 Gatot Supramono, “Perjanjian Utang Piutang”, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group)
2013, hlm 55
8
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dapat digugat ganti
kerugian.
Permasalahan yang ada saat ini yaitu banyak nasabah yang tidak
mengetahui fungsi objek jaminan yang sebenarnya, nasabah hanya memenuhi
persyaratan yang dibuat oleh pihak lembaga keuangan dan pihak lembaga
keuangan pun tidak melakukan pendaftaran objek jaminan ke kantor
pendaftaran jaminan, hanya saja jaminan tersebut disebutkan dalam kontrak
perjanjian.
Dari penjelasan diatas penulis merasa perlu dibahas dan menarik untuk
diteliti lebih dalam mengenai prosedur yang diberikan lembaga keuangan mikro
syariah khususnya BMT serta pembebanan dan pengikatan jaminan yang
dilakukan dan pelaksanaan eksekusi jaminan yang terjadi di lembaga keuangan
mikro syariah BMT. Dan juga penulis ingin mengetahui adakah peraturan-
peraturan yang khusus terkait jaminan dan eksekusi jaminan tersebut. Karena
dalam prosesnya selama ini terdapat kesenjangan antara peraturan dan
prakteknya, sehingga perlu untuk dikaji secara mendalam guna untuk
meluruskan prosesnya selama ini. Oleh karena itu, penulis memilih judul:
“Analisis Penerapan Hukum Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath
IKMI, dan BMT At-Taqwa”
B. Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah yang timbul setelah pemaparan latar
belakang di atas adalah:
a. Ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya objek jaminan yang
berada pada Lembaga keuangan mikro Syariah.
b. Lembaga keuangan mikro Syariah merupakan solusi masyarakat
ekonomi rendah untuk mendapatkan pembiayaan secara cepat dan
mudah.
9
c. Beberapa jaminan yang diberikan oleh Lembaga keuangan mikro
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Banyaknya Lembaga keuangan yang tidak mendaftarkan jaminan
fidusianya ke Kantor pendaftaran jaminan fidusia.
e. Prinsip 5C dianggap tidak membantu dalam penilaian nasabah
sehinga terjadinya wanprestasi.
f. Kesewenang-wenangan mengeksekusikan jaminan pada Lembaga
keuangan mikro yang tidak didaftarkan pada Kantor pendaftaran
jaminan.
g. Banyak problem-problem dalam mengeksekusi jaminan tersebut.
h. Terjadinya perbuatan melawan hukum akibat resiko dari eksekusi
jaminan yang tidak didaftarkan pada Kantor pendaftaran jaminan.
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis
membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas
dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Disini penulis hanya
akan membahas tentang penerapan undang-undang jaminan fidusia yang
digunakan pada BMT dan pelaksanaan eksekusi serta kendala-kendala yang
muncul terkait dalam implementasi jaminan pada lembaga keuangan mikro
syariah yaitu BMT yang berbeda pada lembaga keuangan perbankan.
Pembahasan mengenai bagaimana ketentuan jaminan dalam undang-
undang jaminan fidusia serta proses eksekusi yang terjadi pada ketiga BMT
ini dan kendala-kendala yang muncul dalam eksekusi jaminan pada tiga
BMT yaitu, BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-
Taqwa.
3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
10
a. Bagaimana prosedur pemberian pembiayaan yang diberikan oleh BMT
Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan BMT At-Taqwa?
b. Apakah pelaksanaan pembebanan jaminan fidusia yang dilakukan oleh
BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa sudah
sesuai dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia?
c. Bagaimana pelaksanaan eksekusi jaminan pada BMT Mekar Da’wah,
BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa dan apa saja kendala-kendala
yang muncul dalam eksekusi jaminannya?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui prosedur pemberian pembiayaan di BMT Mekar
Da’wah, BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa.
b. Untuk mengetahui apakah pelaksanan pengikatan jaminan fidusia sudah
sesuai dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia.
c. Untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi pada BMT Mekar Da’wah,
BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa serta kendala-kendala yang
ditemukan dalam eksekusi jaminan tersebut.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Akademisi
Dapat menambah wawasan dan keilmuan bagi penulis dan bagi
siapa saja mengenai hukum jaminan yang ada pada Lembaga keuangan
mikro syariah BMT. Dan menjadi sebuah rujukan untuk melakukan
penelitian berikutnya dalam pembahasan dan pengembangan Lembaga
keuangan Syariah terutama pada implementasi jaminan dan eksekusi
jaminan pada Lembaga keuangan mikro Syariah khususnya BMT.
11
2. Bagi Praktisi
Dapat memberikan sebuah pengetahuan kepada masyarakat yang
belum memahami implementasi jaminan secra tepat, baik dan benar
pada Lembaga keuangan mikro Syariah BMT.
D. Kerangka Teori
Hukum jaminan adalah himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan
dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang terdapat
dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.11
Menurut pendapat para ahli hukum jaminan diartikan sebagai:12
1. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan
Berpendapat bahwa hukum jaminan adalah yang mengatur konstruksi
yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan
menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan
demikian harus cukup menyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi
lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
2. J. Satrio
Hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang
jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.
Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan
piutang seseorang.
3. M. Bahsan
Hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau
berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang)
yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku
11 M. Bahsan “Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia”, hlm 3
12 Ashibly, “Hukum Jaminan”, (Bengkulu : MIH Unihaz) 2018, hlm 4-5
12
saat ini. Dalam pelaksanaan penilaian jaminan utang dari segi hukum, pihak
pemberi pinjaman seharusnya melakukannya menurut (berdasarkan)
ketentuan hukum yang berkaitan dengan objek jaminan utang dan ketentuan
hukum tentang penjaminan utang yang disebut sebagai hukum jaminan
4. M. Ali Mansyur
Hukum jaminan adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara
kreditor dan debitor yang berkaitan dengan pembebanan jaminan atas
pemberian kredit.
Dari pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa hukum jaminan adalah
peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan
dengan penerima jaminan dengan menjaminkan benda- benda sebagai jaminan.
Kegiatan pinjam-meminjam uang yang dikaitkan dengan persyaratan
penyerahan jaminan utang kerap banyak dilakukan oleh perorangan maupun
berbagai badan usaha. Badan usaha umumnya secara tegas mensyaratkan
kepada pihak peminjam untuk menyerahkan suatu barang (benda) sebagai
objek jaminan utang pihak peminjam. Jaminan utang yang ditawarkan
(diajukan) oleh pihak peminjam pada umumnya akan dinilai oleh badan usaha
tersebut sebelum diterima sebagai objek jaminan atas pinjaman yang
diberikannya. Dalam suatu pembiayaan dengan menggunakan akad syariah,
khususnya untuk perjanjian jaminan masih tetap tunduk dan menggunakan
seluruh ketentuan hukum jaminan yang diatur dalam hukum positif di Indonesia
yaitu pada Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, KUHPerdata dan
KUHDagang.
Hukum penjaminan di Indonesia terbagi menjadi dua bagian, yaitu Jaminan
Perorangan dan Jaminan Kebendaan.13 Jaminan perorangan adalah jaminan
13 Hermansyah, “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, (Jakarta : Prenadamedia Group,
2014), hlm 74-75
13
seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-
kewajiban dari debitor. Dalam pengertian lain dikatakan bahwa jaminan
perseorangan adalah suatu perjanjian antara sorang berpiutang (kreditor)
dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-
kewajiban si berutang (debitor). Yang terkait jaminan disini bukanlah
barangnya, melainkan orangnya. Jaminan perorangan dibedakan menjadi dua
yaitu jaminan pribadi (personal guarantee) dan jaminan perusahaan (corporate
guarantee).
Sedangkan jaminan kebendaan adalah suatu tindakan berupa suatu
penjaminan yang dilakukan oleh kreditor terhadap debitornya, atau antara
kreditor dengan seorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajinam-
kewajiban dari si berutang (debitor). Pemberian jaminan kebendaan selalu
berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi
jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban utang
dari seorang debitor. Jaminan kebendaan dibedakan menjadi empat bagian
yaitu, hak tanggungan, fidusia, gadai, dan hipotik. Konsep jaminan ini
teruraikan antara lain:
1. Hak Tanggungan
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan kepada hak atas
tanah berupa hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan atau yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut yang pembebanannya
dengan tegas dinyatakan di dalam akta pemberian hak tanggungan.
2. Fidusia
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.14
14 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Pasal 1 ayat (1)
14
3. Gadai
Gadai adalah hak kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan
kepadanya oleh debitur atau oleh orang lain atas namanya, untuk
mengambil pelunasan suatu utang dari hasil penjualan barang tersebut dan
memberikan hak preferensi kepada debitur terhadap kreditur lainnya.15
4. Hipotek
Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak
untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan
(Pasal 1162 BW). Benda lain yang dapat dibebani hipotek ialah kapal laut
yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik.16
Secara umum jaminan dalam hukum Islam jaminan dikenal dengan istilah
Rahn dan Kafalah. Hukum jaminan dalam fiqih Islam disebut Rahn. Rahn
adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan
utang. Pengertian rahn dalam bahasa Arab adalah ats-tsubut wa ad-dawam yang
berarti “tetap” dan “kekal”. Pengertian rahn secara bahasa adalah tetap, kekal
dan jaminan, sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyandera sejumlah
harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali
sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus.17
Hukum jaminan dalam fiqih Islam selanjutnya adalah kafalah. Kafalah
dalam arti bahasa berasal dari kata kafala, yang artinya menanggung,
mengumpulkan, beban, dan tanggungan. Secara istilah kafalah adalah
menggabungkan dua tanggungan dalam permintaan dan hutang. Definisi lain
adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga-
15 Thomas Suyatno, dkk, “Dasar-Dasar Perkreditan”, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka,
2007), hlm 91
16 Thomas Suyatno, dkk, “Dasar-Dasar Perkreditan”, hlm 89
17 Zainuddin Ali, “Hukum Gadai Syariah”, (Jakarta : Sinar Grafika,2008), hlm 1
15
pihak yang memberikan hutang/kreditor untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua-pihak yang berhutang.18
E. Metode Penelitian
Penelitian pada dasarnya diartikan sebagai suatu usaha untuk
mengumpulkan, mencari, dan menganalisis fakta-fakta mengenai sesuatu
masalah dan penelitian dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan
untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip (facts or principles) dengan
sabar, hati-hati serta sistematis. Penelitian merupakan suatu usaha untuk
memperoleh fakta atau prinsip (menemukan, mengembangkan, menguji
kebenaran) dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data (informasi)
yang dilaksanakan dengan teliti, jelas, sistematik, dan dapat dapat
dipertanggungjawabkan (metode ilmiah).19
1. Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan pada penelitian ini yaitu normatif dan empiris.
Metode ini digabung melalui pendekatan undang-undang (statute
approach) dan pendekatan sosial (social approach). Pendekatan undang-
undang dilakukan dengan menelaah semua yang bersangkut paut mengenai
hukum jaminan pada BMT. Pendekatan ini untuk mempelajari adakah
ketidaksesuaian antara suatu aturan yang dibuat oleh pihak BMT dengan
undang-undang. Sedangkan pendekatan sosial dilakukan dengan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya penerapan hukum
18 Rini Fatma Kartika, “Jaminan Dalam Pembiayaan Syariah (Kafalah dan Rahn)”. Jurnal
Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam. Vol 15, No.2. 2016. 234
19 Hermawan Wasito, “Pengantar Metodelogi Penelitian”, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama)
hlm 6
16
dalam masyarakat.20 Hasil dari penelitian ini merupakan suatu argument
untuk memecahkan isu yang telah dihadapi.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian normative-empiris. Jenis
penelitian normatif-empiris ini merupakan penelitian berupa produk
perilaku hukum.21 Dimana yang dikaji dalam penelitian ini adalah
pelaksanaan implementasi hukum jaminan serta eksekusinya secara faktual
yang terjadi pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan BMT At-
Taqwa.
3. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu memaparkan,
menggambarkan atau mengungkapkan hukum jaminan dalam peraturan
perundangan, hukum Islam maupun bidang kajian lain yang terkait, yang
berkenaan dengan hukum jaminan dan relevansinya dengan peraturan yang
ada dan berlaku di Indonesia.
4. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui
wawancara dan/atau survei di lapangan yang berkaitan dengan perilaku
masyarakat.22 Data primer yang didapat penulis dalam penelitian ini
adalah data melalui wawancara terhadap bagian pengelola BMT. Serta
dokumen-dokumen penunjang dari setiap BMT yang penulis teliti.
20 Suketi, Galang Taufani, “Metodologi Penelitian Hukum” (Filsafat, Teori, dan Praktik),
(Depok : Rajawali, 2018), h.172-176
21 Suketi, Galang Taufani, “Metodologi Penelitian Hukum” (Filsafat, Teori, dan Praktik),
h.175
22 Zainuddin Ali, “Metode Penelitian Hukum”, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm 23
17
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah berupa data-data semua publikasi tentang
hukum yang merupakan dokumen tidak resmi.23 Publikasi tersebut
terdiri atas buku-buku teks mengenai hukum jaminan, jurnal-jurnal
mengenai hukum jaminan, hasil-hasil penelitian mengenai penerapan
hukum jaminan pada lembaga keuangan, buku-buku mengenai jaminan
kebendaan, karya ilmiah tentang eksekusi jaminan dan dokumen-
dokumen mengenai penerapan hukum jaminan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain:
a. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan diantara dua orang untuk
bertukar informasi dan pendapat melalui tanya jawab, sehingga
menghasilkan konstruksi makna tentang topik tertentu, dengan
wawancara peneliti dapat mengetahui hal-hal yang lebih mendalam
tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena
yang terjadi, dimana hal itu tidak bisa didapatkan melalui teknik lain,
termasuk observasi.24 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
bentuk wawancara terstruktur, dimana penulis bertanya kepada subyek
yang diteliti berupa pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan
pedoman yang sudah disiapkan sebelumnya.
b. Dokumentasi
Teknik dokumentasi merupakan sarana pembantu peneliti dalam
mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat,
23 Zainuddin Ali, “Metode Penelitian Hukum”, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm 54
24 Ibrahim MA, “Metodelogi Penelitian Kualitatif Panduan Penelitian beserta Contoh
Proposal Kualitatif”, (Pontianak:2015) hlm.91
18
pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan tertentu, dan
bahan-bahan tulisan lainnya.25 Adapun dokumen dalam penelitian ini
adalah dokumen yang berkaitan dengan hukum jaminan dan
implementasi jaminan pada ketiga Lembaga keuangan mikro Syariah,
yaitu BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan BMT At-Taqwa.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data diartikan sebagai proses menyikapi data,
menyusun, memilah dan mengolahnya ke dalam satu susunan yang
sistematis dan bermakna. Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara,
observasi, dokumentasi dan bahan-bahan lain, disusun dan diolah ke dalam
suatu pola atau format yang lebih teratur sehingga mudah difahami dan
dimaknai. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis
kualitatif yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mendiskripsikan
suatu situasi tertentu yang bersifat aktual, sistematis dan akurat. Dengan
demikian penelitian kualitatif adalah penelitian dengan cara mengumpulkan
data-data yang terkait yang selanjutnya dianalisis dan disesuaikan terhadap
akuratnya suatu data dengan hasil lainnya. Lalu data tersebut dituangkan
dalam kalimat-kalimat dengan metode induktif, pola berfikir yang
bedasarkan fakta yang bersifat khusus yang kemudian ditarik kesimpulan
yang bersifat umum.
F. Sistematika Penulisan
Sitematika penulisan menjelaskan tahap-tahap penulisan pelaporan hasil
penelitian. Skripsi ini disusun dalam beberapa bab dengan tujuan untuk
mempermudah penulisan dan memperjelas pembaca, untuk pembahasan yang
25 Jonathan Sarwono, “ Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif”, (Yogyakarta:
Penerbit Graha Ilmu, 2006) hlm.225
19
lebih terarah dan permudahkan pemahaman, maka penulis membagi ke lima
bab. Pada tiap-tiap bab terdapat sub-bab yang mempunyai pembahasan masing-
masing yang saling berkaitan dengan yang lainnya. Sistematika penulisa
tersebut adalah sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah,
identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian,
teknik penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini penulis menerangkan tentang teori-teori jaminan dan
hukum jaminan. Konsep dan teori yang relevan dengan tema
penelitian. Teori dan konsep tersebut diperoleh dari berbagai
literature dan berisi tentang jaminan dalam konsep konvensional
dan konsep syariah, bentuk-bentuk jaminan, penilaian jaminan,
teori pembiayaan dari segi konvensional dan syariah dan teori
mengenai Baitul Maal wat Tamwil.
BAB III PROFILE BMT MEKAR DA’WAH, BMT AL-FATH dan
BMT AT-TAQWA
Bab ini menjelaskan mengenai sejarah, susunan organisasi,
alamat, visi dan misi, struktur organisasi, produk-produk serta
akad yang digunakan oleh BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath
IKMI Dan BMT At-Taqwa.
20
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang analisis data penemuan dan menjawab dari
masalah penelitian. Yang terdiri dari prosedur pemberian
pembiayaan oleh BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI
Dan BMT At-Taqwa, analisis pelaksanaan pembebanan jaminan
fidusia berdasarkan UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia dan pelaksanaan eksekusi jaminan pada BMT Mekar
Da’wah, BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa dan kendala-
kendala yang muncul dalam mengeksekusi jaminan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan Bab yang mencakup simpulan dan
rekomendasi yang merupakan pernyataan singkat yang diambil
dari pembahasan hasil penelitian.
21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Jaminan
1. Pengertian Jaminan
Jaminan berasal dari Bahasa Belanda yaitu zekerheid atau cautie, yang
secara umum dapat diartikan sebagai cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya
tagihannya, di samping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-
barangnya. Segala kebendaan debitur baik yang bergerak, maupun tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari,
menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.1 Jaminan dalam fikih
dikenal dengan kafalah, dhaman, dan dalam pengertian yang lain jaminan juga
merupakan ar-rahn yaitu secara bahasa artinya adalah aṡt-tṡubūt dan Ad-
dawām (tetap) atau adakalanya berarti al-ḥabs (menahan).2
Sedangkan istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan dalam bahasa
Belanda “zakerheidesstelling” atau dalam bahasa Inggris “security of law”.
Pengertian hukum jaminan adalah bentuk penanggungan di mana seseorang
penanggung (perorangan) menanggung untuk memenuhi utang debitur sebesar
sebagaimana tercantum dalam perutangan pokok.3
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam
atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk
melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan
1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1131.
2 Fitria, “Sistem Eksekusi Jaminan Pembiayaan Musyarakah di Bank Syariah Mandiri Cabang
Banda Aceh”, Skripsi Kearsipan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Ar-Raniry, 2017, hlm 27
3 Zaeni Asyhadie, Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah, (Depok : Rajawali Pers, 2018), h.5
22
yang diperjanjikan.4 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit,
bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan atas
kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.
Berdasarkan pengertian tersebut jaminan utang adalah pemberian keyakinan
kepada pihak kreditor atas pembayaran utang-utang yang telah diberikannya
kepada debitor, dimana hal ini terjadi karena hukum ataupun terbit dari suatu
perjanjian yang bersifat assesoir terhadap perjanjian pokoknya berupa
perjanjian yang menerbitkan utang-piutang.
2. Bentuk-Bentuk Jaminan
Dapat dikatakan bahwa suatu jaminan kredit memiliki banyak ragam.
Namun demikian, kita dapat menggolongkannya ke dalam beberapa golongan,
tergantung pada kriteria yang kita pergunakan. Berikut merupakan bentuk-
bentuk jaminan, antara lain:
a. Jaminan Kebendaan
Jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan berupa suatu penjaminan
yang dilakukan oleh kreditor terhadap debitornya, atau antara kreditor
dengan seorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban-
kewajiban dari debitor. Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa
menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan,
dan menyediakan guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (utang) dari
seorang debitor.5
Jaminan kebendaan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu jaminan
benda berwujud yang berupa tanah, bangunan, kendaraan bermotor, mesin-
4 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
5 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media
Group) 2007, h. 74-75
23
mesin atau peralatan, dan barang dagangan. Dan jaminan benda tidak
berwujud seperti surat-surat sertifikat, tabungan, giro, dan surat tagihan
lainnya.6
Jaminan ini selalu mengikuti bendanya, kemana pun benda tersebut
beralih atau dialihkan, serta dapat dialihkan kepada dan dapat dipertahankan
terhadap siapapun. Oleh karena itu, pemberian jaminan kebendaan kepada
seorang kreditor tertentu, memberikan kepada kreditor tersebut suatu
privilege atau kedudukan istimewa terhadap kreditor lainnya.
b. Jaminan Perorangan
Jaminan perorangan adalah jaminan seorang pihak ketiga yang
bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitor.
Dalam pengertian lain dikatakan bahwa jaminan perseorangan adalah suatu
perjanjian antara seorang berpiutang dengan seorang pihak ketiga, yang
menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang.7 Jaminan
perorangan ini hanya dapat dipertahankan terhadap orang-orang tertentu.
Nantinya, seorang kreditor lewat jaminan ini dapat saja mengambil harta
debitor yang wanprestasi dengan atau tanpa prantara hukum yang disebut
“sita jaminan”. Bagaimanapun juga, yang terikat sebagai jaminan disini
bukanlah bendanya melainkan orangnya.
3. Penilaian atau Taksasi Jaminan dalam Lembaga Pembiayaan
Penilaian atau taksasi adalah proses menghitung atau mengukur nilai harta
jaminan. Penilaian sebuah jaminan didasarkan atas beberapa hal, yaitu nilai
pasar, nilai baru, nilai wajar, nilai asuransi, nilai likuidasi, dan nilai buku.
Kedudukan jaminan atau collateral bagi pembiayaan memiliki karakteristik
6 Zaeni Asyhadie, Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah, h. 43
7 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, h. 80
24
khusus. Tidak semua benda atau harta dapat dijadikan jaminan pembiayaan,
melainkan harus memenuhi unsur MAST, yaitu:8
a. Marketability, yaitu adanya pasar yang cukup luas bagi jaminan sehingga
tidak sampai melakukan banting harga;
b. Ascertainably of Value, yaitu jaminan harus memiliki standar harga
tertentu;
c. Stability of Value, yaitu harta yang dijadikan jaminan stabil dalam harga
atau tidak menurun nilainya;
d. Transferability, yaitu harta yang dijaminkan mudah dipindahtangankan
baik secara fisik maupun yuridis;
e. Secured, yaitu barang yang dijaminkan dapat diadakan pengikatan secara
yuridis formal sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku apabila terjadi wanprestasi.
4. Konsep Jaminan dalam Hukum Nasional dan Hukum Islam
Jenis jaminan dalam tata hukum Indonesia dapat digolongkan menjadi
beberapa bagian,9 yaitu jaminan yang dilihat dari kelahirannya. Jaminan
yang lahir dari undang-undang dan jaminan yang lahir dari perjajian;
jaminan yang dilihat dari sifatnya. Jaminan bersifat kebendaan dan jaminan
bersifat kebendaan; jaminan yang dilihat dari wujud objeknya. Jaminan
materil dan jaminan imateril; jaminan yang dilihat dari jenis bendanya.
Jaminan berupa benda bergerak dan tidak bergerak; jaminan yang dikaitkan
dengan objek yang difasilitasi kredit/pembiayaan. Jaminan dalam bentuk
agunan pokok dan agunan tambahan.
8 Zaeni Asyhadie, Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah, h. 19-11
9 A. Wangsawidjaja, “Pembiayaan Bank Syariah”, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,
2012), h.317-318
25
Berdasarkan dalil-dalil syariah dan dalil-dalil konvensional, ketentuan
perundang-undangan konvensional mengenai tata cara pengikatan terhadap
barang agunan untuk pembiayaan bank syariah dapat berpedoman kepada
ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai peraktik perbankan
konvensional mengenai pengikatan agunan kredit.
Pengikatan agunan dilakukan dengan membuat perjanjian, yaitu
perjanjian antara kreditur dengan debitur atau pihak ketiga yang isinya
menjamin pelunasan utang yang timbul dari pemberian pembiayaan.
Ketentuan syariah tidak mengatur mengenai jenis pengikatan barang
jaminan. Dalam Fatwa DSN Np.68/DSN-MUI/III/2008 Tentang Rahn
Tasjily, tidak ada penegasan mengenai bentuk pengikatan terhadap barang
agunan. Karena hal itu, pengikatan terhadap barang agunan untuk
pembiayaan bank syariah dapat berpedoman kepada ketentuan-ketentuan
praktik perbankan konvensional. Jenis-jenis pengikatan agunan dan
jaminan tersebut diuraikan sebagai berikut:
a. Hak Tanggungan
Ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Hak Tanggungan
merumuskan pengertian hak tanggungan, yaitu: “Hak tanggungan atas
tanah beserta benda-benda yang bekaitan dengan tanah, yang
selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu, untuk diutamakan kepada kreditor tertentu
terhadap kreditor-kreditor lain”.
26
Dari Pasal 1 angka 1 Undang-undang hak tanggungan tersebut dapat
diketahui bahwa pada dasarnya suatu hak tanggungan adalah10 suatu
bentukk jaminan pelunasan urang dengan hak mendahului dengan objek
(jaminannya) berupa hak-hak atas tanah yang diatur undang-undang
pokok agrarian.
Prof. Budi Harsono mengartikan hak tanggungan adalah11 sebagai
penguasaan ha katas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk
berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan
untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya
jika debitur cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau
sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya.
Jadi hak tanggungan itu merupakan hak jaminan kebendaan atas hak
dan tanah beserta benda-benda berkaitan dengan tanah yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu
kepada kreditor pemegang hak tanggungan terhadao kreditor-kreditor
lain. Jaminan yang diberikan dalam hak tanggunga, yaitu hak yang
diutamakan atau mendahului dari kreditor-kreditor lainnya bagi kreditor
pemegang hak tanggungan.12
Kewajiban pendaftaran hak tanggungan sangat diperlukan untuk
mendapatkan kepastian hukum dan memenuhi unsur publisitas,
sehingga praktik pengikatan hak tanggungan dapat dikendalikan.
Mengingat betapa pentingnya fungsi pendaftaran bagi suatu jaminan
10 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta kekayaan : Hak Tanggungan,
(Jakarta : Kencana, 2006), h. 13
11 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, ( Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 2004), h. 97
12 Ranchman Usman, Hukum Kebendaan (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), h. 306-307
27
utang, termasuk didalamnya hak tanggungan ini, kewajiban pendaftaran
setiap hak tanggungan pada pejabat yang berwenang sudah ada sejak
berlakunya KUH Perdata (untuk hipotek) atas tanah, yang kemudian
dilanjutkan oleh Undang-undang tentang hak tanggungan.
Eksekusi hak tanggungan diatur dalam Pasal 20 sampai dengan
Pasal 21 Undang-undang No. 4 Tahun 1996. Latar belakang lahirnya
eksekusi hak tanggungan adalah disebabkan pemberi hak tanggungan
atau debitur tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana mestinya,
walaupun yang bersangkutan telah diberukan somasi 3 kali bertutur-
turut oleh kreditur. Dalam Pasal 20 Undang-undang No. 4 Tahun
1996diatur tentang cara eksekusi hak tanggungan. Eksekusi hak
tanggungan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:13
1) Hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual hak
tanggungan atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6. Hak ini didasarkan pada
janji yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan, bahwa apabila
debitur cedera janji, pemegang hak tanggungan berhak untuk
menjual objek hak tanggungan melalui pelelangan umum tanpa
memerlukan persetujuan lagi pemberi hak tanggungan.
2) Eksekusi atas titel eksekutorial yang terdapat pada sertifikat hak
tanggungan. Irah-irah yang dicantumkan pada sertifikat hak
tanggungan dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan
eksekutorial pada sertifikat hak tanggungan, sehingga apabila
debitur cedera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu
putusan pengadilan.
3) Eksekusi di bawah tangan adalah penjualan objek hak tanggungan
yang dilakukan oleh pemberi hak tanggungan, berdasarkan
13 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, h. 190
28
kesepakatan dengan pemegang hak tanggungan jika dengan cara ini
akan diperoleh harga yang tinggi.
Menurut UUHT Pasal 20 ayat 2 dan 3, syarat-syarat agar suatu objek
hak tanggungan dapat dieksekusi secara di bawah tangan adalah
sebagai berikut:14
a) Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dengan
penerima hak tanggungan
b) Penjualan di bawah tangan tersebut dicapai dengan harga
tertinggi yang menguntungkan semua pihak
c) Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau penerima
fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan
d) Diumumkan dalam sedikit-dikitnya dua surat kabar yang
beredar di daerah bersangkutan
e) Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu 1 bulan
sejak diberitahukan secara tertulis
f) Tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.
b. Fidusia
Istilah fidusia berasal dari Bahasa Belanda, yaitu fiduciair, yang
artinya kepercayaan, yakni penyerahan hak milik atas benda secara
kepercayaan sebagai jaminan (agunan) bagi pelunasan piutang
kreditor.15 Di dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang
jaminan fidusia, pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan
suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan
pemilik benda.
14 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, (Jakarta : Erlangga)2013, h.91
15 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2011), h. 283
29
Jaminan fidusia adalah suatu jaminan utang yang bersifat kebendaan
(baik utang yang telah ada maupun utang yang akan ada), yang pada
prinsipnya memberikan barang bergerak sebagai jaminannya dengan
memberikan penguasaan dan penikmatan atas benda objek jaminan
utang tersebut kepada debitor, kemudian pihak kreditor menyerahkan
kembali penguasaan dan penikmatan atas benda tersebut kepada
debitornya secara kepercayaan.16
Dalam jaminan fidusia pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan
semata-mata sebagai jaminan bagi pelunasan utang, bukan untuk
seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia. Ini merupakan inti dari
pengertian jaminan fidusia yang dimaksud Pasal 1 butir 1. Bahkan
sesuai dengan Pasal 33 UUJF setiap janji yang memberikan
kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang
menjadi objek jaminan fidusia apabila debitor cidera janji, akan batal
demi hukum.
Dari pengertian jaminan fidusia di atas, maka dapat unsur-unsur dari
Jaminan Fidusia, meliputi:17 1) Jaminan fidusia merupakan lembaga
hak jaminan kebendaan 2) Obyek jaminan fidusia adalah benda
bergerak dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak
dibebani dengan hak tanggungan 3) Benda yang menjadi objek
jaminan fidusia tersebut adalah sebagai agunan atau jaminan untuk
pelunasan suatu utang tertentu 4) Memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada lembaga pembiayaan terhadap kreditur lainnya.
Perjanjian fidusia merupakan perjanjian ikutan, dan harus dibuat
dengan akta notaris. Akibat hukum dari perjanjian fidusia adalah benda
16 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, h. 102
17 Junaidi Abdullah, “Jaminan Fidusia Di Indonesia (Tata Cara Pendaftaran dan Eksekusi)”,
Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, Vol. 4, No. 2, (Desember, 2016), h. 118
30
yang difidusiakan, penguasaan fisiknya oleh debitur, sedangkan
kepemilikannya diserahka ke kreditur. Penerima fidusia memiliki hak
yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. Pengalihak hak atas
piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi
hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur.18
Pembebanan jaminan fidusia dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UUJF
menegaskan, bahwa pembebanan jaminan fidusia dituangkan dalam
Akta Jaminan Fidusia (AJF) yang dibuat dengan akta notaris dalam
bahasa Indonesia. Ketentuan dalam Pasal 7 UUJF menegaskan utang
yang pelunasannya dijamin dengan fidusia berupa19 utang yang telah
ada, utang yang akan timbul di kemudia hari yang telah diperjanjikan
dan utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya
berdasarkan perjanjian pokok.
Eksekusi jaminan fidusia sudah diatur dalam Pasal 29 sampai
dengan Pasal 34 UUJF. Yang dimaksud dengan eksekusi jaminan
fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek
jaminan fidusi. Yang menjadi penyebab timbulnya eksekusi jaminan
fidusia adalah karena debitur atau pemberi fidusia cedera janji atau tidak
memenuhi prestasinya tepat pada waktunya kepada penerima fidusia.
Ada 4 cara eksekusi benda jaminan fidusia, yaitu:20
1) Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia
2) Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan
penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari penjualan
18 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h.358-359
19 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, h. 289
20 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, h.89-90
31
3) Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat
diperoleh harga yang tertinggi yang menguntungkan para pihak.
Untuk melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia maka
pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan
fidusia, apabila benda yang menjadi objek jaminan fidusia terdiri atas
benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa,
penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Gadai
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur, atau orang lain atas
namanya yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut. Dasar hukum gadai diatur
dalam Bab XX Buku III KUHPerdata Pasal 1133 s/d 1153.21
Pasal 1150 KUHPerdata dijelaskan bahwa gadai adalah suatu hak
yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang
diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas
namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu
untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan
daripada orang-orang berpiutang lainnya.
Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa gadai merupakan
perjanjian rill, yaitu perjanjian yang disamping kata sepakat diperukan
suatu perbuatan nyata (dalam hal ini penyerahan kekuasaan atas barang
21 Djawahir Hejazziey, Hukum Perkembangan Syariah, (Yogyakarta : Deepublish, 2013),
h.176
32
gadai). Penyerahan itu dilakukan oleh debitor pemberi gadai dan
ditujukan kepada kreditor penerima gadai.22
Kata “gadai” dalam KUHPerdata tersebut digunakan dalam dua arti,
yaitu: pertama, untuk menunjuk kepada bendanya (benda gadai, Pasal
1152 KUH Perdata); dan kedua, tertuju kepada haknya (hak gadai, Pasal
1150 KUH Perdata). Dari perumusan Pasal 1150 KUH Perdata tersebut
dapat diketahui, bahwa:23
1) Gadai merupakan suatu hak jaminan kebendaan atas benda bergerak
tertentu milik debitur atau seseorang lain atas nama debitur untuk
dijadkan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu;
2) Gadai memberikan hak didahulukan kepada pemegang hak gadai
atas kreditor-kreditor lainnya atas piutangnya;
3) Gadai memberikan kewenangan kepada kreditor pemegang gadai
untuk mengambil pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan
melalui pelelangan umum atas barang-barang yang digadaikan
setelah dikurangi biaya-biaya lelang dan biaya lainnya uang terkait
dengan proses lelang.
Di samping itu gadai memiliki sifat-sifat, yaitu:24 gadai bersifat
accesoir, yaitu merupakan tambahan saja dari perjanjian yang pokok
yang berupa perjanjian pinjaman uang dan dimaksudkan untuk menjaga
jangan sampai si berhutang itu lalai membayar kembali utangnya;
Merupakan hak yang bersifat memberi jaminan menjamin pembayaran
kembali utangnya; Hak menguasai barang tidak meliputi hak untuk
22 Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, ( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
2003), h. 93
23 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, h. 263-264
24 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta : Kencana
Prenadmedia Group, 2008) h,178
33
memakai menikmati, atau memungut hasil barang yang dipakai sebagai
jaminan – lain halnya dengan hak memungut hasil, hak pakai dan
mendiami dan lain-lain; Tidak dapat di bagi-bagi, artinya sebagian hak
gadai itu tidak menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari utang
gadai tetap meletak atas seluruh bendanya.
Barang gadai yang ingin dipakai sebagai pelunasan utang haruslah
diekseksi ketika utang tidak terbayarkan. Kemudian, hasil eksekusi
tersebut harus diberikan kepada kreditor untuk membayar utangnya
dalam jumlah besar cicilan utang yang tidak terbayar. Eksekusi terhadap
barang objek gadai haruslah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku,
yaitu: memperhatikan ketentuan Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUH
Perdata, pelaksanaan eksekusi atas barang gadai, telah ditentukan secara
sebagai berikut :25
1) Menjual barang gadai di muka umum. Cara ini merupakan ketentuan
dasar atas eksekusi barang gadai. Penjualannya dilakukan di muka
umum. Cara penjualannya menurut kebiasaan setempat.
Penjualannya harus sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku. Hasil
penjualan tersebut diambil kreditor sebagai pelunasan utang pokok
dan biaya yang timbul dari penjualan.
2) Penjualan menurut cara yang ditentukan hakim. Cara eksekusi ini
diatur dalam Pasal 1156 KUHPerdata yang mengatakan, apabila
pemberi Gadai atau debitur melakukan cedera janji maka, kreditor
dapat menuntut (meminta) kepada hakim supaya barang gadai dijual
menurut cara yang ditentukan hakim; atau agar hakim mengizinkan
supaya barang gadai tetap berada ditangan kreditor untuk menutup
25 Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta : Sinar
Grafika,2006) h, 218
34
suatu jumlah yang akan ditentukan hakim dalam putusan sampai
meliputi utang pokok, bunga, dan biaya.
Sedangkan dalam hukum Islam yang berkaitan dengan jaminan
utang dikenal 2 (dua) istilah, yaitu Kafalah dan Rahn. Berikut uraiannya:
1. Kafalah
a. Pengertian Kafalah
Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh pemberi
jaminan (penanggung) kepada pihak lain untuk memenuhi
kewajiban pihak yang ditanggung. Dalam akad kafalah,
diperjanjikan bahwa seseorang memberikan penjaminan kepada
seorang kreditor yang memberikan utang kepada seorang debitur,
yang mana pihak penjamin memberikan jaminan bahwa utang
yang dilakukan oleh debitur kepada kreditor akan dilunasi oleh
penjamin bila debitur wanprestasi.26
Dalam pengertian lain, Kafalah (guaranty) adalah jaminan,
beban, atau tanggungan yang diberikan oleh penanggung (kafil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau
yang ditanggung (makful). Kafalah dapat juga berarti
mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan
berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
Atas jasanya penjamin dapat meminta imbalan tertentu dari orang
yang dijamin.27
26 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011) h, 201
27 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008),
h.105-106
35
Kafalah diisyaratkan oleh Allah SWT. pada Al-Qur’an Surat
Yusuf ayat 72; Penyeru itu berseru, “Kami kehilangan piala raja
dan barang sapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh
makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya”.28
b. Dasar Hukum Kafalah
Dasar hukum kafalah bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, dan
Kesepakatan para ulama (ijmak), antara lain:29
1) Al Qur’an
Dasar hukum untuk akad memberikan kepercayaan ini
dapat dipelajari dalam Al-qur’an pada bagian yang
mengisahkan Nabi Yusuf,
قالوا نفقد صواع ٱلملك ولمن جاء بهۦ حمل بعير وأنا بهۦ زعيم
Artinya: “Penyeru-penyeru itu berkata: ‘Kami kehilangan piala
raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh
bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin
terhadapnya.’” (Q.S Yusuf: 72)
Kata za’im yang berarti penjamin dalam surah Yusuf
tersebut adalah gharim, orang yang bertanggung jawab atas
pembayaran.
2) Al-Hadits
Landasan syariah dari pemberian fasilitas dalam bentuk
jaminan kafalah pada ayat di atas dipertegas dalam hadits
Rasulullah,
أن النبي صلى الله عليه و سلم أتي بجنازة ... فقال هل ترك
شيئا قالوا لا قال فهل عليه دين قالوا ثلاثة دنانير قال صلوا
28 Ah. Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h.162
29 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h. 296-297
36
لله وعلي على صاحبكم قال أبو قتادة صل عليه يا رسول
دينه فصلى عليه Artinya: Telah dihadapakan kepada Rasulullah saw. (mayat
seorang laki-laki untuk dishalatkan)… Rasulullah saw. bertanya
“apakah dia mempunyai warisan? Para sahabat menjawab,
“tidak”. Rasulullah bertanya lagi,”apakah dia mempunyai
utang?” sahabat menjawab “ya, sejumlah tiga dinar.” Rasulullah
pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau
sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, “saya menjamin
utangnya, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah pun menshalatkan
mayat tersebut. (HR. Bukhari no. 2127, kitab al-Hawalah)
3) Ijma’ Ulama
Para ulama mahzab membolehkan akad kafalah ini.
Orang-orang Islam generasi awal juga mempraktikannya
bahkan sampai saat ini, tanpa ada sanggahan dari seorang
ulama pun. Kebolehan akad kafalah dalam Islam juga
didasarkan pada kebutuhan manusia, sekaligus untuk
menegaskan adanya kemudaratan bagi orang-orang yang
berutang apabila utangnya belum dilunasi, dan pelunasan itu
dapat dibantu oleh pihak lain.
c. Rukun dan Syarat-Syarat Kafalah
Rukun dan syarat-syarat dari akad kafalah yang harus
dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal, yaitu:30
1) Pelaku Akad, yaitu kafil (penanggung) adalah pihak yang
menjamin, dan makful (ditanggung), adalah pihak yang
dijamin;
2) Objek akad, yaitu makful alaih (tertanggung) adalah objek
penjaminan; dan
3) Shighah, yaitu ijab dan qabul.
30 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, h, 106
37
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi
ada beberapa hal, yaitu:31
1) Kafil (pihak peminjam), yaitu orang yang sudah baligh,
berakal, dan mempunyai kewarganegaraan penuh dalam
melakukan tindakan hukum;
2) Makhful ‘anhu/ashil (pihak yang berutang), yaitu sanggup
menyerahkan tanggungannya kepada penjamin dan dikenal
oleh penjamin;
3) Makhful lahu (pihak yang berhutang), yaitu diketahui
identitasnya oleh orang yang menjamin;
4) Makhful bih (objek jaminan), yaitu tanggungan pihak yang
berhutang, baik berupa benda, uang maupun pekerjaan.
d. Macam-Macam Kafalah
Secara umum, kafalah dibagi menjadi dua bagian, yaitu
kafalah dengan jiwa dan kafalah dengan harta. Kafalah dengan
jiwa dikenal pula dengan kafalah bi al-wajhi/ kafalah bin Nafs,
yaitu adanya kemestian (keharusan) pada pihak penjamin untuk
menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan
tanggungan (makfullah).
Kafalah yang kedua ialah kafalah harta (kafalah bil Mal), yaitu
kewajiban yang harus ditunaikan oleh dhamin atau kafil dengan
pembayaran (pemenuhan) berupa harta.32
Kafalah dengan harta ada tiga jenis, yaitu:33
31 Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga Keuangan
Syariah, (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011), h. 210
32 Andi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014), h. 191-193
33 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h.303-304
38
1) Kafalah bid,dain, yaitu jaminan untuk memenuhi kewajiban
pembayaran utang yang menjadi tanggug jawab orang
lain/orang yang berutang. Dalam praktik perbankan, harta kafil
dalam kafalah bid,dain dapat dipahami dalam bentuk uang
yaitu bentuknya jaminan pribadi (personal guarantee),
jaminan perusahaan (company guarantee) atau jaminan yang
diterbitkan oleh bank berupa Bank Garansi, Bid Bond, atau
Performance Bon. Sedangkan dalam bentuk barang yaitu dapat
berupa barang bergerak maupum barang tetap milik
penanggung yang diikat sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku, yaitu dengan jaminan fidusia atau hak
tanggungan.
2) Kafalah bil’ain au bittaslim, yaitu jaminan untuk menyerahkan
barang tertentu milik kafil sebagai pembayaran utang debitur.
Kafalah ini tidak dijalankan karena tidak ada pengaturannya
dalam hukum positif, tetapi kafalah ini dapat diperjanjikan atas
dasar kebebasan berkontrak.
3) Kafalah bid-darak,yaitu jaminan yang diberikan oleh
penanggung atas barang yang dijual bahwa barang tersebut
betul-betul milik si penjual.
2. Ar-Rahn
a. Pengertian Ar-Rahn
Secara etimologi, kata ar-rahn berarti tetap, kekal, dan
jaminan. Sedangkan secara terminolois, rahn adalah menahan
salah satu harta milik nasabah sebagai barang jaminan atas
utang/pinjaman. Menurut Fatwa DSN, rahn adalah pinjaman
dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang. Menurut
Prof. Dr. Rahmat Syafe’i, sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr.
39
Zainuddin Ali, rahn adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan
suatu narang sebagai tanggungan utang.34
Beberapa definisi ar-rahn yang dikemukakan para ulama fiqh,
yaitu:35 Ulama Malikiyah mendefinisikannya dengan, menurut
mereka yang dijadikan barang jaminan (agunan) bukan saja harta
yang bersifat material, tetapi juga harta yang bersifat manfaat
tertentu. Harta yang dijadikan barang jaminan (agunan) tidak
harus diserahkan secara actual, tetapi boleh juga penyerahannya
secara hukum, seperti menjadikan sawah sebagai jaminan
(agunan), maka yang diserahkan itu adalah surat jaminannya
(sertifikat sawah).
Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan “Menjadikan
sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang
mungkin dijadikan sebagai pembayaran hak (piutang) itu, baik
seluruhnya maupun sebagiannya.” Sedangkan Ulama Syafi’iyah
dan Hanabilah mendefinisikan ar-rahn dengan “Menjadikan
materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan
pembayaran utang apabila orang yang berutang tidak bisa
membayar utangnya itu.” Pengertian ini mengandung bahwa
barang yang boleh dijadikan jaminan (agunan) utang itu hanyalah
harta yang bersifat materi; tidak termasuk manfaat sebagaimana
yang dikemukakan ulama Malikiyah, sekalipun manfaat itu,
menurut Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah termasuk dalam
pengertian harta.
34 Mardani, Hukum Perikatan Syariah Di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika,2013), h.193-194
35 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007) h, 251-252
40
Secara terminologi para ulama fiqh mendefinisikannya,
yaitu:36 Menurut Sayyid Sabiq, rahn adalah menjadikan barang
berharga menurut pandangan syara’ sebagai jaminan utang;
Menurut Muhammad Rawwas Qal’ahji, rahn adalah menguatkan
utang dengan jaminan; menurut Masjfuq Zuhdi, rahn adalah
perjanjian atau akad pinjam meminjam dengan menyerahkan
barang sebagai tanggungan utang; dan menurut Nasrun Haroen,
rahn adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan terhadap
piutang yang mungkin dijadikan sebagai pembayaran piutang itu.
Menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan
yang diterimanya. Harta tersebut berupa barang yang ditahan dan
harus memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang
menahan dapat memperoleh jaminan untuk mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya.37
Ar-rahn di tangan al-murtahin (pemberi utang) hanya
berfungsi sebagai jaminan utang ar-rahn (orang yang berhutang).
Barang jaminan itu baru boleh dijual/dihargai apabila dalam
waktu yang disetujui kedua belah pihak, utang tidak boleh dilunasi
orang yang berutang. Oleh sebab itu, hak pemberi piutang hanya
terkait dengan barang jaminan, apabila orang yang berutang tidak
mampu melunasi utangnya.
36 Abdul Rahman Ghazaly, Ghufran Ihsan, dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta :
Prenadamedia Group, 2018), h.265
37 Dadang Husen Sabana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung : Pustaka Setia) 2016,
hlm 333-334
41
b. Dasar Hukum Syariah
Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad ar-rahn
dibolehkan dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an, Hadis Nabi dan
Ijma Ulama, sebagai berikut:38
Dalam surah Al-Baqarah, 2:283 Allah berfirman:
وإن كنتم على سفر ولم تجدوا كاتبا فرهان مقبوضة فإن أمن
ربه ولا تكتموا بعضكم بعضا فليؤد الذي اؤتمن أمانته وليتق الل
بما تعملون عليم الشهادة ومن يكتمها فإنه آثم قلبه والل Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak
secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh
yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Sedangkan dalam sebuah hadis Nabi Riwayat al-Bukari
Muslim dari ‘Aisyah ra., dikatakan bahwa:
عليه وسلم اشترى طعاما من يهودي إلى أجل أن النبي صلى الل
ورهنه درعا من حديد Artinya: “Sesungguhnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
membeli bahan makanan dari seorang yahudi dengan cara
berutang, dan beliau menggadaikan baju besinya.” (Hr. Al-
Bukhari no. 2513 dan Muslim no. 1603)
Menurut kesepakatan para fiqh, peristiwa Rasul SAW, me-
rahn-kan baju besinya itu, adalah kasus ar-rahn pertama kali
dalam Islam dan dilakukan sendiri oleh Rasululah SAW. Dan
38 Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga Keuangan
Syariah, h. 216-217
42
dalam Ijma’ ulama ahli fiqh sepakat akan diperbolehkannya akad
rahn, baik dalam keadaan hadir (berada di tempat) maupun safar
(dalam perjalanan).
c. Rukun dan Syarat Ar-Rahn
Transaksi rahn antara nasabah dengan bank syariah/lembaga
keuangan syariah akan sah apabila memenuhi rukun dan syarat
yang telah ditentuka sesuai syariat Islam, yaitu:39
1) Rahin (Nasabah)
Nasabah harus cakap bertindak hukum, baligh, dan berakal.
2) Murtahin (Bank Syariah/ Lembaga Keuangan Syariah)
Bank atau lembaga keuangan syariah yang menawarkan
produk rahn sesuai dengan prinsip syariah.
3) Marhun Bih (Pembiayaan)
Pembiayaan yang diberikan oleh murtahin harus jelas dan
spesifik, wajib dikembalikan oleh rahin. Dalam hal rahin tidak
mampu mengembalikan pembiayaan yang telah diterima dalam
waktu yang telah diperjanjikan, maka barang jaminan dapat
dijual sebagai sumber pembayaran.
4) Marhun (Barang jaminan)
Marhun atau al-marhun merupakan barang yang digunakan
sebagai agunan, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Agunan harus dapat dijual dan nilainya seimbang
dengan pembiayaan;
b) Agunan harus bernilai dan bermanfaaat menurut
ketentuan syariah;
39 Ismail, Perbankan Syariah, h, 210-211
43
c) Agunan harus jelas dan dapat ditentukan secara
spesifik;
d) Agunan itu harus milik sendiri dan tidak terkait dengan
pihak lain;
e) Agunan merupakan harta yang utuh dan tidaj
bertebaran dibeberapa tempat
f) Agunan harus dapat diserahterimakan baik fisik
maupun manfaatnya.
Sedangkan para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat ar-
rahn sesuai dengan rukun rahn itu sendiri, yaitu:40
1) Para pihak dalam pembiayaan rahn, kecakapan dalam
bertindak hukum, menurut ulama adalah orang yang telah
dewasa (baligh) dan berakal. Mereka mempunyai kelayakan
untuk melakukan transaksi kepemilikan;
2) Pernyataan kesepakatan, menurut Hanafiyah dalam
kesepakatan rahn tidak boleh dikaitkan dengan masa yang akan
datang, karena kesepakatan atau ijab qabul dalam akad rahn
sama dengan dalam akad jual beli. Sedangkan menurut
Malikiyah, Hanabillah dan Syafiiyah apabila syarat itu adalah
syarat yang mendukung kelancarab akad, maka dibolehkan,
tetapi apabila bertentangan dengan karakter rahn maka
syaratnya batal;
3) Marhun bih (utang) wajib dibayar kembali oleh debitur kepada
kreditur. Utang boleh dilunasi dengan agunan. Utang harus
jelas dan tertentu.
4) Marhun (barang).
40 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), h.234-236
44
Sama seperti gadai berdasarkan hukum positif, barang yang
digadaikan dalam rahn bisa berbagai macam jenisnya, baik
bergerak maupun tidak bergerak. Apabila yang digadaikan berupa
benda yang dapat diambil manfaatnya, penerima gadai dapat
mengambil manfaat tersebut dengan menanggung biaya perawatan
dan pemeliharaannya.
Jadi prinsip pokok rahn adalah:41 (1) kepemilikan atas barang
yang digadaikan tidak beralih selama masa gadai; (2) kepemilikan
baru beralih pada saat terjadinya wanprestasi pengembalian dana
yang diterima oleh pemilik barang. Pada saat itu, penerima gadai
berhak untuk menjual barang yang digadaikan berdasarkan kuasa
yang sebelumnya pernah diberikan oleh pemilik barang; (3)
penerima gadai tidak boleh mengambil manfaat dari barang yang
digadaikan, kecuali atas seizin pemilik barang.
d. Manfaat Ar-Rahn
Manfaat yang diambil oleh lembaga keuangan bank dari
prinsip ar-rahn adalah sebagai berikut:42
1) Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-
main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan bank;
2) Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang
deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika
41 Irma Devi Purnamasari dan Suswinarno, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-
Kiat Cerdas, Mudah, Dan Bijak Memahami Masalah Akad Syariah, (Bandung : PT Mizan Pustaka,
2011) h,127-130
42 Muhammad Syafi’I Antonio, BANK SYARIAH: Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema
Insan)2001, hlm 130
45
masanah peminjam ingkar janji karena ada suatu asset atau
barang (marhun) yang dipegang oleh bank;
3) Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah
barang tentu akan membantu saudara kita yang kesulitan
dana, terutama di daerah-daerah.
Adapun manfaat yang langsung didapat bank adalah biaya-
biaya konkret yang harus dibayar oleh nasabah untuk
pemeliharaan dan keamanan asset tersebut. Jika penahanan asset
berdasarkan fidusia, nasabah juga harus membayar biaya asuransi
yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum.
e. Ketentuan Rahn
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ar-
Rahn antara lain:43
1) Kedudukan Barang Gadai. Selama ada di tangan pemegang
gadai, maka kedudukan barang gadai hanya merupakan suatu
amanat yang dipercayakan kepadanya oleh pihak penggadai.
2) Pemanfaatan Barang Gadai. Pada dasarnya barang gadai tidak
boleh diambil manfaatnya baik oleh pemiliknya maupun oleh
penerima gadai. Hal ini disebabkan status barang tersebut
hanya sebagai jaminan utang dan sebagai amanat bagi
penerimanya. Apabila mendapat izin dari masing-masing
pihak yang bersangkutan, maka barang tersebut boleh
dimanfaatkan. Oleh karena itu agar di dalam perjanjian gadai
itu tercantum ketentuan jika penggadai atau penerima gadai
43 Erissa, “Fiqh Muamalah Ar Rahn”, diakses dari
https://id.scribd.com/document/331668366/Fiqih-Muamalah-Ar-Rahn, Pada Tanggal 4 Juli 2019 Pukul
10:00
46
meminta izin untuk memanfaatkan barang gadai, maka
hasilnya menjadi milik bersama. Ketentuan ini dimaksudkan
untuk menghindari harta benda tidak berfungsi atau mubazir.
3) Resiko Atas Kerusakan Barang Gadai. Ada beberapa
pendapat mengenai kerusakan barang gadai yang di sebabkan
tanpa kesengajaan murtahin. Ulama mazhab Syafi’i dan
Hambali berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak
menanggung resiko sebesar harga barang yang minimum.
Penghitungan di mulai pada saat diserahkannya barang gadai
kepada murtahin sampai hari rusak atau hilang.
4) Pemeliharaan Barang Gadai. Para ulama’ Syafi’iyah dan
Hanabilah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan barang
gadai menjadi tanggngan penggadai dengan alasan bahwa
barang tersebut berasal dari penggadai dan tetap merupakan
miliknya. Sedangkan para ulama’ Hanafiyah berpendapat
lain, biaya yang diperlukan untuk menyimpan dan
memelihara keselamatan barang gadai menjadi tanggungan
penerima gadai dalam kedudukanya sebagai orang yang
menerima amanat.
5) Kategori Barang Gadai. Jenis barang yang bias digadaikan
sebagai jaminan adalah semua barang bergerak dan tak
bergerak yang memenuhi syarat.
6) Pembayaran atau Pelunasan Utang Gadai. Apabila sampai
pada waktu yang sudah di tentukan, rahin belum juga
membayar kembali utangnya, maka rahin dapat dipaksa oleh
marhun untuk menjual barang gadaianya dan kemudian
digunakan untuk melunasi hutangnya.
7) Prosedur Pelelangan Gadai. Jumhur fukaha berpendapat
bahwa orang yang menggadaikan tidak boleh menjual atau
47
menghibahkan barang gadai, sedangkan bagi penerima gadai
dibolehkan menjual barang tersebut dengan syarat pada saat
jatuh tempo pihak penggadai tidak dapat melunasi
kewajibanya
B. Teori Pembiayaan
1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana
kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dana
dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan
oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pembiayaan merupakan
aktivitas yang sangat penting karena dengan pembiayaan akan diperoleh
sumber pendapatan utama dan menjadi penunjang kelangsungan usaha
bank. Sebaliknya, bila pengelolaannya tidak baik akan menimbulkan
permasalahan dan berhentinya usaha bank.
Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah berbeda dengan kredit
yang diberikan oleh bank konvensional. Dalam pembiayaan syariah, return
atas pembiayaan tidak dalam benuk bunga, akan tetapi dalam bentuk lain
sesuai dengan akad-akad yang disediakan di bank syariah. Dalam
perbankan syariah, istilah kredit tidak dikenal, karena bank syariah
memiliki skema yang berbeda dengan bank koncensional dalam
menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan.44
Menurut M. Syafi’I Antonio menjelaskan bahwa pembiayan merupakan
salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk
memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Sedangkan
menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
44 Ismail, Perbankan Syariah,), h.106
48
dipersamakan dengan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.45
Pembiayaan berbeda dengan kredit. Kredit merupakan fasilitas
keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha meminjam
uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka
waktu yang ditentukan dengan dikenakan bunga. Berdasarkan Undang-
Undang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atas kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya seteah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga. Kredit disediakan oleh bank umum konvensional.46
Sedangkan pembiayaan adalah pemberian fasilitas dana oleh lembaga
keuangan syariah pada nasabah (debitur) yang berfungsi sebagai sumber
pendapatan bagi lembaga keuangan yang berupa imbalan bagi hasil dari
pihak yang dibiayai.
2. Fungsi Pembiayaan
Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah berfungsi membantu
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan usahanya.
Masyarakat merupakan individu pengusaha, lembaga, dan badan usaha,
dan lain-lain yang membutuhkan dana. Secara terperinci pembiayaan
memiliki fungsi antara lain:47
45 Djawahir Hejazziey, Perbankan Syariah dalam Teori dan Praktek, h. 137-138
46 Otoritas Jasa Keuangan, Apa Itu Kredit dan Pembiayaan, diakses dari
https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/316 Pada Tanggal 4 Juli 2019 Pukul 12:00
47 Ismail, Perbankan Syariah, h. 108-109
49
a. Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar menukar barang dan jasa;
b. Pembiayaan merupakan alat yang dipakai untuk memanfaatkan idle
fund;
c. Pembiayaan sebagai alat pengendalu harga;
d. Pembiayaan dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi
yang ada.
3. Aspek Hukum Dalam Proses Pemberian Pembiayaan
Aspek-aspek hukum yang seyogyanya dipenuhi dalam proses
pemberian pembiayaan berdasarkan tahapan yang lazim dilakukan oleh
perbankan adalah sebagai berikut:48
a. Tahap Pengajuan Aplikasi Pembiayaan Oleh Calon Nasabah
Penerima Fasilitas
Sebagai bukti bahwa nasabah telah mengajukan permohonan
pembiayaan kepada bank, maka permohonan pembiayaan calon
nasabah diajukan secara tertulis dan ditandatangani oleh nasabah.
Tujuan penggunaan fasilitas pembiayaan tersebut akan menentukan
jenis pembiayaan yang diberikan. Dalam prkatiknya, bank selalu
mensyaratkan adanya data pendukung sebagai lampiran dari aplikasi
permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon nasabah. data
tersebut berupa data yuridis dan data-data pendukung lainnya.
Permohonan tertulis dari calon nasabah beserta data pendukung
tersebut, merupakan bahan penilaian yang akan dilakuka oleh pihak
bank secara seksama sebagaimana diwajibkan oleh Pasal 23 ayat 2 UU
Perbankan Syariah.
48 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h.104-113
50
b. Tahap Analisis Data yang Diajukan Oleh Calon Nasabah
Penerima Fasilitas
Data yang diajukan calon nasabah dianalisis oleh petugas analisis
pembiayaan sesuai dengan prosedur pembiayaan yang tercantum
dalam buku manual (standart operating procedure) pembiayaan pada
bank yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 yat 2 UU No.
10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank umum wajib memiliki dan
menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank
Indonesia.
Dalam melakukan analisis menyangkut aspek legal dan aspek
kewenangan bertindak dari subjek akad. Proses analisis dilakukan oleh
petugas analisis pembiayaan bersama-sama dengan petugas bagian
hukum di bank syariah yang bersangkutan. Untuk mengantisipasi
risiko yang mungkin terjad di kemudian hari maka bank wajib
melakukan verifikasi mengenai kebenaran dan keabsahan data tang
diajukan oleh calon nasabah dengan melakukan pemeriksaan setempat
(on the spot) ke lokasi usaha calon nasabah, apakah sesuai dengan izin-
izin yang dimiliki atau tidak, apakah barang yang dijaminkan telah
sesuai dengan bukti-bukti kepemilikan dan sebagainya.
Peran hukum dalan mengamankan pemberian pembiayaan sudah
dilakukan sejak sebelum pembiayaan diberikan, baik dalam bentuk
analisis tergadap data menyangkut status dan implikasi dari subjek
hukum yang mengajukan pembiayaan, kewenangan subjek hukum
yang melakukan perikatan, legalitas usaha, bukti-bukti kepemilikan
agunan, jenis pengikatan jaminan yang tepat dan efektif, dan
sebagainya.
Peranan hukum tersebut juga sangat penting dalam mengamankan
pembiayaan setelah akad pembiayaan ditandatangani antara bank
51
dengan nasabah dalam bentuk pengikatan jaminan, baik jaminan yang
bersifat kebendaan maupun bersifat perorangan. Adanya cacat yuridis
dalam pengikatan jaminan setelah pembiayaan dicairkan akan
menempatkan bank pada posisi yang lemah terutama bila pembiayaan
tersebut mengalami kemacetan. Keadaan itu tidak jarang dijadikan
alasan oleh nasabah yang beritikad tidak baik atau pihak ketiga lainnya
untuk menghambat/menggagalkan proses eksekusi barang jaminan.49
c. Tahap Penandatanganan Akad Pembiayaan dan Pengikatan
Jaminan
Setelah calon nasabah dapat Surat Persetujuan Prinsip Pemberian
Pembiayaan (SP4), maka calon nasabah kemudian datang ke bank
sebelum jatuh tempo penawaran bank untuk menandatangani akad
pembiayaan berikut pengikatan jaminannya. Unsur-unsur hukum yang
harus diperhatikan oleh bank antara lain:50
1) Memastikan bahwa orang yang menandatangani akad pembiayaan
dan akta pengikatan jaminan adalah orang yang benar dan
berwenang untuk melakukan hal tersebut dan orang yang benar-
benar mengerti, memahami dan menyetujui isi dari dokumen-
dokumen yang akan ditandatangani;
2) Dalam hal dokumen dibuat secara notarill, pembacaan akta yang
akan ditandatangani oleh para pihak merupakan kewajiban yang
harus dilakukan oleh notaris yang bersangkutan. Hal ini untuk
memenuhi salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur
dalam Pasal 1320 angka 1 KUHPerdata, yaitu kesepakatan para
pihak;
49 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h.109
50 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h. 112
52
3) Penandatanganan akta pengikatan jaminan sebagai perjanjian
ikutan (accessoir) terhadap perjanjian pokok, yaitu pembiayaan
dilakukan bersamaan pada saat penandatanganan akad
pembiayaan. Penandatanganan perjanjian pengikatan jaminan
tersebut paling lambat harus dilakukan sebelum pencairan
pembiayaan dilakukan. Apabila hal itu mendahului akad
pembiayaan, maka hal tersebut menimbulkan cacat yuridis dan
bisa menjadi potencial problem di kemudian hari.
d. Tahap Setelah Pembiayaan Diberikan
Setelah pencairan pembiayaan dilakukan, perlu diadakan
pemantauan dan pengawasan terhadap aktivitas usaha dari nasabah
penerima fasilitas oleh bank baik secara aktif maupun pasif.
Pengawasan aktif dilakukan secara peninjauan setempat atas aktifitas
usaha nasabah, sedangkan pengawasan pasif dilakukan dengan analisis
laporan keuangan, laporan kegiatan usaha yang disampaikan langsung
oleh nasabah kepada bank.
Dari laporan nasabah tersebut bank seyogianya dapat melakukan
analisis secara kualitatif atau kuantitatif terhadap nasabah dan kegiatan
usaha nasabah yang bersangkutan. Tindakan pemantauan dan
pengawasan oleh bank setelah pembiayaan diberikan kepada nasabah
tersebut merupakan pelaksanaan salah satu prinsip kehati-hatian
sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat 1 UU Perbankan Syariah.
C. Teori Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang khusus
didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro
kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian
jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari
53
keuntungan.51 Lembaga keuangan mikro juga telah berkembang dengan adanya
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Pada dasarnya, lembaga
keuangan mikro syariah memiliki sistem yang hampir mirip, akan tetapi produk
dan jasa serta perjanjian (akad) yang digunakan berbeda. Kesesuaian dengan
hukum syariah Islam.52
1. Pengertian Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
Kata baitul mal adalah berasal dari Bahasa Arab yang berarti rumah
harta atau kas negara, yaitu suatu lembaga yang diadakan dalam
pemerintahan Islam untuk mengurus masalah keuangan negara. Atau suatu
lembaga keuangan negara yang bertugas menerima, menyimpan, dan
mendistribusikan uang negara sesuai dengan syariat Islam.53 Suhrawardi K.
Lubis, menyatakan baitulmal dilihat dari segi istilah fikih adalah suatu
lembaga atau badan yang bertugas untuk mengurusi kekayaan negara
terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan
pengelolaan maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan
lain-lain.54
Baitul mal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan
penyaluran dana yang nonprofit, seperti zakat, infak, dan sedekah. Adapun
baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.
Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT
51 Slamet Mujiono, “Eksistensi Lembaga Keuangan Mikro: Cikal Bakal Lahirnya BMT Di
Indonesia”, Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan (Volume 2, Nomor 2, Desember
2017), h.208 52 Maulidia Amri, Lembaga Keuangan Mikro Syariah,
https://www.academia.edu/25851976/LEMBAGA_KEUANGAN_MIKRO_SYARIAH_ISLAMIC_M
ICROFINANCE_di_INDONESIA, diakses tanggal 10 Juli 2019 pukul 07:00 53 Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia, (Jakarta : Prenada
Media Group) 2015, h.316 54 Abdul Manan, HUKUM EKONOMI SYARIAH: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan
Agama, (Jakarta : Kencana) 2012, h. 363
54
sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan
berlandaskan syariat Islam.55
2. Prinsip Operasi BMT
Dalam menjalankan usahanya BMT menggunakan tiga prinsip, yaitu:56
a. Prinsip bagi hasil
Dengan prinsip ini ada pembagian hasil dari pemberi pinjaman dengan
BMT dengan akad Al-Mudharabah, Al-Musyarakah, Al-Muzara’ah,
dan Al-Musaqoh.
b. Sistem jual beli
Sistem ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam
pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi
kuasa melakukan pembelian barang atas nama BMT, dan kemudian
bertindak sebagai penjual, dengan menjual barang yang telah dibelinya
tersebut dengan ditambah mark-up. Keuntungan BMT nantinya akan
dibagi kepada penyedia dana. Akad yang digunakan adalah Bai’ al-
Murabahah, Bai’ as-Salam, Bai’ al-Istishna, dan Bai’ Bitsaman Ajil.
c. Sistem non-profit
Sistem yang sering disebut sebagai pembiayaan kebajikan ini
merupakan pembiayaan yang bersifat social dan non-komersial.
Nasabah hanya cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja. Akad
yang digunakan adalah Al-Qordhul Hasan.
d. Akad bersyarikat
Akad bersyarikat adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dan
masing-masing pihak mengikutsertakan modal (dalam berbagai bentuk)
55 Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia, h. 317
56 Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta
: Ekonisia) 2015, hlm 112-113
55
dengan perjanjian pembagian keuntungan/kerugian yang disepakati.
Akad yang digunakannya adalah Al-Musyarakah dan Al-Mudharabah.
e. Produk pembiayaan
Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam di antara BMT dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya beserta bagi hasil setelah
jangka waktu tertentu. Pembiayaan yang digunakan adalah pembiayaan
al-murabahah, bai’ bitsaman ajil, mudharabah, dan musyarakah.
Untuk meningkatkan peran BMT dalam kehidupan ekonomi
masyarakat, maka BMT terbuka untuk menciptakan produk baru. Tetapi
produk tersebut harus sesuai dengan syariat dan disetujui oleh DPS, lalu
produk tersebut dapat ditangani oleh sistem operasi BMT dan produk
tersebut membawa kemaslahatan bagi masyarakat.
3. Peran BMT
BMT mempunyai beberapa peran diantaranya adalah:57
a. Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi nonsyariah. Aktif
melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting system
ekonomi islami;
b. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus sikap
aktif menjalani fungsi sebagai lembaga keuangan mikro;
c. Melepaskan ketergantungan pada rentenir. Masyarakat yang masih
tergantung rentenir disebabkan rentenie mampu memenuhi keinginan
masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka BMT harus
mampu melayani masyarakat dengan lebih baik;
d. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang
kompleks dituntut harus pandai bersikap.
57 Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia, h.318-319
56
4. Tujuan BMT
Tujuan didirikannya BMT adalah meningkatkan kualitas usaha
ekonomi kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. BMT beorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota
dan masyarakat, diharapkan dengan menjadi anggota BMT, masyarakat
dapat meningkatkan taraf hidup melalui usahanya. Dengan modal yang
diharapkan para peminjam dapat memandirikan ekonomi yang dikelolanya.
BMT bersifat usaha bisnis, tumbuh dan berkembang secara swadaya dan
dikelola secara profrsional. Baitulmaal dikambangkan untuk kesejahteraan
anggota terutama dengan penggalangan dana dari zakat, infak, dan
sedekah.58
5. Mekanisme Operasional BMT
Sistem operasional BMT, pemilik dana menanamkan uangnya di BMT
tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan
keuntungan bagi hasil. Dalam mekanisme operasionalnya, BMT didukung
dengan ciri-ciri utamanya yaitu:59
a. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan
ekonomi paling banyak untuk anggota dan lingkungannya;
b. Bukan merupakan lembaga social, tetapi dapat dimanfaatkan untuk
mengefektifkan penggunaan zakat, infaq dan shadaqah bagi
kesejahteraan orang banyak;
c. Ditumbuhkan dari bawah berdasarkan peran serta masyarakat
sekitarnya;
58 Abdul Manan, HUKUM EKONOMI SYARIAH: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan
Agama, (Jakarta : Kencana, 2012), h. 364
59 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2013),
h.26
57
d. Milik bersama masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT itu
sendiri.
Operasional BMT dapat berjalan dengan berbagai jenis kegiatan usaha,
baik yang berhubungan dengan keuangan maupun non-keuangan. Jenis-
jenis usaha BMT yang terkait dengan keuangan dapat berupa mobilisasi
dana dari berbagai bentuk simpanan dengan berasaskan akad mudharabah
atau wadiah. Dan bentuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
(mudharabah/musyarakah), dengan mekanisme pembayaran dari aktivitas
jual beli (murabahah) dan cicilan atau pembiayaan qardl hasan, yaitu
pinjaman tanpa adanya tambahan pengembalian, kecuali sebatas biaya
administrasi.60
D. Review Studi Terdahulu
Untuk mendukung persoalan yang lebih mendalam terhadap masalah di
atas, penulis berusaha melakukan penelitian terhadap literatur yang relevan
terhadap masalah yang menjadi obyek penelitian.
1. Skripsi dari Rahmiyanti Ningsih Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan
Ampel Judul Penelitian Analisis hukum Islam terhadap prosedur penyitaan
barang jaminan pada pembiayaan murabahah bermasalah di PT. BPRS
Bakti Makmur Indah Kantor Cabang Krian-Sidoarjo. Hasil dari penelitian
ini sebelum dilakukan penyitaan terhadap barang jaminan di BPRS Bakti
Makmur Indah ada beberapa upaya yang dilakukan, yaitu dengan
memberikan peringatan secara lisan dan secara tertulis. Dalam pembiayaan
bermasalah, pihak BPRS hanya melakukan peringatan secara lisan tidak
60 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, h.27
58
melampirkan surat peringatan kepada nasabah.61 Menurut pandangan
hukum Islam saat terjadi pembiayaan bermasalah perlu adanya surat
peringatan atau akta sejenis, karena dengan surat peringatan nasabah dapat
dikatakan ingkar janji/wanprestasi sehingga bisa dikenakan sanksi atas
perbuatannya tersebut. Upaya penyelesaian tindakan ini dengan
memberikan kesempatan kepada nasabah untuk melunasi hutangnya.
Apabila sudah tidak bisa di upayakan lagi maka BPRS melakukan
pengambilalihan barang jaminan yang kemudian dijual untuk melunasi
hutang nasabah yang menunggak.
2. Tesis dari Elizza Silviana Publikasi Ilmiah judul penelitian Telaah Konsep
Jaminan Dalam Akad Mudharabah Pada Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus BMT Di
Pontianak). Hasil penelitian mengungkapkan mengenai konsep jaminan
pada implementasi pembiayaan mudharabah di Baitul Maal wat Tamwill
(BMT) Pontianak. Dalam pembiayaan mudharabah ini tidak ada jaminan,
tetapi agar tidak terjadi wanprestasi Baitul Maal wat Tamwill (BMT) dapat
meminta jaminan. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila terbukti
melakukan wanprestasi. Dan pelaksanaan eksekusi barang jaminan pada
pembiayaan mudharabah ini diikat secara di bawah tangan.62 Apabila
nasabah tidak memenuhi kewajibannya, nasabah diberikan kelonggaran
untuk memenuhi kewajibannya dengan cara penjadwalan Kembali
61 Rahmiyanti Ningsih , “Analisis hukum Islam terhadap prosedur penyitaan barang jaminan
pada pembiayaan murabahah bermasalah di PT. BPRS Bakti Makmur Indah Kantor Cabang Krian-
Sidoarjo”, (Skripsi : UIN Sunan Ampel) t.d
62 Elizza Silviana, “Telaah Konsep Jaminan Dalam Akad Mudharabah Pada Baitul Maal wat
Tamwil (BMT) Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus BMT Di Pontianak)”
Publikasi Ilmiah
59
(Rescheduling), penataan Kembali (Restructuring), persyaratan Kembali
(Reconditioning).
3. Skripsi dari Muhammad Adfan Yhu’nanda Universitas Brawijaya Fakultas
Hukum Judul Penelitian Analisis Unsur Kesalahan Dan Kelalaian
Mudharib Dalam Akad Pembiayaan Mudharabah Bermasalah Sebagai
Dasar Eksekusi Jaminan. Hasil penelitian ini tidak diaturnya kesalahan dan
kelalaian dalam aturan substansif tentang Pembiayaan Mudharabah dalam
Akad Pembiayaan Mudharabah dan aturan Prosedural tentang Pembiayaan
Mudharabah. Dan dalam eksekusi apabila terjadi pembiayaan mudharabah
bermasalah maka upaya penangan permasalahan ini ada 2 (dua) tahapan
yaitu upaya penyelamatan dan upaya penyelesaian. Tahap pertama, disebut
dengan upaya penyelamatan, upaya tercapainya pembayaran kembali
pembiayaan, dan tahapan kedua, penyelesaian pembiayaan mengupayakan
pembayaran kembali pembiayaan dengan mengeksekusi agunan, baik
dengan melakukan pencairan cash collateral, penagihan kepada penjamin,
pegambilalihan agunan oleh bank sendiri, penjualan secara sukarela atau
penjualan agunan melalui lelang.63
4. Jurnal dari Junaidi Abdullah Yudisia Vol. 8 No. 1 2017 Judul Penelitian
Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Di
KSPS Logam Mulia Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan. Hasil dari
penelitian ini Dengan tidak dilakukannya sita eksekutorial yang dilakukan
oleh KSPS Logam Mulia menunjukkan bahwa pihak KSPS Logam Mulia
tidak menerapkan hukum yang berlaku, tetapi lebih mengutamakan
63 Muhammad Adfan Yhu’nanda, “Analisis Unsur Kesalahan Dan Kelalaian Mudharib Dalam
Akad Pembiayaan Mudharabah Bermasalah Sebagai Dasar Eksekusi Jaminan”, (Skripsi : Universitas
Brawijaya Fakultas Hukum), t.d
60
penyelesaian tanpa prosedur hukum dan lebih ke non litigasi yakni jalur
musyawarah. KSPS Logam Mulia tidak melaksanakan eksekusi jaminan
fidusia karena pihak yayasan dan pengurus serta DPS tidak membolehkan,
secara syariah orang yang berhutang itu dalam kondisi yang susah, apalagi
ketika tidak mampu bayar maka akan lebih susah, kalau sampai jaminannya
di sita secara langsung dan paksa tentu akan lebih menyusahkan lagi, maka
sebagai lembaga pembiayaan yang berprinsipkan syariah harus menerapkan
prinsip saling tolong-menolong, dan kesepakatan bersama.64
5. Jurnal dari Martha Eri Safira dengan judul penelitian Analisis Perjanjian
Jaminan Fidusia Terhadap Parate Eksekusi Dan Perlindungan Hukum
Bagi Kreditur (Studi Kasus Pada BMT dan BPR Syariah Di Ponorogo).
Hasil dari penelitian ini bahwa masih sedikit BMT dan BPRS di Ponorogo
yang mencantumkan perjanjian pokoknya (perjanjian hutang piutangnya)
dengan sistem fidusia. Hal ini menunjukkan bahwa banyak manajemen dari
BMT dan BPR Syariah Kabupaten Ponorogo belum mengetahui tentang
sistem, penjaminan fidusia dan apa fungsinya, serta bagaimana cara
pengurusannya.65
64 Junaidi Abdullah, “Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan
Di KSPS Logam Mulia Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan”, Yudisia Vol. 8 No. 1 (2017)
65 Martha Eri Safira, “Analisis Perjanjian Jaminan Fidusia Terhadap Parate Eksekusi Dan
Perlindungan Hukum Bagi Kreditur (Studi Kasus Pada BMT dan BPR Syariah Di Ponorogo)”,
Publikasi Ilmiah
61
61
BAB III
PROFILE BMT MEKAR DA’WAH,
BMT AL-FATH dan BMT AT-TAQWA
A. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Mekar Da’wah Serpong
1. Sejarah Berdirinya BMT Mekar Da’wah
BMT Mekar Da’wah Serpong yang merupakan cabang dari BMT
Taruna Al- Qur’an Yogyakarta (BMT Jogjatama, red) didirikan pada
tanggal 26 Februari 2004 dengan No. Akta Pendirian 518/7/BH/Dis/KUK.
Manajemen Taruna Yogyakarta mengalami kendala cukup berat yang
menyebabkan bulan Juni 2004 penanganan BMT Mekar Dakwah terpisah
dari BMT Taruna Al-Qur’an Yogyakarta sebagai induk, sehingga diambil
alih sebuah komunitas yang peduli syariah di Jakarta. Pembenahan
manajemen itu dilaksanakan oleh Tim Counterpart hingga mengalami
perkembangan yang positif sehingga cukup layak dianggap sebuah lembaga
keuangan mikro yang berbasis syariah.1
Meskipun kondisi baik dari eksternal maupun internal BMT Mekar
Da’wah mengalami pasang surut tetapi kinerja operasional membaik walau
sering terjadi pergantian pengurus, pengelola dan lokasi usaha. Pergantian
tersebut mulai terbentuk tim kinerja BMT yang solid menginjak tahun 2008.
Pemulihan keadaan yang semakin solid terlihat pada tahun 2009.
Kinerja dari BMT baik di Baitul Maal tertata rapi dan pada sisi Baitul
Tamwil menunjukan peranannya. BMT Mekar Da’wah Serpong semakin
diakui serta dipercaya, bahkan menjadi lembaga yang mendapat tempat
sendiri. Fungsi BMT dalam pemberdayaan ekonomi umat dari sosial
dan bisnis, BMT Mekar Da’wah Serpong berkembang dengan adanya
1 Riri Sartika, “Perkembangan Usaha Mitra BMT Mekar Da’wah setelah
Mendapatkan Pembiayaan”, Skripsi, (Fakultas Ekonomi & Bisnis UIN Jakarta : 2017), h.44
62
program-program kemaslahatan umat, didukung oleh lembaga-lembaga
yang bersinergi dengan BMT, baik lembaga keuangan pendidikan, sosial,
pemerintah, dan lainnya.
2. Visi, Misi, Dan Tujuan BMT Mekar Da’wah
a. Visi BMT Mekar Da’wah
Menjadi Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang handal
karena kualitas pelayanan dan kinerja operasional dalam
pengembangan dan pemberdayaan sumber dayanya hingga
berkesinambungan dan selalu berusaha sesuai prinsip syariah.
b. Misi BMT Mekar Da’wah
1) Meningkatkan taraf hidup dan kemampuan, baik sosial maupun
ekonomi masyarakat melalui muamalah sesuai syariah.
2) Meningkatkan baik kuantitas, maupun kualitas pelayanan dan
kinerja operasional dalam bermuamalah.
3) Membangun kepercayaan dan mengembangkan kerjasama dengan
berbagai pihak, baik di Serpong Tangerang Selatan, hingga skala
nasional.
4) Usaha yang memiliki keunggulan kompetitif, accountable, serta
terpercaya dalam bermuamalah dan tetap dalam koridor yang sesuai
dengan prinsip syariah,
5) Mewujudkan lembaga yang ideal bagi pengembangan diri dan
pembentukan sumber daya yang selalu konsisten dalam menerapkan
kinerjanya sesuai dengan prinsip syariah.2
2 Riri Sartika, “Perkembangan Usaha Mitra BMT Mekar Da’wah setelah
Mendapatkan Pembiayaan”, Skripsi (Fakultas Ekonomi & Bisnis: 2017), h.45
63
c. Tujuan BMT Mekar Da’wah
Membentuk sumber daya yang berkemampuan, berwawasan, dan
professional didalam menerapkan muamalah yang sesuai dengan
prinsip syariah. Meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas dalam
penerapan usaha demi kemaslahatan bersama.
3. Fungsi, Prinsip, Dan Filosofi BMT Mekar Da’wah
a. Fungsi BMT Mekar Da’wah
1) Fungsi sosial, yakni BMT sebagai institusi dakwah yang memiliki
kepedulian tinggi hingga kualitas spiritual dan moral meningkat.
2) Fungsi ekonomis, yakni BMT sebagai perantara manajemen dan
keuangan berbagai pihak demi kemaslahatan bersama.
3) Fungsi Ilmu Pengetahuan, yakni BMT jadi tempat pengembangan
sumber daya insani khususnya dalam muamalah sesuai syariah.
4) Fungsi pengembangan, yakni BMT motivator, pengaruh dan juga
pengembangan potensi sosial dan ekonomi masyarakat.3
b. Prinsip BMT Mekar Da’wah
1) Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dalam melaksanakan
segala kegiatan muamalah agar tetap susuai prinsip-prinsip syariah.
2) Keterpaduan dalam segala yang berhubungan dengan muamalah
baik dari nilai-nilai spiritual, moral, etika, sikap, pengetahuan dan
lainnya.
3) Kekeluargaan, yakni lebih mementingkan kepentingan bersama dan
serta kebersamaan, dalam satu kesatuan visi, misi dan tujuan BMT.
3 Rahmi Aziza, “Analisis Kinerja Baitul Maal Wattamwil (BMT) Mekar Dakwah Serpong-
Tangerang Selatan dalam Perspektif Balanced Scorecard Periode 2012-2015”, Skripsi (Fakultas
Ekonomi & Bisnis UIN Jakarta: 2012), h.48
64
Kemandirian yang tidak terpengaruh oleh kepentingan pihak
tertentu.
4) Profesionalisme dalam bekerja yang selalu dilandasi keimanan
dalam bermuamalah dalam menjadikan sifat rasulullah SAW
sebagai tauladan.
5) Istiqomah dalam bekerja dan selalu berusaha sesuai prinsip syariah.
6) Silaturahmi dengan berbagai pihak/jaringan kerja selalu dijaga.
c. Filosofi BMT Mekar Da’wah
1) Kepedulian, terhadap kondisi yang terjadi baik simpati maupun
empati.
2) Membantu/Menolong, baik materi atau non materi sesuai
kemampuan.
3) Pembinaan, dalam hal ruhiah maupun jasmaniah dalam
bermuamalah.
4) Pengawasan, atau menjaga sumber daya agar tetap sesuai syariah.
5) Pemberdayaan, baik ekonomi dan social di dalam penerapan
kinerjanya/bermuamalah tetap sesuai dengan prinsip syariah.4
4. Motto, Jargon, dan Target BMT Mekar Dakwah
a. Motto BMT Mekar Dakwah
Motto BMT Mekar Dakwah yaitu: “Jujur Bermitra, Profesional
Bekerja”
b. Jargon BMT Mekar Dakwah
Jargon BMT Mekar Dakwah yaitu: “Mekar Raih Prestasi, Bismillah!!!”
4 Rahmi Aziza, “Analisis Kinerja Baitul Maa Wa Tamwill (BMT) Mekar Da’wah Serpong
Tangerang Selatan Dalam Perspektif Balanced Score Card Periode 2012-2015”, Skripsi (Fakultas
Ekonomi & Bisnis UIN Jakarta : 2017), h.48
65
c. Target BMT Mekar Dakwah
1) Letak lokasi usaha meliputi: Lembaga sosial kemasyarakatan,
lembaga pendidikan dan lembaga usaha.
2) Pelaku usaha meliputi: perorangan, kelompok/komunitas serta
badan usaha dari mikro hingga menengah khususnya dan bila
dimungkinkan makro,
3) Alokasi/Jenis usaha meliputi: Produktif dan konsumtif.
4) Sektor usaha meliputi: Bidang jasa, perdagangan, industri kecil dan
menengah, konsumtif dan lain-lain.
5) Bentuk usaha meliputi: Dana kebajikan, Dana talangan/bantuan,
kemitraan dan pemberdayaan.
6) Jangka waktu meliputi: Jangka pendek, menengah dan panjang.
7) Wilayah usaha meliputi: Kecamatan Serpong khususnya hingga
Kabupaten Tangerang bahkan hingga skala nasional.
5. Identitas Lembaga dan Struktur Organisasi
Nama perusahaan adalah BMT Mekar Da’wah yang berdiri pada
tanggal 12 Februari 2004 dengan akta pendirian dengan nomor 01/KUS-
SMD/II/2004 dan berbadan hukum 518/7/BH/DISKUK/2004. BMT Mekar
Da’wah memiliki NPWP dan SIUP dengan nomor 02.629.064.3-411.000
dan 503/001205-BP2T/30-08/PK/IX/2012.5
5 Rahmi Aziza, “Analisis Kinerja Baitul Maa Wa Tamwill (BMT) Mekar Da’wah Serpong
Tangerang Selatan Dalam Perspektif Balanced Score Card Periode 2012-2015”, Skripsi (Fakultas
Ekonomi & Bisnis UIN Jakarta : 2017) h.50-51
66
Kepengurusan BMT Mekar Dakwah saat ini merupakan kepengurusan
periode 2013-2016 yang memiliki struktur organisasi yaitu: Dewan
Pengawas, yaitu Drs. Madyo Wratsongko, M.M., Dr. Euis Amalia,M.Ag.
Dan H. Wiroso, SE.MBA. Ketua Pengurus, yaitu Ismail. Sekretaris, yaitu
Azhar Ahmad. Bendahara, yaitu Mudzakir. Dan Pengelola (Manager),
yaitu Irvan Rahmat Riva’i. Bagian Baitul Tamwil, terdiri dari KaBag
Marketing, yaitu Ahmad Fauzi. Operasional, yaitu Nurisma Septia
Anggraeni. Dan Teller, yaitu Shara Devi, M.A. Bagian Baitul Maal, yaitu
Chandra Ghufta Kas. 6
B. Baitul Maal Wa Tamwil Al-Fath IKMI
1. Sejarah Berdiri BMT Al-Fath IKMI
Melihat kondisi ril masyarakat kita yang dari sisi ekonomi belum dapat
hidup secara layak dan mapan, masih sering terjerat rentenir, tidak adanya
lembaga yang dapat membantu untuk meningkatkan pendapat mereka, tidak
punya posisi tawar dengan pihak lain dan kondisi-kondisi lainnya yang
serba tidak menguntungkan bagi masyarakat kecil. Padahal dari potensi
yang dimiliki oleh mereka yang apabila dikelola oleh system kebersamaan,
maka akan dapat meningkatkan ekonomi mereka. Dengan memperhatikan
6 Company Profile BMT Mekar Da’wah
67
permasalahan di atas, maka dirintislah BMT (Baitul Maal wat Tamwiil) Al-
Fath oleh 25 orang pendiri pada tanggal 13 Oktober 1996, dan kini jumlah
pendirinya menjadi 31 orang.7
BMT Al-Fath merupakan lembaga keuangan mikro syari'ah yang
notabenenya adalah lembaga keuangan aset umat dengan prinsip
operasionalnya mengacu pada prinsip-prinsip syari'at Islam. BMT Al-Fath
dibentuk dalam upaya memberdayakan umat secara kebersamaan melalui
kegiatan simpanan dan pembiayaan serta kegiatan-kegiatan lain yang
berdampak pada peningkatan ekonomi anggota dan mitra binaan ke arah
yang lebih baik, lebih aman, serta lebih adil. Sebagai lembaga yang
mengemban misi sosial, maka dibentuklah divisi Baitul Maal yang dikelola
secara terpisah agar dapat berjalan secara optimal melayani umat, dan
sebagai lembaga bisnis maka dibentuklah Baitut Tamwil dengan dikelola
oleh tenaga muslim yang profesional dibidang keuangan, Insya Allah akan
menampilkan lembaga keuangan syari'at yang sehat, berkualitas, dan
memenuhi harapan umat.
2. Visi dan Misi BMT Al-Fath Ikmi
a. Visi BMT Al-Fath IKMI
Meningkatkan kualitas keimanan anggota dan mitra binaan sehingga
mampu berperan aktif sebagai khalifah Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
b. Misi BMT Al-Fath IKMI
Menerapkan prinsip-prinsip syari'at dalam kegiatan ekonomi,
memberdayakan pengusaha kecil dan menengah, dan membina
kepedulian aghniyaa (orang mampu) kepada dhuafaa (kurang mampu)
secara terpola dan berkesinambungan.
7 Profile BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/profilbmt, diakses pada
Desember 2018
68
3. Fungsi dan Tujuan BMT Al-Fath Ikmi
a. Fungsi BMT Al-Fath IKMI
Menjalin ukhuwah islamiyah (Persaudaraan Islam) melalui pemungutan
dan penyaluran Zakat, Infaq, dan Shadaqah serta memasyarakatkannya,
dan menunjang pemberdayaan umat melalui program pemberian modal
bagi pedagang ekonomi lemah, pemberian bea siswa dan santunan bagi
kaum dhu'afaa.
b. Tujuan BMT Al-Fath IKMI
Meningkatkan kesejahteraan jasmani dan rohani serta mempunyai
posisi tawar (daya saing) anggota dan mitra binaan juga masyarakat
pada umumnya melalui kegiatan pendukung lainnya.8
4. Produk dan Jasa BMT Al-Fath IKMI
a. Penghimpunan Dana (Funding)9
1) Prinsip Titipan (Wadiah)
a) TAWAKAL (Tabungan Wadiah BMT Al-Fath)
Merupakan simpanan dari mitra yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat. Tabungan ini menggunakan prinsip
wadiah /titipan. Dalam tabungan ini BMT AL FATH tidak
wajib memberikan hasil kepada penabung. BMT AL FATH
boleh memberikan bonus setiap bulan sesuai dengan
kebijakan BMT AL FATH.
8 Profile BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/profilbmt, diakses pada
Desember 2018
9 Produk dan Layanan BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/produk, diakses
pada Desember 2018
69
2) Prinsip Bagi Hasil
a) TABAH (Tabungan Berjangka Al-Fath)
Merupakan tabungan atau investasi dengan menggunakan
prinsip mudharabah mutlaqah yang penarikannya dapat
dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang dikehendaki.
Pilihan jangka waktu yang dapat dipilih adalah: 3 Bulan
dengan nisbah 25% (mitra): 75% (BMT), 6 Bulan dengan
Nisbah 30% mitra: 70% (BMT), 9 Bulan dengan nisbah
35% (mitra): 65% (BMT) dan 12 bulan dengan nisbah 40%
(mitra): 60% (BMT).
b) SIDIK (Simpanan Pendidikan)
Yaitu bentuk simpanan yang alokasi dananya diperuntukan
untuk dana pendidikan bagi putra-putri mitra. Penarikan
dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun, pertama pada
saat ajaran baru, kedua pada saat semester. Simpanan
dengan prinsip mudharabah mutlaqah ini akan mendapat
bagi hasil setiap bulan dengan nisbah 20% (mitra): 80%
(BMT).
c) Simpanan Idul Fitri
Yaitu simpanan yang direncanakan untuk keperluan idul
fitri. Penarikan dilakukan satu kali menjelang idul fitri.
Simpanan ini menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah
sehingga akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan sesuai
dengan nisbah 20% (mitra): 80% (BMT).10
10 Produk dan Layanan BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/produk, diakses
pada Desember 2018
70
d) Simpanan Qurban
Yaitu simpanan yang diperuntukan untuk keperluan
pembelian hewan qurban. Penarikan dilakukan satu kali
menjelang ibadah qurban. Simpanan ini menggunakan
prinsip mudharabah mutlaqah sehingga akan mendapatkan
bagi hasil setiap bulan sesuai dengan nisbah 20% (mitra):
80% (BMT).
e) Simpanan Nikah
Yaitu simpanan yang diperuntukan bagi mereka yang
merencanakan pernikahan. Penarikan dilakukan satu kali,
satu bulan menjelang pernikahan. Simpanan ini
menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah sehingga
akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan sesuai dengan
nisbah 20% (mitra): 80% (BMT).
f) Simpanan Haji
Yaitu simpanan yang diperuntukan bagi mereka yang
merencanakan untuk menunaikan haji. Penarikan
dilakukan satu kali. Simpanan ini menggunakan prinsip
mudharabah mutlaqah sehingga akan mendapatkan bagi
hasil setiap bulan sesuai dengan nisbah 20% (mitra): 80%
(BMT).11
b. Penyaluran Dana (Lending)
1) Pembiayaan Mudharabah
Yaitu akad kerjasama antara BMT selaku pemilik modal
(Shahibul Maal) dengan mitra selaku pengelola usaha (mudharib)
11 Produk dan Layanan BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/produk, diakses
pada Desember 2018
71
untuk mengelola usaha yang produktif dan halal. Dan hasil
keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati kedua
belah pihak.
2) Pembiayaan Musyarakah
Yaitu akad kerjasama usaha produktif dan halal antara BMT
dengan mitra dimana sumber modalnya dari kedua belah pihak.
Keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati kedua
belah pihak. Sedangkan kerugian ditanggung kedua belah Pihak
sesuai dengan porsi modal masing-masing.
3) Piutang Murabahah
Yaitu akad jual beli barang antara mitra dengan BMT AL
FATH dengan menyatakan harga perolehan/harga beli/ harga
pokok ditambah keuntungan/margin yang disepakati kedua belah
pihak. BMT membelikan barang-barang yang dibutuhkan mitra
atau BMT memberi kuasa kepada mitra untuk membeli barang-
barang kebutuhan mitra atas nama BMT. Lalu barang tersebut
dijual kepada mitra dengan harga pokok ditambah dengan
keuntungan yang diketahui dan disepakati bersama dan diangsur
selama jangka waktu tertentu.
4) Piutang Ijarah
Yaitu akad sewa menyewa barang atau jasa antara BMT AL
FATH dan mitra. BMT AL FATH menyewakan jasa atau barang
kepada mitra dengan harga sewa yang telah disepakati dan diangsur
selama jangka waktu tertentu.12
12 Produk dan Layanan BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/produk, diakses
pada Desember 2018
72
5. Struktur Organisasi BMT Al-Fath IKMI
Nama perusahaan BMT adalah KSPPS BMT Al-Fath IKMI Jaksel.
Berdiri pada tanggal 13 Oktober 1996 dengan badan hukum No.
650/BH/KWK.10/VI/1998 dan akte dengan nomor
518/BH/PAD/Koperasi/2005. Jumlah pendiri KSPPS BMT Al-Fath IKMI
Jaksel ini adalah 65 orang termasuk 2 orang yang mewakili 2 lembaga.
BMT Al-Fath IKMI ini memiliki NPWP dan SIUP dengan nomor
02.021.735-2.411.000 dan 1086/10-04/PK/XII/2000.
Struktur organisasi pada KSPPS BMT Al-Fath IKMI ini terdiri dari
Dewan Pengawas Syariah yaitu Drs. Mustakim Kurdi, MA sebagai ketua
dan Drs. Yahya Harun AlRasyid sebagai anggota. Dewan Pengawas Umum
yaitu, H. Farid Hidayat sebagai ketua, dan H. Kapsulani, SE, MM , H. Faridi
Syahdana, S.E sebagai anggota. Dewan Pengurus yang terdiri dari Ketua
yaitu Drs. Budiyono, M.Pd. Bidang Pembiayaan dan Pembinaan Mitra
yaitu, H. Abdul Rahim. Bidang Legal, yaitu Drs. R. Prastowo Sidhi,
S.H.,M.H. Sekretaris, yaitu H. Z. Arifin Listanto. Bendahara, yaitu H.
Djaelani, SE. Sumber Daya Insani, yaitu H. Imam Turmudi Ms.13
Dalam Pengelolaan Kantor Pusat terdiri dari Manager, yaitu Saimin,
S.E, M.Si. Sekretaris, yaitu Harum Sulistio Rini, S.E. IT, yaitu Muhammad
Yusuf S.Kom. Staff Baitul Maal, yaitu Dwi Putra Rama dan Shidiq Ansori,
S.Pd.I. Head Security, yaitu Opik Taupikur Rohman. Security, yaitu
Muhammad Reza, Lucky Saputra, Sagiman, Fandi Ahmad, Helmi Priandi,
dan Akbar. Sopir, yaitu Septya Ferry Perdana. Dan Office Boy, yaitu Slamet
Riyadi, Ali Akbar, Hari Robi Setyanto dan Ahmad Salim Setyanto. Dalam
Pengelola Kantor Cabang Utama terdiri dari, Kepala Cabang, yaitu Robi
Sugara. Kabag Operasional, yaitu Suryadi, S.T. Kabag Marketing, yaitu
13 Struktur BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/struktur, diakses pada
Desember 2018
73
Opan Sopyan Sauri, S.Ag. Pembukuan, yaitu Neneng Syarifah, Amd. Head
Teller, yaitu Nurmilati, S.E. Teller Payment Point, yaitu Arum Setianingsih.
Teller, yaitu Ira Kurnia, S.E.Sy. Customer Servis, yaitu Silvia Herlena, S.E.
Surveyor, yaitu Parjan. Account Officer, yaitu M. Erwin, Gugun Ginanjar,
Isep Nurfahmi dan Dadi Alamsyah. Funding Officer, yaitu Muharis, Eka
Erfan Khoir Abdillah dan Atra Novianto. Tele Marketing, yaitu Hana. Dan
Staff Admin Legal, yaitu Muhammad Saman.
C. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) At-Taqwa
1. Sejarah BMT At-Taqwa
Baitul Maal Watamwil At-Taqwa berdiri sejak tahun 1994, lahir sebagai
solusi dari pembagian zakat, untuk memberdayakan masyarakat khususnya
di sekitar masjid At-Taqwa dan sekitasnya, dalam bentuk ZIS dan wakaf
untuk dikelola secara produktif dan disalurkan dalam bentuk pembiayaan
Al-Qard, serta dana simpanan dari anggotanya yang dikelola secara
Profitable untuk disalurkan kepada usaha Mikro kecil dalam bentuk
pembiayaan dengan skema system bagi hasil dan jual beli (margin). Baitul
Maal Watamwil At-Taqwa sejak awal berdirinya adalah 100% modalnya
milik Yayasan Taqwa Bhakti sebesar Rp. 23.000.000,-.14
2. Visi dan Misi BMT At-Taqwa
a. Visi BMT At-Taqwa
“Menjadi lembaga keuangan syariah (BMT) yang terbaik dan terdepan
secara nasional dalam memberi solusi yang bermakna bagi kaum
dhuafa, pengusaha mikro dan makro secara berkelanjutan khususnya
masyarakat sekitar BMT dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip
fathonah, amanah, shidiq dan tabligh”
14 Company Profile BMT At-Taqwa Tahun 2015
74
b. Misi BMT At-Taqwa
1) Menjadikan BMT At-Taqwa sebagai Koperasi Jasa Keuangan
Syariah yang dapat bersaing dalam hal Kesehatan, Profitable,
Efisien dan sebagai Pilar Ekonomi Ummat yaitu sebagai bagian dari
syiar Islam dalam bidang ekonomi
2) Meningkatkan akses permodalan bagi masyarakat kecil baik
finansial maupun non-fiansial
3) Membantu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan
produktivitas masyarakat kecil demi kesejahteraan dan keadilan
ekonomi
4) Menjadi Lembaga keuangan Syariah yang tumbuh secara
berkelanjutan seiring dengan pertumbuhan usaha nasabahnya
5) Menjadi tempat yang potensial bagi pengembangan Sumber Daya
Insani bagi karyawan.15
3. Fungsi dan Tujuan BMT At-Taqwa
a. Fungsi BMT
1) Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola
menjadi lebih profesional, salaam, dan amanah sehingga semakin
utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha (beribadah)
menghadapi tantangan global.
2) Mengorganisasi dan memobilisasi dana sehingga dana yang
dimiliki oleh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal di
dalam dan di luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak.
3) Mengembangkan kesempatan kerja.
15 Company Profile BMT At-Taqwa Tahun 2015
75
4) Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar
produk-produk anggota.
5) Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga
ekonomi dan sosial masyarakat banyak.
b. Tujuan BMT
Menjadi solusi intelektual dan finansial kepada masyarakat
berdasarkan prinsip-prinsip Syariah agar hidup menjadi lebih
bermakna. Dan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya serta meningkatkan
kekuatan dan posisi tawar pegusaha mikro dan kecil dengan pelaku
ekonomi yang lain.
2. Legalitas dan Struktur Organisasi
a. Legalitas dan Peraturan Perundang-undangan BMT At-Taqwa
Bentuk Badan hukum BMT At-Taqwa adalah koperasi, sehingga
untuk operasional dan pelayanannya mengikuti aturan umum dari
koperasi. Berdasarkan pasal 33 UUD 1945, kedudukan koperasi sebagai
model badan usaha dianggap palling sesuai dengan karakteristik bangsa
Indonesia yang dalam pelaksanaannya telah diatur dan dikembangkan
dalam berbagai peraturan. Sesuai dengan pasal 3 UU No. 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian, fungsi koperasi adalah memajukan
kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya,
serta ikut serta membangun tatanan perekonomian nasional dalam
rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Untuk lingkup usaha koperasi dan BMT At-Taqwa mengacu kepada
ketentuan yang terdapat di dalam UU No. 25 Tahun 1992 pasal 43 dan
44 meliputi :16
16 Company Profile BMT At-Taqwa Tahun 2015
76
1) Usaha koperasi adalah usaha yang berkaitan dengan kepentingan
anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota
2) Kelebihan kemampuan pelayanan koperasi dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota koperasi
3) Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama di segala
bidang kehidupan rakyat
4) Koperasi dapat menyalurkan segala kegiatan usaha simpan pinjam
dari dan untuk anggota koperasi bersangkutan dam koperasi lain
dan/atau anggotanya
5) Kegiatan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai salah
satu atau satu-satunya kegiatan usaha koperasi
6) Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi diatur
lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
b. Struktur Organisasi BMT At-Taqwa
77
c. Susunan Kepengurusan
Pengelola BMT At-Taqwa adalah karyawan yang bekera secara
penuh waktu (Full Time). Sehari-harinya LKS dipimpin oleh seorang
General Manager yang membawahi Manager Opersional, Manager
Marketing. Dewan Pengurus Keuangan yang terdiri dari: Drs. H. Imran
Hasyim sebagai Ketua, Drs. H. Maryanto dan Drs. H. Rusli Achmad
sebagai anggota. Dewan Pengawas Syariah yang terdiri dari Drs. H.
Djamaluddin G. MM sebagai ketua dan Drs. Ishak Ismail sebagai
anggota. Pembinaan Manajemen yang terdiri dari Iwan Ridwan, SE.
M.Si sebagai ketua, Ir. Anton Fahlevie, MM dan Donny M. Iskandar,
SE sebagai anggota. Dan Kepengurusan yang terdiri dari Abdul Haris
Hamzah sebagai ketua. Majmuddin sebagai Bendahara dan Rahmat
Ardiansyah sebagai sekretaris.17
17 Company Profile BMT At-Taqwa Tahun 201
78
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Oleh BMT Mekar Da’wah, BMT Al-
Fath dan BMT At-Taqwa
Baitul Maal Wa Tamwil mempunyai aturan dalam pembiayaannya yang
mana di setiap Baitul Maal Wa Tamwil selalu memiliki perbedaan. Penulis
mengusung dua lembaga keuangan mikro syariah Baitul Maal Wa Tamwil di
Tangerang Selatan. Lembaga pertama yang penulis analisis yaitu Baitul Maal
Wa Tamwil (BMT) Mekar Da’wah Serpong. Hasil wawancara dengan beberapa
pegawai BMT Mekar Da’wah, pembiayaan di BMT Mekar Da’wah terbagi dua
yaitu, pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif. Pembiayaan produktif
merupakan pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi
dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produk perdagangan
maupun investasi. Pembiayaan produktif tersebut terdiri dari pembiayaan
mudharabah. Sedangkan pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan.1
Calon nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan ke BMT Mekar Da’wah
harus memenuhi persyaratan dan aturan yang dibuat oleh pihak BMT Mekar
Da’wah. Syarat mutlak yang diberikan BMT Mekar Da’wah adalah harus
menjadi anggota selama tiga bulan dengan membuka tabungan yang tujuannya
untuk melihat keseriusan calon nasabah untuk mendapatkan pembiayaan yang
diajukan nanti. Setelah calon nasabah telah menjadi anggota, maka calon
nasabah mengisi formulir permohonan pembiayaan dengan mengisi data diri
secara jujur dan lengkap serta syarat umum yang diberikan pihak pihak BMT
1 Abdul Rachmat, “Pengertian Pembiayaan Pada Perbankan Syariah”,
http://syariahcooperation.blogspot.com/2012/10/pengertian-pembiayaan-pada-perbankan.html diakses
pada 8 Januari 2019
79
Mekar Da’wah yaitu Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, kartu nikah, dan
past photo.
Setelah mengisi formulir, pihak marketing akan melakukan penilaian
kepada calon nasabah untuk mendapatka pembiayaan. Penilaian calon nasabah
dalam pembiayaan, ada kriteria yang ditetapkan oleh lembaga keuangan dan
harus dipenuhi oleh calon nasabahnya. Kriterianya yaitu dengan prinsip 5C
yang terdiri dari Character (watak) apabila seseorang mempunyai uang yang
banyak dan kemampuan untuk mengembalikan utang-utangya, tidak dapat
dikatakan calon nasabah yang baik. Tidak berlaku bahwa semua orang yang
punya kemampuan membayar, juga punya itikad baik untuk mengembalikan
seluruh utangnya.
Oleh karena itu pihak BMT Mekar Da’wah harus benar-benar teliti
menganalisis watak seorang calon nasabah yang baik. Capacity (kemampuan
nasabah) lembaga keuangan tidak akan memberikan pembiayaan kepada
seorang calon nasabah yang dinilai tidak punya kemampuan untuk
mengembalikan utangnya walaupun calon nasabah tersebut punya watak yang
baik. Capital (modal) lembaga keuangan juga melakukan penilaian terhadap
kekuatan keuangan calon nasabah. Collateral (jaminan) sesuai dengan
namanya, jaminan ini akan menjadi penjamin atau pelindung bagi pihak
kreditur jika nantinya nasabah tidak dapat membayar pinjaman yang diberikan.
Condition (kondisi) biasanya pihak kreditur melihat kondisi internal dan
eksternal calon nasabah yang dapat memengaruhinya saat mengembalikan
kewajibannya kepada kreditur.2 Prinsip-prinsip ini yang kemudian akan
menjadi acuan dan bahan pertimbangan BMT Mekar Da’wah dalam menyetujui
permintaan pembiayaan dari calon nasabah.
2 Irma Devita Purnamasari, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-Kiat Cerdas,
Mudah, Dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, (PT Mizan Pustaka, Bandung,
2011) hal 18-20
80
Pada formulir permohonan pembiayaan tersebut ada sub bagian tentang
data jaminan yang berisi mengenai jenis barang jaminan, spesifikasi barang
jaminan dan nilai jaminan. Bab tersebut harus diisi oleh calon nasabah secara
lengkap. Selanjutnya nanti pihak account officer akan mendatangi rumah calon
nasabah untuk survey dan melihat secara langsung kondisi nasabah serta
penilaian jaminannya sesuai atau tidak dengan kriteria persyaratan barang
jaminan. Pada objek jaminan, pihak BMT Mekar Da’wah tidak mengkhususkan
barang apa yang harus menjadi objek jaminan, tetapi sesuai dengan kemampuan
dan kesanggupan calon nasabah. Dalam menerima suatu jaminan kredit, ada
dua pertimbangan yang dilakukan oleh lembaga keuangan sebagai kriteria
jaminan tersebut, yaitu Marketable merupakan pada saat nanti akan dieksekusi
jaminan tersebut mudah dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh utang
nasabah. Dan Secured yang mana benda jaminan kredit dapat diikat secara
yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan.
Jika kemudian hari terjadi wanprestasi, lembaga keuangan punya kekuatan
secara yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi.3 Hasil survey, pihak
account officer yang akan menentukan akad yang cocok untuk calon nasabah.
Pihak account officer harus bisa menganalisis secara mendalam atas itikad dan
kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan
yang diperjanjikan (Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Perbankan Indonesia).4
Setelah pihak account officer sudah melakukan survey secara mendalam,
hasilnya akan diajukan ke pihak komite. Jika pembiayaan ditolak, maka pihak
BMT Mekar Da’wah akan mengembalikan seluruh dokumen yang telah
diserahkan. Komite di BMT Mekar Da’wah terdiri dari tiga komite. Komite
3 Irma Devita Purnamasari, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-Kiat Cerdas,
Mudah, Dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, hlm 19
4 M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2007) hlm 79
81
pertama mempunyai wewenang plafon pembiayaan dibawah 10.000.000,
komite kedua plafon pembiayannya 10.0000.000 – 50.000.000, dan komite
ketiga plafon pembiayanya diatas 50.000.000. Komite juga mempunyai
wewenang untuk menambah jaminan apabila menurut komite jaminannya
dirasa kurang. 5
Hasil survey yang sudah diajukan ke pihak komite nantinya akan
dipertimbangkan oleh tiga orang, apabila dua dari tiga orang menyetujui maka
pengajuan pembiayaan oleh calon nasabah tersebut dapat diterima. Setelah
pihak komite sudah menyetujui pembiayaan calon nasabah, pihak admin akan
menghubungi calon nasabah untuk datang ke BMT Mekar Da’wah untuk tahap
selanjutnya. Tahap selanjutnya, pihak admin akan menjelaskan akad yang
digunakan, besaran cicilan, waktu jatuh tempo, nisbah dan marjin kepada calon
nasabah. Jadi sebelum akad berlangsung, calon nasabah harus mengetahui
terlebih dahulu secara keseluruhan. Apabila calon nasabah merasa keberatan,
maka pihak BMT Mekar Da’wah tidak akan melangsungkan akad. Akad
berlangsung kalau calon nasabah dan pihak BMT Mekar Da’wah sudah sama-
sama sepakat dan berlangsung didepan admin atas pengawasan komite
pengelola. Sesudah akad berlangsung calon nasabah telah berganti status
menjadi mitra pembiayaan.6 Pihak BMT Mekar Da’wah menyebut nasabah
pembiayaannya dengan mitra pembiayaan.
Intinya pada BMT Mekar Da’wah semua pembiayaan yang digunakan
diwajibkan adanya jaminan. Tetapi bisa saja pembiayaan tersebut tidak
menggunakan jaminan, tergantung pihak account officer nanti yang akan
mensurvey. Sesuai atau tidaknya jaminan tersebut atas hasil dari survey pihak
account officer yang nanti akan ditunjukan ke pihak komite. Komite juga
5 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong, Oktober
2018 6 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong, Oktober
2018
82
berhak menambahkan jaminan apabila menurut komite jaminanya masih
kurang. Bagi BMT Mekar Da’wah yang paling penting bukan jaminannya,
tetapi dilihat dari usaha calon nasabah ini benar dalam artian tidak lagi pailit
atau bangkrut, jujur, dan ada itikad baik dari calon nasabah tersebut.
Menurut BMT Mekar Da’wah, jaminan itu adalah sebagai garansi agar
nasabah ini benar-benar sesuai dengan apa yang jadi tujuannya, dan nasabah
tidak curang dengan disengaja untuk tidak membayar kewajibannya. Ada
beberapa hal yang memengaruhi mengapa seseorang tidak dapat membayar
utangnya, yaitu yang pertama, setelah beberapa kali membayar angsuran,
selanjutnya tidak bersedia membayar lagi angsuran selebihnya. Ada faktor
kesengajaan dari sebagian konsumen yang demikian, karena sebagian manusia
memang ada yang nakal tidak mau membayar. Yang kedua, kemacetan
angsuran juga disebabkan karena pihak konsumen banyak utang disana sini.7
Kebutuhan apa saja selalu dipenuhi, dengan tanpa mempertimbangkan dengan
saksama. Hal ini tidak terlepas dari sifat serakah manusia, karena apa yang
dilihat selalu ingin sekali dimiliki dan tidak memikirkan menstabilkan keadaan
dimasa depan. Dan yang ketiga ada pula yang disebabkan oleh faktor yang tidak
dapat diduga sebelumnya, terutama yang berpenghasilan tidak tetap, yang tiba-
tiba suatu saat penghasilannya menurun drastic atau bahkan tidak ada.8
Untuk menghindari terjadinya kecurangan dan wanprestasi tersebut pihak
BMT Mekar Da’wah memanage resikonya dengan adanya jaminan. Salah satu
management resiko yang dilakukan BMT Mekar Da’wah yaitu dengan adanya
kerjasama oleh pihak asuransi. Dan dengan calon nasabah membuka tabungan
7 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong, Oktober
2018 8 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2013) hlm4-5
83
diawal pengajuan selama tiga bulan, merupakan bentuk jaminan calon nasabah
dan melihat juga karakter calon nasabah tersebut.9
Lembaga selanjutnya yang penulis teliti yaitu lembaga keuangan mikro
syariah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Al – Fath IKMI. Hasil wawancara
terhadap kepala operasional menjelaskan proses pembiayaan di BMT Al – Fath
IKMI. Tahap awal calon nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan hampir
sama dengan BMT Mekar Da’wah yaitu harus menjadi anggota terlebih dahulu
dan membuka rekening simpanan yang pembukaannya sebesar 25.000.
Simpanan pokok 10.000, saldo awal 10.000 dan administrasi buku 5.000.
Tetapi pada BMT Al – Fath IKMI tidak mensyaratkan berapa lamanya menjadi
anggota.10 Ini merupakan syarat mutlak yang diberikan oleh pihak BMT Al –
Fath IKMI. Setelah calon nasabah sudah menjadi anggota, calon nasabah dapat
mengajukan pembiayaan dengan mengisi formulir pengajuan pembiayaan.
Dengan melampirkan persyaratan yaitu kartu tanda penduduk, photo, surat
nikah, kartu pelajar, misalnya karyawan menggunakan slip gaji dan SK
pekerjaan, yang terakhir menyertakan jaminan. Dalam suatu pembiayaan sering
dipersyaratkan adanya jaminan yang dapat terdiri dari berbagai bentuk dan
jenisnya. Jaminan yang digunakan BMT Al – Fath IKMI terdiri dari BPKB
kendaraan, surat rumah AJB atau sertifikat. Setelah calon nasabah menyertakan
jaminan, bagian tim analisis BMT Al – Fath IKMI akan melakukan survey
tempat tinggalnya, tempat usahanya dan jaminannya.
Terhadap suatu jaminan yang akan diterimanya, tim analisis melakukan
penilaian kelayakan sebagai jaminan yang sesuai dengan kriteria. Tahap
selanjutnya tim analisis akan melakukan analisa apakah calon nasabah tersebut
layak atau tidak. Analisa dilakukan dengan cara menggunakan metode 5C
9 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong, Oktober
2018 10 Suryadi, Selaku Bagian Operational BMT Al-Fath IKMI Kedaung, Interview Pribadi,
Kedaung, Oktober 2018
84
seperti pada BMT Mekar Da’wah. Hasil dari proses analisa calon nasabah nanti
diajukan kepihak komite. Komite pada BMT Al – Fath IKMI terdiri dari
manager, pengurus, dan kepala cabang. Pihak ini lah yang nanti akan
memutuskan disetujui atau tidaknya pembiayaan calon nasabah tersebut. Pada
tahap pencairan, apabila calon nasabah disetujui oleh pihak komite, calon
nasabah nanti akan dipanggil untuk menandatangani surat persetujuan dan akad
kontrak dari pihak BMT Al – Fath IKMI. Setelah calon nasabah
menandatangani akad kontrak, statusnya sudah berubah menjadi nasabah
pembiayaan atau mitra pembiayaan.11
Lembaga terakhir yaitu Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) At-Taqwa. Hasil
wawancara oleh petugas BMT At-Taqwa menjelaskan calon nasabah yang
ingin mengajukan pembiayaan datang ke BMT At-Taqwa untuk mengisi
formulir pembiayaan. Pihak BMT At-Taqwa tidak serta merta langsung
mengasih formulir pembiayaan kepada calon nasabah, tetapi menanyakan
terlebih dahulu info yang didapat calon nasabah mengenai BMT At-Taqwa.
Kebanyakan calon nasabah mengetahui BMT At-Taqwa dari colega atau
teman-teman atau dari jama’ah masjid. Karena BMT At-Taqwa ini terletak
tepat disamping masjid At-Taqwa. 12
Setelah pihak BMT At-Taqwa sudah mengetahui info dari calon nasabah
dan sudah jelas, calon nasabah akan bertanya-tanya tentang besaran
pembiayaan yang diinginkannya dan pihak BMT At-Taqwa juga akan
menanyakan kebutuhan calon nasbaah yang diperlukan berapa besar dan
menjelaskan apa saja yang perlu dilengkapi persyaratannya seperti kartu tanda
penduduk, kartu keluarga, surat nikah (bagi yang sudah berkeluarga) kalau
belum bisa berkeluarga menggunakan surat pernyataan dari kedua orang tua
11 Suryadi, Selaku Bagian Operational BMT Al-Fath IKMI Kedaung, Interview Pribadi,
Kedaung, Oktober 2018
12 Riri, Selaku Pegawai BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Kemanggisan, Pada Januari 2019
85
calon nasabah, kalau karyawan melampirkan slip gaji tiga bulan terakhir, dan
bagi wirausaha melampirkan laporan keuangannya. Persyaratan yang terakhir
yaitu jaminan. Pihak BMT At-Taqwa mengkhususkan persyaratan jaminannya
yaitu apabila jaminannya berupa kendaraan maka nilai jaminannya 80% dari
pinjaman. Tetapi tidak hanya itu saja, pihak BMT At-Taqwa juga melihat
kemampuan calon nasabah dalam membayar.
Setelah calon nasabah melengkapi persyaratan, pihak BMT At-Taqwa akan
memproses pengajuan pembiayaan dan akan mensurvey tempat tinggal dan
jaminanya. Pihak BMT At-Taqwa benar-benar menyeleksi tempat tinggal calon
nasabah, hal ini penting karena bagi pihak BMT At-Taqwa sebagai
pertimbangan disetujui tidaknya pembiayaan calon nasabah. Selanjutnya pihak
survey sudah yakin dan sudah jelas semuanya, pihak survey akan memproses
dan hasil survey akan diberikan ke pihak komite untuk selanjutnya disetujui
atau tidaknya. Apabila pihak komite menyetujui pembiayaan calon nasabah,
pihak BMT At-Taqwa membuatkan akad untuk calon nasabah dan
menandatanganinya.13
Dari penjelasan diatas bahwa dalam prosedur pembiayaan pada lembaga
keuangan mikro syariah yaitu Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) hampir sama
disetiap BMT dari mulai cara pengajuan dan persyaratannya, hanya beberapa
yang membedakan. Dalam BAB II dijelaskan mengenai aspek hukum yang
harus diperhatikan dalam proses pemberian pembiayaan, menurut penulis aspek
hukum tersebut sudah dijalankan oleh ketiga BMT ini. Mulai dari tahap
pengajuan, tahap analisis data, tahap penandatanganan akad dan tahap setelah
pembiayaan diberikan.
Hal pembeda dari ketiga BMT ini seperti pada BMT At-Taqwa yang tidak
mensyaratkan harus menjadi anggota terlebih dahulu, sedangkan pada BMT
Mekar Da’wah dan BMT Al-Fath IKMI mengharuskan terlebih dahulu menjadi
13 Riri, Selaku Pegawai BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Kemanggisan, Pada Januari 2019
86
anggota. Hal tersebut diterapkan oleh kedua BMT tersebut untuk mengetahui
keseriusan calon nasabah untuk mendapatkan pembiayaan. Dan perbedaan
lainnya mengenai domisili calon nasabah. Pada BMT Mekar Da’wah Serpong
mayoritas nasabah merupakan masyarakat berdomisili Serpong, sedangkan
untuk masyarakat berdomisili diluar Serpong, agak sulit untuk mendapatkan
persetujuan pembiayaan dari pihak BMT. Lain hal nya dengan BMT Al-Fath
IKMI dan BMT At-Taqwa yang tidak membatasi calon nasabah yang berasal
dari luar domisili BMT. Pihak BMT tidak mensyaratkan calon nasabah harus
sedomisili dengan BMT. Nasabah mengajukan pembiayaan diluar domisili
prosesnya tetap sama. Walaupun calon nasabah berdomisili di luar kota, pihak
BMT tetap melakukan survey semanamestinya. Alur pembiayaan BMT sudah
sesuai dengan aturan yang dibuat ketiga lembaga tersebut.
Menurut Pasal 8 Undang-Undang Perbankan Indonesia 1992/1998, dalam
melaksanakan kegiatan usahanya yang berupa pemberian kredit bank wajib
mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan
kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan
yang diperjanjikan. Hal ini sudah dijalankan oleh BMT Mekar Da’wah, BMT
Al – Fath IKMI dan BMT At-Taqwa yang mana pada saat calon nasabah
mengajukan pembiayaan, pihak BMT akan melakukan analisa untuk
mengetahui secara mendalam karakter dan keyakinan dari calon nasabah.
Analisa yang digunakan BMT Mekar Da’wah, BMT Al – Fath IKMI dan BMT
At-Taqwa adalah dengan menerapkan metode 5C yaitu watak, kemampuan,
modal, jaminan, dan kondisi ekonomi. Dengan cara menganalisis metode
tersebut pihak BMT akan lebih mudah menentukan layaknya calon nasabah
mendapat pembiayaan. Dan ketiga BMT yang penulis teliti telah sesuai dengan
prinsip prudence (prinsip kehati-hatian dalam perbankan).
87
B. Pelaksanaan Jaminan Berdasarkan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia di BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath dan BMT At-
Taqwa
Berdasarkan Pasal 1 UU UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
(selanjutnya disebut UUJF) disebutkan bahwa fidusia adalah pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa
benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan
pemilik benda. Jaminan fidusia merupakan hak jaminan atas benda bergerak
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap
berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Kegiatan yang dikembangkan oleh Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) salah
satunya adalah dengan memberikan pembiayaan. Pembiayaan yang dimaksud
adalah pendanaan yang dilakukan oleh BMT berdasarkan persetujuan dan
kesepakatan para pihak untuk melunasi utangnya. Dalam memberikan
pembiayaan kepada mitra14, BMT akan meminta persyaratan jaminan atau
agunan guna untuk mengendalikan risiko yang terjadi suatu saat nanti dan
sebagai langkah terakhir pengganti pelunasan pembiayaan mitra.
Mitra yang telah mengajukan pembiayaan di BMT, selanjutnya nanti pihak
BMT akan melakukan analisis pembiayaan calon mitra. Didalam analisis
pembiayaan mitra, terdapat langkah selanjutnya yaitu analisis jaminan. Analisis
jaminan harus dilakukan oleh pihak AO (Account Officer) untuk dapat
menganalisis usaha calon mitra yang dimana akan menjadi sumber utama untuk
pelunasan pembiayaan bagi mitra. Jaminan yang digunakan BMT dapat berupa
barang tak bergerak (tanah dan bangunan) dan benda bergerak (kendaraan,
14 Mitra: Panggilan setiap BMT untuk nasabahnya.
88
mesin, tagihan,dll). Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath dan BMT At-
Taqwa menggunakan objek jaminan berupa Akta Jual Beli (AJB), Bukti
Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), tabungan, akta kios pasar, perhiasan dan
barang elektonik. Pada ketiga BMT pembiayaan minimum sebesar Rp.
1.000.000 s/d Rp. 2.000.000 sudah wajib menggunakan jaminan. Objek
jaminan untuk pembiayaan Rp. 2.000.000 bisa berupa barang elektronik
maupun tabungan mitra yang ditahan pihak BMT. Jadi ketiga BMT ini
mewajibkan adanya jaminan berapapun pembiayaannya dan apapun objek
jaminannya yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang dibuat BMT. Setelah
melakukan wawancara, penulis menggolongkan objek jaminan berdasarkan
bentuknya yang digunakan oleh BMT. Jaminan barang tak bergerak berupa
sertifikat tanah. Sedangkan barang bergerak berupa kendaraan, alat elektronik,
dan emas. Dan benda tak berwujud berupa tabungan.
Berdasarkan Pasal 11 UUJF benda yang berada di wilayah Negara Republik
Indonesia maupun di luar wilayah Republik Indonesia yang dibebani dengan
jaminan fidusia wajib didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia. Di BMT Mekar
Da’wah pembiayaan di atas Rp 50.000.000 dilakukan pembeban jaminan
dengan di hadapan notaris. Sedangkan untuk pembiayaan di bawah Rp
50.000.000 dilakukan pembeban jaminan di bawah tangan. Diterbitkan hanya
melalui surat pernyataan tanda terima jaminan yang dibuat oleh pihak BMT.15
Sedangkan di BMT Al-Fath IKMI pembiayaan di atas Rp 100.000.000
dilakukan pembeban jaminan dengan didaftarkan ke notaris. Pembiayaan di
bawah Rp 100.000.000 pembebanan jaminannya dilakukan di bawah tangan
tanpa di daftarkan ke notaris. Sama seperti BMT Mekar Da’wah, diterbitkan
15 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong, Oktober
2018
89
surat pernyataan tanda terima jaminan yang dibuat oleh pihak BMT.16 Dan
terakhir BMT At-Taqwa pembiayaan sebesar Rp 100.000.000 s/d Rp
1.000.000.000 pembebanan jaminan yang dilakukan tidak didaftarkan dengan
notaris. Berapa pun pembiayaan di BMT At-Taqwa, semua dibebankan di
bawah tangan tanpa didaftarkan ke notaris. Hal ini dikarenakan BMT At-Taqwa
mempunyai alasan tersendiri dengan tidaknya menggunakan notaris dalam
pembiayaan besar.17 Semua jaminan pada ketiga BMT ini hanya sebagai
klausul perjanjian, artinya jaminan hanya disertakan dalam klausul perjanjian
yang ada di dalam perjanjian pokoknya. Serta dibuatnya surat pernyataan tanda
terima jaminan fidusia.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dijelaskan bahwa pembebanan Benda dengan
Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan
merupakan akta Jaminan Fidusia. Dalam UUJF mengharuskan akta jaminan
fidusia dibuat dengan akta notaris, hal ini dikarenakan menurut keterangan
Pasal 1870 KUHPerdata menjelaskan bahwa akta notaris adalah akta otentik
yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga memiliki fungsi
untuk kesempurnaan perbuatan hukum. Jadi dikaitkan dengan jaminan fidusia,
pembebanan dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa
Indonesia yang merupakan akta Jaminan Fidusia untuk memberikan jaminan
hukum dan kepastian hukum bagi para pihak yang lebih besar dan sempurna
dibandingkan akta dibawah tangan.
Dengan demikian sesuai Pasal 15 ayat (3) Apabila debitor cidera janji, maka
penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri dan penerima fidusia mempunyai
16 Suryadi, Selaku Bagian Operational BMT Al-Fath IKMI Kedaung, Interview Pribadi,
Kedaung, Oktober 2018
17 Riri, Selaku Narasumber Pegawai BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Kemanggisan, Pada
Januari 2019
90
hak yang didahulukan untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil
eksekusi. Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia, hal ini sesuai dengan
Pasal 27 ayat (2).
Sedangkan bagi jaminan yang tidak didaftarkan di notaris atau di bawah
tangan, dilihat dari KUHPerdata Pasal 1320, perjanjian kredit harus memenuhi
syarat sahnya perjanjian sesuai dengan;18 Kesepakatan para pihak dan tanpa
paksaan antara penerima jaminan dan yang memberi jaminan yang
mengikatkan diri dalam perjanjian. Kecakapan dalam membuat suatu
perjanjian. Para pihak antara pihak BMT dan mitra, dinyatakan sudah cakap
dalam melakukan perjanjian, karena dilihat dari pengamatan beberapa
dokumen pengajuan pembiayaan, disebutkan usia pegawai BMT dan mitra rata-
rata diatas 21 tahun dimana usia tersebut sudah cukup dewasa dalam melakukan
perjanjian. Suatu hal tertentu yang diperjanjiakan, maksud hal tertentu ini
adalah objek perjanjian. Objek perjanjian yang dimaksud adalah pembiayaan
dari pihak BMT untuk mitra. Dan Kuasa yang halal, maksudnya berdasarkan
pasal 1337 KUHPerdata kuasa yang halal adalah apabila isi perjanjian tidak
dilarang oleh undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan atau
ketertiban umum.
Dari penjelasan tersebut, perjanjian yang dibuat ketiga BMT ini memang
tidak berisi mengenai hal-hal yang bertentangan dengan kesusilan ataupun
ketertiban umum, melainkan perjanjian pembiayaan yang dilakukan ke tiga
BMT ini tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di kantor
pendaftaran fidusia. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 11 dan
Pasal 12 yang mensyaratkan perjanjian itu dibuat dengan akta notaris dalam
bahasa Indonesia dan juga disyaratkan, benda yang dibebani dengan jaminan
18 Marulak Pardede, Laporan Akhir “Implementasi Jaminan Fidusia Dalam Pemberian
Kredit Di Indonesia” (Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Ham-RI)
hlm 55
91
wajib didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia. Dari penjabaran diatas syarat
sahnya perjanjian yang dilakukan oleh ketiga BMT ini hanya memenuhi 3
syarat dari 4 syarat berdasarkan KUHPerdata Pasal 1320. Syarat-syarat
berdasarkan KUHPerdata Pasal 1320 merupakan syarat-syarat mutlak yang
harus dipenuhi agar suatu perjanjian itu dianggap sah.
Alasan dari ketiga BMT yang mengikat jaminan fidusia di bawah tangan ini
hampir sama, yaitu karena jumlah kredit yang diajukan mitra jumlahnya kecil.
Mengingat biaya yang dikeluarkan untuk mengurus akta notaril tidak sebanding
dengan jumlah pembiayaan yang diajukan mitra. Dan juga dikarenakan resiko
yang diterima pihak BMT tidak besar, maka ketiga BMT ini melakukan
pengikatan jaminan fidusia di bawah tangan. Alasan kedua adalah
ketidaktahuan mitra tentang pengikatan jaminan fidusia secara notaril. Para
mitra hanya menerima saja apa arahan dari pihak BMT dan dengan adanya akad
kontak pembiayaan, mitra setuju apabila mitra wanprestasi atau terlambat
membayar sampai dengan batas waktu yang ditentukan, maka jaminan akan
disita dan dieksekusi oleh pihak BMT. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan mitra
akan hal itu dan kalangan mitra yang melakukan pembiayaan di BMT
berlatarbelakang pendidikan rendah yang tidak mengerti hukum. Dan alasan
terakhir bagi pihak BMT tidak melakukan pengikatan secara fidusia adalah
tidak adanya ketentuan internal terkait petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk
teknis mewajibkan pengikatan fidusia dengan notaril.
C. Penerapan Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI Dan
BMT At-Taqwa
Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
menyebutkan pengertian dari agunan. Agunan adalah jaminan tambahan yang
diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pembiayaan fasilitas
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Dalam melakukan
92
pembiayaan BMT mewajibkan setiap nasabah yang mengajukan pembiayaan
harus menyertakan jaminan.
Fungsi dari jaminan itu sendiri merupakan sebagai perlunasan pembiayaan
kredit. Jaminan yang ada di BMT termasuk dalam jaminan tambahan. Seperti
kita ketahui dalam prakteknya, BMT meminta jaminan berupa surat tanda
kepemilikan kendaraan maupun surat tanah untuk dijadikan jaminan dalam
pembiayaan. Berikut merupakan pemaparan hasil penelitian dari ketiga BMT
yang penulis teliti.
1. Bentuk Barang Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath
IKMI Dan BMT At-Taqwa
Jenis barang pada dasarnya ada dua macam, barang bergerak dan tidak
bergerak. Barang bergerak merupakan barang yang karena sifatnya mudah
digerakan atau mudah dipindahkan. Dalam pembiayaan di lembaga
keuangan apabila memakai jaminan barang bergerak maka hanya dapat
dijadikan sebagai barang jaminan jangka pendek. Berbeda dengan barang
tidak bergerak yang mana dalam pembiayaan di lembaga keuangan
dijadikan sebagai barang jaminan jangka panjang.
Untuk BMT Mekar Da’wah jaminan digunakan untuk pembiayaan
murabahah, musyarakah dan mudharabah. Sedangkan untuk BMT Al-Fath
IKMI jaminan yang digunakan untuk pembiayaan murabahah,
mudharabah, musyarakah dan ijarah. Dan untuk BMT At-Taqwa jaminan
yang digunakan paling banyak untuk pembiayaan murabahah.
Pada ketiga BMT ini barang jaminan yang disyaratkan beragam
bentuknya. Secara keseluruhan barang jaminan yang digunakan pada ketiga
BMT mulai dari BPKB, AJB, tabungan, Akta kios pasar, perhiasan dan
barang elektonik. Besaran nominal pembiayaan yang di approve oleh BMT
besarnya ditentukan oleh nilai jaminan itu sendiri. Jadi barang yang
93
dijadikan jaminan harus diketahui terlebih dahulu harga jualnya di pasar
agar nanti bisa tercover plafon pembiayaannya.
Jaminan yang diperoleh dari nasabah pada saat melakukan pembiayaan,
jaminannya dijaminkan lagi kepada pihak ketiga yaitu pihak asuransi untuk
mengurangi risiko dikemudian hari. Misalnya apabila mitra meninggal
dunia sebelum masa pembiayaan berakhir, maka BMT dapat klaim dari
pihak asuransi atas jaminan tersebut. Asuransi tersebut dapat di klaim
dengan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh pihak BMT.
Salah satu BMT yang saya teliti yaitu BMT Mekar Da’wah,
menjelaskan bahwa menentukan mitra itu bisa diterima atau tidak
pembiayaannya, tidak cuma sekedar nilai jaminannya besar. Belum tentu
nilai jaminannya besar pihak BMT menyetujui pembiayaan tersebut. Yang
paling penting bagi pihak BMT adalah kejujuran, potensi usahanya, dan
kemampuan pembayarannya. Itu merupakan syarat pokok dan mutlak dari
pihak BMT Mekar Da’wah untuk calon nasabahnya yang mengajukan
pembiayaan. Tetapi menurut BMT Mekar Da’wah untuk menghindari
kecurangan yang disengaja untuk tidak membayar kewajiban mitra, BMT
Mekar Da’wah membuat management resiko dengan adanya jaminan dan
management resiko yang dilakukan BMT adalah dengan bekerjasama oleh
pihak asuransi.19
Macam-macam bentuk barang jaminan yang digunakan BMT menurut
penulis BMT yang merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang
membantu dan memudahkan nasabah yang mayoritas masyarakat kecil
menengah kebawah, mengakibatkan beragamnya jaminan yang digunakan.
Hal ini menjadi dasar didirikannya BMT sebagai lembaga keuangan yang
memberikan kemudahan bagi masyarakat menengah kebawah dan sebagai
19 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong,
Oktober 2018
94
lembaga yang menjamaah nasabah-nasabah yang tidak dijamaah oleh
lembaga keuangan bank.
2. Pengikatan Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI
Dan BMT At-Taqwa
Setiap lembaga keuangan, objek jaminan yang diserahkan nasabah dan
disetujui bank, harus segera diikat sebagai jaminan utang. Pengikatan
jaminan seharusnya dilakukan sebelum diizinkannya nasabah menarik dana
pembiayaan. Pengikatan jaminan dalam prakteknya ternyata tidak selalu
sama. Secara umum pengikatan objek jaminan dilakukan melalui lembaga
jaminan. Dalam perbankan keharusan untuk melakukan pengikatan objek
jaminan kredit melalui suatu lembaga jaminan sering kali hanya dilakukan
untuk jenis kredit tertentu karena alasan-alasan tertentu dari masing-masing
bank. Sedangkan dalam lembaga keuangan mikro tidak melakukan
pengikatan objek jaminan di lembaga jaminan karena berdasarkan
pertimbangan. Sama hal nya pada lembaga keuangan syariah.
Pemberian jaminan dalam syariah tidaklah wajib, tetapi agar nasabah
memenuhi kewajibannya pihak lembaga keuangan syariah dapat meminta
untuk ditetapkan suatu jaminan tertentu dalam akad pembiayaan. Hal ini
sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional N0. 4 Tahun 2000 tentang
murabahah, yang menganjurkan agar nasabah serius dengan kewajibannya.
BMT Mekar Da’wah, BMT Al – Fath IKMI dan BMT At-Taqwa
mewajibkan setiap pembiayaan apapun menyertakan jaminan.
Pengikatan barang jaminan untuk objek tanah diikat menggunakan
APHT (Akta Pengikat Hak Tanggungan) yaitu akta yang memuat tentang
nomor sertifikat, tanggal penerbitan, luas tanah, lokasi tanah dan barang-
barang yang dipertanggungjawabkan di atas tanah. APHT ini harus
didaftarkan di Badan Pertahanan Negara. Sedangkan untuk barang jaminan
berupa benda bergerak seperti kendaraan bermotor diikat menggunakan
95
akta fidusia yaitu akta yang memuat tentang jenis dan jumlah barang yang
diikat secara fidusia. Pengikatan akta fidusia ini dilakukan karena sifat
barang yang mudah berpindah dan surat bukti kepemilikan barang tersebut
tidak dikuasai oleh bank. Akta fidusia ini harus didaftarkan di Kantor
Pendaftaran Fidusia di Departemen Hukum dan HAM. Dan objek jaminan
perhiasan dapat diikat dengan akta gadai yang mana memuat tentang jenis
dan jumlah barang yang diikat secara gadai. Akta gadai ini dibuat secara di
bawah tangan dengan mengeluarkan surat gadai yang dibuat secara otentik.
Pengikatan jaminan pada ketiga BMT ini dilakukan dengan cara di
bawah tangan. Artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh
lembaga keuangan (dalam bentuk standard / standaard form) kemudian
ditawarkan kepada nasabah untuk disepakati dan ditanda-tangani antara
bank dan nasabah.20 Tetapi tidak semua pengikatan dilakukan di bawah
tangan. Pemberian pembiayaan dalam jumlah besar tetap mengikuti aturan
yang berlaku yaitu dengan diikat menggunakan akta yang dibuat dihadapan
notaris tanpa didaftarkan lagi untuk mendapat akta pengikat hak
tanggungan (APHT) ataupun akta jaminan fidusia. Dan untuk pemberian
pembiayaan dalam jumlah kecil pihak BMT mengikatnya dengan akta di
bawah tangan.
Akan tetapi pada BMT At-Taqwa, pembiayaan dalam skala besar tetap
diikat di bawah tangan. Hal ini disampaikan langsung oleh pengelola BMT
At-Taqwa. Mereka menjelaskan bahwa ada nasabah yang mengajukan
pembiayaan berjumlah 100.000.000 s/d 1.000.000.000 tanpa dibuatkan akta
otentik didepan pejabat atau notaris maupun didaftarkan di lembaga
jaminan. Alasannya karena pihak BMT At-Taqwa ini sistemnya
kepercayaan dan kekeluargaan. Nasabah yang diberi pembiayaan dalam
20 Rochadi Santoso, “Pengikatan Perjanjian dan Agunan Kredit”, Prosiding SENTIA
Volume 8 – ISSN: 2085-2347, 2016, hlm 31
96
skala besar ini merupakan nasabah yang sudah dipercaya, dan merupakan
nasabah lama di BMT At-Taqwa. Namun ada juga nasabah baru yang diberi
pembiayaan dalam skala besar. Nasabah ini merupakan nasabah yang
dikenal baik oleh pihak BMT At-Taqwa dan jelas asal bibit, bebet, dan
bobotnya.21
Untuk kepentingan pembuktian jaminan yang diikat di bawah tangan,
ketiga BMT ini telah membuat akta di bawah tangan dengan cara membuat
surat perjanjian serah terima jaminan yang mana di dalamnya lengkap
mengenai spesifikasi barang jaminannya dan selanjutnya ditandatangani
bersama serta saksi-saksinya.
Akta di bawah tangan sebenarnya mempunyai kekuatan hukum yang
penuh, selama dibuat dengan memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian
seperti yang telah ditentukan dalam KUH Perdata.22 Akta di bawah tangan
mempunyi kekuatan pembuktian yang sempurna, apabila para pihak
membenarkan isi dan tanda tangan yang dibubuhkan. Sebaliknya, jika
isinya disangkal oleh salah satu pihak, belum mempunyai kekuatan
pembuktian, dan masih memerlukan alat-alat bukti yang lain yang dapat
mendukung isi perjanjian.23
D. Eksekusi Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan
BMT At-Taqwa
Eksekusi dilakukan apabila pihak mitra melakukan cidera janji dengan tidak
atau lalai dalam membayar angsuran selama batas waktu yang ditentukan pihak
BMT. Sebelum melakukan eksekusi jaminan, pihak BMT terlebih dahulu
21 Riri, Selaku Pegawai BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Kemanggisan, Pada Januari 2019
22 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2013), hlm 34
23 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2013), hlm 19
97
mencari tahu permasalahan dan penyebab pihak mitra menjadi macet saat
melakukan pembiayaan. Ketiga BMT ini melakukan proses penanganan
pembiayaan bermasalah sesuai dengan kolektabilitas, sebagai berikut;
1. Penyelesaian Kredit Macet Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath
IKMI Dan BMT At-Taqwa
Menurut ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia No.
7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, kualitas
kredit dibagi menjadi lima kolektibilitas, yaitu:24
a. Kredit Lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria :
1) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat;
2) Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau bagian dari kredit yang
dijaminkan dengan agunan tunai.
b. Kredit Dalam Perhatian Khusus, yaitu apabila memenuhi kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum
melampaui 90 hari;
2) Memiliki mutasi rekening relative rendah;
3) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan.
c. Kredit Kurang Lancar, yaitu apabila memiliki kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 90 hari;
2) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah;
3) Terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari;
4) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi oleh nasabah;
5) Dokumentasi pinjaman yang lemah.
24 H.R.M. Anton Suyatno, Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui
Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan, (Jakarta : PRENADAMEDIA
GROUP, 2016) hlm 40-41
98
d. Kredit Yang Diragukan, yaitu apabila memiliki kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui lebih dari 180 hari;
2) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari;
3) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit
maupun peningkatan jaminan.
e. Kredit Macet, yaitu apabila memiliki kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 270 hari;
2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru;
3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat
dicairkan pada nilai wajar.
Tidak bisa dipungkiri sebuah lembaga keuangan pastinya mempunyai
NPL (Non Performing Loan) yang dimana ketidakmampuan nasabah dalam
mengembalikan kewajibannya sesuai dengan jangka waktu yang telah
ditentukan. Hal ini mengakibatkan tergangunya kesehatan lembaga
keuangan. Risiko ini dapat terjadi oleh semua lembaga keuangan, salah
satunya BMT. Risiko tersebut dapat berasal dari internal pihak lembaga
keuangan dan dari eksternal pihak nasabah maupun faktor kondisi ekonomi.
Dalam menghadapi risiko ini, ketiga BMT yang saya teliti telah
membentuk management risiko apabila terjadi kredit bermasalah. Ketiga
BMT ini menerapkan sistem revitalisasi25 pada pembiayaannya. BMT
Mekar Da’wah mempunyai kegiatan yang dinamakan dengan “remedial”.
25 Revitalisasi adalah suatu proses atau cara dan perbuatan untuk menghidupkan kembali
suatu hal yang sebelumnya terberdaya sehingga revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan
untuk menjadi vital, sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau sangat diperlukan sekali
untuk kehidupan dan sebagainya.
99
Remedial ini merupakan pembinaan dan pengawasan untuk mitra yang
pembayaran kewajibannya lancar dan kurang lancar. Mitra nanti akan
dibina dan diawasi oleh pihak BMT Mekar Da’wah. Kegiatan itu dilakukan
pihak BMT mulai dari harian ataupun mingguan dengan cara mendatangi
langsung mitra ataupun via telepon. Dalam remedial ini ada istilah 5
kebijakan apabila mitranya bermasalah. Sebelum pihak BMT melakukan
eksekusi, pihak BMT akan melihat terlebih dahulu kondisi mitra apakah
bisa dilakukan 5 kebijakan ini atau tidak. 5 kebijakan yang dimaksud
adalah:26
a. Rescheduling (Penjadwalan kembali). Artinya masa waktunya
diperpanjang. Dengan tidak menambah ataupun mengurangi dari sisa
pembayaran. Jadi pihak BMT tidak memikirkan jaminannya terlebih
dahulu tetapi mempermudah si mitranya. Mencari tahu kondisi
mitranyanya dan permasalahannya dimana. Disamping langkah
pertama pihak BMT dengan melakukan pembinaan setiap hari
mendatangi mitra, dengan seperti itu pihak BMT akan mengetahui
kondisi perkembangan mitra.
b. Reconditioning (Persyaratan kembali). Reconditioning ini merupakan
tindak lanjutan dari rescheduling. Jadi dilihat dari kondisi mitra, apabila
mitra sanggup membayar hutang pokoknya + marginnya saja tetapi
tidak penuh maka hutang pokoknya tetap dan marginnya dikurangi atau
bagi hasilnya yang dikurangi.
c. Restructuring (Penataan kembali). Tahapan ini dilakukan apabila mitra
sudah sulit membayar atau sudah tidak mampu membayar, maka
otomatis pihak BMT melakukan resctructuring untuk memperingan
26 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong,
Oktober 2018
100
pembayaran kewajiban mitra dengan cara mengubah struktur plafon
pembiayaan.
d. Reconstructing (Kontruksi kembali). Apabila mitra tidak bisa
membayar angsuran sama sekali, marginnya pun tidak bisa dibayar,
maka pihak BMT akan mengganti akad dengan akad yang dimana
hutang pokoknya saja yang dibayar. Pembiayaan yang hanya pokoknya
saja yg dibayar adalah pembiayaan al-qard. Jadi nanti akad
pembiayaannya diganti menjadi al-qard. Sampai tahap ini jaminannya
belum dieksekusi. Tetapi bisa juga pihak BMT melakukan eksekusi
apabila mitra mulai nakal. Apabila nasabah mulai nakal dikondisi
resctructuring maka pihak BMT dapat melakukan eksekusi.
e. Write Off (Penghapusan). Tahap ini ada dua jenis, yang pertama hapus
buku dalam pencatatan di BMT tetapi tidak hapus tagih. Yang kedua
hapus buku dan hapus tagih. Biasanya dalam hapus buku dipindahkan
dulu ke akad al qardul hasan. Al qardul hasan tidak dilaporkan kedalam
Baitul tamwil, tapi ke Baitul mall. Dan bisa dihapuskan dengan cara
zakat gharimin atau pihak BMT punya cadangan penghapusan.
Pada BMT Al-Fath IKMI apabila terjadi pembiayaan bermasalah maka
pihak BMT Al-Fath IKMI langsung melakukan tindakan dengan
memberikan surat peringatan pertama (SP-I) apabila SP-I tidak direspon
maka pihak BMT Al-Fath IKMI memberikan surat peringatan ke-II sampai
surat peringatan ke-III. Setelah SP I-II-III, tidak ada hasil, maka nanti dilihat
dulu permasalahan mitranya karena apa sampai tidak bisa membayar.27 Apa
karena usahanya menurun, atau karena musibah. Apabila usahanya
27 Suryadi, Selaku Bagian Operational BMT Al-Fath IKMI Kedaung, Interview Pribadi,
Kedaung, Oktober 2018
101
menurun lalu mitra tidak bisa sepenuhnya membayar angsuran, maka pihak
BMT akan di reschedule atau penjadwalan ulang. Jadi nanti jangka waktu
angsurannya diperpanjang.
Apabila sampai tahap itu mitra masih tidak sanggup membayar
angsuran, maka tahap selanjutnya adalah write off. Write off merupakan
kegiatan hapus buku dari daftar pembiayaan di BMT tetapi tidak hapus
tagih, minimal utang pokoknya saja yang dibayar. Tahap terakhir apabila
mitra sudah benar-benar tidak bisa membayar kewajibannya dan tidak
mempunyai itikad baik, maka tahap terakhir yang digunakan pihak BMT
Al-Fath IKMI adalah dengan mengeksekusi jaminannya.28
Sedangkan BMT At-Taqwa dalam proses penanganan pembiayaan
bermasalah dikategorikan menjadi emapat bagian, yaitu lancar, kurang
lancar, diragukan, dan macet. Apabila mitra lancar dalam pembiayaan,
jumlah tunggakan 0-3 kali pembayaran maka pihak BMT At-Taqwa akan
terus memonitoring usaha, stock, dan proyeknya. Apabila mitra kurang
lancar dalam pembiayaan, jumlah tunggakan 4-6 kali pembayaran maka
pihak BMT At-Taqwa akan memberikan surat pemberitahuan, teguran
kepada mitra, dan kunjungan ke tempat mitra.
Apabila mitra diragukan dalam pembiayaan, jumlah tunggakan 7-9 kali
pembayaran maka pihak BMT At-Taqwa akan berikan surat teguran kepada
mitra, peringatan kepada mitra dan kunjungan ke tempat mitra. Dan apabila
mitra macet dalam pembiayaan, jumlah tunggakan >9 kali pembayaran
maka pihak BMT At-Taqwa akan melakukan penagihan secara langsung,
offset jaminan, dan ekskusi jaminan. Tetapi sama seperti BMT lainnya,
sebelum BMT At-Taqwa melakukan eksekusi pihak BMT akan melakukan
revitalisasi kepada mitra dalam upaya penyelamatan pembiayaan
28 Suryadi, Selaku Bagian Operational BMT Al-Fath IKMI Kedaung, Interview Pribadi,
Kedaung, Oktober 2018
102
bermasalah ini. Hampir sama dengan BMT lainnya BMT At-Taqwa
merevitalisasikannya dengan cara seperti berikut ini:29
a. Rescheduling (Penjadwalan Ulang). Dengan cara mengubah jangka
waktu pembiayaan, yaitu dalam hal ini si nasabah diberikan keringanan
dalam masalah jangka waktu pembiayaan. Dan mengubah jadwal
angsuran, dan jumlah angsuran.
b. Reconditioning (Persyaratan Ulang). Dengan cara mengubah jangka
waktu, jadwal angsuran, harga jual, agunan dan kepemilikan.
c. Restructuring (Penataan Ulang). Dengan cara mengubah berbagai
persyaratan yang ada dari yang sebelumnya diperjanjikan. Seperti
halnya masalah jadwal angsuran, jumlah angsuran, jaminan, dan jangka
waktu.
d. Bantuan Management. Dengan cara mengusulkan agar debitur
mendapatkan bantuan management dari pihak lain yang lebih
menguasai selukbeluk usahanya.
Ketiga BMT tersebut telah menggunakan caranya masing-masing untuk
mengatasi risiko kredit bermasalah apabila nasabah wanprestasi ataupun
cidera janji. Penyelamatan kredit bermasalah tersebut pada dasarnya masih
merupakan tahapan negosiasi dengan pihak debitur. Namun apabila upaya
negosiasi tersebut tidak berbuah hasil dan kredit menjadi semakin macet,
dimana debitur tidak kooperatif atau tidak mampu lagi untuk membayar
angsuran atau menyelesaikan pembiayannya, maka langkah selanjutnya
adalah dengan cara mengeksekusi objek jaminannya.
29 Compay Profile BMT At-Taqwa
103
2. Eksekusi Jaminan di BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan
BMT At-Taqwa
Eksekusi jaminan merupakan pelaksanaan hak kreditur pemegang
benda jaminan apabila debitur wanprestasi. Pemegang jaminan kebendaan
dalam hal ini berhak untuk mendapatkan kembali pelunasan atas hutang
debitur, dengan cara menjual benda jaminan dan mengambil hasil
penjualannya. Eksekusi terjadi apabila nasabah wanprestasi. Wanprestasi
merupakan keadaan dimana nasabah cidera janji dan lalai dalam membayar
kewajibannya yang diperjanjikan.
Ketika terjadi wanprestasi pada BMT Mekar Da’wah, pihak BMT akan
melihat terlebih dahulu penyebab nasabah ini wanprestasi karena apa.
Apabila nasabah sudah tidak sanggup lagi membayar kewajibannya, tetapi
masih mempunyai itikad baik untuk membayar kewajibannya tapi tidak
sepenuhnya, maka pihak BMT akan menerapkan 5 kebijakan yang
dibuatnya. Tetapi apabila karena kelalaian nasabah dan nasabah sudah tidak
sanggup membayar dan tidak mempunyai itikad baik, maka pihak BMT
langsung mengeksekusi jaminannya dengan cara menjualnya secara bawah
tangan. Setelah itu hasil dari penjualan jaminannya digunakan untuk
melunasi sisa hutang nasabah.30 Apabila hasil penjualannya melebihi
hutangnya, maka pihak BMT akan mengembalikan sisanya kepada
nasabah. Tetapi apabila hasil penjualan jaminannya tidak mencukupi untuk
membayar sisa hutangnya, maka pihak BMT minta nasabah bertanggung
jawab atas kekurangan kewajibannya.
Dari wawancara tersebut, peneliti diberi salinan akad pembiayaan
murabahah yang dibuat oleh pihak BMT Mekar Da’wah dengan
nasabahnya. Dari pengamatan akad pembiayaan murabahah dengan No.
30 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong, Oktober
2018
104
00294/BMT-MD/MBA/16/1/2019 salah satu pasalnya membahas
mengenai penyitaan jaminan dan eksekusi jaminan.31
Pasal tersebut telah menjelaskan apabila nasabah telat pembayaran atau
nasabah menyimpang dari akad perjanjian, maka nasabah akan menerima
sanksi dari pihak nasabah. Dan apabila nasabah tidak membayar angsuran
selama 2 bulan, maka nasabah harus menyerahkan barang jaminannya
kepada pihak BMT Mekar Da’wah untuk di eksekusi langsung secara
bawah tangan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak.
Selanjutnya pada BMT Al-Fath IKMI apabila terjadi wanprestasi,
seperti halnya BMT yang lain yang mencari permasalahannya terlebih
dahulu apa yang menyebabkan mitra tidak membayar kewajibannya.
Apabila mitra telat membayar kewajibannya, cara pemberitahuannya
dengan memberi surat peringatan untuk mitra. Setelah SP-I dikeluarkan,
mitra tidak membayar juga, pihak BMT akan memberikan lagi SP-II sampai
SP-III.
Apabila SP-III mitra tidak dapat membayar kewajibannya juga, maka
pihak BMT akan melihat terlebih dahulu apa yang menyebabkan mitra ini
tidak bisa membayar kewajibannya. Kalau tahap terakhir mitra tidak juga
membayar kewajibannya padahal sudah dikasih tenggang waktu, maka
pihak BMT akan mendebet simpanan mitra yang ada pada BMT, apabila
31 Salinan Akad Pembiayaan Murabahah Pada BMT Mekar Da’wah
105
tidak mencukupi pihak BMT akan mengeksekusi jaminannya secara
langsung dibawah tangan atas dasar kesepakatan mitra dan BMT.32 Hal ini
sesuai dengan salinan akad pembiayaan murabahah yang dibuat oleh pihak
BMT Al-Fath IKMI dengan No. 177/MBH/III/2011 dibawah ini.
Terakhir pada BMT At-Taqwa apabila mitra masih mempunyai hutang,
sedangkan mitra tersebut sudah tidak mempunyai lahan untuk bekerja atau
mencari uang, maka pihak dari BMT At-Taqwa akan melakukan
musyawarah dengan cara mendatangi mitra untuk silatuhrahim dan
menanyakan bagaimana menyelesaikannya. Sesuai dengan SOP BMT At-
Taqwa, apabila mitra masih mempunyai hutang, tetapi tidak bisa
melunasinya maka pihak keluarga yang akan dibebankan tetapi kalau pihak
mitra meninggal dunia, pihak BMT At-Taqwa akan mengklaim asuransi.
Apabila mitra atau pihak keluarga merasa keberatan atau tidak dapat
membayar semua hutangnya, maka pihak BMT At-Taqwa akan
memberikan keringanan dengan hanya membayar angsuran pokoknya saja,
dan dihapuskan margin bagi hasilnya. Apabila mitra merasa tidak mampu
bayar angsuran, maka pihak BMT At-Taqwa memperbolehkan membayar
32 Suryadi, Selaku Bagian Operational BMT Al-Fath IKMI Kedaung, Interview Pribadi,
Kedaung, Oktober 2018
106
angsuran sesuai kemampuan mitra, dengan begitu pihak BMT At-Taqwa
akan me-reschedule dan nanti akad yang digunakan baru lagi.33 Pihak BMT
At-Taqwa terus melakukan reschedule mitra yang bermasalah setiap
setahun sekali.
Tetapi dari pihak mitra yang tidak mempunyai itikad baik, sering kabur-
kaburan setiap ditagih maka pihak BMT At-Taqwa akan memanggil orang
dari pihak luar untuk mengurusnya. Dan mitra yang sudah kabur tanpa
melunasi hutangnya, pihak BMT At-Taqwa akan melakukan Write Off atau
hapus buku. Artinya pihak dari BMT At-Taqwaa akan menghapus seluruh
hutangnya dan menggunakan dana cadangan dari BMT untuk melunasi
hutangnya. Apabila mitra dalam jangka waktu 6 bulan tidak ada
pembayaran angsuran sama sekali, maka pihak BMT akan melakukan
eksekusi jaminan dengan menarik dan menjual jaminannya atas
kesepakatan kedua belah pihak.34
Dari pengamatan akad pembiayaan murabahah dengan No.
032/AKAD/BMT-AT/I/2019 pada Pasal 6 dijelaskan mengenai nasabah
wanprestasi dan barang jaminannya. Dan juga pada surat pernyataan
penjualan jaminan dijelaskan apabila nasabah lalai dalam membayar
kewajibannya selama 6 bulan bertutut-turut, maka pihak BMT akan
melakukan penjualan jaminan. Dengan hal ini BMT At-Taqwa sudah
melakukan eksekusi jaminan sesuai dengan akad dan peraturan yang dibuat
oleh pihak BMT.
33 Company Profile BMT At-Taqwa
34 Riri, Selaku Pegawai BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Kemanggisan, Pada Januari 2019
107
3. Eksekusi Jaminan Fidusia Berdasarkan POJK No. 29/POJK.05/2014
tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan
Pelaksanaan eksekusi diatur pada Undang-Undang no. 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia yang didalamnya mengatur mengenai eksekusi
jaminan. Selain undang-undang jaminan fidusia, pada Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan POJK No. 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Pembiayaan juga mengeluarkan peraturan mengenai
eksekusi jaminan fidusia. Berdasarkan Pasal 21 s.d. Pasal 23 Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Pembiayaan, telah diatur ketentuan mengenai
pembebanan jaminan fidusia oleh Perusahaan Pembiayaan, yaitu:35
a. Pasal 21 ayat (1): Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan
dengan pembebanan jaminan fidusia, wajib mendaftarkan jaminan
35 Agusta, “Ini Aturan Eksekusi Benda Jaminan Fidusia Yang Wajib Debitur Ketahui”,
diakses dari https://industriamagz.com/2018/01/08/ini-aturan-eksekusi-benda-jaminan-fidusia-yang-
wajib-debitur-ketahui/ Pada Tanggal 10 Januari 2019 Pukul 13:00
108
fidusia dimaksud pada kantor pendaftaran fidusia, sesuai undang-
undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia;
b. Pasal 22: Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia
pada kantor pendaftaran fidusia paling lambat 1 (satu) bulan terhitung
sejak tanggal perjanjian pembiayaan;
c. Pasal 23: Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan eksekusi benda
jaminan apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat
jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan;
d. Pasal 24 : Eksekusi benda jaminan fidusia oleh Perusahaan Pembiayaan
wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam
undang-undang mengenai jaminan fidusia dan telah disepakati oleh para
pihak dalam perjanjian pembiayaan.
Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
29/POJK.05/2014 dilihat dari hasil pembahasan dan praktiknya di ketiga
BMT ini, tidak memenuhi unsur pada Pasal 21 Ayat (1) dan Pasal 22 yang
dimana perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan dengan
pembebanan jaminan fidusia, wajib mendaftarkan jaminan fidusia
dimaksud pada kantor pendaftaran fidusia dan Perusahaan Pembiayaan
wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia paling
lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan. BMT
Mekar Da’wah, BMT Al-Fath maupun BMT At-Taqwa sendiri pun tidak
memberikan aturan mengenai mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor
pendaftaran fidusia. Padahal undang-undang dan peraturan lainnya yang
mewajibkan perusahaan pembiayaan mendaftarkan jaminan fidusia pada
kantor pendaftaran fidusia paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak
tanggal perjanjian pembiayaan. BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath
maupun BMT At-Taqwa melakukannya hanya dengan membuat surat
penyerahan jaminan fidusia antara para pihak debitur dan kreditur dan
ditandatangani oleh keduanya.
109
Selanjutnya pada Pasal 23 mengenai larangan melakukan eksekusi
benda jaminan apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan
sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan
Pembiayaan, unsur ini pun tidak dipenuhi oleh BMT Mekar Da’wah, BMT
Al-Fath maupun BMT At-Taqwa. Ketiga BMT ini mengeksekusi jaminan
setelah pihak kreditur sudah menganalisa dan debitur sudah tidak punya
itikad baik untuk melunasi pembiayaannya, dan dengan kesepakatan atara
pihak maka BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath maupun BMT At-Taqwa
segera melakukan eksekusi jaminan secara di bawah tangan. Hal ini pun
sudah sesuai dengan perjanjian akad kontrak yang ditandatangani para
pihak debitur dan kreditur.
Terakhir Pasal 24 mengenai eksekusi benda jaminan fidusia oleh
Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan
sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai jaminan fidusia dan
telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian pembiayaan. Setelah
dibahas pada pembahasan mengenai pelaksanaan jaminan berdasarkan UU
No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia di BMT Mekar Da’wah, BMT
Al-Fath dan BMT At-Taqwa, bahwa hasil pembahasan tersebut bahwa
BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath dan BMT At-Taqwa jelas bertentangan
dengan Pasal 5, Pasal 11 dan Pasal 12 UUJF.
Dari penjelasan diatas bahwa BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath dan
BMT At-Taqwa tidak memenuhi unsur pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Pembiayaan.
4. Kendala-Kendala yang Dihadapi Dalam Eksekusi Jaminan
Kendala-Kendala Dalam Eksekusi Jaminan pada BMT yang penulis
teliti, ketiga BMT tersebut semua melakukan eksekusi jaminan secara parate
eksekusi (mengeksekusi tanpa lewat pengadilan) dengan cara menjual objek
110
jaminan secara di bawah tangan. Hal ini sesuai dengan peraturan undang-
undang yang mengatur tentang jaminan fidusia dan hak tanggungan. Dalam
Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, pada Pasal
29 yang mengatur eksekusi secara bervariasi yaitu :36
Pada Pasal 29 Undang-undang Jaminan Fidusia:
a. Secara sifat eksekusi (dengan memakai titel eksekutorial), yakni lewat
suatu penetapan pengadilan;
b. Secara parate eksekusi, yakni dengan menjual (tanpa perlu penetapan
pengadilan) di depan pelelangan umum;
c. Dijual di bawah tangan oleh pihak kreditor sendiri.
Ketiga BMT ini menggunakan eksekusi dengan metode penjualan
jaminan di bawah tangan. Hal ini pun harus berdasarkan persetujuan dan
kesepakatan antara pemberi dan penerima jaminan. Jaminan baru dapat
dieksekusi jika dalam proses eksekusi tersebut tidak ada yang keberatan
atau tidak ada sengketa dalam jaminannya. Namun dalam praktiknya
eksekusi yang harus membutuhkan persetujuan dari pihak nasabah, agar
pihak BMT dapat melakukan penjualan barang jaminan secara di bawah
tangan, padahal nasabah yang sudah wanprestasi atau cedera janji biasanya
sudah tidak lagi bersikap kooperatif. Ini lah yang menjadi kendala yang
dihadapi pihak BMT saat akan melakukan eksekusi jaminan.
Kendala lainnya seperti sudah dijelaskan di atas bahwa ketiga BMT
yang penulis teliti menggunakan pengikatan jaminan di bawah tangan
dengan cara membuat surat perjanjian serah terima jaminan. Akan tetapi
untuk mendapatkan kekuatan hukum tetap dan mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna, pengikatan jaminan secara bawah tangan harus
dilegalisir oleh notaris, atau secara notarill. Ketiga BMT ini semuanya tidak
menggunakan jasa notaris dikarenakan mayoritas nasabah BMT merupakan
36 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, h. 142
111
nasabah menengah kebawah yang akan merasa keberatan dengan
mengeluarkan biaya untuk itu. Hanya pembiayaan tertentu saja yang
menggunakan notaris. Dan juga memang tidak pernah ada nasabah yang
meminta menggunakan jasa notaris, semua atas dasar kepercayaan dan
kekeluargaan.
Apabila dengan menggunakan jasa notaris akan mendapatkan akta yang
mempunyai titel eksekutorial atau dengan istilah grosse acta. Menurut
Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata (HIR), setiap akta yang
mempunyai titel eksekutorial dapat dilakukan fiat eksekusi. Pasal 224 HIR
menyatakan bahwa grosse dari akta hipotek dan surat utang yang dibuat di
hadapan notaris di Indonesia dan yang kepalanya berbunyi “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” memiliki kekuatan sama dengan
kekuatan putusan hakim. Jadi dengan adanya akta tersebut telah mempunyai
kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum penuh. Dengan irah-irah “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” inilah yang memberikan titel
eksekutorial, yakni titel yang mensejajarkan kekuatan akta tersebut dengan
putusan pengadilan. Jadi jika terjadi wanprestasi atau cedera janji yang tidak
bisa diselesaikan dengan jalan damai, akta tersebut tinggal dieksekusi (tanpa
perlu lagi putusan pengadilan).37
Kendala mengenai barang jaminan fidusia, apabila nasabah
menggunakan barang jaminan BPKB sebagai objek jaminannya maka
terjadi pemindahan hak kepemilikan, sedangkan bendanya tetap dalam
penguasaan pemilik benda atau nasabah. Akibatnya saat akan melakukan
eksekusi, objek jaminan tersebut telah rusak atau hilang bahkan berpindah
tangan tanpa sepengetahuan pihak kreditor. Hal tersebut mengakibatkan
nilai barang jaminannya sudah tidak sesuai lagi karena sudah rusak sehingga
37 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, hlm 152
112
menimbulkan kerugian bagi BMT. Juga untuk jaminan berupa peralatan
atau perabotan dan mesin-mesin saat akan dieksekusi ternyata sudah
dipindah tangankan tanpa sepengetahuan pihak BMT.
Dan kendala yang terjadi pada salah satu BMT yang penulis teliti adalah
pada jaminan hak tanggungan yaitu surat tanah, pada saat akan dieksekusi
ternyata diketahui jaminan tersebut milik orang tuanya. Nasabah
menjaminkannya tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Maka pihak
BMT segera melakukan penyelesian dengan cara musyawarah mufakat.38
38 Riri, Selaku Pegawai BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Kemanggisan, Pada Januari 2019
113
113
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai analisis
penerapan hukum jaminan pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan
BMT At-Taqwa, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses pemberian pembiayaan oleh BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath
IKMI dan BMT At-Taqwa telah memenuhi aspek-aspek hukum dan telah
sesuai dengan proses pemberian pembiayaan seperti yang telah diuraikan
pada BAB II yaitu tahapan pengajuan aplikasi pembiayaan oleh calon
nasabah, tahap analisis data yang diajukan oleh calon nasabah, tahap
penandatanganan akad pembiayaan dan pengikatan jaminan pembiayaan
dan tahap setelah pembiayaan diberikan.
2. Pelaksanaan jaminan fidusia yang dilakukan pada BMT Mekar Da’wah,
BMT Al-Fath IKMI dan BMT At-Taqwa belum sesuai dengan UU No. 42
Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Pada Pasal 11 UUJF jaminan fidusia
wajib didaftarkan di Kantor pendaftaran fidusia, tetapi ketiga BMT yang
penulis teliti ini, semuanya menggunakan pembebanan jaminan fidusia di
bawah tangan. Dengan tidak mendaftarkan jaminannya ke Kantor
pendaftaran jaminan fidusia. Selanjutnya Pasal 5 ayat (1) dijelaskan bahwa
pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris
dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Ketiga BMT
ini tidak menggunakan akta notaris, hanya pada pembiayaan tertentu yang
menggunakan akta notaris tetapi tetap tidak didaftarkan di Kantor
pendaftaran jaminan fidusia.
3. Sebelum melakukan eksekusi jaminan, pihak BMT terlebih dahulu mencari
tahu permasalahan dan penyebab pihak mitra menjadi macet saat
melakukan pembiayaan. Ketiga BMT ini melakukan proses penanganan
114
pembiayaan bermasalah sesuai dengan kolektabilitas masing-masing. Ada
lima kolektabilitas menurut ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank
Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum, yaitu kredit lancar, kredit dalam perhatian khusus, kredit kurang
lancar, kredit yang diragukan dan kredit macet. Sebelum ketiga BMT ini
melakukan eksekusi jaminan, dianalisis terlebih dahulu kedalam
kolektabilitas. Setelah melakukan analisis kolektabilitas, BMT Mekar
Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan BMT At-Taqwa telah membuat
manajemen risiko dengan menerapkan sistem revitalisasi. Setelah proses
revitalisasi tidak membuahkan hasil, maka BMT Mekar Da’wah, BMT Al-
Fath IKMI dan BMT At-Taqwa sesuai dengan akad perjanjian, segera
melakukan eksekusi jaminan.
B. Saran
1. Kepada Pemerintah
Dalam hal ini perlunya penyuluhan mengenai pembebanan jaminan
kepada lembaga-lembaga keuangan khususnya lembaga keuangan mikro
syariah. Melakukan pembinaan kepada masyarakat umum tentang
pentingnya pembebanan jaminan sebagai perlindungan hukum bagi
kreditur pemegang jaminan tersebut. Agar saat melakukan eksekusi tidak
terjadi PMH (perbuatan melawan hukum).
2. Kepada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan BMT At-
Taqwa
Diharapkan kepada ketiga BMT ini patuh pada aturan perundang-
undangan dan aturan lainnya dalam pengikatan jaminan. Salah satunya
masalah pembebanan jaminan fidusia yang harus didaftarkan pada kantor
pendaftaran fidusia agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan kemudian
115
hari. Kemudian pihak BMT harus membuat aturan khusus mengenai
jaminan yang akan digunakan sebagai agunan dalam pembiayaan.
116
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Ali, Z. (2008). Hukum Gadai Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.
Ali, Z. (2010). Metodelogi Penelitia Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Antonio, M. S. (2001). BANK SYARIAH: Dari Teori Ke Praktek. Jakarta: Gema Insan.
Ascarya. (2008). Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ashibly. (2018). Hukum Jaminan. Bengkulu: MIH Unihaz.
Bahsan, M. (2007). Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia.
Jakarta: PT.Raja Grafindo.
Djamil, F. (2013). Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi si Lembaga
Keuangan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.
Fuady, M. (2013). Hukum Jaminan Utang. Jakarta: Erlangga.
Ghazaly, A. R., Ihsan, G., & Shidiq, S. (2018). Fiqh Muamalat. Jakarta: Prenadamedia
Group.
Hafida, N. (n.d.). Kajian Prinsip Hukum Jaminan Syariah Dalam Rangka Sistem
Hukum Syariah. 6.
Harahap, Y. (2006). Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Jakarta:
Sinar Grafika.
Haroen, N. (2007). Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.
117
Hejazziey, D. (2013). Hukum Perkembangan Syariah. Yogyakarta: Deepublish.
Hermansyah. (2007). Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
HS, S. (2004). Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada.
Ismail. (2011). Perbankan Syariah . Jakarta: Kencana.
Latif, A. A. (2005). Fiqh Muamalat. Jakarta: UIN Jakarta Pers.
MA, I. (2015). Metodelogi Penelitian Kualitatif Panduan Penelitian Beserta Contoh
Proposal Kualitatif. Pontianak.
Madani. (2015). Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia. Jakarta:
Prenada Media Group.
Mardani. (2013). Hukum Perikatan Syariah Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Muljadi, K., & Widjaja, G. (2006). Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan.
Jakarta: Kencana.
Purnamasari, I. D., & Suswinarno. (2011). Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer
Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, Dan Bijak Memahami Masalah Akad Syariah.
Bandung: PT Mizan Pustaka.
Raco, J. (2010). Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya.
Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Rahmawati, Y. (2015). Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Jakarta: UIN Jakarta Pers.
Rais, I., & Hasanuddin. (2011). Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada Lembaga
Keuangan Syariah. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.
Sabana, D. H. (2016). Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
118
Shaleh, M. (2016). Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui
Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Sudarsono, H. (2015). Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, .
Yogyakarta: Ekonisia.
Suhendi, A. (2014). Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawaki Pers.
Supramono, G. (1997). Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis.
Jakarta: Djembatan.
Supramono, G. (2013). Perjajian Utang Piutang. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Suyatno, A. (2016). Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui
Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Suyatno, T. (2007). Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka.
Taufani, S. d. (2018). Metodelogi Penelitian Hukum. Depok: Rajawali.
Tutik, t. T. (2008). Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Kencana
Prenadamedia.
Usman, R. (2013). Hukum Kebendaan. Jakarta: Sinar Grafika.
Wangsawidjaja, A. (2012). Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama.
Wasito, H. (n.d.). Pengantar Metodelogi Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Widjaja, G., & Yani, A. (2003). Jaminan Fidusia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
119
Zaeni Asyhadie, R. K. (2018). Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah. Depok: Rajawali Pers.
JURNAL :
Abdullah, J. (2016). Jaminan Fidusia Di Indonesia (Tata Cara Pendaftaran dan
Eksekusi). Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, 118.
Aziza, R. (2012). Analisis Kinerja BMT Mekar Da'wah Serpong Tangerang Selatan
dalam Perspektof Balance Scorecard Periode 2012-2015. Fakultas Ekonomi
dan Bisnis, 48.
Hulan, T. (2010). Jaminan Dalam Transaksi Akad Mudharabah Pada Perbankan
Syariah. Mimbar Hukum Volume 22, 530-531.
Kartika, R. F. (2016). Jaminan Dalam Pembiayaan Syariah (Kafalah dan Rahn). Jurnal
Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, 234.
Makruf, S. (2014). Eksekusi Jaminan Fidusia Di Bank Syariah Mandiri Kota Malang
Ditinjau Dari Fatwa DSN MUI No. 68 Tahun 2008. Jurisdictie, 169.
Manan, A. (2012). HUKUM EKONOMI SYARIAH: Dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama. Jakarta: Kencana.
Mujiono, S. (2017). Eksistensi Lembaga Keuangan Mikro: Cikal Bakal Lahirnya BMT
di Indonesia. Al Masraf : Jurnal Lembaga Keuangan Dan Perbankan, 208.
OPebrianti, W. (2012). Tinjauan Hukum Atas Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Melalui
Parate Eksekusi Apabila Objek Jaminan Beralih Kepada Pihak Ketiga Atau
Musnah. Supremasi Hukum Volume 21, 85.
Sartika, R. (2017). Perkembangan Usaha Mitra BMT Mekar DA'wah Setelah
Mendapatkan Pembiayaan. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, 44.
Silviana, E. (-). Telaah Konsep Jaminan Dalam Akad Mudharabah Pada Baitul Mal
wat Tamwil (BMT) Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus
BMT Di Pontianak). Publikasi Ilmiah, -.
120
WEBSITE :
Agusta. (2019). Ini Aturan Eksekusi Benda Jaminan Fidusia Yang Wajib Debitur
Ketahui. Retrieved from industriamagz.com:
https://industriamagz.com/2018/01/08/ini-aturan-eksekusi-benda-jaminan-
fidusia-yang-wajib-debitur-ketahui/
AL-Fath, B. (2018). Profile BMT Al-Fath IKMI. Retrieved from www.bmtalfath.com:
http://www.bmtalfath.com/v2/profilbmt,
Amri, M. (2018, Februari 5). Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Retrieved from
Academia:
https://www.academia.edu/25851976/LEMBAGA_KEUANGAN_MIKRO_S
YARIAH_ISLAMIC_MICROFINANCE_di_INDONESIA
Erissa. (2019, juli 4). Fiqh Muamalat Ar-Rahn. Retrieved from scribd:
https://id.scribd.com/document/331668366/Fiqih-Muamalah-Ar-Rahn
JK. (2019, Juli 4). Apa Itu Kredit dan Pembiayaan. Retrieved from Sikapiuangmu:
https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/316
Rachmat, A. (2019, Januari Selasa). Pengertian Pembiayaan Pada Perbankan Syariah.
Retrieved from Syariahcooperation.blogspot.com:
http://syariahcooperation.blogspot.com/2012/10/pengertian-pembiayaan-pada-
perbankan.html
INTERVIEW :
Suryadi. (2018, Oktober). Operational BMT AL-FATH IKMI. (N. Y. Putri,
Interviewer)
Riri. (2018, Oktober). Operational BMT At-Taqwa. (N. Yudia, Interviewer)
Ismail. (2018, Oktober). Pendiri BMT Mekar Da'wah. (N. Yudia, Interviewer)
121
PERATURAN-PERATURAN :
Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
122
LAMPIRAN 1
Surat Permohonan Data Wawancara BMT Mekar Da’wah
123
LAMPIRAN 2
Surat Permohonan Data Wawancara BMT Al-Fath IKMI
124
LAMPIRAN 3
Surat Permohonan Data Wawancara BMT At-Taqwa
125
LAMPIRAN 4
Surat Balasan Penelitian Dari BMT Mekar Da’wah
126
LAMPIRAN 5
Balasan Surat Penelitian Dari BMT Al-Fath IKMI
127
LAMPIRAN 6
Surat Tanda Penyerahan Jaminan BMT Mekar Da’wah
128
LAMPIRAN 7
Surat Tanda Penyerahan Jaminan BMT Al-Fath IKMI
129
LAMPIRAN 8
Surat Penyerahan Jaminan BMT At-Taqwa
130